You are on page 1of 53

STAGE

PERSALINAN PRAKTIK KLINIK HOLISTIK FISIOLOGIS


PERSALINAN DAN BBL

NAMA MAHASISWA : DWI RATNA PUSPITASARI

NIM : P1337424823089

RUANG : RUANG BERSALIN


PUSKESMAS
KEMANGKON

TANGGAL PRAKTIK : 2-28 OKTOBER 20223

PEMBIMBING : IDA ARIYANTI, S.SiT., Bdn.,


M.KeS

BERKAS YANG DIKUMPULKAN : LAPORAN PENDAHULUAN


ASUHAN PERSALINAN
FISIOLOGIS

HARI TANGGAL PENYERAHAN :

PENERIMA : IDA ARIYANTI, S.SiT., Bdn.,


M.KeS
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN PERSALINAN FISIOLOGIS PUSKESMAS KEMANGKON
KABUPATEN PURBALINGGA

DISUSUN OLEH:
DWI RATNA PUSPITASARI
P1337424823089

PEMBIMBING INSTITUSI : IDA ARIYANTI, S.SiT., Bdn., M.Kes

PROGRAM STUDI PROFESI BIDAN JURUSAN KEBIDANAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN
KESEHATAN SEMARANG
TAHUN 2023
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan Asuhan Kebidanan Persalinan Fisiologis di Puskesmas


Kemangkon Kabupaten Purbalingga, telah disahkan oleh pembimbing pada:

Hari :
Tanggal :

Dalam Rangka Praktik Klinik Kebidanan Fisiologis Persalinan yang telah


diperiksa dan disetujui oleh pembimbing klinik dan pembimbing institusi Prodi
Profesi Bidan Jurusan Kebidanan Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan
Semarang Tahun 2023.

Semarang , Oktober 2023

Pembimbing Klinik Praktikan

Nur Laily Prabawati, S.Tr.Keb Dwi Ratna Puspitasari


NIP.19781025 200701 2 00 NIM. P1337424823089

Mengetahui,
Pembimbing Institusi

Ida Ariyanti, SSiT, Bdn., M.Kes


NIP:19700514 199803 2 001
TINJAUAN TEORI

I. Tinjauan Teori Medis


A. Pengertian
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri) yang
telah cukup bulan atau dapat hidup diluar kandungan melalui jalan lahir atau
melalui jalan lain dengan bantuan atau tanpa bantuan (Manuaba, 1998
dalamMarmi, 2016).
Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks, dari janin
turun kedalam jalan lahir. Kelahiran adalah proses dimana janin dan ketuban
didorong keluar melalui jalan lahir (Sarwono, 2001 dalamMarmi, 2016).
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri) yang
telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau
melalui jalan lain dengan bantuan atau tanpa bantuan (Mochtar, 2002 dalam
Marmi, 2016).
Persalinan adalah proses di mana bayi, plasenta dan selaput ketuban
keluar dari rahim ibu. Persalinan dianggap normal jika proses nya terjadi pada
usia kehamilan cukup bulan (setelah 37 minggu ) tanpa disertai dengan
penyulit (APN, 2008 dalam Marmi, 2016).
Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat
hidup di luar uterus melalui vagina ke dunia luar. Persalinan normal atau
persalinan spontan adalah adalah bila bayi lahir dengan letak belakang kepala
tanpa melalui alat-alat atau petolongan istimewa serta tidak melukai ibu dan
bayi, dan umumnya berlangsung dalam waktu kurang dari 24 jam
(Wiknjosastro, 2002 dalam buku Marmi, 2016).
Persalinan merupakan proses membuka dan menipisnya serviks dan
janin turun ke dalam jalan lahir kemudian berakhir dengan pengeluaran bayi
yang cukup bulan atau hampir cukup bulan atau dapat hidup di luar
kandungan disusul dengan pengeluaran plasenta dan selaput janin dari tubuh
ibu melalui jalan lahir atau jalan lahir dengan bantuan atau tanpa bantuan
(kekuatan sendiri). Persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi pada
usia kehamilan cukup bulan (setelah 37 minggu) tanpa disertai adanya
penyulit. Persalinan dimulai (inpartu) sejak uterus berkontraksi dan
menyebabkan perubahan pada serviks (membuka dan menipis) dan berakhir
dengan lahirnya plasenta secara lengkap. Ibu belum inpartu jika kontraksi
uterus tidak mengakibatkan perubahan serviks (Marmi, 2016).
B. Tanda dan Gejala
Tanda-tanda bahwa persalinan sudah dekat menurut Marmi tahun 2016 yaitu :
1. Terjadi Lightening
Menjelang minggu ke-36, tanda primigravida terjadi penurunan fundus
uteri karena kepala bayi sudah masuk pintu atas panggul yang disebabkan
kontraksi Braxton Hiks, ketegangan dinding perut, ketegangan
Ligamentum Rotundum, dan gaya berat janin di mana kepala ke arah
bawah. Masuknya bayi ke pintu atas panggul menyebabkan ibu
merasakan :
a. Ringan di bagian atas, dan rasa sesak nya berkurang
b. Bagian bawah perut ibu terasa penuh dan mengganjal
c. Terjadinya kesulitan saat berjalan
d. Sering kencing (follaksuria)
2. Terjadinya His Permulaan
Mula tua kehamilan, pengeluaran estrogen dan progesteron makin
berkurang sehingga produksi oksitosin meningkat dengan demikian dapat
menimbulkan kontraksi yang lebih sering, his permulaan ini lebih sering di
istilahkan sebagai his palsu. Sifat his palsu, antara lain :
a. Rasa nyeri ringan di bagian bawah
b. Datangnya tidak teratur
c. Tidak ada perubahan pada serviks atau tidak ada tanda-tanda kemajuan
persalinan
d. Durasi nya pendek
e. Tidak bertambah bila beraktivitas
Tanda-tanda Timbulnya Persalinan (Inpartu)
1. Terjadinya His Persalinan
His adalah kontraksi rahim yang dapat diraba menimbulkan rasa nyeri
di perut serta dapat menimbulkan pembukaan serviks kontraksi rahim
dimulai pada 2 face maker yang letaknya di dekat cornu uteri. His
yang menimbulkan pembukaan serviks dengan kecepatan tertentu
disebut his efektif. His efektif mempunyai sifat : adanya dominan
kontraksi uterus pada fundus uteri (fundal dominance), kondisi
berlangsung secara syncrom dan harmonis, adanya intensitas kontraksi
yang maksimal diantara dua kontraksi, irama teratur dan frekuensi
yang kian sering, lama his berkisar 45-60 detik. Pengaruh his dapat
menimbulkan : terhadap desakan daerah uterus (meningkat) terhadap
janin (penurunan) terhadap korpus uteri (dinding menjadi tebal)
terhadap itsmus uterus (teregang dan menipis) terhadap kanalis
servikalis (effacement dan pembukaan). His persalinan memiliki ciri-
ciri sebagai berikut :
a) Pinggangnya terasa sakit dan menjalar ke depan
b) Sifat his teratur, interval semakin pendek, dan kekuatan semakin
besar
c) Terjadi perubahan pada serviks
d) Jika pasien menambah aktivitasnya, misalnya dengan berjalan
maka kekuatan hisnya akan bertambah
2. Keluarnya Lendir bercampur Darah
Lendir berasal dari pembukaan yang menyebabkan lepasnya
lendir berasal dari kanalis servikalis. Sedangkan pengeluaran darah
disebabkan robek nya pembuluh darah waktu serviks membuka.
3. Kadang-kadang ketuban pecah dengan sendirinya
Sebagian ibu hamil mengeluarkan ketuban akibat pecahnya
selaput ketuban. Jika ketuban sudah pecah, maka ditargetkan
persalinan dapat berlangsung dalam 24 jam. Namun apabila tidak
tercapai, maka persalinan harus diakhiri dengan tindakan tertentu,
misalnya ekstraksi vakum atau sectio caesaria.
4. Dilatasi dan effacement
Dilatasi adalah terbukanya kanalis servikalis secara berangsur-
angsur akibat pengaruh his. Effacement adalahperdarahan atau
pemendekan kanalis servikalis yang semula panjang 1-2 cm menjadi
hilang sama sekali, sehingga tinggal hanya ostium yang tipis seperti
kertas (Marmi, 2016).
C. Tahapan Persalinan
Tahapan persalinan dibagi menjadi 4 fase atau kala yaitu :
1. Kala I
Kala I disebut dengan kala pembukaan yang berlangsung antara
pembukaan nol sampai pembukaan 10 cm. Pada permulaan his, kala
pembukaan berlangsung tidak begitu kuat sehingga parturien masih dapat
berjalan-jalan (Manuaba, 1988). Menurut Marmi tahun 2016 proses
pembukaan serviks sebagai akibat his dibagi menjadi 2 fase, yaitu:
a. Fase Laten
Berlangsung selama 8 jam. Pembukaan terjadi sangat lambat sampai
mencapai ukuran diameter 3 cm.
b. Fase Aktif, dibagi dalam 3 fase lagi, yaitu:
1) Fase akselearsi, dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm tadi
menjadi 4 cm
2) Fase Dilatasi maksimal, dalam waktu 2 jam pembukaan
berlangsung sangat cepat dari 4 cm menjadi 9 cm
3) Fase Deselerasi, pembukaan menjadi lambat sekali. Dalam
waktu 2 jam pembukaan 9cm menjadi lengkap.
Dalam fase aktif ini frekuensi lama kontraksi uterus akan
meningkat secara bertahap, biasanya terjadi tiga kali atau lebih dalam
waktu 10 menit, dan berlangsung selama 40 detik atau lebih.
Biasanya dari pembukaan 4 cm, hingga mencapai pembukaan
lengkap atau 10 cm, akan terjadi kecepatan rata-rata yaiu 1 cm
perjam untuk primigravida dan 2 cm untuk multigravida (APN,
2008). Fase- fase tersebut dijumpai pada primigravida. Pada
multigravida pun terjadi demikian, tetapi fase laten, fase aktif, dan
fase deselerasi terjadi lebih pendek. Mekanisme pembukaan serviks
berbeda antara primi dan multigravida. Pada primigravida ostium
uteri internum akan membuka lebih dulu, sehingga serviks akan
mendatar dan menipis, baru kemudian ostium uteri ekternum
membuka. Pada primigravida ostium uteri internum sudah sedikit
terbuka. Ostium uteri intrenum dan eksternum serta penipisan dan
pendataran serviks terjadi pada saat yang sama. Kala I selesai apabila
pembukaan serviks telah lengkap. Pada primigravida kala I
berlangsung kira-kira 12 jam, sedangkan pada multigravida kira-kira
7 jam (Sarwono, 2009). Dalam bebeapa buku, proses membukanya
serviks disebut dengan istilah: melembek (softening), menipis
(thinned out), oblitrasi (oblitrated) mendatar dan tertarik keatas
(effaced and taken up) dan membuka (dilatation). Faktor yang
memengaruhi membukanya serviks:
1. Otot-otot serviks menarik pada pinggir ostium dan
membesarkannya
2. Waktu kontraksi, segmen bawah rahim dan serviks di regang
oleh isi rahim terutama oleh air ketuban dan ini menyebabkan
terikan pada serviks
3. Waktu kontraksi, bagian dari selaput yang terdapat di atas
kanalis servikalis adalah yang disebut ketuban, menonjol ke
dalam kanalis servikalis dan membukanya (Marmi, 2016).
Tabel 2.1
Perbedaan fase yang dilalui antara primigravida dan multigravida
Primigravida Multigravida

Serviks mendatar (effacement) Serviks mendatar dan membuka


dulu baru dilatasi bisa bersamaan

Berlangsung 13-14 jam Berlangsung 6-7 jam

2. Kala II
Kala II disebut juga dengan kala pengeluaran, Kala ini dimulai dari
pembukaan lengkap (10 cm) sampai bayi lahir. Proses ini berlangsung 2
jam pada primigravida dan 1 jam pada multigravida gejala utama dari kala
II adalah :
a. His semakin kuat, dengan interval 2 sampai 3 menit dengan durasi 50
sampai100 detik
b. Menjelang akhir kala I ketuban pecah yang ditandai dengan
pengeluaran cairan secara mendadak
c. Ketuban pecah pada pembukaan mendeteksi lengkap diikuti keinginan
mengejan, karena tertekan nya fleksus frankenhauser
d. Kedua kekuatan, his dan mengejan lebih mendorong kepala bayi
sehingga terjadi: kepala membuka pintu, subocciput bertindak sebagai
hipomoglion berturut-turut lahir ubun-ubun besar, dahi, hidung, dan
muka serta kepala seluruhnya
e. Kepala lahir seluruhnya dan diikuti oleh putar paksi luar, yaitu
penyesuaian kepala pada punggung
f. Setelah putar paksi luar berlangsung, maka persalinan bayi ditolong
dengan jalan :
1) Kepala dipegang pada osocciput dan di bawah dagu, ditarik cunam
ke bawah untuk melahirkan bahu belakang
2) Setelah kedua bahu lahir, ketiak dikaitkan untuk melahirkan sisa
badan bayi
3) Bayi lahir diikuti oleh air ketuban
4) Pada primigravida kala II berlangsung rata-rata 1,5 jam dan pada
multipara rata-rata 0,5 jam (Manuaba, 2013)
3. Kala III
Setelah kala II, kontraksi uterus berhenti sekitar 5 sampai 10 menit.
Dengan lahirnya bayi, sudah mulai pelepasan plasenta pada lapisan
Nitabusch, karena sifat retraksi otot rahim (Manuaba, 2013). Dimulai
segera setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta, yang berlangsung tidak
lebih dari 30 menit. Jika lebih dari 30 menit, maka harus diberi penanganan
yang lebih atau dirujuk (Sumarah, 2009). Lepasnya plasenta sudah dapat
diperkirakan dengan memperhatikan tanda-tanda
a. Uterus menjadi bundar
b. Uterus terdorong keatas karena plasenta dilepas ke segmen bawah
rahim
c. Tali pusat bertambah panjang
d. Terjadi perdarahan
Melahirkan plasenta dilakukan dengan dorongan ringan secara crede
pada fundus uteri. Biasanya plasenta lepas dalam 6 sampai 15 menit
setelah bayi lahir (Manuaba, 2013). Lepasnya plasenta secara Schultze
yang biasanya tidak ada perdarahan sebelum plasenta lahir dan banyak
mengeluarkan darah setelah plasenta lahir. Sedangkan pengeluaran
plasenta cara Dincan yaitu plasenta lepas dari pinggir, biasanya darah
mengalir keluar antara selaput ketuban (Mochtar, 1994 dalam Marmi,
2016).
4. Kala IV
Kala IV dimaksudkan untuk melakukan observasi karena perdarahan
postpartum paling sering terjadi 2 jam pertama. Observasi yang dilakukan
adalah:
a. Tingkat kesadaran penderita
b. Pemeriksaan tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, dan pernafasan
c. Kontraksi uterus
d. Terjadi perdarahan (Manuaba, 1998 dalam buku Marmi, 2016).
D. Perubahan Fisiologis Persalinan
a. Perubahan Fisiologis Persalinan Kala I
1) Perubahan Tekanan Darah
Tekanan darah meningkat selama kontraksi uterus dengan
kenaikan sistolik rata-rata sebesar 10-20 mmHg dan kenaikan diastolik
rata-rata 5-10 mmHg. Diantara kontraksi uterus, tekanan darah akan
turun seperti sebelum masuk persalinan dan akan naik lagi bila terjadi
kontraksi. Jika seorang ibu dalam keadaan sangat takut, cemas atau
khawatir pertimbangkan kemungkinan rasa takut, cemas atau khawatir
yang menyebabkan kenaikan tekanan darah. Dalam hal ini perlu
dilakukan pemeriksaan lainnya untuk mengesampingkan preeklampsia.
Oleh karena itu diperlukan asuhan yang dapat menyebabkan ibu rileks.
Arti penting dan kejadian ini adalah untuk memastikan tekanan darah
sesungguhnya, sehingga diperlukan pengukuran diantara kontraksi
atau diluar kontraksi (Varney, 2008 dalam buku Marmi, 2016). Selain
karena faktor kontraksi dan faktor psikis, posisi tidur telentang selama
bersalin akan menyebabkan uterus dan isinya (janin, cairan ketuban,
plasenta, dan lain-lain) menekan vena cava inferior hal ini
menyebabkan turunnya aliran darah dari sirkulasi ibu ke plasenta.
Kondisi seperti ini, akan menyebabkan hipoksia janin. Posisi telentang
juga akan menghambat kemajuan persalinan. Oleh karena itu posisi
tidur selama persalinan yang baik adalah menghindari posisi tidur
telentang (Marmi, 2016).
2) Perubahan Metabolisme
Selama persalinan baik metabolisme karbohidrat aerob maupun
anaerob akan naik secara perlahan. Kenaikan ini sebagian disebabkan
oleh karena kecemasan serta kegiatan otot kerangka tubuh. Kegiatan
metabolisme yang meningkat tercermin dengan kenaikan suhu badan,
denyut nadi, pernapasan, kardiak output dan kehilangan cairan. Hal ini
bermakna bahwa peningkatan curah jantung dan cairan yang hilang
memengaruhi fungsi ginjal dan perlu mendapatkan perhatian serta
ditindaklanjuti guna mencegah terjadinya dehidrasi. Anjurkan ibu
untuk mendapat asupan (makanan ringan dan minum air) selama
persalinan dan kelahiran bayi, sebagian ibu masih ingin makan selama
fase laten, tetapi setelah memasuki fase aktif, biasanya mereka hanya
menginginkan cairan saja. Anjurkan anggota keluarga menawarkan ibu
minum sesering mungkin dan makanan ringan selama persalinan
(Puskdiknakes, 2004 dalam buku Marmi,2016). Hal ini dikarenakan
makanan dan cairan yang cukup selama persalinan akan memberikan
lebih banyak energi dan mencegah dehidrasi, perlu diingat bahwa
dehidrasi bisa memperlambat kontraksi atau membuat kontraksi
menjadi tidak teratur dan kurang efektif (Puskdiknakes, 2004 dalam
Marmi,2016).
3) Perubahan Suhu Badan
Suhu badan akan sedikit meningkat selama persalinan, suhu
mencapai tertinggi selama persalinan dan segera setelah kelahiran.
Kenaikan ini dianggap normal asal tidak melebihi 0,5-1 0C, karena hal
ini mencerminkan terjadinya peningkatan metabolisme. Suhu badan
yang naik sedikit merupakan keadaan yang wajar, namun bila keadaan
ini berlangsung lama, merupakan indikasi adanya dehidrasi.
Pemantauan parameter lainnya harus dilakukan antara lain selaput
ketuban sudah pecah atau belum, karena suhu meningkat yang disertai
ketuban pecah merupakan indikasi infeksi (Marmi, 2016).
4) Denyut Jantung
Perubahan yang mencolok selama kontraksi disertai peningkatan
selama fase peningkatan, penurunan selama titik puncak sampai frekuensi
diantara kontraksi, dan peningkatan selama fase penurunan hingga mencapai
frekuensi lazim diantara kontraksi. Penurunan yang mencolok selama
puncak kontraksi uterus tidak terjadi jika wanita berada pada posisi miring
bukan telentang. Pada setiap kontraksi, 400 ml darah dikeluarkan dari uterus
dan masuk dalam sistem vaskuler ibu. Hal ini akan meningkatkan curah
jantung sekitar 10% sampai 15% pada tahap pertama persalinan dan sekitar
30% sampai 50% pada tahap kedua persalinan.
Ibu harus di beritahu bahwa ia tidak boleh melakukan manuver
valsava (menahan napas dan menegakkan otot abdomen) untuk mendorong
selama tahap kedua. Aktivitas ini meningkatkan tekanan intratoraks,
mengurangi aliran balik vena dan meningkatkan tekanan vena. Curah
jantung dan tekanan darah meningkat, sedangkan nadi melambat untuk
sementara. Selama ibu melakukan manuver valsava, janin dapat mengalami
hipoksia. Proses ini pulih kembali saat wanita menarik napas.
Frekuensi denyut jantung nadi diantara kontraksi sedikit lebih tinggi
dibandingkan selama periode menjelang persalinan. Hal ini bermakna bahwa
sedikit peningkatan frekuensi nadi dianggap normal. Hal ini mencerminkan
kenaikan dalam metabolisme yang terjadi selama persalinan. Denyut jantung
yang sedikit naik merupakan keadaan yang normal, meskipun normal perlu
di kontrol secara periode untuk mengidentifikasi adanya infeksi (Marmi,
2016).
5) Pernapasan
Pada respirasi atau pernapasan terjadi kenaikan sedikit dibandingkan
sebelum persalinan., hal ini disebabkan adanya rasa nyeri, kekhawatiran
serta penggunaan teknik pernapasan yang tidak benar (Nurasiah, 2012).
Untuk itu diperlukan tindakan untuk mengendalikan pernapasan
(menghindari hiperventilasi) yang ditandai oleh adanya perasaan pusing.
Hiperventilasi dapat menyebabkan alkalosis respiratorik (Ph meningkat)
hipoksia dan hipokapnea (karbondioksida menurun), pada tahap kedua
persalinan. Jika ibu tidak diberi obat-obatan maka ia akan mengkonsumsi
oksigen hampir dua kali lipat (Marmi, 2016).
6) Perubahan Renal
Polyuri sering terjadi selama persalinan, yang dikarenakan oleh
kardiak output yang meningkat serta disebabkan oleh glomerulus serta aliran
plasma ke renal. Polyuri tidak begitu kelihatan dalam posisi telentang yang
mengurangi aliran urine selama kehamilan. Kandung kencing harus sering di
kontrol setiap 2 jam yang bertujuan tidak menghambat bagian terendah janin
dan trauma pada kandung kemih serta menghindari retensi urine setelah
melahirkan (Nurasiah, 2012). Protein dalam urine (+1) selama persalinan
merupakan hal yang wajar, umum ditemukan pada sepertiga sampai
setengah jumlah wanita bersalin. Tetapi proteinurine (+2) merupakan hal
yang tidak wajar, keadaan ini lebih sering pada ibu primipara anemia,
persalinan lama, atau pada kasus preeclamsia (Varney, 2008 dalamMarmi,
2016).
Dalam hal ini, anjurkan ibu untuk mengosongkan kandung kemih
secara rutin selama persalinan. Ibu harus berkemih, paling sedikit selama 2
jam atau lebih sering jika terasa ingin berkemih atau mengetahui apakah
kandung kemih penuh. Anjurkan dan antarkan ibu untuk berkemih di kamar
mandi. Jika ibu tidak dapat berjalan ke kamar mandi berikan wadah
penampung urine. Hal ini dikarenakan kandung kemih yang penuh akan :
Memperlambat turunnya bagian terbawah janin dan mungkin menyebabkan
risiko perdarahan pasca persalinan yang disebabkan atonia uteri,
mengganggu penatalaksanaan distosia bahu dan meningkatkan risiko infeksi
kandung kemih paska persalinan (Marmi, 2016).
7) Perubahan Gastrointestinal
Motilitas lambung dan absorpsi makan padat secara substansial berkurang
banyak sekali selama persalinan. Selain, pengeluaran getah lambung
berkurang, menyebabkan aktivitas pencernaan hampir berhenti, dan
pengosongan lambung menjadi sangat lamban. Cairan tidak berpengaruh dan
meninggalkan perut dalam tempo yang biasa. Mual atau muntah biasa terjadi
sampai ibu mencapai kala I. perubahan motilitas lambung ini juga
disebabkan oleh peningkatan hormon progesteron selama persalinan
sehingga gerak peristaltik usus berkurang (Eniyati & Putri, 2012).
8) Perubahan Hematologis
Hemoglobin meningkat rata-rata 1,2 gr/100 ml selama persalinan dan
kembali ke kadar sebelum persalinan pada hari pertama paska partum jika
tidak ada kehilangan darah yang abnormal. Waktu koagulasi darah
berkurang dan terdapat peningkatan fibrinogen plasma lebih lanjut selama
persalinan. Hitung sel darah putih selama progresif meningkat selama kala I
persalinan sebesar kurang lebih 5.000 hingga peningkatan lebih lanjut
setelah ini. Gula darah menurun selama kemungkinan besar akibat
peningkatan aktifitas otot dan rangka.
Hal ini bermakna bahwa jangan terburu-buru yakin bahwa seorang
wanita tidak anemia jika tes darah menunjukkan kadar darah berada di atas
normal, yang membuat terkecoh sehingga mengakibatkan risiko yang
meningkat pada wanita anemia selama periode intrapartum. Perubahan ini
menurunkan risiko perdarahan pasca partum pada wanita normal.
Peningkatan sel darah putih tidak selalu mengidentifikasi infeksi ketika
jumlah ini dicapai. Apabila jumlahnya jauh di atas nilai ini, cek parameter
lain untuk mengetahui adanya infeksi. Penggunaan uji laboratorium untuk
menapis seorang wanita terhadap kemungkinan diabetes selama periode
intrapartum akan menghasilkan data yang tidak akurat dan tidak dapat
dipercaya (Marmi, 2016).
9) Perubahan pada Uterus dan Jalan Lahir dalam Persalinan Kontraksi Uterus
Selama persalinan, uterus berubah bentuk menjadi dua bagian yang
berbeda. Segmen atas yang berkontraksi secara aktif menjadi lebih tebal
ketika persalinan berlangsung. Bagian bawah relatif pasif dibanding dengan
segmen atas, dan bagian ini berkembang menjadi jalan lahir yang berdinding
jauh lebih tipis. Segmen bawah uterus analog dengan ismus uterus yang
melebar dan menipis pada perempuan yang tidak hamil. Segmen bawah
secara bertahap terbentuk ketika kehamilan bertambah tua dan kemudian
menipis sekali pada saat persalinan. Dengan palpasi abdomen kedua segmen
dapat dibedakan ketika terjadi kontraksi, sekali pun selaput ketuban belum
pecah. Segmen atas uterus cukup kencang atau keras, sedangkan konsistenai
segmen bawah uterus jauh kurang kencang. Segmen atas uterus merupakan
bagian uterus yang berkontraksi secara aktif, segmen bawah adalah bagian
yang diregangkan, normalnya jauh lebih pasif.
Kontraksi uterus dimulai pada fundus uteri menjalar ke bawah. Fundus
uteri bekerja kuat dan lama untuk mendorong janin ke bawah, sedangkan
uterus bagian bawah pasif hanya mengikuti tarikan dan segmen atas rahim,
akhirnya menyebabkan servik menjadi lembek dan membuka. Kerja sama
antara uterus bagian atas dan uterus bagian bawah disebut polaritas (Marmi,
2016).
10) Perubahan pada Vagina dan Dasar Panggul
Jalan lahir disokong dan secara fungsional ditutup oleh sejumlah
lapisan jaringan yang bersama-sama membentuk dasar panggul. Struktur
yang paling penting adalah levator ani dan fasia yang membungkus
permukaan atas dan bawahnya, yang demi praktisnya dapat dianggap
sebagai sebuah diafragma sehingga memperlihatkan permukaan atas yang
cekung dan bagian bawah cembung. Di sisi lain m.levator ani terdiri atas
bagian pubokoksogeus dan iliokoksigeus. Bagian posterior dan lateral dasar
panggul, yang tidak diisi oleh m.levator ani diisi oleh m.piriformis dan
m.koksigeus pada sisi lain.
Ketebalan m.levator ani bervariasi 3 sampai 5 mm meskipun tepi-
tepinya yang melingkari rektum dan vagina agak tebal. Selama kehamilan,
m.levator ini biasanya mengalami hipertrofi. Pada pemeriksaan pervaginam
tepi dalam otot ini dapat diraba sebagai tali tebal yang membentang ke
belakang dari pubis dan melingkari vagina sekitar 2 cm di atas himen.
Sewaktu kontraksi m.levator ani menarik rektum dan vagina ke atas sesuai
arah simfisis pubis sehingga bekerja menutup vagina. Otot-otot perenium
yang lebih supervisial terlalu halus untuk berfungsi lebih dari sekadar
sebagai penyokong.
Pada kala I persalinan selaput ketuban dan bagian terbawah janin
memainkan peran penting untuk membuka bagian atas vagina. Namun
setelah ketuban pecah, perubahan-perubahan dasar panggul seluruhnya
dihasilkan oleh tekanan yang diberikan oleh bagian terbawah janin.
Perubahan yang paling nyata terdiri atas peregangan serabut-serabut
m.levatores ani dan penapisan bagian tengah perineum yang berubah bentuk
dari masa jaringan berbentuk baji setebal 5 cm menjadi (kalau tidak
dilakukan episiotomi) struktur membran tipis yang hampir transparan
dengan tebal kurang dari 1 cm. Ketika perineum teregang maksimal, anus
menjadi jelas membuka dan terlihat sebagai lubang berdiameter 2 sampai 3
cm dan di sini dinding anterior rektum menonjol. Jumlah dan besar
pembuluh darah yang luar biasa yang memelihara vagina dan dasar panggul
menyebabkan kehilangan darah yang amat besar kalau jaingan ini robek
(Marmi, 2016).
11) Perubahan Ligamentum Rotundum
Ligamentum rotundum mengandung otot-otot polos dan kalau uterus
berkontraksi, otot-otot ligamentum rotundum ikut berkontraksi hingga
ligamnetum rotundum menjadi pendek. Faal ligamentum rotundum dalam
persalinan :
a) Fundus uteri pada saat kehamilan bersandar pada tulang belakang,
ketika persalinan berlangsung berpindah kedepan mendesak dinding
perut bagian depan pada setiap kontraksi. Perubahan ini menjadikan
sumbu rahim searah dengan sumbu jalan lahir.
b) Fundus uteri terlambat karena adanya kontraksi ligamentum rotundum
pada saat kontraksi uterus, hal ini menyebabkan fundus tidak dapat naik
keatas. Bila pada waktu kontraksi fundus naik ke atas maka kontraksi itu
tidak dapat mendorong anak ke bawah (Marmi, 2016).
b. Perubahan Fisiologi Persalinan Kala II
1) Kontraksi Uterus
Dimana kontraksi uterus ini bersifat nyeri yang disebabkan oleh anoxia dari
sel-sel otot tekanan pada ganglia dalam serviks dan Segmen Bawah Rahim
(SBR), regangan dari serviks, regangan dan tarikan pada peritoneum, itu
semua terjadi pada saat kontraksi. Adapun kontraksi yang bersifat berkala
dan yang harus diperhatikan adalah lamanya kontraksi berlangsung 60-90
detik, kekuatan kontraksi, kekuatan kontraksi secara klinis ditentukan
dengan mencoba apakah jari kita dapat menekan dinding rahim ke dalam,
interval antara kedua kontraksi pada kala pengeluaran sekali dalam 2 menit
(Marmi, 2016).
2) Perubahan-perubahan uterus
Keadaan Segmen Atas Rahim (SAR) dan Segmen Bawah Rahim(SBR).
Dalam persalinan perbedaan SAR dan SBR akan tampak lebih jelas. Di
mana SAR dibentuk oleh korpus uteri dan bersifat memegang peranan aktif
(berkontraksi) dan dindingnya bertambah tebal dengan majunya persalinan,
dengan kata lain SAR mengadakan suatu kontraksi menjadi tebal dan
mendorong anak keluar. sedangkan SBR dibentuk oleh isthimus uteri yang
sifatnya memegang peranan pasif dan makin tipis dengan majunya
persalinan (disebabkan karena regangan), dengan kata lain SBR dan serviks
mengadakan relaksasi dan dilatasi (Marmi, 2016).
3) Perubahan pada Serviks
Perubahan pada serviks pada kala II ditandai dengan pembukaan lengkap,
pada pemeriksaan dalam tidak teraba lagi bibir portio, Segmen Bawah
Rahim (SBR) dan serviks (Marmi, 2016).
4) Perubahan pada Vagina dan Dasar Panggul
Setelah pembukaan lengkap dan ketuban telah pecah terjadi perubahan –
perubahan terutama pada dasar panggul yang diregangkan oleh bagian depan
janin sehingga menjadi saluran yang dinding-dindingnya tipis karena suatu
regangan dan kepala sampai vulva, lubang vulva menghadap ke depan atas
dan anus menjadi terbuka, perineum menonjol dan tidak lama kemudian
kepala janin tampak pada vulva (Marmi, 2016).
5) Perubahan sistem Reproduksi
Kontraksi uterus pada persalinan bersifat unik mengingat kontraksi ini
merupakan kontraksi otot fisiologis yang menimbulkan nyeri pada tubuh.
Selama kehamilan terjadi keseimbangan antara kadar progesteron dan
estrogen didalam darah, tetapi pada akhir kehamilan kadar estrogen
progesteron menurun kira-kira 1-2 minggu sebelum partus dimulai sehingga
menimbulkan kontraksi uterus. Kontraksi uterus mula-mula jarang dan tidak
teratur dengan intensitasnya ringan kemudian menjadi lebih sering, lebih
lama dan intensitasnya semakin kuat seiring kemajuan persalinan (Marmi,
2016).
6) Perubahan Tekanan Darah
Tekanan darah akan meningkat selama kontraksi disertai peningkatan
sistolik rata-rata 10-20 mmHg. Pada waktu-waktu diantara kontraksi tekanan
darah kembali ke tingkat sebelum persalinan. Dengan mengubah posisi
tubuh dari telentang ke posisi miring, perubahan tekanan darah selama
kontraksi dapat dihindari. Nyeri, rasa takut, dan kekhawatiran dapat semakin
meningkatkan tekanan darah (Marmi, 2016).
7) Perubahan Metabolisme
Selama persalinan metabolisme karbohidrat meningkat dengan kecepatan
tetap. Peningkatan ini terutama disebabkan oleh aktivitas otot. Peningkatan
aktivitas metabolik terlihat dari peningkatan suhu tubuh, denyut nadi,
pernapasan, denut jantung dan cairan yang hilang (Marmi, 2016).
8) Perubahan suhu
Perubahan suhu sedikit meningkat selama persalinan dan tertinggi selama
dan segera setelah melahirkan. Perubahan suhu dianggap normal bila
peningkatan suhu yang tidak lebih dari 0,5-1 0C yang mencerminkan
peningkatan metabolisme selama persalinan (Marmi, 2016),
9) Perubahan Denyut Nadi
Perubahan yang mencolok selama kontraksi disertai peningkatan selama fase
peningkatan, penurunan selama titik puncak sampai frekuensi yang lebih
rendah dari pada frekuensi diantara kontraksi dan peningkatan selama fase
penurunan hingga mencapai frekuensi lazim diantara kontraksi. Penurunan
yang mencolok selama kontraksi uterus tidak terjadi jika wanita berada pada
posisi miring bukan telentang. Frekuensi denyut nadi diantara kontraksi
sedikit lebih meningkat dibanding selama periode menjelang persalinan. Hal
ini mencerminkan peningkatan metabolisme yang terjadi selama persalinan
(Marmi, 2016).
10) Perubahan pernapasan
Peningkatan frekuensi pernapaan normal selama persalinan dan
mencerminkan peningkatan metabolisme yang terjadi. Hiperventilasi yang
menunjang adalah temuan abnormal dan dapat menyebabkan alkalosis (rasa
kesemutan pada ektremitas dan perasaan pusing) (Marmi, 2016).
11) Perubahan pada Saluran Cerna
Absorpsi lambung terhadap makanan padat lebih berkurang. Abaikan
kondisi ini diperburuk oleh penurunan lebih lanjut sekresi asam lambung
selama persalinan, maka saluran cerna bekerja dengan lambat sehingga
waktu pengosongan lambung menjadi lebih lama. Cairan tidak dipengaruhi
dan waktu dibutuhkan untuk pencernaan di lambung tetap seperti biasa.
Lambung yang penuh dapat menimbulkan ketidaknyamanan dan penderitaan
umum selama masa transisi. Oleh karena itu wanita harus dianjurkan untuk
tidak makan dalam porsi besar atau minum berlebihan. Tetapi makan dan
minum ketika keinginan timbul guna mempertahankan energi dan hidrasi.
Mual dan muntah umum terjadi selama fase transisi yang menandai akhir
fase pertama persalinan (Marmi, 2016).
12) Perubahan Hematologi
Hemoglobin meningkat rata-rata 1,2 gr/100 ml selama persalinan dan
kembali ke kadar sebelum persalinan pada hari pertama pasca partum jika
tidak ada lagi kehilangan darah yang abnormal. Waktu koagulasi darah
berkurang dan terdapat peningkatan fibrinogen plasma lebih lanjut selama
persalinan (Varney,2008 dalam buku Marmi, 2016).
c. Perubahan Fisiologis Kala III
Penyebabnya plasenta terpisah dari dinding uterus adalah kontraksi
uterus(spontan atau dengan stimulus) setelah kala II selesai. Tempat
perlekatan plasenta menentukan kecepatan pemisahan dan metode ekspulsi
plasenta. Selama kala III, kavum uteri secara progresif semakin mengecil
sehingga memungkinkan proses retraksi semakin meningkat. Dengan
demikian sisi plasenta akan jauh lebih kecil. Plasenta menjadi tertekan dan
darah yang ada pada vili-vili plasenta akan mengalir kedalam lapisan
spongiosum dari desidua. Terjadinya retraksi dari otot-otot uterus yang
menyilang menekan pembuluh-pembuluh darah sehingga darah tidak masuk
kembali kedalam system maternal. Pembuluh darah selanjutnya menjadi
tegang dan padat.
Pada kala III otot uterus (miometrium) berkontraksi mengikuti
penyusunan volume rongga uterus setelah lahirnya bayi. Penyusutan ukuran
ini menyebabkan berkurangnya ukuran tempat perlekatan plasenta. Karena
tempat perlekatan plasenta menjadi semakin kecil, sedangkan ukuran
plasenta tidak berubah, plasenta terlipat, menebal, kemudian terlepas dari
dinding uterus. Setelah lepas, plasenta akan turun kebagian bawah uterus
atau ke dalam vagina (Depkes, 2008 dalam Nurasiah, dkk 2012).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rafika pada tahun 2018,
penelitian ini diperoleh nilai rata-rata kadar hemoglobin bayi baru lahir pada
kelompok 2 menit sebesar 14,5 gr/dl dan kelompok 3 menit sebesar 15,9
gr/dl, berarti terdapat perbedaan kadar Hb bayi pada kedua kelompok waktu
penundaan pengkleman tali pusat. Penjepitan tunda akan meningkatkan
jumlah eritrosit yang ditransfusikan ke bayi, hal tersebut tercermin dalam
peningkatan kadar Hb bayi baru lahir baik pada kelompok 3 menit
dibandingkan kelompok 2 menit waktu penundaan klem tali pusat. Hasil uji
statistik didapatkan nilai p= 0.000 (p<0.05). Hal ini berarti ada pengaruh
waktu penundaan pengekleman tali pusat terhadap kadar hemoglobin pada
bayi baru lahir. Hal ini menunjukkan waktu penundaan pengekleman tali
pusat 3 menit lebih tinggi kadar hemoglobinnya dibandingkan waktu 2
menit, namun keduanya memberikan kadar hemoglobin yang normal. Berarti
semakin lama waktu penundaan pengekleman tali pusat, maka akan
memberikan dampak yang lebih baik terhadap peningkatan jumlah
hemoglobin bayi, sehingga bisa mengurangi defisiensi zat besi bayi baru
lahir.
d. Perubahan Fisiologis Kala IV
1) Uterus
Setelah kelahiran plasenta, uterus dapat ditemukan ditengah-
tengah abdomen kurang lebih dua pertiga sampai tiga perempat antara
simpisis pubis dan umbilikus. Jika uterus ditemukan ditengah, di atas
simpisis maka hal ini menandakan adanya darah di kavum uteri dan
butuh untuk ditekan dan dikeluarkan. Uterus yang berada di atas
umbilikus dan bergeser paling umum ke kanan menandakan adanya
kandung kemih penuh. Kandung kemih penuh menyebabkan uterus
sedikit bergeser ke kanan, mengganggu kontraksi uterus dan
memungkinkan peningkatan perdarahan. Jika pada saat ini ibu tidak
dapat berkemih secara spontan, maka sebaiknya dilakukan kateterisasi
untuk mencegah terjadinya perdarahan.
Uterus yang berkontraksi normal harus terasa keras ketika
disentuh atau diraba. Jika segmen atas uterus terasa keras saat disentuh,
tetapi terjadi perdarahan maka pengkajian segmen bawah uterus perlu
dilakukan. Uterus yang teraba lunak, longgar tidak berkontraksi dengan
baik, hipotonik, atonia uteri adalah penyebab utama perdarahan
postpartum segera. Hemostasis uterus yang efektif dipengaruhi oleh
kontraksi jalinan serat-serat otot miometrium. Serat-serat ini bertindak
mengikat pembuluh darah yang terbuka pada sisi plasenta. Pada
umumnya trombus terbentuk pembuluh darah distal pada desidua, bukan
dalam pembuluh miometrium. Mekanisme ini yaitu ligasi terjadi dalam
miometrium dan trombosis dalam desidua penting karena dapat
mencegah pengeluaran trombus ke sirkulasi sistemik (Marmi, 2016).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Aprilian dkk
tahun 2016, data dianalisis menggunakan uji Independent T-test
didapatkan nilai hasil t hitung sebesar 2.591, sehingga 2.591 > 2.021
dengan derajat nilai signifikansi sebesar 0.000 atau < 0.05, maka (t
hitung > t tabel) sehingga Ho ditolak. Artinya ada perbedaan sebesar
37.95 cc antara yang diberi dan tidak diberi masasse fundus uteri pada
kala IV di Rumah Sakit Tugurejo Semarang. Massase fundus uteri dapat
merangsang uterus berkontraksi baik dan kuat. Dengan terus
berkontraksi ,rahim menutup pembuluh darah yang terbuka pada daerah
plasenta. Penutupan ini mencegah perdarahan yang hebat dan
mempercepat pelepasan lapisan rahim ekstra yang terbentuk selama
kehamilan.
2) Serviks, Vagina, dan Perineum
Segera setelah kelahiran serviks bersifat patolous, terkulai dan
tebal. Tapi anterior selama persalinan, atau setiap bagian serviks yang
terperangkap akibat penurunan kepala janin selama periode yang
memanjang, tercermin pada peningkatan edema dan memar pada area
tersebut. Perineum yang menjadi kendur dan tonus vagina juga tampil
jaringan tersebut, dipengaruhi oleh peregangan yang terjadi selama kala
II persalinan. Segera setelah bayi lahir tangan bisa masuk, tetapi setelah
dua jam introitus vagina hanya bisa dimasuki dua atau tiga jari. Edema
atau memar pada introitus atau pada aera perineum sebaiknya dicatat
(Marmi, 2016).
3) Tanda Vital
Tekanan darah, nadi, dan pernafasan harus kembali stabil pada level
pra-persalinan selama jam pertama pascapartum. Pemantauan tekanan
darah dan nadi yang rutin selama interval ini adalah satu sarana
mendeteksi syok akibat kehilangan darah berlebihan. Sedangkan suhu
tubuh ibu berlanjut meningkat, tetapi biasanya dibawah 38 0C. Namun
jika intake cairan baik, suhu tubuh dapat kembali normal dalam 2 jam
pascapartus (Marmi, 2016).
4) Gemetar
Umum bagi seorang wanita mengalami tremor atau gemetar selama
kala empat persalinan, gemetar seperti itu dianggap normal selama tidak
disertai dengan demam lebih dari 380C, atau tanda-tanda infeksi lainnya.
Respon ini dapat diakibatkan karena hilangnya ketegangan dan sejumlah
energi melahirkan, respon fisiologi terhadap penurunan volume intra-
abdomen dan pergeseran hematologik juga memainkan peranan (Marmi,
2016).
5) Sistem Gastrointestinal
Mual dan muntah, jika ada selama masa persalinan harus ditandai.
Haus umumnya banyak dialami, dan ibu melaporkan rasa lapar setelah
melahirkan (Marmi, 2016).
6) Sistem Renal
Kandung kemih yang hipotonik, disertai dengan retensi urine
bermakna dan pembesaran umum terjadi. Tekanan dan kompresi pada
kandung kemih selama persalinan dan kelahiran adalah penyebabnya.
Mempertahankan kandung kemih wanita agar tetap kosong selama
persalinan dapat menurunkan trauma. Setelah melahirkan kandung
kemih harus tetap kosong guna mencegah uterus berubah posisi dan
atonia. Uterus yang berkontraksi dengan buruk dan meningkatkan resiko
perdarahan dan keparahan nyeri (Marmi, 2016).
E. Perubahan Psikologi Persalinan
1. Perubahan Psikologi Persalinan Kala I
Perubahan psikologis dan perilaku ibu, terutama yang terjadi
selama fase laten, aktif dan transisi pada kala I persalinan, berbagai
perubahan ini dapat digunakan untuk mengevaluasi kemajuan persalinan
pada wanita dan bagaimana ia mengatasi tuntutan terhadap dirinya yang
muncul dari persalinan dan lingkungan. Selain perubahan yang spesifik,
kondisi psikologi dan keseluruhan seorang wanita yang sedang menjalani
persalinan sangat bervariasi, tergantung pada persiapan dan bimbingan
antisipasi yang ia terima selama persiapan menghadapi persalinan.
Dukungan yang diterima dari pasangannya, orang terdekat lain, keluarga
dan pemberi perawatan lingkungan tempat wanita tersebut berada. Dan
apakah bayi yang dikandungnya merupakan bayi yang diinginkan. Banyak
bayi tidak direncanakan, tetapi sebagian besar bayi pada akhirnya
diinginkan menjelang akhir kehamilan.
Aspek psikologi ibu akan memengaruhi perjalanan persalinan.
Persiapan dan bimbingan antisipasi sangat beragam, beberapa pendidikan
tentang kelahiran menyusun rencana kelahiran di rumah bersalin atau di
rumah. Masing-masing tipe pendidikan tentang kelahiran sangat
memengaruhi kejiwaan wanita: gambaran diri, ekspektasi, dan percaya diri
yang dimiliki wanita. Perubahan psikologi dan perilaku ibu, terutama yang
terjadi pada fase laten dan transisi pada kala satu persalinan dapat
dijelaskan sebagai berikut :
1) Fase Laten
Pada fase ini wanita mengalami emosi yang bercampur aduk,
wanita merasa gembira, bahagia dan bebas karena kehamilan dan
penantian yang panjang akan segera berakhir, tetapi ia mempersiapkan
diri sekaligus memiliki kekhawatiran tentang apa yang akan terjadi.
Secara umum, dia tidak terlalu merasa tidak nyaman dan mampu
menghadapi situasi tersebut dengan baik. Namun untuk wanita yang tidak
pernah mempersiapkan diri terhadap apa yang akan terjadi, fase laten
persalinan akan menjadi waktu ketika ia banyak berteriak dalam
ketakutan bahkan pada kontraksi yang paling ringan sekali pun dan
tampak tidak mampu mengatasinya sampai sering frekuensi dan intensitas
kontraksi meningkat, semakin jelas baginya bahwa ia akan segera
bersalin. Bagi wanita yang telah banyak menderita menjelang akhir
kehamilan dan pada persalinan palsu, respons emosionalnya terhadap fase
laten persalinan kadang-kadang dramatis, perasaan lega, relaksasi dan
peningkatan kemampuan koping tanpa memperhatikan lokasi persalinan.
Walaupun rasa letih, wanita itu tahu bahwa pada akhirnya ia benar-benar
bersalin dan apa yang ia alami saat ini produktif (Marmi, 2016).
2) Fase Aktif
Pada fase ini kontraksi uterus akan meningkat secara bertahap dan
ketakutan wanita pun meningkat. Pada saat kontraksi semakin kuat, lebih
lama, dan terjadi lebih sering, semakin jelas baginya bahwa semua itu
berada di luar kendali nya. Dengan kenyataan ini ia menjadi lebih serius.
Wanita ingin seseorang mendampinginya karena ia takut ditinggal sendiri
dan tidak mampu mengatasi kontraksi yang diatasi. Ia mengalami
sejumlah kemampuan dan ketakutan yang tidak dapat dijelaskan. Ia dapat
mengatakan kepada anda bahwa ia merasa takut, tetapi tidak menjelaskan
dengan pasti apa yang ditakutinya(Marmi, 2016).
Hal ini sesuai dengan penelitian Yuliastanti, T & Nurhidayati, N
2013 tentang Pendampingan Suami dan Skala Nyeri pada Persalinan Kala
I Fase Aktif bahwa proporsi ibu bersalin yang didampingi suami dengan
baik saat melahirkan di BPS Siti Lestari sebanyak 56,3% dan 50% ibu
bersalin mengalami skala nyeri ringan, dengan pendampingan suami baik,
maupun dengan pendampingan suami kurang baik. Melalui uji statistik
dengan Chi Kuadrat dapat dilihat X2 hitung >X2 tabel (8,381>5,99) dan p
value sebesar 0,015 berarti ada hubungan pendampingan suami dengan
pengurangan rasa nyeri pada persalinan kala 1 fase aktif.
3) Fase Transisi
Pada fase ini biasanya ibu merasakan perasaan gelisah yang
mencolok, rasa nyaman menyeluruh, bingung, frustasi, emosi meledak-
ledak akibat keparahan kontraksi, kesadaran terhadap martabat diri
menurun drastis, mudah marah. Beberapa keadaan dapat terjadi pada ibu
dalam persalinan,terutama pada ibu yang pertama kali bersalin:
a) Perasaan tidak enak dan kecemasan
Biasanya perasaan cemas pada ibu saat akan bersalin berkaitan
dengan keadaan yang mungkin terjadi saat persalinan, disertai rasa
gugup
b) Takut dan ragu-ragu akan persalinan yang dihadapi
Ibu merasa ragu apakah dapat melalui proses persalinan secara
normal dan lancar
c) Menganggap persalinan sebagai cobaan
Apakah penolong persalinan dapat sabar dan bijaksana dalam
menolongnya. Kadang kala ibu berfikir apakah tenaga kesehatan
akan bersabar apabila persalinan yang dijalani berjalan lama dan
apakah tindakan yang akan dilakukan tenaga kesehatan jika tiba-tiba
terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, misalnya tali pusat melilit bayi
d) Apakah bayi normal apa tidak
Biasanya ibu akan merasa cemas dan ingin segera mengetahui
keadaan bayinya apakah terlahir dengan sempurna atau tidak, setelah
mengetahui bahwa bayinya sempurna ibu biasanya akan merasa lebih
lega
e) Apakah ia sanggup merawat bayinya
Sebagai ibu atau ibu muda biasanya ada pikiran yang melintas
apakah ia mampu merawat dan bisa menjadi seorang ibu yang baik
untuk anaknya (Marmi, 2016)
2. Perubahan Psikologi Persalinan Kala II
Perubahan psikologis keseluruhan seorang wanita yang sedang
mengalami persalinan sangat bervariasi, tergantung pada persiapan dan
bimbingan antisipasi yang ia terima selama persiapan menghadapi persalinan,
dukungan yang diterima wanita dari pasangannya, orang terdekat lain,
keluarga dan pemberi perawatan, lingkungan tempat wanita tersebut berada
dan apakah bayi yang dikandungnya merupakan bayi yang diinginkan atau
tidak.
Dukungan yang diterima atau tidak diterima oleh seorang wanita di
lingkungan tempatnya melahirkan, termasuk dari mereka yang
mendampinginya, sangat memengaruhi aspek psikologis pada saat kondisinya
sangat rentan setiap kali kontraksi timbul juga pada saat nyerinya timbul
secara berkelanjutan (Marmi, 2016).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Happy dan Umi tahun 2009
didapatkan hubungan yang signifikan antara pendampingan keluarga dengan
lamanya kala II pada ibu multipara di puskesmas Mergangsan Yogyakarta
tahun 2009. Hal ini ditunjukan dengan nilai P = 0,009 < 0,050 dengan nilai r =
0,468. Hasil penelitian ini sesuai dengan apa yang dikemukakan pada teori di
atas, bahwa pada prinsipnya lamanya persalinan salah satunya dipengaruhi
oleh pendampingan keluarga.
3. Perubahan Psikologi Persalinan Kala III
Ibu merasa lega, bahagia, namun sangat lelah karena sudah melewati peristiwa
yang sangat berkesan. Sebagian besar wanita akan segera ingin melihat dan
memeluk bayinya. Namun kembali memikirkan keadaan dirinya yaitu
pengeluaran plasenta dan keadaan vagina, apakah perlu dijahit atau tidak
(Eniyati & Putri, 2012).
4. Perubahan Psikologi Persalinan Kala IV
Setelah yakin dirinya aman, maka kala IV ini perhatian wanita tercurah pada
bayinya. Wanita ingin selalu berada dekat dengan bayinya terkadang sambil
memeriksa apakah keadaan tubuh bayinya normal. Sehingga bonding
attachment sangat diperlukan saat ini. Sehingga dihindarkan pemberian susu
formula (Eniyati & Putri, 2012).
Gambar Pathway Proses Persalinan
F. Penatalaksanaan
1. Asuhan Kala I
Penggunaan Partograf
Merupakan alat untuk mencatat informasi berdasarkan observasi atau
riwayat dan pemeriksaan fisik pada ibu dalam persalinan dan alat penting
khususnya untuk membuat keputusan klinis selama kala I (Marmi, 2016).
Kegunaan Partograf
a. Mengamati dan mencatat informasi kemajuan persalinan dengan
memeriksa dilatasi serviks selama pemeriksaan dalam
b. Menentukan persalinan berjalan normal dan mendeteksi dini persalinan
sehingga bidan dapat membuat deteksi dini mengenai kemungkinan
persalinan lama
Jika digunakan secara tepat dan konsisten, maka partograf akan
membantu penolong untuk :
1. Pemantauan kemajuan persalinan, kesejahteraan ibu dan janin
2. Mencatat asuhan yang diberikan selama persalinan dan kelahiran
3. Mengidentifikasi secara dini adanya penyulit
4. Membuat keputusan klinik yang sesuai dan tepat waktu
Partograf harus digunakan : Untuk semua ibu dalam fase aktif kala
I, tanpa menghiraukan apakah persalinan tersebut normal atau
dengan komplikasi di semua tempat, secara rutin oleh semua
penolong persalinan (Marmi, 2016).
Penggunaan Partograf
a. Untuk semua ibu dalam fase aktif kala I persalinan sebagai elemen
penting asuhan peralinan. Partograf harus digunakan baik tanpa atau pun
adanya penyulit. Partograf akan membantu penolong persalinan dalam
memantau, mengevaluasi, dan membuat keputusan klinik baik
persalinan normal maupun yang disertai dengan penyulit
b. Selama persalinan dan kelahiran disemua tempat
c. Secara oleh semua penolong persalinan yang memberikan asuhan
kepada ibu selama persalinan dan kelahiran
d. Penggunaan partograf secara rutin akan memastikan para ibu dan
bayinya mendapatkan asuhan yang aman dan tepat waktu. Selain itu,
juga mencegah terjadinya penyulit yang dapat mengancam keselamatan
jiwa mereka (Marmi, 2016).
Kondisi ibu dan bayi juga harus dinilai dan dicatat secara seksama yaitu:
1. Denyut jantung janin setiap ½ jam
2. Frekuensi dan lamanya kontraksi uterus setiap ½ jam
3. Nadi : setiap ½ jam
4. Pembukaan serviks setiap 4 jam
5. Penurunan : setiap 4 jam
6. Tekanan darah dan temperatur tubuh setiap 4 jam
7. Produksi urin, aseton dan protein setiap 2 sampai 4 jam
Pencatatan selama fase aktif persalinan
Halaman depan partograf mencantumkan bahwa observasi dimulai pada fase
aktif persalinan dan menyediakan lajur dan kolom untuk mencatat hasil-hasil
pemeriksaan selama fase aktif persalinan, termasuk :
1. Informasi tentang ibu
a. Nama, umur
b. Gravida, para, abortus
c. Nomor catatan medis atau nomor puskesmas
d. Tanggal dan waktu mulai dirawat
e. Waktu pecahnya selaput ketuban
2. Kondisi janin
a. DJJ
b. Warna dan adanya air ketuban
c. Penyusupan (molase) kepala janin
3. Kemajuan persalinan
a. Pembukaan serviks
b. Penurunan bagian terbawah janin atau presentasi janin
c. Garis waspada dan garis bertindak
4. Jam dan waktu
a. Waktu mulainya fase aktif persalinan
b. Waktu aktual saat pemeriksaan atau penilaian
5. Kontraksi uterus
a. Frekuensi dan lamanya
6. Obat-obatan dan cairan yang diberikan
a. Oksitosin
b. Obat-obatan lainnya dan cairan IV yang diberikan
7. Kondisi ibu
a. Nadi, tekanan darah dan temperatur tubuh
b. Urin (volume, aseton atau protein)
8. Asuhan, pengamatan, dan keputusan klinik lainnya (dicatat dalam
kolom yang tersedia di sisi partograf atau di catatan kemajuan
persalinan) (Marmi, 2016).
Mencatat Temuan Partograf
a. Informasi tentang ibu
Melengkapi bagian awal (atas) partograf secara teliti pada saat memulai
asuhan persalinan. Waktu kedatangan (tertulis sebagai jam pada
partograf) dan perhatikan kemungkinan pencatatan dalam fase laten
persalinan. Catat waktu terjadinya pecah ketuban.
b. Kondisi janin
Bagian atas grafik pada partograf adalah untuk pencatatan denyut
jantung janin (DJJ), air ketuban dan penyusupan (kepala janin).
1) Denyut jantung janin
Nilai dan catat DJJ setiap 30 menit (lebih sering jika ada tanda-
tanda gawat janin). Skala angka di bagian atas partograf
menunjukkan DJJ. Catat DJJ dengan memberi tanda titik pada garis
yang sesuai dengan angka yang menunjukkan DJJ. Kemudian
hubungkan titik yang satu dengan titik lain menggunakan garis
tegas dan bersambung. Kisaran normal DJJ terpapar pada partograf
diantara garis tebal pada angka 180 dan 100. Sebaiknya penolong
harus waspada bila DJJ mengarah hingga di bawah 120 atau di atas
160. Untuk tindakan segera yang harus dilakukan jika DJJ
melampaui kisaran normal ini, catat tindakan-tindakan yang
dilakukan pada ruang yang tersedia di salah satu dari kedua sisi
partograf.
2) Warna dan adanya air ketuban
Nilai air ketuban setiap kali melakukan periksa dalam dan nilai
warna ketuban jika selaput ketuban pecah. Catat temuan-temuan
dalam kotak yang sesuai di bawah lajur DJJ. Gunakan lambang-
lambang berikut ini:
U : Ketuban Utuh
J : Ketuban sudah pecah dan air ketuban Jernih
M : Ketuban sudah pecah dan bercampur mekoneum
D : Ketuban sudah pecah dan bercampur darah
K : Ketuban sudah pecah dan tidak ada air ketuban (Kering)
Mekoneum dalam cairan ketuban tidak selalu menunjukkan adanya
gawat janin. Jika terdapat mekoneum, pantau DJJ secara seksama
untuk mengenali tanda-tanda gawat janin selama proses persalinan.
Jika ada tanda-tanda gawat janin(denyut jantung janin <100 atau
>180 kali/menit) ibu harus segera dirujuk. Warna buram dapat
mengidentifikasi korioamnionitis. Warna kehijauan dapet
mengidentifikasikan bercampur mekoneum. Korioamnionitis, atau
perdarahan kronis. Warna merah kecoklatan dapat mengidentifikasi
abrupsio yang sudah lama terjadi. Selaput ketuban berwarna merah
muda agak gelap mengidentifikasikan hemolisis dapat terlihat
setelah kematian janin.
3) Penyusupan (molase tulang kepala janin)
Penyusupan adalah indikator penting tentang seberapa jauh kepala
bayi dapat menyesuaikan diri terhadap bagian keras (tulang)
panggul ibu. Semakin besar derajat penyusupan atau tumpang tindih
antar tulang kepala, semakin menunjukkan resiko disproporsi
kepala panggul (CPD). Ketidakmampuan untuk berakomodasi atau
disproporsi ditunjukkan melalui derajat penyusupan atau tumpang
tindih (molage) yang berat sehingga tulang kepala yang saling
menyusup, sulit untuk dipisahkan. Apabila ada dugaan disproposi
kepala panggul, penting untuk memantau kondisi janin serta
kemajuan persalinan. Lakukan tindakan pertolongan awal yang
sesuai dan rujuk ibu dnegan dugaan CPD ke fasilitas kesehatan
rujukan. Setiap kali melakukan pemeriksaan dalam, nilai
penyusupan antar tulang (molage) kepala janin. Catat semua temuan
yang ada di kotak sesuai di bawah lajur air ketuban. Gunakan
lambang-lambang berikut ini:
0: tulang-tulang kepala janin terpisah, sutura dengan mudah dapat
dipalpasi
1: tulang-tulang kepala janin hanya slaing bersentuhan
2: tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih tetapi dapat
dipisahakan
3: tulang-tulang kepala janinsaling tumpang tindih dan dapat
dipisahkan
c. Kemajuan persalinan
Kolom dan lajur kedua pada partograf adalah untuk pencatatan dan
kemajuan persalinan. Angka 0-10 yang tertera di kolom paling kiri
adalah besarnya dilatasi serviks. Nilai setiap angka sesuai besarnya
dilatasi serviks dalam satuan senti meter dan menempati lajur dalam
kotak tersendiri. Perubahan nilai atau perpindahan lajur satu ke lajur
yang lain menunjukkan penambahan dilatasi serviks sebesar 1 cm. Pada
lajur dan kotak yang mencatat penurunan bagian terbawah janin
tercantum angka 1 sampai 5 yang sesuai dengan metode perlimaan,
seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Setiap kotak segi empat atau
kubus menunjukkan waktu 30 menit. Untuk pencatatan waktu
pemeriksaan, DJJ, kontraksi uterus dan frekuensi nadi ibu, berikut
caranya:
1) Pembukaan Serviks
Nilai dan catat pembukaan setiap 4 jam (lebih sering dilakukan jika
ada tanda-tanda penyulit). Saat ibu berada pada fase aktif
persalinan, catat pada partograf setiap temuan dari setiap
pemeriksaan. Tanda X harus dicantumkan digaris waktu yang
sesuai dengan lajur besarnya pembukaan serviks. Perhatikan :
a) Pilih angka pada tepi kiri luar kolom pembukaan serviks yang
sesuai dengan besarnya pembukaan serviks pada fase aktif
persalinan, yang diperoleh dari hasil periksa dalam.
b) Untuk pemeriksaan pertama pada fase aktif persalinan, temuan
(pembukaan serviks) dari hasil periksa dalam harus
dicantumkan pada garis waspada. Pilih angka yang sesuai
dengan pembukaan serviks dan cantumkan tanda X pada
ordinat atau titik silang garis dilatasi serviks dan garis waspada.
c) Hubungan tanda X dari setiap pemeriksaan dengan garis utuh.
Contoh : Jam 20.00 WIB pembukaan 5 cm
2) Penurunan bagian Terbawah Janin
Setiap kali melakukan pemeriksaan dalam setiap 4jam atau lebih
sering (lebih sering dilakukan jika ada tanda-tanda penyulit)
cantumkan hasil pemeriksaan penurunan kepala (Perlimaan) yang
menunjukkan seberapa jauh bagian terbawah janin telah memasuki
rongga panggul, pada persalinan normal kemajuan pembukaan
serviks selalu diikuti dengan turunnya bagian terbawah janin baru
terjadi setelah pembukaan serviks selalu diikuti dengan turunnya
bagian terbawah janin. Tapi adakalanya turunnya kepala janin baru
terjadi setelah pembukaan serviks mencapai 7 cm. Berikan tanda o
yang ditulis pada garis waktu yang sesuai. Sebagai contoh, jika
hasil pemeriksaan palpasi kepala diatas simfisis pubis adalah 4/5
tuliskan tanda o digaris angka 4. Hubungkan tanda o dari setiap
pemeriksaan dengan garis tidak terputus. Contoh :
Jam 20.00 WIB penurunan kepala 3/5
Jam 24.00 WIB penurunan kepala 1/5.
Pencatatan selama fase aktif persalinan harus dimulai pada garis
waspada. Jika pembukaan serviks mengarah sebelah kanan garis
waspada (pembukaan kurang dari 1 cm per jam) harus
dipertimbangkan adanya penyulit (misalnya: fase aktif memanjang,
serviks kaku, atau inersia uteri hipotonik, dll). Pertimbangkan
perlunya melakukan intervensi bermanfaat yang diperlukan
misalnya persiapan rujukan ke fasilitas kesehatan rujukan yang
memiliki kemampuan untuk menatalaksanakan penyulit atau gawat
darurat ostetrik. Garis bertindak tertera sejajar dan disebelah kanan
(berjarak 4 jam) garis waspada. Jika pembukaan serviks telah
melampaui dan berada disebelah kanan garis bertindak ini
menunjukkan bahwa perlu dilakukan tindakan untuk menyelesaikan
persalinan. Sebaiknya ibu harus sudah berada ditempat rujukan
sebelum garis bertindak terlampaui.
d. Jam dan Waktu
1) Mulaina fase Aktif Persalinan
Di bagian bawah partograf (pembukaan serviks dan penurunan
kepala) tertera kotak-kotak yang diberi angka 1-12 setiap kotak
menyatakan 1 jam sejak dimulainya fase aktif persalinan.
2) Waktu Aktual saat Pemeriksaan atau Penilaian
Di bawah lajur kotak untuk waktu mulainya fase aktif, tertera
kotak-kotak untuk mencatat waktu aktual saat pemeriksaan
dilakukan. Setiap kotak menyatakan 1 jam penuh dan berkaitan
dengan 2 kotak waktu 30 menit yang berhubungan dengan lajur
untuk pencatatan pembukaan serviks, DJJ di-bagian atas dan lajur
kontraksi serta nadi ibu di-bagian bawah. Saat ibu masuk dalam
fase aktif persalinan, cantumkan pembukaan serviks digaris
waspada. Kemudian catatkan waktu aktual pemeriksaan di kotak
waktu yang sesuai. Contoh jika hasil periksa dalam menunjukkan
pembukaan serviks 6 cm pada pukul 15.00 WIB cantumkan tanda X
digaris waspada yang sesuai dengan lajur angka 6 yang tertera di
sisi luar kolom paling kiri dan catat waktu aktual di kotak pada lajur
waktu di bawah lajur pembukaan (kotak ke 3 dari kiri).
e. Kontraksi Uterus
Di bawah lajur waktu partograf, terdapat 5 kotak dengan tulisan
kontraksi/ 10 menit disebelah luar kolom paling kiri. Setiap kotak
menyatakan 1 kontraksi. Setiap 30 menit, raba dan catat jumlah
kontraksi dalam 10 menit dan lamanya kontraksi dalam satuan detik.
Nyatakan jumlah kontraksi yang terjadi dalam waktu 10 menit dengan
cara mengisi kotak kontraksi yang tersedia dan disesuaikan dnegan
angka yang mencerminkan temuan dari hasil pemeriksaan kontraksi.
f. Obat-obatan dan cairan yang diberikan
Di bawah lajur kotak observasi kontraksi uterus tertera lajur kotak untuk
mencatat oksitosin, obat-obatan lainnya dan cairan IV. Obat ini dapat
juga digunakan untuk mencatat jumlah asupan yang diberikan
g. Kondisi ibu
Pada bagian terbawah lajur dan kolom pada halaman depan partograf
terdapat kotak atau ruang untuk mencatat kondisi kesehatan dan
kenyamanan ibu bersalin.
1) Nadi, tekanan darah dan suhu
a. Nilai dan catat nadi ibu dalam 30 menit fase aktif persalinan, beri
tanda titik (.) pada titik yang sesuai
b. Nilai dan catat tekanan darah ibu setiap 4 jam selama fase aktif
persalinan. Beri tanda panah dalam partograf pada kotak yang
sesuai
c. Nilai dan catat temperatur tubuh ibu setiap 2 jam dan catat
temperatur tubuh pada kotak yang sesuai.
2) Volume urin, protein, da aseton
Catat semua asuhan lain, hasil pengamatan dan keputusan klinik
diisi luar kolom partograf atau buat catatan terpisah tentang
kemajuan persalinan. Cantumkan juga tanggal dan waktu saat
membuat catatan persalinan. Beberapa catatan yang perlu
dicantumkan misalnya:
a. Jumlah cairan per oral yang diberikan
b. Keluhan sakit kepala atau penglihatan
c. Konsultasi dengan penolong persalinan lainnya
d. Persiapan sebelum melakukan rujukan
e. Upaya, jenis dan lokasi fasilitas rujukan
Catatan pada lembar belakang partograf
Halaman belakang partograf merupakan bagian untuk mencatat
hal-hal yang terjadi selama proses persalinan dan kelahiran bayi,
serta tindakan-tindakan yang dilakukan sejak kala I hingga kal IV
dan bayi baru lahir. Itulah sebabnya bagian ini disebut sebagai
catatan persalinan. Nilai dan catatkan asuhan yang diberikan kepada
ibu selama masa nifas(terutama pada kala IV persalinan) untuk
memungkinkan penolong persalinan mencegah terjadinya penyulit
dan membuat keputusan klinik yang sesuai. Dokumentasi ini sangat
penting terutama untuk menilai atau memantau sejauh mana
pelaksanaan asuhan persalinan yang aman dan bersih telah
dilakukan. Catatan persalinan terdiri dari unsur-unsur berikut:
1. Data atau informasi umum
2. Kala I
3. Kala II
4. Kala III
5. Bayi baru lahir
6. Kala IV
Cara pengisian:
Berbeda dengan halaman depan yang harus diisi pada akhir setiap
pemeriksaan, lembar belakang partograf ini diisi setelah seluruh
proses persalinan selesai. Adapun cara pengisian catatan persalinan
pada lembar belakang partograf secara lebih terperinci diuraikan
menurut unsur nya sebagai berikut :
a. Data dasar
Data dasar terdiri dari tanggal, nama bidan, tempat persalinan,
alamat tempat persalinan, catatan, alasan merujuk, tempat
rujukan dan pendamping saat merujuk. Isi data pada masing-
masing tempat yang telah disediakan, atau dengan cara memberi
tanda pada kotak di samping jawaban yang sesuai
b. Kala I
Kala I terdiri dari pertanyaan-pertanyaan tentang partograf saat
melewati garis waspada, masalah-masalah yang dihadapi,
penatalaksanaannya dan hasil penatalaksanaannya tersebut
c. Kala II
Kala II terdiri dari episiotomi, pendamping persalinan, gawat
janin, distosia bahu, masalah penyerta, penatalaksanaan dan
hasilnya.
d. Kala III
Kala III terdiri dari pemberian oksitosin, penegangan tali pusat
terkendali, pemijatan fundus, plasenta lahir lengkap, plasenta
tidak lahir >30 menit, laserasi, atonia uteri, jumlah perdarahan,
masalah penyerta, penatalaksanaan dan hasilnya, isi jawaban
pada tempat yang disediakan dan beri tanda pada kotak di
samping jawaban yang sesuai.
e. Bayi baru lahir
Informasi tentang bayi baru lahir terdiri dari berat badan dan
panjang badan, jenis kelamin, penilaian kondisi bayi baru lahir,
pemberian ASI, masalah penyerta, penatalaksanaan terpilih dan
hasilnya. Isi jawaban pada tempat yang disediakan serta beri
tanda ada kotak di samping jawaban yang sesuai
f. Kala IV
Kala IV berisis data tentang tekanan darah, nadi, suhu, tinggi
fundus uteri, kandung kemih dan perdarahan. Pemantauan pada
kala IV ini sangat penting terutama untuk menilai apakah
terdapat resiko atau terjadi perdarahan pasca persalinan.
Pengisian pemantauan kala IV dilakukan setiap 15 menit pada
satu jam pertama setelah melahirkan, dan setelah 30 menit pada
satu jam berikutnya. Isi setiap kolom sesuai dengan hasil
pemeriksaan dan jawab pertanyaan mengenai masalah kala IV
pada tempat yang telah disediakan (Nurasiah, dkk 2012).
2. Asuhan Persalnan Kala II
Untuk melakukan asuhan persalinan normal (APN) dirumuskan 60 langkah
asuhan persalinan normal sebagai berikut:
1) Mendengar dan melihat adanya tanda persalinan kala dua.
2) Memastikan kelengkapan bahan dan obat-obatan esensial siap
digunakan termasuk mematahkan ampul oksitosin 10 unit &
menempatkan tabung suntik steril sekali pakai di dalam partus set.
3) Mengenakan baju penutup atau celemek plastik yang bersih
4) Melepaskan semua perhiasan yang dipakai di bawah siku, mencuci
tangan dengan sabun dan air bersih yang mengalir dan mengeringkan
tangan dengan handuk satu kali pakai/ pribadi yang bersih.
5) Menggunakan sarung tangan DTT pada tangan kanan yang akan
digunakan untuk pemeriksaan dalam.
6) Mengambil alat suntik dengan tangan yang bersarung tangan, isi dengan
oksitosin 10 unit dan letakan kembali ke dalam wadah partus set.
7) Membersihkan vulva dan perineum dengan kapas basah yang telah
dibasahi oleh air matang (DTT), dengan gerakan vulva ke perineum.
8) Dengan menggunakan teknik aseptik melakukan pemeriksaan dalam
untuk memastikan bahwa pembukaan serviks sudah lengkap. Bila
selaput ketuban belum pecah sedangkan pembukaan sudah lengkap
lakukan amniotomi
9) Mendekontaminasi sarung tangan dengan cara mencelupkan tangan
yang masih memakai sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin 0.5%
dan kemudian melepaskannya dalam keadaan terbalik serta
merendamnya ke dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit.
10) Memeriksa DJJ seetelah kontraksi berakhir untuk memastikan DJJ
dalam batas normal (120-60 x/menit)
11) Memberitahu ibu pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik.
Membantu ibu dalam keadaan yang nyaman sesuai dengan
keinginannya.
12) Meminta bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi ibu untuk meneran
(pada saat ada his, bantu ibu dalam posisi setengah duduk dan pastikan
ia merasa nyaman.
13) Melakukan pimpinan meneran saat ibu mempunyai dorongan yang kuat
untuk meneran. Menganjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau
mengambil posisi nyaman, jika ibu belum merasa ada dorongan untuk
meneran dalam 60 menit
14) Jika kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter 5-6 cm
15) Meletakkan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi) di perut ibu,
Meletakkan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian bawah bokong ibu.
16) Membuka tutup partus set dan memperhatikan kembali kelengkapan alat
dan bahan.
17) Memakai sarung tangan DTT pada kedua tangan.
18) Saat kepala janin terlihat pada vulva dengan diameter 5-6 cm,
memasang handuk bersih pada perut ibu untuk mengeringkan bayi jika
telah lahir dan kain kering dan bersih yang dilipat 1/3 bagian di bawah
bokong ibu. Setelah itu kita melakukan perasat stenan (perasat untuk
melindungi perineum dengan satu tangan, di bawah kain bersih dan
kering, ibu jari pada salah satu sisi perineum dan 4 jari tangan pada sisi
yang lain pada belakang kepala bayi. Tahan belakang kepala bayi agar
posisi kepala tetap fleksi pada saat keluarga secara bertahap melewati
introitus dan perineum).
19) Setelah kepala keluar menyeka mulut dan hidung bayi dengan kasa
steril
20) Kemudian memeriksa adanya lilitan tali pusat pada leher janin.
21) Menunggu hingga kepala janin selesai melakukan putaran paksi luar
secara spontan.
22) Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang secara biparietal.
Menganjurkan kepada ibu untuk meneran saat kontraksi. Dengan lembut
gerakan kepala kearah bawah dan distal hingga bahu depan muncul di
bawah arkus pubis dan kemudian gerakan arah atas dan distal untuk
melahirkan bahu belakang.
23) Setelah bahu lahir, geser tangan bawah ke arah perineum ibu untuk
menyanggah kepala, lengan dan siku sebelah bawah. Gunakan tangan
atas untuk menelusuri dan memegang tangan dan siku sebelah atas.
24) Setelah badan dan lengan lahir, tangan kiri menyusuri punggung ke arah
bokong dan tungkai bawah janin untuk memegang tungkai bawah
(selipkan jari telunjuk tangan kiri diantara kedua lutut janin)
25) Melakukan penilaian se lintas (dalam 30 detik): apakah bayi menangis
kuat dan atau bernapas tanpa kesulitan? apakah bayi bergerak aktif?
26) Segera membungkus kepala dan bayi dengan handuk dan biarkan kontak
kulit ibu ke bayi. Lakukan penyuntikan oksitosin IM
27) Menjepit tali pusat menggunakan klem kira-kira 3 cm dari pusat bayi.
Melakukan urutan pada tali pusat mulai dari klem kearah ibu dan
memasang klem kedua 2 cm dari klem pertama kearah ibu
28) Dengan satu tangan. Pegang tali pusat yang telah dijepit (lindungi perut
bayi), dan lakukan pengguntingan tali pusat diantara 2 klem tersebut.
29) Mengeringkan bayi, mengganti handuk yang basah dan menyelimuti
bayi dengan kain atau selimut yang bersih dan kering menutupi bagian
kepala membiarkan tali pusat terbuka. Jika bayi mengalami kesulitan
bernafas, ambil tindakan yang sesuai
30) Memberikan bayi kepada ibunya dan menganjurkan ibu untuk memeluk
bayinya dan memulai pemberian ASI jika ibu menghendakinya
31) Meletakkan kain yang bersih dan kering. Melakukan Palpasi untuk
menghilangkan kemungkinan adanya bayi kedua.
32) Memberitahu kepada ibu bahwa ia akan di suntik
33) Dalam waktu 2 menit setelah kelahiran bayi berikan suntikan oksitosin
10 unit IM di gluteus atau 1/3 atas paha kanan ibu bagian luar, setelah
mengaspirasinya terlebih dahulu.
34) Memindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5 - 10 cm dari vulva.
35) Meletakkan satu tangan di atas kain pada perut ibu, di tepi atas simfisis,
untuk mendeteksi
36) Setelah uterus berkontraksi, menegangkan tali pusat dengan tangan
kanan, sementara tangan kiri menekan uterus dengan hati-hati ke arah
dorso-kranial. Jika plasenta tidak lahir setelah 30-40 detik, henti kan
penegangan tali pusat dan menunggu hingga timbul kontraksi
berikutnya dan mengulangi prosedur.
37) Melakukan penegangan dan dorongan dorsalkranial hingga plasenta
terlepas, minta ibu untuk meneran sambil penolong menarik tali pusat
dengan arah sejajar lantai dan kemudian kearah atas, mengikuti proses
jalan lahir (tetap lakukan tekanan dorso-kranial).
38) Setelah plasenta tampak pada vulva, teruskan melahirkan plasenta
dengan hati-hati. Bila perlu (terasa ada tahanan), pegang plasenta
dengan kedua tangan dan lakukan putar searah untuk membantu
pengeluaran plasenta dan mencegah robekan robek nya selaput ketuban.
39) Segera setelah plasenta lahir, melakukan masase pada fundus uteri
dengan menggosok fundus uteri secara sirkuler menggunakan bagian
palmar 4 jari tangan kiri hingga kontraksi uterus baik (fundus teraba
keras).
40) Periksa bagian maternal dan bagian fetal plasenta dengan tangan kanan
untuk memastikan bahwa seluruh kotiledon dan selaput ketuban sudah
lahir lengkap, dan masukkan ke dalam kantong plastik yang tersedia.
41) Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum. Melakukan
penjahitan bila laserasi menyebabkan perdarahan.
42) Memastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi
perdarahan pervaginam.\
43) Mencelupkan kedua tangan yang memakai sarung tangan ke dalam
larutan klorin 0,5%; membilas kedua tangan yang masih bersarung
tangan tersebut dengan air desinfeksi tingkat tinggi dan mengeringkan
nya dengan kain yang bersih dan kering
44) Menempatkan klem tali pusat desinfeksi tingkat tinggi atau steril atau
mengikat tali DTT dengan simpul mati sekeliling tali pusat sekitar 1cm
dari pusat
45) Mengikat satu lagi simpul mati di bagian pusat yang berseberangan
dengan simpul mati yang pertama
46) Melepaskan klem bedah dan meletakkannya ke dalam larutan klorin
0,5%
47) Menyelimuti kembali bayi dan menutupi bagian kepalanya memastikan
handuk atau kainnya bersih atau kering
48) Menganjurkan ibu untuk pemberian ASI
49) Melanjutkan pemantauan kontraksi dan mencegah perdarahan
pervaginam.
50) Mengajarkan ibu /keluarga cara melakukan masase uterus dan menilai
kontraksi.
51) Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah.
52) Memeriksakan nadi ibu dan keadaan kandung kemih setiap 15 menit
selama 1 jam pertama pasca persalinan dan setiap 30 menit selama jam
ke 2 pasca persalinan.
53) Menempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin 0,5%
untuk dekontaminasi (10 menit) cuci dan bilas peralatan setelah
dekontaminasi.
54) Membuang bahan-bahan yang terkontaminasi ketempat sampah yang
sesuai.
55) Membersihkan ibu dengan menggunakan air DTT. Membersihkan sisa
cairan ketuban, lendir dan darah. bantu ibu memakai pakaian bersih dan
kering.
56) Memastikan ibu merasa nyaman dan beritahu keluarga untuk membantu
apabila ibu ingin minum.
57) Mendekontaminasi daerah tempat persalinan dengan larutan klorin 0,5%
dan membilas dengan air bersih.
58) Mencelupkan sarung tangan di dalam larutan klorin 0,5% melepas
sarung tangan dalam keadaan terbalik dan merendamnya dalam larutan
klorin 0,5%.
59) Mencuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir.
60) Melengkapi patograf (Prawirohardjo, 2016).
3. Asuhan Persalinan Kala III
Kala III dimulai setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta yang
berlangsung tidak lebih dari 30 menit, setelah bayi lahir uterus teraba keras
dengan fundus uteri agak di atas pusat beberapa menit kemudian uterus
berkontraksi lagi untuk melepaskan plasenta dari dindingnya. Biasanya
plasenta lepas dalam 6 menit - 15 menit setelah bayi lahir dan keluar spontan
atau dengan tekanan fundus uteri. Pengeluaran plasenta, disertai dengan
pengeluaran darah. Komplikasi yang dapt timbul pada kala II adalah
perdarahan akibat atonia uteri, retensio plasenta, perlukaan jalan lahir.
Pada kala III, otot uterus(miometrium) berkontraksi mengikuti
penyusutan volume rongga uterus setelah lahirnya bayi. Penyusutan ukuran
ini menyebabkan berkurangnya ukuran tempat pelekatan plasenta. Karena
tempat perlekatan menjadi semakin kecil, sedangkan ukuran plasenta tidak
berubah maka plasenta akan ter lipat, menebal dan kemudian lepas dari
dinding uterus. Setelah lepas, plasenta akan turun kebagian bawah uterus
atau ke dalam vagina. Setelah janin lahir, uterus mengadakan kontraksi yang
mengakibatkan penciutan permukaan kavum uteri, tempat implantasi
plasenta. Akibatnya plasenta akan lepas dari tempat implantasinya (Walyani,
ES & Purwoastuti, TE., 2016).
Manajemen aktif kala III mengupayakan kontraksi yang adekuat dari
uterus dan mempersingkat waktu kala III, mengurangi jumlah kehilangan
darah, menurunkan angka kejadian retensio plasenta. Tiga langkah utama
manajemen aktif kala III adalah pemberian oksitosin/uterotonika segera
mungkin, melakukan peregangan tali pusat terkendali dan rangsangan taktil
pada dinding uterus atau fundus uteri (Walyani, ES & Purwoastuti, TE.,
2016).
Melakukan manajemen aktif kala III meliputi:
a. Memindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5 – 10 cm dari
vulva.
b. Meletakkan satu tangan di atas kain pada perut ibu, di tepi atas simfisis,
untuk mendeteksi. Tangan lain menegakkan tali pusat.
c. Setelah uterus berkontraksi, tegakkan tali pusat ke arah bawah sambil
tangan yang lain mendorong uterus kearah belakang atas (dorso –
kranial) secara hati – hati (untuk mencegah impersiouteri) jika plasenta
tidak lahir setelah 30 – 40 detik, hentikan penegangan tali pusat dan
tunggu hingga timbul kontraksi berikutnya dan ulangi prosedur diatas.
d. Kemudian mengeluarkan plasenta melakukan penegangan dan dorongan
dorso – kranial hingga plasenta terlepas, minta ibu meneran sambil
penolong menarik tali pusat dengan arah sejajar lantai dan kemudian
kearah atas, mengikuti poros jalan lahir (tetap lakukan tekanan dorso –
kranial).jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem hingga
berjarak sekitar 5 – 10 cm dari vulva dan lahirkan plasenta. Saat plasenta
muncul di introitus vagina, lahirkan plasenta dengan kedua tangan.
Pegang dan putar plasenta hingga selaput ketuban terpilin kemudian
melahirkan dan tempatkan plasenta pada wadah yang telah disediakan.
e. Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, lakukan masase
uterus, letakkan telapak tangan di fundus dan lakukan masase dengan
gerakan melingkar dengan lembut sehingga uterus berkontraksi (fundus
teraba keras).
f. Pemeriksaan plasenta
Selaput ketuban utuh atau tidak, ukuran plasenta yaitu bagian maternal:
jumlah kotiledon, keutuhan pinggir kotiledon, bagian petal diperiksa
utuh atau tidak. Pada pemeriksaan tali pusat, jumlah arteri atau vena
yang terputus untuk mendeteksi plasenta suksenturia. Insersi tali pusat
apakah sentral, marginal serta panjang tali pusat.
g. Menilai perdarahan.
Memeriksa kedua sisi plasenta bayi bagian ibu maupun bayi dan
pastikan selaput ketuban lengkap dan utuh. Masukkan plasenta ke dalam
kantong plastik atau tempat khusus. Evaluasi kemungkinan laserasi
pada vagina dan perineum. Lakukan penjahitan bila laserasi
menyebabkan perdarahan. Bila ada robekan yang menimbulkan
perdarahan aktif, segera lakukan penjahitan (Walyani, ES &
Purwoastuti, TE., 2016).
4. Asuhan Persalinan Kala IV
Satu jam setelah kelahiran observasi yang cermat pada pasien.
Tekanan darah, kecepatan denyut nadi, dan kehilangan darah harus di pantau
dengan cermat, selama waktu inilah biasanya terjadi perdarahan masa nifas,
biasanya karena relaksasi rahim, tertahannya fragmen plasenta, atau laserasi
yang tidak terdiagnosa. Perdarahan yang sama (misalnya pembentukan
hematomavagina) dapat muncul sebagai nyeri pelvic. Oleh karena itu bidan
tidak boleh meninggalkan pasien apda masa ini.
Persalinan kala IV dimulai dengan kelahiran plasenta dan berakhir 2
jam kemudian. Periode ini merupakan saat paling praktis untuk mencegah
kematian ibu terutama kematian disebabkan karena perdarahan. Selama kala
IV, Bidan harus memantau ibu setiap 15 menit pada jam pertama dan 30
menit pada jam ke 2 setelah persalinan. Jika kondisi ibu tidak stabil, maka
ibu harus di pantau lebih sering (Rukiyah dkk., 2012).
Evaluasi Dan Pemantauan
a. Tinggi Fundus Uteri
Setelah pengeluaran plasenta, uterus biasanya berada pada garis tengah
ari abdomen kira – kira 2/3 antara simfisis pubis dan umbilikus atau
berada tepat di umbilicus. Uterus yang berada di umbilicus atau berada
tepat di umbilicus. Uterus yang berada di atas umbilicus merupakan
indikator adanya penggumpalan darah didalam uterus. Uterus yang
dijumpai berada di atas umbilicus dan agak menyamping, biasanya
tekanan, menunjukkan bahwa kandung kemih sedang penuh harus
dikosongkan. Kandung kemih yang penuh mendorong uterus tergeser
dari posisinya dan menghalanginya berkontraksi sebagai mana
mestinya, dengan demikian memungkinkan terjadinya perdarahan yang
lebih banyak. Uterus seharusnya tersa keras bila di raba. Uterus yang
lembek, berayun menunjukkan bahwa uterus dalam keadaan tidak
berkontraksi dengan baik, dengan kata lain mengalami atoni auteri.
Atonia uterus merupakan penyebab utama dari perdarahan segera
setelah persalinan.
b. Pemeriksaan Cerviks, Vagina, dan Perineum
Segera setelah Bidan merasa yakin bahwa uterus telah berkontraksi
dengan baik, ia harus memeriksa perineum, vagina bagian bawah,
laserasi dan luka berdarah, serta mengevaluasi kondisi dari episiotomi
jika memang ada. Laserasi diklasifikasikan berdasarkan luasnya
robekan. Derajat satu, luasnya robekan mengenai mukosa vagina,
foruchette posterior, dan kulit perineum. Derajat dua, seperti derajat
satu dan juga mengenai otot perineum. Derajat tiga ini seperti derajat
dua ditambah dengan otot sepinterani eksternal. Derajat empat adalah
sama seperti derajat tiga ditambah dengan dinding rectum anterior.
Apabila pada saat pemeriksaan jalan lahir nampak perdarahan sebagai
tetesan yang terus menerus atau memancar, perlu dicurigai adanya
laserasi vagina atau serviks atau adanya pembuluh darah yang tidak
diikat.
c. Pemantauan dan Evaluasi Lanjut
1. Tanda –tanda Vital
Pantau tanda –tanda vital ibu antara lain tekanan darah, denyut
jantung, dan pernapasan dilakukan selama kala IV persalinan
dimulai setelah kelahiran plasenta. Seterusnya kemudian dievaluasi
lagi setiap 15 menit sekali hingga keadaannya stabil. Suhu ibu
diukur sedikitnya sekali dalam kala IV dan dehidrasinya juga harus
dievaluasi. Denyut nadi biasanya berkisar 60 – 70 x/menit. Apabila
denyut nadi lebih dari 90 x/menit perlu dilakukan pemeriksaan dan
pemantauan yang terus menerus. Jika ibu menggigil tetapi tidak ada
infeksi (ingat bahwa peningkatan suhu dalam batas 2 0 F adalah
normal) hal tersebut akan berlalu jika bidan mengikuti beberapa
langkah dasar. Berilah kehangatan pada ibu, berilah rasa kepastian
mengapa ia menggigil dan berilah pujian tentang kinerjanya dalam
persalinan, ajari ibu untuk mengendalikan pernafasan. Kadang –
kadang suhu apat lebih tinggi dari 37,20C akibat dehidrasi dan
partus yang lama.

2. Kontraksi Uterus
Pemantauan kontraksi uterus harus dilakukan secara simultan.jika
uterus lembek, maka wanita itu bisa mengalami perdarahan. Untuk
mempertahankan kontraksi uterus dapat dilakukan rangsangan taktil
(pijatan) bila terus mulai melembek atau dengan cara menyusukan
bayi kepada ibunya, tetapi sibayi biasanya tidak berada di dalam
dekapan ibu berjam-jam lamanya dan uterus mulai melembek lagi.
3. Lochea
Jika uterus berkontraksi kuat, lochea kemungkinan tidak lebih dari
menstruasi. Dengan habisnya efek oksitosik setelah melahirkan,
jumlah lochea akan bertambah karena miometrium sedikit banyak
berelaksasi.
4. Kandung kemih
Kandung kemih harus dievaluasi untuk memastikan kandung kemih
tidak penuh. Kandung kemih yang penuh mendorong uterus ke atas
dan menghalangi uterus berkontraksi sepenuhnya. Jika kandung
kemih penuh, bantu ibu untuk mengosongkan kandung kemihnya
dan anjurkan untuk mengosongkan kandung kemihnya setiap kali
diperlukan. Ingatkan ibu bahwa keinginan untuk berkemih mungkin
berbeda-beda setelah ia melahirkan bayinya. Jika ibu tidak dapat
berkemih, bantu ibu dengan cara menyiramkan air bersih dan
hangat kedalaman perineumnya. Atau masukkan jari-jari ibu ke
dalam air hangat untuk merangsang keinginan berkemih secara
spontan. Jika setelah tindakan-tindakan ini ibu tetap tidak dapat
berkemih secara spontan, mungkin diperlukan kateterisasi jika
kandung kemih penuh atau dapat dipalpasi, gunakan teknik aseptik
pada saat memasukkan khateter nelaton desinfesi tingkat tinggi atau
steril untuk mengosongkan kandung kemih. Setelah mengosongkan
kandung kemih, lakukan ransangan taktil (pemijatan) untuk
merangsang uterus berkontraksi lebih baik.
5. Perineum
Perineum dievaluasi untuk melihat adanya edema atau hematoma.
Bungkusan keping es yang dikenakan perineum mempunyai efek
ganda untuk mengurangi ketidaknyamanan dan edema bila telah
mengalami episiotomi atau laserasi.
d. Pemantauan kala IV
Pantau tanda vital setiap 15 menit pada jam pertama dan setiap 30 menit
pada jam kedua, nilai kontraksi uterus dan jumlah perdarahan, ajarkan
ibu dan keluarganya untuk melakukan rangsangan taktil, menilai
kontraksi uterus dan estimasi perdarahan, rawat gabung ibu dan bayi dan
pemberian ASI, berikan asuhan esensial bayi baru lahir.
e. Memperkirakan Kehilangan Darah
Sangat sulit untuk memperkirakan kehilangan darah secara tepat karena
darah sering kali bercampur dengan cairan ketuban atau urin dan
mungkin terserap handuk, kain, atau sarung. Tak mungkin menilai
kehilangan darah secara akurat melalui perhitungan jumlah sarung
karena ukuran sarung bermacam-macam dan mungkin telah diganti jika
terkena sedikit darah atau basah oleh darah. Letakkan wadah atau pispot
dibawah bokong ibu untuk mengumpulkan darah bukanlah cara yang
efektif untuk mengukur kehilangan darah dan cerminan asuhan sayang
ibu karena berbaring diatas wadah atau pispot sangat tidak nyaman dan
menyulitkan ibu untuk memegang dan menyusui bayinya. Satu cara
untuk menilai kehilangan darah adalah dengan cara melihat volume
darah yang terkumpul dan memperkirakan berapa banyak botol 500 ml
dapat menampung semua darah tersebut. Jika darah bisa mengisi 2
botol, ibu telah kehilangan 1 liter darah. Memperkirakan kehilangan
darah hanyalah salah satu cara untuk menilai kondisi ibu.
f. Laserasi Atau Episiotomi Perineum
Tujuan menjahit laserasi atau luka episiotomi adalah untuk menyatukan
kembali jaringan tubuh (mendekatkan) dan mencegah kehilangan darah
yang tidak perlu (memastikan hemostatis). Pada saat menjahit laserasi
gunakan benang yang cukup panjang dan gunakan sesedikit mungkin
jahitan untuk mencapai tujuan pendekatan dan hemostatis serta untuk
memperkecil kemungkinan terkena infeksi (Rukiyah dkk., 2012).
II. Tinjauan Teori Asuhan Kebidanan (7 langkah Varney)
Tujuan dokumentasi Asuhan kebidanan adalah sebagai sarana
komunikasi antara bidan dalam memberikan asuhan kebidanan pada pasien,
sebagai sarana tanggung jawab dan tanggung gugat sebagai sarana informasi
statistic sebagai sarana pendidikan. Sebagai sumber data penelitian, sebagai
jaminan kualitas pelayanan kesehatan, dan sebagai sumber data perencanaan
asuhan kebidanan berkelanjutan (Marmi, 2016). Pendokumentasian
Manajemen Kebidanan pada ibu bersalin :
1. Langkah I : Pengkajian data
Data subjektif pasien ibu bersalin atau data yang diperoleh dari
anamnesis, antara lain:
a. Biodata, data demografi
b. Riwayat kesehatan, termasuk faktor herediter dan kecelakaan
c. Riwayat menstruasi
d. Riwayat obstetric dan ginekologi termasuk nifas dan laktasi
e. Biopsikospiritual
f. Pengetahuan klien
Data objektif pasien ibu bersalin atau data yang diperoleh dari hasil
observasi dan pemeriksaan, antara lain:
a. Pemeriksaan fisik, sesuai kebutuhan dan tanda-tanda vital
b. Pemeriksaan khusus: Inspeksi, palpasi, auskultasi, perkusi
c. Pemeriksaan penunjang: Laboratorium, diagnosis lain: USG,
radiologi serta catatan terbaru dan sebelumnya
Data yang terkumpul ini sebagai data dasar untuk interpretasi kondisi
klien dan untuk menentukan langkah berikutnya.
2. Langkah 2. Interpretasi Data Dasar
Pada langkah ini dilakukan identifikasi terhadap, masalah atau diagnosa
berdasarkan interpretasi yang benar atas data-data yang telah
dikumpulkan. Diagnosa kebidanan adalah ditegakkan bidan dalam
lingkup praktik kebidanan dan memenuhi standar nomenklatur (tata
nama) diagnosa kebidanan dirumuskan secara spesifik. Masalah psikologi
berkaitan dengan hal-hal yang sedang dialami wanita tersebut. Contoh :
a. Diagnosa : G2P1A0, hamil 37 minggu, janin tunggal, hidup
b. Masalah : wanita tersebut tidak menginginkan kehamilan ini dan
takut menghadapi proses persalinan
c. Kebutuhan : konseling, atau rujukan konseling
3. Langkah 3. Mengidentifikasi Diagnosis Atau Masalah Potensial
Pada langkah ini bidan mengidentifikasi masalah atau diagnosis masalah
yang sudah teridentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila
mungkin dilakukan pencegahan. Bidan diharapkan waspada dan bersiap-
siap menghadapinya bila diagnosis atau masalah potensial ini benar-benar
terjadi.
4. Langkah 4. Mengidentifikasi dan Menetapkan Kebutuhan Yang
Memerlukan Penanganan Segera
Pada kasus ibu bersalin dengan pemuaian uterus berlebihan, bidan harus
mengidentifikasi dan menetapkan kebutuhan penanganan segera untuk
mengantisipasi dan bersiap-siap terhadap kemungkinan terjadi perdarahan
postpartum karena atonia uteri karena pemuaian uterus yang berlebih, dan
mencegahnya dengan infus pitosin atau uterotonika atau adanya
premature atau BBLR.
5. Langkah 5. Merencanakan Asuhan Yang Menyeluruh
Langkah ini direncanakan asuhan menyeluruh yang ditentukan oleh hasil
kajian pada langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan
manajemen terhadap diagnosis atau masalah yang telah teridentifikasi
atau diantisipasi. Pada langkah ini informasi atau data yang kurang
lengkap dapat dilengkapi.
a. Rencana Asuhan Persalinan Kala I
1) Mengevaluasi kesejahteraan ibu, termasuk diantaranya:
a) Mengukur tekanan darah, suhu, pernafasan, setiap 2-4 jam
apabila masih utuh setiap 1-2 jam apabila ketuban pecah
b) Mengevaluasi kandung kemih minimal setiap 2 jam
c) Apabila diperlukan melakukan pemeriksaan urine terhadap
protein, keton
d) Mengevaluasi hidrasi dan turgor kulit
e) Mengevaluasi kondisi umum
2) Mengevaluasi kesejahteraan janin, termasuk diantaranya:
a) Letak janin, presentasi, gerak dan posisi
b) Adaptasi janin terhadap panggul, apakah ada DKP?
c) Mengukur DJJ dan bagaimana polanya, dapat dievaluasi
setiap 30 menit pada fase laten
3) Mengevaluasi kemajuan persalinan, termasuk melakukan
observasi penipisan, pembukaan, turunnya bagian terendah, pola
kontraksi, perubahan perilaku ibu, tanda dan gejala dari masa
transisi dan mulailah persalinan kala II, serta posisi dari puctum
maximum
4) Melakukan perawatan fisik ibu: menjaga kebersihan dan
kenyamanan, perawatan mulut.
5) Memberikan dukungan pada ibu dan keluarga
a. Bantulah ibu dalam persalinan jika ia tampak gelisah,
ketakutan dan kesakitan
b. Jika ibu tampak kesakitan dukungan atau masalah yang
dapat diberikan
c. Penolong tetap menjaga hak privasi dalam persalinan
d. Menjelaskan kemajuan persalinan dan perubahan yang
terjadi serta prosedur yang akan dilaksanakan dan hasil-hasil
pemeriksaan
6) Melakukan skrining untuk mengantisipasi komplikasi pada ibu
dan janin
7) Menentukan apakah ibu memerlukan 13 manajemen dasar yaitu:
a. Apakah ibu perlu diklisma
b. Apakah ibu perlu dicukur, kalau iya variasi cukurnya
bagaimana
c. Apakah ibu perlu dipasang jalur intravena
d. Apakah ibuperlu diberi posisi tertentu atau pembatasan
gerak apabila ya sampai di mana batasannya
e. Apakah ibu perlu diberi makan, atau minum melalui oral,
apabila iya, makanan atau minuman apa saja yang
diperbolehkan
f. Apakah ibu perlu diberi obat, apabila ya obat apa, berapa
banyak, dan kapan pemberian nya
g. Frekuensi dari pemeriksaan DJJ dan dengan alat apa
pemeriksaan dilakukan
h. Frekuensi dari pemeriksaan dalam
i. Identifikasi siapa yang akan mendampingi ibu dan perannya
apa bagi ibu
j. Apakah ketuban perlu dipecahkan, kapan?
k. Menentukan kapan perlu untuk konsultasi pada dokter
spesialis
l. Kapan persalinan perlu disiapkan.
b. Rencana Asuhan Pada Persalinan Kala II
Manajemen pada persalinan kala II termasuk bertanggung jawab
terhadap:
1) Persiapan untuk persalinan
2) Menejmen persalainan
3) Membuat manajemen keputusan untuk persalinan kala II termasuk
hal-hal berikut:
a) Frekuensi untuk memeriksa tanda-tanda vital
b) Frekuensi dari memeriksa denyut jantung janin
c) Kapan ibu dipimpin meneran
d) Kapan melakukan persiapan persalinan
e) Posisi ibu bersalin
f) Kapan ibu perlu kateter
g) Kapan menyokong perineum
h) Kapan perlu dilakukan episiotomi, tipe dari episiotomi
i) Kapan melahirkan kepala bayi, saat kontraksi atau diantara
kontraksi
j) Kapan mengeklem dan memotong tali pusat
k) Apakah perlu dikonsultasikan atau kolaborasi dengan dokter
ahli
c. Rencana Asuhan Persalinan Kala III
1) Melanjutkan evaluasi setiap tanda-tanda yang ditemukan
2) Melanjutkan evaluasi kemajuan dari persalinan
3) Melanjutkan evaluasi ibu termasuk mengukur tekanan darah, nadi,
suhu, pernafasan, dan aktivitas gastrointestinal
4) Memperhatikan tanda dan gejala perdarahan
d. Rencana Asuhan Pada Persalinan Kala IV
1) Melakukan evaluasi terhadap uterus
2) Inseksi dan evaluasi serviks, vagina, dan perineum
3) Inspeksi dan evaluasi terhadap plasenta, selaput plasenta dan tali
pusat
4) Menjahit luka jalan lahir akibat episiotomi atau laserasi
6. Langkah 6. Melaksanakan Perencanaan
Melaksanakan asuhan menyeluruh yang telah direncanakan secara efektif
dan aman. Bila perlu berkolaborasi dengan dokter misalnya karena
adanya komplikasi.
7. Langkah 7. Evaluasi
Pada langkah ini dievaluasi keefektifan asuhan yang telah diberikan.
Apakah telah memenuhi kebutuhan asuhan yang telah teridentifikasi
dalam diagnosis maupun masalah. Manajemen kebidanan yang terdiri
dari tujuh langkah ini merupakan proses berfikir dalam pengambilan
keputusan klinis dalam memberikan asuhan kebidanan yang dapat
diaplikasikan atau diterapkan dalam setiap situasi (Marmi, 2016).
DAFTAR PUSTAKA

Aprilian, Solechatin Venna, Wagiyo, dan Elisa (2016).Efektivitas Massase Fundus


Uteri Terhadap Volume Lochea Rubra pada Kala IV di Rumah Sakit
Tugurejo Semarang.

Diana. Model Asuhan Kebidanan Continuity of Care; 2017

Diponegoro, AM dan S.F. Budi Hastuti (2009).Pengaruh Dukungan Suami Terhadap


Lama Persalinan Kala II pada Ibu Primipara.Jurnal Humanitas. Vol (6) : 2.

Eniyati & Melisa (2012). Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin. Yogyakarta. Pustaka
Pelajar

Happy dan Umu Hani.(2009).Hubungan Pendampingan Keluarga dengan Lamanya


Persalinan Kala II pada Ibu Multipara di Puskesmas Mergangasan.
Yogyakarta Tahun 2009.

Ika Pantiwati, dkk (2016). Efektivitas Posisi Persalinan Dengan Waktu Persalinan
Kala II Pada Ibu Bersalin Primipara Di RSKBD Panti Nugroho Purbalingga.

JNPK-KR. Pelatihan klinik asuhan persalinan normal. Jakarta: Depkes RI; 2014.

Kementerian Kesehatan RI (2013). Buku saku pelayanan kesehatan ibu di fasilitas


kesehatan dasar dan rujukan. Jakarta: Kemenkes RI.

Kemenkes RI. 2020. Pedoman Pelayanan Antenatal, Persalinan, Nifas, dan Bayi Baru
Lahir di Era Adaptasi Kebiasaan Baru. Jakarta: Kemenkes RI.

Manuaba, I. A. C. Manuaba, I. B. G. F dan Manuaba, I. B. G. (2013). Ilmu


kebidanan, Penyakit Kandungan Dan KB Untuk Pendidikan Bidan Edisi
2.EGC. Jakarta.
Marmi.(2011)Intranatal care asuhan kebidanan pada persalinan. Yogyakarta:
Pustaka Belajar

Marmi (2016)Intranatal Care Asuhan Kebidanan Pada Persalinan.


Yogyakarta:Pustaka Pelajar

Nur Chabibah, dkk. (2017) Perbedaan Frekuensi Denyut Jantung Janin Berdasarkan
Paritas dan Usia Kehamilan.

Nurasiah, A & Rukmawati, A. 2012. Asuhan Persalinan Normal Bagi


Bidan.Bandung: PT. Refika Aditama
Padila.(2014) Keperawatan Maternitas.

Prawirohardjo, S. (2016). Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT. Bina Pustaka

Prawirohardjo (2014). Ilmu Kebidanan; Jakarta; PT. Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo

Rafika.(2018).Waktu Penundaan Pengkleman Tali Pusat Berpengaruh Terhadap


Kadar Hemoglobin pada Bayi Baru Lahir. Window of Health:Jurnal
Kesehatan.Vol (1):2

Rohani dkk (2013). Asuhan Kebidanan Masa Persalinan. Salemba Medika

Rukiyah AY, dkk. (2012). Asuhan Kebidanan II Persalinan. Jakarta: CV.


TransInfoMedia

Saifuddin AB, Rachimhadhi T, Winkjosastro S. (2014). Ilmu kebidanan sarwono


prawirohardjo. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Saifuddin, dkk. (2013). Determinan Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini. Gorontalo.

Sarwono. (2009). Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo

Sugi Purwanti. (2017 ) Pengaruh Waktu Pemberian Oxytocin Dengan Lama


Pengeluaran Plasenta Pada Kala III Persalinan.

Sulistyawati, A., Nugrahaeny (2013). Asuhan kebidanan pada ibu bersalin. Salemba
Medika

Sumarah (2009). Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin. Yogyakarta : Fitramaya

Varney, H., Kriebs JM., Gegor CL. (2008) Buku ajar asuhan kebidanan edisi 4.
Jakarta: EGC; 2008

Walyani ES, Purwoastuti TE. (2016). Asuhan Kebidanan Persalinan dan BBL.
Yogyakarta: Pustaka Baru Press

Yuliastanti, Triani, dan Novita Nurhidayati(2013). Pendampingan Suami dan Skala


Nyeri Pada Persalinan Kala 1 Fase Aktif. Jurnal Publikasi Kebidanan Akbid
YLPP Purwokerto. Vol (4).

You might also like