Professional Documents
Culture Documents
Staphylostrepbacillus - Skinintg2011
Staphylostrepbacillus - Skinintg2011
1
(1)
Klasifikasi bakteri
Grup Spesies terpenting
Staphylococcus spp.
Kokus Streptococcus spp.
Enterococcus spp.
Positif-gram
aerob Bacillus spp.
Batang Listeria spp.
Corynebacterium
spp.
2
(2)
Klasifikasi bakteri
Escherichia spp.
Klebsiella spp.
Coliform Proteus spp.
(Enterobacteriacae ) Salmonella spp.
Shigella spp.
Haemophilus spp.
Neisseria spp.
Negatif-gram Legionella spp.
( fastidious ) Bordetella spp.
katalase (+) 6
Spesies yang penting untuk medik:
Hemolysis + -
Coagulase + - -
Fermentasi manitol + - +
8
9
S.aureus
Ada dimana-mana
10
Kolonisasi mendahului terjadinya infeksi
15
Invasi
langsung merusak jaringan
penyebaran lokal atau hematogen
Efek toxin
16
1. Superfisial
Pyoderma termasuk impetigo, paronychia
2. Dalam
Septic arthritis
Osteomyelitis
Pyomyositis
17
a. Pyoderma (impetigo)
(multiple abses yang saling berhubungan akibat infeksi akar rambut atau
kelenjar minyak/sebaceous).
Infeksi ini lebih serius karena dapat menjadi sumber bakteremia.
18
Bakteremia septic shock or multiple
organ system failure
Pneumonia.
Endocarditis akut.
Scalded Skin
Syndrome
21
Staphylococcus aureus
Pewarnaan Gram Scalded Skin syndrome
Carbuncl
e
22
Kulit : staphylococcal
scalded-skin syndrome
Gastro-intestinal : gastroenteritis
25
Eksotoksin.
Eksotoksin pirogenik.
Cara kerja:
Enterotoksin.
tahan panas dan tahan enzim pencernaan ( enterotokin A s/d F
) diare dan muntah
26
Kolonization carriage / penebalan produksi toxin
Barier rusak / putus
Invasi
Bakteremia atau or septikemia
Syndrom sepsis berat ( activated C, cytokines, toxin,
mediator lain )
Komplikasi ( suppurative and inflammatory )
Kematian 27
1. Mikroskopik.
2. Biakan.
3. Identifikasi.
50 46.8
41.6
39.2
40 37.1
% Prevalence
31.9
30
20
10
0
All regions Western Pacific U.S. Latin America Europe
Adapted from Diekema DJ, et al. Clin Infect Dis. 2001;32(suppl 2):S114-132. 29
Presumed Source of Bacteremia n (%)
Unknown 2 (2.7)
Gram-
negative
Deep Bacilli
infection
Anaerobes
31
32
Vanc (I)
1997
S. aureus
Mupirocin (R)
1987 S. aureus
80
% resistant
MRSE
60 MRSA
40
CA-MRSA
20 VRE
VISA VRSA
* 1975-2004
Lee SY, et al. Surg Infect. 2005;6:283-295. 34
100%
80%
% Resistance
60%
40%
20%
0%
Australia Hong Kong Japan Singapore Taiwan
40
Percent (%) Resistant
30
20
10
0
Bloodstream Lung Skin/Soft Urine Overall
Tissue
Diekema DJ, et al. Clin Infect Dis. 2001:32;S114-S132. 37
1961 : Barber, Europe
Community
Nosocomial
39
WARDS POSITIVE
Third class pediatric ward 31 ( 37.4% )
PICU 9 ( 10.8% )
First class pediatric ward 7 ( 8.4% )
NICU/ LEVEL II 7 ( 8.4% )
Second class pediatric ward 7 ( 8.4% )
VIP class pediatric ward 2 ( 2.4% )
Transitional neonatal ward 2 ( 2.4% )
Surgical pediatric ward 1 ( 1,2% )
-------------------------------------------------- --------------------------------------------------
• In patients • 66 ( 79,5% )
• 17 ( 20,5% )
•Out patients
40
Specimens Positive
Stools 40 ( 48.2% )
Urines 24 ( 29% )
Blood 9 ( 10.8% )
Throat swab 4 ( 4.8% )
Endotracheal tubes 2 ( 2.4% )
Bronchial discharge 2 ( 2.4% )
Peritoneal lavage 1 ( 1.2% )
Neck abcess 1 ( 1.2% )
------------------------------------------ ---------------------------------------
Total 83 ( 100 % )
41
Spread between hospital by movement of
colonised or infected patients and staff
30
Percent (%) Prevalence
20
10
0
Latin America United States Europe Western Pacific
46
Diekema DJ, et al. Clin Infect Dis. 2001:32;S114-S132.
Prolonged hospitalization1,2
Increased morbidity1
20
Estimated Attributable
15
Mortality (%)
8
10
* USA (1998-2005)
50
Styers D, et al. Ann Clin Microbiol Antimicrob. 2006;5:2.
40
35
30
Percent Resistance
25
20
15
10
5
0
1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997
60
50
40
30
20
10
0
1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997
450
400 community-acquired with risk factors
350 community-acquired without risk factors
300
250
200
150
100
50
0
1990 91 92 93 94 95 96 97 98 90 2000 01 02 03
Incidence of CA-MRSA :
CA-MRSA / total community S. aureus infections 59 / 80 (74 %)
CA-MRSA / total MRSA infections 59 / 373 (15.8 %)
100
80
% Susceptible
60
,
40
20
0
in n n Z lid e
yc pi ici M o lin yc
in
acin ycin
m ifa
m m P-
S ez y c
am ox m
co R ta iL n ra
c d fl ro
n Ge
n TM t i n ro
yt
h
Va Te Cl Ci
p
Er
60
Setting Risk Factors for Infection and Colonization
Previous hospital stay1,2
Prolonged length of stay prior to infection1
Hospitals Surgical procedure(s)1
Enteral feeding1
Levofloxacin use1
Presence of decubitus ulcer3
Long-Term Care Facilities
Presence of wounds3
Prior Antibiotic Exposure4,5
Third-generation cephalosporins6
Fluoroquinolones1,7,8
Cephalosporins
Vancomycin
Quinolones
Law MR, et al. Epidemiol Infect. 1988;101:623-629.
Asensio A, et al. Infect Control Hosp Epidemiol. 1996;17:20-28.
Peacock JE, et al. Ann Intern Med. 1980;93:526-532.
Hershow RC, et al. Infect Control Hosp Epidemiol. 1992;13:587-593.
Harbarth S, et al. Clin Infect Dis. 2000;31:1380-1385.
Evans ME, et al. J Antimicrob Chemother. 1998;41:285-288.
62
Interventions
Reduced use of selected antibiotics
3rd-generation cephalosporins
clindamycin
vancomycin
15
per 1,000 Discharges
No. of New Patients
10
P=0.02
5
0
MRSA MRSA CTZ-Resistant K. pneumo
Ceftazidime-resistant
K. pneumoniae
Baseline period Postintervention period
2.0
1.0
0.0
Levofloxacin Ciprofloxacin
Reprinted with permission from Weber SG, et al. Emerg Infect Dis. 2003;9:1415-1422.
65
Evolution of monthly % MRSA and
Antimicrobial drug use has a monthly sum of lagged antimicrobial use
substantial causal effect on the
50 – – 900
rate of MRSA
40 –
– 800
Antimicrobial drug use
30 –
possibly a more important
Antimicrobial Consumption
(DDD/1,000 patient-days)
– 700
ecologic risk factor at start of
% MRSA
20 –
outbreak – 600
10 –
Reprinted with permission from Monnet DL, et al. Emerg Infect Dis. 2004;10:1432-1441.
66
VISA
• Vancomycin intermediate susceptibility Staphylococcus aureus (VISA)
first described in Japan in 1977
• In the Western Pacific VISA has been reported from Hong Kong,
Australia, Thailand, Korea and Singapore
67
•Associated with vancomycin treatment failures
68
Definitions
Vancomycin intermediate S aureus (VISA) NCCLS
standards
=/< 4 mg/L: sensitive
8 – 16 mg/L: intermediate
=/> 32 mg/L: resistant
72
Vancomycin-resistant S. aureus : India
BAGIAN MIKROBIOLOGI
FK UKRIDA
75
Streptococcaceae
Streptococcus
Flora normal pharynx dan GI tract
Sifat umum.
Kokus, Gram (+), membentuk rantai.
Katalase (-).
Kebanyakan aerob, beberapa anaerob.
Tumbuh baik pada agar darah, dimana bakteri
mendapatkan katalase.
76
Streptococcus
Klasifikasi.
a. Berdasarkan Pola hemolisis.
1. Hemolisis .
Hemolisis tidak sempurna / hemodigesti → tampak zona
kehijauan disekitar koloni
Mis. S.viridans dan S.pneumoniae.
2. Hemolisis β.
Hemolisis lengkap, timbul zona jernih sekitar koloni.
Contoh: S.pyogenes.
3. Hemolisis .
Tidak ada hemolisis, kelompok ini biasanya tidak patogen..
77
Streptococcus
b. Berdasarkan Lancefield system.
Berdasarkan antigen karbohidrat dinding sel streptococcus (C
substance) → dibagi dalam group A – R.
Determinan patogenitas.
Streptococcus yang patogen pada umumnya membentuk kapsul
hyaluronic acid dan protein M pada permukaan sel.
Diagnosis lab.
Isolasi dan identifikasi bakteri penting karena gejala infeksi
Streptococcus sulit dibedakan dengan infeksi bakteri lain dan virus.
78
Identifikasi berdasarkan pola hemolisis, reaksi biokimia, sensitivitas terhadap bahan-bahan
tertentu dan serologi (antibodi yang dilabel fluorescein atau EIA).
Tumbuh pd 6.5% - - - + -
NaCl
Sensitivitas thd + - - - -
Bacitracin
Larut dalam - - - - +
empedu (bile
solubility)
Sensitivitas thd - - - - +79
Streptococcus grup A (S.pyogenes) (cont.)
Determinan patogenitas.
a. Protein.
1. Protein M.
2. merupakan faktor virulensi paling besar dari grup A.
antifagosit, antikomplemen dan juga sitotoksik untuk neutrophil.
sangat immunogenik, ada 80 antigenic type → antibodi yang
terbentuk menimbulkan reaksi otoimun.
80
Streptococcus grup A (S.pyogenes)
(cont.)
c. Eksotoksin.
Erythrogenic toxin → menimbulkan demam dan rash
pada scarlet fever.
• Eksotoksin A → menimbulkan Toxic Shock Syndrome dan
merupakan super antigen.
a. Pyogenic.
1. Pharyngitis.
82
83
Streptococcus grup A (S.pyogenes)
(cont.)
1. Scarlet fever.
Disebabkan Streptococcus grup A yang membuat toksin
erythrogenic,
Biasanya setelah pharyngitis atau infeksi kulit.
Gejalanya demam + rash (ruam), papular, kecil-kecil
tersebar diseluruh tubuh (“sandpaper rash”) dan
“strawberry tongue”
Rash bukan petechiae → kalau ditekan hilang / pucat.
86
Streptococcus grup A (S.pyogenes)
c. Immunologic.
1. Rheumatic fever. (cont.)
Setelah infeksi Streptococcus grup A ( biasanya pharyngitis ) → 2 minggu
kemudian timbul gejala demam, polyarthritis dan carditis.
Penyebab RF karena adanya antibodi terhadap protein M yang bereaksi silang dengan
antigen dari sendi dan jaringan jantung → otoimun
Akan kambuh bila ada reinfeksi → perlu prevensi supaya tidak kambuh (prophylactic
penicillin) seumur hidup.
Infeksi Streptococcus grup A bila diobati dalam waktu 8 hari sejak sakit → tidak timbul RF.
87
Streptococcus grup A (S.pyogenes)
(cont.)
2. Glomerulonephritis akut (GNA).
Timbul 2-3 minggu setelah infeksi kulit oleh Streptococcus grup A (protein M type 49)
Terutama pada anak (pharyngitis juga mungkin, tetapi infeksi kulit paling sering).
Gejala berupa hypertensi, edema (periorbita dan tungkai), urin yang keruh (“smoky”).
Penyebab timbulnya GNA karena adanya komplex Ag-Ab pada glomerulus (glomerular
basement membrane).
88
89
Prevention of acute rheumatic fever
and rheumatic heart disease
95
2. Biakan.
Diagnosis laboratorium
Pada agar darah → koloni kecil, hemolisis β, bacitracin (+), katalase
(-) → grup A.
96
Streptococcus grup A (S.pyogenes)
(cont.)
3. Rapid Diagnostic Test.
Serologi:
Titer ASO yang tinggi menunjukkan sebelumnya pernah terinfeksi oleh Streptococcus
grup A, walaupun biakan (-).
Pengobatan.
97
98
99
Streptococcus grup B. (β-hemolisis).
S.agalactiae
Sering diisolasi dari nasopharynx, rongga mulut, intestinum dan
vagina orang sehat.
Pengobatan: Ampicillin.
100
Streptococcus agalactiae ( Group
B)
Chronic bovine mastitis
promoted by milking machines
101
102
Streptococus grup D (β-
hemolisis).
Terdiri dari Enterococcus (E.faecalis dan E.faecium) dan non-enterococcus (S.bovis).
103
104
105
106
VRE
Spectrum of disease
Urinary tract infection
Bacteremia
Endocarditis
Wound infectiona
Moellering RC Jr. In: Mandell GL, Bennett JE, Dolin R, eds. Principles and Practice of
Infectious Diseases. 5th ed. Philadelphia, Pa: Churchill Livingstone; 2000:2147-2156.
107
Increase in VRE Over Time
40
% Resistant to Antibiotics
20
0
1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 19981998-2003
2002
Year
Salgado CD, et al. Infect Med. 2003;20:194-200. NNIS System. Am J Infect Control. 2004;32:470-485. 108
Vancomycin in the Western Pacific
Region
1999-2000
0.3
27
0.25
Percent Resistant at Breakpoint
0.2
0.15
0.1
7 7
0.05
0 0 0 0
0 (n=41) (n=11) (n=41)
Year (n=28) (n=18) (n=10) (n=149)
Australia China Japan Korea Singapore Taiwan Region
Bell JM, et al. J Antimicrob Chemother. 2003;51:339-345.109
Summary
VRE a problem in certain countries in Asia Pacific
Australia
Korea
111
Streptococcus non-β-
hemolisis.
Strep -hemolisis: viridans grup dan S.pneumoniae
(dibahas tersendiri).
Hemolysis bervariasi
115
Dr. Latre Buntaran Sp. MK (K)
Clinical Microbiologist
FK Ukrida-Infection Control Officer
116
Fam.Bacilaceae mempunyai 2 genus yang penting:
Bacillus → aerob.
Clostridium → anaerob.
B.anthracis
B.cereus
B.subtilis
117
118
Sifat umum.
Determinan patogenitas.
a. Kapsul.
Dalam jaringan atau media khusus B.anthracis membentuk kapsul yang berbeda
dengan bakteri lain terdiri dari polypeptida d-glutamat.
b. Eksotoksin.
Menyebabkan kematian sel dan edema. 119
Patogenesis dan gejala klinik.
Patogenesis.
Gejala klinik.
Anthrax gastro-intestinal.
Akibat menelan spora anthrax → mual, muntah, diare
yang berat + darah → shock → bisa fatal.
Sediaan hapus langsung: batang besar, Gram (+), biasanya spora tidak terlihat pada eksudat.
Agar darah: koloni besar, hemolisis (-), yang khas gambaran caput medussa (keriput pada
koloni).
Mencairkan gelatin,
Gerak (-)
Adanya toksin dapat dideteksi dengan ELISA atau gene probe.
Pengobatan.
125
Penularan.
B.anthracis banyak dijumpai di tanah → menginfeksi hewan herbivora (kambing,
biri-biri, sapi) → manusia tertular dari hewan yang terinfeksi (daging, kulit,
bulu/wool, gading) → penyakit zoonosis.
Di USA tahun 2001 outbreak anthrax akibat kiriman spora lewat pos → 18 kasus
anthrax, 5 meninggal.
Spora anthrax dapat bertahan dalam waktu lama
Pencegahan.
Vaksin live attenuated pertama digunakan oleh Louis Pasteur 1881 → efektif untuk
imunisasi hewan ternak.
Selanjutnya vaksin menggunakan: spora hidup Sterne strain → untuk vaksin pada
hewan ternak, tidak untuk manusia.
Vaksin untuk manusia: Alum precipitated toxoid.
126
127
128
129
130
2. Infeksi sistemik → terutama pada penderita immunocompromised.
Diagnosis lab.
Sisa makanan memudahkan diagnosis, bila ditemukan B.cereus 108 per gram
dan tidak ditemukannya bakteri lain → cukup untuk diagnosis.
Pengobatan.
131
132
B.subtilis banyak dijumpai dialam, biasanya tidak berbahaya.
Obligat anaerob.
C. tetani → tetanus.
134
C.difficile → pseudomembranous colitis.
Determinan patogenitas.
Infeksi biasanya pada luka yang dalam → bakteri anaerob dapat tumbuh →
membuat toksin → transport toksin intra-axon retrograde → medulla spinalis
135
Gejala klinik Tetanus berupa :
Kejang spastik pada sekitar mulut trismus (lockjaw) & muka
risus sardonicus, tubuh → opistotonus,
Kejang-kejang
Arrhythmia
Kelumpuhan pernafasan.
Diagnosis laboratorium.
Pewarnaan Gram ( pus ) tampak gambaran khas :
Batang Gram (+), dengan spora besar pada ujungnya (drumstick /
racket – shaped).
Gerak (+), flagel peritrich.
136
Biakan : spesimen eksudat luka atau jaringan nekrotik pada agar darah & diinkubasi secara
anaerob.
Pengobatan.
Pengobatan harus sudah dimulai berdasarkan gejala klinik, tidak menunggu hasil isolasi.
Debridement → membersihkan luka dari jaringan nekrotik dan mencegah luka jadi
anaerob.
Anti Tetanus Serum (ATS) dan Tetanus Toksoid (TT) → diberikan untuk luka yang dalam
→ ber-potensi menjadi tetanus.
ATS equinum atau humanum (HTIG = human tetanus immunoglobulin) 10.000 unit.
Penunjang.
Pencegahan.
Pemberian vaksin tetanus toksoid sejak usia 6-8 minggu bersama dengan toksoid
pertussis dan difteria → efektif.
Penderita luka yang berpotensi tetanus dapat diberikan profilaksis HTIG 250-500
unit im dan tetanus toksoid harus menggunakan syringe yang berlainan dan
tempat suntikan berbeda (kontralateral).
138
Dr. Latre Buntaran Sp. MK (K)
Clinical Microbiologist
FK Ukrida-Infection Control Officer
139
Fam.Bacilaceae mempunyai 2 genus yang penting:
Bacillus → aerob.
Clostridium → anaerob.
B.anthracis
B.cereus
B.subtilis
140
141
Sifat umum.
Determinan patogenitas.
a. Kapsul.
Dalam jaringan atau media khusus B.anthracis membentuk kapsul yang berbeda
dengan bakteri lain terdiri dari polypeptida d-glutamat.
b. Eksotoksin.
Menyebabkan kematian sel dan edema. 142
Patogenesis dan gejala klinik.
Patogenesis.
Gejala klinik.
Anthrax gastro-intestinal.
Akibat menelan spora anthrax → mual, muntah, diare
yang berat + darah → shock → bisa fatal.
Sediaan hapus langsung: batang besar, Gram (+), biasanya spora tidak terlihat pada eksudat.
Agar darah: koloni besar, hemolisis (-), yang khas gambaran caput medussa (keriput pada
koloni).
Mencairkan gelatin,
Gerak (-)
Adanya toksin dapat dideteksi dengan ELISA atau gene probe.
Pengobatan.
148
Penularan.
B.anthracis banyak dijumpai di tanah → menginfeksi hewan herbivora (kambing,
biri-biri, sapi) → manusia tertular dari hewan yang terinfeksi (daging, kulit,
bulu/wool, gading) → penyakit zoonosis.
Di USA tahun 2001 outbreak anthrax akibat kiriman spora lewat pos → 18 kasus
anthrax, 5 meninggal.
Spora anthrax dapat bertahan dalam waktu lama
Pencegahan.
Vaksin live attenuated pertama digunakan oleh Louis Pasteur 1881 → efektif untuk
imunisasi hewan ternak.
Selanjutnya vaksin menggunakan: spora hidup Sterne strain → untuk vaksin pada
hewan ternak, tidak untuk manusia.
Vaksin untuk manusia: Alum precipitated toxoid.
149
150
151
Sifat umum.
Obligat anaerob.
C. tetani → tetanus.
152
C.difficile → pseudomembranous colitis.
Pengobatan.
1. Gas gangren.
153
C.septicum
C. novyi
C.sporogenes
Gerak (+), sering dijumpai dalam eksudat luka bersama bakteri patogen
lain
Dianggap tidak patogen dan tidak menimbulkan gas gangren (banyak
ditanah dan usus hewan).
154
Determinan patogenitas.
Infeksi biasanya pada luka yang dalam → bakteri anaerob dapat tumbuh →
membuat toksin → transport toksin intra-axon retrograde → medulla spinalis
155
Gejala klinik Tetanus berupa :
Kejang spastik pada sekitar mulut trismus (lockjaw) & muka
risus sardonicus, tubuh → opistotonus,
Kejang-kejang
Arrhythmia
Kelumpuhan pernafasan.
Diagnosis laboratorium.
Pewarnaan Gram ( pus ) tampak gambaran khas :
Batang Gram (+), dengan spora besar pada ujungnya (drumstick /
racket – shaped).
Gerak (+), flagel peritrich.
156
Biakan : spesimen eksudat luka atau jaringan nekrotik pada agar darah & diinkubasi secara
anaerob.
Pengobatan.
Pengobatan harus sudah dimulai berdasarkan gejala klinik, tidak menunggu hasil isolasi.
Debridement → membersihkan luka dari jaringan nekrotik dan mencegah luka jadi
anaerob.
Anti Tetanus Serum (ATS) dan Tetanus Toksoid (TT) → diberikan untuk luka yang dalam
→ ber-potensi menjadi tetanus.
ATS equinum atau humanum (HTIG = human tetanus immunoglobulin) 10.000 unit.
Penunjang.
Pencegahan.
Pemberian vaksin tetanus toksoid sejak usia 6-8 minggu bersama dengan toksoid
pertussis dan difteria → efektif.
Penderita luka yang berpotensi tetanus dapat diberikan profilaksis HTIG 250-500
unit im dan tetanus toksoid harus menggunakan syringe yang berlainan dan
tempat suntikan berbeda (kontralateral).
158