You are on page 1of 60

Tutorial ke-2 GDS

Grup B11
1. Bryant Elbert 180100079
2. Daniel Alexander 180100090
3. Krishnaabalan Sivabalan L 180100260
4. Cut Safira Alifa 180100210
5. Varian Andrew Hartono 180100176
6. Naomi Laksita Laras 180100029
7. Aqasha Islamy Sodi 180100216
8. Muhammad Syaiful Afiq 180100192
9. Calvin Sanjaya 180100077
10. Tengku Afifah Rahma 180100142
11. Haza Athirach 180100252
PATOFISIOLOGI CRS
RESEARCH ABOUT RUBELLA :

– RESEPTOR SELULER DIDUGA PUNYA RESEPTOR SPESIFIK (protein E1 pada


rubella dapat mengikat glikoprotein oligodendrosit mielin (myelin
oligondendrocyte glycoprotein/MOG)).
– TERATOGENESIS The pathway whereby RV infection leads to teratogenesis
has not been elucidated, but the cytopathology in infected fetal tissues suggests
necrosis and/or apoptosis as well as inhibition of cell division of critical
precursor cells involved in organogenesis,  including mitochondrial
abnormalities, and disruption of the cytoskeleton, plus apoptosis.
– EMBRYOLOGI RUBELLA EMBRYOPATHY
Bagaimana penularan RV
–  The virus is transmitted from person to person via respiratory aerosols. 
– The upper respiratory tract and nasopharyngeal lymphoid tissue appear to be
the first sites of virus replication, and the virus then spreads(hematogenously) to
regional lymph nodes (26, 159).

– DROPLETMUCUS OF UPPER RESPIRATORY TRACTLOCAL LYMPH


NODEHEMATOGENOUS SPREADVIREMIA PRIMERREGIONAL LYMPH
NODEVIREMIA SEKUNDER.

– FASE INKUBASI (antara 14–21 hari)


– VIREMIA (antara 5-7 hari) V.Primer dan V.Sekunder.
Bagaimana janin dapat tertular RV?

Pathogenesis of congenital rubella syndrome is multifactorial[2] and include


the following:
1. Non-inflammatory necrosis of chorionic epithelium and in endothelial
cells(desquamated) which are then transported to fetal circulation and
fetal organs.
2. Intracellular actin assembly is inhibited by rubella infection, leading to
inhibition of mitosis and restricted development of precursor cells.
3. Upregulation of cytokines and interferon in infected cells which could
contribute to congenital defects.
WHY RUBELLA CAN AFFECT MAJOR
ORGAN DEFECT?
In the 1940s, an Australian ophthalmologist, Norman M. Gregg was the first to
suggest rubella as a teratogen of congenital cataracts (Gregg, 1991). His theory was
not immediately accepted, but soon became evident as the epidemic spread with
the global movement of people during World War II. The 1940s established rubella
embryopathy, beginning with the classic triad of cataracts, deafness, and heart
defects recall (Dunn, 2007).

– INFEKSI TRIMESTER PERTAMA PENGARUH KEPADA ORGANOGENESIS DEFEK


ORGAN JANIN.
RUBELLA-GG.PENDENGARAN (paling
umum)
– Hearing problems occur because the nerves of the brain are damaged as
a result of encephalitis – a condition in which swelling of the brain occurs.

– RUBELLACOMMONLY BILATERAL SNHL(SENSORINEURAL HEARING LOSS)

 While the mechanism of rubella-induced hearing loss has not been fully
explained, the virus causes direct cochlear damage and cell death in the
organ of Corti and stria vascularis (Lee & Bowden, 2000).
RUBELLA-GG.JANTUNG

RVcongenital cardiovascular defects(why?)impact the flow or oxygenation of


the blood supply in the fetus.
– Cardiac murmurs arise from turbulent blood flow around the structures of the
heart.
– Ventricular septum defect, which is a hole in the septum or wall separating the
left and right ventricles of the heart.
– Patent ductus arteriosus, which is the persistence of a blood vessel from the
pulmonary artery to the aorta that allows fetal blood to bypass the lungs during
the fetal stage, but is normally sealed upon birth.
– Pulmonary valve stenosis, an abnormal narrowing of the valve connected to the
pulmonary artery, which directs blood to the lungs for oxygenation.
RUBELLA-DEFORMITAS MATA

– Apabila virus rubella menginfeksi lensa embrionik, dapat memperlambat


pembelahan dan maturasi sel, sehingga menyebabkan degenerasi serabut
lensa, kegagalan mempertahankan keadaan dehidrasi lensa, terjadi nekrosis
dan akhirnya lensa menjadi berwarna keruh.
– Terdapat area sentral yang terdiri dari serabut lensa yang berdegenerasi dan
tidak dapat mengubah asam amino menjadi protein, sehingga sel tersebut
tidak memiliki organel. Serabut lensa sekunder kemudian menyelubungi area
sentral lensa embrionik tersebut dan menyebabkan kekeruhan.
RUBELLA-GG.SISTEM SARAF PUSAT (MIKROSEFALI,
PERKEMBANGAN TERLAMBAT, GG.MOTORIK, DAN
KETERLAMBATAN BICARA)

– The subnormal number of cells in many body organs provides a partial


explanation for the long-term physical and mental retardation
encountered in some persons who have had congenital rubella.

– CELL WITH RUBELLA-INFECTED APOPTOSIS/NECROSISCELLS GRAY-


MATTER HYPOPLASIA MICROCEPHALYDEVELOPMENTAL DELAY,
MOTOR COORDINATION, SPEECH DELAY(THIS ONE ALSO RELATED TO
HEARING DISORDER/LOSS)
– Add : Cough mekanisme kekebalan secara mekanik sebab RV yang
berada di mucus nasofaring.
– Add : Mild Feversinyal sitokin pirogen.
Etiologi Rubella
Daniel Alexander 180100090
Virus Rubella
– Menyebabkan penyakit yang dikenal dengan campak jerman
– Single stranded RNA virus
– Famili : Togaviridae
– Genus : Rubivirus
Penularan Rubella
– Melalui droplet (dahak)penderita yang masuk ke tubuh
orang lain
– Penularan terjadi melalui udara
– Virus ini akan berkembang dalam sel yang melapisi
nasofaring
– Masa inkubasi rubella adalah 7-20 hari hingga muncul
bitnik merah
– Rubella juga dapat ditularkan melalui aliran darah sehingga ibu
hamil yang menderita rubella dapat menularkan pada anaknya
yang akan menyebabkan Congenital Rubella Syndrome
– Jika terkena pada trimester pertama maka akan sangat
membahaykan pertumbuhan bari dan menyebabkan defek defek
organ lain seperti jantung
– Anak yang terkena CRS bersifat infektif berbulan – bulan bahkan
sampai tahun
Clinical Manifestation of
Rubella in General
- Rash - Cough, sore throat

- low grade fever - Runny nose

- Headache - Chills
- Conjunctivitis
- redness., swelling, pain eye
- Anorexia
- General discomfort
- Nausea
- Swollen lymph nodes

25-50% no symptoms
FAKTOR RESIKO
CONGENITAL RUBELLA
SYNDROME

NUR HAZA ATHIRAH BINTI CHE HALIN


180100252
FAKTOR RESIKO
– Tidak mendapatkan vaksin MR.
– Infeksi Rubella saat kehamilan.
– 12 minggu pertama : terkena infeksi sebesar 90% dengan resiko defek
hampir 100%
– Minggu 13-17 : terkena infeksi sekitar 60% dengan resiko defek sekitar
50%
– Minggu 18-24 : berisiko infeksi sekitar 25% dan hampir tidak berisiko
terjadi defek kongenital.
Pemeriksaan Fisik dan
Pemeriksaan Penunjang dan
KPSP
Pemeriksaan Fisik
– Untuk CRS dapat diidentifikasikan dari pemeriksaan fisik, yaitu dari kepala
dapat kita temukan adanya microcephali, pada mata biasanya ditemukan
tanda kelainan di bola mata berupa adanya katarak dan peningkatan tekanan
intramokuler atau biasa disebut glaucoma.
– Pada telinga terdapat kelainan pendengaran yaitu ketulian yang dapat
dideteksi setelah usia masa pertumbuhan.
– Kemudian pada pemeriksaan jantung dapat ditemukan adanya kelainan
berupa patent duktus arteriosus ditandai dengan adanya murmur derajat I-IV.
Pemeriksaan Penunjang

– Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk menunjang


diagnosis infeksi virus rubella dan untuk status
imunologis.
– Karena prosedur isolasi virus sangat lama dan mahal
serta respon antibodi inang sangat cepat dan spesifik
maka pemeriksaan serologis lebih sering dilakukan.
Pemeriksaan Laboratorium
– Hemoglobin ( Hb)
- Kasus : 12,3 g/dl
- Normal : 11-13 g/ dl
– Leukosit (Ht)
- Kasus : 9890 /mm³
- Normal : 5700- 18000 /mm³
– Trombosit
- Kasus : 280.000 / mm³
- Normal : 150.000-450.000 / mm³
Pemeriksaan Laboratorium
– IgG
- Normal : < 7 = Negative
8-9 = Diperiksa lagi
>10= Positive
- Kasus : 76,7 IU/ml

– IgM
- Normal : - (negative) = Imun
+ (Positive) = Tak ada perlindungan harus dipantau lagi
- Kasus : 31,1 IU/ml
Skrining Perkembangan KPSP
– Mengangkat badannya ke posisi berdiri
– Belajar berdiri selama berpegangan pada kerusi
– Berjalan dituntut / dititah
– Menggenggam erat pensil
– Memasukkan benda ke dalam mulut
– Mengulang / meniru bunyi yang didengari
– Menyebut 2-3 dulu kata yang sama tanpa erti
– Mengeksplorisasi sekitar , ingin tau
– Senang diajak main Ciuk Ba
DIAGNOSA DAN DIAGNOSA BANDING
RUBELLA DAN CONGENITAL RUBELLA
SYNDROME
(SINDROM RUBELLA KONGENITAL)
DIAGNOSA RUBELLA

– Ruam berwarna merah muda yang tidak menonjol


– Pemeriksaan keberadaan antibodi rubella,jika terdapat
maka seseorang sedang atau pernah terinfeksi rubella.
Namun juga dapat menandakan pasien pernah imunisasi
rubella
DIAGNOSA BANDING RUBELLA

– Campak
– Demam dengue(DHF)
– Eritema infeksiosum
– Roseola infantum: Infeksi virus yang menyerang bayi atau anak-anak,
ditandai dengan gejala demam dan ruam merah muda di kulit.
Umumnya penyakit ini dialami oleh anak usia 6 bulan sampai 2
tahun
– Roseola terjadi karena infeksi virus herpes.
DIAGNOSA SINDROM RUBELLA
KONGENITAL
– Anamnesis
– Untuk mendiagnosa rubella congenital maka harus ada riwayat terjadi rubella pada ibunya, yang
ditandai dengan gejala-gejala di atas.

– Pemeriksaan fisik
– Kepala dapat kita temukan adanya microcephali
– pada mata biasanya ditemukan tanda kelainan di bola mata berupa adanya katarak dan
peningkatan tekanan intra okuler atau biasa disebut glaucoma.
– Pada telinga terdapat kelainan pendengaran yaitu ketulian yang dapat dideteksi setelah usia
masa pertumbuhan.
– Pada pemeriksaan jantung dapat ditemukan adanya kelainan berupa patent duktus arteriosus
ditandai dengan adanya murmur derajat I-IV.
– Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk menunjang diagnosis infeksi virus rubella dan untuk status imunologis.
1. Isolasi virus
dapat diisolasi dari faring 1 minggu sebelum dan hingga 2 minggu setelah munculnya ruam. Jarang dilakukan.
2. Pemeriksaan serologi
Membantu menetapkan diagnosis rubella kongenital. Dalam hal ini dilakukan imunoasai IgM terhadap rubella
b. Membantu menetapkan diagnosis rubella akut pada penderita yang dicurigai. Untuk itu perlu dilakukan
imunoasai IgM terhadap penderita
c. Memeriksa ibu dengan anamnesis ruam “rubellaform” di masa lalu, sebelum dan pada awal kehamilan. Sebab
ruam kulit semacam ini, dapat disebabkan oleh berbagai macam virus yang lain
d. Memantau ibu hamil yang dicurigai terinfeksi rubella selama kehamilan sebab seringkali ibu tersebut pada awal
kehamilannya terpajan virus rubella (misalnya di BKIA dan Puskesmas)
e. Mengetahui derajat imunitas seseorang pascavaksinasi.
Adanya antibodi IgG rubella dalam serum penderita menunjukkan bahwa penderita tersebut pernah terinfeksi virus
dan mungkin memiliki kekebalan terhadap virus rubella. Penafsiran hasil IgM dan IgG ELISA untuk rubella sebagai uji
saring
Pemeriksaan RNA Virus
-PCR
-RT-LAMP
Diagnosa Banding Sindrom Rubella Kongenital

• Toxoplasmosis infeksi parasite Toxoplasma


• Infeksi cytomegalovirus
• Infeksi virus herpes simplek
• Campak
• Infeksi parovirus B19
• Dermatitis kontak pediatrik
Tatalaksana dan indikasi
rujukan
– CONGENITAL RUBELLA SYNDROME
Tidak terdapat pengobatan yang spesifik untuk virus rubela. Terapi hanya ditujukan
untuk memperbaiki kelainan yang ditimbulkan.
1. Paracetamol

Parasetamol (asetaminofen) merupakan obat analgetik non narkotik dengancara


kerja menghambat sintesis prostaglandin terutama di Sistem Syaraf Pusat (SSP)

Sediaan
(oral) : Tablet 500 mg dan 650 mg
Sirup 120 mg/ 5 mL dan 160/5mL
Dosis : per oral 10-15 mg/kgBB/dosis, tiap 4-6 jam
2. Ibuprofen

Inhibisi sintesa prostaglandin dan menghambat siklooksigenase-I


(COX I) dan siklooksigenase-II (COX II)
Sediaan
(oral) : Tablet 200 mg dan 400 mg
Sirup 100 mg/5 mL
Dosis : per oral 5-10 mg/kgBB/dosis,tiap 6-8 jam.
Indikasi rujukan
– ditemukan tanda kelainan di bola mata berupa adanya
katarak
– Ditemukan adanya microcephali
– Jumlah jawaban ”Ya” = 6 atau kurang, kemungkinan ada
penyimpangan
EDUKASI &
PENCEGAHAN
Edukasi & pencegahan
– Berikan vaksin sejak kecil atau sebelum hamil.
Vaksin rubella diberikan pada usia 15 bulan. Setelah itu harus
mendapat ulangan pada umur 4-6 tahun. Bila belum diberikan, berikan
pada umur 11-12 tahun, bahkan sampai remaja. Namun vaksin ini tidak
dapat diberikan pada ibu yang sudah hamil.
Imunisasi
Varian Andrew Hartono
…pendahuluan

Imunisasi

adalah suatu upaya untuk menimbulkan/ meningkatkan


kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit,
sehingga bila suatu saat terpajan dengan penyakit tersebut
tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan
Aktif : dibuat tubuh sendiri
akibat terpajan penyebab penyakit
(antigen)
Imun =
Kekebalan # Alamiah  penyakit
# Sengaja Imunisasi

Pasif : diperoleh dr luar tubuh


- Bawaan dari ibu -
Didapat  Imunoglb
Jenis Imunisasi
1. Imunisasi Wajib
 Diwajibkan oleh pemerintah untuk anak sesuai dengan kebutuhannya untuk melindungi anak tsb dan masyarakat
sekitarnya dari penyakit menular tertentu
a. Imunisasi Rutin
- Imunisasi Dasar
- Imunisasi Lanjutan

b. Imunisasi Tambahan
c. Imunisasi Khusus

2. Imunisasi Pilihan
 Dapat diberikan kepada anak sesuai dengan kebutuhannya untuk melindungi dari penyakit menular tertentu
a. Imunisasi Rutin
Imunisasi Dasar

Jadwal pemberian imunisasi dasar

Umur Jenis
0 bulan Hepatitis B0
1 bulan BCG, Polio 1
2 bulan DPT-HB-Hib 1, Polio 2
3 bulan DPT-HB-Hib 2, Polio 3
4 bulan DPT-HB-Hib 3, Polio 4, IPV
9 bulan Campak /Measles Rubella (MR)
Catatan :
– Pemberian Hepatitis B paling optimal diberikan pada bayi <24 jam pasca persalinan, dengan
didahului suntikan vitamin K1 2-3 jam sebelumnya, khusus daerah dengan akses sulit,
pemberian Hepatitis B masih diperkenankan sampai <7 hari

– Bayi lahir di Institusi Rumah Sakit, Klinik dan Bidan Praktik Swasta, Imunisasi BCG dan Polio 1
diberikan sebelum dipulangkan

– Pemberian BCG optimal diberikan sampai usia 2 bulan, dapat diberikan sampai usia <1 tahun
tanpa perlu melakukan tes mantoux

– Bayi yang telah mendapatkan Imunisasi dasar DPT-HB-Hib 1, DPT-HB-Hib 2, dan DPT-HB-Hib 3
dengan jadwal dan interval sebagaimana Tabel 1, maka dinyatakan mempunyai status
Imunisasi T2

– IPV mulai diberikan secara nasional pada tahun 2016


– Pada kondisi tertentu, semua jenis vaksin kecuali HB 0 dapat diberikan sebelum bayi berusia
1 tahun.
…imunisasi rutin
– Imunisasi Lanjutan

Untuk melengkapi imunisasi dasar bayi, mempertahankan tingkat


kekebalan atau memperpanjang masa perlindungan

Diberikan kepada anak Baduta, anak usia sekolah, dan wanita usia
subur (WUS) termasuk ibu hamil

Baduta yang telah mendapatkan imunisasi lanjutan DPT-HB-Hib


dinyatakan mempunyai status imunisasi T3

Anak usia sekolah dasar yang telah mendapatkan imunisasi DT dan Td


dinyatakan mempunyai status imunisasi T4 dan T5.
…imunisasi rutin
i. Jadwal imunisasi lanjutan Baduta

Umur Jenis Imunisasi


18 bulan DPT-HB-Hib
Campak/ MR

ii. Jadwal imunisasi lanjutan pada anak usia sekolah dasar

Sasaran Imunisasi Waktu


Kelas 1 SD Campak /MR Agustus
DT November
Kelas 2 SD Td November
Kelas 5 SD Td November
…imunisasi rutin
Imunisasi Lanjutan Pada Wanita Usia Subur (WUS)

Status Imunisasi Interval Pemberian Masa Perlindungan


T1 - -
T2 4 minggu setelah T1 3 tahun
T3 6 bulan setelah T2 5 tahun
T4 1 tahun setelah T3 10 tahun
T5 1 tahun setelah T4 >25 tahun

– Sebelum imunisasi, dilakukan penentuan status imunisasi T


(screening) terlebih dahulu, terutama pada saat pelayanan antenatal
– Pemberian imunisasi TT tidak perlu diberikan, apabila pemberian
imunisasi TT sudah lengkap (status T5) yang harus dibuktikan dengan
buku Kesehatan Ibu dan Anak, rekam medis, dan/atau kohort
PATOGENESIS
– Rubella umumnya merupakan penyakit ringan yang dapat
sembuh secara spontan
– Congenital Rubella Syndrome (CRS) prognosisnya buruk dengan
disertai keursakan organ multiple yang berat.
– Anak- anak yang terinfeksi yang selamat dari periode neonatal
mungkin menghadapi cacat perkembangan yang serius
(misalnnya, gangguan pendengaran dan penglihatan) dan
memiliki resiko yang meningkat untuk keterlambatan
perkembangan
Pemeriksaan
IgM & IgG
ELISA
– Enzyme-linked immunosorbent assay
(ELISA), atau Enzyme immunoassay
(EIA) adalah suatu teknik biokimia
terutama dalam imunologi untuk
mendeteksi keberadaan antibodi atau
antigen dalam suatu sampel.
– Tes ELISA digunakan untuk
mendeteksi zat yang memiliki sifat
antigenik, terutama protein
Prinsip Kerja ELISA

– Sejumlah antigen yang tidak dikenal ditempelkan pada suatu


permukaan
– Kemudian antibody spesifik dicucikan pada permukaan tersebut,
sehingga akan berikatan dengan antigennya
– Antibodi ini terikat dengan suatu enzim, dan pada tahap terakhir,
ditambahkan substansi yang depat diubah oleh enzim menjadi
sinyal yang dapat dideteksi
Tes Serologi Deteksi IgM & IgG

– Diagnosis laboratorium menggunakan tes serologi deteksi IgM atau peningkatan


antibodi 4 kali; antibodi IgM spesifik menunjukkan infeksi rubela baru terjadi.

– Tes IgM paling membantu pada bayi kurang dari 2 bulan, meskipun dapat terdeteksi
selama 12 bulan.

– IgG antibodi spesifik pada individu sehat menunjukkan kekebalan terhadap rubela.
Pemantauan IgG spesifik rubela (misalnya pada 3, 6, dan jika perlu pada usia 12 bulan)
juga dapat mengkonfirmasi infeksi baru rubela kongenital pasca-lahir jika IgG spesifik
rubela tetap tinggi
– Konfirmasi laboratorium infeksi rubela kongenital atau sindrom pada bayi harus
memenuhi salah satu kriteria berikut:

– Untuk bayi <6 bulan, terdeteksi antibodi IgM rubela

– Untuk bayi ≥6 bulan tetapi <12 bulan, terdeteksi IgM rubela dan antibodi IgG, atau
pemeriksaan serial antibodi IgG rubela menetap/meningkat, ditentukan setidaknya
2 kali pemeriksaan dengan paling tidak berjarak 1 bulan serta dalam kondisi tidak
diberikan vaksin rubela.

– Untuk bayi <12 bulan, deteksi virus rubela oleh kultur virus atau Polymerase Chain
Reaction (PCR) dalam sampel klinis yang tepat (tenggorokan, nasofaring, atau
usapan hidung, darah, urin, atau spesimen cairan serebrospinal).
Interpretasi
Pencegahan

– Pencegahan dilakukan dengan pemeriksaan antibodi IgM dan IgG ELISA


terhadap rubela pada semua wanita yang merencanakan kehamilan
dan wanita hamil yang memiliki gejala infeksi rubela.
– Kadar IgG ≥15 IU/mL umumnya dianggap dapat melindungi janin
terhadap rubela.

You might also like