Professional Documents
Culture Documents
Pelayanan Kesling Pada Pengungsian Di Lokasi Bencana
Pelayanan Kesling Pada Pengungsian Di Lokasi Bencana
POLITEKNIK KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN LINGKUNGAN
KEENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
2023
PENGERTIAN BENCANA
Kapasitas
Agent Enviroment
Faktor Risiko
Jika lokasi pengungsian jauh dari sumber air alam seperti sumur
dan lainnya, berjarak cukup jauh dari tempat pengungsian
sementara pendistribusian air melalui pipa tidak memungkinkan,
maka yang diperlukan saat bencana adalah upaya pengangkutan
dengan kendaraan yang sesuai seperti Mobil Tangki Air, ataupun
Mobil dengan wadah-wadah yang memadai seperti drum ataupun
tendon berukuran besar.
Pemenuhan kebutuhan air di pengungsian dapat juga dilakukan
dengan cara pengolahan menggunakan alat
penyaringa/penyuling air ( water purifier / water treatment plant )
Melakukan perbaikan dan pengawasan dalam penyediaan air
bersih termasuk pengawasan kualitas air untuk mencegah
dampak buruk timbulnya risiko kesehatan akibat penggunaan dan
konsumsi Air bersih yang tidak memenuhi persyaratan.
Mobil Tangki Air Untuk Pengakutan Dari Sumber Air Ke Lokasi Pengungsian
Upaya-upaya perbaikan kualitas Air khususnya pada sumber
dapat dilakukan dengan cara :
1.Membuang ataupun menyingkirkan bahan pencemar yang ada
di sumber air tersebut.
2.Dilakukan perbaikan kualitas air dengan penjernihan secara
cepat apabila tingkat kekeruhan air pada sumbernya tersebut
tinggi.
3.Melakukan anti hama /desinfektan terhdap air yang ada
menggunakan bahan-bahan desinfektan.
4.Melakukan pemeriksaan kadar sisa khlor bila mana air tersebut
berasal dari air yang diangkut dari mata air seperti oleh tangki air
PDAM.
5.Melakukan pemeriksaan kualitas air secara berkala pada
sumber-sumber air ataupun depot-depot seperti kran umum pada
sistim distribusi.
PENJERNIHAN AIR CEPAT
TAHAPAN-TAHAPAN PKA :
1. Pada awal distribusi Air :
Air yang tidak dilakukan pengolahan awal wajib
dilakukan pengawasan secara mikrobiologi tetapi
untuk mencermati secara visual hanya bisa dengan
merasakan adanya lapisan film licin pada wadah
penampung airnya, dianggap cukup untuk menilai
keberdaan pencemar bakteriologis disekitar sumber
air yang digunakan.
Perlu dilakukan uji kekeruhan untuk menentukan
perlu tidaknya air baku pada sumbernya dilakukan
pengolahan ataupun perbaikan kualitas awalnya.
2. Pada Distribusi air tahap penyaluran
seperti menggunakan alat angkut yaitu
mobil tangki air perlu dilakukan
pemeriksaan kadar sisa khlor.
3. Pada akhir distribusi air seperti di tangki
penampungan air, bila air tidak
mengandung sisa khlor lagi perlu dilakukan
pemeriksaan coliform.
Pemeriksaan kualitas air secara berkala perlu
dilakukan meliputi :
a. Sisa Khlor, pemeriksaan dilakukan beberapa kali
sehari setiap tahapan distribusi untuk air yang
melewati pengolahan.
b. Kekeruhan dan pH, pemeriksaan dilakukan minimal
mingguan jika terjadi perubahan cuaca seperti hujan
juga segara dilakukan pemeriksaan ulang.
c. Bakteri E. Coli tinja, pemeriksaan dilakukan
mingguan saat terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB)
diare maupun pada periode tanggap darurat dan
pemeriksaan selanjutnya dalam skala bulanan rutin
lakukan ataupun terjadi perubahan situasi yang
tidak stabil serta pada periode pasca bencana.
STANDAR KEBUTUHAN AIR BERSIH PADA
PENGUNGSI
a. Hari pertama diawal kejadian bencana terhadap pengungsian
bahwa kebutuhan air bersih yang harus disediakan untuk
semua korban bencana adalah sebanyak minimal
5 liter/orang/hari. Jumlah ini dimaksudkan hanya untuk
memenuhi kebutuhan minimal, seperti kebutuhan memasak,
keperluan untuk makanan serta minum, jika ada keperluan lain
tentunya jumlah ini perlu dipertimbangkan penyediaan
kebutuhannya.
b. Hari kedua dan seterusnya harus segera dilakukan berbagai
upaya dalam meningkatkan kapasitas dan volume air dengan
standar kebutuhannya berkisar 15 sampai dengan 20
liter/orang/hari. Volume sebanyak ini diperlukan memenuhi
kebutuhan air untuk minum dan makan, memasak, mandi serta
mencuci.
c. Jika kondisi ini tidak dapat dipenuhi tentunya kita dapat
menyatakan akan semakin tinggi kemungkinan potensi risiko
terjadinya penyakit serta penularan penyakit yang cepat,
khususnya penyakit yang dikenal dengan istilah penyakit
berbasis lingkungan.
1. PENGUMPULAN
Sampah yang dihasilkan oleh masyarakat di pengungsian
harus ditampung ditempat sampah keluarga ataupun
kelompok keluarga.
Menggunakan tempat sampah tertutup, mudah dipindahkan
(diangkat dan diangkut) untuk menghindari lalat dan bau
dengan bahan dari drum atau kantong plastik dengan dimensi
1 m x 0,6 m yang dimanfaatkan oleh 1 -3 Keluarga.
Penempatan wadah pengumpulan maksimal berjarak 15
meter dari tempat hunian pengungsi.
Sampah yang ditempatkan di pengumpulan maksimal 3 hari
sudah harus diangkut ke tempat pembuangan sementara
untuk dibuang ke Tempat pembuangan akhir (TPA).
2. PENGANGKUTAN SAMPAH
Pengangkutan sampah dapat dilakukan atau dengan
kendaraan/truk pengangkut sampah ke Tempat Pembuangan
Akhir (TPA) ataupun gerobak/Trolly atau becak untuk ke
Tempat Pembuangan Sementara (TPS)
3. PEMBUANGAN AKHIR
Pembuangan Akhir sampah dapat dilakukan dengan beberapa
cara seperti pembakaran, penimbunan dalam lubang galian
atau parit dengan ukuran dalam 2 meter, lebar 1,5 meter dan
panjang 1 meter untuk kapasitas keperluan 200 orang
pengungsi.
PENGENDALIAN VEKTOR
Contohnya :
a.Modifikasi dan manipulasi lingkungan tempat perindukan
(3M, pembersihan lumut, penanaman bakau pengeringan,
pengaliran/drainase, dan lain-lain)
b.Pemasangan kelambu
c.Memakai baju lengan panjang
d.Penggunaan hewan sebagai umpan nyamuk (cattle barrier)
e.Pemasangan kawat kasa
2. Metode pengendalian dengan menggunaan agen biotik
Predator pemakan jentik (ikan, ataupun mesocyclops)
Bakteri, virus, fungi/Jamur
Manipulasi gen (penggunaan jantan mandul, dll)