Professional Documents
Culture Documents
DAFTAR ISI……………………………………………………………………... i
DAFTAR TABEL……………………………………………………………….. ii
Pendahuluan…………………………………………………………………….. 1
Metode…………………………………………………………………………... 11
Partisipan…………………………………………………………………….. 11
Instrumen……………………………………………………………………. 11
Prosedur Penelitian………………………………………………………….. 13
Analisis……………………………………………………………………….13
Hasil……………………………………………………………………………... 14
Verifikasi Asumsi…………………………………………………………….16
Uji Regresi Linear Sederhana……………………………………………….. 18
Uji Regresi Linear Berganda…………………………………………………22
Diskusi…………………………………………………………………………... 25
Limitasi……………………………………………………………………… 30
Kesimpulan……………………………………………………………………... 30
Saran………………………………………………………………………… 31
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………
32
LAMPIRAN…………………………………………………………………….. 38
i
DAFTAR TABEL
ii
Peran Fear of Missing Out dan Neuroticism Terhadap Perilaku Pembelian
Impulsif Produk Fashion di E-Marketplace
Abstract: Online shopping has become a common thing, especially for the Z
Generation as a generation that is closely related to technology. One of the
products that are widely purchased on the internet is fashion products. The e-
marketplaces make it easier for people to transact. One of the behaviors that can
be influenced by the convenience of a shopping platform is impulse buying.
Several studies have linked neuroticism and impulse buying, but there have been
discrepancies in the results. Research on FoMo and impulse buying is also very
limited. On the other hand, FoMo and neuroticism are also often associated with
each other. Therefore, this study aims to find out the role of Fear of Missing Out
(FoMo) and the personality factor of neuroticism, and both simultaneously on the
impulsive buying behavior of fashion products in e-marketplaces in generation Z
aged 18-24 years. This study used a survey method for data collection. The results
show that both FoMo, and neuroticism, and both simultaneously have a positive
role on the impulsive buying behavior of fashion products in e-marketplaces.
Abstrak: Belanja daring menjadi hal yang biasa dilakukan masyarakat, terutama
bagi generasi Z sebagai generasi yang erat kaitannya dengan teknologi. Salah satu
produk yang banyak dibeli di internet adalah fashion. Medium berbelanja berupa
e-marketplace sangat memudahkan masyarakat dalam bertransaksi. Salah satu
perilaku yang dapat dipengaruhi kemudahan suatu situs adalah pembelian
impulsif. Beberapa penelitian telah mengaitkan neuroticism dan pembelian
impulsif namun terjadi perbedaan hasil. Penelitian terkait FoMo dan pembelian
impulsif juga masih sangat terbatas. Di sisi lain, FoMo dan neuroticism juga
sering dikaitkan satu sama lain. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk
mencari tahu peran Fear of Missing Out (FoMo) dan faktor kepribadian
neuroticism, serta keduanya secara simultan terhadap perilaku pembelian impulsif
produk fashion di e-marketplace pada generasi Z berumur 18-24 tahun. Penelitian
ini menggunakan metode survei untuk pengumpulan data. Hasil menunjukkan
bahwa baik FoMo, maupun neuroticism, serta keduanya secara simultan memiliki
peran positif terhadap perilaku pembelian impulsif produk fashion di e-
marketplace.
iii
1
Pendahuluan
Kegiatan transaksi jual-beli menjadi salah satu hal yang sangat terbantu
oleh pesatnya perkembangan teknologi. Belanja daring menjadi hal yang biasa
internet. Kegemaran tersebut terlihat pula dari survei yang dilakukan We Are
Social dan Hootsuite (2021) yang menunjukkan bahwa sebanyak 87% pengguna
internet di Indonesia membeli sesuatu di internet dalam satu bulan terakhir. Dapat
pilihan produk sesuai kebutuhan mulai dari kebutuhan pokok hingga kebutuhan
Salah satu produk yang banyak dibeli masyarakat di internet adalah produk
fashion. Menurut data survei Katadata Insight Center & Kredivo (2020) yang
diambil dari satu juta pengguna e-marketplace terbesar di tahun 2020, produk
fashion menempati peringkat pertama jumlah transaksi, yaitu sebanyak 22%. Data
kontribusi ekonomi kreatif kedua terbesar di Indonesia, yaitu sebesar 116 triliun
penjualan produk fashion secara daring (seperti tidak dapat mencoba dan melihat
konsumen dan menawarkan cara dalam mengatasi keterbatasan tersebut (Kawaf &
2
pembelian masyarakat secara positif (Djan & Adawiyyah, 2020). Dalam Bismo
dkk (2020) dijelaskan lebih lanjut, bahwa kemudahan fungsional suatu situs dapat
Dalam konteks produk fashion, pembelian impulsif dapat terlihat dari data
survei First Internet Bank yang diadakan Onepoll (2019) bahwa, produk yang
paling banyak dibeli secara impulsif diisi oleh produk fashion yaitu peringkat
pertama dengan pakaian (62%), dan diikuti sepatu (56%) di peringkat ketiga.
yaitu: (1) tidak direncanakan, (2) tidak dinisiasi, (3) pembelian dilakukan tanpa
intensi sebelumnya, (4) keputusan dilakukan secara cepat (on the spot), (5)
dan alternatif lain), (7) unreflective, (keputusan membeli terjadi secara instan dan
terhadap suatu stimuli. Penelitian terkait pembelian impulsif daring mulai banyak
sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat, belanja daring
3
memiliki potensi pembelian impulsif yang tinggi (Wu dkk, 2020). Hal ini
tinggi dan kontrol diri rendah sehingga dalam konteks daring, konsumen jenis ini
akan merespon secara impulsif saat terkena stimulus online (Amos dkk, 2013).
faktor pembelian impulsif yang akan lebih banyak dibahas adalah karakteristik
konsumen.
Salah satu karakteristik konsumen yang menarik untuk dibahas lebih lanjut
konsumen di seluruh dunia akan terdiri dari 40% generasi Z, atau juga bisa disebut
disebut post-millennials, yang lahir pada tahun 1996 ke atas, mereka juga akan
diprediksi akan menjadi target konsumen yang paling sulit dicapai karena
menunjukkan bahwa sebanyak 44% orang dewasa berumur 18 tahun ke atas telah
impulsif tertinggi datang dari kelompok umur 18-34 tahun yang terdiri dari
bahwa 40% konsumen generasi Z adalah pelaku pembelian impulsif (Djavarova &
Bowes, 2020). Di Indonesia sendiri, hasil Sensus Penduduk 2020 yang dirilis oleh
penduduk Indonesia dengan persentase 27,94% atau 74,93 juta jiwa. Generasi Z
juga berkaitan dengan produk fashion, mengingat kelompok umur yang lebih
& Bowes, 2020). Penelitian terkait perilaku konsumen generasi Z menjadi hal
yang menarik untuk diteliti karena ukuran, daya beli, dan pengaruh kuat orang tua
mereka (Thangavel, 2021). Oleh karena itu, pada penelitian ini akan diteliti
marketplace.
tertinggi (APA, 2018). Rata-rata tingkat stres yang tinggi tentu dapat dipengaruhi
banyak hal, salah satunya adalah trait kepribadian seseorang. Magal dkk (2021)
sebagai faktor risiko kerentanan stres seseorang. Neuroticism adalah salah satu
faktor Big Five Personality yang mengarah pada kerentanan dan ketidakstabilan
dengan
5
(Shahjehan, 2012).
banyak dilakukan, salah satu contoh perilaku yang dikatikan dengan neuroticism
adalah pembelian impulsif yang menjadi variabel dependen penelitian ini. Farid
dan Ali (2018) melakukan penelitian mengenai pengaruh big five personality
sebagai upaya merubah emosi negatif dan self-esteem rendah yang dirasakan.
banyak dilakukan, terdapat beberapa perbedaan hasil. Rehman dan Manjur (2018)
terhadap perilaku pembelian impulsif. Di sisi lain, hasil penelitian Farid dan Ali
impulsif. Dengan perbedaan hasil penelitian seperti yang telah dijabarkan di atas,
pembelian impulsif.
6
berumur 18-34 tahun merasa relate dengan peristiwa FoMo dan sebanyak 36%
dari responden yang sama pernah atau sering merasakan FoMo. Di sisi lain, FoMo
mempengaruhi keputusan pembelian seseorang. Hal ini dapat terlihat pada data
berumur 18-34 tahun merasa tertinggal saat melihat teman sebaya membeli
sesuatu yang tidak mereka punya di media sosial. Sebuah studi yang dilakukan
oleh Compare Metrics dan The E-tailing Group (2014) juga mengungkapkan
bahwa 73% pelanggan yang melakukan belanja daring mengalami FoMo sambil
pengalaman orang lain dalam jangka waktu 24 jam sebagai respon dari rasa
FoMo sebagai strategi pemasaran dalam meningkatkan daya tarik produk dan
sangat terbatas. Salah satunya adalah Karapinar dkk (2019) yang menemukan
diketahui, dan dimiliki teman sebaya secara terus menerus atau bahkan obsesif.
Penjelasan tersebut sejalan dengan pengertian Przybylski dkk (2013) bahwa FoMo
seseorang untuk terus terhubung dengan apa yang dilakukan orang lain.
Berdasarkan teori SDT Przybylski dkk (2013) menjelaskan tiga kebutuhan dasar
psikologis yang berperan terhadap tingkat FoMo seseorang, yaitu (1) competence
(self authorship dan inisiasi diri), (2) autonomy (kebutuhan untuk menunjukkan
hasil yang diinginkan dan mengalami penguasaan terhadap suatu hal), dan (3)
lain).
cenderung memiliki tingkat FoMo yang lebih tinggi, sama seperti orang-orang
dengan tingkat suasana hati dan kepuasan hidup yang rendah secara umum. FoMo
juga berkaitan dengan emosi negatif dan self-esteem (Siddik dkk, 2020;
mengapa neuroticism dan FoMo dikaitkan satu sama lain, yaitu karena keduanya
2015; Milyavskaya dkk, 2018). Dalam studi lain, Stead dan Bibby (2017) juga
2015), berkorelasi secara negatif dengan FoMo. Sedangkan dalam Rozgonjuk dkk
dan depresi.
terdapat hubungan positif secara tidak langsung antara pembelian impulsif dan
positif. Darrat, Darrat, dan Amyx juga berargumen bahwa peningkatan pembelian
impulsif pada individu dapat dianggap sebagai sinyal hilangnya self control dan
shopping addiction.
lainnya. Salah satunya adalah kekecewaan dan penyesalan terhadap barang yang
dibeli. Dalam penelitian Karapinar dkk (2019) dan Kumar dkk (2021),
O’Creevy dkk, 2018). Dijelaskan lebih lanjut, dampak finansial negatif ini bisa
impulsif menjadi kajian yang perlu dikaji lebih lanjut agar pengetahuan dan
kesadaran masyarakat akan faktor apa saja yang berperan dalam pembelian
pembelian impulsif produk fashion menjadi hal yang penting untuk diteliti lebih
lanjut. Di sisi lain, penelitian akademis terdahulu mengenai peran FoMo terhadap
dalam
10
impulsif. Di sisi lain, ditemukan bahwa kecenderungan neurotic yang lebih tinggi
berkorelasi dengan Fear of Missing out (FoMo) yang lebih tinggi (Stead &
Bibby, 2017; Rozgonjuk dkk, 2020). Dapat dikatakan bahwa baik pembelian
impulsif, FoMo, maupun neuroticism memiliki hubungan antara satu sama lain.
Oleh karena itu, peran FoMo dan neuroticism secara simultan terhadap
pembelian impulsif juga perlu dikaji lebih lanjut. Atas studi-studi terdahulu yang
telah dijabarkan, penelitian ini akan meneliti tentang peran FoMo dan neuroticism
Dapat dijelaskan secara rinci, penelitian ini bertujuan untuk mencari tahu
fashion di e-marketplace.
Metode
Partisipan
Pengumpulan data dilakukan dengan cara mengisi skala secara daring lewat
platform Google Form yang disebarkan lewat media sosial. Partisipan dari
mengarahkan partisipan menuju tautan form berisi informed consent dan alat ukur.
Instrumen
Penelitian ini melibatkan tiga variabel, yaitu fear of missing out (FoMo)
tiga skala, yaitu: 1) Skala Pembelian Impulsif, 2) Skala Neuroticism, dan 3) Skala
Fear of Missing Out. Skala Pembelian Impulsif yang digunakan adalah skala
Mulianingsih (2018) yang diadaptasi dan dimodifikasi dari Rook dan Fisher
(1995). Skala ini diadaptasi dan dimodifikasi agar sesuai dengan konteks
yang dinilai dalam dalam 5 poin skala likert ( 1 = sangat tidak sesuai, 2 = tidak
Azwar (2019). Jumlah aitem skala adalah 10 yang dinilai dalam dalam 5 poin
skala likert ( 1 = sangat tidak sesuai, 2 = tidak sesuai, 3 = cukup sesuai, 4 = sesuai,
digunakan adalah skala Fear of Missing Out. Skala ini merupakan skala
modifikasi yang disusun oleh Triani (2017) berdasarkan Skala Fear of Missing
Out yang disusun oleh Przybylski (2013) dengan koefisien Cronbach Alpha (α =
0.824). Skala ini terdiri dari empat aspek, yaitu: a) comparisons with friends, b)
being left out, c) missed experience, dan d) compulsions. Skala ini merupakan
skala Likert yang terdiri dari 16 aitem dengan lima pilihan jawaban (1 = sangat
Prosedur Penelitian
partisipan akan diarahkan untuk mengisi tujuh skala dan beberapa pertanyaan
terkait demografi.
Analisis
dengan menggunakan perangkat lunak IBM SPSS 23. H1 dan H2 akan diuji
untuk memprediksi nilai variabel dependen (Y) dengan variabel independen (X)
digunakan untuk memprediksi nilai variabel dependen (Y) dengan dua atau lebih
tahap, didahului verifikasi asumsi sebagai syarat melakukan uji regresi dan
pengujian hipotesis dengan metode regresi linear sederhana serta regresi linear
berganda.
14
Hasil
responden. Pada tabel 1, dapat terlihat bahwa partisipan terdiri dari 245
rata per bulan didominasi oleh kelompok dengan pengeluaran Rp. 501.000 - Rp.
1.500.000 (48,56%).
Tabel 1
Data demografis
Jenis Kelamin
Laki-laki 68 21.7
Berdasarkan analisis deskripsi yang dapat dilihat pada tabel 2, ditemukan bahwa
marketplace sebesar 19,62 dengan nilai minimum 8 dan nilai maksimum 38.
neuroticism memiliki nilai rata-rata 32,74 dengan nilai minimum 16 dan nilai
maksimum 50.
Tabel 4
Kategorisasi FoMo
Tabel 5
Kategorisasi neuroticism
Verifikasi Asumsi
melakukan uji statistik lainnya, dengan kata lain harus ditunjukkan bahwa sampel
17
p=0,00; p<0,05 dengan nilai signifikansi deviation from linearity sebesar p=0,387;
p>0,05. Jika nilai signifikansi deviation from linearity p>0,05, maka data
nilai tolerance sebesar 0,909 > 0,10 dan nilai VIF 1,100 < 10,00. Dengan begitu,
dan 0,262, dengan kata lain nilai signifikansi lebih besar dari 0,05 (p>0,05). Dapat
Tabel
Variabel R R² F p
46,82, p < 0.00 dengan nilai R² = 0,13. Sedangkan neuroticism dikatakan juga
Tabel 7
Koefisien regresi variabel FoMo
Tabel 9
Koefisien regresi variabel neuroticism
(p<01) dengan nilai R² sebesar 0,40 atau dapat dijelaskan bahwa neuroticism
4%, lalu sisanya sebesar merupakan peran variabel lain di luar penelitian ini.
Dengan nilai signifikansi < 0,05 maka Ho ditolak dan H1 diterima. Nilai t yang
Y = a + bX
Pembelian Impulsif = a + b(Neuroticism)
Pembelian impulsif produk fashion di e-marketplace = 14,908+ 0,144
(Neuroticism)
22
Tabel 10
Matriks Interkorelasi
Dapat terlihat bahwa korelasi tiap variabel memiliki nilai di bawah 0,01,
dengan begitu dapat disimpulkan bahwa data memiliki hubungan yang signifikan.
serta terdapat juga hubungan positif antara pembelian impulsif produk fashion di
Tabel 11
Hipotesis Simultan
Variabel R R² F p
(p<0,01) sehingga dapat disimpulkan bahwa model regresi diterima. Hasil uji
marketplace sebesar 0,374 (p<01) dengan nilai R² sebesar 0,140. Dengan begitu,
sisanya sebesar 86% merupakan peran variabel lain di luar penelitian ini.
Tabel 13
Y = b0 + b1X1 + b2X2
Pembelian impulsif produk fashion di e-marketplace = b0 + b1(FoMo) +
b2(Neuroticism)
Pembelian impulsif produk fashion di e-marketplace = 9,386 + 0,183 (FoMo) +
0,072 (Neuroticism)
25
produk fashion di e-marketplace sebesar 0,183 dan setiap kenaikan satu tingkat
Diskusi
Penelitian ini bertujuan untuk mencari tahu bagaimana peran FoMo dan
analisis yang telah dilakukan, dapat dijelaskan bahwa semakin tinggi tingkat
seseorang akan semakin tinggi. Hasil analisis menunjukkan bahwa FoMo berperan
Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian Karapinar dkk (2019) yang
kuat karena penelitian ini melibatkan partisipan yang lebih luas, yaitu generasi Z.
sosial. Adanya peran positif FoMo terhadap pembelian impulsif produk fashion di
e-marketplace sangat mungkin terjadi pada generasi Z yang sangat lekat dengan
media sosial karena media sosial sangat berhubungan dengan kedua hal tersebut.
menstimulasi pembelian impulsif secara daring, yaitu dengan cara saling berbagi
pendapat, gambar, dan rekomendasi suatu barang sehingga dalam konteks daring,
konsumen dengan spontanitas tinggi dan kontrol diri rendah akan merespon secara
impulsif stimulus tersebut (Amos dkk, 2013). Przybylski (2013) juga menjelaskan
bahwa FoMo memiliki peran kunci yang penting sebagai mediator hubungan
keterlibatan media sosial. Kim dkk (2020) menjelaskan bahwa FoMo dapat
sebagai usaha mereka tetap terkoneksi dan tidak merasa tertinggal dari lingkungan
2012; Gangai & Agrawal, 2016; Farid & Ali, 2018; Philippov, 2020).
upaya merubah emosi negatif dan self-esteem rendah yang dirasakan. Kemudian
lebih lanjut bahwa individu dengan neuroticism tinggi cenderung memiliki tingkat
stres tinggi dan mengalami perasaan negatif dan destruktif, sehingga mereka
memiliki stabilitas emosi yang rendah. Hal tersebut mendorong mereka untuk
berbelanja secara impulsif untuk menghibur diri mereka. Shehzadi dkk (2016)
juga menjelaskan bahwa orang dengan kepribadian neurotic memiliki emosi yang
tidak stabil sehingga sering mendorong mereka untuk membeli sesuatu tanpa
rencana dan dalam jumlah berlebihan sebagai bentuk mengurangi stres mereka.
Selain itu mengingat penelitian ini spesifik fokus pada pembelian impulsif produk
mengubah suasana hati mereka dengan memilih pakaian sesuai fungsi yang
dibutuhkan, contohnya adalah menutupi bagian tubuh yang tidak diinginkan atau
Lalu, hasil analisis uji hipotesis ketiga menunjukkan bahwa FoMo dan
dkk, 2018). Dalam studi lain, Stead dan Bibby (2017) juga menemukan bahwa
negatif dengan FoMo. Sedangkan dalam Rozgonjuk dkk (2020), FoMo memiliki
hubungan positif dengan neuroticism, serta kecemasan dan depresi. Orang dengan
emosinya dan agar diterima oleh lingkungan sosialnya Shehzadi dkk (2016).
Motif ini sejalan dengan fenomena FoMo yang dapat mendorong perilaku
sebagai usaha mereka tetap terkoneksi dan tidak merasa tertinggal dari lingkungan
(69,64%; N=193) dan diikuti tingkat tinggi (16,93%; N=53). Tingginya tingkat
400% sekama pandemi COVID-19. Hal ini dijelaskan Wang dkk (2021) bahwa
pembelian impulsif.
Limitasi
marketplace. Selain itu, penelitian ini juga hanya melibatkan partisipan dengan
kelompok umur 18–24 tahun. Kemudian skala yang digunakan untuk mengukur
Kesimpulan
disimpulkan bahwa FoMo berperan secara positif dengan nilai 13,1% terhadap
positif juga ditemukan dengan nilai 4%. Selanjutnya jika dianalisis secara
simultan, FoMo dan neuroticism berperan secara positif dengan nilai 14%
Saran
individu dengan tingkat FoMo dan neuroticism dianjurkan untuk lebih sadar akan
kemungkinan terjadinya pembelian tanpa rencana tersebut. Salah satu cara yang
terhadap pembelian impulsif, namun masih terbatas pada konteks produk fashion
impulsif masih sangat terbatas sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
mengenai topik tersebut dengan partisipan yang lebih luas dan konteks yang lebih
umum. Selain itu, penelitian ini menggunakan metode survei sehingga diharapkan
DAFTAR PUSTAKA
Iyer, G.R., Blut, M., Xiao, S.H. et al. (2020). Impulse buying: a meta-analytic
review. J. of the Acad. Mark. Sci. 48, 384–404. Diakses dari
https://doi.org/10.1007/s11747-019-00670-w
JWT Intelligence. (2012). FOMO: The fear of missing out. DIakses dari
https://www.slideshare.net/jwtintelligence/the-fear-of-missing-out-fomo-
march-2012-update
Kaloeti, D.V.S., Kurnia S, A. & Tahamata, V.M. Validation and psychometric
properties of the Indonesian version of the Fear of Missing Out Scale in
adolescents. Psicol. Refl. Crít. 34, 15 (2021).
https://doi.org/10.1186/s41155-021-00181-0
Kang, J. Y. M., Johnson, K. K. P., & Kim, J. (2013). Clothing functions and use
of clothing to alter mood. International Journal of Fashion Design,
Technology and Education, 6(1), 43-52.
https://doi.org/10.1080/17543266.2012.762428
Karapinar, I., Eru, O., & Cop, R. (2019). The Effects of Consumers’ FoMo
Tendencies On Impulse Buying and The Effects of Impulse Buying on
Post- Purchase Regret: An Investigation on Retail Stores*. BRAIN. Broad
Research in Artificial Intelligence and Neuroscience, 10(3), 124-138.
Diakses dari
https://lumenpublishing.com/journals/index.php/brain/article/view/2189
Katadata Insight Center (KIC) & Kredivo. (2020). Riset KIC-Kredivo:
Produk Busana Paling Laris di E-Commerce.
https://katadata.co.id/desysetyowati/digital/5f297aa120d79/riset-kic-
kredivo-produk-busana-paling-laris-di-e-commerce
Kawaf, F., & Tagg, S. (2012). Online shopping environments in fashion
shopping: An S-O-R based review. The Marketing Review, 12(2), 161-
180. https://doi.org/10.1362/146934712x13366562572476
Kim J, Lee Y, Kim M-L (2020) Investigating ‘Fear of Missing Out’ (FOMO) as
an extrinsic motive affecting sport event consumer’s behavioral intention
and FOMO-driven consumption’s influence on intrinsic rewards, extrinsic
rewards, and consumer satisfaction. PLoS ONE, 15(12).
https://doi.org/10.1371/journal.pone.0243744
Kumar, A., Chaudhuri, S., Bhardwaj, A., Mishra, P. (2021). Emotional
Intelligence and its Impact on Team Building through Mediation of
Leadership Effectiveness. International Journal of Management, 11(12),
2020, pp 614- 624.
Kutz, M. (2016). Introduction to E-Commerce: Combining Business and
Information Technology. Bookboon.com.
35
Siddik, S., Mafaza, M., & Sembiring, L.S. (2020). Peran Harga Diri terhadap Fear
of Missing Out pada Remaja Pengguna Situs Jejaring Sosial. Jurnal
Psikologi Teori dan Terapan, Vol. 10, No. 2, 127-138. doi:
10.26740/jptt.v10n2.p127-138
Sofi, S. A., & Nika, F. A. (2016). The Role of Personality in Impulse Buying
Behavior. Jindal Journal of Business Research, 5(1), 26–50.
doi:10.1177/2278682116674079
Stead, H., & Bibby, P. A. (2017). Personality, fear of missing out and problematic
internet use and their relationship to subjective well-being. Computers in
Human Behavior, 76, 534–540. https://doi.org/10.1016/j.chb.2017.08.016
Thangavel, Packiaraj & Pathak, Pramod & Chandra, Bibhas. (2021). Millennials
and Generation Z: a generational cohort analysis of Indian consumers.
Benchmarking: An International Journal ahead-of-print. 10.1108/BIJ-01-
2020-0050.
Thompson, Edmund R.; Prendergast, Gerard P. (2015). The influence of trait
affect and the five-factor personality model on impulse buying.
Personality and Individual Differences, 76(), 216–221.
doi:10.1016/j.paid.2014.12.025
Verplanken, B., & Herabadi, A. (2001). Individual Differences in Impulsive
Buying Tendency: Feeling and No Thinking. European Journal of
Personality, 71- 83.
Wang, S., Liu, Y., Du, Y., & Wang, X. (2021). Effect of the COVID-19 Pandemic
on Consumers' Impulse Buying: The Moderating Role of Moderate
Thinking. International journal of environmental research and public
health, 18(21), 11116. https://doi.org/10.3390/ijerph182111116
We are Social & Hootsuite. (2021). Digital 2021: The latest insights into the state
of digital. Diakses dari: https://wearesocial.com/blog/2021/01/digital-
2021-the-latest-insights-into-the-state-of-digital
Wishiarso, W. (2010). Uji Linieritas Hubungan. Manuskrip tidak dipublikasikan
Wu, Ing-Long; Chiu, Mai-Lun; Chen, Kuei-Wan (2020). Defining the
determinants of online impulse buying through a shopping process of
integrating perceived risk, expectation-confirmation model, and flow
theory issues. International Journal of Information Management, (),
102099–. doi:10.1016/j.ijinfomgt.2020.102099
Zheng, X.B., J.Q. Men, F. Yang, and X.Y. Gong. 2019. Understanding impulse
buying in mobile commerce: An investigation into hedonic and utilitarian
browsing. International Journal of Management 48: 151–160.