You are on page 1of 11

TUGAS 2

Untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Rekayasa Hidrologi SIA-205

Disusun oleh : Kelompok 1


Bambang Harimurti 22-2014-081
Dita Nurmelani 22-2014-099
Reza Pratama Gumilar 22-2014-201
Wahyu Widyan A 22-2014-208
Achmad Ramdani 22-2014-210
Johan 22-2014-224
Fadhli Rusdiansyah H 22-2016-149

Dosen :
Yedida Yosananto, S.T.,M.T.

Jurusan Teknik Sipil


Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
Institute Teknologi Nasional
Bandung
2018
 Definisi Hujan

Definisi hujan adalah sebuah peristiwa Presipitasi (jatuhnya cairan yang berasal dari
atmosfer yang berwujud cair maupun beku ke permukaan bumi) berwujud cairan.

 Mekanisme Terjadinya Hujan

 Sinar matahari menyinari bumi, energi dari sinar matahari ini mengakibatkan
terjadinya evaporasi (penguapan) di lautan, samudra, danau, sungai dan sumber air
lainnya sehingga dihasilkan uap-uap air.
 Uap-uap air ini akan naik pada ketinggian tertentu dan akan mengalami peristiwa
yang disebut kondensasi. Peristiwa kondensasi ini diakibatkan oleh suhu sekitar uap
air lebih rendah daripada titik embun uap air.
 Kemudian Uap-uap air ini akan membentuk awan. Lalu, angin (yang terjadi karena
perbedaan tekanan udara) akan membawa butir-butir air ini.
 Butir-butir air ini akan menggabungkan diri (proses ini disebut koalensi) dan akan
semakin membesar akibat turbelensi udara, butir-butir air ini akan tertarik oleh gaya
gravitasi bumi sehingga jatuh ke permukaan bumi.
 Dan ketika jatuh ke permukaan bumi, butir-butir air ini akan melewati lapisan yang
lebih hangat di bawahnya. Sehingga butir-butir air sebagian kecil menguap lagi ke
atas dan sebagian lainnya jatuh ke permukaan bumi sebagai hujan.

 Jenis dan Bentuk Hujan


Berikut ini dalah jenis-jenis hujan :
1. Hujan Siklonal
Hujan siklonal terjadi karena adanya udara yang panas, suhu lingkungan yang tinggi
serta bersamaan dengan angin yang berputar putar. Biasanya terjadi di daerah yang di
lewati garis khayal khatulistiwa atau ekuator. Hal ini di sebabkan karena adanya
pertemuan antara angin pasat timur laut dengan angin pasat tenggara. Setelah itu angin
tersebut naik, lalu menggumpal di atas awan yang berada di garis ekuator.
Setelah awan tersebut sampai pada titik jenuhnya, hujan ini akan mengawali dengan
mendung yang sangat gelap setelah itu turunlah hujan yang membasahi keseluruh
permukaan bumi.
2. Hujan Orografis
Merupakan hujan yang terjadi karena adanya angin yang mengandung uap air,
kemudian arah pergerakannya secara horizontal. Perjalanan angin tersebut harus
melewati pegunungan yang menyebabkan suhu angin menjadi dingin akibat adanya
proses kondensasi. Lalu pembentukan titik-titik air yang mulai mengendap yang akan
menyebabkan terjadinya hujan pada lereng gunung yang menghadap ke arah datangnya
angin tersebut yang biasanya bergerak secara horizontal, dan angin akan bertiup terus
mendaki pengunungan dan menuruni lereng tetapin angin tidak membawa uap air lagi
sehingga di lereng yang membelakangi arah datangnya angin tidak akan turun
hujan. Kemudian karena berat massa air yang semakin besar, di mana tidak mampu di
bawa oleh angin, maka turunlah hujan di atas pegunungan.

3. Hujan Frontal

Hujan jenis ini bisa terjadi karena adanya pertemuan antara massa udara yang
dingin dan suhu yang rendah dengan massa udara yang panas dan suhu yang tinggi.
Saat bertemu, suhu udara yang rendah dan massa udara yang dingin lebih berat dari
pada suhu tinggi dan massa udara yang panas, menyebabkan uap yang di bawa udara
dingin jatuh dengan lebat di atas permukaan bumi. Biasanya perbedaan ke dua massa
tersebut bertemu di bidang front, yakni salah satu tempat yang paling mudah terjadi
kondensasi dan pembentukan awan.
4. Hujan Muson
Angin yang terjadi karena adanya pergerakan semu tahunan matahari dengan garis
balik utara dan garis balik selatan. Hujan ini turun dalam kurun waktu tertentu. Di
negara kita, Indonesia juga sering terjadi angin muson. Yakni pada bulan Oktober
sampai dengan April. Makanya biasanya pada bulan bulan ini sering kali datang hujan.

5. Hujan Zenithal

Hujan ini terjadi akibat adanya pertemuan angin pasat timur laut dengan angin pasat
tenggara, sehingga membentuk gumpalan dan naik secara vertikal karena terkena
pemanasan ke atas awan. Hal ini menyebabkan awan yang memiliki massa berat
mengalami penurunan suhu, yang menyebabkan terjadinya proses kondensasi. Karena
air yang menggumpal tadi sampai pada titik jenuhnya, akhirnya turunlah hujan. Karena
letak turun hujan ini berada di atas garis khayal ekuator atau khatulistiwa

6. Hujan Asam
Biasanya hujan memiliki ph netral (7). Namun ada juga hujan yang memiliki ph
rendah, yakni di bawah 5 atau 6 derajat keasaman. Inilah yang di namakan dengan
hujan asam. Hal ini bisa terjadi ketika karbondioksida (CO 2) yang berada di udara bisa
larut dengan air hujan. Kemudian air hujan yang awalnya memiliki ph asam lemah (6)
bereaksi dengan CO2 atau karbondioksida tadi dan hasilnya adalah air yang bertambah
asam. Air yang memiliki ph di bawah 5 tadi naik ke atas awan dan menggumpal. Kala
massa awan sudah melewati batas jenuh, jatuhlah ke permukaan bumi.

Manfaat hujan asam ini mampu mempercepat pelarutan mineral yang ada di dalam
tanah, dimana sangat di butuhkan oleh flora dan fauna
7. Hujan Meteor
Hujan meteor akan terjadi ketika matahari terbenam, kemudian muncul perseid
dimana saat itu juga terlihat dengan jelas keberadaannya sistem tata surya seperti
Planet Venus, Saturnus, Mars, juga bulan sabit di barat secara bersama sama. Perseid
merupakan salah satu nama rasi bintang Perseus. Banyak orang beranggapan bahwa
hujan meteor ini berasal dari arah munculnya rasi bintang tersebut. Kecepatan meteor
yang jatuh tersebut bisa mencapai 60 kilo meter per jam dengan keadaan cahaya yang
terang dan panjang. Adanya hujan meteor ini menawarkan keindahan lain, yakni
munculnya fireball. Ketika anda melihat cahaya yang paling terang dan paling besar
berjalan di antara meteor meteor lainnya, itulah yang di namakan dengan fireball.

8. Hujan Buatan
Hujan yang di buat langsung oleh manusia dengan teknik menambahkan curah
hujan. Caranya dengan penyemaian awan atau di kenal dengan cloud seeding atau
membuat awan menggumpal dan di semai sehingga memberikan efek turun hujan.
Hal ini kerap dilakukan di daerah yang membutuhkan hujan alami.

 Bentuk Hujan Berdasarkan Ukuran


Hujan yang ada sekarang ini banyak di teliti dan di ukur diameternya adalah :
1. Hujan gerimis : biasanya di sebut dengan dizzle yang memiliki diameter < 0,5 mm
2. Hujan salju : terbuat dari Kristal es dengan ukuran beragam dimana suhunya < 0⁰
Celcius
3. Hujan batu es : biasanya turun di suhu yang tinggi dan cuaca panas, namun batu es
ini tetap bersuhu di bawah 0⁰ celcius
4. Hujan deras : inilah yang biasa di sebut rain dengan suhu di atas 10⁰ celcius dan
memiliki diameter kurang lebih 7 mm.

 Metode Pengukuran Curah Hujan


Berdasarkan mekanismenya, alat pengukur curah hujan dibagi menjadi dua golongan
yaitu penakar hujan tipe manual dan penakar hujan tipe otomatis (perekam).

1) Penakar Hujan Tipe Manual


Alat penakar hujan manual pada dasarnya hanya berupa container atau ember yang
telah diketahui diameternya. Pengukuran hujan dengan menggunakan alat ukur manual
dilakukan dengan cara air hujan yang tertampung dalam tempat penampungan air hujan
tersebut diukur volumenya setiap interval waktu tertentu atau setiap satu kejadian
hujan. Alat penakar hujan manual ada dua jenis, yaitu:
1. Penakar Hujan Ombrometer Biasa

Penakar hujan ini tidak dapat mencatat sendiri (non recording),bentuknya sederhana
terbuat dari seng plat tingginya sekitar 60cm di cat alumunium, ada juga yang terbuat dari
pipa paralon tingginya 100 cm. Prinsip kerja Ombrometer menggunakan prinsip pembagian
antara volume air hujan yang ditampung dibagi luas mulut penakar. Ombrometer biasa
diletakan pada ketinggian 120-150 cm. Kemudian luas mulut penakar dihitung, volume air
hujan yang tertampung juga dihitung. Cara pengamatan :

 Pengamatan dilakukan setiap hari pada pukul 07.00 waktu setempat atau pada jam-jam
tertentu
 Letakan gelas penakar di bawak kran dan kran dibuka agar airnya tertampung ke dalam
gelas ukur
 Jika curah hujan melebihi 25mm sebelum mencapai skala 25mm kran dapat ditutup
dahulu dan dilakukan pencatatan. Lalu dilanjutkan sampai air dalam baik habis dan dicatat
 Pembacaan curah hujan pada gelas penakar dilakukan tepat pada dasar menikusnya
 Bila dasar menikus tidak tepat pada garis skala, diambil garis skala yang terdekat dengan
menikusnya
 Bila dasar menikus tepat pada pertengahan antara dua garis skala, diambil atau dibaca ke
angka ganjil, misal 17,5mm menjadi 17mm, 24,5 mm menjadi 25 mm.

2. Penakar Hujan Ombrometer Observatorium


Penakar hujan tipe observatorium adalah penakar hujan manual yang menggunakan
gelas ukur untuk mengukur air hujan. Penakar hujan (baca: hujan buatan) ini merupakan
penakar hujan yang banyak digunakan di Indonesia dan merupakan standar di Indonesia.
Penakar ombrometer observatorium memiliki kelebihan, yaitu mudah dipasang, mudah
dioprasikan, dan pemeliharaanya juga relatif mudah.
Kekurangannya adalah data yang didapat hanya untuk jumlah curah hujan selama periode
24 jam, beresiko kekurasakan gelas ukur, dan resiko kesalahan pembacaan dapat terjadi saat
membaca permukaan dari tinggi air di gelas ukur sehingga hasilnya dapat berbeda. Prinsip
kerja alat ini adalah:

 Saat terjadi hujan air masuk ke dalam corong penakar.


 Air yang masuk ke dalam penakar dialirkan dan terkumpul di dalam tabung penampung.
 Pada jam-jam pengamatan air hujan yang tertampung diukur dengan menggunakan gelas
ukur.
 Apabila jumlah curah hujan yang tertampung melebihi kapasitas gelas ukur, maka
pengukuran dilakukan beberapa kali hingga air hujan yang tertampung dapat terukur
semua.

2) Penakar Hujan Tipe Otomatis


Alat ukur hujan otomatis adalah alat penakar hujan yang mekanisme pencatatan
hujannya bersifat otomatis (perekam).
Dengan menggunakan alat ini dapat mengukur curah hujan tinggi maupun rendah.
Selang periode waktu tertentu juga dapat dicatat lamanya waktu hujan. Dengan demikian
besarnya intensitas curah hujan dapat ditentukan. Pada dasarnya alat hujan otomatis ini sama
dengan alat pengukur manual yang terdiri dari tiga komponen yaitu corong, bejana
pengumpul dan alat ukur. Alat Penakar hujan otomatis diantaranya:
1. Penakar Hujan Tipe Hellman

Pada umumnya penakar hujan tipe Hellman yang dipakai oelh BMKG yaitu Rain
Fues yang diimpor dari Jerman, walaupun ada penakar tipe ini yang buatan dalam negeri.
Cara kerja penakar hujan tipe ini yaitu:

 Jika hujan turun, air hujan masuk memalui corong, kemudian terkumpul dalam tabung
tempat pelampung
 Air hujan ini menyebabkan pelampung serta tangkainya terangkat atau naik ke atas
 Pada tangkai pelampung terdapat tongkat pena yang gerakannya selalu mengikuti tangkai
pelampung
 Gerakan pena dicatat pada pias
 Jika air di tabung hampir penuh, pena akan mencapai tempat teratas pada pias
 Setelah air mencapai lengkungan selang gelas, maka berdasarkan sistem siphon otomatis
air dalam tabung akan keluar sampai ketinggian ujung selang dan tabung.
 Bersamaan dengan keluarnya air tangki pelampung dan pena turun dan menggoreskan
garis vertikal
 Jika hujan masih turun, maka pelampung akan naik kembali
 Curah hujan dihitung dengan menghitung

2. Penakar Hujan Tipe Bendix


Penakar hujan otomatis yang lainnya yaitu tipe bendix yang sekilas terlihat seperti tiang
bendera namun ini merupakan salah satu penakar hujan otomatis yang cara kerjanya cukup
simple. Cara kerja penakar hujan tipe bendix ini adalah:

 Penakar hujan tipe bekerja dengan cara menimbang air hujan (baca: fungsi air hujan)
 Air hujan ditampung dalam timbangan yang sudah disediakan.
 Melalui cara mekanis hasil dari timbangan ini ditransfer melalui jarum petunjuk berpena.
 Maka akan diketahui curah hujan melalui penimbangan air yang ditransferkan dari jarum
petunjuk ke dalam kertas pias

3. Penakar Hujan Tipe Tilting Siphon

Ada pula penakar hujan otomatis tipe tilting siphon. Alar ini mengukur curah hujan dari
intensitas hujan secara kontinyu. Cara kerja dari penakar hujan tipe ini adalah:

 Prinsip kerja alat tipe siphon ini yaitu air hujan (baca: hujan buatan, hujan asam)
ditampung di dalam tabung penampung
 Bila penampung penuh maka tabung menjadi miring
 Siphon mulai bekerja mengeluarkan air dalam tabung ketika penampun dalam keadaan
penuh
 Setiap pergerakan air dalam tabung tercatat pada pias sama seperti alat penakar hujan
otomatis lainnya
 Maka dapat diketahui curah hujan yang terkumpul dari pergerakan airnya
 Biasanya waktu pengukurannya dilakukan selama 24 jam dan akan di cek setiap harinya
dalam waktu yang tidak sama

4. Penakar Hujan Tipping Bucket


Pengukuran yang dilakukan dengan tipping bucket cocok untuk akumulasi hujan yang
berjumlah di atas 200 mm/jam atau lebih. Prinsip kerjanya sederhana, yaitu:

 Air hujan akan masuk melalui corong penakar, dan kemudian mengalir untuk
mengisi bucket.
 Setiap jumlah air hujan yang masuk sebanyak 0.5 mm atau sejumlah 20 ml
maka bucket akan berjungkit dimana bucket yang satunya akan dan siap untuk menerima
air hujan yang masuk berikutnya.
 Pada saat bucket berjungkit inilah pena akan menggores pias 0.5 skala (0.5 mm).
 Pena akan menggores pias dengan gerakan naik dan turun.
 Dari goresan pena pada skala pias dapat diketahui jumlah curah hujannya.

5. Penakar Hujan Tipe Floating Bucket


Penakar hujan otomatis lainnya adalah penakar hujan tipe floating bucket. Penakar hujan
tipe ini digunakan untuk memfasilitasi perekaman hujan jarak jauh.
Prinsip mekanisme kerja alat penakar hujan otomatis floating bucket adalah:

 Corong menerima air hujan, yang dikumpulkan dalam wadah persegi panjang.
 Dengan memanfaatkan gerakan naik pelampung yang ada dalam bejana akibat
tertampungnya hujan.
 Pelampung ini berhubungan dengan sistem pena perekam di atas kertas berskala yang
menghasilkan rekaman data hujan.
 Alat ini dilengkapi dengan sistem pengurasan otomatis
 Pada saat air hujan yang tertampung mencapai kapasitas penerimaanya akan dikeluarkan
dari bejana dan pena akan kembali pada posisi dasar kertas rekaman data hujan.

6. Penakar Hujan Tipe Weighing Bucket


Jenis alat penakar hujan ini terdiri dari corong penangkap air hujan yang ditempatkan dia
atas ember penampung air yang terletak di atas timbangan yang dilengkapi dengan alat
pencatat otomatis. Cara kerja alat ini adalah:

 Alat pencatat otomatis pada timbangan dihubungkan ke permukaan kertas grafik yang
tergulung pada sebuah kaleng silinder.
 Dengan demikian setiap terjadi hujan, air hujan tertampung oleh corong akan dialirkan ke
dalam ember yang terletak di atas timbangan.
 Setiap ada penambahan air hujan ke dalam ember dapat tercatat pada kertas grafik.
 Setiap periode waktu tertentu gulungan kertas dilepaskan untuk dianalisis.

7. Penakar Hujan Tipe Optical


Penakar hujan ini bekerja dengan sensor lokal karena baru terekam ketika hujan mengenai
sensor yang terpasang. Cara kerja dari penakar hujan tipe optical adalah:

 Penakar hujan tipe ini memiliki beberapa saluran.


 Di setiap saluran terdapat diode laser dan photoresistor detector untuk mendeteksi gambar
yang terekam oleh sensor.
 Saat air (baca: ekosistem air) telah terkumpul untuk membuat single drop lalu jatuh ke
batang laser.
 Sensor diatur di angle yang tepat sehingga laser bisa langsung mendeteksi seperti lampu
flash.
 Flash dari photodeterctor ini bisa dibaca dan dikirim ke recorder.

You might also like