Professional Documents
Culture Documents
SRI HARTINI ♥
Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Bogor 16002.
ABSTRACT
Dicksonia blumei Moore belongs to Dicksoniaceae (fern family). This plant has been used as ornamental plant, handy craft, traditional
medicine particularly for styptic and growing medium for orchids and aroids. To obtain the material, people tended to exploit it in its natural
habitat and neglected its sustainable. On the other hand current knowledge of its cultivation as well as conservation is very limited. As a
result, this species become rare in the wild and its population decreased gradually. An experiment in spore germination of this species had
been carried out at the Bogor Botanic Gardens nursery using five growing media viz. chopping root of tree fern (Cyathea contaminans),
Calliandra macrophylla compost, chopping root of bird’s nest fern (Asplenium nidus), bamboo (Dendrocalamus giganteus) leaf compost
and sandy mud. Parameters used were the best medium for spore germination and sporelings growth, life cycle of spore until young
sporophyte were obtained. The result showed that the best medium for spore germination of D. blumei was chopping of tree fern root and
bamboo leaf compost was worse. The life cycle consists of cell differentiated, young prothallus, mature prothallus, and young sporophyte
phases, which took 10-36 weeks.
© 2006 Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta
Key words: germination, media, spore, Dicksonia blumei Moore, Bogor Botanic Gardens.
dan Maryanto, 2001) dan Buku Tumbuhan Langka Pengambilan spora dilakukan pada bulan Juni 2002. Spora
Indonesia (Mogea, et al, 2001), namun menurut Suwelo yang diambil merupakan spora yang sudah masak, ditandai
(1999) jenis ini sudah termasuk dalam daftar flora langka dengan berubahnya warna indusia dari hijau menjadi
yang perlu dilindungi undang-undang secara mutlak. Hal ini coklat. Untuk menghindari terjadinya kontaminasi dengan
didukung dengan telah dimasukkannya tumbuhan ini dalam spora dari jenis paku lain, anak daun tempat menempelnya
Appendix II CITES tentang tumbuhan yang boleh spora dicuci dalam air mengalir. Selanjutnya
diperdagangkan baik tumbuhan liar atau hasil perbanyakan dikeringanginkan di tempat yang hangat dan kering.
secara kuota. Pemanfaatan D. blumei yang terus-menerus Setelah itu dimasukkan ke dalam kertas amplop samson
akan menjadi masalah jika tidak diimbangi upaya budidaya sampai kering dan spora berjatuhan di amplop.
yang memadai. Pengambilan material dari alam yang Penyimpanan spora dalam kantung plastik tidak dianjurkan
dilakukan secara besar-besaran akan mengakibatkan karena kondisi di dalam plastik cenderung lembab dan
turunnya jumlah populasi. Kecepatan penurunan jumlah mendorong tumbuhnya jamur. Sebelum dikecambahkan,
populasi ini didukung oleh kenyataan bahwa pertumbuhan spora dipisahkan dari kotoran (bulu-bulu atau sisik-sisik
D. blumei sangat lambat serta tingkat keberhasilan daun) dengan cara amplop dimiringkan perlahan-lahan,
pertumbuhan spora menjadi tumbuhan dewasa di alam maka material berupa kotoran akan jatuh lebih dulu dan
tergolong rendah. spora yang lebih lembut sangat perlahan berjalan dan
Perbanyakan tumbuhan paku dengan spora merupakan cenderung tetap melekat di amplop. Untuk setiap
metode perbanyakan yang paling umum dilakukan untuk perlakukan ditimbang sebanyak 0,5 g spora, dengan jumlah
mendapatkan tanaman baru dalam jumlah besar. Meskipun berkisar antara 950-1.000 butir.
demikian, perbanyakan dengan spora hasilnya seringkali Dalam percobaan ini digunakan lima macam media
tidak sesuai harapan. Keberhasilan perkecambahan spora tumbuh yaitu cacahan batang paku pohon (pakis), kompos
dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain media tumbuh, kaliandra, cacahan akar kadaka, lumpur, dan kompos
kemasakan spora, air, kelembaban, aerasi, dan derajat bambu. Sebelum digunakan untuk menyemai, media-media
keasaman (pH). Media tumbuh yang baik akan tersebut disterilkan terlebih dahulu dengan cara dikukus
menyediakan lingkungan yang baik pula bagi atau direbus selama 2-3 jam dan didiamkan sampai media
perkecambahan spora serta pertumbuhan bibit (Jones, dingin. Setelah media benar-benar dingin kemudian
1987; Toogood, 1999). dimasukkan ke dalam baskom plastik berlubang dan spora
Jenis-jenis paku pohon, seperti Dicksonia, Cibotium, seberat 0,5 g ditabur di atas media secara merata, dengan
Cnemidaria, Cyathea, Nephelea, dan Trichipteris dapat bantuan saringan teh. Setelah selesai menyebarkan spora,
tumbuh di berbagai tipe tanah, namun umumnya menyukai baskom secepatnya ditutup rapat dengan kantong plastik
tanah liat asam yang kaya bahan organik. Beberapa jenis berwarna putih untuk menghindari kontaminasi.
dari Dicksonia dan Cyathea dapat bertahan hidup di tanah Percobaan disusun dengan menggunakan Rancangan
basah, namun secara umum paku pohon sebaiknya Acak Lengkap, terdiri atas lima perlakukan berupa kelima
ditanam di tanah dengan drainase baik (Jones, 1987; media tumbuh di atas. Pengamatan dilakukan setiap dua
Hoshizaki dan Moran, 2001). Di Indonesia media tanam minggu. Parameter yang diamati meliputi pertumbuhan
untuk spora yang sudah biasa digunakan oleh petani spora pada setiap media tumbuh dan siklus hidup mulai
tumbuhan paku hias adalah tanah lempung atau kompos dari spora sampai dengan terbentuk sporofit muda.
daun bambu. Pengamatan pertumbuhan spora dilakukan dengan mata
Informasi mengenai perkecambahan spora Dicksonia telanjang berdasarkan pada persentase penutupan
khususnya D. blumei masih sangat kurang. Penelitian ini permukaan media tumbuh. Sedangkan pengamatan siklus
bertujuan untuk mengetahui media yang baik untuk hidup dilakukan dengan menggunakan mikroskop dan mata
perkecambahan spora D. blumei, serta mengetahui siklus telanjang.
hidupnya mulai dari spora yang dikecambahkan sampai
terbentuk sporofit muda. Hasil penelitian ini diharapkan
dapat digunakan sebagai panduan dalam perbanyakan HASIL DAN PEMBAHASAN
bibit, serta sebagai bahan reintroduksi, pengembangan,
dan pelestariannya.
Pertumbuhan bibit
Berdasarkan hasil pengamatan terlihat bahwa jenis
media mempengaruhi perkecambahan spora dan
BAHAN DAN METODE pertumbuhan bibit (Gambar 1.). Perkecambahan spora dan
pertumbuhan bibit yang paling baik ditunjukkan oleh spora
Bahan dan alat yang disemai dalam media cacahan batang pakis,
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah sedangkan yang paling jelek ditunjukkan oleh spora yang
spora D. blumei, cacahan batang pakis (C. contaminans), disemai dalam media kompos bambu.
kompos kaliandra (Calliandra macrophylla), cacahan akar Pengamatan pada minggu pertama menunjukkan
kadaka (Asplenium nidus), lumpur, dan kompos daun bahwa pada semua media tumbuh spora belum
bambu (Dendrocalamus giganteus), sedangkan alat yang perkecambahan. Pada pengamatan minggu ke-2 spora
digunakan adalah kertas amplop samson, kertas koran, sudah mulai berkecambah. Spora yang ditanam pada
golok, baskom plastik berlubang, kantong plastik berwarna media cacahan batang pakis tumbuh lebih cepat
putih, timbangan analitik, pH meter, pinset, saringan teh, dibandingkan pada media tumbuh lainnya, dimana sekitar
mikroskop, kompor, dandang, dan pengaduk kayu. 30% permukaan media sudah tertutupi bibit (prothalus).
Pertumbuhan yang cepat ini diduga karena media cacahan
Cara kerja batang pakis memiliki lingkungan tumbuh yang lebih baik
Percobaan dilakukan di Kebun Raya Bogor pada bulan dibandingkan media tumbuh lain. Di antara cacahan-
Mei s.d. Desember 2002. Spora yang digunakan berasal cacahan batang ini memungkinkan terbentuknya kapiler-
dari paku kidang yang tumbuh secara alami di kawasan kapiler yang terisi oleh lebih banyak air, sehingga terjadi
hutan Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango. keseimbangan sirkulasi air dan udara. Keseimbangan
HARTINI – Perkecambahan spora dan siklus hidup Dicksonia blumei Moore 87
100
jenis-jenis Dicksoniaceae bagus
80 dikecambahkan pada media yang
mempunyai permukaan kasar.
60 Spora yang ditumbuhkan pada media
kompos bambu dan lumpur hasilnya
40 hampir sama. Kedua media ini kurang
cocok untuk mengecambahkan spora
20 paku kidang. Perkecambahan spora pada
kedua media ini sangat lambat, bahkan
0 sampai dengan akhir penelitian hanya
M2
M4
M6
M8
M10
M12
M14
M16
M18
M20
M22
M24
M26
M28
M30
M32
M34
M36
mencapai sekitar 30%. Derajat keasaman
media kompos bambu yang sangat asam,
Waktu (minggu ke-)
dengan pH 4-4,5 tampaknya kurang
cocok untuk perkecambahan spora.
Pakis Kaliandra Kadaka Bambu Lumpur Menurut Jones (1987) kebanyakan jenis
spora tumbuh baik pada kisaran pH 6-6,5.
Gambar 1. Perkecambahan spora dan pertumbuhan semai. Rendahnya derajat keasaman ini diduga
karena masih terjadinya proses
dekomposisi pada media ini. Masih
adanya sisa-sisa daun dan ranting bambu
tersebut akan menunjang kestabilan kelembaban udara, menjadi faktor pemicu berlangsungnya proses dekomposisi.
kelembaban tanah, dan suhu yang sangat dibutuhkan untuk Akibatnya terjadi pengurangan oksigen yang sangat
perkecambahan spora. dibutuhkan untuk proses perkecambahan. Di samping itu
Pada pengamatan minggu ke-4 perkecambahan spora terjadi pula kenaikan suhu dan penurunan kelembaban
dan pertumbuhan bibit berlangsung hampir dua kali lipat dalam media tumbuh. Kondisi lingkungan tumbuh tersebut
(50%). Pada pengamatan minggu ke-10 pertumbuhan bibit kurang menguntungkan bagi perkecambahan spora dan
sudah menutup seluruh permukaan media. Bibit dalam pertumbuhan semai. Dodo et al. (2002) menyebutkan
keadaan baik dan subur. Namun pada minggu-minggu bahwa di alam D. blumei kebanyakan ditemukan pada
berikutnya, pertumbuhan bibit terlihat sangat lambat. Hal ini habitat dengan derajat keasaman 6-7. Sedang media
kemungkinan karena telah terjadi kompetisi di daerah lumpur memiliki partikel-partikel yang sangat padat
perakaran maupun daerah daun. Kompetisi di daerah daun sehingga sirkulasi udara dalam media kurang baik. Media
disebabkan adanya pertumbuhan daun yang saling ini tidak memiliki kemampuan untuk menahan dan
menaungi, sehingga terjadi persaingan dalam meloloskan air dengan baik, sehingga kurang sesuai untuk
memperebutkan ruang, cahaya, dan udara. Sedangkan perkecambahan spora.
kompetisi di perakaran terjadi dalam memperebutkan
nutrien dan air. Semakin rapat populasinya, maka tingkat
Siklus hidup
persaingannya akan semakin tinggi, sehingga kecepatan
Hasil pengamatan siklus hidup mulai dari spora
pertumbuhan cenderung menurun.
berkecambah sampai dengan terbentuknya sporofit muda
Spora yang ditumbuhkan pada media cacahan akar
disajikan pada Gambar 2. Siklus hidup dibedakan menjadi
kadaka perkecambahannya lebih lambat dari spora yang
empat fase yaitu fase pembelahan sel, fase prothalus
ditumbuhkan pada cacahan batang pakis. Pada minggu ke-
muda, fase prothalus dewasa, dan fase sporofit muda.
2 setelah spora disemai, baru 10% dari permukaan media
Setiap fase ditandai adanya perubahan bentuk atau
tertutup oleh prothalus. Namun pada pengamatan minggu
perubahan suatu organ. Adapun fase-fase siklus hidup
ke-4 sudah 50% permukaan media tertutup prothalus. Pada
tersebut adalah sebagai berikut.
minggu-minggu berikutnya pertumbuhan prothalus terus
bertambah. Kondisi prothalus bagus dan subur.
Spora yang ditumbuhkan pada kompos kaliandra Fase pembelahan sel
kondisi perkecambahannya hampir sama dengan spora Perkecambahan spora diawali dengan terjadinya
yang ditumbuhkan pada media cacahan akar kadaka. Pada pembelahan sel menjadi beberapa sel yang disertai
minggu ke-2 sampai minggu ke-6 perkecambahan spora munculnya rhizoid. Di dalam bak persemaian fase ini
masih sangat sedikit. Permukaan media tumbuh yang terlihat sebagai bentukan seperti benang-benang yang
tertutup prothalus baru 5-10%. Namun pada pengamatan sangat halus berwarna hijau transparan. Pengamatan di
minggu ke-8 permukaan media tumbuh yang tertutup bawah mikroskop menunjukkan bahwa sel-sel yang
prothalus sudah 5 kali lipat sehingga 50% permukaan membelah berbentuk seperti pita bersekat-sekat dan
media telah tertutupi oleh prothalus. Pada minggu-minggu berwarna hijau. Sedangkan rhizoid muncul dari pangkal sel
berikutnya pertumbuhan prothalus terus bertambah. Kondisi yang membelah, jumlahnya dapat lebih dari satu, tidak
prothalus bagus dan subur. bersekat-sekat, berwarna coklat. Warna hijau pada sel-sel
Media cacahan batang pakis, cacahan akar kadaka dan tersebut disebabkan adanya klorofil. Rhizoid cenderung
kompos kaliandra tampaknya merupakan media yang tumbuh ke arah bawah. Rhizoid merupakan akar semu
cocok untuk perkecambahan spora. Sifatnya yang remah yang berfungsi untuk menghisap air dan nutrisi dari dalam
memungkinkan adanya sirkulasi udara yang baik dalam media tumbuh. Pada fase ini spora yang berkecambah
media. Selain itu ketiga media tersebut memiliki diduga sudah mampu memenuhi kebutuhan makanan
kemampuan untuk menahan dan meloloskan air dengan tubuhnya sendiri melalui proses fotosintesis yang dilakukan
baik. Fluktuasi suhu dan kelembaban yang terjadi sangat sel-sel berklorofil tersebut.
rendah sehingga tidak mengganggu perkecambahan spora.
88 B I O D I V E R S I T A S Vol. 7, No. 1, Januari 2006, hal. 85-89
Gambar 2. Siklus hidup D. blumei dari spora sampai sporofit muda. Keterangan: 1. Spora, 2. Fase pembelahan sel, 3. Fase prothalus muda,
4. Fase prothalus dewasa: a. Arkegonium, b. Anteridium, 5. Fase sporofit muda, 6. Rhizoid.