You are on page 1of 37

Departemen Ilmu Kesehatan THT-BKL

Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

ANGIOFIBROMA
NASOFARING BELIA
Disusun Oleh :

Dea Ainun Hamdayani C014192088


Yumn Saskia Nabila C014192117
Sukmawati Arifuddin C014192114

RESIDEN PEMBIMBING SUPERVISOR PEMBIMBING


dr. Nur Fadhilah Gani dr. Mahdi Umar, Sp. THT-BKL (K)
01
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
• Angiofibroma Nasofaring Belia (ANB) adalah tumor pembuluh darah yang langka banyak mengenai usia remaja

• bersifat jinak secara gambaran histopatologi tetapi dapat bersifat ganas karena sifatnya yang agresif, destruktif, menyebar
lokal dan seringkali meluas ke tulang tengkorak.

• Angiofibroma yang terbanyak berasal dari nasofaring

• Predileksi kuat ANB pada remaja laki-laki, pada rentang usia 10-25 tahun.

• Penyebab ANB belum diketahui secara jelas.

• Diagnosis dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang seperti foto polos, CT scan,
angiografi atau MRI

• Pembedahan merupakan pilihan utama dalam penatalaksanaan ANB

Ibrahim Irsan, Ajeng Dyah. 2020. Juvenile Nasopharyngeal Angiofibroma. Jurnal Ilmu Kedokteran. Jilid 14, No 1, 1-7p.
HK Ginting, N Supriana. 2018. Angiofibroma Nasofaring Juvenil. Journal of the Indonesian Radiation Oncology Society. Vol 9 (1) : 28-32p.
I Putu AB. 2019. Penatalaksanaan Angiofibroma Nasofaring Belia di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung. Jurnal Sistem Kesehatan. Vol 5 (2) : 81-85p.
02
ANATOMI
ANATOMI
NASOPHARYNX

Netter, Frank.2011. Atlas of Human Anatomy. 5th ed. USA; Elsevier.64


ANATOMI ARTERY SUPPLY

Netter, Frank.2011. Atlas of Human Anatomy. 5th ed. USA; Elsevier.64


03
DEFINISI
DEFINISI
Angiofibroma Nasofaring Belia atau Juvenile Nasopharyngeal Angiofibroma (JNA) merupakan tumor jinak
langka, banyak mengenai remaja laki-laki, terdiri dari komponen pembuluh darah (angio) dan jaringan ikat
(fibroma), bersifat jinak secara histopatologi tetapi secara klinis bersifat ganas karena mempunyai kemampuan
mendestruksi tulang dan meluas ke jaringan sekitarnya.

I Putu AB. 2019. Penatalaksanaan Angiofibroma Nasofaring Belia di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung. Jurnal Sistem Kesehatan. Vol 5 (2) : 81-85p.
04
EPIDEMIOLO
GI
EPIDEMIOLOGI
Angka Kejadian

 0,5 % dari semua tumor kepala dan leher dengan


insidensi 1: 150.000, dengan frekuensi 0,4 per satu
juta penduduk. Di Indonesia dilaporkan 2-4 kasus
dalam 1 tahun.

Jenis Kelamin
 Dominan pada laki-laki

Usia
 Onset paling umum terjadi pada dekade kedua;

antara 10-24 tahun

 Jarang pada usia > 25 tahun


Ibrahim Irsan, Ajeng Dyah. 2020. Juvenile Nasopharyngeal Angiofibroma. Jurnal Ilmu Kedokteran. Jilid 14, No 1, 1-7p.
HK Ginting, N Supriana. 2018. Angiofibroma Nasofaring Juvenil. Journal of the Indonesian Radiation Oncology Society. Vol 9 (1) : 28-32p.
I Putu AB. 2019. Penatalaksanaan Angiofibroma Nasofaring Belia di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung. Jurnal Sistem Kesehatan. Vol 5 (2) : 81-85p.
05
ETIOPATOGENESIS
ETIOPATOGENESIS

A Belum diketahui secara pasti C Genetik

Infeksi Human Papilloma


B Hormonal D Virus (HPV)

Craig A. Tork; Dustin L. Simpson. 2021. Nasopharyngeal Angiofibroma. StatPearls Publishing. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK545240/
06
KLASIFIKAS
I
KLASIFIKASI

Tabel 1. Klasifikasi JNA Chandler

Stadium Deskripsi

I Terbatas pada nasofaring

II Meluas ke rongga hidung atau sphenoid

III Perluasan ke satu atau beberapa hal berikut : antrum ethmoid,


pterigomaxilla dan fossa infratemporal, orbita dan/ atau pipi

IV Meluas ke rongga tengkorak

Ibrahim Irsan, Ajeng Dyah. 2020. Juvenile Nasopharyngeal Angiofibroma. Jurnal Ilmu Kedokteran. Jilid 14, No 1, 1-7p.
KLASIFIKASI
Tabel 2. Klasifikasi JNA Fisch
Stadium Deskripsi
1 Tumor terbatas pada nasofaring, terbatas atau sedikit erosi pada tulang
foramen spenopalatine
2 Tumor menginvasi fossa pterygopalatine atau maxilla, destruksi tulang sinus
ethmoid atau sphenoid
3a Tumor menginvasi fossa infratemporal atau orbita dengan invasi ke intrakranial

3b Tumor menginvasi fossa infratemporal atau orbita dengan melibatkan


parasellar extradular intracranial
4a Tumor intracranial intradural tanpa melibatkan sinus kavernosus, fossa ptuitari
atau kiasma optic
4b Tumor intracranial intradural dengan melibatkan sinus kavernosus, fossa
ptuitari atau kiasma optic

Ibrahim Irsan, Ajeng Dyah. 2020. Juvenile Nasopharyngeal Angiofibroma. Jurnal Ilmu Kedokteran. Jilid 14, No 1, 1-7p.
KLASIFIKASI

Tabel 1. Klasifikasi JNA Radkowski


Stadium Deskripsi
IA Terbatas pada area hidung dan nasofaring
IB Perluasan pada 1 atau lebih sinus
IIA Perluasan minimal ke fossa pterigopalatina
IIB Perluasan ke fosa pterigopalatina dengan atau tanpa erosi orbital
IIC Perluassan ke infratemporal
IIIA Erosi dasar tengkorak (fossa kranial bagian tengah atau pterigoid)

IIIB Erosi dasar tengkorak dengan ekstensi intracranial dengan atau


tanpa keterlibatan sinus kavernosa

Ibrahim Irsan, Ajeng Dyah. 2020. Juvenile Nasopharyngeal Angiofibroma. Jurnal Ilmu Kedokteran. Jilid 14, No 1, 1-7p.
07
DIAGNOSIS
DIAGNOSIS

Anamnesis Pemeriksaan Pemeriksaan


Fisik Penunjang
Anamnesis
● Gangguan penghidu
● Obstruksi nasal
(Anosmia/Hiposmia)
● Epistaksis unilateral dan berulang
● Otalgia
● Sefalgia
● Gangguan pendengaran
● Rhinore
● Gangguan penglihatan
● Rinolalia Clausa
● Deformitas wajah

Ni Made A.W.D. 2018. Tatalaksana Juvenile Nasopharyngeal Angiofibroma.


Mahajan A, Gupta K. 2021. Pharynx - Diagnosis and Treatment, chapter Juvenile Nasopharyngeal Angiofibroma.
Pemeriksaan Fisik

Rinoskopi Anterior Faringoskopi


• Banyak sekret mukopurulen
• Beberapa pasien mengalami penonjolan tumor • Palatum sering bergeser ke inferior,
keluar dari lubang hidung anterior. • Palpasi dapat ditemukan massa diantara
maxilla dan ramus ascending mandibula
Rinoskopi Posterior dengan konsistensi tumor kenyal.
• Bercak darah dapat terlihat di faring
• Palatum sering bergeser ke inferior karena posterior.
desakan tumor yang berwarna merah muda-
kemerahan mengisi nasofaring.

Ibrahim I, Ajeng D. 2020. Juvenile Nasopharyngeal Angiofibroma.


Ni Made A.W.D. 2018. Tatalaksana Juvenile Nasopharyngeal Angiofibroma.
Mahajan A, Gupta K. 2021. Pharynx - Diagnosis and Treatment, chapter Juvenile Nasopharyngeal Angiofibroma.
Ahmad S, Alberto S, Fliss M, Piero N. 2018. Juvenile Angiofibroma: Current Management Strategies.
Pemeriksaan Endoskopi

Permukaan rata, seperti rubbery, berlobus, polipoid, warna


kekuningan-merah/ungu, massa hipervaskular berasal dari
middle turbinate dengan ukuran bervariasi dan penyebaran yang
biasanya menonjol menghalangi koana atau mengisi fossa
hidung sepenuhnya .

Ahmad S, Alberto S, Fliss M, Piero N. 2018. Juvenile Angiofibroma: Current Management Strategies.
Pemeriksaan Radiologi

X-ray MRI

Ct Scan Angiografi
X-ray
Temuan termasuk:
● Visualisasi massa nasofaring
● Opasifikasi sinus sfenoid
● Anterior bowing dari dinding posterior antrum rahang atas (tanda Holman-Miller)
● Pelebaran fisura pterygomaxillary dan fossa pterygopalatine
● Erosi plate pterigoid medial

Gaillard, F., Khedr, D. 2022. Juvenile nasopharyngeal angiofibroma.


Ct Scan
Karakteristik temuan CT:
1. Lengkungan anterior dinding maksila posterior (Holman-
Miller sign).
2. Erosi dasar sinus sfenoid dan penyebaran tumor yang
berdekatan dari nasofaring ke sinus sfenoid.
3. Erosi basis pterygoid.
4. Distribusi tumor khas dengan lobus yang bertambah banyak
dan tumor berbatas tegas melibatkan fossa infra temporal,
menyebar melalui fisura orbital inferior, orbits posterior, dan
fisura orbital superior.
5. Erosi dan perluasan kanal vidian.

HK Ginting, N Supriana. 2018. Angiofibroma Nasofaring Juvenil.


Ni Made A.W.D. 2018. Tatalaksana Juvenile Nasopharyngeal Angiofibroma.
MRI
Tumor dapat menampilkan gambaran salt and
pepper dengan komponen fibrosa tumor
berwarna putih dan komponen vascular
angiomatosa berwarna gelap.

HK Ginting, N Supriana. 2018. Angiofibroma Nasofaring Juvenil.


Ni Made A.W.D. 2018. Tatalaksana Juvenile Nasopharyngeal Angiofibroma.
Angiografi
Mengidentifikasi pembuluh darah utama yang
memvaskularisasi tomor dan embolisasi pre-operatif.
Arterial mayor yang memvaskularisasi tumor ini adalah A.
Maxillary Interna ipsilateral yang khas dengan pembuluh
darah tambahan A. Pharyngeal Ascending dan cabang dari
ICA serta sistem karotid eksternal kontralateral.

HK Ginting, N Supriana. 2018. Angiofibroma Nasofaring Juvenil.


Ni Made A.W.D. 2018. Tatalaksana Juvenile Nasopharyngeal Angiofibroma.
Gambaran Histopatologi

Makroskopik

• Massa sangat bervariasi (putih pucat-merah) dan


terdapat lapisan pembuluh darah rapuh
• Tumor biasanya berlobus, dan tebal bervariasi

Mikroskopik
• Sel stoma dapat berasal dari fibroblast dan
miofibroblas

Ni Made A.W.D. 2018. Tatalaksana Juvenile Nasopharyngeal Angiofibroma.


DIAGNOSIS BANDING
Polip sinonasal
Neuroblastoma olfaktorius
(esthesioneuroblastoma)

Encephalocele

Rhabdomyosarcoma
Karsinoma nasofaring

Craig A. Tork, Dustin L. Simpson. 2021. Nasopharyngeal Angiofibroma.


08
TATALAKSAN
A
TATALAKSANA

Pembedahan 01 03 Kemoterapi

Radioterapi 02 04 Terapi Hormonal


PEMBEDAHAN
Gold standart tatalaksana JNA adalah pembedahan dengan embolisasi preoperatif.

Pre-Operatif

• Sebelum dilakukan pembedahan, dapat diberikan terapi anti androgen untuk menyusutkan ukuran tumor
• Flutamide diberikan selama 6 minggu dengan dosis 10mg/KgBB/hari dapat mengecilkan volume tumor sampai
17,2% (dengan rata-rata penurunan 16,5%, maskimal 40%).

Ibrahim Irsan, Ajeng Dyah. 2020. Juvenile Nasopharyngeal Angiofibroma. Jurnal Ilmu Kedokteran. Jilid 14, No 1, 1-7p.
Teknik pembedahan JNA meliputi pembedahan terbuka dan pembedahan endoskopik atau
kombinasi

1. Nasal Endoscopic

2. Trans Palatal
• Trans Palatal Approach
• Trans Palatal with sub labial extension

3. Trans Maxillary
• Lateral rhinotomy / Medial maxillectomy
• Midfacial degloving
• Le fort I osteotomy approach
• Maxillary swing / Facial translocation approach

4. Lateral Skull Base Approach


• Preauricular sub temporal infra-temporal approach
• Infratemporal approach Type C

5. Combine of any two approaches

Ibrahim Irsan, Ajeng Dyah. 2020. Juvenile Nasopharyngeal Angiofibroma. Jurnal Ilmu Kedokteran. Jilid 14, No 1, 1-7p.
RADIOTERAPI

Terapi primer pada post pembedahan untuk sisa Dosis pemberian radioterapi Radiasi tidak dianjurkan diberikan pada
lesi, pada ukuran tumor yang besar yang antara 30- 46 Gy pada 1,5 remaja dengan tumor jinak. Karena
diperkirakan tidak dapat direseksi atau pada sampai 2,3 Gy perterapi, komplikasi jangka panjang yang dapat
stadium lokal lanjut umumnya dosis yang terjadi yaitu transformasi maligna,
diberikan 30-35 Gy karsinoma tiroid

Ibrahim Irsan, Ajeng Dyah. 2020. Juvenile Nasopharyngeal Angiofibroma. Jurnal Ilmu Kedokteran. Jilid 14, No 1, 1-7p.
KEMOTERAPI
Kemoterapi disarankan pada kasus JNA yang pertumbuhannya
agresif dan rekuren

Kombinasi terapi obat-obat sititoksik seperti dexorubisin dan


dacarbazin atau vincristine, dactinomicyn dan cyclophosphamid

TERAPI
HORMONAL
Hormonal : Flutamide ( androgen blocker ) dan Diethylstillbestrol

Ibrahim Irsan, Ajeng Dyah. 2020. Juvenile Nasopharyngeal Angiofibroma. Jurnal Ilmu Kedokteran. Jilid 14, No 1, 1-7p.
KOMPLIKASI
Pembengkakan wajah,
nyeri atau sensasi
Kehilangan Darah
abnormal, sakit kepala, atau
mual/muntah

Embolisasi pra operasi


termasuk vasospasme
arteri, kelumpuhan wajah,
infark, atau cedera saraf
kranial.

Craig A. Tork; Dustin L. Simpson. 2021. Nasopharyngeal Angiofibroma. StatPearls Publishing. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK545240/
PROGNOSIS
Faktor risiko meningkatkan terjadinya rekurensi yaitu usia muda, onset cepat, intensitas tinggi VEGF
dan stadium JNA dengan perluasan ke intracranial, erosi dasar tengkorak, melibatkan sinus kavernosus

Ibrahim Irsan, Ajeng Dyah. 2020. Juvenile Nasopharyngeal Angiofibroma. Jurnal Ilmu Kedokteran. Jilid 14, No 1, 1-7p.
Ni Made A.W.D. 2018. Tatalaksana Juvenile Nasopharyngeal Angiofibroma. CDK-262/vol.45 no 3, 202-205p
TERIMA
KASIH
CREDITS: This presentation template was created by
Slidesgo, including icons by Flaticon, and infographics &
images by Freepik
Please keep this slide for attribution

You might also like