You are on page 1of 17

Al Amin: Jurnal Kajian Ilmu dan Budaya Islam P-ISSN: 2088-7981

Vol. 3, No. 1, 2020 E-ISSN: 2685-1148


doi.org/10.36670/alamin.v2i02.20

ANALISIS PENGARUH TINGKAT PENDIDIKAN DAN PENGANGGURAN


TERHADAP JUMLAH PENDUDUK MISKIN KABUPATEN BOGOR
TAHUN 2015 DI PARUNG

Rabiatul Adawiya
Universitas Muhammadiyah Jakarta
Email: wiyahdpr@gmail.com

Dina Febriani
Universitas Muhammadiyah Jakarta
Email: taufik_dina@yahoo.com

ABSTRACT

Poverty is one of the fundamental problems in a region. Poverty is not only the responsibility of the
central government but also the responsibility of local governments, especially for the government at
the district level. Poverty does not stand alone or just appear but poverty is certainly caused by
various factors. Two of the many factors that influence poverty are education levels and
unemployment. The level of education and unemployment diagnosed has an influence on poverty.
This study aims to determine the effect of education levels and unemployment on the number of poor
residents of Bogor Regency in 2015 in Parung. The data used in this study are secondary data
obtained from the Central Statistics Agency (BPS) of Bogor Regency and other sources as supporters.
The research method in this research is quantitative research. Data analysis method used is descriptive
analysis. Data analysis in this study uses SPSS (Statistical Product and Service Solution). The sample
used in this study was data from the Central Statistics Agency for Bogor Regency in 2015. The results
showed that partially the level of education and unemployment did not significantly influence the
number of poor people. The level of education only affected 18.4% of the number of poor people in
Bogor Regency in 2015. Meanwhile, Unemployment only affected 14.5% of the number of poor
people in Bogor Regency in 2015. The results of simultaneous analysis of the variable levels of
education and unemployment only gave influence of 42.3% on the number of poor people in Bogor
Regency in Parung. So this study concludes that there are other factors that have caused the number of
poor residents of Bogor Regency in Parung throughout 2015.

Keywords: Education Level, Unemployment, Number of Poor Population

ABSTRAK

Kemiskinan menjadi salah satu masalah fundamental di suatu wilayah. Kemiskinan tidak hanya
menjadi tanggungjawab pemerintah pusat tetapi juga menjadi tanggungjawab pemerintah daerah
terkhusus bagi pemerintah ditingkat kecamatan. Kemiskinan tidak berdiri sendiri atau muncul begitu
saja tetapi kemiskinan tentu saja disebabkan berbagai faktor. Dua dari sekian banyak faktor yang
mempengaruhi kemiskinan adalah tingkat pendidikan dan pengangguran. Tingkat pendidikan dan
pengangguran di diagnose memiliki pengaruh terhadap kemiskinan. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh tingkat pendidikan dan pengangguran terhadap jumlah penduduk miskin
Kabupaten Bogor tahun 2015 di Parung. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Bogor dan sumber lainnya
sebagai pendukung. Metode penelitian dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Metode
analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif. Analisa data dalam penelitian ini
menggunakan SPSS (Statistical Product and Service Solution). Sampel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor Tahun 2015.Hasil penelitian
menunjukkan bahwa secara parsial tingkat pendidikan dan pengangguran tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap jumlah penduduk miskin. Tingkat pendidikan hanya berpengaruh sebesar 18,4 %
terhadap jumlah penduduk miskin Kabupaten Bogor tahun 2015. Sementara itu, Pengangguran hanya

19
Al Amin: Jurnal Kajian Ilmu dan Budaya Islam P-ISSN: 2088-7981
Vol. 3, No. 1, 2020 E-ISSN: 2685-1148
doi.org/10.36670/alamin.v2i02.20

berpengaruh sebesar 14,5 % terhadap jumlah penduduk miskin Kabupaten Bogor tahun 2015. Hasil
analisis secara simultan atas variabel tingkat pendidikan dan penggangguran hanya memberikan
pengaruh sebesar 42,3 % terhadap jumlah penduduk miskin Kabupaten Bogor di Parung. Sehingga
penelitian ini menyimpulkan terdapat faktor-faktor lain yang menjadi penyebab jumlah penduduk
miskin Kabupaten Bogor di Parung sepanjang tahun 2015.

Kata Kunci: Tingkat Pendidikan, Pengangguran, Jumlah Penduduk Miskin

20
Al Amin: Jurnal Kajian Ilmu dan Budaya Islam P-ISSN: 2088-7981
Vol. 3, No. 1, 2020 E-ISSN: 2685-1148
doi.org/10.36670/alamin.v2i02.20

A. PENDAHULUAN
Pendidikan Indonesia semakin hari kualitasnya makin rendah. Berdasarkan
Survey United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO),
terhadap kualitas pendidikan di negara-negara berkembang di Asia Pasifik, Indonesia
menempati peringkat 10 dari 14 negara. Sedangkan untuk kualitas para guru, kulitasnya
berada pada level 14 dari 14 negara berkembang. Salah satu faktor rendahnya kualitas
pendidikan di Indonesia adalah karena lemahnya para guru dalam menggali potensi anak.
Para pendidik seringkali memaksakan kehendaknya tanpa pernah memperhatikan
kebutuhan, minat dan bakat yang dimiliki siswanya. Kelemahan para pendidik kita,
mereka tidak pernah menggali masalah dan potensi para siswa. Pendidikan seharusnya
memperhatikan kebutuhan anak bukan malah memaksakan sesuatu yang membuat anak
kurang nyaman dalam menuntut ilmu. Proses pendidikan yang baik adalah dengan
memberikan kesempatan pada anak untuk kreatif. Itu harus dilakukan sebab pada
dasarnya gaya berfikir anak tidak bisa diarahkan.1
Selain kurang kreatifnya para pendidik dalam membimbing siswa, kurikulum
yang sentralistik membuat potret pendidikan semakin buram. Kurikulum hanya
didasarkan pada pengetahuan pemerintah tanpa memperhatikan kebutuhan masyarakat.
Lebih parah lagi, pendidikan tidak mampu menghasilkan lulusan yang kreatif. Ini
salahnya, kurikulum dibuat di Jakarta dan tidak memperhatikan kondisi di masyarakat
bawah. Jadi, para lulusan hanya pintar cari kerja dan tidak pernah bisa menciptakan
lapangan kerja sendiri, padahal lapangan pekerjaan yang tersedia terbatas. Kualitas
pendidikan Indonesia sangat memprihatinkan. Berdasarkan analisa dari badan
pendidikan dunia (UNESCO), kualitas para guru Indonesia menempati peringkat terakhir
dari 14 negara berkembang di Asia Pacifik. Posisi tersebut menempatkan negeri agraris
ini dibawah Vietnam, negaran yang baru merdeka beberapa tahun lalu. Sedangkan untuk
kemampuan membaca, Indonesia berada pada peringkat 39 dari 42 negara berkembang
di dunia. Lemahnya input quality, kualitas guru kita ada diperingkat 14 dari 14 negara
berkembang. Ini juga kesalahan negara yang tidak serius untuk meningkatkan kualitas
pendidikan. Dari sinilah penulis mencoba untuk membahas lebih dalam mengenai
pendidikan di Indonesia dan segala dinamikanya.
Pemerintah menjalankan beberapa cara dengan sasaran utamanya adalah
menurunkan jumlah penduduk miskin yang merupakan salah satu penyebab tidak
sejahteranya rakyat Indonesia, yakni dengan menjalankan strategi sebagai berikut:
1. Meningkatkan pendapatan bagi masyarakat
2. Membantu meringankan beban hidup penduduk miskin
Pemerintah telah menjalankan program-program penanggungan kemiskinan untuk
membantu rakyat yang tidak mampu yang dibagi menjadi 3 klaster yaitu:
a. Klaster I
Membantu Program Keluarga Harapan (PKH), Program Beras untuk Keluarga Miskin
(RASKIN), dalam bidang sosial Bantuan Operasional Sekolah (BOS), dan program
Bantuan Siswa Miskin (BSM) dalam bidang pendidikan, program Jaminan Kesehatan
Masyarakat (JAMKESMAS) dalam bidang kesehatan.
b. Klaster II
Membantu Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) dan program
Perluasan dan Pengembangan Kesempatan Kerja atau Padat Karya Produktif.
c. Klaster III

1
Saihu dan Taufik, “Perlindungan Hukum Bagi Guru”, Al Amin: Jurnal Kajian Ilmu dan Budaya
Islam, Vol. 2, No. 2 (2019): 1.

21
Al Amin: Jurnal Kajian Ilmu dan Budaya Islam P-ISSN: 2088-7981
Vol. 3, No. 1, 2020 E-ISSN: 2685-1148
doi.org/10.36670/alamin.v2i02.20

Membantu program Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan Kredit Usaha Bersama
(KUBE) agar program yang berjalan sesuai sasaran kepada rakyat yang benar-benar
tidak mampu maka diperlukan data kemiskinan yang handal dan terbaru untuk target dan
sasaran yang tepat yaitu rumah tangga miskin.2
Tujuan berdirinya negara Indonesia adalah meningkatkan kesejahteraan umum dan
mencerdaskan kehidupan bangsa dan mewujudkan kehidupan yang layak bagi rakyat
Indonesia. Untuk merealisasikan tujuan itu maka pemerintah membentuk visi dan misi
pembangunan nasional untuk seluruh rakyat Indonesia. Visi kementrian pendidikan
Indonesia tahun 2015 dalam dunia pendidikan adalah “Terbentuknya Insan serta
Ekosistem Pendidikan dan Kebudayaan yang Berkarakter dengan Berlandaskan Gotong
Royong”. Salah satu visi pembangunan nasional adalah meningkatkan kinerja
perekonomian untuk menciptakan lapangan pekerjaan yang dibutuhkan oleh seluruh
rakyat Indonesia dan menata kehidupan yang layak bagi seluruh rakyat Indonesia3 Di
samping visi pembangunan nasional pemerintah juga membentuk misi pembangunan
nasional yakni mewujudkan Indonesia yang sejahtera dan memberikan kehidupan yang
layak bagi seluruh rakyat Indonesia dengan sasaran utamanya adalah kemiskinan dengan
menurunkan jumlah penduduk miskin dari 10,96% pada akhir tahun 2014 dan
menargetkan angka kemiskinan 5% pada 2019 dengan syarat pertumbuhan ekonomi rata-
rata 7% yang tentunya dengan sasaran yang lebih terarah dan tercatat pada data BPS
yang menyatakan bahwa pada tahun 2014 tingkat pengangguran mengalami penurunan
yakni 5,7% dibandingkan dengan tingkat pengangguran pada tahun 2013 sebesar 5,82%
dan tingkat pendidikan di Indonesia yang masih dianggap rendah.
Banyak faktor yang menjadi penyebab tingginya jumlah penduduk miskin, salah
satunya adalah tingkat pengangguran yang tinggi dan rendahnya tingkat pendidikan yang
ditamatkan oleh suatu kelompok masyarakat. Hal itu sangat berpengaruh terhadap
jumlah penduduk miskin karena semakin rendahnya tingkat pendidikan yang ditamatkan
maka SDM yang dimiliki oleh suatu kelompok masyarakat dinilai rendah sehingga
menjadikan tingkat pengangguran semakin tinggi yang kemudian akan menyebabkan
tingginya jumlah penduduk miskin. Pendidikan merupakan salah satu hal yang penting
dalam ketenagakerjaan. Sudah menjadi hal yang umum bahwa pendidikan formal
merupakan syarat yang di perlukan secara teknis karena tingkat pendidikan seseorang
sangat mempengaruhi kualitas sumber daya manusia dengan tingkat pendidikan yang
berkualitas akan menghasilkan sumberdaya manusia yang terdidik dan terampil sehingga
kedepannya akan berpengaruh untuk mendapatkan kesempatan kerja. Sekelompok
masyarakat yang menamatkan tingkat pendidikan yang masih rendah maka kualitas
sumber daya manusianya juga rendah, sehingga peluang mendapatkan pekerjaan juga
kecil dan akhirnya terjadilah pengangguran.
Langkah yang lebih utama yang harus dilakukan untuk mewujudkan tujuan
pembangunan bangsa adalah membentuk penerus-penerus bangsa yang handal, memiliki
kualitas sumber daya manusia yang tinggi, memiliki jiwa yang tangguh dan memiliki
sifat yang mandiri tidak ketergantungan. Untuk membentuk generasi yang demikian
dapat dipersiapkan melalui pendidikan hal ini akan mudah terwujud bila dinegara-negara
yang sudah maju, namun untuk negara-negara berkembang seperti Indonesia diperlukan
usaha dan upaya yang lebih untuk membentuk penerus-penerus bangsa yang handal
melalui pendidikan dengan menyelesaikan pendidikan sampai tingkat pendidikan yang
tinggi. Akan tetapi keberhasilan seseorang menamatkan pendidikan sampai pendidikan

2
Detiknews. Buruknya kualitas manusia Indonesia. 21 November 2011.
3
Badan Pusat Statistik. 2014, Parung Dalam Angka Tahun 2014.

22
Al Amin: Jurnal Kajian Ilmu dan Budaya Islam P-ISSN: 2088-7981
Vol. 3, No. 1, 2020 E-ISSN: 2685-1148
doi.org/10.36670/alamin.v2i02.20

tinggi sekalipun belum tentu menjamin seseorang untuk memperoleh pekerjaan yang
layak bila hanya dilihat dari tingkat pendidikan karena juga dibutuhkan tenaga yang
terampil dan memiliki keahlian. Apabila jumlah penyedia lapangan kerja tidak sebanding
dengan jumlah peningkatan tenaga kerja maka tingkat pengangguran akan semakin
tinggi.

B. TINJAUAN PUSTAKA
a. Pendidikan
Pengertian pendidikan menurut Instruksi Presiden No. 15 Tahun 1974 adalah
segala sesuatu usaha untuk membina kepribadian dan mengembangkan kemampuan
manusia Indonesia, jasmani dan rohani yang berlangsung seumur hidup, baik didalam
maupun diluar sekolah dalam rangka pembangunan persatuan Indonesia dan masyarakat
yang adil, makmur berdasarkan pancasila. Pendidikan sosial merupakan hal yang paling
utama bagi terbangunnya kesetiakawanan, egaliter (kesamaan derajat), tenggang rasa,
toleransi (tasamuh), saling menghormati, kebersamaan, kedamaian, dan persaudaraan
dan sesuai dengan tujuan pendidikan sosial yang terdapat dalam Surat At-Taubah Ayat
71-72.4 pendidikan adalah upaya persuasi atau pembelajaran kepada masyarakat, agar
masyarakat mau melakukan tindakan-tindakan (praktik) untuk memelihara (mengatasi
masalah- masalah), dan meningkatkan kesehatannya. Perubahan atau tindakan
pemeliharaan dan peningkatan kesehatan yang dihasilkan oleh pendidikan kesehatan ini
didasarkan kepada pengetahuan dan kesadarannya melalui proses pembelajaran,
sehingga perilaku tersebut diharapkan akan berlangsung lama (long lasting) dan menetap
(langgeng), karena didasari oleh kesadaran. Dari beberapa definisi tentang pendidikan
diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah upaya persuasif yang dilakukan untuk
menyiapkan peserta didik agar mampu mengembangkan potensi yang dimiliki secara
menyeluruh dalam memasuki kehidupan dimasa yang akan datang.

b. Pengangguran
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) dalam indikator ketenagakerjaan,
pengangguran adalah penduduk yang tidak bekerja namun sedang mencari pekerjaan
atau sedang mempersiapkan suatu usaha baru atau penduduk yang tidak mencari
pekerjaan karena sudah diterima bekerja tetapi belum mulai bekerja. Menurut Sukirno
pengangguran adalah suatu keadaan dimana seseorang yang termasuk dalam angkatan
kerja ingin memperoleh pekerjaan akan tetapi belum mendapatkannya.5 Seseorang yang
tidak bekerja namun tidak secara aktif mencari pekerjaan tidak tergolong sebagai
pengangguran. Faktor utama yang menyebabkan terjadinya pengangguran adalah
kurangnya pengeluaran agregat. Pengusaha memproduksi barang dan jasa dengan
maksud memperoleh keuntungan, akan tetapi keuntungan tersebut akan diperoleh apabila
pengusaha tersebut dapat menjual barang dan jasa yang mereka produksi. Semakin besar
permintaan, semakin besar pula barang dan jasa yang mereka wujudkan. Kenaikan
produksi yang dilakukan akan menambah penggunaan tenaga kerja. Pengangguran
merupakan masalah makroekonomi yang mempengaruhi kelangsungan hidup manusia
secara langsung. Bagi kebanyakan orang kehilangan suatu pekerjaan merupakan
penurunan suatu standar kehidupan. Jadi tidak mengejutkan apabila pengangguran
menjadi topik yang sering diperbincangkan dalam perdebatan politik oleh para politisi

4
Saihu, “Pendidikan Sosial Yang Terkandung Dalam Surat At-Taubah Ayat 71-72”, Edukasi Islami:
Jurnal Pendidikan Islam, VoL: 09, No, 01 (2020): 127-148.
5
Sudono Sukirno, Teori Pengantar Makro Ekonomi (Jakarta, Raja Grafindo Perkasa, 1997), 17.

23
Al Amin: Jurnal Kajian Ilmu dan Budaya Islam P-ISSN: 2088-7981
Vol. 3, No. 1, 2020 E-ISSN: 2685-1148
doi.org/10.36670/alamin.v2i02.20

yang seringkali mengkaji bahwa kebijakan yang mereka tawarkan akan membantu
terciptanya lapangan pekerjaan.

c. Kemiskinan
Definisi tentang kemiskinan telah mengalami perluasan, seiring dengan semakin
kompleksnya faktor penyebab, indikator maupun permasalahan lain yang melingkupinya.
Kemiskinan tidak lagi hanya dianggap sebagai dimensi ekonomi melainkan telah meluas
hingga ke dimensi sosial, kesehatan, pendidikan dan politik. Menurut Badan Pusat
Statistik, kemiskinan adalah ketidakmampuan memenuhi standar minimum kebutuhan
dasar yang meliputi kebutuhan makan maupun non makan. Membandingkan tingkat
konsumsi penduduk dengan garis kemiskinan atau jumlah rupiah untuk konsumsi orang
perbulan.
Definisi kemiskinan menurut UNDP dalam Cahyat adalah ketidakmampuan
untuk memperluas pilihan-pilihan hidup, antara lain dengan memasukkan penilaian tidak
adanya partisipasi dalam pengambilan kebijakan publik sebagai salah satu indikator
kemiskinan. Pada dasarnya definisi kemiskinan dapat dilihat dari dua sisi, yaitu: a)
Kemiskinan absolut adalah Kemiskinan yang dikaitkan dengan perkiraan tingkat
pendapatan dan kebutuhan yang hanya dibatasi pada kebutuhan pokok atau kebutuhan
dasar minimum yang memungkinkan seseorang untuk hidup secara layak.
Dengan demikian kemiskinan diukur dengan membandingkan tingkat pendapatan
orang dengan tingkat pendapatan yang dibutuhkan untuk memperoleh kebutuhan
dasarnya yakni makanan, pakaian dan perumahan agar dapat menjamin kelangsungan
hidupnya. b) Kemiskinan relatif adalah kemiskinan dilihat dari aspek ketimpangan sosial,
karena ada orang yang sudah dapat memenuhi kebutuhan dasar minimumnya tetapi
masih jauh lebih rendah dibanding masyarakat sekitarnya (lingkungannya). Semakin
besar ketimpangan antara tingkat penghidupan golongan atas dan golongan bawah maka
akan semakin besar pula jumlah penduduk yang dapat dikategorikan miskin, sehingga
kemiskinan relatif erat hubungannya dengan masalah distribusi pendapatan. Menurut
Todaro, menyatakan bahwa variasi kemiskinan di negara berkembang disebabkan oleh
beberapa faktor, yaitu: (1) perbedaan geografis, jumlah penduduk dan tingkat
pendapatan, (2) perbedaan sejarah, sebagian dijajah oleh Negara yang berlainan, (3)
perbedaan kekayaan sumber daya alam dan kualitas sumber daya manusianya, (4)
perbedaan peranan sektor swasta dan negara, (5) perbedaan struktur industri, (6)
perbedaan derajat ketergantungan pada kekuatan ekonomi dan politik negara lain dan (7)
perbedaan pembagian kekuasaan, struktur politik dan kelembagaan dalam negeri.6
Sedangkan menurut Jhingan, mengemukaan tiga ciri utama Negara berkembang yang
menjadi penyebab dan sekaligus akibat yang saling terkait pada kemiskinan. Pertama,
prasarana dan sarana pendidikan yang tidak memadai sehingga menyebabkan tingginya
jumlah penduduk buta huruf dan tidak memiliki keterampilan Universitas Sumatera
Utara ataupun keahlian. Ciri kedua, sarana kesehatan dan pola konsumsi buruk sehingga
hanya sebahagian kecil penduduk yang bisa menjadi tenaga kerja produktif dan yang
ketiga adalah penduduk terkonsentrasi di sektor pertanian dan pertambangan dengan
metode produksi yang telah usang dan ketinggalam zaman. Untuk mengukur kemiskinan,
Indonesia melalui BPS menggunakan pendekatan kebutuhan dasar (basic needs) yang
dapat diukur dengan angka atau hitungan Indeks Perkepala (Head Count Index), yakni
jumlah dan persentase penduduk miskin yang berada di bawah garis kemiskinan.
6
Michael P. Todaro, Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga Edisi Kedua, Terjemahan Haris
Munandar (Jakarta. Penerbit Erlangga, 1994), 67.

24
Al Amin: Jurnal Kajian Ilmu dan Budaya Islam P-ISSN: 2088-7981
Vol. 3, No. 1, 2020 E-ISSN: 2685-1148
doi.org/10.36670/alamin.v2i02.20

Garis kemiskinan ditetapkan pada tingkat yang selalu konstan secara riil sehingga
kita dapat mengurangi angka kemiskinan dengan menelusuri kemajuan yang diperoleh
dalam mengentaskan kemiskinan di sepanjang waktu. Salah satu cara mengukur
kemiskinan yang diterapkan di Indonesia yakni mengukur derajat ketimpangan
pendapatan diantara masyarakat miskin, seperti koefisien Gini antar masyarakat miskin
(GP) atau koefisien variasi pendapatan (CV) antar masyarakat miskin (CVP). Koefisien
Gini atau CV antar masyarakat miskin tersebut penting diketahui karena dampak
guncangan perekonomian pada kemiskinan dapat sangat berbeda tergantung pada tingkat
dan distribusi sumber daya diantara masyarakat miskin. Aksioma-aksioma atau prinsip-
prinsip untuk mengukur kemiskinan, yakni: anonimitas, independensi, maksudnya
ukuran cakupan kemiskinan tidak boleh tergantung pada siapa yang miskin atau pada
apakah negara tersebut mempunyai jumlah penduduk yang banyak atau sedikit. Prinsip
monotenisitas, yakni bahwa jika kita memberi sejumlah uang kepada seseorang yang
berada dibawah garis Universitas Sumatera Utara kemiskinan, jika diasumsikan semua
pendapatan yang lain tetap maka kemiskinan yang terjadi tidak mungkin lebih tinggi dari
pada sebelumnya. Prinsip sensitivitas distribusional menyatakan bahwa dengan semua
hal lain konstan, jika anda mentransfer pendapatan dari orang miskin ke orang kaya,
maka akibatnya perekonomian akan menjadi lebih miskin. Dua indeks kemiskinan yang
sangat sering digunakan karena memenuhi empat kriteria tersebut adalah Indeks Send
dan Indeks Foster-Greer-Thorbecke (FGT) (P alpa). UNDP selain mengukur kemiskinan
dengan parameter pendapatan pada tahun 1997 memperkenalkan apa yang disebut Indeks
Kemiskinan Manusia (IKM) (Human Poverty Indeks-HPI) atau biasa juga disebut Indeks
Pembangunan Manusia (Human Development Indeks-HDI), yakni bahwa kemiskinan
harus diukur dalam satuan hilangnya tiga hal utama (theree key deprivations), yaitu
kehidupan, pendidikan dan ketetapan ekonomi.

C. METODE PENELITIAN
a. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kuantitatif, tujuan penelitian
deskriptif adalah untuk membuat deskripsi, gambaran, lukisan secara sistematis,
faktual dan akurat mengenai fakta, sifat serta hubungan antara berbagai fenomena
yang diselidiki. Penelitan ini bertujuan untuk menguji dan memberikan bukti empiris
tentang Analisis Pengaruh Tingkat Pendidikan Dan Pengangguran Terhadap Jumlah
Penduduk Miskin Tahun 2015 Kabupaten Bogor Di Parung.
b. Jenis Penelitian dan Lokasi Penelitian
Desain Penelitian dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif.
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Bogor tepatnya di Kecamatan Parung. Lokasi
Penelitian ditentukan berdasarkan pengamatan peneliti bahwa terdapat penduduk
miskin yang penyebarannya tidak merata di berbagai wilayah di Kecamatan Parung
Kabupaten Bogor.
c. Defenisi Operasional
Defenisi operasional adalah penjabaran masing-masing variabel terhadap indikator
yang membentuknya. Dalam penelitian ini terdiri atas satu variabel terikat (dependen
variabel) dan dua variabel bebas (independent variabel). Variabel terikat (dependen
variabel) adalah variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat, karena adanya
variabel bebas (Sugiyono, 2013). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah Jumlah
Penduduk Miskin (Y). Variabel bebas (Independent Variabel) yaitu variabel yang
mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel terikat

25
Al Amin: Jurnal Kajian Ilmu dan Budaya Islam P-ISSN: 2088-7981
Vol. 3, No. 1, 2020 E-ISSN: 2685-1148
doi.org/10.36670/alamin.v2i02.20

(Sugiyono, 2013). Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu Tingkat Pendidikan (X1)
dan Pengangguran (X2).
d. Populasi dan Sampel
Populasi adalah keseluruhan gejala atau satuan yang ingin diteliti (Bambang Prasetyo,
2012). Populasi target adalah populasi yang menjadi sasaran keberlakuan kesimpulan
dalam penelitian (Sukmadinata, 2013). Dalam penelitian populasi yang digunakan
peneliti adalah seluruh data yang terkait tingkat pendidikan dan pengangguran serta
jumlah penduduk miskin di Kecamatan Parung Kabupaten Bogor.
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Bila
populasi besar dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi
disebabkan oleh keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti dapat
menggunakan sampel yang diambil dari populasi (Sugiyono, 2014). Apa yang
dipelajari dari sampel tersebut akan menjadi kesimpulan bagi populasi secara
keseluruhan. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah data tingkat
pendidikan, pengangguran dan jumlah penduduk miskin berdasarkan Badan Pusat
Statistik tahun 2015 selama 12 bulan dengan margin error 5%. Setelah seluruh
dikumpulkan, akan diolah dengan menggunakan SPSS (Statistical Product and
Service Solution)
e. Sumber Data
Data-data dalam penelitian ini menggunakan data penelitian kualitatif dan data
penelitian kuantitatif. Data kualitatif dalam penelitian ini adalah gambaran umum
mengenai kondisi di Kecamatan Parung Kabupaten Bogor serta ulasan landasan teori.
Data kuantitatif dalam penelitian ini adalah rata-rata lama sekolah, tingkat pendidikan
dan jumlah penduduk miskin tahun 2015 yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik
Kabupaten Bogor serta dokumen-dokumen ataupun catatan-catatan yang telah diolah
oleh pihak-pihak terkait sehingga dapat digunakan untuk kepentingan analisis.
f. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
observasi non partisipan. Peneliti tidak terlibat dan hanya pengamat independen
(Sugiyono, 2013). Data yang dikumpulkan melalui metode ini adalah dengan cara
melakukan pengamatan dan mencatat serta mempelajari uraian-uraian dari buku-
buku, jurnal-jurnal, skripsi dan mengakses data dari perpustakaan Badan Pusat
Statistik Kabupaten Bogor.
g. Teknik Analisis Data
a. Uji Autokorelasi Durbin Watson
Uji Durbin Watson adalah sebuah test yang digunakan untuk mendeteksi
terjadinya autokorelasi pada nilai residual (prediction errors) dari sebuah analisis
regresi. Yang dimaksud dengan Autokorelasi adalah “hubungan antara nilai-nilai
yang dipisahkan satu sama lain dengan jeda waktu tertentu”.
b. Uji normalitas
Uji Normalitas adalah sebuah uji yang dilakukan dengan tujuan untuk menilai
sebaran data pada sebuah kelompok data atau variabel, apakah sebaran data
tersebut berdistribusi normal ataukah tidak.
c. Persamaan regresi berganda
Analisis regresi linier berganda adalah hubungan secara linear antara dua atau
lebih variabel independen (X1, X2,….Xn) dengan variabel dependen (Y). Analisis
ini untuk mengetahui arah hubungan antara variabel independen dengan variabel
dependen apakah masing-masing variabel independen berhubungan positif atau
negatif dan untuk memprediksi nilai dari variabel dependen apabila nilai variabel

26
Al Amin: Jurnal Kajian Ilmu dan Budaya Islam P-ISSN: 2088-7981
Vol. 3, No. 1, 2020 E-ISSN: 2685-1148
doi.org/10.36670/alamin.v2i02.20

independen mengalami kenaikan atau penurunan. Data yang digunakan biasanya


berskala interval atau rasio.
d. Koefisiensi Korelasi dan Determinasi
Koefisien determinasi dan koefisien korelasi - Koefisien determinasi berganda
(R2) adalah satu ukuran yang digunakan untuk mengukur pengaruh variabel
independen terhadap variansi variabel dependen, dengan 0 < R2 < 1. Sedangkan
koefisien korelasi sederhana (r) merupakan akar dari koefisien determinasi.
Besarnya hubungan antara variabel yang satu dengan variabel yang lain
dinyatakan dengan koefisien korelasi yang disimbulkan dengan huruf “r”.
Besarnya koefisien korelasi akan berkisar antara -1 (negatif satu) sampai dengan
+1 (positif satu) :
Keterangan :
+ menunjukkan korelasi positif
- menunjukkan korelasi negatif
0 menunjukkan tidak adanya hubungan
Apabila koefisien korelasi mendekati + 1 atau – 1, berarti hubungan antarvariabel
tersebut semakin kuat. Sebaliknya, apabila koefisien korelasi mendekati angka 0,
berarti hubungan antarvariabel tersebut semakin lemah. Dengan kata lain,
besarnya nilai korelasi bersifat absolut, sedangkan tanda “ + “ atau “–“ hanya
menunjukkan arah hubungan saja.
Untuk menganalisis keterkaitan antarvariabel, perlu diukur besarnya nilai
koefisien korelasi. Untuk data yang berjenis interval dan rasio digunakan analisis korelasi
product moment (r).7

D. HASIL DAN PEMBAHASAN


a. Deskripsi Umum Letak Geografis Kabupaten Bogor
Kabupaten bogor adalah sebuah kabupaten di Propinsi Jawa Barat Indonesia.
Pusat pemerintahannya adalah Kecamatan Cibinong. Sebelah selatan kabupaten bogor
berbatasan dengan Kabupaten Sukabumi, sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten
Lebak, sebelah barat daya berbatasan dengan Kabupaten Tangerang, sebelah utara
berbatasan dengan Kota Depok, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Purwakarta,
sebelah timur laut berbatasan dengan Kabupaten Bekasi, sebelah tenggara berbatasan
dengan Kabupaten Cianjur dan sebelah tengah berbatasan Kota Bogor. Kabupaten bogor
terdiri atas 40 kecamatan, 17 kelurahan dan 417 desa serta terdiri atas 3.868 rukun
warga/rukun tetangga dan 15.497 rukun tetangga.8
1) Letak Wilayah
Secara geografis Kabupaten Bogor adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Barat
yang terletak di Kecamatan Cibinong antara 6.190-6.470 lintang selatan dan 106,10-
107,1030 bujur timur.
2) Luas wilayah
Kabupaten Bogor memiliki luas wilayah sebesar 2.237,09 Km2 dan merupakan salah
satu wilayah administrasi terluas ke-6 di Provinsi Jawa Barat. Kabupaten bogor
terdiri dari 40 kecamatan dengan jumlah total desa/kelurahan paling banyak
seprovinsi jawa barat yaitu berjumlah 434 desa/kelurahan.9

7
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D (Bandung, Alfabeta. 2014), 34.
8
Badan Pusat Statistik. 2015, Bogor Dalam Angka Tahun 2015. Bogor, BPS.
9
Badan Pusat Statistik. 2015, Bogor Dalam Angka Tahun 2015. Bogor, BPS.

27
Al Amin: Jurnal Kajian Ilmu dan Budaya Islam P-ISSN: 2088-7981
Vol. 3, No. 1, 2020 E-ISSN: 2685-1148
doi.org/10.36670/alamin.v2i02.20

b. Deskripsi Obyek Penelitian


1) Tingkat Pendidikan
Keberadaan pendidikan merupakan ciri khas yang ada pada manusia, dan
sepenuhnya ditentukan oleh manusia, tanpa manusia pendidikan tidak pernah ada,
human life is just matter of education. Keberadaan kegiatan mendidik tersebut
tidak hanya menembus dimensi waktu akan tetapi juga menembus dimenso
tempat, dalam arti pendidikan telah berlangsing di segala waktu dan tempat. Oleh
karena itu, kegiatan pendidikan dapat bersifat fundamental, universal dan
fenomenal. Fundamentalistas pendidikan ini dapat ditentukan dari kedudukan
pendidikan sebagai salah satu instrument utama dan penting dalam meningkatkan
segenap potensi anak menjadi sosok kekuatan sumber daya manusia (human
resources) yang berkualitas sebagai sebuah bangsa. Tanpa melalui pendidikan
seorang anak diyakini tidak akan menjadi sosok manusia utuh (a fully functioning
person). Universalitas pendidikan dapat dilihat dari proses hiruk pikuk pendidikan
yang telah dilakukan umat manusia dalam dimensi waktu maupun tempat. Pada
waktu kapan pun dan dimana pun pendidikan selalu saja diselenggarakan.

Tabel 1. Pendidikan Penduduk menurut rata-rata lama sekolah di


Kecamatan Parung Kabupaten Bogor tahun 2015
Bulan Perkembangan (%)
Januari 3.50
Februari 3.61
Maret 3.17
April 3.08
Mei 4.49
Juni 5.88
Juli 3.65
Agustus 3.15
September 3.90
Oktober 4.16
November 4.18
Desember 4.10
Sumber: Data diolah dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor

2) Pengangguran
Pengangguran meliputi penduduk yang sedang mencari pekerjaan, atau sedang
mempersiapkan suatu usaha, atau merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan,
atau sudah punya pekerjaan tetapi belum mulai bekerja. Tingkat penggangguran
terbuka adalah angka yang menunjukkan banyaknya pengangguran terhadap 100
penduduk yang masuk kategori angkatan kerj. Dari tahun ke tahun pengangguran
mempunyai kecenderungan untuk meningkat. Hal ini menjadi tantangan bagi
pemerintah karena indikator pembangunan yang berhasil salah satunya adalah
mampu mengangkat kemiskinan dan mengurangi pengangguran secara signifikan.
Apalagi era globalisasi ini persaingan tenaga kerja semakin ketat.10

Tabel 2. Presentase Pengangguran Terbuka di

10
Badan Pusat Statistik. 2015, Bogor Dalam Angka Tahun 2015. Bogor, BPS.

28
Al Amin: Jurnal Kajian Ilmu dan Budaya Islam P-ISSN: 2088-7981
Vol. 3, No. 1, 2020 E-ISSN: 2685-1148
doi.org/10.36670/alamin.v2i02.20

Kecamatan Parung Kabupaten Bogor tahun 2015


Bulan Jumlah (%)
Januari 6.41
Februari 5.57
Maret 6.03
April 7.04
Mei 9.64
Juni 7.84
Juli 7.03
Agustus 7.41
September 5.57
Oktober 5.03
November 6.57
Desember 6.04
Sumber: Data diolah dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor

3) Jumlah Penduduk Miskin


Untuk mengukur kemiskinan, Indonesia melalui BPS menggunakan pendekatan
kebutuhan dasar (basic needs) yang dapat diukur dengan angka atau hitungan
indeks per kepala (head count index), yakni jumlah persentase penduduk miskin
yang berada di bawah garis kemiskinan. Garis kemiskinan ditetapkan pada tingkat
yang selalu konstan secara riil sehingga kita dapat mengurangi angka kemiskinan
dengan menelusuri kemajuan yang diperoleh dalam mengentaskan kemiskinan di
sepanjang waktu.

Tabel 3. Presentase Jumlah Penduduk Miskin di


Kecamatan Parung Kabupaten Bogor tahun 2015
Bulan Jumlah (%)
Januari 8.86
Februari 8.62
Maret 8.76
April 10.22
Mei 9.78
Juni 10.81
Juli 10.05
Agustus 9.75
September 9.62
Oktober 9.38
November 9.38
Desember 9.38
Sumber: Data diolah dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor

c. Hasil Analisis Data


1) Uji Normalitas
Uji Normalitas adalah sebuah uji yang dilakukan dengan tujuan untuk menilai
sebaran data pada sebuah kelompok data atau variabel, apakah sebaran data
tersebut berdistribusi normal ataukah tidak. Berdasarkan analisis dengan
menggunakan SPSS (Statistical Product and Service Solution) data pada kolom

29
Al Amin: Jurnal Kajian Ilmu dan Budaya Islam P-ISSN: 2088-7981
Vol. 3, No. 1, 2020 E-ISSN: 2685-1148
doi.org/10.36670/alamin.v2i02.20

Kolmogorov-Smirnov nilai Asymp.sig atas tingkat pendidikan (0,200),


pengangguran (0,200) dan jumlah penduduk miskin (0,200). Hasil analisis
tersebut lebih dari 0,05 maka data berdistribusi secara normal atau signifikan.
Data hasil uji normalitas dapat kita lihat di bawah ini:

Tabel 4: Hasil uji normalitas

2) Persamaan Regresi Sederhana


Analisis regresi sederhana adalah analisis yang digunakan untuk mengetahui
pengaruh variabel tingkat pendidikan (X1) terhadap jumlah penduduk miskin (Y)
dan Pengangguran (X2) terhadap Jumlah Penduduk Miskin (Y) dengan
menggunakan SPSS (Statistical Product and Service Solution). Rumus persamaan
regresi sederhana adalah Y=a+b.X. Data hasil analisis dapat dilihat di bawah ini:

Tabel 5: Hasil persamaan regresi sederhana

Berdasarkan data di atas menunjukkan bahwa nilai Sig. untuk tingkat pendidikan
sebesar 0.184 (p>0.05). Maka dari itu data menunjukkan bahwa tingkat
pendidikan tidak terdapat pengaruh signifikan jumlah penduduk miskin. Dan data
hasil analisis di atas juga menunjukkan bahwa nilai Sig. untuk pengangguran
sebesar 0.145 (p>0.05) sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat
pengaruh signifikan pengangguran terhadap jumlah penduduk miskin.

30
Al Amin: Jurnal Kajian Ilmu dan Budaya Islam P-ISSN: 2088-7981
Vol. 3, No. 1, 2020 E-ISSN: 2685-1148
doi.org/10.36670/alamin.v2i02.20

3) Persamaan Regresi Berganda


Analisis regresi berganda adalah analisis yang digunakan untuk mengetahui
pengaruh variabel tingkat pendidikan (X1) dan Pengangguran (X2) terhadap
Jumlah Penduduk Miskin (Y) dengan menggunakan SPSS (Statistical Product
and Service Solution). Rumus permasamaan regresi sederhana adalah
Y=a+b1.X1+b2.X2. Data hasil analisis dapat dilihat di bawah ini:

Tabel 6: hasil persamaan regresi berganda

Berdasarkan data di atas menunjukkan bahwa nilai Sig. sebesar 0.78 (p>0.05).
Maka dari itu data menunjukkan bahwa tingkat pendidikan dan pengangguran
tidak terdapat pengaruh signifikan secara bersama-sama terhadap jumlah
penduduk miskin.

4) Uji Autokorelasi Durwin Watson


Uji autokorelasi Durbin Watson adalah sebuah test yang digunakan untuk
mendeteksi terjadinya autokorelasi pada nilai residual (prediction errors) dari
sebuah analisis regresi. Yang dimaksud dengan Autokorelasi adalah hubungan
antara nilai-nilai yang dipisahkan satu sama lain dengan jeda waktu tertentu.
Untuk membaca tidak adanya autokorelasi maka rumus yang digunakan adalah dL
< dw > dU dan dL < (4-dw) > dU. Data hasil uji autokorelasi durbin watson
sebagai berikut

Tabel 7: Hasil uji autokorelasi Durbin Watson

Pada data di atas nilai durbin watson adalah 1.968. Berdasarkan tabel durbin
watson nilai dL adalah 0.8122 dan dU adalah 1.5794 dengan jumlah k=3 dan
jumlah t=12. Berdasarkan data di atas nilai 0.8122 < 1.968 > 1.5794 dan 0.8122 <
2.032 > 1.5792 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada autokorelasi.

5) Koefesiensi Korelasi dan Determinasi


Koefisien determinasi dan koefisien korelasi - Koefisien determinasi berganda
(R2) adalah satu ukuran yang digunakan untuk mengukur pengaruh variabel

31
Al Amin: Jurnal Kajian Ilmu dan Budaya Islam P-ISSN: 2088-7981
Vol. 3, No. 1, 2020 E-ISSN: 2685-1148
doi.org/10.36670/alamin.v2i02.20

independen terhadap variansi variabel dependen, dengan 0 < R2 < 1. Pada tabel
model summary nilai R2 adalah 0.423 sehingga nilai 0 < 0.423 < 1. Secara
sederhana koefesiensi korelasi dan determinasi berdasarkan hasil pengolahan data
berada dibawah 0.5 atau lebih mendekati 0 sehingga dapat disimpulkan bahwa
korelasi cukup atau korelasinya cukup signifikan. Sementara itu, nilai R2=0.423
atau 42,3% variasi dari jumlah penduduk miskin dapat diterangkan dengan tingkat
pendidikan dan pengangguran sedangkan sisanya 0.577 atau 57,7 % dipengaruhi
oleh variabel-variabel lain yang tidak diketahui atau variabilitas yang inheren.

d. Pembahasan
1) Tingkat Pendidikan dan Jumlah Penduduk Miskin
Dari hasil analisis data yang telah dilakukan, variabel tingkat pendidikan
menunjukkan tidak terdapat pengaruh yang signifikan. Tidak terdapatnya
pengaruh yang signifikan tingkat pendidikan terhadap jumlah penduduk miskin
disebabkan oleh adanya faktor-faktor lain yang menjadi penyebab meningkatnya
jumlah penduduk miskin di Kecamatan Parung Kabupaten Bogor.
Hasil analisis data menunjukkan ketidaksesuaian dengan teori menurut Simmons.
Pendidikan di banyak negara merupakan cara untuk menyelamatkan diri dari
kemiskinan. Semakin tinggi pendidikan seseorang, maka pengetahuan dan
keahlian meningkat sehingga mendorong peningkatan produktivitas kaum miskin
dapat disebabkan oleh rendahnya akses mereka terhadap pendidikan. Berdasarkan
hasil analisis data menggunakan SPSS pengaruh tingkat pendidikan terhadap
jumlah penduduk miskin hanya 18,4 % sedangkan 81,6 % dipengaruhi oleh faktor
lain. Tidak signifikannya pengaruh tingkat pendidikan terhadap jumlah penduduk
miskin tentu saja menjadi pekerjaan rumah yang seharusnya dievaluasi oleh
seluruh pemangku kebijakan khususnya pemerintah.
Meskipun tingkat pendidikan seseorang dianggap memberi pengaruh terhadap
kesuksesan seseorang akan tetapi keberhasilan seseorang menamatkan pendidikan
sampai pendidikan tinggi sekalipun belum tentu menjamin seseorang untuk
memperoleh pekerjaan yang layak bila hanya dilihat dari tingkat pendidikan
karena juga dibutuhkan tenaga yang terampil dan memiliki keahlian. Sehingga
masyarakat dengan tingkat pendidikan terendah dapat berada di atas garis
kemiskinan. Tentu saja masyarakat harus diberikan keahlian tertentu yang dapat
menjadi masyarakat sebagai masyarakat yang mandiri. Masyarakat yang mandiri
tentu saja akan memenuhi faktor-faktor lain agar dapat menekan jumlah penduduk
miskin.

2) Pengangguran dan Jumlah Penduduk Miskin


Hasil analisis data yang telah dilakukan, variabel pengangguran tidak memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap jumlah penduduk miskin di Kecamatan Parung
Kabupaten Bogor. Faktor-faktor lain menjadi penyebab sehingga pengangguran
tidak memberikan pengaruh yang signifikan. Berdasarkan hasil analisis data
pengangguran hanya berjumlah 14,5 % memberikan pengaruh pada jumlah
penduduk miskin. Persentase pengangguran terbuka di Kecamatan Parung
tertinggi berada pada bulan mei tahun 2015 sebesar 9,64 % dan terendah pada
bulan september tahun 2015 sebesar 5,03 %. Sepanjang tahun 2015 presentase
pengangguran menunjukkan hasil yang negatif. Fluktuativitas persentase terlihat
dengan terjadinya penurunan sebanyak 5 kali sementara kenaikan presentase

32
Al Amin: Jurnal Kajian Ilmu dan Budaya Islam P-ISSN: 2088-7981
Vol. 3, No. 1, 2020 E-ISSN: 2685-1148
doi.org/10.36670/alamin.v2i02.20

sebanyak 6 kali dengan jumlah pengangguran pada bulan januari sebesar 6,41 %
menjadi 6,04 % pada bulan desember tahun 2015.
Kenaikan pengangguran secara signifikan terjadi pada bulan februari hingga mei
2015 dari 5,57 % menjadi 9,64 %. Untuk periode bulan mei hingga juli tahun
2015 terjadi penurun sebesar 2,61 % menjadi 7,03 dan pada periode agustus
hingga desember terjadi fluktuasi persentase pengangguran terbuka di Parung.
Berdasarkan hasil analisa data yang diolah menggunakan SPSS menunjukkan
hubungan yang negatif sehingga tidak adanya pengaruh yang signifikan
penggangguran terhadap jumlah penduduk miskin di Kecamatan Parung. Variabel
pengangguran ini bertolak belakang dengan teori yang disampaikan oleh Sadono
Sukirno menurutnya efek buruk dari pengangguran adalah mengurangi tingkat
kemakmuran yang telah dicapai seseorang. Semakin turunnya kesejahteraan
masyarakat karena menganggut tentunya akan menyebabkan mereka terjebak
dalam kemiskinan karena tidak memiliki pendapatan.11

3) Tingkat Pendidikan, Pengangguran dan Jumlah Penduduk Miskin


Berdasarkan pengamatan yang dilakukan tingkat pendidikan dan pengangguran
secara simultan tidak memberikan pengaruh terhadap jumlah penduduk miskin di
Kecamatan Parung Kabupaten Bogor. Secara simultan tingkat pendidikan dan
pengangguran hanya 42,3 % berpengaruh terhadap jumlah penduduk miskin.
Faktor-faktor lain jauh lebih memberi pengaruh secara signifikan sebesar 57,7 %.
Berdasarkan data yang disajikan oleh Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor
jumlah penduduk miskin terendah terjadi pada bulan februari tahun 2015 sebesar
8,62 % dan jumlah penduduk miskin tertinggi terjadi pada bulan juni tahun 2015
sebesar 10,81 %. Untuk periode juni hingga desember tahun 2015 terjadi
penurunan yang signifikan sebesar 1,43 % menjadi 9,38 %. Sementara itu pada
periode bulan oktober hingga desember tahun 2015 stagnanya angka jumlah
penduduk miskin sebesar 9,38 %. Hasil penelitian menunjukkan terdapat
kesesuaian dengan beberapa faktor yang menyebabkan kemiskinan yang diungkap
oleh Todaro. Menurut Todaro (1997) menyatakan bahwa variasi kemiskinan di
negara berkembang disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: (1) perbedaan
geografis, jumlah penduduk dan tingkat pendapatan, (2) perbedaan sejarah,
sebagian dijajah oleh Negara yang berlainan, (3) perbedaan kekayaan sumber
daya alam dan kualitas sumber daya manusianya, (4) perbedaan peranan sektor
swasta dan negara, (5) perbedaan struktur industri, (6) perbedaan derajat
ketergantungan pada kekuatan ekonomi dan politik negara lain dan (7) perbedaan
pembagian kekuasaan, struktur politik dan kelembagaan dalam negeri. Sedangkan
menurut Jhingan, mengemukaan tiga ciri utama Negara berkembang yang menjadi
penyebab dan sekaligus akibat yang saling terkait pada kemiskinan. Pertama,
prasarana dan sarana pendidikan yang tidak memadai sehingga menyebabkan
tingginya jumlah penduduk buta huruf dan tidak memiliki keterampilan
Universitas Sumatera Utara ataupun keahlian. Ciri kedua, sarana kesehatan dan
pola konsumsi buruk sehingga hanya sebahagian kecil penduduk yang bisa
menjadi tenaga kerja produktif dan yang ketiga adalah penduduk terkonsentrasi di
sektor pertanian dan pertambangan dengan metode produksi yang telah usang dan
ketinggalam zaman. Faktor-faktor yang disebutkan Todaro dan Jhingan di atas
menjadi penyebab tingkat pendidikan dan pengangguran tidak memberikan
11
Sudono.Sukirno, Teori Pengantar Makro Ekonomi, 41.

33
Al Amin: Jurnal Kajian Ilmu dan Budaya Islam P-ISSN: 2088-7981
Vol. 3, No. 1, 2020 E-ISSN: 2685-1148
doi.org/10.36670/alamin.v2i02.20

pengaruh secara signifikan terhadap jumlah penduduk miskin di Kecamatan


Parung Kabupaten Bogor.

E. KESIMPULAN
1) Tingkat pendidikan di Kecamatan Parung Kabupaten Bogor tidak memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap jumlah penduduk miskin sepanjang tahun 2015.
Pengaruh tingkat pendidikan sangat lemah hanya sebesar 18,4 % terhadap jumlah
penduduk miskin di Kecamatan Parung Kabupaten Bogor.
2) Pengangguran di Kecamatan Parung Kabupaten Bogor berpengaruh sebesar 14,5 %
terhadap jumlah penduduk miskin. Persentase sebesar 14,5 % menunjukkan
pengangguran tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap jumlah penduduk
miskin sepanjang tahun 2015.
3) Secara simultan, tingkat pendidikan dan pengangguran memperoleh presentase
sebesar 42,3 % terhadap jumlah penduduk miskin. Sebesar 57,7 % pengaruh
disebabkan oleh faktor-faktor lain penyebab kemiskinan. Berdasarkan hasil analisa
data menggunakan SPSS (Statistical Product and Service Solution), tingkat
pendidikan dan pengangguran secara simultan tidak memberikan pengaruh terhadap
jumlah penduduk miskin sepanjang tahun 2015.
4) Sebesar 57,7 % pengaruh terhadap jumlah penduduk miskin disebabkan oleh faktor
lain. Menurut Todaro (1997) terdapat tujuh faktor yang menyebabkan terjadinya
kemiskinan di negara berkembang yaitu pertama, posisi geografi, jumlah penduduk
dan pendapatan; kedua, sejarah; ketiga, kekayaan sumber daya alam dan kualitas
sumber daya manusia; keempat, peranan sektor swasta dan pemerintah; kelima,
struktur industri; keenam, derajat ketergantungan dan; ketujuh, pembagian kekuasaan,
struktur politik dan kelembagaan dalam negeri. Faktor-faktor di atas tentu saja
menjadi penentu yang dominan terhadap jumlah penduduk miskin di Indonesia
khususnya di Kecamatan Parung Kabupaten Bogor.

F. SARAN
1) Pemerintah perlu memberi perhatian yang lebih terkait dengan kemiskinan di
Indonesia. Sinerginya informasi dan kebijakan antara pemerintah pusat, pemerintah
daerah hingga ketingkat kelurahan dapat lebih mengoptimalkan hasil yang diharapkan
dapat mengurangi kemiskinan di Indonesia.
2) Pemerintah daerah Kabupaten Bogor harus melakukan perencanaan terkait
pengentasan kemiskinan khususnya di Kecamatan Parung. Kebijakan-kebijakan yang
inovatif tentu saja akan melahirkan masyarakat parung yang mandiri sehingga dapat
keluar dari garis kemiskinan. Penurunan yang terjadi secara signifikan sebesar 1,43
sejak bulan juni hingga desember tahun 2015 tentu saja harus ditindaklanjuti dengan
kebijakan-kebijakan yang dapat mensejahterakan masyarakat.
3) Tidak adanya pengaruh tingkat pendidikan terhadap jumlah penduduk miskin
seharusnya menjadi bahan evaluasi terhadap kualitas masyarakat di Kecamatan
Parung Kabupaten Bogor. Tentu saja diperlukan pendidikan-pendidikan formal yang
dapat mendorong kreativitas dan inovasi masyarakat di parung dalam menghadapi
kemajuan zaman khususnya fenomena globalisasi.
4) Pengaruh pengangguran terhadap jumlah penduduk miskin tidak terjadi secara
signifikan atau berada pada ukuran lemah. Akan tetapi hal ini harus tetap menjadi
perhatian khusus bagi pemerintah Kecamatan Parung agar melakukan peningkatan
pada pengelolaan sektor informal sehingga masih dapat mengatasi pengangguran di
masyarakat.

34
Al Amin: Jurnal Kajian Ilmu dan Budaya Islam P-ISSN: 2088-7981
Vol. 3, No. 1, 2020 E-ISSN: 2685-1148
doi.org/10.36670/alamin.v2i02.20

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. 2014, Parung Dalam Angka Tahun 2014, Bogor. BPS.
Badan Pusat Statistik. 2015, Bogor Dalam Angka Tahun 2015. Bogor, BPS.
Badan Pusat Statistik. 2016, Parung Dalam Angka Tahun 2016, Bogor. BPS.
Badan Pusat Statistik. 2017, Parung dalam Angka Tahun 2017, Bogor. BPS
Badan Pusat Statistik. LAPORAN BULANAN DATA SOSIAL EKONOMI. Maret 2011.
Detiknews. Buruknya kualitas manusia Indonesia. 21 November 2011.
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta. 2014.
Sukirno, Sudono, Teori Pengantar Makro Ekonomi. Jakarta: Raja Grafindo Perkasa, 1997.
Saihu dan Taufik, “Perlindungan Hukum Bagi Guru”, Al Amin: Jurnal Kajian Ilmu dan
Budaya Islam, Vol. 2, No. 2 (2019).
_______, “Pendidikan Sosial Yang Terkandung Dalam Surat At-Taubah Ayat 71-72”,
Edukasi Islami: Jurnal Pendidikan Islam, VoL: 09, No, 01 (2020): 127-148.
Tambunan, Tulus H., Perekonomian Indonesia. Jakarta, Ghalia Indonesia. 2001.
Todaro, Michael P., Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga Edisi Kedua, Terjemahan Haris
Munandar. Jakarta: Penerbit Erlangga, 1994.
Umar, Husein. Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Jakarta: Rajawali Press.
2011.
Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional

35

You might also like