You are on page 1of 30

Model Terrain Digital: Exercise 2

Anggota Kelompok:

1. Zakky Nurshidiq (117.200.019)

2. Rahmat Vieri Anggara SMJ (117.200.040)

3. Cikal Rambu Mustaqim (117.200.065)

Part 1 : Mencoba beberapa metode interpolasi pada ArcGIS


A. Metode IDW

Parameter Hasil

Power = 2
Search Radius Type = Variable
Number of Point = 12
Output Cell Size = 100

Analisa:
Hasil dari metode IDW secara jelas menunjukkan bahwa pengaruh variabel yang
sedang dipetakan akan semakin berkurang sejalan dengan meningkatnya jarak dari
lokasi sampel. Dengan kata lain, analisis IDW menghasilkan representasi yang padat
karena memperhitungkan variasi medan yang ada di lokasi tersebut. Selain itu,
pengambilan titik sampel dilakukan dengan merata, sehingga hasilnya dapat mewakili
karakteristik medan permukaan tanah yang telah diolah.

1. Pengaruh Nilai Power pada Metode IDW

Parameter Hasil

Power = 2
Search Radius Type = Variable
Number of Point = 12
Output Cell Size = 100
Power = 1
Search Radius Type = Variable
Number of Point = 12
Output Cell Size = 100

Power = 5
Search Radius Type = Variable
Number of Point = 12
Output Cell Size = 100
Power = 10
Search Radius Type = Variable
Number of Point = 12
Output Cell Size = 100

Analisa:
IDW menggunakan invers dari jarak yang ditingkatkan dalam bentuk daya
matematis. Daya matematis ini melibatkan pengembangan analisis metode untuk
menemukan, mengevaluasi, dan menggunakan informasi kuantitatif dan spasial dalam
pemecahan masalah dan pengambilan keputusan.
Parameter Power digunakan untuk mengontrol signifikansi titik-titik yang
diketahui terhadap nilai interpolasi berdasarkan jaraknya dari titik output. Parameter ini
memiliki nilai positif, bilangan real, dan nilai defaultnya adalah 2. Dengan
meningkatkan nilai power, penekanan yang lebih besar diberikan pada titik terdekat.
Akibatnya, data yang paling dekat akan memiliki pengaruh yang dominan, dan
permukaan akan menunjukkan lebih banyak detail. Dengan power yang lebih tinggi,
nilai interpolasi akan semakin mendekati nilai titik sampel terdekat. Sebaliknya,
menggunakan power yang lebih rendah memberikan pengaruh yang lebih besar pada
titik-titik yang lebih jauh, menghasilkan permukaan yang lebih halus. Dengan
demikian, parameter power ini mempengaruhi tampilan visual dari raster yang
dihasilkan dalam metode interpolasi IDW.
2. Pengaruh Search Radius Type Variable dengan Number Point yang berbeda
pada Metode IDW.

Parameter Hasil

Power = 2
Search Radius Type = Variable
Number of Point = 18
Output Cell Size = 100

Power = 2
Search Radius Type = Variable
Number of Point = 24
Output Cell Size = 100
Analisa:
Dengan radius tipe search variable, jika number of point yang digunakan dalam
perhitungan metode interpolasi IDW bervariasi, parameter ini akan mencari hubungan
antara titik-titik di sekitar area interpolasi untuk mencapai jumlah titik input yang telah
ditentukan. Oleh karena itu, parameter ini akan menghasilkan pola-pola kecil atau besar
tergantung pada kepadatan titik yang diukur di sekitar titik yang sedang diinterpolasi.
Pada parameter radius tipe pencarian juga terdapat parameter jarak maksimum yang
akan mempengaruhi nilai interpolasi untuk area tersebut, berdasarkan jumlah titik
terukur dalam jarak maksimum tersebut.

3. Pengaruh Search Radius Type Fixed dengan jarak berbeda pada Metode IDW

Parameter Hasil

Power = 2
Search Radius Type = Fixed (100)
Number of Point = 12
Output Cell Size = 100
Power = 2
Search Radius Type = Fixed (500)
Number of Point = 12
Output Cell Size = 100

Power = 2
Search Radius Type = Fixed (1000)
Number of Point = 12
Output Cell Size = 100

Analisa:
Dalam search radius tipe fixed, terdapat neighborhood distance dan minimum
number of points. Jarak radius digunakan untuk menentukan ukuran lingkaran
lingkungan dalam satuan peta. Radius pada parameter ini memiliki nilai tetap, sehingga
untuk setiap titik yang diinterpolasi, radius lingkaran yang digunakan untuk mencari
titik input akan memiliki ukuran yang sama. Minimum number of points menunjukkan
jumlah minimum titik terukur yang harus ada di dalam area interpolasi. Semua titik
terukur yang berada di dalam radius tertentu akan digunakan dalam perhitungan setiap
titik interpolasi. Jika jumlah titik terukur di dalam area interpolasi lebih sedikit daripada
jumlah minimum yang ditentukan, radius pencarian akan diperluas hingga mencakup
jarak minimum tersebut. Radius tetap yang telah ditentukan akan digunakan untuk
setiap titik interpolasi (di pusat area interpolasi). Dengan demikian, jika titik terukur
dalam area yang diproses tidak terdistribusi secara merata, kemungkinan akan terjadi
perbedaan jumlah titik terukur yang digunakan di beberapa bagian area interpolasi
untuk digunakan sebagai prediksi.

4. Pengaruh Perbedaan Nilai Output Cell Size pada Metode IDW

Parameter Hasil

Power = 2
Search Radius Type = Variable
Number of Point = 12
Output Cell Size = 50
Power = 2
Search Radius Type = Variable
Number of Point = 12
Output Cell Size = 100

Power = 2
Search Radius Type = Variable
Number of Point = 12
Output Cell Size = 500

Analisa:
Pada prinsipnya, cell size adalah resolusi spasial dan mencakup dimensi area
yang direpresentasikan oleh satu piksel di permukaan tanah. Jika nilai ukuran sel
numerik ditentukan, nilai tersebut tidak akan diproyeksikan jika outputnya
menggunakan referensi spasial yang berbeda dari data masukan. Dalam kasus lain, set
data input akan diproyeksikan dan ukuran sel yang baru akan digunakan. Jika ukuran
sel yang ditentukan lebih kecil dari set data raster masukan, tidak ada data baru yang
dibuat; sel-sel tersebut akan diinterpolasi menggunakan metode resampling nearest
neighbor. Hasil interpolasi hanya seakurat data input yang kasar. Umumnya disepakati
bahwa ukuran sel harus sesuai dengan data yang akan digunakan. Oleh karena itu,
sebelum menghasilkan data raster, disarankan untuk melakukan beberapa pemeriksaan
guna memastikan titik-titik input yang sesuai agar menghasilkan output yang
diinginkan, yang sejalan dengan kebutuhan penggunaan.

5. Pengaruh adanya Barrier pad Metode IDW

Tanpa Barrier Menggunakan Barrier Garis Pantai

Analisa:
Barrier (Batas penghalang) merupakan kumpulan garis poligon yang berfungsi
sebagai pembatas dalam mencari titik sampel input. Garis-garis poligon tersebut
mewakili elemen seperti tebing, punggungan, atau objek lain yang dapat mempengaruhi
lanskap. Hanya titik sampel input yang berada di sisi yang sama dengan batas
penghalang yang akan dipertimbangkan dalam proses interpolasi. Penggunaan opsi
penghalang bertujuan untuk menentukan lokasi fitur linear yang diketahui dapat
memengaruhi kontinuitas permukaan. Fitur-fitur tersebut tidak memiliki nilai z. Contoh
umum dari barrier ini meliputi tebing, patahan, dan tanggul.
Barrier membatasi titik- titik sampel input yang digunakan untuk menginterpolasi
nilai-z output hanya pada titik-titik yang berada di sisi yang sama dengan sel
pengolahan yang sedang dilakukan. Penentuan pembatasan oleh penghalang didasarkan
pada analisis garis pandang antara setiap kombinasi titik. Dengan kata lain, tidak
diperlukan pemisahan topologi agar dua titik dapat dianggap tidak saling berpengaruh.
Titik sampel input yang berada tepat di atas garis penghalang akan dimasukkan ke
dalam himpunan sampel yang dipilih untuk kedua sisi penghalang. Fitur penghalang
direpresentasikan sebagai garis poligon. Metode interpolasi IDW hanya menggunakan
koordinat x, y untuk fitur linear, sehingga tidak perlu memberikan nilai z untuk sisi kiri
dan kanan penghalang. Nilai z yang diberikan akan diabaikan. Dalam visualisasi yang
ditampilkan, terlihat bahwa data dipotong sesuai dengan penghalang yang sedang
diproses. Terdapat juga beberapa area interpolasi yang memiliki kekosongan, yang
dapat mempengaruhi tampilan visual secara keseluruhan.

B. Metode SPLINE

Parameter Hasil

Spline Type = Regularized


Nilai Power = 0.1
Number of Point = 12
Output Cell Size = 100
Analisa:
Metode Spline merupakan sebuah metode interpolasi yang menggunakan fungsi
matematika untuk memperkirakan nilai dengan mengoptimalkan kelengkungan
permukaan secara keseluruhan. Hasil pengolahan menggunakan metode interpolasi
spline menunjukkan bahwa metode ini menghasilkan permukaan raster yang lebih
halus. Hal ini dipengaruhi oleh nilai Number of Points yang digunakan sebagai salah
satu parameter. Semakin besar nilai Number of Points, maka permukaan raster yang
dihasilkan akan semakin halus. Metode ini dapat menyesuaikan fungsi matematika
dengan sejumlah titik input terdekat saat melewati titik sampel. Metode Spline juga
sangat efektif dalam menghasilkan permukaan yang memiliki variasi yang halus,
seperti ketinggian, tinggi muka air tanah, dan konsentrasi polusi.

1. Pengaruh Spline Type

Parameter Hasil

Spline Type = Regularized


Nilai Power = 0.1
Number of Point = 12
Output Cell Size = 100
Spline Type = Tension
Nilai Power = 0.1
Number of Point = 12
Output Cell Size = 100

Analisa:
Dalam penggunaan Spline, terdapat dua jenis, yaitu Regularized dan Tension.
Spline tipe Regularized bertujuan untuk menciptakan permukaan yang halus, bahkan
dengan kemungkinan perubahan nilai di luar rentang data yang ada. Di sisi lain, Spline
tipe Tension mengontrol tingkat kekakuan permukaan sesuai dengan karakteristik objek
yang sedang dimodelkan. Hal ini menghasilkan permukaan yang kurang halus dengan
nilai yang lebih terbatas pada rentang data sampel. Secara singkat, tipe Regularized
menghasilkan permukaan yang halus, sementara tipe Tension mempertahankan bentuk
permukaan yang sesuai dengan fenomena yang dimodelkan. Meskipun tipe Regularized
memberikan hasil visual yang lebih halus, dalam praktiknya tipe Tension memberikan
hasil yang lebih baik karena outputnya lebih sesuai dengan karakteristik objek yang
dimodelkan.

Dalam konteks yang lebih spesifik, tipe Regularized mengubah parameter


minimasi dengan memasukkan turunan ketiga ke dalam parameter tersebut. Dalam opsi
Regularized, nilai bobot yang lebih tinggi menghasilkan permukaan yang lebih halus.
Nilai yang digunakan untuk parameter ini harus sama dengan atau lebih besar dari nol.
Beberapa nilai yang umum digunakan adalah 0, 0.001, 0.01, 0.1, dan 0.5. Bobot ini
adalah kuadrat dari parameter yang sering disebut sebagai tau (t). Semakin tinggi nilai
parameter ini, semakin halus permukaan yang dihasilkan. Kisaran nilai antara 0 dan 0.5
adalah yang disarankan. Penggunaan opsi ini memastikan kehalusan permukaan serta
kelancaran turunan pertama dari permukaan yang diinterpolasi, terutama jika
diperlukan perhitungan turunan kedua dari permukaan tersebut.

Di sisi lain, tipe Tension memodifikasi kriteria minimasi dengan memasukkan


suku turunan pertama ke dalam kriteria tersebut. Dalam opsi Tension, nilai bobot yang
lebih tinggi menghasilkan permukaan yang agak kasar, namun sangat cocok dengan
titik kontrol yang ada. Nilai yang digunakan harus sama dengan atau lebih besar dari
nol. Beberapa nilai umum yang digunakan adalah 0, 1, 5, dan 10. Bobot ini adalah
kuadrat dari parameter yang sering disebut sebagai phi (Φ). Ketika bobot memiliki nilai
0, itu akan menghasilkan interpolasi Spline pelat tipis dasar. Penggunaan nilai bobot
yang lebih tinggi akan mengurangi kekakuan pelat, dan ketika nilai phi mendekati tak
terhingga, permukaan akan mendekati bentuk membran atau lembaran karet, melewati
titik-titik yang ada. Meskipun permukaan yang diinterpolasi tetap halus, turunan
pertama tidak akan halus secara kontinu.

C. Metode KRINGING

Parameter Hasil

Semivariogram = Spherical
Number of Point = 12
Output Cell Size = 100
Analisa:
Kriging adalah metode yang mengasumsikan bahwa hubungan spasial antara titik
sampel dapat digunakan untuk menjelaskan variasi di permukaan. Dalam metode
Kriging, fungsi matematis disesuaikan dengan sejumlah titik tertentu atau semua titik
dalam radius tertentu untuk memperkirakan nilai output di setiap lokasi. Proses Kriging
melibatkan langkah-langkah seperti analisis statistik eksplorasi data, pemodelan
variogram, pembuatan permukaan, dan dalam beberapa kasus, eksplorasi variasi
permukaan. Kriging paling efektif digunakan ketika ada hubungan spasial yang
terkorelasi atau adanya bias arah dalam data. Metode ini sering digunakan dalam
bidang ilmu tanah dan geologi.

1. Pengaruh metode kriging pada interpolasi kriging

Parameter Hasil

Kringing Method = Ordinary Kriging


Semivariogram Model = Spherical
Output Cell Size = 100
Kringing Method = Univeral Kriging
Semivariogram Model = Linear With
Linear Drift
Output Cell Size = 100

Kringing Method = Univeral Kriging


Semivariogram Model = Linear With
Quadratic Drift
Output Cell Size = 100

Analisa:
Perbedaan secara singkat antara Ordinary Kriging dan Universal Kriging adalah
sebagai berikut:
Ordinary Kriging mengasumsikan bahwa rata-rata konstan tidak diketahui.
Variogram disesuaikan dengan data yang telah kecenderungannya dihapus. Kriging
biasa hanya menghapus kecenderungan dari data input dan fokus pada estimasi spasial
berdasarkan jarak dan korelasi spasial antara titik-titik sampel. Metode ini cocok
digunakan jika tidak ada tren umum atau komponen struktural yang signifikan dalam
data.
Universal Kriging mempertimbangkan adanya komponen struktural dan variasi
tren lokal antara lokasi yang berbeda. Selain menghapus kecenderungan dari data input,
kriging universal juga memperbarui model kecenderungan global dengan
mempertimbangkan data yang telah dihilangkan kecenderungannya. Metode ini
mengasumsikan adanya tren umum dalam data yang dapat dimodelkan menggunakan
polinomial. Kriging universal digunakan ketika terdapat kecenderungan dalam data
yang diketahui dan dapat dijelaskan secara ilmiah.
Secara umum, Ordinary Kriging fokus pada estimasi spasial berdasarkan jarak
dan korelasi spasial, sedangkan Universal Kriging memperhitungkan komponen
struktural dan tren lokal tambahan dalam pemodelan spasial.

D. Metode Natural Neighbor

Parameter Hasil

Cell Size = 100


Analisa:
Dalam metode ini, Natural Neighbor menggunakan nilai numerik yang telah
ditentukan sebagai ukuran sel keluaran (Output Cell Size). Dengan menggunakan nilai
ini, metode interpolasi Natural Neighbor akan langsung menggunakannya untuk
menghasilkan raster. Namun, jika ukuran sel keluaran ditentukan menggunakan dataset
raster, parameter akan menampilkan jalur dataset raster sebagai gantinya, bukan nilai
ukuran sel keluaran. Ukuran sel dari dataset raster tersebut akan digunakan secara
langsung dalam analisis selama referensi spasial dataset dan keluaran adalah sama.
Perhatikan bahwa metode ini dapat menunjukkan beberapa lokasi yang tidak muncul
seperti pada metode interpolasi sebelumnya. Hal ini terjadi ketika ada beberapa titik
dengan koordinat x dan y yang sama. Jika nilai titik-titik tersebut sama, mereka
dianggap sebagai duplikat dan tidak mempengaruhi output. Namun, jika nilai mereka
berbeda, mereka akan dianggap sebagai titik yang harus dimunculkan dalam hasil.

E. Perbedaan Hasil Extract By Mask (clip-Project-.shp) pada Spline, Kriging, dan


Natural Neighbor

Parameter Hasil
Input Raster = Spline_shp_Regularized
Parameter:
Spline Type = Regularized
Nilai Power = 0.1
Number of Point = 12
Output Cell Size = 100
Freature Mask Data = clip_Project_
Input Raster = Kringing_shp_Ordinary
Parameter:
Semivariogram = Spherical
Number of Point = 12
Output Cell Size = 100
Freature Mask Data = clip_Project_

Input Raster = Natural_shp_Cell Size 100


Parameter:
Output Cell Size = 100
Freature Mask Data = clip_Project_

Analisa:
Secara visual, metode Kriging cocok untuk wilayah datar dalam pemodelan
interpolasi. Namun, metode Spline lebih efektif dalam menginterpolasi wilayah dengan
perbedaan elevasi yang kompleks seperti relief berombak, berbukit, perbukitan, dan
pegunungan. Metode Spline menghasilkan visualisasi topografi yang detail, termasuk bentuk
3D yang tajam untuk igir-igir dan lembah pada relief berbukit. Namun, kemampuan Spline
dalam menghasilkan visualisasi tidak cocok untuk wilayah datar karena akurasi vertikalnya
kurang baik. Dalam kasus ini, metode Kriging bersama dengan metode Natural Neighbor
menjadi yang paling tepat. Hal ini disebabkan oleh kurangnya variasi elevasi pada wilayah
datar, sehingga metode Spline akan menghasilkan nilai yang sangat bervariasi, bukan
permukaan yang datar. Pada wilayah datar, metode Kriging menghasilkan tampilan grafis
yang baik, sementara metode interpolasi lainnya menampilkan pola cekungan yang jelas,
menghasilkan efek yang berbeda dengan permukaan datar, terutama pada metode Spline.
2. Part 2: Perhitungan Akurasi untuk Data Splittin

IDW

Tabel 2.1

Regularized Spine

Tabel 2.2
Ordinary Kriging

Tabel 2.3

NN

Tabel 2.4
● Predicted Value

Proses dari predicted value adalah untuk mendapatkan data pembanding antara titik
ttg_b dengan hasil interpolasi IDW, Spline, Kriging, dan NN. sebelum melakukan
perbandingan, ttg_b harus dimasukkan ke dalam software excel agar mempermudah
dalam perhitungan. Nilai pembanding didapatkan dengan menggunakan tools Info
pada ArcGIS dan menklik salah satu titik pada ttg_b. Nilai dari titik ttg_b dan titik
pada hasil interpolasi akan terlihat. Nilai-nilai tersebut akan dimasukkan ke dalam
software excel untuk dilakukan perbandingan.
● Error
Setelah memasukkan predicted value, selanjutnya yaitu mencari selisih antara predicted
value dari hasil interpolasi dengan nilai ttg_b. hasil selisih tersebut dikuadratkan untuk
mengetahui berapa besar nilai errornya.
● RMSe

Nilai dari RMSe diperoleh dari perhitungan akar rata-rata nilai error masing-masing
interpolasi. Hasil perhitungan menunjukkan nilai RMSe dari keempat interpolasi
sebagai berikut:
IDW : 4,801
Spline : 4,730
Kriging : 4,588
NN : 4,163
3. Part 3: Interpolasi Data Curah Hujan

IDW

Tabel 3.1
Kriging

Tabel 3.2
Thiessen Poligon
Tabel 3.3

Thiessen Poligon
Tabel 3.4

Penghitungan data curah hujan dilakukan dengan menggunakan tiga teknik


interpolasi, yaitu Inverse Distance Weighting (IDW), Kriging, dan Thiessen Poligon. Metode
IDW menggunakan nilai yang terukur pada titik-titik di sekitar lokasi yang dimaksud untuk
memperkirakan nilai variabel pada lokasi yang diinginkan. Metode ini mengasumsikan
bahwa titik yang lebih dekat dengan lokasi yang diestimasi akan mempengaruhi lebih banyak
daripada titik yang lebih jauh.
Metode Kriging menghasilkan taksiran yang dekat dengan nilai sampel data yang
diinterpolasi bahkan ketika sampel diperbesar hingga tak terhingga. Metode ini
mempertimbangkan faktor-faktor seperti banyaknya sampel, posisi sampel, jarak antara
sampel, dan kontinuitas spasial dari variabel-variabel yang terlibat untuk meningkatkan
akurasi estimasi. Metode ini digunakan untuk mengestimasi nilai karakteristik estimator (Z)
pada titik yang tidak tersampel berdasarkan informasi dari titik-titik tersampel yang berada di
sekitarnya.
Metode Thiessen Poligon merupakan teknik pembentukan sebaran data dari titik-titik
acak dengan menentukan dan menggambar batas-batas area yang melingkupi setiap titik.
Batas area dibentuk dari garis yang menghubungkan titik-titik pusat segitiga acak yang
memenuhi kriteria tertentu. Model Thiessen Poligon mengasumsikan nilai yang sama dari
suatu area dengan titik yang berada di dalamnya.
Berdasarkan eksperimen yang telah dilakukan, interpolasi IDW yang terlihat pada
Tabel 3.1 menghasilkan distribusi curah hujan yang tinggi pada tiga lokasi yang ditandai
dengan warna coklat tua. Sementara itu, lokasi curah hujan yang lebih rendah mengikuti
bentuk curah hujan yang tinggi. Metode interpolasi Kriging menghasilkan distribusi curah
hujan berdasarkan nilai maksimum dan minimum dari data curah hujan. Tabel 3.2
menunjukkan distribusi curah hujan terendah yang ditandai dengan warna coklat muda dan
nilai curah hujan tertinggi yang ditandai dengan warna coklat tua. Distribusi curah hujan yang
dihasilkan oleh pemodelan poligon Thiessen menunjukkan nilai yang konstan hingga batas
poligon, seperti yang terlihat pada Tabel 3.3. Nilai curah hujan pada setiap bagian poligon
sama dengan batas distribusi nilai curah hujan dari titik stasiun pemantauan di dalamnya.
Untuk pemodelan isohyet dalam percobaan ini hasilnya sama dengan metode
interpolasi Inverse Distance Weighting (IDW). Metode Isohyet merupakan metode pembuatan
garis hubung yang mempertemukan titik-titik kedalaman hujan yang sama. Namun pada
interpolasi isohyet ditambahkan kontur. Interval kontur yang digunakan yaitu sebesar 30 mm.

You might also like