You are on page 1of 190

PENINGKATAN SIFAT PREBIOTIK TEPUNG PISANG DENGAN INDEKS GLIKEMIK RENDAH MELALUI FERMENTASI DAN SIKLUS PEMANASAN BERTEKANAN-PENDINGINAN

NURHAYATI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011


i

ii

HALAMAN PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa Disertasi Peningkatan Sifat Prebiotik Tepung Pisang dengan Indeks Glikemik Rendah Melalui Fermentasi dan Siklus Pemanasan Bertekanan-Pendinginan adalah karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Desember 2011

Nurhayati NRP F261070101

iii

iv

ABSTRACT
NURHAYATI. Improving prebiotic properties of low glycemic index-banana flour by fermentation and autoclaving-cooling cycle. Under direction of BETTY SRI LAKSMI JENIE, HARSI DEWANTARI KUSUMANINGRUM and SRI WIDOWATI. Banana flour is a potential prebiotic source due to its resistant starch (RS) content. In this study the formation of RS type III (RS3) in banana var agung semeru (Musa paradisiaca formatypica) flour was increased in order to improve the prebiotic properties. RS-rich banana flour can be processed further to produce various kinds of functional foods. The modification process of banana flour production was conducted by a spontaneous submerged fermentation of the banana slices for 24 h at room temperature followed by one or two cycles of autoclaving (121oC, 15 min) and cooling process (4oC, 24 h). The results showed that the modification process influenced the physicochemical characteristics of banana flour. Combination of spontaneous fermentation with two cycles of autoclaving-cooling significantly increased the RS content of the modified flour about four times (28.88%). The spontaneous fermentation produced banana flour with higher amylose content. X-ray diffraction pattern of var agung semeru banana flour could be categorised as C- type granule. The native banana flour showed higher crystalinity (18.74% - 20.08%) than the modified banana flour (6.98% - 9.52%). Phenotypic and genotypic identification showed that Lactobacillus sp associated with the spontaneous fermentation of var agung semeru banana were identified as homofermentative and heterofermentative lactic acid bacteria. They were Lactobacillus salivarius and L. fructivorans. Controlled fermentation using L. salivarius FSnh1 was conducted to produce an equivalent RS content with 24 h spontaneous fermentation. Banana slices were fermented by L. salivarius FSnh1 for 12 and 24 h at room temperature, followed by two cycles of autoclaving-cooling process. The result showed that controlled fermentation using L. salivarius FSnh1 was able to reduce the fermentation time from 24 h by spontaneous fermentation to 12 h and there fore could be recommended to replace the spontaneous fermentation. The modified banana flour showed better prebiotic properties than the native banana flour. The RS3 isolated from modified banana flour was more stable to hydrolysis performed by artificial human gastric juice, able to modulate the growth of lactobacilli and bifidobacteria, produce butyric acid and increase prebiotic index (PI) score (5.14) than RS2 isolated from native banana flour (4.02). The modification process could also produced lower glycemic index (low GI)-banana flour than native banana flour (moderate GI). Keyword: modified banana flour, fermentation, resistant starch, prebiotic properties, Lactobacillus salivarius, Lactobacillus fructivorans

vi

RINGKASAN
NURHAYATI. Peningkatan Sifat Prebiotik Tepung Pisang dengan Indeks Glikemik Rendah Melalui Fermentasi dan Siklus Pemanasan BertekananPendinginan. Dibimbing oleh BETTY SRI LAKSMI JENIE, HARSI DEWANTARI KUSUMANINGRUM dan SRI WIDOWATI. Tepung pisang berpotensi untuk dikembangkan sebagai pangan fungsional karena mengandung komponen prebiotik yaitu pati resisten tipe II (RS2). Potensi RS2 untuk dikembangkan sebagai prebiotik memiliki kelemahan karena sifat resisten RS akan hilang jika pati mengalami gelatinisasi selama pengolahan. Oleh karena itu dilakukan modifikasi proses pembuatan tepung pisang kaya pati resisten tipe III (RS3) yang dapat bersifat lebih stabil selama pengolahan melalui fermentasi dan siklus pemanasan bertekanan-pendinginan. Proses modifikasi dilakukan dengan cara fermentasi spontan selama 24 jam pada suhu ruang yang dikombinasi dengan satu atau dua siklus pemanasan bertekanan (121 oC, 15 menit) dan pendinginan (4 oC selama 24 jam). Dua siklus pemanasan bertekanan-pendinginan mampu meningkatkan kadar RS lebih banyak daripada satu siklus retrogradasi. Kadar RS tepung pisang yang tinggi hingga empat kali (dari 7.24% menjadi 28.88% bk) dihasilkan dari modifikasi fermentasi spontan dengan dua siklus pemanasan bertekanan-pendinginan. Granula pati yang pecah akibat proses gelatinisasi selama pemanasan bertekanan kehilangan sifat birefringence dan tingkat kristalinitas tepung pisang menurun dari 18.74 - 20.08% menjadi 6.98 - 9.52%. Hasil difraksi sinar X menunjukkan granula pati pisang var agung semeru adalah granula tipe C yaitu campuran granula tipe A dan tipe B yang memiliki puncak difraksi sinar X pada sudut 17o dan 24o. Fermentasi spontan berperan dalam meningkatkan kandungan amilosa yang selanjutnya berubah menjadi amilosa teretrogradasi (RS3) akibat proses retrogradasi. Fermentasi spontan 24 jam didominasi oleh pertumbuhan bakteri asam laktat (BAL) dengan jumlah populasi sekitar 106 CFU/ml. Hasil identifikasi fenotip menunjukkan bahwa BAL yang tumbuh memiliki karakteristik sel bentuk batang yang tumbuh optimal pada suhu 35 oC. BAL yang tumbuh lebih dominan (isolat BAL FSnh1) memiliki bentuk koloni bulat sedang, berwarna putih susu dengan elevasi cembung, tidak membentuk gas (homofermentatif) serta dapat vii

tumbuh pada suhu 45 oC tetapi tidak tumbuh pada suhu 15 oC, sedangkan BAL yang tumbuh kurang dominan (isolat BAL FSnhA) memiliki bentuk koloni bulat kecil berwarna putih bening dengan elevasi seperti tetesan, membentuk gas (heterofermentatif) serta dapat tumbuh pada suhu 15
o o

C maupun 45

C.

Identifikasi genotip berdasarkan sekuen gen pengkode 16S rRNA menunjukkan isolat BAL FSnh1 dan isolat BAL FSnhA termasuk famili Lactobacillaceae dengan genus Lactobacillus. Isolat BAL FSnh1 memiliki similaritas dengan L. salivarius dan isolat BAL FSnhA memiliki similaritas dengan L. fructivorans. L. salivarius digunakan sebagai starter dalam pembuatan tepung pisang kaya RS. Fermentasi terkendali pisang oleh L. salivarius FSnh1 selama 12 jam meningkatkan kadar amilosa tepung pisang. Fermentasi 12 jam diikuti dua siklus pemanasan bertekanan-pendinginan menghasilkan kadar RS tepung pisang lebih tinggi (28.53% bk) daripada fermentasi 24 jam (25.72% bk). Penggunaan starter L. salivarius FSnh1 mampu mempersingkat waktu fermentasi menjadi 12 jam sehingga dapat direkomendasikan sebagai pengganti fermentasi spontan. RS3 tepung pisang modifikasi terbukti dapat memenuhi beberapa persyaratan sebagai kandidat prebiotik dengan sifat yang lebih baik di antaranya meliputi ketahanannya terhadap hidrolisis asam lambung, mampu meningkatkan pertumbuha laktobasili dan bifidobakteria, menurunkan pertumbuhan bakteri patogen, menghasilkan asam lemak rantai pendek terutama asam butirat dan memiliki indeks prebiotik lebih tinggi daripada RS2 tepung pisang kontrol. RS3 bersifat selektif terhadap pertumbuhan Lactobacillus acidophilus, EPEC dan Salmonella Typhimurium. Persentase pertumbuhan EPEC lebih rendah daripada L. acidophilus. Persentase pertumbuhan yang negatif untuk S. Typhimurium menunjukkan bahwa RS3 tidak dapat digunakan oleh bakteri tersebut. Nilai indeks glikemik (IG) tepung pisang dipengaruhi oleh jumlah siklus pemanasan bertekanan-pendinginan. Proses satu siklus pemanasan bertekananpendinginan tidak menyebabkan perubahan nilai IG tepung pisang yaitu IG sedang, sedangkan proses dua siklus pemanasan bertekanan-pendinginan baik tanpa maupun dengan fermentasi mampu menurunkan nilai IG tepung pisang dari IG sedang menjadi IG rendah.

viii

Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh disertasi ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh disertasi ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

ix

PENINGKATAN SIFAT PREBIOTIK TEPUNG PISANG DENGAN INDEKS GLIKEMIK RENDAH MELALUI FERMENTASI DAN SIKLUS PEMANASAN BERTEKANAN-PENDINGINAN

NURHAYATI

Disertasi Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Ilmu Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011


xi

Penguji pada Ujian Tertutup: Dr. Ir. Sugiyono, M.App.Sc Dr. Ir. Utut Widyastuti, MS

Penguji pada Ujian Terbuka: Prof. Dr. Ir. Suminar Achmadi Dr. Ir. Novik Nurhidayat

xii

HALAMAN PENGESAHAN
Judul Disertasi : Peningkatan Sifat Prebiotik Tepung Pisang dengan Indeks Glikemik Rendah Melalui Fermentasi dan Siklus Pemanasan Bertekanan-Pendinginan : Nurhayati : F261070101

Nama NRP

Disetujui: Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Betty Sri Laksmi Jenie, MS Ketua

Dr. Ir. Harsi Dewantari Kusumaningrum Anggota

Dr. Ir. Sri Widowati, M.App.Sc Anggota

Mengetahui Ketua Program Studi Ilmu Pangan Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Ratih Dewanti-Hariyadi, M.Sc

Dr. Ir. Dahrul Syah

Tanggal ujian : 13 Desember 2011

Tanggal Lulus :

xiii

xiv

HAL PERSEMBAHAN

Karya ini kupersembahkan teruntuk orang tuaku, keluargaku, para guruku, saudaraku dan sahabatku.

xv

xvi

PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah S.W.T yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya dengan terselesaikannya disertasi yang berjudul Peningkatan Sifat Prebiotik Tepung Pisang dengan Indeks Glikemik Rendah melalui Fermentasi dan Siklus Pemanasan Bertekanan-Pendinginan. Disertasi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Doktor pada Program Studi Ilmu Pangan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada Komisi Pembimbing; Prof. Dr. Ir. Betty Sri Laksmi Jenie, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing, Dr. Ir. Harsi Dewantari Kusumaningrum dan Dr. Ir. Sri Widowati, M.App.Sc selaku Anggota Komisi Pembimbing, yang tulus, arif dan bijak membimbing studi penulis. Terima kasih penulis sampaikan kepada DIKTI yang telah mendanai penelitian ini melalui penelitian Hibah Kompetitif sesuai Prioritas Nasional tahun 2009/2010 yang diperoleh Prof. Dr. Ir. B. Sri Laksmi Jenie, MS, serta Hibah Penelitian Disertasi Doktor tahun 2011. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Dedi Fardiaz dan Dr. Ir. Jayus selaku penguji luar komisi pada ujian prakualifikasi lisan. Terima kasih kepada Dr. Ir. Sugiyono, M.App.Sc dan Dr. Ir. Utut Wydiastuti, MS selaku penguji luar komisi pada ujian tertutup. Terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Suminar Setiati Achmadi, M.Sc dan Dr. Ir. Novik Nurhidayat selaku penguji luar komisi pada ujian terbuka. Kepada seluruh staf pengajar Program Studi Ilmu Pangan IPB, penulis mengucapkan terima kasih atas ilmu yang telah diajarkan. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Dirjen DIKTI dan pengelola beasiswa I-MHERE Universitas Jember yang telah memberikan beasiswa S3 kepada penulis serta kepada civitas akademika Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Jember atas dukungannya selama studi penulis. Terima kasih kepada rekan-rekan mahasiswa Ilmu Pangan khususnya Angkatan 2006, 2007 dan 2008 atas kebersamaannya serta kepada teknisi yang telah membantu selama di Laboratorium. Kepada kedua orangtua ibu dan bapak tercinta, penulis sampaikan terima kasih atas iringan doa, restu dan kasih sayang yang meneguhkan ruh pada setiap nafas dan kesuksesan penulis. Terima kasih kepada suami tercinta (Dedy Eko Rahmanto, S.TP, M.Si) dan ananda tersayang (Aisyah Putri Nur Rahmanto) serta adinda terkasih (Nurma Handayani) atas doa dan alunan irama cinta yang menjadikan penulis mampu memelodikan bahtera hidup untuk senantiasa menggapai ridho Allah. Terima kasih kepada keluarga bapak dan ibu mertua atas iringan doa dan restu untuk kesuksesan penulis. Kesempurnaan merupakan hal yang amat didambakan, meskipun Allah sematalah yang merupakan Dzat Maha Sempurna. Oleh karena itu adanya saran dari pembaca terhadap hasil penelitian ini dengan senang hati akan penulis rekomendasikan pada karya berikutnya. Dengan penuh harapan, semoga penelitian ini memberikan manfaat bagi pembaca serta kemaslahatan umat. Bogor, Desember 2011 Penulis xvii

xviii

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 10 April 1979 di Desa Krai Kecamatan Yosowilangun, Kabupaten Lumajang Propinsi Jawa Timur sebagai putri pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak Satiman dan Ibu Sunarmi. Jenjang pendidikan penulis dimulai dari TK Darma Wanita Desa Krai pada tahun 19831985, SD Negeri Krai 02 pada tahun 1985-1991, SMP Negeri I Yosowilangun pada tahun 1991-1994, SMU Negeri I Yosowilangun pada tahun 1994-1997. Penulis menempuh pendidikan sarjana dengan gelar S.TP pada Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Jember (1997-2001) dan sejak April 2004 menjadi sarana penulis mengabdikan sebagian aktivitas keilmuan sebagai staf pengajar. Sebelumnya penulis pernah bekerja sebagai staf pengajar mental aritmatika Lembaga Pendidikan Kazoeru Surya/Primalpha (20012002). Penulis juga pernah menjadi staf laboran (QC dan R&D) Tepung Beras Rose Brand PT. Alu Aksara Pratama Mojokerto CV Sungai Budi-Bumi Waras (2003-2004). Pada bulan April 2005 penulis menikah dengan Dedy Eko Rahmanto, S.TP. Tahun 2007 penulis memperoleh gelar M.Si dari Program Studi Ilmu Pangan SPs IPB melalui beasiswa BPPS (2005-2007). Bulan Agustus 2007 penulis diterima sebagai mahasiswa S3 pada program studi yang sama melalui beasiswa I-MHERE Universitas Jember. Selama studi S3 penulis berperan aktif pada pelatihan maupun seminar ilmiah. Penulis telah mempresentasikan sebagian hasil penelitian disertasi di antaranya pada Seminar International Society for Nutraceuticals & Functional Food 11 15 Oktober 2010 di Bali dengan judul poster Effect of lactic acid bacteria fermentation on the plantain (var agung semeru) flour. Penulis mendapatkan juara dua pada Graduate Research Paper Competition (GRPC) tahun 2011 dengan judul Improving prebiotic properties of banana flour by modification process serta mempublikasikannya pada Seminar Nasional PATPI 15 17 September 2011 di Manado. Penulis juga mempresentasikan makalah dengan judul Low glycemic index modified plantain flour as functional food pada International Food Conference 28 29 Oktober di Surabaya. Bagian dari disertasi telah dipublikasikan pada jurnal ilmiah terakreditasi yaitu Jurnal Ilmu Dasar FMIPA Universitas Jember SK Dikti No. 65a-DIKTI/Kep/2008 Vol. 12 No. 2 Tahun 2011 (210-225) dengan judul Phenotypic and genotypic identification of lactic acid bacteria isolated from spontaneous fermentation of unripe var agung semeru banana (Musa paradisiaca formatypica). Artikel dengan judul Physicochemical characteristic of modified banana flour by fermentation and autoclaving-cooling process sedang diajukan ke jurnal Agritech FTP-UGM dan Artikel dengan judul Prebiotic properties of modified banana flour as functional foods akan diajukan ke jurnal Internasional Food Science and Technology.

xix

xx

DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL ............................................................................................. xxiii DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xxv DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xxvii 1. PENDAHULUAN ......................................................................................... 1 Latar belakang ................................................................................................ 1 Tujuan Penelitian............................................................................................ 4 Manfaat Penelitian.......................................................................................... 4 Hipotesis Penelitian ........................................................................................ 5 Lingkup Penelitian ......................................................................................... 5 Daftar Pustaka ................................................................................................ 8 2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 9 Tepung Pisang ................................................................................................ 9 Karakteristik dan Modifikasi Pati .................................................................. 12 Indeks Glikemik ............................................................................................. 15 Pati Resisten dan Sifat Prebiotik .................................................................... 16 Fermentasi Bakteri Asam Laktat pada Pangan Berpati .................................. 21 Identifikasi Bakteri Asam Laktat ................................................................... 22 Daftar Pustaka ................................................................................................ 24 3. METODOLOGI PENELITIAN SECARA UMUM .................................. 29 Waktu dan Tempat ......................................................................................... 29 Alat dan Bahan ............................................................................................... 29 Tahap Penelitian ............................................................................................. 30 Daftar Pustaka ................................................................................................ 34 4. KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA TEPUNG PISANG TERMODIFIKASI SECARA FERMENTASI SPONTAN DAN SIKLUS PEMANASAN BERTEKANAN-PENDINGINAN ................................... 35 Abstrak ........................................................................................................... 35 Abstract .......................................................................................................... 35 Pendahuluan ................................................................................................... 36 Bahan dan Metode .......................................................................................... 37 Hasil dan Pembahasan .................................................................................... 40 Kesimpulan..................................................................................................... 48 Daftar Pustaka ................................................................................................ 49 5. IDENTIFIKASI FENOTIP DAN GENOTIP BAKTERI ASAM LAKTAT YANG BERPERAN SELAMA FERMENTASI SPONTAN PISANG VAR AGUNG SEMERU (Musa paradisiaca formatypica) ...... 53 Abstrak ........................................................................................................... 53 Abstract .......................................................................................................... 53 Pendahuluan ................................................................................................... 54 xxi

Bahan dan Metode ......................................................................................... Hasil dan Pembahasan ................................................................................... Kesimpulan .................................................................................................... Daftar Pustaka ................................................................................................ 6. PENINGKATAN PATI RESISTEN TEPUNG PISANG MELALUI FERMENTASI Lactobacillus salivarius FSnh1 DAN DUA SIKLUS PEMANASAN BERTEKANAN-PENDINGINAN ................................... Abstrak ........................................................................................................... Abstract .......................................................................................................... Pendahuluan ................................................................................................... Bahan dan Metode ......................................................................................... Hasil dan Pembahasan ................................................................................... Kesimpulan .................................................................................................... Daftar Pustaka ................................................................................................

55 58 65 65

69 69 69 70 71 73 76 77

7. EVALUASI SIFAT PREBIOTIK DAN INDEKS GLIKEMIK TEPUNG PISANG MODIFIKASI .............................................................................. 79 Abstrak ........................................................................................................... 79 Abstract .......................................................................................................... 79 Pendahuluan ................................................................................................... 80 Bahan dan Metode ......................................................................................... 81 Hasil dan Pembahasan ................................................................................... 86 Kesimpulan .................................................................................................... 94 Daftar Pustaka ................................................................................................ 95 8. PEMBAHASAN UMUM ............................................................................. 99 9. KESIMPULAN DAN SARAN..................................................................... 109 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 111 LAMPIRAN ...................................................................................................... 115

xxii

DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 2.1 Sifat fisik dan kimia tepung pisang dari beberapa varietas .............. 10 Tabel 2.2 Komposisi pati, gula dan suhu gelatinisasi berdasarkan tingkat kematangan warna kulit pisang ........................................................... 11

Tabel 2.3 Efek fisiologis dan klaim manfaat kesehatan oligosakarida ............. 20 Tabel 4.1 Nilai pH, konsentrasi asam laktat dan tekstur pisang selama fermentasi spontan pisang .................................................................. 41 Tabel 4.2 Tabel 4.3 Pengaruh fermentasi spontan dan siklus pemanasan bertekananpendinginan terhadap komposisi proksimat tepung pisang .. ............ 42 Pengaruh fermentasi spontan dan siklus pemanasan bertekananpendinginan terhadap komposisi pati dan daya cerna tepung pisang.. ............................................................................................. 43

Tabel 5.1 Karakteristik bakteri asam laktat yang diisolasi dari fermentasi spontan pisang var agung semeru.. .................................................... 59 Tabel 5.2 Tabel 5.3 Tabel 6.1 Pola fermentasi isolat BAL FSnh1dan isolat BAL FSnhA pada Kit API 50CHL ................................................................................ 60 Hasil analisis sekuen DNA Pengkode 16SrRNA dari isolat BAL FSnh1 dan FSnhA menggunakan program BLAST-N.. .................. 62 Populasi bakteri asam laktat, nilai pH dan konsentrasi asam laktat selama fermentasi pisang.. ................................................................. 73

Tabel 6.2 Pengaruh lama fermentasi pisang oleh L. salivarius FSnh1dan dua siklus siklus pemanasan bertekanan-pendinginan terhadap komposisi pati tepung pisang modifikasi .. ...................................... 75 Tabel 7.1 Populasi beberapa jenis mikroflora dan konsentrasi asam lemak rantai pendek selama fermentasi pati resisten oleh kultur fekal... 91

Tabel 7.2 Indeks glikemik tepung pisang pada beberapa perlakuan modifikasi .......................................................................................... . 93

xxiii

xxiv

DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1.1 Diagram alir penelitian................................................................... 7 Gambar 2.1 Pisang Agung (Musa paradisiaca formatypica) ............................ 11 Gambar 2.2 Struktur granula pati yang menunjukkan daerah amorf dan semi kristal ............................................................................................. 14 Gambar 2.3 Granula pati (A) sebelum dan (B) sesudah difermentasi oleh bakteri asam laktat amilolitik......................................................... 22 Gambar 2.4 Granula pati pada media MRS cair (A) sebelum diotoklaf , (B) sesudah diotoklaf, (C) setelah difermentasi oleh L. amylophilus GV6 (C) ......................................................................................... 22 Gambar 4.1 Populasi ( )bakteri pendegradasi pati; ( ) bakteri asam laktat dan ( ) total bakteri selama fermentasi spontan pisang ............. 40 Gambar 4.2 Pengaruh fermentasi spontan dan dua siklus siklus pemanasan bertekanan- pendinginan terhadap sifat birefringence granula pati pisang. (A) alami (kontrol); (B) fermentasi; (C) dua siklus siklus pemanasan bertekanan-pendinginan; (D) fermentasi spontan dengan dua siklus siklus pemanasan bertekananpendinginan pada perbesaran 400 ............................................... 45 Gambar 4.3 Pengaruh fermentasi spontan terhadap intensitas difraksi tepung pisang; ( ) kontrol, ( ) fermentasi ............................................. 47 Gambar 4.4 Pengaruh dua siklus siklus pemanasan bertekanan-pendinginan terdapat intensitas difraksi tepung pisang. ( ) tanpa fermentasi spontan, ( ) dengan fermenasi spontan ....................................... 48 Gambar 5.1 Hasil elektroforesis agarosa 1% dan amplifikasi DNA pengkode 16S rRNA dengan PCR M = marka DNA 1kb DNAladder. a = BAL FSnh1; b = BAL FSnhA ................................................. 61 Gambar 5.2 Pohon filogenetik berdasarkan sekuen DNA pengkode 16S rRNA isolat BAL FSnh1 dan BAL FSnhA yang dibandingkan dengan sekuen DNA pengkode 16S rRNA bakteri asam laktat genbank dalam satu famili Lactobacillacea ................................................. 63 Gambar 5.3 Pohon filogenetik berdasarkan sekuen DNA pengkode 16S rRNA dari isolat BAL FSnh1 dan BAL FSnhA yang dibandingkan dengan sekuen DNA pengkode 16S rRNA bakteri asam laktat genbank dalam satu genus Lactobacillus ...................................... 64 Gambar 6.1 Pengaruh lama fermentasi oleh Lactobacillus salivarius FSnh1 terhadap kadar amilosa tepung pisang modifikasi .................. ...... 74

xxv

Gambar 7.1 Hidrolisis (37 oC, 6 jam) pati resisten tepung pisang modifikasi: (A) kontrol (tanpa modifikasi), (B) dengan fermentasi spontan, (C) dua siklus pemanasan bertekanan-pendinginan, (D) fermentasi spontan dengan dua siklus pemanasan bertekananpendinginan ............... .......... 87 Gambar 7.2 Persentase Pertumbuhan ( ) L. acidophilus (MRSB), ( ) EPEC (MRSB), ( ) L. acidophilus (MRSB basis + RS), ( ) EPEC (MRSB basis + RS), (PBP = pemanasan bertekananpendinginan) .................................................................................. 88 Gambar 7.3 Persentase Pertumbuhan ( ) L. acidophilus (MRSB), ( ) S. Typhimurium (MRSB), ( ) L. acidophilus (MRSB basis + RS), ( ) S. Typhimurium (MRSB basis + RS), (PBP = pemanasan bertekanan-pendinginan) ............................................................... 88 Gambar 7.4 Indeks prebiotik pati resisten tepung pisang; ( ) tanpa modifikasi (kontrol), ( ) modifikasi secara fermentasi yang dikombinasikan dengan dua siklus pemanasan bertekananpendinginan ( ) kontrol negatif tanpa pati resisten ...................... 92

xxvi

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Analisis Statistika Tepung Pisang Fermentasi Spontan ................. 115 Lampiran 2. Derajat Kristalinitas ........................................................................ 125 Lampiran 3. Hasil Identifikasi Menggunakan Kit API 50 CHL ......................... 132 Lampiran 4. Sekuensing DNA Pengkode 16S rRNA ......................................... 134 Lampiran 5. Rendemen dan Yield Isolasi Pati .................................................... 157 Lampiran 6. Hidrolisis Pati Resisten oleh Asam Lambung Artifisial................. 158 Lampiran 7. Indeks Prebiotik Pati Resisten Pisang ............................................ 159 Lampiran 8. Profil SCFA Menggunakan Analisis Gas Chromatography (GC) 160 Lampiran 9. Indeks Glikemik Tepung Pisang .................................................... 162

xxvii

xxviii

1. PENDAHULUAN
Latar Belakang Pangan fungsional adalah makanan atau bahan pangan yang dapat memberikan manfaat tambahan bagi kesehatan manusia di samping fungsi gizi dasar pangan tersebut. Komponen pangan fungsional dapat berupa suatu komponen gizi makro yang memiliki efek fisiologis spesifik seperti pati resisten dan asam lemak n-3 atau suatu komponen gizi mikro yang asupannya lebih besar dari asupan harian atau tidak bernilai gizi seperti mikroorganisme dan komponen bioaktif tanaman (Roberfroid 2000). Permintaan konsumen terhadap pangan fungsional semakin meningkat dan mendapat respon positif dari produsen. Produsen makanan dan minuman fungsional di Amerika Serikat, Eropa dan Asia Pasifik dapat meraih keuntungan $72.3 milyar dan diperkirakan akan terus meningkat 5.7% per tahun dalam tahun 2007 sampai 2012. Pangan fungsional tersebut didominasi oleh pangan probiotik dan prebiotik (Datamonitor Newswire 2008). Pada tahun 2007 jumlah produk makanan prebiotik yang terlisensi lebih dari 400 macam serta lebih dari 20 perusahaan memproduksi oligosakarida dan serat sebagai prebiotik. Produsen prebiotik di Eropa telah meraih keuntungan sebesar 87 juta dan naik menjadi 179.7 juta pada tahun 2010 (FAO 2007). Peningkatan pertumbuhan pasar prebiotik dalam lima hingga sepuluh tahun mendatang membuka kesempatan bagi ahli teknologi pangan untuk senantiasa mengkaji sumber-sumber prebiotik baru yang dapat bermanfaat bagi status kesehatan manusia. Prebiotik adalah suatu unsur makanan yang mempunyai pengaruh menguntungkan bagi manusia dan secara selektif menstimulasi pertumbuhan dan atau aktivitas metabolik dari satu atau sejumlah terbatas bakteri probiotik dalam kolon, sehingga memperbaiki kesehatan. Probiotik adalah bakteri hidup yang diberikan sebagai suplemen makanan yang mempunyai pengaruh menguntungkan bagi kesehatan baik pada manusia maupun binatang, dengan memperbaiki

2 keseimbangan mikroflora intestinal (Gibson & Roberfroid 1995; Roberfroid 2007). Mikroflora yang digolongkan sebagai probiotik diantaranya adalah yang memproduksi asam laktat yaitu laktobasili dan bifidobakteria serta bakteri jenis lain. Beberapa produk komersial prebiotik adalah FOS (fruktooligo sakarida), inulin, GOS (galaktooligosakarida), laktulosa dan laktitol. Bahan-bahan lain yang memenuhi kriteria prebiotik yaitu xilosa, soya (rafinosa dan stakiosa kedelai), serta manosa (Collin & Gibson 1999; FAO 2007). Sekelompok bahan yang dalam beberapa tahun terakhir memperoleh perhatian besar karena berpotensi sebagai kandidat prebiotik adalah pati resisten (resistant starch/RS). Menurut Sajilata et al. (2006) RS adalah pati yang tidak dapat dicerna oleh enzim pencernaan pada usus kecil sehingga dapat mencapai usus besar dan dapat difermentasi oleh mikroflora pada usus besar. Kondisi demikian akan mampu menstimulasi pertumbuhan mikroflora probiotik seperti Lactobacillus spp dan Bifidobacteria dan dapat menurunkan pH usus sehingga mencegah pertumbuhan bakteri patogen seperti Escherichia coli, Salmonella sp, Staphylococcus aureus, dan Clostridium sp. RS pati jagung yang dimodifikasi secara kimiawi terbukti dapat menstimulasi pertumbuhan bifidobakteria. Kadar amilosa yang tinggi berperan dalam meningkatkan kadar RS3 yang terbentuk akibat proses retrogradasi. Tepung jagung dengan kadar amilosa 25% memiliki kadar RS sebesar 3g/100g berat kering, sedangkan tepung jagung dengan kadar amilosa 70% memiliki kadar RS sebesar 20 g /100 g berat kering (Sajilata et al. 2006). Pisang merupakan bahan pangan berpati yang mengandung amilosa sekitar 10 - 15%. Pisang menjadi salah satu komoditas pertanian dari 17 komoditas yang diprioritaskan oleh Departemen Pertanian dalam pembangunan pertanian lima tahun (2005 2010). Selain itu, pisang juga sebagai salah satu komoditas yang menjadi mandat prioritas Puslitbang/Balai Besar di bawah Badan Litbang Pertanian serta memiliki prospek untuk pengembangan agroindustri. Salah satu jenis pisang lokal Indonesia adalah pisang var agung semeru (Musa paradisiaca formatypica) yang banyak dibudidayakan di Kabupaten Lumajang Propinsi Jawa Timur dengan tingkat produksi dapat mencapai lebih dari 57 ribu ton per tahun (RPJMD

3 Lumajang 2009). Pisang var agung semeru adalah jenis pisang plantain yang perlu diolah terlebih dahulu sebelum dikonsumsi seperti dikukus, digoreng, dikolak, diolah menjadi keripik dan bentuk olahan lainnya. Pisang plantain memiliki kandungan pati lebih banyak sehingga baik untuk dikembangkan menjadi tepung pisang sebagai bentuk produk setengah jadi (intermediet product) yang dapat diolah lebih lanjut menjadi produk pangan. Pengembangan tepung pisang menjadi pangan fungsional dapat berdasarkan pertimbangan kandungan RS yang banyak ditemukan pada buah pisang mentah. RS tersebut merupakan RS tipe II (RS2) yang bersifat mudah rusak selama proses pengolahan terutama pemanasan basah yang menyebabkan gelatinisasi pati sehingga struktur granula pati rusak dan kehilangan sifat resistennya terhadap enzim pencernaan. Oleh karena itu dilakukan upaya meningkatkan kandungan RS yang bersifat lebih stabil selama proses pengolahan. Soto et al. (2004) melaporkan bahwa proses retrogradasi berulang pada pati pisang mampu meningkatkan pati resisten tipe III (RS3) yang bersifat lebih stabil selama pengolahan. Kadar RS pada pisang cavendish (Musa cavendishii) yang sudah tua tetapi belum matang hanya sebesar 1.51 0.1% berat kering. Kadar RS akan meningkat sebesar dua kali jika pati pisang dihidrolisis dengan asam dan meningkat sebesar 7 10 kali jika pati pisang dipanaskan pada suhu 121 oC selama 1 jam (Saguilan et al. 2005). Soto et al. (2007) juga melaporkan bahwa kadar RS meningkat pada pati pisang jenis plantain dengan adanya pemanasan yang dikombinasi dengan pendinginan (retrogradasi). Menurut Sajilata et al. (2006) pati teretrogradasi (RS3) cenderung sulit dicerna dalam saluran pencernaan, akan tetapi dapat digunakan oleh mikroflora usus sebagai sumber energi bagi pertumbuhannya. Modifikasi proses secara fermentasi terkendali sudah dilakukan dengan menggunakan kultur bakteri asam laktat (BAL) tunggal yaitu Lactobacillus fermentum, L. plantarum kik dan kultur campuran kedua BAL tersebut. Kadar RS tepung pisang lebih tinggi pada fermentasi tunggal selama 48 jam dengan menggunakan kultur L. plantarum kik. Modifikasi proses pada irisan pisang mentah juga dilakukan secara fermentasi spontan selama 24 jam yang dikombinasi dengan satu siklus pemanasan bertekanan (121 oC, 15 menit) yang

4 diikuti pendinginan (4 oC, 24 jam). Modifikasi tersebut mampu meningkatkan kadar RS3 sekitar 2 kali lipat (Jenie et al. 2009). Fermentasi secara spontan selama 24 jam berperan dalam meningkatkan kandungan RS3 tepung pisang, akan tetapi memiliki kelemahan di antaranya ialah jenis mikroba yang tumbuh dapat bervariasi dan sangat tergantung pada kondisi dan lingkungan sehingga sulit dikontrol. Populasi awal BAL yang rendah dapat menyebabkan bakteri pembusuk serta bakteri patogen tumbuh lebih cepat mendahului pertumbuhan BAL (Antara et al. 2002). Penggunaan kultur starter indigenus dari bahan aslinya lebih memudahkan dalam mengendalikan proses fermentasi serta memberikan hasil fermentasi yang lebih baik dan sesuai dengan karakteristik produk yang diinginkan (Antara 2010). Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menerapkan proses fermentasi terkendali dengan menggunakan isolat BAL asal fermentasi spontan pisang dengan lama fermentasi yang optimal. Dalam upaya peningkatan RS tepung pisang, dilakukan modifikasi proses yang meliputi kombinasi fermentasi pisang dengan siklus pemanasan bertekanan-pendinginan (retrogradasi).

Tujuan Penelitian Tujuan umum penelitian adalah meningkatkan sifat prebiotik tepung pisang dengan indeks glikemik rendah melalui proses fermentasi dan siklus pemanasan bertekanan-pendinginan. Secara rinci tujuan dari penelitian adalah: 1. Mengevaluasi karakteristik fisikokimia tepung pisang modifikasi secara fermentasi spontan dan siklus pemanasan bertekanan-pendinginan dalam upaya meningkatkan pati resisten (RS) sebagai kandidat prebiotik terhadap. 2. Mengidentifikasi fenotip dan genotip isolat bakteri asam laktat yang berperan selama fermentasi spontan pisang var agung semeru (Musa paradisiaca formatypica). 3. Menentukan lama fermentasi pisang oleh isolat BAL indigenus dalam pembuatan tepung pisang kaya RS.

5 4. Mengevaluasi sifat prebiotik isolat RS dan indeks glikemik tepung pisang modifikasi.

Manfaat Penelitian Tepung pisang modifikasi yang dihasilkan dapat dikembangkan sebagai pangan fungsional yang memiliki sifat prebiotik yang baik dan nilai indeks glikemik rendah sehingga dapat dimanfaatkan bagi kesehatan pencernaan manusia dan sebagai pangan diet. Galur bakteri asam laktat yang diperoleh dari fermentasi spontan pisang var agung semeru dapat digunakan sebagai stater dalam pembuatan tepung pisang modifikasi kaya RS sehingga proses fermentasi pisang lebih terkendali.

Hipotesis Penelitian Hipotesis penelitian adalah: 1. Proses modifikasi secara fermentasi spontan dan siklus pemanasan bertekanan-pendinginan mempengaruhi karakteristik fisikokimia tepung pisang. 2. Bakteri asam laktat yang berperan selama fermentasi spontan memiliki karakteristik fenotip dan genotip yang spesifik. 3. Fermentasi pisang menggunakan starter isolat BAL indigenus dapat mempersingkat waktu fermentasi dalam pembuatan tepung pisang modifikasi kaya RS. 4. Proses modifikasi secara fermentasi dan siklus pemanasan bertekananpendinginan mampu meningkatkan sifat prebiotik tepung pisang. 5. Proses modifikasi secara fermentasi dan siklus pemanasan bertekananpendinginan mampu menurunkan nilai indeks glikemik tepung pisang.

Lingkup Penelitian Penelitian ini merupakan serangkaian penelitian untuk meningkatkan sifat prebiotik tepung pisang var agung semeru (Musa paradisiaca formatypica) melalui proses modifikasi secara fermentasi dan siklus pemanasan bertekananpendinginan (retrogradasi). Penelitian ini meliputi: 1) upaya meningkatkan kadar pati resisten (RS) tepung pisang melalui modifikasi secara fermentasi spontan yang dikombinasi dengan dua siklus pemanasan bertekanan bertekananpendinginan, 2) mengidentifikasi fenotip dan genotip BAL asal fermentasi spontan pisang, 3) meningkatkan kadar RS tepung pisang melalui modifikasi secara fermentasi oleh isolat BAL indigenus pisang yang dikombinasi dengan pemanasan bertekanan-pendinginan (retrogradasi) dalam pembuatan tepung pisang kaya RS, 4) mengisolasi RS tepung pisang yang dihasilkan serta mengevaluasi sifat prebiotiknya dan nilai indeks glikemik tepung pisang modifikasi. Diagram alir kerangka penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.1.

7
Tahap I Pisang var agung semeru (umur panen 16 minggu dari masa pembungaan) Pengupasan dan pemotongan pisang dengan ketebalan 5 mm

Tanpa fermentasi spontan

Fermentasi spontan (suhu kamar, 24 jam) Pisang terfermentasi

Isolasi BAL

Satu dan dua siklus retrogradasi: pemanasan bertekanan (121 oC, 15 menit), pendinginan (4 oC, 24 jam)

Isolat BAL

Pengeringan dalam oven (50 oC, 16 jam), penepungan dan pengayakan dengan mesh 80 Analisis komposisi kimia, pati, daya cerna, RDS, SDS, RS, sifat birefringence, kristalinitas Tepung pisang kaya RS Tahap II Identifikasi fenotip isolat BAL: morfologi dan biokimia dengan kit API 50CHL

Identifikasi genotip isolat BAL berdasarkan sekuensing gen 16S rRNA

Genus dan Strain Tahap III Fermentasi terkendali selama 12 dan 24 jam dengan menggunakan BAL homofermentatif indigenus dan kombinasinya dengan dua siklus pemanasan bertekanan-pendinginan

Lama fermentasi terkendali terbaik Tahap IV Isolasi dan evaluasi sifat prebiotik RS (ketahanan terhadap asam lambung, indeks prebiotik, SCFA dan viabilitas probiotik) dan evaluasi indeks glikemik (IG) tepung pisang

RS dengan sifat prebiotik lebih baik dan tepung pisang dengan IG rendah

Gambar 1.1 Diagram alir penelitian

8 DAFTAR PUSTAKA

Antara NS. 2010. Peran bakteri asam laktat strain lokal untuk memperbaiki mutu dan keamanan produk pangan lokal. [Orasi Ilmiah]. Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana. Antara NS, Sujaya IN, Yokota A, Asano K, Aryanta WR, Tomita F. 2002. Identification and succession of lactic acid bacteria during fermentation of urutan, a Balinese indigenous fermented sausage. World J Microbiol & Biotechnol. 18: 255262, 2002. [DN] Datamonitor Newswire. 2008. Functional food. http://www.google.com. [13 Nov 2008]. [FAO] Food and Agricultural Organization. 2007. Technical meeting on preobitics. http://www.fao.org/ag/agn/agns/files/Prebiotics_Tech_Meeting_ Report.pdf. Accessed on 22 November 2008. Gibson GR, Roberfroid M. 1995. Dietary modulating of the human colonic microbiota: introducting the concept of prebiotics. J Nutr. 125: 1401-1412. http:/www.ajcn.org/cgi/content/full/69/5/1052S [12 Nov 2008]. Jenie BSL, Widowati S, Nurjannah S. 2009. Pengembangan Produk Tepung Pisang Dengan IG Rendah dan Sifat Prebiotik Sebagai Bahan Pangan Fungsional. Laporan Akhir Hibah Kompetitif Penelitian Sesuai Prioritas Nasional Batch II. LPPM, IPB [RPJMD] Kabupaten Lumajang. 2009. Rencana Pembangunan Jangka Kabupaten Menengah Daerah Kabupaten Lumajang 2010 - 2014. Roberfroid M. 2000. Concepts and strategy of functional food science: the european perspective. Am J Clin Nutr. 71(suppl):1660S4S. Roberfroid M. 2007. Prebiotics: The Concept Revisited. The Journal of Nutrition Effect of Probiotics and Prebiotics.137:830S-837S [01 Juni 2008] Saguilan AA, Flores-Huicochea E, Tovar J, Garcia-Suarez F, Guiterrez-Meraz F, Bello-Perez LA. 2005. Resistant starch rich-powders prepared by autoclaving of native and lintnerized banana starch: partial characterization. J Starch/Starke. 57:405-412. Sajilata MG, Rekha SS, Puspha RK. 2006. Resistant starch a review. J Comprehensive Rev in Food Sci and Food Safety. 5: 1-17. Soto RAG, Acevedo EA, Feria JS, Villalobos RR, Bello-Perez LA. 2004. Resistant starch made from banana starch by autoclaving and debranching. J Starch/Strke. 56: 495499. Soto RAG, Escobedo RM, Sanchez HH, Rivera MS, Bello-Perez LA. 2007. The influence of time and storage temperature on resistant starch formation from autoclaved debranched banana starch. J Food Research Int. 40: 304310.

2. TINJAUAN PUSTAKA
Tepung Pisang Tepung pisang merupakan produk antara yang cukup prospektif dalam pengembangan sumber pangan lokal. Tepung pisang dibuat dari buah pisang yang masih mentah yang sudah cukup tua namun belum masak. Manfaat pengolahan pisang menjadi tepung antara lain yaitu lebih tahan disimpan, lebih mudah dalam pengemasan dan pengangkutan, lebih praktis untuk diversifikasi produk olahan, mampu memberikan nilai tambah buah pisang, mampu meningkatkan nilai gizi buah melalui proses fortifikasi selama pengolahan, dan menciptakan peluang usaha untuk pengembangan agroindustri pedesaan. Tepung pisang banyak dimanfaatkan sebagai campuran pada pembuatan roti, cake, kue kering, campuran tepung terigu, dan campuran makanan bayi. Pada dasarnya semua jenis buah pisang mentah dapat diolah menjadi tepung, tapi warna tepung yang dihasilkan beragam, karena dipengaruhi oleh tingkat ketuaan buah, jenis buah dan cara pengolahan. Buah pisang kepok mempunyai warna tepung yang paling baik yaitu putih. Ada beberapa jenis pisang yang warnanya berbeda-beda, tetapi hampir semua yang dijual di pasar atau supermarket berwarna kuning ketika sudah matang dengan bentuk mayoritas melengkung. Deptan (2009) mengklasifikasikan jenis pisang menjadi empat yaitu: 1. Pisang yang dimakan dalam keadaan segar setelah buahnya masak yaitu Musa paradisiaca var.sapienium, M. nana L atau M. cavendishii, dan M. sinensis. Misalnya pisang ambon, susu, raja, barangan dan mas. 2. Pisang yang dimakan setelah diolah yaitu M. paradisiaca formatypica atau M. paradisiaca normalis. Misalnya pisang nangka, tanduk dan kepok. 3. Pisang berbiji yaitu M. brachycarpa yang di Indonesia dimanfaatkan daunnya. Misalnya pisang batu dan kluthuk. 4. Pisang yang diambil seratnya, misalnya pisang manila/abaca.

10 Komposisi kimia buah pisang bervariasi tergantung pada varietasnya. Pada umumnya daging buah pisang mengandung energi, protein, lemak, berbagai vitamin serta mineral seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Komposisi zat gizi pisang per 100 g buah segar (Aurore et al. 2009)
Senyawa Energi (Kkal) Air (g) Karbohidrat (g) Protein (g) Lemak (g) Ca (mg) Mg (mg) P (mg) Fe (mg) Cu (mg) karoten ekuivalen (g) Vitamin B1 (mg) Vitamin B2 (mg) Vitamin B6 (mg) Vitamin C (mg) Asam pantotenat (mg) Asam folat (mg) Serotonin (mg) Komposisi 91.00 63.00 24.30 0.80 0.10 7.00 33.00 35.00 0.50 0.16 0.03 1.20 0.05 0.05 0.07 20.00 0.37 0.16 45.00

Tingkat kematangan juga mempengaruhi komposisi kimia daging pisang seperti kadar pati, kadar gula reduksi, kadar sukrosa dan suhu gelatinisasi pati. Tingkat kematangan ini ditandai dengan perubahan warna kulit pisang seperti yang dijelaskan pada Tabel 2.2.

11 Tabel 2.2 Komposisi pati, gula dan suhu gelatinisasi berdasarkan tingkat kematangan warna kulit pisang (Zhang et al. 2005)
Komposisi (100 g berat segar) Tahap Warna Kulit Pati (%) Suhu Gelatinisasi Gula Sukrosa (oC) Reduksi (%) (%) 0.2 1.3 10.8 11.5 12.4 15.0 31.2 33.8 33.6 1.2 6.0 18.4 21.4 27.9 53.1 51.9 52.0 53.2 74 - 81 75 - 80 77 - 81 75 - 78 76 - 81 76 - 80 76 - 83 79 - 83 -

1 2 3 4 5 6 7 8 9

Hijau Hijau Hijau ada kuning Lebih hijau daripada kuning Lebih kuning daripada hijau Kuning dengan ujung hijau Kuning sempurna Kuning sedikit noda cokelat Kuning banyak noda cokelat

61.7 58.6 42.4 39.8 37.6 9.7 6.3 3.3 2.6

Pisang var agung semeru (Musa paradisiaca formatypica) merupakan jenis pisang yang biasa dimakan setelah diolah misalnya dikukus, digoreng, direbus, diolah menjadi kolak, kripik, dan lain sebagainya. Pisang var agung semeru mempunyai ukuran buah yang besar dan bentuk yang menyerupai tanduk sehingga di beberapa tempat menyebutnya sebagai pisang tanduk. Pisang ini mempunyai panjang dapat lebih dari 10 cm. Setiap tandan hanya mempunyai satu hingga tiga sisir.

Gambar 2.1 Pisang var agung semeru (Musa paradisiaca formatypica)

12 Pisang var agung semeru banyak dibudidayakan di Kabupaten Lumajang Jawa Timur. Berdasarkan data dari Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Pertanian Kecamatan Senduro Kabupaten Lumajang, populasi pisang var agung semeru di awal tahun 2004 mencapai 323 hektar dari luas total Kecamatan Senduro yaitu 52,000 hektar. Produksi pisang var agung semeru di Kecamatan Senduro mencapai 33 ribu ton per tahun, dan tahun 2004 meningkat menjadi 37 ribu ton. Data UPT Dinas Pertanian Kecamatan Senduro tahun 2009 menunjukkan produksi pisang var agung semeru masih lebih tinggi yaitu mencapai 4,095,000 kg dibandingkan produksi pisang jenis lainnya seperti pisang mas (1,123,850 kg), pisang ambon (1,757,520 kg) dan pisang kepok (526,500 kg). Populasi tanaman pisang var agung semeru di desa Jambe Arum Kecamatan Pasrujambe mencapai 612.5 hektar atau sekitar 1.53 juta pohon pisang, dengan asumsi rata-rata 2,500 pohon pisang per hektar (RPJMD Kabupaten Lumajang 2009).

Karakteristik dan Modifikasi Pati Pati merupakan homoglikan yang terdiri atas satu jenis unit D-glukosa yang dihubungkan oleh ikatan glukosida. Unit glukosa pati membentuk dua jenis polimer yaitu amilosa dan amilopektin. Pada umumnya pati mengandung 15-30% amilosa, 70-85% amilopektin dan 5-10% bahan lain seperti lipid, protein dan mineral (Emanual 2005). Amilosa adalah homoglikan D-glukosa dengan ikatan -(1,4) dari struktur cincin piranosa, sedangkan amilopektin adalah homoglikan D-glukosa dengan ikatan -(1,4) dan -(1,6) dari struktur cincin piranosa. Amilosa biasanya dinyatakan sebagai bagian linier dari pati meskipun sebenarnya jika dihidrolisis dengan -amilase pada beberapa jenis pati tidak diperoleh hasil hidrolisis yang sempurna. Enzim -amilase menghidrolisis amilosa menjadi unit-unit residu glukosa dengan memutuskan ikatan -(1,4) dari ujung non pereduksi rantai amilosa sehingga menghasilkan maltosa. Kemampuan amilosa berinteraksi dengan yodium membentuk kompleks berwarna biru merupakan cara untuk mendeteksi adanya pati (Emanual 2005).

13 Bentuk pati secara alami berupa butiran-butiran kecil yang sering disebut granula. Bentuk dan ukuran granula setiap jenis pati mempunyai karakteristik tersendiri sehingga dapat digunakan untuk identifikasi. Selain ukuran granula, karakteristik lain dari pati adalah bentuk dan keseragaman granula, lokasi hilum serta permukaan granula pati. Dalam keadaan murni granula pati berwarna putih, mengkilat, tidak berbau dan tidak berasa. Secara mikroskopik terlihat bahwa granula pati dibentuk oleh molekul-molekul yang membentuk lapisan-lapisan tipis dan tersusun secara terpusat. Beberapa pati dapat diidentifikasi penampilan karakteristik morfologisnya di bawah mikroskop cahaya. Bentuk butir pati secara fisik berupa semi kristalin yang terdiri dari daerah/zona amorf dan semi kristal yang masing-masing mempunyai lebar beberapa ribu nanometer. Pasangan masing-masing zona tersebut membentuk cincin dan masing-masing granula mempunyai panjang kurang lebih 50 mm. Daerah amorf mengandung amilopektin dalam jumlah lebih kecil dibanding amilosa. Masing-masing lamela kristalin terdiri atas kelompok rantai paralel dengan ikatan -1,4 glukan dan secara bersama-sama membentuk konformasi heliks. Cabang -1,6 pada heliks membentuk lamela yang amorf dan membentuk jaringan dengan lamela kristalin. Unit kristal lebih tahan terhadap perlakuan asam kuat dan enzim, sedangkan unit amorf bersifat labil terhadap asam kuat dan enzim. Bagian amorf dapat menyerap air dingin sampai 30 persen tanpa merusak struktur pati secara keseluruhan. Semakin banyak unit amorf yang tersusun maka pati akan lebih mudah terdegradasi oleh enzim pencernaan. Pati yang memiliki unit amorf atau amilosa lebih banyak apabila diberi perlakuan retrogradasi maka jumlah pati resisten yang terbentuk akan meningkat. Skema struktur pati tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.2 (Eliason & Gudmunsson 1996).

14
Rantai C Cincin Semikristalin Cincin Amorf Lamela Kristalin Rantai B Bagian Amorf Rantai A

Lamela Amorf

Kluster

Gambar 2.2 Struktur granula pati yang menunjukkan daerah amorf dan semi kristal (Eliason & Gudmunsson 1996) Pati pisang memiliki ukuran diameter rata-rata 24.31 m untuk pati yang tidak dimasak dan 59-66 m untuk pati yang dimasak (Nunez-Santiago et al. 2004). Tingkat kematangan pisang juga mempengaruhi komposisi kimia daging buah seperti kadar pati, gula reduksi, sukrosa dan suhu gelatinisasi (Zhang et al. 2005). Lawal (2004) menjelaskan cara modifikasi pati di antaranya melalui proses hidrolisis asam, oksidasi, ikat silang (cross-linking atau cross bonding), subtitusi dan gelatinisasi. Pati termodifikasi asam dibuat dengan menghidrolisis pati menggunakan asam di bawah suhu gelatinisasi (sekitar 52 oC) sehingga terjadi pemotongan ikatan -1,4-glukosidik dari amilosa dan -1,6-D-glukosidik dari amilopektin membentuk pati dengan ukuran molekul lebih rendah. Pati teroksidasi dibuat dengan penambahan natrium hipoklorid dan banyak digunakan pada pembuatan kertas. Pati pregelatinisasi dibuat dengan cara memanaskan pati sehingga terjadi gelatinisasi dan banyak digunakan pada pembuatan saus, pasta dan jelly. Pati yang diperoleh secara kimia dari reaksi ikat silang bahan kimia seperti boraks, epikloridin, fosfor oksiklorida dan lain sebagainya. Pati jenis ini banyak digunakan sebagai pie filling (pada pengalengan, gravy dan saus),

15 pembuatan makanan bayi dan salad dressing. Pati termodifikasi oleh hidrolisis amilase menyebabkan terjadinya pemotongan ikatan glukosidik yang berlangsung dalam dua tahap yaitu serangan enzim secara acak akan mendegradasi pati menjadi maltosa dan maltotriosa dan hidrolisis oligosakarida menjadi glukosa dan maltosa.

Indeks Glikemik Pati dalam pangan dapat diklasifikasikan berdasarkan nilai glikemik dan ketahanannya terhadap enzim pencernaan. Pati glikemik didegradasi dalam saluran pencernaan oleh enzim amilase. Pati glikemik dapat dikategorikan sebagai pati yang dicerna secara cepat (rapidly digestible starch/RDS) dan pati yang dicerna secara lambat (slowly digestible starch/SDS). RDS dicerna secara cepat dalam usus halus, sedangkan SDS dicerna lebih lambat daripada RDS. Kedua jenis pati ini dapat dicerna secara sempurna. Contoh pati yang dicerna secara cepat adalah pati yang mengalami gelatinisasi seperti kentang rebus. Pati yang dicerna secara lambat banyak terdapat pada bahan pangan seperti pasta (Croghan 2002). Indeks glikemik (IG) adalah petunjuk tentang faali makanan terhadap kadar glukosa darah dan respon insulin. Pangan yang menaikkan kadar glukosa darah dengan cepat memiliki IG tinggi. Sebaliknya pangan yang menaikkan kadar glukosa darah dengan lambat memiliki IG rendah. Glukosa murni digunakan sebagai pembanding IG yang memiliki nilai IG 100. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi IG suatu pangan di antaranya adalah proses pengolahan, perbandingan kadar amilosa dan amilopektin, kadar gula dan daya osmotik, kandungan serat, kandungan lemak dan protein serta kandungan zat antigizi (Foster-Powell & Miller 1995). Proses pengolahan seperti pengecilan ukuran dapat mempengaruhi IG pangan. Ukuran partikel dapat mempengaruhi proses gelatinisasi pati. Ukuran butiran pati yang semakin kecil memudahkan penyerapan air pada granula pati dan semakin mudah terdegradasi oleh enzim sehingga lebih mudah dicerna dan

16 diserap. Oleh karena itu semakin kecil ukuran partikel akan meningkatkan IG pangan. Pangan yang lebih banyak mengandung amilopektin akan lebih lama dicerna menjadi glukosa karena membutuhkan dua macam enzim untuk mendegradasinya yaitu -amilase dan , 1-6 glukosidase sehingga lebih lambat dalam meningkatkan kadar IG (Astawan & Widowati 2011) Pangan yang mengandung sukrosa dalam jumlah besar memiliki IG mendekati 60. Sukrosa dihidrolisis menjadi D-glukosa dan D-fruktosa oleh enzim sukrase atau invertase. Fruktosa diserap dan diambil langsung, selanjutnya diubah menjadi glukosa dalam hati. Oleh sebab itu respon gula darah terhadap fruktosa murni sangat kecil yaitu 23. Pangan yang mengandung lemak dan protein tinggi cenderung memperlambat laju pengosongan lambung sehingga pencernaan makanan dalam usus halus lebih lambat. Hal ini akan mempengaruhi peningkatan kadar glukosa darah sehingga IG pangan rendah. Kandungan zat antigizi dalam pangan seperti antitripsin dan fitat dalam kedelai dapat mempengaruhi pelepasan glukosa. Zat antigizi dapat membentuk kompleks dengan zat gizi seperti protein sehingga menurunkan daya cerna protein. Zat antigizi lain seperti senyawa polifenol dapat menghambat aktivitas enzim pencernaan sehingga menurunkan daya cerna pati (Fostel-Powell & Miller 1995; Astawan et al. 2006).

Pati Resisten dan Sifat Prebiotik Pati ada yang dapat dicerna dan ada yang tidak dapat dicerna. Sejumlah besar pati yang tidak dapat dicerna masuk ke dalam usus besar dan merupakan substrat yang penting bagi mikroflora kolon. Pati tersebut bersifat resisten terhadap enzim pencernaan sehingga disebut pati resisten (resistant starch/RS). RS tidak dapat didegradasi oleh enzim pencernaan dalam sistem pencernaan manusia. RS dapat terukur bersama-sama dengan serat dalam bahan pangan sebagai komponen serat pangan. Adanya serat dalam bahan pangan dapat mempengaruhi asupan nutrisi dan energi serta meningkatkan distensi (pelebaran) lambung yang berkaitan dengan penahanan rasa kenyang. Serat yang larut air dapat menurunkan penyerapan lemak dan protein. Pati resisten maupun serat

17 tertentu dapat difermentasi oleh mikroflora usus besar yang akan menghasilkan asam lemak rantai pendek yaitu asam propionat, asam asetat dan asam butirat. Komponen tersebut dapat memberikan aspek fungsional bagi kesehatan tubuh. RS juga bisa memodifikasi lingkungan intrakolonik dan secara tepat mengubah fungsi toksikologi serta melindungi terhadap kanker colorectal dengan memperpendek waktu transit dan meningkatkan densitas kamba feses (Kumari & Thayumanavan 1997). Ada empat macam pati resisten (RS) yang dikelompokkan berdasarkan asal terbentuknya. RS tipe I (RS1) adalah jenis pati yang terperangkap di dalam matriks sel, seperti pati pada polong-polongan. RS tipe II (RS2) adalah pati alami yang berupa granula pati, contohnya pati jagung yang kaya amilosa, pati kentang mentah dan pati pisang mentah. RS tipe III (RS3) adalah pati yang sudah mengalami retrogradasi karena pemanasan dan pendinginan berulang-ulang. RS tipe IV (RS4) adalah pati yang telah dimodifikasi secara kimia (Sajilata et al. 2006). RS3 merupakan pati resisten yang paling sering digunakan sebagai bahan baku pangan fungsional. Pembentukan RS3 terjadi karena granula pati mengalami gelatinisasi. Granula rusak akibat proses pemanasan basah dan terjadi pelepasan amilosa dari granula ke dalam larutan. Pada saat pendinginan, rantai polimer terpisah sebagai ikatan ganda membelit (double helix) dan mengalami pembentukan kembali ke struktur awalnya secara perlahan membentuk struktur kompak yang distabilkan oleh ikatan hidrogen (Sajilata et al. 2006). Peristiwa ini dikenal dengan istilah retrogradasi (Lawal 2004). Amilosa teretrogradasi (RS3) bersifat lebih stabil terhadap panas, sangat kompleks dan tahan terhadap enzim amilase. Sebagian pendapat menyebutkan bahwa RS tidak memenuhi kriteria sebagai prebiotik karena efeknya tidak spesifik. Namun berdasarkan hasil metabolitnya terlihat bahwa penggunaan RS pada makanan dapat didegradasi oleh bakteribakteri kolon dan bersifat promotif bagi kesehatan. RS pati jagung yang dihasilkan dari proses modifikasi secara kimia dapat menstimulasi pertumbuhan

18 Bifidobacteria sehingga merupakan bahan bifidogenik yang sangat potensial (Hegar 2007). Jumlah pati resisten pada pisang mentah lebih tinggi yaitu 4.7 gram dibandingkan kentang (3.2 gram) pada takaran penyajian yang sama (Mendosa 2008). Saguilan et al. (2005) menjelaskan bahwa pati pisang cavendish (Musa cavendishii) yang sudah tua tapi belum matang mengandung RS sebesar 1.51 0.1 % berat kering. Kadar RS pada pisang ini akan meningkat sebesar dua kali jika dihidrolisis dengan HCl (litnerized starch), dan meningkat sebesar 7 10 kali jika dipanaskan pada suhu 121 oC selama 1 jam (autoclaved starch). Beberapa riset telah melakukan modifikasi proses untuk meningkatkan kandungan RS tepung pisang. Kecepatan aliran udara selama proses pengeringan chips (irisan) pisang mentah dapat mempengaruhi kandungan RS pada tepung pisang yang dihasilkan. Pengeringan pada suhu 55 oC dengan kecepatan udara 1.0 m/detik mampu meningkatkan kadar RS sekitar 40% (Tribess et al. 2009). Jenie et al. (2009) melaporkan bahwa modifikasi proses di tingkat pisang secara fermentasi spontan dan satu siklus pemanasan bertekanan-pendinginan mampu meningkatkan RS tepung pisang hingga dua kali lipat. Jenie et al. (2010) mengaplikasikan tepung pisang yang dihasilkan pada pembuatan produk pangan yaitu roti, cookies dan brownies. Konsumsi bahan prebiotik secara signifikan dapat memodulasi komposisi mikrobiota kolon yang menyebabkan bifidobakteria lebih dominan dalam kolon dan banyak ditemukan dalam tinja (Gibson & Roberfroid 1995). RS3 dari gandum, kentang dan kacang polong dapat menstimulasi pertumbuhan bifidobakteria yaitu Bifidobacteria pseudolongum KSI9, B. breve KN14 dan B. animalis KS20a1 (Wronkowska et al. 2006). RS4 dari jagung juga mampu menstimulasi pertumbuhan Bifidobacteria sp (Hegar 2007). Pati resisten termasuk molekul yang mempunyai panjang rantai (derajat polimerisasi) lebih pendek. Panjang rantai ini sangat berhubungan dengan kecepatan fermentasi. Roberfroid et al. (1997) menjelaskan bahwa derajat polimerisasi suatu oligosakarida dari bahan bifidogenik seperti kelompok -fruktan memberikan pengaruh yang nyata terhadap kecepatan fermentasi secara in vitro. Molekul dengan derajat

19 polimerisasi (DP) kurang dari 10 seperti inulin akan difermentasi dua kali lebih cepat daripada molekul yang mempunyai DP lebih dari 10. Pengaruh prebiotik terhadap pertumbuhan probiotik dinyatakan sebagai indeks prebiotik (IP) yang dihitung berdasarkan jumlah logaritmik pertumbuhan probiotik, dan mikroflora usus lainnya seperti klostridia dan bakteroides terhadap jumlah mikroba total. Analisis tersebut dilakukan dengan menumbuhkan mikroba dari feses manusia pada medium yang mengandung prebiotik uji (Manderson et al. 2005; Roberfroid 2007). Prebiotik didefinisikan sebagai suatu karbohidrat yang tidak dapat dicerna dan tidak dapat diserap tetapi dapat difermentasi secara selektif dan mempunyai fungsi regulasi terhadap probiotik dalam usus sehingga dapat memberikan efek kesehatan bagi manusia maupun hewan (Salminen & Wright 2004). Beberapa prasyarat yang dijabarkan FAO (2007) yaitu meliputi karakteristik prebiotik yang mendeskripsikan sumber asal prebiotik, tingkat kemurniannya, komposisi kimia dan strukturnya. Karakteristik lainnya adalah jumlah asupan yang dikonsumsi, sifat fungsional yang dapat menunjukkan bukti ilmiah antara efek fisiologis senyawa prebiotik dalam memodulasi mikrobiota pada daerah/organ spesifik. Kualifikasi prebiotik didasarkan pada penelitian dan metode ilmiah yang representatif dan akurat, serta keamanannya jika prebiotik tersebut dikonsumsi. Prebiotik juga tidak mengandung kontaminan dan impuritis, tidak mengubah mikrobiota yang menyebabkan dampak negatif bagi inang (manusia). Oleh karena itu senyawa prebiotik perlu mendapatkan status GRAS (Generally Recognized As Safe) atau setaranya. Beberapa klaim kesehatan dalam hubungannya dengan efek fisiologis dari senyawa prebiotik golongan oligosakarida dipaparkan pada Tabel 2.3. Beberapa jenis prebiotik antara lain FOS (fruktooligosakarida), inulin, GOS (galaktooligosakarida), laktulosa, laktitol (Collin & Gibson 1999; Macfarlane & Cummings 1999). Bahan-bahan tersebut paling sering dipakai sebagai prebiotik. Di samping itu terdapat pula bahan lain yang memenuhi kriteria prebiotik misalnya xilosa, soya dari kedelai, dan manosa (Gibson et al. 2000). Menurut FAO (2007) terdapat sekelompok golongan senyawa prebiotik baru yang masih

20 dalam tahap pengembangan yaitu pektioligosakarida, laktosukrosa, gula alkohol, gluko-oligosakarida, levan, pati resisten, xilosakarida dan soy-oligosakarida. Tabel 2.3 Efek fisiologis dan klaim manfaat kesehatan oligosakarida (Macfarlane & Cummings 1999)
Efek Fisiologis - Menstimulasi metabolisme karbohidrat; meningkatkan massa sel bakteri, asam lemak rantai pendek Selektif terhadap bifidobakteria dan bakteri asam laktat dalam usus besar Faktor Kesehatan Melalui asam lemak rantai pendek, menyediakan sumber energi untuk epitel kolon dan mengontrol diferensiasi serta menghindari sembelit Meningkatkan retensi terhadap invasi patogen Melindungi terhadap karies gigi Bermanfaat bagi penderita diabetes Mencegah infeksi Bersifat antikarsinogen atau antikanker Mencegah penyakit jantung koroner Mencegah osteoporosis

- Tidak terhidrolisis oleh mikroorganisme mulut Tidak bersifat glikemik Menstimulasi dan bersifat tidak spesifik terhadap fungsi imun - Memodulasi metabolisme karsinogen - Mengurangi sintesis LDL dan trigliserida serum - Meningkatkan penyerapan Mg dan Ca -

Prebiotik dapat memodulasi pertumbuhan bakteri yang menguntungkan (probiotik). Peningkatan populasi probiotik memiliki manfaat diantaranya yaitu mencegah kanker karena dapat menghilangkan bahan prokarsinogen dari tubuh dan mengaktifkan sistem kekebalan tubuh. Probiotik tertentu seperti

Bifidobacterium infantis mengandung bahan aktif anti tumor pada dinding sel. Selain itu probiotik juga memproduksi berbagai enzim pencernaan (fosfatase, lisozim) dan vitamin (B1, B2, B6, asam folat, dan biotin) yang akan diserap di dalam usus halus dan dimanfaatkan oleh tubuh serta memproduksi asam laktat dan asam asetat sehingga menyebabkan usus menjadi asam dan akhirnya menekan pertumbuhan bakteri patogen penyebab radang usus seperti Escherichia coli dan Clostridium perfringens. Senyawa asam yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat (probiotik) mampu menurunkan pH usus, meningkatkan absorpsi kalsium dan mengurangi penyerapan amonia dan amina sehingga dapat mencegah tekanan darah tinggi, kolesterol dan kanker yang disebabkan oleh nitrosamin. Streptococcus thermophilus mampu menunjukkan aktivitas anti tumor dan

21 menghasilkan antioksidan indigenus yaitu superoksid dismutase (Salminen & Wright 2004). Fermentasi Bakteri Asam Laktat pada Pangan Berpati Bakteri asam laktat (BAL) dapat ditemukan pada produk fermentasi spontan seperti ogi dari singkong (Reddy et al. 2008), asinan buah dan sayur (Kusumawaty et al. 2003), urutan yang merupakan sosis khas Bali dari daging babi (Antara et al. 2002). Selain itu BAL juga dapat diisolasi dari daging (Arief et al. 2011), susu (Sujaya et al. 2008), limbah kedelai (Malik et al. 2008), minuman serta buah yang busuk (Plessis et al. 2004). BAL tertentu seperti Lactobacillus plantarum, L. fermentum, L. manihotivorans, L. amylophillus, L. amylovorus, L. amilolyticus, Leuconostoc cellobiosus, L. acidophillus, Leuconostoc sp,

Streptococcus bovis dan S. macedonicus telah dilaporkan memiliki sifat amilolitik yaitu mampu menghasilkan enzim amilase untuk mendegradasi pati (Reddy et al. 2008). BAL dapat memfermentasi pangan berkarbohidrat seperti jagung, kentang, ubi kayu, serealia dan lain sebagainya. Bakteri ini mampu menghasilkan enzim amilase dan asam yang dapat menghidrolisis sebagian pati seperti pati jagung, kentang, atau singkong dan beberapa substrat berpati lainnya (Reddy et al. 2008). Spesies terbaru BAL amilolitik adalah Lactobacillus manihotivorans yang diisolasi dari pati asam ubi kayu (Reddy et al. 2008). Olympia et al. (1995) mengkarakteristik strain L. plantarum dari makanan khas Filipina yaitu burong isda yang terbuat dari ikan dan nasi. Strain amilolitik L. fermentum pertama kali diisolasi dari adonan pati jagung Benin (ogi dan mawe) (Agati et al. 1998). Sanni et al. (2002) menemukan strain BAL amilolitik dan L. fermentum dari pangan terfermentasi khas Nigeria. BAL amilolitik menghasilkan enzim ekstraseluler yaitu amilase dan pululanase yang dapat menghidrolisis sebagian pati alami menjadi gula sederhana dan oligosakarida lain atau dekstrin (Sikorsi 2002). Vishnu et al (2006) mengidentifikasi enzim amilase dan pululanase dari Lactobacillus amylophilus GV6 sebagai protein dengan berat molekul 90 KDa. Kedua enzim ini mempunyai aktivitas sebesar 0.439 U/g/min untuk amilase dan

22 0.18 U/g/min untuk pululanase yang difermentasi pada media dedak gandum (wheat bran). Aktivitas -amilase dalam fermentasi pati oleh Streptococcus bovis sebesar 1.41 U/ml lebih besar daripada fermentasi glukosa (0.06 U/ml) (Narita et al. 2004). Enzim -amilase akan memotong karbohidrat pada ikatan endo- 1,4 menghasilkan maltosa dan dekstrin. Pululanase akan memotong karbohidrat pada ikatan endo- 1,6 menghasilkan dekstrin linier (Sikorsi et al. 2002). Wronkowska et al. (2006) menjelaskan bahwa fermentasi pati gandum, pati kentang dan pati kacang polong oleh BA L selama 24 jam menunjukkan perubahan mikrostruktur yaitu pembentukan struktur globular dan lamelar. Sajilata et al. (2006) menjelaskan perubahan struktur pati dari kristalin menjadi lebih porus (amorf), meningkatkan kemampuan pelepasan amilosa serta menurunkan suhu gelatinisasi pati. Semakin banyak amilosa yang terlarut selama proses gelatinisasi maka akan semakin tinggi terjadinya retrogradasi pati selama proses pendinginan. Pati yang mengalami retrogradasi akan memiliki sifat lebih resisten terhadap enzim pencernaan. Pati ini sering disebut sebagai pati resisten tipe III (RS3). Perubahan yang terjadi pada granula pati akibat fermentasi BAL dapat diamati dengan menggunakan mikroskop elektron (Gambar 2.3 dan Gambar 2.4).

Gambar 2.3 Perubahan granula pati (A) sebelum dan (B) sesudah difermentasi oleh bakteri asam laktat amilolitik. Sumber: Wijbenga (2000)

Gambar 2.4 Granula pati pada media MRS cair (A) sebelum diotoklaf, (B) sesudah diotoklaf, (C) setelah difermentasi oleh

23 L. amylophilus GV6. Sumber: Vishnu et al. (2006) Identifikasi Bakteri Asam Laktat Bakteri asam laktat (BAL) merupakan kelompok bakteri yang dapat memproduksi asam laktat dengan cara memfermentasi karbohidrat. BAL yang menghasilkan dua molekul asam laktat dari fermentasi glukosa disebut bakteri asam laktat homofermentatif, sedangkan BAL yang menghasilkan satu molekul asam laktat dan satu molekul etanol serta satu molekul karbon dioksida disebut bakteri asam laktat heterofermentatif (Reddy et al. 2008). Identifikasi BAL dapat dilakukan berdasarkan sifat fenotip dan genotip. Identifikasi fenotip hanya terbatas sampai tingkat spesies yang didasarkan pada hasil pengamatan morfologi seperti bentuk sel, tipe koloni dan pewarnaan Gram, uji fisiologis, metabolik (biokimia) atau kemotaksonomi. BAL merupakan bakteri dengan sifat katalase negatif sehingga pada uji katalase dengan hidrogen peroksida 30% tidak menghasilkan gelembung udara/gas. Identifikasi fenotip dengan pengujian fisiologis berdasarkan pola fermentasi BAL pada beberapa gula terkadang bias untuk beberapa spesies tertentu. Oleh karena itu identifikasi genotip perlu dilakukan untuk uji konfirmasi spesies BAL (Plessis et al. 2004). Identifikasi genotip dilakukan dengan menggunakan metode molekuler di antaranya yaitu melalui penentuan urutan basa DNA pengkode 16S rRNA pada bakteri dengan metode Polymerase Chain Reactions (PCR)-sekuensing (Ammor et al. 2005). Aplikasi molekuler DNA pengkode 16S rRNA untuk menganalisis keragaman molekuler suatu bakteri sangat sesuai karena gen ini terdapat pada semua mikroorganisme prokariot. Gen pengkode 16S rRNA bersifat stabil dalam sel bakteri daripada rRNA yang biasanya dapat terdegradasi dan hanya terdapat pada fase-fase tertentu saja (Guttel et al. 1994).

DAFTAR PUSTAKA

24 Ammor S, C Rachman, S Chaillou, H Prevost, X Dousset, M Zagorec, E Dufour, I Chevallier. 2005. Phenotypic and genotypic identification of lactic acid bacteria isolated from a small-scale facility producing traditional dry sausages. J Food Microbiol. 22: 373382 Antara NS, IN Sujaya, A Yokota, K Asano, WR Aryanta, F Tomita. 2002. Identification and succession of lactic acid bacteria during fermentation of urutan, a Balinese indigenous fermented sausage. World J Microbiol & Biotechnol 18: 255262, 2002. Arief II, Jenie BSL, Asyawan M, Witarto AB. 2010. Efektivitas probiotik Lactobacillus plantarum 2C12 dan Lactobacillus acidophilus 2B4 sebagai pencegah diare pada tikus percobaan. J Media Peternakan. 33 (3): 137143. Astawan M, Widowati S. 2011. Evaluation of nutrition and glycemic index of sweet potatoes and its appropriate processing to hypoglycemic foods. Indonesian J Agricultural Science. Vol 12 (1) Aurore G, Parfait B, Fahrasmane L. 2009. Bananas, raw materials for making processed food products. J Trends in Food Science & Technology. 20: 78 91 Collin MD, Gibson GR. 1999. Probiotics, prebiotics and synbiotics: approaches for modulating the microbial ecology of the gut. American J Clin Nutr. Vol. 69, No. 5. http://www.ajcn.org/cgi/ content/full/69/5/1052S [12 Okt 2008]. Croghan M. 2002. Resistant starch as a functional ingredient in food systems. J Business Briefing: FoodTech. (Referece Section). [Deptan] Departemen Pertanian. 2009. Produktivitas Pisang di Kabupaten Lumajang dalam Laporan Departemen Pertanian Kabupaten Lumajang Tahun 2008. Eliasson AC, Gudmunsson M. 1996. Starch: physicochemical and functional properties aspects. In: Carbohydrates in Food (Edited by Eliasson A.C.), Marcel Dekker, Inc. New York. p 431-504. Emanuel C. 2005. Pengaruh Fosforilasi dan Penambahan Asam Stearat Terhadap Karakteristik Film Edible Pati Sagu. [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. [FAO] Food and Agricultural Organization. 2007. Technical meeting on preobitics. http://www.fao.org/ag/agn/agns/files/Prebiotics_Tech_Meeting_ Report.pdf. Accessed on 22 November 2008. Foster-Powell K, Miller JB. 1995. International tables of glycemic index. Am J Clin Nutr. 62(suppl 2):S871S890 Gibson GR, Berry-Ottaway J, Rastall RA. 2000. Prebiotics: new developments in functional foods. Chandos Publishing Limited, Oxford, United Kingdom.

25 Gibson GR, Roberfroid M. 1995. Dietary modulating of the human colonic microbiota: introducting the concept of prebiotics. J Nutr. 125: 1401-1412. http:/www.ajcn.org/cgi/content/full/69/5/1052S [12 Nov 2008]. Guttel RR, Larsen N, Woese CR. 1994. Lesson from evoluation rRNA, 16S rRNA and 23S rRNA strutsfores from a comparative perspective microbes. J Kes. 58: 10-26 Hegar B. 2007. Mikroflora saluran cerna pada kesehatan anak. J Dexa Media. 20 (1). Januari -Maret. Jenie BSL, Widowati S, Nurjannah S. 2009. Pengembangan Produk Tepung Pisang Dengan IG Rendah dan Sifat Prebiotik Sebagai Bahan Pangan Fungsional. Laporan Akhir Hibah Kompetitif Penelitian Sesuai Prioritas Nasional Batch II. LPPM, IPB Jenie BSL, Widowati S, Kusumaningrum HD. 2010. Pengembangan Produk Tepung Pisang Dengan IG Rendah dan Sifat Prebiotik Sebagai Bahan Pangan Fungsional. Laporan Akhir Hibah Kompetitif Penelitian Sesuai Prioritas Nasional Batch II. LPPM, IPB Kumari SK, Thayumanavan B. 1997. Comparative study of resistant starch from minor millets on intestinal responese, blood glucose, serum cholesterol and triglycerides in rats. J Sci Food Agric. 75:296-302. Kusumawati N, Jenie BSL, Siswasetyahadi, Hariyadi RD. 2003. Seleksi bakteri asam laktat indigenus sebagai galur probiotik dengan kemampuan menurunkan kolesterol. J Mikrobiologi Indonesia. 8 (2): 39-43 Lawal OS. 2004. Composition, physicochemical properties and retrogradation characteristics of native, oxidised, acetylated and acid-thinned new cocoyam (Xanthosoma sagittifolium) starch. J Food Chem. 87: 205218 Macfarlane GT, Cummings JH. 1999. Probiotics and Prebiotics: can regulating the activities of intestinal bacteria benefit health? J Brit Med. April. 10.318(17189):999-1003.http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender. fcgi?artid=1115424 [21 Agust 2008]. Malik A, Donna M. Ariestanti, Nurfachtiyani A, Yanuar A. 2008. Skrining gen glukosiltransferase (gtf) dari bakteri asam laktat penghasil eksopolisakarida. J Makara Sains. 12 (1): 1-6 Manderson K, Pinar M, Tuhoy KM, Race WE, Otckiss AT, Widmer W, Yadhav MP, Gibson R, Rastall RS. 2005. In vitro determination of prebiotic properties of oligosaccharides derived from an orange juice manufacturing by-product stream. App and Env Microbiol. 71 (12): 8383-8389, Mendosa. 2008. Revised international table of glycemic index (GI) and glycemic load (GL) values. www.mendosa.com [11Jan 2009]. Nunez-Santiago MC, Bello-Perez LA, Tecante A. 2004. Swelling-solubility characteristics, granule size distribution and behavior of banana (Musa paradisiaca) starch. Carb Polym. 56: 65-75.

26 Olympia M, Fukuda H, Ono H, Kaneko Y, Takano M. 1995. Characterization of starch-hydrolyzing lactic acid bacteria isolated from a fermented fish and rice food, Burong Isda, and its amylolytic enzyme. J Ferment Bioeng. 80:12430. Plessis HW, Dicks LMT, Pretorius IS, Lambrechts MG, Toit MD. 2004. Identification of lactic acid bacteria isolated from South African brandy base wines. Intern J Food Microbiol. 91: 19 29 Reddy G, Altaf M, Naveena BJ, Venkateshwar M, Kumar EV. 2008. Amylolytic bacterial lactic acid fermentation A review. J Elsevier- Biotechnol Adv. 26: 2234. [RPJMD] Kabupaten Lumajang. 2009. Rencana Pembangunan Jangka Kabupaten Menengah Daerah Kabupaten Lumajang 2010 - 2014. Roberfroid M. 2007. Prebiotics: The Concept Revisited. The Journal of Nutrition Effect of Probiotics and Prebiotics.137:830S-837S [01 Juni 2008] Saguilan AA, Flores-Huicochea E, Tovar J, Garcia-Suarez F, Guiterrez-Meraz F, Bello-Perez LA. 2005. Resistant starch rich-powders prepared by autoclaving of native and lintnerized banana starch: partial characterization. J Starch/Starke. 57:405-412. Sajilata MG, Rekha SS, Puspha RK. 2006. Resistant starch a review. J Comprehensive Rev in Food Sci and Food Safety. 5: 1-17. Salminen S, Wright AV. 2004. Lactic Acid Bacteria: Microbiology and functional aspect. 2nd Edition. Revised and Expanded. New York: Marcell Dekker, Inc. Sanni A, Morlon-Guyot J, Guyot JP. 2002. New efficient amylase-producing strains of Lactobacillus plantarum and L. fermentum isolated from different Nigerian traditional fermented foods. Int J Food Microbiol. 72:5362. Sikorsi ZE. 2002. Chemical and functional properties of food components. Ed ke2. CRC Press Sujaya N, Ramona Y, Widarini NP, Suariani NP, Dwipayanti NMU, Nociaanitri KA, Nursini NW. 2008. Isolasi dan karakterisasi bakteri asam laktat dari susu kuda sumbawa. J Veteriner. 9 (2): 52-59 Tribess TB, Hernandez-Uribe JP, Mendez-Montealvo MGC, Menezes EW, BelloPerez LA, Tadini CC. 2009. Thermal properties and resistant starch content of green banana flour (Musa cavendishii) produced at different drying conditions. J Food Sci and Technol. 42:1022-1025. Vishnu C, Naveena BJ, Altas Md, Venkateshwar M, Reddy G. 2006. Amylopullulanase: a novel enzyme of L. amylophilus GV6 in direct fermentation of starch to L(+) lactic acid. Enzyme Microb Technol. 38:54550

27 Wijbenga DJ. 2000. Enzymatic modification of starch granules: peeling off versus porosity. TNO Nutr and Food Research. www.voeding.tno.nl [12 Febr 2009]. Wronkowska M, Smietana MS, Krupa U, Biedrzycka E. 2006. In vitro fermentation of new modified starch preparationschanges of microstructure and bacterial end-products. J Enzyme Microbial Technol. 40: 9399 Zhang P, Whistler RL, BeMiller JN, Hamake BR. 2005. Banana starch: production, physicochemical properties, and digestibilitya review. J Carbohy Polymers. 59: 443458

28

29

3. METODOLOGI PENELITIAN SECARA UMUM


Waktu dan Tempat Penelitian ini dimulai bulan Maret 2009 sampai dengan bulan April 2011. Penelitian dilakukan di Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Laboratorium South East Asian Food & Agricultural Science & Technology (SEAFAST) Centre IPB serta Laboratorium pendukung seperti Labotarorium Balitnak Kementerian Pertanian dan

Laboratorium Biorin-Bioteknologi IPB.

Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan meliputi: otoklaf, mikroskop polarisasi (Olympus C-35AD-4 Japan), spektrofotometer, difraksi sinar X (Shimadzu XRD-7000 Maxima), gas kromatografi (Chrompack CP 9002 seri 946253), anoxomat, anaerobic jar, sentrifuse, elektroforesis, UV transilluminator, alat PCR PTC 100 (MJ Research, Inc), inkubator, otoklaf, oven dan lain sebagainya. Bahan baku yang digunakan adalah pisang var agung semeru (Musa

paradisiaca formatypica) yang diperoleh dari Kecamatan Senduro Kabupaten Lumajang Propinsi Jawa Timur. Buah pisang tua mentah dipanen pada minggu ke 16 dari awal pembungaan. Media dan bahan kimia yang digunakan antara lain: de Mann Rogosa Sharp Agar (MRSA) dan de Mann Rogosa Sharp Broth (MRSB), Brain Heart Infusion (BHI) agar, Thioglycollate agar, kristal violet, lugol, safranin, alkohol, NaCl, asam tartarat 10%, gliserol, NaOH, buffer fosfat, buffer TAE, Na 2 HPO 4 .2H 2 O, NaHPO 4 , CaCl 2 .2H 2 O, MgCl 2 .6H 2 O, DNS, HCl, K 2 HPO 4 , MgSO 4 .7H 2 O, CaCl 2 .2H 2 O, NaHCO 3 , bacto agar, L-cysteine HCl, garam bile, resazurin, vitamin K1, Tween 80, hemin, Kit API 50CH, CTAB, PCI, primer universal 63F dan 1387R KI2 , enzim pankreatin, pepsin dan amiloglukosidase.

30 Tahap Penelitian Penelitian meliputi empat tahap yaitu: 1) proses modifikasi secara fermentasi spontan serta kombinasinya dengan satu dan dua siklus pemanasan bertekanan yang dilanjutkan dengan pendinginan, 2) identifikasi fenotip dan genotip bakteri asam laktat (BAL) asal fermentasi spontan pisang var agung semeru, 3) proses modifikasi secara fermentasi oleh isolat BAL indigenus dan kombinasinya dengan siklus pemanasan bertekanan-pendinginan dalam

pembuatan tepung pisang kaya RS, 4) isolasi pati resisten (RS) serta evaluasi sifat prebiotik dan nilai indeks glikemik tepung pisang.

Modifikasi Pembuatan Tepung Pisang secara Fermentasi Spontan dan Kombinasinya dengan Siklus Pemanasan Bertekanan-Pendinginan Proses modifikasi dilakukan pada irisan pisang yaitu pisang diiris dengan ketebalan 5mm. Irisan pisang diberi perlakuan fermentasi spontan yang dilanjutkan dengan satu atau dua siklus retrogradasi yaitu pemanasan bertekanan yang diikuti pendinginan. Proses pemanasan bertekanan dilakukan dengan menggunakan otoklaf pada suhu 121 oC selama 15 menit yang kemudian didinginkan pada suhu 4 oC selama 24 jam. Tepung pisang kontrol disiapkan tanpa modifikasi yaitu pisang diiris dengan ketebalan 5mm dan dikeringkan pada suhu 50 oC selama 16 jam selanjutnya dihaluskan serta diayak dengan ayakan 80 mesh. Tepung pisang modifikasi secara fermentasi spontan yang dikombinasi dengan retrogradasi disiapkan dengan merendam irisan pisang dalam akuades steril (3:4) dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu kamar. Selama fermentasi dilakukan pengukuran total bakteri asam laktat, pH dan total asam laktat tertitrasi pada jam ke-0, 12 dan 24 jam. Pada jam ke-24 pisang ditiriskan. Untuk modifikasi fermentasi spontan maka irisan pisang terfermentasi dapat langsung dikeringkan pada suhu 50 oC selama 16 jam serta dihaluskan dan diayak dengan ayakan 80 mesh. Untuk modifikasi fermentasi spontan yang dikombinasi dengan

31 siklus pemanasan bertekanan-pendinginan maka irisan pisang terfermentasi diberi perlakuan satu dan dua siklus pemanasan bertekanan-pendinginan. Perlakuan diulang sebanyak dua kali dengan dua kali ulangan teknik sampling bahan baku di lahan budidaya pisang var agung semeru. Keenam jenis tepung pisang yang dihasilkan selanjutnya dianalisis komposisi kimia yang meliputi proksimat (air, protein, lemak, mineral dan karbohidrat) dengan menggunakan metode AOAC (1999), kadar pati dan kadar amilosa (AACC 2000), pati cepat tercerna (rapidly digestible starch/RDS), pati lambat tercerna (slowly digestible starch/SDS), pati resisten (resistant starch/RS) (Englyst et al. 1992), serta daya cerna (AACC 2000). Karakterisasi fisik seperti bentuk granula pati dan tingkat kristalinitas tepung pisang juga dievaluasi pada tepung pisang kontrol dan tepung pisang modifikasi yang banyak mengandung pati resisten. Identifikasi Fenotip dan Genotip Bakteri Asam Laktat Asal Fermentasi Spontan Pisang var Agung Semeru Selama fermentasi spontan 24 jam diketahui populasi bakteri asam laktat (BAL) tumbuh dominan. Oleh karena itu dilakukan identifikasi BAL yang berperan selama fermentasi. Identifikasi fenotip berdasarkan sifat Gram positif, katalase negatif, bentuk sel kokus atau batang dengan bentuk/tipe koloni tertentu (Ammor et al. 2005). Selanjutnya isolat diinokulasikan dalam media MRS cair dan diinkubasi pada suhu 37 oC selama 24 jam untuk diidentifikasi lanjut atau disimpan dalam larutan gliserol (30% v/v) pada suhu -20 oC. Sifat fermentatif isolat BAL dianalisis dengan menggunakan kit API 50CHL. Identifikasi genotip dilakukan dengan menggunakan metode PCR dan sekuensing DNA pengkode 16S rRNA. DNA isolat BAL diekstraksi dengan menggunakan metode Thompson et al. (1995). Amplifikasi PCR dilakukan dengan menggunakan alat PCR PTC 100 (MJ Research, Inc) pada suhu 95 oC selama 5 menit, dilanjutkan dengan denaturasi pada suhu 94 oC selama 30 detik kemudian 30 siklus penempelan primer pada suhu 50 oC selama 1 menit, 72 oC selama 2 menit, dan tahap akhir pasca sintesis

32 pada suhu 72 oC selama 5 menit dan 15 oC selama 10 menit. Produk PCR diambil dan disimpan pada suhu 4 oC untuk selanjutnya diperiksa dengan menggunakan elektroforesis agarosa 1% b/v dalam TAE 1x, 100 V selama 30 menit (Sambrook dan Russel 2008; Suharsono dan Widyastuti 2008). Pensejajaran ganda (multiple alignment) dilakukan dengan menggunakan Program Clustal W yang selanjutnya divisualisasikan kekerabatannya menggunakan pohon filogenetik Program TREEVIEW X yang dikombinasikan dengan Program NJ-Plot (Thompson et al. 1995).

Modifikasi Secara Fermentasi Terkendali oleh Isolat BAL Indigenus dalam Pembuatan Tepung Pisang Modifikasi Kaya RS Irisan pisang dan akuades steril dalam perbandingan 3:4 diinokulasi dengan isolat BAL homofermentatif indigenus sehingga populasi kultur mencapai jumlah 106 CFU/ml. Selanjutnya pisang diinkubasi selama 12 dan 24 jam pada suhu kamar. Pisang ditiriskan dan diberi proses dua siklus pemanasan bertekananpendinginan yaitu pemanasan bertekanan dengan menggunakan otoklaf pada suhu 121 oC selama 15 menit kemudian dilanjutkan dengan pendinginan pada suhu 4
o

C selama 24 jam. Proses pengeringan dilakukan pada suhu 50 oC selama 16 jam,

selanjutnya chip dihaluskan serta diayak dengan menggunakan ayakan 80 mesh.

Evaluasi Sifat Prebiotik dan Indeks Glikemik (IG) Tepung Pisang Evaluasi sifat prebiotik dilakukan pada RS2 dari tepung pisang yang tidak mengalami retrogradasi dan RS3 dari tepung pisang yang mengalami retrogradasi. RS diisolasi dengan menggunakan metode Englyst et al. (1992) yang dimodifikasi dengan metode gravimetri (AOAC 1999). Sifat prebiotik dianalisis berdasarkan ketahanan RS terhadap cairan lambung artifisial pada pH 1 sampai 5 (Wicheinchot et al. 2010), persentase pertumbuhan probiotik (Lactobacillus acidophilus) dan bakteri patogen, yaitu enteropatogenik Escherichia coli (EPEC) dan Salmonella Typhimurium (Buriti et al. 2010) serta fermentasi RS oleh kultur

33 feses untuk mengetahui kemampuan memodulasi mikroflora dan menstimulasi produksi asam lemak rantai pendek (short chain fatty acid/SCFA) serta nilai indeks prebiotik (Manderson et al. 2005). Evaluasi IG dilakukan pada keenam jenis tepung pisang yang dihasilkan. Uji IG tepung pisang dilakukan dengan menggunakan sepuluh relawan manusia (Astawan & Widowati 2011). Tepung pisang disajikan kepada relawan dalam bentuk nasi yang diolah seperti menanak tiwul. Pengujian ini sudah mendapat persetujuan etis (ethical approval) dari Kementerian Kesehatan dengan No. LB.03.04/KE/8320/ 2010.

34 DAFTAR PUSTAKA

[AACC] American Association of Cereal Chemists. 2000. Approved Methods of the AACC. The Association, St. Paul, MN. 10th ed. Ammor S, Rachman C, Chaillou S, Prevost H, Dousset X, Zagorec M, Dufour E, Chevalliera I. 2005. Phenotypic and genotypic identification of lactic acid bacteria isolated from a small-scale facility producing traditional dry sausages. J Food Microbiol. 22: 373382 [AOAC] Association of analytical communities. 1999. Official Methods of Analysis of AOAC International16th. USA. Astawan M, Widowati S. 2011. Evaluation of nutrition and glycemic index of sweet potatoes and its appropriate processing to hypoglycemic foods. Indonesian J Agricultural Science. 12 (1) Buriti FCA, Castro IA, Saad SMI. 2010. Viability of Lactobacillus acidophilus in synbiotic guava mousses and its survival under in vitro simulated gastrointestinal conditions. Int J Food Microbiology. 137: 121129. Englyst HN, Kingman SM, Cummings JH. 1992. Classification and measurement of nutritionally important starch fraction. European J Clinical Nutr. 46(Suppl.2): 533-550. Manderson K, Pinar M, Tuhoy KM, Race WE, Otckiss AT, Widmer W, Yadhav MP, Gibson R, Rastall RS. 2005. In vitro determination of prebiotic properties of oligosaccharides derived from an orange juice manufacturing by-product stream. App and Env Microbiol. 71 (12): 8383-8389, Suharsono, Widyastuti U. 2008. Penuntun Praktikum; Pengantar Genetika Molekuler. Departemen Biologi-FMIPA. Institut Pertanian Bogor Thompson JD, Higgins DG, Gibson TJ. 1995. CLUSTAL W: Improving the sensitivity of progressive multiple sequence alignment through sequence weighting, Position specific gap penalties and weight matrix choice. Nucleic Acid Res. 22: 4673-4680. Wichienchot S, Jatupornpipat M, Rastall RA. 2010. Oligosaccharides of pitaya (dragon fruit) flesh and their prebiotic properties. Food Chem. 120: 850 857.

35

4. KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA TEPUNG PISANG TERMODIFIKASI SECARA FERMENTASI SPONTAN DAN SIKLUS PEMANASAN BERTEKANAN-PENDINGINAN
[Physicochemical characteristics of modified banana flour by fermentation and autoclaving-cooling cycles] ABSTRAK Kajian tentang karakteristik fisikokimia antara tepung pisang alami dan tepung pisang modifikasi dilakukan pada pisang var agung semeru (Musa paradisiaca formatypica). Tepung pisang alami (kontrol) dihasilkan dengan mengeringkan irisan pisang, menghancurkan dan mengayak tepung dengan ayakan 80 mesh. Tepung pisang modifikasi dihasilkan dengan cara irisan pisang diberi perlakuan fermentasi spontan (suhu kamar, 24 jam) dilanjutkan dengan satu atau dua siklus pemanasan bertekanan (121 oC, 15 menit) yang diikuti dengan pendinginan (4 oC, 24 jam) sebelum dilakukan proses pengeringan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bakteri asam laktat tumbuh mendominasi hingga mencapai 106 CFU/ml selama fermentasi spontan pisang. Modifikasi proses mempengaruhi karakteristik fisikokimia tepung pisang. Fermentasi meningkatkan kadar amilosa. Dua siklus pemanasan bertekanan-pendinginan meningkatkan pati resisten (RS) tepung pisang dengan nyata (28.88% bk) dibandingkan dengan yang satu siklus (24.72 bk). Proses pemanasan bertekanan-pendinginan merusak granula pati dan menurunkan kristalinitas tepung pisang dari 18.74-20.08% menjadi 6.98-9.52%. Difraksi sinar X menunjukkan granula pati pisang adalah granula tipe C yang merupakan campuran dari granula tipe A dan tipe B. ABSTRACT Studies on the physicochemical characteristics on the native banana flour and modified banana flour were carried out on agung var semeru banana (Musa paradisiaca formatypica). Native banana flour was produced by drying the banana slice, ground and passed through a 80 mesh screen. Modified banana flour were produced by spontaneous fermentation (room temperature, 24 h) and one or two cycles of autoclaving (121 oC, 15 min) followed by cooling (4 oC, 24 h)of the slices before drying process. The results showed that lactic acid bacteria were the dominating bacteria up to 106 CFU/ml during spontaneous fermentation of banana slices. The modification processes influenced physicochemical characteristics of banana flour. Spontaneous fermentation increased amylose content. Two cycles of autoclaving-cooling significantly increased resistant starch content of banana flour (28.88 db) than the one cycle (24.72 db). Retrogradation process destroyed the granules and decreased the crystalinity from 18.74% 20.08% to 6.98% - 9.52%. X-ray diffraction showed that the starch granule was type C granule as a mixture of A and B polymorphs.

36 Keywords: Musa paradisiaca formatypica, autoclaving-cooling process. spontaneous fermentation,

PENDAHULUAN Pisang merupakan salah satu bahan pangan yang sebagian besar terdiri atas karbohidrat terutama pati. Pisang dapat dibagi menjadi empat jenis yaitu: pisang jenis banana yang dimakan dalam keadaan segar setelah buahnya masak, pisang jenis plantain yang dimakan setelah diolah, pisang berbiji yang dimanfaatkan daunnya dan pisang yang diambil seratnya. Salah satu jenis plantain yaitu pisang var agung semeru (Musa paradisiaca formatypica) yang banyak dibudidayakan di Kabupaten Lumajang Jawa Timur dengan produktivitas mencapai lebih dari 57 ribu ton per tahun (RPJM Deptan Lumajang 2009). Tepung pisang cukup prospektif untuk dikembangkan sebagai pangan fungsional. Manfaat pengolahan pisang menjadi tepung di antaranya yaitu lebih tahan disimpan, lebih mudah dalam pengemasan dan pengangkutan, lebih praktis untuk diversifikasi produk olahan, mampu memberikan nilai tambah buah pisang, mampu meningkatkan nilai gizi buah melalui proses fortifikasi selama pengolahan, dan menciptakan peluang usaha untuk pengembangan agroindustri pedesaan. Teknologi pengolahan tepung pisang secara konvensional dilakukan dengan mengeringkan buah pisang mentah yang selanjutnya dihancurkan dan diayak dengan ukuran mesh 60-100 (Deptan 2009). Modifikasi proses pada pati pisang telah banyak dilakukan untuk meningkatkan kadar pati resisten (resistant starch/RS). Pati yang diotoklaf pada suhu 121 oC selama 1 jam diikuti dengan pendinginan 4 oC selama 24 jam dan diulang sebanyak tiga siklus mampu meningkatkan kadar RS dari 1.51% menjadi 16.02% (Saguilan et al. 2005). Soto et al. (2004) juga melakukan modifikasi pati pisang untuk meningkatkan kadar RS dengan menggunakan metode debranching oleh enzim pululanase yang dikombinasi dengan pemanasan otoklaf dan pendinginan.

37 Modifikasi proses pada tepung pisang telah dilakukan oleh Tribess et al. (2009) untuk meningkatkan kadar RS selama proses pengeringan chip pisang dengan mengatur kecepatan udara (0.6 - 1.4 m/detik pada suhu 55 oC). Jenie et al. (2009) melaporkan bahwa fermentasi spontan irisan pisang yang dikombinasi dengan satu siklus pemanasan bertekanan-pendinginan mampu meningkatkan kandungan RS tepung pisang lebih dari 17% berat kering (hampir dua kali). Pengaruh dua siklus pemanasan bertekanan-pendinginan setelah proses fermentasi belum dilakukan. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik fisikokimia tepung pisang yang dihasilkan melalui proses modifikasi secara fermentasi spontan yang dikombinasi dengan satu atau dua siklus pemanasan bertekanan-pendinginan dalam upaya meningkatkan kadar RS.

BAHAN DAN METODE Bahan Pisang var agung semeru (Musa paradisiaca formatypica) diperoleh dari Desa Burno dan Desa Kandang Tepus Kecamatan Senduro Kabupaten Lumajang Propinsi Jawa Timur. Pisang dipanen pada minggu ke 16 dari awal pembungaan dengan tingkat kematangan tahap 1 yaitu pisang tua dengan kulit hijau merata.

Metode Pembuatan Tepung Pisang Modifikasi melalui Fermentasi Spontan dan Siklus Pemanasan Bertekanan-Pendinginan Pisang diiris dengan ketebalan 5mm, selanjutnya direndam dalam akuades steril (3:4) dan difermentasi selama 24 jam pada suhu kamar. Pisang yang sudah difermentasi selama 24 jam kemudian ditiriskan dan diberi pemanasan bertekanan dengan menggunakan otoklaf (121 oC, 15 menit) yang dilanjutkan dengan pendinginan (4 oC, 24 jam). Proses pemanasan bertekanan-pendinginan dilakukan sebanyak satu dan dua siklus. Selanjutnya pisang dikeringkan (50 oC, 16 jam) dan dihaluskan serta diayak dengan ayakan mesh 80. Tepung pisang kontrol dibuat

38 dari irisan pisang yang langsung dikeringkan dan dihaluskan serta diayak tanpa proses modifikasi. Perlakuan diulang sebanyak dua kali dengan dua kali ulangan teknik sampling bahan baku di lahan budidaya pisang var agung semeru.

Pengamatan Populasi Mikroba Selama Fermentasi Spontan Selama fermentasi spontan irisan pisang dilakukan pengamatan jumlah mikroba untuk mengetahui populasi kapang, khamir, bakteri pendegradasi pati, bakteri asam laktat, total bakteri, pH dan jumlah asam laktat tertitrasi. Sebanyak 10 mL cairan fermentasi pisang diambil secara periodik pada jam pada jam ke-0, 12 dan 24, selanjutnya ditambah dengan 90 ml akuades steril dan dilakukan pengenceran berseri. Tiga seri hasil pengenceran dipipet sebanyak 1 mL dan dilakukan pemupukan metode tuang pada media Potato Dextrose Agar (PDA) yang mengandung 10% asam tartarat dengan inkubasi suhu kamar untuk kapang, pada media PDA dengan inkubasi suhu 40 oC untuk khamir, pada media de Mann Rogosa Sharp Agar (MRSA) dengan inkubasi suhu 37 oC untuk bakteri asam laktat, pada media Starch Agar (SA) dengan inkubasi suhu 37 oC untuk bakteri pendegradasi pati, dan pada media Nutrient Agar (NA) dengan inkubasi suhu 37
o

C untuk total bakteri yang masing-masing diinkubasi selama 48-72 jam. Nilai pH

diukur dengan menggunakan pHmeter, sedangkan total asam laktat ditentukan dengan menggunakan metode titrimetri.

Analisis Komposisi Kimia Tepung pisang dianalisis kadar air, abu, protein, lemak dan kadar karbohidrat (AOAC 1999). Selain itu juga dilakukan analisis kadar pati, amilosa dan daya cerna pati (AACC 2000).

Analisis Komposisi Pati (RDS, SDS dan RS) Komposisi pati yang meliputi kadar pati tercerna cepat (rapid digestable starch/RDS), pati tercerna lambat (slowly digestable starch/SDS) dan pati resisten

39 (resistant starch/RS) ditentukan dengan menggunakan metode Englyst et al. (1992). Tepung pisang sebanyak 1 g ditempatkan dalam tabung sentrifus. Sampel dicuci menggunakan 8 ml etanol 80% selanjutnya disentrifus pada kecepatan 554 g selama 10 menit dan diulang dua kali. Residu yang merupakan pati ditambah 20 mL buffer sodium asetat (0.1M pH 5.2), selanjutnya dididihkan dalam penangas air selama 30 menit. Sampel didinginkan dan ditambah 5 mL larutan enzim yang mengandung ekstrak pankreatin dan amiloglukosidase. Larutan enzim disiapkan dengan cara mensuspensikan 3.0 g pankreatin (Sigma, Cat. No. P7545) ke dalam 20 mL air deionisasi, selanjutnya distirer selama10 menit pada suhu ruang dan disentrifus pada 1500 g selama 10 menit. Sebanyak 13.5 mL supernatan pankreatin ditambah amiloglukosidase 210 U (Sigma Cat. No. A7095) dan 1.25 mL air deionisasi. Selanjutnya sampel diinkubasi dalam inkubator bergoyang pada suhu 37 oC selama 30 menit untuk menentukan kadar pati cepat tercerna (RDS) dan 120 menit untuk pati lambat tercerna (SDS). Jumlah gula hasil hidrolisis pati diukur dengan menggunakan metode DNS. Kadar pati resisten dihitung sebagai jumlah pati dikurangi jumlah pati yang terhidrolisis dengan penjabaran rumus sebagai berikut: Kadar pati resisten = [(pati-RDS-SDS)/pati] x 100%

Pengamatan Granula Pati Pati pisang (0.1 g) disuspensikan dalam 1 mL akuades kemudian diambil dua tetes dan ditempatkan pada kaca preparat. Struktur granula diamati dengan menggunakan mikroskop polarisasi (Olympus C-35AD-4 Japan) pada perbesaran 400 kali (Santiago et al. 2004).

Analisis Kristalinitas Tepung pisang disetimbangkan dalam wadah RH 100% pada suhu ruang selama 24 jam. Difraktogram sinar X tepung pisang ditentukan dengan difraktometer sinar X Shimadzu XRD-7000 Maxima. Daerah scanning dimulai

40 dari sudut difraksi 5o sampai 40o dengan ukuran 0.02o, 0.6 detik pada radiasi Cu, 40 kV, 30 mA (Waliszewski et al. 2003; Soto et al. 2007). Tingkat kristalinitas tepung pisang ditentukan dengan menghitung luas area grafik landai (smooth) dibagi dengan luas area utuh.

Analisis Statistik Data dianalisis menggunakan prosedur Analysis of Variance (ANOVA). Untuk mengetahui adanya perbedaan dilakukan uji lanjut beda nyata terkecil pada taraf uji 5% (p 0.05).

HASIL DAN PEMBAHASAN Populasi Mikroba, pH dan Total Asam Laktat selama Fermentasi Spontan Populasi mikroba yang tumbuh selama fermentasi spontan pisang var agung semeru disajikan pada Gambar 4.1. Mikroba yang tumbuh selama 24 jam fermentasi spontan pisang mentah adalah bakteri yang lebih didominasi oleh bakteri asam laktat (BAL), sedangkan khamir dan kapang tidak tumbuh hingga fermentasi 24 jam.
9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 0 12 24 Lama Fermentasi (Jam)

Gambar 4.1 Populasi ( ) bakteri pendegradasi pati; ( ) bakteri asam laktat dan ( ) total bakteri selama fermentasi spontan pisang

Log Bakteri (CFU/ml)

41 Populasi bakteri meningkat selama fermentasi hingga jam ke-24. Populasi BAL hingga jam ke-24 sekitar 6 log CFU/mL. Abdillah (2010) melaporkan bahwa fermentasi spontan pisang hingga jam ke-100 juga didominasi oleh BAL. Reddy et al. (2008) menjelaskan BAL mampu tumbuh pada bahan pangan berpati karena dapat menghasilkan enzim amilase untuk mendegradasi pati menjadi glukosa sebagai sumber karbon selama pertumbuhannya. BAL tersebut dikenal sebagai bakteri asam laktat amilolitik. Pada penelitian ini diduga BAL yang berperan dalam fermentasi pisang adalah BAL amilolitik karena jumlah bakteri pendegradasi pati mengalami peningkatan hingga pengamatan jam ke-24. Peningkatan jumlah BAL selama fermentasi seiring dengan terjadinya penurunan pH dari pH awal 6.36 menjadi pH 5.36 pada jam ke-24. Penurunan pH tersebut disebabkan oleh metabolit yang dihasilkan BAL yaitu asam laktat atau asam organik lainnya. Selama fermentasi pisang, produksi asam laktat meningkat hingga mencapai 0.11% (Tabel 4.1). Vishnu et al. (2006) melaporkan bahwa beberapa strain Lactobacillus spp mampu secara langsung memfermentasi karbohidrat menjadi asam laktat. Tabel 4.1 Nilai pH, konsentrasi asam laktat selama fermentasi spontan pisang
Lama Fermentasi (Jam) 0 12 24 pH 6.36 0.08 6.12 0.10 5.36 0.24 Asam Laktat Tertitrasi (% mL/mL) 0.02 0.00 0.04 0.00 0.11 0.01

Asam laktat merupakan asam organik yang tidak menguap pada suhu kamar dan dapat berperan sebagai antimikroba yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri lain. FDA USA juga telah mengklasifikasikan asam laktat ke dalam GRAS (Generally Recognized As Safe) untuk digunakan sebagai bahan tambahan pangan dan kepentingan lain seperti sebagai pengawet produk pangan (Datta & Henry 2006). Asam laktat yang dihasilkan oleh BAL diduga dapat bereaksi dengan pati pisang sehingga membentuk kopolimer pati-asam laktat. Gong et al. (2006)

42 menjelaskan bahwa kopolimer pati-asam laktat dapat menurunkan reaktivitas gugus hidroksil pada unit glukopiranosa pati yaitu pada C6, C3 dan C2 sehingga pati menjadi lebih resisten terhadap enzim pencernaan. Fermentasi selama 24 jam tidak menyebabkan perubahan pada tekstur irisan pisang. Abdillah (2010) melaporkan fermentasi pisang lebih dari 24 jam menghasilkan tektur yang lebih lunak akibat degradasi oleh mikroba dan terjadi kehilangan rendemen hingga mencapai lebih dari 30%.

Komposisi Kimia Tepung Pisang Pengaruh fermentasi dan retrogradasi terhadap komposisi kimia tepung pisang disajikan pada Tabel 4.2. Tepung pisang hasil fermentasi memiliki kadar abu, dan karbohidrat lebih rendah daripada tepung pisang tanpa modifikasi (kontrol), sedangkan kadar lemak dan protein tepung pisang modifikasi tidak berbeda nyata dengan tepung pisang kontrol. Tabel 4.2 Pengaruh fermentasi spontan dan siklus pemanasan bertekananpendinginan terhadap komposisi kimia tepung pisang
Komposisi (% bb) Kadar Air Abu Lemak Protein Karbohidrat Tanpa Fermentasi Spontan
Tanpa PBP Satu Siklus PBP Dua Siklus PBP Tanpa PBP

Fermentasi Spontan
Satu Siklus PBP Dua Siklus PBP

5.07 0.05f 7.18 0.06d 2.18 0.05a 1.99 0.04b 1.02 0.03a 1.05 0.01a 1.99 0.03a 2.08 0.06a

6.71 0.02e 1.84 0.04c 1.07 0.06a 2.04 0.06a

7.77 0.03c 1.77 0.01d 1.09 0.06a 1.89 0.04a

8.05 0.07b 1.60 0.02f 1.01 0.01a 1.93 0.03a

9.72 0.03a 1.68 0.01e 1.07 0.04a 1.86 0.04a 85.66 0.03e

88.76 0.06a 87.64 0.02c 88.32 0.05b

87.47 .003d 87.46 0.08d

PBP = Pemanasan Bertekanan-Pendinginan Angka-angka pada baris yang sama yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan nilai tidak berbeda nyata pada taraf uji 0.05

Modifikasi

proses

fermentasi

pisang

dan

pemanasan

bertekanan-

pendinginan menyebabkan penurunan kadar karbohidrat. Hal ini diduga karena mikroba yang tumbuh sudah memanfaatkan komponen karbohidrat sebagai sumber karbon bagi pertumbuhannya. Selama proses pemanasan bertekanan pati pecah dan tergelatinisasi, selanjutnya amilosa akan teretrogradasi pada saat

43 pendinginan. Proses pengeringan juga menyebabkan pati mengalami reaksi pencoklatan sehingga dapat mengurangi kandungan karbohidrat tepung pisang. Pemanasan suhu tinggi dan pengeringan dalam oven dapat menyebabkan terbentuknya komponen pirodekstrin dari karbohidrat (Carrera et al. 2007). Tabel 4.3 Pengaruh fermentasi spontan dan siklus pemanasan bertekananpendinginan terhadap komposisi pati dan daya cerna tepung pisang
Komposisi (% bk) Pati1 Amilosa2 RDS2 SDS2 RS2 RS1 Daya Cerna2 Tanpa Fermentasi Spontan
Tanpa PBP Satu Siklus PBP Dua Siklus PBP Tanpa PBP

Fermentasi Spontan
Satu Siklus PBP Dua Siklus PBP

70.160.12a 13.560.05f 38.150.05a 24.660.01c 10.320.30f 7.240.30f 69.670.25b

69.860.03a 14.100.06e 23.840.34c 26.030.28b 29.340.06d 20.500.06d 55.880.05c

67.120.86d 14.52 0.01d 21.530.07d 19.420.14d 39.130.03b 26.260.03b 47.590.01e

69.790.14a 15.440.01c 32.640.16b 32.800.35a 6.78 0.02e 4.73 0.02e 72.010.01a

68.800.40b 15.660.04b 23.99 0.11c 17.51 0.11f 35.930.10c 24.720.10c 49.220.07d

67.67 0.52c 16.54 0.03a 18.26 0.33e 18.39 0.12e 42.68 0.33a 28.88 0.33a 43.21 0.06f

PBP = Pemanasan Bertekanan-Pendinginan RDS = rapid digestable starch SDS = slowly digestable starch RS = resistant starch 1 2 = berat kering tepung = berat kering pati Angka-angka pada baris yang sama yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan nilai tidak berbeda nyata pada taraf uji < 0.05

Tabel 4.3 menunjukkan kadar pati resisten menurun dari 7.24% (tepung pisang kontrol) menjadi 4.73% setelah fermentasi selama 24 jam. Hal ini disebabkan karena granula pati mengalami pengembangan (swelling) selama perendaman dan menjadi lebih mudah terhidrolisis oleh enzim mikroorganisme sehingga sifat resisten dan kristalinitas pati menjadi berkurang (Zang et al. 2005). Pati resisten yang terkandung dalam tepung pisang kontrol merupakan RS2 yaitu pati resisten yang terbentuk karena struktur granula pati sedemikian rupa sehingga sulit didegradasi oleh enzim alfa amilase pencernaan (Tribess et al. 2009). Ambriz et al. (2008) melaporkan bahwa kadar pati resisten tepung pisang menurun dengan adanya proses likuifikasi menggunakan enzim amilase Bacillus subtilis. Hal ini terjadi akibat hidrolisis pati oleh enzim tersebut menghasilkan gula sederhana. Kadar amilosa tepung pisang meningkat oleh fermentasi selama 24 jam. Peningkatkan ini diduga karena disebabkan oleh terjadinya pemotongan struktur cabang dari amilopektin (debranching) menghasilkan oligomer dengan derajat

44 polimer lebih pendek seperti amilosa. Selanjutnya amilosa akan mengalami retrogradasi setelah diberi perlakuan pemanasan bertekanan-pendinginan. Amilosa yang teretrogradasi berperan dalam meningkatkan kadar RS (Soto et al. 2007). Niba & Hoffman (2003) melaporkan bahwa kadar RS biji sorgum juga meningkat hingga 60% dengan fermentasi spontan biji sorgum pada suhu 37 oC selama 10 hari. Fermentasi sangat lama karena biji sorgum memiliki lapisan aleuron yang tebal sehingga diperlukan waktu lebih lama untuk absorbsi air dan berlangsungnya fermentasi spontan. Dua siklus pemanasan bertekanan-pendinginan menghasilkan kadar RS tepung pisang lebih tinggi daripada yang satu siklus baik pada pisang yang tanpa difermentasi (dari 20.50% menjadi 26.26%) maupun pisang yang difermentasi (dari 24.72% menjadi 28.88%), sedangkan kadar RS tepung pisang kontrol adalah 7.24%. Kombinasi proses fermentasi spontan dengan dua siklus pemanasan bertekanan-pendinginan (retrogradasi) mampu meningkatkan kadar RS tepung pisang dari 7.24% menjadi 28.88%. Pati resisten yang dihasilkan dari proses retrogradasi merupakan pati resisten tipe III (RS3) yang merupakan amilosa teretrogradasi (Soto et al. 2004). Saguilan et al. (2005) melakukan modifikasi di tingkat pati pisang plantain dengan menggunakan tiga siklus pemanasan bertekanan-pendinginan sehingga kadar RS meningkat hingga 10 kali lipat. Kadar RS yang dihasilkan dari modifikasi di tingkat pati lebih tinggi, akan tetapi aplikasinya memiliki tahapan yang lebih banyak terutama tahap isolasi pati. Proses modifikasi pada tepung pisang seperti yang dilakukan pada penelitian ini lebih mudah dan lebih efisien yaitu fermentasi dan retrogradasi dilakukan pada pisang tanpa perlu mengisolasi patinya terlebih dahulu. Tepung yang dihasilkan dapat diaplikasikan langsung sebagai tepung pensubstitusi pada pembuatan produk pangan seperti roti, cookies dan brownies (Jenie et al. 2010). Daya cerna pati meningkat dengan adanya proses fermentasi dari 69.67% (tepung pisang kontrol) menjadi 72.01% (tepung pisang fermentasi), sedangkan proses pemanasan bertekanan-pendinginan menurunkan daya cerna pati. Komposisi pati yang dapat dicerna menurun dengan semakin meningkatnya kadar RS. Hasil analisis daya cerna secara in vitro juga menurun hampir 50% pada

45 tepung yang dihasilkan dari perlakuan fermentasi dengan retrogradasi. Farhat et al. (2001) melaporkan bahwa daya cerna pati kentang meningkat dengan adanya gelatinisasi akan tetapi menurun jika pati mengalami retrogradasi.

Sifat Birefringence Pati Pisang Modifikasi proses secara dua siklus pemanasan bertekanan-pendinginan mampu meningkatkan kadar RS dengan nyata. Oleh karena itu dalam pembahasan selanjutnya mengamati karakteristik fisik yaitu sifat birefringence granula pada tepung tanpa perlakuan pemanasan bertekanan-pendinginan untuk mewakili tepung pisang yang mengandung RS2 dan tepung dengan kandungan RS tinggi (tepung dari proses fermentasi maupun tanpa fermentasi yang dikombinasi dengan dua siklus pemanasan bertekanan-pendinginan untuk mewakili tepung pisang yang mengandung RS3. Gambar 4.2 menunjukkan granula pati tepung pisang kontrol dan fermentasi menghasilkan efek birefringence pada pengamatan dengan mikroskop polarisasi.

Gambar 4.2 Pengaruh proses fermentasi dan dua siklus pemanasan bertekananpendinginan terhadap sifat birefringence granula pati pisang. (A).kontrol; (B) fermentasi; (C) dua siklus pemanasan bertekananpendinginan; (D) fermentasi spontan dengan dua siklus pemanasan bertekanan-pendinginan pada perbesaran 400x

46 Efek birefringence terbentuk dari struktur ganula pati utuh yang tersusun atas daerah amorf dan daerah kristalin. Bagian amorf dari granula pati dapat menyerap air dingin hingga 30 % tanpa merusak struktur pati secara keseluruhan, sedangkan bagian kristalin dari granula pati lebih sulit menyerap air (Eliason & Gudmunsson 1996). Granula pati pisang var agung semeru memiliki ukuran panjang sekitar 50 80 m dengan diameter 20 40 m. Eggleston et al. (1992) melaporkan bahwa ukuran granula pati pisang plantain beragam mulai dari 7.8 61.3 m dengan diameter rata-rata adalah 26 m. Proses mekanik dan pengolahan panas basah (hidrotermal) dapat merusak granula pati. Pati pisang plantain tidak membentuk granula lagi setelah menjadi pasta (Santiago et al. 2004). Aktivitas enzim seperti amilase dan pululanase akan menghidrolisis amilosa dan amilopektin sehingga merusak struktur granula pati. Hasil hidrolisis ini menyebabkan granula nampak memiliki lubang (porous) dengan pengamatan mikroskop elektron (Wijbenga 2000; Zang et al. 2005). Reddy et al. (2008) menjelaskan bahwa bakteri asam laktat dapat menghasilkan amilase dan pululanase sehingga mampu menghidrolisis pati menjadi gula sederhana. Pelepasan cabang (debranching) amilopektin oleh pululanase menghasilkan polimer glukosa rantai lurus yang merupakan amilosa dengan derajat polimerisasi (DP) lebih kecil. Semakin banyak kadar amilosa maka akan meningkatkan jumlah pati teretrogradasi akibat pemanasan basah dan pendinginan sehingga akan meningkatkan kadar RS3 (Soto et al. 2004; Soto et al. 2007). Gambar 4.2 C dan D memperlihatkan struktur granula pati yang rusak akibat pemanasan basah bertekanan sebagai bentuk kristal yang tidak beraturan dan tidak menghasilkan sifat birefringence yang berarti tidak ada lagi bentuk granula. (Saguilan et al. 2005) menjelaskan bahwa pemanasan basah menyebabkan pati mengalami gelatinisasi sehingga struktur granula menjadi rusak sedangkan pendinginan menyebabkan sineresis dan adanya proses yang diulang meningkatkan retrogradasi pada gel pati.

Kristalinitas Tepung Pisang

47 Granula pati tepung pisang kontrol dan tepung pisang modifikasi fermentasi menunjukkan adanya puncak (peak) difraksi yang kuat pada sudut 17-18o dan sudut 23-24o (Gambar 4.3). Puncak difraksi pada sudut 17o merupakan puncak difraksi untuk granula pati tipe A dan puncak pada sudut 24o merupakan puncak difraksi untuk granula pati tipe B sehingga tepung pisang baik yang alami maupun yang fermentasi dapat digolongkan sebagai granula pati tipe C yaitu granula pati campuran dari tipe A dan tipe B. Beberapa pisang plantain dilaporkan memiliki granula pati tipe C. Granula tipe A memiliki amilosa dengan berat molekul lebih kecil, cabang amilopektin lebih pendek dan tingkat kristalinitas lebih tinggi, sedangkan granula tipe B memiliki amilosa dengan berat molekul lebih besar, cabang amilopektin lebih panjang dan tingkat kristalinitas lebih rendah (Hizukuri, 1961; Waliszewski et al. 2003; Soto et al. 2007).
300 250 200 Intensitas 150 100 50 0 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 32 34 36 38 40 42 Sudut Difraksi (2o)

Gambar 4.3 Pengaruh fermentasi spontan terhadap intensitas difraksi tepung pisang. ( ) kontrol, ( ) fermentasi Tepung pisang alami memiliki tingkat kristalinitas lebih tinggi (20.08% 0.09a) dibandingkan tepung pisang fermentasi (18.74% 0.11b) (Lampiran 2b). Penurunan tingkat kristalinitas pada tepung pisang fermentasi mengindikasikan terjadi perubahan bagian kristalin menjadi lebih amorf selama fermentasi. Perubahan ini disebabkan oleh degradasi amilopektin sebagai komponen pati yang berperan dalam pembentukan bagian kristalin pada granula pati. Bagian amorf lebih mudah terdegradasi oleh enzim pencernaan dan mengurangi sifat resistensi

48 pati (Eliason & Gudmunsson 1996). Hal ini juga memperkuat dugaan sebelumnya bahwa hidrolisis parsial pati terjadi selama fermentasi spontan yang menyebabkan perubahan struktur granula pati menjadi lebih mudah didegradasi oleh amilase dan menurunkan kadar RS2. Tepung pisang hasil dari proses modifikasi dua siklus pemanasan bertekanan-pendinginan baik tanpa fermentasi maupun dengan fermentasi memiliki puncak (peak) difraksi sinar X yang kuat pada sudut difraksi 17o dan 24o (Gambar 4.4). Puncak difraksi sinar X pada tepung pisang modifikasi pemanasan bertekanan-pendinginan masih berasosiasi dengan puncak difraksi sinar X tepung pisang alami, akan tetapi tingkat kristalilitas yang dihasilkan lebih rendah pada tepung pisang modifikasi dua siklus retrogradasi. Hal ini disebabkan karena struktur granula pati rusak sehingga menurunkan tingkat kristalinitas tepung. Kristalinitas pada tepung pisang modifikasi masih terdeteksi akibat terbentuknya amilosa teretrogradasi (Soto et al. 2007).
300 250 200 Intensitas 150 100 50 0 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 32 34 36 38 40 42 Sudut Difraksi (2o)

Gambar 4.4 Pengaruh dua siklus pemanasan bertekanan-pendinginan terhadap intensitas difraksi tepung pisang. ( ) tanpa fermentasi spontan, ( ) dengan fermentasi spontan

Proses retrogradasi dengan cara pemanasan bertekanan-pendinginan pada irisan pisang menghasilkan tingkat kristalinitas sangat rendah yaitu 9.52% 0.18c untuk tepung pisang dari proses dua siklus pemanasan bertekanan-pendinginan dan 6.98% 0.07d untuk tepung pisang dari proses fermentasi dengan dua siklus pemanasan bertekanan-pendinginan (Lampiran 2b). Tingkat kristalinitas tepung

49 pisang yang rendah berkorelasi positif dengan terjadinya kerusakan granula pati akibat retrogradasi yaitu gelatinisasi pati oleh suhu tinggi pada kondisi basah (uap air) dan restrukturisasi serta sineresis pati oleh suhu rendah. Gelatinisasi menyebabkan granula pati rusak dan pada saat pendinginan terjadi restrukturisasi pati menjadi pati resisten. Akan tetapi struktur yang terbentuk bukan merupakan struktur granula pati melainkan struktur amilosa teretrogradasi. Amilosa merupakan komponen pati yang berperan dalam pembentukan pati teretrogradasi. Pati tersebut memiliki sifat resisten terhadap enzim pencernaan yang disebut sebagai pati resisten tipe III (Tovar et al. 2002; Saguilan et al. 2005; Sajilata et al. 2006).

KESIMPULAN Fermentasi spontan pisang didominasi pertumbuhan bakteri asam laktat hingga 106 CFU/mL. Modifikasi proses melalui fermentasi spontan dan siklus pemanasan bertekanan-pendinginan mempengaruhi karakteristik fisikokimia tepung pisang. Modifikasi secara fermentasi spontan selama 24 jam yang dikombinasi dengan dua siklus pemanasan bertekanan-pendinginan mampu meningkatkan kadar RS tepung pisang hingga empat kali (28.88%). Fermentasi spontan dapat meningkatkan kadar amilosa yang selanjutnya akibat proses pemanasan bertekanan-pendinginan akan membentuk amilosa teretrogradasi sebagai RS3. Proses retrogradasi mampu menurunkan kristalinitas tepung pisang dari 18.74-20.08% menjadi 6.98-9.52%. Difraksi sinar X menunjukkan granula pati pisang var agung semeru adalah granula tipe C yaitu campuran granula tipe A dengan tipe B.

DAFTAR PUSTAKA [AACC] American Association of Cereal Chemists. 2000. Approved Methods of the AACC.The Association, St. Paul, MN. 10th ed. Abdillah F. 2010. Modifikasi Tepung Pisang Tanduk (Musa paradisiaca formatypica) melalui Proses Fermentasi Spontan dan Pemanasan Otoklaf

50 untuk Meningkatkan Kadar Pati Resisten. [Tesis] Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Ambriz SLR, Hernandez JJI, Acevedo EA, Tovar J, Perez LAB. 2008. Characterization of a fibre-rich powder prepared by liquefaction of unripe banana flour. J Food Chem. 107: 15151521. AOAC. 1999. Official Methods of Analysis of AOAC International16th. USA Carrera EC, Cruz AC, Guerrero LC, Ancona DB. 2007. Effect of pyrodextrinization on available starch content of Lima bean (Phaseolus lunatus) and Cowpea (Vigna unguiculata) starches. J Food Hydrocolloids. 21: 472479 Datta R, Henry M. 2006. Lactic acid: recent advances in products, processes and technologiesa review. J Chem Technol Biotechnol. 81:111929 [Deptan] Departemen Pertanian. 2009. Produktivitas Pisang di Kabupaten Lumajang dalam Laporan Departemen Pertanian Kabupaten Lumajang Tahun 2009. Eggleston G, Swennen R, Akoni S. 1992. Physicochemical studies on starches isolated from plantain cultivarm plantain hybrids and cooking bananas. J Starch. 44: 121-128 Eliasson AC, Gudmunsson M. 1996. Starch: physicochemical and functional properties aspects. In: Carbohy in Food (Edited by Eliasson A.C.), Marcel Dekker, Inc. New York. p 431-504. Englyst HN, Kingman SM, Cummings JH. 1992 Classification and measurement of nutritionally important starch fraction. Eu J Clin Nutr. 46(Suppl.2):533550. Farhat IA, Protzmann J, Becker A, Valles-Pamies B, Neale R, Hill SE. 2001. Effect of the extent of conversion and retrogradation on the digestibility of potato starch. J Starch. 53: 431436. Gong Q, Wang LQ, Tu K. 2006. In situ polymerization of starch with lactic acid in aqueous solution and the microstructure characterization. J Carbohy Polymers. 64: 501509 Hizukuri S. 1961. X-ray diffractometric studies on starches. Part VI. Crystalline types of amylodextrin and effect of temperature and concentration of mother liquor on crystalline type. J Agric and Biological Chem. 25: 4549. Jenie BSL, Widowati S, Nurjannah S. 2009. Pengembangan Produk Tepung Pisang Dengan IG Rendah dan Sifat Prebiotik Sebagai Bahan Pangan Fungsional. Laporan Akhir Hibah Kompetitif Penelitian Sesuai Prioritas Nasional Batch II. LPPM, IPB Jenie BSL, Widowati S, Kusumaningrum HD. 2010. Pengembangan Produk Tepung Pisang Dengan IG Rendah dan Sifat Prebiotik Sebagai Bahan

51 Pangan Fungsional. Laporan Akhir Hibah Kompetitif Penelitian Sesuai Prioritas Nasional Batch II. LPPM, IPB Niba LL, Hoffman J. 2003. Resistant starch and -glucan levels in grain sorghum (Sorghum bicolor M.) are influenced by soaking and autoclaving. J Food Chem. 81: 113118 Saguilan AA, Huicochea EF, Tovar JT, Meraza FG, Prez LAB. 2005. Resistant starch rich-powders prepared by autoclaving of native and lintnerized banana starch: partial characterization. J Starch. 57: 405-412. Santiago MCN, Perez LAB, Tecante A. 2004. Swelling-solubility characteristics, granule size distribution and rheological behavior of banana (Musa paradisiaca) starch. J Carbohy Polymers. 56: 6575 Sajilata MG, Rekha SS, Puspha RK. 2006. Resistant starch a review. J Comprehensive Rev in Food Sci and Food Safety. 5: 1-17. Soto RAG, Acevedo EA, Feria JS, Villalobos RR, Perez LAB. 2004. Resistant starch made from banana starch by autoclaving and debranching. J Starch/Strke. 56: 495499. Soto RAG, Escobedo RM, Sanchez HH, Rivera MS, Perez LAB. 2007. The influence of time and storage temperature on resistant starch formation from autoclaved debranched banana starch. J Food Research Int. 40: 304310. Reddy G, Altaf M, Naveena BJ, Venkateshwar M, Kumar EV. 2008. Amylolytic bacterial lactic acid fermentation A review. J Elsevier- Biotechnol Adv. 26: 2234. [RPJMD] Kabupaten Lumajang. 2009. Rencana Pembangunan Jangka Kabupaten Menengah Daerah Kabupaten Lumajang 2010 - 2014. Tovar J, Melito C, Herrera E, Rascon A, Perez E. 2002. Resistant starch formation does not parallel syneresis tendency in different starch gels. J Food Chem 76: 455459. Tribess TB, Hernandez-Uribe JP, Mendez-Montealvo MGC, Menezes EW, Perez LAB, Tadini CC. 2009. Thermal properties and resistant starch content of green banana flour (Musa cavendishii) produced at different drying conditions. J Food Sci and Technol. 42:1022-1025. Vishnu C, Naveena BJ, Altaf MD, Venkateshwar M, Reddy G. 2006. Amylopullulanase: a novel enzyme of L. amylophilus GV6 in direct fermentation of starch to L(+) lactic acid. J Enzyme Microb Technol. 38:54550. Waliszewski KN, Aparicio MA, Perez LAB, Monroy JA. 2002. Changes of banana starch by chemical and physical modification. J Carbohy Polimer. 52: 237-242. Elsevier Science Ltd.

52 Wijbenga DJ. 2000. Enzymatic modification of starch granules: peeling off versus porosity. TNO Nutr and Food Research. www.voeding.tno.nl [12 Febr 2009]. Zang P, Whistler RL, Bemiller JN, Hamaker BR. 2005. Banana starch: production, physicochemical properties, and digestibility - a review. J Carbohy Polymers. 59: 443458.

53

5. IDENTIFIKASI FENOTIP DAN GENOTIP BAKTERI ASAM LAKTAT YANG BERPERAN SELAMA FERMENTASI SPONTAN PISANG VAR AGUNG SEMERU (Musa paradisiaca formatypica)
[Phenotypic and genotypic identification of lactic acid bacteria during spontaneous fermentation of unripe var agung semeru banana (Musa paradisiaca formatypica)] ABSTRAK Fermentasi spontan pada suhu kamar selama 24 jam dilakukan dalam pembuatan tepung pisang kaya pati resisten. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa bakteri asam laktat (BAL) merupakan bakteri yang mendominasi selama fermentasi spontan pisang var agung semeru (Musa paradisiaca formatypica). Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi fenotip dan genotip BAL indigenus pisang. Identifikasi fenotip dilakukan berdasarkan morfologi umum, uji fisiologi dan biokimiawi menggunakan kit API (analytical profile index). Identifikasi genotip dilakukan dengan menggunakan PCR dan analisis sekuen DNA pengkode 16S rRNA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa BAL yang tumbuh memiliki karakteristik sel bentuk batang yang tumbuh optimal pada suhu 35 oC dan memiliki kemampuan memfermentasi D-ribosa, D-xilosa, D-glukosa, D-fruktosa, D-manosa, N-asetil glukosamin, arbutin, eskulin feri sitrat, salisin, Dseliobiosa, D-maltosa, D-sukrosa dan gentiobiosa. Isolat BAL FSnh1 juga mampu menggunakan D-galaktosa, L-sorbosa, L-rhamnosa, amigdalin dan kalium glukonat, sedangkan isolat FSnhA juga mampu menggunakan gliserol, metil Dglukopiranosa, D-laktosa, D-meliobiosa, D-trehalosa dan D-turanosa sebagai sumber karbon. Identifikasi genotip menunjukkan bakteri asam laktat FSnh1 dan FSnhA termasuk famili Lactobacillaceae dengan genus Lactobacillus. Hasil analisis pohon filogenetik menunjukkan isolat BAL FSnh 1 memiliki similaritas dengan L. salivarius dan isolat BAL FSnh A memiliki similaritas dengan L. fructivorans. ABSTRACT Spontaneous fermentation at room temperature for 24 h was conducted in the resistant starch-rich banana flour production. The investigation showed that lactic acid bacteria (LAB) were the dominating bacteria during spontaneous fermentation of unripe var agung semeru banana (Musa paradisiaca formatypica). The objectives of the research were to identify the LAB phenotypic and genotypic. Phenotypic identification was based on general morphology, physiological test, and biolochemical test using API (Analytical Profile Index) kit. Genotypic identification was conducted by using polymerase chain reaction (PCR) and analyses of 16S rRNA sequence. The result showed that LAB are the predominant species as Gram-positive rod and have ability to ferment D-ribose,

54 D-xilose, D-glucose, D-fructose, D-mannosa, N-acetyl glucosamin, arbutin, esculin fericitrat, salicin, D-celiobiose, D-maltose, D-saccarose and gentiobiose as carbon source. Beside that FSnh1 isolate able to ferment D-galactose, Lsorbose, L-rhamnose, amygdalin and kalium gluconat, while FSnhA isolate used glycerol, metil D-glucopyranosid, D-lactose, D-meliobiose, D-trehalose and Dturanose as carbon source. The genotypic identification showed that Lactobacillus sp associated with the spontaneous fermentation of var agung semeru banana were identified as L. salivarius and L. fructivorans. Keywords: Musa paradisiaca formatypica, phenotypic-genotypic identification, Lactobacillus salivarus, Lactobacillus fructivorans PENDAHULUAN Salah satu proses modifikasi tepung pisang adalah fermentasi spontan yang dikombinasi dengan pemanasan bertekanan-pendinginan. Proses ini mampu meningkatkan kandungan RS3 pada tepung pisang. Selama fermentasi spontan dilaporkan bakteri asam laktat (BAL) yang tumbuh dominan hingga jam ke-100 (Jenie et al. 2009; Abdillah 2010). Akan tetapi BAL yang tumbuh belum diidentifikasi fenotip dan genotipnya. Fermentasi yang terjadi secara spontan tidak dapat digunakan untuk menjaga mutu produk yang dihasilkan. Penggunaan kultur starter indigenus dari bahan aslinya akan memudahkan dalam mengendalikan proses fermentasi serta memberikan hasil fermentasi yang lebih baik dan sesuai dengan karakteristik produk yang diinginkan. Fermentasi urutan (sosis daging babi sebagai makanan khas Bali) menggunakan starter L. plantarum dan Pediococcus acidilactici yang diisolasi dari urutan tradisional (fermentasi spontan) serta mampu menghasilkan karakteristik sosis yang lebih baik daripada urutan hasil fermentasi spontan (Antara et al. 2002; Antara 2010). Oleh karena itu isolasi dan identifikasi BAL dari strain indigenus sangat penting dilakukan untuk mengembangkan produk pangan lokal. Identifikasi BAL dapat dilakukan berdasarkan fenotip dan genotip. Identifikasi fenotip didasarkan pada hasil pengamatan morfologi seperti bentuk sel dan pewarnaan Gram, uji fisiologis, metabolik (biokimia) atau kemotaksonomi. Identifikasi genotip dapat dilakukan dengan menggunakan metode molekuler

55 yaitu sekuensing gen pengkode 16S rRNA bakteri dengan metode Polymerase Chain Reactions (PCR)-sekuensing (Ammor et al. 2005). Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi fenotip dan genotip BAL yang diisolasi dari fermentasi spontan pisang var agung semeru (Musa paradisiaca formatypica). Pisang tersebut merupakan jenis pisang plantain yang banyak dibudidayakan di Kabupaten Lumajang Propinsi Jawa Timur dengan tingkat produksi dapat mencapai lebih dari 57 ribu ton per tahun (RPJMD Lumajang 2009).

BAHAN DAN METODE Bahan Pisang var agung semeru (Musa paradisiaca formatypica) diperoleh dari Desa Burno dan Desa Kandang Tepus Kecamatan Senduro Kabupaten Lumajang Propinsi Jawa Timur. Pisang yang digunakan berumur 16 minggu dari awal pembungaan yang memiliki tingkat kematangan tahap 1 yaitu pisang tua dengan kulit hijau merata. Primer universal 16S rRNA adalah 63F dan 1387R yang diperoleh dari PT. Genetika Science of Indonesia (order ID: 82804-2028)

Metode Isolasi Bakteri Asam Laktat Pisang dikupas dan diiris melintang membentuk lembaran dengan ketebalan sekitar 5 mm. Sebanyak 750 g irisan pisang dimasukkan ke dalam erlenmeyer berisi 1000 mL akuades steril dan diinkubasi pada suhu kamar selama 24 jam. Selanjutnya 10 mL air rendaman diambil dan dilakukan pengenceran hingga 10-3 kemudian dilakukan pemupukan pada media de Mann Rogosa Sharp (MRS) agar dan diinkubasi pada suhu 37 oC selama dua hari. Koloni tunggal dimurnikan dengan goresan kuadran selanjutnya dikelompokkan berdasarkan bentuk koloni, sifat Gram positif, katalase negatif, dan bentuk morfologi (kokus atau batang).

56 Isolat diinokulasikan dalam media MRS cair dan diinkubasi pada suhu 37 oC selama 24 jam. Isolat sebelum digunakan dapat disimpan dalam sediaan gliserol (30% v/v) pada suhu -20 oC.

Identifikasi Fenotip Menggunakan API 50CHL (API-Biomerieux) Isolat BAL diinokulasikan pada media MRS agar dengan metode gores dan diinkubasi pada suhu 37
o

C selama 24 jam. Kultur dipersiapkan dengan

mengambil isolat dan dimasukkan ke dalam 10 mL medium suspensi API (Analytical Profile Index). Lubang pada tatakan plastik diberi akuades steril ( 1 ml), selanjutnya 1 mL kultur diteteskan pada 50 microtube API 50CHL yang berisi 49 jenis gula, dan pada bagian atas ditutup dengan 1ml parafin cair steril. Kit API 50CHL diinkubasi pada suhu 37 oC selama 48 jam. Terjadinya perubahan warna dari biru menjadi hijau hingga kuning atau hitam dinyatakan sebagai uji positif. Selanjutnya profil isolat dianalisis dengan menggunakan Program APIWEBTM untuk mengetahui identitas kedekatannya (genus dan spesies).

Identifikasi Genotip Menggunakan PCR dan Analisis Urutan DNA Pengkode 16S rRNA Identifikasi genotip dilakukan dengan mengekstrak DNA pengkode 16S rRNA yang selanjutnya diamplifikasi dan dilakukan sekuensing. Ekstraksi DNA genomik menggunakan Cetyl Trimethyl Ammonium Bromide (CTAB). Sebanyak 1.5 mL kultur dalam tabung eppendorf disentrifus (5000 rpm, 7 menit) dan supernatan dibuang sedangkan pelet ditambah 1 mL akuabides steril yang selanjutnya disentrifus lagi. Pelet ditambah 600 L buffer CTAB (1.5% CTAB, 75 mM Tris HCL, pH 8.0, 15 mM EDTA, 1.05 M NaCl) yang mengandung polivinilpirolidon 2% dan dicampur hingga merata kemudian diinkubasi pada suhu 65 oC selama 30 menit. Inkubasi dilanjutkan dalam balok es selama 5 menit yang kemudian ditambah 600 L PCI (fenol-klorofom-isoamil) dan dibolak balik serta disentrifus (10.000 rpm, suhu ruang, 10 menit). Supernatan ditambah 600 L

57 PCI (fenol-klorofom-isoamil) dan dibolak balik, selanjutnya disentrifus lagi (10.000 rpm, suhu ruang, 10 menit). Supernatan diambil dan ditambah 2M Naasetat pH 5.2 (0.1 x volume) dan etanol murni (2 x volume) kemudian disimpan dalam freezer selama 2 jam. Selanjutnya larutan tersebut disentrifus (10.000 rpm, 4 oC, 20 menit). Pelet dibilas dengan etanol 70% (500 L) dan disentrifus (10.000 rpm, 4 oC, 5 menit). Supernatan dibuang dan pelet dikeringkan dengan pengering vakum 37 - 40 oC selama 15 menit. Ekstrak DNA ditambah 15 L akuabides dan 6 L RNAase (100 g/mL) serta dipanaskan pada suhu 70 oC selama 10 menit. Visualisasi DNA dilakukan pada gel agarosa (1.5%) dalam larutan 1mM TAE (Tris Asetat EDTA) 1 X. Pita-pita DNA diamati di bawah UV transilluminator GelDoc (Labquip) dan difoto dengan kamera UV Canon 1200 (Thompson et al. 1995; Suharsono dan Widyastuti, 2008).

Amplifikasi DNA Pengkode 16S rRNA dengan PCR (Polymerase Chain Reaction) Reaksi amplifikasi sampel DNA dilakukan dalam 0.2 mL tabung PCR. Pada setiap tabung reaksi PCR ditambahkan RBC Taq (5 unit/mL) sebanyak 0.25 L, 10 x buffer Taq (mengandung Mg2+) sebanyak 5 L, dNTP 2.5mM sebanyak 4 L, primer universal 63F (5-CAGGCCTAACACATGCAAGTC-3) dan primer universal 1387R (5-GGGCGGWGTGTACAAGGC-3) sebanyak masing-masing 1.25 L (20 pmol) dan 1.25 L (20 pmol), ekstrak genom sebanyak 2.5 L (100 ng) dan ditambah ddH2O sampai volume menjadi 50 L. Amplifikasi PCR dilakukan dengan menggunakan alat PCR PTC 100 (MJ Research, Inc) pada suhu 95 oC selama 5 menit, dilanjutkan dengan denaturasi pada suhu 94 oC selama 30 detik kemudian 30 siklus penempelan primer pada suhu 50 oC selama 1 menit, 72 oC selama 2 menit, dan tahap akhir pasca sintesis pada suhu 72 oC selama 5 menit dan 15 oC selama 10 menit. Produk PCR diambil dan disimpan pada suhu 4 oC untuk selanjutnya diperiksa dengan menggunakan elektroforesis agarosa 1% b/v dalam TAE 1x, 100 V selama 30 menit (Sambrook dan Russel 2008; Suharsono dan Widyastuti 2008).

58 Analisis Urutan DNA Pengkode 16S rRNA


Sekuensing DNA pengkode 16S rRNA dilakukan oleh 1st Base Singapura melalui PT. Genetika Science of Indonesia. Analisis hasil sekuensing dilakukan dengan memBLAST urutan nukleotida dari hasil sekuensing DNA pengkode 16S rRNA dengan data base yang tersedia pada situs www.ncbi.nlm.hts.nih. Pensejajaran

ganda (multiple alignment) dilakukan dengan menggunakan Program Clustal W. Selanjutnya visualisasi kekerabatan menggunakan pohon filogenetik Program TREEVIEW X dengan Neighbor-Joining plot (Thompson et al. 1995).

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fenotip Bakteri Asam Laktat Bakteri asam laktat (BAL) yang diisolasi memiliki karakteristik morfologi yaitu bentuk selnya batang dan tumbuh optimal pada suhu 35 oC. Karakteristik BAL yang tumbuh dapat dilihat pada Tabel 5.1. Dua belas isolat dikelompokkan menjadi dua kelompok berdasarkan kesamaan morfologi, sifat homofermentatif atau heterofermentatif dan suhu pertumbuhannya. BAL yang tumbuh lebih dominan (FSnh1-10) memiliki ciri yaitu koloni bulat sedang, berwarna putih susu dengan elevasi cembung, tidak membentuk gas dan dapat tumbuh pada suhu 45
o

C tetapi tidak tumbuh pada suhu 15 oC. BAL yang tumbuh kurang dominan

(FSnhA-B) memiliki ciri yaitu koloni bulat kecil berwarna putih bening dengan elevasi seperti tetesan, membentuk gas dan dapat tumbuh pada suhu 15 oC dan 45
o

C. Identifikasi lanjut seperti uji fermentatif menggunakan kit API 50 CHL dan

identifikasi genotip berdasarkan gen pengkode 16S rRNA dilakukan pada dua kelompok yang diwakili oleh isolat BAL FSnh1 untuk BAL homofermentatif yang tumbuh dominan dan isolat BAL FSnhA untuk BAL heterofermentatif yang tumbuh kurang dominan.

59 Tabel 5.1 Karakteristik bakteri asam laktat yang diisolasi dari fermentasi spontan pisang var agung semeru
Karakteristik No Isolat BAL Gram Gas Katalase + + + Bentuk Sel Batang Batang Tipikal koloni Bulat sedang berwarna putih susu dengan elevasi cembung Bulat kecil berwarna putih bening dengan elevasi seperti tetesan Bulat sedang berwarna putih susu dengan elevasi cembung Bulat sedang berwarna putih susu dengan elevasi cembung Bulat sedang berwarna putih susu dengan elevasi cembung Bulat sedang berwarna putih susu dengan elevasi cembung Bulat sedang berwarna putih susu dengan elevasi cembung Bulat sedang berwarna putih susu dengan elevasi cembung Bulat sedang berwarna putih susu dengan elevasi cembung Bulat kecil berwarna putih bening dengan elevasi seperti tetesan Bulat sedang berwarna putih susu dengan elevasi cembung. Bulat sedang berwarna putih susu dengan elevasi cembung. Suhu Pertumbuhan 15oC 35oC 45oC + +++ +++ ++ ++

1 2

FSnh1 FSnhA

3 4 5 6 7 8 9 10

FSnh2 FSnh3 FSnh4 FSnh5 FSnh6 FSnh7 FSnh8 FSnhB

+ + + + + + + +

Batang Batang Batang Batang Batang Batang Batang Batang

+++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++

++ ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++

11 12

FSnh9 FSnh10

+ +

Batang Batang

+++ +++

++ ++

Kedua isolat BAL tersebut (isolat BAL FSnh1 dan isolat BAL FSnhA) pada substrat gula kit API 50CHL menunjukkan pola fermentasi yang berbeda dan mampu memfermentasi gula tertentu sebagai sumber karbon. Pola fermentasi yang dihasilkan oleh isolat FSnh1 dan isolat FSnhA dapat dilihat pada Tabel 5.2.

60

Tabel 5.2 Pola fermentasi isolat BAL FSnh 1 dan isolat BAL FSnh A pada Kit API 50CHL
Sumber Karbon Gliserol D-ribosa D-xilosa D-galaktosa D-glukosa D-fruktosa D-manosa L-sorbosa L-rhamnosa Metil D-glukopiranosida N-asetil glukosamin Amigdalin Arbutin Eskulin feri sitrat Salisin D-seliobiosa D-maltosa D-laktosa D-meliobiosa D-sukrosa D-trehalosa Gentiobiosa D-turanosa Kalium glukonat Kemampuan Memfermentasi Isolat BAL FSnh1 Isolat BAL FSnhA + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + -

Uji fermentasi pada kit API 50CHL menunjukkan bahwa kedua isolat mampu memfermentasi D-ribosa, D-xilosa, D-glukosa, D-fruktosa, D-manosa, Nasetil glukosamin, arbutin, eskulin feri sitrat, salisin, D-seliobiosa, D-maltosa, Dsukrosa dan gentiobiosa. Selain itu isolat BAL FSnh1 juga mampu memfermentasi D-galaktosa, L-sorbosa, L-rhamnosa, amigdalin dan kalium glukonat, sedangkan isolat BAL FSnhA juga mampu memfermentasi gliserol, metil D-glukopiranosa, D-laktosa, D-meliobiosa, D-trehalosa dan D-turanosa sebagai sumber karbon. Adanya perbedaan kemampuan memfermentasi sumber karbon tertentu pada kedua isolat BAL yaitu D-galaktosa, L-sorbosa, L-rhamnosa, gliserol, metil D-glukopiranosa, amigdalin, D-laktosa, D-meliobiosa, Dtrehalosa, D-turanosa, dan kalium glukonat menunjukkan fenotip biokimiawi

61 kedua isolat tersebut berbeda. Tamang et al. (2008) melaporkan bahwa identifikasi dengan menggunakan API 50CHL dan karakteristik biologi perlu dilanjutkan dengan identifikasi genotip untuk memperjelas di tingkat strain berdasarkan sekuen DNA pengkode 16S rRNA.

Karakteristik Genotip Bakteri Asam Laktat Karakterisasi genotip isolat BAL dilakukan berdasarkan DNA pengkode 16S rRNA untuk menentukan genus dan strainnya. DNA pengkode 16S rRNA dapat digunakan sebagai penanda molekuler untuk definisi spesies karena molekul ini ada pada setiap bakteri dengan fungsi yang identik pada seluruh bakteri. Oleh karena itu dapat dirancang suatu primer yang universal untuk seluruh kelompok bakteri. Data urutan basa gen penyandi 16S rRNA dapat digunakan untuk mengkonstruksi pohon filogenetik yang menunjukkan nenek moyang dan hubungan kekerabatan suatu organisme (Ward 1998; Pangastuti 2006). DNA dari isolat BAL FSnh1 dan BAL FSnhA diamplifikasi dengan menggunakan primer 63F dan 1387R, sedangkan marker pita DNA yang digunakan mendekati 1500 pasang basa. Hal ini relevan dengan produk PCR yang dihasilkan yaitu sekitar 1400 pasang basa (Gambar 5.1).
M 12000 pb 1650 1000 ~ 1400 pb a b

Gambar 5.1 Hasil elektroforesis agarosa 1% dan amplifikasi DNA pengkode gen 16S rRNA dengan PCR. M = marka DNA 1kb DNAladder. a = BAL FSnh1; b = BAL FSnhA

62 Hasil pensejajaran sekuen DNA pengkode 16S rRNA menunjukkan isolat BAL FSnh1 dan BAL FSnhA merupakan famili Lactobacillaceae. Hasil Program Clustal W menunjukkan skor kedekatan tertinggi dari kedua isolat tersebut adalah 84 terhadap genus Lactobacillus. Komposisi nukleotida penyusun DNA pengkode 16S rRNA setiap isolat BAL berbeda sehingga dilakukan analisis kekerabatan menggunakan program BLAST-N (Basic Local Alignment Search ToolNucleotide) yang dapat diakses secara online dari website NCBI. Berdasarkan analisis program BLAST-N maka diketahui homologi spesies dari isolat BAL FSnh1 dan isolat BAL FSnhA seperti yang disajikan pada Tabel 5.3. Isolat BAL FSnh1 memiliki kemiripan/similaritas dengan Lactobacillus delbruekci subsp. bulgaricus NDO2 (81%), L. amylovorus GRL 1112 (80%) dan L. iners (80%) yang masing-masing memiliki query coverage di atas 80%. Isolat BAL FSnhA memiliki kemiripan 81% dengan Lactobacillus iners dan L. delbruekci subsp. bulgaricus, serta 80% dengan Leuconostoc mesenteroides subsp cremoris ATCC 19254. Tabel 5.3 Hasil analisis sekuen DNA pengkode gen 16SrRNA dari isolat BAL FSnh1 dan FSnhA menggunakan program BLAST-N
Isolat FSnh1 Spesies Bakteri Asam Laktat Homolog Lactobacillus delbruekci subsp. bulgaricus NDO2 Lactobacillus amylovorus GRL 1112 Lactobacillus iners LEAF FSnhA Lactobacillus iners LEAF Lactobacillus delbruekci subsp. bulgaricus NDO2 Leuconostoc mesenteroides subsp cremoris ATCC 19254 Query Identitas Coverage Maksimal (%) (%) 86 86 85 84 85 81 80 80 81 81 Kode Akses

NC 008054.1 ACKV01000113.1 AEKH01000023.1 AEKH01000023.1 NC 008054.1

85

80

ACKV01000113.1

Hasil analisis kekerabatan dengan program BLAST-N kemudian dilanjutkan dengan analisis pohon filogenetik secara dua tahap menggunakan program TREEVIEW X yang dikombinasikan dengan program NJplot. Tahap pertama

63 mensejajarkan sekuen kedua isolat BAL dengan isolat internasional dari genus yang berbeda dalam satu famili yaitu Lactobacillaceae (Gambar 5.2).
0.355 0.087 0.032 FSnhA 0.145 Lactobacillus Pediococcus Carnobacterium Granulicatella Enterococcus Lactococcus Streptococcus Eremococcus Aerococcus Abiotrophia 0.080 0.192 0.010 0.037 0.016 0.038 0.048 0.030 0.068 0.061 0.050 0.05 Weis sella FSnh1

0.077

0.050 0.016 0.062 0.060

0.112 Oenococcus 0.009 0.055 Fructobacillus 0.028 0.023 Leuconostoc

Gambar 5.2 Pohon filogenetik berdasarkan sekuen DNA pengkode 16S rRNA isolat BAL FSnh1 dan BAL FSnhA yang dibandingkan dengan sekuen DNA pengkode 16S rRNA bakteri asam laktat genbank dalam satu famili Lactobacillaceae Hasil analisis pohon filogenetik tahap pertama menunjukkan bahwa kedua isolat BAL memiliki skor kesejajaran tertinggi dengan Lactobacillus sebesar 84 dan skor kesejajaran terendah dengan Weisella sebesar 39. Skor kesejajaran antara isolat BAL FSnh1 dan isolat BAL FSnhA sebesar 92 yang menunjukkan bahwa kedua isolat tersebut berada dalam genus yang sama yaitu Lactobacillus. Tahap kedua adalah mensejajarkan kedua isolat BAL dengan isolat internasional dari spesies yang berbeda dalam genus Lactobacillus dari hasil tahap pertama. Hasil analisis pohon filogenetik tahap kedua menggunakan program NJplot menunjukkan bahwa isolat FSnh1 memiliki skor tertinggi sebesar 87 dengan Lactobacillus salivarius ATCC 11741, sedangkan isolat FSnhA memiliki skor tertinggi sebesar 86 dengan Lactobacillus fructivorans (Gambar 5.3). L. salivarius dan L. fructivorans memiliki skor kesejajaran sebesar 98 yang menunjukkan kekerabatan yang dekat antara kedua isolat yaitu memiliki genus yang sama (Lactobacillus).

64
0.278 0.044 0.177 0.087 0.05 L.curvatus 0.140 L.rhamnosus 0.114 L.casei 0.036 FSnhA 0.142 FSnh1 0.019 L.fructivorans 0.027 0.029 L.lindneri 0.050 L.collinoides 0.060 L.vaginalis 0.011 0.054 L.fermentum 0.008 0.076 L.paracas ei 0.053 L.salivarius 0.012 L.helveticus 0.061 L.amylovorus 0.008 L.sobrius

0.169

0.094

Gambar 5.3 Pohon filogenetik berdasarkan sekuen DNA pengkode 16S rRNA dari isolat BAL FSnh1 dan BAL FSnhA yang dibandingkan dengan sekuen DNA pengkode 16S rRNA bakteri asam laktat genbank dalam satu genus Lactobacillus Berdasarkan hasil identifikasi genotip, fermentasi spontan pisang var agung semeru didominasi oleh BAL genus Lactobacillus sp. Pisang var agung semeru merupakan salah satu jenis pisang olahan (plantain) yang memiliki kadar pati lebih dari 70 g /100 g tepung yang dihasilkan. Reddy et al. (2008) menjelaskan bahwa Lactobacillus sp juga dapat ditemukan pada produk pangan berpati seperti pada fermentasi singkong, beras, dan gandum. Fermentasi spontan pisang var agung semeru dilakukan secara terendam dalam akuades steril dengan menggunakan erlenmeyer dan ditutup secara aseptis. Kondisi demikian memungkinkan bakteri anaerob fakultatif atau mikroaerofilik seperti L. salivarius dan L. fructivorans yang tumbuh dalam kondisi oksigen terbatas. L. salivarius adalah bakteri gram positif dengan G + C 32.9%, batang pleomorfik, anaerob fakultatif, katalase negatif, nonmotil, homofermentatif obligat, tumbuh baik pada suhu 37 oC (Stern et al. 2006). Bakteri tersebut hidup di inang seperti pada mulut dan saluran pencernaan mamalia termasuk manusia (Mozzi et al. 2010).

65 L. fructivorans merupakan bakteri asam laktat berbentuk batang, dapat tumbuh pada suhu 45 oC, heterofermentatif obligat, dapat membentuk gas dari glukosa dan glukonat (Dicks & Endo 2009). Hasil BLAST-N isolat FSnhA memiliki kemiripan dengan isolat Leuconostoc mesenteroides hal ini diduga karena L. fructivorans dan L. mesenteroides memiliki sifat yang sama yaitu bersifat heterofermentatif obligat.

KESIMPULAN Karakteristik bakteri asam laktat (BAL) yang tumbuh pada fermentasi spontan pisang 24 jam adalah BAL dengan sel berbentuk batang yang tumbuh optimal pada suhu 35 oC, dapat tumbuh pada suhu 45 dan atau 15 oC dengan tipe koloni bulat kecil sedang, berwarna putih bening susu dengan elevasi cembung atau seperti tetesan, homofermentatif atau heterofermentatif. Pola fermentasi kedua isolat adalah berbeda sehingga dilakukan konfirmasi genotip dengan menggunakan PCR dan sekuen DNA pengkode 16S rRNA untuk mengidentifikasi di tingkat strain. Visualisasi genotip pada pohon filogenetik menunjukkan bahwa kedua isolat BAL indigenus pisang adalah Lactobacillus salivarius untuk isolat BAL FSnh1 dan L. fructivorans untuk isolat BAL FSnhA.

DAFTAR PUSTAKA Antara NS. 2010. Peran bakteri asam laktat strain lokal untuk memperbaiki mutu dan keamanan produk pangan lokal. [Orasi Ilmiah]. Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana. Antara NS, Sujaya IN, Yokota A, Asano K, Aryanta WR, Tomita F. 2002. Identification and succession of lactic acid bacteria during fermentation of urutan, a Balinese indigenous fermented sausage. World J Microbiol & Biotechnol. 18: 255262, 2002. Ammor S, Rachman C, Chaillou S, Prevost H, Dousset X, Zagorec M, Dufour E, Chevallier I. 2005. Phenotypic and genotypic identification of lactic acid bacteria isolated from a small-scale facility producing traditional dry sausages. J Food Microbiol. 22: 373382

66 Arief II, Jenie BSL, Asyawan M, Witarto AB. 2010. Efektivitas probiotik Lactobacillus plantarum 2C12 dan Lactobacillus acidophilus 2B4 sebagai pencegah diare pada tikus percobaan. J Media Peternakan. 33 (3): 137143. Bjorkroth KJ, Schillinger U, Geisen R, Weiss N, Hoste B, Holzapfel WH, Korkeala HJ, Vandamme P. 2002. Taxonomic study of Weissella confusa and description of Weissella cibaria sp. nov., detected in food and clinical samples. Int J Systematic and Evolutionary Microbiol. 52; 141148 Dicks LMT, Endo A. 2009. Taxonomic Status of Lactic Acid Bacteria in Wine and Key Characteristics to Differentiate Species. S. Afr. J Enol. Vitic. 30 (1): 72-90 Katina K, Maina NH, Juvonen R, Flander L, Johansson L, Virkki L, Tenkanen M, Laitila A. 2009. In situ production and analysis of Weissella confusa dextran in wheat sourdough. J Food Microbiol. 26: 734743 Kusumawati N, Jenie BSL, Siswasetyahadi, Hariyadi RD. 2003. Seleksi bakteri asam laktat indigenus sebagai galur probiotik dengan kemampuan menurunkan kolesterol. J Mikrobiologi Indonesia. 8 (2): 39-43 Malik A, Ariestanti DM, Nurfachtiyani A, Yanuar A. 2008. Skrining gen glukosiltransferase (gtf) dari bakteri asam laktat penghasil eksopolisakarida. J Makara Sains. 12 (1): 1-6 Mozzi F, Raya RR, Fignolo GM. 2010. Biotecnology of Lactic Acid Bacteria: novel application. Wiley Blackwell Publishing. State Avenue-Ames-Iowa USA. Pangastuti A. 2006. Definisi spesies prokaryota berdasarkan urutan basa gen penyandi 16s rRNA dan gen penyandi protein. J Biodiversitas. 7(3) : 292296. Plessis HW, Dicks LMT, Pretorius IS, Lambrechts MG, Toit MD. 2004. Identification of lactic acid bacteria isolated from South African brandy base wines. Intern J Food Microbiol. 91: 19 29 Reddy G, Altaf M, Naveena BJ, Venkateshwar M, Kumar EV. 2008. Amylolytic bacterial lactic acid fermentation A review. J Elsevier- Biotechnol Adv. 26: 2234. [RPJMD] Kabupaten Lumajang. 2009. Rencana Pembangunan Jangka Kabupaten Menengah Daerah Kabupaten Lumajang 2010 - 2014. Sambrook J, Russel DW. 2008. Molecular Cloning a Laboratory Manual, Third Edition. Cold Spring Harbor Laboratory Press, New York, p.999 Stern NJ, Svetoch EA, Eruslanov BV, Perelygin VV, Mitsevich EV, Mitsevich IP, Pokhilenko VD, Levchuk VP, Svetoch OE, Seal BS. 2006. Isolation of a Lactobacillus salivarius strain and purification of its bacteriocin, which is inhibitory to Campylobacter jejuni in the chicken gastrointestinal system. J Antimicrobial Agents and Chemotherapy. 50 (9) :31113116

67 Suharsono, Widyastuti U. 2008. Penuntun Praktikum; Pengantar Genetika Molekuler. Departemen Biologi-FMIPA. Institut Pertanian Bogor Sujaya N, Ramona Y, Widarini NP, Suariani NP, Dwipayanti NMU, Nociaanitri KA, Nursini NW. 2008. Isolasi dan karakterisasi bakteri asam laktat dari susu kuda sumbawa. J Veteriner. 9 (2): 52-59 Tamang B, Tamang JP, Schillinger U, Franz CMAP, Gores M, Holzapfel WH. 2008. Phenotypic and genotypic identification of lactic acid bacteria isolated from ethnic fermented bamboo tender shoots of North East India. Int J Food Microbiol. 121: 3540 Thompson JD, Higgins DG, Gibson TJ. 1995. CLUSTAL W: Improving the sensitivity of progressive multiple sequence alignment through sequence weighting, Position specific gap penalties and weight matrix choice. Nucleic Acid Res. 22: 4673-4680 Vela AI, Porrero C, Goyache J, Nieto A, Snchez B, Briones V, Moreno MA, Domnguez L, Garayzbal JFF. 2003. Weissella confuse Infection in Primate (Cercopithecus mona). J Emerging Infectious Diseases. 9 (10) Ward DM. 1998. A natural species concepts for procaryotes. Current Opinion in Microbiol. 1: 271-277

68

69

6. PENINGKATAN PATI RESISTEN TEPUNG PISANG MELALUI FERMENTASI OLEH Lactobacillus salivarius FSnh1 DENGAN DUA SIKLUS PEMANASAN BERTEKANANPENDINGINAN
[Improving of banana flour resistant starch by using fermentation of Lactobacillus salivarius FSnh1 with two cycles of autoclaving-cooling] ABSTRAK Pati resisten (RS) tepung pisang dapat ditingkatkan melalui fermentasi spontan dengan dua siklus pemanasan bertekanan-pendinginan, akan tetapi fermentasi spontan kurang dapat mengendalikan proses fermentasi dan mutu produk. Penelitian ini bertujuan meningkatkan RS tepung pisang melalui fermentasi terkendali menggunakan starter indigenus pisang (Lactobacillus salivarius FSnh1) yang dilanjutkan dengan dua siklus pemanasan bertekananpendinginan. Fermentasi dilakukan pada irisan pisang pada suhu ruang selama 12 jam dan 24 jam yang dilanjutkan dengan pemanasan bertekanan (suhu 121 oC, 15 menit) dan pendinginan (suhu 4 oC, 24 jam). Hasil penelitian menunjukkan bahwa fermentasi oleh L. salivarius FSnh1 (106 CFU/mL) selama 12 jam dengan dua siklus pemanasan bertekanan-pendinginan meningkatkan kadar RS lebih tinggi daripada fermentasi 24 jam. Hal ini dapat disimpulkan bahwa fermentasi oleh L. salivarius FSnh1 dapat mempersingkat waktu fermentasi pisang sekitar 12 jam dalam pembuatan tepung pisang kaya pati resisten. ABSTRACT Resistant starch (RS) could be increase by combination of spontaneous fermentation with two cycles of autoclaving-cooling process, but the spontaneous fermentation could not controll the fermentation process and quality of product. The research improved banana flour resistant starch by controlled fermentation using indegenous banana starter (Lactobacillus salivarius FSnh1) followed by two cycles of autoclaving-cooling process. Fermentation was conducted on the banana slices at room temperature for 12 and 24 h, then followed by two cycles of autoclaving (121 oC, 15 min) and cooling (4oC, 24 h). The result showed that 12 h fermentation by L. salivarius FSnh1 (106 CFU/mL) increased RS content more higher than 24 h fermentation . It can be concluded that utilization of L. salivarius FSnh1 can reduce the time of banana fermentation up to 12 h on the production of RS-rich banana flour. Keywords: Lctobacillus salivarius FSnh1, controlled fermentation, autoclavingcooling process, resistant starch.

70 PENDAHULUAN Tepung pisang sebagai ingredien pangan fungsional khususnya kaya pati resisten (resistant starch/RS) sedang menarik perhatian untuk diteliti. Hal ini berhubungan dengan potensi RS sebagai kandidat prebiotik yang bersifat selektif bagi pertumbuhan bakteri yang menguntungkan (probiotik) sehingga akan memberikan efek menyehatkan bagi manusia. Salah satu modifikasi proses untuk pembuatan tepung pisang modifikasi kaya RS telah dirintis oleh Jenie et al. (2009). Fermentasi spontan yang dikombinasi dengan proses otoklaf-pendinginan mampu meningkatkan kandungan pati resisten tipe III (RS3) tepung pisang lebih dari 17% per berat kering tepung. Penelitian sebelumnya menunjukkan fermentasi spontan selama 24 jam pada pisang var agung semeru didominasi oleh bakteri asam laktat (BAL) dari genus Lactobacillus yaitu strain L. salivarus FSnh1. Fermentasi secara spontan memiliki kelemahan diantaranya yaitu jenis mikroba yang tumbuh dapat bervariasi dan sangat tergantung pada kondisi dan lingkungan sehingga sulit dikendalikan. Populasi awal BAL yang rendah dapat menyebabkan bakteri pembusuk serta bakteri patogen tumbuh cepat mendahului pertumbuhan BAL (Antara 2010). L. salivarius adalah bakteri gram positif dengan G+C antara 33 sampai 36%, batang pleomorfik dengan ukuran 0.6 1.5-5 m, anaerob fakultatif, katalase negatif, nonmotil, homofermentatif obligat, tidak membentuk spora, membentuk koloni putih susu, tumbuh optimal pada suhu 37 oC dan dapat tumbuh pada suhu 45 oC tetapi tidak dapat tumbuh pada suhu 15 oC (Rogosa et al. 1953; Stern et al. 2006). Pertama kali ditemukan, L. salivarius dikenal sebagai L. cellobiosus karena kemampuannya untuk memfermentasi selobiosa dan sumber karbon lainnya seperti fruktosa, manosa, N-asetilglukosamin dan sukrosa. Beberapa strain mampu memfermentasi galaktosa, maltosa dan rhamnosa (Rogosa et al. 1953). Bakteri tersebut umumnya hidup di inang seperti pada mulut dan saluran pencernaan mamalia termasuk manusia (Mozzi et al. 2010).

71 Jenie et al. (2009) melaporkan bahwa fermentasi pisang menggunakan starter L. fermentum maupun L. plantarum kik dapat meningkatkan kadar RS hampir dua kali pada fermentasi 24 jam. Kadar RS tepung pisang menurun jika fermentasi diperpanjang hingga 72 jam dan rendemen tepung yang dihasilkan rendah. Penggunaan kultur starter indigenus dari bahan aslinya akan memudahkan dalam mengendalikan proses fermentasi serta memberikan hasil fermentasi yang lebih baik dan sesuai dengan karakteristik produk yang diinginkan (Antara 2010). Penelitian ini akan menggunakan starter BAL indigenus yaitu L. salivarius FSnh1 dalam upaya meningkatkan RS tepung pisang modifikasi. Irisan pisang difermentasi dengan menggunakan starter selama 12 dan 24 jam yang selanjutnya diberi proses dua siklus pemanasan bertekanan-pendinginan untuk menghasilkan tepung pisang modifikasi yang kaya pati resisten.

BAHAN DAN METODE Bahan Pisang var agung semeru (Musa paradisiaca formatypica) diperoleh dari Desa Burno dan Desa Kandang Tepus Kecamatan Senduro Kabupaten Lumajang Propinsi Jawa Timur. Pisang dipanen pada minggu ke 16 dari awal pembungaan dengan tingkat kematangan tahap 1 yaitu pisang tua dengan kulit hijau merata. Isolat L. salivarius FSnh1 diisolasi dari fermentasi spontan pisang var agung semeru pada fermentasi jam ke-24. Starter disiapkan dengan menumbuhkan L. salivarius FSnh 1 pada media MRSB yang diinkubasi pada suhu 37 oC selama 24 jam. Metode Pembuatan Tepung Pisang Pisang diiris dengan ketebalan 5mm, selanjutnya dimasukkan ke dalam wadah erlenmeyer tertutup yang berisi akuades steril (3:4). Kultur L. salivarius FSnh1 diinokulasikan pada pisang sehingga populasi kultur mencapai jumlah 106

72 CFU/ml. Selanjutnya pisang diinkubasi selama 12 dan 24 jam pada suhu kamar dalam kondisi tertutup. Pisang ditiriskan selanjutnya diberi proses dua siklus pemanasan bertekanan-pendinginan. Proses pemanasan bertekanan dilakukan dengan menggunakan otoklaf pada suhu 121 oC selama 15 menit yang dilanjutkan dengan pendinginan pada suhu 4
o

C selama 24 jam. Pisang yang sudah

diretrogradasi dikeringkan (50 oC, 16 jam) dan dihaluskan serta diayak dengan menggunakan ayakan 80 mesh. Tepung pisang kontrol disiapkan tanpa modifikasi yaitu pisang diiris dengan ketebalan 5mm dan dikeringkan pada suhu 50 oC selama 16 jam selanjutnya dihaluskan serta diayak dengan ayakan 80 mesh. Perlakuan diulang sebanyak dua kali dengan dua kali ulangan teknik sampling bahan baku di lahan budidaya pisang var agung semeru. Pengamatan Populasi Bakteri Asam Laktat Cairan fermentasi pisang diambil sebanyak 10 mL dari pisang yang difermentasi selama 12 jam dan 48 jam untuk menghitung populasi L. salivarius FSnh1. Selanjutnya ditambah dengan 90 ml akuades steril dan dilakukan pengenceran berseri. Tiga seri hasil pengenceran dipipet sebanyak 1 ml dan dilakukan pemupukan metode tuang pada media de Mann Rogosa Sharp Agar (MRSA), kemudian diinkubasi pada suhu 37 oC selama 2 hari. Nilai pH diukur dengan menggunakan pHmeter, sedangkan total asam laktat ditentukan dengan menggunakan metode titrimetri. Analisis Komposisi Pati (Amilosa, RDS, SDS dan RS) Analisis komposisi kimia pati meliputi kadar pati, amilosa dan kadar pati dicerna cepat (RDS), pati dicerna lambat (SDS) dan pati resisten (RS). Analisis kadar pati menggunakan metode hidrolisis langsung oleh asam, sedangkan analisis kadar amilosa menggunakan metode kompleks iodin (AOAC 1999). Total glukosa yang dihasilkan dari proses hidrolisis dianalisis dengan menggunakan metode DNS (Dubois et al. 1956). Kadar pati dihitung dari total glukosa dikali

73 faktor koreksi 0.9. Kadar RDS, SDS dan RS dianalisis menggunakan metode Englyst et al. (1992). Analisis Statistik Data dianalisis menggunakan prosedur Analysis of Variance (ANOVA). Untuk mengetahui adanya perbedaan dilakukan uji lanjut beda nyata terkecil pada taraf uji 5% (p 0.05). HASIL DAN PEMBAHASAN Populasi Bakteri Asam Laktat, pH dan Total Asam Laktat Populasi BAL meningkat selama 24 jam fermentasi terkendali irisan pisang oleh L. salivarius FSnh1 (Tabel 6.1). Populasi BAL yang ditumbuhkan adalah sebesar 6 log CFU/ml, selanjutnya pada jam ke-12 mencapai hampir 7 log CFU/ml dan populasi pada jam ke-24 mencapai hampir 8 log CFU/ml. Derajat keasaman (pH) menurun dari pH awal 6.16 menjadi 5.40 pada jam ke-12 dan 5.02 pada jam ke-24, sedangkan produksi asam laktat meningkat hingga mencapai 0.24% pada jam ke-24. Tabel 6.1 Populasi bakteri asam laktat, nilai pH dan konsentrasi asam laktat selama fermentasi pisang
Lama Fermentasi (Jam) 0 12 24 Populasi Bakteri Asam Laktat (Log CFU/ml) 6.2 0.12 6.9 0.10 7.9 0.07 pH 6.16 0.08 5.40 0.09 5.02 0.05 Asam Laktat (% ml/ml) 0.08 0.02 0.12 0.02 0.24 0.01

Fermentasi pisang secara terkendali oleh L. salivarius FSnh1 menghasilkan derajat keasaman yang lebih rendah yaitu pH 5.40 pada jam ke-12 dan pH 5.02 pada jam ke-24 dibandingkan fermentasi spontan (Tabel 4.1) pH 6.12 pada jam ke-12 dan pH 5.36 pada jam ke-24. Derajat keasaman yang semakin rendah juga

74 meningkatkan konsentrasi asam laktat pada cairan fermentasi. Hal ini disebabkan oleh starter yang digunakan merupakan bakteri asam laktat yang menghasilkan asam organik diantaranya asam laktat. Beberapa strain Lactobacillus spp mampu secara langsung memfermentasi karbohidrat menjadi asam laktat seperti L. amylophilus GV6 (Vishnu et al. 2006), L. amilovorus (Zhang & Cheryan 1991), L. fermentum K9 (Sanni et al. 2002), L. manihotivorans OND32T (Guyot & Morlon-Guyot, 2001) dan L. plantarum A6 (Sanni et al. 2002; Thomsen et al. 2007). Kemampuan BAL tumbuh pada pangan berpati dikarenakan BAL tersebut mampu menghasilkan enzim tertentu seperti amilase dan amiloglukosidase yang mendegradasi pati menjadi glukosa sebagai sumber energi utamanya. L. salivarius merupakan BAL homofermentatif sehingga mampu

menghasilkan lebih dari 85% asam laktat dari jumlah glukosa yang dikonsumsinya. BAL homofermentatif memfermentasi 1 mol glukosa menjadi 2 mol asam laktat. Setiap molekul glukosa yang dimetabolisme membutuhkan 2 mol ATP dan menghasilkan 4 mol ATP sehingga total ATP yang dihasilkan adalah 2 mol ATP (Rogosa et al. 1953; Reddy et al. 2008).

Kadar Pati, Amilosa, RDS, SDS, RS Tepung Pisang Gambar 6.1 dan hasil ANOVA (Lampiran 1.l) memperlihatkan kadar amilosa tepung pisang meningkat pada fermentasi 12 jam akan tetapi menurun pada fermentasi 24 jam. Terjadinya peningkatan kadar amilosa pada jam ke 12 diduga karena telah terjadi degradasi amilopektin menjadi amilosa. Selanjutnya amilosa akan didegradasi menjadi glukosa jika substrat sudah tidak mengandung gula sederhana. Hal ini menyebabkan kadar amilosa pada fermentasi 24 jam lebih rendah (13.78) daripada fermentasi 12 jam (15.65). Peningkatan jumlah amilosa sangat berperan dalam pembentukan pati teretrogradasi yang terhitung sebagai pati resisten (RS).

75
20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0

Kadar Amilosa (%)

15.65a 14.06c 13.78c

14.67b

15.62a

14.69b

Kontrol

Fermentasi Fermentasi Dua siklus Fermentasi Fermentasi 12 jam 24 jam PBP 12 jam - dua 24 jam - dua siklus PBP siklus PBP

Gambar 6.1 Pengaruh lama fermentasi oleh Lactobacillus salivarius FSnh1 terhadap kadar amilosa tepung pisang (PBP = pemanasan bertekanan-pendinginan) Leeman et al. (2006) melaporkan kadar amilosa yang tinggi pada pati kentang dapat meningkatkan kadar pati teretrogradasi (RS3) hampir dua kalinya. Pati kentang yang memiliki kadar amilosa 64% dapat menghasilkan RS sekitar 26% dibandingkan dengan kadar amilosa 23% yang hanya menghasilkan RS 5.3%. Kadar amilosa pada tepung pisang dari proses fermentasi selama 24 jam tidak berbeda nyata dengan kadar amilosa tepung pisang kontrol. Hal ini diduga karena fermentasi yang terjadi lebih dari 12 jam menyebabkan amilosa terdegradasi menjadi glukosa yang selanjutnya akan digunakan sebagai sumber karbon bagi pertumbuhan BAL. Hasil metabolisme BAL tersebut selain energi juga asam laktat. Oleh karena itu fermentasi 24 jam lebih banyak menghasilkan asam laktat, sedangkan amilosa sangat diharapkan peningkatannya karena berperan dalam pembentukan pati resisten selama proses retrogradasi (pemanasan bertekanan-pendinginan). Degradasi pati dapat terjadi pada komponen amilopektin membentuk struktur oligomer dengan rantai karbon yang lebih pendek atau rantai tidak bercabang seperti amilosa. Vishnu et al. (2006) melaporkan bahwa L. amylophilus GV6 yang ditumbuhkan pada media berpati mampu terinduksi untuk menghasilkan enzim pululanase. Hal ini bisa memungkinkan jika L. salivarius FSnh1 mampu menghasilkan enzim tertentu yang dapat memotong rantai cabang

76 amilopektin pada sisi endo -1,6 seperti isoamilase, amiloglukosidase atau pululanase. Menurut Rogosa et al. (1953), L. salivarius memiliki kemampuan memotong ikatan glukosidik dari polisakarida. Tabel 6.2 Pengaruh lama fermentasi pisang oleh L. salivarius FSnh1dan dua siklus pemanasan bertekanan-pendinginan terhadap komposisi pati tepung pisang modifikasi
Komposisi (% bk) Pati1 RDS2 SDS2 RS2 RS1 Kontrol 70.93 0.23a 38.56 0.23a 25.87 0.05c 9.17 0.08c 6.50 0.08c Fermentasi Fermentasi 12 jam 24 jam 70.45 0.03b 37.46 0.06b 26.96 0.01b 8.52 0.13d 6.00 0.13d 67.12 0.86d 33.49 0.35c 29.14 0.23a 7.74 0.24e 5.20 0.24e Dua siklus PBP Fermentasi Fermentasi 12 jam 24 jam dengan dua dengan dua siklus PBP siklus PBP 66.62 0.21e 23.13 0.21d 17.76 0.17e 38.62 0.12b 25.72 0.12b

68.25 0.06c 68.02 0.25c 22.10 0.06e 22.59 0.25f 20.1 0.04d 16.90 0.09f 38.16 0.05b 41.95 0.50a 26.04 0.05b 28.53 0.50a

PBP = Pemanasan Bertekanan-Pendinginan RDS = rapid digestable starch SDS = slowly digestable starch RS = resistant starch 1 2 = berat kering tepung = berat kering pati Angka-angka pada baris yang sama yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan nilai tidak berbeda nyata pada taraf uji 0.05

Tabel 6.2 menunjukkan kadar pati mengalami penurunan selama fermentasi baik 12 jam maupun 24 jam. Hal ini disebabkan oleh kemampuan BAL mendegradasi pati menjadi komponen yang lebih kecil seperti oligomer amilosa yang selanjutnya akan dikonversi menjadi gula sederhana (glukosa). Fermentasi 12 jam yang dikombinasi dengan dua siklus pemanasan bertekanan-pendinginan mampu meningkatkan RS tepung pisang hampir 5 kali lipat dibandingkan tepung pisang kontrol. Fermentasi tersebut mampu meningkatkan kadar amilosa sehingga meningkatkan amilosa yang teretrogradasi akibat pemanasan bertekanan-pendinginan. Oligomer amilosa membentuk ikatan double helix pada saat restrukturisasi pati selama proses pendinginan (suhu 4 oC, 24 jam) sehingga menghasilkan pati yang bersifat resisten terhadap hidrolisis enzim pencernaan (Sajilata et al. 2006; Soto et al. 2007). Fermentasi oleh L. salivarius FSnh1 menurunkan kadar pati cepat tercerna (RDS) dan pati resisten (RS), akan tetapi kadar pati lambat tercerna (SDS) meningkat. Hal ini dapat disebabkan karena RDS dimetabolisme terlebih dahulu

77 oleh BAL daripada SDS, sedangkan kadar RS menurun diduga karena terjadi hidrolisis parsial pada granula pati oleh enzim yang dihasilkan BAL tersebut sehingga sifat resisten granula menurun dan granula menjadi lebih mudah dihidrolisis oleh enzim amilase. Ambriz et al. (2008) menjelaskan bahwa proses likuifikasi dengan menggunakan amilase dari Bacillus subtilis mampu menurunkan kadar pati resisten tepung pisang. Penelitian sebelumnya juga menghasilkan kadar RDS dan RS yang lebih rendah dengan adanya fermentasi spontan tanpa dikombinasi dengan proses pemanasan bertekanan-pendinginan. KESIMPULAN Penggunaan starter L. salivarus FSnh1 mampu meningkatkan kadar amilosa dan mempersingkat waktu fermentasi sekitar 12 jam dalam pembuatan tepung pisang kaya RS dibandingkan fermentasi selama 24 jam. Kadar RS tepung pisang yang tinggi (28.53%) dihasilkan dari proses fermentasi selama 12 jam yang dikombinasi dengan dua siklus pemanasan bertekanan-pendinginan. Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk mengetahui retensi RS dalam aplikasinya pada pengolahan produk pangan. DAFTAR PUSTAKA Ambriz SLR, Hernandez JJI, Acevedo EA, Tovar J, Perez LAB. 2008. Characterization of a fibre-rich powder prepared by liquefaction of unripe banana flour. J Food Chem. 107: 15151521 Antara NS. 2010. Peran bakteri asam laktat strain lokal untuk memperbaiki mutu dan keamanan produk pangan lokal. [Orasi Ilmiah]. Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana. AOAC. 1999. Official Methods of Analysis of AOAC International16th. USA. Dubois M, Gilles KA, Hamilton JK, Rebers PA, Smith F. 1956. Calorimetric method for determination of sugars and related substances. J Analytical Chem. 28: 350356. Englyst HN, Kingman SM, Cummings JH. 1992 Classification and measurement of nutritionally important starch fraction. Eu J Clin Nutr.46(Suppl.2):533-50 Guyot JP, Morlon-Guyot J. 2001. Effect of different cultivation conditions on Lactobacillus manihotivorans OND32T, an amylolytic Lactobacillus isolated from sour starch cassava fermentation. Int J Food Microbiol. 67:21725.

78 Jenie BSL, Widowati S, Nurjannah S. 2009. Pengembangan Produk Tepung Pisang Dengan IG Rendah dan Sifat Prebiotik Sebagai Bahan Pangan Fungsional. Laporan Akhir Hibah Kompetitif Penelitian Sesuai Prioritas Nasional Batch II. LPPM, IPB Leeman MA, Malin E, Karlsson, Eliasson AC, Bjorck IME. 2006. Resistant starch formation in temperature treated potato starches varying in amylose/amylopectin ratio. J Carbohy Polymers. 65: 306313 Mozzi F, Raya RR. Fignolo GM. 2010. Biotecnology of Lactic Acid Bacteria: novel application. Wiley Blackwell Publishing. State Avenue- Iowa USA. Reddy G, Altaf M, Naveena BJ, Venkateshwar M, Kumar EV. 2008. Amylolytic bacterial lactic acid fermentation A review. J Biotechnol Adv. 26: 2234. Rogosa M, Wiseman RF, Mitchell JA, Disraely MN, Beaman. 1953. Species differentiation of oral lactobacilli from man including description of Lactobacillus salivarius nov. spec. and Lactobacillus cellobiosus nov. spec. J Bacteriol. 65, 681699 Saguilan AA, Huicochea EF, Tovar JT, Meraza FG, Perez LAB. 2005. Resistant starch rich-powders prepared by autoclaving of native and lintnerized banana starch: partial characterization. J Starch. 57: 405-412. Sajilata MG, Rekha SS, Puspha RK. 2006. Resistant starch a review. J Comprehensive Rev in Food Sci and Food Safety. 5: 1-17. Sanni A, Morlon-Guyot J, Guyot JP. 2002. New efficient amylase-producing strains of Lactobacillus plantarum and L. fermentum isolated from different Nigerian traditional fermented foods. Int J Food Microbiol. 72:5362. Soto RAG, Escobedo RM, Sanchez HH, Rivera MS, Perez LAB. 2007. The influence of time and storage temperature on resistant starch formation from autoclaved debranched banana starch. J Food Research Int. 40: 304310. Stern NJ, Svetoch EA, Eruslanov BV, Perelygin VV, Mitsevich EV, Mitsevich IP, Pokhilenko VD, Levchuk VP, Svetoch OE, Seal BS. 2006. Isolation of a Lactobacillus salivarius strain and purification of its bacteriocin, which is inhibitory to Campylobacter jejuni in the chicken gastrointestinal system. J Antimicrobial Agents and Chemotherapy. 50 (9) :31113116 Thomsen MH, Guyot JP, Kiel P. 2007. Batch fermentations on synthetic mixed sugar and starch medium with amylolytic lactic acid bacteria. Appl Microbiol biotechnol. 74:5406. Vishnu C, Naveena BJ, Altaf MD, Venkateshwar M, Reddy G. 2006. Amylopullulanase: a novel enzyme of L. amylophilus GV6 in direct fermentation of starch to L(+) lactic acid. J Enzyme Microb Technol. 38: 54550. Zhang DX, Cheryan M. 1991. Direct fermentation of starch to lactic acid by Lactobacillus amylovorus. Biotechnol Lett. 10:7338.

79

7. EVALUASI SIFAT PREBIOTIK DAN INDEKS GLIKEMIK TEPUNG PISANG TERMODIFIKASI


[Evaluation of prebiotic properties and glycemix index of modified banana flour] ABSTRAK Tepung pisang memiliki potensi sebagai prebiotik karena secara alami banyak mengandung pati resisten tipe II (RS2). Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi sifat prebiotik RS2 tepung pisang tanpa modifikasi dan RS3 tepung pisang modifikasi. Sifat prebiotik yang dievaluasi meliputi ketahanan RS terhadap hidrolisis asam lambung artifisial, kemampuannya untuk meningkatkan pertumbuhan laktobasili dan bifidobakteria kultur fekal, menurunkan persentase pertumbuhan enteropatogenik Escherichia coli (EPEC) dan Salmonella Typhimurium, produksi asam lemak rantai pendek, dan nilai indeks prebiotik (IP). Tepung pisang yang dihasilkan juga dievaluasi nilai indeks glikemik (IG) dengan menggunakan relawan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa RS2 dan RS3 bersifat stabil terhadap hidrolisis asam lambung artifisial pH 1-5 dan mampu meningkatkan populasi laktobasili dan bifidobakteria serta menurunkan pertumbuhan EPEC dan S. Typhimurium. RS3 mampu menghasilkan produksi asam butirat. Nilai IP RS3 juga lebih tinggi (5.14) daripada nilai IP RS2 (4.02). Tepung pisang modifikasi dengan dua siklus pemanasan bertekanan-pendinginan baik tanpa maupun dengan fermentasi spontan memiliki IG rendah (46 - 52), sedangkan tepung pisang alami dan tepung pisang modifikasi dengan satu siklus retrogradasi memiliki IG sedang (61 - 66). ABSTRACT Banana flour was a potential prebiotic source due to its resistant starch type II (RS2) content. The aim of this study was to evaluate prebiotic properties of RS2 isolated from native banana flour and RS3 isolated from modified banana flour. The prebiotic properties were evaluated based on the stability to artificial human gastric juice, the capability to stimulate the growth of lactobacilli and bifidobacteria in the fecal batch culture fermentation, short chain fatty acid production and score of prebiotic index (PI). The glycemic index value of native and modified banana flour were evaluated by volunteers. The results showed that both RS2 and RS3 of banana flour were stable to artificial human gastric juice at pH 1 5 and able to increase the lactobacilli and bifidobacterial population and decreased survival of enteropathogenic Escherichia coli (EPEC) and Salmonella Typhimurium. RS3 of the modified banana flour could produce butyric acid. The PI score of RS3 was also higher (5.14) than RS2 (4.02). The modified banana flour produced by two cycles autoclaving-cooling (either with or without spontaneous fermentation) had low GI (46 52) while native and fermented banana flour had moderate GI (61 66).

80 Keywords: modified banana flour, glycemic index, resistant starch, prebiotic properties

PENDAHULUAN Tepung pisang mentah merupakan salah satu pangan berkarbohidrat yang mengandung pati resisten tipe II (RS2) sehingga memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai pangan fungsional. RS2 adalah pati alami yang berupa granula pati yang bersifat resisten terhadap enzim pencernaan. Akan tetapi sifat resisten granula akan hilang jika pati mengalami gelatinisasi (Sajilata et al. 2006). Oleh karena itu Jenie et al. (2009) mengembangkan teknologi modifikasi fermentasi spontan dan retrogradasi untuk menghasilkan pati resisten tipe III (RS3) yang bersifat lebih stabil selama proses pengolahan terutama pengolahan hidrotermal. RS3 adalah pati yang sudah mengalami retrogradasi karena pemanasan dan pendinginan berulang-ulang (Croghan 2002; Sajilata et al. 2006). Pati resisten merupakan salah satu komponen prebiotik yang banyak dikembangkan (FAO 2007). Salminen & Wright (2004) mendefinisikan ingredien pangan sebagai prebiotik jika dapat memenuhi kriteria yang di antaranya tidak dihidrolisis maupun diserap (non-digestible) di saluran cerna bagian atas traktus gastrointestinal sehingga dapat mencapai usus besar secara utuh. Selain itu prebiotik juga menjadi substrat selektif bagi satu atau sejumlah terbatas bakteri dalam kolon yang distimulasi untuk tumbuh dan menjadi aktif secara metabolik. Prebiotik dapat mengubah keseimbangan flora usus besar ke arah komposisi yang menguntungkan kesehatan serta merangsang timbulnya efek-efek luminal dan sistemik yang menguntungkan inang. Penelitian ini mengevaluasi sifat prebiotik pati resisten tepung pisang modifikasi (RS3) yang dibandingkan terhadap pati resisten tepung pisang kontrol (RS2). Sifat prebiotik dapat dievaluasi berdasarkan ketahanannya terhadap hidrolisis asam lambung artifisial, kemampuannya meningkatkan populasi laktobasili dan bifidobakteria, menurunkan pertumbuhan bakteri patogen, serta meningkatkan produksi SCFA dan indeks prebiotik.

81 Tepung pisang modifikasi juga dievaluasi nilai indeks glikemiknya karena produk yang dihasilkan merupakan bahan pangan berkarbohidrat sehingga erat kaitannya dengan bioavibilitas pati yaitu parameter daya cerna pati untuk diubah menjadi glukosa oleh enzim amilase pencernaan dan selanjutnya diserap oleh tubuh. Pangan yang dapat meningkatkan kadar glukosa darah dengan cepat memiliki nilai indeks glikemik (IG) yang tinggi. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi IG suatu pangan diantaranya adalah struktur matriks pangan, dinding sel dan struktur pati, kadar amilosa dan amilopektin, kadar gula, daya osmotik, kandungan serat pangan, lemak, protein dan zat antigizi (Patterson 2006) serta proses pengolahan (Widowati 2007; Astawan & Widowati 2011). Pangan IG rendah akan dicerna dan diubah menjadi glukosa secara bertahap dan perlahan-lahan, sehingga puncak kadar gula darah juga akan rendah. Hal ini menyebabkan peningkatan kadar gula relatif lebih pendek sehingga sangat penting bagi penderita diabetes/diet gula dalam mengendalikan kadar gula darah. Sebaliknya, olahragawan yang hendak bertanding memerlukan pangan IG tinggi agar pangan yang dikonsumsi segera dikonversi menjadi energi. Individu normal yang masih memerlukan tumbuh-kembang (misalnya anak-anak) sebaiknya harus mengkonsumsi pangan IG sedang atau tinggi (Widowati 2007).

BAHAN DAN METODE Bahan Pisang var agung semeru (Musa paradisiaca formatypica) diperoleh dari Desa Burno dan Desa Kandang Tepus Kecamatan Senduro Kabupaten Lumajang Propinsi Jawa Timur. Pisang dipanen pada minggu ke 16 dari awal pembungaan dengan tingkat kematangan tahap 1 yaitu pisang tua dengan kulit hijau merata. Kultur Lactobacillus acidophilus diperoleh dari PSPG-UGM, sedangkan kultur enteropatogenik Escherichia coli (EPEC) diperoleh dari FKH-IPB dan kultur Salmonella Typhimurium diperoleh dari Departemen ITP-IPB.

Metode

82 Modifikasi Proses Pembuatan Tepung Pisang dengan Fermentasi dan Dua Siklus Pemanasan Bertekanan-Pendinginan Pisang diiris dengan ketebalan 5mm, selanjutnya direndam dalam akuades steril (3:4) dan difermentasi selama 24 jam pada suhu kamar. Pisang yang sudah difermentasi kemudian ditiriskan dan diberi pemanasan bertekanan dengan menggunakan otoklaf (121 oC, 15 menit) yang selanjutnya didinginkan (4 oC, 24 jam). Perlakuan pemanasan bertekanan-pendinginan dilakukan sebanyak dua siklus. Selanjutnya dilakukan proses pengeringan (50 oC, 16 jam) dan dihaluskan serta diayak dengan ayakan ukuran 80 mesh. Tepung pisang kontrol dibuat dari irisan pisang yang langsung dikeringkan dan dihaluskan serta diayak tanpa proses modifikasi. Perlakuan diulang sebanyak dua kali dengan dua kali ulangan teknik sampling bahan baku di lahan budidaya pisang var agung semeru.

Isolasi Pati Resisten Isolasi pati resisten dilakukan dengan menggunakan metode Englyst et al. (1992) yang dikombinasi dengan metode gravimetri (AOAC 1999). Tepung pisang sebanyak 1 g ditempatkan dalam tabung sentrifus. Sampel dicuci dengan menggunakan 8 ml etanol 80% selanjutnya disentrifus pada 554 g selama 10 menit dan diulang dua kali. Endapan yang merupakan pati ditambah 20 ml buffer sodium asetat (0.1M pH 5.2) selanjutnya ditambah 5 ml larutan enzim yang mengandung ekstrak pankreatin dan amiloglukosidase. Sampel diinkubasi dalam inkubator bergoyang pada suhu 37 oC selama 120 menit, selanjutnya disentrifus untuk mendapatkan endapan yang merupakan pati resisten. Larutan enzim disiapkan dengan cara mensuspensikan 3.0 g pankreatin (Sigma, Cat. No. P7545) ke dalam 20 ml air deionisasi, selanjutnya distirer selama 10 menit pada suhu ruang dan disentrifus pada 1500 g selama 10 menit. Sebanyak 13.5 ml supernatan pankreatin ditambah amiloglukosidase 210U (Sigma Cat. No. A7095) dan 1.25 ml air deionisasi.

Evaluasi Sifat Prebiotik

83 Ketahanan Pati Resisten terhadap Cairan Lambung Pati resisten diuji ketahanannya terhadap cairan lambung manusia dengan menggunakan metode Wicheinchot et al. (2010). Sampel dipersiapkan dengan melarutkan pati resisten ke dalam akuades streil (1% b/v). Cairan asam lambung merupakan buffer asam hidroklorida yang tiap g/l mengandung: NaCl, 8; KCl, 0.2; Na 2 HPO 4 .2H 2 O, 8.25; NaHPO 4 , 14.35; CaCl 2 .2H 2 O, 0.1; MgCl 2 .6H 2 O, 0.18. Buffer asam klorida ditera pada pH 1, 2, 3, 4 dan 5 dengan menggunakan 5 M HCl. Sebanyak 5ml buffer HCl pada tiap perlakuan pH ditambahkan ke dalam 5 ml larutan sampel, selanjutnya diinkubasi dalam water bath pada suhu 37 1 oC selama 6 jam. Sebanyak 1 ml sampel diambil secara periodik pada jam ke- 0, 0.5, 1, 2, 4 dan 6. Total gula reduksi diukur dengan menggunakan metode DNS (Robertson et al. 2001) dan total gula ditentukan dengan metode asam sulfat-fenol (Dubois et al. 1956). Persentase hidrolisis sampel dihitung dengan menggunakan rumus Korakli et al. (2002) yaitu jumlah gula reduksi dibagi dengan total gula dikali 100%. Persentase Pertumbuhan Probiotik dan Bakteri Patogen pada Pati Resisten Persentase pertumbuhan probiotik dan bakteri patogen ditentukan dari viabilitas bakteri pada media agar yang mengandung isolat pati resisten (Huebner et al. 2007; Buriti et al. 2010). Probiotik yang digunakan adalah Lactobacillus acidophilus, sedangkan bakteri patogen yang digunakan adalah EPEC dan S. Typhimurium. Bakteri uji dipersiapkan pada umur inkubasi 24 jam. Bakteri ditumbuhkan pada media MRSB basis (tanpa glukosa) yang mengandung RS 2.5% (berat/vol) dan media MRSB sebagai kontrol negatif. Selanjutnya diinkubasi pada suhu 37 oC selama 24 jam dan dilakukan perhitungan jumlah bakteri pada jam ke-0 dan 24 dengan menggunakan metode tuang pada media MRSA untuk L. acidophilus, media EMBA untuk EPEC dan media XLDA untuk S. Typhimurium. Persentase pertumbuhan bakteri probiotik dan patogen ditentukan dengan menggunakan rumus jumlah peningkatan pertumbuhan bakteri akhir (log CFU/ml) pada jam ke-24 dibagi jumlah bakteri awal (log CFU/ml) pada jam ke-0 dikali 100%.

84 Analisis Indeks Prebiotik Sebanyak 10% (berat/vol) cairan feses manusia sehat ditera dengan buffer garam fosfat 0.1 M (pH 7) dan divortex selama 120 detik. Empat buah jar yang berisi 180 ml medium steril (pH 7) diinokulasi dengan 20 ml feses dan 2 g RS pisang. Selanjutnya jar dikondisikan anaerob fakultatif dengan menggunakan anoxomat. Jar diinkubasi pada suhu 37 C dan dilakukan penghitungan jumlah bifidobakteria, laktobasili, bakteroides dan klostridia serta konsentrasi asam lemak rantai pendek pada jam ke 0, 4, 10, dan 24. Media yang digunakan antara lain Brain Heart Infusion Agar yang disuplementasi dengan 75 mg/l Chloramphenicol, 75 mg/l kalnisitin untuk Clostridium spp pada kondisi anaerob, Thioglycollate Agar yang disuplementasi 8mg/l linkomisin dan 8 mg/l kolistin untuk Bacteroides spp pada kondisi aerob, de Mann Rogosa Sharp Agar (MRSA) untuk

Lactobacillus spp pada kondisi aerob dan MRSA yang disuplementasi 0.5 g/l sistein-HCl untuk Bifidobacteria spp pada kondisi anaerob (Manderson et al. 2005; Vardakou et al. 2008). Indeks prebiotik setiap peningkatan waktu dihitung dengan menggunakan persamaan Palframan et al. (2003).

Keterangan: t x = waktu ke-x ; t 0 = waktu ke-0 Analisis Asam Lemak Rantai Pendek (Short Chain Fatty Acid/SCFA) Analisis SCFA dilakukan di Laboratorium Balai Penelitian Ternak Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian. Sebanyak 1 ml cairan sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf dan ditambahkan 0.003 g asam sulfo 5-salisilat dihidrat. Selanjutnya campuran disentrifus selama 10 menit pada 12000 rpm suhu 7 oC. Supernatan diinjeksikan ke dalam kromatografi gas Chrompack CP 9002 seri 946253. Konsentrasi asam lemak rantai pendek dihitung berdasarkan luas peak sampel terhadap luas peak standar.

85 Evaluasi Indeks Glikemik Evaluasi indeks glikemik dilakukan pada tepung pisang alami dan tepung pisang modifikasi dengan menggunakan relawan manusia (Omoregie & Osagie 2008; Astawan & Widowati 2011). Pengujian ini sudah mendapat persetujuan etis (ethical approval) dari Kementerian Kesehatan dengan No. LB.03.04/KE/8320/ 2010. Relawan yang digunakan memiliki kriteria inklusi yaitu: wanita dan lakilaki sehat berumur 20-35 tahun; tidak menderita penyakit penyerta yaitu penyakit metabolisme yang berkaitan dengan kelainan kadar glukosa darah, seperti diabetes mellitus, hipoglikemi dan hiperglikemi; memiliki indeks massa tubuh (IMT) 1825 kg/m2; memiliki kadar glukosa darah normal (kadar glukosa darah puasa < 110 mg/dL dan glukosa darah 2 jam post prandial < 140 mg/dL); memiliki pola respon kadar glukosa darah selama 2 jam pengujian yang normal dan bersedia menjadi subjek. Kriteria eksklusi untuk relawan adalah subjek hamil, menyusui dan merokok. Instrumen uji IG menggunakan alat pengukur kadar gula (glukometer) dengan sistem reaksi glukooksidase yang dilengkapi dengan alat penusuk jari untuk mengambil darah (lancet). Sepuluh relawan (5 laki-laki dan 5 perempuan) dipilih yang berbadan sehat dengan usia 20-30 tahun dan tanpa gangguan pencernaan serta tidak hamil/menyusui. Pada proses pengujian, relawan harus berpuasa karbohidrat dan gula selama 12 jam (misalnya mulai pukul 9 malam sampai pukul 9 pagi) dan diukur kadar glukosa darah pada kondisi lapar menggunakan glukometer. Selanjutnya relawan mengkonsumsi produk tepung pisang uji dengan takaran konsumsi 50 g karbohidrat dan dilakukan pengukuran kadar glukosa darah pada tiap interval waktu 30 menit hingga menit ke-120. Tepung pisang disajikan berupa nasi yang ditanak seperti menanak tiwul. Selama dua jam pasca pemberian (konsumsi) dilakukan pengambilan sampel darah sebanyak 20 L (finger-prick cappillary blood samples method) untuk diukur kadar glukosa darah (menit ke-0, ke-30, ke-60, ke-90 dan ke-120). Pada waktu berlainan, hal yang sama dilakukan dengan memberikan 50 g glukosa murni (sebagai pangan acuan) kepada relawan. Kadar gula darah pada setiap

86 waktu pengambilan sampel darah dibuat grafik dengan dua sumbu yaitu sumbu X (waktu) dan sumbu Y (kadar gula darah). Indeks glikemik ditentukan dengan membandingkan luas daerah di bawah kurva untuk pangan yang diukur nilai IGnya dengan pangan acuan (glukosa murni). Perhitungan indeks glikemik dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Analisis Statistik Data dianalisis menggunakan prosedur Analysis of Variance (ANOVA). Untuk mengetahui adanya perbedaan di antara perlakuan maka dilakukan uji lanjut beda nyata terkecil pada taraf uji 5% (p 0.05).

HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Prebiotik Pati Resisten Tepung Pisang Ketahanan Pati Resisten terhadap Hidrolisis Cairan Asam Lambung Analisis ketahanan pati resisten terhadap cairan asam lambung tiruan dilakukan pada isolat RS. Pati resisten tipe II (RS2) diisolasi dari tepung pisang yang tidak mengalami perlakuan pemanasan bertekanan-pendinginan yaitu tepung pisang tanpa modifikasi (kontrol) dan tepung pisang modifikasi dengan fermentasi spontan. Pati resisten tipe III (RS3) diisolasi dari tepung pisang yang mengalami perlakuan retrogradasi yaitu tepung pisang modifikasi dengan dua silkus pemanasan bertekanan-pendinginan dan tepung pisang modifikasi fermentasi spontan dengan dua siklus pemanasan bertekanan-pendinginan. Isolasi RS secara enzimatis yang dikombinasi dengan metode gravimetri menghasilkan rendemen sekitar 40 45% dengan nilai yield antara 95 99% (Lampiran 5).

87 Hasil analisis menunjukkan RS2 tepung pisang kontrol dan tepung pisang fermentasi spontan lebih stabil terhadap hidrolisis asam lambung artifisial jika dibandingkan dengan RS3 baik dari tepung pisang modifikasi hasil dua siklus pemanasan bertekanan-pendinginan maupun tepung pisang modifikasi hasil fermentasi spontan dengan dua siklus pemanasan bertekanan-pendinginan. RS2 dapat terhidrolisis sekitar 2% sedangkan RS3 dapat terhidrolisis hingga 4%. Persentase hidrolisis RS yang menunjukkan ketahanannya pada pH 1, 2, 3, 4, dan 5 dapat dilihat pada Gambar 7.1. Proses modifikasi dengan dua siklus pemanasan bertekanan-pendinginan tanpa fermentasi spontan menghasilkan tingkat hidrolisis hingga 6% pada pH 5 sedangkan adanya fermentasi spontan menghasilkan tingkat hidrolisis kurang dari 4% pada semua perlakuan pH 1-5. Menurut Cummings & Macfarlane (2002) definisi pangan yang tidak dapat dicerna adalah jika 96% lolos tidak terhidrolisis oleh cairan asam lambung hingga sampai ke usus. Hal ini berarti bahwa RS3 tepung pisang modifikasi fermentasi spontan dengan dua siklus pemanasan bertekanan-pendinginan lebih stabil terhadap hidrolisis asam lambung dan dapat dikategorikan sebagai kandidat prebiotik berdasarkan ketahanannya terhadap asam lambung.
7 6 5 % Hidrolisis % Hidrolisis 4 3 2 1 0 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5 5 5,5 6 6,5 Lama Hidrolisis (Jam) 7

6 5 4 3 2 1 0 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5 5 5,5 6 6,5 Lama Hidrolisis (Jam)

88
7 6 5 % Hidrolisis % Hidrolisis 4 3 2 1 0 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5 5 5,5 6 6,5 Lama Hidrolisis (Jam)

7 6 5 4 3 2 1 0

0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5 5 5,5 6 6,5 Lama Hidrolisis (Jam)

Gambar 7.1 Hidrolisis (37 oC, 6 jam) pati resisten tepung pisang modifikasi: (A) kontrol (tanpa modifikasi), (B) dengan fermentasi spontan, (C) dua siklus pemanasan bertekanan-pendinginan, (D) fermentasi spontan dengan dua siklus pemanasan bertekanan-pendinginan

Pangan di dalam lambung biasanya berada dalam kondisi asam (pH 2-4) dan dilepaskan mencapai usus setelah 2 jam. Dengan demikian dapat diperkirakan lebih dari 98% RS2 tepung pisang dan lebih dari 96% RS3 tepung pisang dapat mencapai usus besar. Wichienchot et al. (2010) melaporkan bahwa ketahanan kandidat prebiotik oligosakarida pitaya (buah naga) dapat tahan 96% terhadap hidrolisis asam lambung artifisial. Glukooligosakarida yang dihasilkan oleh Gluconobacter oxydans NCIMB 4943 juga menunjukkan ketahanan 98.4% terhadap hidrolisis asam lambung artifisial (Wichienchot et al. 2006).

Persentase Pertumbuhan Lactobacillus acidophilus, EPEC dan Salmonella Typhimurium pada Media yang Mengandung RS Tepung Pisang Pati resisten digunakan sebagai media pertumbuhan bagi bakteri uji probiotik (L. acidophilus) dan bakteri patogen (EPEC dan S. Typhimurium). Hal ini dilakukan untuk mengetahui potensi pati resisten dalam memodulasi pertumbuhan probiotik dan patogen yang dinyatakan sebagai persentase pertumbuhan bakteri tersebut. Gambar 7.2 memperlihatkan persentase

pertumbuhan L. acidophilus yang dikompetisikan dengan EPEC dan Gambar 7.3

89 memperlihatkan persentase pertumbuhan L. acidophilus yang dikompetisikan dengan S. Typhimurium dalam media MRSB basis yang mengandung RS.
40 30 Pertumbuhan (%) 20 10 0
Kontrol Fermentasi spontan Dua siklus PBP Fermentasi spontan dan dua siklus PBP Kontrol negatif

-10 -20 -30

Gambar 7.2 Persentase Pertumbuhan ( ) L. acidophilus (MRSB), ( ) EPEC (MRSB), ( ) L. acidophilus (MRSB basis + RS), ( ) EPEC (MRSB basis + RS), (PBP = pemanasan bertekanan-pendinginan) Media yang mengandung RS3 menghasilkan pertumbuhan L. acidophilus relatif lebih tinggi daripada media yang mengandung RS2. Pertumbuhan EPEC relatif lebih rendah pada media yang mengandung RS3. Hal ini menunjukkan bahwa RS3 tepung pisang modifikasi bersifat selektif terhadap pertumbuhan EPEC. Akan tetapi nilai pertumbuhan masih menunjukkan nilai positif. Meskipun EPEC berada pada lingkungan yang minim sumber karbon, akan tetapi EPEC memiliki kemampuan dapat bertahan hidup pada kondisi minim nutrisi seperti perairan. Salminen et al. (2004) menjelaskan bahwa EPEC

merupakan strain dari bakteri Escherichia coli yaitu salah satu jenis bakteri indikator sanitasi yang dapat tumbuh baik dalam air seperti air sungai maupun air sumur. Bakteri ini memiliki ketahanan terhadap kondisi minim nutrisi tidak seperti halnya dengan L. acidophilus yang membutuhkan media kaya nutrisi (fastidious). RS tepung pisang modifikasi (RS3) lebih meningkatkan pertumbuhan L. acidophilus daripada pertumbuhan EPEC. Hal ini berarti tepung pisang modifikasi bersifat selektif menstimulasi pertumbuhan probiotik. Moons et al. (2004) menjelaskan EPEC dapat menyebabkan diare jika terpapar dosis lebih dari 105

90 CFU/ml dan umumnya menyerang balita. Infeksi yang diakibatkannya mampu menyebabkan perubahan histopatologi spesifik pada enterosit usus, menempel pada mikrofili sehingga melekat pada membran sel inang dan menyebabkan aksi filamentous dan protein sitoskeletal lainnya yang mengganggu penyerapan nutrisi. Oleh karena itu tepung pisang modifikasi sangat baik karena memiliki keunggulan yaitu tidak meningkatkan pertumbuhan EPEC dari dosis awal 106 CFU/ml .
40 30 Pertumbuhan (%) 20 10 0 Kontrol -10 -20 Fermentasi spontan Dua siklus PBP Fermentasi Kontrol negatif spontan dan dua siklus PBP

Gambar 7.3 Persentase Pertumbuhan ( ) L. acidophilus (MRSB), ( ) S. Typhimurium (MRSB), ( ) L. acidophilus (MRSB basis + RS), ( ) S. Typhimurium (MRSB basis + RS), (PBP = pemanasan bertekanan-pendinginan) Gambar 7.3 menunjukan bahwa pertumbuhan L. acidophilus tertinggi pada media RS3 yaitu tepung pisang modifikasi dari fermentasi spontan dengan dua siklus retrogradasi, sedangkan pertumbuhan S. Typhimurium lebih tinggi pada media RS2 yang tidak mengalami proses modifikasi fermentasi. Selama fermentasi memungkinkan terjadinya degradasi komponen karbohidrat terutama amilopektin menjadi fraksi yang lebih pendek. Fraksi tersebut lebih mudah dimanfaatkan oleh L. acidophilus sehingga menstimulasi pertumbuhannya dan menekan pertumbuhan S. Typhimurium. Hal ini menunjukkan bahwa RS dari tepung pisang modifikasi secara fermentasi bersifat selektif tidak dapat digunakan untuk pertumbuhan bakteri patogen terutama oleh S. Typhimurium akan tetapi selektif mampu meningkatkan pertumbuhan L. acidophilus.

91 Selektivitas RS3 terhadap pertumbuhan bakteri diduga karena selama fermentasi terjadi hidrolisis komponen pati menjadi polimer yang memiliki derajat polimerisasi (DP) lebih rendah sehingga lebih mudah digunakan oleh bakteri terutama L. acidophilus sebagai sumber karbon bagi pertumbuhan selnya. Moura et al. (2007) melaporkan bahwa xilooligosakarida (XOS) dengan DP 2 (BM rendah) memiliki sifat prebiotik lebih baik daripada XOS dengan DP 5 6 (BM lebih tinggi). Faridah et al (2010) juga melaporkan bahwa RS3 pati garut yang tinggi memiliki DP 6-8 yang dihasilkan dari proses debranching pululanase dan tiga siklus pemanasan-pendinginan

Modulasi Mikroflora Feses dan Produksi SCFA Pengaruh RS2 dan RS3 terhadap populasi mikroflora feses dipaparkan pada Tabel 7.1. Fermentasi oleh mikroflora feses pada media RS2 dan RS3 dapat meningkatkan populasi baik bifidobakteria maupun laktobasili. Peningkatan bifidobakteria dan laktobasili yang signifikan sebesar 2 log siklus terjadi setelah fermentasi selama 24 jam. Kedua kelompok bakteri tersebut diketahui mampu memberikan efek yang menguntungkan bagi kesehatan manusia. Bakteroides tumbuh meningkat hingga 2 log siklus pada media RS2, akan tetapi populasi klostridia relatif stabil hingga inkubasi jam ke 24. Populasi bakteroides maupun klostridia relatif stabil pada media RS3. Hal ini menunjukkan bahwa RS3 bersifat lebih selektif terhadap pertumbuhan mikroflora terutama bakteroides dan klostridia dibandingkan RS2. Sharp & Macfarlane (2000) melaporkan bahwa bakteri dapat tumbuh pada media RS2 dengan menyerang bagian sisi apikal dari granula dan membentuk struktur menyerupai kelopak bunga dengan formasi glikokaliks selanjutnya berkelompok membentuk jaringan biofilm. Tabel 7.1 Populasi beberapa jenis mikroflora dan konsentrasi asam lemak rantai pendek selama fermentasi pati resisten oleh kultur fekal
Waktu Media (Jam) Jumlah Bakteri (Log CFU/mL) Bifidobakteria Laktobasili Bakteroides Klostridia Asam Lemak Rantai Pendek (mM/mL) Asam Asam Asam

92
RS2* 0 4 10 24 0 4 10 24 7.1 0.03 8.5 0.06 8.3 0.05 9.2 0.07 7.1 0.02 8.6 0.02 9.3 0.05 9.2 0.06 6.2 8.1 8.8 8.6 6.2 8.3 9.1 8.9 0.01 0.02 0.04 0.03 0.07 0.04 0.03 0.05 7.8 0.04 8.2 0.03 8.5 0.05 9.3 0.03 7.7 0.02 7.7 0.03 7.1 0.06 7.8 0.05 Asetat 7.5 0.07 6.3 0.01 6.5 0.10 7.6 0.04 9.65 0.06 6.8 0.02 7.1 0.03 7.3 0.06 7.5 0.01 12.79 0.15 Propionat Butirat 5.76 0.26 0.00 0.00 2.13 0.09 0.23 0.04

RS3**

* Tepung pisang tanpa modifikasi (kontrol) ** Tepung pisang modifikasi melalui fermentasi spontan dengan dua siklus pemanasan bertekanan-perndinginan

Asam lemak rantai pendek (SCFA) yaitu asam asetat, asam propionat dan asam butirat dihitung konsentrasinya setelah 24 jam fermentasi spontan. Konsentrasi asam asetat lebih tinggi dihasilkan dari fermentasi RS3, sedangkan asam propionat lebih tinggi dihasilkan dari fermentasi RS2. Asam butirat hanya dihasilkan dari fermentasi RS3 yang diisolasi dari tepung pisang hasil modifikasi fermentasi spontan dengan dua siklus pemanasan bertekanan-pendinginan. Manfaat SCFA bagi tubuh manusia di antaranya asam asetat untuk metabolisme jaringan otot, ginjal, hati dan otak manusia, sedangkan asam propionat merupakan prekursor glukoneogenik yang mampu menekan

pembentukan kolesterol dalam tubuh (Gibson et al. 2000). Asam butirat menyediakan sekitar 50% energi yang rutin diperlukan oleh mukosa gastrointestinal (Gibson et al. 2000; Tuohy et al. 2005). Dalam perkembangan riset terakhir diketahui bahwa asam butirat tidak hanya sebagai sumber energi bagi sel-sel mukosa, akan tetapi juga diperlukan untuk pro-diferensiasi, antiproliferasi dan anti-angiogenik yang berperan dalam mencegah kanker kolon. Pada konsentrasi 2 - 4 mM, asam butirat mampu mereduksi mikronuklei sehingga dapat melindungi sel dari kanker kolon akibat terpapar senyawa genotoksik seperti H 2 O 2 dan Fe-NTA (Hovhannisyan et al. 2009).

Indeks Prebiotik Tepung Pisang Gambar 7.4 menunjukkan bahwa indeks prebiotik RS3 lebih tinggi (5.14) daripada indeks prebiotik RS2 (4.02) setelah fermentasi 10 jam. Peningkatan nilai

93 IP setelah fermentasi 10 jam juga terjadi pada penelitian sifat prebiotik pektik oligosakarida dari kulit jeruk (Manderson et al. 2005). Hal ini mengindikasikan bahwa fungsionalitas prebiotik tepung pisang modifikasi lebih baik daripada tepung pisang tanpa modifikasi. Nilai IP yang positif pada masing-masing

substrat mengindikasikan terjadinya peningkatkan populasi laktobasili dan bifidobakteria dibandingkan populasi bakteroides dan klostridia.
6 5.14 5 Indeks Prebiotik 4 3 2.13 2 1.17 1 0 4 10 Waktu Inkubasi (Jam) 24 1.81 3.69 3.36 4.03 4.51 5.00

Gambar 7.4 Indeks prebiotik pati resisten tepung pisang; ( ) tanpa modifikasi (kontrol), ( ) modifikasi secara fermentasi yang dikombinasikan dengan dua siklus pemanasan bertekanan-pendinginan, ( ) kontrol negatif tanpa pati resisten Proses retrogradasi pada pangan berpati dapat meningkatkan ketahanan pati terhadap hidrolisis amilase selama proses pencernaan dengan terbentuknya RS3. Pati resisten tidak dapat dihidrolisis oleh alfa amilase manusia tetapi dapat didegradasi oleh beta amilase dari mikroflora sehingga dapat sebagai sumber karbohidrat yang penting bagi pertumbuhannya (Gibson et al. 2000). RS3 merupakan fragmen oligomer yang kecil dengan derajat polimerisasi (DP) antara 30 100 yang secara cepat akan dimetabolisme oleh bakteri, sedangkan RS2 lebih lambat dimetabolisme oleh bakteri karena RS2 merupakan granula pati secara utuh (Schmiedl et al. 2000).

Indeks Glikemik Tepung Pisang

94 Hasil evaluasi indeks glikemik (IG) tepung pisang secara in vivo dengan menggunakan relawan manusia menunjukkan nilai IG tepung pisang adalah sedang (kurang dari 70) hingga rendah (kurang dari 55). Nilai IG disajikan pada Tabel 7.2. Tabel 7.2 Indeks glikemik tepung pisang pada beberapa perlakuan modifikasi
Perlakuan Modifikasi Tanpa modifikasi (kontrol) Fermentasi spontan Satu siklus pemanasan bertekanan-pendinginan (PBP) Dua siklus pemanasan bertekanan-pendinginan (PBP) Fermentasi spontan dengan satu siklus PBP Fermentasi spontan dengan dua siklus PBP Nilai Indeks Glikemik 66 3.16 (Sedang) 66 4.47 (Sedang) 62 3.47 (Sedang) 52 4.36 (Rendah) 61 8.87 (Sedang) 46 2.92 (Rendah)

Siklus pemanasan bertekanan-pendinginan mempengaruhi nilai IG tepung pisang. Tepung pisang tanpa modifikasi (kontrol), tepung pisang modifikasi secara fermentasi spontan baik tanpa maupun dengan satu siklus pemanasan bertekanan-pendinginan memiliki nilai IG sedang. Proses dua siklus pemanasan bertekanan-pendinginan dapat menurunkan nilai IG dari IG sedang menjadi rendah baik tanpa fermentasi spontan maupun dengan fermentasi spontan. Proses dua silkus pemanasan bertekanan-pendinginan dapat menurunkan nilai IG tepung pisang karena selama proses tersebut terjadi retrogradasi berulang sehingga meningkatkan komponen yang tidak dapat dicerna terutama RS3. Hasil analisis daya cerna secara in vitro juga menunjukkan penurunan daya cerna oleh proses retrogradasi terutama dua siklus pemanasan bertekanan-pendinginan. Selama proses pemanasan bertekanan terjadi kerusakan granula pati dan gelatinisasi pati sedangkan pada saat pendinginan terjadi pembentukan ikatan ganda amilosa serta sineresis pati yang menyebabkan rekristalisasi komponen pati membentuk struktur pati yang lebih kristalin (Saguilan et al. 2005; Soto et al. 2007). Selain pemanasan bertekanan, proses pendinginan pada suhu 4 oC selama 24 jam juga berperan dalam menurunkan IG karena proses tersebut dapat meningkatkan jumlah amilosa teretrogradasi sehingga meningkatkan terbentuknya

95 pati resisten. Hasil ini juga didukung data Frie et al. (2003) yang melaporkan terjadinya penurunan IG nasi dari beras Bagoean dari 93.2 menjadi 65.7 akibat penyimpanan pada suhu rendah 4 oC selama 24 jam. Proses fermentasi spontan selama 24 jam yang dikombinasi dengan dua siklus pemanasan bertekanan-pendinginan menyebabkan IG tepung menjadi lebih rendah. Hal ini disebabkan karena selama fermentasi terjadi peningkatan kadar amilosa sehingga meningkatkan jumlah amilosa yang teretrogradasi pada proses pemanasan bertekanan-pendinginan. Amilosa teretrogradasi tidak dapat

dihidrolisis oleh enzim pencernaan sehingga tidak meningkatkan kadar glukosa darah. Soto et al. (2004) melaporkan bahwa pati resisten yang dihasilkan dari proses retrogradasi (RS3) akan meningkat dengan semakin meningkatnya kadar amilosa suatu bahan pangan. Tepung pisang jenis plantain seperti Musa paradisiaca memiliki nilai IG sebesar 65 dan mengalami penurunan dengan adanya perlakuan pengolahan seperti penyangraian nilai IG menjadi 57 (Ayodele & Erema 2010). Widowati (2007) menjelaskan bahwa pengolahan dapat mengubah struktur dan komposisi kimia pangan, yang selanjutnya dapat mengubah daya serap zat gizi. Semakin cepat karbohidrat didegradasi dan diserap tubuh maka nilai IG cenderung tinggi. Astawan & Widowati (2011) melaporkan salah satu klon ubi jalar yang direbus memiliki nilai IG 62, apabila digoreng nilai IG-nya menjadi 47 dan jika dipanggang nilai IG meningkat menjadi 80.

KESIMPULAN RS2 maupun RS3 dari tepung pisang bersifat stabil terhadap hidrolisis asam lambung artifisial pH 1-5 serta mampu meningkatkan populasi laktobasili maupun bifidobakteria dan menurunkan pertumbuhan EPEC dan Salmonella

Typhimurium. RS3 memiliki sifat prebiotik lebih baik daripada RS2 berdasarkan kemampuannya memproduksi asam butirat dan nilai indeks prebiotik (IP) yang lebih tinggi (5.14) daripada nilai IP RS2 (4.02). Tepung pisang modifikasi dua siklus retrogradasi baik tanpa maupun dengan fermentasi spontan memiliki IG

96 rendah (46 - 52), sedangkan tepung pisang kontrol, tepung pisang modifikasi secara fermentasi spontan dan kombinasinya dengan satu siklus pemanasan bertekanan-pendinginan memiliki IG sedang (61 - 66).

DAFTAR PUSTAKA AOAC. 1999. Official Methods of Analysis of AOAC International16th. USA. Astawan, M. dan S Widowati. 2011. Evaluation of nutrition and glycemic index of sweet potatoes and its appropriate processing to hypoglycemic foods. Indonesian J Agric Sci. 12 (1) Ayodele OH, Erema VG. 2010. Glycemic indices of processed unripe plantain (Musa paradisiaca) meals. Afr J Food Sci. 4 (8): 514 521 Buriti FCA, Castro IA, Saad SMI. 2010. Viability of Lactobacillus acidophilus in synbiotic guava mousses and its survival under in vitro simulated gastrointestinal conditions. Int J Food Microbiology. 137: 121129 Cummings JH, Macfarlane GT. 2002. Gastrointestinal effects of prebiotics. British J Nutr. 87(Suppl. 2): S145S1151 Croghan M. 2002. Resistant starch as a functional ingredient in food systems. J Business Briefing: Food Tech. Dubois M, Gilles KA, Hamilton JK, Rebers PA, Smith F. 1956. Calorimetric method for determination of sugars and related substances. J Analytical Chem. 28: 350356 Englyst HN, Kingman SM, Cummings JH. 1992 Classification and measurement of nutritionally important starch fraction. Eu J Clin Nutr. 46:533-550 [FAO] Food and Agricultural Organization. 2007. Technical Meeting On Preobitics. http://www.fao.org/ag/agn/agns/files/Prebiotics_Tech_Meeting_ Report.pdf. Accessed on 22 November 2008. Faridah DN, Fardiaz D, Andarwulan N, Sunarti TC. 2010. Perubahan struktur pati garut (Maranta arundinaceae) sebagai akibat modifikasi hidrolisis asam, pemotongan titik percabangan dan siklus pemanasan-pendinginan. J Teknol dan Industri Pangan. 21 (2): 135-142 Frei M, Siddhuraju P, Becker K. 2003. Studies on the in vitro starch digestibility and the glycemic index of six different indigenous rice cultivars from the Philippines. J Food Chem. 83: 395402 Gibson GR, Berry-Ottaway J, Rastall RA. 2000. Prebiotics: new developments in functional foods. Chandos Publishing Limited. Oxford. United Kingdom

97 Hovhannisyan G, Aroutiounian R, Glei M. 2009. Butyrate reduces the frequency of micronuclei in human colon carcinoma cells in vitro. J Toxicology in Vitro. 23, 10281033 Huebner J, Wehling RL, Hutkins RW. 2007. Functional activity of commercial prebiotics. J Int Dairy. 17: 770-775 Korakli M, Ganzle MG, Vogel RF. 2002. Metabolism by bifidobacteria and lactic acid bacteria of polysaccharides from wheat and rye, and exopolysaccharides produced by Lactobacillus sanfranciscensis. J App Microbiol. 92: 958965 Omoregie ES, Osagie A. 2008. Glycemic indices and glycemic load of some Nigerian foods. Pak. J Nutr. 7: 710-716 Palframan R, Gibson GR, Rastall RA. 2003. Development of a quantitative tool for the comparison of the prebiotic effect of dietary oligosaccharides. Lett App Microbiol. 37: 281284 Patterson CA. 2006. Glycemic Index (GI). Technology Watch. Wellness West. Manderson K, Pinar M, Tuhoy KM, Race WE, Otckiss AT, Widmer W, Yadhav MP, Gibson R, Rastall RS. 2005. In vitro determination of prebiotic properties of oligosaccharides derived from an orange juice manufacturing by-product stream. App and Env Microbiol. 71 (12): 8383-8389 Moons MMM, Schneeberger EE, Hecht GA. 2004. Enteropathogenic E. coli infection leads to appearance of aberrant tight junction strands in the lateral membrane of intestinal epithelial cells. Cell Microbiol. 6: 783793 Moura P, Barata R, Carvalheiro F, Girio F, Loureiro-Dias MC, Esteves MP. 2007. In vitro fermentation of xylo-oligosaccharides from corn cobs autohydrolysis by Bifidobacterium and Lactobacillus strains. Swiss Society of Food Sci and Technol. 40: 963972 Robertson JA, Ryden P, Botham RL, Reading L, Gibson GR, Ring SG. 2001. Structural properties of diet-derived polysaccharides and their influence on butyrate production during fermentation. British J Nutr. 81: S219S223 Saguilan AA, Flores-Huicochea E, Tovar J, Garcia-Suarez F, Guiterrez-Meraz F, Bello-Perez LA. 2005. Resistant starch rich-powders prepared by autoclaving of native and lintnerized banana starch: partial characterization. J Starch/Starke. 57: 405-412 Salminen S, Wright AV. 2004. Lactic Acid Bacteria: Microbiology and functional aspect. 2nd Edition. Revised and Expanded. New York: Marcell Dekker, Inc. Schmiedl D, Ba-Euerlein M, Bengs H, Jacobasch G. 2000. Production of heatstable, butyrogenic resistant starch. J Carbohy Polymers. 43: 183-193 Sharp R, Macfarlane GT. 2000. Chemostat enrichments of human feces with resistant starch are selective for adherent butyrate-producing clostridia at high dilution rates. App and Env Microbiol. 66 (10): 42124221

98 Soto RAG, Acevedo EA, Feria JS, Villalobos RR, Bello-Perez LA. 2004. Resistant starch made from banana starch by autoclaving and debranching. J Starch/Strke. 56: 495499 Soto RAG, Escobedo RM, Sanchez HH, Rivera MS, Bello-Perez LA. 2007. The influence of time and storage temperature on resistant starch formation from autoclaved debranched banana starch. J Food Research Int. 40: 304310 Tuohy KM, Rouzaud GCM, Bruck WM, Gibson GR. 2005. Modulation of the human gut microflora towards improved health using prebiotics assessment of efficacy. Current Pharmaceutical Design. (1): 75-90 Vardakou M, Palop CN, Christakopoulos P, Faulds CB, Gasson MA, Narbad A. 2008. Evaluation of the prebiotic properties of wheat arabinoxylan fractions and induction of hydrolase activity in gut microflora. Int J Food Microbiol. 123:166-170 Wichienchot S, Jatupornpipat M, Rastall RA. 2010. Oligosaccharides of pitaya (dragon fruit) flesh and their prebiotic properties. J Food Chem. 120: 850 857 Wichienchot S, Prasertsan P, Hongpattarakere T, Gibson GR, Rastall RA. 2006. In vitro fermentation of mixed linkage gluco-oligosaccharides produced by Gluconobacter oxydans NCIMB 4943 by the human colonic microflora. Current Issues in Intestinal Microbiol. 7:712 Widowati S. 2007. Sehat dengan Pangan Indeks Glikemik Rendah. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 29 (3)

99

8. PEMBAHASAN UMUM
Telah dilakukan upaya untuk meningkatkan sifat prebiotik tepung pisang yaitu dengan meningkatkan kandungan pati resisten (RS) tepung pisang melalui kombinasi fermentasi spontan dengan dua siklus pemanasan bertekananpendinginan (retrogradasi). Selama fermentasi spontan pisang, BAL tumbuh mendominasi hingga jam ke-24. Dalam rangka optimasi proses modifikasi yang berkaitan dengan jenis starter BAL yang spesifik dan lama fermentasi maka dilakukan isolasi dan identifikasi BAL yang berperan selama fermentasi spontan. Setelah mendapatkan isolat BAL, selanjutnya diaplikasikan sebagai starter dalam proses fermentasi secara terkendali dan ditetapkan lama fermentasi optimal untuk pembuatan tepung pisang kaya RS. Sifat prebiotik RS tepung pisang dievaluasi, begitu juga dengan nilai indeks glikemik (IG) tepung pisang yang dievaluasi secara in vivo menggunakan relawan.

Peningkatan RS melalui Modifikasi Proses Fermentasi Spontan dengan Siklus Pemanasan Bertekanan-Pendinginan Modifikasi proses pembuatan tepung kaya RS yang telah dikembangkan oleh Jenie et al. (2009) ditingkatkan dengan menerapkan dua siklus pemanasan bertekanan-pendinginan pada irisan pisang baik tanpa maupun dengan fermentasi spontan. Proses dua siklus pemanasan bertekanan-pendinginan mampu

meningkatkan kandungan RS tepung pisang hingga empat kali lipat (26.26 28.88%) dari tepung pisang kontrol (7.24%). Satu siklus pemanasan bertekananpendinginan hanya dapat meningkatkan kandungan RS tepung pisang sekitar dua sampai tiga kali lipat (20.50-24.72%). Pemanasan bertekanan dengan menggunakan otoklaf merupakan sistem pemanasan basah (hidrotermal) sehingga mampu menyebabkan terjadinya gelatinisasi pati akibat pemanasan suhu tinggi oleh uap air. Gelatinisasi pati menyebabkan struktur granula pati menjadi rusak sehingga tidak terlihat adanya granula pati pada pengamatan dengan menggunakan mikroskop serta tidak

100 memiliki sifat birefringence atau tidak mampu memendarkan cahaya pada saat pengamatan dengan menggunakan mikroskop polarisasi (Zang et al. 2002; Santiago et al. 2004). Kerusakan granula pati ditandai dengan hilangnya sifat birefringence dan menurunnya tingkat kristalinitas tepung pisang akibat proses pemanasan bertekanan-pendinginan baik tanpa maupun dengan fermentasi spontan. Hizukuri (1961) menjelaskan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat kristalinitas adalah struktur kristalin granula pati. Tepung pisang yang dihasilkan dari modifikasi fermentasi spontan memiliki tingkat kristalinitas yang lebih rendah daripada tepung pisang kontrol. Hal ini menunjukkan telah terjadi degradasi pada granula pati selama fermentasi spontan 24 jam yang di antaranya diindikasikan dengan meningkatnya kandungan amilosa pada tepung yang dihasilkan. Proses pemanasan pada suhu 121 oC selama 15 menit mendestruksi mikroba yang ada sehingga mencegah degradasi lebih lanjut oleh mikroba. Setelah pemanasan bertekanan, dilanjutkan dengan proses pendinginan (suhu 4 oC, 24 jam) dengan tujuan agar terjadi restrukturisasi pati yang optimal terutama komponen amilosa untuk membentuk ikatan ganda yang distabilkan oleh ikatan hidrogen. Penyimpanan suhu rendah dapat membantu dalam menghambat pertumbuhan mikroba terutama bakteri meskipun penyimpanan dilakukan selama 24 jam. Proses penyimpanan pada suhu 4 oC sebelumnya telah diaplikasikan oleh Frie et al (2003) dalam memproduksi nasi teretrogradasi yang memiliki daya cerna dan nilai indeks glikemik rendah. Proses pemanasan bertekanan-pendinginan juga telah digunakan untuk melakukan modifikasi pati pisang sehingga kandungan RS meningkat. Siklus pemanasan bertekanan-pendinginan dapat mempengaruhi kadar RS yang dihasilkan. Beberapa penelitian seperti Soto et al. (2004), Saguilan et al. (2005) dan Soto et al. (2007) mengaplikasikan proses pemanasan bertekananpendinginan pada pati pisang sebanyak tiga siklus. Selain pada pati pisang, tiga siklus pemanasan bertekanan-pendinginan juga telah diaplikasikan untuk memodifikasi pati lain seperti pati jagung (Shamai et al. 2003; Zang & Jin 2011), pati kentang (Leeman et al. 2006), pati singkong (Mutungi et al. 2009), dan pati

101 garut (Faridah et al. 2010) dengan lama proses pemanasan bertekanan (otoklaf) yang lebih lama yaitu 30 hingga 60 menit per siklusnya. Proses pemanasanan bertekanan-pendinginan pada pembuatan tepung pisang kaya RS hanya memerlukan dua siklus dengan lama proses yang lebih pendek yaitu 15 menit. Aplikasi tiga siklus pemanasanan bertekanan menghasilkan keragaan produk tepung pisang yang kurang baik dari mutu sensori terutama warna dan rasa (Jenie et al. 2009). Oleh karena itu tiga siklus pemanasanan bertekanan tidak direkomendasikan dalam proses modifikasi pembuatan tepung pisang. Proses modifikasi yang dilakukan pada irisan pisang memerlukan dua siklus pemanasan bertekanan-pendinginan untuk menghasilkan kadar RS lebih tinggi daripada satu siklus. Modifikasi pada pati pisang memerlukan tiga siklus pemanasan bertekanan-pendinginan dengan proses pemanasan bertekanan yang lebih lama (30 menit) untuk dapat meningkatkan kadar RS hingga mencapai sepuluh kali (Saguilan et al. 2005). Akan tetapi modifikasi di tingkat pati tentu lebih sulit aplikasinya karena harus mengisolasi pati pisang terlebih dahulu, sedangkan tiga siklus proses pemanasan bertekanan-pendinginan membutuhkan waktu yang lebih lama dan energi yang lebih banyak seperti energi listrik serta membutuhkan alat pengering yang lebih mahal untuk mengeringkan bubur (slurry) pati seperti drum drying atau freeze drying. Penelitian ini

mengaplikasikan proses otoklaf selama 15 menit yang berarti proses modifikasi lebih efesien yaitu dapat mereduksi waktu, energi dan biaya jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya yang mengaplikasikan proses otoklaf selama 30 menit hingga 1 jam (Saguilan et al. 2005; Soto et al. 2006). Setelah dilakukan pemanasan bertekanan, proses dilanjutkan dengan pendinginan. Suhu pendinginan juga mempengaruhi kadar RS yang dihasilkan. Semakin rendah suhu pendinginan maka dapat mempercepat dan meningkatkan pembentukan RS3. Seperti yang dilaporkan Soto et al. (2007) bahwa untuk meningkatkan kadar RS pati pisang hingga empat kali melalui tiga siklus retrogradasi membutuhkan waktu 24 jam pada 4 oC atau 36 jam pada 32 oC, sedangkan pendinginan pada suhu lebih tinggi (60 oC) selama 48 jam hanya mampu meningkatkan kadar RS pati kurang dari tiga kali.

102 Selama proses pendinginan terjadi pembentukan ikatan ganda (double helix) rantai polimer yang distabilkan oleh ikatan hidrogen. Semakin banyak kandungan amilosa pada pati maka jumlah polimer berikatan ganda juga semakin banyak sehingga jumlah amilosa teretrogradasi juga meningkat yang berarti

meningkatkan pula kandungan pati resisten tipe III (RS). Pati resisten tersebut merupakan pati resisten yang terbentuk akibat amilosa yang mengalami retrogradasi berulang sehingga bersifat resisten terhadap enzim pencernaan (Sajilata et al. 2006).

Optimasi Proses Fermentasi Identifikasi BAL Indigenus dalam Fermentasi Pisang Fermentasi spontan memberikan peran penting dalam meningkatkan kadar RS tepung pisang. Fermentasi spontan pisang selama 24 jam didominasi oleh BAL hingga mencapai 6 log CFU/ml. Abdillah (2010) melaporkan bahwa fermentasi spontan pisang tanduk didominasi oleh BAL hingga mencapai 8 log CFU/ml pada jam ke-100. Fermentasi spontan umumnya kurang dapat terkendali dan sulit mendapatkan kualitas produk yang konsisten sehingga perlu dilakukan isolasi dan identifikasi BAL indigenus yang berperan dalam fermentasi spontan pisang selama 24 jam untuk selanjutnya digunakan sebagai starter. Hasil identifikasi fenotip menunjukkan isolat BAL yang tumbuh dominan (BAL FSnh1) merupakan BAL homofermentatif, sedangkan isolat BAL yang tumbuh kurang dominan (BAL FSnhA) merupakan BAL heterofermentatif yang semuanya memiliki suhu pertumbuhan optimal pada suhu 35 menunjukkan kedua isolat memiliki kemampuan
o

C. Uji biokimiawi dalam

yang berbeda

memfermentasi sumber karbon. Identifikasi lebih lanjut di tingkat molekuler juga dilakukan karena identifikasi dengan menggunakan API 50CHL dan karakteristik biologi belum cukup untuk mengidentifikasi di tingkat strain (Tamang et al. 2008). Hasil identifikasi genotip menunjukkan bahwa isolat BAL FSnh1 dan FSnhA merupakan famili Lactobacillaceae dengan genus Lactobacillus. Beberapa

103 hasil penelitian melaporkan bahwa strain Lactobacillus banyak ditemukan pada fermentasi bahan berpati seperti singkong (Sanni et al. 2002; Lacerda et al. 2005; Huch et al. 2008), dan gandum (Robert et al. 2009). BAL tersebut merupakan BAL amilolitik yang mampu menghasilkan enzim amilase. Pisang mentah merupakan bahan pangan berpati dengan kandungan pati lebih dari 60% (Tribess et al. 2009) sehingga strain Lactobacillus bisa tumbuh. Hasil visualisasi pada pohon filogenetik NJplot menunjukkan isolat BAL FSnh1 memiliki homologi dengan L. salivarius sedangkan isolat BAL FSnhA memiliki homologi dengan L. fructivorans. L. salivarius merupakan BAL homofermentatif yang dilaporkan mampu menghasilkan senyawa antimikroba seperti bakteriosin yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen pada karkas ayam seperti Campylobacter jejuni (Stern et al. 2006). Strain tertentu dari L. salivarius juga merupakan probiotik yang sudah dikomersialkan seperti L. salivarius ATCC SD5208 dengan merk dagang Lactobacillus salivarius Ls-33TM (Danisco 2011). L. fructivorans banyak ditemukan pada buah dan sayur serta produk olahan, beberapa produk salad dan saus tomat (Bjorkroth & Korkeala 1997). L. fructivorans dapat tumbuh dengan baik pada suhu 45 oC (Dicks & Endo, 2009). Selama 24 jam fermentasi spontan pisang diketahui pertumbuhan L. fructivorans lebih sedikit daripada L. salivarius. Tersedianya pati dan fruktosa pada pisang memungkinkan kedua spesies BAL tersebut mampu tumbuh secara sinergis. L. salivarius memiliki kemampuan menghidrolisis ikatan glikosida seperti manosa, rhamnosa dan seliobiosa sebagai sumber energi bagi pertumbuhannya (Rogosa et al. 1955), sedangkan L. fructivorans dapat menggunakan fruktosa buah sebagai sumber energi (Bjorkroth & Korkeala 1997). Isolat BAL indigenus L. salivarius FSnh1 yang diisolasi juga dapat dikaji lebih lanjut potensi BAL tersebut sebagai kandidat probiotik. Beberapa hasil penelitian melaporkan strain lain dari L. salivarius merupakan probiotik yang diisolasi dari feses bayi yang mendapat ASI ekslusif dari ibunya (Martin et al. 2006). Jika telah diketahui potensi probiotik dari isolat L. salivarius FSnh1 maka

104 dapat dikembangkan lebih lanjut untuk diformulasikan sebagai produk sinbiotik bersama dengan tepung pisang modifikasi kaya RS.

Optimasi Lama Fermentasi Terkendali pada Pembuatan Tepung Pisang Kaya RS Fermentasi terkendali irisan pisang dengan menggunakan L. salivarius FSnh1 sebagai starter dilakukan selama 12 dan 24 jam. Fermentasi pisang selama 12 jam mampu meningkatkan kadar amilosa, sedangkan hasil penelitian Abdillah (2010) menunjukkan bahwa fermentasi spontan pada pisang hingga jam ke-12 tidak meningkatkan kadar amilosa tepung pisang. Kadar amilosa baru mengalami peningkatan setelah fermentasi selama 24 jam. Kandungan amilosa yang tinggi berperan dalam pembentukan RS3 selama proses retrogradasi. Fermentasi terkendali selama 24 menurunkan kadar amilosa tepung pisang. Hal ini diduga karena terjadi degradasi amilopektin menjadi amilosa hingga fermentasi jam ke-12, selanjutnya amilosa didegradasi lebih lanjut menjadi glukosa sebagai sumber karbon bagi pertumbuhan BAL tersebut sehingga kadar amilosa menurun pada fermentasi lebih dari 12 jam (analisis jam ke-24). Selain mempersingkat waktu fermentasi pisang menjadi 12 jam, penggunaan starter L. salivarius FSnh1 juga mampu meningkatkan produksi asam laktat sehingga memberikan manfaat lebih, tidak hanya bersifat antimikroba akan tetapi juga diduga berperan dalam meningkatkan kadar pati resisten. Gong et al. (2006) menjelaskan bahwa asam laktat dapat membentuk kopolimer pati-asam laktat yang bersifat resisten terhadap enzim pencernaan. Proses fermentasi 12 jam yang dikombinasi dengan dua siklus retrogradasi menghasilkan kadar RS tepung pisang yang tinggi sekitar empat hingga lima kali lipat dibandingkan tepung pisang tanpa modifikasi (kontrol).

105 Penggunaan kultur starter indigenus dari bahan asalnya memudahkan dalam mengendalikan proses fermentasi serta memberikan hasil fermentasi yang lebih baik dan sesuai dengan karakteristik produk yang diinginkan seperti yang dijelaskan sebelumnya oleh Antara (2010). Konsentrasi L. salivarius FSnh1 yang digunakan mencapai106 CFU/ml dan berhasil mencapai target kadar RS tepung pisang yang hampir setara dengan fermentasi spontan 24 jam, bahkan waktu fermentasi dapat dipersingkat menjadi 12 jam. Isolat BAL L. salivarius FSnh1 memiliki sifat homofermentatif. Penggunaan BAL homofermentatif sebagai starter lebih menguntungkan dalam prosesnya karena tidak menghasilkan gas berlebih sehingga tidak mengganggu proses fermentasi akibat meluapnya (wash out) starter. Selain itu BAL homofermentatif menghasilkan asam laktat lebih banyak daripada BAL heterofermentasif. Reddy et al. (2008) menjelaskan bahwa BAL homofermentatif mampu menghasilkan sekitar 80% asam laktat dari jumlah glukosa yang dikonsumsinya. Asam laktat berperan dalam meningkatkan kadar RS dari hasil kopolimer pati-asam laktat sehingga pati menjadi lebih resisten terhadap enzim pencernaan karena mengurangi reaktivitas grup hidroksil pada unit glukopiranosa pati yaitu pada C6, C3 dan C2 (Gong et al. 2006). Sajilata et al. (2006) menjelaskan bahwa pati resisten yang terbentuk akibat interaksi pati dengan komponen kimia dikenal sebagai pati resisten tipe IV (RS4). Jenie et al. (2009) melaporkan bahwa modifikasi tepung pisang dengan fermentasi terkendali oleh BAL homofermentatif L. plantarum kik selama 48 jam dan kombinasinya dengan pemanasan bertekanan-pendinginan menghasilkan kadar RS yang lebih tinggi daripada modifikasi dengan fermentasi terkendali oleh BAL heterofermentatif L. fermentum 2B4. Kombinasi kedua BAL tersebut sebagai starter juga menghasilkan RS lebih tinggi pada perbandingan jumlah BAL homofermentatif lebih banyak yaitu rasio 2:1 (2 bagian L. plantarum kik dengan 1 bagian L. fermentum 2B4) dengan waktu yang lama (72 jam) dibandingkan fermentasi spontan 24 jam. Oleh karena itu penambahan strain kultur starter BAL yang berperan selama fermentasi spontan pisang (BAL indigenus) adalah penting untuk memperoleh kondisi fermentasi yang optimum dengan hasil yang konsisten.

106 Evaluasi Sifat Prebiotik dan Indeks Glikemik Tepung Pisang Modifikasi Penelitian ini mengevaluasi sifat fungsional tepung pisang berdasarkan sifat-sifat prebiotik RS yang dihasilkan dan nilai indeks glikemik (IG) tepung pisang modifikasi. Tepung pisang tanpa modifikasi (kontrol) mengandung pati resisten tipe II (RS2), sedangkan tepung pisang hasil modifikasi dengan retrogradasi mengandung pati resisten tipe III (RS3) yang bersifat lebih stabil selama pengolahan daripada RS2 sehingga memiliki retensi yang lebih baik jika digunakan sebagai tepung substitusi pada produk pangan. Jenie et al. (2010) melaporkan retensi RS tepung pisang modifikasi lebih tinggi jika digunakan pada produk pangan yang diolah tanpa penambahan air serta dilakukan pemanggangan seperti pengolahan menjadi cookies. Pengolahan tepung pisang modifikasi menjadi brownies kukus dan roti menghasilkan retensi RS yang lebih rendah karena selama pembuatan brownies, adonan dikukus dan terjadi proses hidrotermal yang memungkinkan uap air ditransfer ke dalam produk, sedangkan adanya proses fermentasi pada adonan roti juga menghasilkan air sebagai hasil metabolisme khamir/yeast sehingga dapat meningkatkan kadar air bahan dan menurunkan retensi RS. RS yang dihasilkan oleh proses retrogradasi merupakan RS tipe III (RS3) yang terbukti dapat memenuhi beberapa persyaratan sebagai kandidat prebiotik yaitu di antaranya meliputi ketahanannya terhadap hidrolisis asam lambung, mampu menstimulasi pertumbuhan laktobasili dan bifidobakteria, menurunkan pertumbuhan bakteri patogen seperti EPEC dan Salmonella Typhimurium, menghasilkan asam lemak rantai pendek terutama asam butirat dan memiliki indeks prebiotik lebih tinggi daripada RS2 tepung pisang kontrol. Kestabilan RS terhadap hidrolisis asam lambung artifisial dimaksudkan agar RS tidak terhidrolisis selama berinteraksi dengan asam lambung dan dapat mencapai kolon sehingga menjadi satu-satunya sumber nutrisi bagi pertumbuhan mikroflora terutama probiotik seperti yang disyaratkan FAO (2007). RS3 tepung pisang modifikasi secara fermentasi spontan yang dikombinasikan dengan dua siklus retrogradasi relatif lebih stabil terhadap hidrolisis asam lambung (sekitar

107 96%) sehingga dapat dikategorikan sebagai kandidat prebiotik berdasarkan ketahanannya terhadap hidrolisis asam lambung. Beberapa polisakarida lain yang dilaporkan sebagai kandidat prebiotik juga memiliki ketahanan yang tinggi terhadap hidrolisis asam lambung artifisial seperti glukooligosakarida yang dihasilkan oleh Gluconobacter oxydans NCIMB 4943 sebesar 98.4%

(Wichienchot et al. 2006) dan oligosakarida pitaya (buah naga) sebesar 96% (Wichienchot et al. 2010). RS3 tepung pisang modifikasi melalui fermentasi spontan dengan dua siklus retrogradasi juga bersifat selektif bagi pertumbuhan Lactobacillus acidophilus. Hal ini dibuktikan dengan persentase pertumbuhan L. acidophilus yang lebih tinggi dibandingkan persentase pertumbuhan EPEC dan S. Typhimurium. Persentase pertumbuhan yang tinggi dalam waktu inkubasi yang sama menunjukkan pertumbuhan bakteri tersebut lebih cepat yang berarti memiliki waktu generasi lebih singkat. Salah satu faktor yang menyebabkan pertumbuhan mikroba lebih cepat di antaranya adalah ketersediaan nutrisi yang cocok bagi pertumbuhan sel. Hal ini menunjukkan RS3 lebih selektif hanya dapat digunakan oleh L. acidophilus daripada EPEC dan S. Typhimurium. Sifat selektif terhadap pertumbuhan mikroba juga menjadi salah satu kriteria dari suatu kandidat prebiotik (Salminen et al. 2004; Roberfroid 2007; FAO 2007). Kemampuan RS3 dalam memodulasi mikroflora yang menguntungkan ditunjukkan dengan nilai IP yang positif yang berarti RS pisang mampu menstimulasi pertumbuhan probiotik (bifidobakteria dan laktobasili) daripada pertumbuhan bakteri klostridia maupun bakteroides. Hal ini juga dapat mempengaruhi produksi asam lemak rantai pendek (short chain fatty acid/SCFA) yang dihasilkan selama fermentasi kultur fekal pada media yang mengandung RS3. Bullock dan Norton (1999) melaporkan bahwa feses tikus percobaan mengandung asam lemak rantai pendek dua kali lebih banyak pada tikus yang diberi konsumsi 20% RS3 daripada tikus yang diberi konsumsi glukosa 20% pada pakannya. RS3 tepung pisang modifikasi mampu menghasilkan asam butirat, sedangkan RS2 tepung pisang kontrol tidak mampu menghasilkan asam tersebut.

108 Asam butirat merupakan salah satu senyawa aktif yang diperlukan tidak hanya sebagai sumber energi bagi sel-sel mukosa gastrointestinal, akan tetapi juga diperlukan untuk meningkatkan fungsi sel (pro-diferensiasi), mencegah

pertumbuhan sel abnormal (anti-proliferasi) dan menghambat pertumbuhan pembuluh darah baru (anti-angiogenik) (Hovhannisyan et al. 2009). Oleh karena itu dengan mengkonsumsi RS3 diharapkan dapat meningkatkan produksi asam butirat dalam usus besar sehingga dapat mencegah kanker terutama kanker kolon. Selain kandungan RS lebih tinggi dan sifat prebiotik lebih baik, modifikasi proses dengan dua siklus retrogradasi mampu menurunkan daya cerna tepung pisang. Daya cerna lebih rendah dihasilkan oleh dua siklus retrogradasi (Tabel 4.3). Evaluasi indeks glikemik secara in vivo dengan menggunakan relawan menunjukkan nilai indeks glikemik (IG) tepung pisang menurun akibat dua siklus retrogradasi dari IG sedang (61 66) menjadi IG rendah (52) dan kombinasinya dengan fermentasi spontan mampu menurunkan nilai IG yaitu menjadi 46 meskipun masih masuk kategori IG rendah. Nilai IG yang rendah disebabkan oleh meningkatnya kandungan RS sehingga lebih banyak pati yang tidak dapat dicerna dan tidak terjadi peningkatan glukosa darah secara drastis setelah 2 jam mengonsumsi tepung pisang tersebut. Proses dua siklus retrogradasi berperan dalam meningkatkan RS. Di samping itu proses pendinginan yang dilakukan pada suhu rendah 4 oC juga mempercepat pembentukan RS. Frie et al. (2003) melaporkan penyimpanan suhu rendah 4 oC selama 24 jam dapat menurunkan IG nasi Bagoean dari IG tinggi (93.2) menjadi IG sedang (65.7). Ayodele & Erema (2010) melaporkan tepung pisang jenis plantain memiliki IG sedang (65) dan menurun menjadi 57 akibat penyangraian. Nilai IG yang rendah pada suatu bahan pangan dapat direkomendasikan sebagai asupan karbohidrat bagi penderita diabetes atau diet gula. Pangan yang memiliki nilai IG sedang maupun tinggi dapat direkomendasikan untuk dikonsumsi oleh individu normal yang masih memerlukan tumbuh-kembang (misalnya anak-anak), sedangkan olahragawan yang akan bertanding memerlukan konsumsi pangan yang memiliki IG tinggi (Widowati 2007; Astawan & Widowati 2011). Hal ini menunjukkan proses pengolahan dapat mempengaruhi ketersediaan pati yang

109 dapat dicerna serta IG suatu bahan pangan sehingga pemilihan proses pengolahan menjadi salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam konstribusinya sebagai penyedia energi atau sifat fungsional tertentu bagi tubuh. Tepung modifikasi yang dihasilkan memiliki kandungan RS yang cukup tinggi dan memiliki IG rendah. Oleh karena itu tepung pisang tersebut dapat dikembangkan menjadi pangan fungsional. Hasil penelitian Jenie et al. (2010) menunjukkan bahwa tepung pisang modifikasi yang dihasilkan dari fermentasi spontan 24 jam dengan satu siklus retrogradasi dapat diaplikasikan sebagai tepung komposit pada pembuatan produk pangan seperti roti, brownies dan cookies. Aplikasi tepung tersebut dapat mencapai 20 % pada roti, 40% pada brownies dan 60% pada cookies dengan tingkat kesukaan panelis yang cukup tinggi.

9. KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan Modifikasi proses pembuatan tepung pisang melalui fermentasi spontan 24 jam dan pemanasan bertekanan-pendinginan mempengaruhi komposisi kimia tepung pisang dan sifat birefringence granula pati. Fermentasi mampu meningkatkan kadar amilosa yang selanjutnya melalui proses pemanasan bertekanan-pendinginan menjadi amilosa teretrogradasi membentuk pati resisten tipe III (RS3). Siklus pemanasan bertekanan-pendinginan berperan dalam meningkatkan kadar RS. Dua siklus pemanasan bertekanan-pendinginan dapat meningkatkan kadar RS lebih tinggi daripada yang satu siklus. Fermentasi spontan 24 jam didominasi oleh pertumbuhan bakteri asam laktat (BAL). Hasil identifikasi menunjukkan BAL yang tumbuh dominan (isolat BAL FSnh1) dan BAL yang tumbuh kurang dominan (isolat BAL FSnhA) merupakan famili Lactobacillaceae genus Lactobacillus. Visualisasi kedua isolat pada pohon filogenetik menunjukkan isolat BAL FSnh1 memiliki similaritas dengan L. salivarius sedangkan isolat BAL FSnhA memiliki similaritas dengan L. fructivorans. Proses fermentasi pisang secara terkendali menggunakan BAL

110 indigenus pisang (L. salivarius FSnh1) sebagai starter menghasilkan tepung pisang kaya RS dengan lama fermentasi yang lebih singkat yaitu 12 jam. Proses modifikasi fermentasi spontan dengan dua siklus pemanasan bertekanan-pendinginan menghasilkan pati resisten (RS3) yang memiliki sifat prebiotik lebih baik daripada pati resisten tepung pisang tanpa modifikasi (RS2). RS3 tepung pisang modifikasi bersifat relatif stabil terhadap hidrolisis asam lambung artifisial pada pengujian pH 1-5, dapat meningkatkan populasi laktobasili dan bifidobakteria, menurunkan pertumbuhan EPEC dan Salmonella Typhimurium, menghasilkan asam butirat serta memiliki indeks prebiotik (IP) lebih tinggi. Proses modifikasi juga mampu menurunkan indeks glikemik (IG) tepung pisang dari nilai IG sedang menjadi rendah.

Saran Evaluasi sifat prebiotik tepung pisang modifikasi secara in vivo baik pada hewan percobaan maupun manusia perlu dilakukan untuk meningkatkan status kandidat prebiotik menjadi prebiotik tepung pisang modifikasi kaya RS. Selain itu perlu dilakukan evaluasi sifat probiotik dari isolat BAL indigenus yang sudah diperoleh sehingga tepung pisang yang dihasilkan dapat dikembangkan lebih lanjut menjadi produk sinbiotik. Perlu dianalisis komponen-komponen prebiotik lain yang terkandung dalam tepung pisang modifikasi seperti inulin, FOS dan GOS.

111 DAFTAR PUSTAKA Abdillah F. 2010. Modifikasi Tepung Pisang Tanduk (Musa paradisiacal Formatypica) Melalui Proses Fermentasi Spontan dan Pemanasan Otoklaf Untuk Meningkatkan Kadar Pati Resisten. [Tesis] Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Antara NS. 2010. Peran bakteri asam laktat strain lokal untuk memperbaiki mutu dan keamanan produk pangan lokal. [Orasi Ilmiah]. Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana Astawan M, Widowati S. 2011. Evaluation of nutrition and glycemic index of sweet potatoes and its appropriate processing to hypoglycemic foods. Indonesian J Agricultural Science. 12 (1) Ayodele OH, Erema VG. 2010. Glycemic indices of processed unripe plantain (Musa paradisiaca) meals. Afr J Food Sci. 4(8): 514 521 Bjorkroth KJ, Korkeala HJ. Lactobacillus fructivorans. 1997. Spoilage of Tomato Ketchup. J Food Protection. 60 (5): 505 - 509 Bullock NR, G Norton. 1999. Biotechniques to assess the fermentation of resistant starch in the mammalian gastrointestinal tract. J Carbohydrate Polymers. 38: 225 - 230 Carrera EC, Cruz AC, Guerrero LC, Ancona DB. 2007. Effect of pyrodextrinization on available starch content of Lima bean (Phaseolus lunatus) and Cowpea (Vigna unguiculata) starches. J Food Hydrocolloids. 21: 472 - 479 Danisco. 2011. Lactobacillus salivarius Ls-33TM. Flora-Fit. www.danisco supplement.com. Diakses dari www.google.com [10 April 2011]. Dicks LMT, Endo A. 2009. Taxonomic Status of Lactic Acid Bacteria in Wine and Key Characteristics to Differentiate Species. S. Afr. J Enol. Vitic. 30 (1): 72-90 Faridah DN, Fardiaz D, Andarwulan N, Sunarti TC. 2010. Perubahan struktur pati garut (Maranta arundinaceae) sebagai akibat modifikasi hidrolisis asam, pemotongan titik percabangan dan siklus pemanasan-pendinginan. J Teknol dan Industri Pangan. 21 (2): 135-142 [FAO] Food and Agricultural Organization. 2007. Technical meeting on prebiotics. http://www.fao.org/ag/agn/agns/files/Prebiotics_Tech_Meeting_ Report.pdf. Accessed on 22 November 2008 Frei M, Siddhuraju P, Becker K. 2003. Studies on the in vitro starch digestibility and the glycemic index of six different indigenous rice cultivars from the Philippines. J Food Chem. 83: 395402

112 Gong Q, Wang L, Tu K. 2006. In situ polymerization of starch with lactic acid in aqueous solution and the microstructure characterization. J Carbohy Polymers. 64: 501509 Hizukuri S. 1961. X-ray diffractometric studies on starches. Part VI. Crystalline types of amylodextrin and effect of temperature and concentration of mother liquor on crystalline type. J Agric and Biological Chem. 25: 4549 Hovhannisyan G, Aroutiounian R, Glei M. 2009. Butyrate reduces the frequency of micronuclei in human colon carcinoma cells in vitro. J Toxicology in Vitro. 23: 10281033 Huch M, Hanak A, Specht I, Dortu CM, Thonart P, Mbugua S, Holzapfel WH, Hertel C, Franz CMAP. 2008. Use of Lactobacillus strains to start cassava fermentations for Gari production. Int J Food Microbiol. 128: 258267 Jenie BSL, Widowati S, Nurjannah S. 2009. Pengembangan Produk Tepung Pisang Dengan IG Rendah dan Sifat Prebiotik Sebagai Bahan Pangan Fungsional. Laporan Akhir Hibah Kompetitif Penelitian Sesuai Prioritas Nasional Batch II. LPPM, IPB Jenie BSL, Widowati S, Kusumaningrum HD. 2010. Pengembangan Produk Tepung Pisang Dengan IG Rendah dan Sifat Prebiotik Sebagai Bahan Pangan Fungsional. Laporan Akhir Hibah Kompetitif Penelitian Sesuai Prioritas Nasional Batch II. LPPM, IPB Lacerda ICA, Miranda RL, Borelli BM, Nunes AC, Nardia RMD, Lachance MA, Rosa CA. 2005. Lactic acid bacteria and yeasts associated with spontaneous fermentation during the production of sour cassava starch in Brazil. Int J Food Microbiol. 105: 213219 Leeman AM, Karlsson ME, Eliasson AC, Bjorck IME. 2006. Resistant starch formation in temperature treated potato starches varying in amylose/amylopectin ratio. J Carbohy Polymers. 65: 306313 Martn R, Jimnez E, Olivares M, Marn ML, Fernndez L, Xaus J, Rodrguez JM. 2006. Lactobacillus salivarius CECT 5713, a potential probiotic strain isolated from infant feces and breast milk of a motherchild pair. Int J Food Microbiol. 112: 3543 Mutungi C, Rost F, Onyango C, Jaros D, Rohm H. 2009. Crystallinity, Thermal and morphological characteristics of resistant starch type III produced by hydrothermal treatment of debranched cassava starch. J Starch/Strke. 61: 634645 Robert H, Gabriel V, Faucher CF. 2009. Biodiversity of lactic acid bacteria in French wheat sourdough as determined by molecular characterization using species-specific PCR. Int J Food Microbiol. 135: 5359 Rogosa M, Wiseman RF, Mitchell JA, Disraely MN, Beaman AJ. 1953. Species differentiation of oral lactobacilli from man including description of

113 Lactobacillus salivarius nov. spec. and Lactobacillus cellobiosus. J Bacteriol. 65: 681699 Sajilata MG, Rekha SS, Puspha RK. 2006. Resistant starch a review. J Comprehensive Rev in Food Sci and Food Safety. 5: 1-17 Santiago MCN, Perez LAB, Tecante A. 2004. Swelling-solubility characteristics, granule size distribution and rheological behavior of banana (Musa paradisiaca) starch. J Carbohy Polymers. 56: 6575 Shamai K, Havazelet BP, Eyal S. 2003. Polymorphism of resistant starch type III. J Carbohy Polymers. 54: 363369 Soto RAG, Escobedo RM, Sanchez HH, Rivera MS, Perez LAB. 2007. The influence of time and storage temperature on resistant starch formation from autoclaved debranched banana starch. J Food Research Int. 40: 304310 Stern NJ, Svetoch EA, Eruslanov BV, Perelygin VV, Mitsevich EV, Mitsevich IP, Pokhilenko VD, Levchuk VP, Svetoch OE, Seal BS. 2006. Isolation of a Lactobacillus salivarius strain and purification of its bacteriocin, which is inhibitory to Campylobacter jejuni in the chicken gastrointestinal system. J Antimicrobial Agents and Chemotherapy. 50 (9) : 31113116 Wichienchot S, Jatupornpipat M, Rastall RA. 2010. Oligosaccharides of pitaya (dragon fruit) flesh and their prebiotic properties. J Food Chem. 120: 850 857 Wichienchot S, Prasertsan P, Hongpattarakere T, Gibson GR, Rastall RA. 2006. In vitro fermentation of mixed linkage gluco-oligosaccharides produced by Gluconobacter oxydans NCIMB 4943 by the human colonic microflora. Current Issues in Intestinal Microbiology. 7: 712 Widowati S. 2007. Sehat dengan Pangan Indeks Glikemik Rendah. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 29 (3) Zhang H, Jin Z. 2011. Preparation of resistant starch by hydrolysis of maize starch with pullulanase. J Carbohy Polymers. 83: 865867

114

115 LAMPIRAN Lampiran 1. Analisis Statistik Tepung Pisang Fermentasi Spontan


a. Kadar air Treatment (t) = 6 Replikasi (r) = 2 Perlakuan Kontrol Fermentasi spontan Satu siklus retrogradasi Dua siklus retrogradasi Ferm spon-satu siklus R Ferm spon-dua siklus R Total Faktor Koreksi = JK Total = JK Perlakuan = JK Galat = Uraian Perlakuan =t-1 Error = t(r-1) db 5 6 JK 23.853 0.014 1 5.03 7.79 7.13 6.72 8.10 9.74 44.51 659.6384 23.8665 23.8529 0.0136 KT 7.951 0.003 F hitung 2347.153 F tabel 4.950 2 5.10 7.75 7.22 6.69 8.00 9.70 44.46 Jumlah 10.13 15.54 14.35 13.41 16.10 19.44 88.97 Rata-rata 5.07 7.77 7.18 6.71 8.05 9.72 Stdev 0.05 0.03 0.06 0.02 0.07 0.03

Total = tr-1 11 23.866 Karena ada 6 perlakuan dengan 2 ulangan sehingga total ada 12 dengan db total 11 dan db galat=6 F hitung = 2347.153 BNT/LSD = t0,05(6) x (KTG/U)^1/2 = 0.08 Perlakuan FR2x FR1x F R 1x R2x K b. Kadar abu Treatment (t) = 6 Replikasi (r) = 2 Perlakuan Kontrol Fermentasi spontan Satu siklus retrogradasi Dua siklus retrogradasi Ferm spon-satu siklus R Ferm spon-dua siklus R Total 1 2.21 1.76 2.02 1.86 1.58 1.67 11.1 2 2.14 1.78 1.96 1.81 1.61 1.69 10.99 Jumlah 4.35 3.54 3.98 3.67 3.19 3.36 22.09 Rata-rata 2.18 1.77 1.99 1.84 1.60 1.68 Stdev 0.05 0.01 0.04 0.04 0.02 0.01 Rerata 9.72 8.05 7.77 7.175 6.705 5.065 Selisih 1.67 0.28 0.59 0.47 1.64 Sandi a b c d e f F tabel= F 0,05:5,6 = 4.950

116
Faktor Koreksi = JK Total = JK Perlakuan = JK Galat = Uraian Perlakuan =t-1 Error = t(r-1) db 5 6 40.6640 0.4569 0.4505 0.0064 JK 0.4505 0.00635 KT 0.1502 0.0016 F hitung 94.602 F tabel 4.950

Total = tr-1 11 0.4569 Karena ada 6 perlakuan dengan 2 ulangan sehingga total ada 12 dengan db total 11 dan db galat=6 F hitung = 94.602 BNT/LSD = t0,05(6) x (KTG/U)^1/2 = 0.06 Perlakuan K R 1x R2x F FR2x FR1x c. Kadar lemak Treatment (t) = 6 Replikasi (r) = 2 Perlakuan Kontrol Fermentasi spontan Satu siklus retrogradasi Dua siklus retrogradasi Ferm spon-satu siklus R Ferm spon-dua siklus R Total Faktor Koreksi = JK Total = JK Perlakuan = JK Galat = Uraian Perlakuan =t-1 Error = t(r-1) db 5 6 JK 0.0098 0.0094 1 1.04 1.05 1.04 1.03 1.00 1.10 6.26 13.2720 0.0192 0.0098 0.0094 KT 0.0032 0.0024 F hitung 1.385 F tabel 4.950 2 1.00 1.13 1.06 1.11 1.02 1.04 6.36 Jumlah 2.04 2.18 2.10 2.14 2.02 2.14 12.62 Rata-rata 1.02 1.09 1.05 1.07 1.01 1.07 Stdev 0.03 0.06 0.01 0.06 0.01 0.04 Rerata 2.18 1.99 1.84 1.77 1.68 1.59 Selisih 0.185 0.155 0.065 0.090 0.085 Sandi a b c d e f F tabel= F 0,05:5,6 = 4.950

Total = tr-1 11 0.0192 Karena ada 6 perlakuan dengan 2 ulangan sehingga total ada 12 dengan db total 11 dan db galat=6 F hitung = 1.385 F hitung < T tabel sehingga tidak diuji lanjut F tabel= F 0,05:5,6 = 4.950

117
d. Kadar Protein Treatment (t) = 6 Replikasi (r) = 2 Perlakuan Kontrol Fermentasi spontan Satu siklus retrogradasi Dua siklus retrogradasi Ferm spon-satu siklus R Ferm spon-dua siklus R Total Faktor Koreksi = JK Total = JK Perlakuan = JK Galat = Uraian Perlakuan =t-1 Error = t(r-1) db 5 6 JK 0.0727 0.0114 1 1.97 1.86 2.12 1.99 1.91 1.89 11.74 2 2.01 1.91 2.04 2.08 1.95 1.84 11.83 46.2954 0.0841 0.0727 0.0114 KT 0.0242 0.0028 F hitung 8.545 F tabel 4.950 Jumlah 3.98 3.77 4.16 4.07 3.86 3.73 23.57 Rata-rata 1.99 1.89 2.08 2.04 1.93 1.86 Stdev 0.03 0.04 0.06 0.06 0.03 0.04

Total = tr-1 11 0.0841 Karena ada 6 perlakuan dengan 2 ulangan sehingga total ada 12 dengan db total 11 dan db galat=6 F hitung = 8.545 BNT/LSD = t0,05(6) x (KTG/U)^1/2 = 0.08 Perlakuan R2x R 1x A FR2x F FR2x e. Karbohidrat Treatment (t) = 6 Replikasi (r) = 2 Perlakuan Kontrol Fermentasi spontan Satu siklus retrogradasi Dua siklus retrogradasi Ferm spon-satu siklus R Ferm spon-dua siklus R Total Faktor Koreksi = JK Total = JK Perlakuan = 1 88.80 87.45 87.65 88.35 87.41 85.68 525.34 91980.0300 11.2750 11.2604 2 88.71 87.49 87.62 88.28 87.52 85.64 525.26 Jumlah 177.51 174.94 175.27 176.63 174.93 171.32 1050.6 Rata-rata 88.76 87.47 87.64 88.32 87.46 85.66 Stdev 0.06 0.03 0.02 0.05 0.08 0.03 Rerata 2.08 2.04 1.99 1.93 1.88 1.86 0.04 0.04 0.06 0.04 0.02 Selisih Sandi a a a a a a F tabel= F 0,05:5,6 = 4.950

118
JK Galat = Uraian Perlakuan =t-1 Error = t(r-1) db 5 6 0.0146 JK 11.2604 0.0146 KT 3.7535 0.0036 F hitung 1028.347 F tabel 4.950

Total = tr-1 11 11.2750 Karena ada 6 perlakuan dengan 2 ulangan sehingga total ada 12 dengan db total 11 dan db galat=6 F hitung = 1028.347 BNT/LSD = t0,05(6) x (KTG/U)^1/2 = 0,09 Perlakuan A R2x R1x F FR1x FR2x f. Kadar pati Treatment (t) = 6 Replikasi (r) = 2 Perlakuan Kontrol Fermentasi spontan Satu siklus retrogradasi Dua siklus retrogradasi Ferm spon-satu siklus R Ferm spon-dua siklus R Total Faktor Koreksi = JK Total = JK Perlakuan = JK Galat = Uraian Perlakuan =t-1 Error = t(r-1) Total = tr-1 F hitung = 17.779 BNT/LSD = t0,05(6) x (KTG/U)^1/2 = 0.78 Perlakuan A R F FR1x FR2x Rerata 70.16 69.86 69.79 68.79 67.67 Selisih 0.30 0.07 1.00 1.12 Sandi a a a b c db 5 6 11 56965.14 17.2517 16.0481 1.2036 JK 16.0481 1.2036 17.2517 F tabel= F 0,05:5,6 = 4.950 KT 5.3494 0.3009 F hitung 17.779 F tabel 4.950 1 70.08 69.89 69.88 66.51 69.08 67.30 412.74 2 70.25 69.69 69.84 67.72 68.51 68.04 414.05 Jumlah 140.33 139.58 139.72 134.23 137.59 135.34 826.79 Rata-rata 70.16 69.79 69.86 67.12 68.80 67.67 Stdev 0.12 0.14 0.03 0.86 0.40 0.52 Rerata 88.76 88.32 87.64 87.47 87.46 85.66 Selisih 0.44 0.68 0.16 0.01 1.80 Sandi a b c d d e F tabel= F 0,05:5,6 = 4.950

Karena ada 6 perlakuan dengan 2 ulangan sehingga total ada 12 dengan db total 11 dan db galat=6

119
R2x 67.12 0.55 d

g. Kadar pati resisten Treatment (t) = 6 Replikasi (r) = 2 Perlakuan Kontrol Fermentasi spontan Satu siklus retrogradasi Dua siklus retrogradasi Ferm spon-satu siklus R Ferm spon-dua siklus R Total Faktor Koreksi = JK Total = JK Perlakuan = JK Galat = Uraian Perlakuan =t-1 Error = t(r-1) Total = tr-1 db 5 6 11 10462.48 1471.74 1471.53 0.2138 JK 1471.5263 0.2138 1471.7400 F tabel= F 0,05:5,6 = 4.950 Selisih 3.54 3.20 6.60 12.02 4.54 Sandi a b c d e f KT 490.5088 0.0534 F hitung 9179.111 F tabel 4.950 1 10.53 6.79 29.38 39.15 36.00 42.91 177.76 2 10.11 6.76 29.29 39.11 35.86 42.44 176.57 Jumlah 34.64 25.55 58.67 78.26 71.86 85.35 354.33 Rata-rata 10.32 6.78 29.34 39.13 35.93 42.68 Stdev 0.30 0.02 0.06 0.03 0.10 0.30

Karena ada 6 perlakuan dengan 2 ulangan sehingga total ada 12 dengan db total 11 dan db galat=6 F hitung = 9179.111 BNT/LSD = t0,05(6) x (KTG/U)^1/2 = 0.33 Perlakuan FR2x R2x FR1x R 1x A F Rerata 42.68 39.13 35.93 29.34 17.32 12.78

h. Kadar RDS Treatment (t) = 6 Replikasi (r) = 2 Perlakuan Kontrol Fermentasi spontan Satu siklus retrogradasi Dua siklus retrogradasi Ferm spon-satu siklus R Ferm spon-dua siklus R Total Faktor Koreksi = JK Total = JK Perlakuan = 1 38.18 32.52 23.60 21.48 23.89 18.02 178.18 8362.46 558.80 558.53 2 38.11 32.75 24.08 21.58 24.08 18.49 179.22 Jumlah 76.29 65.27 47.68 43.06 47.97 36.51 316.78 Rata-rata 38.15 32.64 23.84 21.53 23.99 18.26 158.39 Stdev 0.05 0.16 0.34 0.07 0.13 0.33

120
JK Galat = Uraian Perlakuan =t-1 Error = t(r-1) db 5 6 0.2776 JK 558.5280 0.2776 KT 111.7056 0.0463 F hitung 2414.386 F tabel 4.950

Total = tr-1 11 558.8056 Karena ada 6 perlakuan dengan 2 ulangan sehingga total ada 12 dengan db total 11 dan db galat=6 F hitung = 2414.386 BNT/LSD = t0,05(6) x (KTG/U)^1/2 = 0.37 Perlakuan A F FR1x R 1x R2x FR2x i. Kadar SDS Treatment (t) = 6 Replikasi (r) = 2 Perlakuan Kontrol Fermentasi spontan Satu siklus retrogradasi Dua siklus retrogradasi Ferm spon-satu siklus R Ferm spon-dua siklus R Total Faktor Koreksi = JK Total = JK Perlakuan = JK Galat = Uraian Perlakuan =t-1 Error = t(r-1) Total = tr-1 db 5 6 11 JK 338.2461 0.1460 338.3960 F tabel= F 0,05:5,6 = 4.950 Selisih 6.61 1.36 5.24 1.04 Sandi a b c d e 1 24.66 32.53 25.83 19.52 17.43 18.47 138.44 6407.479 338,396 338.246 0.146 KT 67.6492 0.0250 F hitung 2706.871 F tabel 4.950 2 24.67 32.75 26.23 19.32 17.58 18.30 138.85 Jumlah 49.33 65.28 52.06 38.84 35.01 36.77 277.29 Rata-rata 24.67 32.64 26.03 19.42 17.51 18.39 138.65 Stdev 0.01 0.16 0.28 0.14 0.11 0.12 Rerata 38.15 32.64 23.99 23.84 21.53 18.26 Selisih 5.51 8.65 0.15 2.31 3.27 Sandi a b c c d e F tabel= F 0,05:5,6 = 4.950

Karena ada 6 perlakuan dengan 2 ulangan sehingga total ada 12 dengan db total 11 dan db galat= 6 F hitung = 2706.871 BNT/LSD = t0,05(6) x (KTG/U)^1/2 = 0.27 Perlakuan F R 1x A R2x FR2x Rerata 32.64 26.03 24.66 19.42 18.38

121
FR1x j. Daya cerna Treatment (t) = 6 Replikasi (r) = 2 Perlakuan Kontrol Fermentasi spontan Satu siklus retrogradasi Dua siklus retrogradasi Ferm spon-satu siklus R Ferm spon-dua siklus R Total Faktor Koreksi = JK Total = JK Perlakuan = JK Galat = Uraian Perlakuan =t-1 Error = t(r-1) db 5 6 JK 1446.1282 0.0758 1 69.49 72.00 55.85 47.58 49.17 43.25 337.34 2 69.85 72.02 55.92 47.60 49.27 43.17 337.83 Jumlah 139.34 144.02 111.77 95.18 98.44 86.42 675.17 Rata-rata 69.67 72.01 55.88 47.59 49.22 43.21 Stdev 0.25 0.01 0.05 0.01 0.07 0.06 17.50 0.88 f

37987.88 1446.20 1446.13 0.0758 KT 482.0427 0.0190 F hitung 25420.844 F tabel 4.950

Total = tr-1 11 1446.2041 Karena ada 6 perlakuan dengan 2 ulangan sehingga total ada 12 dengan db total 11 dan db galat= 6 F hitung = 25420.844 BNT/LSD = t0,05(6) x (KTG/U)^1/2 = 0,19 Perlakuan F A R 1x FR1x R2x FR2x k. Kadar amilosa Treatment (t) = 6 Replikasi (r) = 2 Perlakuan Kontrol Fermentasi spontan Satu siklus retrogradasi Dua siklus retrogradasi Ferm spon-satu siklus R Ferm spon-dua siklus R Total Faktor Koreksi = JK Total = 1 13.53 15.44 14.06 14.51 15.64 16.52 89.70 2 13.60 15.45 14.15 14.52 15.69 16.56 89.97 Jumlah 27.13 30.89 28.21 29.03 31.33 33.08 179.67 Rata-rata 13.56 15.44 14.10 14.52 15.66 16.54 Stdev 0.05 0.01 0.06 0.01 0.04 0.03 Rerata 72.01 69.67 55.88 49.22 47.59 43.21 Selisih 2.34 13.78 6.66 1.63 4.38 Sandi a b c d e f F tabel= F 0,05:5,6 = 4.950

2690.1090 12.2142

122
JK Perlakuan = JK Galat = Uraian Perlakuan =t-1 Error = t(r-1) Total = tr-1 db 5 6 11 JK 12.2056 0.0086 12.2142 F tabel= F 0,05: 5,6 = 4.950 Selisih 0.87 0.22 0.93 0.41 0.54 Sandi a b c d e f 12.2056 0.0086 KT 4.0685 0.0022 F hitung 1881.399 F tabel 4.950

Karena ada 6 perlakuan dengan 2 ulangan sehingga total ada 12 dengan db total 11 dan db galat= 6 F hitung = 1881.399 BNT/LSD = t0,05(6) x (KTG/U)^1/2 = 0,07 Perlakuan FR 2x FR 1x F R2x R1x A Rerata 16.54 15.67 15.45 14.52 14.11 13.56

l. Kadar amilosa fermentasi terkendali Treatment (t) = 6 Replikasi (r) = 2 Perlakuan Kontrol Fermentasi 12 jam Fermentasi 24 jam Dua siklus retrogradasi Ferm 12 jam- dua siklus retrogradasi Ferm 24 jam - dua siklus retrogradasi Total Faktor Koreksi = JK Total = JK Perlakuan = JK Galat = Uraian Perlakuan =t-1 Error = t(r-1) Total = tr-1 F hitung = 21.394 BNT/LSD = t0,05(6) x (KTG/U)^1/2 = 0.53 Perlakuan F12 F12-R 2x F24-R 2x R 2x Rerata 15.64 15.62 14.69 14.67 Selisih 0.03 0.93 0.02 Sandi a a b b db 5 6 11 JK 5.9850 0.3730 6.3580 F tabel= F 0,05:5,6 = 4.950 1 14.13 15.42 13.58 14.45 15.48 14.53 87.59 2 13.98 15.87 13.97 14.89 15.75 14.85 89.31 6.3580 5.9850 0.3730 KT 1.9950 0.0932 F hitung 21.394 F tabel 4.950 Jumlah 28.11 31.29 27.55 29.34 31.23 29.38 176.90 Rata-rata 14.06 15.65 13.78 14.67 15.62 14.69 Stdev 0.11 0.32 0.28 0.31 0.19 0.23

2607.8010

Karena ada 6 perlakuan dengan 2 ulangan sehingga total ada 12 dengan db total 11 dan db galat=6

123
A F24 14.06 13.78 0.61 0.28 c c

m. Kadar pati resisten fermentasi terkendali Treatment (t) = 6 Replikasi (r) = 2 Perlakuan Kontrol Fermentasi 12 jam Fermentasi 24 jam Dua siklus retrogradasi Ferm 12 jam- dua siklus retrogradasi Ferm 24 jam - dua siklus retrogradasi Total Faktor Koreksi = JK Total = JK Perlakuan = JK Galat = Uraian Perlakuan =t-1 Error = t(r-1) Total = tr-1 db 5 6 11 6926.888 2921.893 2921.040 0.8532 JK 2921.0400 0.8532 2921.8930 F tabel= F 0,05:2,5 = 4.950 Selisih 3.32 0.46 28.99 0.65 0.78 Sandi a b b c c d KT 973.6801 0.2133 F hitung 4565.106 F tabel 4.950 1 9.58 8.84 7.90 38.13 42.30 38.58 145.33 2 8.76 8.20 7.57 38.20 41.59 38.66 142.98 Jumlah 18.34 17.04 15.47 76.33 83.89 77.24 288.31 Rata-rata 9.17 8.52 7.74 38.16 41.95 38.62 Stdev 0.08 0.13 0.23 0.05 0.06 0.12

Karena ada 6 perlakuan dengan 2 ulangan sehingga total ada 12 dengan db total 11 dan db galat= 6 F hitung = 1510.488 BNT/LSD = t0,05(6) x (KTG/U)^1/2 = 0.72 Perlakuan F12-O F24-O O A F12 F24 Rerata 41.95 38.62 38.16 9.17 8.52 7.74

n. Kadar RDS fermentasi terkendali Treatment (t) = 6; Replikasi (r) = 2 Perlakuan Kontrol Fermentasi 12 jam Fermentasi 24 jam Dua siklus retrogradasi Ferm 12 jam- dua siklus retrogradasi Ferm 24 jam - dua siklus retrogradasi Total Faktor Koreksi = JK Total =

1 38.40 37.42 33.74 22.14 22.77 23.28 177.75

2 38.72 37.51 33.24 22.06 22.41 22.99 176.93

Jumlah 77.12 74.93 66.98 44.20 45.18 46.27 354.68

Rata-rata 38.56 37.46 33.49 22.10 22.59 23.14

Stdev 0.23 0.06 0.35 0.06 0.25 0.21

10483.1600 609.1843

124
JK Perlakuan = Uraian Perlakuan Error Total db 3 4 7 JK 608.8940 0.2903 609.1843 F tabel= F 0,05:5,6 = 4.950 Selisih 1.10 3.98 10.35 0.55 0.49 Sandi a b c d e f 608.8940 KT 202.9647 0.0726 F hitung 2796.619 F tabel 4.950

Karena ada 6 perlakuan dengan 2 ulangan sehingga total ada 12 dengan db total 11 dan db galat= 6 F hitung = 2796.619 BNT/LSD = t0,05(6) x (KTG/U)^1/2 = 0.42 Perlakuan A F12 F24 F24-O F12-O O Rerata 38.56 37.46 33.49 23.14 22.59 22.10

o. Kadar SDS fermentasi terkendali Treatment (t) = 6 Replikasi (r) = 2 Perlakuan Kontrol Fermentasi 12 jam Fermentasi 24 jam Dua siklus retrogradasi Ferm 12 jam- dua siklus retrogradasi Ferm 24 jam - dua siklus retrogradasi Total Faktor Koreksi = JK Total = JK Perlakuan = JK Galat = Uraian Perlakuan =t-1 Error = t(r-1) Total = tr-1 db 5 6 11 6231.6980 269.4354 268.6731 0.7623 JK 268.6731 0.7623 269.4354 F tabel= F 0,05:5,6 = 4.950 Selisih 2.18 1.09 5.76 2.35 0.86 Sandi a b c d e f KT 89.5577 0.1906 F hitung 469.934 F tabel 4.950 1 25.74 26.76 28.77 20.09 16.48 17.64 135.48 2 26.00 27.16 29.50 20.12 17.32 17.88 137.98 Jumlah 51.74 53.92 58.27 40.21 33.8 35.52 273.46 Rata-rata 25.87 26.96 29.14 20.10 16.90 17.76 Stdev 0.18 0.28 0.23 0.04 0.09 0.17

Karena ada 6 perlakuan dengan 2 ulangan sehingga total ada 12 dengan db total 11 dan db galat= 6 F hitung = 1577.885 BNT/LSD = t0,05(6) x (KTG/U)^1/2 = 0.56 Perlakuan F24 F12 A O F24-O F12-O Rerata 29.14 26.96 25.87 20.11 17.76 16.90

125 Lampiran 2. Hasil Analisis Difraksi Sinar X a. Difraktogram Tepung Pisang


Alami 5 5,2 5,4 5,6 5,8 6 6,2 6,4 6,6 6,8 7 7,2 7,4 7,6 7,8 8 8,2 8,4 8,6 8,8 9 9,2 9,4 9,6 9,8 10 10,2 10,4 10,6 10,8 11 11,2 11,4 11,6 11,8 12 12,2 12,4 12,6 12,8 13 13,2 13,4 13,6 13,8 Fermentasi 5 14 5,2 14 5,4 14 5,6 20 5,8 14 6 20 6,2 14 6,4 16 6,6 16 6,8 20 7 20 7,2 20 7,4 18 7,6 20 7,8 20 8 24 8,2 14 8,4 26 8,6 28 8,8 14 9 42 9,2 32 9,4 36 9,6 54 9,8 30 10 32 10,2 36 10,4 10,6 10,8 11 11,2 11,4 11,6 11,8 12 12,2 12,4 12,6 12,8 13 13,2 13,4 13,6 13,8 46 44 42 48 52 58 64 70 50 44 56 52 68 64 76 76 84 88 Retrogradasi 2x 5 12 5,2 12 5,4 14 5,6 14 5,8 14 6 10 6,2 6 6,4 12 6,6 10 6,8 12 7 16 7,2 12 7,4 10 7,6 16 7,8 16 8 20 8,2 20 8,4 16 8,6 20 8,8 28 9 16 9,2 22 9,4 24 9,6 26 9,8 26 10 42 10,2 48 10,4 10,6 10,8 11 11,2 11,4 11,6 11,8 12 12,2 12,4 12,6 12,8 13 13,2 13,4 13,6 13,8 36 42 40 42 48 64 58 60 56 60 60 68 78 72 82 90 90 102 Fer-Retro 2x 5 10 5,2 10 5,4 14 5,6 14 5,8 12 6 10 6,2 10 6,4 12 6,6 12 6,8 12 7 22 7,2 14 7,4 20 7,6 16 7,8 14 8 24 8,2 18 8,4 24 8,6 18 8,8 16 9 26 9,2 20 9,4 22 9,6 28 9,8 28 10 36 10,2 40 10,4 10,6 10,8 11 11,2 11,4 11,6 11,8 12 12,2 12,4 12,6 12,8 13 13,2 13,4 13,6 13,8 36 42 34 48 64 62 52 50 76 54 80 76 76 56 66 78 86 82

12 10 20 14 12 18 20 18 14 16 16 26 16 26 28 20 28 26 30 26 30 24 30 46 36 42 42 54 54 50 50 48 76 46 68 46 58 64 60 64 66 72 68 74 98

126
14 14,2 14,4 14,6 14,8 15 15,2 15,4 15,6 15,8 16 16,2 16,4 16,6 16,8 17 17,2 17,4 17,6 17,8 18 18,2 18,4 18,6 18,8 19 19,2 19,4 19,6 19,8 20 20,2 20,4 20,6 20,8 21 21,2 21,4 21,6 21,8 22 22,2 22,4 22,6 22,8 23 23,2 23,4 23,6 23,8 24 98 116 110 116 126 132 144 110 115 106 128 114 136 154 204 218 228 204 166 208 178 202 162 162 134 114 126 134 146 146 148 130 130 120 132 146 130 144 134 158 148 170 184 170 158 170 174 184 174 174 158 14 14,2 14,4 14,6 14,8 15 15,2 15,4 15,6 15,8 16 16,2 16,4 16,6 16,8 17 17,2 17,4 17,6 17,8 18 18,2 18,4 18,6 18,8 19 19,2 19,4 19,6 19,8 20 20,2 20,4 20,6 20,8 21 21,2 21,4 21,6 21,8 22 22,2 22,4 22,6 22,8 23 23,2 23,4 23,6 23,8 24 118 106 112 124 114 160 166 146 130 126 124 112 146 178 178 240 242 224 196 184 182 168 164 162 124 142 146 134 152 146 142 150 134 140 138 112 122 138 120 156 180 164 148 150 166 194 184 186 156 180 178 14 14,2 14,4 14,6 14,8 15 15,2 15,4 15,6 15,8 16 16,2 16,4 16,6 16,8 17 17,2 17,4 17,6 17,8 18 18,2 18,4 18,6 18,8 19 19,2 19,4 19,6 19,8 20 20,2 20,4 20,6 20,8 21 21,2 21,4 21,6 21,8 22 22,2 22,4 22,6 22,8 23 23,2 23,4 23,6 23,8 24 106 118 88 116 134 126 124 156 120 140 144 152 154 156 174 166 198 184 162 160 152 148 172 168 164 184 170 148 160 184 166 150 178 152 162 154 158 134 174 178 168 198 160 166 158 146 166 144 150 170 182 14 14,2 14,4 14,6 14,8 15 15,2 15,4 15,6 15,8 16 16,2 16,4 16,6 16,8 17 17,2 17,4 17,6 17,8 18 18,2 18,4 18,6 18,8 19 19,2 19,4 19,6 19,8 20 20,2 20,4 20,6 20,8 21 21,2 21,4 21,6 21,8 22 22,2 22,4 22,6 22,8 23 23,2 23,4 23,6 23,8 24 108 92 116 110 136 118 114 146 138 108 136 136 166 154 166 202 176 178 170 172 152 164 160 170 164 170 144 158 192 178 150 144 158 144 144 160 148 176 160 164 166 188 150 168 152 180 166 154 138 158 154

127
24,2 24,4 24,6 24,8 25 25,2 25,4 25,6 25,8 26 26,2 26,4 26,6 26,8 27 27,2 27,4 27,6 27,8 28 28,2 28,4 28,6 28,8 29 29,2 29,4 29,6 29,8 30 30,2 30,4 30,6 30,8 31 31,2 31,4 31,6 31,8 32 32,2 32,4 32,6 32,8 33 33,2 33,4 33,6 33,8 34 34,2 34,4 148 148 142 126 124 120 108 88 106 104 118 110 112 110 112 88 106 108 92 92 92 100 106 98 100 106 108 104 108 94 90 122 104 94 106 88 114 104 108 110 102 108 96 96 100 102 90 102 104 96 100 98 24,2 24,4 24,6 24,8 25 25,2 25,4 25,6 25,8 26 26,2 26,4 26,6 26,8 27 27,2 27,4 27,6 27,8 28 28,2 28,4 28,6 28,8 29 29,2 29,4 29,6 29,8 30 30,2 30,4 30,6 30,8 31 31,2 31,4 31,6 31,8 32 32,2 32,4 32,6 32,8 33 33,2 33,4 33,6 33,8 34 34,2 34,4 154 162 146 142 118 122 112 114 88 96 130 100 106 120 106 90 82 94 90 92 90 100 114 82 108 102 108 102 98 124 90 116 106 138 116 122 102 98 116 102 116 110 112 110 92 102 100 92 116 118 106 136 24,2 24,4 24,6 24,8 25 25,2 25,4 25,6 25,8 26 26,2 26,4 26,6 26,8 27 27,2 27,4 27,6 27,8 28 28,2 28,4 28,6 28,8 29 29,2 29,4 29,6 29,8 30 30,2 30,4 30,6 30,8 31 31,2 31,4 31,6 31,8 32 32,2 32,4 32,6 32,8 33 33,2 33,4 33,6 33,8 34 34,2 34,4 154 152 152 128 116 104 128 120 130 96 92 112 96 98 104 118 108 124 110 100 94 92 120 98 106 94 122 118 116 92 102 112 106 90 108 114 94 112 102 92 80 94 100 102 102 102 98 100 92 100 94 120 24,2 24,4 24,6 24,8 25 25,2 25,4 25,6 25,8 26 26,2 26,4 26,6 26,8 27 27,2 27,4 27,6 27,8 28 28,2 28,4 28,6 28,8 29 29,2 29,4 29,6 29,8 30 30,2 30,4 30,6 30,8 31 31,2 31,4 31,6 31,8 32 32,2 32,4 32,6 32,8 33 33,2 33,4 33,6 33,8 34 34,2 34,4 146 134 134 134 132 122 152 112 126 112 126 116 92 92 96 94 114 118 110 108 98 86 106 86 86 104 102 94 114 114 108 88 74 90 118 100 104 88 90 96 92 98 96 86 98 112 104 82 110 120 84 106

128
34,6 34,8 35 35,2 35,4 35,6 35,8 36 36,2 36,4 36,6 36,8 37 37,2 37,4 37,6 37,8 38 38,2 38,4 38,6 38,8 39 39,2 39,4 39,6 39,8 40 124 94 92 106 84 76 82 92 74 84 98 88 86 76 88 76 78 106 100 88 78 90 82 70 76 84 72 80 34,6 34,8 35 35,2 35,4 35,6 35,8 36 36,2 36,4 36,6 36,8 37 37,2 37,4 37,6 37,8 38 38,2 38,4 38,6 38,8 39 39,2 39,4 39,6 39,8 40 100 92 98 98 98 116 72 100 98 110 104 96 94 84 88 100 80 90 88 114 92 108 96 92 86 82 74 62 34,6 34,8 35 35,2 35,4 35,6 35,8 36 36,2 36,4 36,6 36,8 37 37,2 37,4 37,6 37,8 38 38,2 38,4 38,6 38,8 39 39,2 39,4 39,6 39,8 40 110 100 114 84 102 92 84 92 84 102 102 84 82 92 98 94 92 90 78 96 82 86 76 78 80 78 76 80 34,6 34,8 35 35,2 35,4 35,6 35,8 36 36,2 36,4 36,6 36,8 37 37,2 37,4 37,6 37,8 38 38,2 38,4 38,6 38,8 39 39,2 39,4 39,6 39,8 40 106 98 76 98 100 104 104 102 72 104 68 104 90 88 100 84 90 88 82 82 92 90 74 106 76 92 76 90

129
b. Tingkat kristalinitas tepung pisang

130

131 c. Statistik tingkat kristalinitas tepung pisang


Treatment (t) = 4 Replikasi (r) = 2 Perlakuan Ulangan 1 20.01 18.81 9.39 6.93 55.14 1529.598 257.174 257.115 0.058 db 3 4 7 JK 257.1153 0.0585 257.1738 KT 85.70508 0.014625 Fhitung 5860.177 Ftabel 5.786 Ket terima H1 2 20.14 18.66 9.65 7.03 55.48 Total Rerata stdev

Alami Fermentasi Alami Retrogradasi 2x Fermentasi Retrogradasi 2x Total Faktor Koreksi = JK Total = JK Perlakuan = JK Galat = Uraian Perlakuan Error Total

40.15 37.47 19.04 13.96 110.62

20.08 18.74 9.52 6.98 55.31

0.09 0.11 0.18 0.07

Karena ada 4 perlakuan dengan 2 ulangan sehingga total ada 8 dengan db total 7 dan db galat=7-2=5 Fhitung =5.68 Ftabel= F0,05:2,5 = 5.79 BNT/LSD = t0,05(7) x (KTG/U)^1/2 = 0.202239 Perlakuan Rerata Sandi A 20.075 F 18.735 1.34 R 9.52 9.215 FR 6.98 2.54

a b c d

132 Lampiran 3. Hasil Identifikasi Menggunakan Kit API 50 CHL

133

134 Lampiran 4. Sekuensing DNA Pengkode 16S rRNA a. Elektroferogram Isolat FSnh 1 dan FSnh A

135 b. Raw Text


Alignment: D:\HASIL PCR ku\PCR baru\FSnh1 rawtext ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| 5 15 25 35 45 55 CTGGCTCTCG GTAGAAGCTT GCTTCTTTTG CTGACGAGTG GCGGACGGGT GAGTAATGTC ---------- ---------- ---------- ---------- ---------- ---------....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| 65 75 85 95 105 115 TGGGAAACTG CCTGATGGAG GGGGATAACT ACTGGAAACG GTAGCTAATA CCGCATAACG ---------- ---------- ---------- ---------- ---------- ---------....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| 125 135 145 155 165 175 TCGCAAGACC AAAGAGGGGG ACCTTCGGGC CTCTTGCCAT CGGATGTGCC CAGATGGGAT ---------- ---------- ---------- ---------- ---------- ---------....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| 185 195 205 215 225 235 TAGCTAGTAG GTGGGGTAAC GGCTCACCTA GGCGACGATC CCTAGCTGGT CTGAGAGGAT ---------- ---------- ---------- ---------- ---------- ---------....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| 245 255 265 275 285 295 GACCAGCCAC ACTGGAACTG AGACACGGTC CAGACTCCTA CGGGAGGCAG CAGTGGGGAA ---------- ---------- ---------- ---------- ---------- ---------....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| 305 315 325 335 345 355 TATTGCACAA TGGGCGCAAG CCTGATGCAG CCATGCCGCG TGTATGAAGA AGGCCTTCGG ---------- ---------- ---------- ---------- ---------- ---------....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| 365 375 385 395 405 415 GTTGTAAAGT ACTTTCAGCG GGGAGGAAGG GAGTAAAGTT AATACCTTTG CTCATTGACG ---------- ---------- ---------- ---------- ---------- ---------....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| 425 435 445 455 465 475 TTACCCGCAG AAGAAGCACC GGCTAACTCC GTGCCAGCAG CCGCGGTAAT ACGGAGGGTG ---------- ---------- ---------- ---------- ---------- ---------....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| 485 495 505 515 525 535 CAAGCGTTAA TCGGAATTAC TGGGCGTAAA GCGCACGCAG GCGGTTTGTT AAGTCAGATG ------TGAA --GGA-TTAT TGG---TAAA G-GAAGGGGG GGGGGGGGTT AAGGAAAAAT ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| 545 555 565 575 585 595 TGAAATCCCC ----GGGCTC ----AACCTG GGAACTGCAT CTGATACTGG CAAGCTTGAG TT---TCCCC AAAGGGGTTG GTTAAAGCGG GG---TGAAA AA-ATGC-GT TAAGGAAGA....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| 605 615 625 635 645 655 TCTCGTAGAG GGGGGTAGAA TT-CCAGGTG TAGCGGTGAA ATGCGTAGAG ATCTGGAGGA TCTGGG-GAG GGG---AAAA TTACCCGG-G TGG-GGCGAA A-G-G--G-G --CCGG--GC ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| 665 675 685 695 705 715 ATACCGGTGG CGAAGGCGGC CCCCTGGACG AA--GACTGA CGCTCAGG-- TGC-GAAA-G CCCCCCCTAG GGAA------ --CC-GAAAG AACTGACCGC CTC-CAGGGT TGCCGAAAAG ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| 725 735 745 755 765 775 CGTGGGGGA- GCAAA-CAGG GATTAG-ATA CCCCTGGGTA GTCCCACGCC CGTAAAACGA CGTGGGGGAA GCAAAACAGG ATTTAGGATA CCCCTGG-TA GTTCCACGCC CGTAAA-CGA ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| 785 795 805 815 825 835 TGTCCGACTT GGGAGGGTTG TGCCCCTTGA AGGCGTGGCC TTCCCGGAAG CTAAACGCGT

sekuen F k sekuen R k

sekuen F k sekuen R k

sekuen F k sekuen R k

sekuen F k sekuen R k

sekuen F k sekuen R k

sekuen F k sekuen R k

sekuen F k sekuen R k

sekuen F k sekuen R k

sekuen F k sekuen R k

sekuen F k sekuen R k

sekuen F k sekuen R k

sekuen F k sekuen R k

sekuen F k sekuen R k

sekuen F k

136
sekuen R k TGTC-GACTT GG-AGG-TTG TGCCC-TTGA -GGCGTGGC- TTCC-GGA-G CTAA-CGCGT ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| 845 855 865 875 885 895 TAAAGTCCGA CCCCCCCTGG GGGAGTACGG CCCGCCAAGG GTTAAAAACT CAAATGAAAT TAA-GTC-GA CCGCC--TGG GG-AGTACGG CC-GC-AAGG -TTAAAA-CT CAAATGAA-....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| 905 915 925 935 945 955 TTGAACGGGG GGGCCCGCCA CAAAGCGGGG GGGAGCATGG GGGGGTAAAT ---------TTGA-CGGGG G--CCCGC-A CAA-GCGGTG G--AGCATGT GGTT-TAATT CGATGCAACG ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| 965 975 985 995 1005 1015 ---------- ---------- ---------- ---------- ---------- ---------CGAAGAACCT TACCTGGTCT TGACATCCAC GGAAGTTTTC AGAGATGAGA ATGTGCCTTC ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| 1025 1035 1045 1055 1065 1075 ---------- ---------- ---------- ---------- ---------- ---------GGGAACCGTG AGACAGGTGC TGCATGGCTG TCGTCAGCTC GTGTTGTGAA ATGTTGGGTT ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| 1085 1095 1105 1115 1125 1135 ---------- ---------- ---------- ---------- ---------- ---------AAGTCCCGCA ACGAGCGCAA CCCTTATCCT TTGTTGCCAG CGGTCCGGCC GGGAACTCAA ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| 1145 1155 1165 1175 1185 1195 ---------- ---------- ---------- ---------- ---------- ---------AGGAGACTGC CAGTGATAAA CTGGAGGAAG GTGGGGATGA CGTCAAGTCA TCATGGCCCT ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| 1205 1215 1225 1235 1245 1255 ---------- ---------- ---------- ---------- ---------- ---------TACGACCAGG GCTACACACG TGCTACAATG GCGCATACAA AGAGAAGCGA CCTCGCGAGA ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| 1265 1275 1285 1295 1305 1315 ---------- ---------- ---------- ---------- ---------- ---------GCAAGCGGAC CTCATAAAGT GCGTCGTAGT CCGGATTGGA GTCTGCAACT CGACTCCATG ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| .. 1325 1335 1345 1355 1365 ---------- ---------- ---------- ---------- ---------- -AAGTCGGAAT CGCTAGTAAT CGTGGATCAG AATGCCACCC TACTATAGTG CG

sekuen F k sekuen R k

sekuen F k sekuen R k

sekuen F k sekuen R k

sekuen F k sekuen R k

sekuen F k sekuen R k

sekuen F k sekuen R k

sekuen F k sekuen R k

sekuen F k sekuen R k

sekuen F k sekuen R k

137
Alignment: D:\HASIL PCR ku\FSnhA nov 2011

F FSnhA R FSnhA

....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| 5 15 25 35 45 55 GGGGGGCCGG GAAAGAGCTT GCTTCTCCCT GACGAGTGGC GGACGGGTGA GTAATGTCTG ---------- ---------- ---------- ---------- ---------- ---------....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| 65 75 85 95 105 115 GGAAACTGCC TGATGGAGGG GGATAACTAC TGGAAACGGT AGCT-AATAC CGCATAACGT ----ACTTCC TAATGGAGGG GGATAATTCC TGGAACCGGT AGCTTAATCC CGCTTAA-GT ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| 125 135 145 155 165 175 CGC-AAGACC AAAGAGGGGG ACCTTCGGGC CTCTTGCCAT -CGGATGTGC CCAGATGGGA TGCCAAGACC AAAGAGGGG- ACCTTCGGGC CTCTTTCCCT TCGGATTGGC CCAGATGGGA ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| 185 195 205 215 225 235 TTAGCTAGTA GGTGGGGTAA CGGCTCACCT AGGCGACGAT CCCTAGCTGG TCTGAGAGGA TTAGCTTGTA GGTGGGGTAA CGGCTCACCT AGGGGACGAT CCCTAGCTGG TCTGAGAGGA ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| 245 255 265 275 285 295 TGACCAGCCA CACTGGAACT GAGACACGGT CCAGACTCCT ACGGGAGGCA GCAGTGGGGA TGACCAGCCA CACTGGAACT GAGACACGGT CCAGATTCCT ACGGGAGGCA GCAGTGGGGA ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| 305 315 325 335 345 355 ATATTGCACA ATGGGCGCAA GCCTGATGCA GCCATGCCGC GTGTATGAAG AAGGCCTTCG ATATTGCACA ATGGGCGCAA GCCTGATGCA GCCATGCCGC GTGTATGAAG AAGGCCTTCG ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| 365 375 385 395 405 415 GGTTGTAAAG TACTTTCAGC GGGGAGGAAG GGAGTAAAGT TAATACCTTT GCTCATTGAC GGTTGTAAAG TACTTTCAGC GGGGAGGAAG GGAGTAAAGT TAATACCTTT GCTCATTGAC ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| 425 435 445 455 465 475 GTTACCCGCA GAAGAAGCAC CGGCTAACTC CGTGCCAGCA GCCGCGGTAA TACGGAGGGT GTTACCCGCA GAAGAAGCAC CGGCTAACTC CGTGCCAGCA GCCGCGGTAA TACGGAGGGT ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| 485 495 505 515 525 535 GCAAGCGTTA ATCGGAATTA CTGGGCGTAA AGCGCACGCA GGCGGTTTGT TAAGTCAGAT GCAAGCGTTA ATCGGAATTA CTGGGCGTAA AGCGCACGCA GGCGGTTTGT TAAGTCAGAT ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| 545 555 565 575 585 595 GTGAAATCCC CGGGCTCAAC CTGGGAACTG CATCTGATAC TGGCAAGCTT GAGTCTCGTA GTGAAATCCC CGGGCTCAAC CTGGGAACTG CATCTGATAC TGGCAAGCTT GAGTCTCGTA ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| 605 615 625 635 645 655 GAGGGGGGTA GAATTCCAGG TGTAGCGGTG AAATGCGTAG AGATCTGGAG GAATACCGGT GAGGGGGGTA GAATTCCAGG TGTAGCGGTG AAATGCGTAG AGATCTGGAG GAATACCGGT ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| 665 675 685 695 705 715 GGCGAAGGCG GCCCCCTGGA CGAAGACTGA CGCTCAGGTG CGAAAGCGTG GGGAGCAAAC GGCGAAGGCG GCCCCCTGGA CGAAGACTGA CGCTCAGGTG CGAAAGCGTG GGGAGCAAAC ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| 725 735 745 755 765 775 AGGATTAGAT ACCCTGGTAG TCCACGCCGT AAACGATGTC GACTTGGAGG TTGTGCCCTT AGGATTAGAT ACCCTGGTAG TCCACGCCGT AAACGATGTC GACTTGGAGG TTGTGCCCTT ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| 785 795 805 815 825 835 GAGGCGTGGC TTCCGGAGCT AACGCGTTAA GTCGACCGCC TGGGGAGTAC GGCCGCAAGG GAGGCGTGGC TTCCGGAGCT AACGCGTTAA GTCGACCGCC TGGGGAGTAC GGCCGCAAGG ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....|

F FSnhA R FSnhA

F FSnhA R FSnhA

F FSnhA R FSnhA

F FSnhA R FSnhA

F FSnhA R FSnhA

F FSnhA R FSnhA

F FSnhA R FSnhA

F FSnhA R FSnhA

F FSnhA R FSnhA

F FSnhA R FSnhA

F FSnhA R FSnhA

F FSnhA R FSnhA

F FSnhA R FSnhA

138
845 855 865 875 885 895 TTAAAACTCA AATGAATTGA CGGGGGCCCG CACAAGCGGT GGAGCATGTG GTTTAATTCG TTAAAACTCA AATGAATTGA CGGGGGCCCG CACAAGCGGT GGAGCATGTG GTTTAATTCG ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| 905 915 925 935 945 955 ATGCAACGCG AAGAACCTTA CCTGGTCTTG ACATCCACGG AAGTTTTCAG AGATGAGAAT ATGCAACGCG AAGAACCTTA CCTGGTCTTG ACATCCACGG AAGTTTTCAG AGATGAGAAT ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| 965 975 985 995 1005 1015 GTGCCTTCGG GAACCGTGAG ACAGGTGCTG CATGGCTGTC GTCAGCTCGT GTTGTGAAAT GTGCCTTCGG GAACCGTGAG ACAGGTGCTG CATGGCTGTC GTCAGCTCGT GTTGTGAAAT ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| 1025 1035 1045 1055 1065 1075 GTTGGGTTAA GTCCCGCAAC GAGCGCAACC CTTATCCTTT GTTGCCAGCG GTCCGGCCGG GTTGGGTTAA GTCCCGCAAC GAGCGCAACC CTTATCCTTT GTTGCCAGCG GTCCGGCCGG ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| 1085 1095 1105 1115 1125 1135 GAACTCAAAG GAGACTGCCA GTGATAAACT GGAGGAAGGT GGGGATGACG TCAAGTCATC GAACTCAAAG GAGACTGCCA GTGATAAACT GGAGGAAGGT GGGGATGACG TCAAGTCATC ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| 1145 1155 1165 1175 1185 1195 ATGGCCCTTA CGACCAGGGC TACACACGTG CTACAATGGC CCATACAAAG AGAAACGACC ATGGCCCTTA CGACCAGGGC TACACACGTG CTACAATGGC GCATACAAAG AGAAGCGACC ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| 1205 1215 1225 1235 1245 1255 TCCCGAGAAC AAGCGGACCT CATAAA-TGC GTCGTA-TCC CGATTGGATT CG-------TCGCGAGAGC AAGCGGACCT CATAAAGTGC GTCGTAGTCC GGATTGGAGT CTGCAACTCG ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| ....|....| 1265 1275 1285 1295 1305 1315 ---------- ---------- ---------- ---------- ---------- ---------ACTCCATGAA GTCGGAATCG CTAGTAATCG TGGATCAGCA TGCCCCGTAC CGCCCCCGGA

F FSnhA R FSnhA

F FSnhA R FSnhA

F FSnhA R FSnhA

F FSnhA R FSnhA

F FSnhA R FSnhA

F FSnhA R FSnhA

F FSnhA R FSnhA

F FSnhA R FSnhA

139 c. BLAST-N

140

141

142 d. Alignment urutan basa DNA pengkode 16S rRNA isolat BAL FSnh 1 dan FSnh A dengan BAL dari genus yang berbeda dalam famili Lactobacillacae Genbank
CLUSTAL 2.1 multiple sequence alignment
Aerococcus Eremococcus Abiotrophia Streptococcus Lactococcus Granulicatella Carnobacterium Enterococcus Pediococcus Lactobacillus Leuconostoc Fructobacillus Oenococcus FSnh1 FSnhA Weissella Aerococcus Eremococcus Abiotrophia Streptococcus Lactococcus Granulicatella Carnobacterium Enterococcus Pediococcus Lactobacillus Leuconostoc Fructobacillus Oenococcus FSnh1 FSnhA Weissella Aerococcus Eremococcus Abiotrophia Streptococcus Lactococcus Granulicatella Carnobacterium Enterococcus Pediococcus Lactobacillus Leuconostoc Fructobacillus Oenococcus FSnh1 FSnhA Weissella Aerococcus Eremococcus Abiotrophia Streptococcus Lactococcus Granulicatella Carnobacterium Enterococcus Pediococcus Lactobacillus Leuconostoc Fructobacillus Oenococcus FSnh1 FSnhA Weissella ----------------TTTCATGAGAGTTTGATCCTGGCTCAGGACNAACGCTGGCGGCA ----------------------------------------------------TGGCGGCG -----------------------AGAGTTTGATCATGGCTCAGGACGAACGCTGGCGGCG --------------------TTTTTGATTTGATCCTGGCTCAGGACGAACGCTGGCGGCG ----------------------TAGAGTTTGATCCTGGCTCAGGACGAACGCTGGCGGCG -------------------------------------------GACGAACGCTGGCGGCG ------------------------GAGTTTGATCCTGGCTCAGGACGAACGCTGGCGGCA ------------------------------------GGCTCAGGACGAACGCTGGCGGCG TTATAGAAGTTTGGATCCCTTGCTCAGGATGAACGCTGGCGGCGTGCTAATACATGCAAG ----------------AAAAACGAGAGTTTGATCCTGGCTCAGGACGAACGCTGGCGGCG ------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------TGCCTAATACATGCAAGTCGAGCGAACAGATGAAGTGCTTGCACTTCTGACGTTAGCGGTGCNTAATACATGCAAGTCGAACGCACTGACGGAGAACTTGTTCTCTTAACGTGAGTGGTGCCTAATACATGCAAGTCGAACGAACCGCGACTAGGTGCTTGCACTTGGTCAAGGTGAG TGCCTAATACATGCAAGTAGAACGCTGAAGCTTGGTGCTTGCACCGAGCGGATGAGTTGTGCCTAATACATGCAAGTTGAGCGCTGAAGGTTGGTACTTGTACCAACTGGATGAGCAGTGCCTAATACATGCAAGTCGAACGAGAGCGACCGGTGCTTG----------CACTGGTCA TGCCTAATACATGCAAGTCGAACGCTTTGACTTCACCGGGTGCTTGCACCCACCGAAGTC TGCCTAATACATGCAAGTCGTACGCTTCTTTTTCCACCGGAGCTTGCTCCACCGGAAAAA TCGAACGAACTTCCGTTAATTGATTATGACGTGCTTGCACTGAATGAGATTTTAACACGA TGCCTAATACATGCAAGTCGAGCGAGCTGAACCAACAGATTCACTTCGGTGATGACGTTG -----------------------------------------------------------------GGCGGCGTGCCTAATACATGCAAGTCGTACGAACAGCGGAAAGTGCTTGCACTT ------TACATGCAAGTCGTACGCTAGCCGCTGAATTGATCCTTCGGGTGAAGTGAGGCA ---------------------------------CTGGCTCTCGGTAGAAGCTTGCTTCTT -----------------------------------------GGGGGGCCGGGAAAGAGCT ------------------------------------------------------------------------CGAACGGGTGAGTAACACGTAAGGAATCTACCTATAAGCGGGGGATA -------------CGGACGGGTGAGTAACACGTGGGAAACCTACCCTTGAGCGGGGGATA TGG----------CGAACGGGTGAGTAACACGTGGGTAACCTACCTCATAGTGGGGGATA -------------CGAACGGGTGAGTAACGCGTAGGTAACCTGCCTGGTAGCGGGGGATA -------------CGAACGGGTGAGTAACGCGTGGGGAATCTGCCTTTGAGCGGGGGACA ATCTAGT----GGCGAACGGGTGAGTAACACGTGGGTAACCTGCCCATCAGAGGGGGATA AAGGAGT----GGCGGACGGGTGAGTAACACGTGGGTAACCTGCCCATAAGAGGGGGATA GAAGAGT----GGCGAACGGGTGAGTAACACGTGGGTAACCTGCCCATCAGAAGGGGATA AGTGAGT----GGCGGACGGGTGAGTAACACGTGGGTAACCTGCCCAGAAGCAGGGGATA GGAACGCGAGCGGCGGATGGGTGAGTAACACGTGGGGAACCTGCCCCATAGTCTGGGATA -----------------------AGTAACACGTGGATAACCTGCCTCAAGGCTGGGGATA TCCAAGTAAGTGGCGAACGGGTGAGTAACACGTGAATAACCTACCGCAAAGTCTGGGATA ATGACTAGAGTGGCGAACTGGTGAGTAACACGTAAGAAACCTGCCCTTTAGTGGGGGATA TTGCTGACGAGTGGCGGACGGGTGAGTAATGTCTGGGAAACTGCCTGATGGAGGGGGATA TGCTTCTCCCTGACGAGTGGCGGACGGGTGAGTAATGTCTGGGAAACTGCCTGATGGAGG -----------------------------------------------------------ACATTCGGAAACGGGTGCTAATACCGCATAATATCTTCTTCCGCATGGAAGAAGATTGAA ACGGTCGGAAACGATCGCTAATACCGCATAACAGCAATCATCGCCTGATGGTTGATTGAA ACAGTCGGAAACGACTGCTAATACCGCATAGGACATGGNATCACATGATTCAGTGAGGAA ACTATTGGAAACGATAGCTAATACCGCATAAGAGTAGATGTTGCATGACATTTACTTAAA ACATTTGGAAACGAATGCTAATACCGCATAAAAACTTTAAACACAAGTTTTAAGTTTGAA ACATTCGGAAACGGATGCTAAAACCGCATAGGTCTTCGAACCGCATGGTTTGAAGAGGAA ACATCCGGAAACGGATGCTAATACCGCATATTTCCAATTGTCTCCTGACAGATGGAAAAA ACACTTGGAAACAGGTGCTAATACCGTATAACAATCGAAACCGCATGGTTTTGATTTGAA ACACCTGGAAACAGATGCTAATACCGTATAACAGAGAAAACCGCCTGGTTTTCTTTTAAA CCACTTGGAAACAGGTGCTAATACCGGATAAGAAAGCAGATCGCATGATCAGCTTATAAA ACATTTGGAAACAGATGCTAATACCGAATAAAACTTAGTATCGCATGATATCAAGTTAAA ACCATTGGAAACAGTGACTAATACCGGATAAAACCCAAGTGCACATGCACTAAGGTTAAA ACATTTGGAAACAGATGCTAATACCGCGTAACAACAAATCACACATGTGATCTGTTTGAA ACTACTGGAAACGGTAGCTAATACCGCATAACGTCGCAAGACCAAAGAGGGGGACCTTCG GGGATAACTACTGGAAACGGTAGCTTAATACCGCATAACGTCGCCAAGACCAAAGAGGGG -----------------------------------------------------------44 8 37 40 38 17 36 24 60 44

103 67 97 99 97 67 96 84 120 104 54 54 27 19

150 114 147 146 144 123 152 140 176 164 37 114 114 87 79

210 174 207 206 204 183 212 200 236 224 97 174 174 147 139

143

Aerococcus Eremococcus Abiotrophia Streptococcus Lactococcus Granulicatella Carnobacterium Enterococcus Pediococcus Lactobacillus Leuconostoc Fructobacillus Oenococcus FSnh1 FSnhA Weissella Aerococcus Eremococcus Abiotrophia Streptococcus Lactococcus Granulicatella Carnobacterium Enterococcus Pediococcus Lactobacillus Leuconostoc Fructobacillus Oenococcus FSnh1 FSnhA Weissella Aerococcus Eremococcus Abiotrophia Streptococcus Lactococcus Granulicatella Carnobacterium Enterococcus Pediococcus Lactobacillus Leuconostoc Fructobacillus Oenococcus FSnh1 FSnhA Weissella Aerococcus Eremococcus Abiotrophia Streptococcus Lactococcus Granulicatella Carnobacterium Enterococcus Pediococcus Lactobacillus Leuconostoc Fructobacillus Oenococcus FSnh1 FSnhA Weissella

AGACGGCTCTG-CTGTCACTTATAGATGACCTTGCGGTGCATTAGTTAGTTGGTGGGGTA AGATGGCTCTG-CTATCACTCAAGGATGGGCCCGCGGTGCATTAGCTAGTTGGTAAGGTA AGGTGGCGCAAGCTATCGCTAAGAGATGGACCCGCGGTGCATTAGCTAGTTGGTAGGGTA AGGTGCAATTG--CATCACTACCAGATGGACCTGCGTTGTATTAGCTAGTTGGTGAGGTA AGATGCAATTG--CATCACTCAAAGATGATCCCGCGTTGTATTAGCTAGTTGGTGAGGTA AAGAGGCGCAAGCTTCTGCTGATGGATGGACCCGCGGTGCATTAGCTAGTTGGTGAGGTA AGGTGGCTTCGGCTACCGCTTATGGATGGACCCGCGGCGTATTAGCTAGTTGGTGAGGTA AGGCGCTTTCGGGTGTCGCTGATGGATGGACCCGCGGTGCATTAGCTAGTTGGTGAGGTA AGATGGCTCTG-CTATCACTTCTGGATGGACCCGCGGCGCATTAGCTAGTTGGTGAGGTA AGGCGGCGTAAGCTGTCGCTATGGGATGGCCCCGCGGTGCATTAGCTAGTTGGTAGGGTA AGGCGCTACGG--CGTCACCTAGAGATGGATCCGCGGTGCATTAGTTAGTTGGTGGGGTA AGCTGCGTTTG--CAGCGCTTTAAGATGGATTCGCGGTGCATTAGTTAGTTGGTGAGGTA AGGTCCTTTTG--GATCGCTAGAGGATGGTCTTGCGGCGTATTAGCTTGTTGGTAGGGTA G---------GCCTCTTGCCATCGGATGTGCCCAGATGGGATTAGCTAGTAGGTGGGGTA GACCTTCGGGCCTCTTGCCATTCGGATGTGCCCAGATGGGATTAGCTAGTAGGTGGGGTA ------------------------------------------------TTGTACACACCG * . . . . ATGGCCTACCAAGACGATGATGCATAGCCGACCTGAGAGGGTGATCGGCCACATTGGGAC ACGGCTTACCAAGGCCATGATGCATAGCCGACCTGAGAGGGTAATCGGCCACATTGGGAC AGGNCCTACCAAGGCGATGATGCATAGCCGACCTGAGAGGGTGATCGGCCACATTGGGAC ACGGCTCACCAAGGCAACGATACATAGCCGACCTGAGAGGGTGATCGGCCACACTGGGAC AAGGCTCACCAAGGCGATGATACATAGCCGACCTGAGAGGGTGATCGGCCACATTGGGAC ACGGCTCACCAAGGCCGTGATGCATAGCCGACCTGAGAGGGTGATCGGCCACATTGGGAC ATGGCTCACCAAGGCGATGATACGTAGCCGACCTGAGAGGGTGATCGGCCACACTGGGAC ACGGCTCACCAAGGCCACGATGCATAGCCGACCTGAGAGGGTGATCGGCCACATTGGGAC ACGGCTCACCAAGGCGATGATGCGTAGCCGACCTGAGAGGGTAATCGGCCACATTGGGAC ACGGCCTACCAAGGCAATGATGCATAGCCGAGTTGAGAGACTGATCGGCCACATTGGGAC AAGGCTTACCAAGACGATGATGCATAGCCGAGTTGAGAGACTGATCGGCCACATTGGGAC AAGGCTCACCAAGACGATGATGCATAGCCGAGTTGAGAGACTGACCGGCCACATTGGGAC GAAGCCTACCAAGGCAATGATGCGTAGCCGAGTTGAGAGACTGGCCGGCCACATTGGGAC ACGGCTCACCTAGGCGACGATCCCTAGCTGGTCTGAGAGGATGACCAGCCACACTGGAAC ACGGCTCACCTAGGCGACGATCCCTAGCTGGTCTGAGAGGATGACCAGCCACACTGGAAC CCCGTCACACCATGAGAGTTTGTAACACCCAAAGCCGGTGGGGTAACCTTTTAGGAGCCA . ..* * .. . :* :..* . .*. . . . : * .* .. TGAGACACGGCCCAAACTCCTACGGGAGGCAGCAGTAGGGAATCTTCCGCAATGGGCGAA TGAGACACGGCCCAAACTCCTACGGGAGGCAGCAGTAGGGAATCTTCCGCAATGGACGCA TGAGACACGGCCCAAACTCCTACGGGAGGCAGCAGTAGGGAATCTTCCGCAATGGACGCA TGAGACACGGCCCAGACTCCTACGGGAGGCAGCAGTAGGGAATCTTCGGCAATGGACGGA TGAGACACGGCCCAAACTCCTACGGGAGGCAGCAGTAGGGAATCTTCGGCAATGGACGAA TGAGACACGGCCCAAACTCCTACGGGAGGCAGCAGTAGGGAATCTTCCGCAATGGACGCA TGAGACACGGCCCAGACTCCTACGGGAGGCAGCAGTAGGGAATCTTCCGCAATGGACGAA TGAGACACGGCCCAAACTCCTACGGGAGGCAGCAGTAGGGAATCTTCGGCAATGGACGAA TGAGACACGGCCCAGACTCCTACGGGAGGCAGCAGTAGGGAATCTTCCACAATGGACGCA TGAGACACGGCCCAAACTCCTACGGGAGGCAGCAGTAGGGAATCTTCCACAATGGACGAA TGAGACACGGCCCAAACTCCTACGGGAGGCTGCAGTAGGGAATCTTCCACAATGGGCGCA TGAGACACGGCCCAAACTCCTACGGGAGGCTGCAGTAGGGAATCTTCCACAATGGGCGCA TGAGACACTGCCCAAACTCCTACGGGAGGCTGCAGTAGGGAATTTTCCGCAATGCACGAA TGAGACACGGTCCAGACTCCTACGGGAGGCAGCAGTGGGGAATATTGCACAATGGGCGCA TGAGACACGGTCCAGACTCCTACGGGAGGCAGCAGTGGGGAATATTGCACAATGGGCGCA GCCGTCTAAGGTGGGACAGATGATTAGGGTGAAGTCGTAACAAGGTAGCCGTAGGAGAAC .*:*:. * ..**: .*.. ..** ... . ...*: * *.::* . . . AGCCTGACGGAGCAATGCCGCGTGAGTGAAGAAGGCCTTCGGGTCGTAAAACTCTGTTAT AGTCTGACGGAGCAACGCCGCGTGTGTGAAGAAGGTTTTCGGATCGTAAAGCACTGTTAT AGTCTGACGGAGCAACGCCGCGTGAGTGAAGAAGGTCTTCGGATCGTAAAGCTCTGTTGT AGTCTGACCGAGCAACGCCGCGTGAGTGAAGAAGGTTTTCGGATCGTAAAGCTCTGTTGT AGTCTGACCGAGCAACGCCGCGTGAGTGAAGAAGGTTTTCGGATCGTAAAACTCTGTTGG AGTCTGACGGAGCAACGCCGCGTGAGTGAAGAAGGTTTTCGGATCGTAAAACTCTGTTGT AGTCTGACGGAGCAATGCCGCGTGAGTGAAGAAGGTTTTCGGATCGTAAAACTCTGTTGT AGTCTGACCGAGCAACGCCGCGTGAGTGAAGAAGGTTTTCGGATCGTAAAACTCTGTTGT AGTCTGATGGAGCAACGCCGCGTGAGTGAAGAAGGGTTTCGGCTCGTAAAGCTCTGTTGT AGTCTGATGGAGCAACGCCGCGTGAGTGAAGAAGGTTTTCGGATCGTAAAGCTCTGTTGT AGCCTGATGGAGCAACGCCGCGTGTGTGATGAAGGCTTTCGGGTCGTAAAGCACTGTTGT AGCCTGATGGAGCAACGCCGTGTGTGTGATGAAGGCTTTCGGGTCGTAAAGCACTGTTGAGTGTGACGGAGCGACGCCGCGTGTGTGATGAAGGCTTTCGGGTCGTAAAGCACTTGTTG AGCCTGATGCAGCCATGCCGCGTGTATGAAGAAGGCCTTCGGGTTGTAAAGTACTTTCAG AGCCTGATGCAGCCATGCCGCGTGTATGAAGAAGGCCTTCGGGTTGTAAAGTACTTTCAG CTGCGGCTGGATCACCTCCTTTCTAAGGAAAATCGGAAACCTACACATTCAACGAAACGA . *. * * . ** :. **:.*: * ::* :::.. : AAGAGAAGAACAAATTGTAGAGTAACTG--CTACAGTCTTGACGGTATCTTATCAGAAAG TAGCCAAGAACACCCCTAGTAGTAACTG--GCTAGGGATTGACGGTAACTAATCAGAAAG TAGAGAAGAACAGCGCATAGAGTAACTG--CTATGCGTGTGACGGTATCTAACCAGAAAG AAGAGAAGAACGAGTGTGAGAGTGGAAAG-TTCACACTGTGACGGTATCTTACCAGAAAG

269 233 267 264 262 243 272 260 295 284 155 232 232 198 199 12 329 293 327 324 322 303 332 320 355 344 215 292 292 258 259 72 389 353 387 384 382 363 392 380 415 404 275 352 352 318 319 132 449 413 447 444 442 423 452 440 475 464 335 411 412 378 379 192

Aerococcus Eremococcus Abiotrophia Streptococcus

507 471 505 503

144
Lactococcus Granulicatella Carnobacterium Enterococcus Pediococcus Lactobacillus Leuconostoc Fructobacillus Oenococcus FSnh1 FSnhA Weissella Aerococcus Eremococcus Abiotrophia Streptococcus Lactococcus Granulicatella Carnobacterium Enterococcus Pediococcus Lactobacillus Leuconostoc Fructobacillus Oenococcus FSnh1 FSnhA Weissella Aerococcus Eremococcus Abiotrophia Streptococcus Lactococcus Granulicatella Carnobacterium Enterococcus Pediococcus Lactobacillus Leuconostoc Fructobacillus Oenococcus FSnh1 FSnhA Weissella Aerococcus Eremococcus Abiotrophia Streptococcus Lactococcus Granulicatella Carnobacterium Enterococcus Pediococcus Lactobacillus Leuconostoc Fructobacillus Oenococcus FSnh1 FSnhA Weissella Aerococcus Eremococcus Abiotrophia Streptococcus Lactococcus Granulicatella Carnobacterium Enterococcus Pediococcus Lactobacillus TAGAGAAGAACGTTGGTGAGAGTGGAAAG-CTCATCAAGTGACGGTAACTACCCAGAAAG TAGAGAAGAACAAGTGCTAGAGTAACTG--TTAGCGCCTTGACGGTATCTAACCAGAAAG TAGAGAAGAACAAGGATGAGAGTAACTG--CTCATCCCCTGACGGTATCTAACCAGAAAG TAGAGAAGAACAAGGATGAGAGTAACTG--TTCATCCCTTGACGGTATCTAACCAGAAAG TAAAGAAGAACGTGGGTGAGAGTAACTG--TTCACCCAGTGACGGTATTTAACCAGAAAG TGGTGAAGAAGGATAGAGGTAGTAACTG--GCCTTTATTTGACGGTAATCAACCAGAAAG ATGGGAAGAAATGCTAAAATAGGGAATG--ATTTTAGTTTGACGGTACCATACCAGAAAG -TATGGGAAGAACGGGTTTAAGAGGAAATGCTTAAACAGTGACGGTACCATACCAGAAAG TAAGGGAAGAATAACTGAATTCAGAGAAAGTTTTCAGCTTGACGGTACCTTACCAGAAAG CGGGGAGGAAGGGAGTAAAGTTAATACCT--TTGCTCATTGACGTTACCCGCAGAAGAAG CGGGGAGGAAGGGAGTAAAGTTAATACCT--TTGCTCATTGACGTTACCCGCAGAAGAAG TATTTAGTTTTGAGTGATTTACACTCAATGAAGACAGAGAGTCGAATCTCTGGGACTGTA .. : :*:** :: * .:. CCACGGCTAACTACGTGCCAGCAGCCGCGGTAATACGTAGGTGGCNAGCGTTGTCCGGAT CCACGGCTAACTACGTGCCAGCAGCCGCGGTAATACGTAGGTGGCAAGCGTTGTCCGGAT CCACGGCTAACTACGTGCCAGCAGCCGCGGTAATACGTAGGTGGCGAGCGTTGTCCGGAT GGACGGCTAACTACGTGCCAGCAGCCGCGGTAATACGTAGGTCCCGAGCGTTGTCCGGAT GGACGGCTAACTACGTGCCAGCAGCCGCGGTAATACGTAGGTCCCGAGCGTTGTCCGGAT CCACGGCTAACTACGTGCCAGCAGCCGCGGTAATACGTAGGTGGCAAGCGTTGTCCGGAT CCACGGCTAACTACGTGCCAGCAGCCGCGGTAATACGTAGGTGGCAAGCGTTGTCCGGAT CCACGGCTAACTACGTGCCAGCAGCCGCGGTAATACGTAGGTGGCAAGCGTTGTCCGGAT CCACGGCTAACTACGTGCCAGCAGCCGCGGTAATACGTAGGTGGCAAGCGTTATCCGGAT TCACGGCTAACTACGTGCCAGCAGCCGCGGTAATACGTAGGTGGCAAGCGTTGTCCGGAT GGACGGCTAAATACGTGCCAGCAGCCGCGGTAATACGTATGTCCCGAGCGTTATCCGGAT GGACGGCTAAATACGTGCCAGCAGCCGCGGTAATACGTATGTCCCGAGCGTTATCCGGAT GGATGGCTAAATACGTGCCAGCAGCCGCGGTAATACGTATGTCCCGAGCGTTATCCGGAT CACCGGCTAACTCCGTGCCAGCAGCCGCGGTAATACGGAGGGTGCAAGCGTTAATCGGAA CACCGGCTAACTCCGTGCCAGCAGCCGCGGTAATACGGAGGGTGCAAGCGTTAATCGGAA GCTCAGCTGGTTAGAGCGCACCCCTGATAAGGGTGAGGTCGGAGGTTCGAGTCCTCTCAG .***.. *. . ** *. . .. ..*..* : * : . * * * TTATTGGGCGTAAAGGGAGCGCAGGTGGTTTCTTAAGTCTGATGTGAAAGCCCACGG--TTATTGGGCGTAAAGGGAGCGCAGGCGGTGACTTAAGTCTGATGTGAAAGCCCACGG--TTATTGGGCGTAAAGGGAGTGTAGGCGGTCTTTTAAGTCTGATGTGAAAGCCCACGG--TTATTGGGCGTAAAGCGAGCGCAGGCGGTTAGATAAGTCTGAAGTTAAAGGCTGTGG--TTATTGGGCGTAAAGCGAGCGCAGGTGGTTTATTAAGTCTGGTGTAAAAGGCAGTGG--TTATTGGGCGTAAAGCGAGCGCAGGCGGTTCCTTAAGTCTGATGTGAAAGCCCCCGG--TTATTGGGCGTAAAGCGAGCGCAGGCGGTTCTTTAAGTCTGATGTGAAAGCCCCCGG--TTATTGGGCGTAAAGCGAGCGCAGGCGGTTTCTTAAGTCTGATGTGAAAGCCCCCGG--TTATTGGGCGTAAAGCGAGCGCAGGCGGTCTTTTAAGTCTAATGTGAAAGCCTTCGG--TTATTGGGCGTAAAGCGAGCGCAGGCGGAAGAATAAGTCTGATGTGAAAGCCCTCGG--TTATTGGGCGTAAAGCGAGCGCAGACGGTTGATTAAGTCTGATGTGAAAGCCCGGAG--TTATTGGGCGTAAAGCGAGCGCAGACGGTTGCTTAAGTCTGAAGTGAAAGCCCACAG--TTATTGGGCGTAAAGCGAGCGCAGACGGTTTATTAAGTCTGATGTGAAATCCCGAGG--TTACTGGGCGTAAAGCGCACGCAGGCGGTTTGTTAAGTCAGATGTGAAATCCCCAAAGGG TTACTGGGCGTAAAGCGCACGCAGGCGGTTTGTTAAGTCAGATGTGAAATCCCCGGG--TCCCATGATATGGGGAATTAGCTCAGCTGGGAGAGCACCTGCTTTGCAAGCAGGGGGTCA * . : *. .*...* . * : . :... *:. : * .** . .. -----CTTAACCGTGGAGGGTCATTGGAAACTGGGAAACTTGAGTACAGAAGAGGAATGT -----CTTAACCGTGGAGGGTCATTGGAAACTGGGTCACTTGAGTACAGAAGAGGAAAGC -----CTCAACCGTGGAGGGTCATTGGAAACTGGGAGACTTGAGTGCAGAAGAGGAGAGC -----CTTAACCATAGTACGCTTTGG-AAACTGTTTAACTTGAGTGCAAGAGGGGAGAGT -----CTCAACCATT-GTATGCATTGGAAACTGGTAGACTTGAGTGCAGGAGAGGAGAGT -----CTCAACCGGGGAGGGTCATTGGAAACTGGGGAACTTGAGTGCAGAAGAGGAGAGT -----CTCAACCGGGGAGGGTCATTGGAAACTGGAGAACTTGAGTGCAGAAGAGGAGAGT -----CTCAACCGGGGAGGGTCATTGGAAACTGGGAGACTTGAGTGCAGAAGAGGAGAGT -----CTCAACCGAAGAAGTGCATTGGAAACTGGGAGACTTGAGTGCAGAAGAGGACAGT -----CTTAACCGAGGAACTGCATCGGAAACTGTTTTTCTTGAGTGCAGAAGAGGAGAGT -----CTCAACTCCGGAATGGCATTGGAAACTGGTTAACTTGAGTGTTGTAGAGGTAAGT -----CTCAACTGTGGAATGGCTTTGGAAACTGGGCAACTTGAGTGCAGTAGAGGTAAGT -----CCCAACCTCGGAACTGCATTGGAAACTGATTTACTTGAGTGCGATAGAGGCAAGT GTTGGTTAAAGCGGGGAACTGCATCTGATACTGGCAAGCTTGAGTCTCGTAGAGGGGGGT -----CTCAACCTGGGAACTGCATCTGATACTGGCAAGCTTGAGTCTCGTAGAGGGGGGT TCGGTTCGAACCCGATATTCTCCATAACAACCATCTGGTTGTTAATTAGTTCTTTGAAAA ** : .:** . * :.: . : . GGAACTCCATG-TGTAGCGGTGGAATGCGTAGATATATGGAAGAACACCAGTGGCGAAGG GGAATTCCATG-TGTAGCGGTGAAATGCGTAGATATATGGAGGAACACCAGTGGCGAAGG GGAATTCCATG-TGTAGCGGTGAAATGCGTAGATATATGGAGGAACACCAGTGGCGAAGG GGAATTCCATG-TGTAGCGGTGAAATGCGTAGATATATGGAGGAACACCGGTGGCGAAAG GGAATTCCATG-TGTAGCGGTGAAATGCGTATATATATGGAGGAACACCGGTGGCGAAAG GGAATTCCATG-TGTAGCGGTGAAATGCGTAGATATATGGAGGAACACCAGTGGCGAAGG GGAATTCCACG-TGTAGCGGTGAAATGCGTAGATATGTGGAGGAACACCAGTGGCGAAGG GGAATTCCATG-TGTAGCGGTGAAATGCGTAGATATATGGAGGAACACCAGTGGCGAAGG GGAACTCCATG-TGTAGCGGTGAAATGCGTAGATATATGGAAGAACACCAGTGGCGAAGG GGAACTCCATG-TGTAGCGGTGGAATGCGTAGATATATGGAAGAACACCAGTGGCGAAGG 501 481 510 498 533 522 393 470 472 436 437 252 567 531 565 563 561 541 570 558 593 582 453 530 532 496 497 312 624 588 622 620 618 598 627 615 650 639 510 587 589 556 554 372 679 643 677 674 672 653 682 670 705 694 565 642 644 616 609 432 738 702 736 733 731 712 741 729 764 753

145
Leuconostoc Fructobacillus Oenococcus FSnh1 FSnhA Weissella Aerococcus Eremococcus Abiotrophia Streptococcus Lactococcus Granulicatella Carnobacterium Enterococcus Pediococcus Lactobacillus Leuconostoc Fructobacillus Oenococcus FSnh1 FSnhA Weissella Aerococcus Eremococcus Abiotrophia Streptococcus Lactococcus Granulicatella Carnobacterium Enterococcus Pediococcus Lactobacillus Leuconostoc Fructobacillus Oenococcus FSnh1 FSnhA Weissella Aerococcus Eremococcus Abiotrophia Streptococcus Lactococcus Granulicatella Carnobacterium Enterococcus Pediococcus Lactobacillus Leuconostoc Fructobacillus Oenococcus FSnh1 FSnhA Weissella Aerococcus Eremococcus Abiotrophia Streptococcus Lactococcus Granulicatella Carnobacterium Enterococcus Pediococcus Lactobacillus Leuconostoc Fructobacillus Oenococcus FSnh1 FSnhA Weissella GGAACTCCATG-TGTAGCGGTGGAATGCGTAGATATATGGAAGAACACCAGTGGCGAAGG GGAACTCCATG-TGTAGCGGTGGAATGCGTAGATATATGGAAGAACACCAGTGGCGAAGG GGAACTCCATG-TGTAGCGGTGAAATGCGTAGATATGTGGAAGAACACCAGTGGCGAAAG AGAATTACCAGGTGTAGCGGTGAAATGCGTAGAGATCTGGAGGAATACCGGTGGCGAAGG AGAATTCCAGG-TGTAGCGGTGAAATGCGTAGAGATCTGGAGGAATACCGGTGGCGAAGG CTGAATCATAATTGTAAATTTTTAAATTCATTATAATTGATCATATCAATTAAATTGAGC .* *.. . ****.. * **: :: * *: **.: .:* ... :.. .*. CGACATTCTG-------------------------------------------GTCTGTT CGGCTTTCTG-------------------------------------------GTCTGAT CGGCTCTCTG-------------------------------------------GTCTGTA CGGCTCTCTG-------------------------------------------GCTTGTA CGGCTCTCTG-------------------------------------------GCCTGTA CGACTCTCTG-------------------------------------------GTCTGTA CGACTCTCTG-------------------------------------------GTCTGTA CGGCTCTCTG-------------------------------------------GTCTGTA CGGCTGTCTG-------------------------------------------GTCTGTA CGGCTCTCTG-------------------------------------------GTCTGCA CGGCTTACTG-------------------------------------------GACAACA CGGCTTACTG-------------------------------------------GACTGCA CGGCTTGCTA-------------------------------------------GATCGTA CGGCCCCCTGGACGAACTGACCGCCTCTCAGGGTTGCCGAAAAGCGTGGGGGAAGCAAAA CGGCCCCCTG-------------------------------------------GACGAAG CGAAAAAATACACCGCG------------------------------------TAATTTT **.. .*. ACTGACACTGAGGCTCGAAAGCGTGGGGAGCAAACAGGATTAGATACCCTGGTAGTCCAC ACTGACGCTGAGGCTCGAAAGCGTGGGGAGCAAACAGGATTAGATACCCTGGTAGTCCAC ACTGACGCTGAGGCTCGAAAGCGTGGGGAGCAAACAGGATTAGATACCCTGGTAGTCCAC ACTGACGCTGAGGCTCGAAAGCGTGGGGAGCAAACAGGATTAGATACCCTGGTAGTCCAC ACTGACACTGAGGCTCGAAAGCGTGGGGAGCAAACAGGATTAGATACCCTGGTAGTCCAC ACTGACGCTGAGGCTCGAAAGCGTGGGTAGCAAACAGGATTAGATACCCTGGTAGTCCAC ACTGACGCTGAGGCTCGAAAGCGTGGGGAGCAAACAGGATTAGATACCCTGGTAGTCCAC ACTGACGCTGAGGCTCGAAAGCGTGGGGAGCAAACAGGATTAGATACCCTGGTAGTCCAC ACTGACGCTGAGGCTCGAAAGCATGGGTAGCGAACAGGATTAGATACCCTGGTAGTCCAT ACTGACGCTGAGGCTCGAAAGCATGGGTAGCGAACAGGATTAGATACCCTGGTAGTCCAT ACTGACGTTGAGGCTCGAAAGTGTGGGTAGCAAACAGGATTAGATACCCTGGTAGTCCAC ACTGACGTTGAGGCTCGAAAGTGTGGGTAGCAAACAGGATTAGATACCCTGGTAGTCCAC ACTGACGTTGAGGCTCGAAAGTATGGGTAGCAAACGGGATTAGATACCCCGGTAGTCCAT CAGGATTTAGGATACCCCTGGGTAGTTCCACGCCCGTAAAACGATGTCCGACTTGGGAGG ACTGACGCTCAGGTGCGAAAGCGTGGGGAGCAAACAGGATTAGATACCCTGG-TAGTCCA TTGAGTTTTTTAAATAAGTTTAAAATCGCTTGTGACCATTGAGTCACAATACTCAAACGA .. : . . : :. . . . .:: .*: . .. . . . GCCGTAAACGATGAGTGCTAGGTGTTGGAGGGTTTCCGCCCTTCAGTGCCGCAGTTAACG GCCGTAAACGATGAGTGCTAAGTGTTGGAGGGTTTCCACCCTTCAGTGCTGGCGTTAACG GCCGTAAACGATGAGTGCTAAGTGTTGGAGGGGTTCCACCCTTCAGTGCTGGAGTTAANG GCCGTAAACGATGAGTGCTAGGTGTTAGACCCTTTCCGGGGTTTAGTGCCGCAGCTAACG GCCGTAAACGATGAGTGCTAGATGTAAGGGAGCTATAAGTTCTCTGTATG-CAGCTAACG GCCGTAAACGATGAGTGCTAAGTGTTGGAGGGTTTCCGCCCTTCAGTGCTGCAGTTAACG GCCGTAAACGATGAGTGCTAAGTGTTGGAGGGTTTCCGCCCTTCAGTGCTGCACGTAACG GCCGTAAACGATGAGTGCTAAGTGTTGGAGGGTTTCCGCCCTTCAGTGCTGCAGCTAACG GCCGTAAACGATGATTACTAAGTGTTGGAGGGTTTCCGCCCTTCAGTGCTGCAGCTAACG GCCGTAAACGATGAGTGCTAAGTGTTGGGAGGTTTCCGCCTCTCAGTGCTGCAGCTAACG ACCGTAAACGATGAATACTAGGTGTTAGGAGGTTTCCGCCTCTTAGTGCCGAAGCTAACG ACCGTAAACGATGGATACTAGTTGTTAGAGGGTTTCCGCCCTTTAGTGACGAAGCAAACG ACCGTAAACGATGGGTGCTAGTTGTTAAGAGGTTTCCGCCTCCTAGTGACGTAGCAAACG GTTGTGCCCCTTGAAGGCGTGGCCTTCCCGGAAGCTAAACGCGTTAAAGTCCGACCCCCC CGCCGTAAACGATGTCGACTTGGAGGTTGTGCCCTTGAGGCGTGGCTTCCGGAGCTAACG AATCATCAACGAAAGTTGATCGGGTAAGTTATTAAGGGCGCATGGTGAATGCCTTGGCAC ... : . : . . CATTAAGCACTCCGCCTGGGGAGTACGACCGCAAGGTTGAAACTCAAAGGAATTGACGGG CAATAAGCACTCCGCCTGGGGAGTACGGTCGCAAGACTGAAACTCAAAGGAATTGACGGG CAATAAGCACTCCGCCTGGGGAGTACGGCCGCAAGGNTGAAACTCAAAGGAATTGACGGG CATTAAGCACTCCGCCTGGGGAGTACGACCGCAAGGTTGAAACTCAAAGGAATTGACGGG CAATAAGCACTCCGCCTGGGGAGTACGACCGCAAGGTTGAAACTCAAAGGAATTGACGGG CATTAAGCACTCCGCCTGGGGAGTACGACCGCAAGGTTGAAACTCAAAGGAATTGACGGG CATTAAGCACTCCGCCTGGGGAGTACGACCGCAAGGTTGAAACTCAAAGGAATTGACGGG CATTAAGCACTCCGCCTGGGGAGTACGACCGCAAGGTTGAAACTCAAAGGAATTGACGGG CATTAAGTAATCCGCCTGGGGAGTACGACCGCAAGGTTGAAACTCAAAAGAATTGACGGG CATTAAGCACTCCGCCTGGGGAGTACGACCGCAAGGTTGAAACTCAAAGGAATTGACGGG CATTAAGTATTCCGCCTGGGGAGTACGACCGCAAGGTTGAAACTCAAAGGAATTGACGGG CATTAAGTATCCCGCCTGGGGAGTACGACCGCAAGGTTGAAACTCAAAGGAATTGACGGG CATTAAGCACCCCGCCTGAGGAGTACGGCCGCAAGGCTAAAACTTAAAGGAATTGACGGG CTGGGGGAGTACGGCCCGCCAAGGGTTAAAAACTCAAATGAAATTTGAACGGGGGGGCCC CGTTAAGTCGACCGCCTGGGGAGTACGGCCGCAAGGTTAAAACTCAAATGAATTGACGGG TAGGAGCCGATGAAGGACGGGACTAACACCGATATGCCTCGGGGAGCTGTAAGTAAGCTG 624 701 703 676 668 492 755 719 753 750 748 729 758 746 781 770 641 718 720 736 685 516 815 779 813 810 808 789 818 806 841 830 701 778 780 796 744 576 875 839 873 870 867 849 878 866 901 890 761 838 840 856 804 636 935 899 933 930 927 909 938 926 961 950 821 898 900 916 864 696

146
.. . .* . . ... : . .. : .. .. GACCNGCACAAGCGGTGGAGCATGTGGTTTAATTCGAANNAACGCGAAGAACCTTACCAA GACCCGCACAAGCGGTGGAGCATGTGGTTTAATTCGAAGCAACGCGAAGAACCTTACCAG GACCCGCACAAGCGGTGGAGCATGTGGTTTAATTCGAAGCAACGCGAAGAACCTTACCAG GGCCCGCACAAGCGGTGGAGCATGTGGTTTAATTCGAAGCAACGCGAAGAACCTTACCAG GGCCCGCACAAGCGGTGGAGCATGTGGTTTAATTCGAAGCAACGCGAAGAACCTTACCAG GACCCGCACAAGCGGTGGAGCATGTGGTTTAATTCGAAGCAACGCGAAGAACCTTACCAA GACCCGCACAAGCGGTGGAGCATGTGGTTTAATTCGAAGCAACGCGAAGAACCTTACCAG GGCCCGCACAAGCGGTGGAGCATGTGGTTTAATTCGAAGCAACGCGAAGAACCTTACCAG GGCCCGCACAAGCGGTGGAGCATGTG-GTTTATTCGAAGCTACGCGAAGAACCTTACCAG GGCCCGCACAAGCGGTGGAGCATGTGGTTTAATTCGAAGCAACGCGAAGAACCTTACCAG GACCCGCACAAGCGGTGGAGCATGTGGTTTAATTCGAAGCAACGCGAAGAACCTTACCAG GACCCGCACAAGCGGTGGAGCATGTGGTTTAATTCGAAGCAACGCGAAGAACCTTACCAG GACCCGCACAAGCGGTGGAGCATGTGGTTTAATTCGAAGATACGCGAAAAACCTTACCAG GCCACAAAGCGGGGGGGAGCATGGGGGGGTAAATCGATGCAACGCGAAGAACCTTACCTG GGCCCGCACAAGCGGTGGAGCATGTGGTTTAATTCGATGCAACGCGAAGAACCTTACCTG TGATCCCGGGATTTCCGAATGGGGGAACCCAACTTGTCATGCAAGTTATCGTTTAATGAA . .. . *.. * . :* * *: ... :* .. *:* :. GTCTTGACATCCTTTGACCACCCTAGAGATAGGGN-TTTCCCTTCGGGGACAAAGTGACA GTCTTGACATCCTATGACCACTCTAGAGATAGAGT-TTCTCTTCGGAG--CATAGAGACA GTCTTGACATCCCGACGACCGCTCTAGAGATAGAG-TTTTTTTTCGGAACGTCGGTGACA GTCTTGACATCCCTCTGACCGCTCTAGAGATAGAG-TTTTCCTTCGGGACAGAGGTGACA GTCTTGACATACTCGTGCTATTCCTAGAGATAGGA-AGTTCCTTCGGGACACGGGATACA GTCTTGACATCCTTTGACCACTCTAGAGATAGAGC-TTTCCCTTCGGGGACAAAGTGACA GTCTTGACATCCTTTGACCACTCTAGAGATAGGGC-TTTCCCTTCGGGGACAAAGTGACA GTCTTGACATCCTTTGACCACTCTAGAGATAGAGC-TTCCCCTTCGGGGGCAAAGTGACA GTCTTGACATCTTCTGCCAACCTAAGAGATTAGGC-GTTCCCTTCGGGGACAGAATGACA GTCTTGACATCTAGTGCAATCCGTAGAGATACGGA-GTTCCCTTCGGGGACACTAAGACA GTCTTGACATCCTTTGAAGCTTTTAGAGATAGAAGTGTTCTCTTCGGAGACAAAGTGACA GTCTTGACATCCTTTGAAGGTACTAGAGATAGTGCTGTCTTCTTCGGAAGCAAAGTGACA GTCTTGACATACCAATGATCGCTTTTGTAATGAAAGCTTTTCTTCGGAACATTGGATACA GTCTTGACATCCACGGAAGTTTTCAGAGATGAGAA-TGTGCCTTCGGGAACCGTGAGACA GTCTTGACATCCACG-GAAGTTTTCAGAGATGAGAATGTGCCTTCGGGAACCGTGAGACA TACATAGTTAAACGAAGGTAGACGTTGTGAACTGAAACATCTCATTAGCAACAGGAGAAG :*:*.. ::. . .: . .. .: *.. GGTGGTGCATGGTTGTCGTCAGCTCGTGTCGTGAGATGTTGGGTTAAGTCCNNCAACGAG GGTGGTGCATGGTTGTCGTCAGCTCGTGTCGTGAGATGTTGGGTTAAGTCCCGCAACGAG GGTGGTGCATGGTTGTCGTCAGCTCGTGTCGTGAGATGTTGGGTTAAGTCCCGCAACGAG GGTGGTGCATGGTTGTCGTCAGCTCGTGTCGTGAGATGTTGGGTTAAGTCCCGCAACGAG GGTGGTGCATGGTTGTCGTCAGCTCGTGTCGTGAGATGTTGGGTTAAGTCCCGCAACGAG GGTGGTGCATGGTTGTCGTCAGCTCGTGTCGTGAGATGTTGGGTTAAGTCCCGCAACGAG GGTGGTGCATGGTTGTCGTCAGCTCGTGTCGTGAGATGTTGGGTTAAGTCCCGCAACGAG GGTGGTGCATGGTTGTCGTCAGCTCGTGTCGTGAGATGTTGGGTTAAGTCCCGCAACGAG GGTGGTGCATGGTTGTCGTCAGCTCGTGTCGTGAGATGTTGGGTTAAGTCCCGCAACGAG GGTGGTGCATGGCTGTCGTCAGCTCGTGTCGTGAGATGTTGGGTTAAGTCCCGCAACGAG GGTGGTGCATGGTCGTCGTCAGCTCGTGTCGTGAGATGTTGGGTTAAGTCCCGCAACGAG GGTGGTGCATGGCCGTCGTCAGCTCGTGTCGTGAGATGTTGGGTTAAGTCCCGCAACGAG GGTGGTGCATGGTCGTCGTCAGCTCGTGTCGTGAGATGTTGGGTTAAGTCCCGCAACGAG GGTGCTGCATGGCTGTCGTCAGCTCGTGTTGTGAAATGTTGGGTTAAGTCCCGCAACGAG GGTGCTGCATGGCTGTCGTCAGCTCGTGTTGTGAAATGTTGGGTTAAGTCCCGCAACGAG AAAGAAAAATCGATTCCGTCAGTAGCGGCGAGCGAACGCGGAGGAGCCCAAACCAGAGTG ..:* :..** * ****** : * . ..* * *.* :.. .. **..*:* CGCAACCCCTATTATTAGTTGCCAGCATTTAG-TTGGGCACTCTAATGAGACTGCCGGTG CGCAACCCTTATAACTAGTTGCCAGCATTCAG-ATGGGGACTCTAGTTAGACTGCCGGTG CGCAACCCCTATAACTAGTTGCCAGCATTNAG-ATGGGGACTCTAGTTAGACTGCCGGTG CGCAACCCCTATTGTTAGTTGCCATCATTCAG-TTGGGCACTCTAGCGAGACTGCCGGTA CGCAACCCCTATTGTTAGTTGCCATCATTAAG-TTGGGCACTCTAACGAGACTGCCGGTG CGCAACCCTTATTACTAGTTGCCAGCATTGAG-TTGGGCACTCTAGTGAGACTGCCGGTG CGCAACCCCTATTATTAGTTGCCAGCATTCAG-TTGGGCACTCTAGTGAGACTGCCGGTG CGCAACCCTTATTGTTAGTTGCCATCATTCAG-TTGGGCACTCTAGCAAGACTGCCGGTG CGCAACCCTTATTACTAGTTGCCAGCATTCAG-TTGGGCACTCTAGTGAGACTGCCGGTG CGCAACCCTTGTCATTAGTTGCCAGCATTAAG-TTGGGCACTCTAATGAGACTGCCGGTG CGCAACCCTTATTGTTAGTTGCCAGCATTCAG-TTGGGCACTCTAGCGAGACTGCCGGTG CGCAACCCTTATGTTTAGTTGCCAGCATTCAG-TTGGGCACTCTAGACAGACTGCCGGTG CGCAACCCTTGTTATTAGTTGCCAGCATTTAG-TTGGGCACTCTAATGAGACTGCCGGTG CGCAACCCTTATCCTTTGTTGCCAGCGGTCCGGCCGGGAACTCAAAGGAGACTGCCAGTG CGCAACCCTTATCCTTTGTTGCCAGCGGTCCGGCCGGGAACTCAAAGGAGACTGCCAGTG CTTGCACTCTGGGGTTGTAGGACTACCGTTGTGGAGTTACAAATTTGTTTATTAGCAGAA * ...* *. * : *.*: * * * ..:.:: : * *. *.*:. ACAAACCGGAGGAAGGTGGGGATGACGTCAAATCAGCATGCCCCTTATGACTTGGGCTAC ACAAACCGGAGGAAGGTGGGGATGACGTCAAATCATCATGCCCCTTATGACCTGGGCTAC ACAAACCGGAGGAAGGTGGGGATGACGTCAAATCATCATGCCCCTTATGACCTGGGCTAC ATAAACCGGAGGAAGGTGGGGATGACGTCAAATCATCATGCCCCTTATGACCTGGGCTAC ATAAACCGGAGGAAGGTGGGGATGACGTCAAATCATCATGCCCCTTATGACCTGGGCTAC

Aerococcus Eremococcus Abiotrophia Streptococcus Lactococcus Granulicatella Carnobacterium Enterococcus Pediococcus Lactobacillus Leuconostoc Fructobacillus Oenococcus FSnh1 FSnhA Weissella Aerococcus Eremococcus Abiotrophia Streptococcus Lactococcus Granulicatella Carnobacterium Enterococcus Pediococcus Lactobacillus Leuconostoc Fructobacillus Oenococcus FSnh1 FSnhA Weissella Aerococcus Eremococcus Abiotrophia Streptococcus Lactococcus Granulicatella Carnobacterium Enterococcus Pediococcus Lactobacillus Leuconostoc Fructobacillus Oenococcus FSnh1 FSnhA Weissella Aerococcus Eremococcus Abiotrophia Streptococcus Lactococcus Granulicatella Carnobacterium Enterococcus Pediococcus Lactobacillus Leuconostoc Fructobacillus Oenococcus FSnh1 FSnhA Weissella Aerococcus Eremococcus Abiotrophia Streptococcus Lactococcus

995 959 993 990 987 969 998 986 1020 1010 881 958 960 976 924 756 1054 1016 1052 1049 1046 1028 1057 1045 1079 1069 941 1018 1020 1035 983 816 1114 1076 1112 1109 1106 1088 1117 1105 1139 1129 1001 1078 1080 1095 1043 876 1173 1135 1171 1168 1165 1147 1176 1164 1198 1188 1060 1137 1139 1155 1103 936 1233 1195 1231 1228 1225

147
Granulicatella Carnobacterium Enterococcus Pediococcus Lactobacillus Leuconostoc Fructobacillus Oenococcus FSnh1 FSnhA Weissella Aerococcus Eremococcus Abiotrophia Streptococcus Lactococcus Granulicatella Carnobacterium Enterococcus Pediococcus Lactobacillus Leuconostoc Fructobacillus Oenococcus FSnh1 FSnhA Weissella Aerococcus Eremococcus Abiotrophia Streptococcus Lactococcus Granulicatella Carnobacterium Enterococcus Pediococcus Lactobacillus Leuconostoc Fructobacillus Oenococcus FSnh1 FSnhA Weissella Aerococcus Eremococcus Abiotrophia Streptococcus Lactococcus Granulicatella Carnobacterium Enterococcus Pediococcus Lactobacillus Leuconostoc Fructobacillus Oenococcus FSnh1 FSnhA Weissella ACAAACCGGAGGAAGGTGGGGATGACGTCAAATCATCATGCCCCTTATGACTTGGGCTAC ATAAACCGGAGGAAGGTGGGGATGACGTCAAATCATCATGCCCCTTATGACCTGGGCTAC ACAAACCGGAGGAAGGTGGGGATGACGTCAAATCATCATGCCCCTTATGACCTGGGCTAC ACAAACCGGAGGAAGGTGGGGACGACGTCAAATCATCATGCCCCTTATGACCTGGGCTAC ACAAACCGGAGGAAGGTGGGGATGACGTCAAGTCATCATGCCCCTTATGACCTGGGCTAC ACAAACCGGAGGAAGGCGGGGACGACGTCAGATCATCATGCCCCTTATGACCTGGGCTAC ACAAACCGGAGGAAGGCGGGGACGACGTCAGGTCATCATGCCCCTTATGACCTGGGCTAC ATAAACCGGAGGAAGGTGGGGACGACGTCAGATCATCATGCCCCTTATGACCTGGGCAAC ATAAACTGGAGGAAGGTGGGGATGACGTCAAGTCATCATGGCCCTTACGACCAGGGCTAC ATAAACTGGAGGAAGGTGGGGATGACGTCAAGTCATCATGGCCCTTACGACCAGGGCTAC TCAGCTGGGAAGCTGAGCGAAACAGGGTGATAGCCCCGTATGCGAAAGTAAGCAAACTCC : *.. ***.*.:*. *..* .. ** * . *. *.*. * ::* *. ...*:.* ACACGTGCTACAATGGATGGTACAACGAGTCGCAAACCCGCGAGGGCAAGCAAATCTCTT ACACGTGCTACAATGGACGATACAACGAGCAGCAAACTCGCGAGGGTAAGCGAATCTCTT ACACGTGCTACAATGGATGGTACAACGAGCAGCGAACTNGCGAGGGTAAGCGAATCTCTA ACACGTGCTACAATGGCTGGTACAACGAGTCGCAAGCCGGTGACGGCAAGCTAATCTCTT ACACGTGCTACAATGGATGGTACAACGAGTCGCGAGACAGTGATGTTTAGCTAATCTCTT ACACGTGCTACAATGGATGGTACAACGAGCAGCGAACTCGCGAGGGTAAGCGAATCTCTT ACACGTGCTACAATGGATGGTACAACGAGTCGCAAGGTCGCGAGGCCAAGCTAATCTCTT ACACGTGCTACAATGGGAAGTACAACGAGTTGCGAAGTCGCGAGGCTAAGCTAATCTCTT ACACGTGCTACAATGGATGGTACAACGAGTTGCGAAACCGCGAGGTTTAGCTAATCTCTT ACACGTGCTACAATGGACAGTACAACGAGGAGCAAGCCTGCGAAGGCAAGCGAATCTCTT ACACGTGCTACAATGGCGTATACAACGAGTTGCCAACCTGCGAAGGTGAGCTAATCTCTT ACACGTGCTACAATGGCGTATACAACGAGCAGCAAACCTGTGAAGGTAAGCGAATCTCTT ACACGTGCTACAATGGGAAGTACAACGAGTCGCAAACCGGCGACGGTAAGCTAATCTCTT ACACGTGCTACAATGGCGCATACAAAGAGAAGCGACCTCGCGAGAGCAAGCGGACCTCAT ACACGTGCTACAATGGCCCATACAAAGAGAAACGACCTCGCGAGAGCAAGCGGACCTCAT CGTGTAGGATCCTGAGTACGGCCGGACACGTGAAATCCGGTCGGAAACTGCGAGGACCAT . : :* ::*.: .* . .*... * .. * * . . :** .. . *:: AAAGCCATTCTCAGTTCGGATTGCAGGCTGCAACTCG-CCTGCATGAAGCCGGAATCGCT AAAGTCGTTCTCAGTTCGGATTGCAGGCTGCAACTCG-CCTGCATGAAGCCGGAATCGCT AAAGCCATTCTCAGTTCGGATTGTAGTCTGCAACTCG-ACTACATGAAGCCGGAATCGCT AAAGCCAGTCTCAGTTCGGATTGTAGGCTGCAACTCG-CCTACATGAAGTCGGAATCGCT AAAACCATTCTCAGTTCGGATTGTAGGCTGCTAACTCGCCTACATGAAGTCGGAATCGCT AAAGCCATTCTCAGTTCGGATTGTAGGCTGCAACTCG-CCTACATGAAGCCGGAATCGCT AAAGCCATTCTCAGTTCGGATTGCAGGCTGCAACTCG-CCTGCATGAAGCCGGAATCGCT AAAGCTTCTCTCAGTTCGGATTGCAGGCTGCAACTCG-CCTGCATGAAGCCGGAATCGCT AAAACCATTCTCAGTTCGGACTGTAGGCTGCAACTCG-CCTACACGAAGTCGGAATCGCT AAAGCTGTTCTCAGTTCGGACTGCAGTCTGCAACTCG-ACTGCACGAAGCTGGAATCGCT AAAGTACGTCTCAGTTCGGACTGCAGTCTGCAACTCG-ACTGCACGAAGTCGGAATCGCT AAAGTACGTCTCAGTTCGGATTGTAGTCTGCAACTCG-ACTACATGAAGTCGGAATCGCT AAAACTTCTCTCAGTTCGGACTGGAGTCTGCAACTCG-ACTCCACGAAGGCGGAATCGCT AAAGTGCGTCGTAGTCCGGATTGGAGTCTGCAACTCG-ACTCCATGAAGTCGGAATCGCT AAAGTGCGTCGTAGTCCGGATTGGAGTCTGCAACTCG-ACTCCATGAAGTCGGAATCGCT CTCGTAAGGCTAAATACTCCCTAGTGACCGATAGTGAACCAGTACCGTGAGGGAAAGG-.:.. * *.* * . *. :* * *.:* .*: * .:* ****: * AGTAATCGTGGATCAGCACGCCACGGTGAATACGTTCCCGGGTCTTGTACACACCGNNCG AGTAATCGTGGATCAGCACGCCACGGTGAATCCGTTCCCGGGTCTTGTACACACCGCCCG AGTAATCGCGGATCAGCACGCCGCGGTGAATACGTTCCCGGGTCTTGTACACACCGCCCG AGTAATCGCGGATCAGCACGCCGCGGTGAATACGTTCCCGGGCCTTGTACACACCGCCCG AGTAATCGCGGATCAGCACGCCGCGGTGAATACGTTCCCGGGCCTTGTACACACCGCCCG AGTAATCGCGGATCAGCACGCCGCGGTGAATACGTTCCCGGGTCTTGTACACACCGCCCG AGTAATCGCGGATCAGCACGCCGCGGTGAATACGTTCCCGGGTCTTGTACACACCGCCCG AGTAATCGCGGATCAGCACGCCGCGGTGAATACGTTCCCGGGCCTTGTACACACCGCCCG AGTAATCGCGGATCAGCATGCCGCGGTGAATACGTTCCCGGGCCTTGTACACACCGCCCG AGTAATCGCGGATCAGCACGCCGCGGTGAATACGTTCCCGGGCCTTGTACACACCGCCCG AGTAATCGCGGATCAGCACGCCGCGGTGAATACGTTCCCGGGTCTTGTACACACCGCCCG AGTAATCGCGGATCAGCATGCCGCGGTGAATACGTTCCCGGGTCTTGTACACACCGCCCG AGTAATCGCGAATCAGCATGTCGCGGTGAATACGTTCCCGGGTCTTGTACACACCGCCCG AGTAATCGTGGATCAGAATGCCACCCTACTATAGTGCG---------------------AGTAATCGTGGATCAGCATGCCCCGTACCGCCCCCGGA--------------------------------------------------------------------------------1207 1236 1224 1258 1248 1120 1197 1199 1215 1163 996 1293 1255 1291 1288 1285 1267 1296 1284 1318 1308 1180 1257 1259 1275 1223 1056 1352 1314 1350 1347 1345 1326 1355 1343 1377 1367 1239 1316 1318 1334 1282 1114 1412 1374 1410 1407 1405 1386 1415 1403 1437 1427 1299 1376 1378 1372 1320

148
TOOL OUTPUT

CLUSTAL 2.1 Multiple Sequence Alignments


Sequence type explicitly set to Protein Sequence format is Pearson Sequence 1: FSnhA 1321 aa Sequence 2: Abiotrophia 1411 aa Sequence 3: Aerococcus 1552 aa Sequence 4: Enterococcus 1485 aa Sequence 5: Lactobacillus 1666 aa Sequence 6: Streptococcus 1460 aa Sequence 7: Pediococcus 1577 aa Sequence 8: Weissella 1114 aa Sequence 9: Lactococcus 1511 aa Sequence 10: FSnh1 1372 aa Sequence 11: Leuconostoc 1338 aa Sequence 12: Granulicatella 1495 aa Sequence 13: Fructobacillus 1475 aa Sequence 14: Carnobacterium 1524 aa Sequence 15: Eremococcus 1385 aa Sequence 16: Oenococcus 1450 aa Start of Pairwise alignments Aligning... Sequences Sequences Sequences Sequences Sequences Sequences Sequences Sequences Sequences Sequences Sequences Sequences Sequences Sequences Sequences Sequences Sequences Sequences Sequences Sequences Sequences Sequences Sequences Sequences Sequences Sequences Sequences Sequences Sequences (1:2) Aligned. (1:3) Aligned. (1:4) Aligned. (1:5) Aligned. (1:6) Aligned. (1:7) Aligned. (1:8) Aligned. (1:9) Aligned. (1:10) Aligned. (1:11) Aligned. (1:12) Aligned. (1:13) Aligned. (1:14) Aligned. (1:15) Aligned. (1:16) Aligned. Score: Score: Score: Score: Score: Score: Score: Score: Score: Score: Score: Score: Score: Score: Score: 74 74 75 84 74 74 39 74 92 73 74 74 74 74 73 68 68 69 84 69 68 39 68 68 69 69 70 68 66

(2:10) Aligned. Score: (3:10) Aligned. Score: (4:10) Aligned. Score: (5:10) Aligned. Score: (6:10) Aligned. Score: (7:10) Aligned. Score: (8:10) Aligned. Score: (9:10) Aligned. Score: (10:11) Aligned.Score: (10:12) Aligned.Score: (10:13) Aligned.Score: (10:14) Aligned.Score: (10:15) Aligned.Score: (10:16) Aligned.Score:

149 e. Alignment urutan basa DNA pengkode 16S rRNA isolat BAL FSnh 1 dan FSnh A dengan BAL dari genus yang berbeda dalam genus Lactobacillus Genbank
CLUSTAL 2.1 multiple sequence alignment FSnh1. FSnhA. Lb.acidophilus L.helveticus Lb.crispatus Lb.ultunensis L.amylovorus.DSM Lb.amylolyticus Lb.jensenii Lb.gasseri Lb.delbrueckii L.salivarius.ATCC L.paracasei.10C L.fructivorans L.fermentum Lb.cremoris L.rhamnosus.ATCC L.casei.XF5-2 FSnh1. FSnhA. Lb.acidophilus L.helveticus Lb.crispatus Lb.ultunensis L.amylovorus.DSM Lb.amylolyticus Lb.jensenii Lb.gasseri Lb.delbrueckii L.salivarius.ATCC L.paracasei.10C L.fructivorans L.fermentum Lb.cremoris L.rhamnosus.ATCC L.casei.XF5-2 FSnh1. FSnhA. Lb.acidophilus L.helveticus Lb.crispatus Lb.ultunensis L.amylovorus.DSM Lb.amylolyticus Lb.jensenii Lb.gasseri Lb.delbrueckii L.salivarius.ATCC L.paracasei.10C L.fructivorans L.fermentum Lb.cremoris L.rhamnosus.ATCC L.casei.XF5-2 FSnh1. FSnhA. Lb.acidophilus L.helveticus Lb.crispatus Lb.ultunensis L.amylovorus.DSM Lb.amylolyticus Lb.jensenii Lb.gasseri Lb.delbrueckii L.salivarius.ATCC ------------------------------------------------------CCGGGG --------------------------------------------------------GGGG ---------------------------------ACGCTGGCGGCGTGCCTAATACATGCA ----------------------------------------CGGCGTGCCTAATACATGCA --------------------------------------GCCGGCGTGCCTAATACATGCA ----------------------------------------------------TACATGCA ------------------------------------CTGGCGGCGTGCCTAATACATGCA --------------------------------------------------------------------------------------------------------------------GCA ------------------------------------------------------------------------------------------CGACGCTGGCGGCGTGCCTAATACATGCA --------AGAGTTTGATCCTGGCTCAGGACGAACGCTGGCGGCGTGCCTAATACATGCA ---------GCGTGCTATACATG--CAAGTCGAACGAG------------------TTCT --------AGAGTTTGATNNTGGCTCAGGACGAACGCTGGCGGCATGCCTAATACATGCA -------TAGAGTTTGATCNTGGCTCAGGATGAACGCCGGCGGTGTGCCTAATACATGCA TCAAATTGAGAGTTTGATCCTGGCTCAGGATGAACGCTGGCGGCGTGCCTAATACATGCA ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------GGTAAGGAAAGAG--------------------CTTGCTTCTTTG--------------GGCCGGGAAAGAG--------------------CTTGCTTCTCC---------------AGTCGAGCGAGCTGAACCAACAGATT-----CACTTCGGTGATGA-------CGTTGG-G AGTCGAGCGAGCAGAACCAGCAGATT-----TACTTCGGTAATGA-------CGCTGG-G AGTCGAGCGAGCGGAACTAACAGATT-----TACTTCGGTAATGA-------CGTTAG-G AGTCGAGCGAGCGGAACCAGCAGATC-----TGCTTCGGCAGTGA-------CGCTGG-G AGTCGAGCGAGCGGAACCAACAGATT-----TACTTCGGTAATGA-------CGTTGG-G -----------------------------------------------------------AGTCGAGCGAGCT-TGCCTATAGAAG-----TTCTTCGGAATGGA-------AATAGATA -----------------------------------------------------------AGTCGAGCGAGCTGAATTCAAAGAT------TCCTTCGGGATG---------ATTTGTTG AGTCGAACGAAAC-----------------TTTCTTACACCGAATGCTTGCRTTCATCGT CGTTG-ATGATTG-----------------GTGCTTGCACCGAG-------ATTCAACAT AGTCGAACGAGCTGCGCCTAATGATAGTTGATGCTTGCATTAGCT---TGACTTAAGTTA AGTCGAACGCGTTGGCCCAATTGATTGATGGTGCTTGCACCTGAT---TGATTTTGGTCG AGTCGAAGCCACAGCGAAAGG----------TGCTTGCACCTT----------------T ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------CTGACG---AGTGGCGGACGGGTGAGTAATGTCTGGG-AAACTGCCTGATGGAGGGGGAT CTGACG---AGTGGCGGACGGGTGAGTAATGTCTGGG-AAACTGCCTAATGGAGGGGGAT AACGCG---AGCGGCGGATGGGTGAGTAACACGTGGGGAACCTGCCCCATAGTCTGGGAT GACGCG---AGCGGCGGATGGGTGAGTAACACGTGGGGAACCTGCCCCATAGTCTGGGAT AAAGCG---AGCGGCGGATGGGTGAGTAACACGTGGGGAACCTGCCCCATAGTCTGGGAT AAAGCG---AGCGGCGGATGGGTGAGTAACACGTGGGGAACCTGCCCCAAAGTCTGGGAT AAAGCG---AGCGGCGGATGGGTGAGTAACACGTGGGGAACCTGCCCCTAAGTCTGGGAT ----------GCGGCGGATGGGTGAGTAACACGTGGGTAACCTGCCCTTAAGTCTGGGAT CAAGCT---AGCGGCGGATGGGTGAGTAACGCGTGGGTAACCTGCCCTTAAGTCTGGGAT -----------------------------------------------------------GACGCT---AGCGGCGGATGGGTGAGTAACACGTGGGCAATCTGCCCTAAAGACTGGGAT AAGAAGTTGAGTGGCGGACGGGTGAGTAACACGTGGGTAACCTGCCTAAAAGAAGGGGAT GGAACG---AGTGGCGGACGGGTGAGTAACACGTGGGTAACCTGCCCTTAAGTGGGGGAT GCAGCG---AGTGGCGAACTGGTGAGTAACACGTGGATAACCTGCCCAGAAGAAGGGGAT CCAACG---AGTGGCGGACGGGTGAGTAACACGTAGGTAACCTGCCCAGAAGCGGGGGAC CAAGTG---AGTGGCGAACGGGTGAGTAACACGTGGACAACCTGCCTCAAGGCTGGGGAT ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------AACTACTGGAAACGGTAGCT-AATACCGCATAACGTCG-CAAGACCAAAGAGGGGGACCT AACTACTGGAAACGGTAGCTTAATACCGCATAACGTCGCCAAGACCAAAGAGGGGGACCT ACCACTTGGAAACAGGTGCT-AATACCGGATAAGAAAGCAGATCGCATGATCAGCTTATA ACCACTTGGAAACAGGTGCT-AATACCGGATAAGAAAGCAGATCGCATGATCAGCTTATA ACCACTTGGAAACAGGTGCT-AATACCGGATAAGAAAGCAGATCGCATGATCAGCTTTTA ACCACTTGGAAACAGGTGCT-AATACCGGATAAGAAAGCAGATCGCATGATCAGCTTTTA ACCATTTGGAAACAGGTGCT-AATACCGGATAATAAAGCAGATCGCATGATCAGCTTTTG ACCACTTGGAAACAGGTGCT-AATACCGGATAACAACAAGTGCTGCATGGCACTTGCTTG ACCATTTGGAAACAGATGCT-AATACCGGATAAAAGCTACTTTCGCATGAAAGAAGTTTA -----------------------------------------------------------ACCACTTGGAAACAGGTGCT-AATACCGGATAACAACATGAATCGCATGATTCAAGTTTG AACACTTGGAAACAGGTGCT-AATACCGTATATCTCTAAGGATCGCATGATCCTTAGATG 6 4 27 20 22 8 24 3 29 52 31 52 53 60

31 28 74 67 69 55 71 50 74 95 66 109 110 94

87 84 131 124 126 112 128 50 107 131 155 123 166 167 151

145 144 190 183 185 171 187 109 166 190 214

150
L.paracasei.10C L.fructivorans L.fermentum Lb.cremoris L.rhamnosus.ATCC L.casei.XF5-2 FSnh1. FSnhA. Lb.acidophilus L.helveticus Lb.crispatus Lb.ultunensis L.amylovorus.DSM Lb.amylolyticus Lb.jensenii Lb.gasseri Lb.delbrueckii L.salivarius.ATCC L.paracasei.10C L.fructivorans L.fermentum Lb.cremoris L.rhamnosus.ATCC L.casei.XF5-2 FSnh1. FSnhA. Lb.acidophilus L.helveticus Lb.crispatus Lb.ultunensis L.amylovorus.DSM Lb.amylolyticus Lb.jensenii Lb.gasseri Lb.delbrueckii L.salivarius.ATCC L.paracasei.10C L.fructivorans L.fermentum Lb.cremoris L.rhamnosus.ATCC L.casei.XF5-2 FSnh1. FSnhA. Lb.acidophilus L.helveticus Lb.crispatus Lb.ultunensis L.amylovorus.DSM Lb.amylolyticus Lb.jensenii Lb.gasseri Lb.delbrueckii L.salivarius.ATCC L.paracasei.10C L.fructivorans L.fermentum Lb.cremoris L.rhamnosus.ATCC L.casei.XF5-2 FSnh1. FSnhA. Lb.acidophilus L.helveticus Lb.crispatus Lb.ultunensis L.amylovorus.DSM Lb.amylolyticus Lb.jensenii Lb.gasseri AACATTTGGAAACAGATGCT-AATACCGCATAGATCCAAGAACCGCATGGTTCTTGGCTG AACACCTGGAAACAGATGCT-AATACCGTATAACAACGAAAACCACATGGTTTTCGTTTG AACATTTGGAAACAGATGCT-AATACCGCATAACANCGTTGTTCGCATGAACAACGCTTA AACATTTGGAAACAGATGCT-AATACCGAATAAAACTTAGTGTCGCATGACACAAAGTTA ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------TCG---GGCCTCT------TGCCAT-CGGAT-GTGCCCAGATGGGATTAGCTAGTAGGTG TCG---GGCCTCT------TGCCATTCGGATTGTGCCCAGATGGGATTAGCTAGTAGGTG AAAGGCGGCGTAA--GCTGTCGCTATGGGATGGCCCCGCGGTG-CATTAGCTAGTTGGTA AAAGGCGGCGTAA--GCTGTCGCTATGGGATGGCCCCGCGGTG-CATTAGCTAGTTGGTA AAAGGCGGCGTAA--GCTGTCGCTATGGGATGGCCCCGCGGTG-CATTAGCTAGTTGGTA AAAGGCGGCGTAA--GCTGTCGCTATGGGATGGCCCCGCGGTG-CATTAGCTAGTTGGTA AAAGGCGGCGTAA--GCTGTCGCTAAGGGATGGCCCCGCGGTG-CATTAGCTAGTTGGTA AAAGGCGGCGCAA--GCTGTCGCTAAAGGATGGACCCGCGGTG-CATTAGCTAGTTGGTA AAAGGCGGCGTAA--GCTGTCGCTAAAGGATGGACCTGCGATG-CATTAGCTAGTTGGTA -----------------------------------------------------------AAAGGCGGCGTAA--GCTGTCACTTTAGGATGAGCCCGCGGCG-CATTAGCTAGTTGGTG AAAGATGGT-TCT--GCTATCGCTTTTAGATGGACCCGCGGCG-TATTAACTAGTTGGTG AAAGATGGCGTAA--GCTATCGCTTTTGGATGGACCCGCGGCG-TATTAGCTAGTTGGTG AAAGATGGCCTTTGTGCTATCGCTTTTGGATGGATCCGCGGCG-CATTAGCTAGTTGGTG AAAGATGGCTTCT-CGCTATCACTTCTGGATGGACCTGCGGTG-CATTAGCTTGTTGGTG AAAGGCGCTTCGG----CGTCACCTAGAGATGGATCCGCGGTG-CATTAGTTAGTTGGTG --------------------------------------------------------------------------------------------------GTCG-GAATCGCTAGTAATCG GGGTAACGGCTCACCTAGGCGACGATCCCTAGCTGGTCTGAGAGGATGACCAGCCACACT GGGTAACGGCTCACCTAGGCGACGATCCCTAGCTGGTCTGAGAGGATGACCAGCCACACT GGGTAACGGCCTACCAAGGCAATGATGCATAGCCGAGTTGAGAGACTGATCGGCCACATT AGGTAACGGCTTACCAAGGCAATGATGCATAGCCGAGTTGAGAGACTGATCGGCCACATT AGGTAAAGGCTTACCAAGGCGATGATGCATAGCCGAGTTGAGAGACTGATCGGCCACATT GAGTAACGGCCTACCAAGGCAATGATGCATAGCCGAGTTGAGAGACTGATCGGCCACATT AGGTAACGGCTTACCAAGGCGACGATGCATAGCCGAGTTGAGAGACTGATCGGCCACATT AGGTAACGGCTTACCAAGGCAACGATGCATAGCCGAGTTGAGAGACTGATCGGCCACATT AGGTAACGGCTTACCAAGGCGATGATGCATAGCCGAGTTGAGAGACTGATCGGCCACATT -----------------------------------------------------------GGGTAAAGGCCTACCAAGGCAATGATGCGTAGCCGAGTTGAGAGACTGATCGGCCACATT GGGTAACGGCCTACCAAGGTGATGATACGTAGCCGAACTGAGAGGTTGATCGGCCACATT AGGTAACGGCTCACCAAGGCGATGATACGTAGCCGAACTGAGAGGTTGATCGGCCACATT AGATAAAGGCTCACCAAGGCAATGATGCGTAGCCGACCTGAGAGGGTAATCGGCCACATT GGGTAANGGCCTACCAAGGCGATGATGCATAGCCGAGTTGAGAGACTGATCGGCCACAAT GGGTAAAGGCCTACCAAGACAATGATGCATAGCCGAGTTGAGAGACTGATCGGCCACATT -----------------------------------------------------------CGG-ATCAGCACGCCGCGGTGAA--TACGTTCCCGGGCCTTGT----------------GGAACTGAGACACGGTCCAGACTCCTACGGGAGGCAGCAGTGGGGAATATTGCACAATGG GGAACTGAGACACGGTCCAGACTCCTACGGGAGGCAGCAGTGGGGAATATTGCACAATGG GGGACTGAGACACGGCCCAAACTCCTACGGGAGGCAGCAGTAGGGAATCTTCCACAATGG GGGACTGAGACACGGCCCAAACTCCTACGGGAGGCAGCAGTAGGGAATCTTCCACAATGG GGGACTGAGACACGGCCCAAACTCCTACGGGAGGCAGCAGTAGGGAATCTTCCACAATGG GGGACTGAGACACGGCCCAAACTCCTACGGGAGGCAGCAGTAGGGAATCTTCCACAATGG GGGACTGAGACACGGCCCAAACTCCTACGGGAGGCAGCAGTAGGGAATCTTCCACAATGG GGGACTGAGACACGGCCCAAACTCCTACGGGAGGCAGCAGTAGGGAATCTTCCACAATGG GGGACTGAGACACGGCCCAAACTCCTACGGGAGGCAGCAGTAGGGAATCTTCCACAATGG ------------------------------------------------------CAATGG GGGACTGAGACACGGCCCAAACTCCTACGGGAGGCAGCAGTAGGGAATCTTCCACAATGG GGGACTGAGACACGGTCCAAACTCCTACGGGAGGCAGCAGTAGGGAATCTTCCACAATGG GGGACTGAGACACGGCCCAAACTCCTACGGGAGGCAGCAGTAGGGAATCTTCCACAATGG GGGACTGAGACACGGCCCAGACTCCTACGGGAGGCAGCAGTAGGGAATCTTCCACAATGG GGGACTGAGACACGGCCCATACTCCTACGGGAGGCAGCAGTAGGGAATCTTCCACAATGG GGGACTGAGACACGGCCCAAACTCCTACGGGAGGCTGCAGTAGGGAATCTTCCACAATGG -----------------------------------------AGAGTTTGTAACACCCG--------ACACACCGCCCGTCACACCATG------------AGAGTTTGTAACACCCG-*.. GCGCAAGCCTGATGCAGCCATGCCGCGTGTATGAAGAAGGCCTTCGGGTTGTAAAGTACT GCGCAAGCCTGATGCAGCCATGCCGCGTGTATGAAGAAGGCCTTCGGGTTGTAAAGTACT ACGAAAGTCTGATGGAGCAACGCCGCGTGAGTGAAGAAGGTTTTCGGATCGTAAAGCTCT ACGCAAGTCTGATGGAGCAACGCCGCGTGAGTGAAGAAGGTTTTCGGATCGTAAAGCTCT ACGCAAGTCTGATGGAGCAACGCCGCGTGAGTGAAGAAGGTTTTCGGATCGTAAAGCTCT ACGCAAGTCTGATGGAGCAACGCCGCGTGAGTGAAGAAGGTTTTCGGATCGTAAAGCTCT ACGCAAGTCTGATGGAGCAACGCCGCGTGAGTGAAGAAGGTTTTCGGATCGTAAAGCTCT GCGAAAGCCTGATGGAGCAACGCCGCGTGAGTGAAGAAGGTTTTCGGATCGTAAAGCTCT ACGAAAGTCTGATGGAGCAACGCCGCGTGAGTGAAGAAGGTTTTCGGATCGTAAAGCTCT ACGCAAGTCTGATGGAGCAACGCCGCGTGAGTGAAGAAGGGTTTCGACTCGTAAAGCTCT 182 225 226 210

194 195 247 240 242 228 244 166 223 247 270 239 284 284 265 20 254 255 307 300 302 288 304 226 283 307 330 299 344 344 325 60 314 315 367 360 362 348 364 286 343 6 367 390 359 404 404 385 17 99 374 375 427 420 422 408 424 346 403 66

151
Lb.delbrueckii L.salivarius.ATCC L.paracasei.10C L.fructivorans L.fermentum Lb.cremoris L.rhamnosus.ATCC L.casei.XF5-2 FSnh1. FSnhA. Lb.acidophilus L.helveticus Lb.crispatus Lb.ultunensis L.amylovorus.DSM Lb.amylolyticus Lb.jensenii Lb.gasseri Lb.delbrueckii L.salivarius.ATCC L.paracasei.10C L.fructivorans L.fermentum Lb.cremoris L.rhamnosus.ATCC L.casei.XF5-2 FSnh1. FSnhA. Lb.acidophilus L.helveticus Lb.crispatus Lb.ultunensis L.amylovorus.DSM Lb.amylolyticus Lb.jensenii Lb.gasseri Lb.delbrueckii L.salivarius.ATCC L.paracasei.10C L.fructivorans L.fermentum Lb.cremoris L.rhamnosus.ATCC L.casei.XF5-2 FSnh1. FSnhA. Lb.acidophilus L.helveticus Lb.crispatus Lb.ultunensis L.amylovorus.DSM Lb.amylolyticus Lb.jensenii Lb.gasseri Lb.delbrueckii L.salivarius.ATCC L.paracasei.10C L.fructivorans L.fermentum Lb.cremoris L.rhamnosus.ATCC L.casei.XF5-2 FSnh1. FSnhA. Lb.acidophilus L.helveticus Lb.crispatus Lb.ultunensis L.amylovorus.DSM Lb.amylolyticus ACGCAAGTCTGATGGAGCAACGCCGCGTGAGTGAAGAAGGTTTTCGGATCGTAAAGCTCT ACGCAAGTCTGATGGAGCAACGCCGCGTGAGTGAAGAAGGTCTTCGGATCGTAAAACTCT ACGCAAGTCTGATGGAGCAACGCCGCGTGAGTGAAGAAGGCTTTCGGGTCGTAAAACTCT ACGAAAGTCTGATGGAGCAATGCCGCGTGAGTGAAGAAGGGTTTCGGCTCGTAAAACTCT GCGCAAGCCTGATGGAGCAACACCGCGTGAGTGAAGAAGGGTTTCGGCTCGTAAAGCTCT GCGAAAGCCTGATGGAGCAACGCCGCGTGTGTGATGAAGGCTTTCGGGTCGTAAAGCACT ----AAGCCGG----------------------------------------------------AAGCCGG------------------------------------------------*** * * TTCAGCGGGGAGGAAGGGAGTAAAGTTAATACCTTTGCTCATTGACGTTACCCGCAGAAG TTCAGCGGGGAGGAAGGGAGTAAAGTTAATACCTTTGCTCATTGACGTTACCCGCAGAAG GTTGTTGGTGAAGAAGGATAGAGGTAGTAACTGGCCTTTATTTGACGGTAATCAACCAGA GTTGTTGGTGAAGAAGGATAGAGGTAGTAACTGGCCTTTATTTGACGGTAATCAACCAGA GTTGTTGGTGAAGAAGGATAGAGGTAGTAACTGGCCTTTATTTGACGGTAATCAACCAGA GTTGTTGGTGAAGAAGGATAGAGGTAGTAACTGGCCTTTATTTGACGGTAATCAACCAGA GTTGTTGGTGAAGAAGGATAGAGGTAGTAACTGGCCTTTATTTGACGGTAATCAACCAGA GTTGTTGGTGAAGAAGGATAGAGGTAGTAACTGGCCTTTATTTGACGGTAATCAACCAGA GTTGTTGGTGAAGAAGGATAGAGGTAGTAACTGGCCTTTATTTGACGGTAATCAACCAGA GTTGGTAGTGAAGAAAGATAGAGGTAGTAACTGGCCTTTATTTGACGGTAATTACTTAGA GTTGTTGGTGAAGAAGGATAGAGGCAGTAACTGGTCTTTATTTGACGGTAATCAACCAGA GTTGTTAGAGAAGAACACGAGTGAGAGTAACTGTTCATTCGATGACGGTATCTAACCAGC GTTGTTGGAGAAGAATGGTCGGCAGAGTAACTGTTGCCGGCGTGACGGTATCCAACCAGA GTTGTTAGAGAAGAACGGGCGTGAGAGTAACTGCTCACGTCGCGACGGTATCTAACCAGA GTTGTTAAAGAAGAACACGTATGAGAGTAACTGTTCATACGTTGACGGTATTTAACCAGA GTTGTATGGGAAGAACAGCTAGAATAGGAAATGATTTTAGTTTGACGGTACCATACCAGA ------------------------------------------TGGCGTAACC--TTTAGG ------------------------------------------TGGCGTAACCCTTTTAGG *.** :* *. AAGCACCGGCTAACTCCGTGCCAGCAGCCGCGGTAATACGGAGGGTGCAAGCGTTAATCG AAGCACCGGCTAACTCCGTGCCAGCAGCCGCGGTAATACGGAGGGTGCAAGCGTTAATCG AAGTCACGGCTAACTACGTGCCAGCAGCCGCGGTAATACGTAGGTGGCAAGCGTTGTCCG AAGTCACGGCTAACTACGTGCCAGCAGCCGCGGTAATACGTAGGTGGCAAGCGTTGTCCG AAGTCACGGCTAACTACGTGCCAGCAGCCGCGGTAATACGTAGGTGGCAAGCGTTGTCCG AAGTCACGGCTAACTACGTGCCAGCAGCCGCGGTAATACGTAGGTGGCAAGCGTTGTCCG AAGTCACGGCTAACTACGTGCCAGCAGCCGCGGTAATACGTAGGTGGCAAGCGTTGTCCG AAGTCACGGCTAACTACGTGCCAGCAGCCGCGGTAATACGTAGGTGGCAAGCGTTGTCCG AAGTCACGGCTAACTACGTGCCAGCAGCCGCGGTAATACGTAGGTGGCAAGCGTTGTCCG AAGTCACGGCTAACTACGTGCCAGCAGCCGCGGTAATACGTAGGTGGCAAGCGTTGTCCG AAGTCACGGCTAACTACGTGCCAGCAGCCGCGGTAATACGTAGGTGGCAAGCGTTGTCCG AAGTCACGGCTAACTACGTGCCAGCAGCCGCGGTAATACGTAGGTGGCAAGCGTTGTCCG AAGCCACGGCTAACTACGTGCCAGCAGCCGCGGTAATACGTAGGTGGCAAGCGTTATCCG AAGTCACGGCTAACTACGTGCCAGCAGCCGCGGTAATACGTAGGTGGCAAGCGTTGTCCG AAGTCACGGCTAACTACGTGCCAGCAGCCGCGGTAATACGTAGGTGGCAAGCGTTATCCG AAGGGACGGCTAAATACGTGCCAGCAGCCGCGGTAATACGTATGTCCCGAGCGTTATCCG GAG-------------CGAGCCG--------------TCTAAGGTGGGACAAATGATTAG GAG-------------CGAGCCG--------------TCTAAGGTGGGACAAATGATTAG .** **:***. :* * * .....* .: .* GAATTACTGGGCGTAAAGCGCACGCAGGCGGTTTGTTAAGTCAGATGTGAAATCCCCGGG GAATTACTGGGCGTAAAGCGCACGCAGGCGGTTTGTTAAGTCAGATGTGAAATCCCCGGG GATTTATTGGGCGTAAAGCGAGCGCAGGCGGAAGAATAAGTCTGATGTGAAAGCCCTCGG GATTTATTGGGCGTAAAGCGAGCGCAGGCGGAAGAATAAGTCTGATGTGAAAGCCCTCGG GATTTATTGGGCGTAAAGCGAGCGCAGGCGGAAGAATAAGTCTGATGTGAAAGCCCTCGG GATTTATTGGGCGTAAAGCGAGCGCAGGCGGAAAAATAAGTCTAATGTGAAAGCCCTCGG GATTTATTGGGCGTAAAGCGAGCGCAGGCGGAAAAATAAGTCTAATGTGAAAGCCCTCGG GATTTATTGGGCGTAAAGCGAGCGCAGGCGGAGAAATAAGTCTGATGTGAAAGCCCTCGG GATTTATTGGGCGTAAAGCGAGCGCAGGCGGATTGATAAGTCTGATGTGAAAGCCTTCGG GATTTATTGGGCGTAAAGCGAGTGCAGGCGGTTCAATAAGTCTGATGTGAAAGCCTTCGG GATTTATTGGGCGTAAAGCGAGCGCAGGCGGAATGATAAGTCTGATGTGAAAGCCCACGG GATTTATTGGGCGTAAAGGGAACGCAGGCGGTCTTTTAAGTCTGATGTGAAAGCCTTCGG GATTTATTGGGCGTAAAGCGAGCGCAGGCGGTTTTTTAAGTCTGATGTGAAAGCCCTCGG GATTTATTGGGCGTAAAGCGAGCGCAGGCGGTCTTCTAAGTCTGATGTGAAACGCTTCGG GATTTATTGGGCGTAAAGAGAGTGCAGGCGGTTTTCTAAGTCTGATGTGAAAGCCTTCGG GATTTATTGGGCGTAAAGCGAGCGCAGACGGTTTATTAAGTCTGATGTGAAAGCCCGGAG GGTGAAGT---CGTAACAAGTTAGCCGTAG------------------GAGAACCTGCGG GGTGAAGT---CGTAACAAGGTAGCCGTAG------------------GAGAACCTGCGG *.: :* * *****.. * **.* .* **.* * .* CTCAACCTGGGAACTGCATCTGATACTGGCAAGCTTGAGTCTCGTAGAGGGGGGTAGAAT CTCAACCTGGGAACTGCATCTGATACTGGCAAGCTTGAGTCTCGTAGAGGGGGGTAGAAT CTTAACCGAGGAACTGCATCGGAAACTGTTTTTCTTGAGTGCAGAAGAGGAGAGTGGAAC CTTAACCGAGGAACTGCATCGGAAACTGTTTTTCTTGAGTGCAGAAGAGGAGAGTGGAAT CTTAACCGAGGAACTGCATCGGAAACTGTTTTTCTTGAGTGCAGAAGAGGAGAGTGGAAC CTTAACCGAGGAACTGCATCGGAAACTGTTTTTCTTGAGTGCAGAAGAGGAGAGTGGAAC CTTAACCGAGGAACTGCATCGGAAACTGTTTTTCTTGAGTGCAGAAGAGGAGAGTGGAAC CTTAACCGGGGAATTGCATCGGAAACTGTTTTTCTTGAGTGCAGAAGAGGAGAGTGGAAC 427 450 419 464 464 445 24 106 434 435 487 480 482 468 484 406 463 126 487 510 479 524 524 505 40 124 494 495 547 540 542 528 544 466 523 186 547 570 539 584 584 565 73 157 554 555 607 600 602 588 604 526 583 246 607 630 599 644 644 625 112 196 614 615 667 660 662 648 664 586

152
Lb.jensenii Lb.gasseri Lb.delbrueckii L.salivarius.ATCC L.paracasei.10C L.fructivorans L.fermentum Lb.cremoris L.rhamnosus.ATCC L.casei.XF5-2 FSnh1. FSnhA. Lb.acidophilus L.helveticus Lb.crispatus Lb.ultunensis L.amylovorus.DSM Lb.amylolyticus Lb.jensenii Lb.gasseri Lb.delbrueckii L.salivarius.ATCC L.paracasei.10C L.fructivorans L.fermentum Lb.cremoris L.rhamnosus.ATCC L.casei.XF5-2 FSnh1. FSnhA. Lb.acidophilus L.helveticus Lb.crispatus Lb.ultunensis L.amylovorus.DSM Lb.amylolyticus Lb.jensenii Lb.gasseri Lb.delbrueckii L.salivarius.ATCC L.paracasei.10C L.fructivorans L.fermentum Lb.cremoris L.rhamnosus.ATCC L.casei.XF5-2 FSnh1. FSnhA. Lb.acidophilus L.helveticus Lb.crispatus Lb.ultunensis L.amylovorus.DSM Lb.amylolyticus Lb.jensenii Lb.gasseri Lb.delbrueckii L.salivarius.ATCC L.paracasei.10C L.fructivorans L.fermentum Lb.cremoris L.rhamnosus.ATCC L.casei.XF5-2 CTCAACCGAAGAACTGCATCAGAAACTGTCAATCTTGAGTGCAGAAGAGGAGAGTGGAAC CTCAACCGGAGAATTGCATCAGAAACTGTTGAACTTGAGTGCAGAAGAGGAGAGTGGAAC CTCAACCGTGGAACTGCATCGGAAACTGTCATTCTTGAGTGCAGAAGAGGAGAGTGGAAT CTTAACCGGAGTAGTGCATTGGAAACTGGAAGACTTGAGTGCAGAAGAGGAGAGTGGAAC CTTAACCGAGGAAGCGCATCGGAAACTGGGAAACTTGAGTGCAGAAGAGGACAGTGGAAC CTTAACCGGAGAAGTGCATCGGAAACTGGGAAACTTGAGTGCAGAAGAGGACAGTGGAAC CTTAACCGGAGAAGTGCATCGGAAACTGGATAACTTGAGTGCAGAAGAGGGTAGTGGAAC CTCAACTCCGGNATGGCATTGGAAACTGGTTAACTTGAGTGCAGTAGAGGTAAGTGGAAC CT-----------------------------------------------------GGATC CT-----------------------------------------------------GGATC ** .**: TCCAGGTGTAGCGGTGAAATGCGTAGAGATCTGGAGGAATACCGGTGGCGAAGGCGGCCC TCCAGGTGTAGCGGTGAAATGCGTAGAGATCTGGAGGAATACCGGTGGCGAAGGCGGCCC TCCATGTGTAGCGGTGGAATGCGTAGATATATGGAAGAACACCAGTGGCGAAGGCGGCTC TCCATGTGTAGCGGTGGAATGCGTAGATATATGGAAGAACACCAGTGGCGAAGGCGACTC TCCATGTGTAGCGGTGGAATGCGTAGATATATGGAAGAACACCAGTGGCGAAGGCGGCTC TCCATGTGTAGCGGTGGAATGCGTAGATATATGGAAGAACACCAGTGGCGAAGGCGGCTC TCCATGTGTAGCGGTGGAATGCGTAGATATATGGAAGAACACCAGTGGCGAAGGCGGCTC TCCATGTGTAGCGGTGGAATGCGTAGATATATGGAGGAACACCAGTGGCGAAGGCGGCTC TCCATGTGTAGCGGTGGAATGCGTAGATATATGGAAGAACACCAGTGGCGAAGGCGGCTC TCCATGTGTAGCGGTGGAATGCGTAGATATATGGAAGAACACCAGTGGCGAAGGCGGCTC TCCATGTGTAGCGGTGGAATGCGTAGATATATGGAAGAACACCAGTGGCGAAGGCGGCTC TCCATGTGTAGCGGTGAAATGCGTAGATATATGGAAGAACACCAGTGGCGAAAGCGGCTC TCCATGTGTAGCGGTGAAATGCGTAGATATATGGAAGAACACCAGTGGCGAAGGCGGCTG TCCATGTGTAGCGGTGAAATGCGTAGATATATGGAGGAACACCAGTGGCGAAGGCGGCTG TCCATGTGTAGCGGTGGAATGCGTAGATATATGGAAGAACACCAGTGGCGAAGGCGGCTA TCCATGTGTNGCGGTGGAATGCGTAGATATATGGAAGAACACCAGTGGCGAAGGCGGCTT ACCT-------------------------------------CCTTT--CTAAGGAAACAG ACCT-------------------------------------CCTTT--CTAAGGAAACAG :**: ** * * **.*...* CCTGGACGAAGACTGACGCTCAGGTGCGAAAGCGTGGGGAGCAAACAGGATTAGATACCC CCTGGACGAAGACTGACGCTCAGGTGCGAAAGCGTGGGGAGCAAACAGGATTAGATACCC TCTGGTCTGCAACTGACGCTGAGGCTCGAAAGCATGGGTAGCGAACAGGATTAGATACCC TCTGGTCTGCAACTGACGCTGAGGCTCGAAAGCATGGGTAGCGAACAGGATTAGATACCC TCTGGTCTGCAACTGACGCTGAGGCTCGAAAGCATGGGTAGCGAACAGGATTAGATACCC TCTGGTCTGCAACTGACGCTGAGGCTCGAAAGCATGGGTAGCGAACAGGATTAGATACCC TCTGGTCTGCAACTGACGCTGAGGCTCGAAAGCATGGGTAGCGAACAGGATTAGATACCC TCTGGTCTGTAACTGACGCTGAGGCTCGAAAGCATGGGTAGCGAACAGGATTAGATACCC TCTGGTCTGTAACTGACGCTGAGGCTCGAAAGCATGGGTAGCGAACAGGATTAGATACCC TCTGGTCTGCAACTGACGCTGAGGCTCGAAAGCATGGGTAGCGAACAGGATTAGATACCC TCTGGTCTGCAACTGACGCTGAGGCTCGAAAGCATGGGTAGCGAACAGGATTAGATACCC TCTGGTCTGTAACTGACGCTGAGGTTCGAAAGCGTGGGTAGCAAACAGGATTAGATACCC TCTGGTCTGTAACTGACGCTGAGGCTCGAAAGCATGGGTAGCGAACAGGATTAGATACCC TCTAGTCTGTAACTGACGCTGAGGCTCGAAAGCATGGGTAGCAAACAGGATTAGATACCC CCTGGTCTGCAACTGACGCTGAGACTCGAAAGCATGGGTAGCGAACAGGATTAGATACCC ACTGGACTGCAACTGACGTTGAGGCTCGNAAGTGTGGGTAGCAAACAGGATTAGATACCC ACTG---AAAGTCTGACG-----------------------------------GAAACCT ACTG---AAAGTCTGACG-----------------------------------GAAACCT **. . .:****** **:*** -TGGTAGTCCACGCCGTAAACGATGTCGACTTGGAGGTTGTGCCCTTGAGGCG-TGGCTT -TGGTAGTCCACGCCGTAAACGATGTCGACTTGGAGGTTGTGCCCTTGAGGCG-TGGCTT -TGGTAGTCCATGCCGTAAACGATGAGTGCTAAGTGTTGGGAGGTTTCCGCCTCTCAGTG -TGGTAGTCCATGCCGTAAACGATGAGTGCTAAGTGTTGGGAGGTTTCCGCCTCTCAGTG -TGGTAGTCCATGCCGTAAACGATGAGTGCTAAGTGTTGGGAGGTTTCCGCCTCTCAGTG -TGGTAGTCCATGCCGTAAACGATGAGTGCTAAGTGTTGGGAGGTTTCCGCCTCTCAGTG -TGGTAGTCCATGCCGTAAACGATGAGTGCTAAGTGTTGGGAGGTTTCCGCCTCTCAGTG -TGGTAGTCCATGCCGTAAACGATGAGTGCTAAGTGTTGGGAGGCTTCCGCCTCTCAGTG -TGGTAGTCCATGCCGTAAACGATGAGTGCTAAGTGTTGGGAGGTTTCCGCCTCTCAGTG -TGGTAGTCCATGCCGTAAACGATGAGTGCTAAGTGTTGGGAGGTTTCCGCCTCTCAGTG -TGGTAGTCCATGCCGTAAACGATGAGCGCTAGGTGTTGGGGACTTTCCGGTTCTCAGTG -TGGTAGTCCACGCCGTAAACGATGAATGCTAGGTGTTGGAGGGTTTCCGCCCTTCAGTG CTGGTAGTCCATGCCGTAAACGATGAATGCTAGGTGTTGGAGGGTTTCCGCCCTTCAGTG -TGGTAGTCCATGCCGTAAACGATGAGTGCTAGGTGTTGGAGGGTTTCCGCCCTTCAGTG -TGGTAGTCCATGCCGTAAACGATGAGTGCTAGGTGTTGGAGGGTTTCCGCCCTTCAGTG -TGGTAGTCCACACCGTAAACGATGAACACTAGGTGTTAGGAGGTTTCCGCCTCTTAGTG ------GCACACACG--AAACTTTGT----TTAGTTTTGAGGGG--ACGACCCTCAAGCA ------GCACACACG--AAACTTTGT----TTAGTTTTGAGGGG--ATCACCCTCAAGCA * .** .* **** :**: *:.*: * . . : . . CCGGAGCTAACGCGTTAAGTCGACCGCCTGGGGAGTACGGCCGCAAGGTTAAAACTCAAA CCGGAGCTAACGCGTTAAGTCGACCGCCTGGGGAGTACGGCCGCAAGGTTAAAACTCAAA CTGCAGCTAACGCATTAAGCACTCCGCCTGGGGAGTACGACCGCAAGGTTGAAACTCAAA CTGCAGCTAACGCATTAAGCACTCCGCCTGGGGAGTACGACCGCAAGGTTGAAACTCAAA CTGCAGCTAACGCATTAAGCACTCCGCCTGGGGAGTACGACCGCAAGGTTGAAACTCAAA 643 306 667 690 659 704 704 685 119 203 674 675 727 720 722 708 724 646 703 366 727 750 719 764 764 745 140 224 734 735 787 780 782 768 784 706 763 426 787 810 779 824 824 805 162 246 792 793 846 839 841 827 843 765 822 485 846 869 839 883 883 864 208 292

FSnh1. FSnhA. Lb.acidophilus L.helveticus Lb.crispatus

852 853 906 899 901

153
Lb.ultunensis L.amylovorus.DSM Lb.amylolyticus Lb.jensenii Lb.gasseri Lb.delbrueckii L.salivarius.ATCC L.paracasei.10C L.fructivorans L.fermentum Lb.cremoris L.rhamnosus.ATCC L.casei.XF5-2 FSnh1. FSnhA. Lb.acidophilus L.helveticus Lb.crispatus Lb.ultunensis L.amylovorus.DSM Lb.amylolyticus Lb.jensenii Lb.gasseri Lb.delbrueckii L.salivarius.ATCC L.paracasei.10C L.fructivorans L.fermentum Lb.cremoris L.rhamnosus.ATCC L.casei.XF5-2 FSnh1. FSnhA. Lb.acidophilus L.helveticus Lb.crispatus Lb.ultunensis L.amylovorus.DSM Lb.amylolyticus Lb.jensenii Lb.gasseri Lb.delbrueckii L.salivarius.ATCC L.paracasei.10C L.fructivorans L.fermentum Lb.cremoris L.rhamnosus.ATCC L.casei.XF5-2 FSnh1. FSnhA. Lb.acidophilus L.helveticus Lb.crispatus Lb.ultunensis L.amylovorus.DSM Lb.amylolyticus Lb.jensenii Lb.gasseri Lb.delbrueckii L.salivarius.ATCC L.paracasei.10C L.fructivorans L.fermentum Lb.cremoris L.rhamnosus.ATCC L.casei.XF5-2 FSnh1. FSnhA. Lb.acidophilus CTGCAGCTAACGCATTAAGCACTCCGCCTGGGGAGTACGACCGCAAGGTTGAAACTCAAA CTGCAGCTAACGCATTAAGCACTCCGCCTGGGGAGTACGACCGCAAGGTTGAAACTCAAA CTGCAGCTAACGCATTAAGCACTCCGCCTGGGGAGTACGACCGCAAGGTTGAAACTCAAA CTGCAGCTAACGCATTAAGCACTCCGCCTGGGGAGTACGACCGCAAGGTTGAAACTCAAA CTGCAGCTAACGCATTAAGCACTCCGCCTGGGGAGTACGACCGCAAGGTTGAAACTCAAA CCGCAGCAAACGCATTAAGCGCTCCGCCTGGGGAGTACGACCGCAAGGTTGAAACTCAAA CCGCAGCTAACGCAATAAGCATTCCGCCTGGGGAGTACGACCGCAAGGTTGAAACTCAAA CCGCAGCTAACGCATTAAGCATTCCGCCTGGGGAGTACGACCGCAAGGTTGAAACTCAAA CCGCAGCTAACGCATTAAGCACTCCGCCTGGGGAGTACGACCGCAAGGTTGAAACTCAAA CCGGAGCTAACGCATTAAGCACTCCGCCTGGGGAGTACGACCGCAAGGTTGAAACTCAAA CCNAAGCTAACGCATTAAGTGTTCCGCCTGGGGAGTACGACCGCAAGGTTGAAACTCAAA CC----CTAGCGGGTGCGACTTTGTTCTTTGAAAACTGGATATCATTGTATTAATTGTTT CC----CTAGCGGGTGCGACTTTGTTCTTTGAAAACTGGATATCATTGTATTAATTGTTT * *:*.** .: ... : * * *..*. : *. . **: **: :** * ::: TGAATTGACGGGGGCCCGCACAAGCGGTGGAGCATGTGGTTTAATTCGATGCAACGCGAA TGAATTGACGGGGGCCCGCACAAGCGGTGGAGCATGTGGTTTAATTCGATGCAACGCGAA GGAATTGACGGGGGCCCGCACAAGCGGTGGAGCATGTGGTTTAATTCGAAGCAACGCGAA GGAATTGACGGGGGCCCGCACAAGCGGTGGAGCATGTGGTTTAATTCGAAGCAACGCGAA GGAATTGACGGGGGCCCGCACAAGCGGTGGAGCATGTGGTTTAATTCGAAGCAACGCGAA GGAATTGACGGGGGCCCGCACAAGCGGTGGAGCATGTGGTTTAATTCGAAGCAACGCGAA GGAATTGACGGGGGCCCGCACAAGCGGTGGAGCATGTGGTTTAATTCGAAGCAACGCGAA GGAATTGACGGGGGCCCGCACAAGCGGTGGAGCATGTGGTTTAATTCGAAGCAACGCGAA GGAATTGACGGGGGCCCGCACAAGCGGTGGAGCATGTGGTTTAATTCGAAGCAACGCGAA GGAATTGACGGGGGCCCGCACAAGCGGTGGAGCATGTGGTTTAATTCGAAGCAACGCGAA GGAATTGACGGGGGCCCGCACAAGCGGTGGAGCATGTGGTTTAATTCGAAGCAACGCGAA GGAATTGACGGGGGCCCGCACAAGCGGTGGAGCATGTGGTTTAATTCGAAGCAACGCGAA GGAATTGACGGGGGCCCGCACAAGCGGTGGAGCATGTGGTTTAATTCGAAGCAACGCGAA GGAATTGACGGGGACCCGCACAAGCGGTGGAGCATGTGGTTTAATTCGATGCTACGCGAA GGAATTGACGGGGGCCCGCACAAGCGGTGGAGCATGTGGTTTAATTCGAAGCTACGCGAA GGAATTGACGGGGACCCGCACAAGCGGTGGAGCATGTGGTTTAATTCGAAGCAACGCGAA TAAATTGCCGAGAACAC-----AGCGTATTTGTATGAG-TTTCTAAAAAAGAAATTCGCA TAAATTGCCGAGAACAC-----AGCGTATTTGTATGAG-TTTCTGAAAAAGAAATTCGCA .*****.**.*..*.* **** : :* ***:* ***.: :..*:*.:* **.* GAACCTTACCTGGTCTTGACATCCACGGAAGTTTTCAGAGATG-AGAATGTGCCTTCGGG GAACCTTACCTGGTCTTGACATCCACGGAAGTTTTCAGAGATG-AGAATGTGCCTTCGGG GAACCTTACCAGGTCTTGACATCTAGTGCAATCCGTAGAGATA-CGGAGTTCCCTTCGGG GAACCTTACCAGGTCTTGACATCTAGTGCCATCCTAAGAGATT-AGGAGTTCCCTTCGGG GAACCTTACCAGGTCTTGACATCTAGTGCCATTTGTAGAGATA-CAAAGTTCCCTTCGGG GAACCTTACCAGGTCTTGACATCTAGTGCCATCTTCAGAGATG-AAGAGTTCCCTTCGGG GAACCTTACCAGGTCTTGACATCTAGTGCAATCTGTAGAGATA-TGGAGTTCCCTTCGGG GAACCTTACCAGGTCTTGACATCTAGCGCAATCCGTAGAGATA-CGGAGTTCCCTTCGGG GAACCTTACCAGGTCTTGACATCCTTTGACCACCTAAGAGATT-AGGTTTTCCCTTCGGG GAACCTTACCAGGTCTTGACATCCAGTGCAAGCCTAAGAGATT-AGGAGTTCCCTTCGGG GAACCTTACCAGGTCTTGACATCCTGTGCTACACCTAGAGATA-GGTGGTTCCCTTCGGG GAACCTTACCAGGTCTTGACATCCTTTGACCACCTAAGAGATT-AGGCTTTCCCTTCGGG GAACCTTACCAGGTCTTGACATCTTTTGATCACCTGAGAGATC-AGGTTTCCCCTTCGGG GAACCTTACCAGGACTTGACATCTTCTGCCAATCTAAGAGATT-AGACG-TTCCTTCGGG GAACCTTACCAGGTCTTGACATCTTGCGCCAACCCTAGAGATA-GGGCGTTTCCTTCGGG GAACCTTACCAGGTCTTGACATCCTTTGAAGCTTTTAGAGATAGAAGTGTTCTCTTCGGA TCGCATAACCG------------------------------------------------TCGCATAACCG------------------------------------------------..*.*:*** AACCGTGAGACAGGTGCTGCATGGCTGTCGTCAGCTCGTGTTGTGAAATGTTGGGTTAAG AACCGTGAGACAGGTGCTGCATGGCTGTCGTCAGCTCGTGTTGTGAAATGTTGGGTTAAG GACACTAAGACAGGTGGTGCATGGCTGTCGTCAGCTCGTGTCGTGAGATGTTGGGTTAAG GACGCTAAGACAGGTGGTGCATGGCTGTCGTCAGCTCGTGTCGTGAGATGTTGGGTTAAG GACGCTAAGACAGGTGGTGCATGGCTGTCGTCAGCTCGTGTCGTGAGATGTTGGGTTAAG GACGCTAAGACAGGTGGTGCATGGCTGTCGTCAGCTCGTGTCGTGAGATGTTGGGTTAAG GACGCTAAGACAGGTGGTGCATGGCTGTCGTCAGCTCGTGTCGTGAGATGTTGGGTTAAG GACGCTAAGACAGGTGGTGCATGGCTGTCGTCAGCTCGTGTCGTGAGATGTTGGGTTAAG GACAAAGAGACAGGTGGTGCATGGCTGTCGTCAGCTCGTGTCGTGAGATGTTGGGTTAAG GACGCTGAGACAGGTGGTGCATGGCTGTCGTCAGCTCGTGTCGTGAGATGTTGGGTTAAG GACGCAGAGACAGGTGGTGCATGGCTGTCGTCAGCTCGTGTCGTGAGATGTTGGGTTAAG GACAAAGTGACAGGTGGTGCATGGCTGTCGTCAGCTCGTGTCGTGAGATGTTGGGTTAAG GGCAAAATGACAGGTGGTGCATGGTTGTCGTCAGCTCGTGTCGTGAGATGTTGGGTTAAG GACAGAATGACAGGTGGTGCATGGTTGTCGTCAGCTCGTGTCGTGAGATGTTGGGTTAAG AACGCAATGACAGGTGGTGCATGGTCGTCGTCAGCTCGTGTCGTGAGATGTTGGGTTAAG GACAAAGTGACAGGTGGTGCATGGTCGTCGTCAGCTCGTGTCGTGAGATGTTGGGTTAAG -------------CTGACGCAAG-------TCAGTAC---------------AGGTTAAG -------------CTGACGCAAG-------TCAGTAC---------------AGGTTAAG ** ***:* **** :* .******* TCCCGCAACGAGCGCAACCCTTATCCTTTGTTGCCAGCGGTCCGGCCGGGAACTCAAAGG TCCCGCAACGAGCGCAACCCTTATCCTTTGTTGCCAGCGGTCCGGCCGGGAACTCAAAGG TCCCGCAACGAGCGCAACCCTTGTCATTAGTTGCCAGCATTAAG-TTGGGCACTCTAATG 887 903 825 882 545 906 929 899 943 943 924 264 348 912 913 966 959 961 947 963 885 942 605 966 989 959 1003 1003 984 318 402 971 972 1025 1018 1020 1006 1022 944 1001 664 1025 1048 1018 1061 1062 1044 329 413 1031 1032 1085 1078 1080 1066 1082 1004 1061 724 1085 1108 1078 1121 1122 1104 354 438 1091 1092 1144

154
L.helveticus Lb.crispatus Lb.ultunensis L.amylovorus.DSM Lb.amylolyticus Lb.jensenii Lb.gasseri Lb.delbrueckii L.salivarius.ATCC L.paracasei.10C L.fructivorans L.fermentum Lb.cremoris L.rhamnosus.ATCC L.casei.XF5-2 FSnh1. FSnhA. Lb.acidophilus L.helveticus Lb.crispatus Lb.ultunensis L.amylovorus.DSM Lb.amylolyticus Lb.jensenii Lb.gasseri Lb.delbrueckii L.salivarius.ATCC L.paracasei.10C L.fructivorans L.fermentum Lb.cremoris L.rhamnosus.ATCC L.casei.XF5-2 FSnh1. FSnhA. Lb.acidophilus L.helveticus Lb.crispatus Lb.ultunensis L.amylovorus.DSM Lb.amylolyticus Lb.jensenii Lb.gasseri Lb.delbrueckii L.salivarius.ATCC L.paracasei.10C L.fructivorans L.fermentum Lb.cremoris L.rhamnosus.ATCC L.casei.XF5-2 FSnh1. FSnhA. Lb.acidophilus L.helveticus Lb.crispatus Lb.ultunensis L.amylovorus.DSM Lb.amylolyticus Lb.jensenii Lb.gasseri Lb.delbrueckii L.salivarius.ATCC L.paracasei.10C L.fructivorans L.fermentum Lb.cremoris L.rhamnosus.ATCC L.casei.XF5-2 TCCCGCAACGAGCGCAACCCTTGTTATTAGTTGCCAGCATTAAG-TTGGGCACTCTAATG TCCCGCAACGAGCGCAACCCTTGTTATTAGTTGCCAGCATTAAG-TTGGGCACTCTAATG TCCCGCAACGAGCGCAACCCTTGTTATTAGTTGCCAGCATTAAG-TTGGGCACTCTAATG TCCCGCAACGAGCGCAACCCTTGTTATTAGTTGCCAGCATTAAG-TTGGGCACTCTAATG TCCCGCAACGAGCGCAACCCTTGTCATTAGTTGCCAGCATTAAG-TTGGGCACTCTAATG TCCCGCAACGAGCGCAACCCTTGTTAATAGTTGCCAGCATTAAG-TTGGGCACTCTATTG TCCCGCAACGAGCGCAACCCTTGTCATTAGTTGCCATCATTAAG-TTGGGCACTCTAATG TCCCGCAACGAGCGCAACCCTTGTCTTTAGTTGCCATCATTAAG-TTGGGCACTCTAAAG TCCCGCAACGAGCGCAACCCTTGTTGTCAGTTGCCAGCATTAAG-TTGGGCACTCTGGCG TCCCGCAACGAGCGCAACCCTTATGACTAGTTGCCAGCATTTAG-TTGGGCACTCTAGTA TCCCGCAACGAGCGCAACCCTTGTCATTAGTTGCCAGCATTAAG-TTGGGCACTCTAATG TCCCGCAACGAGCGCAACCCTTGTTACTAGTTGCCAGCATTAAG-TTGGGCACTCTAGTG TCCCGCAACGAGCGCAACCCTTATTGTTAGTTGCCAGCATTCAG-ATGGGCACTCTAGCG TTACAAAGGGCGCACGG----------TGGATGCCT----------TGG---CACTAGGTTACAAAGGGCGCACGG----------TGGATGCCT----------TGG---CACTAGG* .*..*. *.**.*.. *:****: ** *:*:. AAACTGCCAGTGATAAACTGGAAGAAGGTGGGGATGACGTCAAGTCATCATGGCCCTTAC AGACTGCCAGTGATAAACTGGAGGAAGGTGGGGATGACGTCAAGTCATCATGGCCCTTAC AGACTGCCGGTGACAAACCGGAGGAAGGTGGGGATGACGTCAAGTCATCATGCCCCTTAT AGACTGCCGGTGATAAACCGGAGGAAGGTGGGGATGACGTCAAGTCATCATGCCCCTTAT AGACTGCCGGTGACAAACCGGAGGAAGGTGGGGATGACGTCAAGTCATCATGCCCCTTAT AGACTGCCGGTGACAAACCGGAGGAAGGTGGGGATGACGTCAAGTCATCATGCCCCTTAT AGACTGCCGGTGACAAACCGGAGGAAGGTGGGGATGACGTCAAGTCATCATGCCCCTTAT AGACTGCCGGTGACAAACCGGAGGAAGGTGGGGACGACGTCAAGTCATCATGCCCCTTAT AGACTGCCGGTGACAAACCGGAGGAAGGTGGGGATGACGTCAAGTCATCATGCCCCTTAT AGACTGCCGGTGACAAACCGGAGGAAGGTGGGGATGACGTCAAGTCATCATGCCCCTTAT AGACTGCCGGTGACAAACCGGAGGAAGGTGGGGATGACGTCAAGTCATCATGCCCCTTAT AGACTGCCGGTGACAAACCGGAGGAAGGTGGGGACGACGTCAAGTCATCATGCCCCTTAT AGACTGCCGGTGACAAACCGGAGGAAGGTGGGGATGACGTCAAATCATCATGCCCCTTAT AGACTGCCGGTGACAAACCGGAGGAAGGTGGGGATGACGTCAAATCATCATGCCCCTTAT AGACTGCCGGTGACAAACCGGAGGAAGGTGGGGACGACGTCAGATCATCATGCCCCTTAT AGACTGCCGGTGACAAACCGGAGGAAGGCGGGGACGACGTCAGATCATCATGCCCCTTAT ----AGCCG------------ATGAAG--------GACG------------------------AGCCG------------ATGAAG--------GACG--------------------:***. * **** **** GACCAGGGCTACACACGTGCTACAATGGCGCATACAAAGAGAAGCGACCTCGCGAGAGCA GACCAGGGCTACACACGTGCTACAATGGCCCATACAAAGAGAAACGACCTCCCGAGAACA GACCTGGGCTACACACGTGCTACAATGGACAGTACAACGAGGAGCAAGCCTGCGAAGGCA GACCTGGGCTACACACGTGCTACAATGGACAGTACAACGAGAAGCGAGCCTGCGAAGGCA GACCTGGGCTACACACGTGCTACAATGGGCAGTACAACGAGAAGCGAGCCTGCGAAGGCA GACCTGGGCTACACACGTGCTACAATGGGCAGTACAACGAGAAGCGAGCCTGCGAAGGCA GACCTGGGCTACACACGTGCTACAATGGGCAGTACAACGAGAAGCAAGCCTGCGAAGGCA GACCTGGGCTACACACGTGCTACAATGGGCAGTACAACGAGAAGCAAGCCTGCGAAGGCA GACCTGGGCTACACACGTGCTACAATGGGCAGTACAACGAGAAGCGAACCTGTGAAGGCA GACCTGGGCTACACACGTGCTACAATGGACGGTACAACGAGAAGCGAACCTTCGAAGGCA GACCTGGGCTACACACGTGCTACAATGGGCAGTACAACGAGAAGCGAACCCGCGAGGGTA GACCTGGGCTACACACGTGCTACAATGGACGGTACAACGAGTCGCAAGACCGCGAGGTTT GACCTGGGCTACACACGTGCTACAATGGATGGTACAACGAGTTGCGAGACCGCGAGGTCA GACCTGGGCTACACACGTGCTACAATGGACGGTACAACGAGTTGCGAAACCGCGAGGTCA GACCTGGGCTACACACGTGCTACAATGGACGGTACAACGAGTCGCGAACTCGCGAGGGCA GACCTGGGCTACACACGTGCTACAATGGCGTATACAACGAGTTGCCAACCCGCGAGGGTG GAACT--AATACCGATATGCTTCGGGG--------AGCTATAAGTAAGCTT---TGATCC GAACT--AATACCGATATGCTTCGGGG--------AGCTATAAGTAAGCTT---TGATCC **.*: ..***. * .****:*.. * *.. * . * . :.. AGCGGACCTCATAAAGTGCGTCGTAGTCCGGATTGGAGTCTGCAACTCGACTCCATGAAG AGCGGACCTCATAAAGTGCGTCGTAGTCCCGATTGGAGTCTGCAACTCGACTCCATGAAG AGCGAATCTCTTAAAGCTGTTCTCAGTTCGGACTGCAGTCTGCAACTCGACTGCACGAAG AGCGAATCTCTGAAAGCTGTTCTCAGTTCGGACTGCAGTCTGCAACTCGACTGCACGAAG AGCGAATCTCTGAAAGCTGTTCTCAGTTCGGACTGCAGTCTGCAACTCGACTGCACGAAG AGCGAATCTCTGAAAGCTGTTCTCAGTTCGGACTGCAGTCTGCAACTCGACTGCACGAAG AGCGAATCTCTGAAAGCTGTTCTCAGTTCGGACTGCAGTCTGCAACTCGACTGCACGAAG AGCGAATCTCTGAAAGCTGTTCTCAGTTCGGACTGCAGTCTGCAACTCGACTGCACGAAG AGCGGATCTCTTAAAGCTGTTCTCAGTTCGGACTGTAGGCTGCAACTCGCCTACACGAAG AGCGGATCTCTGAAAGCCGTTCTCAGTTCGGACTGTAGGCTGCAACTCGCCTACACGAAG AGCGGATCTCTTAAAGCTGTTCTCAGTTCGGACTGCAGGCTGCAACTCGCCTGCACGAAG AGCTAATCTCTTAAAGCCGTTCTCAGTTCGGATTGTAGGCTGCAACTCGCCTACATGAAG AGCTAATCTCTTAAAGCCATTCTCAGTTCGGACTGTAGGCTGCAACTCGCCTACACGAAG AGCTAATCTCTTAAAGCCGTTCTCAGTTCGGATTGCAGGCTGCAACTCGCCTGCATGAAG AGCAAATCTCTTAAAACCGTTCTCAGTTCGGACTGCAGGCTGCAACTCGCCTGCACGAAG AGCTAATCTCTTAAAGTACGTCTCAGTTCGGATTGTAGTCTGCAACTCGACTACATGAAG GGAGATTTCCGAATGGGGGAACCCAGTACA------CATCAGTGTATTGCCTGCAAGTGGGAGATTTCCGAATGGGGGAACCC-----------------------------------.*. .: * *:.. :* 1137 1139 1125 1141 1063 1120 783 1144 1167 1137 1180 1181 1163 390 474 1151 1152 1204 1197 1199 1185 1201 1123 1180 843 1204 1227 1197 1240 1241 1223 405 489 1211 1212 1264 1257 1259 1245 1261 1183 1240 903 1264 1287 1257 1300 1301 1283 452 536 1271 1272 1324 1317 1319 1305 1321 1243 1300 963 1324 1347 1317 1360 1361 1343 505 560

155
FSnh1. FSnhA. Lb.acidophilus L.helveticus Lb.crispatus Lb.ultunensis L.amylovorus.DSM Lb.amylolyticus Lb.jensenii Lb.gasseri Lb.delbrueckii L.salivarius.ATCC L.paracasei.10C L.fructivorans L.fermentum Lb.cremoris L.rhamnosus.ATCC L.casei.XF5-2 FSnh1. FSnhA. Lb.acidophilus L.helveticus Lb.crispatus Lb.ultunensis L.amylovorus.DSM Lb.amylolyticus Lb.jensenii Lb.gasseri Lb.delbrueckii L.salivarius.ATCC L.paracasei.10C L.fructivorans L.fermentum Lb.cremoris L.rhamnosus.ATCC L.casei.XF5-2 FSnh1. FSnhA. Lb.acidophilus L.helveticus Lb.crispatus Lb.ultunensis L.amylovorus.DSM Lb.amylolyticus Lb.jensenii Lb.gasseri Lb.delbrueckii L.salivarius.ATCC L.paracasei.10C L.fructivorans L.fermentum Lb.cremoris L.rhamnosus.ATCC L.casei.XF5-2 FSnh1. FSnhA. Lb.acidophilus L.helveticus Lb.crispatus Lb.ultunensis L.amylovorus.DSM Lb.amylolyticus Lb.jensenii Lb.gasseri Lb.delbrueckii L.salivarius.ATCC L.paracasei.10C L.fructivorans L.fermentum Lb.cremoris L.rhamnosus.ATCC TCGGAATCGCTAGTAATCGTGGATCAGCACGCCCGG----TTGGG--------------TCGGAATCGCTAGTAATCGTGGATCAGCATGCCCCG----TACCGCCCCCGGA------CTGGAATCGCTAGTAATCGCGGATCAGCACGCCGC------------------------CTGGAATCGCTAGTAATCGCGGATCAGAACGCCGCGGTGAATACGTTCCCGGGCCTTGTA CTGGAATCGCTAGTAATCGCGGATCAGCACGCCGCGGTGAATACGTTCCCGGGCCTTGTA CTGGAATCGCTAGTAATCGCGGATCAGCACGCCGCGGTGAATACGTTCCCGGGCCTTGTA CTGGAATCGCTAGTAATCGCGGATCAGCACGCCGCGGTGAATACGTTCCCGGGCCTTGTA CTGGAATCGCTAGTAATCGCGGATCAGCACGCCGCGGTGAATACGTTCCCGGGTCTTGTA CTGGAATCGCTAGTAATCGCGGATCAGCACGCCGCGGTGAATACGTTCCCGGGCCTTGTA CTGGAATCGCTAGTAATCGCGGATCAGCACGCCGCGGTGAATACGTTCCCGGG------CTGGAATCGCTAGTAATCGCGGATCAGCACGCCGCG-----------------------TCGGAATCGCTAGTAATCGCGAATCAGCATGTCGCGGTGAATACGTTCCCGGGCCTTGTA TCGGAATCGCTAGTAATCGCGGATCAGCACGCCGCGGTGAATACGTTCCCGGGCCTTGTA TTGGAATCGCTAGTAATCGTGGATCAGCATGCCACGGTGAATACGTTCCCGGGTCTTGTA TCGGAATCGCTAGTAATCGCGGATCAGCATGC---------------------------TCGGAATCGCTAGTAATCGCGGATCAGCACGCCGCGGTGAATACGTTCCCGGGTCTTGTA AATACATAGCTTGTTGGCGGCAGACGCGGGGA-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------CACACCGCCCGTCACACCATGGAAGTCTGCAATGCCCAAAGCCGGTGGCCTAACCT---T CACACCGCCCGTCACACCATGGGAGTCTGCAATGCCCAAAGCCGGTGGCCTAACCT---T CACACCGCCCGTCACACCATGGGAGTCTGCAACGCCCAAAGCCGGTGGCCTAACCG---A CACACCGCCCGTCACACCATGGGAGTCTGCAATGCCCAAAGCCGGTGGCCTAACCT---T CACACCGCCCGTCACACCATGGGAGTCTGCAATGCCCGAAGCCGGTGGCCTAACCT---T CACACCGCCCGTCACACCATGAGAGTTTGTAACACCCAAAGTCGGTGAGGTAACCT---T ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------CACACCGCCCGTCACACCATGAGAGTTTGTAACACCCAAAGCCGGTGGGGTAACCG---C CACACCGCCCGTCACACCATGAGAGTTTGTAACACCCGAAGCCGGTGGCGTAACCCTTTT CACACCGCCCGTCACACCATGAGAGTTTGTAACACCCAAAGTCGGTTAGGTAACCT---T -----------------------------------------------------------CACACCGCCCGTCACACCATGGGAGTTTGTAATGCCCAAAGCCGGTGGCCTAACCT--TT -------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------CGGGAAGGAGCCGTCTAAGGCAGGGCAGATGACTGGGGTGAAGTCGTAACAAGGTAGCCG CGGGAAGGAGCCGTCTAAGGCAGGGCAGATGACTGGGGTGAAGTCGTAACAAGGTAGCCG AAGGAAGGAGCCGTCTAAGGCAGGGCAGATGACTGGGGTGAAGTCGTAACAAGGTAGCCG CGGGAAGGAGCCGTCTAAGGCAGGGCAGATGACTGGGGTGAAGTCGTAACAAGGTAGCCG CGGGAAGGAGCCGTCTAAGGCAGGGCAGATGACTGGGGTGAAGTCGTAACAAGGTAGCCG TGG-AGCCAGCCGCCTAAGGTGGGACAGATGATTAGGGTGAAGTCGTAACAAGGTAGCCG ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------AAGGAGCCAGCCGTCTAAGGTGGGACAGATGATTGGGGTGAAGTCGTAACAAGGTAGCCG AGGGAGCGAGCCGTCTAAGGTGGGACAAATGATTAGGG-GAAGTCG-AACAAG------TTGGAGCCTGCCGCCTAAGGTGGGACAGATGATTAGGGTGAAGTCGTAACAAGGTAGCCG -----------------------------------------------------------NAGGAAGGAGCNGTCTAAGGNAGGANAGANGA-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------TAGGAGAACCTG-------------------CGGTTGGATC---------TAGGAGAACCTG-------------------CGGTTGGA-----------TAGGAGAACCTG-------------------CGGTTGGA-----------TAGGAGAACCTG-------------------CGGTTG-------------TAGGAGAACCTG-------------------CGGTTGGATCA--------TAGGAGAACCTG-------------------CGGTTGGATCAC-----------------------------------------------------------------------------------------------------------TAGGAGAACCTGCGGCTGGATCACCTCCTTAAGCTTGGATCCCGGG-----------------------------------AGCGAG----CCG------TAGGAGAACCTG------------------CGGCTGGATCACCTCCTTTNT ------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------1312 1321 1359 1377 1379 1365 1381 1303 1360 1016 1360 1407 1377 1420 1393 1403 537

1434 1436 1422 1438 1360 1417

1464 1437 1477 1461

1494 1496 1482 1498 1420 1476

1524 1488 1537 1493

1516 1516 1502 1516 1443 1500

1570 1497 1570

156
L.casei.XF5-2 ---------------------------------------------------

CLUSTAL 2.1 Multiple Sequence Alignments


Sequence Sequence Sequence Sequence Sequence Sequence Sequence Sequence Sequence Sequence Sequence Sequence Sequence Sequence Sequence Sequence Sequence Sequence Sequence Sequence type explicitly set to Protein format is Pearson 1: FSnh1. 1312 2: FSnhA. 1321 3: L.salivarius.ATCC 1570 4: L.fructivorans 1570 5: Lb.delbrueckii 1360 6: Lb.jensenii 1500 7: Lb.crispatus 1516 8: Lb.amylolyticus 1443 9: Lb.cremoris 1493 10: Lb.ultunensis 1502 11: Lb.acidophilus 1359 12: Lb.gasseri 1016 13: L.amylovorus.DSM 1516 14: L.rhamnosus.ATCC 537 15: L.casei.XF5-2 560 16: L.fermentum 1393 17: L.helveticus 1516 18: L.paracasei.10C 1497 aa aa aa aa aa aa aa aa aa aa aa aa aa aa aa aa aa aa

Start of Pairwise alignments Aligning Sequences (1:2) Aligned. Score: Sequences (1:3) Aligned. Score: Sequences (1:4) Aligned. Score: Sequences (1:5) Aligned. Score: Sequences (1:6) Aligned. Score: Sequences (1:7) Aligned. Score: Sequences (1:8) Aligned. Score: Sequences (1:9) Aligned. Score: Sequences (1:10)Aligned. Score: Sequences (1:11)Aligned. Score: Sequences (1:12)Aligned. Score: Sequences (1:13)Aligned. Score: Sequences (1:14)Aligned. Score: Sequences (1:15)Aligned. Score: Sequences (1:16)Aligned. Score: Sequences (1:17)Aligned. Score: Sequences (1:18)Aligned. Score: Sequences (2:3) Aligned. Score: Sequences (2:4) Aligned. Score: Sequences (2:5) Aligned. Score: Sequences (2:6) Aligned. Score: Sequences (2:7) Aligned. Score: Sequences (2:8) Aligned. Score: Sequences (2:9) Aligned. Score: Sequences (2:10)Aligned. Score: Sequences (2:11)Aligned. Score: Sequences (2:12)Aligned. Score: Sequences (2:13)Aligned. Score: Sequences (2:14)Aligned. Score: Sequences (2:15)Aligned. Score: Sequences (2:16)Aligned. Score: Sequences (2:17)Aligned. Score: Sequences (2:18)Aligned. Score:

98 87 74 74 74 74 74 74 74 74 74 74 48 46 74 74 74 74 86 74 75 75 73 75 74 74 75 74 48 47 74 75 75

157 Lampiran 5. Rendemen dan Yield Isolasi Pati Resisten


Sampel RS2 (tepung pisang kontrol) RS2 (tepung pisang fermentasi spontan) RS3 (tepung pisang dua siklus retrogradasi) RS3 (tepung pisang fermentasi spontan - dua siklus retrogradasi) Ulangan 1 2 1 2 1 2 1 2 RS Analisis 40.21 40.45 39.01 38.38 39.27 38.99 42.47 42.86 RS solasi 40.19 40.34 39.71 35.84 38.65 37.44 42.09 42,25 Yield 99.96 99.74 101.79 93.39 98.42 96.03 99.09 98.58 42.67 0.28 42.17 0.36 39.13 0.20 38.05 1.69 38.70 0.45 37.78 5.94 Rata-rata Rendemen 40.33 Stdev Ratarata Yield 40.27 Stdev

0.17

0.16

158 Lampiran 6. Hidrolisis Pati Resisten oleh Asam Lambung Artifisial


1,2 Blanko glukosa 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 ABS 0.196 0.416 0.643 0.841 1.063 kadar glukosa 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 ABS ABS 0.196 0.416 0.643 0.841 1.063 1 0,8 0,6 0,4 0,2 0 0 0,1 g/10ml = 100mg/10ml = 10mg/ml 0,5 1 1,5 2 2,5 KOnsentrasi gula (mg) 3 y = 0,4318x - 0,0159 R = 0,9996

Sampel RS Tepung Pisang Kontrol

% RS Terhidrolisis pada Jam KepH 1 2 2 3 4 0.5 3,07 1,12 1,12 1,49 1,4 1,3 6,18 2,32 1,35 3,47 4,82 2,65 6,81 7,56 7,94 44,24 26,83 3,35 2,68 5,59 6,71 1 3,07 1,3 1,3 14,33 2,05 2,05 0,96 2,51 0,19 1,16 1,35 16,26 18,91 29,12 32,14 27,23 15,21 14,31 20,57 23,48 18,11 2 3,63 13,77 13,77 14,33 3,16 3,16 21,04 10,81 4,05 5,98 24,12 11,72 13,99 18,15 20,04 13,61 13,19 11,85 10,29 19,01 18,78 4 3,07 5,4 5,4 0,56 3,72 8 0,37 0,93 2,6 1,12 3,16 12,93 16,37 15,63 23,26 18,14 15,26 17,21 15,44 24,84 24,56 6 4,93 7,81 7,81 0,84 5,4 15,81 11,39 2,12 13,7 12,35 21,04 28,74 36,68 55,59 65,42 55,97 26,16 37,12 31,98 41,59 39,58

RS Tepung Pisang Fermentasi

5 1 2 3 4

RS Tepung Pisang 2x Retrogradasi

5 1 2 3 4

RS Tepung Pisang Fermentasi Spontan dan 2x Retrogradasi

5 1 2 3 4 5

159 Lampiran 7. Indeks Prebiotik Pati Resisten Tepung Pisang


Logaritmik Bakteri Sampel RS native Ulangan 1 2 1 2 1 2 1 2 RS FSO2x 1 2 1 2 1 2 1 2 Kontrol 1 2 1 2 1 2 1 2 24 10 4 0 24 10 4 0 24 10 4 Jam Ke 0 Lactobacillus 6,11 6,26 6,19 8,05 8,12 8,08 8,76 8,78 8,77 8,53 8,63 8,58 6,26 6,03 6,16 8,33 8,35 8,34 9,15 9,08 9,12 8,91 8,96 8,94 6,21 6,20 6,21 7,40 7,36 7,38 7,60 7,52 7,56 7,34 7,36 7,35 Bifidobacteria 7,02 7,12 7,07 8,49 8,51 8,50 8,51 8,49 8,50 9,23 9,23 9,23 7,12 7,08 7,10 8,61 8,63 8,62 9,38 9,15 9,28 9,15 9,30 9,23 7,00 7,09 7,05 7,08 7,11 7,10 7,85 7,94 7,90 7,76 7,76 7,76 Clostridia 7,76 7,74 7,75 6,35 6,32 6,33 6,70 6,08 6,49 7,40 7,78 7,63 6,90 6,74 6,83 7,04 7,08 7,06 7,53 7,00 7,34 7,46 7,49 7,48 6,89 6,93 6,91 7,59 7,48 7,54 7,74 7,71 7,73 7,40 7,41 7,41 Bacteroides 7,62 7,71 7,67 8,08 8,05 8,06 8,49 8,51 8,50 9,34 9,12 9,25 7,62 7,71 7,67 7,74 7,73 7,73 7,15 7,08 7,12 7,76 7,85 7,81 7,64 7,71 7,68 8,45 8,44 8,45 9,05 9,07 9,06 9,34 9,12 9,25 Aerob Mesofilik 8,05 8,08 8,07 8,73 8,76 8,74 9,08 9,09 9,09 9,63 9,55 9,59 7,81 7,84 7,83 8,84 8,86 8,85 9,59 9,42 9,51 9,36 9,48 9,43 7,80 7,87 7,84 8,55 8,54 8,54 9,11 9,13 9,12 9,36 9,16 9,27

160 Lampiran 8. Profil SCFA Menggunakan Analisis Gas Chromatography (GC)


Sampel 1A (Cairan RS2) Acetic acid Propionic acid n-Butiric acid 2A (Padatan RS2) Acetic acid Propionic acid n-Butiric acid 1B (Cairan RS3) Acetic acid Propionic acid n-Butiric acid 2B (Padatan RS3) Acetic acid Propionic acid n-Butiric acid Area Sampel 998 1197 0 846 1080 0 1394 1020 0 1049 0 109 Area Standar 3184 6468 9533 3184 6468 9533 3184 6468 9533 3184 6468 9533 mM VFA 5.2240 2.5009 0.0000 4.4284 2.5564 0.0000 7.2969 2.1311 0.0000 5.4910 0.0000 0.2299

161 Lampiran 9. Indeks Glikemik Tepung Pisang


IG TEPUNG PISANG ALAMI Nama Dedy Yati Napsiah Zahroni Yuningsih Nurlela Minna Hermawati Novianti Ana Amelia Luas Kurva Sampel 3405,0 5550,0 13230,0 3360,0 3675,0 2940,0 2175,0 2280,0 1575,0 2655,0 Luas Kurva Glukosa 5370,0 6180,00 7200,00 4890,00 5385,00 6420,00 4170,00 3300,00 2535,00 4185,00 IG/orang 63,41 89,81 183,75 68,71 68,25 45,79 52,16 69,09 62,13 63,44 Rata2 IG 76,65 65,84 SD 39,37 3,16 IG Tinggi

IG TEPUNG PISANG FERMENTASI Luas Kurva Luas Kurva Nama Sampel Glukosa Dedy Yati Napsiah Zahroni Yuningsih Nurlela Minna Hermawati Novianti Ana Amelia 3615,0 3300,0 3555,0 2835,0 2835,0 3600,0 3465,0 2745,0 1830,0 2445,0 5820,0 4650,0 6450,0 4305,0 4350,0 5940,0 3660,0 3750,0 4230,0 3420,0

IG/orang 62,11 70,97 55,12 65,85 65,17 60,61 94,67 73,20 43,26 71,49

Rata2 IG 66,25 66,03

SD 13,37 4,47

IG Sedang

IG TEPUNG PISANG RETROGRADASI 1X Nama Dedy Yati Napsiah Zahroni Yuningsih Nurlela Minna Hermawati Novianti Ana Amelia Luas Kurva Sampel 4350,0 3915,0 4725,0 3195,0 3300,0 2970,0 1994,0 1874,0 3000,0 2490,0 Luas Kurva Glukosa 5370,0 6180,0 7200,0 4890,0 5385,0 6420,0 4170,0 3300,0 2535,0 4185,0 IG/orang 81,01 63,35 65,63 65,34 61,28 46,26 47,82 56,79 118,34 59,50 Rata2 IG 66,53 61,98 SD 20,65 3,47 IG Sedang

162
IG TEPUNG PISANG RETROGRADASI 2X Nama Dedy Yati Napsiah Zahroni Yuningsih Nurlela Minna Hermawati Novianti Ana Amelia Luas Kurva Sampel 2640,0 3135,0 5175,0 2430,0 3105,0 2640,0 1095,0 1950,0 1950,0 1471,0 Luas Kurva Glukosa 5820,0 4650,0 6450,0 4305,0 4350,0 5940,0 3660,0 3750,0 4230,0 3420,0 IG/orang 45,36 67,42 80,23 56,45 71,38 44,44 29,92 52,00 46,10 43,01 Rata2 IG 53,63 51,96 SD 15,30 8,87 IG Rendah

IG TEPUNG PISANG FERMENTASI- RETROGRADASI 2X Nama Dedy Yati Napsiah Zahroni Yuningsih Nurlela Minna Hermawati Novianti Ana Amelia Luas Kurva Sampel 3195,0 2400,0 2745,0 3900,0 3840,0 3240,0 2310,0 3825,0 3015,0 3540,0 Luas Kurva Glukosa 4890,0 3975,0 5550,0 6675,0 4500,0 6060,0 5340,0 5190,0 4785,0 5535,0 IG/orang 65,34 60,38 49,46 58,43 85,33 53,47 43,26 73,70 63,01 63,96 Rata2 IG 61,63 60,76 SD 11,98 4,36 IG Sedang

IG TEPUNG PISANG FERMENTASI- RETROGRADASI 2X Nama Dedy Yati Napsiah Zahroni Yuningsih Nurlela Minna Hermawati Novianti Ana Amelia Luas Kurva Sampel 2130,0 1830,0 3120,0 3405,0 3060,0 2820,0 1800,0 1800,0 2070,0 2430,0 Luas Kurva Glukosa 4890,0 3975,0 5550,0 6675,0 4500,0 6060,0 5340,0 5190,0 4785,0 5535,0 IG/orang 43,56 46,04 56,22 51,01 68,00 46,53 33,71 34,68 43,26 43,90 Rata2 IG 46,69 45,72 SD 10,03 2,92 IG Rendah

You might also like