Professional Documents
Culture Documents
SURVEILANS DIFTERI Sukabumirev
SURVEILANS DIFTERI Sukabumirev
2
A. Surveilans Difteri adalah
Suspek Difteri
seseorang dengan gejala:
faringitis, tonsilitis, laringitis, trakeitis, atau kombinasinya;
demam atau tanpa demam;
adanya pseudomembran putih keabu-abuan yang sulit
lepas, mudah berdarah apabila dilepas atau dilakukan
manipulasi.
DETEKSI DINI KASUS DAN SKEMA
KONSULTASI SUSPEK DIFTERI
1 1. Puskesmas/RS mengirimkan
Dinkes pemberitahuan dengan form DIF-6 dan
5 Kab/Kota foto pseudomembran ke Kab/Kota
Kasus Puskesm 2. Kab/Kota meneruskan ke Propinsi dan
Observasi as, RS Rumah Sakit diteruskan ke Komite Ahli Difteri Propinsi
Difteri dengan
3. Komite Ahli Propinsi melalukan screening
Ruang 2
Isolasi dan rekomendasi penetapan diagnosa
dan tatalaksana kasus dalam 24 jam.
2 4. Bila tidak ada respon dalam 24 jam,
Komite Ahli Dinkes
Difteri Propinsi Propinsi
Propinsi dapat melaporkan ke Komite ahli
3
nasional.
4 5. Menyampaikan rekomendasi ke
6 7 puskesmas/RS/dokter penanggung
3
jawab
Komite Ahli Kemenkes 6. Jika diperlukan komite propinsi dapat
Difteri Nasional berkonsultasi dengan nasional.
7. Dinkes melaporkan suspek ke Kemenkes
Pengiriman ke
WA di sertai
WAG Kasus Difteri kronologi
WA
Grou
Pasie Kone p: Pengi
n Perm ksi WAG riman Berik
difter intaa ke Kasu ADS an ke
i n Dinke s ke pasie
(klini ADS s Difter Dinke n
s) i& s
PHE
Klasifikasi Kasus Difteri
1. Kasus konfirmasi laboratorium adalah kasus
suspek difteri dengan hasil kultur positif strain
toksigenik.
2. Kasus konfirmasi hubungan epidemiologi adalah
kasus suspek difteri yang mempunyai hubungan
epidemiologi dengan kasus konfirmasi
laboratorium.
3. Kasus kompatibel klinis adalah kasus suspek
difteri dengan hasil laboratorium negative, atau
tidak diambil specimen, atau tidak dilakukan tes
toksigenisitas, dan tidak mempunyai hubungan
epidemiologi dengan kasus konfirmasi
laboratorium
4. Discarded adalah kasus suspek difteri yang
setelah dikonfirmasi oleh Ahli tida memenuhi
kriteria suspek difteri
TUJUAN SURVEILANS
DIFTERI
1. Melakukan deteksi dini kasus difteri
2. Melakukan Penyelidikan Epidemiologi setiap
suspek difteri untuk mencegah penyebaran
difteri yang lebih luas.
3. Menyediakan informasi epidemiologis untuk
memonitor tindakan pencegahan dan
penanggulangan serta penyebaran kasus
difteri di suatu wilayah
4. Sebagai evaluasi keberhasilan program
imunisasi
PENEMUAN KASUS DIFTERI
9
GEJALA DAN TANDA
Dosis anak
dan dewasa:
tidak
berbeda
Pemberian antibiotik.
Antibiotika Penicillin procaine IM minimal 50.000 IU/kg BB
maks 2 x 1,2 juta selama 14 hari, atau
TERSANGKA DIFTERI
Mengeluarkan
Bakteri: Corynebacterium diphtheriae Toksin
Antibiotik
Darah
ADS Menyebabkan
(Anti Difteri Serum)
• Miokarditis
• Susunan syaraf &
Pusat → lumpuh
• Gagal ginjal
Kematian
PEMULANGAN PENDERITA
1. Pada hari ke-7 pengobatan dilakukan pengambilan kultur ulang pada penderita untuk
evaluasi hasil pengobatan
2. Jika hasil kultur ulang masih positif maka :
Antibiotik diulang pemberiannya selama 14 hari,
Periksa kultur setelah selesai pengobatan kedua.
3. Klinis penderita baik, bisa dipulangkan :
Tanpa menunggu hasil kultur laboratorium.
Obat dilanjutkan sampai 14 hari
Komris ke penderita dan keluarga
Membatasi kontak dengan orang lain sampai anti biotik selesai
4. RS info ke Dinkes Kab/Kota atau Provinsi untuk pemantauan sampai hasil lab negatif
5. Semua penderita yang mendapat ADS harus diimunisasi lengkap 3 kali setelah 4-6 minggu
setelah ADS diberikan.
6. Apabila diagnosis akhir bukan difteri tetap diberikan imunisasi sesuai status imunisasi
kasus.
PENCEGAHAN DAN PERAWATAN KASUS DIFTERI
DI RS
1. Tenaga kesehatan yang memeriksa/merawat kasus difteri harus menggunakan APD.
2. Bila kasus dirawat, tempatkan dalam ruang tersendiri/ isolasi (single room/kohorting), tidak
perlu ruangan dengan tekanan negatif.
3. Lakukan prinsip kewaspadaan standar, gunakan Alat Pelindung Diri (APD) sebagai
kewaspadaan isolasi berupa penularan melalui droplet
4. Pembersihan permukaan lingkungan dengan desinfektan (chlorine,quaternary ammonium
compound, dll)
5. Keluarga yang menunggu dibatasi dan diperlakukan sebagai kontakerat.
6. Bagi kasus yang harus didampingi keluarga, maka penunggu kasus harus menggunakan
APD (masker bedah dan gaun) serta melakukan kebersihan tangan.
7. Bagi tenaga kesehatan yang memeriksa/merawat kasus difteri harus mendapatkan
imunisasi difteri.
8. Apabila terdapat tanda dan gejala infeksi saluran pernafasan atas pada tenaga kesehatan
yang merawat pasien maupun pendamping pasien harus dilakukan tatalaksana sesuai
dengan kasus observasi difteri
KONTAK ERAT KASUS DIFTERI
Kontak erat adalah
orang yang pernah kontak dengan kasus difteri sejak 10 hari sebelum
timbul gejala sakit tenggorok sampai 2 hari setelah pengobatan
Yang termasuk dalam kategori kontak erat adalah:
Kontak erat satu rumah: tidur satu atap
Kontak erat satu kamar di asrama
Kontak erat teman satu kelas, guru, teman bermain
Kontak erat satu ruang kerja
Kontak erat tetangga, kerabat, pengasuh yang secara teratur
mengunjungi rumah
Petugas kesehatan di lapangan dan di RS
Pendamping kasus selama dirawat
Jika ditemukan ada yang mempunyai gejala sakit tenggorok rujuk ke
Fasyankes /dokter/RS terdekat.
Jika disertai adanya pseudomembran maka dirujuk ke tim Ahli difteri
untuk penetapan diagnosis.
17
SKEMA: PENCARIAN KASUS TAMBAHAN DAN
PELACAKAN KONTAK
1. Membuat daftar nama kontak erat dengan
Sahabat
menggunakan form monitoring harian
Teman sekelas/ kontak erat minum profilaksis (Form DIF-2)
Sekolah
2. Memberikan kemo profilaksis untuk semua
Tetangga
Dalam radius 50 m
kontak erat sesuai daftar nama dalam form
DIF-2.
3. Menentukan PMO (Pemantau Minum Obat)
untuk memantau ketaatan minum obat
serta efek samping obat.
Teman sekerja
4. PMO dapat berasal dari petugas kesehatan,
kader kesehatan, tokoh masyarakat, guru
dan sebaiknya tidak berasal dari keluarga.
Asrama/ Serumah
• Jika ditemukan ada yang mempunyai gejala
sekamar sakit tenggorokan maka dirujuk ke
Masa inkubasi Fasyankes terdekat.
10 – 1 hr Sakit 2 hr Obat
Menularkan ke
Tertular dari
• Jika disertai adanya pseudomembran maka
dikonsultasikan ke tim Ahli untuk
penetapan diagnosis/suspek dan ADS.
Skema Tatalaksana Kontak Erat
21/03/2022 19
MANAJEMEN SPESIMEN
20
Logistik untuk mengumpulkan spesimen difteri
Dokumen Staf dan Peralatan
- Form DIF- 01
- Form DIF- 04 Petugas terlatih
- Media transport Amies atau slicagel packed
media
- Cotton swab
- Spatula
APD
- Desinfectan (alcohol 70%-85%, hipoklorit 5%)
- Jas lab - Kantong Biohazard
- Sarung tangan - Peralatan tulis
- Masker
- Penutup kepala
-
Cara Pengambilan Spesimen
Kenakan APD standar
1. Siapkan media Amies and swab steril, tuliskan identitas kasus
(nama, umur, jenis kelamin, tanggal pengambilan)
2. Posisi petugas berada di sebelah kanan kasus
3. Minta kasus duduk dengan sandaran dan tengadahkan kepala
kasus (Jika kasus ini di tempat tidur, mintalah untuk berbaring)
4. Minta kasus membuka mulut dan mengatakan "AAA"
5. Buka swab dari pembungkus, lalu dengan spatula tekan
pangkal lidah, kemudian usapkan swab di daerah faring dan
tonsil kanan dan kiri
6. Jika ada membran putih keabuan, usap disekitar area tsb
dengan menekan agak kuat (bisa sedikit berdarah)
7. Buka tutup media amies, masukkan swab segera (swab harus
terendam media) tutup rapat.
8. Masukkan media amies ke dalam specimen carrier dan segera
kirimkan ke laboratorium.
Waktu dan Kriteria spesimen adekuat
• Spesimen yang dikumpulkan : Usap tenggorok
• Waktu untuk mengumpulkan spesimen : Hari 1 dan hari kedua untuk diagnostik
• Suhu penyimpanan : 2-80C
Catatan:
• Spesimen ideal-nya diambil sebelum pemberian antibiotik. Jika
antibiotik sudah diberikan tetap ambil spesimennya.
27
• Puskesmas melaporkan kasus observasi difteri ke Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dalam kurun waktu 1 x 24 jam sejak laporan diterima.
(melalui WA /telp)
• Setiap kasus observasi difteri dirujuk ke rumah sakit untuk
mendapatkan perawatan dan secara bersamaan dinas kesehatan
kabupaten/kota mengkonsultasikan ke komite ahli difteri untuk
menegakkan diagnosis dalam kurun waktu 1 x 24 jam menggunakan
Form DIF-6.
• Rumah sakit pemerintah/swasta dan pelayanan kesehatan swasta
melaporkan kasus observasi difteri ke Dinas Kesehatan Kabupaten/kota
1 x 24 jam sejak laporan diterima menggunakan formulir notifikasi
Rumah Sakit tentang pemberitahuan penderita suspek Difteri (Form
DIF-5).
• Dinas kesehatan provinsi melaporkan kasus suspek difteri yang telah
diverifikasi oleh tim ahli provinsi ke pusat dalam kurun waktu 1 x 24 jam
sejak laporan diterima menggunakan form W1 melalui email
epidataino@gmail.com cc poskoklb@yahoo.com/klb.posko@gmail.com
dan survpd3i.kipi@gmail.com
• Instrumen UTAMA dalam investigasi kasus suspek difteri
Form DIF-1 • Berisikan identitas kasus, riwayat penyakit, riwayat imunisasi, riwayat bepergian, dll.
(Puskesmas) • Sebagai dokumen pendukung dalam pemeriksaan spesimen
• Dilaporkan segera setelah kasus ditemukan
AN Form DIF-4
(Dinkes Kab
• Form permohonan pemeriksaan specimen suspek difteri
• Sebagai surat pengantar dari Dinkes Kab/Kota/Prov pada saat mengirim specimen ke
lab rujukan
SURV /Kota/Prov)
NS
(Fasyankes) • Dikirim ke Dinkes Kab/Kota dalam waktu <24 jam
• Dinkes Kab/Kota meneruskan ke Puskesmas tempat pasien berdomisili untuk
dilakukan PE
ERI /Kota/Prov)
• Digunakan untuk verifikasi pasien observasi difteri untuk status suspek dan saran
pemberian ADS
Form DIF-7 • Digunakan dalam supervisi ke Dinkes Kab/Kota oleh Dinkes Prov atau
(Dinkes Kab supervise ke Puskesmas oleh Dinkes Kab/Kota
/Kota/Prov) • Mengevaluasi operasional penanggulangan penyakit difteri
Tata cara Pemberian No. Epid
Form DIF-3
List Kasus Difteri
34
ANALIS DATA
Tujuan Analisis data
• Evaluasi pelaksanaan surveilans difteri
• Mengetahui besar masalah difteri di suatu wilayah
tertentu
• Memahami pola penyebaran dan gambaran
epidemiologi difteri Analisis data dilakukan :
• • Setiap minggu dilakukan analisa data untuk mehui
Memantau keberhasilan upaya pencegahan dan
penanggulangan yang telah dilakukan adanya peningkatan kasus berdasarkan wilayah
kejadian.
• Menentukan strategi intervensi serta menyusun • Setiap bulan dibuat analisa dan penyajian data
rencana upaya pencegahan dan penanggulangan menurut variabel epidemiologi. (contoh analisa
lebih lanjut dan penyajian data terlampir).
• Identifikasi kelompok rentan serta wilayah risiko
tinggi berdasarkan cakupan Imunisasi
• ngeta
• Orang : Gap
Immunity, sasaran
Analisis data dilakukan dan kasus by gol
menurut : umur
• Waktu : Melihat
trend dan kasus sdh
berhenti apa bln
REKOMENDASI
• Membuat rekomendasi dan
tindak lanjut berdasarkan hasil
kajian data epidemiologi.
• Hasil kajian di pergunakan
untuk membuat dan
memberikan rekomendasi dan
menentukan rencana tindak • Tempat : Melihat
sebaran kasus,
lanjut program surveilans dan pemetaan dan
imunisasi. intervensi yang akan
• Membantu Kab/Kota dalam dilakukan
menentukan strategi intervensi
SISTEM KEWASPADAAN DINI (SKD) DAN
RESPON
37
SISTEM KEWASPADAAN DINI
DAN RESPON ALERT
SKD DAN RESPON
Terlambat
dilaporkan atau
tidak dilaporkan
Verifikasi rumor
Deteksi dini dari
surveillans
penanganan dini
ORI/Imunisasi
massal, pemberian
obat pencegahan
• Menemukan kasus sedini mungkin mencegah terjadi penularan yang lebih luas
• Melakukan upaya containment pelacakan kontak, karantina dan isolasi
• Upaya Eradikasi dan Eliminasi menemukan suspek untuk dibuktikan secara
laboratorium bukan karena pathogen yang akan di-eliminasi atau di-eradikasi
Mengetahui tren potensial Melakukan deteksi dini p
KLB potensial KLB
Meminimalkan kesakitan/
kematian akibat KLB
PENANGGULANGAN KLB DIFTERI
41
Definisi KLB Difteri Strategi Penanggulangan KLB Difteri:
1. Penyelidikan epidemiologi KLB difteri
2. Pencegahan penyebaran KLB difteri dengan:
a. Perawatan dan Pengobatan kasus
secara adekuat
b. Penemuan & Pengobatan kasus
tambahanan
c. Tatalaksana terhadap kontak erat erat
48