You are on page 1of 18

MAKALAH

ALKALOSIS METABOLIK
Ditulis untuk Memenuhi Mata Kuliah Basic Biochemistry and Molecular Biology
Dosen Pengampu Dr. Si. dr. Syazili Mustofa, M. Biomed.

Ukhta Fadela R
2318011093
ukhtafadela@gmail.com

Program Studi Pendidikan Dokter


Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung
2023
ABSTRAK
Acid-base balance is a state in which the concentration of hydrogen ions produced is
equivalent to the concentration of hydrogen ions released by the cell. In the process of life
the acid balance at the molecular level is generally associated with weak acids and weak
bases, as well as at very low concentrations of H+ ions or OH ions. The acid-base balance is
the balance of hydrogen ions. There are 2 main acid-base balance disorders, namely
acidosis and alkalosis, each type is further divided into respiratory type and Metabolic Type.
Acidosis is a process that causes an increase in hydrogen ions, while alkalosis is
characterized by a decrease in the concentration of hydrogen ions. Acidosis and alkalosis
produce acidemia and alkalemia. Further classification needs to consider the components,
metabolic or respiratory. When the main reason is the alteration of pCO2, then the acidosis
or alkalosis encountered is of the respiratory type. If the change in bicarbonate
concentration, the acidosis or alkalosis encountered is of the metabolic type. So there are 4
disorders of the acid-base balance, namely respiratory acidosis, metabolic acidosis,
respiratory alkalosis, and metabolic alkalosis. Metabolic Alkalosis is a common acid-base
disease, especially in hospitalized patients. It is characterized by a predominant increase in
serum bicarbonate and arterial pH and a compensatory increase in PCO2 due to adaptive
hypoventilation
Keywords: alkalosis, metabolic alkalosis, acid base balance.

Keseimbangan asam basa adalah suat keadaan dimana konsentrasi ion hidrogen yang diproduksi
setara dengan konsentrasi ion hidrogen yang dikeluarkan oleh sel. Pada proses kehidupan
keseimbangan asam pada tingkat molecular umumnya berhubungan dengan asam lemah dan basa
lemah, begitu pula pada tingkat konsentrasi ion H+ atau ion OH yang sangat rendah. Keseimbangan
asam basa adalah keseimbangan ion hidrogen. Ada 2 gangguan keseimbangan asam basa yang
utama, yaitu asidosis dan alkalosis, tiap jenis dibagi lagi ke dalam jenis respiratorik dan jenis
metabolik. Asidosis adalah proses yang menyebabkan kenaikan ion hidrogen, sedangkan
alkalosis ditandai penurunan konsentrasi ion hidrogen. Asidosis dan alkalosis menghasilkan
asidemia dan alkalemia. Penggolongan lebih jauh perlu mempertimbangkan komponennya,
metabolic atau respiratorik. Apabila sebab utamanya adalah perubahan pCO2, maka asidosis
atau alkalosis yang dihadapi adalah dari jenis respiratorik. Apabila perubahan pada
konsentrasi bikarbonat, maka asidosis atau alkalosis yang dihadapi adalah dari jenis
metabolik. Jadi ada 4 gangguan keseimbangan asam-basa yaitu asidosis respiratorik, asidosis
metabolic, alkalosis respiratorik, dan alkalosis metabolik. Alkalosis metabolik adalah
penyakit asam basa yang umum terjadi, terutama pada pasien rawat inap. Hal ini ditandai
dengan peningkatan dominan bikarbonat serum dan pH arteri serta peningkatan kompensasi
PCO2 karena hipoventilasi adaptif.
Kata kunci : alkalosis, alkalosis metabolik, keseimbangan asam basa
PENDAHULUAN
Perolehan basa atau hilangnya asam dari cairan ekstraseluler merupakan hal mendasar bagi
patogenesis alkalosis metabolik. Hilangnya asam mungkin melalui saluran gastrointestinal
(GI) atau dengan ginjal. Basis berlebih dapat terakumulasi dari bikarbonat oral atau
parenteral (HCO3) pemberian atau dengan laktat, asetat, atau sitrat suplementasi. Hilangnya
asam dari GI traktor ginjal langsung digabungkan kegenerasi HCO3 intraseluler, yang
merupakan kemudian diangkut ke dalam darah, sehingga meningkat darah HCO3 konsentrasi
dan pH.
Patogenesis alkalosis metabolic meliputi 2 fase yang berbeda, generasi dan pemeliharaan,
pertama kali dikonsep oleh Seldin pada tahun 1972 meskipun mungkin ada beberapa
tumpang tindih dalam keadaan penyakit tertentu. Fase pembangkitan adalah didefinisikan
sebagai periode yang dimanifestasikan oleh kehilangan awal H+ (asam) dan klorida (Cl−)
baik melalui saluran cerna (misalnya melalui muntah) atau melalui ginjal (misalnya, dari
diuretik kloruretik). Fase pemeliharaan mengacu pada periode ketika kehilangan asam aktif
telah mereda atau mereda (yaitu, muntah atau penggunaan diuretik telah berhenti), tetapi
metabolisme alkalosis berlanjut karena kerusakan ginjal HCO3 ekskresi. Koreksi (pemulihan)
fase mengikuti fase pemeliharaan dan dicapai ketika defisit volume dan elektrolit yang ada
(hipokalemia dan hipokloremia) dikoreksi dan kejadian penghasutan (GI atau kehilangan
asam ginjal) diobati.
Alkalosis metabolik adalah salah satu gangguan keseimbangan asam-basa dalam tubuh
manusia. Keseimbangan asam-basa yang tepat adalah kunci untuk menjaga fungsi tubuh yang
optimal. Gangguan ini terjadi ketika tubuh mengalami peningkatan kadar alkali atau
penurunan kadar asam dalam cairan tubuh, terutama dalam darah. Kondisi ini bisa
disebabkan oleh berbagai faktor, seperti kehilangan asam lambung yang berlebihan melalui
muntah yang berulang, konsumsi diuretik tertentu, atau masalah pada ginjal yang
mengakibatkan peningkatan kadar bikarbonat dalam tubuh.
Dampaknya pada tubuh bisa bervariasi mulai dari gejala ringan hingga kondisi serius yang
mengancam nyawa. Gejalanya mencakup sesak napas, kebingungan, mati rasa, hingga kejang
atau detak jantung yang tidak teratur. Untuk memahami alkalosis metabolik secara lebih
mendalam, penting untuk menelusuri penyebab, gejala, diagnosa, serta strategi pengelolaan
yang tepat. Ini merupakan langkah krusial dalam memberikan perawatan yang efektif bagi
individu yang mengalami kondisi ini.
ISI
Keseimbangan Asam-Basa
Asam didefinisikan sebagai zat yang dapat memberikan ion H+ ke zat lain (disebut sebagai donor
proton), sedangkan basa adalah zat yang dapat menerima ion H+ dari zat lain (disebut sebagai
akseptor proton). Suatu asam baru dapat melepaskan proton bila ada basa yang dapat menerima
proton yang dilepaskan. Satu contoh asam adalah asam hidroklorida (HCL), yang berionasi dalam air
membentuk ion- ion hidrogen (H+) dan ion klorida (CL-) demikian juga, asam karbonat (H2CO3)
berionisasi dalam air membentuk ion H+ dan ion bikarbonat (HCO3 - ).1 Asam kuat adalah asam
yang berdiosiasi dengan cepat dan terutama melepaskan sejumlah besar ion H+ dalam larutan,
contohnya adalah HCL. Asam lemah mempunyai lebih sedikit kecenderungan untuk mendisosiasikan
ion-ionnya dan oleh karena itu kurang kuat melepaskan H+ , contohnya adalah H2CO3.
Basa adalah ion atau molekul yang menerima ion hidrogen. Sebagai contoh, ion bikarbonat (HCO3
- ), adalah suatu basa karena dia dapat bergabung dengan satu ion hidrogen untuk membentuk asam
karbonat (H2CO3).1 Protein- protein dalam tubuh juga berfungsi sebagai basa karena beberapa asam
amino yang membangun protein dengan muatan akhir negatif siap menerima ion-ion hidrogen.
Protein hemoglobin dalam sel darah merah dan protein dalam sel-sel tubuh yang lain merupakan basa-
basa tubuh yang paling penting.1 Basa kuat adalah basa yang bereaksi secara cepat dan kuat dengan
H+. Oleh karena itu dengan cepat menghilangkannya dari larutan. Contoh yang khas adalah OH-,
yang bereaksi dengan H+ untuk membentuk air (H2O). Basa lemah yang khas adalah HCO3 - karena
HCO3 - berikatan dengan H+ secara jauh lebih lemah daripada OH- . 1 Kebanyakan asam dan basa
dalam cairan ekstraseluler yang berhubungan dengan pengaturan asam basa normal adalah asam dan
basa lemah.

Asam dan Basa merupakan dua golongan zat kimia yang sangat penting dalam kehidupan
sehari-hari. Berkaitan dengan sifat asam basa, larutan dikelompokkan dalam tiga golongan,
yaitu bersifat asam, bersifat basa, dan bersifat netral. Asam dan basa memiliki sifat-sifat yang
berbeda, sehingga dapat kita bisa menentukan sifat suatu larutan. Sifat asam basa suatu
larutan juga dapat ditentukan dengan mengukur pH-nya. pH merupakan suatu parameter yang
digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman larutan.1 Larutan asam memiliki pH kurang
dari 7, larutan basa memiliki pH lebih dari 7, sedangkan larutan netral memiliki pH 7. pH
suatu larutan dapat ditentukan dengan indikator pH atau dengan pH meter. Menurut
penjelasan tersebut menjelaskan tentang keseimbangan asam basa serta berbagai macam
faktor atau hal - hal yang berkaitan dengan keseimbangan asam basa. Keseimbangan asam
basa merupakan hal yang penting bagi tubuh karena dapat mempengaruhi fungsi organ vital.
2 Gangguan keseimbangan asam basa yang berat, dapat mempengaruhi kelangsungan hidup
pasien. Derajat keasaman (pH) darah manusia normalnya berkisar antara 7.35 hingga 7.45.
Tubuh manusia mampu mempertahan keseimbangan asam dan basa agar proses metabolisme
dan fungsi organ dapat berjalan optimal. Keseimbangan asam basa dalam tubuh manusia
diatur oleh dua sistem organ yakni paru dan ginjal.
Pengaturan Keseimbangan Asam-Basa
Keseimbangan asam basa adalah suat keadaan dimana konsentrasi ion hidrogen yang diproduksi
setara dengan konsentrasi ion hidrogen yang dikeluarkan oleh sel. Pada proses kehidupan
keseimbangan asam pada tingkat molecular umumnya berhubungan dengan asam lemah dan basa
lemah, begitu pula pada tingkat konsentrasi ion H+ atau ion OH yang sangat rendah. Keseimbangan
asam basa adalah keseimbangan ion hidrogen. Walaupun produksi akan terus menghasilkan ion
hidrogen dalam jumlah sangat banyak, ternyata konsentrasi ion hidrogen dipertahankan pada kadar
rendah pH 7,4. Derajat keasaman (pH) darah manusia normalnya berkisar antara 7.35 hingga 7.45.
Tubuh manusia mampu mempertahan keseimbangan asam dan basa agar proses metabolisme dan
fungsi organ dapat berjalan optimal. Keseimbangan asam basa dalam tubuh manusia diatur oleh dua
sistem organ yakni paru dan ginjal. Paru berperan dalam pelepasan (eksresi CO2) dan ginjal berperan
dalam pelepasan asam. Beberapa prinsip yang perlu kita ketahui terlebih dahulu adalah :
a. Istilah asidosis mengacu pada kondisi pH < 7.35 sedangkan alkalosis bila pH > 7.45
b. Karbondioksida (CO2) adalah gas dalam darah yang berperan sebagai komponen asam. CO2
juga merupakan komponen respiratorik. Nilai normalnya adalah 40 mmHg.
c. Bikarbonat (HCO3) berperan sebagai komponen basa dan disebut juga sebagai komponen
metabolik. Nilai normalnya adalah 24 mEq/L.
d. Asidosis berarti terjadi peningkatan jumlah komponen asam atau berkurangnya jumlah
komponen basa.
e. Alkalosis berarti terjadi peningkatan jumlah komponen basa atau berkurangnya jumlah
komponen asam

Pengaturan keseimbangan ion hidrogen dalam beberapa hal sama dengan pengaturan ion-ion lain
dalam tubuh. Sebagai contoh, untuk mencapai homeostatis. Harus ada keseimbangan antara asupan
atau produksi ion hidrogen dan pembuangan ion hidrogen dari tubuh. Dan seperti pada ion-ion lain,
ginjal memainkan peranan kunci dalam pengaturan-pengaturan ion hidrogen. Akan tetapi, pengaturan
konsentrasi ion hidrogen cairan ekstraseluler yang tepat melibatkan jauh lebih banyak daripada
eliminasi sederhana ion-ion hidrogen oleh ginjal. Terdapat juga banyak mekanisme penyangga asam
basa yang melibatkan darah, sel-sel, dan paru-paru yang perlu untuk mempertahankan konsentrasi ion
hidrogen normal dalam cairan ekstraseluler dan intraseluler. Dalam hal ini berbagai mekanisme yang
turut membantu mengatur konsentrasi ion hidrogen, dengan penekanan khusus pada kontrol sekresi
ion hidrogen ginjal dan reabsorpsi, produksi, dan ekskresi ion – ion bikarbonat oleh ginjal, yaitu salah
satu komponen kunci sistem kontrol asam basa dalam berbagai cairan tubuh.
Konsentrasi ion hidrogen dan pH cairan tubuh normal serta perubahan yang terjadi pada asidosis dan
alkalosis. Konsentrasi ion hidrogen darah secara normal dipertahankan dalam batas ketat suatu nilai
normal sekitar 0,00004 mEq/liter ( 40 nEq/liter ). Variasi normal hanya sekitar 3 sampai 5 mEq/liter,
tetapi dalam kondisi yang ekstrim, konsentrasi ion hidrogen yang bervariasi dari serendah 10 nEq/liter
sampai setinggi 160 nEq/liter tanpa menyebabkan kematian. Karena konsentrasi ion hidrogen
normalnya adalah rendah dan dalam jumlah yang kecil ini tidak praktis, biasanya konsentrasi ion
hidrogen disebutkan dalam skala logaritma, dengan menggunakan satuan pH. pH berhubungan
dengan konsentrasi ion hidrogen.
Arteri memiliki pH normal 7,4, sedangkan pH darah vena dan cairan interstetial sekitar 7,35 akibat
jumlah ekstra karbondioksida (CO2) yang dibebaskan dari jaringan untuk membentuk H2CO3. 3
Karena pH normal darah arteri 7,4 seseorang diperkirakan mengalami asidosis saat pH turun dibawah
nilai ini dan mengalami alkolisis saat pH meningkat diatas 7,4. Batas rendah pH dimana seseorang
dapat hidup lebih dari beberapa jam adalah sekitar 6,8 dan batas atas adalah sekitar 8,0.3 pH
intraseluler biasanya sedikit lebih rendah daripada pH plasma karena metabolisme sel menghasilkan
asam, terutama H2CO3.
Bergantung pada jenis sel, pH cairan intraseluler diperkirakan berkisar antara 6,0 dan 7,4. Hipoksia
jaringan dan aliran darah yang buruk ke jaringan dapat menyebabkan pengumpulan asam dan itu
dapat menurunkan pH intraseluler. pH urin dapat berkisar dari 4,5 sampai 8,0 bergantung pada status
asam basa cairan ekstraseluler. Contoh ekstrim dari suatu cairan tubuh yang bersifat asam adalah HCl
yang diekskresikan kedalam lambung oleh oksintik ( sel-sel parietal ) dari mukosa lambung.
Faktor yang Mempengaruhi Keseimbangan Asam dan Basa
Sistem Buffer sebagai sistem penyangga asam basa kimiawi dalam cairan tubuh, yang dengan segera
bergabung dengan asam atau basa untuk mencegah perubahan konsentrasi ion hidrogen yang
berlebihan. Sistem buffer ini menetralisir kelebihan ion hidrogen, bersifat temporer dan tidak
melakukan eliminasi. Fungsi utama sistem buffer adalah mencegah perubahan pH yang disebabkan
oleh pengaruh asam fixed dan asam organic pada cairan ekstraseluler. Sebagai buffer, sistem ini
memiliki keterbatasan yaitu :
o Tidak dapat mencegah perubahan pH di cairan ekstraseluler yang disebabkan karena
peningkatan CO2.
o Sistem ini hanya berfungsi bila sistem respirasi dan pusat pengendali sistem
pernafasan bekerja normal
o Kemampuan menyelenggarakan sistem buffer tergantung pada tersedianya ion
bikarbonat.

Ada 4 sistem buffer:


a. Buffer bikarbonat merupakan sistem dapar di cairan ekstrasel terutama untuk perubahan
yang disebabkan oleh non-bikarbonat
b. Buffer protein merupakan sistem dapar di cairan ekstrasel dan intrasel
c. Buffer hemoglobin merupakan sistem dapar di dalam eritrosit untuk perubahan asam
karbonat
d. Buffer fosfat merupakan sistem dapar di sistem perkemihan dan cairan intrasel. Sistem
dapat kimia hanya mengatasi ketidakseimbangan asam-basa sementara.

Jika dengan buffer kimia tidak cukup memperbaiki ketidakseimbangan, maka pengontrolan pH akan
dilanjutkan oleh paru-paru yang berespon secara cepat terhadap perubahan kadar ion H dalam darah
akinat rangsangan pada kemoreseptor dan pusat pernafasan, kemudian mempertahankan kadarnya
sampai ginjal menghilangkan ketidakseimbangan tersebut. Ginjal mampu meregulasi
ketidakseimbangan ion H secara lambat dengan menskresikan ion H dan menambahkan bikarbonat
baru ke dalam darah karena memiliki dapar fosfat dan amonia.
Proses eliminasi dilakukan oleh paru dan ginjal. Mekanisme paru dan ginjal dalam menunjang kinerja
sistem buffer adalah dengan mengatur sekresi, ekskresi, dan absorpsi ion hidrogen dan bikarbonat
serta membentuk buffer tambahan (fosfat, ammonia). Untuk jangka panjang, kelebihan asam atau
basa dikeluarkan melalui ginjal dan paru sedangkan untuk jangka pendek, tubuh dilindungi dari
perubahan pH dengan sistem buffer. Mekanisme buffer tersebut bertujuan untuk mempertahankan pH
darah antara 7,35- 7,45.4
Sistem paru, dibawah kendali medula otak, mengendalikan karbondioksida, dan karena itu juga
mengendalikan kandungan asam karbonik dari cairan ekstraseluler. Paru-paru melakukan hal ini
dengan menyesuaikan ventilasi sebagai respons terhadap jumlah karbon dioksida dalam darah.
Kenaikan dari tekanan parsial karbondioksida dalam darah arteri (PaCO2) merupakan stimulan yang
kuat untuk respirasi. Tentu saja, tekanan parsial karbondioksida dalam darah arteri (PaCO2) juga
mempengaruhi respirasi. Meskipun demikian, efeknya tidak sejelas efek yang dihasilkan oleh PaCO2.
Pada keadaan asidosis metabolik, frekuensi pernapasan meningkat sehingga menyebabkan eliminasi
karbon dioksida yang lebih besar (untuk mengurangi kelebihan asam). Pada keadaan alkalosis
metabolik, frekuensi pernapasan diturunkan, dan menyebabkan penahanan karbondioksida (untuk
meningkatkan beban asam).
Sistem Ginjal untuk mempertahankan keseimbangan asam basa, ginjal harus mengeluarkan anion
asam non volatile dan mengganti HCO3 - . Ginjal mengatur keseimbangan asam basa dengan sekresi
dan reabsorpsi ion hidrogen dan ion bikarbonat. Pada mekanisme pemgaturan oleh ginjal ini berperan
3 sistem buffer asam karbonat, buffer fosfat dan pembentukan ammonia. Ion hidrogen, CO2, dan NH3
diekskresi ke dalam lumen tubulus dengan bantuan energi yang dihasilkan oleh mekanisme pompa
natrium di basolateral tubulus. Pada proses tersebut, asam karbonat dan natrium dilepas kembali ke
sirkulasi untuk dapat berfungsi kembali. Tubulus proksimal adalah tempat utama reabsorpsi
bikarbonat dan pengeluaran asam.
Ion hidrogen sangat reaktif dan mudah bergabung dengan ion bermuatan negative pada konsentrasi
yang sangat rendah. Pada kadar yang sangat rendahpun, ion hidrogen mempunyai efek yang besar
pada sistem biologi. Ion hidrogen berinteraksi dengan berbagai molekul biologis sehingga dapat
mempengaruhi struktur protein, fungsi enzim dan ekstabilitas membrane. Ion hidrogen sangat penting
pada fungsi normal tubuh misalnya sebagai pompa proton mitokondria pada proses fosforilasi
oksidatif yang menghasilkan ATP. Produksi ion hidrogen sangat banyak karena dihasilkan terus
meneru1s di dalam tubuh. Perolehan dan pengeluaran ion hidrogen sangat bervariasi tergantung diet,
aktivitas dan status kesehatan. Ion hidrogen di dalam tubuh berasal dari makanan, minuman, dan
proses metabolism tubuh. Di dalam tubuh ion hidrogen terbentuk sebagai hasil metabolism
karbohidrat, protein dan lemak, glikolisis anaerobik atau ketogenesis.

Penyebab gangguan keseimbangan asam-basa

Asidosis metabolik Asidosis respiratorik Alkalosis metabolik Alkalosis respiratorik

Diabetes melitus Penyakit obstruksi Hiperventilasi (cemas


Muntah (H+ hilang)
(ketoasidosis) saluran napas kronis dan demam)
Pengisapan
Asidosis laktat (asam Penyakit paru dengan
Asma berat nasogastric (hilangnya
laktat) hiperventilasi
H+)
Gagal ginjal (asam
Henti jantung Hipokalemia Anemia
anorganik)
Penekanan pusat Pemberian bikarbonat
Diare berat (hilangnya
pernapasan (obat, mis., intravena (mis, Keracunan salisilat
bikarbonat)
oplat) sesudsh henti jantung)
Drainase bedah usus Gagal otot napas (mis.,
(hikangnya poliomyelitis, sclerosis
bikarbonat) multipel)
Kehilangan bikarbonat
ginjal (asidosis tubulus Deformitas dada
renal jenis 2-jarang)
Kelainan ekskresi H+
(asidosis tubulus renal Obstruksi jalan udara
jenis 1-jarang)

Asidosis respiratorik sering dijumpai dan terutama disebabkan oleh penyakit paru yang
memengaruhi pertukaran gas. Alkalosis respiratorik lebih jarang dan disebabkan oleh
hiperventilasi yang menurunkan pCO2. Asidosis metabolik sering ditemukan dan disebabkan oleh
produksi lebih atau retensi asam tidak menguap dalam darah. Alkalosis metabolik lebih jarang,
penyebab paling umum adalah muntah-muntah dan pengisapan lambung, keduanya menyebabkan
hilangnya H+ dari lambung
Diagnosis Gangguan Keseimbangan Asam-Basa
Keseimbangan asam basa merupakan suatu keadaan dimana konsentrasi ion hidrogen yang
diproduksi sama dengan konsentrasi ion hidrogen yang dikeluarkan oleh sel. Keseimbangan
asam basa merupakan hal yang penting bagi tubuh agar proses metabolisme dan fungsi organ
dapat berjalan optimal. Keseimbangan asam basa dalam tubuh manusia diatur oleh dua sistem
organ yakni paru dan ginjal. Gangguan keseimbangan asam basa yang berat, dapat mem
pengaruhi kelangsungan hidup pasien.

Untuk mengetahui adanya gangguan keseimbangan asam basa dapat dilakukan tes yang
dinamakan ABG (Arterial Blood Gas) atau bisa disebut AGD (Analisa Gas Darah). Analisa
Gas Darah merupakan tes untuk mengukur tekanan oksigen (PaO2),ketegangan karbon
dioksida (PaCO2), keasaman (pH), saturasi oksihemoglobin (SaO 2), dan konsentrasi
bikarbonat (HCO3) dalam darah arteri. Tes tersebut sangat penting ketika merawat pasien
dengan penyakit kritis, pernapasan atau penyakit metabolisme.
Kisaran nilai normal bervariasi di antara laboratorium. Secara umum, nilai normal untuk
keasaman (pH), tekanan parsial karbon dioksida (PaCO 2) dan konsentrasi bikarbonat (HCO3)
adalah sebagai berikut:

a. pH = 7.35 to 7.45
b. PaCO2 = 35 to 45 mmHg (4.7 to 6 kPa)
c. HCO3 = 21 to 27 mEq/L

Penggolongan Gangguan Keseimbangan Asam-Basa


Ada 2 gangguan keseimbangan asam basa yang utama, yaitu asidosis dan alkalosis, tiap jenis
dibagi lagi ke dalam jenis respiratorik dan jenis metabolik. Asidosis adalah proses yang
menyebabkan kenaikan ion hidrogen, sedangkan alkalosis ditandai penurunan konsentrasi ion
hidrogen. Asidosis dan alkalosis menghasilkan asidemia dan alkalemia.
Penggolongan lebih jauh perlu mempertimbangkan komponennya, metabolic atau
respiratorik. Apabila sebab utamanya adalah perubahan pCO2, maka asidosis atau alkalosis
yang dihadapi adalah dari jenis respiratorik. Apabila perubahan pada konsentrasi bikarbonat,
maka asidosis atau alkalosis yang dihadapi adalah dari jenis metabolik. Jadi ada 4 gangguan
keseimbangan asam-basa yaitu asidosis respiratorik, asidosis metabolic, alkalosis
respiratorik, dan alkalosis metabolic.
Ginjal dan paru bekerja sama dalam mempertahankan pH plasma
Asidosis dicirikan dengan turunnya nilai rasio bikarbonat/pCO2 dalam plasma, sedangkan
dalam alkalosis nilai ini lebih besar dari normal. Merujuk ke persamaam Henderson-
Hasselbalch, kapan pun masalah ini terjadi, mekanisme kompensasi didorong untuk
mengembalikan konsentrasi ion ion hidrogen ke nilai normal dengan cara menormalkan rasio
bikarbonat/pCO2.
Jadi, apabila asidosis respiratorik menyebabkan peningkatan pCO2, maka ginjal akan
menghasilkan lebih banyak bikarbonat sehingga konsentrasinya dalam plasma meningkat.
Sebaliknya, bila ketoasidosis diabetika menyebabkan turunnya bikarbonat plasma, laju
ventilasi akan naik sehingga pCO2 turun. Perlu diingat bahwa kompensasi pernapasan dapat
terjadi dalam beberapa menit, akan tetapi kompensasi metabolik memerlukan beberapa jam
sampai beberapa hari untuk berfungsi penuh.
Alkalosis lebih jarang dari pada asidosis
Alkalosis respiratorik ringan mungkin terjadi sebagai akibat hiperventilasi disebabkan oleh
kerja jasmani atau latihan, serangan rasa cemas atau pun oleh demam ringan. Juga terjadi
pada kehamilan. Alkalosis metaboik acapkali disertai konsentrasi K+ serum yang rendah
sebagai akibat dari pendaparan sel. Jadi, alkalosis dapat menyebabkan hipokalemia, dan
sebaliknya hipokalemia dapat meyebabkan alkalosis. Alkalosis metabolic yang parah juga
dapat terjadi sebagai akibat dari kehilangan ion hidrogen dari lambung karena munta-muntah
atau sebagai akibat dari pengisapan cairan lambung secara nasogastrik pasca-bedah. Yang
terakhir, perlu disebut juga bahwa alkalosis dapat terjadi sebagai hasil pemberian bikarbonat
yang terlalu banyak secara intravena, misalnya ketika resusitasi dalam henti jantung
mendadak.
Asidosis atau alkalosis metabolik terjadi karena perubahan Strong Ion Difference (SID), yang
dimana apabila SID menurun menyebabkan asidosis dan SID meningkat menyebabkan
alkalosis. Perubahan SID dapat terjadi sebagai akibat kelebihan cairan (SID turun akibat
natrium turun), kekurangan cairan (SID naik karena natrium meningkat). Keseimbangan pH
menjadi penentu kondisi suatu hasil tersebut. Yang dimana asam basa yang tidak stabil
menandakan terjadinya gangguan dalam tubuh seperti paru-paru yang di tentukan dari nilai
pH yang dimana harus bersifat basa. Apabila tidak seimbang atau kadar karbon dioksida lebih
tinggi dari oksigen maka akan menyebabkan gangguan pernapasan atau distress pernafasan
karena kurangnya suplai oksigen yang masuk ke darah.
Alkalosis metabolik
Alkalosis metabolik adalah penyakit asam basa yang umum terjadi, terutama pada pasien
rawat inap. Hal ini ditandai dengan peningkatan dominan bikarbonat serum dan pH arteri serta
peningkatan kompensasi PCO2 karena hipoventilasi adaptif. Perkembangan alkalosis
metabolik melibatkan hilangnya asam tetap atau akumulasi bikarbonat dalam cairan
ekstraseluler .Kehilangan asam dapat terjadi melalui saluran pencernaan atau ginjal, namun
sumber kelebihan alkali mungkin berasal dari asupan alkali oral atau parenteral. Alkalosis
metabolik yang parah (pH darah arteri 7,55 atau lebih tinggi) pada pasien sakit kritis dikaitkan
dengan peningkatan angka kematian yang signifikan. Ginjal mempunyai mekanisme canggih
untuk mencegah timbulnya dan kelanjutan (pemeliharaan) alkalosis metabolik dengan
meningkatkan ekskresi bikarbonat. Mekanisme ini meliputi peningkatan filtrasi, penurunan
penyerapan, dan peningkatan sekresi bikarbonat oleh transporter spesifik dalam segmen
nefron tertentu. Faktor-faktor yang mengganggu mekanisme ini mengganggu kemampuan
ginjal untuk mengeluarkan kelebihan bikarbonat, sehingga mendorong perkembangan
alkalosis metabolik atau mencegah koreksinya. Faktor-faktor ini termasuk kontraksi
volumetrik, penurunan laju filtrasi glomerulus, defisiensi kalium, hipokloremia, kelebihan
aldosteron, dan peningkatan karbon dioksida arteri.

Gejala klinis utama yang berhubungan dengan alkalosis metabolik antara lain muntah,
kelebihan aldosteron atau kortisol, asupan licorice, obat kloruretik, kelebihan basa kalsium,
dan kelainan genetik seperti sindrom Bartter, sindrom Gitelman, dan fibrosis kistik.

Alkalosis adalah keadaan dimana terlalu banyak ion bikarbonat (HCO3- ) dalam darah (pH >
7,45). Alkalosis metabolik biasanya diakibatkan oleh kehilangan asam hidroklorida (HCl),
kalium (K + ) dan air (H2O) yang berlebihan dari lambung atau melalui urin. Perbedaan
anion plasma meningkat pada alkalosis metabolik non-hipoproteinemia karena peningkatan
muatan negatif pada albumin dan kandungan kalsium terionisasi (Ca2+ ) di dalam plasma
menurun. Asam sitrat membentuk garam yang terdisosiasi lemah dengan kation divalen dan
memiliki efek yang tidak diinginkan, yang umumnya dikaitkan dengan penurunan ionisasi
seperti kation pada cairan ekstraselular, terutama kalsium. Selain akibat disosiasi sitrat yang
mempengaruhi kandungan Ca 2+ dalam plasma darah, alkalosis juga dapat disebabkan oleh
abnormalitas elektrolit dan asam basa dapat memberikan akibat yang fatal pada komplikasi
berbagai jenis penyakit
Tanda dan gejala yang muncul pada penderita alkalosis metabolik adalah vasokontriksi luas,
nyeri kepala, tetani dan parestesi [14]. Selain kehilangan asam pada tubuh, dapat disebabkan
juga karena penggunaan obat tertentu, diare, konsumsi obat alkalotic, dan hipokalemia.
Makanan-makanan yang mendorong pembentuk asam umumnya mengandung sejumlah
protein dan sedikit air, hampir semua makanan protein (kecuali telur puyuh) dan biji–bijian
(beras, jagung, gandum dan sebagainya) termasuk produk olahannya, memberi reaksi
kimiawi asam pada tubuh kecuali susu mentah, yogurt, dan kacang almond. Sedangkan
makanan pembentuk basa yang yaitu bawang merah (100%), garam (100%), bawang putih
(73%), jahe (71%), dan jeruk nipis (67%). Semua responden mengkonsumsi bawang merah
dan garam. Lebih separuh responden mengkonsumsi bawang putih, jahe dan jeruk nipis. Jenis
makanan pembentuk basa yang sedikit dikonsumsi responden yaitu seledri (40%), terong
(36%), daun singkong (32%), jeruk (34%), papaya (30%) dan pisang (44%).
Normalnya pH fisiologis manusia adalah 7,35 hingga 7,45. Penurunan pH di bawah kisaran
ini disebut asidosis, sedangkan peningkatan di atas kisaran ini disebut alkalosis. Suatu
keadaan dimana darah dalam keadaan basa karena tingginya kadar bikarbonat disebut
alkalosis metabolik. Alkalosis metabolik merupakan kelainan asam basa primer yang
meningkatkan konsentrasi bikarbonat serum [HCO3] di atas 30 meq/L (1), sehingga
menyebabkan pH darah arteri meningkat ke kisaran basa (>7.45). Sistem kesetimbangan
kimia bikarbonat (HCO3) dan karbon dioksida (CO2) adalah sistem penyangga pH utama
tubuh manusia. Di mana:
H + HCO3  H2CO3  CO2 + H2O
Oleh karena itu, darah akan menjadi lebih alkalosis jika ada peningkatan HCO3 atau
penurunan CO2. Sebaliknya, jika ada penurunan HCO3 atau peningkatan CO2, darah akan
menjadi lebih asam. Sistem paru mengatur kadar CO2 melalui respirasi secara fisiologis,
sedangkan sistem ginjal mengatur kadar HCO3 melalui laju reabsorpsi. Kelebihan atau
kehilangan ion bikarbonat (OH) atau kehilangan ion hidrogen (H) biasanya terjadi, dan
banyak faktor dapat menyebabkan salah satunya. Secara umum, alkalosis kurang berbahaya
daripada asidosis. Namun, pergeseran transselular dapat menyebabkan gangguan elektrolit
yang parah, yang dapat menyebabkan gangguan klinis yang jarang namun parah. Alkalosis
dapat berasal dari pernapasan atau metabolisme, tetapi penyebabnya lebih sering metabolik
daripada pernapasan.
Alkalosis Metabolik adalah suatu keadaan dimana darah dalam keadaan basa karena
tingginya kadar bikarbonat. Alkalosis metabolik terjadi jika tubuh kehilangan terlalu banyak
asam. Sebagai contoh adalah kehilangan sejumlah asam lambung selama periode muntah
yang berkepanjangan atau bila asam lambung disedot dengan selang lambung. Pada kasus
yang jarang, alkalosis metabolik terjadi pada seseorang yang mengkonsumsi terlalu banyak
basa dari bahan-bahan seperti soda bikarbonat. Selain itu, alkalosis metabolik dapat terjadi
bila kehilangan natrium atau kalium dalam jumlah yang banyak mempengaruhi kemampuan
ginjal dalam mengendalikan keseimbangan asam basa darah.
Penyebab utama akalosis metabolik:
a. Penggunaan diuretik (tiazid, furosemid, asam etakrinat)
b. Kehilangan asam karena muntah atau pengosongan lambung
c. Kelenjar adrenal yang terlalu aktif (sindroma Cushing atau akibat penggunaan
kortikosteroid).

Alkalosis metabolik dapat menyebabkan iritabilitas (mudah tersinggung), otot berkedut dan
kejang otot; atau tanpa gejala sama sekali. Bila terjadi alkalosis yang berat, dapat terjadi
kontraksi (pengerutan) dan spasme (kejang) otot yang berkepanjangan (tetani). Biasanya
alkalosis metabolik diatasi dengan pemberian cairan dan elektrolit (natrium dan kalium).
Pada kasus yang berat, diberikan amonium klorida secara intravena.

Hipokalemia
Hipokalemia Hipokalemia ialah keadaan kadar kalium serum kurang dari 3 mEq/L. Sering
terjadi pada penyakit saluran cerna seperti muntah muntah atau pengambilan cairan dari pipa
nasogastrik; hal ini disebabkan konsentrasi K+ didalam ciran lambung sangat tinggi. Hampir
semua K+ berada di intraselular maka hipokalemia bisa disebabkan karena perpindahan
transselular yaitu dari serum ke sel misalnya pada alkalosis akut. Manifestasi yang berat
sebagai akibat hipokalemia adalah aritmia, eksitabilitas neuromuskuler (hiporefleksia atau
paralysis, penurunan peristaltik atau ileus) dan rhabdomiosis. EKG adalah pemeriksaan yang
bisa memperkirakan gangguan kalium intraseluler; akan didapat gelombang T datar,
pemendekan PR dan QRS dan akhirnya terdapat gelombang U. Pemberian KCl intravena
dilakukan apabila terjadi aritmia, kelemahan otot yang berat, distress respirasi, Pemberian
intravena ini harus dilakukan bersama monitor jantung yang ketat. Setelah kadar K+ stabil
maka pemberian diganti per oral. Pemberian preparat K+ disesuaikan dengan etilogi. Pada
penyakit saluran cerna yang biasanya diikuti dengan hipofosfatemia maka pemberian K+
desertai dengan garam fosfat. Sedangkan pada hipokalemia akibat alkalosis metabolik maka
KCl yang dipakai.

Homeostasis Kalium
Kalium (K+) memainkan peran kunci dalam menjaga fungsi sel normal.1 K+ adalah kation
intraseluler utama, 98% kalium tubuh ditemukan intraseluler dan hanya 2% di ekstraseluler.
Hampir semua sel memiliki pompa Na-K-ATPase yang berfungsi memompa natrium (Na+)
keluar dari sel dan menarik K+ ke dalam sel, sehingga menciptakan gradien K+ membran sel
(K+ dalam > K+ luar) untuk menjaga perbedaan potensial antar membran. Kalium
ekstraseluler berlebihan (hiperkalemia) menurunkan aksi potensi membran, sementara
hipokalemia menyebabkan hiperpolarisasi dan tidak responsifnya membrane. Untuk
mempertahankan konsentrasi K+ ekstraseluler dalam kisaran yang tepat, beberapa faktor
dapat memodulasi redistribusi K+ intraseluler-ekstraseluler dan ekskresinya.
Pada intrasel, ditentukan oleh distribusi kalium di otot, tulang, hati, sel darah merah, dan
rongga interstisial. Homeostasis K+ internal terutama bergantung pada hormon seperti insulin
dan katekolamin; selain itu, keseimbangan asam basa melalui pertukaran ion hidrogen
ekstraseluler (H+) dan osmolalitas plasma mengatur penyerapan K+ seluler. Pada ekstrasel,
ditentukan oleh tingkat asupan kalium (biasanya 100 mEq/hari), tingkat berkemih (normalnya
90 mEq/ hari), dan ekskresi feses (biasanya 10 mEq/ hari).3 Asupan K+ tidak meningkatkan
plasma K+ secara signifikan. Secara teoritis, asupan 35 mEq K+ akan meningkatkan kadar
K+ plasma sebesar 2,5 mEq/l apabila distribusi total di ekstraseluler. Pada kenyataannya,
hanya sekitar seperempat asupan K+ tersisa di ekstraseluler, karena adanya penyimpanan di
sel otot, hati, dan sel darah merah sebagai penyangga (“buffer”).
Ginjal, sebagai penentu utama homeostasis K+ eksternal, mengeluarkan hampir 90% asupan
harian. Tubulus kontortus proksimal menyerap kembali sekitar 2/3 filtrat, juga menyerap
kembali sekitar 2/3 (70%) K+ yang disaring. Reabsorpsi ini kebanyakan bersifat pasif dan
digerakkan oleh potensi elektrik tubulus yang bernilai positif sepanjang segmen S2 dan S3
dan arus air paraseluler. Sepanjang lengkung Henle desending, K+ disekresikan ke dalam
umen tubulus dari interstitium dan diserap kembali melalui kotransport Na-K-2 Cl pada
bagian asending tebal (+ 20%). Sepanjang tubulus kontortus distal dan duktus kolektivus,
terjadi sekresi bersih K+ yang dirangsang oleh aldosteron dan bila ada diet K+ berlebih. Pada
defisiensi K+ terjadi penurunan sekresi dan reabsorpsi. Regulasi ekskresi K+ ginjal berada
pada duktus kolektivus dan sebagian besar oleh perubahan tingkat sekresi K+. Dalam duktus
kolektivus, sekresi K+ dilakukan oleh sel prinsipal (melalui saluran luminal K dan Na-K
ATPase basolateral), sementara reabsorpsi K+ dilakukan oleh sel alfa terinterkalasi melalui
H-K ATPase luminal.
Kalium (K) adalah kation utama kompartemen cairan intraseluler ( CIS ). Sekitar 90 %
asupan kalium diekskresikan di urin dan 10 % di feses. Konsentrasi normal kalium di plasma
adalah 3,5 – 4,8 mmol/L, sedangkan konsentrasi intraseluler dapat 30 kali lebih tinggi, dan
jumlahnya mencapai 98 % dari jumlah K keseluruhan. Walaupun kadar kalium di dalam CES
hanya berkisar 2 % saja, akan tetapi memiliki peranan yang sangat penting dalam menjaga
homeostasis. Perubahan sedikit saja pada kalium intraseluler, akan berdampak besar pada
konsentrasi kalium plasma. Keseimbangan Kalium diatur dengan menyeimbangkan antara
pemasukan dan ekskresi, serta distribusi antara intrasel dan ekstrasel. Regulasi akut kalium
ekstraseluler dicapai dengan perpindahan kalium internal antara CES dan CIS. Ketika kadar
kalium ekstrasel meningkat akibat asupan yang banyak, atau disebabkan oleh pembebasan
kalium internal, maka regulasi akut ini akan terjadi. Regulasi ini merupakan kontrol
hormonal, yaitu: Insulin disekresikan segera setelah makan, dan ini akan menstimulasi Na, K,
ATPase dan mendistribusikan Kalium yang didapat dari sel–sel makhluk hidup yang dimakan
ke intrasel. Epinefrin meningkatkan ambilan kalium sel, yang mana penting untuk kerja otot
dan trauma. Kedua kondisi ini memicu terjadinya peningkatan kalium plasma.
Aldosteron juga berperan dalam meningkatkan konsentrasi kalium intraseluler.
Perubahan pH mempengaruhi distribusi kalium ekstra dan intraseluler. Pada asidosis,
konsentrasi K ekstraseluler meningkat, sedangkan alkalosis cenderung membuat hipokalemia.
Regulasi kronik untuk homeostasis K adalah oleh ginjal. 65 % dari K yang difiltrasi,
direabsorpsi sebelum mencapai akhir dari tubulus proksimal ginjal, 20% di tubulus distal, dan
15 % lainnya di ansa henle. Jumlah ekskersi kalium ditentukan pada tubulus penghubung dan
duktus koligentes Besarnya jumlah K yang direabsorpsi atau disekresi tergantung kepada
kebutuhan. Pada keadaan dimana pemasukan berlebihan, maka ekskresi akan meningkat,
begitupula sebaliknya.

Vomiting
Penyebab paling umum dari alkalosis metabolik adalah penggunaan diuretik dan hilangnya
sekresi lambung secara eksternal. Penyebab alkalosis metabolik dapat dibagi menjadi
alkalosis responsif klorida (urin klorida < 20 mEq / L), alkalosis resisten klorida (urin klorida
> 20 mEq/L), dan penyebab lainnya, termasuk alkalosis pembebanan alkali.

Alkalosis Responsif Klorida


Penyebab utama alkalosis responsif klorida adalah hilangnya sekresi lambung, menelan
antasida nonabsorbable dosis besar, dan penggunaan diuretik tiazid atau loop. Penyebab lain-
lain menjelaskan sisa kasus.
Sekresi lambung kaya akan asam klorida (HCl). Sekresi HCl oleh lambung biasanya
merangsang sekresi bikarbonat oleh pankreas setelah HCl mencapai duodenum. Biasanya,
sekresi pankreas ini menetralkan sekresi lambung, dan tidak ada perolehan atau kehilangan
ion hidrogen atau bikarbonat yang terjadi.
Ketika HCl hilang melalui muntah (termasuk pembersihan, pada orang dengan gangguan
makan) atau hisap nasogastrik, sekresi pankreas tidak terstimulasi dan terjadi penambahan
bikarbonat ke dalam sirkulasi sistemik, menghasilkan alkalosis metabolik. Penipisan volume
mempertahankan alkalosis. Dalam hal ini, hipokalemia sekunder akibat alkalosis itu sendiri
dan hilangnya ion kalium akibat stimulasi sekresi aldosteron oleh ginjal.
Menelan antasida nonabsorbable dosis besar (misalnya, magnesium hidroksida) dapat
menyebabkan alkalosis metabolik dengan mekanisme yang agak rumit. Setelah menelan
magnesium hidroksida, kalsium, atau aluminium dengan basa hidroksida atau karbonat, anion
hidroksida menahan ion hidrogen di lambung. Kation berikatan dengan bikarbonat yang
disekresikan oleh pankreas, menyebabkan hilangnya bikarbonat dengan tinja. Dalam proses
ini, ion hidrogen dan bikarbonat hilang, dan biasanya tidak terjadi gangguan asam basa.
Namun, kadang-kadang, tidak semua bikarbonat berikatan dengan kation yang tertelan, yang
berarti bahwa beberapa bikarbonat diserap kembali melebihi ion hidrogen yang hilang. Ini
terjadi terutama ketika antasida diberikan dengan resin penukar kation (misalnya, natrium
polistirena sulfonat [Kayexalate]); resin mengikat kation, meninggalkan bikarbonat tidak
terikat.
Tiazid dan diuretik loop meningkatkan ekskresi natrium klorida masing-masing di tubulus
berbelit-belit distal dan loop menaik yang tebal. Agen-agen ini menyebabkan alkalosis
metabolik dengan penipisan klorida dan dengan peningkatan pengiriman ion natrium ke
duktus pengumpul, yang meningkatkan sekresi ion kalium dan ion hidrogen.
Penipisan volume juga merangsang sekresi aldosteron, yang meningkatkan reabsorpsi ion
natrium di duktus pengumpul dan meningkatkan sekresi ion hidrogen dan kalium di segmen
ini. Urin klorida rendah setelah penghentian terapi diuretik, sementara itu tinggi selama
penggunaan diuretik aktif.
Menelan antasida nonabsorbable dosis besar (misalnya, magnesium hidroksida) dapat
menyebabkan alkalosis metabolik dengan mekanisme yang agak rumit. Setelah menelan
magnesium hidroksida, kalsium, atau aluminium dengan basa hidroksida atau karbonat, anion
hidroksida menahan ion hidrogen di lambung. Kation mengikat bikarbonat yang disekresikan
oleh pankreas, menyebabkan hilangnya bikarbonat bersama feses. Dalam proses ini, ion
hidrogen dan bikarbonat hilang, dan gangguan asam-basa biasanya tidak terjadi. Namun,
kadang-kadang, tidak semua bikarbonat berikatan dengan kation yang tertelan, artinya
beberapa bikarbonat diserap kembali melebihi ion hidrogen yang hilang. Hal ini terjadi
terutama ketika antasida diberikan dengan resin penukar kation (mis., natrium polistirena
sulfonat [Kayexalate]); resin mengikat kation, membiarkan bikarbonat Tidak Terikat.
Tiazid dan diuretik loop masing-masing meningkatkan ekskresi natrium klorida di tubulus
berbelit-belit distal dan loop menaik yang tebal. Agen-agen ini menyebabkan alkalosis
metabolik dengan penipisan klorida dan dengan peningkatan pengiriman ion natrium ke
duktus pengumpul, yang meningkatkan sekresi ion kalium dan ion hidrogen.
Penipisan volume juga merangsang sekresi aldosteron, yang meningkatkan reabsorpsi ion
natrium di duktus pengumpul dan meningkatkan sekresi ion hidrogen dan kalium di segmen
ini. Urin klorida rendah setelah penghentian terapi diuretik, sementara itu tinggi selama
penggunaan diuretik aktif.
Kloridore kongenital (lihat Diare Klorida, Familial. Warisan Mendel Online pada Manusia
[OMIM]) adalah bentuk langka dari diare sekretori parah yang diturunkan sebagai sifat
resesif autosom. Mutasi pada gen adenoma yang tidak diatur menghasilkan fungsi pertukaran
klorida/bikarbonat yang rusak di usus besar dan ileum, yang menyebabkan peningkatan
sekresi klorida dan reabsorpsi bikarbonat.
Selama asidosis respiratorik, ginjal menyerap kembali bikarbonat dan mengeluarkan klorida
untuk mengkompensasi asidosis. Dalam keadaan posthypercapnic, urin klorida tinggi dan
dapat menyebabkan penipisan klorida. Setelah asidosis respiratorik diperbaiki, ginjal tidak
dapat mengeluarkan kelebihan bikarbonat karena klorida luminal yang rendah.
Bayi dengan fibrosis kistik dapat mengalami alkalosis metabolik karena hilangnya klorida
dalam keringat. Bayi-bayi ini juga rentan terhadap penurunan volume.
Alkalosis Tahan Klorida
Penyebab alkalosis resisten klorida dapat dibagi menjadi yang berhubungan dengan
hipertensi dan yang berhubungan dengan hipotensi atau normotensi. Yang pertama dapat
terjadi akibat hiperaldosteronisme primer, serta berbagai kelainan bawaan dan didapat.
Adenoma adrenal (paling umum), hiperplasia adrenal bilateral, atau karsinoma adrenal dapat
menyebabkan hiperaldosteronisme primer.
Penyebab lain dari hiperaldosteronisme primer adalah aldosteronisme yang dapat diatasi
dengan glukokortikoid (lihat Hiperaldosteronisme, Familial, Tipe 1 [OMIM]), kelainan
dominan autosom, di mana produksi aldosteron ektopik di zona fasciculata korteks adrenal
terjadi. Dalam hal ini, produksi aldosteron dikendalikan oleh hormon adrenokortikotropik
(ACTH) daripada angiotensin II dan kalium, pengatur utamanya. Jenis hiperaldosteronisme
primer ini merespons terapi glukokortikoid, yang menghambat sekresi aldosteron dengan
menekan ACTH.
Reseptor mineralokortikoid (MR) di duktus pengumpul biasanya responsif terhadap
aldosteron dan kortisol. Kortisol memiliki afinitas yang lebih tinggi terhadap MR dan
bersirkulasi pada konsentrasi yang lebih tinggi daripada aldosteron. Namun, dalam kondisi
fisiologis, enzim 11-beta-hydroxysteroid dehydrogenase tipe 2 (11B-HSD2) menonaktifkan
kortisol menjadi kortison di duktus pengumpul, memungkinkan akses bebas aldosteron ke
reseptornya.
Kekurangan enzim ini menyebabkan pendudukan dan aktivasi MR oleh kortisol, yang, seperti
aldosteron, kemudian merangsang ENaC. Kortisol berperilaku sebagai mineralokortikoid
dalam keadaan ini.
Defisiensi 11B-HSD2 dapat diturunkan sebagai sifat resesif autosom (lihat Defisiensi
Kortisol 11-Beta-Ketoreduktase [OMIM]), bermanifestasi sebagai sindrom kelebihan
mineralokortikoid semu (AME). Enzim dapat dihambat oleh asam glycyrrhizic, yang
ditemukan dalam licorice dan tembakau kunyah, atau carbenoxolone, yang merupakan
turunan sintetis dari asam glycyrrhizinic. Defisiensi atau penghambatan 11B-HSD2
menyebabkan hipertensi dengan renin rendah dan aldosteron rendah, hipokalemia, dan
alkalosis metabolik. Kortisol serum berada dalam kisaran referensi karena umpan balik
negatif kortisol pada hormon adrenokortikotropik (ACTH) masih utuh.
Penggunaan aktif tiazid atau diuretik loop pada hipertensi adalah penyebab paling umum dari
alkalosis metabolik pada pasien hipertensi. Mekanisme alkalosis dibahas di atas.
Efek mineralokortikoid yang ditingkatkan pada sindrom Cushing disebabkan oleh
pendudukan MR oleh konsentrasi kortisol yang tinggi. Hipokalemia dan alkalosis metabolik
lebih sering terjadi pada sindrom Cushing yang disebabkan oleh produksi ACTH ektopik
(90%) dibandingkan penyebab sindrom Cushing lainnya (10%). Perbedaan ini terkait dengan
konsentrasi kortisol plasma yang lebih tinggi dan aktivitas 11B-HSD yang rusak yang
ditemukan pada produksi ACTH ektopik.
Sindrom Liddle (lihat Sindrom Liddle [OMIM]) adalah kelainan dominan autosom langka
yang timbul dari mutasi penguatan fungsi pada subunit beta (SCNN1B) atau gamma
(SCNN1G) ENaC di duktus pengumpul. Saluran berperilaku seolah-olah terbuka secara
permanen, dan terjadi reabsorpsi Na+ yang tidak diatur, yang menyebabkan ekspansi volume
dan hipertensi. Reabsorpsi Na+ yang tidak diatur ini bertanggung jawab atas hilangnya ion
hidrogen ginjal sekunder dan ion kalium dan tetap ada meskipun terjadi penekanan
aldosteron.
Stenosis arteri renalis unilateral atau bilateral yang signifikan merangsang sistem renin-
angiotensin-aldosteron, yang menyebabkan hipertensi dan alkalosis metabolik hipokalemik.
Tumor yang mensekresi renin atau deoksikortikosteron jarang terjadi. Pada tumor yang
mensekresi renin, jumlah renin yang berlebihan disekresikan oleh tumor di alat
juxtaglomerular, merangsang sekresi aldosteron. Pada yang terakhir, deoxycorticosterone
(DOC), bukan aldosteron, disekresikan oleh beberapa tumor adrenal dan memiliki efek
mineralokortikoid.
Mutasi pada reseptor mineralokortikoid (lihat Hipertensi, Onset Dini, Dominan Autosom,
dengan Eksaserbasi Parah pada Kehamilan [OMIM]) adalah bentuk hipertensi onset dini
dengan pewarisan dominan autosom yang sekarang telah dikaitkan dengan mutasi spesifik
MR. Mutasi ini menghasilkan aktivasi konstitutif MR, membuat MR responsif terhadap
progesteron.
Aktivasi MR menyebabkan reabsorpsi ion natrium yang tidak diatur melalui saluran ion
natrium duktus pengumpul, disertai hipokalemia dan alkalosis. Penyakit ini ditandai dengan
eksaserbasi hipertensi yang parah selama kehamilan, dan spironolakton dapat memperburuk
hipertensi.
Hiperplasia adrenal kongenital (CAH; lihat Hiperplasia Adrenal, Kongenital, Karena
Defisiensi 11-Beta-Hidroksilase [OMIM] dan Hiperplasia Adrenal, Kongenital, Karena
Defisiensi 17-Alfa-Hidroksilase [OMIM]) dapat disebabkan oleh defisiensi 11-beta-
hidroksilase atau 17-alfa-hidroksilase. Kedua enzim tersebut terlibat dalam sintesis steroid
adrenal.
Kekurangan salah satu enzim menyebabkan peningkatan kadar mineralokortikoid 11-
deoksikortisol, sedangkan produksi kortisol dan aldosteron terganggu. Defisiensi 11-
hidroksilase berbeda dengan defisiensi 17-hidroksilase dengan adanya virilisasi.
Alkalosis resisten klorida (urin klorida >20 mEq/L) dengan hipotensi atau normotensi dapat
merupakan manifestasi dari sindrom Bartter (lihat Alkalosis Hipokalemik dengan
Hiperkalsiuria [OMIM]), kelainan resesif autosom yang diturunkan. Pada sindrom Bartter,
gangguan reabsorpsi ion natrium dan ion klorida dalam lengkung menaik Henle yang tebal
menyebabkan peningkatan pengirimannya ke nefron distal.
Gangguan reabsorpsi natrium klorida dalam loop Henle adalah sekunder akibat hilangnya
mutasi fungsi 1 dari beberapa transporter di situs nefron ini: (1) Na+/K+/2Cl-cotransporter
yang sensitif terhadap furosemide (NKCC2); (2) saluran ion klorida basolateral (CLCNKB);
(3) saluran ion kalium apikal yang meluruskan ke dalam (ROMK1); (4) barttin (BSND),
subunit beta dari saluran klorida, CLC - Ka dan CLC-Kb; dan (5) reseptor penginderaan
kalsium (CaSR).
Mutasi CLCNKB menyebabkan sindrom Bartter klasik, sedangkan mutasi dari 2 pengangkut
lainnya bermanifestasi dengan bentuk antenatal sindrom Bartter. [6] Edema dan hipertensi
tidak ada, dan hiperkalsiuria sering terjadi karena gangguan reabsorpsi natrium klorida
menghambat reabsorpsi kalsium paracellular. Karena diuretik loop menghambat transporter
Na+ / K+ / 2Cl, kelainan elektrolit yang diamati pada sindrom Bartter dan dengan
penggunaan diuretik loop serupa.
Sindrom Gitelman (lihat Deplesi Kalium dan Magnesium [OMIM]) adalah kelainan resesif
autosom bawaan di mana hilangnya fungsi transporter natrium/klorida sensitif tiazid (NCCT)
di tubulus berbelit-belit distal terjadi. Peningkatan pengiriman zat terlarut distal berikutnya
dan pemborosan garam dengan stimulasi sistem renin-angiotensin-aldosteron menyebabkan
alkalosis metabolik hipokalemik. Gambaran lain dari sindrom ini adalah hipokalciuria dan
hipomagnesemia. Kelainan elektrolit mirip dengan yang disebabkan oleh diuretik tiazid.
Hipokalemia murni (yaitu, penipisan ion kalium yang parah) menyebabkan alkalosis
metabolik ringan, tetapi, dalam kombinasi dengan hiperaldosteronisme, alkalosisnya lebih
parah. Mekanisme alkalosis yang mungkin terjadi pada hipokalemia adalah peningkatan
reabsorpsi bikarbonat proksimal, stimulasi genesis amoniak ginjal, gangguan reabsorpsi
klorida ginjal, penurunan GFR (pada hewan), dan asidosis intraseluler pada nefron distal
dengan peningkatan sekresi hidrogen selanjutnya.
Penipisan magnesium (yaitu, hipomagnesemia) dapat menyebabkan alkalosis metabolik.
Mekanismenya mungkin melibatkan hipokalemia, yang biasanya disebabkan oleh atau terkait
dengan penipisan magnesium.
KESIMPULAN
Alkalosis merupakan suatu kondisi dimana pH pembuluh arteri darah melebihi pH normal
tubuh (pH > 7,45). Peningkatan basa disebabkan oleh naiknya konsentrasi serum bikarbonat
(HCO3). Alkalosis ini disebabkan oleh menurunnnya asam yang mengakibatkan kelebihan
basa (HCO3- ) atau penurunan konsentrasi H+. pH arterial > 7,45 dan kelebihan dasar (BE) >
+3 mmol / L umumnya diklasifikasikan sebagai alkalosis metabolik. Alkalosis metabolik
adalah gangguan asam basa yang sering terjadi pada pasien kritis yang ditandai dengan
peningkatan kadar pH pembuluh arteri darah akibat peningkatan retensi plasma bikarbonat
(HCO3- ) dan sering dikaitkan dengan mortalitas dan morbiditas yang tinggi. Alkalosis
metabolik terjadi jika tubuh kehilangan terlalu banyak asam. Sebagai contoh adalah
kehilangan sejumlah asam lambung selama periode muntah yang berkepanjangan atau bila
asam lambung disedot dengan selang lambung (seperti yang kadang-kadang dilakukan di
rumah sakit, terutama setelah pembedahan perut). Selain itu, alkalosis metabolik dapat terjadi
bila kehilangan natrium atau kalium dalam jumlah yang banyak mempengaruhi kemampuan ginjal
dalam mengendalikan keseimbangan asam basa darah.
REFERENSI
Arya, I. G. A. S., Inayati, N., & Gede, L. S. (2023). Analisis Hasil Pemeriksaan Gas Darah
Pada Pasien Positif Covid-19. Journal of Indonesia Laboratory Students
(JILTS), 2(1), 55-61.
Baynes, J. W., & Dominiczak, M. H. (2019). Medical Biochemistry. 5th ed. China : Elsevier
Brinkman, J. E., & Sharma, S. (2023). Physiology, Metabolic Alkalosis. In StatPearls.
StatPearls Publishing
Dita, M. P., & Igun Winarno, S. A. Keseimbangan Asam Basa, Apakah Itu???.
Do, C., Vasquez, P. C., & Soleimani, M. (2022). Metabolic Alkalosis Pathogenesis,
Diagnosis, and Treatment: Core Curriculum 2022. American journal of kidney
diseases : the official journal of the National Kidney Foundation, 80(4), 536–551.
https://doi.org/10.1053/j.ajkd.2021.12.016
Emmett M. Metabolic Alkalosis: A Brief Pathophysiologic Review. Clin J Am Soc Nephrol.
2020 Dec 7;15(12):1848-1856. doi: 10.2215/CJN.16041219. Epub 2020 Jun 25.
PMID: 32586924; PMCID: PMC7769018.
Rohana, G. L., Laksmitasari, D. D., & Anggraini, S. D. Pengaruh Asetazolamid dan Arginin
Hidroklorida pada Alkalosis Metabolik (The Effect of Acetazolamide and Arginine
Hydrochloride on Metabolic Alkalosis). Welcome Speech from Committee and Head
of Chemistry, 92.

You might also like