You are on page 1of 18

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/370075533

ANALISIS KEANEKARAGAMAN FAUNA TANAH, KOMPOSISI DAN STRUKTUR


VEGETASI SERTA SIFAT TANAH DI AREAL TAMBANG KAPUR

Conference Paper · April 2023

CITATIONS READS

0 435

7 authors, including:

Gintan Fatimah Pandu Swassono


Bogor Agricultural University Bogor Agricultural University
1 PUBLICATION 0 CITATIONS 1 PUBLICATION 0 CITATIONS

SEE PROFILE SEE PROFILE

Basuki Wasis
IPB University. Bogor. Republic of Indonesia
566 PUBLICATIONS 3,646 CITATIONS

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Basuki Wasis on 18 April 2023.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


ANALISIS KEANEKARAGAMAN FAUNA TANAH, KOMPOSISI DAN STRUKTUR
VEGETASI SERTA SIFAT TANAH DI AREAL TAMBANG KAPUR

Kelompok 1

1. Fajar Raihan E44190049


2. Hanifah Huwaida E44190051
3. Gintan Fatimah E44190056
4. Ruhul Hazuma S.Q. E44190059
5. Prima Anggoro E44190071
6. Pandu Swassono Jati Mulya E4501221029

Dosen Praktikum
Dr. Ir. Basuki Wasis, MS

PROGRAM STUDI SILVIKULTUR TROPIKA


FAKULTAS KEHUTANAN DAN LINGKUNGAN
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2023
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Aktivitas pengolahan lahan salah satunya yaitu tambang kapur dapat menimbulkan
perubahan kandungan hara dalam tanah, hilangnya lapisan atas tanah yang mendorong erosi
permukaan, dan membawa hara penting. Terbukanya tajuk akibat kegiatan pertambangan ini juga
dapat mengakibatkan hilangnya lapisan olah tanah yang subur dan membawa serasah sebagai
humus setelah dekomposisi bahan organik (Afrianto et al. 2018).
Ekosistem tanah memiliki komponen yang relatif komplek dan saling berkaitan satu sama
lain, yaitu komponen abiotik dan biotik. Keberadaan mesofauna, makrofauna dalam tanah sangat
tergantung pada ketersediaan energi dan sumber makanan untuk kelangsungan hidupnya, seperti
bahan organik dan biomassa hidup yang seluruhnya berkaitan dengan aliran siklus karbon dalam
tanah. Tersedianya energi dan hara bagi mesofauna tanah tersebut, maka perkembangan dan
aktivitas mesofauna dan makrofauna tanah akan berlangsung baik dan timbal baliknya akan
memberikan dampak positif bagi kesuburan tanah. Peranan organisme dalam menjaga ekosistem
yaitu melalui proses dekomposisi dan siklus hara. Proses-proses tersebut bertujuan untuk
memperbaiki serta mempertahankan sifat biologi, kimia, dan fisik tanah. Namun, berbagai
kegiatan budidaya dapat mempengaruhi peranan organisme tanah terhadap suatu ekosistem.

Gambar 1 Aspek abiotik terhadap biologi tanah (Biones 2018)

1.2. Tujuan
Praktikum bertujuan:
1. Menganalisis keanekaragaman fauna tanah, vegetasi, dan sifat tanah pada lahan tambang
kapur.
2. Menganalisis korelasi antar variabel yang diamati
2. METODE

2.1 Waktu dan Lokasi


Penelitian dilaksanakan pada Februari 2023 – Maret 2023 yang terdiri dari dua kegiatan
utama yaitu pengambilan data dan serangkaian proses identifikasi serta analisis data.
Pengambilan data di lapangan dilaksanakan pada tanggal 4 Februari 2023 di kawasan tambang
kapur, Ciampea. Kegiatan selanjutnya berupa proses identifikasi dan analisis data yang
dilaksanakan pada bulan Februari 2023 – Maret 2023 di Laboratorium Pengaruh Hutan,
Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor.
2.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian yaitu cawan petri, pinset, cangkul pita ukur,
penggaris, ring sampel tanah, botol plastik 600 ml, oven, kantong plastik, tally sheet,
termohigrometer, luxmeter, pH meter, kompas, haga meter, pita meter, tali rapia, patok,
corong berlis, buku identifikasi fauna tanah,buku Munsell Soil Color Chart, timbangan
digital. Bahan yang digunakan berupa air, alkohol 70%, larutan HCl, larutan KOH 0,1 N,
akuades, dan sampel tanah.
2.3 Prosedur Penelitian
2.3.1 Tahap Persiapan
Tahap persiapan terdiri dari beberapa kegiatan, yaitu survey lokasi penelitian,
melengkapi dokumen administrasi, perizinan lokasi penelitian, dan persiapan alat dan
bahan yang akan digunakan dalam proses pengambilan data di lapangan.

2.3.2 Tahap Pengambilan Data


Pengambilan data di lapangan dilakukan untuk mengumpulkan data kondisi biotik
dari fauna tanah dan vegetasi, serta data kondisi abiotik dari faktor klimatis dan edafis
di lokasi penelitian.

2.3.3 Plot Pengamatan


Plot pengamatan dibuat dengan metode purposive sampling di tiga lokasi tambang
kapur, Ciampea yaitu lokasi penambangan, lokasi pasca tambang, dan lokasi reklamasi.
Plot pengamatan berukuran 20 m × 20 m pada setiap petak pengamatan dan terdiri dari
beberapa sub-plot di dalamnya.
Keterangan:
a.Petak ukur 2 m × 2 m untuk mengukur tingkat
d
pertumbuhan semai dan tumbuhan bawah, Semai
merupakan anakan pohon tingginya <1,5 m.
b.Petak ukur 5 m × 5 m untuk mengukur tingkat
c pertumbuhan pancang. Pancang merupakan
anakan pohon pohon yang tingginya >1,5 m dan
b berdiameter <10 cm.
c.Petak ukur 10 m × 10 m untuk mengukur
a tingkat pertumbuhan tiang. Tiang merupakan
anakan pohon yang berdiameter 10 cm hingga
Gambar 2 Plot <20 cm.
analisis vegetasi d. Petak ukur 20 m × 20 m untuk mengukur
tingkat pertumbuhan pohon. Pohon merupakan
pohon dewasa yang berdiameter ≥20 cm.

1m
20
1m

20
Gambar 3 Plot analisis fauna, fisik,
dan kimia tanah

Pengambilan sampel tanah menggunakan tangan dilakukan untuk menangkap


fauna tanah yang ada di permukaan dan di dalam tanah. Sampel tanah diambil di dalam
sub-plot 1 m × 1 m (gambar 3) dengan kedalaman 5 cm pada lima titik dalam plot
pengamatan. Organisme yang terkumpul dimasukkan ke dalam kantong plastik untuk
diidentifikasi di laboratorium.
2.3.4 Ekstraksi dan Identifikasi Fauna Tanah
Ekstraksi fauna tanah dilakukan dengan metode corong Barlese-Tulllgren-pour
yang menggunakan sumber panas agar fauna tanah turun ke bawah botol corong. Fauna
diawetkan menggunakan alkohol 70%. Sampel yang sudah diawetkan diamati
menggunakan mikroskop stereo dan diidentifikasi menggunakan buku kunci
determinasi.
2.3.5 Identifikasi Parameter Abiotik
Parameter abiotik yang diamati meliputi faktor edafis berupa sampel tanah yang
tidak terusik yaitu pH tanah, KTK tanah, bulk density, dan porositas tanah. Serta faktor
klimatis yang terdiri dari suhu dan kelembapan udara, suhu tanah dan curah hujan.
1) pH tanah
Penilaian pH tanah menggunakan soil tester.
2) KTK tanah
Sampel tanah dan air dimasukkan ke dalam botol berukuran 600 ml dengan
perbandingan 1:6, kemudian dikocok selama 5 menit. Lalu didiamkan sampai
terjadi pengendapan dan air di dalam botol menjadi jernih kembali. Penentuan
kejernihan air di dalam botol dapat dilakukan pada ± 3 – 4 cm kedalaman dari
permukaan. KTK tanah ditetapkan berdasarkan lama waktu pengendapan suspense
tanah pada larutan tanah dengan ketentuan seperti pada tabel berikut:
Tabel 1 Paramter tingkat kapasitas tukar kation
Kategori Lama waktu pengendapan padatan tanah
Rendah < 1,5 jam
Sedang 1,5 – 24 jam
Tinggi >24 jam
3) Bulk density dan poritas tanah
Porositas dan bulkdensity menggunakan sampel tanah utuh (tidak terusik)
pada setiap unit contoh. Penetapan Porositas dan bulkdensity tanah dihitung dengan
menggunakan metode ring (Rusdiana dan Nursjahbani 2020). Perhitungan
Porositas dan bulkdensity menggunakan rumus:
𝐵𝐾
𝐵𝑢𝑙𝑘𝑑𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑦 (𝑔/𝑐𝑚3 ) = …………. (1)
𝑉𝑡
Keterangan: BK = berat kering tanpa ring (gram)
Vt = Volume ring (cm3)
𝐵𝐼
𝑃𝑜𝑟𝑜𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 (%) = (1 − 𝐵𝑃) × 100% …… (2)
Keterangan: BI = Bobot isi tanah/bulkdensity (g/ cm3)
BP = Bobot partikel tanah (cm3); 2,65 g/cm3

4) Suhu dan kelembapan udara


Suhu dan kelembapan udara diukur menggunakan alat thermometer bola
kering dan bola basah yang diukur pada setiap sub-plot pengamatan.
5) Suhu tanah
Suhu tanah diukur menggunakan soil tester di dalam sub-plot
6) Curah Hujan
Data curah hujan menggunakan data sekunder yang diunduh di laman
BMKG.
2. 3.6 Analisis Data
Analisis korelasi ditujukan untuk melihat seberapa erat dan arah hubungan masing-
masing variabel. Koefisien korelasi adalah ukuran yang dipakai untuk mengetahui
derajat hubungan antara variabel-variabel (Siregar 2013). Nilai koefesien korelasi
berada di antara -1<0. Analisis korelasi menggunakan software R studio dengan taraf
kepercayaan sebesar 95%. Analisis korelasi menggunakan metode pearson yaitu
analisis parameterik sehingga perlu dilakukan uji asumsi klasik seperti uji normalitas.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1.Porositas dan Bulk Density
Porositas total merupakan indikator awal yang paling mudah untuk mengetahui struktur
tanah baik atau jelek dan proporsi ruang pori total (ruang kosong) yang terdapat dalam satuan
volume tanah yang dapat ditempati oleh air dan udara sehingga merupakan indikator kondisi
drainase dan aerasi tanah.. Porositas tanah akan tinggi jika kandungan bahan organik dalam tanah
juga tinggi. Tanah dengan struktur remah dan granular mempunyai porositas yang lebih tinggi
daripada tanah dengan struktur pejal. Hanafiah (2005) menyatakan bahwa porositas mencerminkan
tingkat kemudahan tanah untuk dilalui aliran air (permeabilitas) atau kecepatan aliran air untuk
melewati massa tanah (perkolasi). Hardjowigeno (1993) mengemukakan bahwa porositas tinggi
kalau bahan organik tinggi. Porositas dapat ditentukan dengan menempatkan tanah kering oven
pada sebuah panci air hingga seluruh ruang kosong terisi air.
Bobot isi (Bulk Density) merupakan petunjuk kerapatan tanah. Makin padat suatu
tanah makin tinggi bobot isinya, yang berarti makin sulit meneruskan air atau ditembus akar
tanaman. Bobot isi penting untuk menghitung kebutuhan pupuk atau air untuk tiap-tiap hektar
tanah, yang didasarkan pada berat tanah per hektar (Hardjowigeno, 1993). Penentuan porositas
tanah berdasarkan data dari bobot isi tanah. Harjowigeno (2007) bahwa bobot isi merupakan
petunjuk kepadatan tanah. Makin padat suatu tanah makin tinggi bobot isi yang berarti makin sulit
meneruskan air atau ditembus akar tanaman. Sarief (1989) mengemukakan bahwa bobot isi tanah
yang diolah lebih kecil dari pada tanah yang tidak diolah. Nilai bulk density, partikel density dan
porositas mempunyai hubungan yang sangat erat Semakin besar nilai bulk density maka semakin
besar pula nilai partikel density, hubungan anatara bulk density dan partikel density berbanding
lurus.
Tabel 2 Nilai porositas dan bulk density lahan tambang, pasca tambang, dan reklamasi.
Lokasi No Berat Berat Berat Berat Diamete Tinggi Volume Bulk Porosit Rata-rata Rata-rata
Sub tanah tanah ring kering r bagian ring tanah dalam density as Bulk Porositas
Plot keadaan kering sampe contoh dalam sampel ring sampel Density
lapang oven l saja tanah ring (cm) (Vt)
beserta beserta (BR) tanpa sampel
ringnya ringnya ring (cm)
(BB) (BK1) (BK)

Tambang 1 328,33 291,3 68,2 223,1 7,5 4 176,625 1,2631 52,334


28 79

2 325,93 296,6 70,4 226,2 7,5 4 176,625 1,2806 51,672


79 48
1,399462 47,19011
3 350,68 368,5 71,7 296,8 7,5 4 176,625 1,6803 36,588
96 82

4 417,37 318,8 69,8 249 7,5 4 176,625 1,4097 46,801


66 27

5 348,12 311 70,2 240,8 7,5 4 176,625 1,3633 48,553


4 19

Pasca 1 342,38 288 68,2 219,8 7,5 4 176,625 1,2444 53,039


Tambang 44 83

2 380,98 315,3 70,4 244,9 7,5 4 176,625 1,3865 47,677


53 23 1,34126 49,38643

3 351,48 307,8 71,7 236,1 7,5 4 176,625 1,3367 49,557


3 34

4 360,83 317,2 69,8 247,4 7,5 4 176,625 1,4007 47,143


08 11

5 346,22 306,5 70,2 236,3 7,5 4 176,625 1,3378 49,514


63 61

Reklamasi 1 348,79 282,3 70,5 211,8 7,5 4 176,625 1,1991 54,749


51 03

2 293,75 243,3 70,3 173 7,5 4 176,625 0,9794 63,038


76 63 1,042661 60,6543

3 301,76 261,4 71,1 190,3 7,5 4 176,625 1,0774 59,342


24 49

4 244,76 218 70,1 147,9 7,5 4 176,625 0,8373 68,401


67 23

5 332,96 268,9 71,1 197,8 7,5 4 176,625 1,1198 57,740


87 12

Dari data yang telah diambil pada lahan tambang, pasca tambang, dan reklamasi pada
pengamatan porositas dan bulk density dapat diamati bahwa nilai porositas dan bulk density saling
bertolak belakang yang berarti dimana nilai porositas tinggi maka nilai bulk density akan rendah,
begitu juga sebaliknya jika nilai bulk density tinggi maka nilai porositas tanah yang didapatkan
akan rendah. Lahan tambang memiliki nilai rata-rata bulk density sebesar 1,399462 yang dapat
dikatakan tinggi dikarenakan kerapatan tanah pada tanah tambang sangat sempit maka vegetasi
tanaman yang dapat tumbuh pada lahan tambang sangat minim bahkan bisa diamati
tanaman/vegetasi tidak dapat tumbuh pada tanah tambang dikarenakan kerapatan tanahnya yang
tinggi dan juga nilai porositas yang rendah yaitu sebesar 47,19011 menyebabkan aerasi dalam
tanah sangat terhambat, lalu pada lahan pasca tambang didapatkan nilai bulk density dan porositas
yang mendekati nilai pada lahan tambang namun dengan nilai bulk density yang lebih rendah yaitu
sebesar 1,34126 dan porositas tanah yang tidak jauh dari lahan tambang namun lebih tinggi yaitu
sebesar 49,38463, dengan nilai tersebut dapat diamati vegetasi yang tumbuh sangat sedikit bahkan
dapat dihitung dikarenakan aerasi pada tanah pasca tambang masih sulit sehingga air yang dapat
ditangkap tanah sangat sedikit, berbeda dengan tanah yang telah direklamasi, nilai bulk density
dan porositasnya sangat berbeda dengan lahan tambang dan pasca tambang dengan nilai bulk
density yang rendah sebesar 1,042661 yang berarti nilai porositas tanahnya untuk aerasi tinggi
dibandingkan lahan tambang dan pasca tambang yaitu sebesar 60,6543, hal ini menyebabkan
vegetasi pada tanah reklamasi sangat tinggi dibanding dengan kedua lahan yang lain karena aerasi
dalam tanah tidak terhambat dan mendukung untuk vegetasi serta organisme dalam tanah untuk
hidup.

3.2 pH dan Warna Tanah


Pengukuran pH dilakukan pada tiga lokasi penelitian, yaitu tambang kapur aktif, tambang
kapur pasca tambang, dan tambang kapur reklamasi, berdasarkan pengukuran yang telah
dilakukan, tambang kapur aktif memiliki rata-rata pH 7.2 yang termasuk kedalam kategori netral,
tambang kapur pasca tambang memiliki rata-rata pH 6.9 yang termasuk kedalam kategori netral,
serta rata-rata pengukuran pH pada lahan reklamasi sebesar 7.7 yang termasuk kedalam kategori
agak alkalis. Tanah kapur memiliki kisaran pH sekitar 7.5 hingga 8. Perlakuan penambangan pada
lokasi tersebut menyebabkan penurunan pH, yaitu 6.9. Penelitian yang dilakukan bertentangan
dengan literatur Zubaidah (2022) yang menyatakan bahwa lahan bekas tambang tidak dapat
digunakan kembali karena terjadi penurunan bahan organik tanah, penurunan kandungan hara
tanah, hilangnya lapisan tanah pucuk, pemadatan tanah, penurunan keanekaragaman mikroba,
peningkatan suhu dan pH tanah. Literatur Wibowo et al. (2020) juga menyatakan bahwa lahan
bekas tambang kapur memiliki pH agak alkalis. Hal yang menyebabkan ketidaksesuaian penelitian
dengan literatur diduga karena lokasi plot pasca tambang memiliki termasuk ke dalam areal yang
sering tergenang karena terdapat lubang pada area tersebut sehingga penggenangan yang didukung
oleh curah hujan yang tinggi menyebabkan pH tanah yang seharusnya tinggi menjadi menurun.

(a) (b)
Gambar 4 Warna tanah (a) lokasi tambang aktif (b) lokasi reklamasi
Warna tanah yang terdapat pada lokasi tambang aktif dan pasca tambang memiliki warna
kuning yang menandakan lapisan subsoil pada tanah tersebut sudah hilang, dikarenakan top soil
biasanya berwarna lebih gelap. Lahan reklamasi memiliki tanah yang berwarna sedikit gelap
dibandingkan dengan lahan aktif dan pasca, serta memiliki lebih banyak tanah lempung dibanding
kedua lahan lainnya yang dominan berpasir dan berbatu. Perubahan warna tanah di lahan reklamasi
terjadi akibat adanya vegetasi sehingga menyebabkan terbentuknya lapisan top soil pada tanah.
Hal ini didukung oleh penelitian Zubaidah (2020), tanah pada lokasi penelitian (tambang kapur)
terlihat berbatu dan berwarna kuning, yang mengindikasikan bahwa lapisan yang terlihat sudah
tidak memiliki top soil karena tanah top soil memiliki warna yang gelap yang disebabkan oleh
kandungan humus dan unsur hara yang tinggi.

3.3 Fauna Tanah


Hasil analisis diketahui pada lahan reklamasi paling banyak ditemukan jenis kutu kayu
pipih (Philoscia muscorum) sebanyak 8 individu, sedangkan pada lahan pasca tambang ditemukan
paling banyak jenis semut hitam (Crematogaster sp.) sebanyak 3 individu. Ditemukan makrofauna
yang disebut saprofagus diantaranya adalah cacing tanah, semut. Makrofauna ini tidak mempunyai
peran melapuk bahan organik untuk dirinya sendiri saja, tetapi juga melapuk untuk merangsang
serangan mikrobia hasil remahan makroorganisme tersebut. Peranan nyata cacing tanah adalah
pembentukan agregat tanah yang stabil dan struktur yang baik untuk drainase dan aerasi. Karena
itu, terdapat berbagai macam tanah dengan komposisi organisme tanah dan mikroorganisme tanah
yang berbeda pula. Koloni mesofauna tanah seperti rayap pada hakikatnya merupakan suatu
sistem tertutup yang di dalam tanah terjadi suatu proses makan-memakan (predasi) individu yang
tampaknya tidak sehat ataupun yang mati akan dimakan oleh koloni mesofauna itu sendiri. Hasil
pelumatan dan pengunyahan (ingested) menambah senyawa organik yang dikenal sebagai
reproduksi sekunder (alates). Semut dapat menggali sejumlah besar tanah sehingga menyebabkan
terangkatnya nutrisi tanah. Serangga-serangga tertentu memanfaatkan sarang semut dalam tanah
sebagai tempat tinggal. Ini karena sarang semut menyediakan perlindungan yang relatif stabil dari
fluktuasi kondisi lingkungan luar. Semut bersimbiosis dengan berbagai serangga, tumbuhan, dan
fungi.
Tabel 3 Identifikasi fauna tanah pada lahan reklamasi dan pasca tambang
No Lokasi Nama Lokal Jenis Jumlah
Semut Hitam Polyrhachis dives 2
Mengkilat
Semut Bertanduk Odontomachus rixosus 4
Kelabang Pachymerium ferrugineum 1
Rayap Tanah Neotermes sp. 5
1 Reklamasi
Cacing Tanah Lumbricus terestris 4
Semut Merah Formica cinera 3
Semut Hitam Crematogaster sp. 6
Kutu Kayu Pipih Philoscia muscorum 8
Kumbang Hitam Phyllophaga sp. 2
Total Jumlah 35
Pasca Semut Hitam Crematogaster sp. 3
2
Tambang Kelabang Pachymerium ferrugineum 1
Total Jumlah 4
Pada kondisi yang agak netral dengan bahan organik yang masak dan unsur hara tinggi,
akan dijumpai organisme tanah golongan invertebrata dan kaki seribu yang berasosiasi dengan
bakteri. Sedangkan tanah dengan pH netral didominasi oleh cacing (Arief 2001).

Tabel 4 Indeks R, H’, dan kelimpahan fauna tanah pada dua lokasi
Lokasi R H’ Kelimpahan (ind/m2)
Reklamasi 2,25 2,05 7
Pasca Tambang 0,72 0,56 0,8

Hasil analisis pada areal lahan reklamasi pada indeks H’ berkategori sedang dan indeks R
berkategori rendah, sedangkan pada areal pasca tambang kedua indeks berkategori rendah. Hal ini
sesuai pada areal reklamasi memiliki indeks H’ lebih tinggi dibandingkan areal pasca tambang
karena pada areal reklamasi telah tumbuh vegetasi baik semak maupun perdu, dimana seperti yang
dijelaskan sebelumnya bahwa vegetasi menjadi salah satu sumber makanan bagi fauna tanah.

3.4 Struktur dan Komposisi Tegakan


Struktur tegakan merupakan sebaran jumlah individu per satuan luas (N/ha) dalam berbagai
kelas diameter, struktur tegakan juga menyangkut bidang dasar per satuan luas (G/ha) pada
berbagai kelas diameter. Struktur tegakan dalam beberapa penelitian sering diartikan sebagai
besarnya luas bidang dasar per satuan luas pada berbagai kelas diameter. Struktur tegakan
umumnya dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya yaitu kerapatan dan penyebaran
diameter individu dalam tegakan (Saridan dan Soegiharto 2012). Identifikasi struktur tegakan
dilakukan di 3 lokasi pada lahan tambang kapur di Ciampea, yaitu lahan tambang aktif, lahan pasca
tambang yang belum direklamasi, dan lahan pascatambang yang sudah direklamasi. Lahan
tambang aktif tidak memiliki vegetasi apapun, lahan pascatambang yang belum direklamasi
ditemukan vegetasi berupa semai dan tumbuhan bawah, sedangkan pada lahan psacatambang yang
sudah direklamasi ditemukan vegetasi yang lebih lengkap yaitu berupa semai dan tumbuhan
bawah, pancang, serta tiang. Penghitungan nilai Indeks Nilai Penting (INP) seluruh vegetasi
terdapat di Tabel 5-10.

Tabel 5 Nilai INP semai dan tumbuhan bawah lahan reklamasi


Jumlah
No Jenis Nama Ilmiah Kerapatan
Individu
1 Putri malu Mimosa pudica 1 2500
2 Selepat tungau Ipomoea triloba 1 2500
3 Mengkirai Trema orientalis 5 12500
4 Rumput belulang Eleusine indica 1 2500
5 Jambu keling Syzygium sp. 2 5000
6 Palem raja Roystonea regia 2 5000
7 Talas Colocasia esculenta 3 7500
Jumlah 15 37500

Tabel 6 Nilai INP pancang lahan reklamasi


Jumlah
No Jenis Nama Ilmiah Kerapatan
Individu
1 Mara Macaranga triloba 3 3750
2 Petai cina Leucaena leucocephala 2 2500
3 Jambu keling Syzygium sp. 1 1250
4 Mengkirai Trema orientalis 4 5000
Jumlah 10 12500

Tabel 7 Nilai INP tiang lahan reklamasi


No Jenis Nama Ilmiah Jumlah Individu Diameter (m) Kerapatan
1 Kersen Muntingia calabura 1 0,14 400
2 Petai cina Leucaena leucocephala 3 0,45 1200
3 Mengkirai Trema orientalis 1 0,14 400
4 Mengkirai Trema affinis 1 0,16 400
Jumlah 6 2400

Tabel 8 Nilai INP semai dan tumbuhan bawah lahan pascatambang


Jumlah
No Jenis Nama Ilmiah Kerapatan
Individu
1 Daun katemas Euphorbia heterophylla 1 2500
2 Miletrawa Isachne globosa 2 5000
3 Rumput belulang Eleusine indica 5 12500
4 Mara Macaranga tanarius 3 7500
5 Ketipes Cardiospermum halicacabum 2 5000
Jumlah 13 32500

Tabel 9 Sebaran diameter tegakan


Jumlah Kerapatan Tiang
Kelas diameter (cm)
Tiang (ind/ha)
10-20 6 2400
21-30 0 0
31-40 0 0
41-50 0 0
>50 0 0
3000

Kerapatan (indi/ha)
2500
2000
1500
1000
500
0
10-20 21-30 31-40 41-50 >50
Kelas Diameter (cm)

Gambar 4 Grafik sebaran diameter tegakan

Tabel 10 Sebaran tinggi tegakan


Kerapatan Tiang
Kelas tinggi (cm) Jumlah Tiang
(ind/ha)
5-10 5 2000
11-20 1 400
21-30 0 0
31-40 0 0
>40 0 0

2500

2000
Kerapatan (indi/ha)

1500

1000

500

0
5-10 11-20 21-30 31-40 >40
Kelas Tinggi (m)

Gambar 5 Grafik sebaran tinggi tegakan

Zulkarnain et al. (2015) mengemukakan bahwa komponen struktur tegakan


dikelompokkan menjadi dua yaitu struktur tegakan horizontal dan struktur tegakan vertikal
(stratifikasi tajuk). Menurut Sarnubi (2020) stratifikasi tajuk bertujuan untuk mengetahui dimensi
(bentuk) atau struktur vertikal suatu vegetasi dari hutan yang dikaji. Cara untuk mengetahui
struktur vertikal, setiap individu yang dijumpai di dalam petak ukur dikelompokkan berdasarkan
kelas tinggi atau lapisan stratum. Menurut Soerianegara dan Indrawan (1998), lapisan stratum
terdiri dari stratum A (> 30 meter), stratum B (20 − 30 meter), stratum C (4 − 20 meter), stratum
D (1 − 4 meter) dan stratum E (0 − 1 meter) dimana stratum A, stratum B dan stratum C
menunjukkan stratifikasi tingkat pertumbuhan pohon, sedangkan stratum D dan stratum E
menunjukkan stratifikasi tumbuhan penutup tanah (ground cover), semak dan perdu. Sementara
itu, menurut Zulkarnain et al. (2015), struktur tegakan horizontal adalah struktur yang
menggambarkan penyebaran spesies individu dalam habitatnya sedangkan struktur vertikal yaitu
sebaran jumlah pohon dalam berbagai lapisan tajuk.
Kurva sebaran diameter pada lahan reklamasi menunjukkan struktur horizontal (Gambar
3). Berdasarkan Gambar 4, terlihat bahwa hanya ditemukan tegakan pada kelas diameter 10-20 cm
dan membentuk kurva seperti J terbalik. Gambar 2 menunjukkan kurva sebaran tinggi tegakan
yang memperlihatkan struktur vertikal. Berdasarkan Gambar 5, terlihat bahwa ditemukan tegakan
pada kelas tinggi 5-10 m dan 11-20 cm dan membentuk kurva seperti J terbalik. Bentuk kurva
seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4 dan Gambar 5 merupakan ciri umum dari permudaan
alami yang berlangsung secara normal.
Stratifikasi tajuk pada lahan reklamasi dapat dilihat dari analisis vegetasi yang telah diolah
menjadi tabel nilai INP (Tabel 6-8). Terlihat bahwa terdapat 15 individu di tingkat semai dan
tumbuhan bawah, 10 individu di tingkat pancang, dan 6 individu di kelas pancang dengan rincian
5 individu pada kelas tinggi 5-10 m dan 1 individu pada kelas tinggi 11-20 m. Seluruh tegakan
yang ditemukan dapat digolongkan dalam lapisan stratum C (4 − 20 meter), stratum D (1 − 4
meter) dan stratum E (0 − 1 meter). Sedangkan stratifikasi tajuk pada lahan pascatambang hanya
ada stratum stratum D (1 − 4 meter) dan stratum E (0 − 1 meter). Hal ini disebabkan oleh kegiatan
reklamasi yang dilakukan membuat lahan reklamasi memiliki vegetasi yang lebih banyak dari segi
jumlah individu maupun jumlah jenis.

3.5 Biomassa
Biomassa merupakan jumlah karbon potensial yang dapat dilepas ke atmosfer sebagai
karbon dioksida ketika hutan ditebang atau dibakar, sebaliknya dengan pendugaan biomassa dapat
dilakukan perhitungan jumlah karbon dioksida yang dapat dipindahkan dari atmosfer dengan cara
melakukan reboisasi atau dengan penanaman (Indrapaja 2013). Biomassa yang dihitung adalah
biomassa serasah. Serasah adalah kumpulan bahan organik di lantai hutan yang belum
terdekomposisi secara sempurna yang ditandai dengan masih utuhnya bentuk jaringan (Noor et al.
2020).
Tabel 11 Hasil perhitungan biomassa serasah di lahan reklamasi

BB (gram) BK (gram) KA (%) BKT (gram) Biomassa

830,5 678,8 22,35 678,8 319,036


513,9 419,7 22,44 419,7 197,259
100,26 80,6 24,39 80,6 37,882
148,83 115,96 28,35 115,96 54,5012
275,63 224,6 22,72 224,6 105,562
Total per 5 subplot (gram/m2) 714,2402
Total per ha (kg/ha) 7142,402

Serasah pada lahan tambang kapur Ciampea hanya ditemukan di lokasi lahan
pascatambang yang telah direklamasi, karena lahan tersebut memiliki komposisi vegetasi yang
lebih lengkap dibandingkan dengan lokasi lahan pascatambang yang belum direklamasi yang
hanya memiliki vegetasi berupa semai dan tumbuhan bawah. Total biomassa yang dihitung dari
berat kering serasah di 5 plot adalah sebanyak 714,24 gram per m2 atau 7142,4 kg/ha.

3.6 Analisis Data


Hasil uji normalitas menggunakan metode shapiro test menghasilkan p-value sebesar 0.89,
dengan menggunakan taraf kepercayaan 95% memberikan kesimpulan bahwa p-value lebih besar
dari 0,05 yang artinya adalah menerima H0 yaitu data terdistribusi normal. Hasil analisis korelasi
pearson dengan menggunakan taraf 95% seluruh variabel memiliki p-value kurang dari 0.05 yang
artinya adalah menerima H1 atau ada hubungan signifikan. Pada areal pasca tambang, koefisien
korelasi tertinggi pada variabel porositas dengan BD dengan arah hubungan negatif, hal ini sesuai
bahwa semakin tinggi BD maka semakin rendah porositas tanah, pada variabel bulk density
dengan kelimpahan fauna sebesar 0.92 namun memiliki arah hubungan negatif artinya adalah
semakin tinggi BD maka semakin rendah kelimpahan berlaku juga sebaliknya.

Gambar 6 Korelasi lahan pasca tambang Gambar 7 Korelasi lahan revegetasi


4. PENUTUP
4.1 Simpulan
Sebaran vegetasi dan kondisi klimatis menunjukkan keterkaitan dari perbedaan lahan,
dimana lahan rehabilitasi menunjukkan komposisi vegetasi yang beragam dibandingkan lahan
tambang aktif. Berdasar hasil analisis korelasi didapatkan variabel yang memiliki keterkaitan yang
sangat erat yaitu antara BD dengan porositas dan BD dengan kelimpahan fauna.

4.2 Saran
Jumlah plot yang digunakan terbatas dikarenakan lokasi dilapangan yang terbatas, perlu
penggunaan jumlah plot yang lebih banyak untuk memperkecil galat.
DAFTAR PUSTAKA

Damayanti DR, Bintoro A, Santoso T. 2017. Permudaan alami hutan di Satuan Pengelolaan Taman
Nasional (SPTN) Wilayah III Kuala Penet Taman Nasional Way Kambas. Jurnal Sylva
Lestari. 5(1): 92-104.
Damayanti DR, Bintoro A, Santoso T. 2017. Permudaan alami hutan di Satuan Pengelolaan
Taman Nasional (SPTN) Wilayah III Kuala Penet Taman Nasional Way Kambas. Jurnal
Sylva Lestari 5(1): 92-104.
Hanafiah, K.A. 2013. Dasar-dasar Ilmu Tanah.Jakarta: Rajawali Press
Hardjowigeno, S. 1993. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Jakarta: kademika Pressindo
Hardjowigeno, S. 2007. Ilmu Tanah. Jakarta: Akademika Pressindo.
Indrapraja R. 2013. Potensi simpanan karbon di atas permukaan tanah pada tegakan Meranti
(Shorea spp.) di KHDTK Haurbentes, Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor(ID): Institut
Pertanian Bogor.
Indrapraja R. 2013. Potensi simpanan karbon di atas permukaan tanah pada tegakan Meranti
(Shorea spp.) di KHDTK Haurbentes, Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor(ID): Institut
Pertanian Bogor.
Noor MS, Hafizianoor, Suyanto. 2020. Analisis cadangan karbon pada tanaman reklamasi lahan
bekas pertambangan batubara di PT. Borneo Indobara. Jurnal Hutan Tropis. 8(1): 99-108.
Noor MS, Hafizianoor, Suyanto. 2020. Analisis cadangan karbon pada tanaman reklamasi lahan
bekas pertambangan batubara di PT. Borneo Indobara. Jurnal Hutan Tropis 8(1): 99-108.
Saridan A, Soegiharto S. 2012. Struktur tegakan tinggal pada uji coba pemanenan di hutan
penelitian Labanan, Kalimantan Timur. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. 9(3):
239-249.
Saridan A, Soegiharto S. 2012. Struktur tegakan tinggal pada uji coba pemanenan di hutan
penelitian Labanan, Kalimantan Timur. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. 9(3):
239-249.
Sarief, E.S. 1989. Fisika – Kimia Tanah Pertanian. Cetakan Pertama. Bandung: Pustaka Buana.
Sarnubi, Sarno, Marisa H. 2020. Struktur dan komposisi mangrove di Arboretum Taman Nasional
Berbak dan Sembilang Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan. SRIBIOS. 1(1):
2020.
Sarnubi, Sarno, Marisa H. 2020. Struktur dan komposisi mangrove di Arboretum Taman
Nasional Berbak dan Sembilang Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan. SRIBIOS.
1(1): 2020.
Zubaidah S. 2022. Aplikasi seedball dan bioenzim untuk reklamasi lahan bekas tambang batu
kapur, Gunung Putri, Bogor [tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Zulkarnain, Kasim S, Hamid H. 2015. Analisis vegetasi dan visualisasi struktur vegetasi hutan
Kota Baruga, Kota Kendari. Jurnal Hutan Tropis. 3(2):99-109.
Zulkarnain, Kasim S, Hamid H. 2015. Analisis vegetasi dan visualisasi struktur vegetasi hutan
Kota Baruga, Kota Kendari. Jurnal Hutan Tropis. 3(2):99-109.

View publication stats

You might also like