You are on page 1of 31

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keselamatan (safety) telah menjadi isu global termasuk juga untuk rumah sakit.
Keselamatan pasien merupakan prioritas utama untuk dilaksanakan di rumah sakit dan
hal itu terkait dengan isu mutu dan citra rumah sakit. Sejak awal tahun 1900 Institusi
rumah sakit selalu meningkatkan mutu pada tiga elemen yaitu struktur, proses, dan
outcome dengan berbagai macam program regulasi yang berwenang misalnya antara lain
penerapan Standar Pelayanan Rumah Sakit, ISO, Indikator Klinis dan lain sebagainya.
Namun harus diakui, pada pelayanan yang berkualitas masih terjadi Kejadian Tidak
Diduga (KTD) (Dep Kes R.I 2006).
Keselamatan pasien adalah “suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan
pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi assament risiko, identifikasi dan pengelolaan
hal yang berhubungan dengan pasien koma, pelaporan dan analisis accident, kemampuan
belajar dari accident dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan
timbulnya risiko” (Dep Kes R.I, 2006).
Masalah keselamatan dan kesehatan kerja (K3) secara umum di Indonesia masih
sering terabaikan. Hal ini ditunjukkan dengan masih tingginya angka kecelakaan kerja.
Di Indonesia, setiap tujuh detik terjadi satu kasus kecelakaan kerja (”K3 Masih Dianggap
Remeh,” Warta Ekonomi, 2 Juni 2006). Hal ini tentunya sangat memprihatinkan. Tingkat
kepedulian dunia usaha terhadap K3 masih rendah. Padahal karyawan adalah aset
penting perusahaan.
Kewajiban untuk menyelenggarakaan Sistem Manajemen K3 pada perusahaan-
perusahaan besar melalui UU Ketenagakerjaan, baru menghasilkan 2,1% saja dari 15.000
lebih perusahaan berskala besar di Indonesia yang sudah menerapkan Sistem Manajemen
K3. Minimnya jumlah itu sebagian besar disebabkan oleh masih adanya anggapan bahwa
program K3 hanya akan menjadi tambahan beban biaya perusahaan. Padahal jika
diperhitungkan besarnya dana kompensasi/santunan untuk korban kecelakaan kerja
sebagai akibat diabaikannya Sistem Manajemen K3, yang besarnya mencapai lebih dari
190 milyar rupiah di tahun 2003, jelaslah bahwa masalah K3 tidak selayaknya diabaikan.
Di samping itu, yang masih perlu menjadi catatan adalah standar keselamatan kerja
di Indonesia ternyata paling buruk jika dibandingkan dengan negara-negara Asia
Tenggara lainnya, termasuk dua negara lainnya, yakni Bangladesh dan Pakistan. Sebagai

1
contoh, data terjadinya kecelakaan kerja yang berakibat fatal pada tahun 2001 di
Indonesia sebanyak 16.931 kasus, sementara di Bangladesh 11.768 kasus.
Jumlah kecelakaan kerja yang tercatat juga ditengarai tidak menggambarkan
kenyataan di lapangan yang sesungguhnya yaitu tingkat kecelakaan kerja yang lebih
tinggi lagi.Seperti diakui oleh berbagai kalangan di lingkungan Departemen Tenaga
Kerja, angka kecelakaan kerja yang tercatat dicurigai hanya mewakili tidak lebih dari
setengah saja dari angka kecelakaan kerja yang terjadi. Hal ini disebabkan oleh beberapa
masalah, antara lain rendahnya kepentingan masyarakat untuk melaporkan kecelakaan
kerja kepada pihak yang berwenang, khususnya PT. Jamsostek. Pelaporan kecelakaan
kerja sebenarnya diwajibkan oleh undang-undang, namun terdapat dua hal penghalang
yaitu prosedur administrasi yang dianggap merepotkan dan nilai klaim asuransi tenaga
kerja yang kurang memadai. Di samping itu, sanksi bagi perusahaan yang tidak
melaporkan kasus kecelakaan kerja sangat ringan.
Sebagian besar dari kasus-kasus kecelakaan kerja terjadi pada kelompok usia
produktif. Kematian merupakan akibat dari kecelakaan kerja yang tidak dapat diukur
nilainya secara ekonomis. Kecelakaan kerja yang mengakibatkan cacat seumur hidup, di
samping berdampak pada kerugian non-materil, juga menimbulkan kerugian materil
yang sangat besar, bahkan lebih besar bila dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan
oleh penderita penyakit-penyakit serius seperti penyakit jantung dan kanker.

B. Maksud dan Tujuan


Adapun maksud dan tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui apa saja Zat Bahan Beracun dan Berbahaya (B3) Serta
Penanganannya
2. Untuk mengetahui tentang Kecelakaan Laboratorium Serta Penanganannya
3. Untuk mengetahui bagaimana Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (PPPK)
Kesehatan dan Keselamatan Kerja Terhadap Mikroorganisme
4. Untuk mengetahui bagaimana Penanganan Limbah Medis dan Non-Medis
5. Untuk mengetahui tentang Desinfeksi
6. Untuk mengetahui bagaimana Pencegahan Kebakaran dan Penanggulangaannya
7. Untuk mengetahui bagaimana Ergonomi dan Produktivitas Kerja

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Zat Bahan Beracun dan Berbahaya (B3) Serta Penanganannya


Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disingkat dengan B3 adalah bahan
yang karena sifat dan/atau konsentrasinya dan/atau jumlahnya, baik secara langsung
maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, atau
dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta
makhluk hidup lainnya.
1. Tanda dan Label B3
a. Simbol untuk B3 klasifikasi bersifat mudah meledak (explosive),

b. Simbol untuk B3 klasifikasi bersifat pengoksidasi (oxidizing),

c. Simbol untuk B3 klasifikasi bersifat mudah menyala (flammable)

d. Simbol untuk B3 klasifikasi bersifat beracun (toxic)

3
e. Simbol untuk B3 klasifikasi bersifat berbahaya (harmful),

f. Simbol untuk B3 klasifikasi bersifat iritasi (irritant),

g. Simbol untuk B3 klasifikasi bersifat korosif (corrosive)

h. Simbol untuk B3 klasifikasi bersifat berbahaya bagi lingkungan (dangerous for


environment),

i. Simbol untuk B3 klasifikasi bersifat karsinogenik, teratogenik dan mutagenik


(carcinogenic, tetragenic,mutagenic)

j. Simbol untuk B3 klasifikasi bersifat bahaya lain berupa gas bertekanan (pressure
gas)

4
2. Kategori, Jenis, Sifat, Pengelolaan dan Penanggulangan B3
Limbah B3 diidentifikasikan ke dalam 2 (dua) kategori, yaitu:
a. Berdasarkan sumber
1) Limbah B3 dari sumber spesifik
2) Limbah B3 dari sumber tidak spesifik
3) Limbah B3 dari bahan kimia kadaluarsa, tumpahan, bekas kemasan dan
buangan produk yang tidak memenuhi spesifikasi
b. Berdasarkan karakteristik
1) Limbah B3 dari sumber spesifik
2) Limbah B3 dari sumber tidak spesifik
3) Limbah B3 dari bahan kimia kadaluarsa, tumpahan, bekas kemasan dan
buangan produk yang tidak memenuhi spesifikasi
Sedangkan kategori limbah B3 yang berdasarkan karakteristik ditentukan
dengan :
1) Mudah meledak,
2) Pengoksidasi,
3) Sangat mudah sekali menyala,
4) Sangat mudah menyala,
5) Mudah menyala,
6) Amat sangat beracun,
7) Sangat beracun,
8) Beracun,
9) Berbahaya,
10) Korosif,
11) Bersifat iritasi,
12) Berbahaya bagi lingkungan,
13) Karsinogenik,
14) Teratogenik,

5
15) Mutagenik.
Karakteristik limbah B3 ini mengalami pertambahan lebih banyak dari PP No.
74 Tahun 2001 yang hanya mencantumkan 6 (enam) kriteria, yaitu:
a. Mudah Meledak

Pada suhu dan tekanan standar (25 derajat Celcius, 760 mmHg) dapat meledak
atau melalui reaksi kimia dan atau fisika dapat menghasilkan gas dengan suhu dan
tekanan tinggi yang dengan cepat dapat merusak lingkungan sekitarnya.

b. Mudah Terbakar

Limbah yang mempunyai salah satu sifat ini sebagai berikut :


1) Berupa cairan yang mengandung alkohol kurang dari 24% volume dan atau pada
titik nyala tidak lebih dari 60 derajat Celcius akan menyala apabila terjadi kontak
dengan api, percikan api atau sumber nyala lain pada tekanan udara 760 mmHg.
2) Bukan berupa cairan, yang pada temperatur dan tekanan standar dapat mudah
menyebabkan kebakaran melalui gesekan, penyerapan uap air, atau perubahan
kimia secara spontan dan apabila terbakar dapat menyebabkan kebakaran yang
terus menerus.
3) Limbah yang bertekanan yang mudah terbakar.
4) Merupakan limbah pengoksidasi.

c. Reaktif

6
Yang dimaksud dengan reaktif adalah :
1) Pada keadaan normal tidak stabil dan dapat menyebabkab perubahan tanpa
peledakan
2) Dapat bereaksi hebat dengan air, apabila bercampur air berpotensi menimbulkan
ledakan, menghasilkan gas, uap atau asap beracun dalam jumlah yang
membahayakan bagi kesehatan manusia dan lingkungan
3) Limbah Sianida, Sulfida, atau Amoniak yang pada kondisi pH antara 2 dan 12.5
dapat menghasilkan gas, uap atau asap beracun dalam jumlah yang
membahayakan bagi kesehatan manusia dan lingkungan
4) Yang mudah meledak atau bereaksi pada suhu dan tekanan standar (25 derajat
Celcius, 760 mmHg)
5) Menyebabkan kebakaran karena melepas atau menerima oksigen atau limbah
organik peroksida yang tidak stabil dalam suhu tinggi

d. Beracun

Limbah yang mengandung pencemar yang bersifat racun bagi manusia atau
lingkungan yang dapat menyebabkan kematian atau sakit yang serius apabila masuk
kedalam tubuh melalui pernapasan, kulit, atau mulut.

e. Infeksius

Limbah infeksius mencakup pengertian sebagai berikut: Limbah yang


berkaitan dengan pasien yang memerlukan isolasi penyakit menular (perawatan
intensif).

7
f. Korosif

Limbah yang memiliki dari salah satu sifat berupa :


1) Menyebabkan iritasi (terbakar) pada kulit
2) Menyebabkan proses pengkaratan pada lempeng baja
3) Mempunyai pH sama atau kurang dari 2 untuk limbah bersifat asam dan dan
sama atau lebih besar dari 12.5 untuk yang bersifat basa.

Pengelolaan dan Pengolahan Limbah B3


Pengelolaan limbah B3 meliputi kegiatan pengumpulan, pengangkutan,
pemanfatan, pengolahan dan penimbunan. Setiap kegiatan pengelolaan limbah B3
harus mendapatkan perizinan dari Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) dan setiap
aktivitas tahapan pengelolaan limbah B3 harus dilaporkan ke KLH.
Pengolahan limbah B3 harus memenuhi persyaratan lokasi pengolahan.
Pengolahan limbah B3 dapat dilakukan di dalam lokasi penghasil limbah atau di luar
lokasi penghasil limbah. Syarat lokasi pengolahan di dalam area penghasil
harus daerah bebas banjir dan berjarak dengan fasilitas umum minimum 50 meter.
Fasilitas pengolahan harus menerapkan sistem operasi, meliputi sistem
kemanan fasilitas, sistem pencegahan terhadap kebakaran, sistem pencegahan
terhadap kebakaran, sistem penanggulangan keadaan darurat, sistem pengujian
peralatan, dan pelatihan karyawan.
Penanganan limbah B3 sebelum Diolah
Setiap limbah B3 harus diidentifikasi dan dilakukan uji analisis kandungan
guna menetapkan prosedur yang tepat dalam pengolahan limbah tersebut. Setelah uji
analisis kandungan dilaksanakan, barulah dapat ditentukan metode yang tepat guna
pengolahan limbah tersebut sesuai dengan karakteristik dan kandungan limbah.
Pengolahan Limbah B3
Jenis perlakuan terhadap limbah B3 tergantung dari karakteristik dan
kandungan limbah. Perlakuan limbah B3 untuk pengolahan dapat dilakukan dengan
proses sebagai berikut :

8
1) Proses secara kimia, meliputi: redoks, elektrolisa, netralisasi, pengendapan,
stabilisasi, adsorpsi, penukaran ion dan pirolisa.
2) Proses secara fisika, meliputi: pembersihan gas, pemisahan cairan dan
penyisihan komponen-komponen spesifik dengan metode kristalisasi, dialisa,
osmosis balik, dll.
3) Proses stabilisas/solidifikasi, dengan tujuan untuk mengurangi potensi racun dan
kandungan limbah B3 dengan cara membatasi daya larut, penyebaran, dan daya
racun sebelum limbah dibuang ke tempat penimbunan akhir.
4) Proses insinerasi, dengan cara melakukan pembakaran materi limbah
menggunakan alat khusus insinerator dengan efisiensi pembakaran harus
mencapai 99,99% atau lebih. Artinya, jika suatu materi limbah B3 ingin dibakar
(insinerasi) dengan berat 100 kg, maka abu sisa pembakaran tidak boleh
melebihi 0,01 kg atau 10 gr.

B. Kecelakaan Laboratorium Serta Penanganannya


1. Kecelakaan Kerja dan Penanganannya
Kecelakaan kerja dapat terjadi kapan saja dan dimana saja yang dapat
menimpa setiap pekerja. Kecelakaan kerja dapat menyebabkan kerugian bagi pekerja
dan juga yang memperkerjakan. Maka dari itu mengidentifikasi bahaya kerja akan
mengurangi bahka mencegah bahaya melalui pengedalian bahaya kerja yang
dilakukan melalui hasil analisa identifikasi bahaya kerja.
Agar penanganan dari hasil identifikasi lebih maksimal maka perlu dilakukan
sebuah penilaian resiko. Penilaian resiko adalah metode sistematis dalam melihat
aktifitas kerja, memikirkan apa yang akan menjadi buruk, dan memutuskan untuk
mencegah terjadinya kerugian, kerusakan, dan cidera di tempat kerja.
Terjadinya kecelakaan kerja dapat disebabkan oleh beberapa hal,
tetapi analisis terjadinya kecelakaan kerja menunjukan bahwa hal-hal berikut adalah
sebab-sebab terjadinya kecelakaan kerja di laboratorium :
a. Kurangnya pengetahuan dan pemahaman tentang bahan kimia dan proses-proses
serta perlengkapan atau peralatan yang digunakan dalam melakukan kegiatan
b. Kurangnya kejelasan petunjuk kegiatan labolatorium dan juga kurangnya
pengawasan yang dilakukan selama melakukan kegiatan labolatorium.
c. Kurangnya bimbingan terhadap siswa atau mahasiswa yang sedang melakukan
kegiatan labolatorium.

9
d. Kurangnya atau tidak tersedianya perlengkapan keamanan dan perlengkapan
perlindungan kegiatan labolatorium.
e. Kurang atau tidak mengikuti petunjuk atau aturan-aturan yang semestinya harus
ditaati.
f. Tidak menggunakan perlengkapan pelindung yang seharusnya digunakan atau
menggunakan peralatan atau bahan yang tidak sesuai.
g. Tidak bersikap hati-hati di dalam melakukan kegiatan.
Berikut ini adalah tips cara penanganan awal sebagai pertolongan pertama
(P3K) pada kecelakaan kerja di Laboratorium kimia :
a. Luka bakar akibat zat kimia
1) Terkena larutan asam
a) Kulit segera dihapuskan dengan kapas atau lap halus
b) Dicuci dengan air mengalir sebanyak-banyaknya
c) Kemudian bersihkan dengan 1% Na2CO3
d) Lalu cuci lagi dengan air.
e) Keringkan dan oleskan dengan salep levertran.
2) Terkena logam natrium atau kalium
a) Logam yang nempel selekasnya di ambil
b) Kulit dicuci dengan air mengalir kira-kira selama 15-20 menit
c) Netralkan dengan larutan 1% asam asetat
d) Dikeringkan dan oleskan dengan salep levertran atau luka ditutup dengan
kapas steril atau kapas yang sudah dibasahi asam pikrat.
3) Terkena bromin
a) Segera dicuci dengan larutan amonia encer
b) Luka itu ditutup dengan pasta Na2CO3.
4) Terkena phospor
a) Kulit yang terkena segera dicuci dengan air sebanyak-banyaknya
b) Lalu cuci dengan larutan 3% CuSO4.
b. Luka bakar akibat benda panas
1) Diolesi dengan salep minyak ikan atau levertran
2) Mencelupkan ke air es secepatnya atau dikompres sampai rasa nyeri agak
berkurang.
c. Luka pada mata
1) Terkena percikan larutan asam

10
2) Bila terkena percikan asam encer,
3) Mata dapat dicuci dengan air bersih kurang lebih 15 menit terus-menerus
4) Dicuci dengan larutan 1% Na2C3
d. Terkena percikan larutan basa
1) Dicuci dengan air bersih kurang lebih 15 menit terus-menerus
2) Dicuci dengan larutan 1% asam borat dengan gelas pencuci mata

2. Kecelakaan Medis dan Penanganannya


Kecelakaan medis adalah jika yang menjadi korban adalah pasien. Contohnya
keracunan Keracunan sebagai akibat penyerapan beberapa bahan kimia beracun atau
toksik, seperti ammonia, karbon monoksida, benzene, kloroform, dsb. Keracunan
bisa menyebabkan fatal maupun masalah kesehatan. Yang paling akhir yaitu yang
lebih seringterjadi baik yang bisa di ketahui dalam periode pendek ataupun periode
panjang.
Mengenai cara menangani keracunan bahan kimia sebagai awal yaitu
mencegah kontak bahan kimia dengan badan secepat-cepatnya. Beberapa langkah
untuk mengerjakannya yaitu seperti berikut :
a. Cuci bahan kimia yang masihlah kontak dengan badan (kulit, mata dan organ
badan yang lain)
b. Upayakan pasien keracunan tak kedinginan.
c. Janganlah memberi minuman mengandung alkohol pada pasien karena akan
mempercepat penyerapan toksin didalam badan
d. Jika sulit bernafas, bantu dengan pernapasan dari mulut ke mulut
e. Selekasnya bawa ke tempat tinggal sakit
Cara menangani keracunan bahan kimia dapat juga dikerjakan dengan
sebagian langkah lain jika bahan kimia toksin itu masuk lewat mulut, kulit atau
keracunan akibat ada gas yang beracum mengedar di sekitar kita.
Cara menangani keracunan bahan kimia jika bahan toksin masuk lewat mulut :
a. Berilah minum berbentuk air atau susu 2 sampai 4 gelas.
b. Jika korban keracunan tengah dalam kondisi pingsan, janganlah memasukkan
suatu hal (berbentuk makanan/minuman) lewat mulutnya
c. Masukan jari telunjuk kedalam mulut korban sembari menggerak-gerakkan jari
dibagian pangkal lidah dengan maksud supaya si korban muntah

11
d. Janganlah lakukan poin diatas jika korban keracunan minyak tanah, bensin, alkali
atau asam
e. Berilah 1 sendok antidote dan satu gelas air hangat pada korban Antidote itu
dalam kondisi serbuk dan terbuat dari 2 bagian arang aktif, 1 bagian magnesium
oksida dan 1 bagian asam tannat.
C. Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (PPPK) Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Terhadap Mikroorganisme
1. Mengenal Mikroorganisme dan Jalan Masuknya Kedalam Tubuh
Mikroorganisme dapat menyebabkan banyak penyakit yang telah melanda
peradaban manusia selama berabad-abad (Pelczar dan Chan, 2007). Penyakit infeksi
merupakan masalah terbesar di dunia dan merupakan penyakit yang frekuensi
kejadiannya masih lebih besar daripada jenis penyakit yang lain. Penyebab penyakit
infeksi adalah bakteri, jamur, virus dan parasite (Chandra, 2007).
Infeksi terjadi karena adanya interaksi antara mikroorganisme dengan hospes
dengan melalui berbagai cara baik melalui saluran pernafasan, saluran pencernaan
yang berasal dari makanan, saluran genitouriner maupun kontak langsung dengan
kulit (Pelczar dan Chan, 2007). Tubuh manusia akan selalu terancam oleh paparan
mikroorganisme (bakteri, virus dan parasit), radiasi matahari, dan polusi.
a. Cara Masuk Mikroba ke Dalam Tubuh Manusia
Bakteri merupakan kelompok organisme mikroskopik yang tidak memiliki
membran inti sel, pada umumnya bakteri banyak mempunyai manfaat untuk
kehidupan kita, peran serta bakteri merangkup semua bagian, pangan, pengobatan
dan berbagai industri. Walaupun ada yang berguna Namun ada juga berbagai
jenis bakteri atau organisme mikroskopik yang berbahaya bagi kesehatan dan bisa
menyebabkan penyakit dengan cara mengifeksi tubuh makhluk hidup, bukan
hanya manusia, namun juga bisa terjadi pada tanaman dan hewan.Infeksi
merupakan Serangan yang dilakukan patogen atau benda asing yang bersifat
membahayakan tubuh inang, Infeksi bakteri atau pun patogen lainnya umumnya
bisa merugikan tubuh inang atau tubuh manusia karena bakteri atau virus
menggunakan sarana yang ada dalam tubuh kita untuk berkembang biak dan
memperbanyak diri. Secara umum, cara masuk mikroba ke dalam tubuh manusia
dibagi menjadi 4, yaitu melalui saluran pernapasan, saluran pencernaan, kulit, dan
san genitouriner (Chandra, 2007).

12
b. Cara masuk mikroba ke dalam tubuh manusia melalui saluran pernapasan
Saluran pernapasan ini bisa dibagi menjadi dua yaitu saluran pernapasan
atas dan juga saluran pernapasan bawah. Saluran pernapasan atas dimulai dari
saluran hidung hingga faring. Ujung atas saluran berhubungan langsung dengan
udara, sedangkan ujung bawah saluran pernapasan mempunyai permukaan yang
luas dengan dinding yang sangat tipis yang berhubungan erat dengan pembuluh
darah (Wilson, 2005).Walaupun mempunyai sistem pertahanan tersendiri pada
saluran pernapasan, namun saluran pernapasan ini juga rentan terhadap berbagai
macam penyakit, misalnya saja yang sering kita kenal sebagai infeksi saluran
pernapasan.
Saluran pernapasan merupakan jalan termudah bagi mikroorganisme
infeksius. Mikroorganisme terhirup melalui hidung atau mulut dalam bentuk
partikel debu. Saluran pernafasan sering terinfeksi patogen, karena kontak
langsung dengan lingkungan dan secara terus menerus terpapar oleh
mikroorganisme yang terdapat dalam udara yang dihirup. Beberapa
mikroorganisme sangat virulen dapat menyebabkan infeksi, minimal pada orang
yang rentan. Lingkungan saluran pernafasan yang lembab dan hangat,
merupakan tempat yang ideal untuk pertumbuhan mikroorganisme (Wilson,
2005). Saluran pernapasan bagian bawah sering terbebas dari mikroorganisme
karena adanya lendir dan silia (Richard, 2007).

Gambar: Silia yang ada pada saluran pernapasan yang menyebabkan


saluran pernapasan bagian bawah sering terbebas dari mikroorganisme
(Sumber: Priangle,1991).
Penyebab infeksi pada saluran pernafasan bisa bermacam-macam dan salah
satunya adalah bakteri. Ada berbagai macam bakteri yang bisa menyebabkan
infeksi pada saluran pernapasan. Bakteri-bakteri ini bisa menular melalui
berbagai cara seperti melalui udara, droplet, air, dan lain-lain. Terdapat beberapa
bakteri penyebab infeksi saluran pernapasan, diantaranya
1) Streptococcus pneumoniae,

13
Bakteri Streptococcus pneumoniae merupakan bakteri penyebab penyakit
pneumonia
2) Mycobacterium tuberculosis,
Bakteri Mycobacterium tuberculosisyang merupakan bakteri penyebab
penyakit TBC.
3) Haemophilus influenzae,
Bakteri Haemophilus influenzae yang biasa diasosiasikan dengan penyakit
saluran pernafasan kronik, dan merupakan penyebab penyakit-penyakit
invasif seperti meningtis, piartrosis, sellulitis, pneumonia, perikarditis, dan
epiglotitis akut.
4) Bordetella pertussis.
Bakteri Bordetella pertussisyang menyebabkan penyakit pertusis atau batuk
rejan (whooping chough)
c. Cara masuk mikroba ke dalam tubuh manusia melalui saluran pencernaan
Mikroorganisme dapat memasuki saluran pencernaan melalui bahan
makanan atau minuman dan melalui jari–jari tangan yang terkontaminasi
mikroorganisme pathogen. Mayoritas mikroorganisme tersebut akan dihancurkan
oleh asam klorida (HCL) dan enzim – enzim di lambung, atau oleh empedu dan
enzim di usus halus. Mikroorganisme yang bertahan dapat menimbulkan
penyakit. Misalnya, demam tifoid, disentri amoeba, hepatitis A, dan kolera.
Patogen ini selanjutnya dikeluarkan malalui feses dan dapat ditransmisikan ke
inang lainnya melalui air, makanan, atau jari – jari tangan yang terkontaminasi.
1) Bakteri Salmonella sp
Salmonella akan berkambang biak di dalam alat pencernaan penderita,
sehingga terjadi radang usus (enteritis).
2) Bakteri E.coli
E.coli yang dapat menyebabkan masalah pencernaan.
3) Shigella dysenteriae
Shigella dysenteriae memproduksi eksotoksin yang dapat mempengaruhi
saluran pencernaan dan susunan saraf pusat. Yang dapat menyebabkan
disentri.
4) Vibrio cholera

14
Bakteri ini biasanya masuk ke dalam tubuh melalui air minum yang
terkontaminasi, karena sanitasi yang tidak memenuhi standar. Dapat
menyebabkan penyakit kolera.
5) Helicobacter pylori (H. pylori)
Merupakan kuman penyebab utama penyakit gastritis pada manusia dan
merupakan faktor etiologi gastric ulcer,duodenal ulcer, gastric carcinoma
dan primary gastric B-cell lymphoma.
d. Cara masuk mikroba ke dalam tubuh manusia melalui kulit
Suatu mikroorganisme yang membuat kerusakan atau kerugian terhadap
tubuh inang, disebut sebagai patogen. Sedangkan kemampuan mikroorganisme
untuk menimbulkan penyakit disebut patogenisitas. Ketika suatu mikroorganisme
memasuki inang yang memasuki jaringan tubuh dan memperbanyak diri,
mikroorganisme dapat menimbulkan infeksi. Jika keadaan inang rentan terhadap
infeksi dan fungsi biologinya rusak, maka hal ini dapat menimbulkan suatu
penyakit. Patogen merupakan beberapa jenis mikroorganisme atau organisme lain
yang berukuran yang lebih besar yang mampu menyebabkan penyakit.
Suatu mikroorganisme yang bersifat patogen pertama kali harus mencapai
jaringan inang dan memperbanyak diri sebelum melakukan kerusakan. Dalam
banyak kasus, hal yang dibutuhkan pertama kali adalah mikroorganisme harus
menembus kulit, membrane mukosa, atau epitel intestin, permukaan yang secara
normal bertindak sebagai barrier mikroorganisme. Melintasi kulit masuk ke
lapisan subkutan hampir selalu terjadi melalui luka baik tergores, tercakar,
tergigit hewan, teriris pisau, atau apapun yang menyebabkan kulit luka berdarah,
dan jarang dilakukan patogen menembus melewati kulit yang utuh. Permukaan
mukosa ditutupi oleh selapis tipis mukus, yang tersusun dari beberapa senyawa
karbohidrat. Lapisan ini merupakan barrier pertama yang dilalui oleh patogen
ketika memasuki inang (Rampengan, 2008).
Contoh mikroorganisme yang masuk melalui kulit yaitu :
1) Staphylococcus aureus
Salah satu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri adalah bisul. Bisul
adalahperadangan pada folikel rambut dan jaringan di sekitarnya.
2) Burkholderia pseudomallei.
Bakteri Burkholderia pseudomallei adalah bakteri yang menyebabkan
penyakit Melioidosis.

15
3) Virus Varicella zoster
Cacar air adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus varicella zoster
4) Virus Dengue
Demam berdarah adalah penyakit akut yang disebabkan oleh virus dengue,
yang ditularkan oleh nyamuk.
5) Virus Rabies
Rabies atau penyakit anjing gila adalah penyakit zoonotik yang bersifat akut
yang disebabkan oleh virus kelompok negatif sense single-stranded RNA,
golongan Mononegavirales, Family Rhabdoviridae, genus Lyssavirus yakni
virus Rabie.
6) Clostridium tetani.
Tetanus atau lockjaw adalah penyakit akut yang menyerang sistem saraf
pusat yang ditandai dengan kontraksi otot berkepanjangan (Rampengan,
2008).
e. Cara masuk mikroba ke dalam tubuh manusia melalui saluran genitouriner
Sistem genitouriner merupakan sistem yang terdiri dari sistem urinarius dan
sistem genitalia. Dimana sistem urinarius dibagi menjadi traktus urinarius bagian
atas dan bagian bawah. Traktus urinarius bagian atas terdiri dari ginjal, pelvis
renalis dan ureter, sedangkan traktus urinarius bagian bawah terdiri dari vesika
urinaria dan uretra. Untuk sistem genitalia eksterna pada priadan wanita berbeda,
pada pria terdiri dari penis, testis dan skrotum; sedangkan wanita berupa vagina,
uterus dan ovarium (Snell, Richard S. 2000).
Menurut Departemen Farmakologi dan Terapeutik(2007) infeksi saluran
kemih adalah sebuah kondisi medis umum yang mengakibatkan angka morbiditas
dan mortalitas yang signifikan. 50-60% dari wanita akan mengalami ISK
setidaknya satu kali dalam hidup mereka. Mencapai 10% dari wanita menopause
mengalami sekali ISK setiap tahun. Sedangkan pria memiliki insidensi ISK yang
jauh lebih rendah (5 per 10.000 per tahun).

2. Prosedur K3 Terhadap Mikroorganisme


Prosedur keamanan sebelum bekerja di laboratorium mikrobiologi:
a. Mengetahui dan memahami nama, fungsi, prinsip kerja serta cara kerja peralatan
b. Melakukan teknis asepsis cuci tangan 7 langkah.
c. Menyemprot tangan dengan alkohol.

16
d. Menggunakan alat perlindungan diri utama laboratorium berupa jas lab, safety
goggle, masker, dan gloves.
e. Mensterilkan area kerja dan peralatan yang akan dipakai dengan melakukan
dekontaminasi pada meja, kursi, dan perlatan lab dengan alkohol 70% atau alat
penyeteril lainnya.
Prosedur keamanan selama bekerja di laboratorium mikrobiologi:
a. Tidak makan, minum, maupun merokok di dalam laboratorium
b. Melakukan prosedur sesuai petunjuk praktikum dengan benar dan hati-hati.
Seperti tata cara memindahkan cairan dengan pipet
c. Memberikan label pada setiap kultur atau zat yang digunakan dengan nama dan
tanggal pembuatannya. Dapat ditempeli stiker dan tulisan yang jelas dengan
warna yang kontras agar memudahkan pembacaan sehingga tidak tertukar.
d. Menggunakan peralatan sesuai dengan kebutuhan.
e. Meletakkan peralatan laboratorium sesuai tempat dan fungsinya dalam
praktikum.
Prosedur keamanan setelah bekerja di laboratorium mikrobiologi:
a. Membersihkan meja kerja dengan alkohol 70%
b. Membuang sisa-sisa praktikum sesuai dengan jenis limbahnya pada tempat
sampah yang disediakan .
c. Mencuci peralatan yang sudah dipakai dengan sabun secara hati-hati untuk
menghindari alat pecah.
d. Menempatkan kembali peralatan laboratorium pada tempat semula agar
memudahkan persiapan untuk praktikum selanjutnya.
e. Membersihkan lantai dari kemungkinan terkena percikan cairan kimia saat proses
praktikum berlangsung.
f. Membuang gloves pada tempat sampah berbahaya. Kemudian mencuci tangan 7
langkah dengan sabun dan keringkan. Jika perlu gunakan alkohol 70% kembali
untuk mensterilkan.
Prosedur keamanan saat bekerja dengan biakan bakteri:
a. Menggunakan alat perlindungan diri utama laboratorium berupa jas lab, safety
goggle, masker, dan gloves.
b. Mencuci tangan dengan sabun antiseptik sebelum dan sesudah bekerja dalam
laboratorium mikrobiologi.
c. Melakukan dekontaminasi area kerja sebelum dan sesudah melakukan praktikum.

17
d. Memperhatikan posisi duduk yang nyaman dan tegak serta tidak mendekatkan
wajah ke meja kerja untuk menghindari infeksi.
e. Selalu menggunakan rak untuk meletakkan tabung reaksi maupun kaca preparat
yang berisi spesimen atau medium kultur untuk menghindari tabung reaksi dan
kaca preparat pecah.
f. Menggunakan sengkelit lingkaran penuh dan pembakar gas/ bunsen dengan benar
dan penuh kehati-hatian untuk menghindari percikan bahan infeksius.
g. Mengambil atau memindahkan biakan mikroorganisme dari kultur dengan benar
dan hari-hati.

D. Penanganan Limbah Medis dan Non-Medis


1. Penanganan Limbah Non Medis
Untuk sampah non medis atau biasanya disebut dengan sampah domestik
diperlukan suatu kontruksi tempat pengumpulan limbah sementara yang terbuat dari
dinding semen atau dengan container logam yang sesuai dengan persyaratan umum
yang ada seperti yang dijelaskan diatas. Untuk rumah sakit besar ukuran yang
diperlukan lumayan besar akan tetapi jika rumah sakitnya kecil maka ukuran tempat
limbahnya juga kecil tergantung kesesuaian kebutuhan, sehingga mudah saat
pengosongan. Kontainer terbuat dari bahan besi atau pun plastik.
Untuk non-medis pembuangan limbah dalam lingkup Rumah Sakit dilakukan
di tempat penampungan sementara dalam bentuk sebuah wadah terbuka dengan
kapasitas 6m3. Kemudian sampah dalam wadah untuk selanjutnya ditangani oleh
Dinas Kebersihan. limbah Non-medis padat setelah proses pengumpulan,
penyimpanan, dan transsportasi ke tempat sampah di mana kebersihan dan
keamanan harus dijamin baik untuk orang di dalam dan di luar rumah sakit serta
pada lingkungan.
2. Penanganan Limbah Medis
Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia yang disebut sebagai
sampah medis adalah berbagai jenis buangan yang dihasilkan rumah sakit dan unit-
unit pelayanan kesehatan yang dapat membahayakan dan menimbulkan gangguan
kesehataan bagi manusia, yakni pasien maupun masyarakat.
a. Penanganan Limbah Infeksius
Limbah infeksius adalah limbah yang berkaitan dengan pasien yang
memerlukan isolasi penyakit menular (perawatan intensif) dan

18
limbah laboratorium. Limbah ini dapat menjadi sumber penyebaran penyakit
pada petugas, pasien, pengunjung, maupun masyarakat sekitar. Oleh karena itu,
limbah ini memerlukan wadah atau kontainer khusus dalam pengolahannya.
penanganan limbah medis infeksius berbahaya yang dikenal dengan
istilah pemberantasan infeksi silang. Beberapa hal yang perlu diperhatikan
dalam pemberantasan infeksi silang ,antara lain :
1) Selalu memasukkan alat suntik bekas ( yang telah digunakan untuk
menginjeksi ) ke dalam wadah tertentu ( disposafe box ) segera setelah
pemakaian.
2) Selalu menggunakan alat suntik sekali pakai yang baru untuk setiap satu
penyuntikan ( 1 al sun = 1 pasien )
3) Selalu memusnahkan disposafe box pada tempat pembakaran tersendiri, tidak
dicampur dengan limbah-limbah lainnya.
4) Tidak boleh menggunakan kembali alat suntik yang telah dipakai untuk
menyuntik pasien ataupun hanya dengan mengganti jarumnya saja
5) Tidak melepas / mengganti dan menutup kembali jarum suntik bekas
sebelum dimasukkan ke dalam disposafe box
6) Tidak memegang jarum suntik yang telah digunakan tanpa proteksi yang
aman, semisal sarung tangan dari karet

b. Penanganan Limbah Farmasi


Limbah Farmasi adalah limbah yang mencakup produk farmasi yang sudah
kadaluwarsa, tidak digunakan, tumpah, atau terkontaminasi sehingga harus
dibuang. Contoh produk farmasi tersebut, antara lain:
1) Senyawa kimia dan produk botani yang digunakan dalam pengobatan.
2) Sediaan farmasi (tablet, kapsul, sirup, injeksi, salep, krim, infus, dll).
3) Produk diagnostik in vitro dan in vivo.
4) Produk biologi seperti vaksin dan sera.
Penanganan limbah farmasi sendiri yaitu :
1) Penimbunan Limbah (pemisahan dan pengurangan)
Limbah farmasi dapat berasal dari industri farmasi, rumah sakit (tempat
pelayanan kesehatan), dan perumahan. Kawasan pemukiman mengahasilkan
limbah farmasi seperti obat – obatan, tetapi karena jumlahnya tidak banyak.
Proses pemilahan dan reduksi limbah maka penggunaanya dilakukan

19
bersama – sama dengan limbah domestik. Bila suatu daerah dengan tata
ruang terencana baik, yaitu kawan industri terpisah dengan kawasan
pemukiman maka penanganan buangan akan lebih mudah. Proses pemilahan
dan reduksi limbah hendaknya merupakan proses secara rutin yang
pelaksanaanya harus mempertimbangkan :
a) Kelancaran penanganan dan penampungan limbah.
b) Pengurangan volume dengan perlakuan pemisahan limbah berbahaya
(farmasi).
c) Pengemasan dan pemberian label yang jelas dari berbagai jenis limbah
untuk efisiensi biaya, petugas dan pembuangan.
2) Penyimpanan (storage)
Penyimpanan merupakan kegiatan penampungan sementara limbah
farmasi hingga dipindahkan ke tahap penampungan.Hal ini dilakukan dengan
pertimbangan efisiensi dan nilai ekonomis. Penyimpanan limbah farmasi
untuk waktu yang lama tanpa kepastian yang jelas untuk memindahkan ke
tempat penampungan tidak diperbolehkan.Penyimpanan dalam jumlah
banyak dapat dikumpulkan di lokasi pengumpulan limbah farmasi. Limbah
farmasi yang dihasilkan disimpan sementara di dalam kontainer yang tertutup
dan kedap air. Kapasitas kontainer penyimpanan harus diperhatikan agar
limbah tidak berkeluaran atau overload.
3) Penampungan atau Pengumpulan Limbah Sebelum di Angkut
Wadah penampungan limbah ini harus memiliki sifat kuat, tidak mudah
bocor, terhindar dari sobek atau pecah, mempunyai tutup dan tidak overload.
Penampungan dalam limbah farmasi dilakukan perlakuan standarisasi seperti
telah ditetapkan dalam Permenkes RI no. 986/Men.Kes/Per/1992.
Penampungan limbah cair farmasi dapat dimasukkan kedalam drum dan
disimpan dalam gudang atau tempat yang terlindung dari panas dan hujan.
Limbah dalam bentuk padat disimpan dalam wadah yang kuat (tidak mudah
bocor atau rusak) dan kedap air. Penyimpanan harus mempertimbangkan
jenis dan jumlah limbah yang dihasilkan. Contoh, untuk buangan/limbah
yang korosif disimpan dalam wadah yang terbuat dari fiberglass.
4) Pengangkutan
Pengangkutan eksternal adalah Pengangkutan ke tempat pengolahan
yang tidak berada pada tempat penimbunan limbah) adalah pengangkutan

20
limbah ke tempat pembuangan di luar (of site). Pengangkutan eksternal
memerlukan prosedur pelaksanaan yang tepat dan harus dipatuhi petugas
yang terlibat. Prosedur tersebut termasuk memenuhi peraturan angkutan
lokal. Limbah farmasi diangkut dalam kontainer khusus, harus kuat dan tidak
bocor.
5) Pengolahan
Limbah farmasi memerlukan pengolahan sebelum dibuang ke
lingkungan. Pengolahan ditujukan untuk mengurangi dan menghilangkan
racun atau detoksitasi, merubah bahan berbahaya menjadi kurang berbahaya
atau untuk mempersiapkan proses berikutnya.

c. Penanganan Limbah Medis Padat Tajam


Limbah benda tajam seperti jarum suntik, perlengkapan intravena,
pipet Pasteur, pecahan gelas, dan lain-lain. Cara penanganannya sebagai berikut:
1) Gunakan sarung tangan tebal.
2) Buang seluruh benda-benda yang tajam pada tempat sampah yang tahan
pecah. Tempat sampah yang tahan pecah dan tusukan dapat dengan mudah
dibuat menggunakan karton tebal, ember tertutup, atau botol plastic yang
tebal. Botol bekas cairan infus juga dapat digunakan untuk sampah-sampah
yang tajam, tapi dengan resiko pecah.
3) Letakkan tempat sampah tersebut dekat dengan daerah yang memerlukan
sehingga sampah-sampah tajam tersebut tidak perlu dibawa terlalu jauh
sebelum dibuang.
4) Cegah kecelakaan yang diakibatkan oleh jarum suntik, jangan menekuk atau
mematahkan jarum sebelum dibuang. Jarum tidak secara rutin ditutup, tetapi
jika dibutuhkan, dapat diusahakan dengan metode satu tangan.
a) Letakkan tutup pada permukaan yang datar dank eras, kemudian
pindahkan ke tangan.
b) Kemudian dengan satu tangan, pegang alat suntik dan gunakan jarumnya
untuk menyendok tutup tersebut.
c) Jika tutup sudah menutup jarum suntik, gunakan tangan yang lain untuk
merapatkan tutup tersebut.
5) Jika wadah untuk sampah benda tajam telah ¾ penuh, tutp atau sumbat
dengan kuat.

21
6) Buang wadah yang sudah ¾ penuh tersebut dengan cara menguburnya. Jarum
dan benda-benda tajam lainnya tidak dapat dapat dihancurkan dengan
membakarnya dan kemudian hari dapat menyebabkan luka dan
mengakibatkan infeksi yang serius. Pembakaran atau membakarnya dalam
suatu wadah, dapat mengurangi kemungkinan, sampah tersebut dikorek-
korek dalam tempat sampah.
7) Cuci tangan sesudah mengolah wadah sampah benda tajam tersebut
kemudian dekontaminasi dan cuci tangan.

d. Penanganan Limbah Radioaktif


Limbah radioaktif, yaitu limbah yang terkontaminasi
dengan radioisotop yang berasal dari penggunaan medis atau
riset radionukleotida. Limbah radioaktif didefinisikan sebagai material
radioaktif atau material terkontaminasi yang harus dibuang termasuk bahan
bakar bekas.
Pengelolaan limbah radioaktif bertujuan untuk meminimalkan dosis radiasi
yang diterima penduduk < 0,1 dosis radiasi maksimum yang diperkenankan bagi
karyawan di medan radiasi. Batasan dosis radiasi dari ICRP (International
Commission for Radiation Protection) adalah semua penduduk tidak akan
menerima dosis rata-rata 1 rem perorang dalam 30 tahun dari sampah nuklir.
Pengelolaan limbah radioaktif sangat memerlukan perhatian khusus, hal ini
dikarenakan dapat menyebabkan pencemaran lingkungan, efek somatik dan
genetik pada manusia serta efek psikologis pada masyarakat.
Tiga unsur dasar dalam pengelolaan limbah radioaktif :
1) Pengelolaan bertujuan untuk memudahkan dalam penanganan selanjutnya.
2) Penyimpanan sementara dan pembuangan atau penyimpanan akhir/lestari.
3) Pengawasan pembuangan dan monitoring lingkungan.
Salah satu sifat yang dimiliki oleh sumber radioaktif adalah memiliki umur
paruh. Sifat ini sangat menguntungkan karena limbah radioaktif akan berkurang
radioakvitasnya seiring dengan waktu dalam bentuk peluruhan dan pengeluaran
panas.
Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam pengelolaan limbah radioaktif
adalah: Pengangkutan Limbah, Pra-olah, Pengolahan, Penyimpanan sementara,
Penyimpanan akhir

22
e. Penanganan Limbah Sitotoksis
Limbah sitotoksik, yaitu bahan yang terkontaminasi selama peracikan,
pengangkutan, atau tindakan terapi sitotoksik.
Saat ini upaya pengolahan limbah dilakukan dengan menggunakan alat
berupa incinerator, di mana limbah padat yang terkontaminasi dengan bahan
sitotoksik akandibakar dengan suhu 600-1000. Alat ini dapat memusnahkan
banyak materi, khususnya yang mengandung karbon dan bakteri patogen,
dapat mereduksi volume limbah sekiar 80-90%, hasil pengolahannya tidak
dikenali sebagai wujud aslinya, panas yang dihasilkan juga dapat
dimanfaatkan kembali untuk menghasilkan uap. Akan tetapi, alat
ini dapat menghasilkan emisi gas yang mencemari udara, terutama digoksin
dan fluran yang olehWHO dinyatakan karsinogenik. Hal tersebut berarti bahwa
belum ditemukannya solusi terbaik untuk penangan limbah, khususnya pada
limbah sitotksik yang sangat jelas dapatmencemari lingkungan dan
membahayakan kehidupan mahkluk hidup lain.

E. Desinfeksi
Desinfeksi adalah mengahancurkan atau membunuh kebanyakan organisme patogen
pada benda atau istrumen dengan menggunakan campuran zat kimia cair. Desinfeksi
adalah proses pembuangan semua mikroorganisme patogen pada objek yang tidak hidup
dengan pengecualian pada endospora bakteri. Desinfeksi juga dikatakan suatu tindakan
yang dilakukan untuk membunuh kuman patogen dan apatogen tetapi tidak dengan
membunuh spora yang terdapat pada alat perawatan ataupun kedokteran.
1. Dekontasimnasi Tingkat Tinggi, Sedang dan Rendah
a. Desinfeksi tingkat tinggi.
Membunuh semua organisme dengan perkecualian spora bakteri.
1) DTT dengan merebus
a) Mulai menghitung waktu saat air mulai mendidih.
b) Merebus 20 dalam panci tertutup
c) Seluruh alat harus terendam
d) Jangan mennambah alat apapun ke air mendidih.
e) Pakai alat sesegera mungkin atau simpan wadah tertutup dan kering yang
telah di DTT ,maksimal 1 minggu.
2) DTT dengan mengukus.

23
a) Selalu kukus 20 dalamkukusan.
b) Kecilkan api hingga air tetap mendidih.
c) Waktu dihitung mulai saat keluarnya uap.
d) Jangan pakei lebih dari3 panci uap.
e) Keringkan dalam kontainer DTT.
3) DTT dengan kimia
a) Desinfektan kimia untuk DTT (klorin 0,1%,formaldehid 8%,Glutaraldehid
2%)
b) Langkah-langkah DTT kimia:
(1) Dekontaminasi cuci+bilas keringkan
(2) Rendam semua alat dalam larutan desinfektan selama 20.
(3) Bilas dengan air yang telah direbus dan di keringkan di udara
(4) Segera dipakai atau disimpan dalam kontainer yang kering dantelah di
DTT.
b. Definisi tingkat sedang
Membunuh bakteri kebanyakan jamur kecuali spora bakteri.
c. Desinfeksi tingkat rendah
Membunuh kebanyakan bakteri beberapa virus dan beberapa jamur tetapi tidak
dapat membunuh mikrorganisme yang resisten seperti basil tuberkel dan spora
bakteri.

2. Sterilisasi
a. Sterilisasi Pemanasan Kering
Prinsipnya adalah protein mikroba pertama-tama akan mengalami dehidrasi
sampai kering. Selanjutnya teroksidasi oleh oksigen dari udara sehingga
menyebabkan mikrobanya mati.
1) Udara panas oven
Digunakan untuk sterilisasi alat gelas yang tidak berskala, alat bedah, minyak
lemak, parafin, petrolatum, serbuk stabil seperti talk, kaolin, ZnO. Suhu
sterilisasi yang digunakan adalah 170oC selama 1 jam, 160oC selama 2 jam,
150oC selam 3 jam.
2) Pemijaran langsung
Digunakan untuk sterilisasi alat logam, bahan yang terbuat dari porselen,
tidak cocok untuk alat yang berlekuk karena pemanasannya tidak rata. Suhu

24
yang digunakan 500-600oC dalam waktu beberapa detik, untuk alat logam
sampai berpijar.
3) Minyak dan penangas lain
Digunakan untuk sterilisasi alat bedah seperti gunting bedah sebagai lubrikan
menjaga ketajaman alat, bahan kimia stabil dalam ampul. Bahan atau alat
dicelupkan dalam penangas dicelupkan dalam penangas yang berisi minyak
mineral pada suhu 160oC. Larutan natrium atau amonium klorida jenuh dapat
digunakan pula sebagai pengganti minyak mineral.

b. Sterilisasi Pemanasan Bassah


Prinsipnya adalah dengan cara mengkoagulasi atau denaturasi protein
penyusun tubuh mikroba sehingga dapat membunuh mikroba.
1) Uap bertekanan (autoklaf)
Digunakan untuk sterilisasi alat gelas, larutan yang dimaksudkan untuk
diinjeksikan ke dalam tubuh, alat berskala, bahan karet. Waktu yang
dibutuhkan untuk sterilisasi larutan suhu 121oC adalah 12 menit. Uap jenuh
pada suhu 121oC mampu membunuh secara cepat semua bentuk vegetatif
mikroorganisme dalam 1 atau 2 menit. Uap jenuh ini dapat menghancurkan
spora bakteri yang tahan pemanasan.
2) Pemanasan dengan bakterisida
Digunakan untuk sterilisasi larutan berair atau suspensi obat yang tidak stabil
dalam autoklaf. Tidak digunakan untuk larutan obat injeksi intravena dosis
tunggal lebih dari 15 ml, injeksi intratekal, atau intrasisternal. Larutan yang
ditambahkan bakterisida dipanaskan dalam wadah bersegel pada suhu 100 oC
selama 10 menit di dalam pensteril uap atau penangas air. Bakterisida yang
digunakan 0,5% fenol; 0,5% klorobutanol; 0,002 % fenil merkuri nitrat; 0,2%
klorokresol.
3) Air mendidih
Digunakan untuk sterilisasi alat bedah seperti jarum spoit. Hanya dilakukan
dalam keadaan darurat. Dapat membunuh bentuk vegetatif mikroorganisme
tetapi tidak sporanya.

25
c. Sterilisasi Dengan Filtrasi
Digunakan untuk sterilisasi larutan yang termolabil. Penyaringan ini
menggunakan filter bakteri. Metode ini tidak dapat membunuh mikroba,
mikroba hanya akan tertahan oleh pori-pori filter dan terpisah dari filtratnya.
Dibutuhkan penguasaan teknik aseptik yang baik dalam melakukan metode ini.
Filter biasanya terbuat dari asbes, porselen. Filtrat bebas dari bakteri tetapi tidak
bebas dari virus.
Keuntungan sterilisasi filtrasi adalah : Keefektifan sterilisasi filtrasi dapat
merupakan fungsi magnitude dari beban mikrorganisme, selama tersumbat pada
penyaring dapat terjadi pada konsentrasi yang tinggi dari mikrorganisme.
Kerugian sterilisasi filtrasi adalah : Tidak dapat digunakan untuk filter yang
sama atau tidak boleh digunakan untuk prosedur berlangsung lebih dari satu hari
kerja.

F. Pencegahan Kebakaran dan Penanggulangaannya


1. Penggunaan Listrik
Listrik dapat mengakibakan terjadinya kebakaran apabila ada factor
pendukung yang lain, misalnya ada bahan yang mudah terbakar. Penyebab
kebakaran listrik antara lain :
a. Terjadinya hubungan singkat dan pengaman tidak bekerja.
b. Beban melebihi kemampuan kabel.
c. Buruknya mutu bahan.
d. Listrik statis.
Cara mencegah kebakaran Listrik :
a. Jauhkan lampu dari benda apapun yang dapat terbakar seperti pelindung lampu,
kasur, gorden, dan pakaian
b. Ganti kabel listrik yang rusak dan retak
c. Gunakan sambungan kabel hanya untuk pengkabelan yang sifatnya sementara
d. Pertimbangkan menggunakan sirkuit tambahan yang dibuat oleh tukang listrik
yang mahir
e. Hubungi tukang listrik yang mahir jika Anda memiliki masalah dengan fuse
atau braker listrik yang turun atau sesuatu yang berbau terbakar pada alat listrik
Anda

26
2. K3 Terhadap Tabung Gas
Memiliki berbagai macam tabung bertekanan kita harus mengetahui prosedur
keselamatan tiap tiap tabung tersebut. Jangan pernah menempatkan tabung pada
udara panas yang dapat meningkatkan tekanan dalam tabung. Siapkan troli khusus
yang digunakan saat mengangkat tabung. Jika tabung terlalu berat diangkat mintalah
bantuan rekan untuk mengangkatnya, jangan menyeret atau menariknya di atas tanah
/ lantai.
Tabung disimpan dengan aman agar tidak terjatuh / terbentur dinding. Tabung
mudah terbakar harus disimpan sejauh 6 meter dari oksidator. Simpan tabung
kosong dengan tabung yang berisi. Jangan pernah menyimpan / meletakkan tabung
di area terbuka yang terkena sinar matahari secara langsung atau sumber panas
lainnya.
Karena tabung terbuat dari logam, jangan pernah menyimpan dekat sumber listrik /
panel listrik.

3. Penanganan Kebakaran di Laboratorium


Berikut adalah beberapa hal yang bisa kamu lakukan untuk mencegah
terjadinya kebakaran di laboratorium:
a. Menyimpan bahan-bahan yang mudah terbakar di tempat yang aman dari
sumber nyala api.
b. Menggunakan wadah yang tepat untuk menyimpan atau menuang bahan cair
yang mudah terbakar.
c. Jangan biarkan sampah (contohnya kertas yang tidak terpakai) menumpuk dan
membakarnya di tempat sembarangan
d. Semua pintu keluar bebas dari bahan-bahan yang mudah terbakar.
e. Pastikan semua kabel dan peralatan listrik tidak rusak.
f. Jangan memberi beban berlebih pada sirkuit (rangkaian) listrik.
g. Buatlah peraturan dan tata tertib peringatan bahaya kebakaran dan semua orang
yang bekerja di laboratorium harus mematuhinya.
h. Sediakan peralatan pemadam kebakaran yang paling sesuai (misalnya APAR),
dan pastikan penempatannya tepat memenuhi kriteria berikut ini:
1) Mudah dijangkau
2) Mudah terlihat
3) Jarak yang tepat

27
4) Tidak terkunci
5) Jangan dalam keadaan kosong
i. Hindari kebiasaan buruk yang tidak pada tempatnya, khususnya di laboratorium,
seperti:
1) Merokok
2) Menempatkan alat pemanas di sekitar bahan-bahan yang mudah terbakar
j. Apabila terjadi kebakaran, segera lakukan evakuasi.

G. Ergonomi dan Produktivitas Kerja


Kata ergonomi berasal dari bahasa Yunanai, yaitu ergo yang berarti kerja dan nomos
yang berarti aturan atau hukum. Ergonomi secara istilah berarti ilmu serta penerapannya
yang berusaha untuk menyerasikan pekerjaan dan lingkungan terhadap orang atau
sebaliknya dengan tujuan tercapainya produktifitas dan efisiensi yang setinggi-tingginya
melalui pemanfaatan manusia seoptimal-optimalnya.
Produktivitas kerja adalah kemampuan karyawan dalam berpudksi dibandingkan
dengan input yang digunakan, seorang karyawan dapat dikatakan produktif apabila
mampu menghasilkan barang atau jasa sesuai dengan diharapkan dalam waktu yang
singkat dan tepat.
1. Tujuan
Terdapat beberapa tujuan yang ingin dicapai dari penerapan ilmu ergonomi.
Tujuan-tujuan dari penerapan ergonomi adalah sebagai berikut (Tarwaka, 2004):
a. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya pencegahan cidera
dan penyakit akibat kerja, menurunkan beban kerja fisik dan mental,
mengupayakan promosi dan kepuasan kerja.
b. Meningkatkan kesejahteraan sosial melalui peningkatan kualitas kontak sosial
dan mengkoordinasi kerja secara tepat, guna meningkatkan jaminan sosial baik
selama kurun waktu usia produktif maupun setelah tidak produktif.
c. Menciptakan keseimbangan rasional antara aspek teknis, ekonomis, dan
antropologis dari setiap sistem kerja yang dilakukan sehingga tercipta kualitas
kerja dan kualitas hidup yang tinggi.

2. Ruang Lingkup
Dalam pekerjaan, ergonomi memiliki peran besar. Seluruh bidang pekerjaan
selalu menggunakan ergonomi. Ergonomi itu berlaku di dunia kerja sehingga para

28
pekerja merasa nyaman dalam melakukan pekerjaannya. Dengan rasa nyaman
tersebut maka akan bermanfaat bagi produktivitas kerja yang diharapkan dan mampu
meningkat (Suhardi B, 2008). Secara umum, ergonomi di dunia kerja
memperhatikan hal-hal berikut :
a. Bagaimana orang melakukan pekerjaan mereka.
b. Bagaimana posisi dan gerak tubuh digunakan saat bekerja.
c. Peralatan yang mereka gunakan.
d. Apa efek atau efek dari faktor-faktor ini terhadap kesehatan dan kenyamanan
kerja.
3. Cakupan dan Strategi Ergonomi
a. Cakupan Ergonomi
Ruang lingkup ergonomik yang mencakup antara pekerja dan lingkungan
yang ada di industri, salah satunya penerapan ilmu pengetahuan yang berkaitan
kinerja manusia (fisiologi, psikologi, dan industri rekayasa) memperbaiki sistem
kerja yang terdiri dari orang tersebut. Pekerjaan, alat dan peralatan, tempat kerja
dan ruang kerja dan lingkungan sekitarnya.
1) Desain, modifikasi, penggantian dan pemeliharaan peralatan untuk
meningkatkan produktivitas dan kualitas produk.
2) Desain dan modifikasi ruang kerja serta tata letak tempat kerja untuk
kemudahandan kecepatan operasi, pelayanan dan pemeliharaan.
3) Desain dan modifikasi metode kerja, termasuk otomatisasi dan alokasi tugas
antara operator (manusia) dan desain.
4) Perancangan kondisi lingkungan fisik kerja yang mampu memberikan
kenyamanan, kemanan/ keselamatan dan kesehatan kerja bagi manusia untuk
meningkatkan motivasi kerja, kualitas lingkungan kerja dan produktivitas.
Faktor fisik dari lingkungan kerja :
1) Kebisingan : 85 dBA.
2) Iklim kerja : suhu keringat (24-26oC), suhu basah (21-30oC), kelembapan
(65-95%)
3) Getaran: 4-5 Hz untuk prgan perut dan tulang belakang sedangkan 40-80 Hz
untuk ketajaman mata.

b. Strategi Ergonomi
3 strategi yang dapat dilakukan meliputi:

29
1) Pengendalian secara teknis misalnya misalnya terhadap jalur pemindahan
material, komponen dan produk, merubah proses atau benda untuk
mengurangi paparan bahaya pada pekerja, merubah layout tempat kerja,
merekayasa bentuk desain komponen, mesin dan peralatan, memeprbaiki
merode kerja dan lainnya
2) Pengendalian secara administratif misalnya dengan memberikan pelatihan
kerja, variasi jenis pekerjaan, memberikan pelatihan tentang faktor-faktor
bahaya di tempat kerja, melakukan rotasi pekerjaan, mengurangi jam kerja
dan mengatur shift kerja, memberikan istirahat yang cukup dan lainnya
3) Menggunakan alat perlindungan diri misalnya masker, sarung tangan,
pelindung mesin dan lainnya.

30
BAB III
SIMPULAN

Keselamatan pasien (patient safety) adalah hal terpenting yang perlu diperhatikan oleh
perawat yang terlibat dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien.Tindakan
pelayanan, peralatan kesehatan, dan lingkungan sekitar pasien sudah seharusnya menunjang
keselamatan serta kesembuhan dari pasien tersebut.Oleh karena itu, perawat harus memiliki
pengetahuan mengenai hak pasien serta mengetahui secara luas dan teliti tindakan pelayanan
yang dapat menjaga keselamatan diri pasien serta menjadikan komunikasi sebagai kunci
utama untuk dapat memberikan kenyamanan dan keselamatan bagi pasien.
Setiap tindakan pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien sudah sepatutnya
memberi dampak positif dan tidak memberikan kerugian bagi pasien.Oleh karena itu, rumah
sakit harus memiliki standar tertentu dalam memberikan pelayanan kepada pasien.Standar
tersebut bertujuan untuk melindungi hak pasien dalam menerima pelayanan kesehatan yang
baik serta sebagai pedoman bagi tenaga kesehatan dalam memberikan asuhan kepada pasien.

31

You might also like