You are on page 1of 22

BAGIAN NEUROLOGI REFARAT

PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER FEBRUARI 2023


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

VERTIGO PERIFER

OLEH
ANNISA NABILA
111 2022 2180

PEMBIMBING
dr. Rahmawati Akib, Sp.S, M.Kes

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN NEUROLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2022
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa :

Nama : Annisa Nabila

NIM : 111 2022 2180

Judul : Vertigo Perifer

Telah menyelesaikan refarat yang berjudul “Vertigo Perifer” dan

telah disetujui serta telah dibacakan dihadapan dokter pendidik klinik

dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Bagian Ilmu Kesehatan

Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia.

Makassar, Februari 2023

Menyetujui,

Dokter Pendidik Klinik, Penulis,

dr. Asnawi Madjijd, Sp.KK, MARS Annisa Nabila


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas Rahmat dan
Karunia-Nya serta salam dan shalawat kepada Rasulullah Muhammad
SAW beserta sahabat dan keluarganya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan refarat dengan judul “Vertigo Perifer” sebagai salah satu
syarat dalam menyelesaikan Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu
Kesehatan Kulit dan Kelamin.
Selama persiapan dan penyusunan referat ini rampung, penulis
mengalami kesulitan dalam mencari referensi. Namun berkat bantuan,
saran, dan kritik dari berbagai pihak akhirnya refarat ini dapat
terselesaikan.
Semoga amal dan budi baik dari semua pihak mendapatkan pahala
dan rahmat yang melimpah dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa
dalam penulisan refarat ini terdapat banyak kekurangan dan masih jauh
dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan
saran untuk menyempurnakan refarat ini. Saya berharap sekiranya refarat
ini dapat bermanfaat untuk kita semua. Aamiin.
Makassar, Februari 2023
Hormat Saya,

Penulis
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN...........................................................................2
KATA PENGANTAR...................................................................................3
DAFTAR ISI................................................................................................4
BAB I...........................................................................................................5
PENDAHULUAN.........................................................................................5
BAB II..........................................................................................................7
TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................7
2.1 Anatomi Alat Keseimbangan Tubuh..............................................7
2.2 Definisi...........................................................................................9
2.3 Epidemiologi..................................................................................9
2.4 Etiologi.........................................................................................10
2.5 Diagnosis.....................................................................................11
2.6 Tatalaksana...............................................................................14
2.7 Prognosis...................................................................................19
BAB III.......................................................................................................21
KESIMPULAN...........................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................22
BAB I

PENDAHULUAN
Vertigo merupakan rasa gerak dari tubuh yang memutar tanpa
sensasi perputaran yang sebenarnya. Vertigo bisa berlangsung hanya
beberapa saat atau terus menerus. Vertigo mengenai semua golongan
umur, insidensi 25 % ≥ 25 tahun, dan 40 % ≥ 40 tahun, dan dilaporkan
sekitar 30% ≥ 65 tahun.(1)
Vertigo terbagi atas 4 jenis, yaitu: vertigo sentral, vertigo perifer,
vertigo non-vestibuler, dan vertigo vestibuler. Vertigo perifer disebabkan
karna adanya BPPV (Benign Paroxysmal Positional Vertigo) (83%),
menierre disease (7,6%), paska trauma (7,6%) dan sisanya neuritis
vestibularis. penelitian vertigo dari 12 klinik rawat jalan menunjukkan 50%
pasien mengalami vestibulopati perifer seperti BPPV, vestibuler neuritis,
atau penyakit Meniere, dan penyakit serebrovaskuler mencapai 19%.(1)
Vertigo perifer adalah vertigo yang disebabkan oleh kelainan di
labirin dan N.Vestibularis. Vertigo merupakan gejala yang sering
didapatkan dengan prevalensi sebesar 7%.(2)
Terjadinya Vertigo melibatkan beberapa struktur anatomi terlibat.
Control keseimbangan dan orientasi spasial tergantung pada input dari
system vestibular, system visual, saraf proprioseptif (tendon, Otot, dan
sendi). Nukleus vestibular, yang terletak di pons menerima input dari
labirin vestibular melalui cabang vestibular saraf kranial VIII dan dari
serebelum. Nukleus vestibular juga akan mengirim serat eferen ke
serebelum, fasikulus longitudinal medial, dan saluran vestibulospinal.(3)
Vertigo sering terjadi pada umur 18-79 tahun, dengan prevalensi
global sebesar 7,4% serta kejadian pertahunnya mencapai 1,4% Vertigo
ditemukan 15% dari seluruh populasi, hanya 4-7% yang diperiksa dokter.
Di Jerman, pravelensi vertigo antara usia 19 sampai 79 tahun adalah
30%, dimana 24% diantaranya diduga disebabkan oleh kelainan
vestibular. Penelitian di Perancis menemukan setelah 12 bulan, pravelansi
vertigo meningkat 48%. Di Amerika Serikat pravelensi disfungsi vestibular
adalah 35% dari mereka usisnya 45 tahun keatas. Pasien yang menderita
vertigo vestibular, 75% menderita vertigo perifer dan 25% menderita
vertigo sentral.(4)
Pengobatan vertigo sangat tergantung dari penyebab dan ditujukan
agar secepat mungkin mengurangi gejala. Terapi yang diberikan dapat
berupa obat, fisioterapi, dan psikoterapi. Pada beberapa kasus yang
jarang mungkin dibutuhkan pembedahan.(4)
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Alat Keseimbangan Tubuh
Terdapat tiga sistem yang mengelola pengaturan keseimbangan
tubuh yaitu: sistem vestibular, sistem proprioseptik, dan sistem optik.
Sistem vestibular meliputi labirin (aparatus vestibularis), nervus
vestibularis dan vestibular sentral. Labirin terletak dalam pars petrosa os
temporalis dan dibagi atas koklea (alat pendengaran) dan aparatus
vestibularis (alat keseimbangan). Labirin yang merupakan seri saluran,
terdiri atas labirin membran yang berisi endolimfe dan labirin tulang berisi
perilimfe, dimana kedua cairan ini mempunyai komposisi kimia berbeda
dan tidak saling berhubungan.(5)

Aparatus vestibularis terdiri atas satu pasang organ otolith dan


tiga pasang kanalis semisirkularis. Otolith terbagi atas sepasang kantong
yang disebut sakulus dan utrikulus. Sakulus dan utrikulus masing-masing
mempunyai suatu penebalan atau makula sebagai mekanoreseptor
khusus. Makula terdiri dari sel-sel rambut dan sel penyokong. Kanalis
semisirkularis adalah saluran labirin tulang yang berisi perilimfe, sedang
duktus semisirkularis adalah saluran labirin selaput berisi endolimfe.
Ketiga duktus semisirkularis terletak saling tegak lurus.(5)

Vestibulum memonitor pergerakan dan posisi kepala dengan


mendeteksi akselerasi linier dan angular. Bagian vestibular dari labirin
terdiri dari tiga kanal semisirkular, yakni kanal anterior, posterior, dan
horisontal. Ketiga kanal semisirkularis ini mendeteksi akselerasi angular.
Setiap kanal semisirkular terisi oleh endolimfe dan pada bagian dasarnya
terdapat penggelembungan yang disebut sebagai ampula. Ampula
mengandung kupula, suatu masa gelatin yang memiliki densitas yang
sama dengan endolimfe, serta melekat pada sel rambut. (5)
Labirin juga terdiri dari dua struktur otolit, yakni utrikulus dan sakulus yang
mendeteksi akselerasi linear, termasuk deteksi terhadap gravitasi. Organ
reseptornya adalah makula. Makula utrikulus terletak pada dasar utrikulus
kira-kira di bidang kanalis semisirkularis horisontal. Makula sakulus
terletak pada dinding medial sakulus dan terutama terletak di bidang
vertikal. Pada setiap makula terdapat sel rambut yang mengandung
endapan kalsium yang disebut otolith (otokonia). Makula pada utriculus
diperkirakan sebagai sumber dari partikel kalsium yang menjadi penyebab
BPPV. (5)

Kupula adalah sensor gerak untuk kanal semisirkular dan ini


teraktivasi oleh defleksi yang disebabkan oleh aliran endolimfe.
Pergerakan kupula oleh karena endolimfe dapat menyebabkan respon,
baik berupa rangsangan atau hambatan, tergantung pada arah dari
gerakan dan kanal semisirkular yang terkena. Kupula membentuk barier
yang impermeable yang melintasi lumen dari ampula, sehingga partikel
dalam kanal semisirkular hanya dapat masuk atau keluar kanal melalui
ujung yang tidak mengandung ampula. (5)

Gambar 1. Labirin Membran (Lavender) dan Tulang (Putih) dari Telinga


Dalam Sisi Kiri.

Ampulofugal berarti pergerakan yang menjauhi ampula,


sedangkan ampulapetal berarti gerakan mendekati ampula. Pada kanal
semisirkular posterior dan superior, defleksi utrikulofugal dari kupula
bersifat merangsang (stimulatory) dan defleksi utrikulopetal bersifat
menghambat (inhibitory). Pada kanal semisirkular lateral, terjadi yang
sebaliknya. (5)

Nistagmus mengacu pada gerakan osilasi yang ritmik dan


berulang dari bola mata. Stimulasi pada kanal semisirkular paling sering
menyebabkan “jerk nystagmus”, yang memiliki karakteristik fase lambat
(gerakan lambat pada satu arah) diikuti oleh fase cepat (kembali dengan
cepat ke posisi semula). Nistagmus dinamakan sesuai arah dari fase
cepat. Nistagmus dapat bersifat horizontal, vertikal, oblik, rotatori, atau
kombinasi. (5)

2.2 Definisi
Vertigo adalah adanya sensasi gerakan atau rasa gerak dari tubuh
atau lingkungan sekitarnya dengan gejala lain yang timbul, terutama dari
jaringan otonomik yang disebabkan oleh gangguan alat keseimbangan
tubuh oleh berbagai keadaan atau penyakit. Vertigo bisa berlangsung
hanya beberapa saat atau bisa berlanjut sampai beberapa jam bahkan
hari. Penderita kadang merasa lebih baik jika berbaring diam, tetapi
vertigo bisa terus berlanjut meskipun penderita tidak bergerak sama
sekali. Salah satu klasifikasi vertigo adalah vertigo patologis.Vertigo
patologisdibagi menjadi beberapa bagianyaituvertigo sentraldan vertigo
perifer. Vertigo sentral diakibatkan oleh kelainan padabatang otak atau
pada serebelum dan vertigo perifer disebabkan oleh kelainan pada telinga
dalam atau pada nervus vestibulocochlear (N. VIII). (6)

2.3 Epidemiologi
Di Indonesia dilaporkan bahwa pada tahun 2009, angka kejadian
vertigo sangat tinggi sekitar 50% dari orang tua yang berumur 75 tahun,
dan pada tahun 2010 terjadi 50% kasus dari usia 40-50 tahun dan juga
merupakan keluhan nomor tiga paling sering dikemukakan oleh penderita
yang datang ke praktek umum. Pada umumnya vertigo ditemukan sebesar
4-7% dari keseluruhan populasi dan hanya 15% yang diperiksakan ke
dokter.(7)

Prevalensi vertigo di Amerika sebesar 85% yang disebabkan Oleh


gangguan sistem vestibular akibat adanya perubahan posisi atau gerakan
kepala. Prevalensi vertigo di Jerman, berusia 18 tahun hingga 79 tahun
adalah 30%, 24% diasumsikan karena kelainan vestibuler. Penelitian di
Prancis menemukan 12 bulan setelahnya prevalensi vertigo 48%.Pasien
yang mengalami vertigo vestibular, 75% mendapatkan Gangguan vertigo
Perifer dan 25% mengalami vertigo sentral.(7)

2.4 Etiologi
Etiologi vertigo biasanya disebabkan oleh gangguan sistem
vestibular, kanal setengah lingkaran, atau saraf kranial VIII. Gangguan ini
dapat dikaitkan dengan kerusakan pada salah satu organ tersebut atau
sekadar masukan saraf yang membingungkan. Penting untuk diingat
bahwa sistem saraf pusat menerima input secara bilateral dari
struktur/sistem ini, mengumpulkan input dan kemudian membentuk
respons. Sistem saraf pusat (SSP) juga mengoordinasikan input bilateral
ini dengan input visual dan sensorik kita yang menciptakan gambaran
keseluruhan tentang apakah kita bergerak dalam ruang/waktu atau jika
lingkungan di sekitar kita bergerak. Cukup dikatakan bahwa input yang
bertentangan dari berbagai gejala ini membanjiri sistem saraf pusat yang
menyebabkan "pusing", mual, dan persepsi gerakan. Menggambarkan
presentasi pasien dengan vertigo perifer. Merangkum etiologi vertigo
perifer. (8)

Vertigo perifer:

 Vertigo posisi paroksismal jinak (BPPV) : Vertigo posisi paroksismal


jinak secara klasik digambarkan sebagai serangan berputar yang
tiba-tiba yang disebabkan oleh gerakan kepala yang cepat atau
putaran cepat di tempat tidur sebelum bangun. Tidak ada nyeri
telinga terkait, tinnitus, atau gangguan pendengaran. Patofisiologi
di balik ini biasanya perpindahan otolith atau puing-puing kalsium
yang terletak di kanal setengah lingkaran posterior. Vertigo jenis ini
secara klasik dapat diperparah dengan manuver Dix Hallpike dan
selanjutnya diperbaiki dengan manuver Epley dengan merelokasi
otolith ini. Manuver lain yang kurang umum digunakan termasuk
Semont, Lempert, dan Hamid.(8)
 Penyakit menier : Kelebihan cairan endolimfatik menyebabkan
penyakit Meniere. Tekanan berlebih menyebabkan disfungsi telinga
bagian dalam. Pasien datang dengan tinitus unilateral episodik,
gangguan pendengaran, mual, muntah, ketidakstabilan gerbang,
dan vertigo. Tes audiometri menunjukkan gangguan pendengaran
sensorineural rendah dapat membantu dalam diagnosis.(9)
 Neuritis vestibular : Neuritis vestibular biasanya merupakan
sindrom inflamasi pasca-virus. Pasien biasanya mengalami mual,
muntah, vertigo, dan gaya berjalan yang tidak stabil dengan cepat
dan parah. Meskipun gaya berjalan tidak stabil, pasien masih dapat
berjalan. Mereka menampilkan temuan fisik vertigo perifer khas
yang dibahas di bawah ini. Jika ada gangguan pendengaran
unilateral terkait, itu disebut labirinitis. Seringkali, karena keparahan
gejalanya, ini dapat dikacaukan dengan proses sentral. Akibatnya,
pencitraan resonansi magnetik dilakukan jika kecurigaan dokter
tinggi untuk membantu diagnosis.(8)

2.5 Diagnosis
A. Anamnesis
Anamnesis memegang peranan sangat penting untuk
diagnosis vertigo. Kasus vertigo perifer biasanya ber-onset akut
dansering memerlukan penanganan segera, sedangkan pada
vertigo tipe sentral perlu diketahui dan dieksplorasi faktor
risikonya. (9)
Hal – hal penting yang perlu ditanyakan pada pasien dengan
vertigo adalah:
1. Deskripsikan secara jelas keluhan pasien. Kadangkala
pasien mengeluh pusing. Pusing yang dikeluhkan ini dapat
berupa sakit kepala, rasa goyang, pusing berputar, rasa
tidak stabil, atau melayang.
2. Tipe / bentuk serangan vertigo: vertigo rotatoar seperti yang
dirasakan seperti saat menaiki komidi putar (misalnya:
neuritis vestibular) atau ketidakseimbangan postural seperti
yang dirasakan saat menaiki kapal (misalnya bilateral
vestibulopati) atau dizziness / lightheadedness (misalnya
intoksikasi).
3. Durasi vertigo: serangan vertigo berlangsung selama
beberapa detik hingga menit (misalnya vestibular
paroxysmia), selama beberapa jam (misalnya penyakit
meniere, migrain vestibular), vertigo yang berlangsung
terus-menerus selama beberapa hari hingga minggu
(misalnya neuritis vestibular ), serangan ketidakseimbangan
postural dari menit hingga jam (misalnya serangan iskemia
sepintas pada batang otak dan struktur serebelar).
4. Pencetus/eksaserbasi vertigo: tanpa pencetus (misalnya
neuritis vestibular), berjalan (bilateral vestibulopati),
menolehkan kepala (misalnya vestibular paroxysmia), posisi
kepala tertentu (misalnya BPPV), batuk, penekanan, suara
bising dengan frekuensi tertentu (fistula perilimfe atau
sindrom dehisensi kanalis superior), atau keadaan sosial
tertentu (phobic postural vertigo).
5. Gejala otonom yang menyertai keluhan vertigo : Mual,
muntah, keringat dingin ataupun gejala otonom berat atau
ringan lainnya.
6. Ada atau tidaknya gejala gangguan pendengaran seperti:
tinitus atau tuli.
7. Riwayat mengonsumsi alcohol ataupun obat - obatan yang
dapat menimbulkan gejala vertigo seperti aminoglikosida
(streptomisin, kanamisin), antikonvulsan (fenitoin, contoh:
Dilantin), antidepresan, antihipertensi, barbiturat, kokain,
diuretik (Furosemide, contoh: Lasix), nitroglyserin,
sedatif/hipnotik, salisilat, antimalaria dan lain-lain yang
diketahui ototoksik/vestibulotoksik juga perlu ditanyakan.
8. Tindakan tertentu: temporal bone surgery, trans-tympanal
treatment.
9. Penyakit yang diderita pasien: DM, hipertensi, kelainan
jantung.
10. Defisit neurologis seperti hemihipestesi, baal wajah satu
sisi, perioral numbness, disfagia, hemiparesis, penglihatan
ganda ataupun ataksi serebelaris.
B. Pemeriksaan Fisik
Dari pemeriksaan untuk vertigo perifer tidak didapatkan defivisit
neurologis, pemeriksaan mata didapatkan nystagmus arah horizontal,
periksaan otologic didapatkan gangguan pendengaran berupa tuli
atau tinnitus, tes dysmetria biasanya normal, tandem gait biasanya
positif, tes romberg dengan mata terbuka normal, tetapi abnormal
dengan mata tertutup dan tes kalori biasanya didapatkan kelemahan
unilateral. Dengan dix hallpike maneuver didapatkan periode laten
nystagmus (2-20 detik), lamanya nystagmus < 2 menit, vertigo (+) dan
respon nystagmus mudah lelah.(10)
C. Pemeriksaan Khusus oto-Neurologi
Pemeriksaan khusus oto-Neurologi dilakukan untuk
menentukan apakah letak lesinya di sentral atau perifer. (11)
A. Fungsi Vestibuler :
1. Uji Dix Hallpike, Penderita dibaringkan ke belakang
dengan cepat dari posisi duduk di atas tempat tidur
sehingga kepalanya menggantung 45° di bawah garis
horizontal, kemudian kepalanya dimiringkan 45° ke
kanan lalu ke kiri. Lakukan uji ini ke kanan dan kiri.
Perhatikan apakah terdapat nistagmus pada penderita.
Perhatikan saat timbul dan hilangnya vertigo dan
nistagmus. Uji ini dapat dibedakan apakah lesinya perifer
atau sentral. Vertigo dan nistagmus timbul setelah
periode laten 2-10 detik, hilang dalam waktu kurang dari
1 menit, akan berkurang atau menghilang bila tes diulang
beberapa kali (fatigue) menunjukan bahwa yang terjadi
pada penderita ialah vertigo perifer. Sedangkan jika tidak
ada periode laten, nistagmus dan vertigo berlangsung
lebih dari 1 menit, bila diulangulang reaksi tetap seperti
semula (non-fatigue) menunjukan bahwa yang terjadi
pada penderita ialah vertigo sentral.
2. Elektronistagmogram, Pemeriksaan ini hanya dilakukan
di rumah sakit dengan tujuan untuk merekam gerakan
mata pada nistagmus sehingga nistagmus tersebut dapat
dianalisis secara kuantitatif.
D. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan:
1. Pemeriksaan laboratorium rutin atas darah dan urin, dan
pemeriksaan lain sesuai indikasi.
2. Foto Rontgen tengkorak, leher, Stenvers (pada
neurinoma akustik).
3. Neurofisiologi Elektroensefalografi (EEG),
Elektromiografi (EMG), Brainstem Auditory Evoked
Potential (BAEP).
4. Pencitraan CTscan, arteriografi, magnetic resonance
imaging (MRI).(11)
2.6 Tatalaksana
Tatalaksana vertigo terbagi menjadi tatalaksana non farmakologi,
farmakologi, dan operasi.

A. Non-Farmakologi
Tatalaksana non farmakologi dapat dilakukan dengan
pemberian terapi dengan manuver reposisi partikel / Particle
Repositioning Maneuver (PRM) yang dapat secara efektif
menghilangkan vertigo pada BPPV, meningkatkan kualitas
hidup, dan mengurangi risiko jatuh pada pasien. Keefektifan
dari manuver-manuver yang ada bervariasi mulai dari 70%-
100%. Efek samping yang dapat terjadi dari melakukan
manuver seperti mual, muntah, vertigo, dan nistagmus. Hal ini
terjadi karena adanya debris otolitith yang tersumbat saat
berpindah ke segmen yang lebih sempit misalnya saat
berpindah dari ampula ke kanal bifurcasio. Setelah melakukan
manuver hendaknya pasien tetap berada pada posisi duduk
minimal 10 menit untuk menghindari risiko jatuh. Tujuan dari
manuver yang dilakukan adalah untuk mengembalikan partikel
ke posisi awalnya yaitu pada makula utrikulus. Ada lima
manuver yang dapat dilakukan, antara lain: (11)
1. Manuver Epley, manuver Epley adalah yang paling
sering digunakan pada kanal vertikal. Pasien diminta
untuk menolehkan kepala ke sisi yang sakit sebesar 45°
lalu pasien berbaring dengan kepala tergantung dan
dipertahankan 1-2 menit. Lalu kepala ditolehkan 90° ke
sisi sebaliknya, dan posisi supinasi berubah menjadi
lateral dekubitus dan dipertahan 30- 60 detik. Setelah itu
pasien mengistirahatkan dagu pada pundaknya dan
kembali ke posisi duduk secara perlahan.
2. Manuver Semont, manuver ini diindikasikan untuk
pengobatan cupulolithiasis kanan posterior. Jika kanal
posterior terkena, pasien diminta duduk tegak, lalu
kepala dimiringkan 45° ke sisi yang sehat, lalu secara
cepat bergerak ke posisi berbaring dan dipertahankan
selama 1-3 menit. Ada nistagmus dan vertigo dapat
diobservasi. Setelah itu pasien pindah ke posisi
berbaring di sisi yang berlawanan tanpa kembali ke
posisi duduk lagi.
3. Manuver Lempert, manuver ini dapat digunakan pada
pengobatan BPPV tipe kanal lateral. Pasien berguling
360° yang dimulai dari posisi supinasi lalu pasien
menolehkan kepala 90° ke sisi yang sehat, diikuti
dengan membalikkan tubuh ke posisi lateral dekubitus.
Lalu kepala menoleh ke bawah dan tubuh mengikuti ke
posisi ventral dekubitus. Pasien kemudian menoleh lagi
90° dan tubuh kembali ke posisi lateral dekubitus lalu
kembali ke posisi supinasi. Masing-masing gerakan
dipertahankan selama 15 detik untuk migrasi lambat dari
partikel-partikel sebagai respon terhadap gravitasi.
4. Forced Prolonged Position, manuver ini digunakan pada
BPPV tipe kanal lateral. Tujuannya adalah untuk
mempertahankan kekuatan dari posisi lateral dekubitus
pada sisi telinga yang sakit dan dipertahankan selama
12 jam.
5. BrandtDaroff exercise, manuver ini dikembangkan
sebagai latihan untuk di rumah dan dapat dilakukan
sendiri oleh pasien sebagai terapi tambahan pada pasien
yang tetap simptomatik setelah manuver Epley atau
Semont. Latihan ini juga dapat membantu pasien
menerapkan beberapa posisi sehingga dapat menjadi
kebiasaan.
B. Farmakologi
Obat-obatan yang direkomendasikan, sebagai berikut :(4)
1. Antikolinergik
Merupakan obat pertama yang digunakan untuk
penanganan vertigo, dan yang paling banyak digunakan adalah
skopolamin dan homatropin. Kedua preparat tersebut dapat
juga digabungkan menjadi satu sediaan antivertigo.
Antikolinergik ini bersifat sebagai vestibuler supresan melalui
reseptormuskarinik. Pemberian secara oral dapat memberikan
efek dalam 4 jam, sedangkan efek samping yang dapat
ditimbulkan adalah gejala-gejala penghambatan reseptor
muskarinik sentral seperti: gangguan memori, dan kebingungan
terutama pada populasi lanjut usia, serta gejala-gejala
penghambatan muskarinik perifer seperti: gangguan visual,
mulut kering, konstipasi, dangangguan berkemih.
Contoh : skopolamin, atropin.
2. Antihistamin
Penghambat reseptor histamin-1 H-1 blocker saat ini
merupakan antivertigo yang paling banyak diresepkan untuk
kasus vertigo, dan di antaranya: diphenhidramin, siklizine,
dimenhidrinat, meklozin, dan prometazin. Mekanisme dari
antihistamin sebagai vestibuler supresan tidak diketahui banyak,
namun diperkirakan juga mempunyai efek terhadap reseptor
histamin sentral. Antihistamin mungkin juga mempunyai potensi
dalam mencegah dan memperbaiki motion sickness. Efek
sedasi merupakan efek samping utama dari pemberian
penghambat histamin-1 H1- blocker. Obat ini biasanya diberikan
secara per oral, dan dengan lama kerja bervariasi mulai dari 4
jam misalnya: siklisin, sampai 12 jam misalnya: meklosin.
Contoh : cinnarizin, prometzin, dimenhidrinat
3. Ca entry blocker
Mengurangi eksitator SSP dengan menekan pelepasan
glutamat dan bekerja langsung sebagai depresor labirin. Bisa
untuk vertigo sentral/perifer. Efek samping yang paling sering
dijumpai yakni, rasa letih dan kantuk, terutama diminggu
pertama.
Contoh : flunarizine
4. Monoaminergik
Merangsang jaras inhibitori monoaminergik pada
N.Vestibularis, sehingga berakibat mengurangi eksitabilitas
neuron. Beberapa efek samping yang dapat timbul dari
penggunaan monoaminergik yakni, pusing, mulut kering, mual,
diare,kram perut, penurunan berat badan, sembelit dan
berkurangnya nafsu makan.
Contoh : amfetamin, efedrin.
5. Antidopaminergik
Bekerja pada chemoreseptor trigger zona dan pusat
muntah di medulla oblongata. Beberapa efek samping yang
dapat timbul dari penggunaan antidopaminergik yakni, sakit
kepala, mulut kering, penglihatan kabur, mual dan muntah.
Contoh : klorpromazin, haloperidol.
6. Benzodiazepin
Termasuk obat sedatif, menurunkan resting aktivitas
neuron pada n. Vestibularis dengan menekan retikular
fascilitatory system. Beberapa efek samping yang dapat timbul
dari penggunaan benzodiazepin yakni, pusing, rasa mengantuk,
mual, muntah, sembelit, gairah seksual menurun, hingga
gangguan kognitif.
Contoh : diazepam.
7. Histaminik
Inhibisi neuron polisinaptik pada n. Vestibularis lateralis.
Efek samping dari penggunaan histaminik ini dapat berupa rasa
mengantuk, mulut dan tenggorokan kering, sembelit, kepala
pusing, mual dan parasomnia.
Contoh : betahistin mesilat.
8. Antiepileptik
Bekerja dengan meningkatkan ambang, khususnya pada
vertigo akibat epilepsi lobus temporalis. Ada beberapa efek
samping yang berpotensi muncul dari penggunaan antiepileptik
yakni, mual, muntah, mengantuk, lemas, pusing, sakit kepala,
tremor, penglihatan ganda, penurunan berat badan, hingga
gangguan kognitif.
Contoh : karbamazepin, fenitoin.
9. Beta-blocker
Golongan obat ini menghambat adrenoseptor beta (beta
bloker) menghambat adrenoreseptor beta di jantung, pembuluh
darah perifer, bronkus, pankreas, dan hati. Penggunaan beta
bloker pada anak masih terbatas. Aktivitas simpatomimetik
intrinsik menunjukkan kapasitas beta bloker untuk
merangsangmaupun memblok reseptor adrenergik.
penggunaan Beta bloker dapat menyebabkanefek lelah, rasa
dingin di kaki dan tangan (lebih jarang terjadi pada beta bloker
yangmemiliki aktivitas simpatomimetik intrinsik), dan gangguan
tidur dengan mimpiburuk (jarang terjadi pada beta bloker yang
larut dalam air). Contoh : karvedilol
10. Fenotiazin
Merupakan antagonis dopamin dan bekerja sentral
dengan cara menghambat chemoreseptor trigger zone. Obat ini
dipakai untuk profilaksis dan terapi mual dan muntah. Ada
beberapa efek samping yang berpotensi timbul akibat
penggunaan phenothiazine, yakni : Urine menjadi berwarna
gelap, kantuk, pusing, tekanan darah rendah, sembelit, keringat
berkurang, mulut kering, hidung tersumbat, serta penglihatan
kabur atau peka terhadap cahaya.
Contoh : proklorperazin, klorpromazin(4)

2.7 Prognosis
Prognosis untuk vertigo perifer biasanya cukup menguntungkan.
Ini dapat menyebabkan beberapa morbiditas; namun, setelah identifikasi
yang benar dari etiologi diidentifikasi dengan benar, gejala biasanya dapat
ditoleransi jika tidak diselesaikan sepenuhnya.(8)
BAB III

KESIMPULAN
Vertigo adalah adanya sensasi gerakan atau rasa gerak dari tubuh
atau lingkungan sekitarnya dengan gejala lain yang timbul, terutama dari
jaringan otonomik yang disebabkan oleh gangguan alat keseimbangan
tubuh oleh berbagai keadaan atau penyakit. vertigo perifer disebabkan
oleh kelainan pada telinga dalam atau pada nervus vestibulocochlear (N.
VIII).

Etiologi vertigo biasanya disebabkan oleh gangguan sistem


vestibular, kanal setengah lingkaran, atau saraf kranial VIII. Gangguan ini
dapat dikaitkan dengan kerusakan pada salah satu organ tersebut atau
sekadar masukan saraf yang membingungkan. Penting untuk diingat
bahwa sistem saraf pusat menerima input secara bilateral dari
struktur/sistem ini, mengumpulkan input dan kemudian membentuk
respons. Cukup dikatakan bahwa input yang bertentangan dari berbagai
gejala ini membanjiri sistem saraf pusat yang menyebabkan "pusing",
mual, dan persepsi gerakan. Menggambarkan presentasi pasien dengan
vertigo perifer.

Anamnesis memegang peranan sangat penting untuk diagnosis


vertigo. Kasus vertigo perifer biasanya ber-onset akut dansering
memerlukan penanganan segera, sedangkan pada vertigo tipe sentral
perlu diketahui dan dieksplorasi faktor risikonya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kedokteran J, Nafis I, Penelitian A, Khairani Y, Makmur T, Utara IS,
et al. the Relationship Between Head Injury and the Occurrence of
Vertigo in Rsud. 2021;10(1):26–32.
2. Agustiawan A, Rahmi FI, Hutagalung LAF. Manajemen Vertigo pada
Pasien dengan Stroke Pontis. Galen J Kedokt dan Kesehat Mhs
Malikussaleh. 2022;1(3):93.
3. Ramadhan A-T, Hunaifi I. Efektifitas betahistin dalam tatalaksana
vertigo. 2022.
4. Achmad Ali Fikri, Syamsul Arifin MFF. Analisis Penggunaan Obat
Anti Vertigo Pada Penderita Vertigo Di RSUP Wahidin
Sudirohusodo Makassar Periode Desember 2018 – Desember
2019. 2022;2(8.5.2017):2003–5.
5. Victorya R, Susianti. Vertigo Perifer pada Wanita Usia 52 Tahun
dengan Hipertensi Tidak Terkontrol. J Medula Unila. 2016;6(1):155–
9.
6. Amin M, Lestari YA. Pengalaman Pasien Vertigo di Wilayah Kerja
Puskesmas Lingkar Timur. J Kesmas Asclepius. 2020;2(1):22–33.
7. Faturachman H, Kanita maria wisnu. Asuhan Keperawatan
Kegawat daruratan pada Pasien Benign Paroxysmal Positon Vertigo
(BBPV) dalam Memenuhi Kebutuhan Aman dan Keselamatan. Univ
Kusuma Husada Surakarta. 2021;3(2):1–12.
8. Omron R. Peripheral Vertigo. Emerg Med Clin North Am.
2019;37(1):11–28.
9. Ariana R. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KESEIMBANGAN PADA PASIEN VERTIGO DI RS ISLAM SITI
KHADIJAH PALEMBANG TAHUN 2019. 2019;1–23.
10. Pandi Afandi. Katalog Dalam Terbitan (KDT). 2016. 21824 p.
11. Setiawati M, Susianti. Benign Paraksimal Position Vertigo. Majority.
2016;5(4):91–5.

You might also like