You are on page 1of 60

Hukum Perdagangan

Internasional

(Dr. Jelly Leviza, S.H., M. Hum)


Bahan Bacaan:
- Sudargo Gautama, Hukum Dagang
Internasional,
(Bandung: Alumni, 1997)
- Syahmin AK, Hukum Dagang Internasional,
(Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2006)
- Huala Adolf, Hukum Perdagangan
Internasional; Prinsip-Prinsip dan Konsepsi
Dasar, (Bandung, 2004)
- Huala Adolf, Dasar-Dasar Hukum Kontrak
Internasional (Bandung: PT Refika Aditama,
2007)
PENDAHULUAN
A. Definisi Hukum Perdagangan Internasional
B. Ruang Lingkup Hukum Perdagangan
Internasional
C. Fundamental principles (prinsip-prinsip dasar)
dalam Hukum Perdagangan Internasional
D. Eksistensi dan Tujuan Hukum Perdagangan
Internasional
Hukum Perdagangan Internasional
mengalami perkembangan yang pesat
namun masih belum diikuti dengan
adanya kesepakatan tentang
definisinya.

Hingga dewasa ini terdapat berbagai


definisi yang satu sama lain berbeda.
1). Laporan Sekretaris Jenderal PBB untuk Resolusi
Sidang Umum No. 2102/XX/20 Desember 1965):

 “The body of rules governing commercial


relationship of private law nature involving different
countries”.

 Definisi itu sebenarnya buatan Professor Clive M.


Schmitthoff (guru besar ternama dalam hukum
dagang internasional dari City of London College).
Jadi dapat dikatakan bahwa definisi yang tercakup
dalam Laporan Sekjen tersebut tidak lain adalah
laporan Schmitthoff.
…although there have been international commercial
transaction for decades and even for centuries, they
were not, until recently, considered as within the
province of public international law. They took place
entirely between private parties and were governed
by private purposes and principles of private law.
The choice of system or applicable to a particular
transaction was determined by the rule of conflict of
law, and this applied also to commercial transaction
between a government and private foreign party,
notably private loans to foreign governments…
 Rafiqul Islam memberi batasan perdagangan
internasional sebagai: "... a wide ranging,
transnational, commercial exchange of goods
and services between individual business
persons, trading bodies and States".

 Kegiatan-kegiatan komersial tersebut dapat


dibagi ke dalam kegiatan "komersial" yang
berada dalam ruang lingkup hukum perdata
internasional atau perdagangan antar pemerintah
atau antar negara, yang diatur oleh hukum
internasional publik
 Hukum perdagangan internasional: “can be
defined as the regulation of the conduct of
parties involved in the exchange of goods,
services and technology between nations.’

 Meski definisinya agak mengambang, Sanson


membagi hukum perdagangan internasional ke
dalam dua bagian: pertama, public
international trade law adalah hukum yang
mengatur perilaku dagang antar negara.
Kedua, private international trade law
sebagai hukum yang mengatur perilaku dagang
secara orang perorangan (private traders) di
negara-negara yang berbeda.
 Beberapa anggota International Law Commission
(ILC) mengatakan bahwa sesungguhnya
pembatasan antara bidang hukum publik
internasional dan hukum perdata internasional
tidak jelas adanya….

 Promosi dari perkembangan yang progresif dan


formulasi prinsip-prinsip hukum internasional,
bukan saja dibatasi pada bidang hukum publik ,
tetapi juga bidang hukum perdata internasional.
(progressive development and formulation of public
and Private International Law).
B. Ruang Lingkup Hukum Perdagangan
Internasional
1. Dalam perspektif HPI (Schmitthoff):

1). Jual beli dagang internasional:


(i) pembentukan kontrak; (ii) perwakilan-
perwakilan dagang (agency); (iii) Pengaturan
penjualan eksklusif;
2) Surat-surat berharga;
3) Hukum tentang tingkah laku dalam
perdagangan internasional;
4) Asuransi
5) Pengangkutan melalui darat dan kereta api, laut,
udara, perairan pedalaman
6) Hak milik industri
7) Arbitrase komersial.

2. Dalam perspektif Hukum Internasional publik:

 Transaksi antar negara atau antar negara dengan


organisasi internasional yang berbentuk: barter
agreements governments, loans, sales.

 Transaksi yang timbul karena keberadaan public


international financial agencies seperti: IBRD,
IDA, Inter-American Development Bank, dll.
 Berdasarkan batasan tersebut tampak bahwa
ruang lingkup hukum perdagangan
internasional sangat luas karena kajiannya
bersifat transnasional atau lintas batas.
Konsekuensinya adalah terkaitnya lebih dari
satu sistem hukum yang berbeda.

 Meskipun ada pembedaan dalam hukum


perdagangan internasional (HPI atau HI),
namun para sarjana mengakui bahwa sangat
sulit untuk membuat garis batasnya. Sanson
menyatakan bahwa ‘the modern development is
that the distinction between publik and privat
international trade law has less meaning.’
 Untuk dapat memahami bidang hukum ini secara
komprehensif, dibutuhkan sedikit banyak bantuan dari
disiplin-disiplin (ilmu) lain, sehingga pendekatannya bersifat
interdisipliner.

 Misalnya dalam bidang-bidang pengangkutan (darat, udara


dan khususnya laut) dibutuhkan bantuan dan pemahaman
disiplin ilmu pelayaran.

 Keterkaitan dengan pembayaran dalam perdagangan


internasional akan terkait dengan praktik perbankan dan
lembaga keuangan lainnya. Hal ini membutuhkan bantuan
dan pemahaman disiplin ilmu perbankan dan keuangan.
Tidak ada satupun negara di dunia ini yang dapat
memenuhi kebutuhan dalam negerinya secara sendiri
tanpa bantuan atau kerjasama dengan negara lain.

Hal tersebut disebabkan perbedaan kondisi masing-


masing negara dari aspek-aspek berikut:
1.Sumber Daya Alam (SDA)
2.Sumber Daya Manusia (SDM)
3.Tingkat teknologi (IPTEK)
4.Faktor kelangkaan, dll.
 Perbedaan kondisi tersebut menimbulkan
saling ketergantungan antara negara satu
dengan negara lainnya.

 Untuk memenuhi kebutuhan akan barang dan


jasa maka terjadilah pertukaran barang dan
jasa antar negara yang dikenal dengan istilah
“perdagangan internasional”.

 Jadi perdagangan internasional adalah proses


pertukaran atau jual-beli barang dan jasa antar
negara.
FAKTOR-FAKTOR YANG MENDORONG
PERDAGANGAN INTERNASIONAL

 Perdagangan internasional terjadi karena:

1). Perbedaan sumber daya alam


2). Perbedaan faktor produksi
3). Perbedaan kemampuan produksi
4). Motif keuntungan dalam perdagangan
5). Persaingan pengusaha antar bangsa
1. Memperoleh barang yang tidak/kurang tersedia di dalam
negeri;
2. Memperluas wilayah pemasaran
Kejayaan Cina masa lalu dengan kebijakan dagang yang
terkenal: ‘Silk Route’ (jalan sutera). Silk Route adalah rute-rute
perjalanan yang ditempuh oleh para saudagar Cina untuk
berdagang dengan bangsa-bangsa lain. Setelah itu, menyusul
Spanyol dengan Spanish Conquistadors-nya, Inggris dengan The
British Empire (beserta perusahaan multinasionalnya yang
pertama di dunia, yakni ‘the East-India Company’, Belanda
dengan VOC-nya, dll. Perahu-perahu bugis yang kecil telah pula
mengarungi lautan luas hingga ke Malaya (sekarang menjadi
wilayah Singapura dan Malaysia)
3. Menambah devisa negara, dll.
 Tujuan hukum perdagangan internasional sebenarnya tidak
berbeda dengan tujuan GATT 1947 (bagian Preambule).

 Tujuan tersebut adalah:


(a) untuk mencapai perdagangan internasional yang stabil
dan
menghindari kebijakan-kebijakan dan praktek-praktek
perdagangan nasional yang merugikan negara lainnya.
(b) untuk meningkatkan volume perdagangan dunia
dengan menciptakan perdagangan yang menarik dan
menguntungkan bagi pembangunan ekonomi semua
negara;
(c) meningkatkan standar hidup umat manusia; dan
(d) meningkatkan lapangan tenaga kerja.
 Tujuan lainnya yang juga relevan adalah:

(e) untuk mengembangkan sistem


perdagangan multilateral, bukan sepihak
suatu negara tertentu, yang akan
mengimplementasikan kebijakan
perdagangan terbuka dan adil yang
bermanfaat bagi semua negara; dan

(f) meningkatkan pemanfaatan sumber-


sumber kekayaan dunia dan
meningkatkan produk dan transaksi jual
beli barang.
D. SUMBER HUKUM DAGANG
INTERNASIONAL
 Para pihak yang terlibat hukum dagang internasional
perlu sekali mengetahui sumber hukum yang menjadi
acuan bagi hubungan mereka demi kepastian hukum.

 Sumber hukum dari Hukum Dagang Internasional


dapat menjadi jalan atau solusi bagi para pelaku
dagang internasional dari Indonesia atas tertinggalnya
dasar hukum dagang Indonesia (KUHD dan Buku III
KUHPerdata).
Sumber Hukum Dagang Internasional terdiri dari:

A. Contract Provisions (ketentuan kontrak);


B. General Contract Law (hukum kontrak umum);
C. Specific Contract Law (hukum kontrak khusus);
D. Kebiasaan Dalam Perdagangan Internasional;
E. Yurisprudensi
F. Kaidah Hukum Perdata Internasional
G. Konvensi Internasional
H. Ketentuan-ketentuan yang diundangkan oleh negara tertentu
A. Contract Provisions (ketentuan kontrak);

 Dasar dan sumber hukum utama bagi suatu kontrak


adalah contract provisions, yakni apa-apa yang telah
diatur dalam kontrak oleh kedua belah pihak.

 Para pihak punya keleluasaan untuk membuat


“hukum” yang akan berlaku bagi mereka (freedom
of contract). Namun para pihak harus berhati-hati
dalam menandatangani suatu kontrak yang akan
menjadi hukum yang mengikat dirinya.
B. General Contract Law (hukum kontrak umum);

 Hukum kontrak umum adalah ketentuan-ketentuan


bagi kontrak yang bersifat umum yang berlaku di
suatu negara, misalnya: KUHPerdata yang dalam
Buku III mengatur secara umum apa yang berlaku
bagi seluruh kontrak, apakah jual-beli, sewa-
menyewa, tukar-menukar, dsbnya.

 Apabila terhadap suatu jual-beli internasional


berlaku hukum Indonesia, maka ketentuan umum
dalam Buku III KUHPerdata juga harus diterapkan.
 Dalam bagian umum ini, KUHPerdata mengatur tentang
asas-asas atau prinsip-prinsip suatu kontrak, yaitu:
1). Tentang Ketentuan umum.
2). Tentang Perikatan untuk memberikan sesuatu.
3). Tentang Perikatan untuk berbuat atau tidak berbuat
sesuatu.
4). Tentang Pergantian biaya, rugi dan bunga.
5). Tentang Perikatan bersyarat.
6). Tentang Perikatan dengan ketetapan waktu.
7). Tentang Perikatan mana suka.
8). Tentang Perikatan tanggung renteng.
9). Tentang Perikatan yang dapat atau tidak dapat dibagi.
10). Tentang Perikatan dengan ancaman hukuman.
11). Tentang Perikatan yang lahir karena perjanjian.
12). Tentang Perikatan yang lahir karena undang-undang
13). Tentang hapusnya perikatan.
C. Specific Contract Law (hukum kontrak khusus);

 Selain ketentuan-ketentuan umum tentang kontrak, maka


KUHPerdata juga mengatur tentang ketentuan khusus yang
berkenaan dengan kontrak-kontrak tertentu, seperti ketentuan
khusus atas kontrak jual-beli, tukar-menukar, sewa-menyewa,
dll.

D. Kebiasaan dalam perdagangan internasional

 Dalam ilmu hukum diajarkan bahwa kebiasaan dapat tumbuh


menjadi salah satu sumber hukum. Demikian halnya dengan
kebiasaan dalam bisnis atau dagang, sehingga apa yang disebut
sebagai trade usage telah tumbuh menjadi salah satu sumber
hukum dagang yang dapat pula dijadikan sebagai pedoman
dalam menginterpretasi kontrak bisnis dalam hukum dagang
internasional
E. Yurisprudensi

 Ada kalanya apa yang terdapat dalam praktek dagang


sehari-hari kemudian dikukuhkan dalam suatu
yurisprudensi, terutama terhadap hal-hal yang belum
diatur uu, atau yang memerlukan penafsiran-
penafsiran terhadap suatu uu.

 Dalam hukum dagang internasional, peranan


yurisprudensi sebagai sumber hukum kurang begitu
terasa sebab banyak kasus yang tidak sampai diputus
pengadilan atau diputus oleh badan non pengadilan,
misalnya arbitrase.
 Kaidah Hukum Perdata Internasional (HPI)
Kaidah HPI digunakan bila ada persoalan tentang hukum mana yang
seharusnya berlaku bila ada perselisihan dalam pelaksanaan kontrak
sementara hal tersebut tidak dimuat secara tegas dalam klausula kontrak.

Dalam persoalan ini HPI memiliki beberapa teori yang telah berkembang.
Satu teori yang sangat dominan/diterima secara luas adalah The Most
Characteristic Connection Rule (MCCR).

 Menurut MCCR hukum yang berlaku adalah hukum para pihak yang
mempunyai prestasi yang sangat karakteristik. Dalam perdagangan
internasional, hukum penjuallah yang berlaku karena mengandung
karakteristik tersebut.

 Secara logis, penjual menghadapi banyak pembeli sehingga harus ada


ketentuan yang lebih umum, apabila tidak akan banyak klaim dari pembeli-
pembeli tertentu.
 Konvensi Internasional

Konvensi internasional berlaku terhadap perjanjian jual beli


internasional bila kedua belah pihak tersebut merupakan
peserta konvensi dan telah meratifikasi konvensi sehingga
menjadi bagian dari hukum nasionalnya.

Contoh konvensi internasional yang khusus mengatur


mengenai perdagangan internasional:
1. United Nations Convention on Contract for the
International Sale of Goods.
2. Convention on the Limitation Period in the
International sale of Goods (New York 1974).
 Ketentuan-ketentuan yang diundangkan oleh negara
tertentu

Selain sumber hukum di atas masih ada sumber hukum yang


berupa ketentuan-ketentuan bidang perdagangan internasional
yang dikeluarkan oleh pemerintah setempat.

Misalnya ketentuan-ketentuan yang berhubungan dengan


ekspor-impor, LC, Asuransi, Bill of Lading, Bill of Exchange,
dll.
 Prinsip-prinsip dasar yang dikenal dalam hukum
perdagangan internasional diperkenalkan oleh
Profesor Aleksancer Goldštajn.

 Beliau memperkenalkan 3 prinsip dasar, yaitu:


- prinsip kebebasan para pihak dalam berkontrak (the
principle of the freedom of contract);
- prinsip pacta sunt servanda; dan
- prinsip penggunaan arbitrase.
 Schmitthoff menanggapi secara positif kebebasan berkontrak:
“The autonomy of the parties’ will in the law of contract is the
foundation on which an autonomous law of international trade can
be built. The national sovereign has,..., no objection that in that area
an autonomous law of international trade is developed by the parties,
provided always that that law respects in every national jurisdiction
the limitations imposed by public policy.”

 Kebebasan tersebut mencakup bidang hukum yang


cukup luas, meliputi kebebasan atas jenis kontrak yang
disepakati; kebebasan memilih forum penyelesaian
sengketa dagang; serta kebebasan memilih hukum yang
akan berlaku terhadap kontrak, dll.

 Kebebasan ini sudah barang tentu tidak boleh


bertentangan dengan UU, kepentingan umum,
kesusilaan, kesopanan, dan lain-lain persyaratan yang
ditetapkan oleh masing-masing sistem hukum.
 Pacta Sunt Servanda adalah suatu
prinsip yang mensyaratkan bahwa
kesepakatan atau kontrak yang
telah ditandatangani harus
dilaksanakan dengan sebaik-
baiknya (dengan itikad baik).

 Prinsip ini pun sifatnya universal.


Setiap sistem hukum di dunia
menghormati prinsip ini.
 Arbitrase dalam perdagangan internasional adalah forum
penyelesaian sengketa yang semakin umum digunakan. Klausul
arbitrase sudah semakin banyak dicantumkan dalam kontrak-
kontrak dagang.

 Goldštajn menguraikan alasan mengapa penggunaan arbitrase


dijadikan prinsip dasar:

“Moreover, to the extent that the settlement of differences is


referred to arbitration, a uniform legal order is being created.
Arbitration tribunals often apply criteria other than those
applied in courts. Arbitrators appear more ready to interpret
rules freely, taking into account customs,usage and business
practice. Further, the fact that the enforcement of foreign
arbitral awards is generally more easy than the enforcement of
foreign court decisions is conducive to a preference for
arbitration.”
Unifikasi dan Harmonisasi dalam
Hukum Perdagangan Internasional
PERDAGANGAN INTERNASIONAL

ANEKA WARNA HUKUM DAGANG

HUKUM MANA YANG HARUS DIGUNAKAN?

UNIFIKASI HUKUM
1). Unifikasi atas kaidah-kaidah Hukum Perdata
Internasional (HPI):
 Berbagai negara memperlakukan HPI yang sama.
 Menghindarkan “forum shopping”.
 Realisasi: Konvensi-konvensi HPI Den Haag.

2). Unifikasi atas semua kaidah materil yang mengatur


hukum dagang internasional utk transaksi ybs:
 Dalam jual-beli internasional, diadakan unifikasi atas
segala sesuatu mengenai syarat-syarat jual-beli.
 Realisasi: Convention on Contracts for the
International Sale of Goods 1980.
1). Unidroit

 Institut untuk unifikasi hukum perdata yang berkedudukan di


Roma dan didirikan dengan suatu perjanjian multilateral pada
tahun 1926, disponsori oleh Liga Bangsa-Bangsa.

 Terdiri dari 48 negara dengan tujuan:


“to examine ways of harmonising & coordinating the rules of
private law of the different states or groups of states, with a
view to promoting gradually the adaption of a uniform system
of private law by the various States.”

 Hasil: Konvensi Kontrak Jual-beli 1964.


2). United Nations Commission on International Trade Law
(UNCITRAL).

 Didirikan berdasarkan Resolusi SU PBB No. 2205 (XXI)


tanggal 17 Desember 1966. In establishing the Commission,
the General Assembly recognized that disparities in national
laws governing international trade created obstacles to the
flow of trade, and it regarded the Commission as the vehicle
by which the United Nations could play a more active role in
reducing or removing these obstacles.

 Tugas: meningkatkan harmonisasi dan unifikasi secara


progresif dari hukum perdagangan internasional.

 Hasil: Convention of Contracts for the Intenational Sale of


Goods (CISG) 10 Maret-11 April 1980.
 The United Nations Commission on International Trade Law
(UNCITRAL) is the core legal body of the United Nations
system in the field of international trade law.

 Its mandate is to remove legal obstacles to international trade


by progressively modernizing and harmonizing trade law. It
prepares legal texts in a number of key areas such as
international commercial dispute settlement, electronic
commerce, insolvency, international payments, sale of goods,
transport law, procurement and infrastructure development.

 UNCITRAL also provides technical assistance to law reform


activities, including assisting Member States to review and
assess their law reform needs and to draft the legislation
required to implement UNCITRAL texts. The UNCITRAL
Secretariat is located in Vienna, Austria, and maintains a
website at www.uncitral.org.
Komposisi Keanggotaan UNCITRAL

 The Commission is composed of sixty member


States elected by the General Assembly.

 Membership is structured so as to be
representative of the world's various geographic
regions and its principal economic and legal
systems.

 Members of the Commission are elected for


terms of six years, the terms of half the members
expiring every three years.
As from 25 June 2007, the members of UNCITRAL, and the years when their memberships expire, are:

Gabon (2010) Nigeria (2010)


Algeria (2010)
Armenia (2013) Germany (2013) Norway (2013)
Australia (2010) Greece (2013) Pakistan (2010)
Austria (2010) Guatemala (2010) Paraguay (2010)
Bahrain (2013) Honduras (2013) Poland (2010)
Belarus (2010) India (2010) Republic of Korea (2013)
Benin (2013) Iran (Islamic Republic of) (2010) Russian Federation (2013)
Bolivia (2013) Israel (2010) Senegal (2013)
Bulgaria (2013) Italy (2010) Serbia (2010)
Cameroon (2013) Japan (2013) Singapore (2013)
Canada (2013) Kenya (2010) South Africa (2013)
Chile (2013) Latvia (2013) Spain (2010)
China (2013) Lebanon (2010) Sri Lanka (2013)
Colombia (2010) Madagascar (2010) Switzerland (2010)
Czech Republic (2010) Malaysia (2013) Thailand (2010)
Ecuador (2010) Malta (2013) Uganda (2010)
United Kingdom of Great Britain and
Egypt (2013) Mexico (2013)
Northern Ireland (2013)
El Salvador (2013) Mongolia (2010) United States of America (2010)
Fiji (2010) Morocco (2013) Venezuela (Bolivarian Republic of) (2010)
France (2013) Namibia (2013) Zimbabwe (2010)
3). League of Nations.

4). United Nations (UN).

5). World Trade Organization (WTO)

6). Organisasi Non Pemerintah (NGO).


A. Latar Belakang Konvensi CISG
B. Tujuan Pembentukan CISG
C. Ruang Lingkup Konvensi CISG
D. Muatan Konvensi CISG
Ada beberapa konvensi
internasional yang terkait
dengan jual beli barang, yaitu:

-Konvensi Den Haag 1951/1955;


-Konvensi Hague tahun 1964;
-Kovensi Vienna tahun 1980.
Konvensi Den Haag 1951/1955 merupakan
Convention on the Law Applicable to International
Sales of Goods yang telah diterima pada tahun 1951
di Den Haag.

Konvensi Den Haag ini baru mulai


ditandatangani pada tahun 1955 (Belgia sebagai
Negara pertama yang menandatangani konvensi, 15
Juni 1955).

Perbedaan waktu penerimaan dan


penandatanganan konvensi inilah yang
menyebabkan konvensi ini seringkali disebut
dengan Konvensi Jual Beli 1951/1955.
Kemudian upaya harmonisasi dan unifikasi dilanjutkan
pada awal tahun 1960. Namun usaha Unidroit ini baru
berhasil empat tahun kemudian yaitu dengan lahirnya
Konvensi Hague 1964 (the Hague Convention).

Konvensi Hague ini merupakan hasil dari dua draft


yang dikenal sebagai: a Uniform Law on International
Sale of Goods (ULIS) 1964, dan a Uniform Law on
Formation of Contracts for the International Sale of
Goods (ULFC) 1964. Anggota delegasi untuk kedua
konvensi ini sebagian besar adalah Negara-negara yang
sama
1). Meningkatnya transaksi perdagangan internasional.
2). Adanya perbedaan sistem hukum di dunia.
Preambul CISG: “Being the opinion that the adoption of uniform
rules which govern contracts for the international sale of good
and take into account the different social, economic and legal
systems would contribute to the removal of legal barriers in
international trade and promote the development of international
trade,..”.
3) Kelemahan dua Konvensi Den Haag 1964 yang dibuat
UNIDROIT:
- Convention Relating to a Uniform Law on the International
Sale of Goods atau ULIS.
- Convention Relating to a Uniform Law on the Formation of
Contracts for the International Sale of Goods.
 Ketentuan-ketentuan yang terkandung di dalamnya
semata-mata mencerminkan tradisi-tradisi hukum
dan ekonomi yang berlaku pada negara-negara
Eropa Kontinental.

 Konvensi tersebut terlalu abstrak dan kompleks


sehingga sulit dimengerti oleh masyarakat bisnis,
terlebih ruang lingkupnya terlalu luas.
 Perbedaan pengertian tentang barang-barang yang
masuk kategori jual beli internasional; pengertian
istilah internasional itu sendiri belum mampu
menampung keinginan peserta konvensi;

 Perbedaan pendapat mengenai lex loci contractus, lex


loci solutionis, lex loci rei sitae dan proper law yang
harus dipakai dalam hal adanya ketidaksesuaian
diantara para pihak.

 Selain itu konvensi ini dirasa tidak ada koordinasi


dengan konvensi 1951/1955.
1. Berupaya meningkatkan kepastian hukum dalam
perdagangan internasional dengan cara memperjelas
pemahaman para pihak dalam kontrak jual beli
internasional;
2. Merumuskan suatu teks konvensi yang dengan mudah
dapat diterapkan oleh para pihak dan dapat dikuatkan
oleh pengadilan (di negara-negara anggota konvensi);
3. Berupaya mengurangi biaya transaksi bisnis dan waktu
yang dibutuhkan untuk menutup suatu transaksi bisnis;
4. Berusaha mengharmonisasikan dan menyeragamkan
baik substansi hukum dan hukum formal mengenai
kontrak jual beli (barang) internasional;
5. Mengakomodir perbedaan kepentingan komersial dari
para pelaku dagang.
 Konvensi ini diterapkan untuk kontrak barang antara para pihak
yang tempat bisnisnya berbeda negara:
a). Ketika negara menjadi peserta kontrak; b). Ketika aturan-
aturan dari hukum perdata internasional menunjuk penerapan
hukum dari negara peserta.

 Kenyataan bahwa para pihak memiliki tempat bisnis yang


berbeda negara menjadi diabaikan bilamana kenyataan ini tidak
muncul baik dari kontrak maupun dari hubungan-
hubungan yang dilakukan, atau dari informasi yang
diungkapkan, para pihak pada waktu sebelum atau pada saat akhir
kontrak.

 Kewarganegaraan para pihak berikut karakter sipil atau


komersial kontrak dipertimbangkan untuk menentukan
penerapan Konvensi ini.
Konvensi tidak berlaku terhadap:

1). Jual beli berupa consumer sales (seperti untuk kebutuhan


perorangan, keluarga atau rumah tangga), kecuali dalam jual
beli tersebut sebelumnya tidak atau belum diketahui bahwa
barang-barang yang dibeli untuk digunakan sebagai consumer
sales;
2). Jual beli melalui lelang;
3). Jual beli jaminan-jaminan;
4). Jual beli kapal, perahu atau pesawat udara;
5). Jual beli listrik;
6). Kontrak-kontrak untuk penyediaan barang guna diproduksi;
7). Jual beli dimana sebagian besar kewajiban pembeli adalah
memberikan pelayanan jasa atau tenaga kerjanya.
 Ruang lingkup Konvensi CISG dikecualikan seperti tsb
sebelumnya sebagai upaya kompromi atas adanya
perbedaan pengaturan dari berbagai sistem hukum dari
negara-negara peserta konvensi.

 Masalah yang sama yang dihadapi sehingga


substansinya tidak dimuat adalah: masalah tanggung
jawab terhadap luka-luka pribadi dan kematian suatu
pihak, syarat formalitas suatu kontrak, termasuk masalah
unsur penipuan atau tekanan terhadap para pihak dalam
kontrak.
1). Bab I : Ketentuan Umum;
2). Bab II : Kewajiban Membayar
3). Bab III : Kewajiban Pembeli;
4). Bab IV : Peralihan Resiko;
5). Bab V : Ketentuan Umum terhadap
kewajiban Penjual dan Pembeli
 Ruang lingkup Konvensi adalah untuk perdagangan atau
kontrak internasional (pasal 1 dan 2);
 Fundamental breach atau pelanggaran mendasar adalah suatu
pelanggaran kontrak yang dilakukan oleh salah satu pihak yang
mengakibatkan kerugian bagi pihak lain sehingga secara
substantif menghilangkan hak yang diharapkan di bawah
kontrak. Pernyataan untuk menghindari kontrak harus
diberitahukan kepada pihak lainnya (pasal 25).
 Isi kontrak dapat dimodifikasi dengan persetujuan kedua pihak
(pasal 29).
 Penjual harus mengirimkan barang, memindahtangankan
dokumen-dokumen yang terkait dengan barang, serta
mengalihkan kepemilikan barang, sebagaimana yang diminta
oleh kontrak dan Konvensi ini (pasal 30).
 Penjual harus mengirim barang yang kuantitas, kualitas dan
deskripsinya sesuai dengan kontrak dan dimuat atau dikemas
dalam cara-cara yang dikehendaki oleh kontrak. (pasal 35)
 Pembeli harus memeriksa barang, atau membuatnya untuk
dapat diperiksa secara praktis. (pasal 37).
 Pembeli kehilangan haknya untuk menuntut kekurangan-
kekurangan atas barang jika ia tidak memberitahukan
penjual hal-hal yang menyebabkan terjadinya kekurangan
tersebut dalam waktu setelah ia menemukan atau seharusnya
menemukan kekurangan tersebut. (pasal 39).
 Jika pembeli gagal melaksanakan kewajibannya maka
penjual dapat menuntut kerugian seperti yang diatur dalam
pasal 74-77.
 Penjual dapat meminta pembeli untuk membayar harga atau
melaksanakan kewajiban-kewajiban pembeli lainnya,
sepanjang tidak menuntut ganti kerugian yang tidak sesuai
dengan persyaratan.
 Jika berdasarkan kontrak pembeli diharuskan untuk
menetapkan spesifikasi dan gagal untuk melakukannya pada
tanggal yang disepakati atau dalam jangka waktu yang layak
setelah diterimanya permohonan dari penjual, maka penjual
dapat menetapkan sendiri spesifikasi barang sesuai dengan
persyaratan-persyaratan pembeli yang diketahui oleh penjual.
 Hal di atas berlaku sebaliknya bagi pembeli.
 Kontrak dapat dibuat secara tertulis atau tidak
tertulis. Untuk kontrak yang tidak tertulis,
pembuktian dilakukan dengan saksi-saksi.

 Ketentuan ini dilakukan guna menghindari terjadinya


konflik yang mungkin terjadi apabila Konvensi
mensyaratkan secara tegas bentuk formalitas tertentu
yang kemudian bertentangan dengan hukum nasional
suatu negara tertentu.
 Pilihan hukum tunduk pada kebebasan para
pihak.

 Pasal 6 Konvensi CISG mengakui kebebasan


para pihak untuk memilih hukum. Termasuk
dalam hal ini adalah kebebasan para pihak
untuk tidak memberlakukan beberapa
ketentuan dari Konvensi.

 Pasal 9 menyatakan bahwa para pihak terikat


pada kebiasaan dalam perdagangan yang telah
disepakati mereka atau yang secara diam-
diam telah dianggap mengikat dan berlaku.
 CISGtelah diratifikasi oleh banyak negara (67
negara) di dunia, tidak saja negara maju
tetapi juga negara-negara berkembang.

 Hukum kontrak nasional harus menyesuaikan


diri dengan “syarat-syarat kebutuhan lintas
perdagangan internasional” tentunya tanpa
mengorbankan prinsip-prinsip hukum
nasional.

You might also like