Professional Documents
Culture Documents
BAB I, II, Dan III
BAB I, II, Dan III
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
1.2.Tujuan
1.2.1.Tujuan Umum
1.2.2.Tujuan Khusus
b. Penyimpanan resep
c. Pemusnahan resep
1.3.Manfaat KKL
1.3.1.Bagi Mahasiswa
1.3.3.Bagi Puskesmas
2.1.Pengertian Puskesmas
2.2.1.1.Perencanaan
Permenkes Nomor 30 Tahun 2014 menyatakan bahwa
perencanaan yakni kegiatan seleksi obat dalam menentukan jumlah
dan jenis obat dalam memenuhi kebutuhan sediaan farmasi di
Puskesmas dengan pemilihan yang tepat agar tercapainya tepat
jumlah, tepat jenis, serta efisien. Perencanaan obat dilakukan
dengan tujuan untuk mendapatkan peningkatan efisisensi
penggunaan obat, peningkatan penggunaan obat secara rasional,
dan perkiraan jenis dan jumlah obat yang dibutuhkan
(Permenkes, 2014).
a. Metode konsumsi
Metode konsumsi dilakukan dengan mengevaluasi
penggunaan obat masa yang lalu sebagai dasar penentuan
perkiraan kebutuhan, kemudian disesuaikan dengan rencana
strategis dari rumah sakit maupun Farmasi rumah sakit,
sehingga hasil akhir adalah suatu daftar kebutuhan obat
(Depkes, 2004).
Keunggulan metode konsumsi adalah data yang
diperoleh akurat, metode paling mudah, tidak memerlukan
2.2.1.2.Pengadaan
Merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah
direncanakan dan disetujui. Beberapa metode pengadaan antara
lain sebagai berikut:
a. Tender terbuka berlaku untuk semua rekanan yang terdaftar, dan
sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan. Pada penentuan
harga lebih menguntungkan.
b. Tender terbatas sering disebut dengan lelang tertutup. Hanya
dilakukan pada rekanan tertentu yang sudah terdaftar dan punya
riwayat yang baik. Harga masih bisa dikendalikan.
c. Pembelian dengan tawar menawar dilakukan bila jenis barang
tidak urgen dan tidak banyak, biasanya dilakukan pendekatan
langsung untuk jenis tertentu.
d. Pengadaan langsung, pembelian jumlah kecil, perlu segera
tersedia. Pengadaan obat dengan pembelian langsung sangat
menguntungkan karena disamping waktunya cepat, juga volume
obat tidak begitu besar sehingga tidak menumpuk atau macet di
gudang, harganya lebih murah karena langsung dari distributor
atau sumbernya, mendapatkan kualitas sesuai yang diinginkan,
bila ada kesalahan mudah mengurusnya, memperpendek lead
time, sewaktu-waktu kehabisan atau kekurangan obat dapat
langsung menghubungi distributor (Quick, et al, 1997).
e. Sistem e-procurement obat berdasarkan e-catalogue,merupakan
sistem pengadaan obat yang baru di Indonesia yang bertujuan
untuk meningkatkan transparansi, efektifitas dan efisiensi proses
pengadaan obat. E-catalogue obat adalah sistem informasi
elektronik yang memuat daftar, jenis, spesifikasi teknis, dan
harga obat dari berbagai penyedia obat. Produk IFK penyedia
dan informasi harga yang ditampilkan melalui katalog elektronik
bisa diakses oleh pembeli melalui web. Pada proses pembelian
keputusan menjadi lebih mudah (Kusmini, et al, 2016).
2.2.1.3.Penyimpanan
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 74 Tahun
2016 penyimpanan sediaan Farmasi dan perbekalan kesehatan
lainnya merupakan suatu kegiatan pengaturan terhadap Sediaan
Farmasi yang diterima agar aman (tidak hilang), terhindar dari
kerusakan fisik maupun kimia dan mutunya tetap terjamin, sesuai
dengan persyaratan yang ditetapkan.
Tujuannya adalah agar mutu sediaan Farmasi yang tersedia
di Puskesmas dapat dipertahankan sesuai dengan persyaratan yang
ditetapkan. Penyimpanan sediaan Farmasi dan perbekalan
kesehatan lainnya dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai
berikut:
a. Bentuk dan jenis sediaan.
b. Kondisi yang dipersyaratkan dalam penandaan di kemasan
Sediaan Farmasi, seperti suhu penyimpanan, cahaya, dan
kelembaban
c. Mudah atau tidaknya meledak/terbakar.
d. Narkotika dan psikotropika disimpan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
e. Tempat penyimpanan sediaan Farmasi tidak dipergunakan untuk
penyimpanan barang lainnya yang menyebabkan kontaminasi
(Permenkes, 2016).
Prosedur Sistem Penyimpanan obat menurut Palupiningtyas (2014)
yakni:
a. Obat disusun berdasarkan abjad (alfabetis), persamaan bentuk
(obat kering atau cair) dan cara pemberian obat (luar, oral, dan
suntikan).
b. Penyusunan obat berdasarkan frekuensi penggunaan:
1) FIFO (First In First Out) obat yang datang pertama akan
kadaluarsa lebih awal, maka dari itu obat lama harus
diletakkan dan disusun paling depan dan obat baru
diletakkan paling belakang.
2) FEFO (First Expired First Out) obat yang lebih awal
kadaluwarsa harus dikeluarkan lebih dahulu.
c. Obat disusun berdasarkan volume:
1) Barang yang jumlah sedikit harus diberi perhatian/tanda
khusus agar mudah ditemukan kembali.
2) Barang yang jumlahnya banyak ditempatkan sedemikian
rupa agar tidak terpisah, sehingga mudah pengawasan dan
penanganannya.
d. Penyimpanan obat LASA dan Hight Alert
1) High Alert untuk elektrolit konsentrasi tinggi, jenis injeksi
atau infus tertentu, missal: heparin, insulin, dll. Penandaan
diberikan stiker High Alert.
2) LASA untuk obat-obatan yang termasuk kelompok LASA
(Look Alike Sound Alike). Penandaan dengan stiker LASA
pada tempat penyimpanan obat.
Penyimpanan obat harus diberikan tempat yang layak agar
sediaan tidak mudah rusak, bila sediaan rusak maka akan
menurunkan mutu obat dan memberikan pengaruh buruk pada
pengguna obat. Menurut Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan (2010) ketentuan mengenai sarana penyimpanan obat
antara lain:
a. Gudang atau tempat penyimpanan
Luas gudang penyimpanan (minimal 3x4 m2), ruangan harus
kering tidak lembab. Terdapat ventilasi agar cahaya dapat masuk
dan terjadi perputaran udara hingga ruangan tidak lembab
ataupun panas. Lantai harus di tegel/semen yang tidak
memungkinkan bertumpuknya debu dan kotoran, jangan ada
lantai yang bersudut dan sebisa mungkin dinding gudang dibuat
licin agar debu tidak menempel. Lemari untuk narkotika dan
psikotropika harus selalu terkunci dan memiliki kunci ganda.
Sebaiknya gudang penyimpanan sediaan diberi pengukur suhu
ruangan.
b. Kondisi penyimpanan
Untuk menghindari udara lembab maka perlu dilakukan:
1) Terdapat ventilasi pada ruangan atau jendela dibuka.
2) Pasang kipas angin atau AC, dikarenakan semakin panas udara
di dalam ruanagan maka semakin lembab ruangan tersebut.
3) Biarkan pengering tetap dalam wadah tablet/kapsul.
4) Jangan sampai terdapat kebocoran pada atap (Anonim, 2010).
2.2.1.4.Distribusi
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 74
Tahun 2016 pendistribusian sediaan Farmasi dan perbekalan
kesehatan lainnya merupakan kegiatan pengeluaran dan
penyerahan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai secara
merata dan teratur untuk memenuhi kebutuhan sub unit/satelit
farmasi Puskesmas dan jaringannya. Tujuannya adalah untuk
memenuhi kebutuhan Sediaan Farmasi sub unit pelayanan
kesehatan yang ada di wilayah kerja Puskesmas dengan jenis,
mutu, jumlah dan waktu yang tepat.
Sub-sub unit di Puskesmas dan jaringannya antara lain:
a. Sub unit pelayanan kesehatan didalam lingkungan Puskesmas.
b. Puskesmas Pembantu.
c. Puskesmas Keliling.
d. Posyandu.
e. Polindes.
Pendistribusian ke sub unit (ruang rawat inap, UGD, dan lain-
lain) dilakukan dengan cara pemberian obat sesuai resep yang
diterima (floor stock), pemberian obat persekali minum (dispensing
unit dose) atau kombinasi, sedangkan pendistribusian ke jaringan
Puskesmas dilakukan dengan cara penyerahan obat sesuai dengan
kebutuhan (floor stock) (Permenkes, 2016).
2.2.1.5.Pelaporan
Menurut Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
(2010) pencatatan dan pelaporan data obat di puskesmas
merupakan rangkaian kegiatan dalam rangka penatalaksanaan obat-
obatan secara tertib, baik obat-obatan yang diterima, disimpan,
didistribusikan dan digunakan di Puskesmas dan atau unit
pelayanan lainnya. Puskesmas bertanggungjawab atas
terlaksananya pencatatan dan pelaporan obat yang tertib dan
lengkap serta tepat waktu untuk mendukung pelaksanaan seluruh
pengelolaan obat.
Tujuan pencatatan dan pelaporan adalah bukti bahwa suatu
kegiatan telah dilakukan, sumber data untuk melakukan pengaturan
dan pengendalian, sumber data untuk perencanaan kebutuhan dan
sumber data untuk pembuatan laporan.
a. Sarana pencatatan dan pelaporan
Sarana yang digunakan untuk pencatatan dan pelaporan
obat di Puskesmas adalah Laporan Pemakaian dan Lembar
Permintaan Obat (LPLPO) dan kartu stok. LPLPO yang dibuat
oleh petugas Puskesmas harus tepat data, tepat isi dan dikirim
tepat waktu serta disimpan dan diarsipkan dengan baik. LPLPO
juga dimanfaatkan untuk analisis penggunaan, perencanaan
kebutuhan obat, pengendalian persediaan dan pembuatan
laporan pengelolaan obat.
b. Alur pelaporan
Data LPLPO merupakan kompilasi dari data LPLPO sub
unit. LPLPO dibuat 3 (tiga) rangkap, diberikan ke Dinkes
Kabupaten/Kota melalui Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota,
untuk diisi jumlah yang diserahkan. Setelah ditanda tangani oleh
kepala Dinas Kesehatan Kab/Kota, satu rangkap untuk Kepala
Dinas Kesehatan, satu rangkap untuk Instalasi Farmasi
Kabupaten/Kota dan satu rangkap dikembalikan ke Puskesmas.
Sedangkan untuk obat golongan narkotika dan psikotropika
sebenarnya sama saja dengan obat golongan lain, tetapi Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota nantinya akan melaporkan laporan
obat tersebut ke Dinas Kesehatan Provinsi dan Balai
Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM).
c. Periode pelaporan LPLPO sudah harus diterima oleh Instalasi
Farmasi Kabupaten/Kota paling lambat tanggal 10 setiap
bulannya (Anonim, 2010).
2.4.1.3.Peracikan
2.4.1.4.Etiket
Etiket atau penanda suatu obat merupakan label yang
diberikan pada obat sebagai petunjuk cara minum obat yang
disampaikan oleh Apoteker/Farmasis kepada pasien. Etiket terdiri
dari 2 macam yaitu etiket putih dan etiket berwarna (biru). Etiket
putih digunakan untuk sediaan oral yang diberikan melalui saluran
cerna seperti tablet, kaplet, sirup dan sebagainya. Di luar itu maka
digunakan etiket berwarna biru untuk obat-obatan seperti
suppositoria, salep, krim dan sediaan luar lainnya.
2.4.1.5.Kemasan obat yang diberikan
Menurut Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian Dan Alat
Kesehatan (2008) obat pada dasarnya merupakan bahan yang
hanya dengan takaran tertentu dan dengan penggunaan yang tepat
dapat dimanfaatkan untuk mendiagnosa, mencegah penyakit,
menyembuhkan atau memelihara kesehatan. Oleh karena itu
sebelum menggunakan obat, harus diketahui sifat dan cara
penggunaannya agar tepat, aman dan rasional. Informasi tentang
obat, dapat diperoleh dari etiket atau kemasanyang menyertai obat
tersebut. Apabila isi informasi dalam etiket atau kemasan obat
kurang dipahami, dianjurkan untuk menanyakan pada tenaga
kesehatan.
Pada umumnya informasi obat yang dicantumkan dalam kemasan
adalah:
a. Nama obat
Nama obat pada kemasan terdiri dari namadagang dan nama zat
aktif yang terkandung didalamnya.
b. Komposisi obat
Informasi tentang zat aktif yang terkandung didalam suatu obat,
dapat merupakan zat tunggal atau kombinasi dari berbagai
macam zat aktif dan bahan tambahan lain.
c. Indikasi
Informasi mengenai khasiat obat untuk suatu penyakit.
d. Aturan pakai
Informasi mengenai cara penggunaan obat yang meliputi waktu
dan berapa kali obat tersebut digunakan.
e. Peringatan perhatian
Tanda Peringatan yang harus diperhatikan pada setiap kemasan
obat bebas dan obat bebas terbatas.
f. Tanggal Kedaluwarsa
Tanggal yang menunjukkan berakhirnya masa kerja obat.
g. Nama Produsen
Nama Industri Farmasi yang memproduksi obat.
h. Nomor batch/lot
Nomor kode produksi yang dikeluarkan oleh Industri Farmasi.
i. Harga Eceran Tertinggi
Harga jual obat tertinggi yang diperbolehkan oleh pemerintah.
j. Nomor registrasi
Adalah tanda ijin edar absah yang diberikan oleh pemerintah
(Anonim, 2008).
2.4.1.6.Penyerahan Obat
Dispensing adalah proses menyiapkan dan menyarahkan
obat kepada orang yang namanya tertulis pada resep. Dispensing
merupakan tindakan atau proses yang memastikan ketepatan resep
obat, ketepatan seleksi zat aktif yang memadai dan memastikan
bahwa pasien atau perawat mengerti penggunaan dan pemberian
yang tepat (Siregar,2006).
Dispensing yang baik adalah suatu proses praktik yang
memastikan bahwa suatu bentuk obat yang benar dan efektif
dihantarkan pada penderita yang benar, dalam dosis dan dari obat
yang tertulis kuantitasnya, dengan instruksi yang jealas, dan dalam
suatu kemasan yang memelihara potensi obat. Dispensing
termasuk semua kegiatan yang terjadi antara waktu resep/order dan
obat diterima, atau suplai lain yang ditulis disampaikan kepada
penderita (Siregar, 2003).
Penyerahan obat menurut Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia (2006) meliputi:
a. Sebelum obat diserahkan kepada pasien harus dilakukan
pemeriksaan kembali mengenai penulisan nama pasien pada
etiket, cara penggunaan serta jenis dan jumlah obat.
b. Penyerahan obat kepada pasien hendaklah dilakukan
dengan cara yang baik dan sopan, mengingat pasien dalam
kondisi tidak sehat mungkin emosinya kurang stabil.
c. Memastikan bahwa yang menerima obat adalah pasien atau
keluarganya.
d. Memberikan infromasi cara penggunaan obat dan hal-hal
lain yang terkait dengan obat tersebut, antara lain manfaat
obat, makanan dan minuman yang harus dihindari,
kemungkinan efek samping, cara penyimpanan obat, dll.
2.4.1.7.Informasi Obat
Menurut Permenkes RI No 74 Tahun 2016 pelayanan
infromasi obat merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh
Apoteker untuk memberikan informasi secara akurat, jelas dan
terkini kepada Dokter, Apoteker, Perawat, profesi kesehatan
lainnya dan pasien.
Tujuan pemberian informasi obat:
3.1.Profil
1) Visi Puskesmas
2) Misi Puskesmas
2). Ketenagaan
1. Sarana Utama
Gedung Puskesmas Sungai Bilu terdiri dari dua lantai :
a). Lantai Bawah Terdiri dari :
Loket
Poliklinik Gigi
Poliklinik KIA/KB
Poliklinik Anak/MTBS
Poliklinik Dewasa
Apotek dan Gedung Obat
Toilet Pasien
1. RT 23 Al-Ikhwan
2. RT 24 Gg. Dahlia
3. RT 4 Jl.Keramat
4. RT 5 Sei Bilu Laut
5. RT 1 Sei Bilu Laut
6. RT 20 Sei Bilu Laut
d). Posbindu : -
3.2.Sejarah
Puskesmas Sungai Bilu dikepalai oleh seorang Dokter Umum yaitu dr. Hj.
Sri Heriyani dengan dibantu staf tenaga kesehatan lainnya. Puskesmas Sungai
Bilu dalam melaksanakan tugasnya didukung beberapa sarana kesehatan
yaitu: Posyandu Balita dan Lansia, Puskesmas Keliling (Pusling) dan
Posbindu.