You are on page 1of 20
56 Mengajar untuk Perubahan tangka mencapai tujuan, Reneana usaha itu, nantinya akan dipresentasikan di depan kelas. Bengkel Khusus Perempuan Nuraeni, adalah murid saya yang tergolong, biasa-biasa hanun rencana usaha yang dia ajukan cukup smembuat bangga, sebab berbeda, Nusaeni, akan membuka bens: kendarsan, roda dua, Saya meminta Nuraeni membacal mimpinya di depan kelas. Menurut Nuraneni, dia tertarik membuka usaha benz sebab kebanyakan yang membuka usaha bengkel adalsh laki-laki. Padahal pemakai kendaraan roda dua, tidak sedi yang juga perempuan. Para perempuan seringkali malu-ma! . membawa motor mereka, ke tempat bengkel yang montir laki-laki. Apalagi kalau di bengkel tersebut, banyak laki-laki yan nongkrong. “Kita seting digodain, Pak,” kata Nuraeni, memberi alasan. Mendengar apa yang dikemukakan oleh Nuraeni, scsi kelas hampir semuanya tertawa, Saya mencoba meredakannya, “Menarik, selain alasan pribadi, apa lagi kira-kira yang membuat bengkel dengan pangsa pasar kaum perempuan itu layak untuk diusahakan?” kava saya. “Saya pikir, Pak, pangsa pasarnya besa, para perempuan bisa nyaman dan datang ke bengkel motor yang dikelola dan kalau bisa montirnya juga perempuan,” kata Nuareni. “Kalau laki-laki tertarik, gak,” kata saya memancing para murid yang lain untuk memberikan komentar. Muridlaki-laki kebanyakan tertawa, yang perempuran tersenytum. “Kalau montirnya cantik-cantik,” kata Heru, murid yang tergolong pendiam. Heru lebih senang menggambar dibanding mendengarkan, & Dipindai dengan CamScanner Vedhagugi Kuatis ds Ronany Kelas “Ada pertanyaan tentang bengkel percmpiuan ini, kata say “Usaha bengkel kan butuh keablian, Apakah Nuracni boa srembongkar dian memperbaiki: moter, Janyanjanyan cue feria bongkar, tak tanggung jawab perbaiki,” kata Alay sla seorang mutid, Nuracni mengaku suka mengotak-atik motor di rural Membuka usaha bengkel juga menantang adrenalinnys Nuraeni ingin menjadi perempuan pertama yang membuba usaha bengkel di kampungnya yang tidak jauh dengan sekolah “Jadi, kalau terus belajar, bisa jadi saya bisa mengalahkan bengkel yang dikelola laki-laki,” kata Nuraeni. “Montirnya yang seksi-seksi ya,” kata Uuf Faiz berseloroh Pelajaran kewirausahaan dengan menggunakan pendekatan firerasi kritis ternyata cukup menarik perhatian siswa. Walaupun pelajaran di ujung jam sekolah antusiasme siswa dalam mengikut pelajaran tetap terjaga. Di tengah harapan-harapan akan munculnya wirausahawan- wirausahawan muda, sekolah sebenarnya bisa dijadikan taman agar bunga-bunga itu terus bermekaran, memfasilitasi para rmurid untuk mengembangkan minat berwirausaha para murid, seperti mengadakan praktik wirausaha di ekolah. Mulai dengan apa yang bisa dilakukan oleh murid. Mewujudkan mimpi-mimpi murid dalam kegiacan nyaca seperti mendorong para murid untuk mempraktikkan kegiaran usaha yang mereka impikan, adalah salah satu yang harus terus didorong, Pemerintah bisa melakukan intervensi, semisal mendanai rencana-rencana usaha yang diimpikan oleh mutid, mengadakan lomba ide bisnis atau proposal rencana usaha untuk Para pelajar. a & Dipindai dengan CamScanner Belajar Berdemokrasi Deny Surya Permana- Sekolah tempataku mengajar berada di pesisir pantai, tcp pantai Carita. Lingkungan pantai tentu saja menjadi tantang tersendiri bagiku. Datang ke sekolah dengan secumpuk idealism: membuarku ingin menciptakan pengalaman belajar yang berbeda bagi muridku. Pertama kali masuk kelas, aku mencobz memetakan apa yang menjadi harapan murid-muridku. Kusuruh mereka menyobek satu lembar kertas, kemudian aku perintahkan mereka untuk bercerita tentang diri mereka dan harapan pembelajaran yang harus aku lakukan di kelas. Aku ingin tahu apa yang mereka harapkan selama belajar Pendidikan Kewarganegaraan denganku. Ya, selama ini sebagian orang menganggap mata pelajaran kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang membosankan, tidak seksi, dan dianggap sebagai mara Pelajaran pelengkap saja. Bahkan, di banyak sekolah, saat akan menghadapi Ujian Nasional, jam mata pelajaran kewarganeparan dliganti dengan mata pelajaran yang diujikan dalam UN. Alangkah tetkejutnya aku ketika membaca cerita murid- muridku, Banyak yang mengalami masalah di rumahnya. Ada yang sejak kecil ditinggalkan oleh ayahnya, bahkan ada juga Yang sampai saat ini tidak mengetahui keberadaan ayahnya. Ada beberapa murid yang menghabiskan waktunya sclepas sckoluh & Dipindai dengan CamScanner tis Ruang helas dengan berjualan di pinggit pantai, menyewakan papan luncur (boogie), dan menawarkan jasa membuat tato temporer yang, bisa dihapus dalam waktu dua minggu, Darl tulisan mereka, aku menjadi tahu bahwa mereka mengharapkan pembelajaran kewarganegaraan yang, mengasyikkan, Pembelajaran tidak dilakukan dengan serius, mereka menginginkan pembelajaran dis tantangan bagiku, karena aku orangnya serius, sulit sckali untuk bercanda, apalagi dengan murid di kelas yang sangat formal seperti ini, Mungkin strategi yang aku pilih akan lebih banyak menonton standup comedy di saluran youtube, untuk menambah referensiku tentang lawakan. Ya, ini tantangan bagiku. Murid- rmutid penuh harap, dan itu harus aku penubi. ‘Ada juga murid yang meminta untuk tidak banyak mencatat selama pembelajaran. Aku sempat berpikir, kok kenapa sampai muncul permintaan seperti itu? Jangan-jangan ini yang sering terjadi di kelas, guru memberikan tulisan untuk didikte dan ditulis ulang oleh murid. Rabu pagi aku datang kesekolah. Ketika aku sedang susah payah menstandardkan motor vespa kuning kesayanganku, tiba- tiba ada suara menyapa di belakangku. “Selamat pagi, Pak, jangan lupa masuk di kelas kami nanti habis itirahat ya,” sapa Aksan murid kelas XI IPS 1. “Pasti,” jawabku singkat. Aku merasa nyaman mengajar di kelas IPS, walau menurut sebagian guru mengajar di kelas [PS adalah kelas “neraka’, Ada stigma bahwa kelas IPS adalah kelas buangan, guru sering berbanyol bahwa anak IPS adalah anak-anak madesu atau masa depan suram. Schingga ada sebagian guru yang kerika masuk kelas IPS sangat malas sekali.Betapa tidak, kelas kotor tidak tertata, banyak siswa yang membolos, dan selalu ribut mengobrol selama ingi candaan, Ini 0 G Dipindai dengan CamScanner Menyaar untuk Morubshan proves pembelajaran, Ini menjadi tantangan bagiku, aku sudah menyusun rencana pembelajaran agar belajar nanti lebih mengasyikkan Hel betbunyi, Aku bergegas menuju kelas, Sampai di kela jaran dengan menyapa muridku Hari ina cuaca terasa panas sekali, Maklum saja, sekolahku berad, tak jauh dati pantai, dan belum memiliki fasilitas pending seperti biast aki membuka pel ruangan. ku mulai dengan melontarkan pertanyaan mengens kewajiban dan hak sebagai siswa. “Apa sajakah yang menjadi hakmu sebagai siswa?” wjarku. “Belajar, Pak,” celetuk Banu. “Banu, apakah belajar ieu hak atau kewajiban kamu sebag: siswa?” tanyaku. “Belajar adalah hak kita, Pak. Guru berkewajiban mengajar karena kami telah membayar uang SP? setiap bulannya,” Banu menimpali. Kelas menjadi ramai. Murid-murid banyak mengemukakan ig menjawab, siswa apa saja yang menjadi hak siswa. Ada yan berhak mendapatkan ruang kelas yang nyaman untuk belajar. ‘Aku akui, ruang tempat kami belajar kurang nyaman. Apalagi kalau musim panas seperti sekarang ini, Suhu di kelas sangat panas sekali karena sekolah kami berada tidak jauh di tepi pantai. Jangankan pendingin ruangan, kipas angin saja tidak ada. Jumlah kelas yang gemuk membuat suhu semakin panas. Namun ada siswa yang mendebat bahwa belajar itu bukan hak tetapi merupakan kewajiban. _ Selanjuenya aku membahas kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi oleh siswa. Ada siswa yang berpendapat bahwa salah satu kewajiban siswa adalah membayar iuran SPP setiap bulannya, Wah menarik ini, lalu aku coba memberikan pemahaman kepada mereka. Aku ajak mereka berhiwung 60 & Dipindai dengan CamScanner pi Koti ang, Kelas (itu murid di sekolahku sckitar sermbilan rats -masing dari mercka membayar iuran SPP enam puluh ribu per bulan. “Nah, coba kalian hitung berapa jumlah enarw pulub ribu dikali sembilan ratus orang dan dikali dua belas. ukankah jumlah yang sangat besar?”tanyaku. “Kemudian coba ka an tambahkan dengan sumbangan awal tahun yang harus kalian bayar sebesar dua juta lima ratus ribu rupiah. Jumlahnya sangat besar sekali bukan?” lanjutku bertanya pada mereka. Belum selesai aku menjelaskan tiba-tiba Aksan berseloroh, “Wah duit banyak kayak begitu kenapa kelas kita tidak ada AC. Kan belajar bisa enak kalau pake AC, gak usah ngiplik kaya gini, kita bisa konsentrasi belajat”. Ngiplik dalam istilah bahasa Sunda berarti mengipas-ngipas. “Mendapatkan fasilitas pembelajaran yang layak adalah hak teman-teman” kataku. Aku sering memanggil muridku dengan sebutan teman-teman untuk lebih mendekatkan diri kepada mereka. Kelas menjadi ramai, banyak siswa yang berpendapat bahwa hak-hak mereka sebagai siswa belum terpenuhi, misalkan tingkat kehadiran guru yang jarang masulkke Kelas, fasltas ab komputer yang tidak layak menjadi tema pengantar proses pembelajaran. Lalu aku susul dengan pertanyaan “Bagaimana kalau di sekolah terjadi korupsi? Apa yang akan kalian lakukan dan perbuat jika di sekolah kita terjadi kasus korupsi?”. Kelas menjadi hening sejenak. “Tidak mungkin terjadi korupsi di sekolah Pak,” seloroh Putri. “Bisa saja terjadi, toh guru juga manusia biasa, apalagi tadi kita bahas di awal bahwa anggaran sekolah setiap tahunnya sangat besar sekali,” karaku. & Dipindai dengan CamScanner Mengajar untuk Perubahan Pak, hala terjadi kasus korupsi di sekolah kita, apa yang hart kita lakukan? Bisa gak kita laporkan ke KPK2” Arig menambahkan, Ferjadi diskusi yang sangat ramai, ada siswa yang masih ineyakini bahwa mustahil terjadi kasus korupsi di sekolah, karena Sekolah adalah tempat pendidikan yang diisi oleh guru-gury Dalam pandangan mereka guru adalah orang yang menjadi panutan, dan mustahil berbuat korupsi. Guru adalah orang ya! serba tahu, dan manusia yang selalu benar. Sekolah seperti temnpar suci, seolah-olah tidak ada kejahatan atau tindak pidana yang tera di sana. Tapi ada juga siswa yang memiliki pandangan bahwa mungkin sajaterjadi kasus korupsi di sekolah, mereka mengambil sampel uang iuran ‘a. Siswa berhitung matematis dengan komputer yang dipungut sekolah setiap tahunny: dibebankan untuk membayar iuran komputer enam puluh ribu rupiah setiap tahunnya, akan tetapi fasilitas komputer di laboratorium komputer sekolah tidak layak. Jumlah komputer yang ada di lab memang empat puluh unit, disesuaikan dengan jumlah maksimal siswa di setiap kelas. Akan tetapi jumlah komputer yang bisa digunakan paling hanya setengahnya saja. Tentu saja ini patut kita curigai bahwa telah terjadi kasus korupsi di sekolah kami. Kelas menjadi ramai. Analisis Berita Koran Aku melanjutkan pembelajaran dengan membagi kelas menjadi empat kelompok. ‘Aku mengajak murid-muridku menganalisis berita dari koran yang sudah aku persiapkan. Aku kumpulkan beberapa berita tang tentang demonstrasi mahasiswa dan masyarakat yang, me! berbagai kebijakan pemerintah. Saat itu, isu yang sedang hangat adalah kenaikan bahan bakar minyak dan gas elpiji & Dipindai dengan CamScanner Pealagoyt Keitid Kasey, betes Demonsteasi ala salah satu cara menyanpaan ata dh ngata demokrasle Meskipun demonsttasimenpaan cara teraehir untuk menyampaikan aspinasi setelah proses negra tidal perhasil dilakukan, Kemudian, aku menfasilitasi diskusr ele Setiap kelompok aku suruh antuk menganalisis kenapa bisa terjadi proses demonstrasi, seperti yang ada dalam guntingan koran rersebut, Diakhir pembelaja aku menantang muridku untuk berrnain peran, Aku meminta setiap kelompok memilih satu isu yang, menurut mereka menarik, Aku bebaskan mercka menulis skenario bermain peran tentang proses demonstrasi, Aku menyuruh setiap kelompok untuk mempersiapkan bermain peran dengan detail. Mulai dari pembagian peran, skenario, termasuk properti yang akan mereka gunakan. “Semua harus nampak nyata’, pintaku, Kerja sama tim dan kekompakan diperlukan agar minggu depan dapat bermain peran. Tak terasa, bel pun berbunyi. Aku pamir dan menutup pembelajaran. Karena waktu pembelajaran sudah habis, maka bermain peran akan dilakukan pada pertemuan selanjutnya. Bermain Peran Seminggu berlalu, waktu tak terasa mengalir begitu saja. Hari Rabu tiba saatnya aku masuk ke kelas XI IPS 1. Aku berjalan menyusuri lorong sekolah. Aku bertanya-tanya dalam hati apakah anak-anak sanggup mempersiapkan tuges bermain peran yang aku tugaskan pada pertemuan sebelumnya. Pintu kelas aku buka. Anak-anak berkerumun. Aku lihat i mereka berkerumun bersama kelompoknya. Di luar dugaan | ternyata mereka sudah siap bermain peran. Aku membuka | pembelajaran. Aku coba cek skenario penampilan setiap os G Dipindai dengan CamScanner of Menyajar untuk Perubahan helompok. Aku memberikan waktu sepuluh menit untuk mempersiapkan properti penampilan bermain peran, agiku. Kelompok tersebut Adda satu kelompok yang menarik ingin bermain demonstrasi yang dilakukan oleh ibu-ibu rumah tanyyea atas rencana kenaikan harga gas elpiji tiga kilogram, enapa menarik? Karena mereka mempersiapkan penampila dengan sangat detail, Ada yang berperan sebagai ibu-iby demonstran. [a memakai baju daster layaknya ibu-ibu rumah tangga. Ada seorang, anak tampil dengan tangan diperban. Ja memerankan diri sebagai korban ledakan gas elpiji. Ada juga yang berperan sebagai polisi. Memakai baju polisi sungguhan lengkap dengan sepatu jungle dan baret di kepala. g lain pun tak kalah hebohnya Persiapan kelompok yant Mereka mempersiapkan penampilan dengan sungguh-sungguh. ‘Aku memandu anak-anak menuju lapangan depan sekolah, Di sana cukup rindang, Ada dua pohon besar dengan daun yang sangat Iebat. Pohon tersebut sangat tua, setua sekolah kami. Sepanjang perjalanan dari kelas menuju lapangan, siswa kelas- kelas lin banyak yang melihat dengan penasaran. “Apa gerangan yang terjadi2”, barangkali terngiang dalam benak mereka, “ada orang gila masuk ke sekolah!”. Mereka semakin penasaran. Untuk menjawab rasa ingin tahu, mereka keluar kelas, ingin menonton apa yang akan terjadi. Tampaknya baru kali ini di sekolahku terjadi pembelajaran bermain peran yang dimainkan mendekati kenyataan. Tidak hanya murid-murid beberapa guru pun keluar kelas, dan bertanya apa yang terjadi. “Oh, ini anak-anak mau bermain peran demonstrasi,” jawabku singkat. Sesampai di lapangan aku langsung mengatur penampilan. Satu persatu kelompok tampil. Yang menarik bagiku ketika kelompok tiga dengan tema menolak kenaikan harga gas elpiji akan tampil. & Dipindai dengan CamScanner Pealayet Kris di aang bee ada sat anggota kelompok yar Dew tnerinrs iain kepadake untuk menggunakan getbang sekotah shape penampilan, Agar terkesan sungpuhan, Dea meninte i kepadaku bahwa nanti merck akan membuar perma demonstrasi_ yang sedikit “panas’ denpan care menypebrae gebrak gerbang, sckolah, Jadi skenarionya demonsiran benvahs masuk ke kantor Pertamina yang, dijaga aparar bepo! Demonstran marah karena tidak diijinkan bertemu dengar Direktur Pertamina, Untuk melampiaskan kekevalannny akhirnya mereka mendorong dan memukul gerbang Pertamina Aku berkomunikasi dengan satpam sckolah, Pak Dun namanya. Setelah aku komunikasikan, satpam mengizinkan gerbang sekolah untuk dijadikan properti simulasi kelompok tiga. Adegan demi adegan dimulai, mulai dari kedatangan demonstran yang terdiri dari ibu rumah tangga lengkap dengan dandanan daster layaknya ibu rumah tangga, mahasiswa, dan tukang becak bergerak menuju kantor Pertamina untuk menolak kenaikan harga elpiji. Sesampai di kantor Pertamina, gerbang sudah dijaga oleh polisi, kemudian demonstran melanjutkan dengan berorasi, memasang poster, dan melakukan drama teatrikal. Ada ibu rumah tangga yang tangannya dibaluc perban, berdarah dan terluka akibat ledakan elpiji, akan retapi hatinya lebih terluka lagi karena harga elpiji akan dinaikkan olch Pertamina. Tim lobi melancarkan aksinya agar bisa menemui Direktur Pertamina, sangat alot sekali, akhirnya demonstran berusaha menerobos gerbang. Dorong-dorongan terjadi, suasana menjadi gaduh. Aku memperhatikan dengan serius penampilan muridku, mencatat kejadian-kejadian penting dalam penampilan sebagai bahan koreksi dan evaluasi penampilan, Ketika anak-anak sedang mendorong-dorong gerbang, aku 65 & Dipindai dengan CamScanner Mengajar umuk Perubahan 1 guru termasuk wakil kepala sekolah ba humas melihat dari kejauhan, Melihat anak-anak sed melihat bebera kan spandul, mendorong-dorong gerbang dan membenta Aku melihat ckspresi kaget, tapi segera berlalu, mungkin merch: sudah mendapatkan penjelasan dari satpam bahwa aku sedan melakukan proses pem Sebagai guru baru, aku sempat wa ditegur kepala sekolah atau guru senior pembelajaran dengan simulasi demonstrasi. ‘Ternyata dugaanku benar, jam istirahat kedua ketika aku sedang duduk di kursi kerjaku, wakil kepala sekolah bagian. humas menghampiriku dan langsung bertanya tentang apa yang telah terjadi di depan gerbang sekolah. Aku jelaskan bahwa aku sedang melakukan proses pembelajaran dengan metode bermain peran. Aku jelaskan bahwa anak-anak ingin ada pembelajaran yang berbeda. Mereka bosan belajar di dalam kelas. Setelah aku jelaskan akhirnya dia mengerti, dan berpesan kepadaku agar hati-hati. Wakil kepala sekolah bercerita panjang lebar bahwa di SMA tempat aku mengajar terkenal dengan sekolah yang “angker’. Kenapa angker, karena setiap kepala sekolah yang pernah bertugas selalu lengser dengan cara didemo, baik oleh siswanya atau pernah juga kepala sekolah dicopot karena didemo oleh gurunya sendiri, Sebagai guru baru, aku belum cukup banyak pengetahuan tentang peta di sekolah tersebut. Aku kembali menekankan bahwa aku tidak memiliki motif apa-apa selain ingin memberikan pengalaman belajar yang berbeda kepada murid-muridku, itu saja, tidak ada yang lain. Setahun berselang, aku masih ingat Selasa sore, sewakeu telepon selulerku bergetar. Aku lihat ada pesan pendek masuk. “Pak, ini Aksan, Kalau Bapak ada di rumah, kami mau ke rumah, Penting, Pak.” 66 G Dipindai dengan CamScanner Pedagogl Kritisdi Ravang, Kelas adi rumah, mangga diantos,” jawabku singkat, kan Aksan untuk datang ke rumahku. memper Aiksan stat itu dd cl kas XH. Di Kelas sebehuny’ ia gai guru junior aku hanya diberi jam mengajar pada kelas X dan XI. Sedangkan untuk kelas XI pembelajaran kewarganegaraan selalu diampu oleh guru senior, Guru junior jarang sckali mendapatkan jam dikelas dua belas, Baru belakangan aku menjadi paham kenapa guru senior lebih senang mengajar di kelas dua belas, karena mengajar di kelas dua belas mendapatkan keuntungan libur cukup lama. Setelah penyelenggaraan Ujian Nasional tidak lagi ada pembelajaran, sehingga mereka bisa libur lebih awal. Paling jika sedang bosan di rumah, mereka datang ke sekolah menghabiskan waktu dengan mengobrol dan meminum kopi di ruang guru. Saat itu di daerah Pandeglang dan sekitarnya sedang musim penghujan. Aku masih tinggal dengan orangruaku di daerah Panimbang, dari sekolah tempatku mengajar kurang lebih sekitar enam belas kilometer. Aku tunggu mereka sampai jam empat sore, namun masih juga belum ada kabar. Aku kira Aksan tidak akan datang ke rumah, karena wal itu cuaca hujan dan banjir menggenang di beberapa titik. Kerika aku sedang asyik mendengarkan musik di kamarku, pintu kamarku diketuk, Terdengar suara ibuku yang berkata bahwa muridku menunggu di depan. Aku berjalan menuju ruang depan, ternyata aku melihat Aksan, Arif, dan Azis sedang berditi di depan gerbang. Aku mempersilahkan mereka masul, mereka membuka jas hujan dan menggantungkannya di motor. “Pak di luar saja, baju kami basah” kata Aksan, Kemudian aku mengambil tikar dan menggelarnya di depan rumah, Aku bertanya kepada mereka, ada apa sampai harus hujan-hujanan datang ke rumahku, 67 G Dipindai dengan CamScanner 68 Mengajar untuk Perubahan Mereka akhirnya bercerita, maksud kedatangan mercka menemuiku adalah untuk meminta saran dan pendapatky karena besok mereka akan melakukan demonstrasi di sekolah. Aku terkejut. Aku berusaha mencari informasi dari mereka apa yang melatarbelakangi mereka ingin melakukan aksi demonstrasi di sekolah. Menurut mereka, murid-murid ditarik uang komputer sebesar Rp. 60.000,00 persiswa. Akan tetapi, sudah hampir berjalan satu semester belum juga mereka berpraktik di laboratorium komputer. Setiap pelajaran komputer hanya dilakukan di kelas dengan mencatat atau mengisi lembar kerja siswa. Setelah dicek, ternyata jumlah komputer yang bisa digunakan hanya dua belas unit, sementara jumlah siswa satu kelas empat puluh orang. Jelas, ini masalah. Apalagi, mereka sudah membayar lunas iuran komputer karena pembayarannya menyatu dengan pembayaran daftar ulang di awal tahun pelajaran. ‘Aku berpikir sejenak, apa yang harus aku lakukan. Apakah aku meredam anak-anak karena aku juga merupakan guru di sekolah tersebut ataukah sebagai guru muda aku memilih bersama anak-anak memberantas korupsi di sekolahku. Akhirnya aku memutuskan mendukung rencana aksi anak- anak, Bangsa ini tidak akan maju kalau di dunia pendidikan saja masih terjadi korupsi. Harus ada tindakan untuk pembelajaran dan penyadaran bagi anak-anak bahwa memperjuangkan hak adalah penting. Aku bertanya, apakah mereka sudah memiliki data dan fakta yang akurat. Soalnya kalau mereka tidak bertindak berdasarkan data dan fakta justru bisa menjadi bumerang bagi mereka senditi. Bisa saja mereka dikeluarkan dari sekolah, atau dikucilkan oleh guru-guru. Aku mencoba memberikan pemahaman bahwa setiap tindakan harus dipikirkan matang-matang. Bakal ada reaksi G Dipindai dengan CamScanner “ Pedagogi Kritis di Ruang Kelas a sekolah atau guru yang pro kepala sekolah. bil papan tulis dan spidol mengajak anak-anak aksi yang akan mereka lakukan, termasuk risiko terburuk bila aksi mereka gagal. Kami banyak berdiskusi. ‘Tak kusangka, Anak-anak usia mereka kritis juga. Bagaimana bisa mereka yang sekolah di pinggiran, tanpa akses informasi yang baik bisa berpikir kritis dan berani melawan kepala sekolah mereka sendiri. Luar biasa. Dulu aku ikut-ikutan demonstrasi, turun ke jalan di akhir kuliah. Anak-anak ini baru kelas tiga SMA tapi sudah memiliki keberanian melawan korupsi. Aksi Murid-murid Rabu pagi, cuaca agak mendung, Selepas sarapan, seperti biasa aku pergi ke sekolah dengan vespa bututku. Di dalam tas, aku sudah persiapkan buku catatan dan kamera saku. Sengaja aku membawa kamera hari itu untuk mendokumentasikan aksi yang akan dilakukan muridku. Akan aku rekam setiap kejadian yang terjadi, sebagai data kalau-kalau terjadi intimidasi tethadap muridku, aku harus siap melakukan advokasi terhadap mereka. Pagi itu, aku sudah siap dengan segala risiko kalau saja aksi anak- anak tersebut bocor, bahwa mereka konsultasi denganku sebelum melakukan aksi, maka aku harus sudah siap jika dikucilkan oleh teman sejawatku guru-guru di sekolahku. Pikirku, kebenaran lebih penting, ni adalah proses pembelajaran sesungguhnya. Bel pertanda masuk berbunyi. Aku memperhatikan situasi sekolah. Tidak seperti biasanya, kepala sekolah belum datang. Biasanya pagi-pagi kepala sekolah sudah darang di sekolah berkeliling sekolah melihat proyek bangunan yang sedang dikerjakan, atau hanya sekedar menegur guru-guru yang datang terlambat. Sampai jam kedua hampir habis, kepala sekolah belum terlihat juga di sekolah, Aku terus memantau situast 69 & Dipindai dengan CamScanner 70 Mengajar untuk Perubahan sekolah, aku perhatikan semua nampak berjalan seperti biasanya, Kemungkinan besar rekan guru tidak mengetahui bahwa siswa kelas XII akan melakukan aksi demonstrasi. Bel berbunyi, pertanda jam istirahat pertama tiba. Sesuai dengan skenario, siswa kelas XII kompak keluar kelas dan berjalan menuju lapangan depan sekolah. Sesampai di depan sekolah, kemudian mereka mulai membentangkan poster dan spanduk yang sudah mereka persiapkan. Aku terus mengamati dati dalam ruangan kantor. Terlihat jelas dari tempatku duduk tulisan besar dalam spanduk yang menuncut untuk mencopot kepala sekolah. Tak lama, rekan-rekan guru mulai tersadar bahwa siswa kelas XII sedang melakukan aksi. Mereka kemudian berhamburan keluar kelas dan tampak penasaran dengan apa yang sedang terjadi, ‘Aku pun mulai mengambil gambar dengan kamera sakuku. Aku dokumentasikan setiap peristiwa yang terjadi. Nampak Aksan berorasi dengan megaphone Toa.Dia membakar semangat teman-temannya. Sedangkan, Banu dan Aziz, aku lihat masuk ke kelas sepuluh dan sebelas mengajak untuk bergabung dalam demonstrasi. Peserta demonstrasi semakin banyak, mereka berdiri berjajar tepat menghadap ke ruang guru. Mereka terus berteriak teriak “Pecat kepsek, pecat kepsek, pecat kepsek”. Guru-guru senior mencoba untuk menenangkan mereka. Aku lihat mereka berusaha untuk membubarkan demonstrasi tapi usaha mereka sia-sia. Pendemo semakin berani. Mereka tidak mendengarkan perintah untuk membubarkan diri. Bahkan cenderung anarkis, sebagian ada yang memukul-mukul tong sampah, dan pincu kelas. Nampaknya mereka kesal, karena kepala sekolah tidak juga datang menghadapi mereka. G Dipindai dengan CamScanner Pealapog) Kritiseli Rang, Kelas Sckitar tiga puluh menit berorasi kepala sckolah tetap saja tidak muncul. Kemudian, aku melilat ketua komite sekolah datang dengan dibonceng motor oleh wakasek humas. Ketua komite di sekolah kami dikenal sebagai salah satu tokoh jawara, scbutan untuk jagoan di daerah Banten untuk pria setengah baya dengan perawakan tinggi besar, Setahuku hubungannya dengan kepala sekolah sedang tidak harmonis. Ketua komite langsung berusaha untuk menenangkan demonstran, Aku juga melihat temanku, guru junior yang satu angkatan denganku, ikut menenangkan demonstran. Mereka memerintahkan peserta aksi duduk, dan tertib. Aku melihat ketua komite mencoba berdikusi dengan mereka, Beberapa perwakilan siswa menyampaikan pendapatnya. Mereka nampak emosional. Ada beberapa tuntutan, yang utama adalah transparansi uang komputer. Setelah berdiskusi, nampaknya ketua komite bisa mengendalikan siswa, Aku terus mengamati dan mengambil gambar dengan kamera saku bututku. Sesekali aku berkomunikasi dengan Aksan. Aksan mengirim pesan padaku bahwa mereka akan melakukan Jong march. Dan benar saja tak lama kemudian murid-murid mengondisikan diri untuk melakukan long march. Mereka berbaris, dan mulai berjalan keluar gerbang sekolah sambil terus meneriakkan “Pecat kepsek” dan mengacungkan spanduk, Aku tidak mengawal aksi Jong march mereka. Nampak sarpam dan beberapa polisi dari polsek sibuk mengatur lalu lintas yang macet oleh aksi mereka. Mereka aksi jalan kaki melintasi Jalan Ahmad Yani dan memutar di pasar Labuan. Aksi mereka menuai perhatian dari para pengguna jalan dan warga sekitar, Sekolah pun akhirnya tidak kondusif, Sebagian guru masih ada yang berdiskusi dan mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Akhirnya atas inisiatif 71 G Dipindai dengan CamScanner Mengajar untuk Perabahan a dipulangkan lebih awal. wakil kepala sekolah sis Aku masih di ruang guru, melihat hasil fotoku. Dahsyae ju aksi siswaku hari ini, aku tidak menyangka mereka bei Berani untuk melawan dan mempertanyakan hak mercka. ibs tiba ponselku berdering, aku lihat ada pesan masuk. Dari Aksar, sangat singkat. “Pak, Aksan ingin bertemu”, Aku membalas 5M‘, dan mengajak mereka untuk bertemu di terminal bus Labuan Terminal sengaja aku pilih untuk meyamarkan pertemuanku dengan Aksan. Ketika aku sampai di terminal, terlihat Aksan melambaiker tangan ke arahku. Aksan ternyata tidak sendiri, ia ditemani Arif dan Aziz, tiga serangkai inisiator demo. Aku mengajak mereka masuk ke salah satu warung kopi. Mereka tampak kaget karena aku datang bersama Ginanjar. Aku jelaskan kepada mereka bahwa Ginanjar ada bersama kita untuk mendukung aksi teman- teman, Aku memesan kopi, dan mempersilahkan mereka memesan minum. Aku melihat wajah mereka tampak tegang. Mereka mulai bercerita bahwa mereka mendapatkan intimidasi dari salah seorang guru senior, yang juga menjabar sebagai staf wakil kepala sekolah bidang humas. Mereka diancam akan dipersulit dalam kelulusan UN. Aksan mendapatkan ancaman tambahan, beasiswanya akan dicabut. Dari raur wajahnya aku merasakan ketakutan yang luar biasa. ‘Aku mencoba menenangkan mereka dan meyakinkan bahwa langkah dan tindakan yang dilakukan mereka sudah benar. Aku memberikan pengertian, menegakkan kebenaran perlu pengorbanan dan harus berani mengambil risiko. Aku jug meyakinkan mereka bahwa aku dan teman-teman komunitas guruku tidak akan tinggal diam. Kami akan terus mendampingi mereka. Walau tampak masih belum lega, aku meminta mereka pulang ke rumah dan beristirahat. Begitupun aku, sepanjans eel G Dipindai dengan CamScanner Pedagogi Kritisi Ruang Kelas perjalanan pulang, berpikir strategi apa yang, harus dilakukan untuk melindungi Aksan dan teman-temanya. Terpikirkan olehku untuk membuat press release dan mengirimkannya ke media. Sesampainya di rumah aku segera masuk ke kamar. Dengan kemampuan menulis seadanya, aku mencoba membuat rilis ke media, Kemudian aku kirimkan melalui surel (email) ke koran Jokal. Aku juga melampirkan foto-foto hasil jepretan kamera bututku. Esoknya aku berangkat sekolah pagi sekali, aku berniat untuk mampir dulu ke tukang koran. Aku terkejue ternyata aksi demonstrasi siswaku masuk dalam headline semua koran lokal yang ada di Banten. Judul beritanya sangat dahsyat, siswa SMA Negeri 3 Pandeglang menuntut kepala sekolah dicopot. ‘Aku membeli beberapa koran dan langsung menuju sekolah. ‘Aku sengaja tidak langsung menunjukkan koran tersebut ke teman-teman guru. Mencoba mengajar seperti biasa walau kondisi sekolah masih belum kondusif. Nampak siswa kelas XII masih bergerombol. Guru-guru masih mengobrol di ruang kantor. Tiba-tiba suasana kantor menjadi ramai ketika pak satpam membawa koran langganan ke kantor. Dia menunjukkan berita demonstrasi kemarin. Guru semakin ramai berdiskusi.Hari ini aku menganalisis, dari argumentasi mereka, ada beberapa guru yang mendukung aksi yang dilakukan siswa. Ini tentunya menjadi kekuatan bagi Aksan dan teman-temannya. Efek pemberitaan sangat luar biasa. siang hari aku mendapatkan kabar bahwa besok akan ada kunjungan dari DPRD Pandeglang. Aku berinisitaif menghubungi Aksan dan memintanya datang ke rumah. Aku sampaikan kepada Aksan bahwa besok akan ada kunjungan anggota dewan ke sekolah. Sore itu aku membantu mereka merumuskan apa yang harus 73 G Dipindai dengan CamScanner Mengajur untuk Perubahan mereka sampaikan, Aku meminta mereka mengumpulkan dx pendukung, dan melatih mereka untuk: mer pendapat, Kami berlatih berargumen, aku cecar mercka dens unpaikv beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan ks angkat, Mercka menjawab dengan argumentasi rasional yang didukung dengan fakta, Harapanku, besok mereka ti kepala sekolah dan anggota dews mereka pasti bisa menghadapi pertemuan besok. Aku yakinkan hahwa mereka akan menjadi pemenang karena telah berjalan dalam jalan kebaikan. Jumar, sekitar jam sembilan, aku melihat iring-iringan mobil anggota Komisi IV memasuki gerbang sekolah. Mereka disumbut oleh kepala sekolah dan wakil-wakilnya. Aku melihat juga beberapa orang wartawan yang ikut mendampingi. Mereka langsung menuju ruang pertemuan yang telah disiapkan. Tidak semua orang boleh masuk kedalam ruangan. Hanya kepala sekolah dan wakil-wakilnya, pengurus komite sekolah, dan perwakilan siswa yang kemarin melakukan aksi demonstrasi yang bisa memasuki ruangan. Dari Aksan aku mengetahui bahwa di dalam terjadi perdebatan yang sangat hebar, anrara kepala sekolah, siswa, dan pengurus komite sekolah. Ia sampai heran, siswa berani mendebat kepala sekolah. Lima hari bercurut-turut pemberitaan tentang siswa SMAN 3 Pandeglang menuntut mundur kepala sekolahnya menjadi headline. Sebulan setelah kejadian demonstrasi tersebut, kepala sekolah dimutasi. Is yang merch. ak demam panggung di depar ». Aku meyakinkan bahw Ini kemenangan besar bagi Aksan dan kawan-kawannya- Sebagai gurunya, aku merasa bangga. Ternyata aku menikmati menjadi guru. Walau di awal aku enggan sekali untuk menjadi guru. Terus terang, aku masuk sekolah keguruan karena tidak — & Dipindai dengan CamScanner Pedagogi Kritis di Ruang, Kelas diterima di perguruan tinggi favorit. Pembelajaran bermain peran demonstrasi yang aku lakukan rernyata ada manfaatnya. Murid-muridku memiliki keberanian untuk memperjuangkan haknya hingga kepala sekolah dicopot. Aku berharap ini pengalaman berharga bagi murid-muridku. Mereka generasi muda yang akan menjadi penerus negeri. Generasi muda yang akan membangun Indonesia. Membangun Banten yang sampai hari ini masih dikenal sebagai daerah yang dikuasai dinasti korup. Aku masih harus belajar menjadi guru yang bisa menginspirasi murid-muridku, Guru yang selalu ditunggu kehadirannya di kelas. Menjadi guru yang selalu melakukan inovasi pembelajaran. Aku harus bisa menjadi guru sesungguhnya. ood G Dipindai dengan CamScanner 75

You might also like