You are on page 1of 24

Journal Reading

By
dr. Dodi Lumbal Gaol
Latar belakang
• Compound depressed skull fracture (DSF) adalah kegawat daruratan
dibidang bedah saraf.
• Pengetahuan preoperative dari status duramater adalah sangat
penting untuk menentukan tatalaksana selanjut nya.
• Penelitian ini bertujuan untuk menentukan predictor robekan
duramater dari karalteristik klinis dan imaging pada pasien dengan
compound DSF.
Pendahuluan
• Cedera adalah penyebab peting dari morbiditas dan mortalitas pada
973 juta jiwa diseluruh dunia dan menyebabkan 4,8 juta jiwa
meninggal pada tahun 2013.
• Menurut WHO, pada tahun 2020 mendatang, cedera kepala akan
melampaui semua penyakit sebagai penyebab kematian terbesar dan
menyebabkan disabitili.
• DSF adalah cedera serius yang muncul pada 6% dari seluruh cedera
kepala dan 11% dari seluruh cedera kepala berat.
• Sekitar 68-86% DSF adalah compound fractures dan robekan
duramater, dimana berhubungan secara signifikan dengan infeksi
cranium (10-52%).
Pendahuluan
• Infeksi cranium pada compound DSF mencapai 6% dan secara
signifikan meningkatkan resiko terjadi nya deficit neurologis yang
persisten, late onset epilepsy dan kematian.
• Operative management menurunkan resiko infeksi hingga 4,6%.
• Fraktur tersebut membutuhkan treatment secepatnya, mulai dari
simple skin debridement dan wound closure hingga elevasi tulang
yang fraktur, debridement dari kontusio otak dan penutupan
duramater.
• Dengan tidak ada nya robekan duramater, dapat digunakan terapi
konservatif.
Material dan Metode
• Penelitian ini bersifat prospektif, multisenter dan korelasional untuk
menentukan predictor dari robekan duramater pada pasien dengan
compound DSF.
• Penelitian dilakukan dari 1 januri 2016- 31 oktober 2016 pada 4
rumah sakit yang memiliki fasilitas bedah saraf.
• Pasien yang termasuk dalam penelitian adalah pasien yang telah di
inform concent untuk dilakukan operasi dan telah dilakukan CT Scan
kepala.
• Pasien yang tidak termasuk dalam penelitian ini adalah pasien yang
tidak akan dilakukan operasi, pasien dengan penetrating head injury
dan pasien yang sudah jelas tanda robekan duramater nya.
Material dan Metode
• Penemuan klinis saat masuk ke RS, penyebab dan lokasi injury, dan
CTS scan dicatat
• Pada review CT scan, kedalaman maksimum dari fraktur depress
dalam millimeter diukur dari tabula interna dari normal calvaria
sampai ke tabula interna dari fragment depress.
• Semua udara didalam cranial cavity didefinisikan sebagai
pneumochephalus.
• Area hiperdense >10 mm pada ct scan post trauma didefinisikan
sebagai intracerebral hematoma (ICH) dan lesi yang lebih kecil
didefinisikan sebagai kontusio cerebri.
Material dan Metode
• Pada semua tindakan operasi, duramater di periksa secara hati-hati
dan status duramater dicatat.
• Metode convenience sampling yang digunakan :
𝑝 𝐼−𝑝
•N= 𝑍2
𝑑2
• Dengan N =jumlah sampel, Z = skor untuk desire level of confidence
• Prospektif studi pada compound skull fractures yang dilakukan oleh
Rolekar, dilaporkan proporsi dari robekan duramater pada pasien DSF
adalah 10%.
Material dan Metode
• Hence mengambil 10 % sebagai perkiraan proporsi yang diinginkan,
1,96 sebagai nilai Z untuk 95 % confidence level, dan 0.05 sebagai
nilai d, sample yang telah dihitung adalah 139.
• Bagaimanapun hanya 128 pasien yang memenuhi kriteria inklusi
dimana diidentifikasi selama periode penelitian, dimana 92,1 % dari
perkiraan ukuran sample.
Hasil
• Didapatkan 128 pasien (114 laki-laki; 89,1%) yang memenuhi kriteria
inklusi.
• 14 pasien dikeluarkan karena didapatkan gambaran oozing brain
tissue, lekeage cairan cerebrospinal atau penetrating injury.
• 116 pasien (90,7%) adalah <45 thn (mean Age 26 thn, range 3-65thn).
• Serangan fisik sebagai mekanisme injuri 77 pasien (60,2%).
• Nyeri kepala muncul pada 108 pasien (84,4%)
• Pingsan pada 98 pasien (76,6%)
• Mild head injury 99 pasien (77,3%).
Hasil
• Frontal atau parietal fracture muncul pada 81 pasien (63,3%).
• Pneumochepalus 74 pasien (57,8%)
• ICH / kontusio serebri 79 pasien (61,7%)
• EDH 34 pasien (26,6%)
• SDH 5 pasien (3-9%)
• Intraventrikular hematoma 2 pasien (1,6%)
• Kedalaman rata-rata dari fraktur depress yang diukur 12,7±0,4 mm (
range 3-24 mm; SD 4,4).
Hasil
• Robekan duramater ditemukan pada 71 pasien (55,5%).
• Duramater intak pada 57 pasien (44,5%)
• Kedalaman rata-rata fraktur depress pada grup dengan robekan
duramater dan grup dengan duramater intak 14,55 ± 0,5 mm (SD
4,26) dan 10,36 ± 0,4 mm (SD 3,35).
• Demografik, mekanisme injuri, gambaran klinis dan lokasi DSF tidak
berbeda secara signifikan antara kedua grup.
Hasil
• Analisis univariat digunakan pada tiap variable untuk menentukan
predictive statistical significance, odds ratio (OR) dan confidence
interval (CI).
• Pada analisis multivariate , kriteria untuk statistical significant
ditetapkan dengan P = 0,05.
• Kedalaman dari fraktur depress , pneumocephalus dan kontusio
otak/ICH adalah predictor signifikan dari robekan duramater dengan
OR range 1,3-5,5.
Diskusi
• Pada penelitian ini 90,7% pasien berumur <45 thn, dimana presentasi nya
lebih tinggi dari penelitian sebelumnya (75%).
• Penelitian ini juga menunjukan bahwa laki-laki lebih banyak jika
dibandingkan dengan perempuan (89,1%).
• Kekerasan fisik lebih domina sebagai penyebab DSF (60%). Pada penelitian
lain kecelakaan lalu lintas yang lebih dominan.
• Sakit kepala (84,4%) dan pingsan (76,6%) merupakan gejala yang paling
sering muncul pada penelitian ini.
• Banyak penelitian menyebutkan bahwa frontal dan parietal adalah lokasi
tersering untuk terjadinya DSF, begitu juga dengan penelitian ini.
Diskusi
• DSF adalah tipe cedera kepala yang serius, dengan 68-86% kasus
adalah compound fractures.
• Fraktur ini membutuhkan tindakan segera, dimana tindakan tersebut
dapat simple sampai kompleks.
• keputusan apakah kasus tersebut harus dilakukan operasi besar atau
tidak adalah suatu hal yang tidak mudah, karena sulit untuk
memprediksi apakah sudah terjadi robekan duramater atau tidak.
• Pada penelitian ini, ditemukan robekan duramater (55,5%) pada
pasien DSF saat intraoperative.
Diskusi
• Sedangkan pneumochephalus, ICH/kontusio cerebri memberikan
gambaran korelasi yang signifikan dengan robekan duramater pada
intraoperative.
• Menurut shokouchi dkk, terdapat korelasi yang signifikan antara
kedalaman fraktur depress dengan robekan duramater dengan cutoff
value 14mm (dengan sensitivitas 77%).
• Pada penelitian ini juga menunjukan korelasi yang signifikan antara
kedalaman fraktur depress dengan robekan duramater dengan cutoff
value yang berbeda (23,5 ± 8,9 mm untuk grup torn dura dan 14,7 ±
4,6 mm untuk grup intact dura).
Diskusi
• Penelitian ini mengevaluasi semua factor predictor yang potensial yang
mungkin berhubungan dengan robekan duramater pada pasien dengan
compound DSF, termasuk pneumochephalus, contusion cerebri /ICH dan
kedalaman dari fraktur depress.
• Terlebih lagi mereka mengembangkan sebah logistic regression model
(diagnostic test) untuk memprediksi kemungkinan terjadinya robekan
duramater dari factor predictive (preoperative CT scan) dan memvalidasi
model (diagnostic test) menggunakan ROC curve.
• Menurut peneliti, beum ada literature yang menjelaskan tentang
diagnostic test untuk menetukan robekan duramater, jadi ROC curve
merupakan yang pertama dan dipercaya dapat menjadi clinical application.
Diskusi
• Dengan mengetahui status duramater berdasarkan preoperative CT
scan adalah penting untuk membantu membuat keputusan apakah
perlu dilakukan operasi besar atau tidak dengan keterbatasan
sumberdaya yang ada.
• Pada sisi lain, dengan tidak robek nya duramater memungkinkan
untuk dilakukan nya terapi konservatif.
Kesimpulan
• Berdasarkann hasil penelitian ini, terdapat korelasi yang signifikan
antara variable predictor (kedalaman fraktir depress,
pneumochephalus, kontusio cerebri/ICH )dengan robekan duramater
pada compound DSF, dengan sensitivitas 93,0% menggunakan
preoperative CT scan.
• Hal ini dapat membantu membuat keputusan apakah perlu dilakukan
operasi besar atau tidak dengan keterbatasan sumberdaya yang ada
dan resiko dari operasi tersebut tidak melebihi dari benefit operasi
tersebut.

You might also like