You are on page 1of 122

MODUL 2

PENEMUAN KASUS ILTB


(INFEKSI LATEN TBC)

Workshop Manajemen Infeksi Laten Tuberkulosis Tahun 2022


Outline
I. PERJALANAN ALAMIAH TBC

II. IDENTIFIKASI POPULASI BERISIKO

III. PENEMUAN KASUS INFEKSI LATEN TBC

IV. PENUTUP
APA YANG TERJADI JIKA SESEORANG KONTAK
ERAT DENGAN PASIEN TBC?
A.Perjalanan Alamiah infeksi TBC
4-6 minggu Beberapa tahun sampai puluhan tahun

Eliminasi kuman TBC

Sistem imun Kuman TBC tereliminasi


KumanTBC mampu
masuk tubuh Sistem imun melawan kuman TBC
mengendalikan
kuman TBC
Infeksi laten
seumur
hidup
Sistem imun
“kalah” Infeksi reaktivasi
laten TBC
Penularan berlanjut

SAKIT TBC SAKIT TBC


B. KONSEP INFEKSI DAN SAKIT

Terpapar kuman M. tuberculosis


atau
Kontak erat dengan pasien TBC

Sakit TBC Infeksi Tidak sakit


laten TBC Tidak infeksi
C. Spektrum infeksi dan sakit TBC
Kuman TBC tereliminasi
Infeksi laten TBC subklinis Sakit TBC
Dg sistem imun Dg sistem imun TBC
innate adaptive

negatif Positif Positif Positif Biasanya positif

negatif Positif Positif Positif Biasanya positif

negatif negatif negatif Kadang positif Positif

negatif negatif negatif Biasanya negatif Positif/negatif

tidak tidak tidak Kadang-kadang Ya

Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Ringa - berat

Tidak ada Tidak ada OAT OAT


Terapi pencegahan
Pai M, Behr M, Dowdy D, et al. Tuberculosis. Nat Rev Dis Primers 2016; 2: 16076
DEFINISI INFEKSI LATEN TBC
suatu keadaaan dimana sistem kekebalan tubuh orang yang terinfeksi tidak
mampu mengeliminasi bakteri Mycobacterium tuberculosis dari tubuh
secara sempurna tetapi mampu mengendalikan bakteri TBC sehingga tidak
timbul gejala sakit TBC

TIDAK ADA GEJALA TBC PEMERIKSAAN DAHAK RONTGEN DADA TIDAK UJI TUBERKULIN ATAU
NEGATIF SUGESTIF TBC IGRA POSITIF
Kontak erat dengan
pasien TBC

TIDAK
TERINFEKSI TBC
TERINFEKSI TBC
60 – 70%
30 – 40 %

SAKIT TBC INFEKSI TBC LATEN


5 – 10% 90 - 95%

TDK DIOBATI DIOBATI


REAKTIVASI INFEKSI LATEN
50% MENINGGAL 95% SEMBUH TBC
DGN TETAP 5%
MENULAR 95%
D. FAKTOR RISIKO SAKIT TBC
Sumber penularan Kondisi “host" (orang
Lingkungan
(pasien) yang terpapar)

Jumlah kuman banyak  Usia muda (balita), Kontak erat dengan


terkonfirmasi usia remaja, dewasa pasien (misalnya
bakteriologis muda tinggal serumah)

Sistem kekebalan Lingkungan padat


Batuk tubuh tidak baik penduduk
(imunokompromais);
HIV, gizi buruk,
kanker/keganasan, dll Rumah tidak
Gambaran kavitas pada
memenuhi syarat
Rontgen dada
rumah sehat
Sosial ekonomi
rendah
Outline

I. PERJALANAN ALAMIAH TBC

II. IDENTIFIKASI POPULASI BERISIKO

III. PENEMUAN KASUS INFEKSI LATEN TBC

IV. PENUTUP
KELOMPOK BERISIKO TINGGI SAKIT TBC SETELAH TERINFEKSI
1. Orang dengan HIV/AIDS (ODHIV)
2. Kontak serumah dg pasien TBC paru terkonfirmasi bakteriologis
a. Anak usia di bawah 5 tahun
b. Dewasa, remaja dan anak usia di atas 5 tahun
3. Kelompok risiko lainnya dengan HIV negatif
a. Pasien immunokompromais lainnya (keganasan, hemodialisis, mendapat
kortikosteroid jangka panjang, persiapan transplantasi organ, dll).
b. Warga Binaan Pemasyarakatan petugas kesehatan, sekolah
berasrama, barak militer, pengguna narkoba suntik.

SASARAN PEMBERIAN TERAPI PENCEGAHAN


Outline
I. PERJALANAN ALAMIAH TBC

II. IDENTIFIKASI POPULASI BERISIKO

III. PENEMUAN KASUS INFEKSI LATEN TBC

IV. PENUTUP
Bagaimana menemukan kasus infeksi laten TBC ?

Kasus ILTB dapat ditemukan melalui kegiatan:


•Investigasi kontak
•Contact invitation
•Penemuan di tempat khusus, misalnya pada saat skrining TB masal
•Pemeriksaan medical check-up rutin
INVESTIGASI KONTAK (IK)

Adalah suatu kegiatan yang ditujukan kepada orang-orang yang kontak erat dengan
pasien TBC untuk:
• Mengidentifikasi orang-orang yang berkontak dengan pasien TBC
• Melakukan pemeriksaan untuk menentukan apakah orang yang
berkontak tersebut terinfeksi atau sakit TBC
• Memberikan pengobatan yang sesuai dengan hasil pemeriksaan, jika terbukti
sakit TBC diberikan obat anti TC, jika infeksi laten TBC diberi obat pencegahan.
Monitoring dan evaluasi.

1) Mencegah terlambatnya penemuan orang dengan infeksi laten TBC


2) Mencegah terjadinya sakit TBC pada orang dengan infeksi laten TBC
3) Memutus rantai penularan TBC di masyarakat
INVESTIGASI KONTAK
1. Investigasi Kontak (IK) secara Aktif
• Petugas kesehatan berkunjung ke rumah pasien TBC (kasus indeks) untuk
mengidentifikasi orang yang berkontak dengan pasien TBC, mengirim orang
yang berkontak untuk dilakukan pemeriksaan ke Puskesmas atau Rumah
Sakit, dan memberikan pengobatan yang sesuai dengan hasil pemeriksaan.

2. Investigasi Kontak (IK) secara Pasif


• Disebut juga contact invitation
• Petugas kesehatan mewawancarai kasus indeks di fasilitas kesehatan untuk
mengidentifikasi kontak serumah dan meminta orang yang kontak tersebut
untuk datang ke fasilitas kesehatan untuk dilakukan pemeriksaan, dan
diberikan terapi yang sesuai dengan hasil pemeriksaan.
Mendapatkan data Kasus Indeks dari Petugas Kesehatan

1. Alur dan Implementasi IK


Pembuatan Jadwal

a. Alur Petugas Kesehatan/ Kader dalam Mengunjungi Rumah Kasus Indeks


Pelaksanaan IK dan Pemberian TPT Minimal 20 Kontak

Skrining pada Kontak

Usia ≥ 5 tahun Usia <5 tahun

Rujuk ke Fasyankes
* Faktor risiko :
Batuk
• Remaja usia 10-18 tahun Kontak Serumah
Tidak Batuk tetapi ada
faktor risiko* dan gejala
• Dewasa muda 19-25 tanpa Gejala TBC lain** Skrining gejala TBC
tahun oleh Petugas Kesehatan
• Lansia
• Daya tahan tubuh rendah
Rujuk ke Fasyankes
(HIV, DM, ibu hamil, Rujuk ke
Ada Gejala Tidak ada Gejala
malnutrisi, th/ kanker, Fasyankes

imunosupresan, dialisis, Evaluasi


kortikosteroid, persiapan Pemberian Diagnosis sesuai TPT

transplan) TPT standar

** Gejala TBC ekstra paru


Mendapatkan data Kasus Indeks dari Petugas Kesehatan

Pembuatan Jadwal

Mengunjungi Rumah Kasus Indeks

Minimal 20 Kontak

Skrining pada Kontak

Usia ≥ 5 tahun Usia <5 tahun

Rujuk ke Fasyankes

Tidak Batuk tetapi ada faktor risiko* Batuk


Kontak Serumah tanpa dan gejala lain**
Gejala TBC Skrining gejala TBC

oleh Petugas Kesehatan

Rujuk ke Fasyankes
Rujuk ke
Fasyankes Ada Gejala Tidak ada Gejala

Evaluasi Pemberian TPT


Diagnosis sesuai standar TPT
b. Alur petugas
membawa kontak
TBC SO/RO ke
fasilitas layanan
kesehatan
(fasyankes)
STUDI KASUS

Workshop Manajemen Infeksi Laten Tuberkulosis Tahun 2022


MODUL 3
DIAGNOSIS INFEKSI LATEN TUBERKULOSIS
(ILTB)
Tujuan Pembelajaran
Tujuan pembelajaran umum
Peserta memiliki pemahaman mengenai Diagnosis ILTB

Tujuan pembelajaran khusus


a. Peserta memiliki pemahaman mengenai dan Alur Pemeriksaan ILTB
b. Peserta memiliki pemahaman mengenai TST
c. Peserta memiliki pemahaman mengenai IGRA
d. Peserta memiliki pemahaman mengenai perbedaan penggunaan TST dan IGRA
Pendahuluan
DEFINISI INFEKSI LATEN TBC
suatu keadaaan dimana sistem kekebalan tubuh orang yang terinfeksi tidak
mampu mengeliminasi bakteri Mycobacterium tuberculosis dari tubuh
secara sempurna tetapi mampu mengendalikan bakteri TBC sehingga tidak
timbul gejala sakit TBC

TIDAK ADA GEJALA TBC PEMERIKSAAN DAHAK RONTGEN DADA TIDAK UJI TUBERKULIN ATAU
Xpert MTB/Rif® SUGESTIF TBC / IGRA POSITIF
NEGATIF NORMAL
Perbedaan TB Laten dan TBC aktif
TB laten TBC aktif
Tidak ada gejala Memiliki salah satu gejala berikut: demam, batuk, nyeri
dada, berat badan turun, keringat malam, hemoptisis,
lemah, dan penurunan nafsu makan

Uji tuberculin atau IGRA positif Uji tuberculin atau IGRA positif
Foto toraks normal Foto toraks abnormal tetapi bisa normal pada orang
imunokompromis atau TB ekstraparu

Hasil pemeriksaan mikrobiologi negative (BTA, kultur, Hasil pemeriksaan mikrobiologi dapat positif ataupun
dan TCM) negatif, termasuk pada kasus TB ekstraparu

Tidak dapat menularkan Tb ke orang lain Dapat menularkan kuman TB ke orang lain
Perlu terapi pencegahan pada kondisi tertentu Perlu pengobatan sesuai standar terapi TB
Sasaran TPT pada ILTB
1. Orang dengan HIV (ODHIV)
2. Kontak serumah dengan pasien TBC paru yang terkonfirmasi bakteriologis:
a. Anak usia <5 tahun
b. Anak usia 5-14 tahun
c. Remaja dan dewasa (usia ≥15 tahun)
3. Kelompok risiko lainnya dengan HIV negatif
a. Pasien immunokompromais lainnya (Pasien yang menjalani pengobatan kanker, pasien yang
mendapatkan perawatan dialisis, pasien yang mendapat kortikosteroid jangka panjang,
pasien yang sedang persiapan transplantasi organ, dll).
b. Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP), petugas kesehatan, sekolah berasrama, barak militer,
pengguna narkoba suntik.
Apa syarat pemberian TPT ?
1. Kelompok risiko tinggi
2. Tidak sakit TBC
3. Infeksi laten TBC*
4. Tidak ada kontra indikasi pemberian TPT

• Kecuali pasien HIV dan anak kontak usia < 5 tahun


(akan dijelaskan kemudian)
Bagaimana menentukan seseorang tidak
sakit TB dan terindikasi pemberian
TPT ?
Bagaimana menentukan seseorang tidak sakit TBC dan terindikasi
pemberian TPT ?
Gejala
• Pada ODHIV dan anak kontak
Pastikan ada gejala TBC atau tidak: usia di bawah 5 tahun pemberian
• batuk TPT dapat dilakukan dengan
• Demam skrining gejala TBC tanpa harus
dilakukan pemeriksaan TST atau
• BB turun atau tidak naik IGRA.
• Lesu
• Keringat malam
• Bayi <1 tahun dengan HIV tanpa
gejala TBC hanya diberi TPT
Test infeksi TBC jika kontak serumah dengan
Foto Rontgen dada pasien TBC
Tes cepat molekular
Alur Pemeriksaan ILTB Sebelumya

1. Anak < 10 tahun dengan salah satu gejala


(batuk, demam, atau penurunan BB yang
dilaporkan atau terkonfirmasi > 5% sejak
kunjungan terakhir atau kurva pertumbuhan
datar atau BB untuk usia <-2 Z-skor )

2.Batuk, demam, keringat di malam hari, batuk


darah, nyeri dada, sesak napas, lemah dan lesu,
atau penurunan BB
(misal anak <5 tahun tidak terdapat anoreksia/
nafsu makan normal meskipun sudah diberikan
perbaikan gizi tetapi berat badan tetap tidak
naik/gagal tumbuh).
Lesu atau anak kurang aktif bermain, keringat
malam saja bukan merupakan gejala spesifik
TBC pada anak apabila tidak disertai gejala
umum lainnya.

Juknis ILTB kemenkes RI, 2020.


Alur Pemeriksaan ILTB sebelumnya

3. Kelompok risiko lainnya dengan HIV negatif


a. Pasien immunokompromais lainnya
(pasien yang menjalani pengobatan kanker,
mendapat perawatan dialisis, kortikosteroid
jangka panjang, sedang persiapan transplantasi
organ, dll) langsung diperiksa dengan TST atau
IGRA (tanpa harus melihat ada tidaknya gejala
TBC).
b. Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP), petugas
kesehatan, sekolah berasrama, barak militer,
pengguna narkoba suntik.

6. Rontgen thorax atau chest X-ray (CXR) dapat


dilakukan diawal sebagai bagian dari penemuan
kasus intensif.
Jika gambaran rontgen dada mendukung TBC
(abnormal) maka orang tersebut terdiagnosis klinis.
ALUR PEMERIKSAAN ILTB UPDATE 2022
WHO operational handbook on tuberculosis, 2022.( dengan modifikasi )
1.
<10 Thn
Batuk
Demam
Riw kontak TB
Penurunan BB
Kurva pertumbuhan datar
BB<-2SD

<1 Thn tanpa Gejala


Di TPT HANYA kl ada Kontak
serumah dg TB Aktif.

WHO operational handbook on tuberculosis, 2022.( dengan modifikasi )


2.
Batuk
Demam
Keringat malam
Batuk darah
Nyeri dada
Sesak napas
Lemas dan lesu
Penurunan BB
<5 Tahun
Tidak anorexia, sudah di
lakukan perbaikan gizi, tapi BB
tidak naik/gagal tumbuh, lesu
kurang aktif bermain.
Keringat malam saja bukan
Gejala Spesifik TB

WHO operational handbook on tuberculosis, 2022.( dengan modifikasi )


3.
Orang dg HIV Negatif
1. Pasien
imunokompromise
(Ca, Dialisis, Steroid,

Transplantasi organ)
2. WBP, Nakes, sekolah
berasrama, barak militer,
penasun

WHO operational handbook on tuberculosis, 2022.( dengan modifikasi )


4.
Dilakukan jika tersedia.
Jika tidak tersedia, lihat
alur

WHO operational handbook on tuberculosis, 2022.( dengan modifikasi )


5.
Kontak serumah
Ada gejala TB
TCM Negatif
RO: tdk sugestif TB
Maka
Perlu dilakukan
pemeriksaan
TST/IGRA.
Hasil positif,
pertimbangkan TPT
atau cek kmungkinan
TB Ekstra paru

WHO operational handbook on tuberculosis, 2022.( dengan modifikasi )


6.
Pemantauan
dengan:
Pemberian
terapi non
spesifik
Atau
OAT jika
tanda/gejala
mengarah TB
Atau
TPT jika
tanda/gejala
tidak mengarah
ke TB

WHO operational handbook on tuberculosis, 2022.( dengan modifikasi )


7.
Pemantauan
adanya TB aktif
Perlu dilakukan
rutin pada orang
yang sedang TPT
atau yang telah
WHO operational handbook on tuberculosis, 2022.( dengan modifikasi ) selesai TPT
Keterangan:
1. Jika anak usia < 10 tahun, saat ini ada salah satu gejala seperti batuk atau demam atau riwayat kontak dengan orang TBC aktif atau mengalami penurunan
berat badan yang dilaporkan atau terkonfirmasi > 5% sejak kunjungan terakhir atau kurva pertumbuhan datar atau berat badan untuk usia <-2 Z-skor. Bayi
usia <1 tahun tanpa gejala dengan HIV hanya diobati untuk ILTB jika mereka kontak serumah dengan orang TBC aktif.
2. Adanya batuk atau demam atau keringat di malam hari atau batuk darah atau nyeri dada atau sesak napas atau lemah dan lesu atau penurunan berat badan
(misal pada anak usia <5 tahun tidak terdapat anoreksia/nafsu makan normal meskipun sudah diberikan perbaikan gizi tetapi berat badan tetap tidak
naik/gagal tumbuh). Lesu atau anak kurang aktif bermain, keringat malam saja bukan merupakan gejala spesifik TBC pada anak apabila tidak disertai
gejala umum lainnya.
3. kelompok risiko lain yang dimaksud adalah orang dengan HIV negatif seperti: Pasien immunokompremais lainnya (pasien yang menjalani pengobatan
kanker, pasien yang mendapatkan perawatan dialisis, pasien yang mendapat kortikosteroid jangka Panjang, pasien yang sedang persiapan transplantasi
organ, dll) serta Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP), petugas kesehatan, sekolah berasrama, barak militer, pengguna narkoba suntik
4. Pemeriksaan Foto toraks dapat dilakukan jika tersedia difasyankes tersebut, namun jika tidak tersedia dapat menggunakan alur foto toraks tidak
tersedia.
5. Pada kontak serumah ≥5 tahun yang memiliki gejala TBC dengan hasil TCM negatif atau tidak tersedia dan dilakukan pemeriksaan foto toraks (jika
tersedia) menunjukkan hasil tidak sugestif TBC maka perlu dilakukan pemeriksaan TST/IGRA. Jika hasil pemeriksaan TST/IGRA positif maka dapat
dipertimbangkan untuk diberikan TPT. (Sebagai catatan kemungkinan TBC ekstra paru perlu ditelurusi jika hasil IGRA menunjukkan hasil positif).
6. Diagnosis dan tindak lanjut ditentukan oleh dokter berdasarkan klinis pasien. Rekomendasi dokter dapat berupa pemantauan dengan pemberian terapi non
spesifik atau diberikan OAT jika terdapat tanda/ gejala mengarah ke TBC atau diberikan TPT jika tidak terdapat tanda/ gejala mengarah ke TBC aktif.
7. Pemantauan adanya TBC aktif perlu dilakukan secara rutin pada orang yang sedang diberikan TPT maupun yang telah menyelesaikan pemberian TPT.
Tuberculin Skin Test (TST)
• Mengetahui ada atau tidaknya bakteri penyebab TBC pada tubuh.

• Cairan tuberculin purified protein derivative PPD RT-23 atau PPD-S 5 TU


• Disuntik 0,1 mL intrakutan pada bagian volar lengan bawah
• Hasil dibaca 48-72 jam setelah penyuntikan (pengukuran indurasi)
• Penyimpanan suhu 2 – 8 ◦C dan terlindung dari cahaya
• Setelah dibuka, suhu penyimpanan dijaga 2 – 8 ◦C dan sisa digunakan dalam
maksimal 30 hari.
Prosedur Uji Tuberkulin (TST)
Alat dan Bahan:
1. Kapas alcohol
2. Larutan PPD RT 23 – 2 TU atau PPD-S 5 TU
3. Disposable tuberculin syringe
4. Jarum Suntik 26-27 G
5. Medical disposal box
6. Non-Medical disposal box
7. Alcohol based hand rub
8. Model tangan/pasien
9. Penggaris transparan
10. Pena
Prosedur Uji Tuberkulin (TST)
PERSIAPAN
1. Sapa orangtua pasien /pasien dan perkenalkan diri. Berikan penjelasan pada orangtua/ pasien apa yang akan dilakukan dan
bila tidak jelas dapat mengajukan pertanyaan (informed consent)
PROSEDUR
2. Hand hygiene.
3. Ambil 0.1 ml larutan PPD RT-23 2 TU solution atau PPD-S 5 TU ke dalam disposable tuberculin syringe
4. Ganti jarum suntik dengan yang baru (ukuran 26-27 G)
5. Apus daerah yang akan dilakukan penyuntikan (permukaan volar lengan bawah 5-10 cm dibawah lipat siku) dengan kapas
yang dibasahi alkohol 70%. Pilih area kulit yang tidak ada kelainan.
6. Regangkan permukaan kulit.
7. Suntikan jarum dengan hati-hati secara intrakutan dengan bevel jarum menghadap keatas pada sudut 5-15°. Bevel jarum
harus tampak di bawah permukaan kulit.
8. Periksa tempat suntikan. Jika benar akan timbul wheal 6-10 mm pada tempat suntikan.
9. Jika tidak, lakukan penyuntikan ulang di tempat lain dengan jarak minimal 5 cm dari tempat semula.
10. Keluarkan jarum. Masukkan jarum dan syringe pada disposal box.
11. Hand hygiene
12. Catat waktu (tanggal dan jam) dan lokasi penyuntikan pada rekam medis
13. Beri penjelasan kepada orangtua agar membawa kembali anak pada 48-72 jam setelah penyuntikan untuk pembacaan TST
Prosedur Uji Tuberkulin (TST)
PEMBACAAN TST
13. Metode palpasi: Palpasi/raba tepi lateral indurasi kemudian beri tanda dengan pena, atau

Metode ballpoint: Tentukan tepi lateral indurasi dengan menggunakan pena


14. Ukur diameter transversal indurasi dengan menggunakan pengaris transparan dalam millimeter
15. Catat hasil pembacaan pada buku rekam medis. Jika tidak tedapat indurasi catat sebagai 0 mm

INTERPRETASI HASIL TST


16. Imunokompeten: positif bila indurasi ≥10 mm
Imunokompromais: positif bila indurasi ≥5 mm
Tentukan dan asepsis lokasi injeksi

Prosedur 2-4 cm di bawah lipat siku

TST • Pilih area kulit yang tidak ada


kelainan
• Bersihkan kulit dengan swab
alkohol

Siapkan jarum suntik

• Periksa tanggal
kadaluarsa pada
vial dan pastikan
vial mengandung
tuberculin
• Siapkan jarum
suntik yang telah
mengandung
tuberculin 0,1 ml.

31
https://www.cdc.gov/tb/publications/posters/images/Mantoux_wallchart.pdf
Injeksi Tuberkulin

Periksa uji kulit

Diameter wheal sebaiknya


6-10 mm. Jika tidak, ulangi
uji di tempat lain 5 cm
dari tempat injeksi awal
Suntikkan jarum dengan hati-hati secara intrakutan bevel jarum menhadap ke atas pada sudut 5-15°

Pencatatan tindakan
Catat waktu (tanggal dan jam) serta lokasi
penyuntikkan pada rekam medis
Bevel jarum dapat terlihat di bawah Setelah injeksi, akan timbul wheal pada
permukaan kulir tempat suntikan

https://www.cdc.gov/tb/publications/posters/images/Mantoux_wallchart.pdf 32
Pembacaan Hasil TST
Inspeksi lokasi injeksi
Tandai indurasi
Inspeksi dibawah pencahayaan yang baik

Eritema ((bagian kemerahan di kulit)- tidak diukur Gunakan ujung jari/pulpen sebagai penanda
indurasi

Indurasi – di ukur

Palpasi indurasi Pengukuran indurasi (bukan eritema)

Gunakan ujung jari untuk memberi tanda indurasi


Ukur diameter transversal indurasi dengan
penggaris transparan dalam milimeter

https://www.cdc.gov/tb/publications/posters/images/Mantoux_wallchart.pdf 33
Interpretasi Uji Tuberkulin

Negatif Palsu Positif palsu


Inadekuat respon sel T ( anergi/kekebalan tubuh Riwayat vaksinasi BCG sebelumnya
lemah )
Riwayat infeksi tuberkulosis baru (dalam 8-10 Infeksi karena bakteri non tuberkulosis
minggu pajanan)

Infeksi tuberkulosis lama ( kronis ) Penyutikkan tidak sesuai

Bayi usia < 6 bulan Kesalahan saat pembacaan hasil


Infeksi virus (cacar air, campak, dll)
Riwayat baru vaksinasi dengan virus hidup (cacar,
campak) dalam waktu 4-6 minggu
Penyutikkan tidak sesuai
Kesalahan saat pembacaan hasil
Perbedaan TST dan IGRA
Kriteria TST IGRA
Sensitivitas 68 – 71,5 % 80 – 84,5 %
Spesifisitas 86 – 88,7 % 99 – 99,4 %
Pengaruh vaksinasi BCG
terhadap hasil Ada Tidak ada

Pembacaan hasil 48-72 jam Sekitar 2 hari (48 jam)


(2x kunjungan) (1x kunjungan)
Tempat pemeriksaan Di Laboratorium/ RS rujukan dengan fasilitas
Bisa di poli, Puskesmas, dll hematologi, centrifuge, dan CO2 incubator
Listrik Tidak perlu Perlu untuk centrifuge
E-katalog Sudah ada Masih proses pendaftaran
Izin edar Ada Ada
Biaya Relatif lebih murah
(Disediakan program, alur Relatif lebih mahal
permintaan pada modul 800.000-1.500.000
logistik)
TST dan IGRA

Uji Tuberkulin

1. Pengambilan 2. Pencampuran 3. Manual atau 4. Kalkulasi hasil


dan inkubasi tube ELISA dengan perangkat
darah vena lunak
otomatis

Uji IGRA
Tata Tertib Pengerjaan Studi Kasus
1. Peserta duduk sesuai dengan provinsi masing-masing
2. Latihan soal dapat dikerjakan bersama dengan peserta berasal dari wilayah yang sama pada
kelompok tersebut.
3. Peserta akan mendapatkan 7 soal studi kasus dan dikerjakan di power point. Jika sudah selesai
dapat dikumpulkan bahannya pada link yang sudah disediakan panitia (Rename nama file
dengan Nama Provinsi_Modul Diagnosis ILTB)
4. Peserta diberikan waktu:
a. Diskusi: 30 menit
b. Paparan diskusi: 30 menit (akan ada kelompok yang memberikan paparan hasil diskusi
dan kelompok lain yang memberikan tanggapan)
c. Bedah Studi Kasus oleh Narasumber: 20 menit
d. Simpulan Fasilitator: 10 menit
5. Setiap kelompok akan didampingi oleh fasilitator, tiap fasilitator akan membantu
mengarahkan jalannya diskusi hingga selesai.
MODUL 5
PADUAN TERAPI PENCEGAHAN TUBERKULOSIS (TPT) PADA
KONTAK TBC SENSITIF OBAT DAN KONTAK TBC RESISTEN
OBAT
BAB I . PENDAHULUAN

BAB II. MANFAAT TPT

BAB III . SASARAN PRIORITAS TPT

BAB IV. PEMBERIAN OBAT TPT

BAB V. PENUTUP
BAB I . PENDAHULUAN

BAB II. MANFAAT TPT

BAB III . SASARAN PRIORITAS TPT

BAB IV. PEMBERIAN OBAT TPT

BAB V. PENUTUP
A. Deskripsi Singkat

Pencegahan TBC melalui


Strategi penting untuk mencapai
pengobatan
Indonesia bebas Tuberkulosis
pencegahan
tuberkulosis (TPT)
Keuntungan lebih tinggi pada
kelompok yang mempunyai risiko
Langkah
intervensi
progresifitas ke arah TBC aktif

❑ Identifikasi kontak
❑ Melakukan pemeriksaan
❑ Pemberian pengobatan
❑ Monitoring
BAB I . PENDAHULUAN

BAB II. MANFAAT TPT

BAB III . SASARAN PRIORITAS TPT

BAB IV. PEMBERIAN OBAT TPT

BAB V. PENUTUP
Mengapa terapi pencegahan
TBC perlu diberikan ?
Bayi B, usia 3 bulan
• Dibawa ke IGD karena sesak napas
• Sejak 2 minggu sebelumnya malas minum maka diberi susu
formula

• Riwayat persalinan: cukup bulan, BB lahir cukup


• Bayi tumbuh sehat, BB tiap bulan naik

• Ibu: sering batuk, bertambah kurus.


- Di rawat, di diagnosis TB Paru, namun ibu meninggal
- Bayi tidak diberi TPT
Rontgen dada: TB milier
Gastric Lavage

HASIL
TCM: MTB detected Rifampisin resistant NOT detected
Kisah bayi B
Bayi lahir Umur 3 hari Umur 7 hari Umur 3 bulan

• lahir dari ibu G1P0A0 • Bayi sesak napas • Ibu dirawat dan • Bayi sesak napas
• 38 minggu • Membaik dengan meninggal dunia
• lahir langsung oksigen dan • Ro dada: TB milier • RSUD:
menangis antibiotika  • Dahak belum • Ro dada: TB milier
• BBL 2800 gram dipulangkan diperiksa TCM: MTB
detected low,
resistant
Rifampicin NOT
BAYI TIDAK DETECTED
MENDAPAT TPT
BAYI B

1. Kemungkinan besar bayi B mendapatkan penularan dari ibu secara hematogen.

2. Terjadi keterlambatan dalam deteksi dini TB ada ibu paska melahirkan

3. Bayi tidak diberi obat TPT

4. Bayi terinfeksi dan sakit TB Paru berat

5. Pengobatan memerlukan kombinasi obat HRZE dengan risiko ESO yang lebih tinggi
P, 12 tahun, DIY
Teman satu sekolah: TB BTA (+)
B. Manfaat dari sudut pandang kesehatan masyarakat

Strategi penanggulangan TBC

Menemukan dan mengobati pasien TBC


Strategies for eliminating TB

Dye at al., Annu Rev Pub Health 2013


BAB I . PENDAHULUAN

BAB II. MANFAAT TPT

BAB III . SASARAN PRIORITAS TPT

BAB IV. PEMBERIAN OBAT TPT

BAB V. PENUTUP
KELOMPOK BERISIKO TINGGI SAKIT TBC SETELAH TERINFEKSI

1. Orang dengan HIV/AIDS (ODHIV)


2. Kontak serumah dg pasien TBC paru terkonfirmasi bakteriologis
a. Anak usia di bawah 5 tahun
b. Dewasa, remaja dan anak usia di atas 5 tahun

3. Kelompok risiko lainnya dengan HIV negatif


a. Pasien immunokompromais lainnya (keganasan, hemodialisis, mendapat
kortikosteroid jangka panjang, persiapan transplantasi organ, dll).
b. Warga Binaan Pemasyarakatan, petugas kesehatan, sekolah berasrama, barak
militer, barak pengungsian, pengguna narkoba suntik.

SASARAN PRIORITAS PEMBERIAN TPT


Apa kriteria pemberian TPT ?

1. Kelompok risiko tinggi (ODHIV, kontak serumah, Kelompok


risiko lainnya HIV Negatif)
2. Tidak sakit TBC
3. Infeksi laten TBC*
4. Tidak ada kontra indikasi pemberian TPT

•Kecuali pasien HIV dan anak kontak usia < 5 tahun


(akan dijelaskan kemudian)
Kontraindikasi Pemberian TPT
1. Hepatitis akut atau kronis
2. Neuropati perifer (jika menggunakan isoniazid)
3. Konsumsi alkohol biasa atau berat

Kehamilan atau riwayat TBC sebelumnya bukan merupakan


kontraindikasi Pemberian TPT
BAB I . PENDAHULUAN

BAB II. MANFAAT TPT

BAB III . SASARAN PRIORITAS TPT

BAB IV. PEMBERIAN OBAT TPT

BAB V. PENUTUP
Paduan obat TPT

6H 3HR 3HP
INH selama 6 bulan, Paduan INH dan Paduan INH
diminum tiap hari dan Rifapentin
Rifampicin (HR)
selama 3 bulan, (HP), selama 3
bulan,
diminum tiap hari diminum 1x
per minggu
6H (INH) 3HP (INH & Rifapentin) 3HR (INH & Rifampicin)
Interval pemberian Harian Mingguan Harian
Durasi 6 bulan 3 bulan 3 bulan
Dosis 180 dosis 12 dosis 84 dosis
<10 thn: 10 mg/kg BB 2-14 thn dengan BB: <10 thn: INH 10 mg/kg
Maksimal 300 mg per hari 10-15 kg: INH 300 mg, RPT BB, RIF 15 mg/kg BB
300 mg 16-23 kg: INH 500 mg, RPT
450 mg 24-30 kg: INH 600 mg, RPT
600 mg
≥ 31 kg: INH 700 mg, RPT 750 mg

≥ 10 thn: 5 mg/kg BB >14 thn untuk semua BB ≥10 thn: INH 5 mg/kg
Maksimal 300 mg per hari ≥ 30 kg: INH 900 mg, RPT 900 mg BB, RIF 10 mg/kg BB
TPT

Sediaan 300mg Anak: lepasan RPT 150 mg, INH 300mg RH 150mg/300 mg
Dewasa: KDT HP 300mg/300 mg Anak: RH 50/75
Kriteria umur Semua umur; sesuai utk anak HIV+ ≥ 2 tahun Semua umur
yg menerima LPV-RTV, NVP, DTG

Interaksi dengan ARV Tidak ada Semua PIs, NVP/NNRTIs, TAF Semua PIs, NVP/hampir
semua NNRTIs

TAF=Tenovofir alafenamide NRTI


A. Tuberkulosis Sensitif Obat

1. Paduan 6H
• Dosis dan lama pemberian
▪ Dosis obat di sesuaikan dengan kenaikan berat badan setiap bulan (untuk
anak).
▪ Obat di konsumsi satu kali sehari, sebaiknya pada waktu yang sama (pagi,
siang, sore atau malam) saat perut kosong (1 jam sebelum makan atau 2
jam setelah makan).
▪ Lama pemberian 6 bulan (1 bulan = 30 hari pengobatan) 🡪 180 dosis
▪ Obat tetap diberikan selama 6 bulan walaupun kasus indeks meninggal,
pindah atau terkonfirmasi bakterilogisnya atau BTA nya sudah menjadi
negatif.
1.Paduan 6H
• Pemberian vitamin B6
▪ Anak dengan gizi buruk atau HIV
▪ Jika dosis INH ≤ 200 mg/hari: vit B6 10 mg per hari (1x sehari)
▪ Jika dosis INH > 200 mg: vit B6 10 mg per 12 jam mg (2x
sehari)
▪ Dewasa yang memiliki risiko efek samping (seperti pada HIV,
malnutrisi, alkoholik, gagal ginjal kronik, DM, wanita hamil atau
menyusui): vitamin B6 25 mg/hari.
• Pengawas minum obat: orang tua atau keluarga pasien.
• Bisa diberikan di semua tingkat layanan termasuk di praktik swasta
(dengan catatan sudah bekerja sama dengan puskesmas dan/atau
dinas kesehatan setempat).
2. Paduan 3HP (INH dan Rifapentin)

• Dosis dan lama pemberian


▪ Dosis INH dan Rifapentine berdasarkan usia dan berat
▪ Dosis obat disesuaikan dengan kenaikan berat badan setiap bulan.
▪ Dosis Rifapentine maksimal 900 mg/hari
▪ Diberikan seminggu sekali
▪ Lama pemberian 3 bulan (1 bulan = 4 minggu) = 12 dosis
▪ Obat tetap diberikan selama 3 bulan walaupun kasus indeks meninggal, pindah
atau sputumnya sudah menjadi negatif
• Kontra indikasi:
• Usia < 2 tahun dan ibu hamil
• Wanita yang menggunakan kontrasepsi hormonal harus disarankan untuk
menggunakan metode kontrasepsi penghalang tambahan seperti kondom, kap
serviks, contraceptive sponge, diafragma untuk mencegah kehamilan.
2. Paduan 3HP (INH dan Rifapentin)
▪ Pemberian 3HP
• Sebaiknya pada waktu yang sama (pagi, siang, sore atau malam)
• Saat perut kosong (1 jam sebelum makan atau 2 jam setelah
makan)
• Pada anak, rifapentine dapat dikonsumsi dengan cara
dihancurkan dan dicampur dengan sedikit makanan, seperti
bubur, pudding, yogurt, es krim dan makanan lain yang disukai
anak, hal ini untuk mengatasi rasa pahit rifapentine.
• Namun rifapentine tidak boleh dikonsumsi bersamaan dengan
buah atau makanan yang berbasis buah.
2. Paduan 3HP (INH dan Rifapentin)
Pemberian vitamin B6
▪Anak dengan gizi buruk atau HIV
- jika dosis INH ≤ 200 mg/hari: vit B6 10 mg per hari (1x sehari)
- Jika dosis INH > 200 mg: vit B6 10 mg per 12 jam mg (2x sehari)
▪Dewasa dengan HIV: vitamin B6 25 mg/hari, diberikan sekali seminggu

• Pengawas minum obat: orang tua atau keluarga pasien.

• Bisa diberikan di semua tingkat layanan termasuk di praktik swasta (dengan


catatan sudah bekerja sama dengan puskesmas dan/atau dinas kesehatan
setempat).
2. Paduan 3HP (INH dan Rifapentin)
• 3HP dapat diberikan kepada pasien HIV yang menjalani
pengobatan ARV yang umum digunakan kecuali Nevirapine dan
golongan protase inhibitor.
ARV seperti efavirenz atau raltegravir termasuk didalamnya
dolutegravir aman digunakan tanpa adanya perubahan dosis

• Dokter maupun perawat dapat memilih metode directly observed treatment


(DOT) atau Self-administered treatment (SAT) dalam memberikan 3HP
kepada pasien. Pemilihan metode bisa disesuaikan dengan konteks local
(hard to reach areas), preferensi pasien dan atau pertimbangan lain seperti
risiko berkembang menjadi sakit TBC yang parah.

• Suplemen (obat herbal) yang belum diatur dosis pemakaiannya


harus dihindari ketika mengkonsumsi 3HP karena efeknya pada
rejimen tidak dapat diantisipasi atau diukur
2. Paduan 3HP (INH dan Rifapentin)
• Jika selama menjalani TPT dengan paduan 3HP pasien didiagnosis
malaria. Lakukan pengobatan malaria terlebih dahulu dan
lanjutkan setelah pengobatan malaria selesai dan gejala
menghilang.

• Yang berperan sebagai pengawas minum obat adalah orang tua


atau keluarga pasien

• Bisa diberikan di semua tingkat layanan termasuk di praktik


swasta (dengan catatan sudah bekerja sama dengan puskesmas
dan/atau dinas kesehatan setempat)
2. Paduan 3HP (INH dan Rifapentin)
Tabel Pemberian Dosis 3HP
3. Paduan 3HR (INH dan Rifampicin)
▪ Dosis dan lama pemberian
• Usia < 10 tahun: INH 10mg/kg BB/hari (maks 300 mg/hari) ; Rifampicin 15kg/mg BB/hari (maks 600 mg/hari)
• usia > 10 tahun: INH 5 mg/kgBB/hari (maksi 300 mg/hari); Rifmpicin 10 mg/kgBB/hari
• Dosis obat disesuaikan dengan kenaikan berat badan setiap bulan.
• Lama pemberian 3 bulan (1 bulan = 28 hari) --> 84 dosis
• Obat tetap diberikan selama 3 bulan walaupun kasus indeks meninggal, pindah atau sputumnya
sudah
negatif.

▪ Pemberian

▪ Obat dikonsumsi satu kali sehari, sebaiknya pada waktu yang sama (pagi, siang, sore atau malam) saat perut
kosong (1 jam sebelum makan atau 2 jam setelah makan).

▪ Pengambilan obat dilakukan pada saat kontrol setiap 1 bulan, dan dapat disesuaikan dengan jadwal kontrol
kasus indeks.
3. Paduan 3HR
• Pemberian vitamin B6
▪ Anak dengan gizi buruk atau HIV
▪ Jika dosis INH ≤ 200 mg/hari: vit B6 10 mg per hari (1x sehari)
▪ Jika dosis INH > 200 mg: vit B6 10 mg per 12 jam mg (2x sehari)
▪ Dewasa yang memiliki risiko efek samping (seperti pada HIV,
malnutrisi, alkoholik, gagal ginjal kronik, DM, wanita hamil atau
menyusui): vitamin B6 25 mg/hari.

• Pengawas minum obat: orang tua atau keluarga pasien.


• Bisa diberikan di semua tingkat layanan termasuk di praktik swasta
(dengan catatan sudah bekerja sama dengan puskesmas dan/atau dinas
kesehatan setempat).
Paduan 1HP
• Paduan yang bisa digunakan oleh program TBC Nasional untuk masa
yang akan datang.
• 1HP merupakan kombinasi INH dan Rifapentine yang dikonsumsi setiap hari
selama satu bulan.
• Paduan ini hanya diberikan untuk kategori umur ≥ 13 tahun.
• Dosis pemberian 1HP adalah isoniazid 300mg dan rifapentine 600mg untuk
semua BB
• 1HP dapat diberikan kepada pasien HIV yang menjalani pengobatan ARV
yang umum digunakan kecuali Nevirapine dan golongan protase inhibitor.
• Paduan 1HP belum dapat digunakan dalam program TPT nasional karena masih
dibutuhkan bukti ilmiah yang lebih untuk memastikan keamanan paduan ini.
Pilihan Paduan TPT

No Sasaran Plihan paduan TPT


3HP 3HR 6H 6Lfx+E
1 Kontak serumah usia < 2 tahun √ √
2 Kontak serumah usia 2 – 5 tahun √ √ √
3 Kontak serumah usia > 5 tahun √ √ √
4 ODHA usia < 2 tahun √ √
5 ODHA usia > 2 tahun √ √
6 Kelompok risiko lainnya √ √ √
7 Kontak serumah semua usia dengan √
kasus indeks TB RO
Catatan: tulisan warna merah sesuai dengan juknis (paduan yang diutamakan). namun mempertimbangkan stok ketersediaan TPT juga dapat
digunakan sesuai dengan tulisan warna hitam
ALUR PEMILIHAN OBAT TPT TB SO
Anak terindikasi
TPT

Usia < 2 Usia ≥ 2


tahun tahun

Tersedia Tidak Tidak


Tersedia HP
RH tersedia RH tersedia

Tersedia Tidak
RH 3 bulan INH 6 bulan HP 3 bulan
RH* tersedia RH

RH 3 bulan INH 6 bulan

(*) Pasien ODHIV tidak direkomendasikan pemberian obat Rifampisin karena risiko
interaksi dengan anti retroviral, pilihan adalah INH 6 bulan
B. Tuberkulosis Resisten Obat

Rekomendasi TPT untuk TBC-RO

• Fluoroquinolon (moksifloksasin, levofloksasin) dengan atau tanpa obat lain (etambutol, etionamid), lama 6 bulan

• Indonesia: Lefofloksasin + etambutol

• Update Rekomendasi Pemberian TPT RO Anak: Lefofloksasin saja

• Update Rekomendasi Pemberian TPT RO pada TPT RO Dewasa: Lefofloksasin + etambutol

• Rejimen disesuaikan dengan profile resistensi obat sumber penularan, pada pasien Pre-XDR/XDR TBC

• Dosis obat:

i. Levofloksasin: 15-20 mg/kgBB/hari

ii. Etambutol 15-25 mg/kgBB/hari

iii.Diminum setiap hari selama 6 bulan


BAB I . PENDAHULUAN

BAB II. MANFAAT TPT

BAB III . SASARAN PRIORITAS TPT

BAB IV. PEMBERIAN OBAT TPT

BAB V. PENUTUP
STUDI KASUS
MODUL 6
PEMANTAUAN KLINIS TPT
BAHASAN
Pemantauan klinis TPT

A. Monitoring pengobatan 1. Monitoring klinis


2. Pemantauan efek samping
3. Kepatuhan minum obat

B. Tindak lanjut pengobatan 1. Kriteria selesai pengobatan


2. Kriteria drop out
3. Kriteria gagal pengobatan
4. Tatalaksana terpapar kembali

C. Monitoring efek samping obat (MESO)


BAHASAN
Pemantauan klinis TPT

A. Monitoring pengobatan 1. Monitoring klinis


2. Pemantauan efek samping
3. Kepatuhan minum obat

B. Tindak lanjut pengobatan 1. Kriteria selesai pengobatan


2. Kriteria drop out
3. Kriteria gagal pengobatan
4. Tatalaksana terpapar kembali

C. Monitoring efek samping obat (MESO)


1. Evaluasi munculnya gejala TBC

ANAK DEWASA ODHIV


1. Penurunan berat badan atau tidak 1. Batuk selama ≥2 minggu, dapat 1. Batuk saat ini (tidak perlu
naik dari 2 bulan sebelumnya atau berdahak atau berdarah ≥2 minggu)
terjadi gagal tumbuh (failure to thrive) 2. Demam yang umumnya 2. Berat badan turun drastis
meskipun telah diberikan upaya subfebris selama ≥2 minggu 3. Demam yang umumnya
perbaikan gizi yang baik dalam waktu 3. Berat badan turun subfebris selama ≥2 minggu
1-2 bulan 4. Berkeringat pada malam hari 4. Berkeringat pada malam
2. Demam disertai dengan atau tanpa 5. Malaise: lesu, mudah lelah hari
keringat malam 6. Pembesaran kelenjar getah 5. Pembesaran kelenjar getah
3. Batuk dengan karakteristik: batuk bening di leher, ketiak, dan bening di leher, ketiak, dan
persisten >2 minggu, non-remitting inguinal inguinal
(tidak pernah reda atau intensitas 7. Gejala TBC di organ lain 6. Gejala TBC di organ lain
semakin lama semakin parah), tidak
membaik dengan pemberian
antibiotik
4. Kelelahan, anak kurang aktif bermain,
aktivitas anak tidak aktif
BAHASAN
Pemantauan klinis TPT

A. Monitoring pengobatan 1. Monitoring klinis


2. Pemantauan efek samping
3. Kepatuhan minum obat

B. Tindak lanjut pengobatan 1. Kriteria selesai pengobatan


2. Kriteria drop out
3. Kriteria gagal pengobatan
4. Tatalaksana terpapar kembali

C. Monitoring efek samping obat (MESO)


2. Efek samping obat (ESO)

ESO adalah efek tidak diinginkan yang timbul pada dosis


normal yang umumnya terkait dengan farmakologi obat

Tanyakan keluhan seperti mual muntah,


tampak kuning, kulit gatal

Evaluasi Periksa apakah ada tanda efek samping


ESO seperti ikterik, hepatomegali, ruam di kulit

Identifikasi efek samping obat dan tatalaksana


Klasifikasi AE Definisi
Derajat 1 (Ringan) Gejala ringan atau asimptomatik, tidak memerlukan
intervensi
Derajat 2 (Moderat) Membutuhkan intervensi minimal atau lokal atau non-
invasif
Derajat 3 (Berat) Gejala berat atau bermakna secara klinis tetapi tidak
mengancam nyawa, membutuhkan rawat inap atau
perpanjangan rawat inap, menyebabkan disabilitas atau
pembatasan aktivitas perawatan diri sehari-hari

Derajat 4 Mengancam nyawa yang membutuhkan intervensi urgen


Derajat 5 Menyebabkan kematian
Tatalaksana Periksa dosis obat yang dikonsumsi
Umum ESO
Eksklusi penyebab lain

Tentukan derajat efek samping

Berikan tata laksana

Laporkan

Bila gejala sudah membaik, obat diberikan kembali secara gradual

Cegah timbulnya resistensi obat


Tabel 2.1 Efek samping obat dan tatalaksana
Obat Efek Samping Tatalaksana
Isoniazid (H) Neuropati perifer (Angka kejadian < 0,2%)* ∙ Berikan atau tingkatkan dosis piridoksin (B6)
∙ Jika menetap atau berat, hentikan INH
Hepatotoksisitas (angka kejadian 2-6%)* ∙ Hentikan minum obat, tes fungsi hati; tunggu
sampai fungsi hati normal
∙ Obat diberikan sekuensial satu demi satu setiap 2
hari sebelum menambah obat lain (pada
penggunaan panduan 3HP/3HR
Gangguan neuropsikiatri ∙ Verifikasi dosis obat, hentikan obat yang diduga
menjadi penyebab
∙ Jika gejala menetap, hentikan obat yang paling
mungkin jadi penyebab
∙ Jika gejala berat atau menetap hentikan obat
yang paling mungkin menjadi penyebab atau
mengurangi dosis (pada panduan 3HP/3HR)

*) Persentasi kejadian ESO diambil dari buku operasional WHO untuk TBC yang dikeluarkan Maret 2020, Bila terdapat gejala efek samping seperti di atas, maka:
• Obat sementara dihentikan dan lakukan tatalaksana efek samping.
• Jika reaksi efek samping obat berat segera diberikan perawatan suportif dan lakukan rujukan.
• Jika reaksi efek samping obat sedang/ringan, pastikan oleh tenaga kesehatan bahwa reaksi yang timbul akibat TPT, berikan perawatan suportif dan observasi
hingga reaksi obat menghilang. Jika reaksi akibat obat terus muncul lakukan pemeriksaan lebih lanjut. Ditambahkan disesuaikan gejala efek sampingnya.
Tabel 2.1 Efek samping obat dan tatalaksana (Lanjutan)
Obat Efek Samping Tatalaksana
Rifampisin (R) Reaksi seperti flu (flu-like syndrome) berupa ∙ Hentikan obat
dan demam disertai lemas, lelah, sakit kepala, ∙ Pertimbangkan pemberian obat anti-histamin
Rifapentine (P) nyeri otot, takikardi atau palpitasi, berkeringat (diphenhydramine, loratadine dll)
∙ Antiemetik, antidiare
atau gejala lainnya
∙ Tunggu sampai gejala klinis membaik
Hepatotoksisitas (Sekitar 1% orang yang ∙ Hentikan minum obat, tes fungsi hati; tunggu
menjalani 3HP mengalaminya)* sampai fungsi hati normal
∙ Obat diberikan sekuensial satu demi satu setiap 2
hari sebelum menambah obat lain
Ruam kulit Identifikasi ringan, sedang atau berat.
Bila ringan/sedang atasi secara supportif sampai
gejala menghilang
Bila berat lakukan rujukan ke RS terdekat
Gejala gangguan pencernaan seperti mual, Identifikasi ringan, sedang atau berat.
muntah, atau sakit perut Bila ringan/sedang atasi secara supportif sampai
gejala menghilang
Bila berat lakukan rujukan ke RS terdekat
Tabel 2.1 Efek samping obat dan tatalaksana (Lanjutan)
Obat Efek Samping Tatalaksana
Rifampisin (R) Perubahan warna cairan tubuh seperti Beri konseling agar pasien tahu bahwa
dan urin, keringat atau air mata perubahan warna cairan tubuh adalah hal yang
Rifapentine (P) normal karena hasil ekskresi dari pengobatan
dan tidak berbahaya
Pada saat awal pemberian TPT, lakukan KIE
mengenai hal ini
Hipersensitivitas seperti hipotensi, ∙ Hentikan minum obat
pingsan, takikardi, anafilaksis atau ∙ Berikan perawatan dukungan pada kondisi
bronkospasme. Reaksi ini sangat jarang mendesak
terjadi (Angka kejadian sekitar 4%)* ∙ Melakukan rujukan untuk pemeriksaan dan
tatalaksana lanjut yang dibutuhkan
∙ Bronkodilator
∙ Steroid

*) Persentasi kejadian ESO diambil dari buku operasional WHO untuk TBC yang dikeluarkan Maret 2020, Bila terdapat gejala efek samping seperti di atas, maka:
• Obat sementara dihentikan dan lakukan tatalaksana efek samping.
• Jika reaksi efek samping obat berat segera diberikan perawatan suportif dan lakukan rujukan.
• Jika reaksi efek samping obat sedang/ringan, pastikan oleh tenaga kesehatan bahwa reaksi yang timbul akibat TPT, berikan perawatan suportif dan observasi
hingga reaksi obat menghilang. Jika reaksi akibat obat terus muncul lakukan pemeriksaan lebih lanjut. Ditambahkan disesuaikan gejala efek sampingnya.
Tabel 2.1 Efek samping obat dan tatalaksana (Lanjutan)
Obat Efek Samping Tatalaksana
Levofloxacin Lfx – Gangguan neuropsikiatri berupa kejang, ∙ Pastikan dosis benar; hentikan jika diduga
(Lfx) dengan sakit kepala, perubahan perilaku, depresi, sebagai penyebab
atau tanpa gangguan tidur
Etambutol (E)/ Lfx – Gangguan sendi ∙ Pastikan dosis benar; pertimbangkan penurunan
Etionamid dosis atau hentikan obat
(Eto) ∙ Beri obat anti inflamasi non-steroid (NSAID)
seperti ibuprofen
∙ Jika timbul bengkak akut, kemerahan dan teraba
hangat pada sendi, pertimbangkan aspirasi untuk
diagnosis gout, infeksi, penyakit autoimun,
artritis TB, dll

Lfx – Pemanjangan QTc dengan gejala pingsan, Pemeriksaan EKG setiap bulan
denyut jantung meningkat, nyeri dada hebat Periksa elektrolit dan koreksi bila perlu, lakukan
QTc interval memanjang >500 ms atau pemeriksaan ulang setelah koreksi
meningkat >50 ms dan pasien bergejala Periksa tiroid: bila hipotiroid, berikan terapi
Hentikan obat jika masih terdapat pemanjangan
QTc
Tabel 2.1 Efek samping obat dan tatalaksana (Lanjutan)
Obat Efek Samping Tatalaksana
Levofloxacin E - Gangguan penglihatan Hentikan obat
(Lfx) dengan Pemeriksaan Snellen and Ishihara (bisa di awal Konsultasikan dengan dokter spesialis mata
atau tanpa dan setiap bulan). Untuk usia <2 thn Berikan prednison (1 mg/kg/hari)
Etambutol (E)/ pemeriksaan respon fixate and follow. Untuk
Etionamid usia 3-5 thn pemeriksaan symbol chart
(Eto)
Eto - Hepatotoksisitas ∙ Hentikan minum obat jika kadar SGOT/SGPT >5x
nilai normal dan atau bilirubin >2 mg/dL
∙ Bila fungsi hati sudah normal, reintroduksi obat
sambil tetap memonitor fungsi hati setiap bulan
Eto - Gangguan fungsi tiroid berupa gejala Pertimbangkan suplementasi tiroksin bila hipotiroid
hipotiroid atau goiter; klinis atau TSH dan FT4 turun
Periksa TSH berkala Dosis suplementasi tiroksin pada anak lebih tinggi:
• Usia 4-15 thn: 4 mcg/kg/hari (maks: 200 mcg)
• Usia 1-3 thn: 10-15 mcg/kg/hari (maks: 200 mcg)
Monitor TSH tiap bulan dan dosis tiroksin dinaikkan
25 mcg sampai TSH normal (TSH <5 mIU/L)
Hentikan OAT yang menyebabkan jika gangguan
fungsi tiroid berat
BAHASAN
Pemantauan klinis TPT

A. Monitoring pengobatan 1. Monitoring klinis


2. Pemantauan efek samping
3. Kepatuhan minum obat

B. Tindak lanjut pengobatan 1. Kriteria selesai pengobatan


2. Kriteria drop out
3. Kriteria gagal pengobatan
4. Tatalaksana terpapar kembali

C. Monitoring efek samping obat (MESO)


3. Kepatuhan dan keteraturan minum obat

1. Penilaian kepatuhan minum obat dilakukan setiap bulan


2. Penyebab ketidakteraturan minum obat harus dicari dan
didiskusikan pemecahannya
3. Komunikasi Informasi Edukasi (KIE) dilakukan baik pada pasien
maupun anggota keluarga yang berperan sebagai pengawas
menelan obat (PMO)
4. Penting untuk menekankan bahwa TPT diberikan pada orang yang
tidak ada gejala untuk mencegah infeksi dan sakit TBC
5. Hasil evaluasi bulanan, bila saat kontrol tidak ada masalah, maka
pemberian TPT dapat dilanjutkan untuk bulan berikutnya
Tabel 2.2 Tatalaksana TPT dosis terlewat

Rejimen Durasi terapi Langkah selanjutnya Saran tindakan


TPT tertunda
3HR <2 minggu • Lanjutkan TPT segera dan tambah jumlah hari • Menyampaikan alasan
6H berdasarkan dosis yang terlewat dari total tertundanya TPT.
durasi pengobatan. • Memberikan nasihat kepada
orang penerima TPT dan
• Jangan mengubah tanggal yang dijadwalkan pendamping tentang
untuk kunjungan berikut, tetapi kunjungan pentingnya TPT dan
terakhir akan ditunda sesuai tambahan jumlah kepatuhan selesai
hari untuk mengganti dosis yang terlewat pengobatan.
(misal: jika seorang anak dengan 3HR • Peninjauan dan persetujuan
melewatkan 3 hari, lanjutkan TPT untuk durasi 3 dengan orang penerima
bulan + 3 hari dari tanggal memulai). TPT dan pendamping
mengenai cara terbaik
untuk meningkatkan
kepatuhan.
Tabel 2.2 Tatalaksana TPT dosis terlewat (Lanjutan)
Rejimen Durasi terapi Langkah selanjutnya Saran tindakan
TPT tertunda
3HR >2 minggu • Jika TPT berhenti setelah >80% dosis yang • Menyampaikan alasan
6H diharapkan pada rejimen terpilih, tidak perlu tertundanya TPT.
tindakan. Lanjut dan selesaikan sisa perawatan • Memberikan nasihat
sesuai rencana awal. kepada orang penerima
TPT dan pendamping
• Jika TPT berhenti <80% dosis yang diharapkan pada tentang pentingnya TPT
rejimen terpilih, TPT masih bisa diselesaikan sesuai dan kepatuhan selesai
waktu yang diharapkan, yaitu durasi pengobatan + pengobatan.
33% waktu tambahan, tidak perlu tindakan. Lanjut • Peninjauan dan
dan selesaikan sisa perawatan sesuai rencana awal. persetujuan dengan
orang penerima TPT dan
• Jika pasien tetap tidak dapat menyelesaikan pendamping mengenai
minimal 80% dari total dosis yang diharapkan cara terbaik untuk
setelah diberi perpanjangan waktu, pertimbangkan meningkatkan kepatuhan
memulai TPT kembali secara lengkap.
TPT TERHENTI <80% DOSIS YANG DIHARAPKAN
PUTUS OBAT > 2 MINGGU

Mulai TPT
Total dosis: 180
80% dosis
80% dari total dosis: 144
Selesai TPT Tambahan 33% waktu
33% dari total dosis: 60
Tabel 2.2 Tatalaksana TPT dosis terlewat (Lanjutan)

Rejimen Durasi terapi Langkah selanjutnya Saran tindakan


TPT tertunda
3HP 1 dosis • Jika dosis yang terlewat adalah 2 hari ke depan, • Menyampaikan alasan
terlewat orang tersebut dapat segera melanjutkan minum tertundanya TPT.
dalam jadwal obat. Lanjutkan jadwal sesuai rencana semula • Memberikan nasihat
mingguan (misal, terus minum obat sesuai dosis yang kepada orang dengan TPT
tersisa mengikuti jadwal yang sama). dan pendamping tentang
pentingnya TPT dan
• Jika dosis yang terlewatkan >2 hari kemudian, kepatuhan selesai
orang tersebut dapat segera mengambil dosis pengobatan.
yang terlewat dan mengubah jadwal asupan • Peninjauan dan
mingguan menjadi hari dosis yang dilewatkan itu persetujuan dengan orang
diambil sampai pengobatan selesai. Ini akan dengan TPT dan
menghindari 2 dosis mingguan yang diambil <4 pendamping mengenai
hari. cara terbaik untuk
meningkatkan kepatuhan.
Jadwal minum obat awal Ubah hari minum obat

Senin Selasa Rabu Kamis Jum’at Sabtu Minggu


1 2 3 4 5 6 7
8 9 10 11 12 13 14
15 16 17 18 19 20 21
22 23 24 25 26 27 28

Dosis terlewat dalam 2 hr ke depan Lanjutkan jadwal sesuai rencana semula

Dosis terlewat> 2 hr kemudian : segera mengambil dosis yang terlewat dan


mengubah jadwal asupan mingguan menjadi hari dosis yang dilewatkan itu diambil
sampai pengobatan selesai (menghindari 2 dosis mingguan yang diambil kurang
dari 4 hr)
Tabel 2.2 Tatalaksana TPT dosis terlewat (Lanjutan)

Rejimen Durasi terapi Langkah selanjutnya Saran tindakan


TPT tertunda
3HP >1 minggu • Jika antara 1-3 dosis mingguan terlewatkan, • Menyampaikan alasan
dosis yang terapi dilanjutkan sampai semua 12 dosis tertundanya TPT.
terlewat diminum, sehingga memperpanjang durasi • Memberikan nasihat kepada
terapi hingga maksimum 16 minggu. orang dengan TPT dan
pendamping tentang
• Namun, jika 4 atau lebih dosis mingguan pentingnya TPT dan
terlewat, pertimbangkan untuk kepatuhan selesai
memulai kembali TPT lengkap. pengobatan.
• Peninjauan dan persetujuan
• Jika kepatuhan terhadap rutinitas mingguan dengan orang dengan TPT dan
tidak memungkinkan, pertimbangkan pendamping mengenai cara
menghentikan 3HP dan menawarkan rejimen terbaik untuk meningkatkan
alternatif (harian). kepatuhan.
Tabel 2.2 Tatalaksana TPT dosis terlewat
(Lanjutan)
Rejimen Durasi terapi Langkah selanjutnya Saran tindakan
TPT tertunda
1HP* <1 minggu Jika >80% dosis yang diharapkan dalam rejimen itu diminum tidak Menyampaikan alasan
diperlukan tindakan, cukup lengkapi dosis yang tersisa. tertundanya TPT.
Jika <80% dari dosis yang diharapkan dalam rejimen diambil, Memberikan nasihat
segera melanjutkan terapi segera setelah kembali dan kepada orang dengan
menambahkan dosis yang terlewat pada total durasi terapi untuk TPT dan pendamping
menyelesaikan rangkaian terapi dalam waktu maksimal 6 minggu. tentang pentingnya TPT
dan kepatuhan selesai
pengobatan.
>1 minggu Jika >7 dosis berturut-turut terlewatkan, pertimbangkan untuk Peninjauan dan
memulai kembali rangkaian lengkap rejimen 1HP. persetujuan dengan
Jika >7 dosis terlewat tidak berturut-turut, lanjutkan TPT segera orang dengan TPT dan
setelah kembali dan tambahkan dosis yang terlewat ke total durasi pendamping mengenai
terapi untuk menyelesaikan rangkaian terapi dalam waktu cara terbaik untuk
maksimum 8 minggu. meningkatkan
Jika kepatuhan terhadap 1HP tidak memungkinkan, pertimbangkan kepatuhan.
untuk menghentikannya dan menawarkan rejimen harian alternatif
atau 3HP.

Keterangan:
*) Belum disediakan oleh Program TB Nasional
BAHASAN
Pemantauan klinis TPT

A. Monitoring pengobatan 1. Monitoring klinis


2. Pemantauan efek samping
3. Kepatuhan minum obat

B. Tindak lanjut pengobatan 1. Kriteria selesai pengobatan


2. Kriteria drop out
3. Kriteria gagal pengobatan
4. Tatalaksana terpapar kembali

C. Monitoring efek samping obat (MESO)


B. TINDAK LANJUT PENGOBATAN
Kriteria Definisi
Selesai pengobatan Pengobatan lengkap adalah bila telah menyelesaikan minimal 80%
rangkaian pengobatan pencegahan, kecuali untuk 3HP minimal 90%.
Putus berobat Dikatakan putus berobat apabila penerima TPT tidak minum obat TPT
selama minimal 1 bulan berturut-turut.
Gagal pengobatan Dikatakan gagal pengobatan apabila penerima TPT menjadi sakit TBC.
Meninggal Penerima TPT yang meninggal sebelum menyelesaikan TPT dengan sebab
apapun.
Tidak dievaluasi Penerima TPT yang tidak diketahui hasil akhir terapinya, baik karena
penderita memang berhenti datang atau bila pasien pindah ke fasyankes
lain dimana hasilnya tidak diinformasikan kepada fasyankes pengirim.
Pengobatan lengkap
6H 182 dosis selama 6 bulan atau minimal 146 dosis selama 239 hari
3 HP 12 dosis selama 3 bulan atau minimal 11 dosis selama 16 minggu
3 HR 84 dosis selama 3 bulan atau minimal 68 dosis selama 120 hari
1 HP 28 dosis selama 1 bulan atau minimal 23 dosis selama 40 hari
Tabel 3.1 Proses pemberian TPT
BAHASAN
Pemantauan klinis TPT

A. Monitoring pengobatan 1. Monitoring klinis


2. Pemantauan efek samping
3. Kepatuhan minum obat

B. Tindak lanjut pengobatan 1. Kriteria selesai pengobatan


2. Kriteria drop out
3. Kriteria gagal pengobatan
4. Tatalaksana terpapar kembali

C. Monitoring efek samping obat (MESO)


C. Monitoring efek samping obat (MESO)
MESO adalah evaluasi aktif dan sistematik klinis dan laboratorium pasien
yang sedang mendapatkan suatu terapi.

Tujuan MESO mengurangi risiko bahaya terkait obat dan mengumpulkan


data yang dapat digunakan sebagai dasar untuk kebijakan lebih lanjut
mengenai obat tersebut.

Assessment aktif klinis dan laboratorium secara sistematik kepada


pasien yang sedang mendapatkan terapi.

3 aktivitas Efek samping yang terjadi dilakukan tatalaksana sesuai.

Pelaporan dan pencatatan efek samping serius yang terjadi.


Pertimbangan Pada Kondisi Khusus
ODHIV Kehamilan Infeksi Hepatitis C
Rifapentine aman digunakan pada Pada orang hamil pemberian TPT Rifamycins termasuk
ODHIV, tetapi interaksi antara dengan Rifapentine tidak Rifapentine tidak
rifapentine dan antiretroviral tertentu direkomendasikan karena dianjurkan digunakan
harus dipertimbangkan, atau sebaiknya kurangnya data keamanan bersama-sama dengan
dihindari sama sekali, baik rifapentine selama kehamilan. obat antivirus hepatitis C,
menggunakan TPT lain atau dengan Rekomendasi WHO untuk wanita karena rifamycins dapat
mengganti rejimen antiretroviral. hamil dengan HIV diberikan IPT menurunkan konsentrasi
dan tidak menunda TPT ke obat antivirus hepatitis C.
Penggunaan 3HP aman bila diberikan periode postpartum.
bersamaan dengan efavirenz, ART
berbasis raltegravir, dan dolutegravir.
Studi Kasus
Terimakasih

You might also like