You are on page 1of 87

HUBUNGAN TINGGI WAJAH BAWAH DENGAN

LEBAR SENYUM PADA RAS PROTO-MELAYU


DI KOTA MEDAN

SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi
syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

SABRINA ALLY
NIM: 140600116

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2018

Universitas Sumatera Utara


Fakultas Kedokteran Gigi
Departemen Ortodonsia
Tahun 2018

Sabrina Ally
Hubungan Tinggi Wajah Bawah dengan Lebar Senyum pada Ras Proto-
Melayu di Kota Medan.
xi + 47 halaman
Senyum merupakan salah satu ekspresi terpenting yang menunjang keindahan
wajah seseorang dan merupakan hal pertama yang terlihat saat menjalin hubungan
sosial. Kesadaran akan pentingnya senyum yang menarik bagi pasien mendorong
disiplin ilmu ortodonti menggunakan parameter dalam mengukur senyum untuk
membantu menegakkan diagnosis dan rencana perawatan. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan yang signifikan antara tinggi
wajah bawah dengan lebar senyum pada ras Proto-Melayu di Kota Medan sehingga
dapat menjadi parameter untuk mendapatkan desain senyum yang menarik.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan data penelitian yang
diolah secara analitik. Desain penelitian ini adalah cross sectional dengan
menggunakan sampel sebanyak 280 subjek ras Proto-Melayu yang berusia 18-25
tahun di Kota Medan. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah metode
multi stage sampling yang terdiri dari cluster sampling dan purposive sampling
berdasarkan kriteria inklusi dan ekslusi. Pengumpulan data dilakukan dengan subjek
difoto dalam pose senyum sosial kemudian hasil foto disunting dan dianalisis dengan
Corel Draw X8 untuk mengukur tinggi wajah bawah dan lebar senyum.
Hasil penelitian menunjukkan rerata tinggi wajah bawah pada laki-laki
sebesar 74,37 mm dan pada perempuan sebesar 68,19 mm, sedangkan rerata lebar
senyum pada laki-laki diperoleh sebesar 68,25 mm dan pada perempuan sebesar
65,36 mm. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan adanya hubungan yang
signifikan antara tinggi wajah bawah dengan lebar senyum pada ras Proto-Melayu di
Kota Medan (p<0,05). Nilai koefisien korelasi menunjukkan hasil positif dan

Universitas Sumatera Utara


keeratan hubungan yang lemah (r=0,322). Hasil penelitian disimpulkan bahwa
semakin besar nilai tinggi wajah bawah, maka nilai lebar senyum cenderung semakin
besar.
Daftar Rujukan: 51 (2003-2017)

Universitas Sumatera Utara


20

Universitas Sumatera Utara


TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji


pada tanggal 24 April 2018

TIM PENGUJI
KETUA : Aditya Rachmawati, drg., Sp.Ort.
ANGGOTA : 1. Erliera, drg., Sp. Ort. (K)
2. Mimi Marina Lubis, drg., Sp.Ort.

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan YME yang telah memberikan rahmat dan karunia-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul „‟Hubungan Tinggi
Wajah Bawah dengan Lebar Senyum pada Ras Proto-Melayu di Kota Medan‟‟
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi dari
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
Rasa terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada Ayahanda
Alloysius Darwyanto dan Ibunda Ally Darwyanto Ong atas segala kasih sayang, doa,
dan dukungan serta bantuan, baik berupa moral maupun materi kepada penulis.
Dalam proses penyelesaian skripsi ini, penulis banyak menerima bimbingan
dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati dan
penghargaan yang tulus, penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada:
1. Dr. Trelia Boel, drg., MKes., Sp.RKG. (K) selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
2. Erna Sulistyawati, drg., Sp.Ort. (K) selaku Kepala Departemen Ortodonti
Fakultas Kedokteran Gigi Sumatera Utara.
3. Aditya Rachmawati, drg., Sp.Ort. selaku dosen pembimbing yang telah
meluangkan banyak waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing penulis sehingga
skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
4. Erliera, drg., Sp.Ort. (K) dan Mimi Marina Lubis, drg., Sp.Ort. selaku
dosen penguji skripsi yang telah meluangkan waktu dan memberikan saran serta
masukan kepada penulis.
5. Seluruh staf pengajar dan pegawai Departemen Ortodonsia FKG
Universitas Sumatera Utara atas bantuan dan motivasinya.
6. Rika Mayasari Alamsyah, drg., M.Kes. selaku dosen pembimbing
akademik atas motivasi dan bantuannya kepada penulis selama masa pendidikan di
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
7. Sahabat tercinta penulis, yaitu Veranyca Chiuman, Juliana Fang, Cut Siti
Rahmah, Nabila, Jasmine, Winna Wijaya, Theresia Retta, Evelin Novita Sari

iv

Universitas Sumatera Utara


Ompusunggu, serta seluruh teman-teman angkatan 2014, senior, dan junior yang
penulis tidak dapat sebutkan satu per satu atas bantuan dan dukungannya dalam
segala hal.
8. Teman-teman seperjuangan skripsi di Departemen Ortodonsia, yaitu Sarah
Augi Paulina Tampubulon, Dewi Marpaung, dan Poh Qian Yi yang telah memberi
semangat dan masukan kepada penulis serta kepada teman-teman penulis lainnya
yang telah bersedia meluangkan waktu untuk berpartisipasi dalam penelitian penulis.
9. Helen, Dika, Agnes, Lentina, Ricy, Daniel, Eri, Diatri, Gemilang, Glory,
Triayu, Faris yang telah membantu untuk mencari sampel penelitian dan
berpartisipasi dalam penelitian penulis.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih terdapat banyak
kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun dari semua pihak.
Akhir kata penulis mengharapkan skripsi ini dapat memberikan sumbangan
pikiran yang berguna bagi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara,
khususnya di Departemen Ortodonsia.

Medan, 9 April 2018


Penulis,

Sabrina Ally
NIM: 140600116

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL
HALAMAN PERSETUJUAN
HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI
KATA PENGANTAR .................................................................................... iv
DAFTAR ISI ................................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ........................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... x

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................. 3
1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................. 4
1.4 Hipotesis Penelitian .......................................................................... 4
1.5 Manfaat Penelitian ............................................................................ 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Proporsi Wajah .................................................................................. 6
2.1.1 Proporsi Vertikal Wajah ......................................................... 7
2.1.2 Proporsi Transversal Wajah .................................................... 8
2.2 Senyum ............................................................................................. 8
2.2.1 Tipe Senyum ........................................................................... 10
2.2.2 Dimensi Senyum ..................................................................... 10
A Dimensi Frontal .................................................................. 11
B Dimensi Oblique ................................................................. 14
C Dimensi Sagital ................................................................... 15
2.2.3 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Senyum dan Tinggi Wajah
Bawah ..................................................................................... 16
A Jenis Kelamin ..................................................................... 16
B Usia ..................................................................................... 17
C Ras ...................................................................................... 17
2.3 Teknik Pengukuran ........................................................................... 18
2.3.1 Teknik Pengukuran Tinggi Wajah .......................................... 18
2.3.2 Teknik Pengukuran Senyum ................................................... 18
2.4 Ras-Ras di Indonesia ......................................................................... 19
2.5 Ras Proto-Melayu ............................................................................. 19
2.6 Masyarakat di Kota Medan ............................................................... 20
2.7 Kerangka Teori ................................................................................. 21
2.8 Kerangka Konsep .............................................................................. 22

vi

Universitas Sumatera Utara


BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian .............................................................................. 23
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................... 23
3.3 Populasi Penelitian ............................................................................ 23
3.4 Sampel Penelitian .............................................................................. 23
3.4.1 Kriteria Inklusi ........................................................................ 24
3.4.2 Kriteria Eksklusi ..................................................................... 24
3.4.3 Besar Sampel .......................................................................... 24
3.5 Variabel Penelitian ............................................................................ 25
3.5.1 Variabel Bebas ........................................................................ 25
3.5.2 Variabel Tergantung ............................................................... 25
3.5.3 Variabel Terkendali ................................................................ 25
3.6 Definisi Operasional ......................................................................... 26
3.7 Sarana Penelitian ............................................................................... 28
3.7.1 Alat .......................................................................................... 28
3.7.2 Bahan ...................................................................................... 29
3.8 Prosedur Penelitian ........................................................................... 29
3.9 Pengolahan Data dan Analisis Data .................................................. 32
3.9.1 Pengolahan Data ..................................................................... 32
3.9.2 Analisis Data ........................................................................... 32

BAB 4 HASIL PENELITIAN ........................................................................ 34

BAB 5 PEMBAHASAN ................................................................................. 38

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN


6.1 Kesimpulan ....................................................................................... 42
6.2 Saran ................................................................................................. 42

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 43

LAMPIRAN

vii

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Pembagian proporsi wajah ........................................................................ 8

2. Zona tampilan ............................................................................................ 9

3. Komisura dalam, komisura luar, dan koridor bukal .................................. 9

4. Senyum sosial dan senyum spontan .......................................................... 10

5. Dimensi senyum (frontal, oblique, sagital, dan waktu) ............................ 11

6. Pembagian senyum berdasarkan relasi bagian inferior bibir atas dengan


gigi insisivus rahang atas dan tampilan gingiva ........................................ 12

7. Lebar senyum ............................................................................................ 13

8. Tipe lengkung senyum .............................................................................. 14

9. Pandangan oblique .................................................................................... 15

10. Pandangan sagital ...................................................................................... 16

11. Penanda yang digunakan untuk penelitian ................................................ 27

12. Alat yang digunakan untuk penelitian ....................................................... 28

13. Posisi subjek dan kamera .......................................................................... 30

14. Skala pembanding yang digunakan untuk penelitian ................................ 31

15. Orientasi dan perbesaran foto .................................................................... 31

16. Pembuatan garis A dan garis B ................................................................. 32

viii

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Hasil Uji-T Rerata Tinggi Wajah Bawah antara Laki-Laki dan Perempuan
Ras Proto-Melayu di Kota Medan ............................................................. 33

2. Hasil Uji Mann Whitney Rerata Lebar Senyum antara Laki-Laki dan
Perempuan Ras Proto-Melayu di Kota Medan .......................................... 34

3. Hasil Uji Korelasi Spearman Tinggi Wajah Bawah dengan Lebar Senyum
pada Ras Proto-Melayu di Kota Medan .................................................... 35

ix

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR LAMPIRAN

1. Daftar Riwayat Hidup Peneliti

2. Lembar Penjelasan kepada Calon Subjek Penelitian

3. Lembar Persetujuan setelah Penjelasan (Informed Consent)

4. Lembar Kuesioner

5. Hasil Uji Parametrik T-Independen Perbandingan Pengukuran Tinggi Wajah


Bawah (TWB) antara Corel Draw dengan Kaliper Digital (Pra-Penelitian)

6. Hasil Uji Parametrik T-Independen Pengukuran Lebar Senyum secara Inter-


Operator

7. Hasil Pengukuran Tinggi Wajah Bawah dan Lebar Senyum

8. Uji Normalitas Data Tinggi Wajah Bawah

9. Uji Normalitas Data Lebar Senyum

10. Hasil Uji Parametrik T-Independen Rerata Tinggi Wajah Bawah antara Laki-Laki
dan Perempuan

11. Hasil Uji Mann Whitney Rerata Lebar Senyum antara Laki-Laki dan Perempuan

12. Hasil Uji Korelasi Spearman Pengukuran Tinggi Wajah Bawah dengan Lebar
Senyum

13. Hasil Uji Regresi Linear Nilai Tinggi Wajah Bawah terhadap Lebar Senyum
14. Surat Persetujuan Komisi Etik tentang Pelaksanaan Penelitian Bidang Kesehatan

Universitas Sumatera Utara


1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Konsep senyum dianggap penting oleh orang awam karena merupakan hal
pertama yang terlihat dari wajah seseorang saat menjalin hubungan sosial.1 Senyum
yang menarik akan menciptakan hubungan interpersonal yang baik sehingga
membuat seorang individu lebih diterima di lingkungan sosialnya.2,3 Sebanyak 30%
dari orang dewasa kini melakukan perawatan ortodonti dengan tujuan memperoleh
senyum yang menarik dan wajah yang optimal.4 Sejak empat dekade yang lalu, para
ortodontis melakukan perawatan maloklusi dengan mengembalikan posisi gigi ke
oklusi yang normal. Sebagian besar ortodontis saat ini memiliki pandangan yang
berbeda dengan lebih memperhatikan penampilan wajah dan gigi pasien.5
Peningkatan kesadaran akan faktor senyum menggeser paradigma ortodonti
konvensional yang hanya mementingkan fungsi dan oklusi ideal. Paradigma ortodonti
modern kini memperhatikan estetika senyum dengan merpertimbangan jaringan lunak
dan struktur skeletal wajah pasien.6–10
Tjan menyatakan senyum sebagai salah satu ekspresi terpenting yang
menunjang keindahan wajah sehingga terlihat menarik (cit. Tjan 1984). Senyum
dalam kedokteran gigi dikatakan harmonis apabila simetris dan terdapat
keseimbangan antara wajah dengan dental, seperti bentuk, posisi, dan warna gigi.10,11
Sebagian besar penelitian terdahulu menganalisis wajah dari segi lateral dengan
sefalogram dan dari segi profil dengan fotografi. Penelitian terbaru memaparkan
bahwa senyum yang diambil dari segi frontal memberikan gambaran yang lebih besar
terhadap persepsi seseorang akan wajah mereka.12,13 Senyum memiliki dua tipe, yaitu
senyum spontan (emotional smile) dan senyum sosial (posed smile). Senyum spontan
terjadi secara beragam berdasarkan emosi yang ditampilkan pada saat tertentu.
Senyum sosial lebih banyak diterapkan dalam aktivitas sosial sehari-hari sehingga
sering menjadi dasar bagi ortodontis dalam penetapan diagnosis.2,6,13–15

Universitas Sumatera Utara


2

Analisis senyum telah menjadi perhatian utama ortodontis dalam perumusan


diagnosis dan rencana perawatan selama satu dekade.16 Senyum yang menarik sering
kali merupakan kriteria pasien dalam menilai suatu keberhasilan perawatan sehingga
ortodontis harus mengusahakan hubungan yang harmonis antara jaringan lunak
dengan jaringan keras untuk menghasilkan senyum yang menarik.8,17 Disiplin ilmu
ortodonti dalam bidang keilmuan kedokteran gigi memerlukan suatu parameter dalam
mengukur senyum untuk membantu menegakkan diagnosis dan rencana perawatan.18
Beberapa parameter yang digunakan dalam mengukur senyum seperti tampilan
insisivus atas yang terlihat/maxillary incisor exposure (MIE), indeks senyum, gigi
posterior yang terlihat, lengkung senyum, koridor bukal, tinggi senyum anterior, dan
tinggi senyum posterior.6
Abraham dkk., melakukan penelitian tentang parameter senyum terhadap 79
orang di India bagian Selatan. Hasil penelitian yang dilakukan pada tahun 2015 ini
menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara tinggi wajah bawah dengan
lebar senyum. Metode pengukuran senyum yang digunakan Abraham dkk., dalam
penelitiannya, yaitu dengan menggunakan kaliper vernier digital untuk mengukur
tinggi wajah bawah dan videografi digital untuk merekam senyum sosial yang
kemudian disunting dan dianalisis dengan aplikasi Adobe Photoshop.14
Penentuan keserasian dan keseimbangan wajah pada perawatan ortodonti
umumnya digunakan standar Kaukasoid. Hal tersebut kurang akurat jika diterapkan
pada ras lain karena terdapat variasi morfologi profil jaringan lunak pada setiap
populasi atau kelompok etnis.8,9,19,20 Perbedaan asal-usul dari berbagai suku bangsa
akan menyebabkan keanekaragaman genetik yang dapat dilihat dari variasi fenotip
sehingga pengukuran morfologi dilakukan untuk melihat keanekaragaman genetik
suku bangsa.21 Penelitian Abraham dkk., mengenai hubungan tinggi wajah bawah
dengan lebar senyum dilakukan di India dan masih membutuhkan penelitian lebih
lanjut karena belum ada penelitian serupa pada populasi yang berbeda pada
penelusuran ilmiah sehubungan dengan penelitian tersebut.14
Secara garis besar terdapat lima ras dasar di dunia, yaitu Australoid,
Mongoloid, Kaukasoid, Negroid, dan ras-ras khusus. Beberapa macam ras yang

Universitas Sumatera Utara


3

mendiami Indonesia dewasa ini, yaitu ras Negroid, Wedda, Neo-Melanesoid, dan
Melayu. Menurut para ahli sejarah, nenek moyang kita berasal dari ras Proto-Melayu
dan Deutro-Melayu yang berasal dari orang-orang Austronesia.22 Perbedaan ciri fisik
kedua kelompok ras ini dapat dilihat dari bentuk kepalanya, yaitu dolicocephalis pada
Proto-Melayu dan brachycephalis pada Deutro-Melayu.23 Yang termasuk ras Proto-
Melayu adalah suku Batak, suku Gayo, suku Alas, suku Sasak, dan suku Toraja.19,24
Kota Medan identik dengan penduduknya yang sebagian besar merupakan suku
Batak.25
Berdasarkan hasil studi yang dilakukan oleh Abraham dkk., terdapat
hubungan antara tinggi wajah bawah dengan lebar senyum, tetapi parameter tersebut
masih perlu diteliti lebih lanjut pada populasi ras yang berbeda.14 Oleh karena itu,
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai hubungan tersebut pada ras
Proto-Melayu di Kota Medan.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, maka dapat dirumuskan
masalah sebagai berikut:
1. Berapakah rerata tinggi wajah bawah laki-laki dan perempuan pada ras
Proto-Melayu di Kota Medan?
2. Berapakah rerata lebar senyum laki-laki dan perempuan pada ras Proto-
Melayu di Kota Medan?
3. Apakah terdapat perbedaan tinggi wajah bawah dan lebar senyum antara
laki-laki dan perempuan pada ras Proto-Melayu di Kota Medan?
4. Apakah terdapat hubungan antara tinggi wajah bawah dengan lebar
senyum pada ras Proto-Melayu di Kota Medan?

Universitas Sumatera Utara


4

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan pelaksanaan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui rerata tinggi wajah bawah laki-laki dan perempuan pada
ras Proto-Melayu di Kota Medan.
2. Untuk mengetahui rerata lebar senyum laki-laki dan perempuan pada ras
Proto-Melayu di Kota Medan.
3. Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan tinggi wajah bawah dan
lebar senyum antara laki-laki dan perempuan pada ras Proto-Melayu di Kota Medan.
4. Untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara tinggi wajah bawah
dengan lebar senyum pada ras Proto-Melayu di Kota Medan.

1.4 Hipotesis Penelitian


Terdapat hubungan antara tinggi wajah bawah dengan lebar senyum pada ras
Proto-Melayu di Kota Medan.

1.5 Manfaat Penelitian


Manfaat Teoritis:
1. Bagi klinisi, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
mengenai hubungan tinggi wajah bawah dengan lebar senyum pada ras Proto-
Melayu.
2. Sebagai dasar dan bahan perbandingan terhadap penelitian lebih lanjut
mengenai parameter senyum.
Manfaat Praktis:
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi dokter gigi pada umumnya
dan ortodontis khususnya dalam memprediksi nilai rata-rata tinggi wajah bawah dan
lebar senyum pada ras Proto-Melayu, serta membantu dalam menentukan diagnosis
dan rencana perawatan.

Universitas Sumatera Utara


5

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Ortodonsia sebagai salah satu disiplin ilmu kedokteran gigi semakin


mengalami peningkatan kesadaran akan pentingnya faktor estetis dalam
penampilan.26 Paradigma ortodonti saat ini tidak hanya mengutamakan perawatan
untuk mencapai fungsi dan oklusi ideal, tetapi juga mementingkan estetika senyum,
dimana perawatan tersebut dikatakan berhasil jika dimulai dengan diagnosis dan
rencana perawatan yang tepat.5,27 Diagnosis merupakan interpretasi suatu masalah
dan rencana perawatan merupakan proses atau perencanaan yang dibuat berdasarkan
diagosis untuk mengeliminasi masalah.20 Diagnosis dan rencana perawatan
melibatkan sejumlah data-data yang komprehensif mengenai pasien yang didapatkan
dari rekam medik yang meliputi anamnesis, pemeriksaan klinis, analisis model,
analisis radiografi, analisis sefalometri, dan analisis fotografi.28,29
Anamnesis mencakup informasi personal dan riwayat penyakit pasien,
sedangkan pemeriksaan klinis merupakan tindakan observasi langsung terhadap
pasien dengan tujuan untuk mendapatkan diagnosis. Analisis model merupakan
pemeriksaan penunjang diagnosis yang biasanya digunakan untuk menganalisis
susunan dan oklusi gigi secara lebih detail.28 Analisis radiografi dan sefalometri
merupakan pemeriksaan penunjang lainnya dalam penetapan diagnosis. Analisis
radiografi bantu memberikan gambaran gigi dan jaringan di bawahnya yang tidak
dapat dilihat secara kasat mata, sedangkan analisis sefalometri memberikan gambaran
struktur skeletal wajah seseorang.29
Fotografi digital telah diterapkan sejak tahun 1981 dan banyak digunakan oleh
ortodontis sebagai dokumentasi untuk evaluasi selama perawatan ortodonsia.30
Keberadaan fotografi sangat bermanfaat dalam meningkatkan komunikasi dengan
pasien dan teman sejawat, serta dapat digunakan sebagai alat studi. Pada bidang
ortodonti, dikenal dua jenis foto klinis, yaitu foto intraoral dan foto ekstraoral. Foto
intraoral adalah foto yang mencakup rongga mulut pasien, sedangkan foto ekstraoral

Universitas Sumatera Utara


6

adalah foto yang mencakup kepala dan wajah pasien.29,31 Foto ekstraoral meliputi
penilaian simetrisitas wajah dan analisis profil. Penilaian simetrisitas wajah pasien
dilakukan untuk menilai ada tidaknya disproporsi pada wajah, baik dari segi vertikal
maupun transversal. Analisis profil diperiksa dengan mengambil foto pasien dari arah
samping dan digunakan untuk mengidentifikasi relasi maksila-mandibula. Selain
penilaian simetrisitas wajah dan analisis profil, foto ekstraoral juga mencakup
proporsi wajah dan analisis senyum.28,29

2.1 Proporsi Wajah


Rencana perawatan terhadap pengukuran wajah dulu hanya memperhatikan
pengukuran linear dan angulasi. Saat ini, pemikiran tersebut telah berubah dan
mengutamakan penilaian hubungan berdasarkan proporsi wajah untuk menilai apakah
wajah yang diukur menarik atau tidak.15
Posisi kepala pasien yang ideal saat evaluasi proporsi wajah adalah ketika
klinisi berada di depan pasien dan kepala pasien berada dalam posisi natural head
position (NHP).26,27 NHP adalah posisi dimana kepala pasien dibawa secara alamiah
sehingga menjadi paling relevan untuk menilai hubungan skeletal dan deformitas
wajah. NHP ditentukan secara fisiologis dan bervariasi antar individu, tetapi NHP
relatif konstan untuk setiap individu sehingga harus digunakan bila memungkinkan
untuk menilai pasien ortodonti. Pasien diminta duduk tegak dan menatap pada satu
titik yang jauh sejajar dengan matanya. Titik ini dapat berupa titik pada dinding di
depan mereka atau cermin sehingga pasien dapat melihat ke dalam mata mereka
sendiri (cit. Moorrees & Keane 1958).27
Pandangan frontal pada proporsi wajah dapat dinilai secara vertikal dan
transversal untuk memperhatikan keberadaan asimetris pada wajah dan hubungan
bibir pada wajah secara detail.27,32 Penilaian secara vertikal dapat membantu
mengevaluasi hubungan tepi insisal atas dengan bibir bawah, sedangkan penilaian
secara transversal dapat menilai lengkung rahang dan koridor bukal.33

Universitas Sumatera Utara


7

2.1.1 Proporsi Vertikal Wajah


Proporsi wajah secara vertikal (Gambar 1a) dibagi menjadi tiga bagian,
15,27,32
yaitu:
a. Tinggi wajah atas dibatasi dari garis rambut (trichion) sampai dasar dahi
(glabellar)
b. Tinggi wajah tengah dimulai dari dasar dahi sampai dasar hidung
(subnasale)
c. Tinggi wajah bawah dibatasi dari dasar hidung sampai ujung dagu
(menton). Tinggi wajah bawah dapat dibagi lebih jauh menjadi tiga
bagian, yaitu dari dasar hidung sampai batas bawah bibir atas sebagai
bagian pertama, dan dari bibir bawah sampai ujung dagu sebagai bagian
kedua dan ketiga
Tinggi wajah bawah merupakan aspek penting bagi klinisi dalam sudut
pandang dental dan memberi indikasi ketidakharmonisan proporsi wajah, seperti
kenaikan atau penurunan tinggi wajah.26,27,32
Adanya kenaikan tinggi wajah bawah dapat diakibatkan dari tinggi tulang
dagu yang berlebihan. Kenaikan tinggi wajah memberi beberapa gambaran seperti
terpaparnya gigi anterior rahang atas yang berlebihan dan adanya jarak interlabial saat
bibir dalam keadaan istirahat, dan terpaparnya gingiva yang berlebihan saat
tersenyum.15
Penurunan tinggi wajah dapat disebabkan adanya defisiensi tulang rahang atas
atau rahang bawah, atau karena tulang dagu yang pendek. Untuk pasien dengan
dimensi vertikal yang menurun, tinggi wajah bawah tampak berkurang dengan jelas,
seperti visibilitas labial tampak berkurang, ujung bibir tampak masuk ke dalam, dan
cekungan di bawah bibir bawah semakin mendalam.15,26 Selain itu, kebiasaan buruk
seperti bruxism dapat mengakibatkan terjadinya atrisi pada gigi sehingga tinggi wajah
bawah semakin menurun.14

Universitas Sumatera Utara


8

(a) (b)

Gambar 1. Pembagian proporsi wajah secara (a) vertikal, (b) transversal.32

2.1.2 Proporsi Transversal Wajah


Proporsi wajah secara transversal yang ideal dapat dibagi menjadi lima bagian
dengan lebar yang sama. Jarak antar mata dan lebar mata sebagai bagian tengah dan
medial harus dalam lebar yang sama. Posisi hidung dan dagu berada dalam garis
tengah, dengan lebar hidung dapat tepat atau lebih sedikit dari garis tengah. Jarak
antar pupil mata (garis putus-putus) harus sama dengan lebar mulut (Gambar
1b).15,27,32

2.2 Senyum
Pentingnya estetika senyum dalam kehidupan sosial saat ini mendorong
ortodontis untuk memusatkan perhatian terhadap penegakkan diagnosis dan rencana
perawatan untuk menghasilkan senyum yang menarik.15 Ortodontis perlu berhati-hati
dalam menerapkan standar keindahan senyum terhadap pasien karena masing-masing
individu memiliki keunikan dan ciri khas masing-masing.2
Menurut Hulsey, senyum adalah perubahan ekspresi fasial seseorang yang
ditunjukkan melalui kedua ujung kurvatura bibir yang melengkung ke atas dengan

Universitas Sumatera Utara


9

melibatkan sedikit distorsi otot (cit. Hulsey 1970).6,7 Daerah senyum dibatasi oleh
kurvatura bibir atas dan kurvatura bibir bawah serta sudut mulut. Daerah tersebut
disebut zona penampilan, yang ditandai dengan tampaknya komponen gigi dan
gingiva (Gambar 2). Faktor-faktor jaringan lunak yang menentukan zona penampilan
adalah ketebalan bibir, lebar senyum, jarak interlabial, indeks senyum, dan tampilan
gingiva.7,34 Komisura bibir merupakan batas lateral senyum yang terdiri atas
komisura dalam dan komisura luar. Daerah komisura dalam dibentuk oleh mukosa
yang melapisi otot buksinator dan otot orbicularis oris serta merupakan batas
terdalam merah bibir pada mulut, sedangkan komisura luar dibatasi oleh pertemuan
vermillion bibir atas dan bawah dan merupakan batas terluar merah bibir.1 Daerah
gelap yang terletak di antara kedua komisura tersebut disebut sebagai koridor bukal
atau negative space (Gambar 3).7,13

Zona tampilan

(a) (b)

Gambar 2. (a) zona tampilan, (b) zona tampilan disertai komponen gigi dan gingiva.7

Komisura luar

Komisura dalam Koridor bukal

Gambar 3. Komisura dalam, komisura


luar, dan koridor bukal.7

Universitas Sumatera Utara


10

2.2.1 Tipe Senyum


Senyum secara garis besar terdiri atas dua tipe, yaitu senyum sosial (posed
smile) dan senyum spontan (emotional smile), dimana setiap tipe senyum memiliki
zona tampilan anatomis yang berbeda. Senyum sosial adalah ekspresi sukarela yang
sengaja dibuat seperti saat berkenalan dengan orang lain, membuat pasfoto, atau
ketika membuat foto rekam ortodonti (Gambar 4a). Senyum spontan bersifat tidak
disengaja, natural, dan disebabkan karena luapan emosi (Gambar 4b). Adanya
kontraksi maksimal otot-otot elevator bibir atas dan bibir bawah menyebabkan
ekspansi penuh dari bibir sehingga menampilkan gigi anterior secara maksimal dan
sebagian gingiva.2,13,15

(a) (b)

Gambar 4. (a) Senyum sosial, (b) senyum spontan.35

2.2.2 Dimensi Senyum


Selama penetapan diagnosis dan rencana perawatan, jaringan lunak dan
jaringan keras dianalisis berdasarkan tiga dimensi, yaitu dimensi frontal, oblique, dan
sagital. Belakangan ini, dimensi waktu ditambahkan sebagai dimensi keempat karena
waktu bersifat sangat memengaruhi perubahan jaringan yang berkaitan dengan
jaringan lunak, otot, serta fungsinya (Gambar 5). Dalam analisis dimensi senyum,
tipe senyum yang dianalisis adalah tipe senyum sosial karena tipe tersebut yang
paling menggambarkan tampilan senyum seseorang secara umum.3,11,17,36,37

Universitas Sumatera Utara


11

Gambar 5. Dimensi senyum (frontal, oblique,


sagital, dan waktu).36

A Dimensi Frontal
Salah satu komponen senyum yang dapat dianalisis dari arah frontal adalah
indeks senyum. Indeks senyum adalah daerah senyum sosial yang dibatasi oleh
vermillion bibir atas dan bawah, yang dapat diperoleh dari pembagian antara lebar
interkomisura bibir saat tersenyum dengan jarak interlabial saat tersenyum. Dari segi
frontal, senyum dapat dianalisis dari dua dimensi lebih lanjut, yaitu:3,15,36
a. Dimensi vertikal berkaitan dengan tampilan gigi dan gingiva, lengkung
senyum, dan relasi margin gingiva anterior atas dengan bibir atas
b. Dimensi transversal meliputi lengkung rahang, koridor bukal, dan
kemiringan bidang oklusal
Sarver mengkategorikan tiga prinsip senyum yang estetis yang perlu
diperhatikan dalam perawatan ortodonsia, yaitu tampilan gigi insisivus maksila dan
gingiva yang terlihat, lebar senyum, dan lengkung senyum (cit. Sarver 2001).27
a. Tampilan Insisivus Maksila dan Gingiva yang Terlihat
Senyum yang ideal didefinisikan sebagai senyum yang mengekspos gigi
anterior rahang atas secara keseluruhan dan memaparkan gingiva setinggi 1 mm.
Tampilan gingiva yang tidak melebihi 2-3 mm dapat dianggap menarik, sedangkan

Universitas Sumatera Utara


12

tampilan gingiva yang melebihi 3 mm dianggap tidak menarik oleh mayoritas orang
awam.26 Untuk menampilkan senyum yang tampak muda, 75-100% gigi insisivus
atas harus terletak di bawah garis imajiner yang menghubungkan komisura kiri dan
kanan. Tampilan gigi insisivus yang terletak terlalu jauh di bawah garis imajiner
interkomisura dinilai kurang menarik.7,13,26,33
Berdasarkan relasi bagian inferior bibir atas dengan gigi insisivus rahang atas
dan tampilan gingiva, senyum dapat dikategorikan menjadi high smile/senyum tinggi
yang memperlihatkan servikoinsisisal gigi-gigi anterior atas disertai sebagian gingiva;
average smile/senyum sedang memperlihatkan 75-100% gigi-gigi anterior atas
disertai gingiva yang hanya di bagian interproksimal; dan low smile/senyum rendah
yang memperlihatkan kurang dari 75% tinggi servikoinsisal gigi-gigi anterior atas
(Gambar 6).11,13,26,33

(a) (b)

(c)

Gambar 6. Pembagian senyum berdasarkan relasi bagian inferior bibir atas dengan
gigi insisivus rahang atas dan tampilan gingiva, (a) senyum tinggi,
(b) senyum sedang, (c) senyum rendah.10

Universitas Sumatera Utara


13

b. Lebar Senyum
Lebar senyum merupakan jarak antara komisura luar pada kiri dan kanan bibir
dan bervariasi pada setiap individu (Gambar 7).13,26 Saat tersenyum, umumnya
terekspos gigi anterior secara keseluruhan dan gigi premolar. Pada beberapa kasus,
gigi molar pertama juga ikut terekspos. Penelitian yang dilakukan Dong
menunjukkan mayoritas orang (57%) memiliki lebar senyum mencapai gigi premolar
kedua dan 20% orang memiliki lebar senyum mencapai molar pertama. Analisis lebar
senyum yang dilakukan sebelum perawatan akan membantu klinisi dalam
menentukan tahap persiapan yang akan dilakukan.26
Lebar senyum juga dihubungkan dengan keberadaan koridor bukal dalam
mulut.26,27 Ekspansi rahang yang berlebih dapat mengeliminasi koridor bukal dan
mengganggu keharmonisan senyum karena menimbulkan kesan senyum yang
artifisial atau denture-like smile.13,15,26,27,33 Koridor bukal dipengaruhi oleh lebar
lengkung gigi dan posisi anteroposterior nya dalam rahang.27

Gambar 7. Lebar senyum.35

c. Lengkung Senyum
Lengkung yang terbentuk dari tepi-tepi insisal gigi anterior atas atau relasi
kurva insisal gigi-gigi anterior atas dengan kurvatura bibir bawah disebut sebagai
lengkung senyum. Lengkung senyum disebut harmonis apabila paralel dengan
kurvatura bibir bawah.13,15,27,33

Universitas Sumatera Utara


14

(a) (b)

(c)

Gambar 8. Tipe lengkung senyum (a) sejajar, (b) datar, (c) terbalik.11,35

Lengkung senyum dapat dibagi menjadi reverse/terbalik, paralel/sejajar, dan


straight/datar (Gambar 8). Senyum yang ideal adalah senyum yang memiliki
lengkung senyum yang paralel dengan kurvatura bibir bawah, karena tipe lengkung
senyum ini lebih menarik serta memberi kesan lebih muda. Lengkung senyum yang
datar akan membuat senyum tampak kurang menarik.27 Lengkung senyum terbalik
terjadi ketika tampilan gigi anterior atas terlihat lebih pendek dari gigi kaninus
sehingga menghasilkan penampilan yang kurang menarik ketika pasien tersenyum.7,33

B Dimensi Oblique
Dimensi oblique memperlihatkan karakteristik senyum yang tidak dapat
diperoleh dari pandangan frontal dan analisis sefalometri. Kemiringan bidang palatal
merupakan aspek yang dapat dilihat dari dimensi oblique. Lengkung bidang palatal
idealnya sejajar dengan kurvatura bibir bawah saat tersenyum, sama seperti kondisi
ideal lengkung senyum. Lengkung senyum pada awalnya hanya sebatas
memperhatikan kurvatura gigi kaninus dan insisivus rahang atas terhadap bibir bawah

Universitas Sumatera Utara


15

dari pandangan frontal, tetapi penampilan lengkung senyum dapat diperluas sampai
gigi premolar dan molar dari pandangan oblique. Deviasi orientasi anteroposterior
bidang palatal yang dapat terjadi, yaitu penurunan posterior rahang atas atau
penurunan anterior rahang atas atau bahkan variasi dari keduanya (Gambar 9).3,15,36

Gambar 9. Tampilan senyum dari arah


pandang oblique.38

C Dimensi Sagital
Komponen senyum yang paling terlihat dari dimensi sagital adalah overjet
dan angulasi gigi insisivus. Ketika tersenyum, overjet tidak begitu terlihat dari
dimensi frontal, seperti pada contoh kasus maloklusi Klas II yang terlihat estetis
ketika tersenyum dari segi frontal, tetapi bersifat sebaliknya jika dilihat dari
pandangan sagital.3,36
Tampilan gigi anterior rahang atas yang terlihat memengaruhi efek transversal
dari senyum seseorang. Ketika rahang atas retrusif, lengkung rahang akan cenderung
lebih ke posterior sehingga tampilan gigi anterior rahang atas menjadi berkurang dan
bukal koridor akan terlihat lebih lebar. 3,15,36
Angulasi insisal juga memberikan dampak terhadap tampilan senyum secara
vertikal. Proklinasi gigi insisivus atau angulasi gigi insisivus yang lebih ke anterior
mengakibatkan tampilan gigi insisivus menjadi berkurang (Gambar 10b). Berbeda
dengan inklinasi gigi yang tegak lurus akan mengakibatkan tampilan gigi insisivus
menjadi lebih banyak (Gambar 10c).3,15,36

Universitas Sumatera Utara


16

(a) (b) (c)

Gambar 10. (a) Proklinasi gigi anterior rahang atas memengaruhi tampilan gigi secara
vertikal, (b) tampilan gigi anterior rahang atas yang mengalami
proklinasi, (c) tampilan gigi anterior rahang dengan angulasi yang tegak
lurus.15,36

2.2.3 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Senyum dan Tinggi Wajah


Bawah
Terdapat beberapa faktor yang memengaruhi senyum dan tinggi wajah bawah,
yaitu jenis kelamin, usia, dan ras.

A Jenis Kelamin
Perempuan cenderung memiliki ukuran atau dimensi antropometri wajah yang
lebih kecil.39 Penonjolan struktur tulang pada laki-laki lebih jelas, terutama pada
daerah dahi, hidung, dagu, dan kontur rahang bawah yang lebih tajam. Perbedaan
ukuran yang signifikan antara perempuan dan laki-laki diakibatkan faktor hormon
yang memengaruhi kontur profil wajah, dimana perbedaan ini terlihat paling jelas
pada saat remaja.40 Penelitian Abraham dkk., pada orang India menunjukkan rata-rata
lebar senyum pada laki-laki sebesar 69,34 mm dan 64,59 mm pada perempuan.14

Universitas Sumatera Utara


17

B Usia
Usia seseorang yang semakin tua akan memberikan dampak perubahan
jaringan skeletal dan jaringan lunak sehingga memengaruhi penampilan jaringan
lunak yang menutupinya, otot-otot yang terkait, dan fungsinya.17 Perubahan-
perubahan tersebut dapat memengaruhi penampilan wajah yang semakin besar
dengan fitur sempit memanjang.39 Pertambahan usia juga mengakibatkan bibir
menjadi kurang elastik dan kaku, serta perubahan struktur oral seperti gigi dan
jaringan periodonsium yang semakin lemah akan memengaruhi senyum
seseorang.36,37 Salah satu contohnya adalah pertambahan usia mengakibatkan otot-
otot di sekitar bibir mengalami atrofi sehingga ketebalan bibir menjadi berkurang dan
bibir tampak memanjang secara transversal. Pengurangan tampilan gigi insisivus
rahang atas saat tersenyum diketahui berkurang sebanyak 1,5-2 mm seiring
bertambahnya usia.11,17

C Ras
Terdapat perbedaan bentuk atau kontur wajah yang signifikan antara ras yang
satu dengan yang lain sehingga diagnosis dan rencana perawatan pada masing-masing
ras akan berbeda.8,9 Ciri-ciri kefalometri yang ada pada suatu suku bangsa dapat
disebabkan oleh perbedaan ras yang berasal dari nenek moyang terdahulu dan sejarah
kedatangannya. Salah satu penyebab perbedaan tersebut adalah perbedaan sistem
kekerabatan dan pola perkawinan suatu populasi. Pola perkawinan yang berbeda di
dalam kelompok suku akan menghasilkan perbedaan genetik secara turun-temurun.21
Farkas mengungkapkan ras Kaukasoid memiliki tinggi wajah bawah yang lebih
panjang dibandingkan dengan tinggi wajah atas dan tengah mereka (cit. Farkas
1985).32 Tinggi wajah bawah laki-laki dan perempuan pada populasi Turki sebesar
76,5 mm dan 68,7 mm, sedangkan pada populasi India bagian Selatan sebesar 72,40
mm dan 63,13 mm.14,20

Universitas Sumatera Utara


18

2.3 Teknik Pengukuran


Teknik pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
pengukuran tinggi wajah dan teknik pengukuran senyum.

2.3.1 Teknik Pengukuran Tinggi Wajah


Teknik pengukuran tinggi wajah dapat dilakukan secara langsung
menggunakan instrumen standar seperti penggaris atau kaliper.41 Metode pengukuran
tidak langsung seperti fotografis juga dapat digunakan untuk mengukur tinggi wajah.
Pengukuran tidak langsung dilakukan dengan mengambil foto wajah pasien secara
keseluruhan dari arah frontal (posisi kepala dalam keadaan NHP) kemudian dicetak
sesuai ukuran wajah yang sebenarnya dan diukur dengan penggaris dalam satuan
milimeter atau menggunakan program komputer.42,43

2.3.2 Teknik Pengukuran Senyum


Senyum secara umum dapat diukur dengan tiga cara, yaitu pengukuran secara
langsung, perekaman statis (fotografi), dan perekeman dinamis (videografi).3
a. Pengukuran secara langsung
Pengukuran langsung terhadap senyum dapat dilakukan dengan menggunakan
penggaris atau kaliper. Kekurangan dari metode ini adalah terdapat kemungkinan
kesalahan seperti distorsi jaringan lunak yang terjadi secara tidak sengaja saat
pengukuran jika tidak dilakukan secara cermat dan teliti.44 Metode ini dapat
digunakan untuk mengukur jarak interlabial, tinggi bibir atas, tampilan gigi saat
tersenyum.34
b. Fotografi
Pengambilan foto wajah pasien dengan cara fotografi dapat dilakukan dari
arah frontal saat istirahat, frontal tersenyum, frontal senyum sosial secara close-up,
oblique tersenyum, oblique tersenyum secara close-up, profil istirahat, dan profil
tersenyum.15,30,34,44 Foto yang telah diambil kemudian disunting sesuai ukuran yang
sebenarnya dan dianalisis menggunakan program komputer seperti Adobe Photoshop,
Smile Mesh, dan Corel Draw.6,14,45

Universitas Sumatera Utara


19

c. Videografi
Teknik videografi dapat digunakan untuk mengukur senyum dan saat
seseorang sedang bicara dari arah frontal dan oblique. Videografi digunakan bersama
program komputer akan menghasilkan 30 foto dalam rekaman satu detik. Program
komputer yang sering digunakan adalah program yang dikenalkan oleh Ackerman,
yaitu Smile Mesh.17,34,44

2.4 Ras-Ras di Indonesia


Menurut Koentjaraningrat, suku bangsa atau etnik didefinisikan sebagai grup
atau golongan manusia yang terikat oleh kesadaran dan identitas akan kesatuan
kebudayaan, dimana kesadaran dan identitas tersebut sering dikuatkan oleh kesatuan
bahasa.22 Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat dengan multisuku yang terdiri
dari lebih dari 300 kelompok etnik atau suku bangsa di Indonesia atau tepatnya 1340
suku bangsa menurut sensus Badan Pusat Statistik tahun 2010. Beberapa macam ras
yang mendiami Indonesia dewasa ini, yaitu ras Negroid, Wedda, Neo-Melanesoid,
dan Melayu.22 Menurut para ahli sejarah, nenek moyang bangsa Indonesia berasal
dari bangsa-bangsa Proto-Melayu dan Deutro-Melayu.46
Kelompok manusia pada gelombang pertama yang tiba di kepulauan
Indonesia dikenal sebagai suku Melayu Tua atau Proto-Melayu, sedangkan kelompok
selanjutnya pada gelombang kedua berasal dari daerah Dongsong dikenal sebagai
suku Melayu Muda atau Deutro-Melayu yang berasal dari orang-orang Austronesia.21
Ciri fisik kedua kelompok ras ini berbeda yang dapat dilihat dari bentuk kepalanya,
yaitu dolicocephalis pada Proto-Melayu dan brachycephalis pada Deutro-Melayu.23

2.5 Ras Proto-Melayu


Bangsa Proto-Melayu atau disebut Melayu Tua merupakan nenek moyang
bangsa Indonesia yang pertama kali datang ke Indonesia sekitar 1500 SM. Mereka
berasal dari Cina bagian Selatan (Yunan) dan masuk ke Indonesia sekitar tahun 1500-
500 SM. Hingga kini diketahui bahwa keturunan dari bangsa Proto-Melayu adalah
orang-orang suku Dayak dan Toraja. Orang-orang bangsa Proto-Melayu memiliki

Universitas Sumatera Utara


20

rambut lurus, kulit kuning yang berwarna kecoklatan, dan bermata sipit. Mereka
mendiami daerah-daerah Indonesia bagian Timur seperti suku Dayak, suku Toraja,
suku Mentawai, suku Nias, dan suku Papua.21,46 Yang termasuk ras Proto-Melayu
adalah suku Batak, suku Gayo, suku Alas, suku Sasak, dan suku Toraja.19,24

2.6 Masyarakat di Kota Medan


Berdasarkan Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara tahun 2016, kota
Medan memiliki 21 kecamatan dengan jumlah penduduk yang mencapai 2,229,408
jiwa.47 Suku di Kota Medan terdiri dari berbagai etnik, dimana suku Jawa yang
menetap di Medan menduduki peringkat pertama, yaitu sebesar 34%. Suku Batak
menjadi suku kedua terbesar yang mendiami Medan, yaitu sebesar 21%. Kota Medan
identik dengan suku Batak karena suku asli yang dulu mendirikan Kota Medan
merupakan suku Batak Karo.25,48

Universitas Sumatera Utara


2.7 Kerangka Teori

Diagnosis dan Rencana Perawatan Ortodonti

Anamnesis Pemeriksaan Analisis Analisis Radiografi Analisis


Klinis Fotografi dan Sefalometri Model

Ekstraoral Intraoral

Proporsi Simetrisitas Profil Analisis


Wajah Wajah Senyum

Vertikal Transversal Definisi Tipe Dimensi Faktor yang


Senyum Senyum Senyum Memengaruhi

Tinggi Tinggi Tinggi Jenis Kelamin


Wajah Wajah Wajah Frontal Oblique Sagital
Atas Tengah Bawah Usia
Kategori Senyum
yang Estetis Ras

Tampilan Insisivus Lebar Lengkung Ras Proto-


Maksila dan Gingiva Senyum Senyum Melayu
yang Terlihat

Hubungan Tinggi Wajah Bawah dengan


Lebar Senyum pada Ras Proto-Melayu? 21

Universitas Sumatera Utara


22

2.8 KERANGKA KONSEP

Variabel Bebas Variabel Tergantung

Tinggi Wajah Bawah Lebar Senyum

Variabel Terkendali

- Ras Proto-Melayu
- Usia
- Jenis Kelamin
- Masyarakat di Kota Medan

Universitas Sumatera Utara


23

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan data penelitian yang
diolah secara analitik, yaitu menganalisis hubungan antara lebar senyum dengan
tinggi wajah bawah pada ras Proto Melayu di Kota Medan. Desain penelitian ini
adalah cross sectional yang merupakan studi untuk mengukur variabel secara
bersamaan pada waktu tertentu.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian


Tempat penelitian dilakukan di Kotamadya Medan dan waktu penelitian
dimulai sejak penyusunan proposal bulan September 2017 dan selesai pada April
2018.

3.3 Populasi Penelitian


Populasi dari penelitian ini adalah masyarakat ras Proto-Melayu di Kota
Medan yang berusia 18-25 tahun.

3.4 Sampel Penelitian


Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah multi stage sampling.
Multi stage sampling adalah proses pengambilan sampel yang dilakukan secara
bertingkat, baik bertingkat dua maupun lebih. Peneliti melakukan cluster sampling
dari 21 kecamatan di Kota Medan sehingga didapatkan sepuluh kecamatan. Peneliti
kemudian melakukan pemilihan sampel dengan metode purposive sampling, yaitu
sampel dipilih berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi yang ditentukan.

Universitas Sumatera Utara


24

3.4.1 Kriteria Inklusi


Kriteria inklusi penelitian ini sebagai berikut:
a. Ras Proto-Melayu (dua keturunan)
b. Berusia 18-25 tahun
c. Relasi molar Klas I Angle
d. Overjet dan overbite normal
e. Tidak pernah melakukan perawatan ortodonti
f. Memiliki penampilan senyum yang menarik (anatomi gigi anterior
normal, diastema 0-2 mm, crowded ringan <2 mm, dataran oklusal yang
tidak miring, tidak terdapat atrisi yang parah)
g. Gigi permanen lengkap sampai molar dua
h. Gigi anterior dan posterior tidak terdapat restorasi dan tidak menggunakan
gigi tiruan
i. Proporsi wajah normal dan tidak pernah menjalani tindakan bedah yang
mengubah bentuk wajah

3.4.2 Kriteria Eksklusi


Kriteria eksklusi penelitian ini sebagai berikut:
a. Sampel menolak berpartisipasi
b. Tidak mampu untuk melakukan senyum sosial
c. Sampel dengan asimetris wajah

3.4.3 Besar Sampel


Rumus besar sampel yang digunakan adalah uji hipotesis beda rerata, yaitu:

𝑍𝛼 + 𝑍𝛽 𝑠 2
n= 𝑥1 − 𝑥2

Keterangan:
n : Besar sampel minimum
zα : Tingkat kemaknaan yang ditetapkan oleh peneliti adalah 95% = 1,96

Universitas Sumatera Utara


25

zβ : Power yang ditetapkan oleh peneliti adalah 10% = 1,282


s : Simpang baku kedua kelompok dari penelitian terdahulu = 2,694 14
x1-x2 : Perbedaan klinis yang diinginkan = 55%
sehingga:
1 +12 2 2 2
n=

n = 252,17 252
Besar sampel minimum yang didapatkan melalui perhitungan rumus tersebut
adalah sebanyak 252 sampel. Peneliti menambahkan 10% dari jumlah sampel untuk
menghindari kekurangan sampel sehingga jumlah sampel yang akan dipakai untuk
penelitian ini adalah sebesar 280 sampel.

3.5 Variabel Penelitian


Variabel-variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
3.5.1 Variabel Bebas
Variabel bebas pada penelitian ini adalah:
- Tinggi wajah bawah

3.5.2 Variabel Tergantung


Variabel tergantung pada penelitian ini adalah:
- Lebar senyum

3.5.3 Variabel Terkendali


Variabel terkendali pada penelitian ini adalah:
- Ras Proto-Melayu
- Usia
- Jenis kelamin
- Masyarakat di Kota Medan

Universitas Sumatera Utara


26

3.6 Definisi Operasional


Variabel Definisi Cara dan Kategori Skala
alat ukur ukur
Masyarakat Masyarakat yang berdomisili Usia 18-25
di Kota di 21 kecamatan di Kota tahun
Medan Medan, dimana setelah di-
cluster didapatkan sepuluh
kecamatan yang menjadi
tempat persebaran sampel
penelitian
Ras Proto- Penduduk Indonesia yang Kuesioner Dua
Melayu merupakan keturunan dari keturunan
suku Batak, suku Gayo, suku (ayah, ibu,
Alas, suku Sasak, dan suku kakek, nenek)
Toraja
Natural Posisi kepala natural yang
head diperoleh dengan
position menginstruksikan subjek
(NHP) untuk melihat lurus ke depan
pada titik yang setinggi mata
di dinding di depannya
Senyum Senyum yang dilakukan Memiliki
sosial subjek saat mengucapkan penampilan
kata „cheese‟ panjang (±3 senyum yang
detik) menarik
Tinggi Jarak dari subnasale sampai
wajah menton dalam satuan mm
bawah (Garis A)

- Subnasale Titik tempat septum hidung


(Sn) membentuk sudut dengan
filtrum

- Menton Titik paling bawah atau


(Me‟) ujung dagu

- Penanda Titik yang menandai dasar


A1 hidung (subnasale)

- Penanda Titik yang menandai ujung


A2 dagu (menton)

- Garis A Jarak antara penanda A1 dan Corel Linear


penanda A2 (Gambar 11) Draw X8

Universitas Sumatera Utara


27

Lebar Jarak dari komisura luar


senyum bagian kiri sampai komisura
luar bagian kanan bibir dalam
satuan mm (Garis B)

- Komisura Pertemuan vermillion bibir


bibir luar atas dan bawah, dan
merupakan batas terluar
merah bibir

- Penanda Titik yang menanadai


B1 komisura bibir luar bagian
kiri dari arah frontal

- Penanda Titik yang menandai


B2 komisura bibir luar bagian
kanan dari arah frontal

- Garis B Jarak antara penanda B1 dan Corel Linear


penanda B2 (Gambar 11) Draw X8

A1

B1 B2
B

A2

Gambar 11. Tinggi wajah bawah (penanda A1 – A2) dan lebar senyum
(penanda B1 – B2)

Universitas Sumatera Utara


28

3.7 Sarana Penelitian


3.7.1 Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Instrumen diagnostik (kaca mulut, sonde, dan pinset)
2. Masker dan sarung tangan
3. Kamera digital DSLR (Canon DS126181, CMOS Sensor, DIGIC III, EOS)
4. Tripod untuk meletakkan kamera dan Ring light
5. Kursi dan kain latar putih sebagai latar belakang ukuran 1,5 × 1 m
6. Kaliper digital dengan tingkat keakuratan 0,02 mm
7. Kertas karton (20 × 10 mm) sebagai skala pembanding
8. Alat tulis (pen/pensil), penggaris, dan kertas
9. Program Corel Draw X8 tahun 2016 dengan keakuratan sepuluh desimal di
belakang koma

(a) (b) (c) (d)

(e) (f) (g) (h)

(i) (j) (k) (l)

Gambar 12. (a) Alat diagnostik, (b) sarung tangan dan masker, (c) kamera digital
DSLR, (d) tripod, (e) kursi, (f) ring light, (g) kain putih, (h) kertas
karton ukuran 20 × 10 mm, (i) kaliper digital, (j) penggaris, (k) alat tulis,
(l) program Corel Draw X8.

Universitas Sumatera Utara


29

3.7.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Kapas
2. Alkohol 70%

3.8 Prosedur Penelitian


1. Perisapan alat dan bahan yang diperlukan dalam pengambilan foto.
2. Sampel dipilih berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi dengan
menggunakan kuesioner dan pemeriksaan klinis. Sampel yang sesuai diberikan
lembar informed consent dan kemudian dilakukan tahap pengambilan foto.
3. Kamera digital DSLR dengan perbesaran lensa 80 kali diletakkan di atas
tripod dengan posisi tegak lurus dan tingginya sejajar dengan tinggi kepala subjek.
Pengaturan jarak lensa kamera ke pangkal hidung subjek sejauh 100 cm dan jarak
subjek dengan latar belakang kain putih kurang lebih 75 cm untuk mencegah
terbentuknya bayangan (Gambar 13).
4. Subjek diinstruksikan untuk duduk di kursi dengan posisi kepala dalam
keadaan NHP. Rambut subjek harus berada di belakang telinga. Bila subjek memakai
perhiasan, kacamata, atau aksesoris lainnya yang dapat menghalangi wajah, maka
subjek diminta untuk melepaskannya sementara.
5. Karton tebal dengan ukuran 20 mm × 10 mm ditempelkan pada dahi subjek.
Karton tersebut akan digunakan sebagai skala pembanding selama proses analisis foto
secara digital (Gambar 14).
6. Subjek diinstruksikan untuk tersenyum sosial dengan mengucapkan kata
“cheese” yang panjang (±3 detik). Pengambilan foto dilakukan sebanyak tiga kali dan
diambil satu foto yang paling memenuhi kriteria. Di antara jeda pengambilan foto,
subjek diperbolehkan untuk rileks sejenak.
7. Setelah proses pengambilan foto, foto-foto tersebut dipindahkan dan
dianalisis dengan program komputer (Corel Draw X8). Foto diorientasikan tegak
lurus dan perbesaran foto disesuaikan dengan karton ukuran 20 mm × 10 mm pada
dahi subjek (Gambar 15).

Universitas Sumatera Utara


30

8. Penentuan penanda A1, A2, B1, dan B2. Pembuatan garis A dengan
menghubungkan penanda A1 ke A2 dan pembuatan garis B dengan menghubungkan
penanda B1 ke titik B2. Pembuatan dan pengukuran garis dilakukan dengan
menggunakan “Parallel Dimension Tool” dalam program Corel Draw X8 (Gambar
16).
Sebelum penelitian dilakukan, telah dilakukan penelitian pendahuluan oleh
operator. Sebanyak 28 subjek dipilih secara acak dari 280 sampel penelitian dan
dilakukan pengambilan foto sama seperti prosedur penelitian. Pengukuran langsung
dilakukan dengan kaliper vernier digital pada subjek untuk dibandingkan dengan
hasil pengukuran secara komputerisasi. Jika tidak terjadi perbedaan pengukuran yang
signifikan antara analisis komputerisasi dengan pengukuran langsung (p>0,05), maka
operator layak untuk melakukan pengukuran secara komputerisasi.

75 cm 100 cm

Gambar 13. Posisi subjek dan kamera. Lensa kamera diletakkan sejauh
100 cm dari pangkal hidung subjek dengan posisi tegak
lurus dan sejajar dengan tinggi kepala subjek. Subjek
diinstruksikan untuk memandang lurus ke arah lensa
kamera.

Universitas Sumatera Utara


31

Gambar 14. Karton tebal ukuran 20 mm × 10 mm


ditempelkan pada dahi subjek sebagai
skala pembanding untuk analisis foto.
Subjek diinstruksikan untuk tersenyum
sosial dengan mengucapkan kata “cheese”
selama ±3 detik.

Gambar 15. Foto diorientasikan tegak lurus dan perbesaran foto dilakukan dalam
program Corel Draw sesuai dengan skala kertas 20 × 10 mm.

Universitas Sumatera Utara


32

Gambar 16. Pembuatan garis A dan garis B dengan menggunakan “Parallel


Dimension Tool” dalam program Corel Draw. Pembuatan garis A
dengan menghubungkan penanda A1 ke A2 dan pembuatan garis B
dengan menghubungkan penanda B1 ke B2.

3.9 Pengolahan Data dan Analisis Data


3.9.1 Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan dengan program statistik secara komputerisasi.

3.9.2 Analisis Data


1. Perhitungan rerata dan standar deviasi tinggi wajah bawah antara laki-laki
dan perempuan ras Proto-Melayu.
2. Perhitungan rerata dan standar deviasi lebar senyum antara laki-laki dan
perempuan ras Proto-Melayu.
3. Analisis ada tidaknya perbedaan tinggi wajah bawah dan lebar senyum
antara laki-laki dan perempuan dengan uji parametrik T-independen apabila data
terdistribusi normal atau dengan uji Mann-Whitney apabila data tidak terdistribusi
normal.

Universitas Sumatera Utara


33

4. Analisis hubungan tinggi wajah bawah dengan lebar senyum dengan uji
korelasi Pearson apabila data terdistribusi normal atau dengan uji korelasi Spearman
apabila data tidak terdistribusi normal.

Universitas Sumatera Utara


34

BAB 4

HASIL PENELITIAN

Subjek penelitian berjumlah 280 orang yang terdiri dari 140 orang laki-laki
dan 140 orang perempuan. Subjek penelitian merupakan masyarakat ras Proto-
Melayu yang berusia 18-25 tahun di Kota Medan dan memenuhi kriteria yang
ditetapkan. Pengambilan subjek penelitian dilakukan pada sepuluh kecamatan di Kota
Medan, yaitu Medan Baru, Medan Sunggal, Medan Area, Medan Petisah, Medan
Tuntungan, Medan Denai, Medan Kota, Medan Selayang, Medan Tembung, dan
Medan Maimun. Subjek penelitian dari setiap kecamatan diambil sebanyak 28 orang.
Subjek difoto dalam pose senyum sosial dan hasil foto dipindahkan ke dalam
komputer. Foto kemudian disunting dan dianalisis untuk mengukur tinggi wajah
bawah dan lebar senyum dengan program komputer Corel Draw. Analisis foto setiap
subjek dilakukan oleh satu orang operator. Untuk mendapatkan data yang valid,
sepuluh foto subjek penelitian diuji secara inter-operator dengan menggunakan
prosedur yang sama, dimana hasil pengukuran 1 dengan hasil pengukuran 2
dilakukan pada waktu dan operator yang berbeda. Hasil uji parametrik T-independen
tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan antara operator 1 dan operator 2
dengan nilai p<0,05 sehingga data dapat dinyatakan valid.
Uji normalitas data dilakukan pada data tinggi wajah bawah dengan uji
Kolmogorov-Smirnov. Hasil uji normalitas data berupa nilai p>0,05 menunjukkan
data terdistribusi normal. Perhitungan rerata tinggi wajah bawah laki-laki dan
perempuan dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Hasil Uji-T Rerata Tinggi Wajah Bawah antara Laki-Laki dan Perempuan
Ras Proto-Melayu di Kota Medan

Jenis Kelamin Jumlah (n) Rerata ± SD (mm) p-value


Laki-Laki 140 74,37 ± 4,83
0,001
Perempuan 140 68,19 ± 4,02

Universitas Sumatera Utara


35

Pengukuran tinggi wajah bawah ditentukan dari titik subnasale sampai titik
menton. Hasil perhitungan tinggi wajah bawah pada laki-laki diperoleh dengan nilai
rerata sebesar 74,37 mm dengan standar deviasi 4,83. Nilai rerata tinggi wajah bawah
pada perempuan diperoleh sebesar 68,19 mm dengan standar deviasi 4,02. Pengujian
kemaknaan perbedaan nilai rerata tinggi wajah bawah antara laki-laki dan perempuan
secara statistik menggunakan uji parametrik T-independen dengan derajat
kepercayaan sebesar 95%. Hasil analisis berupa nilai p<0,05 menunjukkan adanya
perbedaan nilai rerata tinggi wajah bawah yang signifikan antara laki-laki dan
perempuan ras Proto-Melayu di Kota Medan.
Uji normalitas data dilakukan pada data lebar senyum dengan uji
Kolmogorov-Smirnov. Hasil uji normalitas data berupa nilai p<0,05 menunjukkan
data tidak terdistribusi normal. Perhitungan rerata lebar senyum laki-laki dan
perempuan dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Hasil Uji Mann-Whitney Rerata Lebar Senyum antara Laki-Laki dan
Perempuan Ras Proto-Melayu di Kota Medan

Jenis Kelamin Jumlah (n) Rerata (Rank) p-value


Laki-Laki 140 68,25
0,001
Perempuan 140 65,36

Pengukuran lebar senyum ditentukan dari titik komisura luar bagian kiri
sampai titik komisura luar bagian kanan. Hasil perhitungan lebar senyum pada laki-
laki diperoleh dengan nilai rerata sebesar 68,25 mm, sedangkan pada perempuan
sebesar 65,36 mm. Pengujian kemaknaan perbedaan nilai rerata lebar senyum antara
laki-laki dan perempuan secara statistik menggunakan uji Mann-Whitney. Hasil
analisis berupa nilai p<0,05 menunjukkan adanya perbedaan nilai rerata lebar senyum
yang signifikan antara laki-laki dan perempuan ras Proto-Melayu di Kota Medan.
Nilai keseluruhan rerata tinggi wajah bawah diuji secara statistik terhadap
keseluruhan rerata lebar senyum untuk melihat ada tidaknya hubungan yang
signifikan. Hasil uji statistik tersebut dapat dilihat pada tabel 3.

Universitas Sumatera Utara


36

Tabel 3. Hasil Uji Korelasi Spearman Tinggi Wajah Bawah dengan Lebar Senyum
pada Ras Proto-Melayu di Kota Medan

Nilai Koefisien Korelasi


p-value
(r)
Tinggi Wajah Bawah 0,322 0,001
Lebar Senyum
Keterangan interpretasi nilai R menurut Guilford:49
- 0,0-0,2 : sangat rendah - 0,7-0,9 : kuat
- 0,2-0,4 : rendah - 0,9-1,0 : sangat kuat
- 0,4-0,7 : sedang

Pengujian kemaknaan hubungan tinggi wajah bawah dengan lebar senyum


secara statistik menggunakan uji korelasi Spearman. Hasil analisis menunjukkan
adanya hubungan yang signifikan antara tinggi wajah bawah dengan lebar senyum
pada taraf uji p<0,05. Nilai koefisien korelasi yang positif menunjukkan bahwa
hubungan tinggi wajah bawah dengan lebar senyum bersifat satu arah, dan nilai 0,322
menunjukkan keeratan hubungan bersifat lemah.

Nilai Tinggi Wajah Bawah terhadap Lebar


Senyum
60
y = 48,731 + 0,254x
50
Lebar Senyum

40

30

20

10

0
1 2 3 4 5
Tinggi Wajah Bawah

Grafik 1. Prediksi Nilai Hubungan Tinggi Wajah Bawah


terhadap Lebar Senyum

Universitas Sumatera Utara


37

Grafik 1 menunjukkan prediksi nilai lebar senyum berdasarkan pada nilai


tinggi wajah bawah dengan persamaan regresi y= 48,731 + 0,254x. Nilai x
merupakan tinggi wajah bawah dan nilai y merupakan lebar senyum.

Universitas Sumatera Utara


38

BAB 5
PEMBAHASAN

Senyum merupakan salah satu ekspresi terpenting yang menunjang keindahan


wajah seseorang sehingga terlihat menarik.10,11 Dalam satu dekade, para ortodontis
memperhatikan senyum dalam perumusan diagnosis dan rencana perawatan karena
senyum yang menarik kini merupakan kriteria pasien dalam menilai keberhasilan
suatu perawatan ortodonti.8,16,17 Pentingnya senyum yang menentukan keberhasilan
suatu perawatan mendorong disiplin ilmu ortodonti menggunakan parameter dalam
mengukur senyum untuk membantu menegakkan diagnosis dan rencana perawatan.18
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui rerata tinggi wajah bawah dan
rerata lebar senyum laki-laki dan perempuan, serta untuk mengetahui ada tidaknya
hubungan antara tinggi wajah bawah dengan lebar senyum pada ras Proto-Melayu di
Kota Medan. Data penelitian ini diperoleh dengan cara menganalisis foto subjek
penelitian dalam pose senyum sosial dengan menggunakan program komputer.
Analisis foto dilakukan oleh satu orang operator dengan sebelumnya dilakukan uji
operator terlebih dahulu.
Tabel 1 menunjukkan rerata dan standar deviasi tinggi wajah bawah laki-laki
dan perempuan ras Proto-Melayu di Kota Medan. Hasil perhitungan menunjukkan
rerata tinggi wajah bawah pada laki-laki sebesar 74,37 mm dengan standar deviasi
4,83, sedangkan pada perempuan sebesar 68,19 mm dengan standar deviasi 4,02.
Data tersebut mengindikasikan bahwa laki-laki memiliki ukuran tinggi wajah bawah
yang lebih besar daripada perempuan. Hal ini sejalan dengan penelitian Uysal dkk.,
pada tahun 2009 (terhadap 350 subjek di Perguruan Tinggi Kedokteran Gigi Erciyes,
Turki), Kadhom dkk., pada tahun 2011 (terhadap 60 subjek di Universitas Baghdad,
Irak), dan Abraham dkk., pada tahun 2015 (terhadap 79 subjek di Perguruan Tinggi
Kedokteran Gigi Kottayam, India) yang menyatakan bahwa ukuran tinggi wajah
bawah pada laki-laki cenderung lebih besar dibandingkan dengan perempuan. Hasil
penelitian Uysal dkk., menyatakan bahwa laki-laki memiliki rerata tinggi wajah

Universitas Sumatera Utara


39

bawah sebesar 76,5 mm dan pada perempuan sebesar 68,7 mm.20 Penelitian yang
dilakukan Kadhom dkk., menunjukkan laki-laki memiliki rerata tinggi wajah bawah
sebesar 68,63 mm dan pada perempuan sebesar 63,03 mm,40 sama seperti penelitian
yang dilakukan Abraham dkk., menunjukkan bahwa rerata tinggi wajah bawah
sebesar 69,23 mm pada laki-laki dan 62,82 mm pada perempuan.14
Pengujian kemaknaan perbedaan nilai rerata tinggi wajah bawah antara laki-
laki dan perempuan secara statistik menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan
dengan nilai signifikasi 0,001 (p<0,05). Hal ini dikarenakan laki-laki mengalami
periode percepatan pertumbuhan remaja (adolescence growth spurt) yang lebih
panjang dan terjadi lebih lambat daripada perempuan sehingga laki-laki cenderung
memiliki peningkatan ukuran dan tinggi secara keseluruhan. Percepatan pertumbuhan
remaja pada laki-laki terjadi pada usia 12-15 tahun dan pada perempuan usia 11-13
tahun.27 Laki-laki pada dasarnya memiliki struktur tulang yang lebih tebal terutama
pada bagian dahi, hidung, dagu, serta kontur mandibula yang kuat.40
Tabel 2 menunjukkan rerata lebar senyum laki-laki dan perempuan ras Proto-
Melayu di Kota Medan. Hasil analisis menunjukkan rerata lebar senyum pada laki-
laki sebesar 68,25 mm, sedangkan pada perempuan sebesar 65,36 mm. Data tersebut
menunjukkan bahwa laki-laki memiliki ukuran lebar senyum yang lebih besar
daripada perempuan. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
Abraham dkk., pada tahun 2015 yang menunjukkan rerata lebar senyum sebesar
69,34 mm pada laki-laki, dan 64,59 mm pada perempuan.14
Pengujian kemaknaan perbedaan nilai rerata lebar senyum antara laki-laki dan
perempuan secara statistik menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan dengan
nilai signifikasi 0,001 (p<0,05). Lebar senyum dihubungkan dengan keberadaan
koridor bukal dalam mulut yang dipengaruhi oleh ekspansi rahang.26,27 Terdapat
perbedaan pertumbuhan rahang atas yang jelas antara laki-laki dan perempuan. Laki-
laki memiliki pertumbuhan lebih besar, dimana terdapat selisih ukuran sebesar 1-1,5
mm dengan perempuan yang terjadi secara konsisten selama masa kanak-kanak. Pada
masa remaja akhir, laki-laki memiliki ukuran rahang atas 5-7 mm lebih lebar
dibandingkan dengan perempuan.50

Universitas Sumatera Utara


40

Tabel 3 menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara tinggi wajah


bawah dengan lebar senyum (p<0,05). Nilai koefisien korelasi berupa 0,322
menandakan korelasi yang positif dan keeratan hubungan bersifat lemah. Nilai yang
positif tidak menunjukkan besarnya nilai korelasi, tetapi menunjukkan arah korelasi
variabel penelitian. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin besar nilai tinggi wajah
bawah, maka nilai lebar senyum cenderung semakin besar. Grafik 1 menunjukkan
prediksi nilai lebar senyum berdasarkan pada nilai tinggi wajah bawah dengan
persamaan regresi y= 48,731 + 0,254x. Konstanta sebesar 48,731 menyatakan bahwa
jika tidak terdapat nilai tinggi wajah bawah (x=0), maka nilai lebar senyum (y)
sebesar 48,731 mm. Koefisien regresi sebesar 0,254 menunjukkan bahwa setiap
penambahan 1 mm nilai tinggi wajah bawah (x), maka nilai lebar senyum (y) akan
bertambah 0,254 mm. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Abraham
dkk., yang menyatakan adanya hubungan korelasi yang signifikan antara tinggi wajah
bawah dengan lebar senyum pada 79 orang India Selatan.14
Adanya hubungan yang signifikan antara tinggi wajah bawah dengan lebar
senyum dapat terjadi karena pertumbuhan rahang bawah cenderung mengikuti
pertumbuhan rahang atas. Pertumbuhan rahang atas secara berurutan lebih dominan
terhadap tinggi, kedalaman, dan lebar, sedangkan pertumbuhan rahang bawah
cenderung mengalami pertambahan tinggi dan lebar.50,51 Penelitian yang dilakukan
oleh Abraham dkk., menyatakan bahwa hubungan tinggi wajah bawah dengan lebar
senyum dapat digunakan sebagai parameter baru dalam evaluasi wajah dan senyum.
Parameter tersebut dapat digunakan pada pasien dengan atrisi berat akibat bruxism
atau kebiasaan parafungsional lainnya untuk mengembalikan dimensi vertikal yang
menurun dengan menggunakan lebar senyum sosial pasien sebagai panduan untuk
mengembalikan dimensi vertikal yang hilang. Dalam bidang ortodonti, parameter
tersebut juga dapat digunakan untuk menentukan besarnya bite opening yang
diperlukan pada kasus deep bite.14
Chou dkk., melakukan penelitian tentang efek vertikal dimensi oklusi
terhadap posisi bibir saat tersenyum pada 30 subjek Perguruan Tinggi Kedokteran
Gigi Marquette, Amerika Serikat. Penelitian yang dilakukan pada tahun 2014 ini

Universitas Sumatera Utara


41

menggunakan variabel penelitian dimensi oklusi vertikal, sedangkan penelitian ini


menggunakan variabel penelitian tinggi wajah bawah. Meskipun begitu, hasil
penelitian Chou dkk., tidak menemukan hubungan yang signifikan antara lebar
komisura dengan dimensi vertikal oklusi.44 Perbedaan hasil penelitian tersebut dapat
terjadi karena perbedaan jumlah dan kriteria subjek penelitian yang diteliti. Chou
dkk., meneliti 30 orang yang merupakan campuran dari berbagai ras, serta sebanyak
70% subjek memiliki riwayat perawatan ortodonti.

Universitas Sumatera Utara


42

BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini adalah:
1. Nilai rerata tinggi wajah bawah ras Proto-Melayu di Kota Medan pada laki-
laki adalah 74,37 mm dan pada perempuan adalah 68,19 mm.
2. Nilai rerata lebar senyum ras Proto-Melayu di Kota Medan pada laki-laki
adalah 68,25 mm dan pada perempuan adalah 65,36 mm.
3. Terdapat perbedaan tinggi wajah bawah dan lebar senyum antara laki-laki
dan perempuan ras Proto-Melayu di Kota Medan dengan nilai signifikasi p<0,05.
4. Terdapat hubungan antara tinggi wajah bawah dengan lebar senyum pada
ras Proto-Melayu di Kota Medan dengan nilai signifikasi p<0,05 dan nilai koefisien
korelasi yang positif, yaitu sebesar 0,322.

6.2 Saran
Saran yang disampaikan pada penelitian ini adalah:
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pada sampel oklusi Klas II dan Klas
III serta pada kelompok usia yang berbeda agar dapat menjadi perbandingan untuk
penelitian ini.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pada populasi ras yang berbeda
untuk memastikan hubungan tinggi wajah bawah dengan lebar senyum agar dapat
diterapkan sebagai parameter senyum dalam penetapan diagnosis dan rencana
perawatan.

Universitas Sumatera Utara


43

DAFTAR PUSTAKA

1. Kakadiya J, Pattnaik B, Kumari M, Vishnoi P. An evaluation of smile in


different malocclusion of local population-a pilot study. IOSR Journal of Dental
and Medical Sciences 2015; 14(10): 25–32.
2. Bahirrah S, Sitorus O. Gambaran tipe senyum berdasarkan fotometri pada
mahasiswa India Tamil Malaysia FKG USU. Dentika Dental Journal 2015;
18(3): 268–73.
3. Singh VP, Sharma JN. Principles of Smile Analysis in Orthodontics- A Clinical
Overview. Health Renaiss 2011; 9(1): 35–40.
4. Kulbersh VP. Adult interdisciplinary orthodontic treatment. In: Mosby‟s
orthodontic review. 2nd ed. Missouri: Mosby Elsevier, 2015: 220.
5. Ackerman JL, Nguyen T, Proffit WR. The decision-making process in
orthodontics. In: Orthodontics current principles and techniques. 5th ed.
Philadelphia: Mosby Elsevier, 2012: 4,9.
6. Balani R, Jain U, Kallury A, Singh G. Evaluation of smile esthetics in central
India. APOS Trends Orthod 2014; 4(6): 162–8.
7. Monica G. Gambaran senyum pasien pasca perawatan ortodonsia (kajian foto
frontal). Indonesian Journal of Dentistry 2007; 14(2): 136–45.
8. Tikku T, Khanna R, Sachan K, Maurya RP, Veram G, Agarwal M. Arnett‟s soft-
tissue cephalometric analysis norms for the North Indian population: A
cephalometric study. J Indian Orthod Soc 2014; 48(4): 224–32.
9. Kalha AS, Latif A, Govardhan SN. Soft-tissue cephalometric norms in a South
Indian ethnic population. Am J Orthod Dentofacial Orthop 2008; 133(6): 876–
81.
10. Singla S, Lehl G. Smile analysis in orthodontics. Indian J Oral Sci 2014; 5(2):
49-54.
11. Bolívar L, Ángel M, Botero Mariaca P. The smile and its dimensions. Rev Fac
Odontol Univ Antioquia 2012; 23(2): 353–65.

Universitas Sumatera Utara


44

12. Hata K, Arai K. Dimensional analyses of frontal posed smile attractiveness in


Japanese female patients. Angle Orthod 2015; 86(1): 127–34.
13. Maganzini AL, Schroetter SB, Freeman K. Improvement in smile esthetics
following orthodontic treatment: A retrospective study utilizing standardized
smile analysis. Angle Orthod 2014; 84(3): 492–9.
14. Abraham A, George J, Peter E, Philip K, Chankramath R, Johns DA, et al.
Establishment of a new relationship between posed smile width and lower facial
height: A cross-sectional study. Eur J Dent 2015; 9(3): 394–9.
15. Sarver DM, Yanosky M. Special considerations in diagnosis and treatment
planning. In: Orthodontics current principles and techniques. 5th ed.
Philadelphia: Mosby Elsevier, 2012: 60-4,72-7,82-6.
16. Tarvade SM, Agrawal G. Smile analysis: a review part I. International Journal
of Contemporary Dental and Medical Reviews 2015: 1–4.
17. Desai S, Upadhyay M, Nanda R. Dynamic smile analysis: changes with age. Am
J Orthod Dentofac Orthop Off Publ Am Assoc Orthod Its Const Soc Am Board
Orthod 2009; 136(3): 310.e1-10.
18. George D, Kamath P, Kumar A, Scindhia R, Raghuraj. Vertical dimensional
change analysis during smile: a survey study. Int J Appl Dent Sci 2015; 1(4):
152–5.
19. Komalawati, Fachrurazi, Depriyanti F. Profil jaringan lunak bibir atas dan bibir
bawah terhadap garis E secara analisis Ricketts pada mahasiswa Fakultas
Kedokteran Universitas Syiah Kuala (kajian pada suku Aceh Deutro Melayu).
Cakradonya Dent J 2011; 3(2): 366–74.
20. Uysal T, Yagci A, Basciftci FA, Sisman Y. Standards of soft tissue Arnett
analysis for surgical planning in Turkish adults. Eur J Orthod 2009; 31(4): 449–
56.
21. Irsa R, Syaifullah, Djong HT. Variasi kefalometri pada beberapa suku di
Sumatera Barat. Jurnal Biologi Universitas Andalas 2013; 2(2): 130–7.

Universitas Sumatera Utara


45

22. Dhohiri TR, Wartono T, Soemarno, Santoso A, Zuhro, Mulyati S, et al.


Sosiologi 2 suatu kajian kehidupan masyarakat. 3rd ed. Yudhistira Ghalia
Indonesia, 2007: 10-2,124.
23. Rieuwpassa IE, Toppo S, Haerawati SD. Perbedaan ukuran dan bentuk lengkung
gigi antara laki-laki dan perempuan suku Bugis, Makassar, dan Toraja.
Dentofasial 2012; 11(3): 156–60.
24. S E. Intisari pengetahuan sosial lengkap. 4th ed. Jakarta: PT Kawan Pustaka,
2007: 106,107.
25. Muhardiansyah Y. Jangan salah, warga Medan tak selalu identik dengan orang
Batak. Merdeka. 2015 Sep 19; 1.
26. Bal A, Dugal R, Shah K, Mudaliar U. Principles of esthetic evaluation for
anterior teeth. IOSR Journal of Dental and Medical Sciences 2016; 15(3): 28–
38.
27. Cobourne MT, DiBiase AT. Handbook of orthodontics. Philadelphia: Mosby
Elsevier, 2010: 61-3,125,128-35.
28. Bhalaijhi SI. Orthodontics the art and science. 3rd ed. New Delhi: Arya (MEDI)
Publishing House, 2004: 115-34.
29. Singh G. Textbook of Orthodontics. 2nd ed. New Delhi: Jaypee, 2007: 3,68,123-
30.
30. N S S, Purushothaman B, C S R, T S, V F. Clinical photography in orthodontics.
Int J Oral Health Med Res 2016; 3(2): 71–5.
31. Goenharto S. Intra dan extra-oral fotografi untuk rekaman ortodontik. Record
and Library J 2016; 2(2): 152–61.
32. Proffit WR, Sarver DM, Ackerman JL. Orthodontic diagnosis: the development
of a problem list. In: Contemporary orthodontics. 4th ed. Missouri: Mosby
Elsevier, 2007: 177–80.
33. Rajtilak G, Deepa S, Rajasekar V, Vanitha R. Anterior teeth and smile
designing: a prospective view. International Journal of Prosthodontics and
Restorative Dentistry 2012; 2(3): 117–27.

Universitas Sumatera Utara


46

34. Manjula WS, Sukumar MR, Kishorekumar S, Gnanashanmugam K,


Mahalakshmi K. Smile: A review. J Pharm Bioallied Sci 2015; 7(1): S271–5.
35. Ritter DE, Gandini LG, Pinto A dos S, Ravelli DB, Locks A. Analysis of the
smile photograph. World J Orthod 2006; 7(3): 279–85.
36. Sarver DM, Ackerman MB. Dynamic smile visualization and quantification:
Part 2. Smile analysis and treatment strategies. Am J Orthod Dentofac Orthop
Off Publ Am Assoc Orthod Its Const Soc Am Board Orthod 2003; 124(2): 116–
27.
37. Chetan P, Tandon P, Singh GK, Nagar A, Prasad V, Chugh VK. Dynamics of a
smile in different age groups. Angle Orthod 2013; 83(1): 90–6.
38. Sarver DM, Ackerman MB. Dynamic smile visualization and quantification:
part 1. Evolution of the concept and dynamic records for smile capture. Am J
Orthod Dentofac Orthop Off Publ Am Assoc Orthod Its Const Soc Am Board
Orthod 2003; 124(1): 4–12.
39. Zhuang Z, Landsittel D, Benson S, Roberge R, Shaffer R. Facial anthropometric
differences among gender, ethnicity, and age groups. Ann Occup Hyg 2010;
54(4): 391–402.
40. Kadhom ZM, Al-Janabi MF. Soft-tissue cephalometric norms for a sample of
Iraqi adults with class I normal occlusion in natural head position. J Bagh
College Dentistry 2011; 23(3): 160–6.
41. Jagadish Chandra H, Ravi MS, Sharma SM, Rajendra Prasad B. Standards of
Facial Esthetics: An Anthropometric Study. J Maxillofac Oral Surg 2012; 11(4):
384–9.
42. Varlik SK, Demirbaş E, Orhan M. Influence of lower facial height changes on
frontal facial attractiveness and perception of treatment need by lay people.
Angle Orthod 2010; 80(6): 1159–64.
43. Moshkelgosha V, Fathinejad S, Pakizeh Z, Shamsa M, Golkari A. Photographic
Facial Soft Tissue Analysis by Means of Linear and Angular Measurements in
an Adolescent Persian Population. Open Dent J 2015; 9: 346–56.

Universitas Sumatera Utara


47

44. Chou J-C, Thompson GA, Aggarwal HA, Bosio JA, Irelan JP. Effect of occlusal
vertical dimension on lip positions at smile. J Prosthet Dent 2014; 112(3): 533–
9.
45. Peixoto LM, Louro RL, Gomes AA, Nascimento APC do. Photographic analysis
of esthetic dental proportions. RGORevista Gaúcha Odontol Online 2012; 60(1):
13–7.
46. Rivani R, Syukriani Y, Rusman AA, Linasari D. Perbandingan indeks sefalik
antara populasi Batak dan populasi Sunda di Bandung. In: Proceeding Annual
Scientific Meeting. Pekanbaru, 2017: 245–51.
47. Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara. Jumlah penduduk menurut jens
kelamin, rasio jenis kelamin dan kabupaten/kota 2016. 9 April 2018.
https://sumut.bps.go.id/frontend/linkTabelStatis/view/id/577. (9 April 2018).
48. Muhardiansyah Y. Mengenal Suku di Medan|Cerita Medan. 19 September 2015.
https://ceritamedan.com/2013/09/mengenal-suku-di-medan.html. (13 November
2017).
49. Raharja HS. Analisis korelasi: pengertian, contoh soal dan jenis korelasi. 28
November 2017. https://statmat.id/analisis-korelasi/. (20 April 2018)
50. Carlson D, Buschang P. Craniofacial growth and development. In: Orthodontics
current principles and techniques. 5th ed. Philadelphia: Mosby Elsevier, 2012:
224-9,234-8.
51. Proffit WR. Concepts of growth and development. In: Contemporary
orthodontics. 4th ed. Missouri: Mosby Elsevier, 2007: 44–6.

Universitas Sumatera Utara


LAMPIRAN 1

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Sabrina Ally


Tempat, tanggal lahir : Jakarta, 21 Desember 1996
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Katolik
Alamat : Kavling Polri Blok E-III/1312, Grogol Pertamburan, Jakarta
Barat
Nama Orangtua
Ayah : Alloysius Darwyanto
Ibu : Ally Darwyanto Ong
Riwayat Pendidikan:
1. SD Surya Pemandu Jakarta (2002-2007)
2. SMP Bunda Hati Kudus Jakarta (2008-2010)
3. SMA Bunda Hati Kudus Jakarta (2011-2013)
4. S-1 Fakultas Kedokteran Gigi USU, Medan (2014-2018)

Universitas Sumatera Utara


LAMPIRAN 2

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN

Selamat pagi Saudara/i sekalian, perkenalkan saya Sabrina Ally, mahasiswa


yang sedang menjalani pendidikan kedokteran gigi di Fakultas Kedokteran Gigi USU
Medan dan ingin melakukan penelitian. Bersama ini saya mohon kesediaan Saudara/i
untuk berpartisipasi sebagai subjek penelitian saya mengenai “HUBUNGAN
TINGGI WAJAH BAWAH DENGAN LEBAR SENYUM PADA RAS PROTO-
MELAYU DI KOTA MEDAN”.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara
tinggi wajah bawah dengan lebar senyum pada ras Proto-Melayu, khususnya di Kota
Medan. Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai masukan ilmiah dalam ilmu
ortodonti dan sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya, serta memberikan
informasi dalam memprediksi nilai rerata tinggi wajah bawah dan lebar senyum
dalam menentukan diagnosis dan rencana perawatan.
Pada penelitian ini, saya akan mengikutsertakan 280 orang ras Proto-Melayu
(suku Batak, suku Gayo, suku Alas, suku Sasak, dan suku Toraja) usia 18-25 tahun
sebagai peserta. Prosedur penelitian ini adalah dengan pengisian kuesioner oleh
peneliti yang dilakukan melalui wawancara langsung dan pemeriksaan kondisi rongga
mulut. Setelah itu akan dilakukan pengambilan foto wajah Saudara/i saat trsenyum.
Penelitian ini tidak akan menimbulkan efek samping apapun dan identitas Saudara/i
akan disamarkan. Hanya peneliti, anggota peneliti, dan anggota komisi etik yang bisa
melihat datanya. Kerahasiaan data Saudara/i akan dijamin sepenuhnya.
Jika Saudara/i sudah mengerti isi dari lembar penjelasan ini dan bersedia
menjadi subjek penelitian, maka mohon kiranya Saudara/i dapat mengisi dan
menandatangani surat pernyataan persetujuan sebagai subjek penelitian yang
terlampir pada lembar berikutnya. Perlu diketahui bahwa surat ketersediaan tersebut
tidak mengikat dan Saudara/i dapat mengundurkan diri dari penelitian ini kapan saja
selama penelitian ini berlangsung.

Universitas Sumatera Utara


Sebagai subjek peneliti, Saudara/i berkewajiban mengikuti petunjuk seperti
yang tertulis di atas. Subjek penelitian tidak akan dibebankan biaya apapun. Apabila
Saudara/i merasa belum jelas, Saudara/i dapat menghubungi saya:
Nama : Sabrina Ally
Alamat : Jalan Hasannudin nomor 5
No. HP : 085776999833
Demikian informasi ini saya sampaikan. Semoga keterangan yang telah saya
berikan cukup jelas dan dapat dimengerti dengan baik. Atas bantuan, partisipasi, dan
ketersediaan waktu Saudara/i, saya mengucapkan terima kasih.

Medan, 3 Januari 2018

Peneliti,

(Sabrina Ally)

Universitas Sumatera Utara


LAMPIRAN 3

LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN


(INFORMED CONSENT)

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :


Nama :
Alamat :
Umur :
Jenis Kelamin : L/P
No.HP :
Menyatakan bersedia untuk menjadi sampel dalam penelitian mengenai
Hubungan Tinggi Wajah Bawah dengan Lebar Senyum pada Ras Proto-Melayu
di Kota Medan dan tidak akan menyatakan keberatan maupun tuntutan di kemudian
hari.

Demikian pernyataan ini saya berikan dalam keadaan sehat/sadar diri dan
tanpa paksaan apapun dari pihak manapun juga.

Medan, 2018

Pembuat pernyataan,

(……………...……)

Universitas Sumatera Utara


LAMPIRAN 4

LEMBAR KUESIONER PENELITIAN

DEPARTEMEN ORTODONSIA
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
SUMATERA UTARA

HUBUNGAN TINGGI WAJAH BAWAH DENGAN LEBAR SENYUM PADA


RAS PROTO-MELAYU DI KOTA MEDAN

No.Sampel :
Operator :
A. IDENTITAS RESPONDEN

Nama :

Alamat :

Umur :

Jenis Kelamin : L / P

No.HP :

Suku : 1. Ayah : Proto-Melayu (Ya/Tidak)


2. Ibu : Proto-Melayu (Ya/Tidak)
` 3. Kakek dari ayah : Proto-Melayu (Ya/Tidak)
4. Nenek dari ayah : Proto-Melayu (Ya/Tidak)

B. RIWAYAT DENTAL DAN WAJAH


Perawatan Ortodonti : Sudah/Sedang/Belum Pernah

C.PEMERIKSAAN INTRAORAL DAN EKSTRAORAL (diisi oleh operator)

Universitas Sumatera Utara


Gigi geligi lengkap sampai M2 : Rahang atas Ya/Tidak

Rahang bawah Ya/Tidak

Relasi Molar Klas I Angle : Ya/Tidak

Overjet dan Overbite normal : Ya/Tidak

Terdapat diastema (>2 mm) : Ya/Tidak

Terdapat crowded (>2 mm) : Ya/Tidak

Terdapat atrisi : Ya/Tidak

Dataran oklusal miring : Ya/Tidak

Kelainan anatomi gigi anterior : Ya/Tidak

Memakai gigi tiruan (cekat/lepas) : Ya/ Tidak

Universitas Sumatera Utara


LAMPIRAN 5

HASIL UJI PARAMETRIK T-INDEPENDEN PERBANDINGAN PENGUKURAN


TINGGI WAJAH BAWAH (TWB) ANTARA COREL DRAW DENGAN KALIPER
DIGITAL (PRA-PENELITIAN)

No Tinggi Wajah Bawah


Corel Draw (mm) Kaliper Digital (mm)
1 64,56 65,06
2 68,75 67,83
3 79,44 78,77
4 67,15 68,47
5 68,02 67,48
6 70,91 71,50
7 70,64 69,52
8 77,89 76,57
9 70,90 69,35
10 71,34 70,01

Group Statistics

Metode Pengukuran N Mean Std. Deviation Std. Error Mean


FOTO 10 70,9600 4,58490 1,44987
Skor Tinggi Wajah Bawah
KALIPER 10 70,4560 4,19928 1,32793

Universitas Sumatera Utara


H0: tidak terdapat perbedaan antara pengukuran TWB Corel Draw dengan TWB kaliper digital.

Ha: terdapat perbedaan antara pengukuran TWB Corel Draw dengan TWB kaliper digital.

Sig. (2-tailed) <0,05 : H0 ditolak, Ha diterima.

Sig. (2-tailed) >0,05 : H0 diterima, Ha ditolak.

Hasil Uji T-Independent diperoleh Sig.(2-tailed)= 0,801 sehingga p>0,05  H0 diterima: tidak terdapat perbedaan pengukuran
TWB Corel Draw dengan TWB kaliper digital.

Universitas Sumatera Utara


LAMPIRAN 6

HASIL UJI PARAMETRIK T-INDEPENDEN PENGUKURAN LEBAR SENYUM


SECARA INTER-OPERATOR

No Lebar Senyum (mm)


Operator 1 Operator 2
1 66,98 66,48
2 57,56 57,94
3 70,19 69,66
4 63,45 62,36
5 56,50 56,20
6 62,97 62,44
7 60,70 59,20
8 68,27 66,42
9 65,88 65,53
10 68,67 68,05

Group Statistics

Operator N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

oparator 1 10 64,1170 4,72126 1,49299


Lebar Senyum
operator 2 10 63,4280 4,53677 1,43465

Universitas Sumatera Utara


H0: tidak terdapat perbedaan pengukuran lebar senyum antara operator 1 dan operator 2.

Ha: terdapat perbedaan pengukuran lebar senyum antara operator 1 dan operator 2.

Sig. (2-tailed) <0,05 : H0 ditolak, Ha diterima.

Sig. (2-tailed) >0,05 : H0 diterima, Ha ditolak.

Hasil Uji T-Independent diperoleh Sig.(2-tailed)= 0,743 sehingga p>0,05  H0 diterima: tidak terdapat perbedaan pengukuran
lebar senyum antara operator 1 dan operator 2.

Universitas Sumatera Utara


LAMPIRAN 7

HASIL PENGUKURAN TINGGI WAJAH BAWAH DAN LEBAR SENYUM

Tinggi
Lebar
Jenis Wajah
No. Nama Usia Senyum
Kelamin Bawah
(mm)
(mm)
1 Cindy Siahaan P 19 71,3 63,83
2 Rizkiani Cahya Putri Sinaga P 19 67,23 63,62
3 Lea Kartyka Sembiring P 19 65,42 66,48
4 Alzeressy Putri P 22 70,72 65,72
5 Aude Layakni Putri Girsang P 22 70,65 59,33
6 Mahranisa Maraya P 21 62,15 69,51
7 Astri Suryani Pasaribu S P 19 74,77 64,05
8 Febri Yolanda Silaban P 18 71,97 69,08
9 Wilda Ludika S P 21 69,24 65,47
10 Lidya Nathasia Sihombing P 21 64,03 78,99
11 Trifena Mulyani Kaban P 66,6 67,1
12 Yessi Alicia Purba P 20 67,59 69,32
13 Naomi Amanda Hutajulu P 18 69,52 63,35
14 Vania Sitorus P 17 69,83 71,15
15 Nadya A S P 18 71,28 63,55
16 Theresia Marpaung P 22 71,35 64,61
17 Bunga Felicia P 18 66,86 62,37
18 Fenny Nawia P 18 63,93 58,12
19 Grace Evelyn Pardede P 23 66,15 61,44
20 Grace Cyntia P.Brus P 20 63,16 68,92
21 Mirna Rory Yohanita Tambunan P 20 65,77 70,41
22 Cynthia Purba P 21 68,06 57,45
23 Sarah P 21 67,02 59,9
24 Agnes Kartika Silaban P 22 72,43 67,74
25 Nova Yohana Hutauruk P 22 65,53 62,02
26 Novita Sari Sihite P 20 64,89 63,71
27 Ita Purnama Sari Panggabean P 22 64,17 69,22
28 Lidia Pratiwi P 19 63,48 63,25

Universitas Sumatera Utara


29 Iis Nikita N Nababan P 19 64,04 64,7
30 Fannni Kristanti P 19 64,68 62,22
31 Hizri Khairani Nasution P 22 69,55 63,88
32 Yuliana Rameria Pardede P 19 77,23 66,16
33 Desi Nataliana Panjaitan P 19 70,21 68,85
34 Irene Noviandra P 19 68,45 66,48
35 Rantima Purba P 20 68,79 64,76
36 Sri Watina Tarigan P 20 63,32 63,01
37 Sinar Maya Pida Sihotang P 18 70,28 64,94
38 Reni Zulika Sinaga P 20 71,49 59,62
39 Lentina Maria Marpaung P 21 64,02 68,21
40 Rameiyana Putri Sembiring P 20 67,13 59,96
41 Paulina R Hutagalung P 20 63,83 61,85
42 Belinda Permata Shella Tarigan P 20 71,69 64,4
43 Agnes Teresa S P 18 73,64 68,98
44 Tika Clara Diksarni P 18 74,72 59,92
45 Putri Rahmadani P 20 62,71 70,63
46 Krisna ES Zai P 20 66,22 60,95
47 Theresia Yuliana Pasaribu P 18 73,57 63,16
48 Eunike Bethanyanta Kaban P 18 63,02 62,82
49 Putri Dewi Kartika Zai P 20 70,2 62,33
50 Putri Luki Panggabean P 19 65,88 61,44
51 Glory Indah Tampubolon P 18 70,8 64,82
52 Tiurma Yulita Sihombing P 21 58,74 63,59
53 Indah Pratiwi Pasaribu P 19 67,19 63,37
54 Putri Kurnia Suci Siregar P 64,6 58,63
55 Valentina Christin L.P P 18 68,34 63,53
56 Juni E. Sani Ndruru P 21 62,54 64,56
57 Jessica Christi Manurung P 18 71,74 68,26
58 Febyarta Ulina Ginting P 18 67,96 68,81
59 Handika Grace Gea P 18 72,96 70,51
60 Salma Insani Siahaan P 21 73,33 63,75
61 Herlinayati Ritonga P 21 63,46 64,71
62 Yuniati E.L Simbolon P 21 69,56 61,4
63 Novia Elda Nancy Napitupulu P 20 65,86 68,18
64 Risak Fadhila Hutasuhut P 20 72,3 65,68
65 Cindika Silaban P 18 67,82 69,85

Universitas Sumatera Utara


66 Maria Mentari S P 21 70,19 62,11
67 Diantri Widya Sipayung P 21 69,85 71,79
68 Miftahlil Hasanah Harhp P 20 67,03 58,88
69 Rara Crystalova P 22 64,58 71,75
70 Elfrida Berutu P 21 72,45 63,29
71 Novita Desnalia Simamora P 18 65,48 63,52
72 Regina Yesgia Purba P 18 67,66 64,09
73 Elsa Rupmada Pakpahan P 19 68,58 70,73
74 Astrik Parhusip P 20 67,46 63,4
75 Rahma Yulus P 21 68,41 65,48
76 Inda Uli Hutagalung P 19 59,44 64,66
77 Alda Natasya Solin P 19 64,61 70,25
78 Dina Novita Sinaga P 18 68,15 72,36
79 Yoslin Ananda Maharani P 19 71,78 70,11
Ginting
80 Novia Stephani Tampubolon P 70,9 70,48
81 Priskila Uli Arta Lumbantobing P 21 72,54 71,85
82 Yohana Rotua Situmorang P 21 73,79 77,82
83 Anisa P 21 61,72 61,96
84 Febriyanti Saragih P 21 59,4 59,75
85 Claudia Rosmauli Putri P 21 66,86 69,59
86 Anggita Simorangkir P 21 73,96 67,68
87 Nelvi Arianti P 21 70,45 65,3
88 Desi Mutiara Sirait P 21 65,25 63,72
89 Puspita Sari P 22 67,16 61,28
90 Wika Pasaribu P 21 66,72 64,94
91 Ridha Khairiyah Borotan P 21 68,33 63,08
92 Dewi Sartika Nababan P 21 69,8 63,87
93 Astria Hutajulu P 21 63,82 62,61
94 Finny Juniyanti Nasution P 18 72,61 62,22
95 Mella P 18 70,96 62,67
96 Imanuela Desi Natalia Marbun P 22 79,47 68,39
97 Sentina Berutu P 22 65,92 64,98
98 Natasya Anggita Sianturi P 18 68,51 64,21
99 Kezia Stephany Marlina Siagian P 21 76,51 72,28
100 Pintauli R. Simamora P 21 74,87 68,83
101 Dini Annisa Barkah P 21 66,66 57,15
102 Sofia Honora Sinaga P 21 64,69 66,12

Universitas Sumatera Utara


103 Meike Wijayana P 21 74,98 63,5
104 Kamalia P S P 20 67,1 72,24
105 Elida Sihotang P 21 61,29 64,25
106 Netty P 21 67,52 64,88
107 Maria Novita P 23 71,31 73,27
108 Ruth Natalia P 18 74,6 68,66
109 Sisk Tri Amenda Br. Ginting P 18 66,31 66,33
110 Melli Fiary Panjaitan P 18 67,25 60,12
111 Grecia E. Situmorang P 19 69,6 61,26
112 Cindy Tania P 112 67,81 62,6
113 Griselda Annice P 18 69,26 64,98
114 Yosi Simamora P 21 62,2 68,49
115 Adelia N P 19 71,82 68,98
116 Yohanna Rebekka Uli Sinabung P 18 65,01 68,05
117 Christine Paulina M. Sitohang P 21 65,16 61,46
118 Anita Ridayanti Siregar P 22 67,24 64,89
119 Kasih Daeli P 18 72,1 63,14
120 Sry Elvina P 21 74,82 66,79
121 Susanna Kristina Yanti Silalahi P 18 72,1 70,14
122 Delima Serena Siburian P 19 70,75 64,03
123 Santa Elisa Barus P 19 63,89 61,41
124 Tasya N. Simanjuntak P 19 69,08 67,2
125 Jessica Sonya Siahaan P 22 76,26 67,64
126 Endang Pebrina Silalahi P 20 71,72 63,17
127 Febe Mawar Nurindah P 21 74,43 66,36
Napitupulu
128 Dhea A. Manurung P 20 63,08 59,81
129 Netty W. Saragih P 20 64,05 66,78
130 Putri Amalia Indriani P 21 64,45 63,86
131 Milva Sitohang P 22 62,26 62,72
132 Yessica Hardianta P 20 67,35 66,33
133 Yenny Magdalena Butarbutar P 19 62,04 69,43
134 Michelle Kathleen Simanjuntak P 18 70,38 70,3
135 Ernawati Ambarita P 21 69,23 62,76
136 Putri Yohana Hutapea P 21 69,03 67,2
137 Sara Mora Gita Siahaan P 21 66,52 64,4
138 Noni Dynawati Turnip P 22 73,56 68,53
139 Agnesia Putri P 21 68,43 62,67

Universitas Sumatera Utara


140 Rotua E Situmeang P 19 63,81 60,91
141 Andrian Simanjuntak L 18 77,56 70,28
142 Dippos Mrolop Sihombing L 22 67,47 72,05
143 Riverta Fierre Dwiputra Purba L 21 73,95 61,67
144 Teliti Daeli L 18 68,79 63,16
145 Syahril Efendy Hasibuan L 18 74,2 69,96
146 Nesko Frenji Rumahorbo L 20 78,85 63,76
147 Adryan Andika L 20 81,91 72,86
148 Roimer Simanullang L 21 72,38 65,54
149 Mikael Raphaga Sembiring L 20 68,36 65,99
150 Samuel F. Rumapea L 21 74,33 64,96
151 Soufi Dian P L 20 69,43 72,42
152 Josua Simatupang L 19 73,25 64,32
153 Yosua Sianipar L 18 75,69 74,25
154 Frans Immanuel Simatupang L 18 76,11 67,49
155 Tri Aldi N. Zendrato L 19 76,56 68,98
156 Eri Roki Natanael L 21 82,52 64,84
157 Joseph Alexander Tambunan L 19 80,55 66,36
158 Ignatio S.P Manalu L 21 69,71 63,95
159 Mangara Haposan Immanuel L 18 77,49 66,96
Siagian
160 Irwan Wira S L 19 71,36 65,3
161 Michael Bill Girhon L 18 77,94 62,58
162 William E. Sihombing L 18 81,54 70,86
163 Yogi Octavianda Surbakti L 19 77,79 63,2
164 Sebastian Ernesto Manalu L 18 72,58 63,82
165 Abram L 19 78,86 70,62
166 Josua Simatupang L 18 69,78 71,13
167 Endrico C Manullang L 18 80,6 67,42
168 Julpaiduk Sitinjak L 18 69,02 63,18
169 Hafidz Sembiring L 18 78,97 64,66
170 Andre Nicholas Banjarnahor L 18 78,93 73,2
171 David Barry Haganta Ginting L 18 76,48 71,81
172 Reza Johannes Silaban L 20 68,92 67,43
173 Wayne Albert Situmorang L 18 68,77 65,43
174 M. Dava Warsyahdhana L 18 71,32 74,94
175 Deo Pradipta Karo-Karo L 19 63,88 63,98
176 Aziansyah C A L 18 76,53 74,11

Universitas Sumatera Utara


177 Desman Hansen Sagala L 20 73,17 58,45
178 Sandika Silalahi L 19 78,09 66,04
179 Antonius Andi Syahputra L 18 66,67 62,88
Halawa
180 Trikandi Simamora L 23 88,79 61,91
181 Muhammad Rafli Arsyad L 18 91,31 77,12
Manurung
182 Gunawan Sinaga L 22 75,41 63,61
183 Ilham R. Lintang L 20 65,97 71,62
184 Marko RSP Sitepu L 18 73,51 79,3
185 Paul Hia L 21 66,06 64,65
186 Hugo F Sitompul L 20 77,53 65,89
187 Ricy H. Hasiholan Saragih L 20 79,44 70,22
188 Rizky Ade P L 20 75,76 70,39
189 Miftah Fahmi Ramadhan Purba L 20 71,16 71,35
190 Johnson AJS L 18 82,35 65,55
191 Amos Simanjuntak L 19 74,37 62,71
192 Junus J. Simanullang L 19 75,71 65,51
193 Febrianto Tarigan L 18 76,72 63,24
194 Raja Biandi Damanik L 19 77,29 70,38
195 Davi Gamaliel Sembiring L 18 73,16 71,35
196 Boni Purba L 18 74,59 70,91
197 Ahmad Fadhli Panggabean L 21 71,78 63,43
198 Andreas Silalahi L 18 79,81 67,38
199 Afri L Siregar L 19 74,3 72,22
200 Octarya Syahputra Purba L 18 73,13 66,74
201 Josua L 18 69,39 67,37
202 Daniel Sianturi L 19 70,87 62,77
203 Beryl Evan Aruan L 18 74,32 58,14
204 Limansyah Tanjung L 21 74,04 68,42
205 Ances Aritonang L 20 67,2 70,67
206 Ilham Muliadi Batubara L 21 69,07 64,86
207 Petrus Manullang L 18 78,31 65,67
208 Maulana S L 20 75,16 68,69
209 Michael Dany L 20 66,28 62,96
210 Ismail Hutasoit L 19 81,52 71,55
211 Arman Matondang L 18 72,51 66,68
212 Fernando Manalu L 20 71,69 72,19

Universitas Sumatera Utara


213 Bima Helvin Jaya Pasaribu L 20 68 71,43
214 David Christian P M L 19 70,65 74,59
Rajagukguk
215 Evan Christhopel L 20 82,65 78,04
216 Defy Citrawan Zega L 21 73,66 72,18
217 Ikhwan Maulana Simanjuntak L 21 81,01 62,29
218 Onggo Satryo Tri Meiladi L 19 74,66 64,92
219 Ade Arriza Akbar L 20 76,61 66,99
220 Syariel Diputra Sihole L 21 79,43 65,11
221 Andika Sianturi L 21 75,3 64,8
222 Muljadi Erwin Sembiring L 21 75 73,12
Ketaren
223 Luky Philipi Sembiring L 18 82,59 70,4
224 Muflin Habib Farid L 20 65,85 69,34
225 Dwika Zikiadi L 24 69,87 72,51
226 Charda Siahan L 19 78,81 73,24
227 M. Rizky Afandy Pohan L 21 70,84 67,83
228 Simon R. Simanjuntak L 20 67,17 66,23
229 Dani Sinaga L 20 73,9 67,82
230 Satria Simanullang L 21 76,65 67,66
231 Eqia Ginting L 19 70,96 70,48
232 Arief P Bangun L 23 72,33 73,29
233 Agung Abraham Aritonang L 20 74,77 63,92
234 Joshua HC Silaban L 20 73,66 66,04
235 Faizal Lumban Batu L 19 68,57 71,21
236 David Y. Marpaun g L 20 69,98 64,88
237 Ibnu Agung Perdana Harahap L 18 82,84 72,38
238 Agus Salim L 21 75,7 70,41
239 Dicky Yosua L 21 72,05 66,78
240 Postuti Tafonao L 21 70,45 63,46
241 Salas Arnando Gintin L 19 74,49 64,24
242 Yohan Marbun L 18 76,68 67,95
243 Dimas P Sembiring L 20 66,37 64,46
244 Ezra L 18 64,64 67,43
245 Josua Erlangga Aritonang L 18 72,86 65,16
246 Elia Anugrah Manik L 18 68,6 70,41
247 Jeffy William Siregar L 18 70,55 69,22
248 Hardidrah S L 19 71,71 65,56

Universitas Sumatera Utara


249 David J. Situmorang L 18 74,37 65,79
250 Buahna Lumban Gaol L 23 77,1 74,09
251 Matthew Ekarist Pandiangan L 18 74,61 66,61
252 Natannayel Malau L 19 69,72 70,74
253 Warisan Arfandi Siregar L 18 73,68 63,61
254 Jamichael Damanik L 18 77,83 65,47
255 M. Agung Rizky Nst L 20 80,7 72,07
256 Daniel L 18 72,39 67,21
257 Jeremy Jason Sibarani L 18 74,88 66,18
258 Baginda Mangatur Gurning L 21 73,05 76,09
259 Irveen Zerico Ketaren L 19 74,33 68,53
260 Rivai Effendi Siregar L 21 83,01 65,9
261 Okta Fander Boy Sembiring L 20 74,35 70,79
262 Joshua H Nainggolan L 20 79,04 68,74
263 M. Ra'uf Simanjuntak L 18 77,6 74,4
264 Fransiskus Matondang L 20 70,78 67,54
265 Muhammad Khatami L 20 75,22 71,09
Dalimunther
266 M. Ghassan F. Siregar L 21 81,84 75,97
267 Bagas Riandi L 19 72,26 67,59
268 Satria Perwira Peranginangin L 19 76,47 68,54
269 Sampang Manik L 19 67,22 68,14
270 William Simangunsong L 18 70,39 73,78
271 Roben S P L 23 79 65,95
272 Rikardo E. Parapat L 18 74,24 64,05
273 Gilbert W. Gultom L 18 71,01 76,64
274 M Imam R R L 23 70,2 78,82
275 Rilo Fambudi L 20 70,59 70,71
276 Yogi Hanafi Nst L 21 73,46 68,36
277 Boy Ardiansyah L 19 72,76 66,5
278 Rahmad Situmorang L 22 81,91 74,97
279 Nurrahmand Fitra L 21 79,02 73,28
280 Yanta sinisura L 23 72,91 69,96

Universitas Sumatera Utara


LAMPIRAN 8

UJI NORMALITAS DATA TINGGI WAJAH BAWAH

Descriptives

Jenis Kelamin Statistic Std. Error

Mean 68,1854 ,33970

95% Confidence Interval Lower Bound 67,5137


for Mean Upper Bound 68,8570

5% Trimmed Mean 68,1510

Median 68,0100

Variance 16,156
Perempuan Std. Deviation 4,01939

Minimum 58,74

Maximum 79,47

Range 20,73

Interquartile Range 6,38

Skewness ,137 ,205

Kurtosis -,374 ,407


Tinggi Wajah Bawah
Mean 74,3659 ,40843

95% Confidence Interval Lower Bound 73,5584


for Mean Upper Bound 75,1735

5% Trimmed Mean 74,2736


Median 74,3100

Variance 23,354

Laki-Laki Std. Deviation 4,83258

Minimum 63,88

Maximum 91,31

Range 27,43

Interquartile Range 6,71

Skewness ,401 ,205

Kurtosis ,462 ,407

Universitas Sumatera Utara


Tests of Normality
a
Jenis Kelamin Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.


*
Perempuan ,051 140 ,200 ,992 140 ,652
Tinggi Wajah Bawah
*
Laki-Laki ,047 140 ,200 ,985 140 ,135

*. This is a lower bound of the true significance.


a. Lilliefors Significance Correction

Universitas Sumatera Utara


LAMPIRAN 9

UJI NORMALITAS DATA LEBAR SENYUM

Descriptives

Jenis Kelamin Statistic Std. Error

Mean 65,3611 ,33705

95% Confidence Interval for Lower Bound 64,6947


Mean Upper Bound 66,0275

5% Trimmed Mean 65,2551

Median 64,6800

Variance 15,904
Perempuan Std. Deviation 3,98803

Minimum 57,15

Maximum 78,99

Range 21,84

Interquartile Range 5,78

Skewness ,541 ,205

Kurtosis ,428 ,407


Lebar Senyum
Mean 68,2536 ,35098

95% Confidence Interval for Lower Bound 67,5596


Mean Upper Bound 68,9475

5% Trimmed Mean 68,1410

Median 67,5650

Variance 17,246

Laki-Laki Std. Deviation 4,15286

Minimum 58,14

Maximum 79,30

Range 21,16

Interquartile Range 6,12

Skewness ,339 ,205

Kurtosis -,246 ,407

Universitas Sumatera Utara


Tests of Normality
a
Jenis Kelamin Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Perempuan ,109 140 ,000 ,974 140 ,010


Lebar Senyum
Laki-Laki ,074 140 ,055 ,980 140 ,038

a. Lilliefors Significance Correction

Universitas Sumatera Utara


LAMPIRAN 10

HASIL UJI PARAMETRIK T-INDEPENDEN RERATA TINGGI WAJAH BAWAH ANTARA LAKI-LAKI DAN
PEREMPUAN

Universitas Sumatera Utara


LAMPIRAN 11

HASIL UJI MANN WHITNEY RERATA LEBAR SENYUM ANTARA LAKI-LAKI


DAN PEREMPUAN

Descriptive Statistics

N Mean Std. Minimum Maximum Percentiles


Deviation
25th 50th 75th
(Median)

Lebar
280 66,8073 4,31452 57,15 79,30 63,6100 66,2050 70,2000
Senyum

Jenis Kelamin 280 1,50 ,501 1 2 1,00 1,50 2,00

Ranks

Jenis Kelamin N Mean Rank Sum of Ranks

Perempuan 140 112,74 15784,00

Lebar Senyum Laki-Laki 140 168,26 23556,00

Total 280

a
Test Statistics

Lebar Senyum
Mann-Whitney U 5914,000
Wilcoxon W 15784,000
Z -5,736
Asymp. Sig. (2-tailed) ,000

a. Grouping Variable: Jenis Kelamin

Universitas Sumatera Utara


LAMPIRAN 12

HASIL UJI KORELASI SPEARMAN PENGUKURAN TINGGI WAJAH BAWAH


DENGAN LEBAR SENYUM

Correlations

Tinggi Wajah Lebar Senyum


Bawah
**
Correlation Coefficient 1,000 ,322

Tinggi Wajah Bawah Sig. (2-tailed) . ,000


N 280 280
Spearman's rho **
Correlation Coefficient ,322 1,000

Lebar Senyum Sig. (2-tailed) ,000 .

N 280 280

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Universitas Sumatera Utara


LAMPIRAN 13

HASIL UJI REGRESI LINEAR NILAI TINGGI WAJAH BAWAH TERHADAP


LEBAR SENYUM

a
Variables Entered/Removed
Model Variables Variables Method
Entered Removed
Tinggi Wajah
1 b
. Enter
Bawah
a. Dependent Variable: Lebar Senyum
b. All requested variables entered.

Model Summary
Model R R Square Adjusted R Std. Error of the
Square Estimate
a
1 ,318 ,101 ,098 4,09789
a. Predictors: (Constant), Tinggi Wajah Bawah

a
ANOVA
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
b
Regression 525,215 1 525,215 31,276 ,000

1 Residual 4668,382 278 16,793

Total 5193,598 279

a. Dependent Variable: Lebar Senyum


b. Predictors: (Constant), Tinggi Wajah Bawah

a
Coefficients
Model Unstandardized Coefficients Standardized t Sig.
Coefficients
B Std. Error Beta

(Constant) 48,731 3,242 15,033 ,000


1
Tinggi Wajah Bawah ,254 ,045 ,318 5,593 ,000
a. Dependent Variable: Lebar Senyum

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

You might also like