You are on page 1of 26

ANALISIS AKIBAT HUKUM PEMALSUAN DOKUMEN PERWAKINAN

CAMPURAN DI INDONESIA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR

16 TAHUN 2019 TENTANG PERKAWINAN (STUDI KASUS

PERKAWINAN JESSICA ISKANDAR DAN LUDWIG FRANZ

WILLIBALD)

DIBUAT OLEH :

M. HASAN IZAZUDDIN

02011382126495

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

PALEMBANG

2023
ANALISIS AKIBAT HUKUM PEMALSUAN DOKUMEN PERWAKINAN
CAMPURAN DI INDONESIA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR
16 TAHUN 2019 TENTANG PERKAWINAN (STUDI KASUS
PERKAWINAN JESSICA ISKANDAR DAN LUDWIG FRANZ
WILLIBALD)
M. HASAN IZAZUDDIN

ABSTRAK

Pemalsuan surat/laporan dapat dicirikan sebagai demonstrasi yang bertujuan


untuk meniru, menjadikan suatu barang tidak bersertifikat atau menyebabkan
suatu barang kehilangan keabsahannya. Hubungan campuran diatur dalam Pasal
57 Peraturan Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan yang mencirikan
Perkawinan Campuran, yaitu perkawinan antara dua orang yang di Indonesia
bergantung pada berbagai peraturan, karena perbedaan kewarganegaraan dan
salah satu perkumpulan itu merupakan suatu perkawinan yang sah. penduduk
Indonesia. Syarat-syarat seperti akta perkawinan harus dipenuhi sebelum
perkawinan dapat didaftarkan. Perkawinan dapat dibatalkan apabila surat-surat
perkawinan campuran itu palsu. Keturunan dari perkawinan campuran terkena
dampak pembatalan tersebut. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun
2019 tentang Perkawinan dan Perlindungan Hukum Bagi Anak Lahir, tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui dampak hukum dari pemalsuan dokumen
perkawinan campuran di Indonesia.
Kata Kunci : Pemalsuan Dokumen, Perkawinan Campuran
ABSTRACT

Forgery of letters/reports can be characterized as a demonstration that aims to


imitate, make an item uncertified or cause an item to lose its validity. Mixed
relationships are regulated in Article 57 of Regulation Number 16 of 2019
concerning Marriage which characterizes Mixed Marriages, namely marriages
between two people which in Indonesia depend on various regulations, due to
differences in nationality and one of the associations is a legal marriage.
Indonesian population. Requirements such as a marriage certificate must be
fulfilled before the marriage can be registered. A marriage can be annulled if the
mixed marriage certificate is fake. Descendants of mixed marriages are affected
by the annulment. Based on Law Number 16 of 2019 concerning Marriage and
Legal Protection for Born Children, the aim of this research is to determine the
legal impact of falsifying mixed marriage documents in Indonesia.
Keywords : Documents Falsification, Mix Marriage
I. PENDAHULUAN

Dalam kehidupan sudah menjadi kodrat manusia untuk dapat hidup

berdampingan dengan sesamanya dan berusaha meneruskan keturunannya melalui

perkawinan, yaitu suatu hubungan hukum antara laki-laki dan perempuan yang

berlangsung lama, maka setiap manusia tidak dapat hidup terpisah dari

kelompoknya sendiri. . Peningkatan eksistensi manusia yang terus berlanjut harus

dilengkapi dengan peraturan yang ada agar mempunyai pilihan untuk mengontrol

seluruh bagian aktivitas publik.1 Pernikahan adalah penyatuan seorang pria dan

seorang wanita yang hidup bersama dan memenuhi persyaratan tertentu. Untuk

mengetahui pentingnya perkawinan dapat dilihat dari penilaian para peneliti dan

pengaturan dalam peraturan. Wirjono Prodjodikoro berpendapat bahwa

perkawinan adalah penyatuan seorang laki-laki dan seorang perempuan yang

memenuhi syarat-syarat tertentu. Karena keluarga yang bahagia dan kekal adalah

tujuan pernikahan, pasangan perlu saling mendukung dalam mengembangkan

kepribadian mereka dan mencapai kebahagiaan rohani dan materi. 2 Perkawinan

menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2019 Pasal 1

adalah “suatu hubungan lahiriah dan mendalam antara seorang laki-laki dan

seorang wanita sebagai pasangan yang bertekad untuk membentuk suatu keluarga

(keluarga) yang bahagia dan abadi dengan berdasarkan kepercayaan kepada Yang

Maha Esa Tuhan yang Mahakuasa." Sementara itu, sesuai dengan Kumpulan

1
Sasmiar, Perkawinan Campuran dan Akibat Hukumnya, Jurnal Ilmu Hukum Jambi,
vol. 2, no. 2, Universitas Jambi (2011), hlm. 40
2
Wirjono Prodjodikoro, 2011, Hukum Perkawinan di Indonesia, Cetakan Ketujuh,
Bandung: Sumur, hlm. 7
Peraturan Islam Pasal 4, “Perkawinan sah apabila dilengkapi dengan peraturan

Islam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) Peraturan Perkawinan.”

Ilmu pengetahuan dan inovasi dalam periode globalisasi yang sedang

berlangsung telah berkembang pesat tanpa memandang batasan negara dan

masyarakat. Dampak kemajuan ini semakin mempermudah penataan hubungan

antarbangsa dan negara dalam seluruh aspek kehidupan umat manusia. Hubungan

hukum perdata internasional akan timbul dari hubungan-hubungan yang terjalin

dalam berbagai bidang antara orang-orang yang berbeda kebangsaan dan negara,

seperti hubungan perkawinan campuran.

“perkawinan antara dua orang yang di Indonesia mempunyai hukum yang

berbeda karena perbedaan kewarganegaraan, yaitu salah satu pihak adalah warga

negara Indonesia dan pihak lainnya adalah warga negara asing,” bunyi Pasal 57

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan. Tanpa adanya

sahnya perkawinan maka akan berdampak terhadap perkawinan itu sendiri dan

keturunan yang dilahirkan. Oleh karena itu, syarat-syarat agar perkawinan itu sah

di mata hukum dan dapat dicatat harus dilaksanakan sesuai dengan peraturan dan

perundang-undangan yang berlaku, seperti syarat-syarat surat nikah. 3 Seringkali

ada permasalahan yang muncul dalam hubungan campuran, misalnya saja distorsi

catatan dan karakter yang bisa mengakibatkan batalnya perkawinan. Apabila

dalam suatu perkawinan terdapat pelanggaran terhadap pedoman-pedoman

tertentu, misalnya pelanggaran tata cara dan pelanggaran materiil perkawinan

sebagaimana tercantum dalam Peraturan Perkawinan, maka segala sesuatu yang

3
Yuyun Yulianah, Hilman, Mumuh, 2019, Dampak Kebijakan Isbat Nikah Terhadap
Perkawinan Campuran di Kabupaten Cianjur, Jurnal Masalah-Masalah Hukum, Vol. 48, No. 4,
Universitas Suryakencana
timbul dari perkawinan itu tidak sah dan batal serta segala sesuatunya dianggap

tidak pernah ada. muncul. Perkawinan itu dapat batal karena tidak sah, tidak

mempunyai kekuatan hukum, dan tidak mempunyai nilai.4

Contoh kasus nikah campur yang batal adalah pernikahan Jessica Iskandar

dengan Ludwig Franz Willibald yang bubar dengan alasan Ludwig mengira

dirinya belum pernah melangsungkan pernikahan namun surat pernyataan nikah

dengan nomor 05/A1/2014 tiba-tiba diberikan oleh Perpustakaan Umum Jakarta

Selatan tanpa sepengetahuannya, karena belum pernah melakukan nikah siri

dengan Jessika Iskandar di Gereja Yesus Sejati Focal Jakarta, namun Jessika

Iskandar mendatangi Kantor Dukcapil DKI Jakarta dengan membawa keperluan

pencatatan nikah dan selanjutnya membawa surat hadiah dari Gereja Yesus Asli

Focal Jakarta dengan nomor surat 013/GYS/jkt/VI/14 yang berisi data bahwa

Jessica dan Ludwig telah melalui pemberian pada tanggal 11 Desember 2013,

kemudian beberapa saat kemudian Gereja Yesus Sejati menolak bahwa mereka

tidak pernah menikahkan Jessica dan Ludwig. Karena surat pemberkatan Gereja

fiktif, maka syarat pernikahannya tidak lengkap.5

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik

Indonesia memuat sejumlah gagasan yang memberikan perlindungan terhadap

warga negara, dengan penekanan pada kesetaraan gender. Namun yang tidak

kalah pentingnya adalah pemberian perlindungan terhadap anak yang lahir dari

warga negara Indonesia dan warga negara asing yang merupakan keturunan dari

4
Martiman Prodjohamidjojo, 2011, Hukum Perkawinan Indonesia, Jakarta: Center
Publishing, hlm. 25
5
Monica Putri, 2016, Implementasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
46/PUU/VIII/2010, Privat Law, Vol. IV, No.1, Universitas Sebelas Maret
perkawinan campuran.6 Menurut Pasal 42 Undang-Undang Nomor 16 Tahun

2019, anak sah adalah anak yang dilahirkan dari perkawinan yang sah,

sebagaimana tercantum dalam Bab IX tentang Kedudukan Anak. Menurut KUH

Perdata, anak yang dilahirkan tanpa perkawinan hanya mempunyai hubungan

perdata dengan ibunya. Pernyataan ini mengandung makna bahwa pihak keluarga

dari pihak ibu akan dihadapkan pada segala kebutuhan si anak, tentunya hal ini

akan menjadi beban yang cukup besar yang ditanggung oleh pihak perempuan

sedangkan pihak ayah tidak mendapat atau tidak dibebani dengan hal apapun.

komitmen atau tanggung jawab mengenai anak tersebut. , padahal secara organik

anak tersebut adalah anaknya sendiri.7

II. Rumusan Masalah

A. Apa yang menjadi Akibat Hukum terhadap Pemalsuan Dokumen Perkawinan

Campuran di Indonesia Menurut Undang-Undang yang berlaku ?

B. Bagaimana terhadap perlindungan yang diberikan Negara kepada Anak dari

hasil Perkawinan Campuran yang dibatalkan oleh pengadilan ?

III. Metode Penelitian

A. Penulisan Makalah ini menggunakan Metode Yuridis Normatif dengan

Menggunakan telaah terhadap data Sekunder berupa Undang-Undang, Putusan

Pengadilan, Perjanjian.

B. Prosedur Pemgumpulan Bahan untuk penulisan menggunakan dengan

menggunakan studi Kepustakaan dalam mengutip rangakaian penjelasan

melalui Jurnal, Tesis, Buku.

6
Rosa Kisworo, 2019, Problematika Hukum Perkawinan Campuran, Jurnal Privat Law,
Vol 7, No.1, Universitas Sebelas Maret Surakarta
7
Christine Mangiri, 2016, Kedudukan Hukum Anak Luar Kawin Ditinjau Dari Undang-
Undang Perkawinan, Lex Crimen, Vol. 5, No. 7
IV. Hasil dan Pembahasan

A. Akibat Hukum Pemalsuan Dokumen Perkawinan Campuran di Indonesia

Menurut Undang-Undang No. 16 Tahun 2009 tentang Perkawinan

Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan perkawinan sebagai kesepakatan

antara seorang laki-laki dan seorang perempuan untuk menjadi suami istri—atau

lebih umum disebut perkawinan. Bahasa Arab merupakan asal muasal istilah

“perkawinan”. Selain itu, Al-Qur'an menggunakan istilah "zawwaja" dan "zauwj"

untuk menyebut pasangan karena pernikahan menghasilkan pasangan. Al-Quran

pada umumnya hanya menggunakan kedua istilah tersebut untuk menggambarkan

perkawinan sah antara suami dan istri.8 Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor

16 Tahun 2019, “ikatan jasmani dan rohani antara seorang laki-laki dan seorang

perempuan sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah

tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa,”

perkawinan diartikan sebagai “ikatan jasmani dan rohani antara seorang laki-laki

dan seorang perempuan sebagai suami istri”. Sementara yang dimaksud dengan

Perkawinan Campuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 Undang-Undang

Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan adalah perkawinan antara dua orang

yang di Indonesia terikat pada berbagai peraturan, dengan identitas yang berbeda-

beda dan salah satu perkumpulannya adalah penduduk Indonesia.

Pernikahan merupakan suatu perbuatan yang bersifat agama dan juga sah,

karena kita wajib menaati peraturan perundang-undangan perkawinan ketika kita

menikah, khususnya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 Tentang

Perkawinan. Perlu diterapkannya hukum dalam penyelenggaraan perkawinan

8
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
guna mengatur hak, tanggung jawab, dan kewajiban setiap anggota keluarga guna

membentuk keluarga bahagia dan sejahtera. 9 Setiap masyarakat Indonesia yang

terdiri dari berbagai suku, agama, dan golongan kini tunduk pada hukum

perkawinan yang sama, yaitu Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang

Perkawinan. Hal ini menciptakan kepastian hukum dalam bidang perkawinan bagi

mereka semua. Namun pada kenyataannya suatu perkawinan tidak selalu berjalan

sesuai dengan keinginan UU Perkawinan yaitu terbentuknya keluarga yang

bahagia dan kekal, karena adanya permasalahan seperti pembatalan.

Pernikahan yang tidak disetujui secara hukum atau agama dilarang keras oleh

negara. Negara akan berusaha memaksakan sanksi pidana terhadap pelaku yang

melakukan hubungan yang tidak sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan

Perkawinan karena perkawinan tersebut akan merugikan pihak yang

bersangkutan, misalnya anak yang dikandung akan ditemukan. sulit untuk

mendapatkan autentikasi kelahiran, kartu karakter, dan kebebasan yang sah.

seperti hak waris, status istri tidak jelas, tidak dilindungi undang-undang, dan

tidak dapat disebut janda atau anak perempuan karena telah mempunyai anak.10

Pemalsuan akta nikah merupakan salah satu bentuk kecurangan terhadap

kepercayaan dan kebenaran dengan tujuan mencari uang untuk diri sendiri. Sidang

perkara wajib menunjukkan segala peristiwa, kejadian atau kenyataan yang ada

dengan memberikan bukti-bukti yang sah menurut undang-undang, karena

kewajiban pembuktian ada pada sidang perkara, Pengadilan tinggal memilih dan

menganalisis kasus tersebut. Soal rekayasa atau pemalsuan terserah pada Hakim
9
Herni Widanarti, 2019, Tinjauan Yuridis Akibat Perkawinan Campuran Terhadap Anak,
Diponegoro Private Law, Vol.4, No.1
10
Monica Putri, 2016, Implementasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
46/PUU/VIII/2010, Privat Law, Vol. IV, No.1, Universitas Sebelas Maret
Pengadilan yang menanganinya.11 Pemalsuan Dokumen diatur dalam Pasal 263

ayat (1) KUHP yang mengandung makna bahwa barangsiapa membuat laporan

palsu atau memutarbalikkan surat, yang dapat memberikan suatu hak, komitmen

atau pelepasan kewajiban atau yang dijadikan data suatu kegiatan yang

sepenuhnya bermaksud memanfaatkan atau meminta orang lain untuk

memanfaatkan catatan tersebut. Anda akan dihukum karena memalsukan surat

dengan ancaman hukuman penjara paling lama enam tahun karena surat tersebut

terkesan asli dan tidak palsu. Karena menggunakannya dapat merugikan orang

lain, Anda akan dihukum karena memalsukan surat.

Perbuatan salah terhadap permulaan perkawinan diatur dalam Pasal 279

KUHP, khususnya: ancaman hukuman paling lama lima tahun penjara :

1. “ Barangsiapa mengadakan perkawinan padahal mengetahui bahwa

perkawinan atau perkawinan-perkawinan yang telah ada menjadi penghalang

yang sah untuk itu ”

2. “ Barangsiapa mengadakan perkawinan padahal mengetahui bahwa

perkawinan atau perkawinan-perkawinan pihak lain menjadi penghalang

untuk itu ”

Prinsip bahwa keabsahan materil perkawinan harus ditentukan oleh sistem

hukum dimana kedua belah pihak hidup sebelum perkawinan campuran

dilangsungkan, juga harus dipegang teguh dalam melaksanakan perkawinan

campuran sesuai dengan asas Hukum Perdata Internasional mengenai hukum yang

digunakan untuk mengadakan perkawinan campuran. mengatur pernikahan. 12


11
Vika Mega Hardhani, 2016, Akibat Hukum Pembatalan Perkawinan Karena
Pemalsuan Identitas, Diponegoro Law Journal, Vol.5, No.3
12
Sudargo Gautama, 1995, Hukum Perdata Internasional Indonesia, Bandung: Penerbit
Alumni,hlm. 189.
Setelah itu, terkait dengan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006

tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, muncul sejumlah peraturan dan

petunjuk pelaksanaan yang belum membuahkan hasil penyelesaian perkara

perkawinan campuran secara tuntas. . Hal ini terutama terjadi ketika perkawinan

belum dicatatkan namun sudah mempunyai anak, sehingga memperparah

permasalahan yang berkaitan dengan perkawinan tersebut. menikah dua kali.

Karena undang-undang baru ini memperbolehkan anak yang lahir dari perkawinan

campuran memiliki kewarganegaraan ganda secara terbatas, maka UU

Kewarganegaraan yang baru memberikan perubahan positif terhadap status

hukum anak yang lahir dari perkawinan campuran, khususnya dalam hubungan

antara anak dan ibunya. Oleh karena perkawinan kedua orang tua tidak sah, maka

akibat hukum dari tidak dicatatkannya perkawinan tersebut adalah tidak jelasnya

status anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut.13

Apabila perkawinan biasa atau perkawinan campuran tidak memenuhi

ketentuan dalam Peraturan Nomor 16 Tahun 2019, maka perkawinan tersebut

dapat dicabut. “Suatu perkawinan dapat dibatalkan apabila para pihak tidak

memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan,” demikian pernyataan

tegas dalam Pasal 22 UU Perkawinan tentang tata cara pembatalan perkawinan.

Mengenai akibat yang sah dari putusnya suatu perkawinan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 28 ayat (1) Peraturan No. Menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun

2019 tentang Perkawinan, pembatalan suatu perkawinan dimulai setelah putusan

Pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap dan berlaku efektif pada saat

13
Dewi Nasitah, Perlindungan Hukum Bagi Anak Hasil Perkawinan Campuran, Artikel,
Fakultas Hukum Universitas Brawijaya
perkawinan.14 Selain itu, pada ayat (2) Pasal 28 Undang-Undang Nomor 16 Tahun

2019 tentang Perkawinan disebutkan bahwa pilihan untuk membubarkan

perkawinan tidak berlaku surut terhadap :

1. Anak yang dilahirkan dari perkawinan campuran tersebut

2. Pasangan yang berlaku jujur serta tulus, kecuali dalam hal harta bersama,

jika pembatalan itu didasarkan pada adanya perkawinan yang terdahulu.

3. Orang ketiga yang lain dikecualikan dari 1 dan 2 sepanjang mereka

mendapatkan keistimewaannya secara ikhlas sebelum Pilihan sehubungan

dengan pemusnahan mempunyai kekuatan hukum yang sangat kuat.

Pasal 28 UU Perkawinan menyebutkan bahwa keputusan pembatalan suatu

perkawinan tidak berlaku surut terhadap anak yang lahir dari perkawinan tersebut

ditinjau dari akibat hukumnya terhadap kedudukan anak tersebut. Batalnya

perkawinan tidak akan memutuskan hubungan yang sah dengan para wali,

terlepas dari apakah perkawinan wali tersebut berpisah, anak mempunyai pilihan

untuk memperoleh dari kedua wali dan para wali mempunyai komitmen untuk

benar-benar memperhatikan dan mendidik anak tersebut. . Oleh karena itu,

meskipun pengadilan membatalkan perkawinan orang tua, anak tersebut tetap

dianggap sebagai milik sah mereka. Hal ini berbeda dengan akibat hukum bagi

anak yang dilahirkan tanpa adanya perkawinan yang sah dan kemudian

perkawinan tersebut dicabut oleh pengadilan, sehingga status sah anak tersebut

hanya mempunyai hubungan biasa dengan ibunya. Putusan hakim untuk

membatalkan perkawinan itu, tidak mempunyai akibat hukum apa pun sampai

perkawinan itu dibatalkan, sepanjang perkawinan itu dilangsungkan dengan itikad


14
Muhammad Haitami, 2011, Pembatalan Perkawinan Akibat Pemalsuan Identitas
(Studi Putusan Nomor: 99/Pdt.G/2010/PA.Brb). Skripsi, Syariah Dan Ekonomi Islam.
baik oleh suami-istri dan anak-anaknya. Berbeda dengan perceraian, istri tidak

berhak atas nafkah iddah apabila perkawinannya dibatalkan. Untuk sementara,

sumber daya bersama karena undang-undang terkait pembatalan perkawinan

dipandang tidak ada. Perkawinan itu batal sejak detik putusnya dan harta bersama

itu dengan sendirinya menjadi batal dan dianggap tidak pernah ada harta bersama.

Sumber daya akan dikembalikan ke masing-masing pihak.15

Contoh kasus pernikahan campuran yang dibatalkan adalah pernikahan Jessica

Iskandar dengan Ludwig Franz Willibald yang bubar dengan alasan Ludwig

mengira dirinya belum pernah melangsungkan pernikahan namun surat

pernyataan nikah dengan nomor 05/A1/2014 tiba-tiba diberikan oleh Perpustakaan

Umum Jakarta Selatan tanpa sepengetahuannya, karena belum pernah melakukan

nikah siri dengan Jessika Iskandar di Gereja Yesus Sejati Focal Jakarta, namun

Jessika Iskandar mendatangi Kantor Dukcapil DKI Jakarta dengan membawa

keperluan pencatatan nikah dan selanjutnya membawa surat hadiah dari Gereja

Yesus Asli Focal Jakarta dengan nomor surat 013/GYS/jkt/VI/14 yang berisi data

bahwa Jessica dan Ludwig telah melalui pemberian pada tanggal 11 Desember

2013, kemudian beberapa saat kemudian Gereja Yesus Asli menolak bahwa

mereka tidak pernah menikahkan Jessica dan Ludwig. Keadaan untuk

melangsungkan perkawinan menjadi terfragmentasi karena surat hadiah dari

Kongregasi hanyalah rekayasa.16

Majelis hakim dalam memberikan pertimbangannya menilai bahwa dokumen

terhadappengisian perkawinan campuran yang tidak sah merupakan perbuatan


15
Vika Mega Hardhani, 2016, Akibat Hukum Pembatalan Perkawinan Karena
Pemalsuan Identitas, Diponegoro Law Journal, Vol.5, No.3
16
Monica Putri, 2016, “Implementasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
46/PUU/VIII/2010”, Privat Law, Vol. IV, No.1, Universitas Sebelas Maret
melawan hukum dan oleh karena itu yang menggunakan dokumen yang tidak sah

itu harus dibatalkan. Hal ini sesuai Pasal 60 ayat (1) Peraturan No. 16 Tahun 2019

tentang Perkawinan menyebutkan bahwa perkawinan campuran tidak dapat terjadi

selama terbukti terpenuhinya syarat-syarat perkawinan yang ditetapkan undang-

undang yang berlaku bagi masing-masing pihak telah dipenuhi. Pilihan

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 586.Pdt. Setelah memeriksa para saksi,

dokumen, dan bukti pendukung lainnya, G/2014 mengabulkan gugatan Ludwig

karena terbukti Jessica dan Ludwig hanya pernah menjalin hubungan suami istri

di luar nikah, bukan pernikahan resmi. Hal itu dilakukan Ludwig dan Jessica agar

bisa memiliki anak tanpa harus menikah secara sah. Anak Jessica dapat dianggap

sebagai anak yang berzina dalam hal ini, dan oleh karena itu, ia hanya memiliki

hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya.17

Pemalsuan Dokumen yang dilakukan Pada dasarnya, Jessica Iskandar bisa

dijerat hukum pidana karena memalsukan surat pemberkatan Gereja. Jessica dapat

dipertanggungjawabkan berdasarkan Pasal 263 (1) KUHP dengan ancaman

hukuman paling lama 6 tahun karena salah mengartikan surat hadiah dari Gereja

Yesus Asli dan merugikan Ludwig. Perkawinan mereka tidak sepenuhnya

substansial dan tidak substansial secara sah, sehingga alasan yang sah atas

penyatuan mereka dengan pembagian kendali dan pembagian sumber daya tidak

jelas. Sejak dicabutnya perkawinan mereka, sejak awal perkawinan mereka belum

ada kesepahaman perkawinan yang mengkaji sumber daya bersama karena

mereka tidak pernah hidup masing-masing meskipun mereka telah dikaruniai

seorang anak. Oleh karena itu, sesuai Pasal 36 Undang-Undang Nomor 16 Tahun

17
Ibid
2019 tentang Perkawinan, yang berlaku hanyalah harta warisan dan harta yang

diperoleh masing-masing pasangan suami istri.

2. Perlindungan Hukum yang diberikan Negara terhadap dibatalkannya

Perkawinan Campuran

Keamanan yang sah adalah upaya yang sah untuk menjaga kebebasan bersama

serta kebebasan dan komitmen yang muncul dari hubungan yang sah antara

orang-orang sebagai subjek yang sah. Kebebasan dan komitmen adalah kekuasaan

yang diberikan kepada individu melalui peraturan. Hak dan tanggung jawab

adalah milik individu karena bergantung pada setiap orang, sehingga jika hukum

bersifat universal karena berlaku pada semua orang. 18 Fitzgerald memahami

hipotesis Salmond tentang keamanan yang sah, dengan lebih spesifik bahwa

peraturan diharapkan dapat mengatur kepentingan-kepentingan yang berbeda di

mata publik dalam kemacetan kepentingan pada saat-saat sibuk. Oleh karena

perlindungan hak dan kepentingan manusia adalah demi kepentingan hukum,

maka hukum mempunyai kewenangan yang paling besar untuk mengidentifikasi

kepentingan-kepentingan manusia yang memerlukan pengawasan dan

perlindungan. Perlindungan hukum dimulai dengan semua hukum dan peraturan

yang ditegakkan secara sosial. Pedoman ini pada hakekatnya merupakan

pengaturan daerah yang bertujuan untuk mengatur hubungan baik antar warga

negara dan antar masyarakat serta otoritas publik. Kaitan perilaku ini dianggap

memperhatikan kepentingan Masyarakat.19

18
Sudikno Mertokusumo, 2019, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Yogyakarta:
Universitas Atma Jaya, hlm.52
19
Satjipto Raharjo,2014, Ilmu Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti, hlm.53
Dalam perkawinan biasa atau perkawinan campuran, tidak ada jaminan akan

berjalan sesuai dengan keinginan Peraturan Perkawinan, khususnya membentuk

keluarga yang bahagia dan langgeng, karena ada saja permasalahan yang muncul,

misalnya saja batalnya perkawinan, yang dapat mempengaruhi. pihak-pihak yang

bersangkutan, misalnya anak yang sedang dikandung akan mengalami kesulitan

dalam melahirkan. Kartu identitas, akta kelahiran, hak hukum seperti hak waris,

hingga status istri menjadi kabur. Negara berkewajiban menjaga hak-hak anak

apabila terjadi pembatalan yang berdampak pada status hukum anak agar anak

dapat hidup dan tumbuh dengan baik.

Keamanan generasi muda adalah upaya untuk membuat keadaan dan kondisi

memahami kebebasan dan komitmen anak-anak secara positif dan manusiawi

yang merupakan enkapsulasi kesetaraan dalam masyarakat umum. Oleh karena

itu, perlindungan anak harus diupayakan dalam berbagai bidang kehidupan,

bernegara, bermasyarakat, dan berkeluarga yang berdasarkan hukum demi

kesejahteraan anak yang merupakan fokus utama perlindungan hukum. Anak

adalah anugerah yang tak ternilai harganya untuk meneruskan garis keturunan

yang lebih baik. Tidak ada UU Perlindungan Anak 35 Tahun 2014 tentang

Perubahan Peraturan Jaminan Anak No. 23 Tahun 2002 memberi arti keamanan

generasi muda, khususnya gerakan-gerakan untuk menjamin dan melindungi

anak-anak dan kebebasan mereka sesuai dengan standar :20

- Tidak ada diskriminasi

- Prioritas kepentingan kebahagiaan Anak

- Hak Untuk Hidup yang Layak


20
Anugerah Gilang, 2014, “Perlindungan Hukum Bagi Anak yang Lahir dari Perkawinan
Campuran”, Jurisprudence, Vol.4, No.1
- Hak untuk memperoleh Perkembangan yang layak

- Hak Anak untuk Berpartisipasi

Status hukum anak sah dan anak luar perkawinan dibedakan berdasarkan

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan. Pengaturan Bagian

IX Peraturan Perkawinan mengatur tentang kedudukan anak, pada Pasal 42 yang

mengandung makna bahwa “Anak asli adalah anak yang dilahirkan dalam atau

karena perkawinan yang sah”. Anak dapat dikatakan sah secara hukum dan agama

apabila merupakan hasil perkawinan yang sah, demikian penjelasan berikut ini.

Dengan sendirinya akan terjalin hubungan keperdataan antara anak sah dengan

orang tuanya serta keluarganya. Sementara bagi anak-anak yang dikandung di luar

nikah, mereka hanya mempunyai hubungan biasa dengan ibunya dan orang-orang

yang disayangi oleh ibunya. Begitu pula dalam pengaturan Peraturan Nomor 16

Tahun 2019 tentang Perkawinan, Pasal 43 ayat (1) yang maknanya “Anak yang

dibawa ke dunia luar perkawinan hanya mempunyai hubungan biasa dengan

ibunya dan orang-orang yang dikasihi ibunya.”

Fakta bahwa anak yang dilahirkan tanpa perkawinan hanya mempunyai

hubungan perdata dengan ibu dan keluarganya, dan tidak dengan ayah atau

keluarganya, jelas mempunyai dampak yang signifikan terhadap perlindungan

yang diterima oleh anak yang dilahirkan tanpa perkawinan, sehingga membatasi

perlindungan hukum terhadap kesejahteraan anak. dan kebutuhan. Hal ini juga

berdampak pada keberlangsungan hidup ibu dan keluarga ibu, karena secara

hukum ibu berkewajiban memenuhi segala kebutuhan anak, meliputi kebutuhan

materi, perlindungan hukum, status anak sebagai ahli waris, dan kesejahteraan
anak, sedangkan ayah tidak berkewajiban. untuk melakukannya. meskipun dia

adalah ayah kandung anak tersebut, dia tetap bertanggung jawab terhadapnya.21

Mahkamah Konstitusi mengeluarkan putusan no pada tanggal 17 Februari

2012. 46/PUU-VIII/2010 tentang kebebasan anak-anak yang dilahirkan di luar

perkawinan yang sah yang menyatakan bahwa “Anak-anak yang dilahirkan di luar

perkawinan mempunyai persamaan hubungan dengan ibunya. dan keluarga ibu

mereka serta dengan seorang laki-laki sebagai ayah mereka yang dapat dibuktikan

berdasarkan ilmu pengetahuan.selanjutnya, inovasi serta bukti-bukti lain yang

ditunjukkan oleh undang-undang mempunyai hubungan darah, termasuk

kesamaan hubungan dengan orang-orang yang dicintai sang ayah.” Berdasarkan

pernyataan tersebut, jika status anak dapat dibuktikan, maka pemenuhan hak-hak

anak tidak hanya menjadi tanggung jawab ibu dan keluarganya saja, tetapi juga

tanggung jawab ayah dan keluarganya. Namun anak hasil zina dikecualikan dari

ketentuan ini. Anak yang dikandung secara tidak sah adalah anak yang dilahirkan

dari hubungan yang dilakukan oleh agama dan keyakinan yang berbeda namun

tidak dicatatkan oleh Pencatat Nikah. Anak hasil zina adalah anak yang dilahirkan

tanpa adanya ikatan perkawinan, sehingga menjadikan anak tersebut tidak sah

secara materil dan formil, menurut definisi ini. Pengadilan yang Dilindungi

mengelompokkan anak-anak ke dalam dua kelompok, yang pertama adalah anak-

anak yang dilahirkan dari hubungan yang sah berdasarkan agama mereka yang

berbeda. Sementara yang kedua adalah seorang anak muda yang dilahirkan ke

dunia tanpa menikah atau perselingkuhan. Mahkamah Konstitusi memberikan hak

keperdataan kepada kelompok anak pertama berupa hak kesulungan seperti hak

21
Kadek Wulan, 2018, “Kedudukan Hukum Anak Luar Kawin Ditinjau Dari Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan”, Journal Ilmu Hukum, Vol. 4, No. 3, (2018 )
mencari nafkah, hak wali, hak asuh, dan hak waris. Sebaliknya, hak keperdataan

yang diberikan Mahkamah Konstitusi kepada anak golongan kedua merupakan

tambahan terhadap hak kesulungannya, sehingga anak tidak mendapat hak nafkah,

perwalian, hak asuh, atau warisan dari ayah kandungnya.

Anak yang lahir dalam atau akibat perkawinan yang sah hanya dapat diakui

dengan adanya akad perkawinan yang sah. Oleh karena itu, anak-anak yang

dilahirkan dalam atau akibat suatu perkawinan yang sah tetap menjadi anak-anak

yang sah sekalipun perkawinan itu pada akhirnya bubar. Hal ini memastikan

bahwa hubungan orangtua-anak tidak akan terputus. Orang tua wajib menyayangi

dan merawat anaknya hingga anak mencapai usia dewasa. Hal ini tidak sama

dengan keadaan anak yang dikandung di luar perkawinan yang sah dan kemudian

dilahirkan; dalam hal ini anak hanya mendapat pemenuhan haknya dari ibu dan

keluarga ibunya karena putusnya hubungan nasab dan dialihkan kepada ibu dan

keluarga ibunya.

Terkait perkawinan campuran antara Jessica Iskandar dan Ludwig Franz

Willibald, Ludwig mencatatkan gugatan cerai karena menurutnya surat

permohonan nikah dari Jemaat yang diserahkan Jessica kepada Common Vault

Jakarta Selatan hanyalah rekayasa/fiktif, sehingga pernikahan mereka tidak

pernah terlaksana, padahal pada saat itu mereka sudah mempunyai satu anak.

Namun dalam hal ini Jessica Iskandar dan Ludwig Franz Willibald belum

menikah, dan anak Jessica Iskandar juga merupakan anak yang lahir tanpa

perkawinan atau dapat dianggap sebagai anak zina. Anak luar nikah sebagaimana

dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan

hanyalah anak yang dilahirkan di luar perkawinan, dan tidak dibedakan antara
anak hasil zina dan anak luar nikah. Status hukum anak luar nikah diatur dalam

Pasal 43 ayat 1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan yang

menyatakan bahwa mereka hanya boleh mempunyai hubungan perdata dengan ibu

dan keluarganya. Begitu pula dalam pengaturan Peraturan Nomor 16 Tahun 2019

tentang Perkawinan, Pasal 43 ayat (1) yang maknanya “Anak yang dibawa ke

dunia luar perkawinan hanya mempunyai hubungan biasa dengan ibunya dan

orang-orang yang dikasihi ibunya.” Jadi karena anak Jessica, dia hanya memiliki

hubungan yang sama dengan ibunya dan keluarga ibunya karena pernikahan

Jessica dan Ludwig tidak penting secara ketat atau sah, dan itu berarti bahwa anak

Jessica adalah anak yang dibawa ke dalam pernikahan. Anak yang lahir ke dunia

tanpa perkawinan campuran yang sah.22

Upaya untuk memberikan perlindungan hukum terhadap anak-anak yang

timbul karena putusnya hubungan campuran dapat dilakukan dengan mengajukan

permohonan penetapan kelahiran anak kepada Pengadilan sesuai dengan Pasal 55

Peraturan Perkawinan, dan juga dapat dilakukan melalui perkawinan yang sah.

mengingat pihak yang dicabut perkawinannya dapat mengajukan permohonan

kawin lagi. dengan kehendak keduanya dan dengan memenuhi syarat-syarat

sahnya perkawinan dalam Peraturan Perkawinan, kecuali perkawinan itu batal

karena adanya larangan perkawinan, maka mereka tidak dapat menikah sampai

akhir zaman.23 Hal ini bertujuan untuk memberikan kepastian hukum kepada

generasi muda yang timbul karena pergaulan tersebut yang dapat dilakukan oleh

pelaku pergaulan bebas. Pekerjaan ini dilakukan agar anak mendapat kejelasan

22
Monica Putri, 2016, “Implementasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
46/PUU/VIII/2010”, Privat Law, Vol. IV, No.1, Universitas Sebelas Maret
23
Tami Rusli, 2013, ”Pembatalan Perkawinan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 Tentang Perkawinan”, Pranata Hukum, Vol.8, No.2, Universitas Bandar Lampung
tentang status dan keamanan sah yang berkaitan dengan hak-hak istimewa anak

itu sendiri. Setiap anak berhak atas nama sebagai identitas pribadi dan status

kewarganegaraan, sesuai dengan Konvensi Hak Anak. Anak-anak didaftarkan

segera setelah mereka lahir, berhak atas nama, dapat menjadi warga negara, dan

biasanya diasuh oleh orang tuanya. Hak istimewa bagi anak-anak termasuk

memperoleh arsip tempat tinggal sebagai penduduk, misalnya, akta kelahiran.24

Hak anak atas agama, kesehatan, pendidikan, sosial, dan perlindungan khusus

pada prinsipnya harus terjamin pada saat perlindungan anak dilaksanakan. Karena

tidak ada satupun pasal dalam undang-undang perlindungan anak ini yang

menitikberatkan pada status anak yang harus mempunyai hak-hak tersebut, maka

berlaku bagi semua anak, termasuk anak sah dan anak luar nikah. Tidak ada UU

Perlindungan Anak 35 Tahun 2014 tentang koreksi Peraturan no. Hak-hak anak

diuraikan dalam Pasal 23 Undang-Undang Perlindungan Anak tahun 2002 sebagai

berikut :

1. “ Hak hidup, tumbuh kembang, perlindungan dan partisipasi secara wajar

(Pasal 4) ”

2. “ Hak atas nama sebagai identitas diri dan status kewarganegaraan (Pasal 5) ”

3. “ Hak untuk beribadah menurut agamanya, berfikir dan berekspresi (Pasal 6) ”

4. “ Hak untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan, dan diasuh orangtua (Pasal

7 ayat 1) ”

5. “ Hak untuk diasuh atau diangkat oleh orangtua asuh atau orangtua angkat

(Pasal 7 ayat) ”

6. “ Hak memperoleh pelayanan kesehatan (Pasal 8) ”


24
Dewi Nasitah, Perlindungan Hukum Bagi Anak Hasil Perkawinan Campuran, Artikel,
Fakultas Hukum Universitas Brawijaya
7. “ Hak untuk memperoleh jaminan sosial (Pasal 8) ”

8. “ Hak memperoleh pendidikan dan pengajaran (Pasal 9 ayat 1) ”

9. “ Hak untuk menyatakan dan didengar pendapatnya (Pasal 10) ”

10. “ Hak menenerima, mencari, dan memberikan informasi (Pasal 10) ”

11. “ Hak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan

sebaya, bermain, berekreasi dan berkreasi (Pasal 11) ”

V. Penutup

A. Kesimpulan

Demi kepentingan pribadi, praktik pemalsuan surat nikah campuran

merupakan salah satu bentuk kebohongan dan pengkhianatan terhadap

kepercayaan. Akibat sahnya pemberitaan yang salah dalam hubungan campur

aduk adalah perkawinan menjadi tidak sah dan segala sesuatu dianggap tidak

pernah terjadi. Dengan asumsi perkawinan itu tergantung pada niat jujur pasangan

suami-istri, maka sesungguhnya perkawinan itu mempunyai akibat-akibat sah

yang sah bagi suami-istri serta anak-anaknya, sehingga pilihan penguasa yang

ditunjuk berkenaan dengan putusnya perkawinan itu baru mempunyai akibat-

akibat yang sah setelah terjadinya pembatalan itu. . Akibat yang sah atas putusnya

perkawinan karena putusnya suatu perkawinan dalam Pasal 28 Peraturan

Perkawinan menyatakan bahwa pilihan untuk membubarkan suatu perkawinan

tidak berlaku surut bagi anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut. Oleh

karena itu, meskipun pengadilan membatalkan perkawinan orang tua, anak

tersebut tetap dianggap sebagai milik sah mereka. Hal ini berbeda dengan akibat

hukum bagi anak yang dilahirkan tanpa adanya perkawinan yang sah dan
kemudian perkawinan tersebut dicabut oleh pengadilan, sehingga status sah anak

tersebut hanya mempunyai hubungan biasa dengan ibunya. Berbeda dengan

perceraian, istri tidak berhak atas nafkah iddah apabila perkawinannya dibatalkan.

Untuk sementara, sumber daya bersama karena undang-undang terkait pembatalan

perkawinan dipandang tidak ada. Perkawinan itu batal sejak detik putusnya dan

harta bersama itu dengan sendirinya menjadi batal dan dianggap tidak pernah ada

harta bersama. Sumber daya akan dikembalikan ke masing-masing pihak.

Apapun status hukum anak tersebut, negara harus melindunginya.

Terwujudnya hak anak atas agama, kesehatan, pendidikan, dan perlindungan

sosial dan khusus harus dijamin dengan perlindungan anak. Anak-anak yang

dilahirkan dalam atau karena perkawinan besar tetap sebagai anak-anak sejati

meskipun suatu hari pernikahan tersebut dibatalkan, maka hubungan antara orang

tua dan anak mereka tidak akan terputus kapan pun. Hal ini tidak sama dengan

keadaan anak yang dikandung di luar perkawinan yang sah dan kemudian

dilahirkan; dalam hal ini anak hanya mendapat pemenuhan haknya dari ibu dan

keluarga ibunya karena putusnya hubungan nasab dan dialihkan kepada ibu dan

keluarga ibunya. Upaya untuk memberikan perlindungan hukum terhadap anak-

anak yang timbul karena putusnya hubungan campuran dapat dilakukan dengan

mengajukan permohonan penetapan kelahiran anak kepada Pengadilan sesuai

dengan Pasal 55 Peraturan Perkawinan, dan juga dapat dilakukan melalui

perkawinan yang sah. mengingat pihak yang dicabut perkawinannya dapat

mengajukan permohonan kawin lagi. dengan kehendak keduanya dan dengan

memenuhi syarat-syarat sahnya perkawinan dalam Peraturan Perkawinan, kecuali

perkawinan itu tidak sah karena adanya pengingkaran perkawinan sehingga tidak
dapat kawin sampai akhir zaman. Hal ini merupakan upaya untuk memberikan

perlindungan hukum kepada anak-anak yang lahir dari perkawinan tersebut, baik

perkawinan biasa maupun campuran. Upaya ini bertujuan untuk memberikan

kejelasan kepada anak mengenai status dan perlindungan hukum atas hak-haknya

sendiri.

B. Saran

Undang-Undang Perkawinan Nomor 16 Tahun 2019 menetapkan pidana bagi

perusakan akta perkawinan karena dalam KUHP Pasal 263 ayat (1) yang

menyatakan bahwa “barangsiapa membuat akta palsu atau memalsukan akta,

dapat menimbulkan hak, kewajiban, atau keringanan utang”. atau yang dijadikan

keterangan untuk suatu perbuatan dengan maksud menggunakan atau

memerintahkan orang lain untuk menggunakan surat-surat itu seolah-olah surat-

surat itu asli dan tidak dipalsukan, maka bila menggunakannya dapat

mengakibatkan kerugian, diancam dengan pidana yang memalsukan, sehingga

Dalam hal Undang-Undang Perkawinan Nomor 16 Tahun 2019 memuat

pengaturan khusus mengenai sanksi bagi tindak pidana pemalsuan surat nikah,

maka aparat hukum dan pihak-pihak lain yang terkait dengannya akan mampu

mengejar secara tegas pelaku tindak pidana tersebut.


DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)

Khaleed Badriyah, Legislative Drafting Teori dan Praktik Penyusunan Peraturan


Perundang-Undangan, Yogyakarta: Medpress Digital, 2014

Martiman Prodjohamidjojo, Hukum Perkawinan Indonesia, Jakarta: Center


Publishing, 2011

Muhammad Haitami, Pembatalan Perkawinan Akibat Pemalsuan Identitas (Studi


Putusan Nomor: 99/Pdt.G/2010/PA.Brb). Skripsi, Syariah Dan Ekonomi
Islam, 2011

Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2014

Sudargo Gautama, Hukum Perdata Internasional Indonesia, Bandung: Penerbit


Alumni, 1995

Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Yogyakarta:


Universitas Atma Jaya, 2019

Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perkawinan di Indonesia, Cetakan Ketujuh,


Bandung: Sumur, 2011

B. Jurnal
Anugerah Gilang, “Perlindungan Hukum Bagi Anak yang Lahir dari Perkawinan
Campuran”, Jurisprudence, Vol.4, No.1 (2014)

Christine Mangiri, “Kedudukan Hukum Anak Luar Kawin Ditinjau Dari Undang-
Undang Perkawinan”, Lex Crimen, Vol. 5, No. 7 (2016)

Herni Widanarti, “Tinjauan Yuridis Akibat Perkawinan Campuran Terhadap


Anak”, Diponegoro Private Law, Vol.4, No.1 (2019)

Kadek Wulan, “Kedudukan Hukum Anak Luar Kawin Ditinjau Dari Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan”, Journal Ilmu Hukum,
Vol. 4, No. 3, (2018)

Monica Putri, “Implementasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor


46/PUU/VIII/2010”, Privat Law, Vol. IV, No.1 (2016)
Rosa Kisworo, “Problematika Hukum Perkawinan Campuran”, Jurnal Privat Law,

Vol 7, No.1, (2019)

Sasmiar, "Perkawinan Campuran dan Akibat Hukumnya." Jurnal Ilmu Hukum


Jambi, Vol. 2, No. 2 (2011): 40

Tami Rusli, ”Pembatalan Perkawinan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1


Tahun 1974 Tentang Perkawinan”, Pranata Hukum, Vol.8, No.2, (2013)

Vika Mega Hardhani, Akibat Hukum Pembatalan Perkawinan Karena Pemalsuan


Identitas, Diponegoro Law Journal, Vol.5, No.3 (2016)

Yuyun Yulianah, Hilman, Mumuh, “Dampak Kebijakan Isbat Nikah Terhadap


Perkawinan Campuran di Kabupaten Cianjur”, Jurnal Masalah-Masalah
Hukum, Vol. 48, No. 4 (2019)

C. Undang-Undang

UUD 1945

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana


Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Perkawinan

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak

You might also like