You are on page 1of 6

CASE REPORT

Intisari Sains Medis 2022, Volume 13, Number 1: 371-376


P-ISSN: 2503-3638, E-ISSN: 2089-9084

Laporan kasus toksoplasmosis serebri pada


infeksi human immunodeficiency virus/acquired
immune deficiency syndrome (HIV/AIDS)
Published by Intisari Sains Medis
Dewi Purnamasari1*, Zulmiaty2, Bachtiar3

ABSTRACT
Background: Cerebral toxoplasmosis is an HIV antibody test, CD4+ 24 c/uL, head CT-scan
opportunistic infectious disease that occurs in patients suggestive of cerebral toxoplasmosis with cerebritis.
with very low CD4+ levels and the risk will increase in The patient was diagnosed with HIV/AIDS stage 4 with
CD4+ cells of less than 50 cells/mm3. Establishing a cerebral toxoplasmosis, oral candidiasis and dyspepsia.
diagnosis of cerebral toxoplasmosis in the peripheral Patients given empiric therapy toxoplasma cerebri with
area is a challenge in itself. On the other hand, Pyrimethamine, Clindamycin, Antiretroviral and other
clinicians are faced with the limitations of the available treatment. The patient was treated for twelve days and
investigations. This case report aims to discuss the was discharged in good condition.
diagnosis and management of cerebral toxoplasmosis. Conclusion: Cerebral toxoplasmosis can be diagnosed
Case Illustration: A 21-year-old male patient through history taking, and physical examination is
complained of being unconscious since 8 hours before supported by rapid HIV antibody test and head CT-
admission to the hospital, repeated tonic seizures scan. With the provision of empiric therapy for cerebral
and history of high fever accompanied with severe toxoplasmosis, in addition to helping to establish
headache. The patient experienced drastic weight loss in a presumptive diagnosis, it is also very helpful in
6 months. From the physical examination of the patient accelerating the handling and administration of
with GCS E2M4Vx, with the impression of lateralization therapy to patients.
to the left, oral candidiasis was found. Rapid reactive
Keywords: Cerebral, HIV/AIDS, oportunistic infection, toxoplasmosis.
Cite This Article: Purnamasari, D., Zulmiaty., Bachtiar. 2022. Laporan kasus toksoplasmosis serebri pada infeksi
human immunodeficiency virus/acquired immune deficiency syndrome (HIV/AIDS). Intisari Sains Medis 13(1): 371-
376. DOI: 10.15562/ism.v13i1.1235

ABSTRAK
Latar Belakang: Toksoplasmosis serebri merupakan dengan GCS E2M4Vx, dengan kesan lateralisasi ke kiri,
penyakit infeksi opportunistik yang terjadi pada dan ditemukan kandidiasis oral. Tes rapid antibodi HIV
pasien dengan kadar CD4+ sangat rendah dan risiko reaktif, CD4+ 24 c/uL, CT-scan kepala kesan sugestif
akan meningkat pada CD4+ kurang dari 50 sel/mm3. toksoplasmosis serebri dengan serebritis. Pasien
1
Dokter CST-Poliklinik VCT, RSUD Kudungga Menegakkan diagnosis toksoplasmosis serebri di didiagnosis dengan HIV/AIDS stadium 4 dengan
Sangatta, Kutai Timur, Kalimantan Timur; daerah perifer merupakan suatu tantangan tersendiri. toksoplasmosis serebri, kandidiasis oral dan dispepsia.
2
Dokter Spesialis Saraf, RSUD Kudungga Sangatta, Disatu sisi toksoplasmosis serebri merupakan suatu Pada pasien diberikan terapi empiris toksoplasma
Kutai Timur, Kalimantan Timur; kondisi yang berat, disisi lain para klinisi dihadapkan serebri dengan kombinasi Sulfadiazine, Klindamisin,
3
Dokter Spesialis Penyakit Dalam, RSUD Kudungga dengan keterbatasan pemeriksaan penunjang Antiretroviral dan pengobatan lainnya. Pasien dirawat
Sangatta, Kutai Timur, Kalimantan Timur.
yang ada. Laporan kasus ini bertujuan untuk selama dua belas hari dan dipulangkan dalam keadaan
membahas diagnosis dan tatalaksana toksoplasmosis membaik.
*Korespondensi: serebri. Simpulan: Toksoplasmosis serebri dapat didiagnosis
Dewi Purnamasari; Ilustrasi Kasus: Pasien laki-laki, 21 tahun dikeluhkan melalui anamnesis, dan pemeriksaan fisik ditunjang
Poliklinik VCT, RSUD Kudungga Sangatta, Kutai tidak sadarkan diri sejak 8 jam sebelum masuk rumah dengan pemeriksaan tes cepat antibodi HIV, dan
Timur, Kalimantan Timur / dewi; sakit, dengan kejang tonik berulang, hilang timbul CT-scan kepala. Dengan pemberian terapi empiris
purnamasari1985@gmail.com selama 1,5 jam. Pasien riwayat demam tinggi sejak 9 toksoplasmosis serebri, selain membantu menegakkan
hari sebelum masuk rumah sakit, disertai sakit kepala diagnosis presumptif juga sangat membantu
Diterima: 01-01-2022 hebat. Pasien mengalami penurunan berat badan mempercepat penanganan dan pemberian terapi
Disetujui: 02-04-2022 drastis dalam 6 bulan. Dari pemeriksaan fisik pasien kepada pasien.
Diterbitkan: 30-04-2022

Published
Open access:
by Intisari Sains Medis | Intisari Sains Medis 2022; 13(1): 371-376 | doi: 10.15562/ism.v13i1.1235
http://isainsmedis.id/ 371
CASE REPORT

Kata kunci: HIV/AIDS, infeksi oportunistik, toksoplasmosis, serebri.


Sitasi Artikel ini: Purnamasari, D., Zulmiaty., Bachtiar. 2022. Laporan kasus toksoplasmosis serebri pada infeksi
human immunodeficiency virus/acquired immune deficiency syndrome (HIV/AIDS). Intisari Sains Medis 13(1): 371-
376. DOI: 10.15562/ism.v13i1.1235

PENDAHULUAN Diagnosis toksoplasmosis dibuat LAPORAN KASUS


berdasarkan temuan klinis, laboratorium,
Toksoplasmosis serebri, merupakan dan pencitraan. Temuan klinis sesuai Pasien laki-laki, 21 tahun, datang
salah satu infeksi oportunistik berat dengan keluhan dan gejala yang ke Instalasi Gawat Darurat diantar
yang menyerang sistem saraf pusat pada muncul pada pasien. Diagnosis pasti keluarganya dengan keluhan tidak
penderita acquired immune deficiency ditegakkan dengan menemukan takizoit sadarkan diri sejak delapan jam sebelum
syndrome (AIDS). Pasien dengan human dalam biopsi otak atau sumsum tulang, masuk rumah sakit. Pasien dikeluhkan
immunodeficiency virus (HIV) berisiko cairan serebrospinal dan ventrikel. Tes mulai demam naik turun sejak sembilan
tinggi mengalami toksoplasmosis saat serologi dapat menunjang diagnosis hari yang lalu. Pasien sempat mengalami
CD4+ turun dibawah level kritis yaitu toksoplasmosis, Adapun tes yang dipakai kejang tonik selama kurang lebih 1,5
kurang dari 100 cells/mm3 dan risikonya adalah tes warna Sabin-Feldman dan tes jam sebelum tidak sadarkan diri. Kejang
semakin meningkat saat CD4+ kurang dari hemaglutinasi tidak langsung (IHA), ditandai dengan kekakuan seluruh tubuh,
50 cells/mm3.1 Prevalensi toksoplasmosis untuk deteksi antibodi IgG, tes zat kedua mata melirik ke atas, bibir membiru.
berkisar antara 25-30% pada populasi antifluoresen tidak langsung (IFA), dan Kaku terjadi hilang dan timbul dengan
penduduk dunia, dengan tingkat infeksi tes ELISA untuk mendeteksi antibody periode waktu 15 menit hingga setengah
tertinggi tercatat di Amerika Selatan IgM dan IgG.4 Pemeriksaan radioimaging jam. Diantara waktu kejang pasien tidak
(42-72%), dan Asia (40%).2 Organisme sangat membantu dalam menegakkan sadarkan diri. Kejang tonik berulang pada
penyebab toksoplasmosis serebri ialah diagnosis toksoplasma serebri. Dengan saat pasien di IGD dan selama perawatan
Toxoplasma gondii, yang merupakan CT-scan kepala, dapat diketahui di ruangan. Sebelum kejang pasien sering
parasit oportunistik intraseluler yang gambaran lesi neurologis, menyerupai mengeluhkan sakit kepala. Muntah
mampu menginfeksi dan menghancurkan cincin multipel pada sebagian besar proyektil tidak ada. Batuk, pilek dan
inti sel. Toxoplasma gondii dapat kasus. Magnetic resonance imaging (MRI) sesak disangkal. Diare tidak ada. Pasien
menginfeksi manusia salah satunya merupakan prosedur diagnostik yang dikeluhkan mengalami sariawan dengan
melalui kista yang tertelan pada daging lebih baik dibandingkan CT-scan kepala, bercak putih di dinding mukosa mulut
yang tidak matang sempurna atau melalui serta mampu untuk menemukan lesi-lesi hingga kerongkongan yang menyebabkan
air. Infeksi toksoplasmosis asimtomatis yang tidak terdeteksi dengan CT-scan pasien sulit makan. Pasien disebutkan
biasanya mengenai pasien dengan status kepala. MRI tersedia di kota-kota besar, bertambah kurus kurang lebih dalam 6-8
imun yang baik. Toxoplasma gondii bisa dan merupakan prosedur baku yang lebih bulan terakhir. BB sebelum sakit tidak
menyebar dan menimbulkan kerusakan memungkinkan terutama apabila CT-scan diketahui. Heteroanamnesa keluarga
di beberapa organ selain otak yaitu paru- kepala menunjukkan lesi tunggal.5 Pada pasien menyebutkan tidak diketahui
paru, mata, otot rangka, lymph nodes atau pasien dengan AIDS yang telah terdeteksi riwayat minum obat sebelumnya.
saluran cerna.3 dengan IgG Toxoplasma gondii dan Hubungan sosial pasien tidak diketahui
Stigma, rasa takut, ataupun ditemukan gambaran cincin yang multipel keluarga karena pasien cenderung
ketidaktahuan masyarakat tentang pada CT-scan kepala, 85% merupakan tertutup. Sementara pasien bekerja untuk
risiko penularan infeksi HIV akibat toksoplasmosis serebri.6 membantu mandor di perkebunan kelapa
perilaku berisiko, pada populasi kunci Menegakkan diagnosis Toxoplasma sawit. Riwayat keluarga dengan keluhan
menyebabkan seringnya masyarakat serebri masih menjadi tantangan tersendiri serupa tidak ada. Riwayat penyakit
enggan memeriksanakan diri yang di daerah perifer, dengan keterbatasan keluarga, kencing manis, asma dan alergi,
berimbas pada keterlambatan penegakan pemeriksaan penunjang yang ideal. penyakit jantung, penyakit kanker/
diagnosis dan pada akhirnya pasien Klinisi harus mampu mengoptimalkan gangguan imunologis lain tidak ada.
akan datang pada stadium lanjut dengan pengalaman dan mempertimbangkan Pada pemeriksaan fisik, keadaan
berbagai penyakit oportunistik penyerta. diagnosis presumptif agar tidak menunda umum tampak sakit berat, pasien dalam
Di sisi lain, ketidakpatuhan minum obat pengobatan pasien dengan toksoplasmosis keadaan apatis, penurunan kesadaran
karena alasan ketidaknyamanan pada serebri. Artikel ini melaporkan mengenai Glasgow Coma Scale E2M4Vx, Tekanan
efek samping yang mengganggu aktivitas diagnosis dan tatalaksana pasien dengan darah 100/70 mmHg, Pernafasan 23-
harian, atau masalah persepsi sehat dan toksoplasmosis serebri. 25 kali per menit, suhu tubuh 39,2°C,
sakit juga berdampak pada munculnya nadi 97 kali per menit kuat angkat. Pada
kasus-kasus AIDS yang berat. pemeriksaan fisik ditemukan konjunctiva

372 Published by Intisari Sains Medis | Intisari Sains Medis 2022; 13(1): 371-376 | doi: 10.15562/ism.v13i1.1235
CASE REPORT

yang anemis, refleks cahaya pupil isokor,


deviasi conjugee tidak ada. Pada lidah
dan mukosa rongga mulut ditemukan
kandidiasis oral. Kaku kuduk tidak ada,
Brudzinki sign tidak ada. Pemeriksaan
Fisik abdomen dan thoraks dalam batas
normal. Pemeriksaan neurologis kesan
lateralisasi ke sisi kiri tubuh. Refleks
fisiologis menurun pada sisi kiri dan
kanan tubuh. Refleks babinski positif pada
plantar pedis sisi kanan dan kiri.
Hasil laboratorium didapatkan WBC
5,280/uL, Hb 11,8 g/dL, HCT 31,7%, PLT
229.000/uL, gula darah sewaktu 114 mg/
dL, SGOT 25 U/I, SGPT 34 U/I, ureum
29 mg/dL, kreatinin darah 0,98 mg/dL.
Pemeriksaan elektrolit darah didapatkan Gambar 1. CT-scan kepala pasien dengan lesi-lesi isodens kesan serebritis.
natrium 135 mEq/L, kalium 3,5 mEq/L,
klorida 104 mEq/L. Hasil pemeriksaan
Tes HIV Reaktif, dengan CD4+ 24 c/
uL, Hasil Pemeriksaan CT-scan kepala
menunjukkan tampak lesi-lesi isodens
multipel (18,0 HU), batas relatif tidak tegas,
tepi iregular, pada serebri bilateral dengan
bintik kalsifikasi di dalamnya disertai
edema yang luas disekitarnya membentuk
gambaran finger like appearance yang
mendesak dan menyempitkan ventrikel
lateralis (Gambar 1, Gambar 2, dan
Gambar 3). Sistem ventrikel lainnya dan
ruang subaraknoid dalam batas normal.
Pons, CPA dan cerebellum dalam batas
normal. Kesan didapatkan sugestif
Cerebral Toxoplasmosis dengan cerebritis.
Pemeriksaan HbsAg negatif, TPHA
negatif. Pasien didiagnosis dengan infeksi Gambar 2. CT-scan kepala pasien dengan gambaran lesi-lesi isodens multipel (18,0
HIV stadium IV dengan toxoplasmosis HU).
cerebri, oral kandidiasis, dan dispepsia. tiap 4 jam. Dilakukan juga penghitungan narkotika suntik dan pemakaian tato tidak
Pada pasien diberikan cairan rumatan keseimbangan cairan. ada. Pasien memakai tindik sejak kurang
normal saline 1.500 cc/24 jam, diberikan Kesadaran pasien mengalami lebih 5 tahun yang lalu. Berat badan
injeksi Phenytoin 150 mg tiap 12 jam, perbaikan perbaikan perlahan setelah 6 saat ini 40 kg. Pasien mulai diberikan
injeksi sitikolin 250 mg tiap 12 jam, hari perawatan. Pada hari ke-8 perawatan terapi rehabilitasi medis pada hari ke-11
injeksi ranitidin 50 mg tiap 12 jam, pasien sudah sadar dan mampu mengikuti perawatan. Pasien dipulangkan dalam
flukonazol 200 mg tiap 24 jam intravena, perintah dengan GCS E4VxM6 (Afasia kondisi membaik.
Sulfadiazine 500 mg 4 tablet tiap 24 jam motorik), dengan hasil pemeriksaan Pada bulan ke enam paska perawatan,
oral, yang diturunkan perlahan menjadi neurologis terbaru ditemukan hemiparese pasien sudah mampu berjalan dan
3 tablet tiap 24 jam, dan 2 tablet tiap 24 dupleks grade 3 pada sisi kanan tubuh dan beraktivitas, dengan defisit neurologis
jam per oral, klindamisin 300 mg 2 tablet grade 2 pada sisi kiri tubuh, ditemukan minimal pada fungsi motorik halus jari-
tiap 6 jam, ARV Fixed Dose Combination lesi N.VII sinistra supranuklear, Pasien jari tangan kiri. Hasil pemeriksaan follow
(Lamivudin 300 mg, Tenofovir 300 mg, sudah mulai bisa diajak berkomunikasi up dilakukan pemeriksaan ulang rontgen
Evafirenz 600 mg), Paracetamol 500 mg dan setuju untuk membuka status hanya thoraks dengan kesan tidak tampak
tiap 8 jam, injeksi deksametason 5 mg tiap kepada ibu dan satu kakak kandung. Hasil gambaran TB. Hasil pemeriksaan viral
12 jam intravena tapering off, asam folat konseling ditemukan faktor risiko pasien load bulan ke-8 sejak memulai terapi ARV
1 mg tiap 12 jam, sefiksim 100 mg tiap 12 memiliki riwayat kontak seksual dengan menunjukkan hasil 47 copies/ml dengan
jam, sucralfat cth 2 tiap 8 jam, diet tinggi sesama jenis, beberapa kali sejak usia CD4 138 c/uL, dan berat badan 52 kg. Hasil
kalori tinggi protein cair 200 cc per sonde sekolah menegah atas. Riwayat pemakaian laboratorium darah lengkap bulan ke-10

Published by Intisari Sains Medis | Intisari Sains Medis 2022; 13(1): 371-376 | doi: 10.15562/ism.v13i1.1235 373
CASE REPORT

PEMBAHASAN
Berdasarkan anamnesis kasus, ditemukan
gejala demam, sakit kepala, dan kejang.
Keluhan psikiatri tidak ditemukan.
Adapun gejala umum toksoplasmosis
serebri yaitu sakit kepala (38-93%), defisit
neurologis fokal (22-80%), demam (35-
88%), konfusi (15-52%), kejang (19-58%),
perubahan psikomotor atau perilaku (37-
42%), palsy nervus kranialis (12-28%),
ataxia (2-30%), dan abnormalitas visual
(8-19%). Disamping itu pasien juga bisa
mengalami gerakan-gerakan involunter
dan gangguan neuropsikiatrik encephalitis
seperti psikosis, demensia, gangguan
cemas, dan gangguan kepribadian.7
Dari pemeriksaan fisik penampakan
pasien sangat kurus, pucat dan lemah,
pasien mengalami penurunan berat badan
yang cukup drastis. Ditemukan kandidiasis
pada rongga mulut hingga kerongkongan.
Dari hasil pemeriksaan fisik neurologis
ditemukan paraparese, dengan kelemahan
yang lebih berat terdapat pada sisi tubuh
bagian kiri. Faktor risiko HIV ditemukan
saat pasien sudah sadarkan diri dan
mampu berkomunikasi, dengan faktor
risiko kontak seksual anal dengan laki-laki
sesama, jenis sejak usia sekolah menengah
atas. Pasien memakai tindik, namun
tidak ditemukan tato. Hasil pemeriksaan
yang mendukung hasil pemeriksaan
rapid antibody HIV positif sebanyak tiga
Gambar 3. CT-scan kepala pasien yang menggambarkan luas lesi isodens. reagen, dengan CD4+ 24 c/uL. Risiko
toksoplasmosis serebri meningkat pada
didapatkan Hb 12,3 g/dL, Wbc 8.700, Plt rutin. Selama kontrol, efek samping obat ODHA dengan antibody IgG T.gondii
156.000. Hasil kimia darah didapatkan yang dikeluhkan oleh pasien yaitu rasa positif, dengan CD4+ < 100 sel/mm3 serta
fungsi ginjal dan fungsi hati yang baik. pusing, mual dan lemas yang dialami tidak menerima obat profilaksis secara
Saat ini pasien masih tetap melanjutkan dalam tiga bulan pertama memulai teratur dan efektif.4 Namun karena tidak
terapi ARV dengan Fixed Dose terapi antiretroviral. Setelah melewati tersedia di fasilitas kesehatan, pada kasus
Combination terapi (Lamivudine 300 mg / tiga bulan, tanpa menyetop obat, keluhan tidak dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG
Tenofovir 300 mg / dan Evafirenz 600 mg), berkurang perlahan dan pasien bisa tetap antitoksoplasma.
profilaksis INH 300 mg tiap 24 jam selama mengkonsumsi obat. Keluhan erupsi obat Hasil CT-scan pada kasus menunjukkan
6 bulan, dan melanjutkan kotrimoksasol tidak ada. Untuk penilaian gangguan lesi-lesi isodens multipel 18 HU, dengan
960 mg tiap 24 jam, flukonazol tablet 200 psikiatri pada kontrol setelah satu tahun batas relatif tegas, tepi irregular, pada
mg tiap 24 jam, dan klindamisin 300 mg pertama pasca pengobatan antiretroviral serebri bilateral dengan bintik kalsifikasi
tablet tiap 6 jam. Pasien mendapatkan dilakukan menggunakan Modified Patient di dalamnya disertai edema yang luas
dukungan penuh dari ibu dan kakaknya Health Questionnaire-9 (PHQ-9) dengan disekitarnya membentuk gambaran
yang mendukung selama pengobatan skor 4 (0-4), yaitu none-minimal, untuk finger-like appearance yang mendesak dan
dan menjadi pengawas minum obat mengalami masalah psikiatri (gangguan menyempitkan ventrikel lateralis, kesan
pasien. Tingkat Adherence > 95%, dengan cemas, depresi, gangguan tidur, mimpi sugestif toksoplasmosis serebr dengan
kurang dari tiga dosis yang lupa diminum buruk) pasca pengobatan antiretroviral serebritis. Berdasarkan teori, temuan
dalam 30 hari. Pasien minum obat secara FDC ARV dengan kandungan Evafirens. MRI atau CT-scan kepala yang khas pada
rutin dan teratur, serta bersedia kontrol toksoplasmosis serebri adalah lesi cincin
multiple (ring enhancing lesions) yang

374 Published by Intisari Sains Medis | Intisari Sains Medis 2022; 13(1): 371-376 | doi: 10.15562/ism.v13i1.1235
CASE REPORT

biasanya mengenai basal ganglia (48%), klinis dan radiologis dalam dua hingga Manfaat pemberian steroid pada
lobus frontalis (37%), dan lobus parietalis tiga minggu terapi antitoksoplasma, kasus toksoplasmosis serebri terkait
(37%) dengan edema, lobus occipitalis harus dipertimbangkan diagnosis HIV terutama pada kasus yang berat
(19%), lobus temporalis (18%), dan batang alternatif lainnya.9 Kecurigaan dini dan belum tersedia, namun pada praktisnya
otak atau serebellum (5-15%).7 Gambaran tatalaksana secepatnya pada fase awal dari pemakaian kortikosteroid tetap
CT-scan yang nampak yaitu ring enhancing toksoplasmosis serebri mengurangi risiko direkomendasikan pada kondisi dimana
lesions dengan edema perilesional (44- sekuele dan kematian. toksoplasma serebri dapat menimbulkan
82%), nodular enhancing lesion dengan Pada pasien pilihan terapi efek penekanan (space occupying lesion)
edema perilesional (3-33%), serta lesi antitoksoplasma yang diberikan adalah atau jika ditemukan odem otak difus.11
nonenhancing dengan efek yang luas (6- sulfadiazine 500 mg tablet dosis awal Pemberian obat antikonvulsi harus
20%), serta temuan yang lebih jarang yaitu 4 tablet tiap 24 jam yang diturunkan diberikan jika pasien masuk dengan
edema serebri difus tanpa edema tanpa perlahan menjadi 3 tablet tiap 24 jam, kejang.11 Pada kasus, pasien masuk ke
lesi fokal yang nampak jelas (3-15%), kemudian 2 tablet tiap 24 jam per oral IGD dengan penurunan kesadaran GCS
dan CT-scan tanpa gambaran lesi yang dikombinasi dengan klindamisin 300 mg E2M4VX, diberikan injeksi deksametason
jelas, namun pada MRI ditemukan lesi 2 tablet tiap 6 jam, dengan pemberian 5 mg tiap 12 jam intravena tapering off,
fokal (3%).7 Gambaran perdarahan pada suplementasi asam folat 1 mg tiap 12 dan untuk mengatasi kejang pada pasien
toksoplasmosis serebri sangat jarang, yang jam, diberikan per oral melalui NGT. diberikan terapi phenytoin.
menunjukkan area foci kecil perdarahan Kombinasi tersebut merupakan pilihan Waktu yang tepat untuk memulai
atau lesi-lesi hemoragik berbantuk cincin alternatif sesuai dengan ketersediaan terapi antiretroviral masih menjadi
multipel.8 CT-scan atau MRI membantu yang ada di fasilitas kesehatan pasien perdebatan. Pada pasien ini terapi
menegakkan diagnosis presumptif ini. Pasien mengalami perbaikan yang antiretroviral mulai diberikan pada
toksoplasmosis serebri. MRI lebih sensitif ditandai dengan membaiknya kesadaran hari kedua perawatan. Berdasarkan
dibandingkan CT-scan, namun jarang pada hari ke-10 dan 11 perawatan di penelitian terhadap 282 pasien dengan
tersedia di daerah terpencil. Pemeriksaan ruangan. Selama observasi, pada pasien infeksi opportunistik selain tuberkulosis
PCR dapat mendeteksi DNA T.gondii tidak ada keluhan alergi terhadap regimen (kurang lebih sebanyak 5% dengan
melalui pemeriksaan sampel cairan antitoksoplasma yang diberikan. Obat toksoplasmosis serebri) menunjukkan
serebrospinal atau darah. Kelemahannya pilihan pertama untuk toksoplasmosis bahwa pemberian cART yang lebih awal
adalah sensitivitas yang lemah serta pada serebri sesuai guideline Departement of (median 12 hari setelah memulai terapi
pasien dengan lesi otak luas kontraindikasi Health and Human Services of The United infeksi oportunistik) dibandingkan
untuk dilakukan lumbal punksi. Biopsi States, European AIDS Clinical Society, dengan pemberian cART yang lebih
otak dapat memberikan diagnosis definitif dan British HIV Asscociation adalah lambat (median 45 hari setelah memulai
serta dapat mendemostrasikan adanya kombinasi Pyrimethamine Sulfadiazine terapi infeksi oportunistik) menunjukkan
tachyzoites dan kista jaringan. Pemeriksaan diberikan per oral, yang bekerja dengan penurunan progresi AIDS dan kematian
ini sulit dikerjakan di daerah perifer, dan menghambat proliferasi T.gondii melalui secara signifikan.12,13 Terjadinya Immune
pada kasus tidak dilakukan biopsi karena alur metabolisme folat, yang menghambat Reconstitution Inflamatory Syndrome
keterbatasan sarana-prasarana serta dihidrofolate reductase dan dihydropteroate (IRIS), tidak menjadi pertimbangan utama
tenaga Dokter Spesialis Bedah Saraf. synthase yang mengakibatkan pada kasus toksoplasmosis serebri, sebuah
Walaupun menegakkan diagnosis terhambatnya sintesis tetrahydrofolate studi di enam rumah sakit di Belanda
definitif dari toksoplasmosis serebri yang diperlukan pada saat sintesis DNA pada tahun 1996-2016 menunjukkan
penting, diagnosis presumptif dapat Parasit.7,10 Pemberian regimen tersebut tidak ada hubungan yang signifikan antara
dipertimbangkan terutama bagi klinisi ditambahkan asam folat/leucovorin. kapan memulai ART dengan kejadian
di daerah perifer. Pilihan pemberian Pilihan berikutnya adalah Trimethoprim toksoplasmosis serebri dan kaitannya
terapi empiris terhadap penderita suspek Sulfamethoxazole (TMX-SMX). dengan IRIS paradoksikal.14 Inisiasi
toksoplasmosis serebri tetap dapat Suplementasi asam folat lebih diperlukan ART yang cepat, tidak memperbaiki
membantu mengkonfirmasi diagnosis. dalam pemakaian Pyrimethamine. kondisi akhir dari pasien dengan
Diagnosis presumptif dapat ditegakkan Pilihan alternatif lain adalah klindamisin meningitis tuberkulosis atau meningitis
dengan melihat gambaran klinis penderita yang merupakan golongan Lincomycin, cryptococcal, sebaliknya pemberian terapi
sesuai dengan gambaran penderita HIV- menghambat T.gondii melalui mekanisme awal kombinasi ART disarankan dalam
AIDS disertai gejala neurologis fokal, yang belum begitu diketahui dengan dua minggu setelah memulai terapi
hasil pemeriksaan rapid tes antibody melibatkan organel apicoplast parasit.11 toksoplasmosis serebri.7,13
terhadap HIV positif, Hasil CD4+ rendah, Bagi pasien dengan riwayat alergi sulfa Hasil pemantauan terhadap pasien, satu
(pada kasus CD4+ pertama kali 24 c/ dianjurkan untuk melakukan tes alergi tahun sejak memulai terapi antiretroviral
uL), temuan imaging yang sesuai dengan atau desensitasi sulfa. Di negara-negara menunjukkan hasil viral load 47 copies/
lesi klinis, serta respon terhadap terapi dimana kombinasi Pyrimethamine tidak ml dan CD4+ 138 c/uL. Dengan hasil
empiris, dengan pemberian terapi anti- tersedia maka kombinasi Trimethoprime demikian pasien masih mendapatkan
toksoplasma. Jika tidak ada perbaikan Sulfamethoxazole menjadi pilihan utama. terapi profilaksis kklindamisin selain

Published by Intisari Sains Medis | Intisari Sains Medis 2022; 13(1): 371-376 | doi: 10.15562/ism.v13i1.1235 375
CASE REPORT

terapi profilaksis kotrimoksasol dan meskipun berada di daerah terpencil. toxoplasmic encephalitis in HIV infection; a
flukonasol. Profilaksis untuk mencegah Pengawasan dan kontrol rutin keluhan case study. Archieves of Neuroscience. 2015;
2(2):1-5.
toksoplasmosis serebri pada penderita HIV dan gejala serta efek samping obat dapat 7. Vidal JE. HIV-related cerebral toxoplasmosis
disarankan pada kondisi CD4+ < 100 sel/ membantu perbaikan kondisi pasien. revisited: current concepts and controversies of
mm3 atau CD4+ < 200 sel/mm3, tergantung an old disease. Sagepub. 2019;18:1-20.
kondisi penderita. Karena kurang lebih KONFLIK KEPENTINGAN 8. Wijdicks EFM, Borleffs JCC, Hoepelman AIM,
Jansen GH. Fatal disseminated hemmorhagic
25% kasus dengan toksoplasmosis serebri
Tidak terdapat konflik kepentingan di toxoplasmic encephalitis as the initial
terjadi pada kondisi CD4+ > 100 sel/mm3, manifestation of AIDS. Ann Neurol. 1991;29(6);
dalam penulisan laporan kasus ini.
sehingga CD4+ < 200 sel/ mm3 lebih tepat 683-6.
untuk memulai terapi profilaksis.13 Pasien 9. Antinori A, Larussa D, Cingolani A. Italian
PENDANAAN Registry Investigative NeuroAIDS. Prevalence,
yang sudah mendapatkan terapi ARV lebih
associated factors, and prognostic determinants
dari 3-6 bulan dan berespon baik dengan Penulis bertanggung jawab terhadap of AIDS-related toxoplasmotic encephalitis in
CD4 > 200 sel/mm3, dapat menghentikan pendanaan penulisan laporan kasus ini the era of advanced highly active antiretroviral
profilaksis, begitu pula pasien dengan tanpa melibatkan pihak sponsor, beasiswa therapy. Clin Infect Dis. 2004;39(11):1681-91.
CD4+ antara 100- 200 sel/mm3 dengan ataupun sumber pendanaan lainnya. 10. Porter SB, Sande MA. Toxoplasmosis of
central nervous system in the acquired
hasil viral load dibawah limit deteksi immunodeficiency syndrome. N Engl J Med.
(undetected) dapat menghentikan terapi ETIKA DALAM PUBLIKASI 1992;327(23):1643-8.
profilaksis, sedangkan untuk kondisi CD4+ 11. Vidal JE, Hernandez AV, de Oliveira AC,
Laporan kasus ini telah mendapatkan
antara 100-200 sel/ mm3 dengan hasil viral Dauar RF, Barbosa SP Jr, Focaccia R. Cerebral
persetujuan tertulis (informed consent) toxoplasmosis in HIV-positive patients in
load diatas limit deteksi maka disarankan
dari pasien dan keluarganya dan telah Brazil: clinical features and predictors of
untuk mengulangi terapi profilaksis.7,13-16
mengikuti pedoman COPE terhadap treatment response in the CART era. AIDS
Regimen yang direkomendasikan adalah Patient Care STDS. 2005;19(10):626-34.
etika di dalam publikasi ilmiah. Serta
TMP-SMX, dengan regimen alternatif 12. Nelson M, Dockrell D, Edwards S. British
menyetujui bahwa data medis akan HIV Association and British Infection in
yaitu pyrimethamine, ditambah leucovorin
dipublikasikan dalam bentuk laporan HIV-seropositive individuals 2011. HIV Med.
atau atovaquone. Opsi terapi ini juga
kasus pada jurnal ilmiah kedokteran. 2011;12(suppl 2):1-140.
efektif untuk pneumonia yang disebabkan 13. Zolopa A, Andersen J, Powderly W. Early
oleh Pneumocystic jirovecii.7 antiretroviral therapy reduces AIDS
KONTRIBUSI PENULIS progression/death in individual with acute
opportunistic infections: a multicenter
SIMPULAN Seluruh penulis berkontribusi dalam
randomized strategy trial. PLoS One.
penulisan karya tulis ini mulai dari 2009;4(5):e5575.
Telah dilaporkan seorang pasien laki-laki
pemeriksaan pasien, pengumpulan data 14. van Bilsen WPH, van den Berg CHSB, Rijnders
dengan keluhan kejang dan penurunan
serta penulisan laporan. BJA. Immune reconstitution inflammatory
kesadaran dengan defisit neurologis kesan syndrome associated with toxoplasmic
lateralisasi ke kiri dan gejala-gejala terkait encephalitis in HIV-infected patients. AIDS.
DAFTAR PUSTAKA
imunodefisiensi. Hasil pemeriksaan 2017;31(10):1415-24.
laboratorium menunjukkan rapid tes 1. Basavaraju A. Toxoplasmosis in HIV infections: 15. Panel on Opportunistic Infections in HIV-
An overview. Trop Parasitol. 2016;6(2): 129–35. infected Adults and Adolescents. Guidelines for
antibody HIV positif dengan CD4+ 24 c/uL. 2. Nissapatorn V, Sawangiaroen N. Parasitic the prevention and treatment of opportunistic
Diagnosis toksoplasma serebri didukung infections in HIV infected individuals: infections in HIV-infected adults and
oleh hasil CT-scan kepala kesan sugestif diagnostic and therapeutic challenges. Indian Adolescent: reccommendations from the
toksoplasmosis serebri dengan serebritis. Journal of Medical Research. 2011;134:878-97. Centers for Disease Control and Preventions,
3. Azovtseva OV, Viktorova EA, Bakulina the National Institutes of Health, and the HIV
Pasien diberikan pilihan kombinasi terapi
EG, Shelomov AS, Trofimova TN. Cerebral Medicine Association of the Infectious Disease
sulfadiazine, klindamisin, dan asam folat, toxoplasmosis in HIV-infected patients Society of America. Tersedia di: http://aidsinfo.
dengan pemberian kortisteroid intravena over 2015-2018 (a case study of Russia). nih.gov/contentfiles/lvguidelines/adult_oi.pdf.
dan phenytoin. Pemberian antiretroviral Epidemiology and infection. 2020;148:1-6. [Diakses: 22 November 2021].
diberikan segera. Pengawasan pengobatan 4. Liesenfeld O, Press C, Montoya JG, Gill R, 16. Podzamczer D, Salazar A, Jimenez J.
Isaac-Renton JL, Hedman K, dkk. False- Intermittent trimethoprim-sulfamethoxazole
terhadap pasien dilakukan secara berkala positif results in immunoglobulin M (IgM) compared with dapsone-pyrimethamine for
dan pasien menunjukkan perbaikan. toxoplasma antibody test and importance of the simultaneous primary prophylaxis of
Pada pasien HIV/AIDS dengan confirmatory testing: the Platelia Toxo IgM test. Pneumocystis pneumonia and toxoplasmosis in
toksoplasmosis serebri, anamnesis dan J Clin Microbiol. 1997;35(1):174-8. patients infected with HIV. Ann Intern Med.
5. Wang H, Zhang Q, Shi Y, Li R, Wang S, Sun J, 1995;122(10):755-61.
pemeriksaan fisik yang khas dengan dkk. The imaging diagnostic criteria of AIDS-
didukung laboratorium dan pencitraan related cerebral toxoplasmosis in China.
yang tersedia sangat membantu Radiology of Infectious Diseases. 2020;7(3):85-
penegakan diagnosis. Pemberian terapi 90.
empiris antitoksoplasma secara cepat serta 6. Baratioo A, Hashemi B, Rouhipour A,
Haroutunian P, Mahdlou M. Review of
pengawasan penting untuk dilakukan

376 Published by Intisari Sains Medis | Intisari Sains Medis 2022; 13(1): 371-376 | doi: 10.15562/ism.v13i1.1235

You might also like