You are on page 1of 18

PERAN PARA PIHAK DALAM PENGELOLAAN KAWASAN

KONSERVASI PENYU PANGUMBAHAN


(Role of Stakeholders in the Management of Pangumbahan Turtle
Conservation Area)

Sri Harteti1, Sambas Basuni2, Burhanuddin Masy'ud3 & Fredinan Yulianda4


1
Program Studi Konservasi Biodiversitas Tropika, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor,
Bogor 16680. Email: hartetisri@yahoo.co.id.
2,3
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian
Bogor, Bogor 16680, Jalan Lingkar Akademik Kampus IPB Darmaga.
4
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut
Pertanian Bogor, Bogor 16680, Jalan Rasamala Kampus IPB Darmaga.

Diterima 26 Februari 2013, direvisi 1 April 2013, disetujui 28 April 2014

ABSTRACT

Sea turtle conservation policy focuses on setting some sea turtle nesting habitat as conservation area.
Pangumbahan sea turtle conservation area is one of the sea turtle conservation areas in Java island. The highest
level of threat faced by sea turtle conservation requires an integrated multistakeholders roles. Therefore, the sea
turtle conservation activities need an analysis to determine interests, importance, influence, and relations of
various stakeholders in management of sea turtle conservation. This study aims at identifying, categorizing and
investigating relationship among stakeholders, as well as formulating strategies to increase the role of
stakeholders. Respondents were selected by snowball sampling method. In general, stakeholders are more
involved in the utilization activities, which comprise 17 stakeholders, whereas the lowest stakeholders
engagement are in preservation activities that comprise 8 stakeholders. Protection activities involved 14
stakeholders. Stakeholder relationships consist of conflict and communication. To meet the sea turtle
conservation management objectives, the involvement of stakeholders needs to be improved through
community empowerment, improvement and enhancement of collaborative community participation.
Keywords: Sea turtle conservation, stakeholder analysis, Pangumbahan.

ABSTRAK

Kebijakan konservasi penyu dilakukan dengan menetapkan beberapa habitat peneluran penyu
sebagai kawasan konservasi. Kawasan konservasi penyu Pangumbahan merupakan salah satu kawasan
konservasi penyu di Pulau Jawa. Tingginya tingkat ancaman yang dihadapi oleh konservasi penyu
memerlukan peran multistakeholders yang terpadu. Oleh karena itu, kegiatan konservasi penyu
memerlukan analisis stakeholders untuk mengetahui kepentingan, nilai penting, pengaruh, dan hubungan
berbagai pihak yang berkepentingan dalam pengelolaan konservasi penyu. Penelitian ini bertujuan untuk
mengidentifikasi, mengkategorisasi dan menyelidiki hubungan diantara stakeholders, serta merumuskan
strategi untuk meningkatkan peran stakeholders. Pemilihan responden dilakukan dengan metode snowball
sampling. Pada umumnya stakeholders lebih banyak terlibat pada kegiatan pemanfaatan, yaitu sebanyak 17
stakeholders, sedangkan keterlibatan stakeholders terendah terjadi pada kegiatan pengawetan, yaitu 8
stakeholders. Adapun kegiatan perlindungan melibatkan 14 stakeholders. Hubungan stakeholders yang
terjadi meliputi hubungan konflik dan komunikasi. Untuk meningkatkan tujuan pengelolaan konservasi
penyu, keterlibatan stakeholders perlu ditingkatkan melalui pemberdayaan masyarakat, peningkatan
kegiatan kerjasama dan peningkatan peran serta masyarakat.
Kata kunci : Konservasi penyu, analisis stakeholders, Pangumbahan

145
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan
Vol. 11 No. 2, Agustus 2014 : 145 - 162

I. PENDAHULUAN penyu adalah 2.300 m. Populasi penyu hijau


yang bersarang di Pantai Pangumbahan dari
Penyu merupakan jenis reptil yang telah tahun 2008-2012 menunjukkan tren yang
dimanfaatkan untuk kebutuhan subsisten, menurun yaitu jumlah penyu yang bertelur
ekonomi dan budaya bagi masyarakat pesisir di sebanyak 3.160 ekor tahun 2008 menjadi 727
seluruh Indonesia (Suwelo, et al. 1989; ekor tahun 2012.
Wahyuni, et al. 1994; Karnan, 2008). Penurunan populasi penyu di KKP
Pemanfaatan penyu yang tinggi oleh manusia Pangumbahan menunjukkan belum ber-
menyebabkan populasi penyu mengalami hasilnya kegiatan pengelolaan konservasi
penurunan. Disamping pengaruh manusia, penyu. Penyebabnya adalah masing-masing
faktor alam juga mengancam keberadaan stakeholders (para pihak/pemangku
penyu seperti predator, penyakit dan kepentingan) berjalan sendiri-sendiri sesuai
perubahan iklim (Gibbons et al. 2000). dengan kepentingan masing-masing. Padahal
Menurut Bouchard dan Bjorndal (2000), penyu pendekatan multistakeholders yang terpadu
memiliki manfaat secara ekologis yaitu perlu dilakukan untuk pengelolaan konservasi
memberikan nutrien dan energi dalam bentuk penyu. Kebijakan multistakeholders secara
telur ketika bersarang ke ekosistem pantai terpadu sesuai dengan West (2010) yang
yang miskin nutrien. menyatakan bahwa tingginya ancaman yang
Semua jenis penyu masuk ke dalam red list dihadapi oleh konservasi penyu memerlukan
di IUCN (International Union for peran multistakeholders yang terpadu. Dengan
Conservation of Nature and Natural Resources) demikian, upaya konservasi penyu yang
dan Appendiks I CITES (Convention on komprehensif dan melibatkan berbagai
International Trade in Endangered Species of stakeholders merupakan program penting dan
Wild Fauna and Flora) yang berarti bahwa mendesak untuk melindungi dan menyelamat-
keberadaannya di alam telah terancam punah, kan populasi penyu, terutama bagi Indonesia
sehingga segala bentuk pemanfaatan dan sebagai negara yang memiliki 6 dari 7 jenis
peredarannya harus dikendalikan. Sehu- penyu di bumi saat ini.
bungan dengan itu, berbagai kebijakan dibuat Oleh karena itu, kegiatan konservasi
oleh Pemerintah Indonesia, antara lain penyu memerlukan analisis stakeholders untuk
menetapkan penyu sebagai satwa dilindungi mengetahui nilai penting, pengaruh, konflik
melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 7 dan komunikasi stakeholders dalam pengelola-
Tahun 1999 dan menetapkan beberapa habitat an konservasi penyu. Tujuan penelitian ini
adalah: 1) mengidentifikasi stakeholders, 2)
peneluran penyu sebagai kawasan konservasi.
mengkategorikan stakeholders; 3) menyelidiki
Pantai Pangumbahan merupakan pantai
hubungan antara stakeholders; dan 4)
peneluran penyu hijau (Chelonia mydas)
merumuskan strategi meningkatkan peran
terbesar di Jawa Barat. Pantai Pangumbahan
stakeholders.
terletak di Desa Pangumbahan, Kecamatan
Ciracap, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa
Barat. Sejak tahun 2008 pantai Pangumbahan
II. METODE PENELITIAN
dicadangkan sebagai Taman Pesisir Penyu
Pangumbahan yang dikelola oleh Pemerintah
A. Lokasi dan Waktu Penelitian
Daerah Kabupaten Sukabumi. Panjang pantai
Kawasan Konservasi Penyu (KKP) Penelitian analisis stakeholders ini
Pangumbahan yang menjadi habitat peneluran dilakukan di KKP Pangumbahan, Kabupaten

146
Peran Para Pihak dalam Pengelolaan Kawasan . . .
Sri Harteti, Sambas Basuni, Burhanuddin Masyud & Fredinan Yulianda

Sukabumi, Provinsi Jawa Barat dan Nilai penyu yang digunakan dalam penelitian
dilaksanakan pada bulan Maret-Desember ini adalah modifikasi dari Butler, et al. (2003)
2012. Penelitian ini termasuk penelitian dan Kellert (2007) yaitu nilai sosial,
kualitatif. Istilah stakeholders sudah sering komunikasi, toleransi atau interaksi dengan
digunakan dalam proses pengambilan manusia serta humanistik dan moral.
keputusan. Groenendijk (2003) menyatakan Pengaruh stakeholders terhadap pengelola-
bahwa stakeholders mencakup semua aktor an konservasi penyu di KKP Pangumbahan
atau kelompok yang mempengaruhi dan/atau diukur berdasarkan instrumen dan sumber
dipengaruhi oleh kebijakan, keputusan dan kekuatan (Nistyantara, 2011). Pengaruh
tindakan dari sebuah proyek. Analisis stakeholders tersebut berupa condign power,
stakeholders diterapkan untuk mengungkap- compensatory power, conditioning power,dan
kan kepentingan, nilai penting dan pengaruh organisation power. Nilai penting dan
stakeholders, memahami konflik dan pengaruh stakeholders ditetapkan melalui
komunikasi antara stakeholders di KKP skoring (Abbas, 2005) yaitu pengukuran data
Pangumbahan. Menurut Reed et al. (2009), berjenjang 5.
analisis stakeholders dilakukan dengan Nilai skor dari jawaban stakeholders
mengidentifikasi, mengkategorikan dan terhadap nilai penting dan pengaruh
menyelidiki hubungan antara stakeholders. dijumlahkan dan nilainya dipetakan ke dalam
matriks klasifikasi stakeholders. Matriks
B. Teknik Pengumpulan Data klasifikasi stakeholders terdiri dari empat
Data dan informasi dikumpulkan dengan kuadran. Posisi stakeholders pada kuadran
wawancara semi terstruktur. Metode untuk menggambarkan kategori stakeholders dalam
mengidentifikasi stakeholders dilakukan pengelolaan konservasi penyu di KKP
melalui snowball sampling yaitu pencarian Pangumbahan. Posisi- posisi tersebut adalah
informan secara bergulir melalui informan subjects menggambarkan stakeholders yang
sebelumnya (Bungin, 2007). mempunyai nilai penting tinggi tetapi
pengaruh rendah, key players menggambarkan
C. Analisis Data stakeholders yang mempunyai nilai penting dan
pengaruh tinggi, context setters menggambar-
Metode untuk mengkategorisasi kan stakeholders yang mempunyai nilai penting
stakeholders dilakukan berdasarkan analisis rendah tetapi pengaruh tinggi dan crowd
kepentingan (interest) dan pengaruh menggambarkan stakeholders yang mem-
stakeholders melalui matriks klasifikasi punyai nilai penting dan pengaruh rendah.
stakeholders. Selanjutnya, analisis stakeholders Stakeholders kunci yaitu stakeholders yang
dilakukan dengan penafsiran matriks nilai cukup signifikan mempengaruhi adalah
penting dan pengaruh stake-holders terhadap subject, key players dan context setters
pengelolaan konservasi penyu melalui (Groenendjik, 2003). Stakeholders yang berada
kegiatan perlindungan, pengawetan dan pada crowd mendapatkan prioritas yang
perlindungan. rendah dari aktifitas pengelolaan.
Kriteria yang digunakan untuk mengukur Analisis hubungan stakeholders dilakukan
nilai penting stakeholders dilakukan ber- secara deskriptif. Hubungan stakeholders
dasarkan relevansi kepentingannya dengan diidentifikasi melalui matriks yang menggam-
nilai satwa liar yaitu nilai penyu. Skor tinggi barkan hubungan berkonflik dan komunikasi
diberikan kepada stakeholders yang kebutuhan (Groenendjik, 2003 dan Reed, et al. 2009).
dan harapannya relevan dengan nilai penyu.

147
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan
Vol. 11 No. 2, Agustus 2014 : 145 - 162

III. HASIL DAN PEMBAHASAN merupakan perwakilan dari pemerintah,


masyarakat, Lembaga Swadaya Masyarakat
A. Identifikasi Stakeholders (LSM) dan perguruan tinggi. Stakeholders
tersebut diklasifikasikan berdasarkan kegiatan
Stakeholders yang terlibat dalam
konservasi yaitu stakeholders perlindungan,
pengelolaan konservasi penyu di KKP
stakeholders pengawetan, dan stakeholders
Pangumbahan teridentifikasi sebanyak 24
pemanfaatan.
pihak (Tabel 1). Stakeholders tersebut

Tabel 1. Stakeholders pengelolaan konservasi penyu


Table 1. Stakeholders of sea turtle conservation management
Kategori Perlindungan Pengawetan Pemanfaatan
Stakeholders
(Category) (Protection) (Preservation) (Utilization)
Kementerian Kelautan dan Perikanan Pemerintah Ö Ö Ö
(KemenKP)
Kementerian Kehutanan (Kemenhut) Pemerintah Ö Ö Ö
Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Pemerintah Ö Ö Ö
Jawa Barat (BBKSDA)
Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pemerintah Ö Ö Ö
Sukabumi (DKP)
Dinas Kepariwisataan, Kebudayaan, Pemerintah Ö
Kepemudaan dan Olahraga Kabupaten
Sukabumi (Dispar)
Dinas Kehutanan dan Perkebunan Pemerintah Ö Ö
Kabupaten Sukabumi (Dishut)
Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Pemerintah Ö
Sukabumi (BLH)
Badan Perencanaan dan Pembangunan Pemerintah Ö Ö
Daerah Kabupaten Sukabumi (Bappeda)
TNI Angkatan Laut (TNI-AL) Pemerintah Ö
Polisi Sektor Kecamatan Ciracap (Polsek) Pemerintah Ö
Polisi Perairan (Polair) Pemerintah Ö
Desa Pangumbahan (DP) Pemerintah Ö Ö Ö
Desa Ujung Genteng (DUG) Pemerintah Ö Ö
Desa Gunung Batu (DGB) Pemerintah Ö Ö
Masyarakat Desa Pangumbahan (MDP) Masyarakat Ö
Masyarakat Desa Ujung Genteng (MDUG) Masyarakat Ö
Masyarakat Desa Gunung Batu (MDGB) Masyarakat Ö
Kelompok Masyarakat Pengawas Masyarakat Ö Ö
(Pokmaswas)
Kelompok Masyarakat Pelestari Penyu Masyarakat Ö
(KMPP)
Pencuri telur (Penggemar) Masyarakat Ö
Organisasi Pemuda Ojek Wisata (OPOW) Masyarakat Ö
Wisatawan Masyarakat Ö
World Wide Fund for Nature (WWF) LSM Ö
Institut Pertanian Bogor (IPB) Perguruan Ö
Tinggi

148
Peran Para Pihak dalam Pengelolaan Kawasan . . .
Sri Harteti, Sambas Basuni, Burhanuddin Masyud & Fredinan Yulianda

Stakeholders pemerintah yang terlibat Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda).


dalam konservasi penyu meliputi pemerintah Stakeholders dari pemda adalah perpanjangan
pusat, pemerintah daerah dan pemerintah desa. tangan Bupati Kabupaten Sukabumi untuk
Pemerintah pusat yang mempengaruhi melaksanakan misi daerah dalam rangka
kebijakan konservasi penyu adalah Kemen- mencapai visi yang telah ditetapkan yaitu
terian Kehutanan (Kemenhut) serta Kemen- me w uj ud k a n ma sya r a k a t K a bupa t e n
terian Kelautan dan Perikanan (KemenKP). Sukabumi yang berakhlak mulia, maju dan
Kedua kementerian tersebut memiliki tupoksi sejahtera.
yang sama dalam mengelola kelompok biota Stakeholders yang terlibat dalam penegakan
laut yang dilindungi melalui upaya konservasi, hukum adalah TNI Angkatan Laut (TNI-AL),
baik konservasi kawasan maupun konservasi Polisi Sektor Kecamatan Ciracap (Polsek) dan
keanekaragaman hayati. Tugas pokok Polisi Perairan (Polair). LSM yang turut
Kemenhut dalam konservasi penyu diatur berperan dalam pengelolaan konservasi penyu
dengan PP Nomor 7 Tahun 1999, sedangkan di KKP Pangumbahan adalah World Wide
tupoksi KKP dalam mengelola konservasi Fund for Nature-Indonesia (WWF-Indonesia).
penyu yang termasuk jenis sumber daya ikan WWF-Indonesia melakukan kegiatan
merujuk pada UU Nomor 45 Tahun 2009. pelatihan dan mediasi di KKP Pangumbahan.
Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Institut Pertanian Bogor (IPB) merupakan
Jawa Barat (BBKSDA Jabar) menyelenggara- institusi pendidikan yang melakukan banyak
kan konservasi sumber daya alam hayati dan kegiatan penelitian di KKP Pangumbahan.
ekosistemnya di kawasan konservasi serta Selain penelitian, kegiatan praktek lapangan
konservasi tumbuhan dan satwa liar di luar mahasiswa IPB juga dilakukan di KKP
kawasan konservasi. Jadi pengelolaan Pangumbahan.
konservasi penyu di Pangumbahan merupakan Desa Pangumbahan, Desa Ujung Genteng
salah satu tugas BBKSDA Jabar. dan Desa Gunung Batu adalah stakeholders
Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) pemerintah desa yang memiliki kepentingan
Kabupaten Sukabumi merupakan pengelola sangat tinggi terhadap pengelolaan konservasi
KKP Pangumbahan. Pengelolaan secara penyu di KKP Pangumbahan. Kondisi ini
operasional dilaksanakan Unit Pelaksana disebabkan KKP Pangumbahan berada di
Teknis Daerah (UPTD) Konservasi Penyu wilayah administrasi Desa Pangumbahan,
Pangumbahan. Tujuan pengelolaan KKP sehingga kepala desa berkewajiban mengem-
Pangumbahan adalah: 1) terwujudnya bangkan potensi sumberdaya alam dan
kelestarian penyu dan habitatnya di Pantai melestarikan lingkungan hidup yang ada di
Pangumbahan dan perairan sekitarnya; 2) wilayahnya. Desa Ujung Genteng dan Desa
meningkatnya pengembangan ekowisata Gunung Batu merupakan desa penyangga bagi
berbasis konservasi penyu; 3) meningkatnya pelaksanaan konservasi penyu. Kedua desa
sosial ekonomi dan budaya masyarakat sekitar tersebut berperan sangat penting bagi keber-
kawasan konservasi (DKP, 2011). hasilan pengelolaan penyu di KKP Pangum-
Stakeholders lainnya dari Pemerintah bahan yaitu sebagai buffer (daerah penyangga)
Daerah (Pemda) Kabupaten Sukabumi adalah dalam mengurangi tekanan masyarakat yang
Dinas Kepariwisataan, Kebudayaan, Kepe- berinteraksi tinggi terhadap kawasan dengan
mudaan dan Olahraga (Dispar), Dinas memadukan kepentingan konservasi dan
Kehutanan dan Perkebunan (Dishut), Badan perekonomian masyarakat.
Lingkungan Hidup (BLH) dan Badan

149
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan
Vol. 11 No. 2, Agustus 2014 : 145 - 162

Masyarakat sebagai stakeholders terdiri atas terhadap pengelolaan konservasi penyu di


masyarakat lokal dari tiga desa (Desa Pangum- KKP Pangumbahan. Kepentingan stakeholders
bahan, Desa Ujung Genteng dan Desa Gunung tersebut ada yang bersinergi dan ada yang
Batu) yang berdomisili di sekitar KKP bertentangan dengan tujuan pengelolaan
Pangumbahan dan pengunjung. Menurut penyu di kawasan tersebut.
Risien dan Tilt (2008), masyarakat lokal Hasil dari analisis kepentingan stakeholders
memiliki ketergantungan dan kepentingan pada Tabel 2 mendapatkan beberapa
yang lebih besar dalam penggunaan sumber stakeholders yang memiliki kepentingan sama.
daya alam di sekitar mereka. Oleh karena itu, Kepentingan stakeholders secara keseluruhan
masyarakat dipengaruhi oleh kegiatan penge- bersinergi dengan tujuan pengelolaan KKP
lolaan konservasi penyu di KKP Pangum- Pangumbahan. Namun demikian kepentingan
bahan. masyarakat yang mencuri telur penyu
Sumber penghasilan utama ketiga desa (penggemar) tidak bersinergi dengan tujuan
tersebut adalah pertanian dengan komoditas pengelolaan yaitu pengambilan telur penyu.
utamanya adalah padi. Menurut Badan Pusat Penggemar mengambil telur penyu untuk
Statistik (2011), lahan pertanian masyarakat memenuhi kebutuhan keluarga karena dengan
masih menggunakan jenis pengairan tadah menjual telur penyu sebesar Rp 3.000,- per
hujan yaitu Desa Pangumbahan (73,81%), Desa butir mereka mendapatkan uang untuk
Ujung Genteng (75,00%) dan Desa Gunung membeli beras. Selain itu, kegiatan pengam-
Batu (54,29%). Jenis pengairan tadah hujan bilan telur penyu dilakukan penggemar untuk
menyebabkan masyarakat hanya bisa mendapatkan uang secara cepat dan tanpa
menanam padi maksimal dua kali penanaman modal. Selain itu, kondisi ini juga dilatar-
kalau masih ada musim hujan, tetapi seringkali belakangi oleh pendidikan masyarakat yang
hanya satu kali penanaman. Kondisi ini rendah yaitu sebagian besar tamat SD sehingga
menyebabkan pendapatan masyarakat dari masyarakat tidak memiliki keterampilan yang
pertanian sangat terbatas. Masyarakat mencari cukup untuk mencari alternatif pekerjaan lain
alternatif penghasilan lain yang dapat dan juga kepemilikan lahan pertanian
memenuhi kebutuhan hidupnya dengan masyarakat sangat kecil. Menurut Wahid
mudah dan cepat seperti mencari ikan, kerang, (2008), golongan miskin adalah petani yang
udang, termasuk telur penyu serta sumberdaya tidak memiliki lahan sendiri, petani yang
alam lainnya yang dapat dijadikan penunjang hanya memiliki lahan sempit yang hasilnya
kehidupannya (Gunawan, 2005). tidak mencukupi untuk kebutuhan hidup
keluarga, kaum buruh yang tidak terpelajar/
B. Kepentingan Stakeholders terlatih, pengusaha tanpa modal dan tanpa
fasilitas dari pemerintah. Dengan demikian,
Kepentingan stakeholders terhadap penge-
dapat dikatakan bahwa kondisi kemiskinan
lolaan konservasi penyu di KKP Pangumbahan
masyarakat ini merupakan salah satu pemicu
sangat beragam sesuai dengan kewenangan,
tingginya tingkat pencurian telur penyu di
peran, harapan dan manfaat stakeholders
KKP Pangumbahan.

150
Tabel 2. Kepentingan stakeholders
Table 2. Interests of stakeholders
Kepentingan (Interests)
Kelestarian Pengembangan Pengamanan Penegakan Sosialisasi Peningkatan Perluasan Peningkatan Kolaborasi Koordinasi Pengembang Mendapatkan
penyu dan ekowisata terpadu hukum peraturan pendapatan lapangan kapasitas dengan antara an ilmu telur penyu
habitatnya (Ecotourism (Integrated (law (Regulation masyarakat kerja masyarakat masyarakat stakeholders(C pengetahuan (Get turtle
(Preservation of development) security) enforcement) socialization) (Increase of (Expansion (Increase of (Collaboratio oordination terkait eggs)
sea turtles and community of employ- community n with among penyu dan
Stakeholders their habitats) income) ment) capacity) community) stakeholders) habitatnya
(Knowledge
development
about sea
turtles and
their
habitats)
KemenKP Ö Ö Ö Ö
Kemenhut Ö Ö Ö Ö
BBKSDA Ö Ö Ö Ö Ö
DKP Ö Ö Ö Ö Ö Ö Ö Ö Ö Ö
Dispar Ö
Dishut Ö Ö Ö
BLH Ö Ö Ö Ö Ö
Bappeda Ö Ö
TNI-AL Ö Ö Ö
Polsek Ö Ö Ö
Polair Ö
DP Ö Ö Ö Ö Ö Ö Ö
DUG Ö Ö Ö
DGB Ö Ö
MDP Ö Ö Ö Ö
MDUG Ö Ö
MDGB Ö Ö
Pokmaswas Ö Ö Ö
KMPP Ö Ö Ö
Penggemar Ö
OPOW Ö
Wisatawan Ö
WWF Ö Ö
IPB Ö Ö

151
Sri Harteti, Sambas Basuni, Burhanuddin Masyud & Fredinan Yulianda
Peran Para Pihak dalam Pengelolaan Kawasan . . .
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan
Vol. 11 No. 2, Agustus 2014 : 145 - 162

C. Kategorisasi Stakeholders stakeholders tersebut karena memiliki


organization power yang tinggi yaitu memiliki
Kategorisasi stakeholders dipetakan dari
tupoksi, sumber daya manusia (SDM) yang
nilai penting dan pengaruh stakeholders.
berkualitas dan jejaring kerja yang luas dalam
Stakeholders yang memiliki nilai penting yang
kegiatan perlindungan penyu.
tinggi terhadap kegiatan perlindungan dan
Adapun pada kegiatan pengawetan,
pengawetan yaitu DKP, pemerintah pusat
stakeholders yang memiliki pengaruh yang
(KemenKP, Kemenhut dan BKSDA), desa dan
tinggi adalah DKP, KemenKP dan WWF. Bagi
Pokmaswas. Kondisi ini mengindikasikan
WWF, pengaruh yang tinggi disebabkan
bahwa stakeholders tersebut memiliki relevansi
WWF memiliki organization power yang tinggi
yang besar terhadap keberhasilan nilai sosial
yaitu visi dan misi WWF dalam pengawetan
penyu yaitu kelestarian nilai ekologi dan nilai
penyu sesuai dengan tujuan pengelolaan KKP
i l mi ah pen yu d i ban d i n g k an d en g an
Pangumbahan. Selain itu, WWF memiliki
stakeholders lainnya.
SDM yang berkualitas dalam pengawetan
DKP, KemenKP, Kemenhut dan BKSDA
penyu dan juga memiliki jejaring kerja
merupakan instansi pemerintah yang memiliki
nasional dan internasional yang luas dalam
kesamaan tugas yaitu melakukan kegiatan
konservasi penyu.
perlindungan dan pengawetan penyu yang
Pada kegiatan pemanfaatan, stakeholders
bertujuan kelestarian penyu dan habitatnya.
yang memiliki pengaruh yang tinggi adalah
Dengan demikian kelestarian penyu
DKP, KemenKP dan Dispar. Sementara itu
merupakan kepentingan utama bagi keempat
masyarakat memiliki pengaruh yang rendah.
instansi pemerintah tersebut.
Pengaruh masyarakat yang rendah ini
Adapun pada kegiatan pemanfaatan selain
disebabkan masyarakat tidak memiliki
DKP, pemerintah pusat dan desa, maka KMPP
kemampuan memberikan sanksi/hukuman
dan masyarakat Desa Pangumbahan juga
yang sepadan terhadap stakeholders lain yang
memiliki nilai penting yang tinggi. Bagi
memberikan pengaruh negatif terhadap
masyarakat Desa Pangumbahan, kegiatan
kegiatan pemanfaatan konservasi penyu
pemanfaatan memiliki nilai komunikasi yang
(condign power), tidak mampu
tinggi karena nilai penyu yang dapat
mengkompensasi stakeholders lainnya
meningkatkan pendapatan mereka. Adanya
(compensatory power), tidak dapat
kegiatan ekowisata penyu yang terdiri dari
memanipulasi kepercayaan atau pembentukan
pelepasan tukik ke pantai dan kegiatan penyu
opini dan informasi (conditioning power) dan
bertelur di KKP Pangumbahan merupakan
tidak memiliki massa, jejaring kerja,
daya tarik bagi wisatawan. Kondisi ini menjadi
kesesuaian bidang tugas atau kontribusi
peluang bagi masyarakat untuk mendapatkan
fasilitas (organization power).
penghasilan. Masyarakat mengembangkan
berbagai kegiatan jasa yaitu ojek, warung dan
D. Klasifikasi Stakeholders
penginapan.
Pengaruh stakeholders mengindikasikan Klasifikasi stakeholders dalam pengelolaan
kekuatan stakeholders dalam mempengaruhi konservasi penyu di KKP Pangumbahan
pengelolaan penyu di KKP Pangumbahan. dilakukan dengan menafsirkan matriks
Stakeholders yang memiliki pengaruh yang klasifikasi stakeholders. Matriks tersebut
tinggi pada kegiatan perlindungan adalah merupakan kombinasi dari nilai penting dan
DKP, KemenKP, aparat penegak hukum dan pengaruh stakeholders melalui kegiatan
BBKSDA. Pengaruh yang tinggi bagi perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan.

152
Peran Para Pihak dalam Pengelolaan Kawasan . . .
Sri Harteti, Sambas Basuni, Burhanuddin Masyud & Fredinan Yulianda

Pada kegiatan perlindungan, sebaran posisi memberikan nilai sosial penyu yang tinggi
stakeholders menunjukkan bahwa pada posisi yaitu nilai kelestarian penyu dan habitatnya,
subjects ditempati oleh Kemenhut, Dishut, sehingga Kemenhut menetapkan kebijakan
BLH, Bappeda, desa dan Pokmaswas yang konservasi penyu melalui PP No. 7 Tahun
memiliki nilai penting yang tinggi terhadap 1999 yang menyatakan bahwa penyu
kegiatan perlindungan konservasi penyu, merupakan satwa dilindungi. Kebijakan ini
namun memiliki pengaruh yang rendah dilaksanakan dengan menetapkan KKP
(Gambar 1). Pengaruh yang rendah bagi Pangumbahan sebagai salah satu kawasan
Kemenhut disebabkan Kemenhut tidak konservasi penyu.
memiliki condign power (memberikan sanksi Bagi Dishut, BLH dan Bappeda, pengaruh
baik sanksi finansial maupun sanksi admi- yang rendah ini disebabkan condign power dan
nistrasi) dan compensatory power (mengadakan compensatory power rendah. Ketiga stakeholders
kegiatan/program perlindungan penyu) tidak memiliki wewenang memberikan sanksi
karena KKP Pangumbahan bukan merupakan hukum dalam perlindungan penyu dan tidak
UPT langsung yang berada dibawah mempunyai program kegiatan perlindungan
wewenangnya. Sehubungan dengan itu, penyu di KKP Pangumbahan. Kondisi ini
Kemenhut tidak berpengaruh langsung menunjukkan kegiatan perlindungan konser-
terhadap KKP Pangumbahan. Sungguhpun vasi penyu belum menjadi fokus utama bagi
demikian, nilai penting konservasi penyu bagi stakeholders tersebut. Menurut Campbell
Kemenhut menunjukkan bahwa Kemenhut (2007), kepentingan satwa liar bersaing dengan
nilai ekonomi.

Subjects Key players

Crowd Context setter

Gambar 1. Matriks nilai penting dan pengaruh stakeholders kegiatan perlindungan


Figure 1. Importance and influence matrix of protection activities by stakeholders

153
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan
Vol. 11 No. 2, Agustus 2014 : 145 - 162

Pada posisi key players terdapat beberapa penegak hukum memiliki tugas dan
stakeholders yaitu DKP, KemenKP dan kewenangan pengawasan konservasi penyu.
BBKSDA. DKP memiliki nilai penting dan Hasil pengamatan menunjukkan keberadaan
pengaruh yang tinggi berkenaan dengan penegak hukum langsung di KKP Pangum-
tanggung jawab sebagai pengelola KKP bahan membuat masyarakat yang mencuri
Pangumbahan. Kegiatan perlindungan yang telur (penggemar) takut dan sulit untuk
dilakukan adalah melakukan kegiatan razia mengambil telur penyu. Dukungan terhadap
tim gabungan. Adapun objek razia adalah stakeholders ini masih perlu terus ditingkatkan.
peredaran dan penjualan produk penyu Dukungan tersebut dapat berupa peningkatan
(terutama telur penyu), pengrusakan hutan koordinasi antara stakeholders, penegakan
pantai dan pencurian telur penyu di kawasan sanksi hukum dan penyediaan sarana
konservasi penyu Pantai Pangumbahan. Selain prasarana kegiatan perlindungan konservasi
itu, DKP menempatkan petugas untuk men- penyu. Hasil wawancara dengan responden
jaga pantai peneluran penyu pada malam hari. menunjukkan bahwa pelaku pencurian telur
KemenKP memiliki nilai penting dan penyu selama ini banyak yang divonis bebas.
pengaruh yang tinggi karena tingginya Selain itu, sarana kapal untuk patroli
peranan kementerian tersebut dalam men- pengawasan di laut sangat kurang. Kondisi ini
dorong terbentuknya KKP Pangumbahan dan sesuai dengan Eliason (2011) yang menyatakan
dukungan finansial terhadap pembangunan bahwa dukungan pengadilan dan pembiayaan
sarana dan prasarana KKP Pangumbahan. yang kurang merupakan isu utama dalam
Sarana dan prasarana perlindungan yang penegakan hukum konservasi.
diberikan berupa pembangunan pondok jaga, Pemetaan stakeholders kegiatan
shelter dan sarana penunjang lainnya. Selain pengawetan konservasi penyu (Gambar 2)
DKP dan KemenKP, BBKSDA juga merupa- menunjukkan bahwa Kemenhut, BBKSDA,
kan pengelola kawasan konservasi penyu di Dishut, Desa Pangumbahan dan Pokmaswas
Sukabumi. Kawasan konservasi penyu yang menempati posisi subjects yaitu memiliki nilai
dikelola oleh BBKSDA berada pada Suaka penting yang tinggi terhadap pengawetan
Margasatwa Cikepuh yang hanya dibatasi oleh konservasi penyu, namun memiliki pengaruh
muara Sungai Cipanarikan dengan KKP yang rendah. Stakeholders pada kuadran subjects
Pangumbahan. BBKSDA memiliki 8 pantai yang memerlukan pemberdayaan adalah Desa
peneluran penyu, tetapi sebagian besar penyu Pangumbahan dan Pokmaswas. Kedua
bertelur hanya pada 3 pantai yaitu Pantai stakeholders tersebut berpendapat bahwa
Citirem, Cibulakan dan Hujungan. Kegiatan penyu memiliki nilai sosial yang tinggi
perlindungan yang dilakukan baik secara sehingga menginginkan kegiatan pengawetan
bersama melalui patroli maupun penjagaan yang akan meningkatkan kelestarian penyu.
pantai oleh petugas Polhut BBKSDA memiliki Kelestarian penyu tersebut berdampak bagi
pengaruh yang tinggi bagi perlindungan tingginya minat wisatawan untuk melihat
konservasi penyu. penyu di KKP Pangumbahan, sehingga
Posisi kuadran context setter ditempati menunjang peningkatan ekonomi Desa
oleh aparat penegak hukum yaitu TNI-AL, Pangumbahan. Selain itu, mengembangkan
Polsek dan Polair. Menurut Groenendijk potensi sumber daya alam dan melestarikan
(2003), stakeholders pada kategori ini lingkungan hidup yang ada di wilayah
mempunyai pengaruh yang tinggi tetapi administrasinya merupakan kewajiban bagi
memiliki nilai penting yang rendah. Aparat kepala desa.

154
Peran Para Pihak dalam Pengelolaan Kawasan . . .
Sri Harteti, Sambas Basuni, Burhanuddin Masyud & Fredinan Yulianda

Sebagaimana kegiatan perlindungan, merealisasikan kegiatan penetasan semi alami


posisi key players pada kegiatan pengawetan yaitu memindahkan telur penyu ke lokasi
terdapat stakeholders yang merupakan penangkaran. Relokasi telur penyu atau
kelompok yang paling kritis karena memiliki pemindahan sarang ke tempat yang aman
nilai penting dan pengaruh yang sama-sama dilakukan untuk menjamin keberhasilan
tinggi yaitu DKP dan KemenKP. Pengaruh penetasan telur penyu dan keamanannya
kedua stakeholders ini tinggi karena merekalah (Priyono, 1989; Turkozan dan Yilmaz, 2007).
yang mengorganisir kegiatan pengawetan Selain kegiatan penetasan telur penyu, DKP
konservasi penyu di KKP Pangumbahan. DKP juga melakukan penanaman vegetasi pantai.

Subjects Key players

Crowd Context setters

Gambar 2 Matriks nilai penting dan pengaruh stakeholders kegiatan pengawetan


Figure 2. Importance and influence matrix of preservation activities stakeholders

Peranan KemenKP dalam kegiatan menjadi intermediasi konflik antara DKP


pengawetan adalah membangun sarana dan dengan masyarakat. Masyarakat menggugat
prasarana kegiatan pengawetan. Sarana dan bahwa DKP belum melakukan pengelolaan
prasarana tersebut berupa pembangunan ruang dengan baik karena masih terjadi pencurian
penetasan, ruang tukik dan sarana penunjang telur penyu dan tukik.
penangkaran penyu. Pada kegiatan pemanfaatan (Gambar 3),
Posisi context setter ditempati oleh WWF. posisi subjects ditempati oleh Kemenhut,
Tujuan utama WWF adalah untuk menghenti- BBKSDA, Bappeda, Desa dan masyarakat
kan dan memperbaiki kerusakan lingkungan (penggemar, masyarakat Desa Pangumbahan,
alam. Kegiatan WWF di KKP Pangumbahan masyarakat Desa Ujung Genteng, masyarakat
adalah melakukan pengembangan kapasitas Desa Gunung Batu, OPOW). Kategori ini
melalui pelatihan teknis konservasi penyu bagi menunjukkan bahwa stakeholders tersebut
karyawan, pengawas, pemandu wisata memiliki nilai penting yang tinggi terhadap
konservasi dan pokmaswas. WWF juga pemanfaatan konservasi penyu, namun
memiliki pengaruh yang rendah.

155
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan
Vol. 11 No. 2, Agustus 2014 : 145 - 162

Subjects Key players

Crowd Context setters

Gambar 3. Matriks nilai penting dan pengaruh stakeholders kegiatan pemanfaatan


Figure 3. Importance and influence matrix of utilization activities stakeholders

Pengaruh masyarakat yang rendah disebab- Pada kuadran key players terdapat tiga
kan masih rendahnya organization power yaitu stakeholders yaitu DKP, KemenKP dan Dispar.
kapasitas SDM masyarakat, sehingga masyara- Pengaruh DKP terletak pada kemampuannya
kat seringkali diposisikan sebagai obyek. dalam memberikan condign power yaitu
Kondisi ini sesuai dengan hasil penelitian pengaruh kepada stakeholders lainnya dengan
Roslinda, et al. (2012). Menurut Risien dan Tilt kekuatan peraturan perundangan yang
(2008), untuk meningkatkan keberhasilan dilaksanakannya dan organisation power yang
pengelolaan penyu berbasis masyarakat maka dimilikinya.
kapasitas masyarakat perlu ditingkatkan. Dispar memiliki pengaruh dan nilai
Kondisi ini memerlukan proses pemberdayaan penting yang tinggi terhadap kegiatan
masyarakat melalui penyuluhan dan meng- pemanfaatan konservasi penyu karena
ikutsertakan masyarakat pada setiap tahapan kegiatan promosi yang dilakukan Dispar
pengelolaan (Soetomo, 2011). Namun, melalui berbagai pameran telah meningkatkan
masyarakat memiliki nilai penting yang tinggi kunjungan wisatawan ke KKP Pangumbahan.
terhadap kegiatan pemanfaatan konservasi Kegiatan mengamati penyu bertelur
penyu. Latar belakang utama tentunya merupakan atraksi yang menarik bagi
berkaitan dengan kepentingan ekonomi. Jika wisatawan (Badan Perencanaan Pembangunan
melihat aspek historis, sejak dulu masyarakat Daerah, 2009). IPB pada posisi context setter
sudah memanfaatkan telur penyu dan sebelum mempunyai pengaruh yang tinggi karena hasil
tahun 2008 pemanfaatan telur penyu penelitian IPB menjadi masukan dalam
dilegalkan di Pantai Pangumbahan. pengelolaan konservasi penyu di KKP
Pangumbahan.

156
Peran Para Pihak dalam Pengelolaan Kawasan . . .
Sri Harteti, Sambas Basuni, Burhanuddin Masyud & Fredinan Yulianda

Wisatawan memiliki nilai penting dan Pangumbahan. Analisis hubungan ini penting
pengaruh rendah dalam pengelolaan konser- untuk mengetahui hambatan dan dukungan
vasi penyu di KKP Pangumbahan. Wisatawan stakeholders terhadap pengelolaan konservasi
hanya memiliki kepentingan terhadap penyu di KKP Pangumbahan.
kegiatan wisata. Hasil wawancara dengan Secara umum, konflik pengelolaan konser-
wisatawan menunjukkan bahwa umumnya vasi penyu di KKP Pangumbahan terjadi dalam
tujuan ke KKP Pangumbahan untuk berwisata berbagai bentuk (Gambar 4). Konflik antara
alam atau memanfaatkan waktu luang DKP dan BBKSDA berada dalam bentuk
dibandingkan kegiatan dengan fokus konser- latent. Bentuk latent dicirikan adanya tekanan
vasi. Dengan demikian, perlu diupayakan yang tidak tampak, belum terangkat ke puncak
kegiatan sosialisasi konservasi penyu kepada konflik dan salah satu pihak atau kedua belah
wisatawan diantaranya melalui program pihak belum menyadari adanya konflik
pemutaran film dan penyuluhan sebelum (Sembiring, et al. 2010). DKP dan BBKSDA
mereka melihat penyu bertelur dan pelepasan merupakan pengelola penyu di kawasan pesisir
tukik di pantai. Wisatawan membutuhkan selatan Kabupaten Sukabumi yaitu KKP
monitoring dan evaluasi namun dengan Pangumbahan dikelola DKP dan SM. Cikepuh
prioritas rendah. Akan tetapi, wisatawan juga oleh BBKSDA. Konflik terjadi karena masih
perlu dilibatkan untuk mendukung setiap beredarnya telur penyu di pasaran. Masing-
kegiatan pengelolaan konservasi penyu. masing pengelola beranggapan bahwa telur
penyu yang beredar bukan berasal dari
E. Hubungan Stakeholders kawasan mereka, tetapi dari kawasan konser-
vasi penyu yang satunya. Kondisi ini
Stakeholders dalam pengelolaan konservasi
menyebabkan kerjasama dan koordinasi yang
penyu teridentifikasi memiliki interaksi atau
belum optimal dalam pengelolaan konservasi
hubungan konflik dan komunikasi dalam
penyu diantara kedua pengelola tersebut.
pengelolaan konservasi penyu di KKP

Pemerintah Pemerintah Pemerintah Perguruan


Masyarakat LSM
Pusat Daerah Desa Tinggi
Pemerintah - - - - -
Pusat
Pemerintah - - -
Daerah
Pemerintah - - - -
Desa
Masyarakat - -
LSM - -
Perguruan -
Tinggi
Keterangan : : konflik latent, : konflik mencuat

Gambar 4. Matriks konflik stakeholders


Figure 4. Stakeholders conflict matrix

157
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan
Vol. 11 No. 2, Agustus 2014 : 145 - 162

Konflik latent juga terjadi antar masyarakat Desa Pangumbahan merasa belum dilibatkan
yaitu masyarakat yang terlibat dalam dalam pengelolaan KKP Pangumbahan.
pengelolaan sebagai Tenaga Harian Lepas Keterlibatan desa hanya di awal pendirian
(THL) dengan masyarakat Desa Pangum- UPTD saja, tetapi saat ini mereka tidak
bahan. Masyarakat Desa Pangumbahan dilibatkan lagi dalam pengelolaan. Selain itu,
merasakan terjadi kesenjangan ekonomi Desa Pangumbahan menginginkan adanya
dengan THL. Masyarakat melihat bahwa pembagian insentif untuk desa dari pengelola-
kehidupan ekonomi THL lebih baik sejak an KKP Pangumbahan.
dilibatkan dalam pengelolaan konservasi Disamping adanya konflik antar stakehol-
penyu di KKP Pangumbahan. ders, komunikasi antar stakeholders juga terjadi.
Selanjutnya, konflik mencuat terjadi antara Gambar 5 memperlihatkan terjadinya komu-
DKP dan masyarakat (Pokmaswas, KMPP, nikasi antar stakeholders pengelolaan
Masyarakat Desa Pangumbahan dan konservasi penyu.
Penggemar). Masyarakat beranggapan bahwa Komunikasi bersifat kooperatif antara
pengelolaan konservasi penyu yang dilakukan Pemerintah Pusat yaitu Kemenhut dan
DKP belum sesuai dengan peraturan karena KemenKP terjalin melalui pertemuan formal
mereka melihat masih terjadi pencurian telur diantaranya merancang kebijakan konservasi
penyu, pencurian tukik serta pengelolaan penyu yaitu pembuatan draft Strategi dan
penyu dan habitatnya yang tidak sesuai dengan Rencana Aksi Nasional Konservasi Penyu
peraturan yang ada. Masyarakat juga meminta Tahun 2013. KKP Pangumbahan termasuk
diikutsertakan dalam pengelolaan konservasi wilayah yang menjadi target dalam strategi dan
penyu melalui kolaborasi. Masyarakat rencana aksi tersebut. Komunikasi kooperatif
menganggap selama ini hanya sebagai juga terjadi antara KemenKP dan WWF.
penonton saja. Masyarakat belum merasa KemenKP bekerja sama dengan WWF dalam
dilibatkan secara penuh. Konflik ini memun- melakukan kegiatan konservasi penyu,
cak pada Januari 2013 karena masyarakat diantaranya melakukan simposium keber-
berdemonstrasi ke kantor DKP. hasilan program konservasi penyu di Indonesia
Konflik juga terjadi antara DKP dengan tahun 2012 (Gambar 5).
Pemerintah Desa yaitu Desa Pangumbahan.

Pemerintah Pemerintah Pemerintah Masyarakat LSM Perguruan


Pusat Daerah Desa Tinggi
Pemerintah - - -
Pusat
Pemerintah
Daerah
Pemerintah - - -
Desa
Masyarakat - - -
LSM - -
Perguruan -
Tinggi
Keterangan : : komunikasi instruktif, : komunikasi konsultatif : komunikasi kooperatif

Gambar 5. Matriks komunikasi stakeholders


Figure 5. Stakeholders communication matrix

158
Peran Para Pihak dalam Pengelolaan Kawasan . . .
Sri Harteti, Sambas Basuni, Burhanuddin Masyud & Fredinan Yulianda

Sementara itu, komunikasi yang bersifat demikian, komunikasi dapat terjalin kembali
konsultatif antara DKP dan KemenKP telah setelah dilakukan mediasi.
berlangsung. DKP melakukan konsultasi Adapun komunikasi instruktif terjadi
dengan KemenKP dalam mengembangkan antara desa dengan masyarakat yaitu melalui
informasi dan pengetahuan mengenai penge- kegiatan penyuluhan konservasi penyu yang
lolaan konservasi penyu. KemenKP memberi- dilaksanakan pada kegiatan pertemuan di desa.
kan penghargaan kepada Bupati Sukabumi atas Masyarakat baru sebagai objek penerima infor-
komitmen dan dedikasinya terhadap pengem- masi dari aparatur desa mengenai peraturan
bangan kawasan konservasi penyu pada tahun konservasi penyu di KKP Pangumbahan.
2009. Selain itu, KemenKP memberikan
bantuan dana dalam pembangunan sarana dan
F. Implikasi Kebijakan
prasarana KKP Pangumbahan. Komunikasi
konsultatif juga terjadi antara DKP dan WWF Masyarakat merupakan stakeholders yang
yaitu WWF telah melakukan kegiatan pela- memiliki nilai penting tinggi dan pengaruh
tihan pengelolaan konservasi penyu kepada rendah. Nilai penting yang tinggi bagi masya-
DKP serta WWF menjadi mediasi konflik rakat karena konservasi penyu mempengaruhi
antara DKP dengan masyarakat. Komunikasi kegiatan ekonomi mereka. Pengaruh yang
antara DKP dan IPB yang konsultatif terjalin rendah disebabkan kapasitas masyarakat yang
melalui pertukaran informasi hasil penelitan masih rendah. Oleh karena itu, kebijakan
mahasiswa IPB. Penelitian yang dilakukan kegiatan pemanfaatan konservasi penyu yang
mahasiswa IPB telah menambah informasi dan
diperlukan adalah melakukan kegiatan pem-
menjadi salah satu masukan bagi DKP dalam
berdayaan masyarakat. Kegiatan pember-
kegiatan pengelolaan konservasi penyu.
dayaan masyarakat ini membutuhkan
Komunikasi konsultatif juga terjadi antara
instansi Pemda dan DKP. DKP melakukan dukungan dan pendampingan dari stakeholders
koordinasi dengan instansi pemda terkait yaitu terkait seperti penyuluh, LSM atau pemda.
BLH, Bappeda, Dispar dan Dishut dalam Menurut Tamba dan Cipta (2011), kegiatan
pengelolaan konservasi penyu, termasuk pemberdayaan masyarakat bertujuan untuk
kebijakan pembangunan pada perairan di meningkatkan taraf dan kualitas hidup.
sekitar KKP. Kebijakan ini perlu dilakukan agar masyarakat
DKP melalui UPTD Penyu Pangumbahan yakin bahwa kebutuhan mereka sejalan
mulai menjalin komunikasi konsultatif yang dengan tujuan pengelolaan konservasi penyu
lebih intensif dengan masyarakat setelah dan keterlibatan mereka dalam konservasi
terjadi konflik. Pertemuan formal maupun penyu sangat bermakna, sehingga dapat
informal dilakukan dengan masyarakat untuk mengatasi konflik antara DKP dengan
menampung aspirasi masyarakat dalam masyarakat.
pengelolaan konservasi penyu. Begitu juga Stakeholders kegiatan perlindungan yang
komunikasi antara Desa Pangumbahan dengan memiliki pengaruh dan nilai penting tinggi
DKP juga mulai terjalin kembali dan bersifat adalah DKP, Kemenhut dan BBKSDA. Ketiga
konsultatif. Komunikasi yang terjadi pada
stakeholders tersebut merupakan stakeholders
awal pembentukan KKP Pangumbahan
kunci yang perlu dilibatkan pada seluruh
sempat mengalami hambatan, sehingga timbul
konflik yaitu aparat Desa Pangumbahan tahapan kegiatan perlindungan agar mem-
mengundurkan diri dalam keterlibatan pada berikan keyakinan pada mereka bahwa
pengelolaan konservasi penyu. Namun keberhasilan perlindungan adalah atas

159
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan
Vol. 11 No. 2, Agustus 2014 : 145 - 162

dukungan mereka. Selain itu, kebijakan ini DKP dan BBKSDA agar memberikan
juga akan mengurangi konflik antara DKP dan keyakinan bahwa keberhasilan perlin-
BBKSDA sebagai pengelola konservasi penyu dungan adalah atas dukungan mereka dan
pada kawasan konservasi penyu di pesisir akhirnya akan meningkatkan keberhasilan
selatan Kabupaten Sukabumi. konservasi penyu pada kawasan konservasi
penyu di pesisir selatan Kabupaten
Sukabumi.
IV. KESIMPULAN DAN REKOMEN- 3. Perlu meningkatkan koordinasi, komuni-
DASI kasi dan partisipasi antara stakeholders
terkait baik dalam kegiatan perlindungan,
A. Kesimpulan pengawetan maupun pemanfaatan.
1. Kebijakan pengelolaan konservasi penyu
melalui kegiatan perlindungan, pengawetan
dan pemanfaatan di KKP Pangumbahan DAFTAR PUSTAKA
memperlihatkan bahwa keterlibatan
stakeholders pada masing-masing kegiatan Abbas, R. (2005). Mekanisme perencanaan
berbeda-beda sesuai dengan kepentingan, partisipasi stakeholder Taman Nasional
tugas dan wewenang. Pada umumnya Gunung Rinjani. Bogor: Institut Pertanian
stakeholders lebih banyak terlibat pada Bogor.
kegiatan pemanfaatan yaitu 17 stakeholders Badan Perencanaan Pembangunan Daerah.
dan keterlibatan terendah pada kegiatan (2009). Laporan akhir penyusunan action
pengawetan yaitu 8 stakeholders. Keter- plan kawasan wisata Ujung Genteng
libatan stakeholders dalam semua kegiatan Kabupaten Sukabumi. Sukabumi: Bappeda
masih rendah terutama kegiatan peng- Kabupaten Sukabumi.
awetan. Keterlibatan masyarakat diperlu-
kan dalam kegiatan pengawetan penyu. Badan Pusat Statistik. (2011). Kecamatan
2. Konflik antara stakeholders bersifat latent Ciracap dalam angka 2011. Sukabumi: BPS
dan mencuat yang disebabkan kurangnya Kabupaten Sukabumi.
komunikasi dan keterlibatan stakeholders. Bouchard, S.S. & Bjorndal, K.A. (2000). Sea
Berdasarkan tingkat komunikasi antara turtles as biological transporters of
stakeholders masih instruktif, konsultatif nutrients and energy from marine to
dan kooperatif. terrestrial ecosystems. Ecology, 81(8), 2305-
2313.
B. Rekomendasi
Bungin, B. (2007). Penelitian kualitatif:
1. Perlu melakukan kegiatan pemberdayaan komunikasi, ekonomi, kebijakan publik, dan
masyarakat untuk meningkatkan taraf dan ilmu sosial lainnya. Jakarta: Kencana.
kualitas hidup masyarakat. Kegiatan
pemberdayaan masyarakat ini memerlukan Butler, J.S., James, S. & Daniel, J.D. (2003).
pendampingan dari penyuluh, LSM dan Public attitudes toward wildlife are
Pemda terkait. changing: a trend analysis of New York
2. Perlu meningkatkan kerjasama dalam Resindents. Wildlife Society Bulletin, 31(4),
kegiatan perlindungan dengan melibatkan 1027-1036.

160
Peran Para Pihak dalam Pengelolaan Kawasan . . .
Sri Harteti, Sambas Basuni, Burhanuddin Masyud & Fredinan Yulianda

Campbell, L.M. (2007). Local conservation Priyono, A. (1989). Pengelolaan habitat dan
practice and global discourse: a political satwa penyu laut. Media Konservasi II(2),
ecology of sea turtle conservation. Annals 33-38.
of the Association of American Geographers
Reed, M.S., Graves, A., Dandy, N.,
97(2), 313-334.
Posthumus, H., Hubacek, K., Morris, J. &
Dinas Kelautan dan Perikanan. (2011). Stringer, L.C. (2009). Who's in and why? a
Laporan perkembangan pengelolaan typology of stakeholder analysis methods
kawasan konservasi penyu Taman Pesisir for natural resources management. Journal
Pantai Penyu Pangumbahan Kabupaten of Environmental Management 30, 1-17.
Sukabumi (sampai tahun 2010). Sukabumi: Doi:10.1016/j.jenrman.2009.01.001.
DKP Kabupaten Sukabumi.
Risien, J.M. & Tilt, B. (2008). A comparative
Eliason, S.L. (2011). Policing natural resources: study of community based sea turtle
issues in a conservation law enforcement management in Palau: key factors for
agency. Professional Issues in Criminal successful implementation. Conservation
Justice, 6(3&4), 43-58. and Society 6(3), 225-237.
Gibbons, J.W., Scott, D.E., Ryan, T.J., Roslinda, E., Darusman, D., Suharjito, D. &
Buhlmann, K.A., Tuberville, T.D., Metts, Nurrochmat, D.R. (2012). Analisis
B.S. & Winne, C.T. (2000). The global pemangku kepentingan dalam pengelolaan
decline of reptiles, déjà vu amphibians. Taman Nasional Danau Sentarum
BioScience 50(8), 653-665. Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan
Barat. Jurnal Manajemen Hutan Tropika,
Groenendijk, L. (2003). Planning and
18(2), 78-85.
management tools. Netherlands: The
International Institute for Geo-Informa- Sembiring, E., Basuni, S. & Soekmadi, R.
tion Science and Earth Observation (ITC). (2010). Resolusi konflik pengelolaan
Taman Nasional Teluk Cendrawasih di
Gunawan, D. (2005). Kajian kelembagaan
Kabupaten Teluk Wondana. JMHT 16(2),
pengelolaan penyu hijau (Chelonia mydas) di
84-91.
Pantai Pangumbahan dan Pantai Suaka
Margasatwa Cikepuh Sukabumi Jawa Barat. Soetomo. (2011). Pemberdayaan masyarakat:
Bandung: Universitas Padjadjaran. mungkinkah muncul antitesisnya?
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Karnan. (2008). Penyu hijau: status dan
konservasinya. J. Pijar MIPA 3, 86-91. Suwelo, I.S., Somantri, A. & Schulz, J.P.
(1989). Evaluasi kondisi penyu di
Kellert, S.R. (2007). Social and perceptual
Indonesia. Media Konservasi, II(3), 25-30.
factors in endangered species management.
The Journal of Wildlife Management 49(2), Tamba, I.M. & Cipta, I.W. (2011). Analisis
528-536. partisipasi masyarakat dalam program
pengentasan kemiskinan masyarakat
Nistyantara, L.A. (2011). Strategi pengelolaan
pesisir di Karangasem, Bali. Jurnal
Taman Nasional Kelimutu melalui
Pertanian Berbasis Keseimbangan Ekosistem
pendekatan co-management. Bogor: Institut 1(2), 1-19.
Pertanian Bogor.

161
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan
Vol. 11 No. 2, Agustus 2014 : 145 - 162

Turkozan, O. & Yilmaz, C. (2007). Nest Wahyuni, I.S., Hartati, S.T. & Subani, W.
relocation as a conservation strategy: (1994). Studi tentang penyu dan peman-
looking from a different perspective. faatannya di Bali. Jurnal Pen. Perikanan
Marine Turtle Newsletter 118, 6-8. Laut 92, 9-20.
Wahid, A. (2008). Pendidikan versus West, L. (2010). A multi-stakeholder approach
kemiskinan. Jurnal Nadwa 2(1), 83-105. to the challenges of turtle conservation in
the United Republic of Tanzania. Indian
Ocean Turtle Newsletter 11, 44-50.

162

You might also like