You are on page 1of 16

MAKALAH

HAKIKAT APLIKASI DAN PENGEMBANGAN KONSTRUK TEORI


Disusun Sebagai Syarat Untuk
Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Ilmu Pendididkan

Dosen Pengampu:
Prof. Dr. I Ketut Gading, M.Psi.
Dr. I Gede Astawan, S.Pd., M.Pd.

Disusun oleh:
Ni Putu Manik Erlin Cahyani (2329171014)
Maria Katarina Euprasia Pelitiyer Billo (2329171017)

PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN ANAK USIA DINI


FAKULTAS PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
2023/2024
KATA PENGANTAR

Om Swastyastu,
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat dan karunia-Nyalah penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Hakikat Antrhopologi, Epistemologi, Dan Aksiologi Ilmu Dalam
Hubungannya Dengan Kebudayaan”. Adapun maksud tujuan dari makalah ini
adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Ilmu Pendidikan. Pada
kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih kepada Bapak Prof. Dr. I Ketut
Gading, M.Psi. dan Bapak Dr. I Gede Astawan, S.Pd., M.Pd. selaku Dosen
Pengampu mata kuliah Filsafat Ilmu Pendidikan.
Penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat khususnya
bagi penulis dan masyarakat pada umumnya. Dengan menyadari ketidak
sempurnaan adalah dinamika kita sebagai manusia biasa, maka penulis memohon
maaf apabila terjadi kesalahan-kesalahan dalam menyusun makalah ini, serta kritik
maupun saran akan sangat penulis hargai sebagai perbaikan untuk kedepanya.
Sekali lagi penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang
telah terlibat dalam penyelesaian makalah “Hakikat Antrhopologi, Epistemologi,
Dan Aksiologi Ilmu Dalam Hubungannya Dengan Kebudayaan”

Singaraja, 19 September 2023

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................. 2

DAFTAR ISI ........................................................................................................... 3

BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................................... 4

1.1 Latar Belakang.......................................................................................... 4

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 5

1.3 Tujuan ....................................................................................................... 5

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 6

2.1 Hakikat Konstruk Teori ............................................................................ 6

2.2 Aplikasi Dan Pengembangan Konstruk Teori .......................................... 7

BAB III PENUTUP............................................................................................... 15

3.1 Kesimpulan ............................................................................................. 15

DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Filsafat pendidikan anak usia bertujuan untuk mengkaji secara teoretis
dasar fundamental awal mula terbentuknya pendidikan anak. Selain itu, untuk
mengungkap dan mengkaji realitas yang terjadi dalam proses pendidikan anak
usia dini. Pelaksanaan pendidikan dalam bentuk apapun termasuk pendidikan
anak usia dini harus dilandasi filsafat dan teori pendidikan. Sebab, praktik
pendidikan yang tidak bersumber pada filsafat dan teori pendidikan yang benar
justru menjadikan pendidikan tanpa arah yang jelas, tujuan yang tidak relevan
dengan sifat, kebutuhan dan perkembangan anak, malah dapat memberikan
perlakuan yang salah terhadap anak. Oleh karena itu, praktik pendidikan anak
usia dini harus berbasis filosofis dan teori pendidikan yang sesuai dengan
tumbuh kembang dan tingkat capaian usia anak. Sebab, pendidikan anak usia
dini bertugas menstimulasi perkembangan anak secara holistik dan optimal
melalui sentuhan-sentuhan yang kondusif.
Pada dasarnya suatu teori dirumuskan untuk menjelaskan dan
meramalkan fenomena yang ada. Bangunan suatu teori yang merupakan abstrak
dari sejumlah konsep yang disepakatkan dalam definisi-definisi akan
mengalami perkembangan, dan perkembangan itu terjadi apabila teori sudah
tidak relevan dan kurang berfungsi lagi untuk mengatasi masalah. Jika suatu
teori ingin diakui sebagai ilmiah, teori ini haruslah cocok (compatible) dengan
teori-teori lain yang telah diakui sebelumnya. Dan jika suatu teori memiliki
kesimpulan prediktif yang berbeda dengan teori lainnya, salah satu di antara
kedua teori tersebut salah.
Penerimaan suatu teori di dalam komunitas ilmiah, tidak berarti bahwa
teori tersebut memiliki kebenaran mutlak. Setiap teori selalu sudah dipengaruhi
oleh pengandaian-pengandaian dan metode dari ilmuwan yang
merumuskannya. Kemampuan suatu teori untuk memprediksi apa yang akan
terjadi merupakan kriteria bagi validitas teori tersebut. Semakin prediksi dari
teori tersebut dapat dibuktikan, semakin besar pula teori tersebut akan diterima
di dalam komunitas ilmiah. Ketika suatu bentuk teori telah dianggap mapan di
dalam komunitas ilmiah, maka hampir semua ilmuwan dalam komunitas ilmiah
tersebut menggunakan teori yang mapan itu didalam penelitian mereka.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam
makalah ini sebagai berikut:
1.2.1 Apa hakikat dari kontruks teori?
1.2.2 Bagaimana aplikasi dan pengembangan dari kontruks teori?
1.3 Tujuan
Berdasarkan uraian rumusan masalah di atas, maka tujuan dalam
makalah ini sebagai berikut:
1.3.1 Untuk mengetahui hakikat dari kontuks teori
1.3.2 Untuk menegtahui aplikasi dan pengembangan dari kontruks teori.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Hakikat Konstruk Teori
Kata ‘teori” secara etimologi berasal dari bahasa Yunani yaitu theorea,
yang berarti melihat, theoros yang berarti pengamatan. Adapaun pengertian
teori menurut terminologi memiliki beberapa pengertian seperti yang
dikemukakan oleh ilmuwan sebagai berikut:
a. Kerlinger mengemukakan bahwa teori adalah suatu kumpulan variabel
yang saling berhubungan, definisi-definisi, proposisi-proposisi yang
memberikan pandangan yang sistematis tentang fenomena dengan
mempesifikasikan relasi-relasi yang ada di antara beragam variabel,
dengan tujuan untuk menjelaskan fenomena yang ada”.
b. Cooper and Schindler (2003), mengemukakan bahwa, A theory is a set
systematically interrelated concepts, definition, and proposition that are
advanced to explain and predict phenomena (fact). Teori adalah
seperangkat konsep, defininisi dan proposisi yang tersusun secara
sistematis sehingga dapat digunakan untuk menjelaskan dan
meramalkan fenomena.
c. Dalam bidang Administrasi Hoy & Miskel (2001) mengemukakan
defenisi bahwa teori adalah seperangkat konsep, asumsi, dan
generalisasi yang dapat digunakan untuk mengungkapkan dan
menjelaskan perilaku dalam berbagai organisasi.
d. Teori menurut Sugiyono adalah alur logika atau penalaran, yang
merupakan seperangkat konsep, defenisi, dan proposisi yang disusun
secara sistematis. Secara umum teori mempunyai tiga fungsi, yaitu
untuk menjelaskan (explanation), meramalkan (prediction), dan
pengendalian (control) suatu gejala.
Berdasarkan pengertian teori tersebut dapat kita mengemukakan bahwa
teori memiliki komponen-komponen yang terdiri atas: Konsep, fakta,
fenomena, defenisi, proposisi dan variabel. Sedangkan kontruk teori atau
bagunan teori adalah abstrak dari sejumlah konsep yang disepakatkan dalam
definisi-definisi. Konsep sebagai abstraksi dari banyak empiri yang telah
ditemukan kesamaan umumnya dan kepilahannya dari yang lain atau abstraksi
dengan cara menemukan sejumlah esensi pada suatu kasus, dan dilakukan
berkelanjutan pada kasus-kasus lainnya, dapat dikonstruksikan lebih jauh
menjadi proposisi atau pernyataan, dengan membuat kombinasi dari dua konsep
atau lebih.
2.2 Aplikasi Dan Pengembangan Konstruk Teori ‘
Adapun aplikasi dan pengembangan bangunan-bangunan teori tersebut antara
lain:
a. Teori Ilmu
Teori ilmu memiliki dua kutub arti teori. Kutub pertama adalah teori
sebagai hukum eksprimen muncul beragam, mulai dari hasil eksprimen
tersebut meluas ke hasil observasi fisik seperti teori tentang panas bumi.
Kutub kedua adalah hukum sebagai kalkulus formal dapat muncul
beragam pula, mulai dari yang dekat dengan kutub pertama seperti teori
sebagai eksplanasi phisik misalnya teori Galileo tentang peredaran
planet pada porosnya, teori sinar memancar melengkung bila lewat
medan gravitasi. Selanjutnya teori sebagai interpretasi terarah atas
observasi seperti teori sosial statis dan sosial dinamis dari August Comte
dan pada ujung kutub kedua adalah teori sebagai prediksi logik; dengan
sifatnya berlaku umum dan diprediksikan berlaku kapan pun dahulu dan
yang akan datang, seperti teori evolusi dari Darwin, teori relativitas dari
Einstein yang memnberikan penjelasan alternatif tentang sumber energi
yang memungkinkan matahari menghasilkan energi begitu besar dalam
waktu begitu lama.
b. Temuan Substantif Mendasar
Temuan-temuan atas bukti empirik dapat dijadikan tesis substantif, dan
diramu dengan konsep lain dapat dikonstruk menjadi teori substantif.
Asumsi keberlakuan tesis substantif tersebut ada pada banyak kasus
yang sama di tempat dan waktu berbeda. Temuan huruf baca hirogliph
Mesir, huruf baca kanji Jepang dan Cina adalah symbol-simbol untuk
benda-benda Huruf baca lebih maju tampil sebagai simbol-simbol
ucapan. Angka-angka Rumawi dan Latin adalah simbol-simbol, seperti
X adalah simbol dari 10, L =50, M = 100, dan seterusnya. Huruf tulis
yang kita gunakan adalah huruf Latin. Jika angka ilmu pengetahuan
yang kita gunakan adalah angka latin, bagaimana matematika dan ilmu
eksakta lain akan dapat dikembangkan dengan huruf-huruf simbol
X,L,M, dan lainnya. Angka arab yang kita gunakan dalam berilmu
pengetahuan sekarang ini bukan representasi simbol, melainkan
representasi placed value. Sama-sama angka 5 dengan letak berbeda,
berbeda nilainya. Contoh: 5.555.55. Itu merupakan temuan teori
substantif mendasar. Demikian pula persepsi ilmuwan tentang atom,
berkembang. Dari partikel terkecil, ke ditemukannya unsur radioaktif
pada atom, dan diketemukannya unsur-unsur electron yang berputar
mengorbit pada proton yang mempunyai kekuatan magnetik. Kemudian
pada tahun 1937 diketemukan neutron, semacam proton, tetapi tidak
mempunyai kekuatan magnetik. Berat neutron beragam dan inilah yang
menyebabkan atom satu beda beratnya dengan atom yang lain. Temuan
teori atom ini merupakan temuan ilmiah substantif mendasar.
c. Hukum-hukum Keteraturan
Adapun hukum-hukum keteraturan yaitu hukum keteraturan dimana
alam semesta ini memiliki keteraturan yang determinate. Ilmu
pengetahuan alam biasa disebut hard science, karena segala proses alam
yang berupa benda anorganik sampai organik dan hubungan satu dengan
lainnya dapat dieksplanasikan dan diprediksikan relatif tepat. Kata
relatif tepat momot dua makna: pertama, bila teori yang kita gunakan
untuk membuat eksplanasi atau prediksi sudah sangat lebih baik, dan
kedua, bila variabel yang ikut berperan lebih terpantau. Selanjutnya ada
hukum keteraturan hidup manusia dimana hidup manusia itu memiliki
keragaman sangat luas. Ada yang lebih suka kerja keras dan yang lain
menyukai hidup santai, ada yang tampil ulet meski selalu gagal, yang
lain mudah putus asa, ada yang berteguh pada prinsip dan sukses dalam
hidup, yang lain berteguh pada prinsip, dan tergilas habis. Kehidupan
manusia mengikuti sunnatullah, mengikuti hukum yang sifatnya
indeterminate. Mampu membaca kapan harus teguh pada prinsip, kapan
diam dan kapan berbicara dalam nada bagaimana, dia akan sukses
beramar ma’ruf nahi mungkar. Manusia mempunyai kemampuan untuk
memilih yang baik, dan menghindari yang tidak baik. Dataran baik
tersebut dapat berada pada dataran kehidupan pragmatik sampai pada
dataran moral human ataupun moral religious. Memilih kerja yang
mempunyai prospek untuk menghidupi keluarga, merupakan kebebasan
memilih manusia dengan konsekuensi ditempuhnya keteraturan
sunnatullah; harus tekun bekerja dan berupaya berprestasi di dunia
kerjanya. Untuk diterima kepemimpinannya, seorang pemimpin perlu
berupaya menjadi shiddiq, amanah, dan maksum. Kedaan demikian
berkenan dengan pemikiran Ibnu Bajjah yang membagi perbuatan
manusia kepada perbuatan manusiawi, yaitu perbuatan yang didorong
oleh kehendak/kemauan yang dihasilkan oleh pertimbangan pemikiran,
dan perbuatan hewani yaitu perbuatan instingtif sebagaimana terdapat
pada hewan, muncul karena dorongan insting dan bukan dorongan
pemikiran. Dan terakhir ada hukum keteraturan rekayasa teknologi
dimana keteraturan alam yang determinate, dapat dibedakan menjadi
dua, yaitu keteraturan substantif dan ketraturan esensial. Seperti Pohon
mangga golek akan berbuah mangga golek. Ketika ilmuwan berupaya
menemukan esensi rasa enak pada mangga, menemukan esensi buah
banyak pada mangga, dan menemukan esensi pohon mangga yang tahan
penyakit, ilmuwan berupaya membuat rekayasa agar dapat diciptakan
pohon mangga baru manalagi yang enak buahnya, banyak buahnya, dan
pohonnya tahan penyakit, di sini nampak bahwa ilmuwan mencoba
menemukan keteraturan esensial pada benda organik. Produk teknologi
merupakan produk kombinasi antara pemahaman ilmuwan tentang
keteraturan esensial yang determinate dengan upaya rekayasa kreatif
manusia mengikuti hukum keteraturan.
d. Konstruk Teori Model Korespondensi
Konstruk berfikir korespondensi adalah bahwa kebenaran sesuatu
dibuktikan dengan cara menemukan relasi relevan dengan sesuatu yang
lain. Teori Korespondensi (The Correspondence Theory of Thruth)
memandang bahwa kebenaran adalah kesesuaian antara pernyataan
tentang sesuatu dengan kenyataan sesuatu itu sendiri. Teori kebenaran
korespondensi adalah teori yang berpandangan bahwa pernyataan-
pernyataan adalah benar jika berkorespondensi terhadap fakta
atau pernyataan yang ada di alam atau objek yang dituju pernyataan
tersebut. Kebenaran atau suatu keadaan dikatakan benar jika ada
kesesuaian antara arti yang dimaksud oleh suatu pendapat dengan fakta.
Suatu proposisi adalah benar apabila terdapat suatu fakta yang sesuai
dan menyatakan apa adanya. Teori ini sering diasosiasikan dengan teori-
teori empiris pengetahuan. Teori kebenaran korespondensi adalah teori
kebenaran yang paling awal, sehingga dapat digolongkan ke dalam teori
kebenaran tradisional karena Aristoteles sejak awal (sebelum abad
Modern) mensyaratkan kebenaran pengetahuan harus sesuai dengan
kenyataan yang diketahuinya. Dua kesukaran utama yang didapatkan
dari teori korespondensi adalah: Pertama, teori korespondensi
memberikan gambaran yang menyesatkan dan yang terlalu sederhana
mengenai bagaimana kita menentukan suatu kebenaran atau kekeliruan
dari suatu pernyataan. Bahkan seseorang dapat menolak pernyataan
sebagai sesuatu yang benar didasarkan dari suatu latar belakang
kepercayaannya masing-masing. Kedua, teori korespondensi bekerja
dengan idea, “bahwa dalam mengukur suatu kebenaran kita harus
melihat setiap pernyataan satu-per-satu, apakah pernyataan tersebut
berhubungan dengan realitasnya atau tidak.” Lalu bagaimana jika kita
tidak mengetahui realitasnya? Bagaimanapun hal itu sulit untuk
dilakukan. Ketiga, Kelemahan teori kebenaran korespondensi ialah
munculnya kekhilafan karena kurang cermatnya penginderaan, atau
indera tidak normal lagi. Di samping itu teori kebenaran korespondensi
tidak berlaku pada objek/bidang nonempiris atau objek yang tidak dapat
diinderai. Kebenaran dalam ilmu adalah kebenaran yang sifatnya
objektif, ia harus didukung oleh fakta-fakta yang berupa kenyataan
dalam pembentukan objektivanya. Kebenaran yang benar-benar lepas
dari kenyataan subjek.
e. Konstruk Teori Model Koherensi
Teori kebenaran koherensi adalah teori kebenaran yang didasarkan
kepada kriteria koheren atau konsistensi. Suatu pernyataan disebut
benar bila sesuai dengan jaringan komprehensif dari pernyataan-
pernyataan yang berhubungan secara logis. Pernyataan-pernyataan ini
mengikuti atau membawa kepada pernyataan yang lain. Seperti sebuah
percepatan terdiri dari konsep-konsep yang saling berhubungan dari
massa, gaya dan kecepatan dalam fisika. Teori Koherensi/Konsistensi
(The Consistence/Coherence Theory of Truth) memandang bahwa
kebenaran ialah kesesuaian antara suatu pernyataan dengan pernyataan-
pernyataan lainnya yang sudah lebih dahulu diketahui, diterima dan
diakui sebagai benar. Suatu proposisi benar jika proposisi
itu berhubungan (koheren) dengan proposisi-proposisi lain yang benar
atau pernyataan tersebut bersifat koheren atau konsisten dengan
pernyataan- pernyataan sebelumnya yang dianggap benar. Dengan
demikian suatu putusan dianggap benar apabila mendapat penyaksian
(pembenaran) oleh putusan-putusan lainnya yang terdahulu yang sudah
diketahui,diterima dan diakui benarnya. Karena sifatnya demikian, teori
ini mengenal tingkat-tingkat kebenaran. Disini derajar koherensi
merupakan ukuran bagi derajat kebenaran. Contoh: “Semua manusia
akan mati. Si Fulan adalah seorang manusia. Si Fulan pasti akan mati.”
“Sukarno adalah ayahanda Megawati. Sukarno mempunyai puteri.
Megawati adalah puteri Sukarno”. Seorang sarjana Barat A.C Ewing
(1951:62) menulis tentang teori koherensi, ia mengatakan bahwa
koherensi yang sempurna merupakan suatu idel yang tak dapat dicapai,
akan tetapi pendapat-pendapat dapat dipertimbangkan menurut jaraknya
dari ideal tersebut. Sebagaimana pendekatan dalam aritmatik, dimana
pernyataan-pernyataan terjalin sangat teratur sehingga tiap pernyataan
timbul dengan sendirinya dari pernyataan tanpa berkontradiksi dengan
pernyataan-pernyataan lainnya. Jika kita menganggap bahwa 2+2=5,
maka tanpa melakukan kesalahan lebih lanjut, dapat ditarik kesimpulan
yang menyalahi tiap kebenaran aritmatik tentang angka apa saja. Teori
koherensi, pada kenyataannya kurang diterima secara luas dibandingkan
teori korespondensi. Teori ini punya banyak kelemahan dan mulai
ditinggalkan. Misalnya, astrologi mempunyai sistem yang sangat
koheren, tetapi kita tidak menganggap astrologi benar. Kebenaran tidak
hanya terbentuk oleh hubungan antara fakta atau realitas saja, tetapi juga
hubungan antara pernyataan-pernyataan itu sendiri. Dengan kata lain,
suatu pernyataan adalah benar apabila konsisten dengan pernyataan
pernyataan yang terlebih dahulu kita terima dan kita ketahui
kebenarannya. Matematika adalah bentuk pengetahuan yang
penyusunannya dilakukan pembuktian berdasarkan teori koheren.
Sistem matematika disusun diatas beberapa dasar pernyataan yang
dianggap benar (aksioma). Dengan mempergunakan beberapa aksioma,
maka disusun suatu teorema. Dan diatas teorema-lah, maka
dikembangkan kaidah-kaidah matematika yang secara keseluruhan
merupakan suatu sistem yang konsisten. Salah satu dasar teori ini adalah
hubungan logis dari suatu proposisi dengan proposisi sebelumnya.
Proposisi atau pernyataan adalah apa yang dinyatakan, diungkapkan dan
dikemukakan atau menunjuk pada rumusan verbal berupa rangkaian
kata-kata yang digunakan untuk mengemukakan apa yang hendak
dikemukakan. Proposisi menunjukkan pendirian atau pendapat tentang
hubungan antara dua hal dan merupakan gabungan antara factor
kuantitas dan kualitas. Contohnya tentang hakikat manusia, baru
dikatakan utuh jika dilihat hubungan antara kepribadian, sifat, karakter,
pemahaman dan pengaruh lingkungan. Psikologi strukturalisme
berusaha mencari strukturasi sifat-sifat manusia dan hubungan-
hubungan yang tersembunyi dalam kepribadiannya. Dua masalah yang
didapatkan dari teori koherensi adalah: (1) Pernyataan yang tidak
koheren (melekat satu sama lain) secara otomatis tidak tergolong kepada
suatu kebenaran, namun pernyataan yang koheren juga tidak otomatis
tergolong kepada suatu kebenaran. Misalnya saja diantara pernyataan
“anakku mengacak-acak pekerjaanku” dan “anjingku mengacak-acak
pekerjaanku” adalah sesuatu yang sulit untuk diputuskan mana yang
merupakan kebenaran, jika hanya dipertimbangkan dari teori koherensi
saja. Misalnya lagi, seseorang yang berkata, “Sundel Bolong telah
mengacak-acak pekerjaan saya!”, akan dianggap salah oleh saya karena
tidak konsisten dengan kepercayaan saya. (2) sama halnya dalam
mengecek apakah setiap pernyataan berhubungan dengan realitasnya,
kita juga tidak akan mampu mengecek apakah ada koherensi diantara
semua pernyataan yang benar.
f. Model Pragmatis
Suatu teori dinyatakan benar jika teori itu berdasarkan pada paradigma
atau perspektif tertentu dan ada komunitas ilmuwan yang mengakui atau
mendukung paradigma tersebut. Banyak sejarawan dan filosof sains
masa kini menekankan bahwa serangkaian fenomena atau realitas yang
dipilih untuk dipelajari oleh kelompok ilmiah tertentu ditentukan oleh
pandangan tertentu tentang realitas yang telah diterima secara apriori
oleh kelompok tersebut. Pandangan apriori ini disebut paradigma oeh
Kuhn dan world view oleh Sardar. Paradigma ialah apa yang dimiliki
bersama oleh anggota-anggota suatu masyarakat sains atau dengan kata
lain masyarakat sains adalah orang-orang yang memiliki suatu
paradigma bersama. Masyarakat sains bisa mencapai konsensus yang
kokoh karena adanya paradigma. Sebagai konstelasi komitmen
kelompok, paradigma merupakan nilai-nilai bersama yang bisa menjadi
determinan penting dari perilaku kelompok meskipun tidak semua
anggota kelompok menerapkannya dengan cara yang sama. Paradigma
juga menunjukkan keanekaragaman individual dalam penerapan nilai-
nilai bersama yang bisa melayani fungsi-fungsi esensial ilmu
pengetahuan. Paradigma berfungsi sebagai keputusan yuridiktif yang
diterima dalam hukum tak tertulis. Pengujian suatu paradigma terjadi
setelah adanya kegagalan berlarut-larut dalam memecahkan masalah
yang menimbulkan krisis. Pengujian ini adalah bagian dari kompetisi di
antara dua paradigma yang bersaingan dalam memperebutkan kesetiaan
masyarakat sains. Falsifikasi terhadap suatu paradigma akan
menyebabkan suatu teori yang telah mapan ditolak karena hasilnya
negatif. Teori baru yang memenangkan kompetisi akan mengalami
verifikasi. Proses verifikasi-falsifikasi memiliki kebaikan yang sangat
mirip dengan kebenaran dan memungkinkan adanya penjelasan tentang
kesesuaian atau ketidaksesuaian antara fakta dan teori. Perubahan dari
paradigma lama ke paradigma baru adalah pengalaman konversi yang
tidak dapat dipaksakan. Adanya perdebatan antar paradigma bukan
mengenai kemampuan relatif suatu paradigma dalam memecahkan
masalah, tetapi paradigma mana yang pada masa mendatang dapat
menjadi pedoman riset untuk memecahkan berbagai masalah secara
tuntas. Adanya jaringan yang kuat dari para ilmuwan sebagai peneliti
konseptual, teori, instrumen, dan metodologi merupakan sumber utama
yang menghubungkan ilmu pengetahuan dengan pemecahan berbagai
masalah.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Teori adalah seperangkat konsep, definisi dan proposisi yang disusun
secara sistematis untuk menjelaskan dan meramalkan fenomena. Suatu teori
akan mengalami perkembangan apabila teori tersebut sudah tidak relevan dan
kurang berfungsi lagi untuk mengatasi masalah.
Penerimaan suatu teori dalam komunitas ilmiah, tidak berarti bahwa teori
tersebut memiliki kebenaran mutlak.Teori yang telah mapan dan digunakan
oleh mayoritas ilmuwan dalam komunitas ilmiah dalam penelitian selanjutnya
disebut sebagai paradigma.
Dalam kenyataannya kini, kriteria kebenaran cenderung menekankan satu
atu lebih dati tiga pendekatan (1) yang benar adalah yang memuaskan keinginan
kita, (2) yang benar adalah yang dapat dibuktikan dengan eksperimen, (3) yang
benar adalah yang membantu dalam perjuangan hidup biologis. Oleh karena
teori-teori kebenaran (koresponden, koherensi, dan pragmatisme) itu lebih
bersifat saling menyempurnakan daripada saling bertentangan, maka teori
tersebut dapat digabungkan dalam suatu definisi tentang kebenaran. kebenaran
adalah persesuaian yang setia dari pertimbangan dan ide kita kepada fakta
pengalaman atau kepada alam seperti adanya. Akan tetapi karena kita dengan
situasi yang sebenarnya, maka dapat diujilah pertimbangan tersebut dengan
konsistensinnya dengan pertimbangan-pertimbangan lain yang kita anggap sah
dan benar, atau kita uji dengan faidahnya dan akibat-akibatnya yang praktis.
Uraian dan ulasan mengenai berbagai teori kebenaran di atas telah
menunjukkan kelebihan dan kekurangan dari berbagai teori kebenaran. Teori
kebenaran kelebihan kekurangan korespondensi sesuai dengan fakta dan
empiris kumpulan fakta-fakta koherensi bersifat rasional dan positivistik
mengabaikan hal-hal non fisik pragmatis fungsional-praktis tidak ada
kebenaran mutlak performatif bila pemegang otoritas benar, pengikutnya
selamat tidak kreatif, inovatif dan kurang inisiatif konsensus didukung teori
yang kuat dan masyarakat ilmiah perlu waktu lama untuk menemukan
kebenaran.
DAFTAR PUSTAKA

Bagus, Lorens. (2002). Kamus Filsafat. Gramedia: Jakarta

Drajat, Amroeni. (2006). Filsafat Islam Buat yang Pengen Tahu. Erlangga: Jakarta

Komaruddin, Yooke Tjuparmah S. Komaruddin. (2002). Kamus Istilah Karya Tulis


Ilmiah, Bumi Aksara: Jakarta

Kuntowijoyo. (1998). Paradigma Islam Interpretasi untuk Aksi, Mizan: Bandung

Patrick, G.T.W, C.A. van Peursen, Ayn Rand, et al. (2008), Apakah Filsafat dan
Filsafat Ilmu itu?. Pustaka Sutra: Bandung

You might also like