You are on page 1of 42

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Perkembangan pada Anak


2.1.1 Pengertian
Anak prasekolah merupakan anak yang berusia antara empat sampai
enam tahun, pada masa ini terjadi pertumbuhan dan perkembangan
biologis, psikososial, kognitif dan spiritual yang begitu signifikan.
Pertumbuhan dan perkembangan anak usia prasekolah dipengaruhi
oleh nutrisi, masalah tidur, kesehatan gigi, pencegahan cedera serta
cara orang tua dalam merawat anak yang sakit (Wong, 2012).

Istilah pertumbuhan dan perkembangan (tumbuh kembang) pada


dasarnya merupakan dua peristiwa yang berlainan, akan tetapi
keduanya saling berkaitan. Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan
masalah perubahan dalam besar, jumlah, ukuran atau dimensi tingkat
sel, organ maupun individu, bersifat kuantitatif sehingga bisa diukur
dengan ukuran berat (gram, pound, kilogram), ukuran panjang (cm,
meter). Perkembangan (development) adalah bertambahnya
kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih
kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, jaringan
tubuh, organ-organ dan sistem organ yang berkembang sedemikian
rupa sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsinya. Termasuk
juga perkembangan emosi, intelektual dan tingkah laku sebagai hasil
interaksi dengan lingkungannya (Marmi dan Kukuh, 2012). Sehingga
dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan mempunyai dampak terhadap
aspek fisik, sedangkan perkembangan berkaitan dengan pematangan
fungsi organ / individu.

Periode penting dalam tumbuh kembang anak adalah masa balita.


Karena pada masa ini pertumbuhan dasar yang akan mempengaruhi

7
8

dan menentukan perkembangan anak selanjutnya. Pada masa ini


perkembangan kemampuan berbahasa, kreativitas, kesadaran sosial,
kesadaran emosional dan inteligensia berjalan sangat cepat.
2.1.2 Tahapan Tumbuh Kembang
Menurut Marmi dan Kukuh (2012) Pertumbuhan dan perkembangan
anak berlangsung secara teratur, berkaitan dan berkesinambungan.
Setiap anak akan melewati suatu pola tertentu yang merupakan
tahapan pertumbuhan dan perkembangan sebagai berikut :
2.1.2.1 Masa janin didalam kandangan
2.1.2.2 Masa setelah lahir terdiri dari beberapa tahapan usia yaitu :
a. Masa neonatus (usia 0-28 hari)
b. Masa bayi (usia 1 – 12 bulan)
c. Masa toddler (usia 1-3 tahun)
d. Masa pra sekolah (usia 4-6 tahun)
e. Masa sekolah (usia 7-13 tahun)
f. Masa remaja (usia 14-18 tahun)
2.1.3 Faktor yang mempengaruhi perkembangan
2.1.3.1 Faktor Instriksik
Menurut Soetjiningsih, (2014) faktor instrinsik yang
mempengaruhi kegagalan berkembang terutama berkaitan
dengan terjadinya penyakit pada anak, yaitu:
a. Kelainan kromosom (misalnya Sindroma Down dan
Sindroma Turner)
b. Kelainan pada sistem endokrin, misalnya kekurangan
hormon tiroid, kekurangan hormon pertumbuhan atau
kekurangan hormon lainnya
c. Kerusakan otak atau sistem saraf pusat yang bisa
menyebabkan kesulitan dalam pemberian makanan pada
bayi dan menyebabkan keterlambatan pertumbuhan.
9

d. Kelainan pada sistem jantung dan pernafasan yang bisa


menyebabkan gangguan mekanisme penghantaran
oksigen dan zat gizi ke seluruh tubuh.
e. Anemia atau penyakit darah lainnya
f. Kelainan pada sistem pencernaan yang bisa
menyebabkan malabsorbsi atau hilangnya enzim
pencernaan sehingga kebutuhan gizi anak tidak terpenuhi

Menurut Soetjiningsih (2014), secara umum terdapat dua


faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang anak yaitu
faktor genetik (instrinsik) dan faktor lingkungan (ekstrinsik).
Faktor genetik merupakan modal dasar dalam mencapai hasil
akhir proses tumbuh kembang anak. Faktor ini adalah bawaan
yang normal dan patologis, jenis kelamin, suku bangsa /
bahasa, gangguan pertumbuhan di negara maju lebih sering
diakibatkan oleh faktor ini, sedangkan di negara yang sedang
berkembang, gangguan pertumbuhan selain di akibatkan oleh
faktor genetik juga faktor lingkungan yang kurang memadai
untuk tumbuh kembang anak yang optimal.

Menurut Sukamti (2014) pertumbuhan dan perkembangan


anak juga dipengaruhi oleh zat gizi. Produktivitas bayi
berbeda dengan produktivitas kelompok umur yang lain.
Pemenuhan kebutuhan gizi (nutrien) merupakan faktor utama
untuk mencapai hasil tumbuh kembang agar sesuai dengan
potensial genetiknya. Agar semua organ tubuh tumbuh dan
berkembang, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa
tumbuh/kembang bayi berlangsung dalam tiga tingkatan yang
meliputi sel, organ dan tubuh terjadi dalam tiga tahapan, yaitu
peningkatan jumlah sel (hiperplasia), peningkatan jumlah dan
berat sel (hiperlasia dan hipertropi) dan selanjutnya
10

peningkatan besar dan kematangan sel (hipertropi). Untuk


dapat tumbuh dan kembang dengan baik, seorang anak/bayi
memerlukan zat-zat gizi dalam jumlah yang cukup dengan
kualitas yang baik. Semakin bertambah usia bayi/anak maka
semakin banyak kebutuhan zat-zat gizinya.
2.1.3.2 Faktor Ekstrinsik
Menurut Soetjiningsih (2014), yang merupakan faktor
ekstrinsik:
a. Faktor psikis dan sosial (misalnya tekanan emosional
akibat penolakan atau kekerasan dari orang tua).
b. Depresi bisa menyebabkan nafsu makan anak berkurang.
Depresi bisa terjadi jika anak tidak mendapatkan
rangsangan sosial yang cukup, seperti yang dapat terjadi
pada bayi yang diisolasi dalam suatu inkubator atau pada
anak yang kurang mendapatkan perhatian dari orang
tuanya.
c. Faktor ekonomi (dapat mempengaruhi masalah
pemberian makanan kepada anak, tempat tinggal dan
perilaku orang tua). Keadaan ekonomi yang pas-pasan
dapat menyebabkan anak tidak memperoleh gizi yang
cukup untuk perkembangan dan pertumbuhannya
d. Faktor lingkungan (termasuk pemaparan oleh infeksi,
parasit atau racun). Lingkungan merupakan faktor yang
menentukan tercapai atau tidaknya potensi bawaan.
Lingkungan yang cukup baik akan memungkinkan
tercapainya potensi bawaan sedangkan lingkungan yang
kurang baik akan menghambatnya. Lingkungan ini
merupakan lingkungan “bio-psiko-fisiko-sosial” yang
mempengaruhi individu setiap hari, mulai dari konsepsi
sampai akhir hayatnya.
11

2.1.3.3 Faktor Pendukung


Menurut Soetjiningsih (2014), Faktor – faktor pendukung
perkembangan anak, antara lain :
a. Terpenuhi kebutuhan gizi pada anak tersebut
b. Peran aktif orang tua
c. Lingkungan yang merangsang semua aspek
perkembangan anak
d. Peran aktif anak
e. Pendidikan orang tua
2.1.4 Fase perkembangan pada masa usia prasekolah
Menurut Marmi dan Kukuh (2012) Pada masa usia pra sekolah ini
dapat diperinci lagi menjadi 2 masa, yaitu masa vital dan masa estetik.
2.1.4.1 Masa Vital
Pada masa ini, individu menggunakan fungsi-fungsi biologis
untuk menemukan berbagai hal dalam dunianya. Untuk masa
belajar, Freud menamakan tahun pertama dalam kehidupan
individu ini sebagai masa oral, karena mulut dipandang
sebagai sumber kenikmatan. Anak memasukkan apa saja
yang dijumpai ke dalam mulutnya, tidaklah karena mulut
merupakan sumber kenikmatan utama tetapi karena waktu itu
mulut merupakan alat untuk melakukan eksplorasi dan
belajar.

Pada tahun kedua telah belajar berjalan, dengan mulai


berjalan anak akan mulai belajar menguasai ruang. Mula-
mula ruang tempatnya saja, kemudian ruang dekat dan
selanjutnya ruang yang jauh. Pada tahun kedua ini umumnya
terjadi pembiasaan terhadap kebersihan (kesehatan). Melalui
latihan kebersihan ini, anak belajar mengendalikan impuls-
impuls atau dorongan-dorongan yang datang dari dalam
dirinya (umpamanya buang air kecil dan air besar)
12

2.1.4.2 Masa Estetik


Pada masa ini dianggap sebagai masa perkembangan rasa
keindahan. Kata estetik disini dalam arti bahwa pada masa ini
perkembangan anak yang terutama adalah fungsi panca
inderanya. Pada masa ini, panca indera masih peka karena itu
Montessori menciptakan bermacam – macam alat permainan
untuk melatih panca inderanya
2.1.5 Ciri-ciri tumbuh kembang anak
Menurut Marmi dan Kukuh (2012), tumbuh kembang anak yangsudah
dimulai sejak konsepsi sampai dewasa itu mempunyai ciri-ciri :
2.1.5.1 Tumbuh kembang adalah proses yang kontinyu sejak dari
konsepsi sampai maturitas / dewasa, yang dipengaruhi oleh
faktor bawaan dan lingkungan. Ini berarti tumbuh kembang
sudah terjadi sejak dalam kandungan dan setetlah kelahiran
merupakan suatu masa dimana mulai saat itu tumbuh
kembang anak dapat dengan mudah diamati.
2.1.5.2 Dalam periode tertentu terdapat adalanya masa percepatan
atau perlambatan, serta laju tumbuh kembang yang berlainan
diantara organ-organ. Terdapat 3 periode pertumbuhan cepat
adalah masa janin, masa bayi 0-1 tahun dan masa pubertas.
Sedangkan pertumbuhan organ-organ tubuh mengikuti 4 pola
yaitu pola umum, limfoid, neural dan reproduksi.
2.1.5.3 Pola perkembangan anak adalah sama pada semua anak,
tetapi kecepatannya berbeda antara anak satu dengan lainnya.
Contohnya anak akan belajar duduk sebelum belajar berjalan,
tetapi umur saat anak belajar duduk/berjalan berbeda antara
anak satu dengan anak lainnya.
2.1.5.4 Perkembangan erat hubungannya dengan maturasi sistem
saraf
13

Contoh, tidak ada latihan yang menyebabkan anak berjalan


sampai sistem saraf siap untuk itu, tetapi tidak adanya
kesempatan praktik akan mengahambat kemampuan.
2.1.5.5 Aktifitas seluruh tubuh diganti respon individu yang khas.
Contoh, bayi akan menggerakan seluruh badannya, tangan
dan kakinya kalau melihat sesuatu yang menarik, tetapi pada
anak yang lebih besar rekasinya akan tertawa dan meraih
benda tersebut
2.1.5.6 Arah perkembangan anak adalah sefalokaudal. Langkah
pertama sebelum berjalan adalah perkembangan tengkurap,
menegakkan kepala, mengangkat bahu, merangkak, duduk,
berdiri, berjalan dengan dibantu.
2.1.5.7 Reflek primitif seperti reflek memegang dan berjalan akan
menghilang sebelum gerak volunter tercapai
2.1.6 Pertumbuhan dan perkembangan anak usia pra sekolah (4-6 tahun)
2.1.6.1 Perkembangan Psikoseksual (Freud)
Usia prasekolah ini termasuk fase falik, genitalia menjadi
area yang menarik dan area tubuh yang sensitif. Disini mulai
mempelajari adanya perbedaan jenis kelamin perempuan dan
jenis kelamin laki-laki, dengan mengetahui adanya perbedaan
alat kelamin, pada fase ini anak sering meniru ibu dan
ayahnya. Misalnya dengan pakaian ayah/ibunya secara
psikologis pada fase ini mulai berkembang super ego, yaitu
anak mulai berkurang sifat egosentrisnya.
2.1.6.2 Perkembangan Psikososial
Perkembangan inisiatif diperoleh dengan cara mengkaji
lingkungan melalui kemampuan inderanya. Arah
mengembangkan keinginan dengan cara eksplorasi terhadap
apa yang ada di sekelilingnya. Hasil akhir yang diperoleh
adalah kemampuan untuk menghasilkan sesuatu sebagai
prestasi. Perasaan bersalah akan timbul pada anak apabila
14

anak tidak mampu berprestasi sehingga merasa tidak puas


atas perkembangan yang tercapai.
2.1.6.3 Sosialisasi
a. Hubungan dengan orang lain selain orang tua termasuk
kakek, nenek, saudara dan guru-guru disekolah.
b. Anak memerlukan interaksi yang baik dengan teman
yang sebaya untuk membantu mengembangkan
keterampilan sosial
c. Tujuan utama anak usia pra sekolah adalah membantu
mengembangkan keterampilan sosial anak.
2.1.6.4 Bermain dan mainan
a. Permainan anak usia prasekolah biasanya bersifat
asosiatif, interaktif dan koperatif
b. Anak usia pra sekolah memerlukan hubungan dengan
teman
c. Aktivitas harus meningkatkan pertumbuhan dan
keterampilan motorik seperti : melompat, berlari dan
memanjat
d. Permainan imitasi, imajinatif dan dramatis sangat
dibutuhkan untuk kepentingan pertumbuhan dan
perkembangan anak usia 4-6 tahun
2.1.7 Pengukuran pertumbuhan dan perkembangan
Menurut Soetjiningsih (2014) pertumbuhan dan perkembangan anak
berupa belajar secara bertahap untuk meningkatkan kemampuan untuk
mandiri, bekerja sama dengan orang lain dan bertanggungjawab
terhadap kelompoknya. Tes yang sering dipakai untuk mengetahui
pertumbuhan dan perkembangan anak salah satunya menggunakan
Denver II (Denver Development Scoring Test).
2.1.7.1 Denver II adalah revisi utama dan standararisasi ulang dari
Denver Development Screning Test (DDST) dan reviced
Denver Developmental Screening Test (DDST-R) Denver II
15

ini berada dari test skrining sebelumnya dalam bagian-bagian


yang meliputi bentuk, interpretasi dan rujukan seperti tes, tes
ini juga mengkaji motorik kasar, bahasa, motorik halus,
daptif dan perkembangan social personal pada anak-anak dari
1 bulan sampai 6 tahun.
2.1.7.2 Manfaat Denver II / DDST II
Denver II berisi 125 gugus tugas atau penilian yang disusun
dalam formulir menjadi 4 sektor untuk menjaring fungsi-
fungsi sebagai berikut:
a. Personal social ( sosial personal )
Penyesuaian diri dengan masyarakat dan perhatian
terhadap kebutuhan perorangan.
b. Fine motor adaptive (motorik halus adaptif)
Koordinasi mata tangan, memainkan atau menggunakan
benda-benda kecil pemecahan masalah
c. Language (bahasa)
Mendengar, mengerti, dan menggunaka bahasa.
d. Gross motor (motorik kasar)
Duduk, jalan, melompat, dan gerakan-gerakan umum
otot besar
2.1.7.3 Tujuan DDST II
Memantau pertumbuhan dan perkembangan anak mencapai
tingkat pertumbuhan dan perkembangan yang baik dan
optimal
2.1.7.4 Yang dapat melakukan stimulasi
a. Bidan
b. Perawat
c. Dokter
d. Psikolog
e. Psikiater
f. Phyisioterapist
16

g. Guru
h. Keluarga
i. Sosial worker
2.1.7.5 Kemampuan perkembangan yang distimulasi
a. Personal sosial, kemandirian, dan bergaul
b. Adaptif motorik halus
c. Bahasa,bicara dan kecerdasan
d. Motorik kasar
2.1.7.6 Cara pemeriksaan DDST II
a. Dilakukan secara kontinue
b. Harus dengan ibu atau pengasuh
c. Anak dan ibu dalam keadaan santai
d. Satu formulir digunakan beberapa kali pada satu pasien
e. Bayi diatas tempat tidur,anak duduk dikursi lengan diatas
meja
2.1.7.7 Prinsip dalam melakukan DDST II
a. Bertahap dan berkelanjutan
b. Dimulai dari tahapan perkembangan yang telah dicapai
anak
c. Alat bantu stimulasi yang sederhana
d. Suasana nyaman bervariasi
e. Perhatikan gerakan spontan oleh anak
f. Dilakukan dengan wajar dan tanpa paksaan,tidak
menghukum
g. Berikan pujian
h. Pada saat test menggunakan hanya satu alat
2.1.7.8 Alat yang dipakai
a. Benang sulaman merah
b. Kismis/ permen
c. Kerincingan dengan pegangan
d. Kubus kayu berwarna 8-10 bh
17

e. Lonceng kecil
f. Botol kaca bening
g. Boneka dan dot kecil
h. Cangkir plastik
i. Pensil warna
j. Kertas dll
2.1.7.9 Cara menghitung umur anak
Contoh kasus : Nanda, dibawa ibunya ke poli tumbang pada
tanggal 19 oktober 2009, tanggal lahir nanda 5 april 2007
hitunglah umur nanda dan gambar garis umurnya
Jawab
Tgl test 2009 10 19
Tgl lahir 2007 4 5
-------------------------------------------------
Umur anak 2 6 14
2.1.7.10 Cara melakukan DDST II
Ikuti petunjuk yang ada di lembar DDST II, apakah anak bisa
melakukan pada tiap sektor jika lulus maka tulis P = Passed,
gagal ( F = fail ) atau jika anak tidak mempunyai kesempatan
untuk melakukan uji coba tulis No oportunity = NO, dan jika
menolak untuk melakukan tulis R = Refusal. Kemudian tarik
garis berdasarkan umur yang memotong garis horisontal
tugas perkembangan pada formulir DDST
2.1.7.11 Penilaian hasil test DDST II
Interpretasi penilaian tiap item/gugus tugas adalah 0 = F (fail
/ gagal), M = R ( refusal / menolak), V = P ( pass / lewat )
dan No = no oportunity.
a. Advance
Apabila anak dapat melaksanakan tugas pada item di
sebelah kanan garis umur
18

b. Normal
Apabila anak gagal/menolak tugas pada item di sebelah
kanan garis umur. Apabila anak lulus, gagal/menolak
tugas di mana garis umur berada di antara 25-75%
(warna putih)
c. Caustion
Apabila anak gagal/menolak tugas pada item di mana
garis umur berada di antara 75%-90% (warna hijau)
d. Delay
Apabila anak gagal/menolak tugas pada item yang
berada di sebelah kiri garis umur
e. No oportunity
Anak mengalami hambatan, Anak tidak ada kesempatan
untuk melakukan ujicoba, Orang tua melaporkan anak
mengalami hambatan

Interpretasi hasil keseluruhan ( 4 sektor)


a. Normal : bila tidak ada delay, paling banyak 1 (satu)
caution, lakukan ulangan pemeriksaan berikutnya
b. Suspect : bila di dapatkan 2 (dua) / lebih caution atau bila
didapatkan 1 atau lebih delay, lakukan uji ulang dalam 1-
2 minggu untuk menghilangkan faktor sesaat (takut,
lelah, sakit dll)
c. Untestable : bila ada skor menolak satu atau lebih item
disebelah kiri garis umur, bila menolak lebih dari satu
item pada area 75 % - 90 % (warna hijau)

2.2 Perkembangan Bahasa


2.2.1 Pengertian perkembangan bahasa pada anak pra sekolah
Berbahasa anak usia dini merupakan suatu kegiatan yang meliputi
kemampuan mengungkapkan sesuatu, mendengar, dan memahami
19

bahasa dan juga dapat dengan membaca gambar dimana membaca


merupakan kegiatan yang bisa, mengungkapkan bahasa pada anak
usia dini dan dilakukan oleh anak usia dini. Membaca merupakan
kegiatan yang menyenangkan bagi anak apabila didalam membaca
terdapat sesuatu yang menarik untuk anak seperti terdapat gambar-
gambarnya. Anak juga dapat berkreasi dalam mengembangkan bacaan
yang dilihat dari gambar yang bermakna suatu tulisan (Irianto, 2014).

Menurut Mulyono (2003), mengemukakan bahwa membaca


merupakan pengenalan simbol-simbol bahasa tulis yang merupakan
stimulus yang membantu proses mengingat tentang apa yang di baca,
untuk membangun suatu pengertian melalui pengalaman yang telah
dimiliki. Menurut Irianto (2014), membaca dini ialah membaca yang
diajarkan secara terprogram kepada anak prasekolah. Program ini
menumpukan perhatian pada perkataan-perkataan utuh, bermakna
dalam konteks pribadi anak-anak dan bahan-bahan yang di berikan
melalui permainan dan kegiatan yang menarik sebagai perantara
pembelajaran.
2.2.2 Perkembangan Bahasa anak usia prasekolah
Penggunaan bahasa anak akan berkembang sesuai hukum alam, yaitu
mengikuti bakat, kodrat, dan ritme perkembangan yang alami. Namun
perkembangan tadi sangat dipengaruhi oleh lingkungan atau oleh
stimuli eksternal (pengaruh lingkungan). Disamping itu bahasa anak
terpadu erat dengan alam penghayatannya, terutama dengan emosi
atau perasaannya. Hal ini jelas terungkapkan dengan lagu, irama, dan
suara anak sewaktu ia mengucapkan kata-kata atau kalimat (Irianto,
2014).

Menurut Desmita (2009) perkembangan bahasa anak yang sesuai


dengan norma tata bahasa, belum bisa selesai pada usia 12-18 tahun.
Oleh karena itu anak harus banyak belajar bicara baik dengan
20

menggunakan bahasa yang halus. Pengembangan kemampuan dasar di


TK meliputi beberapa pengembangan berbahasa. Sebagai alat
komunikasi, bahasa merupakan sarana yang sangat penting dalam
kehidupan anak. Disamping itu bahasa juga merupakan alat untuk
menyatakan pikiran dan perasaan kepada orang lain yang sekaligus
berfungsi untuk memahami pikiran dan perasaan orang lain.

Perlu dikembangkan pada anak didik sejak usia Taman Kanak- Kanak.
Pengembangan kemampuan berbahasa di TK bertujuan agar anak
didik mampu berkomunikasi secara lisan dengan lingkungannya.
Lingkungan yang dimaksudkan adalah lingkungan di sekitar anak
antara lain lingkungan teman sebaya, teman bermain, orang dewasa,
baik yang ada di sekolah, dirumah maupun dengan tetangga di sekitar
tempat tinggalnya
2.2.3 Karakteristik perkembangan bahasa anak usia prasekolah
Berdasarkan dimensi perkembangan bahasa anak usia dini, pada usia
4- 6 tahun memiliki karakteristik perkembangan, antara lain :
2.2.3.1 Dapat berbicara dengan menggunakan kalimat sederhana
yang terdiri dari 4-5 kata.
2.2.3.2 Mampu melaksanakan tiga perintah lisan secara berurutan
dengan benar.
2.2.3.3 Senang mendengarkan dan menceritakan kembali cerita
sederhana dengan urut dan mudah dipahami.
2.2.3.4 Menyebut nama, jenis kelamin dan umurnya. menyebut nama
panggilan orang lain (teman, kakak, adik, atau saudara yang
telah dikenalnya ).
2.2.3.5 Mengerti bentuk pertanyaan dengan menggunakan apa,
mengapa dan bagaimana.
2.2.3.6 Dapat mengajukan pertanyaan dengan menggunakan kata
apa, siapa, dan mengapa.
21

2.2.3.7 Dapat menggunakan kata depan seperti di dalam, di luar, di


atas, di bawah, di samping.
2.2.3.8 Dapat mengulang lagu anak- anak dan menyanyikan lagu
sederhana.
2.2.3.9 Dapat menjawab telepon dan menyampaikan pesan
sederhana.
2.2.3.10 Dapat berperan serta dalam suatu percakapan dan tidak
mendominasi untuk selalu ingin didengar
2.2.4 Keterampilan berbahasa
Keterampilan Bahasa Anak Usia dini adalah, kemampuan anak dalam
mengungkapkan ataupun menerima bahasa baik secara lisan maupun
tulisan. Ada 4 keterampilan bahasa pada anak usia dini (Irianto, 2014),
yaitu :
2.2.4.1 Keterampilan berbahasa
Dapat ditunjukkan oleh anak dalam perilaku : menyapa,
memperkenalkan diri, bertanya, mendiskripsikan, melaporkan
kejadian, menyatakan suka / tidak suka, meminta ijin,
bantuan, mengemukakan alasan, memerintah atau menolak
sesuatu.
2.2.4.2 Keterampilan mendengar
Dapat ditunjukkan oleh anak dalam perilaku : mendengarkan
perintah, mendengarkan pertanyaan, mendengarkan orang
yang sedang bercerita dan mendengarkan orang yang
memberi petunjuk.
2.2.4.3 Keterampilan berbicara
Dapat ditunjukkan oleh anak dalam perilaku :
mengembangkan keterampilan bertanya, menyiapkan
kegiatan yang dapat dilakukan di dalam maupun di luar kelas,
menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan
menggunakan berbagai kegiatan yang bervariasi.
22

2.2.4.4 Keterampilan membaca


Membaca adalah kegiatan yang melibatkan unsur auditif
(pendengaran) dan visual (pengamatan)
2.2.5 Fungsi berbahasa
Bicara merupakan salah satu alat komunikasi yang paling efektif.
Semenjak anak masih bayi, sering kali menyadari bahwa dengan
mempergunakan bahasa tubuh dapat terpenuhi kebutuhannya. Namun
hal tersebut kurang mengerti apa yang dimaksud oleh anak. Oleh
karena itu baik bayi maupun anak kecil selalu berusaha agar orang lain
mengerti maksudnya. Hal ini yang mendorong orang untuk belajar
berbicara dan membuktikan bahwa berbicara merupakan alat
komunikasi yang paling efektif dibandingkan dengan bentuk-bentuk
komunikasi yang lain yang dipakai anak sebelum pandai berbicara.
Karena bagi anak, bicara tidak sekedar merupakan prestasi akan tetapi
juga berfungsi untuk mencapai tujuannya, misalnya:
2.2.5.1 Sebagai pemuas kebutuhan dan keinginan.
Dengan berbicara anak mudah untuk mcnjelaskan kebutuhan
dan keinginannya tanpa harus menunggu orang lain mengerti
tangisan, gerak tubuh atau ekspresi wajahnya. Dengan
demikian kemampuan berbicara dapat mengurangi frustasi
anak yang disebabkan oleh orang tua atau lingkungannya
tidak mengerti apa saja yang dimaksudkan oleh anak.
2.2.5.2 Sebagai alat untuk menarik perhatian orang lain.
Pada umumnya setiap anak merasa senang menjadi pusat
perhatian orang lain. Dengan melalui keterampilan berbicara
anak berpendapat bahwa perhatian orang lain terhadapnya
mudah diperoleh melalui berbagai pertanyaan yang diajukan
kepada orang tua misalnya apabila anak dilarang
mengucapkan kata-kata yang tidak pantas. Di samping itu
berbicara juga dapat untuk menyatakan berbagai ide
sekalipun sering kali tidak masuk akal bagi orang tua, dan
23

bahkan dengan mempergunakan keterampilan berbicara anak


dapat mendominasi situasi sehingga terdapat komunikasi
yang baik antara anak dengan teman bicaranya.
2.2.5.3 Sebagai alat untuk membina hubungan sosial.
Kemampuan anak berkomunikasi dengan orang lain
merupakan syarat penting untuk dapat menjadi bagian dari
kelompok di lingkungannya. Dengan keterampilan
berkomunikasi anak-anak lebih mudah diterima oleh
kelompok sebayanya dan dapat memperoleh kesempatan
lebih banyak untuk mendapat peran sebagai pcmimpin dari
suatu kelompok, jika dibandingkan dengan anak yang kurang
terampil atau tidak memiliki kemampuan berkomunikasi
dengan baik.
2.2.5.4 Sebagai alat untuk mengevaluasi diri sendiri.
Dari pernyataan orang lain anak dapat mengetahui bagaimana
perasaan dan pendapat orang tersebut terhadap sesuatu yang
telah dikatakannya. Di samping anak juga mendapat kesan
bagaimana lingkungan menilai dirinya. Dengan kata lain
anak dapat mengevaluasi diri melalui orang lain.
2.2.5.5 Untuk dapat mecmpengaruhi pikiran dan perasaan orang lain.
Anak yang suka berkomentar, menyakiti atau mengucapkan
sesuatu yang tidak menyenangkan tentang orang lain dapat
menyebabkan anak tidak populer atau tidak disenangi
lingkungannya. Sebaliknya bagi anak yang suka
mcngucapkan kata-kata yang menyenangkan dapat
merupakan modal utama bagi anak agar diterima dan
mendapat simpati dari lingkungannya.
2.2.5.6 Untuk mempengaruhi perilaku orang lain.
Dengan kemampuan berbicara yang baik dan penuh rasa
percaya diri anak dapat mempengaruhi orang lain atau teman
sebaya yang berperilaku kurang baik menjadi teman yang
24

bersopan santun. Kemampuan dan keterampilan berbicara


dengan baik juga dapat merupakan modal utama bagi anak
untuk menjadi pemimpin di lingkungan karena teman
sebayanya menaruh kepercayaan dan simpatik kepadanya.

2.3 Perkembangan Sosial


2.3.1 Pengertian Perkembangan sosial
Menurut Hurlock (2006) dalam Pratiwi (2015), Perkembangan Sosial
berarti “Perolehan kemampuan berperilaku yang sesuai dengan
tuntutan sosial. Menjadi orang yang mampu bermasyarakat
(sozialized) memerlukan tiga proses. Diantaranya adalah belajar
berperilaku yang dapat diterima secara sosial, memainkan peran sosial
yang dapat diterima, dan perkembangan sifat sosial. Perkembangan
sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial.
Dapat juga diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri
terhadap norma-norma kelompok, moral, dan tradisi, meleburkan diri
menjadi satu kesatuan dan saling berkomunikasi dan bekerja sama
(Irianto, 2014).

Perkembangan sosial biasanya dimaksudkan sebagai perkembangan


tingkah laku anak dalam menyesuaikan diri dengan aturan-aturan
yang berlaku di dalam masyarakat di mana anak berada.
Perkembangan sosial diperoleh dari kematangan dan kesempatan
belajar dari berbagai respons lingkungan terhadap anak dalam periode
prasekolah, anak dituntut untuk mampu menyesuaikan diri dengan
berbagai orang dari berbagai tatanan, yaitu keluarga, sekolah, dan
teman sebaya.

Menurut berbagai pendapat diatas, perkembangan sosial merupakan


perolehan kemampuan berperilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial
25

yang merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial baik


dalam tatanan keluarga, sekolah, dan masyarakat.
2.3.2 Tahapan perkembangan sosial
Setiap anak mempunyai tahapan perkembangan dalam segala aspek
perkembangannya, begitu pula pada bidang sosialnya. Perkembangan
tersebut didasarkan pada tahapan usia dari masing-masing anak.
Menurut Ahmadi (2005) dalam Pratiwi (2015) menjelaskan, tingkatan
perkembangan sosial anak menjadi 4 (empat) tingkatan sebagai
berikut,
2.3.2.1 Tingkatan pertama: Sejak dimulai umur 0-4/0-6 tahun, anak
mulai mengadakan reaksi positif terhadap oarng lain, antara
lain ia tertawa karena mendengar suara orang lain.
2.3.2.2 Tingkatan kedua: Adanya rasa bangga dan segan yang
terpancar dalam gerakan dan mimiknya, jika anak tersebut
dapat mengulangi yang lainnya. Contoh: Anak yang berebut
benda atau mainan, jika menang dai akan kegirangan dalam
gerak dan mimik. Tingkatan ini biasanya terjadi pada anak
usia ±2 tahun ke atas.
2.3.2.3 Tingkatan ketiga: Jika anak telah lebih dari umur ±2 tahun,
mulai timbul perasaan simpati (rasa setuju) dan atau rasa
antipati (rasa tidak setuju) kepada orang lain,baik yang sudah
dikenalnya atau belum.
2.3.2.4 Tingkatan keempat: Pada masa akhir tahun ke dua, anak
setelah menyadari akan pergaulannya dengan anggota
keluarga, anak timbul keinginan untuk ikut campur dalam
gerak dan lakunya.
2.3.2.5 Pada usia 4 tahun, anak makin senang bergaul dengan anak
lain terutama teman yang usianya sebaya. Ia dapat bermain
dengan anak lain berdua atau bertiga, tetapi bila lebih banyak
anak lagi biasanya mereka akan bertengkar.
26

2.3.2.6 Pada usia 5-6 tahun ketika memasuki usia sekolah, anak lebih
mudah diajak bermain dalam suatu kelompok. Ia juga mulai
memilih teman bermainnya seperti tetangga atau teman
sebayanya yang dilakukan di luar rumah.
2.3.3 Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan sosial anak
usia dini
Menurut Marmi dan Kukuh (2012) faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi perkembangan sosial anak usia dini yaitu :
2.3.3.1 Adanya kesempatan untuk bergaul dengan orang-orang yang
ada di sekitarnya dengan berbagai usia dan latar belakang.
2.3.3.2 Adanya minat dan motivasi untuk bergaul. Semakin banyak
pengalaman yang menyenangkan yang diperoleh melalui
pergaulan dan aktivitas sosialnya, minat dan motivasinya
untuk bergaul semakin berkembang.
2.3.3.3 Adanya bimbingan dan pengajaran dari orang lain, yang
biasanya menjadi “model” untuk anak. Walaupun
kemampuan sosialisasi ini dapat pula berkembang melalui
cara “coba-salah” (try and error), yang dialami oleh anak,
melalui pengalaman bergaul, tetapi akan efektif dengan
“meniru” perilaku orang lain dalam bergaul, tetapi akan lebih
efektif bila ada bimbingan dan pengajaran yang secara
sengaja diberikan oleh anak yang dapat dijadikan “model”
bergaul yang baik untuk anak.
2.3.3.4 Adanya kemampuan berkomunikasi yang baik yang dimiliki
anak. Dalam berkomunikasi dengan orang lain, anak tidak
hanya dituntut untuk berkomunikasi dengan kata-kata yang
dapat dipahami, tetapi juga dapat membicarakan topik yang
yang dapat dimengerti dan menarik untuk orang lain yang
menjadi lawan bicaranya.
27

2.3.4 Bentuk-bentuk tingkah laku sosial


Dalam perjalanan hidupnya, tingkah laku sosial anak pada awalnya
dipengaruhi dari lingkungan keluarganya. Kemudian pada selanjutnya,
perkembangannya dipengaruhi dari lingkungan sekolah dan
masyarakat. Perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh proses
perlakuan atau bimbingan orang tua terhadap anak dalam berbagai
aspek kehidupan sosial, atau norma-norma kehidupan bermasyarakat
serta mendorong dan memberikan contoh kepada anaknya bagaimana
menerapkan norma-norma ini dalam kehidupan sehari-hari. Proses
bimbingan orang tua lazim disebut sosialisasi (Marmi dan Kukuh,
2012)

Menurut Susanto (2012) dalam Pratiwi (2015) mengartikan,


“Sosialisasi itu sebagai proses belajar yang membimbing anak ke arah
perkembangan kepribadian sosial sehingga dapat menjadi anggota
masyarakat yang bertanggung jawab dan efektif. Sosialisasi dari orang
tua ini sangatlah diperlukan oleh anak, karena dia masih terlalu muda
dan belum memiliki pengalaman untuk membimbing
perkembangannya sendiri ke arah kematangan. Mulai bergaul atau
hubungan sosial baik dengan orang tua, anggota keluarga, orang
dewasa lainnya, maupun teman bermainnya, anak mulai
mengembangkan bentuk-bentuk tingkah laku sosial seperti berikut :
2.3.4.1 Pembangkangan (Negativisme), tingkah laku ini terjadi
sebagai reaksi terhadap penerapan disiplin atau tuntutan
orang tua atau lingkungan yangtidak sesuai dengan kehendak
anak.
2.3.4.2 Agresi (aggression), yaitu perilaku menyerang balik secara
fisik (nonverbal) maupun kata-kata (verbal). Agresi ini
merupakan salah satu bentuk reaksi terhadap frustasi (rasa
kecewa karena tidak terpenuhi kebutuhan atau keinginannya).
28

2.3.4.3 Berselisih atau bertengkar (quarelling), terjadi apabila


seseorang anak merasa tersinggung atau terganggu oleh sikap
dan perilaku anak lain, seperti diganggu pada saat
mengerjakan sesuatu atau direbut barang atau mainannya.
2.3.4.4 Menggoda (teasing), yaitu sebagai bentuk lain dari tingkah
laku agresif. Menggoda merupakan serangan mental terhadap
orang lain dalam bentuk verbal (katakatan ejekan atau
cemoohan). Sehingga menimbulkan reaksi marah pada orang
yang diserangnya.
2.3.4.5 Persaingan (rivalry), yaitu keinginan untuk melebihi orang
lain dan selalu didorong atau distimulasi oleh orang lain.
2.3.4.6 Kerja sama (cooperation), yaitu sikap mau bekerja sama
dengan kelompok.
2.3.4.7 Tingkah laku berkuasa (ascendant behaviour), yaitu sejenis
tingkah laku untuk menguasai situasi sosial, mendominasi,
atau bersikap bossines.
2.3.4.8 Mementingkan diri sendiri (selfishness), yaitu sikap
egosentris dalam memenuhi keinginannya.
2.3.4.9 Simpati (sympathy), yaitu sikap emosional yang mendorong
individu untuk menaruh perhatian terhadap orang lain, mau
mendekati atau bekerja sama dengannya.
2.3.5 Bentuk aktivitas sosial anak
Selain dengan teman sebayanya, anak-anak melakukan aktivitas sosial
dengan orang dewasa di sekitarnya. Menurut Somantri (2006) dalam
Pratiwi (2015) Salah satu ciri berkembangnya aktivitas sosial pada
masa kanak-kanak awal ini ditandai dengan adanya hubungan atau
kontak sosial baik dengan keluarga maupun dengan orang-orang di
luar keluarganya terutama dengan anak-anak seusianya. Mulai belajar
untuk menyesuaikan diri dan bekerja sama dengan teman-temannya.
Adapun teman bermain, tempat dan alat bermain, kesempatan
pendidikan di sekolah, kesemuanya akan mempengaruhi pertumbuhan
29

dan perkembangan anak. Anak yang memiliki teman bermain yang


mempunyai perangai kasar, akan membawa dampak kepada temannya
berperilaku yang sama. Begitu juga anak yang berteman dengan anak
yang berperangai lembut, karena anak mudah untuk mengikuti dan
meniru orang lain. Anehnya pengaruh teman bermain itu sendiri
ternyata lebih ampuh ketimbang keluarga atau dari orangtuanya
sendiri.

Pada masa prasekolah ini, anak mulai lebih mudah diajak bermain
dalam suatu kelompok. Ia juga mulai memilih teman bermainnya,
entah tetangga atau teman sebayanya yang dilakukan di luar rumah.
Pada anak-anak yang lebih besar, mereka akan memilih sendiri siapa
yang akan menjadi teman bermain. Biasanya anak perempuan lebih
menyukai teman perempuan karena adanya persamaan minat dan
kemampuan bermain yang sama pula.
2.3.6 Indikator perkembangan sosial
Seorang anak, dikatakan memiliki perkembangan sosial yang baik,
apabila memenuhi kriteria perkembangan sebagai berikut, pada aspek
sosial, indikator perubahan yang terjadi pada masa kanak-kanak antara
lain:
2.3.6.1 Anak semakin mandiri dan mulai menjauh dari orang tua dan
keluarga,
2.3.6.2 Anak lebih menekankan pada kebutuhan untuk berteman dan
membentuk kelompok dengan sebaya,
2.3.6.3 Anak memiliki kebutuhan yang besar untuk disukai dan
diterima oleh teman sebaya,
2.3.6.4 Anak mulai memiliki rasa tanggung jawab.
2.3.6.5 Anak mampu mengidentifikasi dan memahami perasaanya
sendiri,
2.3.6.6 Anak mampu mengatur perilakunya sendiri,
30

2.3.6.7 Anak mampu mengembangkan empati pada orang/teman


lain,
2.3.6.8 Menjalin dan memelihara hubungan

2.4 Perkembangan Motorik Kasar


2.4.1 Pengertian
Motorik kasar adalah kemampuan gerak tubuh yang menggunakan
otot-otot besar, sebagian besar atau seluruh anggota tubuh motorik
kasar diperlukan agar anak dapat duduk, menendang, berlari, naik
turun tangga dan sebagainya (Sunardi dan Sunaryo, 2007).
Perkembangan motorik kasar anak lebih dulu dari pada motorik
halus, misalnya anak akan lebih dulu memegang benda-benda yang
ukuran besar dari pada ukuran yang kecil.

Gerakan motorik kasar adalah kemampuan yang membutuhkan


koordinasi sebagian besar bagian tubuh anak. Gerakan motorik kasar
melibatkan aktivitas otot-otot besar seperti otot tangan, otot kaki dan
seluruh tubuh anak. Contoh, mendorong, melipat, menarik dan
membungkuk. Gerakan lokomotor adalah aktivitas gerak yang
memindahkan tubuh satu ke tempat lain. Contohnya, berlari,
melompat, jalan dan sebagainya, sedangkan gerakan yang manipulatif
adalah aktivitas gerak manipulasi benda. Contohnya, melempar,
menggiring, menangkap, dan menendang.

Berdasarkan uraian di atas, dapat ditegaskan bahwa kegiatan motorik


kasar adalah menggerakkan berbagai bagian tubuh atas perintah otak
dan mengatur gerakan badan terhadap macam-macam pengaruh dari
luar dan dalam. Motorik kasar sangat penting dikuasai oleh
seseorang karena bisa melakukan aktivitas sehari-hari, tanpa
mempunyai gerak yang bagus akan ketinggalan dari orang lain,
seperti: berlari, melompat, mendorong, melempar, menangkap,
31

menendang dan lain sebagainya, kegiatan itu memerlukan dan


menggunakan otot-otot besar pada tubuh seseorang
2.4.2 Unsur-unsur keterampilan motorik kasar
Keterampilan motorik setiap orang pada dasarnya berbeda-beda
tergantung pada banyaknya gerakan yang dikuasainya.
Memperhatikan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
keterampilan motorik kasar unsur-unsurnya identik dengan unsur yang
dikembangkan dalam kebugaran jasmani pada umumnya.
Perkembangan motorik merupakan perkembangan unsur kematangan
dan pengendalian gerak tubuh. Ada hubungan yang saling
mempengaruhi antara kebugaran tubuh, keterampilan, dan kontrol
motorik (Wong, 2012)

Fatimah (2013) menyatakan bahwa kebugaran jasmani dapat


dikelompokkan menjadi tiga yaitu: (a) kebugaran statistik, (b)
kebugaran dinamis, (c) kebugaran motoris. Unsur-unsur kesegaran
jasmani meliputi kekuatan, daya tahan, kecepatan, kelincahan,
kelenturan, koordinasi, ketepatan dan keseimbangan.

Menurut Berhman, Kliegman & Arvin, (2006), Unsur-unsur


keterampilan motorik di antaranya:
2.4.2.1 Kekuatan adalah keterampilan sekelompok otot untuk
menimbulkan tenaga sewaktu kontraksi. Kekuatan otot harus
dimiliki anak sejak dini. Apabila anak tidak memiliki
kekuatan otot tentu anak tidak dapat melakukan aktivitas
bermain yang menggunakan fisik seperti: berlari, melompat,
melempar, memanjat, bergantung, dan mendorong.
2.4.2.2 Koordinasi adalah keterampilan untuk mempersatukan atau
memisahkan dalam satu tugas yang kompleks. Dengan
ketentuan bahwa gerakan koordinasi meliputi kesempurnaan
waktu antara otot dengan sistem syaraf. Sebagai contoh: anak
32

dalam melakukan lemparan harus ada koordinasi seluruh


anggota tubuh yang terlibat. Anak dikatakan baik koordinasi
gerakannya apabila anak mampu bergerak dengan mudah,
lancar dalam rangkaian dan irama gerakannya terkontrol
dengan baik.
2.4.2.3 Kecepatan adalah sebagai keterampilan yang berdasarkan
kelentukan dalam satuan waktu tertentu. Misal: berapa jarak
yang ditempuh anak dalam melakukan lari empat detik,
semakin jauh jarak yang ditempuh anak, maka semakin tinggi
kecepatannya.
2.4.2.4 Keseimbangan adalah keterampilan seseorang untuk
mempertahankan tubuh dalam berbagai posisi.
Keseimbangan di bagi menjadi dua bentuk yaitu:
keseimbangan statis dan dinamis. Keseimbangan statis
merujuk kepada menjaga keseimbangan tubuh ketika berdiri
pada suatu tempat. Keseimbangan dinamis adalah
keterampilan untuk menjaga keseimbangan tubuh ketika
berpindah dari suatu tempat ke tempat lain. Ditambahkannya
bahwa keseimbangan statis dan dinamis adalah
penyederhanaan yang berlebihan. Ditambahkan kedua
elemen keseimbangan kompleks dan sangat spesifik dalam
tugas dan gerak individu.
2.4.2.5 Kelincahan adalah keterampilan seseorang mengubah arah
dan posisi tubuh dengan cepat dan tepat pada waktu bergerak
dari titik ke titik lain. Misalnya: bermain menjala ikan,
bermain kucing dan tikus, bermain hijau hitam semakin cepat
waktu yang ditempuh untuk menyentuh maupun kecepatan
untuk menghindar, maka semakin tinggi kelincahanya.
33

2.5 Perkembangan Motorik Halus


2.5.1 Pengertian perkembangan motorik halus
Anak usia dini yaitu anak yang sedang pesat pertumbuhan dan
perkembangannya baik itu fisik dan psikis serta anak-anak yang
berusia dibawah 6 tahun. Jadi mulai dari anak itu lahir hingga ia
mencapai umur 6 tahun ia akan dikategorikan sebagai anak usia dini.
Beberapa orang menyebut fase atau masa ini sebagai “golden age‟
karena masa ini sangat menentukan seperti apa mereka kelak jika
dewasa baik dari segi fisik, mental maupun kecerdasan. Tentu saja ada
banyak faktor yang akan sangat mempengaruhi mereka dalam
perjalanan mereka menuju kedewasaan, tetapi apa yang mereka dapat
dan apa yang diajarkan pada mereka pada usia dini akan tetap
membekas dan bahkan memiliki pengaruh dominan dalam mereka
menentukan setiap pilihan dan langkah hidup. Anak usia dini adalah
sosok individu yang sedang menjalani proses perkembangan dengan
pesat dan fundamental bagi kehidupan selanjutnya.

Kemudian menurut Yusuf & Sugandhi dalam Fatimah (2013),


mengungkapkan bahwa anak usia dini merupakan masa
perkembangan dan pertumbuhan yang sangat menentukan masa
selanjutnya. Salah satu kemampuan yang dikembangkan di PAUD
adalah perkembangan motorik halus. Perkembangan motorik halus
berkaitan dengan perkembangan kemampuan dalam menggunakan
jari-jari tangan untuk melakukan berbagai kegiatan. Misalnya,
kemampuan memindahkan benda dari tangan, mencoret-coret,
menyusun balok, menggunting, menulis dan sebagainya.
Perkembangan motorik halus dipandang penting untuk dipelajari,
karena baik secara langsung maupun tidak langsung akan
mempengaruhi perilaku anak setiap hari.
34

Keterampilan motorik adalah kemampuan seseorang untuk melakukan


gerakan terkoordinasi menggunakan kombinasi berbagai tindakan
otot. Keterampilan motorik halus cenderung dilakukan oleh otot-otot
yang lebih kecil seperti yang di tangan dan menghasilkan tindakan
seperti menulis dan menggambar (Berhman, Kliegman & Arvin,
2006)

Motorik halus adalah gerakan yang dilakukan oleh bagian – bagian


tubuh tertentu dan hanya melibatkan sebagian kecil otot tubuh.
Gerakan ini tidak memerlukan tenaga, tapi perlu adanya koordinasi
antara mata dan tangan. Gerak motorik halus merupakan hasil latihan
dan belajar dengan memperhatikan kematangan gungsi organ
motoriknya (Berhman, Kliegman & Arvin, 2006).
2.5.2 Fungsi perkembangan motorik halus
Perkembangan gerak motorik halus adalah meningkatnya
pengkoordinasian gerak tubuh yang melibatkan otot dan saraf yang
jauh lebih kecil atau detail. Kelompok otot dan saraf inilah yang
nantinya mampu mengembangkan gerak motorik halus seperti
meremas kertas, menyobek, menggambar, menempel, dan sebagainya.

Pada anak usia dini perkembangan motorik haruslah dikembangkan


dengan sebaik baiknya. Terkadang perkembangan motorik halus pada
anak PAUD terlihat jelas. Anak di usia ini sudah belajar dengan
sendirinya tentang mengembangkan kemampuan motorik halusnya,
seperti: Belajar menyisir rambut, memakai sepatu saat mau berangkat
sekolah, sikat gigi, keramas dll.
2.5.3 Keterampilan Motorik Halus
Selain perkembangan motorik kasar anak seperti kemampuan anak
untuk duduk, merangkak, berjalan dan berlari, sebagai orang tua Anda
juga harus memperhatikan perkembangan motorik halus anak, terlebih
setelah anak memasuki usia 12 bulan atau satu tahun pertamanya.
35

Perkembangan motorik halus adalah perkembangan pada otot-otot


anak untuk melakukan beberapa tindakan yang membutuhkan
koordinasi. Seperti memegang benda-benda tertentu, menulis, melipat
kertas dan lain sebagainya. Memperhatikan dan melatih motorik halus
sangat penting karena ini akan membantunya untuk beraktivitas ketika
memasuki usia sekolah nantinya.

Perkembangan motorik halus mulai tampak pada usia empat bulan


sampai anak memasuki masa masuk sekolah, diantaranya usia:
2.5.3.1 4 bulan mampu bermain-main dengan kedua tangannya.
2.5.3.2 8 bulan mampu menggenggam balok mainan dengan seluruh
permukaan tangan.
2.5.3.3 12 bulan mampu mengambil benda kecil dengan ujung ibu
jari dan jari telunjuk.
2.5.3.4 18 Bulan mampu menyusun 3 balok mainan.
2.5.3.5 24 bulan mampu membuka botol dengan memutar tutupnya.
2.5.3.6 26 bulan mampu meniru garis tegak, garis datar dan
lingkaran.
2.5.3.7 48 bulan mampu memegang pensil dengan ujung jari.
2.5.3.8 60 bulan mampu meniru tanda tambah (+) dan kotak.
2.5.4 Perbedaan perkembangan motorik kasar dan motorik halus
‘Tabel 2.1 Perkembangan motorik anak pra sekolah
No Motorik Kasar Motorik Halus
1 Berlari dan langsung menendang bola Mengikat tali sepatu
2 Melompat-lompat dengan kaki Memasukkan surat ke dalam
bergantian amplop
3 Melambungkan bola tennis dengan Mengoleskan selai di atas roti
satu tangan dan menangkapnya
4 Berjalan pada garis yang sudah Membentuk
ditentukan
5 Berjinjit dengan tangan di pinggul Mencuci dan mengeringkan
muka tanpa membasahi baju
6 Menyentuh jari kaki tanpa menekuk Memasukkan benang ke dalam
lutut jarum
7 Mengayuh satu kaki ke depan atau
ke belakang tanpa kehilangan
keseimbangan
36

2.6 Pola asuh orang tua


2.6.1 Pengertian pola asuh
Pola asuh adalah cara mendidik, mengasuh (Kamus Bahasa Indonesia,
1991) dalam Pratiwi (2015). Menurut Hurlock (2006) dalam Pratiwi
(2015) pola asuh adalah pola sikap atau perlakuan orang tua terhadap
anak-anaknya yang memiliki pengaruh terhadap kepribadian anak.
Pengertian pola asuh dalam penelitian ini diartikan sebagai sikap,
prilaku atau tindakan tertentu yang berkenaan dengan orang tua,
dalam mendidik anak-anaknya.

Menurut Berhman, Kliegman & Arvin (2006) pola asuh orang tua
merupakan pola interaksi antara anak dengan orang tua yang meliputi
bukan hanya pemenuhan fisik dan psikologis tetapi juga norma-norma
yang berlaku di masyarakat agar dapat hidup selaras dengan
lingkungan. Pola asuh orang tua merupakan salah satu faktor penting
dalam mengembangkan ataupun menghambat tumbuhnya kreativitas.
Seorang anak yang dibiasakan dengan suasana keluarga yang terbuka,
saling menghargai, saling menerima dan mendengarkan pendapat
anggota keluarganya, maka ia akan tumbuh menjadi generasi yang
terbuka, fleksibel, penuh inisiatif dan produktif, suka akan tantangan
dan percaya diri (Rachmawati, 2011)

Perilaku kreatif dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Lain


halnya jika seorang anak dibesarkan dengan pola asuh yang
mengutamakan kedisplinan yang tidak dibarengi dengan toleransi,
wajib menaati peraturan, memaksakan kehendak, yang tidak
memberikan peluang bagi anak untuk berinisiatif, maka yang muncul
adalah generasi yang tidak memiliki visi masa depan, tidak punya
keinginan untuk maju dan berkembang, siap berubah dan beradaptasi
dengan baik, terbiasa berpikir satu arah (linier), dan lain sebagainya
(Rachmawati, 2011).
37

Masing-masing pola asuh orang tua yang ada, akan memberikan


pengaruh yang berbeda terhadap pembentukan kepribadian dan
perilaku anak. Orang tua merupakan lingkungan terdekat yang selalu
mengitari anak sekaligus menjadi figur dan idola mereka. Model
perilaku orang tua secara langsung maupun tidak langsung akan
dipelajari dan ditiru oleh anak. Anak meniru bagaimana orang tua
bersikap, bertutur kata, mengekspresikan harapan, tuntutan dan
kritikan satu sama lain, menanggapi dan memecahkan masalah serta
mengungkapan perasaan dan emosinya (Yusuf, 2013) dalam
Amperiana (2014).

Menurut pendapat Baumrind (2012) dalam Amperiana (2014),


menyebutkan tiga tipe pola asuh: otoriter, otoritatif/demokratis, dan
permisif. Otoriter (authoritarian parenting) menetapkan aturan atau
standar perilaku yang dituntut untuk diikuti secara kaku dan tidak
boleh dipertanyakan, demokratis atau otoritatif (authoritative
parenting) menekankan menghormati individualitas anak, mendorong
anak agar belajar mandiri, namun orang tua tetap memegang kendali
atas anak, pola asuh permisif (permisif parenting) dapat dikatakan
sebagai pola asuh tanpa penerapan disiplin pada anak (Atkinson et al,
2012) dalam Amperiana (2014).

Orang tua adalah orang-orang yang mempunyai tugas untuk


mendefinisikan apa yang baik dan apa yang dinggap buruk oleh anak.
Sehingga anak akan merasa baik bila tingkah lakunya sesuai dengan
norma tingkah laku yang diterima di keluarga dan masyarakat
(Winnetou, 2011). Pola asuh merupakan pola pengasuhan yang
berlaku dalam keluarga, interaksi antara orang tua dan anak selama
mengadakan kegiatan pengasuhan. Kegiatan pengasuhan dilakukan
dengan mendidik, membimbing, memberi perlindungan, serta
pengawasan terhadap anak. Pengalaman dan pendapat individu
38

menjadikan perbedaan penerapan pola asuh orang tua terhadap anak


(Hartati, 2012) dalam Fatimah (2013).

Pola asuh orang tua dalam perkembangan anak adalah sebuah cara
yang digunakan dalam proses interaksi yang berkelanjutan antara
orang tua dan anak untuk membentuk hubungan yang hangat dan
memfasilitasi anak untuk mengembangkan kemampuan anak yang
meliputi perkembangan motorik halus, motorik kasar, bahasa dan
kemampuan sosial sesuai dengan tahap perkembangannya, (Supartini
dalam Kurniawati dkk, 2011) dalam Fatimah (2013).
2.6.2 Jenis-Jenis Pola Asuh Orang Tua
Pola asuh merupakan proses di dalam keluarga, interaksi orang tua
dan anak. Pola asuh diterapkan sejak anak lahir dan disesuaikan
dengan usia serta tahap perkembangan (Hartati, 2012) dalam Fatimah
(2013).
2.6.2.1 Pola asuh otoriter
Pola asuh otoriter cenderung menetapkan standar yang
mutlak harus dituruti, biasanya dibarengi dengan ancaman-
ancaman. Orang tua tipe ini cenderung memaksa,
memerintah, dan menghukum. Apabila anak tidak mau
melakukan apa yang dikatakan oleh orang tua, maka orang
tua tipe ini tidak segan menghukum anak. Orang tua tipe ini
juga tidak mengenal kompromi, dan dalam komunikasi
biasanya bersifat satu arah. Orang tua tipe ini akan
memerlukan umpan balik dari anaknya untuk mengerti
mengenai anaknya.

Pola asuh otoriter akan meghasilkan karakteristik anak yang


penakut, pendiam, tertutup, tidak berinisiatif, gemar
menantang, suka melanggar norma, berkepribaian lemah,
cemas dan menarik diri. Pola asuh otoriter, orang tua
39

melakukan kontrol ketat terhadap perilaku anak dengan


menentukan seluruh kebijaksanaan, banyak memberi
perintah, anak tidak boleh memberikan pendapat dan
mengkritik, anak harus mengikuti pendapat dan keinginan
orang tua. Jadi kekuasaan mengatur prilaku anak sepenuhnya
terletak pada orang tua. Banyak orang tua yang menerapkan
pola asuh otoriter karena mereka sangat takut jika anaknya
berbuat kesalahan. Banyak orang tua yang mengeluh
mengenai anaknya yang sulit diatur atau tidak mau menurut.

Beberapa orang tua langsung bereaksi keras melarang


anaknya bila melihat anak mulai melakukan hal-hal yang
berbahaya atau tidak berkenan di hati orang tua. Pelarangan
ini tidak keliru, karena tidak ada orang tua yang
menginginkan anaknya mengalami hal-hal yang
membahayakan bagi dirinya. Tapi pelarangan tadi tidak
efektif mencegah anak untuk tidak melakukan perbuatan
yang dilarang itu, walaupun mematuhinya biasanya hanya
bersifat sementara.

Bila orang tuanya tidak mengawasinya, anak akan kembali


melakukannya. Hal seperti ini sebetulnya lebih berbahaya
karena anak akan melakukannya secara diam-diam sehingga
tidak lagi terpantau oleh orang tua. Dan pada akhirnya
berbohong merupakan cara efektif bagi anak untuk
menghindari kemarahan orang tua, apabila ketahuan atau
tertangkap basah melakukan kesalahan tersebut.

Pola asuh ini bersifat memaksa, keras dan kaku, dimana


orang tua akan marah jika anak melakukan sesuatu yang
tidak. Dalam pola asuh ini, hukuman mental dan fisik akan
40

sering diterima oleh anak-anak dengan alasan agar anak terus


tetap patuh dan disiplin serta menghormati orang tua yang
telah membesarkannya

Ciri-cirinya antara lain orang tua bertindak keras,


memaksakan disiplin, memberikan perintah dan larangan
anak harus mematuhi peraturan-peraturan orang tua dan tidak
boleh membantah orang tua, orang tua disini sangat berkuasa
2.6.2.2 Pola asuh otoritatif/demokratis
Pola asuh otoritatif/demokratis adalah jenis pola asuh yang
mana orang tua memberi kebebasan kepada anak untuk
berkreasi dan mengeksoplorasi berbagai hal, tentu dengan
batasan dan pengawasan yang baik dari orang tua. Pola asuh
ini dianggap sesuai dan baik untuk diterapkan oleh orang tua.
Anak yang diasuh dengan pola asuh ini akan hidup ceria,
menyenangkan, kreatif, cerdas, percaya diri, terbuka pada
orang tua, tidak mudah stres dan depresi, berprestasi baik,
disukai lingkungan dan masyarakat.

Menurut pendapat Hurlock (2006) dalam Pratiwi (2015)


mengemukakan pola asuh demokratis adalah pola asuh yang
dicirikan sebagai orang tua yang melihat pada pentingnya
anak mengetahui mengapa suatu peraturan dibuat, anak juga
diberi kesempatan untuk berbicara atau memberi alasan
ketika melanggar peraturan. Hukuman yang diberikan
tergantung pelanggarannya dan bersifat mendidik. Selain itu,
orang tua juga memberikan hadiah dalam bentuk pujian
ketika anak berperilaku baik. Anak yang mendapat pola asuh
demokratis, mereka akan tumbuh sebagai pribadi yang
mampu mengendalikan diri secara umum dan memiliki
konsep diri yang positif.
41

Menurut Amperiana (2014) mengemukakan bahwa pola asuh


demokratis merupakan jenis pola asuh yang paling
mendukung kepribadian anak masa kini. Orang tua dengan
pola asuh demokratis akan memberikan kehangatan,
perhatian, kasih sayang, dukungan, dan arahan bagi anak
untuk melakukan hal-hal yang berguna.

Jenis pola asuh ini memiliki ciri-ciri orang tua dalam


menentukan peraturan terlebih dahulu mempertimbangkan
dan memperhatikan keadaan, perasaan dan pendapat anak,
musyawarah dalam mencari jalan keluar suatu permasalahan,
hubungan antar keluarga saling menghormati, adanya
hubungan yang harmonis antara anggota keluarga, adanya
komunikasi dua arah, memberikan bimbingan dengan penuh
pengertian.
2.6.2.3 Pola asuh permisif
Pola asuh permisif adalah jenis pola asuh yang mana orang
tua bersikap cuek terhadap anak. Pola ini dapat disebut juga
sebagai pola pembiaran. Karena dalam pola ini orang tua
membiarkan apapun yang dilakukan oleh anaknya. Misalnya
tidak mau sekolah, tidak pulang ke rumah, atau pulang sesuka
hati, memiliki pergaulan bebas dan negatif dan sebagainya
(Fatimah, 2013).

Penyebab dari jenis pola asuh ini adalah karena orang tua
terlalu sibuk dengan pekerjaannya atau urusan lainnya
sehingga tidak memiliki waktu untuk mendidik dan
mengasuh anaknya dengan baik. Anak-anak hanya diberi
materi atau harta, terserah anak mau tumbuh dan berkembang
seperti apa. Bila orang tua menerapkan jenis pola asuh ini,
42

maka anak akan merasa tidak berarti, rendah diri, liar dan
nakal (Fatimah, 2013)

Pola asuh permisif atau pemanja biasanya orang tua


memberikan pengawasan yang sangat longgar. Memberikan
kesempatan pada anaknya untuk melakukan sesuatu tanpa
melakukan pengawasan yang cukup darinya. Orang tua tipe
ini biasanya bersifat hangat, sehingga seringkali disukai oleh
anak. Pola asuh permisif akan menghasilkan karakterisik
anak-anak yang impulsif, agresif, tidak patuh, manja, kurang
mandiri, mau menang sendiri, kurang percaya diri, dan
kurang matang secara sosial (Fatimah, 2013).

Pola asuh permisif ini muncul karena adanya kesenjangan


atas pola asuh. Namun disisi lain, orang tua tidak tahu apa
yang seharusnya dilakukan terhadap putra putri mereka,
sehingga mereka menyerahkan begitu saja pengasuhan anak-
anak mereka kepada masyarakat dan media massa yang ada.
Sambil berharap suatu saat akan terjadi suatu keajaiban yang
datang untuk menyulap anak-anak mereka sehingga menjadi
pribadi yang soleh dan soleha (Fatimah, 2013).

Pola asuh permisif yang cenderung memberikan kebebasan


terhadap anak untuk berbuat apa saja yang tidak kondusif
bagi pembentukan karakter anak. Bagaimanapun anak tetap
memerlukan arahan dari orang tua untuk mengenal mana
yang baik dan mana yang salah. Dengan memberikan
kebebasan yang berlebihan, apalagi terkesan membiarkan,
akan membuat anak bingung dan berpotensi salah arah. Pola
asuh permisif mempunyai ciri diantaranya, dominasi terhadap
anak, sikap longgar atau kebebasan dari orang tua, tidak ada
43

bimbingan dan pengarahan dari orang tua, kontrol dan


perhatian orang tua sangat kurang (Fatimah, 2013).

Anak-anak yang dimanja akan tumbuh menjadi generasi yang


kurang percaya diri, cengeng dan tidak survive dalam
menghadapi masalah, lambat untuk dewasa, mudah dibujuk
serta ditipu dan kurang dapat menghargai orang lain dan
kurang memiliki kepedulian sosial. (Fatimah, 2013). Ciri-ciri
pola asuh Permisif ditandai dengan adanya sikap orang tua
yang mengalah dan menerima, selalu menuruti kehendak
anak, memberikan penghargaan yang berlebihan, mengalah
dan selalu memberikan perhatian yang berlebihan (Fatimah,
2013)
2.6.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi pola asuh orang tua
2.6.3.1 Usia orang tua
Umur merupakan indikator kedewasaan seseorang, semakin
bertambah umur semakin bertambah pengetahuan dan
pengalaman yang dimiliki mengenai perilaku yang sesuai
untuk mendidik anak. Anak-anak dengan orang tua usia muda
akan mendapatkan pengawasan yang lebih longgar karena
dalam diri orang tua usia muda cenderung memiliki sifat
toleransi yang tinggi dan memaklumi terhadap anak. Usia ibu
muda juga dapat mempengaruhi sumber daya yang tersedia
untuk anak (Wong, 2012)
2.6.3.2 Jenis kelamin orang tua
Perbedaan gender diantara orang tua akan ikut berpengaruh
dalam cara mereka mengasuh anak, hal ini mungkin
disebabkan karena realisasi perbedaan dalam bagaimana
mereka berpikir dan berperilaku. Diantara ayah dan ibu,
keduanya memiliki keinginan untuk melakukan apa yang
menurut mereka benar untuk memaksimalkan potensi anak-
44

anak mereka. Misalnya seorang ibu ingin putrinya menjadi


lebih tegas dan mahir dalam bersosialisasi dan seorang ayah
ingin anaknya menjadi, lebih fleksibel, tumbuh dengan tegas
dan berkepribadian kuat (Wong, 2012).
2.6.3.3 Pendidikan dan wawasan orang tua
Tingkat pendidikan dan pengetahuan orang tua serta
pengalaman sangat berpengaruh dalam mengasuh anak.
Pendidikan akan memberikan dampak bagi pola pikir dan
pandangan orang tua dalam mendidik anaknya. Orang tua
yang memiliki tingkat pendidikan dan wawasan yang tinggi
akan memperhatikan dan merawat anak sesuai dengan usia
perkembangannya dan akan menunjukkan penyesuaian
pribadi dan sosial yang lebih baik yang akan membuat anak
memiliki pandangan positif terhdap orang lain dan
masyarakat (Wong, 2012).

Penelitian telah menunjukkan bahwa ketika ibu memiliki


pengetahuan yang lebih tinggi terhadap perkembangan anak,
mereka menunjukkan tingkat keterampilan pengasuhan yang
lebih tinggi, anak-anak mereka memiliki kemampuan kognitif
yang lebih tinggi dan sedikit masalah perilaku (Wong, 2012)
2.6.3.4 Kondisi sosial ekonomi orang tua
Tingkat sosial ekonomi sangat mempengaruhi pola asuh yang
dilakukan oleh suatu masyarakat, rata-rata keluarga dengan
sosial ekonomi yang cukup baik akan memilih pola asuh
yang sesuai dengan perkembangan anak. Untuk anakanak
yang hidup dalam kemiskinan, watak yang terbentuk akan
lebih keras karena faktor-faktor lain dalam lingkungan sosial
anak di samping orang tua telah ditemukan memiliki dampak
pada perkembangan anak (Wong, 2012).
45

Suatu penelitian tahun 2010 menunjukkan ada pola


pengasuhan yang berbeda antara orang tua berdasarkan status
ekonominya. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa orang
tua yang telah mendapatkan penghasilan lebih dari 40.000
ribu/bulanan memiliki skor yang lebih tinggi untuk pola asuh
permisif dari orang tua berpenghasilan rendah.
2.6.3.5 Kondisi psikologi orang tua
Psikologis orang tua juga mempengaruhi cara orang tua
dalam mengasuh anak, orang tua yang rentan terhadap emosi
negatif, baik itu depresi, lekas marah, cenderung berperilaku
kurang peka dan lebih keras dari Orang tua lainnya.
Karakteristik kepribadian orang tua juga berperan dalam
mempengaruhi emosi yang mereka alami, kognitif dan
atribusi yang berdampak pada perkembangan kepribadian
anak (Wong, 2012)
2.6.3.6 Pengasuh pendamping
Orang tua, terutama ibu yang bekerja di luar rumah dan
memiliki lebih banyak waktu di luar rumah, seringkali
mempercayakan pengasuhan anak kepada nenek, tante atau
keluarga dekat lain. Bila tidak ada keluarga tersebut maka
biasanya anak dipercayakan pada pembantu (babysitter).
Dalam tipe keluarga seperti ini, anak memperoleh jenis
pengasuhan yang kompleks sehingga pembentukan
kepribadian anak tidak sepenuhnya berasal dari pola asuh
orang tua (Wong, 2012)
2.6.3.7 Budaya
Sering kali orang tua mengikuti cara-cara yang dilakukan
oleh masyarakat dalam mengasuh anak. Karena pola-pola
tersebut dianggap berhasil dalam mendidik anak kearah
kematangan. Orang tua mengaharapkan kelak anaknya dapat
diterima di masyarakat dengan baik. Oleh karena itu
46

kebudayaan atau kebiasaan masyarakat dalam mengasuh


anak juga mempengaruhi setiap orang tua dalam memberikan
pola asuh pada anaknya (Wong, 2012)
2.6.4 Karakteristik anak berdasarkan jenis pola asuh orang tua
Menurut Wong (2012) dalam penelitiannya yang berjudul pengaruh
pola asuh orang tua terhadap tingkat kooperatif anak usia 3-5 tahun
dalam perawatan gigi dan mulut, mengelompokkan karakteristik anak
berdasarkan jenis pola asuh yang diterapkan oleh orang tua, yaitu :
2.6.4.1 Pola asuh otoriter
Pola asuh otoriter ini dapat mengakibatkan anak menjadi
penakut, pencemas, menarik diri dari pergaulan, kurang
adaptif, mudah curiga pada orang lain dan mudah stress.
Selain itu, orang tua seperti ini juga akan membuat anak tidak
percaya diri, pendiam, tertutup, tidak berinisiatif, gemar
menentang, suka melanggar norma, kepribadian lemah dan
seringkali menarik diri dari lingkungan sosialnya, bersikap
menunggu dan tak dapat merencakan sesuatu dengan baik.
2.6.4.2 Pola asuh demokratif
Literatur yang ada telah mendokumentasikan bahwa pola
asuh demokratif secara signifikan terkait dengan hasil
perkembangan yang positif antara anak-anak. Baumrind dari
hasil penelitiannya menemukan bahwa teknik-teknik asuhan
orang tua yang demokratif akan menumbuhkan keyakinan
dan kepercayaan diri maupun mendorong tindakan-tindakan
mandiri membuat keputusan sendiri akan berakibat
munculnya tingkah laku mandiri yang bertanggung jawab.
Pola asuh demokratif ini juga dapat membuat anak mudah
berinteraksi dengan teman sebayanya dengan baik, mampu
menghadapi stress, mempunyai minat terhadap hal-hal yang
baru, kooperatif dengan orang dewasa, penurut, patuh, dan
berorientasi pada prestasi.
47

2.6.4.3 Pola asuh permisif


Pola asuh permisif ini dapat mengakibatkan anak agresif,
tidak patuh pada orang tua, merasa berkuasa dan kurang
mampu mengontrol diri. Karakter anak dengan pola asuh
orang tua demikian menjadikan anak impulsif, manja, kurang
mandiri, mau menang sendiri, kurang percaya diri dan kurang
matang secara sosial. Dalam referensi lain disebutkan bahwa
anak yang diasuh orang tuanya dengan metode semacam ini
nantinya bisa berkembang menjadi anak yang kurang
perhatian, merasa tidak berarti, rendah diri, nakal, memiliki
kemampuan sosialisasi yang buruk, kontrol diri buruk, salah
bergaul, kurang menghargai orang lain dan agresif.
48

2.7 Kerangka Konseptual


Kerangka konseptual adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep satu
terhadap konsep yang lainya dari masalah yang ingin diteliti. Kerangka
konsep ini gunanya untuk menghubungkan atau menjelaskan secara panjang
lebar tentang suatu topik yang akan dibahas (Hidayat, 2010). Kerangka
konseptual penelitian hubungan antara pola asuh orang tua dengan
perkembangan anak pra sekolah di PAUD Cerdas Rantau Badauh Kabupaten
Barito Kuala tahun 2017
Variabel Independen Variabel Dependen

Faktor Keluarga
• Hubungan antar orang tua, saudara dan anak
dengan orang tua
• Urutan anak dalam keluarga
• Jumlah keluarga
• Harapan orang tua terhadap anak Perkembangan
• Perlakuan keluarga terhadap anak (pola Asuh anak pra sekolah
orang tua)

Faktor diluar Keluarga


• Interaksi dengan teman sebaya
• Hubungan dengan orang dewasa diluar rumah

Keterangan :
= Diteliti
= Tidak diteliti
Skema 2.3. Kerangka Konseptual Penelitian

2.8 Hipotesis Penelitian


Hipotesis adalah suatu jawaban sementara dari pertanyaan penelitian
(Notoatmodjo, 2010). Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah :
H1 : Ada hubungan pola asuh orang tua dengan perkembangan anak pra
sekolah di PAUD Cerdas Rantau Badauh Kabupaten Barito Kuala tahun
2017”.

You might also like