You are on page 1of 19

MAKALAH

PERENCANAAN DAN PUSAT PELAYANAN


Diambil dari Judul Skripsi
ANALISIS PENETAPAN PUSAT-PUSAT
PERTUMBUHAN BARU DI KECAMATAN
HARJAMUKTI, CIREBON SELATAN

Dosen Pengampu:
Dr. Arif Rahman Nugroho, M.Sc.
Dr. Norma Yuni Kartika, M.Pd.,M.Sc.
Ghinia Anastsia Muhtar, S.Si.,M.Si.

NAMA NIM
M.Aidil Akbar Syahridannur 2010416220036
Irwanto 2010416210025
M. Rizki Valen Febrianto 2010416310009
Yeni Anggriani 2010416220024
Firman Maulana Akbar 2010416310001

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN,


RISET DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
BANJARMASIN
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmatNya sehingga makalah ini
dapat tersusun sampai dengan selesai. Judul dari makalah ini “Pengaruh lingkungan terhadap
ekonomi”.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi pembaca. Bahkan saya berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca
praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi saya sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman saya. Untuk itu saya sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah
ini.
Banjarmasin, 14 Desember 2022

Penyusun
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR............................................................... i
DAFTAR ISI.............................................................................. ii
DAFTAR GAMBAR ................................................................ iii
BAB 1. PENDAHULUAN ..................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ..................................................................... 1
1.2. Rumusan dan Masalah.......................................................... 1
1.3. Tujuan .................................................................................. 1
BAB 2. PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Ilmu ................................................................... 3
2.2. Wawasan .............................................................................. 1
BAB 3. PENUTUP
1.1. Kesimpulan .......................................................................... 1
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kota adalah suatu wadah yang memiliki batasana administrasi wilayah seperti
kotamadya dan kota administrative. Kota juga berarti suatu lingkungan kehidupan
perkotaan yang mempunyai ciri non agraris, misalnya ibukota kabupaten, ibukota
kecamatan yang berfungsi sebagai pusat pertumbuhan (Peraturan Mendagri RI No. 4/
1980).
Salah satu faktor eksternal yang akan mempengaruhi perkembangan suatu kota adalah
keterkaitannya dengan kota lain, baik dalam maupun luar negri, serta keterkaitannya
dengan kota lain, baik dalam maupun luar negri, serta keterkaitannya dengan daerah
belakangnya. (hinterland) atau daerah pedesaan sekitarnya. Sering keterkaitan ini
terwujud sebagai suatu bentuk sistem kota. (Soegijoko dalam Hestuadiputri, 2007).
Kota Cirebon berada di pasisir Laut Jawa, di Jalur Pantura Jakarta-Cirebon-Semarang
yang merupakan jalur terdapat di Indonesia, menyembabkan kota ini menjadi salah satu
kota yang sangat berpotensi di Jawa Barat.

Sarana prasarana infrastruktur merupakan suatu dasar atau kerangka pada suatu
permukiman yang bermanfaat sebagai komponen pelayan masyarakat yang berfungsi
mendukung segala aktifitas yang ada dipermukiman tersebut melalui fasilitas-fasilitas
yang disiapkan. Sarana Infrastruktur itu sendiri dibedakan menjadi 2 (dua) macam:
1. Sarana prasarana yang bersifat fisik merupakan bangunan pendukung
permukiman yang terlihat seperti jalan, drainase, jembatan.
2. Sarana prasarana yang bersifat sistem, dimana sarana prasarana ini dirasakan
manfaatnya oleh masyarakat tetapi karena sistemnya yang berjalan baik seperti SAB,
telekomunikasi, jaringan IPAL.
Menurut Grigg (2000) ada 6 kategori besar infrastruktur yaitu:
1. Kelompok jalan (jalan, jalan raya, jembatan).
2. Kelompok pelayanan transportasi (transit, jalan rel, pelabuhan, bandar udara).
3. Kelompok air (air bersih, air kotor, semua sistem air, termasuk jalan air).
4. Kelompok manajemen limbah (sistem manajemen limbah padat).
5. Kelompok bangunan dan fasilitas olahraga luar.
6. Kelompok produksi dan distribusi energi (listrik dan gas) Sedangkan fasilitas
fisik Infrastruktur:
1. Sistem penyediaan air bersih, termasuk dam, reservoir, transmisi, treatment,
dan fasilitas distribusi.
2. Sistem manajemen air limbah, termasuk pengumpulan, treatment,
pembuangan, dan sistem pemakaian kembali.
3. Fasilitas manajemen limbah padat.
4. Fasilitas transportasi, termasuk jalan raya, jalan rel dan bandar udara.
,termasuk didalamnya adalah lampu, sinyal, dan fasilitas control
5. Sistem transit public.
6. Sistem kelistrikan, termasuk produksi dan distribusi.
7. Fasilitas pengolahan gas alam.
8. Fasilitas pengaturan banjir, drainase, dan irigasi.
9. Fasilitas navigasi dan lalu lintas / jalan air.
10. Bangunan publik seperti sekolah, rumah sakit, kantor polisi, fasilitas pemadam
kebakaran.
11. Fasilitas perumahan.
12. Taman, tempat bermain, dan fasilitas rekreasi, termasuk stadion.
Menurut keputusan Menteri Pekerjaan Umum No.378/1987 tentang Standar
Konstruksi Bangunan Indonesia, ”Prasarana Lingkungan adalah jalan, saluran air minum,
saluran air limbah, saluran air hujan, pembuangan sampah, jaringan listrik”. Sedangkan
menurut Keputusan Menteri Dalam Negeri No.59/1988 tentang Petunjuk Pelaksanaan
PerMenDagri No.2/1987 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kota: ”Sistem utama
jaringan utilitas kota (pola jaringan fungsi primer dan sekunder) seperti air bersih,
telepon, listrik, gas, air kotor/drainase, air limbah”.
Menurut SNI 03-1733-2004, Prasarana lingkungan adalah kelengkapan dasar fisik
lingkungan yang memungkinkan lingkungan permukiman dapat berfungsi sebagaimana
mestinya. Sarana lingkungan adalah fasilitas penunjang yang berfungsi untuk
menyelenggarakan dan mengembangkan kehidupan ekonomi,sosial dan budaya. Utilitas
adalah pelayanan seperti air bersih, air limbah, gas, listrik dan telepon, yang pada
umumnya di perlukan untuk beroperasinya suatu bangunan dan lingkungan permukiman.
Utilitas umum adalah fasilitas umum seperti PUSKESMAS, taman kanak kanak, tempat
bermain, pos polisi yang umumnya diperlukan sebagai sarana penunjang pelayanan
lingkungan.
Wacana perluasan wilayah Kota Cirebon terus bergulir. Meski direspon secara antusias
oleh para petinggi Kota Cirebon, namun sebaliknya, wancana itu ditanggapi sinis para
elite di Kabupaten Cirebon, termasuk oleh pegiat budaya.
Pegiat budaya yang juga Pendiri Komunitas Pusaka Cirebon Kendi Pertula, R Chaidir
Susilaningrat mengatakan, elite Kota Cirebon mestinya jangan sekadar asal ingin wilayah
lebih luas dan lebih besar saja. Menurutnya, harus ada indikator yang jelas dan terukur
sebelum mewacanakan perluasan wilayah, termasuk dampaknya bagi Kabupaten
Cirebon.wilayah yang lebih luas dan jumlah penduduk yang lebih banyak akan
memberikan beban tanggung jawab yang lebih berat dalam pelayanan publik dan upaya
peningkatan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu, perlu kajian yang matang, logis dan
realistis agar wacana ini menjadi lebih jelas dan terukur. Perekonomi Kota Cirebon
dipengaruhi oleh letak geografis yang strategis dan karakteristik sumber daya dunia
sehingga struktur perekonomiannya didominasi oleh sektor industri pengolahan, sektor
perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi serta sektor jasa.
Tomé Pires dalam Suma Orientalnya lebih kurang tahun 1513 menyebutkan Cirebon
merupakan salah satu sentra perdagangan di Pulau Jawa. Setelah Cirebon diambil alih
oleh pemerintah Hindia-Belanda, pada tahun 1859, pelabuhan Cirebon diambil keputusan
bagi transit benda/barang ekspor-impor dan pusat pengendalian politik bagi daerah di
pedalaman Jawa.

Hingga tahun 2001 kontribusi perekonomian bagi Kota Cirebon adalah industri
pengolahan (41,32%), belakang diikuti oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran
(29,8%), sektor pengangkutan dan komunikasi (13,56%), sektor jasa-jasa (6,06%).
Sedangkan sektor lainnya (9,26%) mencakup sektor pertambangan, pertanian, kontruksi,
listrik, dan gas rata-rata 2-3%.Salah satu wujud usaha di sektor tidak resmi adalah
pedagang kaki lima, Kota Cirebon yang sering menjadi sasaran urbanisasi memiliki
banyak PKL yang cukup signifikan pada setiap tahunnya. Fenomena ini di satu anggota
menggembirakan sebab menunjukan dinamika ekonomi akar rumput, tapi di anggota lain
jika tidak diurus dengan aci akan menimbulkan persoalan yang serius di sektor ketertiban
dan kelola ruang.
Perusahaan rokok multinasional, British American Tobacco (BAT), merupakan salah satu
produsen rokok yang pernah berdiri di Kota Cirebon.

Kota Cirebon memiliki beberapa pusat perbelanjaan di selangnya Cirebon Mall daerah
Kota Tua (BAT) di Jalan Syarief Abdurahman, CSB Mall (Cirebon Super Block)
berlokasi di pusat Kota Cirebon Jalan DR. Cipto Mangunkusumo dengan luas 6.2 ha,
Grage Mall berlokasi di Jalan Tentara Pelajar, Giant Hypermarket terletak di lebih kurang
area Stadion Bima Jalan Brigjen Dharsono (By-Pass), dan di lebih kurang Jalan Rajawali,
Plaza Yogya Siliwangi di Jalan Siliwangi, Plaza Yogya Grand Center di Jalan
Karanggetas, Pusat Grosir Cirebon (PGC), Asia Plaza, Surya Plaza, Carrefour SuperStore
Jl. Cipto, Gunung Sari Trade Center (GTC), Balong Indah Plaza dan Plaza Index "Ace
Hardware"
Golongan transpor Kota Cirebon mengalami laju inflasi yang cukup tinggi sebab
kenaikan harga BBM nonsubsidi serta tarif jasa keuangan. Sementara itu, tarif
kursus/pelatihan di Kota Cirebon relatif tinggi dibandingkan dengan kota-kota lainnya,
sehingga mendorong tingginya inflasi golongan pendidikan.

Pelayanan umum
Listrik
Listrik selain bagi menunjang cara ekonomi seperti industri, juga bagi meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dengan metode membuat kemudahan masyarakat beraktifitas.

Dari data kelistrikan yang disajikan, tercatat banyak pelanggan pengguna listrik mencapai
pelanggan pada tahun 2010, dengan rincian lebih kurang 89,04 persen adalah pelanggan
rumah tangga (R) dan 7,73 persen pelanggan bidang usaha (B), pelanggan golongan tarif
sosial (S) lebih kurang 2,05 persen. Pelanggan industri hanya 0,16 persen. Daya terpasang
pada tahun 2008 ini sebesar 133.655.500 KVA.

Cairan Minum
Penyedian sumber cairan minum sangat penting bagi sebuah kota seperti Kota Cirebon
yang merupakan sebagian wilayahnya berbatasan dengan pantai, yang cenderung
sebagian luhur sumber cairannya tidak layak bagi cairan minum. Oleh sebab itu,
ketersedian cairan oleh PDAM menjadi sangat penting.
Produksi cairan oleh PDAM Kota Cirebon, dalam kurun 2006- 2009 banyak produksi
cairan minum cenderung berfluktuasi, pada tahun 2006 produksi cairan mencapai
23.425.965 m3, belakang menjadi 26.245.072 m3 (2007) dan turun pada tahun 2008
menjadi 25.432.691 m3, dan naik kembali menjadi 25.455.687 m3 pada tahun 2008. Bagi
cairan yang disalurkan pada tahun 2009 mencapai 18.682.035 m3. Dengan rincian, cairan
minum yang disalurkan pada rumahtangga sebesar 13.554.294 m3 ; hotel, obyek wisata
dan industri sebesar 2.552.822 m3 ; Badan Sosial/Rumah Sakit sebesar 733.357 m3 .

1.2 Rumusan dan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka pertanyaan penelitian yang
muncul adalah:
1. Bagaimana kondisi terkini di Kota Cirebon?
2. Apa saja kebutuhan untuk mengembangkan pusat pertumbuhan di Kota Cirebon
dilihat dari aspek ekonomi, aspek kependudukan dan aspek fasilitas pelayanan
public?
3. Wilayah pembangunan apa saja yang dapat ditetapkan sebagai pusat pertumbuhan
untuk mendorong pembangunan wilayah disekitar pusat pertumbuhan tersebut?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui kondisi terkini di Kota Cirebon
2. Mengetahui kebutuhan untuk mengembangkan pusat pertumbuhan di Kota Cirebon
dilihat dari aspek ekonomi, aspek kependudukan dan aspek fasilitas pelayanan
public
3. Mengetahui wilayah pembangunan yang dapat ditetapkan sebagai pusat
pertumbuhan untuk mendorong pembangunan wilayah disekitar pusat pertumbuhan
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

1. Pembangunan Ekonomi
Pembangunan ekonomi berarti adanya peningkatan kesejahteraan masyarakat
dalam suatu negara secara berkesinambungan dalam waktu yang relatif lama. Pada
awalnya, peningkatan kesejahteraan masyarakat ini dilihat dari adanya kenaikan
pendapatan nasional, akan tetapi kenyataan yang muncul adalah tingkat pertumbuhan
ekonomi yang tinggi tidak memberikan jaminan meningkatnya kesejahteraan
masyarakat. Tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi telah mengakibatkan bertambah
lebarnya kesenjangan ekonomi masyarakat baik antar daerah maupun didalam suatu
daerah (Adissasmita, 2005:10). Oleh karena itu, pembangunan ekonomi tidak hanya
sebatas terjadinya peningkatan pendapatan nasional tetapi yang lebih penting adalah
peningkatan kesejahteraan masyarakatnya. Menurut Adissasmita (2005), pembangunan
tidak hanya pada pemenuhan kebutuhan pokok saja, tetapi juga adanya suatu kondisi
dimana masyarakat lebih berkeadilan, dan peningkatan sumber daya manusia. Pendapat
senada juga dikatakan oleh Todaro yang menyatakan bahwa “Peningkatan kesejahteraan
ini dapat dilihat dari adanya peningkatan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar
(sandang, pangan, dan papan), harga diri, dan kebebasan untuk memilih (Todaro, 2006)”.
Menurut Todaro, pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang mencakup
berbagai perubahan dasar atas struktur sosial, sikapsikap masyarakat, dan institusi–
institusi nasional, disamping tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi,
penanganan ketimpangan pendapatan, serta pengentasan kemiskinan (Todaro, 2006:22).
Berdasarkan defenisi yang dipaparkan diatas, terdapat persamaan yaitu
pembangunan didahului oleh peningkatan pendapatan masyarakat dalam pengertiannya,
pertumbuhan ekonomi merupakan hal yang utama didalam melaksanakan pembangunan.
Oleh karena itu, pemerintah daerah sebagai penanggungjawab atas daerah haruslah
mengupayakan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerahnya dengan
memaksimalkan setiap potensi yang dimiliki daerah tersebut.
2. Teori Tempat Sentral
Teori tempat sentral merupakan suatu teori yang menyatakan bahwa daerah-daerah
nodal itu mempunyai hirarki. Tidak semua daerah bersifat homogenitas tetapi terdapat
perbedaan baik dalam persebaran penduduk maupun luas wilayahnya (Richardson,
2001:83). Oleh karena itu, sangat penting mengetahui tingkat hierarki suatu daerah
sehingga dapat dilihat apa yang dibutuhkan oleh daerah dan kegiatan ekonomi apa yang
cocok untuk daerah tersebut. Teori ini dipelopori oleh Walter Christaller seorang ahli
geografi berkebangsaan Jerman.
Christaller memiliki pandangan yang sama dengan Lloyd mengenai suatu barang
dan jasa, bahwa barang-barang dan jasa-jasa memiliki daerah jangkauannya tersendiri
(range) dan produsen memiliki batas minimal luasnya pasar (threshold) agar dapat
berproduksi (Robinson, 2010:79). Dan oleh pandangan seperti ini, barang-barang dan
jasa-jasa dapat dikelompokkan berdasarkan ordenya, dimana orde I adalah barang
kelompok 4 yang merupakan jenis barang yang mewah dan sangat jarang dibeli seperti
mobil, Orde II adalah barang kelompok 3 yang merupakan barang yang jarang dibeli
seperti tempat tidur, Orde III adalah barang kelompok 2 adalah barang yang tidak setiap
hari dibeli seperti pakaian, sepatu dan peralatan sederhana rumah tangga, dan Orde IV
adalah barang yang sering dibeli seperti beras, gula, garam dan lain-lain.
Menurut Christaller, setiap orde memiliki wilayah heksagonalnya sendiri-sendiri
dan lebar barang Orde I sama dengan 3 kali lebar barang Orde II demikian seterusnya.
Hal ini berarti barang Orde I memiliki luas jangkauan tiga kali barang Orde II. Jadi ada
barang yang jangkauan pemasarannya cukup luas dan ada yang sedang dan kecil.
Christaller juga mengatakan bahwa berbagai jenis barang pada orde yang sama
cenderung bergabung pada pusat dari wilayahnya sehingga terjadi pusat konsentrasi.
Oleh karena itu pada kenyataannya, terdapat hierarki diantara pusat-pusat konsentrasi
tersebut. Berdasarkan k=3, pusat dari hierarki yang lebih rendah berada pada pengaruh
pusat hierarki yang lebih tinggi (Robinson, 2010:82). Teori tempat sentral sangat relevan
untuk digunakan didalam perencanaan wilayah, hal ini dikarenakan teori tempat sentral
menjelaskan tiga konsep dasar yang sangat penting peranannya dalam membangun
wilayah yakni ambang (threshold), lingkup (range) dan hierarki (hierarchy). Ketiga
konsep tersebut, dapat digunakan untuk menjelaskan hubunganhubungan ketergantungan
antara pusat-pusat konsentrasi dan wilayah-wilayah disekitarnya (Adissasmita,2005: 57).
3. Pusat Pertumbuhan
Ketidakhomogennya wilayah dalam suatu daerah baik dalam jumlah penduduk,
iklim, cuaca bahkan fasilitas sosial dan ekonomi menyebabkan adanya daerah nodal dan
spasial. Pada daerah nodal biasanya lebih cepat bertumbuh daripada wilayah
belakangnya dikarenakan pada daerah nodal memiliki keuntungan agglomerasi ekonomi
dan distribusi penduduk yang terpusat. Akan tetapi tidak semua daerah nodal tersebut
mengalami pertumbuhan secara merata tetapi sering terdapat titik-titik yang menjadi
pendorong perkembangan kegiatan daerah nodal yang dinamakan sebagai pusat
pertumbuhan. Oleh karena itu, untuk mempercepat peningkatan pendapatan terdapat
suatu keharusan untuk membangun sebuah atau beberapa pusat kekuatan ekonomi dalam
suatu negara atau daerah(Perroux dalam Adissasmita, 2005:60)
Menurut Richardson, yang menyebabkan terjadinya pusat pertumbuhan
dikarenakan adanya keuntungan agglomerasi yang didapat dari keputusan untuk
berlokasi pada tempat yang terkonsentrasi. Keuntungan agglomerasi ini didapat karena
adanya keuntungan skala yang berasal dari antara lain; fasilitas–fasilitas perbankan,
sosial, pemerintahan, pasar tenaga kerja, perusahaan jasa-jasa khusus tertentu
(Richardson dalam Paul Sihotang, 2001:96). Para pemilik modal akan lebih tertarik
untuk berinvestasi didaerah agglomerasi, sehingga menyebabkan industri – industri
menjadi terpusat di daerah ini terutama industri inti (dalam skala besar). Industri inti
mempunyai peran yang sangat penting dalam menggerakkan perekonomian suatu daerah
(Perroux dalam Adissasmita, 2005:61).
Menurut Robinson, pusat pertumbuhan dapat diartikan melalui dua cara, yakni
pendekatan fungsional dan geografis. Secara fungsional, pusat pertumbuhan merupakan
sekelompok usaha atau kegiatan ekonomi lainnya yang terkonsentrasi pada suatu daerah
dan memiliki hubungan yang dinamis, dan saling mendorong sehingga dapat
mempengaruhi perekonomian daerah itu maupun daerah belakangnya. Secara geografis,
pusat pertumbuhan adalah suatu lokasi yang banyak memiliki fasilitas sehingga menjadi
pusat daya tarik bagi berbagai macam dunia usaha. Menurutnya, pusat pertumbuhan
harus memiliki empat ciri yaitu adanya hubungan intern antara berbagai macam kegiatan
yang memiliki nilai ekonomi, adanya multiplier effect (unsur pengganda), adanya
konsentrasi geografis, dan bersifat mendorong pertumbuhan daerah belakangnya
(Robinson, 2010:128-129).
BAB III
PEMBAHASAN

Cirebon adalah salah satu kota yang berada di provinsi Jawa Barat, Indonesia. Kota ini
berada di pesisir Utara pulau Jawa atau yang dikenal dengan jalur pantura yang
menghubungkan Jakarta-Cirebon-Semarang-Surabaya. Pada tahun 2021, jumlah
penduduk kota Cirebon sebanyak 343.497 jiwa, dengan kepadatan 9.194 jiwa/km2 Pada
awalnya Cirebon berasal dari kata sarumban, Cirebon adalah sebuah dukuh kecil yang
dibangun oleh Ki Gedeng Tapa. Lama-kelamaan Cirebon berkembang menjadi sebuah
desa yang ramai yang kemudian diberi nama Caruba (carub dalam bahasa Jawa artinya
bersatu padu). Diberi nama demikian karena di sana bercampur para pendatang dari
beraneka bangsa di antaranya Jawa, Sunda, Tionghoa, dan unsur-unsur budaya bangsa
Arab), agama, bahasa, dan adat istiadat. kemudian pelafalan kata caruban berubah lagi
menjadi carbon dan kemudian cirebon. Selain karena faktor penamaan tempat penyebutan
kata cirebon juga dikarenakan sejak awal mata pencaharian sebagian besar masyarakat
adalah nelayan, maka berkembanglah pekerjaan menangkap ikan dan rebon (udang kecil)
di sepanjang pantai, serta pembuatan terasi, petis dan garam. Dari istilah air bekas
pembuatan terasi atau yang dalam Bahasa Jawa Cirebon disebut (belendrang) yang
terbuat dari sisa pengolahan udang rebon inilah berkembang sebutan cai-rebon (bahasa
sunda: air rebon), yang kemudian menjadi cirebon Kota Cirebon terletak pada 6°41′S
108°33′E pantai Utara Pulau Jawa, bagian timur Jawa Barat, memanjang dari barat ke
timur 8 kilometer, Utara ke Selatan 11 kilometer dengan ketinggian dari permukaan laut 5
meter (termasuk dataran rendah). Kota Cirebon dapat ditempuh melalui jalan darat sejauh
130 km dari arah Kota Bandung dan 258 km dari arah Kota Jakarta.

Kota Cirebon terletak pada lokasi yang strategis dan menjadi simpul pergerakan
transportasi antara Jawa Barat dan Jawa Tengah. Letaknya yang berada di wilayah pantai
menjadikan Kota Cirebon memiliki wilayah dataran yang lebih luas dibandingkan dengan
wilayah perbukitannya. Luas Kota Cirebon adalah 37,36 km² dengan dominasi
penggunaan lahan untuk perumahan (32%) dan tanah pertanian (38%).

Wilayah Kotamadya Cirebon Sebelah Utara dibatasi Sungai Kedung Pane, Sebelah Barat
dibatasi Sungai Banjir Kanal, Kabupaten Cirebon, Sebelah Selatan dibatasi Sungai
Kalijaga, Sebelah Timur dibatasi Laut Jawa. Sebagian besar wilayah merupakan dataran
rendah dengan ketinggian antara 0-2000 dpl, sementara kemiringan lereng antara 0-40 %
di mana 0-3 % merupakan daerah berkarateristik kota, 3-25 % daerah transmisi dan 25-40
% merupakan pinggiran. Kota ini dilalui oleh beberapa sungai di antaranya Sungai
Kedung Pane, Sungai Sukalila, Sungai Kesunean, dan Sungai Kalijaga.

Kota Cirebon termasuk daerah iklim tropis dengan tipe iklim muson tropis (Am).
Kelembapan udara berkisar antara ± 48-93% dengan kelembapan udara tertinggi terjadi
pada bulan Januari-Maret dan angka terendah terjadi pada bulan Juni-Agustus. Rata-rata
curah hujan tahunan di kota Cirebon ± 2260 mm/tahun dengan jumlah hari hujan ± 155
hari. Berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt-Ferguson, iklim di kota Cirebon termasuk
dalam tipe iklim C dengan nilai Q ± 37,5% (persentase antara bulan kering dan bulan
basah). Musim hujan jatuh pada bulan Oktober-April, dan musim kemarau jatuh pada
bulan Juni-September.

Menurut hasil Suseda Jawa Barat Tahun 2010 jumlah penduduk Kota Cirebon telah
mencapai jumlah 298 ribu jiwa. Dengan komposisi penduduk laki-laki sekitar 145 ribu
jiwa dan perempuan sekitar 153 ribu jiwa, dan rasio jenis kelamin sekitar 94,85

Penduduk Kota Cirebon tersebar di lima kecamatan, kecamatan yang memiliki tingkat
kepadatan penduduk tertinggi adalah Kecamatan Pekalipan sebesar 21,5 ribu jiwa/km²,
terpadat kedua adalah Kecamatan Kejaksan 11,8 ribu jiwa/km², kemudian Kecamatan
Kesambi 8,8 ribu jiwa/km², Kecamatan Lemahwungkuk 8,45 ribu jiwa/km², dan
kepadatan terendah terdapat di Kecamatan Harjamukti hampir 5,48 ribu jiwa/km².

Pada akhir tahun 2014, kota Cirebon berpenduduk 384.000 jiwa, naik dari 300.434 jiwa
pada Tahun 2012. PDRB per kapita kota ini pada tahun 2012 sebesar Rp43,65 juta
(menurut harga berlaku) atau Rp19,78 juta (menurut harga konstan 2000). Menurut BPS
Kota Cirebon, secara riil daya beli penduduk kota ini pada tahun 2012 tumbuh 5,2%
dibandingkan tahun 2011. Pertumbuhan ini terpantau terus meningkat dalam empat tahun
terakhir. Cirebon sebagai kota pelabuhan pada masa lalu menjadi tempat berniaga oleh
pedagang-pedagang dari berbagai etnis. Dari sinilah mereka menikah dengan warga lokal
atau sesamanya, dan menetap di kota ini. Oleh karena itu di Kota Cirebon mudah
dijumpai beberapa etnis. Karena kemajemukan masyarakatnya, Cirebon bahkan pernah
disebut sebagai "Kota Sejuta Etnis" pada masa lalu.

Berdasarkan data Sensus Penduduk Indonesia 2000, sebagian besar penduduk Kota
Cirebon adalah orang Cirebon. Suku Jawa dan Sunda memiliki jumlah yang cukup
signifikan. Penduduk dari keturunan Tionghoa juga terdapat di Kota Cirebon, seterusnya
disusul oleh suku Batak, Minangkabau, dan suku lainnya. Berikut adalah besaran
penduduk Kota Cirebon berdasarkan suku bangsa sesuai data Sensus Penduduk tahun
2000.
Perekonomi Kota Cirebon dipengaruhi oleh letak geografis yang strategis dan
karakteristik sumber daya alam sehingga struktur perekonomiannya didominasi oleh
sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan
dan komunikasi serta sektor jasa. Tomé Pires dalam Suma Orientalnya sekitar tahun 1513
menyebutkan Cirebon merupakan salah satu sentra perdagangan di Pulau Jawa. Setelah
Cirebon diambil alih oleh pemerintah Hindia Belanda, pada tahun 1859, pelabuhan
Cirebon ditetapkan sebagai transit barang ekspor-impor dan pusat pengendalian politik
untuk kawasan di pedalaman Jawa.

Sampai tahun 2001 kontribusi perekonomian untuk Kota Cirebon adalah industri
pengolahan (41,32%), kemudian diikuti oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran
(29,8%), sektor pengangkutan dan komunikasi (13,56%), sektor jasa-jasa (6,06%).
Sedangkan sektor lainnya (9,26%) meliputi sektor pertambangan, pertanian, bangunan,
listrik, dan gas rata-rata 2-3%.Salah satu wujud usaha di sektor informal adalah pedagang
kaki lima, Kota Cirebon yang sering menjadi sasaran urbanisasi memiliki jumlah PKL
yang cukup signifikan pada setiap tahunnya. Fenomena ini di satu sisi menggembirakan
karena menunjukkan dinamika ekonomi akar rumput, tetapi di sisi lain jika tidak dikelola
dengan baik akan menimbulkan persoalan yang serius di sektor ketertiban dan tata ruang.
Perusahaan rokok multinasional, British American Tobacco (BAT), merupakan salah satu
produsen rokok yang pernah berdiri di Kota Cirebon. Namun pada tahun 2010, guna
mengefisiensikan produksinya, merelokasi pabrik di Kota Cirebon ke Kota Malang. Kota
Cirebon memiliki 12 kompleks ruko, 13 bangunan plaza dan mall serta 12 pasar
tradisional.

Penetapan Pusat Pusat Pertumbuhan di Kota Cirebon


Konsep-konsep pertumbuhan mengandung pengertian adanya suatu hubungan
saling mempengaruhi secara timbal balik antara pusat-pusat tersebut dengan daerah
pengaruhnya. Konsep-konsep pusat pertumbuhan dalam pengembangan wilayah. Dari
beberapa kenyataan, pengembangan wilayah yang mempunyai kaitan sangat erat dengan
aspek penataan ruang dan mempunyai peranan yang cukup penting untuk mempercepat
perkembangan daerah. baik daerahdaerah yang relatif terlambat perkembangannya atau
daerah-daerah yang mengalami krisis karena habisnya sumber daya atau menurunnya
nilai sumber daya.

 Analisa calon lokasi berdasarkan ketersediaan sarana prasarana


Dalam menganalisa calon lokasi berdasarkan ketersediaan sarana dan
prasarana ini digunakan teknik analisa scalogram. Dimana tujuannya adalah untuk
mengidentifikasi kecamatankecamatan yang dapat dikelompokkan menjadi calon
pusatpusat pertumbuhan berdasarkan pada sarana prasarana yang tersedia. Prinsip
analisanya yaitu pemberian skor untuk setiap fasilitas dari masing-masing sarana
prasarana (fasilitas ekonomi, sosial, dan fasilitas kesehatan, dan sebagainya). Jika
dalam kecamatan tersebut memiliki sarana seperti yang tertera pada variabel maka
diberi nilai 1 (satu), sebaliknya jika tidak memiliki sarana tersebut diberi nilai 0
(nol).

 Analisa calon lokasi berdasarkan struktur ekonomi


Analisa calon lokasi berdasarkan kondisi struktur ertumbuhan ekonomi ini
menggunakan teknik analisa tipologi klassen. Prinsip dari pemilihan calon lokasi
berdasarkan kondisi struktur pertumbuhan ekonomi ini adalah membandingkan
antara laju pertumbuhan kecamatan dengan laju pertumbuhan kabupaten dan
pendapatan per kapita kecamatan dengan pendapatan per kapita kabupaten. Untuk
lebih jelasnya tabel berikut ini mengakomodir perbandingan tersebut sehingga
nantinya dapat diklasifikasikan seperti pada kuadran.

Dari analisis tersebut terdapat beberapa kecamatan yang diklasifikasikan


sebagai kecamatan maju dan tumbuh cepat, kecamatan maju tapi tertekan,
kecamatan berkembang cepat, serta kecamatan yang relatif tertinggal. Detail
klasifikasi tersebut adalah sebagai berikut.

1. Kecamatan maju dan tumbuh cepat


Kecamatan yang berada pada klasifikasi ini merupakan kecamatan yang mengalami
pertumbuhan PDRB dan tingkat pendapatan per kapita yang lebih tinggi dari rata-
rata kabupaten. Kecamatan ini adalah kecamatan paling maju dilihat dari segi
pertumbuhan ekonomi dan jika dimanfaatkan dengan baik akan membuat
kesejahteraan masyarakat meningkat.
2. Kecamatan maju tapi tertekan
Kecamatan yang berada pada klasifikasi ini merupakan kecamatan yang relatif maju
akan tetapi laju pertumbuhan ekonominya menurun akibat tertekannya kegiatan
utama daerah yang bersangkutan.
3. Kecamatan berkembang cepat
Kecamatan yang berada pada klasifikasi ini merupakan kecamatan yang memiliki
potensi pengembangan sangat besar namun belum dapat dikelola dengan baik. Jadi
walaupun memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi namun tingkat
pendapatan per kapitanya masih rendah.
4. Kecamatan yang relatif tertinggal
Kecamatan yang berada pada klasifikasi ini merupakan kecamatan yang memiliki
tingkat pertumbuhan dan pendapatan per kapitanya dibawah rata-rata. Ini berarti
tingkat kesejahteraan masyarakat dan pertumbuhan ekonominya berada di bawah
rata-rata
Dari keseluruhan detail yang dijabarkan diatas maka kecamatan yang berada
pada klasifikasi kecamatan maju dan tumbuh cepat serta kecamatan yang
berkembang cepat merupakan kecamatan yang layak sebagai pusat pertumbuhan,
sedangkan kecamatan yang berada pada klasifikasi kecamatan maju tapi tertekan
serta kecamatan tertinggal merupakan kecamatan yang tidak layak menjadi pusat
pertumbuhan.
BAB 3
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA

Danastri, S., & Hendarto, R. M. (2011). Analisis Penetapan Pusat-Pusat Pertumbuhan


Baru di Kecamatan Harjamukti, Cirebon Selatan (Doctoral dissertation, Universitas
Diponegoro).
www.citypopulation.de Cities & Municipalities (diakses pada 16 April 2011)
^ Eliot, Joshua; Capaldi, L., Bickersteth, J., (2001). Indonesia handbook (ed. 3). Footprint
Travel Guides. ISBN 1-900949-51-2.
^ dikti.go.id/ Observasi di Kota Cirebon
^ www.gragecirebon.wordpress.com Sejarah Cirebon
^ Pangeran Arya Carbon (1978). Purwaka Caruban nagari: (asal mula berdirinya negara
Cerbon). Penyalur Tunggal Pustaka Nasional Sudiam.
^ www.cirebonkota.go.id Profil Sejarah Pemerintahan
^ Universitas Indonesia, Wacana: jurnal ilmu ilmu norma budaya istiadat, Yayasan Obor
Indonesia, ISSN 1411-2272
^ www.detiknews.com Bom Pertama di Cirebon (diakses pada 16 April 2011)
^ nasional.kompas.com Pekanbaru dan Cirebon, Kota Terkorup (diakses pada 9
November 2010)
^ www.ti.or.id Konferensi Pers: Peluncuran Indeks Persepsi Korupsi Indonesia 2010
(diakses pada 9 November 2010)
^ Cirebon Dalam Angka 2011. Katalog BPS: 1102001.3274
^ www.cirebonkota.go.id Pengangkutan dan komunikasi
^ Daftar pusat perbelanjaan Kota Cirebon

You might also like