You are on page 1of 11

ISSN : 2620-6048

Fitoremendiasi Air Limbah Rumah Tangga Menggunakan


Tanaman Wlingen (Scirpus grossus) dan
Teratai (Nymphea firecrest)
Fitri Dian Nila Sari

Univeristas Nahdlatul Ulama Sumatera Utara, Medan

fitridns@ymail.com

Abstract

Some aquatic plants have been known for their capability in reducing waste water pollution. In this
study, the effect of aquatic plants in improving quality of household waste has been examined.
Quasi experimental design was used in the experiment. The aquatic plants i.e. wlingen (Scripus
grossus) and lotus (Nymphea firecrest) were used to increase quality of household liquid waste of
Perumahan Bumi Berngam Baru, Binjai. Pollution indicators such as nitrite, TSS, pH, BOD, and
sulfate were measured before and after treatment. Experiment was conducted in plastic pot with
diameter of 58 cm containing 12 l of the household liquid waste. Pot with no plant treatment was
used as control. The data was statistically subjected to one-way anova and BNT. The result
showed that the household waste before treatment was in the quality standard of household waste
water according to PP. 82 Tahun 2001, except that of nitrite (0.2982 mg/l), which is above the
quality standard (0.06 mg/l). Lotus reduced up to 90.64% of TSS, 6.31% of pH, 59.35% of BOD,
22.77% of nitrite, and 23.43% of sulfate; and wlingen reduced up to 83.04% of TSS, 13.12% of
pH, 58.23% of BOD, 48.32% of nitrite, and 11.76% of sulfate.
Keyword : pollution, household waste, phytoremediation, aquatic plants

Abstrak
Beberapa tanaman air terkenal akan kemampuannya dalam mengurangi pencemaran air limbah.
Dalam penelitian ini, pengaruh tanaman air dalam meningkatkan kualitas limbah rumah tangga
telah diteliti. Desain penelitian berupa quasi eksperimental. Tanaman air seperti wlingen (Scripus
grossus) dan teratai (Nymphea firecrest) digunakan untuk meningkatkan kualitas limbah cair
rumah tangga Perumahan Bumi Berngam Baru, Binjai. Indikator pencemar seperti nitrit, TSS, pH,
BOD, dan sulfat diukur sebelum dan sesudah perlakuan. Percobaan dilakukan pada pot plastik
dengan diameter 58 cm berisi 12 l limbah cair rumah tangga. Pot tanpa perlakuan tanaman
digunakan sebagai kontrol. Pengolahan data menggunakan anova satu arah dan BNT. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa limbah rumah tangga sebelum perlakuan sesuai dengan baku mutu
baku air limbah rumah tangga menurut PP. 82 tahun 2001, kecuali nitrit (0,2982 mg / l), yang
berada di atas baku mutu (0,06 mg / l). Teratai dapat mengurangi hingga 90,64% TSS, 6,31% pH,
59,35% BOD, 22,77% nitrit, dan 23,43% sulfat; dan wlingen dapat mengurangi 83,04% TSS,
13,12% pH, 58,23% BOD, 48,32% nitrit, dan 11,76% sulfat.
Kata Kunci : pencemaran, limbah rumah tangga, fitoremediasi, tanaman air

1. Pendahuluan
Peningkatan jumlah air limbah domestik yang tidak diimbangi dengan peningkatan
badan air penerima baik dari aspek kapasitas maupun kualitasnya, menyebabkan jumlah
air limbah yang masuk ke dalam badan air tersebut dapat melebihi daya tampung maupun
daya dukungnya. Pencemar domestik di negara-negara berkembang termasuk Indonesia
merupakan pencemar terbesar (85%) yang masuk ke badan air, sedangkan di negara-

Regional Development Industry & Health Science, Technology and Art of Life 80
ISSN : 2620-6048

negara maju, pencemar domestik merupakan 15% dari seluruh pencemar yang memasuki
badan air (Suriawiria, 1996).
Saat ini telah ditemukan cara pengolahan limbah yang baru yang lebih murah dan
ekonomis serta ramah lingkungan yaitu fitoremediasi. Fitoremediasi adalah pemanfaatan
tumbuhan hijau khususnya tumbuhan air seperti eceng gondok, teratai, dll dan
bekerjasama dengan mikrobiota, enzim, konsumsi air, perubahan tanah, dan teknik
agronomi untuk menghilangkan, memuat, atau menyerahkan kontaminan berbahaya dari
lingkungan seperti logam berat, pestisida, xenobiotik, senyawa organik, polutan aromatik
beracun, drainase pertambangan yang asam (Dordio & A.J.P., 2011; Suresh & G.A.,
2004; Newman & C.M., 2004; Singh & R.K, 2003; Archer & R.A., 2004).
Ada beberapa tumbuhan air yang telah banyak digunakan sebagai water purifier, di
antaranya yaitu wlingen (Scirpus grossus) dan teratai (Nymphea firecrest). Pada
penelitian sebelumnya oleh Finlayson & A.J (1983) bahwa, tanaman wlingen dapat
menurunkan tingkat nitrogen sebesar 74 %. Teratai mampu mengurangi kadar nitrogen
pada limbah jamu sebanyak 48,01 % dalam 8 hari (Hadiyanto & Christwardana, 2012).
Berdasarkan uraian di atas, maka suatu penelitian dalam bentuk simulasi tanaman air
telah dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui sejauhmana pengaruh fitoremediasi
terhadap peningkatan kualitas limbah rumah tangga dan membandingkan kualitas limbah
rumah tangga yang telah melalui proses fitoremediasi dengan baku mutu..

2. Landasan Teori
A. Limbah Rumah Tangga
Air limbah atau air kotor atau air bekas adalah air yang tidak bersih mengandung
berbagai zat yang bersifat membahayakan kesehatan manusia atau hewan dan lazimnya
muncul karena perbuatan manusia (Azwar, 1995).
Air limbah domestik yang dilepas ke lingkungan khususnya sungai harus memenuhi
standar baku mutu air limbah domestik. Baku mutu air limbah domestik adalah batas atau
kadar unsur pencemar atau jumlah unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya
dalam air limbah domestik yang akan dilepas ke air permukaan. Sesuai dengan lampiran
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 112 Tahun 2003 tentang Baku
Mutu Air Limbah Domestik, maka parameter untuk limbah domestik adalah BOD, TSS,
pH, serta lemak dan minyak. Baku mutu air limbah domestik dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Baku Mutu Air Limbah Domestik


Parameter Satuan Kadar Maksimum
pH - 6–9
BOD mg/l 100
TSS mg/l 100
Minyak dan Lemak mg/l 10
Sumber: Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 112 Tahun 2003

B. Fitoremediasi
Menurut Priyanto dan Prayitno (2005), fitoremediasi berasal dari kata phyto (asal
kata Yunani phyton) yang berarti tumbuhan/tanaman (plant) dan kata remediation (asal
kata Latin remediare=to remedy) yaitu memperbaiki/menyembuhkan atau membersihkan
sesuatu. Dengan demikian fitoremediasi dapat didefinisikan sebagai penggunaan
tumbuhan untuk menghilangkan, memindahkan, menstabilkan, atau menghancurkan
bahan pencemar baik itu senyawa organik maupun anorganik.
Kelebihan proses ini yang utama yaitu biaya yang lebih murah dibandingkan metode
olahan air limbah dan sisa kimia yang lain. Kemudian tanah akan mengalami perbaikan

Regional Development Industry & Health Science, Technology and Art of Life 81
ISSN : 2620-6048

akibat dari tindakan aktivitas akar pohon dan menyebabkan tanah menjadi lebih subur,
sehingga pencemaran terhadap tanah dapat dikurangi secara konsisten dan tidak dampak
besar yang terjadi dengan menggunakan metode ini. Penanaman tumbuhan dan pohon
pada permukaan tanah dan air juga mampu mengurangi risiko erosi dari air dan juga
angin di samping dapat meningkatkan nilai seni dan nilai estetika yang bisa dibentuk di
daerah ini seperti dengan menjadikan kawasan ini sebagai pusat atraksi turis dan juga area
rekreasi (Connel & Miller, 1995).
Di sisi lain proses fitoremediasi ini membutuhkan waktu yang agak lama untuk
proses penyerapan, penguraian dan pembersihan area terkontaminasi dan juga tergantung
pada faktor-faktor jenis dan kuantitas tumbuhan yang digunakan, faktor ukuran dan
kedalaman daerah tercemar dan juga jenis tanah ataupun kondisi air. Sehingga metode ini
dapat berbeda menurut wilayah, tempat dan ukuran area yang akan diolah (Connel &
Miller, 1995).
Tumbuhan yang memiliki akar yang pendek hanya mampu membersihkan tanah
ataupun air yang hampir terletak hampir sejajar dengan permukaan tanah, biasanya 3-6
kaki tetapi bisa mengontrol akuifer yang dalam tanpa membutuhkan kerja desain medium.
Berbeda halnya dengan tumbuhan ataupun pohon yang memiliki akar yang panjang dan
mampu membersihkan kontaminan yang dalam, biasanya 10-15 kaki tetapi proses ini
tidak bisa mengolah akuifer yang dalam tanpa desain kerja selanjutnya (Reed et al., 1987).

C. Tanaman Air
Tanaman adalah komponen penting dari ekosistem karena tanaman membawa unsur-
unsur dari lingkungan abiotik ke lingkungan biotik (Chojnacka et al., 1995). Tanaman
lebih tahan dibandingkan kebanyakan mikroorganisme pada konsentrasi kontaminan
tinggi, tanaman juga menyerap dan mengurangi toksisitas kontaminan jauh lebih cepat
(Schnoor et al., 2005).
Tanaman cukup mampu untuk menyerap kontaminan dalam konsentrasi tinggi tanpa
kerusakan yang lebih besar untuk pertumbuhan tanaman, hal ini tidak hanya untuk
membersihkan tanah tetapi juga air. Penyerapan dan akumulasi kontaminan tergantung
pada sifat dan jenis tanaman (Singh et al., 2007).
a. Wlingen (Scirpus grossus)
Berwarna hijau dengan stolons panjang/rimpang berakhir umbi kecil. Batang tajam
tiga-siku dengan sisi cekung, hingga 200 cm, tinggi 10 mm, septate, halus atau sedikit
scabrid menuju puncak. Daun sepanjang 50-80 cm, lebar daun mencapai 2 cm, deretan
tunas pada bagian bawah, scabrid pada tepi, dan berbulu. Selubung yang luas, spons,
dengan serat melintang menonjol. Perbungaan tidak teratur, cabang-cabang utama menuju
ujung cabang primer, dan sempit miring, panjang 5-17 cm. Perbungaan bercabang dua
atau lebih, berdaun, panjang 15-70 cm. Bulir menyendiri, tidak bertangkai, nyaris
berbentuk bulat telur, panjang 2-4 mm lebar 3-10 mm, memiliki banyak bunga. Glume
spiral teratur, luas oval, cekung, coklat kemerahan dengan pelepah hijau dan mucronate.
Mahkota bunga berbentuk 4-6 filiform hypogynous dengan bulu, jarang ditutupi rambut
dan menunjuk ke bawah, berada sepanjang biji. Benang sari dan putik berjumlah tiga. Biji
berbentuk segitiga, halus, berwarna coklat, panjang 1,25-1,75 mm dengan lebar 1 mm
(Kostermans et al., 1987
b. Teratai (Nymphaea firecrest)
Tanaman teratai memiliki tempat tumbuh pada dasar perairan dengan daun dan
bunga yang muncul di permukaan air yang ditopang oleh batang yang kokoh. Teratai
memiliki daun yang relatif lebar dengan posisi menempel pada permukaan perairan,
sehingga dapat memengaruhi proses penguapan pada suatu kolam. Akar utama tertanam
pada dasar kolam, sedangkan akar yang tumbuh pada setiap ruas batangnya melayang
dalam air. Dengan posisi akar seperti itu, maka proses penyerapan hara dapat berlangsung,
baik dari dalam dasar kolam maupun pada perairan itu sendiri (Marianto, 2001).

Regional Development Industry & Health Science, Technology and Art of Life 82
ISSN : 2620-6048

3. Metodologi Penelitian
Jenis penelitian ini berupa experiment, dengan desain quasi experiment. Pengulangan
dalam penelitian ini dilakukan sebanyak 3 kali. Pemberian limbah pada tanaman
percobaan dilakukan berdasarkan rancangan faktorial.
Objek penelitian adalah air limbah rumah tangga di Kota Binjai. Pengambilan sampel
dilakukan secara purposive sampling pada saluran outlet limbah, kemudian dilakukan
pemeriksaan terhadap sampel sebelum dan sesudah pengolahan limbah secara
fitoremediasi dengan tumbuhan wlingen dan teratai.
Alat utama yang digunakan adalah kolam-kolam buatan berupa ember plastik
berukuran garis tengah 58 cm dan tinggi 38 cm sebanyak 12 buah, galon air 150 liter
sebanyak 1 buah, ember plastik, dan alat pendukung. Adapun bahan penelitian adalah
tanaman air dan limbah setelah melalui proses fitoremediasi. Tanaman air terdiri atas dua
jenis, yaitu wlingen (Scirpus grossus) dan teratai (Nymphea firecrest).
Analisis sidik ragam digunakan untuk mengetahui efek fitoremediasi terhadap
kualitas limbah rumah tangga. Uji lanjutan dengan uji beda nyata terkecil (BNT)
digunakan untuk mengetahui efek pengenceran dan komposisi tanaman air.

4. Hasil dan Pembahasan


A. Kualitas Air Limbah Rumah Tangga Sebelum Fitoremediasi
Hasil analisis karakteristik sifat fisika dan kimia pada air limbah rumah tangga di
Perumahan Bumi Berngam Baru kota Binjai disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Perbandingan Hasil Pengukuran Awal pH, BOD, dan TSS Berdasarkan
KepMen LH No. 112 Tahun 2003 dan PP No. 82 Tahun 2001
Parameter Baku Mutu Hasil Analisis
pH 6-9 8,08
BOD (mg/l) 100 73,83
TSS (mg/l) 100 57
Nitrit* (mg/l) 0,06 0,2982
Ket : *) Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001

Menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 112 Tahun 2003
terlihat bahwa parameter pH, BOD, dan TSS masih berada dalam ambang batas baku
mutu. Kadar nitrit apabila dibandingkan dengan Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001
berada di atas ambang batas baku mutu (0,2982 mg/l) > 0,06 mg/l. Hal ini menunjukkan
bahwa kualitas air limbah rumah tangga di Perumahan Bumi Berngam Baru kota Binjai
belum layak dibuang secara langsung ke perairan karena kadar nitrit masih melebihi
persyaratan baku mutu yang diperbolehkan.
Tingginya kadar nitrit tidak lepas dari keberadaan nitrogen dalam kotoran dan air seni
yang akan berakhir menjadi amonia juga. Jika amonia diubah menjadi nitrat maka akan
terdapat nitrit dalam air. Menurut Waite (1984), amonia masuk ke dalam perairan melalui
pembusukan organisme yang sudah mati dan limbah serta pengikatan nitrogen atmosferik
oleh bakteri. Selanjutnya amonia secara cepat dioksidasi dengan memanfaatkan
ketersediaan oksigen terlarut dalam air menjadi nitrit dan nitrat.

B. Kualitas Air Limbah Rumah Tangga Setelah Fitoremediasi


Berdasarkan hasil pengukuran setiap parameter yang diuji, pengaruh fitoremediasi
terhadap setiap parameter, dijelaskan sebagai berikut:

Regional Development Industry & Health Science, Technology and Art of Life 83
ISSN : 2620-6048

1) Penurunan Kadar TSS


Tabel 3 menunjukkan pada percobaan yang dilakukan terhadap air limbah rumah
tangga menggunakan tumbuhan air pada akhir percobaan menunjukkan kadar TSS
menurun.

Tabel 3. Persentase Perbedaan Kadar TSS Limbah Rumah Tangga


Sebelum dan Sesudah Melewati Pengolahan dengan Fitoremediasi
Tumbuhan TSS (mg/l) Beda
Kadar (mg/l) % Beda
Air Sebelum Sesudah
Tanpa Tanaman 57 2,00 55,00 96,49a
Wlingen 57 9,67 47,33 83,04b
Teratai 57 5,33 51,67 90,64a
a)b)c)d)
: Angka yang diikuti huruf yang sama tidak menunjukkan perbedaan yang nyata
menurut uji tukey 5%.

Hasil analisis BNT menunjukkan bahwa proses fitoremediasi dengan tanaman


memiliki pengaruh nyata dalam menurunkan kadar TSS. Kadar TSS pada air limbah
tanpa perlakuan (kontrol) mengalami penurunan sebesar 55,00 mg/l atau 96,49%. Kadar
TSS pada air limbah setelah fitoremediasi dengan tanaman wlingen mengalami
penurunan sebesar 47,33 mg/l atau 83,0. Kadar TSS pada air limbah setelah fitoremediasi
dengan tanaman teratai mengalami penurunan sebesar 51,67 mg/l atau 90,64%.
Hasil uji normalitas data kadar TSS pada limbah dengan menggunakan uji Shapiro-
Wilk dan box plot menunjukkan bahwa kadar TSS pada limbah terdistribusi normal
(metode analitik uji Shapiro-Wilk, p<0,05). Data kemudian dilanjutkan diolah dengan
anova one way. Hasil sidik ragam atau hasil analisis varians menunjukkan besarnya harga
Fhitung akibat pengaruh jenis tanaman sebesar 7,113 dengan nilai p (0,012) < 0,05,
artinya Ho ditolak. Ada perbedaan kadar TSS pada berbagai jenis tanaman air pada
fitoremediasi limbah rumah tangga.
Menurut Stowell et al. (1980), salah satu fungsi akar tanaman air yang tenggelam di
dalam perairan adalah menyaring dan menyerap bahan-bahan yang tersuspensi. Efek
fitoremediasi terhadap penurunan TSS oleh tanaman teratai, terjadi akibat bahan-bahan
tersuspensi yang bobotnya lebih tinggi, dan cenderung selalu menuju bagian dasar
perairan, sehingga membantu terjadinya proses penyaringan oleh akar tanaman teratai
(Yusuf, 2008).
Penurunan TSS pada percobaan ini lebih rendah jika dibandingkan dengan penurunan
TSS pada limbah tanpa tanaman air yang menurunkan 96,49%, karena pada limbah tanpa
tanaman (kontrol) tidak menggunakan tanah sebagai media tanam. Tanah yang digunakan
sebagai media tanam dianggap memiliki mikroorganisme berupa bakteri anaerob.
Menurut penelitian Sharifani dan Soewondo (2009), bahwa TSS erat kaitannya dengan
pertumbuhan mikroorganisme. Meningkatnya konsentrasi TSS dalam biowaste
diakibatkan oleh biomassa yang terdapat dalam bentuk padatan tersuspensi.

2) Penurunan Nilai pH
Pada Tabel 4 menunjukkan bahwa nilai pH limbah rumah tangga mengalami
penurunan setelah melalui proses fitoremediasi. Hasil analisis anova dan BNT
menunjukkan bahwa proses fitoremediasi berpengaruh nyata dalam menurunkan nilai pH.

Regional Development Industry & Health Science, Technology and Art of Life 84
ISSN : 2620-6048

Tabel 4. Persentase Perbedaan Nilai pH Limbah Rumah Tangga Sebelum


dan Sesudah Melewati Pengolahan dengan Fitoremediasi
Tumbuhan pH Beda
% Beda
Air Sebelum Sesudah Nilai
Tanpa Tanaman 8,08 7,72 0,36 4,46 b
Wlingen 8,08 7,02 1,06 13,12a
Teratai 8,08 7,57 0,51 6,31 b
a)b)c)
: Angka yang diikuti huruf yang sama tidak menunjukkan perbedaan yang nyata
menurut uji tukey 5%.

Nilai pH pada air limbah tanpa perlakuan (tanpa tanaman) mengalami penurunan
sebesar 0,36 atau 4,46%. Nilai pH pada air limbah setelah fitoremediasi dengan tanaman
wlingen mengalami penurunan sebesar 1,06 atau 13,12%. Nilai pH pada air limbah
setelah fitoremediasi dengan tanaman teratai mengalami penurunan sebesar 0,51 atau
6,31%.
Hasil uji normalitas data nilai pH pada limbah dengan menggunakan uji Shapiro-
Wilk dan box plot menunjukkan bahwa nilai pH pada limbah terdistribusi tidak normal
(metode analitik uji Shapiro-Wilk, p<0,05, histogram berbentuk moderate negative
skewness. Transformasi data dilakukan dengan sqrt (k-x) sehinggga didapatkan data yang
berdistribusi normal. Pengolahan data dilanjutkan dengan anova one way. Hasil sidik
ragam atau hasil analisis varians menunjukkan besarnya harga Fhitung akibat pengaruh
jenis tanaman sebesar 29,742 dengan nilai p (0,000) < 0,05, artinya Ho ditolak. Ada
perbedaan nilai pH pada berbagai jenis tanaman air pada fitoremediasi limbah rumah
tangga.
Penurunan pH pada tanaman sebagai akibat adanya proses pertukaran ion antara
limbah dengan tanaman air. Akar dan batang tanaman dapat menyerap ion-ion penyebab
asam atau basa yang berlebih, atau melepaskan ion-ion yang dapat menetralkan perairan.
Kemampuan tanaman air untuk melakukan pertukaran ion, dikemukakan oleh Reed et al.,
(1987) bahwa tanaman air di dalam kolam selain berfungsi melindungi perairan dari
cahaya matahari, juga melakukan penyerapan dan pertukaran ion.

3) Penurunan Kadar BOD


Pada Tabel 5 menunjukkan bahwa BOD limbah rumah tangga yang telah melalui
proses fitoremediasi mengalami penurunan. Analisis anova dan BNT menunjukkan
bahwa proses fitoremediasi berpengaruh nyata pada penurunan BOD.

Tabel 5. Persentase Perbedaan Kadar BOD Limbah Rumah Tangga Sebelum


dan Sesudah Melewati Pengolahan dengan Fitoremediasi
Tumbuhan BOD (mg/l) Beda
Kadar (mg/l) % Beda
Air Sebelum Sesudah
Tanpa Tanaman 73,83 24,34 49,49 67,03a
Wlingen 73,83 30,84 42,99 58,23b
Teratai 73,83 30,01 43,82 59,35b
a)b)c)
: Angka yang diikuti huruf yang sama tidak menunjukkan perbedaan yang nyata
menurut uji tukey 5%.

Kadar BOD pada air limbah tanpa perlakuan (tanpa tanaman) mengalami penurunan
sebesar 49,49 mg/l atau 67,03%. Kadar BOD pada air limbah setelah fitoremediasi
dengan tanaman wlingen mengalami penurunan sebesar 42,99 mg/l atau 58,23%. Kadar

Regional Development Industry & Health Science, Technology and Art of Life 85
ISSN : 2620-6048

BOD pada air limbah setelah fitoremediasi dengan tanaman teratai mengalami penurunan
sebesar 43,82 mg/l atau 59,35%.
Hasil uji normalitas data kadar BOD pada limbah dengan menggunakan uji Shapiro-
Wilk dan box plot menunjukkan bahwa kadar BOD pada limbah terdistribusi normal
(metode analitik uji Shapiro-Wilk, p<0,05). Pengolahan data dilanjutkan dengan anova
one way. Hasil sidik ragam atau hasil analisis varians menunjukkan besarnya harga
Fhitung akibat pengaruh jenis tanaman sebesar 24,075 dengan nilai p (0,000) < 0,05,
artinya Ho ditolak. Ada perbedaan kadar BOD pada berbagai jenis tanaman air pada
fitoremediasi limbah rumah tangga.
Penurunan BOD pada limbah rumah tangga yang difitoremediasi oleh wlingen dan
teratai terjadi karena adanya proses penguraian bahan-bahan organik dan anorganik
melalui bantuan mikoroorganisme dari golongan jamur yang hidup pada pada tanaman.
Menurut Suriawiria (2003) salah satu kemampuan tanaman air yang memiliki mikoriza
adalah menguraikan bahan organik dan anorganik sehingga dapat menurunkan BOD.
Penurunan BOD pada percobaan ini lebih rendah jika dibandingkan dengan
penurunan BOD pada limbah tanpa tanaman air yang menurunkan 67,03%, karena erat
kaitannya dengan kadar TSS. TSS akan menghambat proses masuknya sinar matahari ke
dalam perairan. Sehingga mengakibatkan proses fotosintesis tanaman (fitoplankton)
menjadi terhambat. Padahal seperti diketahui, fotosintesis oleh tanaman akan
menghasilkan gas oksigen yang dibutuhkan oleh organisme dalam limbah. Jika oksigen
sedikit, maka bakteri aerobik akan cepat mati karena kurangnya suplai oksigen dan
bakteri anaerobik akan tumbuh.

4) Penurunan Kadar Nitrit


Tabel 6 menunjukkan bahwa kandungan nitrit mengalami penurunan setelah melalui
proses fitoremediasi, namun analisis anova menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh antar
perlakuan pada penurunan nitrit.

Tabel 6. Persentase Perbedaan Kadar Nitrit Limbah Rumah Tangga Sebelum


dan Sesudah Melewati Pengolahan dengan Fitoremediasi
Tumbuhan Nitrit (mg/l) Beda
Kadar (mg/l) % Beda
Air Sebelum Sesudah
Tanpa Tanaman 0,2982 0,2467 0,0515 17,27a
Wlingen 0,2982 0,1541 0,1441 48,32a
Teratai 0,2982 0,2303 0,0679 22,77a
a)b)c)
: Angka yang diikuti huruf yang sama tidak menunjukkan perbedaan yang nyata
menurut uji tukey 5%.

Kadar nitrit pada air limbah tanpa perlakuan (tanpa tanaman) sebesar 0,2467 mg/l
dengan perbedaan penurunan 0,0515 mg/l dan persentasi penurunan 17,27%. Kadar nitrit
pada air limbah setelah fitoremediasi dengan tanaman wlingen mengalami penurunan
sebesar 0,1441 mg/l atau 48,32%. Kadar nitrit pada air limbah setelah fitoremediasi
dengan tanaman teratai mengalami penurunan sebesar 0,0679 mg/l atau 22,77%.
Hasil uji normalitas data kadar nitrit pada limbah dengan menggunakan uji Shapiro-
Wilk dan box plot menunjukkan bahwa kadar nitrit pada limbah terdistribusi tidak normal
(metode analitik uji Shapiro-Wilk, p<0,05), histogram berbentuk moderate negative
skewness. Transformasi data dilakukan dengan sqrt (k-x) sehinggga didapatkan data yang
berdistribusi normal. Pengolahan data dilanjutkan dengan anova one way. Hasil sidik
ragam atau hasil analisis varians menunjukkan besarnya harga Fhitung akibat pengaruh
jenis tanaman sebesar 1,572 dengan nilai p (0,270) > 0,05, artinya Ho diterima. Tidak ada

Regional Development Industry & Health Science, Technology and Art of Life 86
ISSN : 2620-6048

perbedaan kadar nitrit pada berbagai jenis tanaman air pada fitoremediasi limbah rumah
tangga.
Pada dasarnya kemampuan tanaman wlingen dan teratai untuk menurunkan nitrit,
tidak hanya melalui proses penyaringan dan penguraian, seperti unsur yang lain.
Pelepasan oksigen hasil fotosintesis pada lapisan bagian atas dan dasar perairan yang
memungkinkan terjadinya proses nitrifikasi atau perubahan nitrit menjadi nitrat juga
mempengaruhi penurunan nitrit. Hal ini sesuai dengan Barnes dan P.J (1980) bahwa
faktor pengontrol proses nitrifikasi dalam proses pengolahan air salah satunya adalah
oksigen terlarut, dimana proses nitrifikasi terjadi dalam kondisi aerob, sehingga
keberadaan oksigen sangat penting dalam proses ini.

5) Penurunan Kadar Sulfat


Pada Tabel 7 menujukkan bahwa kadar sulfat limbah rumah tangga yang telah
melalui proses fitoremediasi mengalami penurunan. Analisis anova dan BNT
menunjukkan bahwa proses fitoremediasi berpengaruh nyata pada penurunan kadar sulfat.

Tabel 7. Persentase Perbedaan Kadar Sulfat Limbah Rumah Tangga Sebelum


dan Sesudah Melewati Pengolahan dengan Fitoremediasi
Tumbuhan Sulfat (mg/l) Beda
Kadar (mg/l) % Beda
Air Sebelum Sesudah
Tanpa Tanaman 10,80 10,25 0,55 5,09b
Wlingen 10,80 9,53 1,27 11,76b
Teratai 10,80 8,27 2,53 23,43a
a)b)c)
: Angka yang diikuti huruf yang sama tidak menunjukkan perbedaan yang nyata
menurut uji tukey 5%.

Kadar sulfat pada kontrol mengalami penurunan sebesar 0,55 mg/l atau 5,09%. Kadar
sulfat pada air limbah setelah fitoremediasi dengan tanaman wlingen mengalami
penurunan sebesar 1,27 mg/l atau 11,76%. Kadar sulfat pada pada air limbah setelah
fitoremediasi dengan tanaman teratai mengalami penurunan sebesar 2,53 mg/l atau
23,43%.
Hasil uji normalitas data kadar sulfat pada limbah dengan menggunakan uji Shapiro-
Wilk dan box plot menunjukkan bahwa kadar sulfat pada limbah terdistribusi normal
(metode analitik uji Shapiro-Wilk, p<0,05). Pengolahan data dilanjutkan dengan anova
one way. Hasil sidik ragam atau hasil analisis varians menunjukkan besarnya harga
Fhitung akibat pengaruh jenis tanaman sebesar 8,695 dengan nilai p (0,007) < 0,05,
artinya Ho diterima. Ada perbedaan kadar sulfat pada berbagai jenis tanaman air pada
fitoremediasi limbah rumah tangga.
Sulfat yang terlarut pada bagian permukaan dan dasar kolam, ikut tersaring bersama-
sama dengan bahan-bahan yang tersuspensi lainnya oleh akar tanaman wlingen dan
teratai. Setelah sulfat sampai pada permukaan akar, terjadi proses penyerapan untuk
memenuhi kebutuhan tanaman terhadap unsur sulfat. Tanaman membutuhkan sulfat
sebagai salah satu unsur hara esensial yang menyusun asam amino (Salisbury & Ross,
1995). Mekanisme penyerapan tersebut, menyebabkan kadar sulfat air limbah berkurang.

4. Kesimpulan & Saran


A. Kesimpulan
1) Karakteristik limbah rumah tangga Perumahan Bumi Berngam Baru menurut
KepMen LH No. 112 Tahun 2003 parameternya masih di dalam ambang batas,
namun menurut PP No. 82 Tahun 2001 parameter nitrit masih di atas ambang batas >
0,06 mg/l (0,2982 mg/l).

Regional Development Industry & Health Science, Technology and Art of Life 87
ISSN : 2620-6048

2) Penurunan kadar TSS paling efektif oleh tanaman teratai sebesar 90,64%
3) Penurunan pH paling efektif oleh tanaman wlingen sebesar 13,12
4) Penurunan kadar BOD paling efektif oleh tanaman teratai sebesar 59,35%
5) Penurunan kadar nitrit paling efektif oleh tanaman wlingen sebesar 48,32%,
6) Penurunan kadar sulfat paling efektif oleh tanaman teratai sebesar 23,43%

B. Saran
1) Disarankan pada pemerintah dan masyarakat untuk melakukan penataan tanaman air
pada kolam-kolam di sekitar pemukiman, baik komposisi dan jenisnya, maupun
penempatannya, sesuai dengan karakteristik setiap jenis tanamannnya, agar dalam
kolam tersebut dapat berlangsung proses fitoremediasi yang efektif.
2) Disarankan pada penelitian lain, menggunakan jenis tanaman yang yang
perkecambahannya sama (dikotil atau monokotil) untuk mengetahui perbedaan
efektifitas menurut karakteristik tanaman, atau menggunakan pola kombinasi
tanaman pada proses fitoremediasinya karena masih ada parameter (nitrit) yang
masih berada di atas ambang batas.

Ucapan terima kasih


Penulis mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan dosen Universitas Nahdlatul
Ulama Sumatera atas diskusinya yang bermanfaat.

Referensi
[1] Archer, M. J. G dan R. A. Caldwell, 2004. Response of Six Australian Plant Species
to Heavy Metal Contamination at An Abandoned Mine Site. Water Air Soil Poll.
157(1-4): 257–267.

[2] Azwar, Azrul, 1995. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Mutiara Sumber,
Jakarta.

[3] Barnes, D., and P.J. Blisse. 1980. Biological Control of Nitrogen in Wastewater
Treatment. London. New York.

[4] Chojnacka K., Chojnacki A., Gorecka H., Gorecki H., 2005. Bioavailability of
Heavy Metals from Polluted Soils to Plants. Science of the Total Environment. 337:
175–18.

[5] Connell, D. W., dan G. J. Miller., 1984. Chemistry and Ecotoxicology of Pollution.
John Wiley and Sons, New York.

[6] Dordio, A., dan A. J. P. Carvalho., 2011. Phytoremediation: An Option for Removal
of Organic Xenobiotics from Water. Handbook of Phytoremediation. pp 51-92.

[7] Finlayson, C.M., dan A.J. Chick. 1983. Testing the Potential of Aquatic Plants to
Treat Abattoir Effluent. Water Res. 17(2): 415-422.

[8] Hadiyanto dan Christwardana, Marcelinus., 2012. Aplikasi Fitoremediasi Limbah


Jamu Pemanfaatannya untuk Produksi Protein. Jurnal Ilmu Lingkungan. 10(1): 129-
134.

Regional Development Industry & Health Science, Technology and Art of Life 88
ISSN : 2620-6048

[9] Hermawati, Ervina., dan Wiryanto, Solichatun., 2005. Fitoremediasi Limbah


Detergen Menggunakan Kayu Apu (Pistia stratiotes l.) dan Genjer (Limnocharis
flava l.). Jurnal Bio Smart. 7: 115-124.

[10] Kostermans, A. J. G. H., S. Wirjahardja, dan R. J. Dekker. 1987. The Weeds:


Description, Ecology and Control. pp 24-565. Dalam M. Soerjani, A. J. G. H.
Kostermans, and G. Tjitrosoepomo, (eds.). Weeds of Rice in Indonesia. Balai
Pustaka, Jakarta, Indonesia.

[11] Lay, B.W. dan Hastowo. 1992. Mikrobiologi. Penerbit CV. Rajawali. Jakarta.

[12] Marianto, Lukito Adi., 2001. Tanaman Air. Agro Media Pustaka. Jakarta.

[13] Mukhtasor, 2007. Pencemaran Pesisir dan Laut. PT.Pradnya Paramita. Jakarta.

[14] Newman, L.A., dan C.M. Reynolds., 2004. Phytodegradation of Organic


Compounds. Curr Opin Biotechnol. 15: 225–230.

[15] Priyanto, B., dan J. Prayitno., 2000. Fitoremediasi Sebagai Sebuah Teknologi
Pemulihan Pencemaran, Khususnya Logam Berat. Seminar Nasional Peranan
Teknologi Lingkungan Alam Pengembangan Industri dan Pengelolaan Sumberdaya
Alam yang Berkelanjutan: Jakarta, 11-12 Juli 2000.

[16] Salisbury, F.B., dan C.W. Ross., 1995. Fisiologi Tumbuhan. Institut Teknologi
Bandung. Bandung.

[17] Schnoor J. L., Licht L. A., McCutcheon S. C., Wolfe N. L.,Carriera L. H. 2005.
Phytoremediation: an emerging technology for contaminated sites.
http://www.engg.ksu.edu/HSRC/Abstracts/schnoor.html . Diakses 4 Maret 2018.

[18] Sharifani, Shinta., dan Soewondo, Prayatni., 2009. Degradasi Biowaste Fasa Cair,
Slurry, dan Padat dalam Reaktor Batch Anaerob Sebagai Bagian dari Mechanical
Biological Treatment. Paper. Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Sipil dan
Teknik Lingkungan, Institut Teknologi Bandung. Bandung.

[19] Singh, O. V dan R. K. Jain. 2003. Phytoremediation of Toxic Aromatic Pollutants


from Soil. Appl Microbiol Biot. 63: 128-135.

[20] Singh S, K. A. A. Juwarkar., S. Kumar., J. Meshram., M. Fan., 2007. Effect of


Amendment on Phytoextraction of Arsenic by Vetiveria zizanioides from Soil. Int.
J. Environ. Sci. Tech., 4(3): 339-344.

[21] Stowel, R.R., XC. Ludwig., dan G. Thobanoglous. 1980. Toward the Rational
Design of Aquatic Treatments of Wastewater. Departement of Civil Engineering
and Land, Air, and Water Resources, University of California. California.

[22] Sumadi, I Nyoman, 2010. Pengaruh Dosis Pupuk Kandang Sapi terhadap
Pertumbuhan dan Hasil Beberapa Varietas Kacang Tanah (Arachis hypogaea l.) di
Lahan Kering. Tesis. Program Magister Program Studi Pertanian Lahan Kering
Program Pascasarjana Universitas Udayana. Denpasar

Regional Development Industry & Health Science, Technology and Art of Life 89
ISSN : 2620-6048

[23] Suresh, B., dan G. A. Ravishankar., 2004. Phytoremediation – A Novel


anPromising Approach for Environmental Clean-up. Crit. Rev. Biotechnol. 24: 97-
124.

[24] Suriawiria, U., 2003. Mikrobiologi Air dan Dasar-Dasar Pengolahan Buangan
Secara Biologis. Alumni. Bandung. Syafrani, 2007. Kajian Pemanfaatan Media
Penyaring dan Tumbuhan Air Setempat untuk Pengendalian Limbah Cair pada
Sub-Das Tapung Kiri Provinsi Riau. Disertasi. Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor.

[25] Waite, T.D. 1984. Principles of Water Quality. Academic Press, INC London.

[26] Yusuf, G., 2008. Bioremediasi Limbah Rumah Tangga dengan Sistem Simulasi
Tanaman Air. Jurnal Bumi Lestari. 8(2): 136-144.

Regional Development Industry & Health Science, Technology and Art of Life 90

You might also like