You are on page 1of 48

SURVEILANS DIFTERI

Dr Dewi Ambarwati, MKM


Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat
Ketua Tim Kerja Surveilens dan Imunisasi
KONSEP SURVEILANS DIFTERI

2
A. Surveilans Difteri adalah

 Kegiatan pengamatan yang sistematis dan terus


menerus berdasarkan data dan informasi tentang
kejadian penyakit Difteri,

 Kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan


dan penularan penyakit Difteri,

 Memperoleh dan memberikan informasi guna


mengarahkan tindakan pengendalian dan
penanggulangan Difteri secara efektif dan efisien.
DEFINISI OPERASIONAL
Kasus Observasi Difteri
seseorang dengan gejala adanya infeksi saluran pernafasan
atas dan pseudomembran  petugas surv

Skrining Komite Ahli


Difteri

Suspek Difteri
seseorang dengan gejala:
 faringitis, tonsilitis, laringitis, trakeitis, atau kombinasinya;
 demam atau tanpa demam;
 adanya pseudomembran putih keabu-abuan yang sulit
lepas, mudah berdarah apabila dilepas atau dilakukan
manipulasi.
DETEKSI DINI KASUS DAN SKEMA
KONSULTASI SUSPEK DIFTERI

1 1. Puskesmas/RS mengirimkan
Dinkes pemberitahuan dengan form DIF-6 dan
5 Kab/Kota foto pseudomembran ke Kab/Kota
Kasus Puskesm 2. Kab/Kota meneruskan ke Propinsi dan
Observasi as, RS Rumah Sakit diteruskan ke Komite Ahli Difteri Propinsi
Difteri dengan
3. Komite Ahli Propinsi melalukan screening
Ruang 2
Isolasi dan rekomendasi penetapan diagnosa
dan tatalaksana kasus dalam 24 jam.
2 4. Bila tidak ada respon dalam 24 jam,
Komite Ahli Dinkes
Difteri Propinsi Propinsi
Propinsi dapat melaporkan ke Komite ahli
3
nasional.
4 5. Menyampaikan rekomendasi ke
6 7 puskesmas/RS/dokter penanggung
3
jawab
Komite Ahli Kemenkes 6. Jika diperlukan komite propinsi dapat
Difteri Nasional berkonsultasi dengan nasional.
7. Dinkes melaporkan suspek ke Kemenkes
Pengiriman ke
WA di sertai
WAG Kasus Difteri kronologi

WA
Grou
Pasie Kone p: Pengi
n Perm ksi WAG riman Berik
difter intaa ke Kasu ADS an ke
i n Dinke s ke pasie
(klini ADS s Difter Dinke n
s) i& s
PHE
Klasifikasi Kasus Difteri
1. Kasus konfirmasi laboratorium adalah kasus
suspek difteri dengan hasil kultur positif strain
toksigenik.
2. Kasus konfirmasi hubungan epidemiologi adalah
kasus suspek difteri yang mempunyai hubungan
epidemiologi dengan kasus konfirmasi
laboratorium.
3. Kasus kompatibel klinis adalah kasus suspek
difteri dengan hasil laboratorium negative, atau
tidak diambil specimen, atau tidak dilakukan tes
toksigenisitas, dan tidak mempunyai hubungan
epidemiologi dengan kasus konfirmasi
laboratorium
4. Discarded adalah kasus suspek difteri yang
setelah dikonfirmasi oleh Ahli tida memenuhi
kriteria suspek difteri
TUJUAN SURVEILANS
DIFTERI
1. Melakukan deteksi dini kasus difteri
2. Melakukan Penyelidikan Epidemiologi setiap
suspek difteri untuk mencegah penyebaran
difteri yang lebih luas.
3. Menyediakan informasi epidemiologis untuk
memonitor tindakan pencegahan dan
penanggulangan serta penyebaran kasus
difteri di suatu wilayah
4. Sebagai evaluasi keberhasilan program
imunisasi
PENEMUAN KASUS DIFTERI

9
GEJALA DAN TANDA

Demam Munculnya Sakit waktu Leher Sesak


atau pseudomembran menelan membengkak nafas
tanpa putih keabuan,  94% disertai
demam sulit lepas dan kasus Difteri bunyi
mudah berdarah mengenai
jika dilepas/ tonsil dan
dimanipulasi faring
 lainnya
KOMPLIKASI DIFTERI difteri kulit
STRATEGI PENEMUAN
KASUS
1. Kasus Difteri dapat ditemukan di pelayanan statis
(puskesmas dan RS) maupun kunjungan lapangan di
wilayah kerja Puskesmas. Kasus dengan keluhan nyeri
menelan dilakukan pemeriksaan tenggorok untuk
mencari adanya membran pada tonsil dan faring
2. Bersama Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melakukan
pelacakan epidemiologi terhadap setiap kasus suspek
difteri untuk mencari kasus tambahan, identifikasi
kontak erat, dan pemberian profilaksis terhadap kontak
erat.
3. Merujuk kasus suspek difteri ke Rumah Sakit untuk
mendapatkan pengobatan lebih lanjut
4. Melakukan komunikasi risiko ke masyarakat.
TATALAKSANA KASUS /PASIEN
DIFTERI DI RS
1. Dokter memutuskan penderita Difteri dirawat berdasarkan gejala
klinis.
2. Pada kasus Difteri tatalaksana dimulai dengan pengambilan
sampel baik swab/apus tenggorok.
3. Pemberian Anti Difteri Serum (ADS), antibiotoik dan obat support
lainnya.
4. Untuk pemberian ADS kepada penderita maka perlu dikonsultasikan
dengan komite ahli (Dokter Spesialis Anak, THT, Penyakit Dalam).
5. Sebelum diberikan ADS dilakukan uji sensitifitas
6. Dosis ADS ditentukan berdasarkan berat penyakit dan lama sakit,
tidak tergantung pada berat badan kasus
7. Kasus Difteri dirawat di ruang isolasi (terpisah dengan penderita
lain).
8. Observasi jantung ada/tidaknya miocarditis, gangguan ginjal
Terapi Difteri: ADS dan antibiotik

Dosis anak
dan dewasa:
tidak
berbeda

Pemberian antibiotik.
 Antibiotika Penicillin procaine IM minimal 50.000 IU/kg BB
maks 2 x 1,2 juta selama 14 hari, atau

 Eritromisin oral atau injeksi diberikan 50 mg/KgBB/hari maks 2


g/hari interval 6 jam selama 14 hari.
ANTI DIFTERI SERUM

TERSANGKA DIFTERI

Mengeluarkan
Bakteri: Corynebacterium diphtheriae Toksin

Antibiotik
Darah

ADS Menyebabkan
(Anti Difteri Serum)
• Miokarditis
• Susunan syaraf &
Pusat →  lumpuh
• Gagal ginjal
Kematian
PEMULANGAN PENDERITA

1. Pada hari ke-7 pengobatan dilakukan pengambilan kultur ulang pada penderita  untuk
evaluasi hasil pengobatan
2. Jika hasil kultur ulang masih positif maka :
 Antibiotik diulang pemberiannya selama 14 hari,
 Periksa kultur setelah selesai pengobatan kedua.
3. Klinis penderita baik, bisa dipulangkan :
 Tanpa menunggu hasil kultur laboratorium.
 Obat dilanjutkan sampai 14 hari
 Komris ke penderita dan keluarga
 Membatasi kontak dengan orang lain sampai anti biotik selesai
4. RS info ke Dinkes Kab/Kota atau Provinsi untuk pemantauan sampai hasil lab negatif
5. Semua penderita yang mendapat ADS harus diimunisasi lengkap 3 kali setelah 4-6 minggu
setelah ADS diberikan.
6. Apabila diagnosis akhir bukan difteri tetap diberikan imunisasi sesuai status imunisasi
kasus.
PENCEGAHAN DAN PERAWATAN KASUS DIFTERI
DI RS
1. Tenaga kesehatan yang memeriksa/merawat kasus difteri harus menggunakan APD.
2. Bila kasus dirawat, tempatkan dalam ruang tersendiri/ isolasi (single room/kohorting), tidak
perlu ruangan dengan tekanan negatif.
3. Lakukan prinsip kewaspadaan standar, gunakan Alat Pelindung Diri (APD) sebagai
kewaspadaan isolasi berupa penularan melalui droplet
4. Pembersihan permukaan lingkungan dengan desinfektan (chlorine,quaternary ammonium
compound, dll)
5. Keluarga yang menunggu dibatasi dan diperlakukan sebagai kontakerat.
6. Bagi kasus yang harus didampingi keluarga, maka penunggu kasus harus menggunakan
APD (masker bedah dan gaun) serta melakukan kebersihan tangan.
7. Bagi tenaga kesehatan yang memeriksa/merawat kasus difteri harus mendapatkan
imunisasi difteri.
8. Apabila terdapat tanda dan gejala infeksi saluran pernafasan atas pada tenaga kesehatan
yang merawat pasien maupun pendamping pasien harus dilakukan tatalaksana sesuai
dengan kasus observasi difteri
KONTAK ERAT KASUS DIFTERI
Kontak erat adalah
 orang yang pernah kontak dengan kasus difteri sejak 10 hari sebelum
timbul gejala sakit tenggorok sampai 2 hari setelah pengobatan
 Yang termasuk dalam kategori kontak erat adalah:
 Kontak erat satu rumah: tidur satu atap
 Kontak erat satu kamar di asrama
 Kontak erat teman satu kelas, guru, teman bermain
 Kontak erat satu ruang kerja
 Kontak erat tetangga, kerabat, pengasuh yang secara teratur
mengunjungi rumah
 Petugas kesehatan di lapangan dan di RS
 Pendamping kasus selama dirawat
 Jika ditemukan ada yang mempunyai gejala sakit tenggorok  rujuk ke
Fasyankes /dokter/RS terdekat.
 Jika disertai adanya pseudomembran maka dirujuk ke tim Ahli difteri
untuk penetapan diagnosis.

17
SKEMA: PENCARIAN KASUS TAMBAHAN DAN
PELACAKAN KONTAK
1. Membuat daftar nama kontak erat dengan
Sahabat
menggunakan form monitoring harian
Teman sekelas/ kontak erat minum profilaksis (Form DIF-2)
Sekolah
2. Memberikan kemo profilaksis untuk semua
Tetangga
Dalam radius 50 m
kontak erat sesuai daftar nama dalam form
DIF-2.
3. Menentukan PMO (Pemantau Minum Obat)
untuk memantau ketaatan minum obat
serta efek samping obat.
Teman sekerja
4. PMO dapat berasal dari petugas kesehatan,
kader kesehatan, tokoh masyarakat, guru
dan sebaiknya tidak berasal dari keluarga.

Asrama/ Serumah
• Jika ditemukan ada yang mempunyai gejala
sekamar sakit tenggorokan maka dirujuk ke
Masa inkubasi Fasyankes terdekat.
10 – 1 hr Sakit  2 hr Obat
Menularkan ke
Tertular dari
• Jika disertai adanya pseudomembran maka
dikonsultasikan ke tim Ahli untuk
penetapan diagnosis/suspek dan ADS.
Skema Tatalaksana Kontak Erat

21/03/2022 19
MANAJEMEN SPESIMEN

20
Logistik untuk mengumpulkan spesimen difteri
Dokumen Staf dan Peralatan
- Form DIF- 01
- Form DIF- 04 Petugas terlatih
- Media transport Amies atau slicagel packed
media
- Cotton swab
- Spatula
APD
- Desinfectan (alcohol 70%-85%, hipoklorit 5%)
- Jas lab - Kantong Biohazard
- Sarung tangan - Peralatan tulis
- Masker
- Penutup kepala
-
Cara Pengambilan Spesimen
Kenakan APD standar
1. Siapkan media Amies and swab steril, tuliskan identitas kasus
(nama, umur, jenis kelamin, tanggal pengambilan)
2. Posisi petugas berada di sebelah kanan kasus
3. Minta kasus duduk dengan sandaran dan tengadahkan kepala
kasus (Jika kasus ini di tempat tidur, mintalah untuk berbaring)
4. Minta kasus membuka mulut dan mengatakan "AAA"
5. Buka swab dari pembungkus, lalu dengan spatula tekan
pangkal lidah, kemudian usapkan swab di daerah faring dan
tonsil kanan dan kiri
6. Jika ada membran putih keabuan, usap disekitar area tsb
dengan menekan agak kuat (bisa sedikit berdarah)
7. Buka tutup media amies, masukkan swab segera (swab harus
terendam media) tutup rapat.
8. Masukkan media amies ke dalam specimen carrier dan segera
kirimkan ke laboratorium.
Waktu dan Kriteria spesimen adekuat
• Spesimen yang dikumpulkan : Usap tenggorok
• Waktu untuk mengumpulkan spesimen : Hari 1 dan hari kedua untuk diagnostik
• Suhu penyimpanan : 2-80C

Spesimen lain yang dikumpulkan


- Usap hidung
- Usap luka atau swab mata Jika dicurigai sebagai
sumber infeksi
Kriteria spesimen adekuat :
- Diambil sebelum antibiotik diberikan, dikirim ke laboratorium pada
suhu 2-80C dan diterima oleh laboratorium dalam waktu 48 jam dari
pengumpulan spesimen.

Catatan:
• Spesimen ideal-nya diambil sebelum pemberian antibiotik. Jika
antibiotik sudah diberikan tetap ambil spesimennya.

• Jika kasus telah menerima antibiotik, pengumpulan spesimen tetap


dilakukan
Pengepakan Spesimen
1. Masing-masing tabung dibungkus tissue kemudian dimasukkan Labeling
dalam kantung plastik klip atau dapat disusun rapi posisi tegak
a. Wadah spesimen harus disertai
lurus dalam kotak cryo vial/rak tabung.
2. Disusun rapi dalam boks es (cool box) dan antara tabung label identitas yang jelas.
spesimen diberi sekat dengan kertas koran/stero form untuk
b. Identitas pada label terdiri dari:
menghindarkan benturan selama perjalanan.
3. Waktu pengemasan harus diperhatikan posisi spesimen (bagian  Nomor Epid
atas dan bawahnya), jangan sampai terbalik. Jangan ada celah
 Nama
antara tabung.
4. Kotak pengiriman sebaiknya terdiri dari 2 buah kotak yang  Umur
berfungsi sebagai kotak primer dan kotak sekunder. Bagian luar
 Jenis kelamin.
kotak diberi nama, alamat yang dituju dengan lengkap, alamat
pengirim, nomor telefon, dan label tanda jangan dibalik.  Asal Pengirim (Kabupaten dan
5. Disertakan juga dokumen pendukung data formulir kontak dan
Provinsi).
data investigasi serta formulir W1.
6. Untuk spesimen dengan menggunakan Media silicagel packed  Jenis spesimen.
dapat dikirimkan pada suhu kamar (Tanpa menggunakan Ice Pack)
 Tanggal dan Jam Pengambilan
dengan menggunakan coolbox yang sama.
Pengiriman dan Pemeriksaan Spesimen
Pengiriman Spesimen
• Pengiriman spesimen ke kab/kota
dilakukan dengan menggunakan
spesimen carrier Pemeriksaan Spesimen/Lab
• Tidak lebih dari 48 jam setelah • Pemeriksaan sesimen /lab difteri dengan
pengambilan. “ Kultur” dan jika positif dilanjutkan ke
• Menggunakan pendingin/ coolpack. ELEK TEST untuk toksigenik
• Melampirkan dokumen form DIF-1, form • Sampel yang diperiksa adalah dari
W1, dan form DIF-4 suspek difteri dan kontak erat
• Diberi alamat lengkap pengirim dan • Laboratorium pemeriksa ini adalah
alamat lengkap kab/kota yang dituju semua laboratorium di Indonesia (BBLK,
disertai no telepon. B/BTKLPP, Laboratorium provinsi,
Laboratorium RS atau Laboratorium
• Hasil laboratorium disampaikan ke RS lainnya) yang dapat melakukan
yang merawat kasus difteri pemeriksaan kultur.
• Untuk Elek Test di lab. Litbangkes dan
BBLK Surabaya
Untuk lebih jelasnya “Cara pengambilan spesimen
difteri” dapat diperhatikan video berikut
PENCATATAN DAN PELAPORAN

27
• Puskesmas melaporkan kasus observasi difteri ke Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dalam kurun waktu 1 x 24 jam sejak laporan diterima.
(melalui WA /telp)
• Setiap kasus observasi difteri dirujuk ke rumah sakit untuk
mendapatkan perawatan dan secara bersamaan dinas kesehatan
kabupaten/kota mengkonsultasikan ke komite ahli difteri untuk
menegakkan diagnosis dalam kurun waktu 1 x 24 jam menggunakan
Form DIF-6.
• Rumah sakit pemerintah/swasta dan pelayanan kesehatan swasta
melaporkan kasus observasi difteri ke Dinas Kesehatan Kabupaten/kota
1 x 24 jam sejak laporan diterima menggunakan formulir notifikasi
Rumah Sakit tentang pemberitahuan penderita suspek Difteri (Form
DIF-5).
• Dinas kesehatan provinsi melaporkan kasus suspek difteri yang telah
diverifikasi oleh tim ahli provinsi ke pusat dalam kurun waktu 1 x 24 jam
sejak laporan diterima menggunakan form W1 melalui email
epidataino@gmail.com cc poskoklb@yahoo.com/klb.posko@gmail.com
dan survpd3i.kipi@gmail.com
• Instrumen UTAMA dalam investigasi kasus suspek difteri
Form DIF-1 • Berisikan identitas kasus, riwayat penyakit, riwayat imunisasi, riwayat bepergian, dll.
(Puskesmas) • Sebagai dokumen pendukung dalam pemeriksaan spesimen
• Dilaporkan segera setelah kasus ditemukan

INST Form DIF-2


• Form monitoring harian kontak erat minum profilaksis
• Digunakan oleh puskesmas dalam monitoring kontak erat setiap suspek difteri untuk

RUM (Puskesmas) minum profilaksis

EN Form DIF-3 • Form rekapitulasi kasus suspek difteri yang ditemukan

PELA (Dinkes Kab




Berfungsi sebagai raw data untuk analisis lebih lanjut
Dapat berfungsi sebagai control nomor epid
/Kota/Prov)
POR
• Dikirim ke Provinsi pada tanggal 5 setiap bulan, Dikirim ke Pusat pada tanggal 15
setiap bulan

AN Form DIF-4
(Dinkes Kab
• Form permohonan pemeriksaan specimen suspek difteri
• Sebagai surat pengantar dari Dinkes Kab/Kota/Prov pada saat mengirim specimen ke
lab rujukan
SURV /Kota/Prov)

EILA Form DIF-5


• Form pemberitahuan untuk dinkes adanya suspek difteri yang berobat di fasyankes
(RS, bidan praktek mandiri, klinik swasta)

NS
(Fasyankes) • Dikirim ke Dinkes Kab/Kota dalam waktu <24 jam
• Dinkes Kab/Kota meneruskan ke Puskesmas tempat pasien berdomisili untuk
dilakukan PE

DIFT Form DIF-6


(Dinkes Kab
• Form konsultasi ke Pokja ahli difteri
• Sama dengan format konsultasi yang beredar di WA

ERI /Kota/Prov)
• Digunakan untuk verifikasi pasien observasi difteri untuk status suspek dan saran
pemberian ADS

Form DIF-7 • Digunakan dalam supervisi ke Dinkes Kab/Kota oleh Dinkes Prov atau
(Dinkes Kab supervise ke Puskesmas oleh Dinkes Kab/Kota
/Kota/Prov) • Mengevaluasi operasional penanggulangan penyakit difteri
Tata cara Pemberian No. Epid
Form DIF-3
List Kasus Difteri

• Tugas petugas surveilans:


 Memeriksa kualitas data (cek table analisis!)
 Verifikasi ke Dinas Kab/Kota atau Puskesmas jika masih ada data yang salah
(Terutama: tanggal mulai sakit, status imunisasi, tanggal pengambilan
spesimen,)
 Rutin mengupdate hasil lab  Penting! agar table analisis terupdate juga
 Update kondisi akhir kasus (hidup/meninggal)
ANALISA DATA DAN REKOMENDASI

34
ANALIS DATA
Tujuan Analisis data
• Evaluasi pelaksanaan surveilans difteri
• Mengetahui besar masalah difteri di suatu wilayah
tertentu
• Memahami pola penyebaran dan gambaran
epidemiologi difteri Analisis data dilakukan :
• • Setiap minggu dilakukan analisa data untuk mehui
Memantau keberhasilan upaya pencegahan dan
penanggulangan yang telah dilakukan adanya peningkatan kasus berdasarkan wilayah
kejadian.
• Menentukan strategi intervensi serta menyusun • Setiap bulan dibuat analisa dan penyajian data
rencana upaya pencegahan dan penanggulangan menurut variabel epidemiologi. (contoh analisa
lebih lanjut dan penyajian data terlampir).
• Identifikasi kelompok rentan serta wilayah risiko
tinggi berdasarkan cakupan Imunisasi
• ngeta
• Orang : Gap
Immunity, sasaran
Analisis data dilakukan dan kasus by gol
menurut : umur
• Waktu : Melihat
trend dan kasus sdh
berhenti apa bln

REKOMENDASI
• Membuat rekomendasi dan
tindak lanjut berdasarkan hasil
kajian data epidemiologi.
• Hasil kajian di pergunakan
untuk membuat dan
memberikan rekomendasi dan
menentukan rencana tindak • Tempat : Melihat
sebaran kasus,
lanjut program surveilans dan pemetaan dan
imunisasi. intervensi yang akan
• Membantu Kab/Kota dalam dilakukan
menentukan strategi intervensi
SISTEM KEWASPADAAN DINI (SKD) DAN
RESPON

37
SISTEM KEWASPADAAN DINI
DAN RESPON ALERT
SKD DAN RESPON
Terlambat
dilaporkan atau
tidak dilaporkan

Verifikasi rumor
Deteksi dini dari
surveillans 
penanganan dini

ORI/Imunisasi
massal, pemberian
obat pencegahan

• Menemukan kasus sedini mungkin  mencegah terjadi penularan yang lebih luas
• Melakukan upaya containment  pelacakan kontak, karantina dan isolasi
• Upaya Eradikasi dan Eliminasi  menemukan suspek untuk dibuktikan secara
laboratorium bukan karena pathogen yang akan di-eliminasi atau di-eradikasi
Mengetahui tren potensial Melakukan deteksi dini p
KLB potensial KLB

Menilai dampak program


Sebagai triger untuk verifikasi
pencegahan dan pengendalian
dan melakukan respons cepat potensial KLB

Meminimalkan kesakitan/
kematian akibat KLB
PENANGGULANGAN KLB DIFTERI

41
Definisi KLB Difteri Strategi Penanggulangan KLB Difteri:
1. Penyelidikan epidemiologi KLB difteri
2. Pencegahan penyebaran KLB difteri dengan:
a. Perawatan dan Pengobatan kasus
secara adekuat
b. Penemuan & Pengobatan kasus
tambahanan
c. Tatalaksana terhadap kontak erat erat

PENETAPAN KLB : dari kasus suspek difteri


3. Komunikasi risiko tentang difteri dan
Kepala Dinas Kab/Kota, Provinsi, atau Menteri
Kesehatan pencegahannya kepada masyarakat
4. Pelaksanaan Outbreak Response
Immunization (ORI) di daerah KLB difteri
KOMUNIKASI RISIKO TENTANG DIFTERI KEPADA MASYARAKAT

1. Jelaskan kepada Masyarakat tanda-tanda dini difteri


2. Rujuk ke Rumah Sakit jika ada anggota keluarga atau masyarakat yang menderita
sesuai gejala difteri
3. Jelaskan cara untuk menghindari penularan dengan :
 Kurangi kontak penderita dengan orang lain
 Keluarga yang menunggu penderita agar memakai masker dan selalu mencuci
tangan
 Minum eritomisin 50mg/kg BB selama 7 hari
4. Jelaskan kenapa keluarga/kontak erat harus minum obat eritromisin dan harus 7 hari.
5. Jelaskan cara minum eritromisin dan efek sampingnya dan harus diminum setelah
makan.
6. Minta keluarga untuk imunisasi difteri lengkap dan jelaskan jadwal imunisasi difteri.
7. Minta keluarga agar penderita diimunisasi 1 bulan setelah pulang dari RS

PEMBERIAN PROFILAKSIS YANG SUKSES KEPADA KONTAK ERAT AKAN


MEMPERCEPAT PEMUTUSAN PENULARAN
43
Outbreak Response Immunization (ORI)

Luas wilayah ORI adalah satu (1) kab/kota


tetapi jika tidak memungkinkan karena
sesuatu hal maka ORI minimal dilakukan
satu (1) kecamatan.
Pelaksanaan ORI
pada area terbatas
Jadwal ORI 3 kali dengan interval 0-1-6 bulan,
atau lebih luas dan
tanpa mempertimbangkan cakupan imunisasi
kelompok umur ORI di wilayah KLB.
 berdasarkan
kajian epid
Jenis vaksin yang digunakan tergantung kelompok umur :
- anak usia 1 - < 5 tahun menggunakan vaksin DPT-HB-Hib,
- anak usia 5 - <7 tahun menggunakan vaksin DT
- anak usia ≥ 7 tahun menggunakan vaksin Td
KLB DIFTERI DINYATAKAN BERHENTI JIKA

• Jika dalam suatu wilayah tidak ditemukan


lagi kasus difteri selama 4 minggu sejak
timbulnya gejala kasus terakhir dengan
pertimbangan: masa penularan terpanjang
adalah 4 minggu.
• ORI tetap dilanjutkan sampai dengan
selesai walaupun status KLB Difter sudah
dinyatakan berakhir.
• Untuk dapat memberikan kekebalan
komunitas optimal maka cakupan ORI harus
>90%.
KLB DIFTERI DINYATAKAN BERHENTI JIKA

 Jika dalam suatu wilayah tidak ditemukan lagi


kasus difteri selama 4 minggu sejak timbulnya
gejala kasus terakhir.

 ORI tetap dilanjutkan sampai dengan selesai


walaupun status KLB Difter sudah dinyatakan
berakhir.

 Untuk dapat memberikan kekebalan komunitas


optimal maka cakupan ORI harus >90%.
KESIMPULAN
1. Segera laporkan dalam waktu 24 jam
2. Lakukan Penyelidikan Epidemiologi
3. Tatalaksana penderita/kasus
4. Pemeriksaan spesimen penderita (kultur)
5. Penelusuran kontak erat kasus
6. Pemeriksaan spesimen kontak erat jika diperlukan
Jika ditemukan satu penderita
difteri di suatu wilayah, apa yang
(Kajian PE)
dilakukan :
7. Tunjuk satu orang menjadi pemantau minum obat
(PMO)
8. Edukasi Masyarakat
9. Lakukan Respon Imunisasi/Outbreak Respon
Immunization (ORI)
Perhatian !!!!! Penanganan klinis
Hasil Lab Negative maupun intervensi
TIDAK BERARTI lapangan kasus
bukan kasus dengan hasil lab
positive maupun
Difteri negatif adalah
SAMA

48

You might also like