You are on page 1of 0

Prestasi Vol. 9 No.

1 - Juni 2012 ISSN 1411 - 1497



113

Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, DAU, DAK, PAD
Terhadap Indeks Pembangunan Manusia dengan
Pengalokasian Anggaran Belanja Modal Sebagai Variabel
Intervening
(Studi Empiris pada Pemerintah Kabupaten dan
Kota se-Jawa Tengah)

Disusun Oleh :
Lilis Setyowati
Yohana Kus Suparwati
ABSTRACT

The implementation of fiscal decentralization in addition to give authority to local
goverments in the region also affects the ability of the local potentials to allocate
revenues to fulfill the public interest, and enhance public welfare. The public welfare can
be seen from the increasing of Human Development Index of the region through the
allocation of capital expenditures. This study aims to prove empirically that Economic
Growth (represented by PDRB), the General Allocation Fund (DAU), the Special
Allocation Fund (DAK), Local Revenue (PAD) affect Human Development Index over
the Allocation of Capital Expendicture Budget (PABM) which is represented by Capital
Expenditure. The sampling method used in this study is purposive sampling, with total
samples of 22 regencies and 3 cities from the population of 35 regencial governments in
Cetral Java during 2005-2009. The analysis used is multiple linear regression for the
first step model and simple linear regression for the second step model. The result of
statistical test from the first step model showed that Economic Growth negatively affect
PABM. While DAU, DAK, PAD positively affect to PABM. The result of statistical tests
from the second step model showed the presumption of PABM positively influences on
IPM. Based on path analysis showed that only the Economic Growth that has no effect on
IPM through PABM, while DAU, DAK, and PAD affect IPM through PABM. Adjusted
R square value obtained for each model of the research in the first step model of 53,5%
and 3,1% for the second step model.

Keywords : Economic Growth, General Allocation Fund (DAU), Special Allocation
Fund (DAK), Local Revenue (PAD), Capital Expenditures, and the
Human Development Index (IPM).

LATAR BELAKANG MASALAH
Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan salah satu sumber pendapatan daerah
selain dana perimbangan dan lain-lain pendapatan. PAD bertujuan memberikan
kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mendanai pelaksanaan otonomi
daerah sesuai dengan potensi daerah sebagai perwujudan desentralisasi (UU No.
33/2004). Kuncoro (2007) juga menyebutkan bahwa PAD hanya mampu
membiayai belanja pemda paling tinggi sebesar 20%. Kemandirian bagi daerah
Prestasi Vol. 9 No. 1 - Juni 2012 ISSN 1411 - 1497

114

belum sepenuhnya terlaksana karena mereka masih menggantungkan adanya
dana dari pemerintah pusat, khususnya DAU.
Pemerintah daerah mengalokasikan dana dalam bentuk belanja modal dalam
APBD. Hal ini ditujukan untuk meningkatkan investasi modal dalam bentuk aset
tetap yakni peralatan, bangunan, infrastruktur, dan harta tetap lainnya. Semakin
tinggi tingkat investasi modal diharapkan mampu meningkatkan kualitas layanan
publik. Alokasi belanja modal ini didasarkan pada kebutuhan daerah akan sarana
dan prasarana, baik untuk kelancaran pelaksanaan tugas pemerintahan maupun
untuk fasilitas publik (Darwanto dan Yustikasari, 2007). Peningkatan layanan
publik ini diharapkan dapat meningkatkan daya tarik bagi investor untuk
membuka usaha di daerah. Harapan ini tentu saja dapat terwujud apabila ada
upaya serius (pemerintah) dengan memberikan berbagai fasilitas pendukung
(investasi). Konsekuensinya, pemerintah perlu untuk memberikan alokasi belanja
yang lebih besar untuk tujuan ini (Harianto dan Adi, 2007).
Dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan kualitas pelayanan
publik, pemerintah daerah hendaknya mampu mengubah proporsi belanja yang
dialokasikan untuk tujuan dan hal-hal yang positif, sebagai contoh melakukan
aktivitas pembangunan yang berkaitan dengan program-program untuk
kepentingan publik. Menurut Ginting dkk (2008) yang menyatakan bahwa sudah
saatnya pembangunan tidak lagi diletakkan pada kekuatan sumber daya alam
(natural resources based), tetapi pada kekuatan sumber daya mausia (human
resources based). Caranya adalah dengan meletakkan prioritas pembangunan
pada pembangunan manusia, karena pada akhirnya pembangunan manusia yang
berhasil akan bermuara pada pertumbuhan ekonomi yang tinggi.
Adapun untuk ukuran standar pembangungan manusia yaitu Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) yang ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa
(PBB) (BPS, 2009 : 3). IPM mulai digunakan oleh United Nations Development
Programme (UNDP) sejak tahun 1990 untuk mengukur upaya pencapaian
pembangunan manusia suatu negara. IPM merupakan indikator komposit tunggal
yang digunakan untuk mengukur pencapaian pembangunan manusia yang telah
dilakukan di suatu wilayah (UNDP, 2004 dalam Christy dan Adi, 2009).
Walaupun tidak dapat mengukur semua dimensi dari pembangunan, namun
mampu mengukur dimensi pokok pembangunan manusia yang dinilai
mencerminkan status kemampuan dasar (basic capabilities) penduduk (Christy
dan Adi, 2009).
Ginting dkk (2008) telah meneliti pembangunan manusia di Indonesia dan faktor-
faktor yang mempengaruhinya, serta menunjukkan bahwa pengeluaran
pemerintah untuk pendidikan adalah yang terbesar dan berpengaruh positif
terhadap pembangunan manusia, serta pengeluaran konsumsi rumah tangga
untuk bukan makanan berpengaruh positif. Sedangkan variabel yang berbengaruh
negatif terhadap pembangunan manusia adalah rasio penduduk miskin dan
pengeluaran konsumsi rumah tangga untuk makanan.
Penelitian berbeda dilakukan oleh Kintamani (2008) yang menganalisis Indeks
Pembangunan Manusia diukur dari empat indikator, yaitu Angka Harapan Hidup
Prestasi Vol. 9 No. 1 - Juni 2012 ISSN 1411 - 1497

115

(AHH), Angka Melek Huruf (AMH), Angka Pertisipasi Kasar gabungan (APK),
dan Purchasing Parity Power (PPP), dan hasil yang mempengaruhi IPM adalah
AHH dan bukan APK gabungan agar IPM Indonesia mampu melebihi IPM
Vietnam. Indonesia masuk dalam IPM kelompok menengah artinya mempunyai
nilai IPM diantara 0,51 sampai 0,79. Indonesia berada pada urutan ke-7 dari 10
negara ASEAN pada tahun 2007 dan berada di bawah Vietnam. Berdasarkan
indikator IPM ternyata pembangunan Indonesia yang tampak dari pendapatan per
kapita tidak dimanfaatkan untuk mengembangkan sumber daya manusia secara
maksimal.
Hubungan antara Dana Alokasi Umum, Belanja Modal dan Kualitas
Pembangunan Manusia telah diteliti oleh Christy dan Adi (2009). Variabel
Kualitas Pembangunan Manusia diproksikan oleh Indeks Pembangunan Manusia
(IPM). Sampel yang digunakan adalah 29 kabupaten dan 6 kota di Jawa Tengah
pada periode tahun 2004 sampai tahun 2006. Hasilnya menunjukkan bahwa DAU
berpengaruh terhadap Belanja Modal, dan Belanja Modal juga berpengaruh
terhadap IPM.
Selain penelitian tentang Indeks Pembangunan Manusia, terdapat pula penelitian
tentang pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, PAD, dan DAU terhadap
Pengalokasian Anggaran Belanja Modal telah dilakukan oleh Darwanto dan
Yustikasari (2007). Sampel yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah
kabupaten dan kota se Jawa-Bali dari tahun 2004-2005. Hasilnya menunjukkan
bahwa secara simultan variabel Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah
dan Dana Alokasi Umum berpengaruh secara signifikan terhadap variabel
Pengalokasian Anggaran Belanja Modal. Namun pengujian secara parsial
menyimpulkan bahwa hanya Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum
berpengaruh positif terhadap Belanja Modal dalam APBD. Penelitian tersebut
menunjukkan bahwa hanya DAU yang berpengaruh signifikan terhadap
Pengalokasian Anggaran Belanja Modal sedangkan Pertumbuhan Ekonomi dan
PAD tidak berpengaruh signifikan terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja
Hasil penelitian tersebut berbeda dengan temuan Darwanto dan Yustikasari
(2007) yang menyimpulkan bahwa PAD berpengaruh terhadap Pengalokasian
Anggaran Belanja Modal.
Berbeda dengan penelitian Wijaya (2007) yang menyatakan bahwa PAD
berpengaruh positif dan signifikan terhadap Belanja Pembangunan (sekarang
Belanja Modal) di Kabupaten Sleman, Gunungkidul, Kota Yogyakarta dan
Propinsi DIY. Hal ini berarti semakin tinggi PAD maka semakin tinggi Belanja
Modal di kabupaten/kota/propinsi tersebut.
Harianto dan Adi (2007) menunjukkan bahwa Dana Alokasi Umum sangat
berpengaruh terhadap Belanja Modal. Dibeberapa daerah, peran DAU sangat
signifikan karena kebijakan belanja daerah lebih didominasi oleh jumlah DAU
dari pada PAD. Hal ini memberikan indikasi kuat bahwa perilaku belanja daerah
khususnya belanja modal akan sangat dipengaruhi sumber penerimaan ini.
Prestasi Vol. 9 No. 1 - Juni 2012 ISSN 1411 - 1497

116

Dari penelitian yang telah dilakukan oleh Darwanto dan Yustikasari (2007) dan
Putro dan Pamudji (2010) di atas terdapat perbedaan hasil penelitian. Oleh karena
itu, peneliti akan melakukan penelitian ulang sekaligus menambah variabel
independen yaitu Dana Alokasi Khusus (DAK) dengan harapan bahwa variabel
ini dapat meningkatkan nilai R-square penelitian.
Peneliti juga mengembangkan penelitian Darwanto dan Yustikasari (2007) dan
Putro dan Pamudji (2010) dengan ide dari penelitian Christy dan Adi (2009).
Penelitian ini menggunakan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebagai
variabel dependen dan menjadikan Pengalokasian Anggaran Belanja Modal
sebagai variabel intervening.
Alasan Pengalokasian Anggaran Belanja Modal sebagai variabel intervening
karena Pertumbuhan Ekonomi, DAU, DAK dan PAD dapat memberikan dampak
yang berarti bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat yang tercermin dari
meningkatnya IPM melalui alokasi belanja modal. Menurut Mardiasmo (2002)
dalam Christy dan Adi (2009) yang menyatakan bahwa dalam era otonomi,
pemerintah daerah harus semakin mendekatkan diri pada berbagai pelayanan
dasar masyarakat. Oleh karena itu, alokasi belanja modal memegang peranan
penting guna peningkatan pelayanan ini. Sejalan dengan peningkatan pelayanan
ini (yang ditunjukkan dengan peningkatan belanja modal) dapat meningkatkan
kualitas pembangunan manusia yang diharapkan (Mardiasmo, 2002 dalam
Christy dan Adi, 2009).
Penambahan IPM dalam penelitian ini berdasarkan Christy dan Adi (2009) yang
menggunakan IPM untuk mengklasifikasikan apakah suatu negara adalah negara
maju, negara berkembang atau negara terbelakang dan juga untuk mengukur
pengaruh dari kebijakan ekonomi terhadap kualitas hidup. Jadi pembangunan
harus memberikan dampak terhadap peningkatan kualitas hidup manusia secara
menyeluruh, baik menyangkut pemenuhan kebutuhan fisik maupun non fisik.
Maka IPM sebagai indeks komposit digunakan untuk mengukur pencapaian
kualitas pembangunan manusia untuk dapat hidup secara lebih berkualitas, baik
dari aspek kesehatan, pendidikan, maupun aspek ekonomi.
Hal tersebut juga sesuai dengan pendapat Suryadi (2008) yang menyatakan
bahwa IPM merupakan ukuran yang lebih komprehensif dan kontekstual
dibandingkan dengan besaran pendapatan perkapita (menurut kurs UD$) dalam
menentukan apakah suatu negara diidentifikasikan sebagai negara maju,
berkembang, atau belum berkembang. IPM melakukan pengukuran indeks atas
dasar asumsi bahwa manusia yang berkualitas adalah manusia yang hidup sehat
dan panjang umur, memiliki pendidikan dan kecakapan hidup yang berguna bagi
kehidupan masyarakatnya, serta dapat mencapai standar hidup yang layak.
Selain itu, upaya perbaikan penelitian juga dilakukan dengan memperpanjang
dan memperbarui periode pengamatan dengan periode penelitian dari tahun 2005
sampai dengan 2009 agar hasil yang didapat lebih menunjukkan data yang akurat
sehingga lebih mampu untuk dapat digeneralisasikan atas penelitian tersebut.
Sedangkan obyek penelitian yaitu pada pemerintah kabupaten dan kota se-Jawa
Tengah.
Prestasi Vol. 9 No. 1 - Juni 2012 ISSN 1411 - 1497

117

PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian diatas, perumusan masalah dalam penelitian ini antara lain
sebagai berikut: Apakah Pertumbuhan Ekonomi, DAU, DAK, dan PAD
berpengaruh positif terhadap Indeks Pembangunan Manusia melalui
Pengalokasian Anggaran Belanja Modal?
Indeks Pembangunan Manusia
Pembangunan manusia menempatkan manusia sebagai tujuan akhir dari
pembangunan bukan alat dari pembangunan. Keberhasilan pembangunan
manusia dapat dilihat dari seberapa besar permasalahan mendasar di masyarakat
dapat teratasi. Pemasalahan-permasalahan tersebut meliputi kemiskinan,
pengangguran, gizi buruk, dan buta huruf. Berbagai ukuran pembangunan
manusia telah dibuat namun tidak semuanya dapat digunakan sebagai ukuran
standar yang dapat membandingkan antar wilayah atau antar negara. Untuk itu,
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menetapkan suatu ukuran standar
pembangunan manusia yaitu Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human
Development Indeks (HDI) (BPS, 2009 : 3).
Pertumbuhan Ekonomi
Menurut Maruf dan Wihastuti (2008) yang menyatakan pertumbuhan ekonomi
sebagai sebuah proses peningkatan output dari waktu ke waktu menjadi indikator
penting untuk mengukur keberhasilan pembangunan suatu negara. Dalam
pertumbuhan ekonomi suatu bangsa terdapat tiga komponen penentu utama yaitu
: (i) akumulasi modal yang meliputi semua bentuk atau jenis investasi baru yang
ditanamkan pada tanah, peralatan fisik, dan sumber daya manusia; (ii)
pertumbuhan penduduk yang meningkatkan jumlah angkatan kerja di tahun-
tahun mendatang; (ii) kemajuan teknologi.
Dana Alokasi Umum
DAU diberikan pemerintah pusat untuk membiayai kekurangan dari pemerintah
daerah dalam memanfaatkan PAD-nya. DAU bersifat Block Grant yang berarti
penggunaannya diserahkan kepada daerah sesuai dengan prioritas dan kebutuhan
daerah untuk peningkatan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka
pelaksanaan otonomi daerah. DAU terdiri dari : Dana Alokasi Umum untuk
Daerah Propinsi dan Dana Alokasi Umum untuk Daerah Kabupaten/Kota. Jadi
DAU dialokasikan untuk daerah provinsi dan kabupaten/kota. Proporsi DAU
untuk daerah propinsi dan untuk daerah kabupaten/kota ditetapkan sesuai dengan
imbangan kewenangan antara provinsi dan kabupaten/kota (Christy dan Adi,
2009).
Dana Alokasi Khusus
Berdasarkan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004, Dana Alokasi Khusus
merupakan dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada daerah
tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang
merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.
Prestasi Vol. 9 No. 1 - Juni 2012 ISSN 1411 - 1497

118

Pendapatan Asli Daerah
Pendapatan Asli Daerah, selanjutnya disebut PAD adalah pendapatan yang
diperoleh Daerah yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. PAD bertujuan memberikan kewenangan kepada
Pemerintah Daerah untuk mendanai pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan
potensi Daerah sebagai perwujudan Desentralisasi (UU No. 33/2004).
Berbagai belanja yang dialokasikan pemerintah, hendaknya memberikan manfaat
langsung bagi masyarakat. Untuk itu, dalam kepentingan jangka pendek,
pungutan yang bersifat retribusi lebih relevan dibanding pajak. Alasan yang
mendasari, pungutan ini berhubungan secara langsung dengan masyarakat.
Masyarakat tidak akan membayar apabila kualitas dan kuantitas layanan publik
tidak mengalami peningkatan (Abrar, 2010). Pendapat serupa juga diyatakan
oleh Supardi (2008) bahwa peingkatan Pendapatan Asli Daerah merupakan salah
satu usaha untuk mengatasi pembiayaan urusan penyelenggaraan pemerintah.
Dalam rangka meningkatkan pendapatan daerah, sektor retribusi daerah
merupakan sektor yang sangat besar untuk digali dan diperluas pengelolaannya,
karena retribusi daerah dipungut atas balas jasa yang disediakan pemerintah.
Pelaksanaan pemungutan retribusi daerah dilakukan diluar waktu yang telah
ditentukan oleh peraturan undang-undang, selama pemerintah daerah dapat
menyediakan jasa atas pungutan atas dasar persetujuan pemerintah pusat.
Pengalokasian Anggaran Belanja Modal
Pasal 53 Permendagri No. 59 tahun 2007 tentang perubahan Permendagri No.
13/2006 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah menyebutkan bahwa Belanja
Modal digunakan untuk pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pengadaan
asset tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 (dua belas)
bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan.
Menurut PP Nomor 71 Tahun 2010, belanja modal merupakan belanja
Pemerintah Daerah yang manfaatnya melebihi 1 tahun anggaran dan akan
menambah aset atau kekayaan daerah dan selanjutnya akan menambah belanja
yang bersifat rutin seperti biaya pemeliharaan pada kelompok belanja
administrasi umum. Belanja modal digunakan untuk memperoleh aset tetap
pemerintah daerah seperti peralatan, infrastruktur, dan harta tetap lainnya. .
Aset tetap merupakan prasyarat utama dalam memberikan pelayanan publik oleh
pemerintah daerah. Untuk menambah aset tetap, pemerintah daerah
mengalokasikan anggaran belanja modal dalam APBD. Alokasi belanja modal ini
didasarkan pada kebutuhan daerah akan sarana dan prasarana, baik untuk
kelancaran pelaksanaan tugas pemerintahan maupun untuk fasilitas publik.
Biasanya setiap tahun diadakan pengadaan aset tetap oleh pemerintah daerah,
sesuai dengan prioritas anggaran dan pelayanan publik yang memberikan
dampak jangka panjang secara finansial. Belanja modal direalisasikan untuk
mendapatkan aset tetap pemerintah daerah, yakni peralatan, infrastruktur, dan
harta tetap lainnya. Secara teoritis ada tiga cara untuk memperoleh aset tetap
tersebut dalam kondisi normal, yakni dengan membangun sendiri, menukarkan
Prestasi Vol. 9 No. 1 - Juni 2012 ISSN 1411 - 1497

119

dengan aset tetap lain, dan membeli. Selain itu, aset tetap dapat juga berasal dari
pihak lain berupa hibah atau bantuan. Namun, untuk kasus di pemerintahan,
biasanya cara yang dilakukan adalah membangun sendiri atau membeli
(Abdullah dan Solichin, 2006).
Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi terhadap Indeks Pembangunan Manusia
melalui Pengalokasian Anggaran Belanja Modal
Secara tradisional, pertumbuhan ekonomi ditujukan untuk peningkatan yang
berkelanjutan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Desentralisasi
memberikan dampak yang sangat berarti bagi pertumbuhan ekonomi suatu
daerah. Adanya hubungan yang positif dan signifikan antara desentralisasi fiskal
dengan pertumbuhan ekonomi. Hal ini mendukung sintesa yang menyatakan
bahwa, pemberian otonomi yang lebih besar akan memberikan dampak yang
lebih besar bagi pertumbuhan ekonomi, hal inilah yang mendorong daerah untuk
mengalokasikan secara lebih efisien berbagai potensi lokal untuk kepentingan
pelayanan publik (Darwanto dan Yustikasari (2007).
Perkembangan pembangunan manusia di Indonesia, seperti disebutkan dalam
Indonesian Human Development Report 2004 (UNDP, 2004 dalam Ginting
dkk, 2008), sangat tergantung pada pertumbuhan ekonomi dari awal tahun 1970-
an sampai akhir 1990-an. Pertumbuhan ekonomi memungkinkan penduduk untuk
mengalokasikan pengeluaran untuk pendidikan dan kesehatan menjadi lebih
banyak. Sementara itu, pengeluaran pemerintah untuk pelayanan kesehatan dan
pendidikan relatif sedikit. Kebutuhan akan peningkatan alokasi pengeluaran
pemerintah untuk kedua bidang sosial tersebut makin sangat dibutuhkan sejak
krisis ekonomi menerpa (Ginting dkk, 2008).
Namun, Ginting dkk (2008) juga menyatakan satu hal yang seringkali dikaitkan
dengan pembangunan manusia adalah pertumbuhan ekonomi. Para ahli ekonomi
banyak mengamati sejauh mana hubungan dan pengaruh pertumbuhan ekonomi
terhadap pembangunan manusia. Demikian pula halnya dengan UNDP yang
menyatakan bahwa hingga akhir tahun 1990-an, pembangunan manusia di
Indonesia ditentukan oleh pertumbuhan ekonomi atau Produk Domestik Bruto
(PDB). Pertumbuhan PDB akan meningkatkan masyarakat untuk mendapatkan
pendidikan dan kesehatan yang lebih baik. Pada penelitian tersebut tidak
ditemukan adanya pengaruh yang signifikan antara pertumbuhan ekonomi dan
pembangunan manusia.
Dari uraian di atas, maka hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut:
H1 : Pertumbuhan Ekonomi berpengaruh positif terhadap Indeks Pembangunan
Manusia melalui Pengalokasian Anggaran Belanja Modal.
Pengaruh Dana Alokasi Umum terhadap Indeks Pembangunan Manusia
melalui Pengalokasian Anggaran Belanja Modal
Setiap daerah mempunyai kemampuan yang tidak sama dalam mendanai
kegiatan-kegiatannya, hal ini menimbulkan ketimpangan fiskal antara daerah satu
dengan daerah lainnya. Oleh karena itu, untuk mengatasi ketimpangan fiskal ini
Prestasi Vol. 9 No. 1 - Juni 2012 ISSN 1411 - 1497

120

pemerintah mengalokasikan dana yang bersumber dari APBN untuk mendanai
kebutuhan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi. Salah satu dana
perimbangan dari pemerintah ini adalah Dana Alokasi Umum (DAU) yang
pengalokasiannya menekankan aspek pemerataan dan keadilan yang selaras
dengan penyelenggaraan urusan pemerintah (UU No. 32/2004).
Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang berasal dari APBN yang
dialokasikan dengan tujuan pemerataan keuangan antar daerah untuk membiayai
kebutuhan pengeluarannya dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Berkaitan
dengan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, hal tersebut
merupakan konsekuensi adanya penyerahan kewenangan pemerintah pusat
kepada pemerintah daerah. Dengan demikian, terjadi transfer yang cukup
signifikan didalam APBN dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, dan
pemerintah daerah secara leluasa dapat menggunakan dana ini apakah untuk
memberi pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat atau untuk keperluan lain
yang tidak penting (Darwanto dan Yustikasari, 2007). Oleh karena itu,
penggunaan dana ini diharapkan untuk keperluan yang berorientasi pada
kesejahteraan masyarakat yang merupakan tuntutan dari otonomi daerah. Jika
kondisi masyarakat menjadi lebih baik maka pembangunan manusia akan
berhasil pula. Jadi yang dipikirkan saat ini bukan hanya alokasi tinggi bagi
kemajuan daerah yang dilihat dari kekayaan, melainkan juga pengalokasian dana
yang lebih tinggi bagi belanja untuk peningkatan kesejahteraan.
Dari uraian di atas, maka hipotesis penelitian sebagai berikut:
H2 : Dana Alokasi Umum berpengaruh positif terhadap Indeks Pembangunan
Manusia melalui Pengalokasian Anggaran Belanja Modal.
Pengaruh Dana Alokasi Khusus terhadap Indeks Pembangunan Manusia
melalui Pengalokasian Anggaran Belanja Modal
Pemerolehan dan pemanfaatan DAK harus mengikuti rambu-rambu yang telah
ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. DAK dialokasikan dalam APBN untuk daerah-
daerah tertentu dalam rangka mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan
daerah dan termasuk dalam program prioritas nasional. Daerah dapat menerima
DAK apabila memenuhi tiga kriteria, yaitu (1) kriteria umum berdasarkan Indeks
Fiskal Netto; (2) kriteria khusus berdasarkan peraturan perundangan dan
karakteristik daerah; dan (3) kriteria teknis berdasarkan Indeks Teknis bidang
terkait (UU No. 32/2004 dan UU No. 33/2004).
Dalam kaitannya dengan perimbangan keuangan antara pusat dan daerah, fungsi
DAK sebenarnya hanya sebagai penambah atau pelengkap jenis dana
perimbangan lainnya. Namun, dalam perkembangannya, keberadaan DAK
menjadi semakin penting bagi pembangunan daerah. Hal ini disebabkan oleh
komponen utama dana perimbangan dalam berbentuk DAU yang pada umumnya
hanya mencukupi untuk memenuhi kebutuhan belanja birokrasi. Oleh karena itu,
penggunaan dan pemanfaatan DAK di daerah menjadi faktor penting dalam
keseluruhan program pembangunan daerah pada khususnya dan pembangunan
nasional pada umumnya (Usman dkk, 2008).
Prestasi Vol. 9 No. 1 - Juni 2012 ISSN 1411 - 1497

121

Penggunaan DAK pada dasarnya merupakan kewenangan Pemda karena DAK
merupakan bagian dari APBD. Meskipun demikian, dengan alasan agar
penggunaan DAK oleh pemda sesuai dengan kepentingan nasional, Pemerintah
Pusat mengatur penggunaan DAK melalui berbagai regulasi, seperti peraturan
menteri keuangan dan peraturan menteri teknis berupa petunjuk teknis. Sejak
pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah pada 2001, cakupan sektor bidang
atau kegiatan yang dibiayai oleh DAK bertambah banyak. Pada 2007,
penggunaan DAK telah meliputi tujuh bidang pelayanan pemerintahan, yakni
pendidikan, kesehatan, pertanian, pekerjaan umum (jalan, irigasi, dan air bersih),
prasarana pemerintahan, kelautan dan perikanan, serta lingkungan hidup. Jadi
APBN mengalokasikan DAK untuk membiayai pelayanan publik tertentu yang
disediakan oleh pemerintah kabupaten/kota. Tujuannya adalah untuk mengurangi
kesenjangan pelayanan publik antardaerah. Selain berperan dalam menunjang
penerimaan daerah, DAK juga berperan cukup penting dalam meningkatkan
kapasitas belanja modal pemda dengan kecenderungan yang terus meningkat dari
tahun ke tahun (Usman dkk, 2008). Jadi hal ini mampu mendorong pemda agar
dapat meningkatkan mutu kualitas pembangunan manusia melalui pengalokasian
anggaran belanja modal yang secara otomatis berorientasi pada kesejahteraan
publik. Sebab DAK yang apabila dikelola dengan baik, dapat memperbaiki mutu
pendidikan, meningkatkan pelayanan kesehatan, dan paling tidak mengurangi
kerusakan infrastruktur.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka hipotesis penelitian sebagai berikut:
H3 : Dana Alokasi Khusus berpengaruh positif terhadap Indeks Pembangunan
Manusia melalui Pengalokasian Anggaran Belanja Modal.
Pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap Indeks Pembangunan Manusia
melalui Pengalokasian Anggaran Belanja Modal
Kebijakan desentralisasi ditujukan untuk mewujudkan kemandirian daerah,
pemerintah daerah otonom mempunyai kewenangan untuk mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasar
aspirasi masyarakat (UU No. 34/2004). Kemampuan daerah untuk menyediakan
pendanaan yang berasal dari daerah sangat tergantung pada kemampuan
merealisasikan potensi ekonomi tersebut menjadi bentuk-bentuk kegiatan
ekonomi yang mampu menciptakan perguliran dana untuk pembangunan daerah
yang berkelanjutan (Darwanto dan Yustikasari, 2007).
PAD merupakan sumber pembiayaan yang paling penting dalam mendukung
kemampuan daerah dalam menyelenggarakan otonomi daerah. Artinya suatu
daerah harus memiliki sumber-sumber pendapatan sendiri, karena salah satu
indikator untuk melihat kadar otonomi suatu daerah terletak pada besar kecilnya
kontribusi daerah tersebut dalam PAD. Besar kecilnya hasil PAD paling tidak
dapat mengurangi tingkat ketergantungan pada pemerintah pusat dan pada
gilirannya akan membawa dampak pada peningkatan kadar otonomi daerah
tersebut. PAD merupakan pendapatan daerah yang secara bebas dapat digunakan
untuk masing-masing daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan dan
pembangunan daerah (Wijaya, 2007).
Prestasi Vol. 9 No. 1 - Juni 2012 ISSN 1411 - 1497

122

Menurut Wijaya (2007) yang juga menyatakan bahwa suatu daerah dalam
menyelenggarakan otonomi daerah harus memiliki sumber-sumber pendapatan
yang terletak pada ketergantungan pada pemerintah pusat. Besar kecilnya PAD
paling tidak dapat mengurangi tingkat ketergantungan pada pemerintah. PAD
merupakan pendapatan bebas yang terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah,
bagi laba BUMD, penerimaan dinas, dan penerimaan lain-lain yang digunakan
bagi belanja pembangunan/modal daerah, sedangkan belanja rutin berasal dari
penerimaan negara dari RAPBD. Realisasi dari PAD dialokasikan terhadap
kebutuhan pembangunan daerah seperti sarana prasarana transportasi, tempat
ibadah, dan pembangunan lainnya. Kemampuan pembiayaan daerah yang berasal
dari PAD merupakan indikator dari kemandirian daerah.
Dalam konteks otonomi daerah, PAD sebagai pengukur pendapatan sendiri
daerah sangat diharapkan sebagai sumber pembiayaan untuk peningkatan
pelayanan kepada masyarakat (Abdullah dan Solichin, 2006). PAD setidaknya
dapat digunakan untuk pembangunan jalan raya yang bersumber dari pajak
kendaraan bermotor dan pajak bahan bakar, disamping itu pembangunan fasilitas
kesehatan dapat bersumber dari retribusi pelayanan kesehatan yang diberikan
oleh pemda. Jadi dalam hal ini dimensi umur panjang dan sehat dalam Indeks
Pembangunan Manusia dapat tercapai dengan pembangunan fasilitas kesehatan.
Dari uraian di atas, maka hipotesis penelitian sebagai berikut:
H4 : Pendapatan Asli Daerah berpengaruh positif terhadap Indeks
Pembangunan Manusia melalui Pengalokasian Anggaran Belanja Modal.
Pengaruh Pengalokasian Anggaran Belanja Modal terhadap Indeks
Pembangunan Manusia
Dengan total penerimaan daerah yang didapatkan dari pengelolaan sumber daya
dan juga bantuan dari pemerintah yang berupa DAU, maka alokasi dana untuk
mensejahterakan masyarakat juga akan semakin baik. Pengalokasian dana
belanja modal untuk kesejahteraan khususnya di bidang pendidikan, diharapkan
lebih besar untuk kemajuan daerah dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Belanja
modal ini dapat berupa pembangunan gedung, sarana dan prasarana yang
memadai untuk kenyamanan bersekolah (Christy dan Adi, 2009), sehingga
kemajuan dalam pendidikan juga akan meningkatkan kualitas pembangunan
manusia (yang dalam penelitian ini diukur dengan IPM).
Christy dan Adi (2009) juga berpendapat bahwa belanja modal untuk
kesejahteraan masyarakat tidak bisa lepas dari kebijakan pemerintahnya.
Kebijakan pemerintah untuk meningkatkan SDM didasarkan kepada pemikiran
bahwa pendidikan tidak sekadar menyiapkan peserta didik agar mampu masuk
dalam pasaran kerja, namun lebih daripada itu, pendidikan merupakan salah satu
upaya pembangunan watak bangsa (national character building) seperti
kejujuran, keadilan, keikhlasan, kesederhanaan, dan keteladanan. Sehingga
pendidikan merupakan landasan untuk menjadikan masyarakat menjadi lebih
sejahtera.
Dari uraian di atas, maka hipotesis penelitian sebagai berikut:
Prestasi Vol. 9 No. 1 - Juni 2012 ISSN 1411 - 1497

123

H5 : Pengalokasian Anggaran Belanja Modal berpengaruh positif terhadap
Indeks Pembangunan Manusia.
METODE PENELITIAN
Definisi Konsep
Variabel Dependen
Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Indeks
Pembangunan Manusia (IPM). IPM (Indeks Pembangunan Manusia) menurut
Suryadi (2008) adalah ukuran yang menggunakan angka harapan hidup, melek
aksara, pendidikan dan standar hidup dalam bentuk indeks komposit (composite
index) dari beberapa idikator yang relevan dan diberlakukan bagi negara-negara
di seluruh dunia. Menurut Kintamani (2008), ukuran pencapaian IPM digunakan
empat indikator yaitu:
1) AHH (Angka Harapan Hidup) adalah rata-rata tahun hidup yang masih akan
dijalani oleh seseorang yang berhasil mencapai umur x, pada suatu tahun
tertentu, dalam situasi mortalitas yang berlaku di lingkungan masyarakatnya
dan dinyatakan dalam persentase.
2) AMH (Angka Melek Huruf) adalah perbandingan antara jumlah penduduk
usia 15 tahun ke atas yang bisa membaca dan menulis serta mengerti sebuah
kalimat sederhana dalam hidupnya sehari-hari dengan jumlah penduduk usia
15 tahun ke atas dan dinyatakan dalam persentase.
3) APK (gabungan Angka Partisipasi Kasar) adalah perbandingan antara
jumlah siswa pada jenjang pendidikan tertentu dengan penduduk kelompok
usia sekolah yang sesuai dan dinyatakan dalam persentase.
4) PPP (Purchasing Parity Power) atau Keseimbangan Kemampuan Belanja
adalah metode yang digunakan untuk menghitung sebuah alternatif nilai
tukar antar mata uang dari dua negara.
Variabel Independen
Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pertumbuhan
Ekonomi (PE), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus DAK), dan
Pendapatan Asli Daerah (PAD).
a. Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output per kapita diproksikan
dengan Produk Domestik Regional Bruto per kapita (Darwanto dan Yustikasari,
2007; Putro dan Pamudji, 2010). Sedangkan menurut Apriana dan Suryanto
(2010), secara umum pertumbuhan ekonomi dapat diartikan sebagai
perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa
yang diproduksi dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat
meningkat.
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan suatu indikator yang
menggambarkan kemampuan suatu daerah dalam menghasilkan pendapatan atau
Prestasi Vol. 9 No. 1 - Juni 2012 ISSN 1411 - 1497

124

balas jasa suatu faktor produksi di suatu daerah. PDRB ini terdiri dari PDRB Riil
dan PDRB Nominal. PDRB Rill nilainya diukur atas dasar harga konstan,
sedangkan PDRB Nominal adalah PDRB yang dinilai atas dasar harga berlaku.
Dalam menghitung PDRB suatu daerah baik PDRB atas dasar harga berlaku
maupun PDRB atas dasar harga konstan, sektor-sektor produksi yang di hitung
terdiri dari 9 (sembilan) sektor, yaitu: (i) Pertanian, Peternakan, Kehutanan,
Perikanan dan Perkebunan; (ii) Pertambangan dan Penggalian; (iii) Industri
Pengolahan; (iv) Listrik, Gas dan Air Bersih; (v) Bangunan; (vi) Perdagangan,
Hotel dan Restoran; (vii) Pengangkutan dan Komunikasi; (viii) Keuangan,
Persewaan, dan Jasa Perusahaan; dan (ix) Jasa-jasa (Abrar, 2010).
b. Dana Alokasi Umum
Dana Alokasi Umum menurut Darwanto dan Yustikasari (2007) adalah transfer
yang bersifat umum dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah untuk mengatasi
ketimpangan horizontal dengan tujuan utama pemerataan kemampuan keuangan
antar daerah. Berdasarkan UU No.33/2004, DAU adalah dana yang bersumber
dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan antar
daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan
desentralisasi.
c. Dana Alokasi Khusus
Berdasarkan pasal 162 UU. 32/2004, Dana Alokasi Khusus merupakan dana
yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dalam
rangka pendanaan pelaksanaan desentralisasi untuk mendanai kegiatan khusus
yang ditentukan pemerintah atas dasar prioritas nasional dan mendanai kegiatan
khusus yang diusulkan daerah tertentu.
d. Pendapatan Asli Daerah
Menurut Handayani dan Badrudin (2007), Pendapatan Asli Daerah adalah
sumber keuangan daerah yang digali dari dalam daerah yang bersangkutan yang
terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah
lainnya yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah. Menurut Wijaya (2007),
PAD merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi
asli daerah. Salah satu wujud dari desentralisasi fiskal adalah pemberian sumber-
sumber penerimaan bagi daerah yang dapat digali dan digunakan sendiri sesuai
dengan potensinya masing-masing.
Variabel Intervening
Variabel intervening adalah variabel antara atau mediating, fungsinya memediasi
hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Variabel
intervening yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pengalokasian Anggaran
Belanja Modal.
Pengalokasian Anggaran Belanja Modal diproksikan oleh Belanja Modal.
Belanja Modal adalah belanja langsung yang digunakan untuk membiayai
kegiatan investasi/aset tetap (Putro dan Pamudji, 2010).
Prestasi Vol. 9 No. 1 - Juni 2012 ISSN 1411 - 1497

125

Definisi Operasional
Variabel Dependen
Indeks Pembangunan Manusia dapat dihitung sebagai berikut
Indeks (AHH + P + PPP)
IPM

Keterangan;
IPM = Indeks Pembangunan Manusia.
AHH = Indeks Angka Harapan Hidup.
P = Indeks Pendidikan.
PPP = Indeks Purchasing Parity Power.
Berikut adalah teknik penyusunan indeks di atas yang dalam penyajiannya indeks
tersebut dikalikan 100 untuk mempermudah penafsiran dan pada dasarnya
mengikuti rumus indikator-indikator sebagai berikut (Kintamani, 2008) :
1. Nilai indikator Indeks AHH dapat dihitung dari rumus :
Nilai AHH AHH minimal
Indeks AHH
AHH maksimal AHH minimal
Keterangan;
AHH = Angka Harapan Hidup.
Nilai AHH = Persentase rata-rata tahun hidup yang masih akan dijalani oleh
seseorang yang berhasil mencapai umur x, pada suatu tahun tertentu, dalam
situasi mortalitas yang berlaku di lingkungan masyarakatnya.
2. Nilai Indeks Pendidikan dapat dihitung dari rumus :
Indeks Pendidikan (AMH+APK) = (2/3 Indeks AMH)+(1/3 Indeks APK)
Keterangan;
Indeks Pendidikan = Indeks gabung yang hanya dikhususkan pada AMH dan
APK gabungan (Rata-rata Lama Sekolah)
Dimana indikator Indeks AMH dapat dihitung sebagai berikut :

Nilai AMH AMH minimal
Indeks AMH
AMH maksimal

Jumlah Melek Huruf
15+th

Nilai AMH
15+th
X 100
Jumlah Penduduk
15+th

Prestasi Vol. 9 No. 1 - Juni 2012 ISSN 1411 - 1497

126

Keterangan :
AMH = Angka Melek Huruf.
Nilai AMH
15+th
= Nilai Angka Melek Huruf usia 15 tahun ke atas.
Jumlah Melek Huruf
15+th
=

Jumlah Melek Huruf

usia 15 tahun ke atas.
Jumlah Penduduk
15+th
= Jumlah Penduduk

usia 15 tahun ke atas.
Sedangkan indikator Indeks APK (Rata-rata Lama Sekolah) dapat dihitung
sebagai berikut :
Nilai APK APK minimal
Indeks APK =
APK maksimal APK minimal

Jumlah Siswa
Gab

Nilai APK
Gab
= X 100
Jumlah Penduduk
7-24tahun

Keterangan :
APK = Angka Partisipasi Kasar.
Nilai APK
Gab
=

Gabungan Angka Partisipasi Kasar.
Jumlah Siswa
Gab
= Jumlah Siswa

gabungan.
Jumlah Penduduk
7-24tahun
= Jumlah Penduduk usia 7-24 tahun.
3. Nilai indokator Indeks PPP dapat dihitung dari rumus :
Nilai PPP PPP minimal
Indeks PPP =
PPP maksimal PPP minimal
Keterangan;
PPP = Purchasing Parity Power.
Nilai PPP = Berapa banyak sebuah mata uang dapat membeli dalam
pengukuran internasional (biasanya dalam bentuk dolar)
Variabel Independen
a. Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi akan diproksikan oleh PDRB (Produk Domestik Regional
Bruto) yang dirumuskan sebagai berikut (Adi, 2007; Putro dan Pamudji, 2010;
Apriana dan Suryanto, 2010) :
(PDRBt PDRBt-1)
Pertumbuhan Ekonomi x 100%
(PDRBt-1)
Keterangan :
PDRBt = Produk Domestik Regional Bruto pada tahun t
PDRBt-1 = Produk Domestik Regional Bruto satu tahun sebelum tahun t
Prestasi Vol. 9 No. 1 - Juni 2012 ISSN 1411 - 1497

127

b. Dana Alokasi Umum
Dana Alokasi Umum untuk suatu daerah provinsi maupun daerah kabupaten/kota
dapat dihitung dengan formula sebagai berikut (Putro dan Pamudji, 2010; UU
No. 33/2004) :
DAU = CF + AD
Keterangan :
DAU = Dana Alokasi Umum
CF = Celah Fiskal
AD = Alokasi Dasar
Dimana CF dapat dihitung dengan rumus :
CF = KbF KpF

KbF = TPR (IP+IW+IPM+IKK) + IPDRB per kapita

KpF = PAD + Dana Bagi Hasil (PBB+BPHTB+PPh+SDA)
Keterangan rumus KbF :
KbF = Kebutuhan Fiskal
TPR = Total Pengeluaran Rata-rata
IP = Indeks Jumlah Penduduk
IW = Indeks Luas Wilayah
IPM = Indeks Pembangunan Manusia
IKK = Indeks Kemahalan Konstruksi
IPDRB = Indeks PDRB per kapita
Keterangan rumus KpF :
KpF = Kapasitas Fiskal
PAD = Pendapatan Asli Daerah
PBB = Pajak Bumi dan Bangunan
BPHTB = Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan
PPh = Pajak Penghasilan
SDA = Sumber Daya Alam
Parameter kebutuhan fiskal dan kapasitas fiskal digunakan sebagai indikator
untuk mengukur tingkat kesenjangan kemampuan keuangan antar daerah dalam
rangka pendanaan pelaksanaan desentralisasi. Semakin kecil nilai indeks,
semakin baik tingkat pemerataan kemampuan keuangan antardaerah.
Sedangkan AD (Alokasi Dasar) berdasarkan PP No. 55/2005 dapat dihitung
berdasarkan jumlah gaji Pegawai Negeri Sipil Daerah meliputi gaji pokok,
tunjangan keluarga, dan tunjangan jabatan sesuai dengan peraturan penggajian
Prestasi Vol. 9 No. 1 - Juni 2012 ISSN 1411 - 1497

128

Pegawai Negeri Sipil termasuk didalamnya tunjangan beras dan tunjangan Pajak
Penghasilan/PPh Pasal 21.
c. Dana Alokasi Khusus
Jumlah Dana Alokasi Khusus untuk tiap kabupaten/kota berasal dari Bobot DAK
yang dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut (Usman dkk, 2008) :
Bobot DAK = Bobot Daerah + Bobot Teknis
dimana penentuan Bobot Daerah adalah dengan cara :
Bobot Daerah = IFW x IKK
Keterangan;
IFW = Indeks Fiskal dan Wilayah.
IKK = Indeks Kemahalan Konstruksi.
Sedangkan Bobot Teknis dihitung dengan rumus :
Bobot Teknis = IT x IKK
Keterangan;
IT = Indeks Teknis.
IKK = Indeks Kemahalan Konstruksi.
Mekanisme penetapan DAK melibatkan beberapa lembaga, keputusan akhir
mengenai total jumlah DAK dan alokasinya per bidang maupun per daerah
menjadi wewenang Menteri Keuangan setelah berkonsultasi dengan DPR
(Usman dkk, 2008). Jadi untuk mengetahui besarnya Dana Alokasi Khusus untuk
masing-masing kabupaten/kota maka dapat dilihat dari pos Dana Perimbangan
dalam Laporan Realisasi APBD.
d. Pendapatan Asli Daerah
Asli Daerah, selanjutnya disebut PAD adalah pendapatan yang diperoleh daerah
yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-
undangan. PAD terdiri dari Hasil Pajak Daerah (HPD), Retribusi Daerah (RD),
Pendapatan dari Laba Perusahaan Daerah (PLPD) dan Lain-lain Pendapatan yang
Sah (PLS), yang dirumuskan sebagai berikut (Putro dan Pamudji, 2010) :
PAD = HPD + RD + PLPD + PLS
Variabel Intervening
Pengalokasian Anggaran Belanja Modal dalam penelitian ini diproksikan oleh
angka Belanja Modal. Menurut Putro dan Pamudji (2010), indikator variabel ini
diukur dengan :
Belanja Modal = Belanja tanah + belanja peralatan dan mesin + belanja
gedung dan bangunan + belanja jalan, irigasi dan jaringan +
belanja aset lainnya
Prestasi Vol. 9 No. 1 - Juni 2012 ISSN 1411 - 1497

129

POPULASI DAN SAMPEL
Populasi yang diamati dalam penelitian ini adalah pemerintah kabupaten dan
kota se-Jawa Tengah. Dari seluruh populasi yang ada akan diambil beberapa
pemerintah kabupaten dan kota untuk dijadikan sampel. Pengambilan sampel
dilakukan berdasarkan metode purposive sampling. Adapun kriteria sampel
yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Menerbitkan Laporan Realisasi APBD berturut-turut per 31 Desember dari
tahun 20052009.
2. Mempunyai data IPM lengkap beserta komponennya yang meliputi : Angka
Harapan Hidup (tahun), Angka Melek Huruf (persen), Rata-Rata Lama
Sekolah (tahun) sebagai APK, Pengeluaran Riil per Kapita disesuaikan
sebagai PPP.
3. Memiliki data lengkap yang digunakan sebagai variabel dalam penelitian ini
dan secara konsisten. Data-data tersebut meliputi tentang data PDRB, DAU,
DAK, PAD, dan Belanja Modal.
METODE ANALISIS DATA
Persamaan regresi dalam model ini terdiri dari dua tahap, yaitu:
1. Model regresi tahap pertama:
PABM =

1
PE +
2
DAU +
3
DAK +
4
PAD + e
1
dimana;
PABM = Variabel Intervening (Pengalokasian Anggaran Belanja
Modal)
PE = Pertumbuhan Ekonomi
DAU = Dana Alokasi Umum
DAK = Dana Alokasi Khusus
PAD = Pendapatan Asli Daerah

1
,
2
,
3
,
4
= Slope atau koefisien regresi atau intersep
e
1
= Variance variabel Pengalokasian Anggaran Belanja Modal
yang tidak dijelaskan oleh Pertumbuhan Ekonomi, Dana Alokasi Umum,
Dana Alokasi Khusus, dan Pendapatan Asli Daerah
2. Model regresi tahap kedua:
IPM =
5
PABM + e
2
dimana;
IPM = Indeks Pembangunan Manusia
PABM = Pengalokasian Anggaran Belanja Modal yang diprediksikan

5
= Slope atau koefisien regresi atau intersep
e
2
= Variance variabel Indeks Pembangunan Manusia yang tidak
dijelaskan oleh Pengalokasian Anggaran Belanja Modal

Prestasi Vol. 9 No. 1 - Juni 2012 ISSN 1411 - 1497

130

HASIL DAN PEMBAHASAN
Atas dasar kriteria yang telah ditetapkan pada bab sebelumnya, maka diperoleh
jumlah sampel dari penelitian selama 2005 sampai dengan 2009 adalah sebesar
25 pemerintah kabupaten dan kota. :
Adapun daftar nama-nama peerintah kabupaten dan kota yang menjadi sampel
dapat dilihat di tabel di bawah ini :
Kabupaten dan Kota Sampel
No Pemerintah Daerah
No
Pemerintah Daerah
1 Kabupaten Banjarnegara 14 Kabupaten Pati
2 Kabupaten Banyumas 15 Kabupaten Pekalongan
3 Kabupaten Batang 16 Kabupaten Pemalang
4 Kabupaten Boyolali 17 Kabupaten Purworejo
5 Kabupaten Cilacap 18 Kabupaten Rembang
6 Kabupaten Demak 19 Kabupaten Sukoharjo
7 Kabupaten Grobogan 20 Kabupaten Tegal
8 Kabupaten Jepara 21 Kabupaten Temanggung
9 Kabupaten Karanganyar 22 Kabupaten Wonosobo
10 Kabupaten Kebumen 23 Kota Magelang
11 Kabupaten Klaten 24 Kota Pekalongan
12 Kabupaten Kudus 25 Kota Salatiga
13 Kabupaten Magelang
Sumber : Statistik Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota 2005-
2009, Realisasi APBD 2005-2009, diolah
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Uji Asumsi Klasik
Sebelum dilakukan perhitungan statistik regresi berganda, untuk menguji
kelayakan model regresi yang digunakan, maka harus terlebih dulu memenuhi uji
asumsi klasik. Uji asumsi klasik dalam penelitian ini terdiri dari uji normalitas,
uji multikolinieritas, uji heteroskedastisitas, dan uji autokorelasi.
Analisis Kebaikan Model
Uji Koefisien Determinasi (R
2
)
Koefisien determinasi (R
2
) digunakan untuk mengukur seberapa jauh
kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel independen. Dari hasil
uji koefisen determinasi, nilai Adjusted R Square sebesar 0,535. Hasil ini
menunjukkan bahwa kemampuan variabel PE (diproksikan dengan PDRB),
DAU, DAK, dan PAD dalam ketepatan memprediksi variasi variabel PABM
yang diproksikan dengan BM sebesar 53,5% sedangkan sisanya sebesar 46,5%
(100% - 53,5%) dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak terdapat dalam
penelitian ini.
Prestasi Vol. 9 No. 1 - Juni 2012 ISSN 1411 - 1497

131

Pengujian model kedua mengahsilkan Nilai Adjusted R Square sebesar 0,031.
Hasil ini menunjukkan bahwa kemampuan variabel PABM (diproksikan
dengan BM) dalam ketepatan memprediksi variasi variabel IPM sebesar 3,1%
sedangkan sisanya sebesar 96,9% (100% - 3,1%) dipengaruhi oleh variabel lain
yang tidak terdapat dalam penelitian ini.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis data dengan analisis jalur dalam pengujian hipotesis
mengenai pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi
Khusus, Pendapatan Asli Daerah terhadap Indeks Pembangunan Manusia dengan
Pengalokasian Anggaran Belanja Modal sebagai variabel intervening pada
pemerintah kabupaten dan kota se-Jawa Tengah, maka dapat disimpulkan sebagai
berikut :
1. Pertumbuhan Ekonomi (PE) terbukti tidak berpengaruh positif terhadap
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) melalui Pengalokasian Anggaran
Belanja Modal (PABM).
2. Dana Alokasi Umum (DAU) terbukti berpengaruh positif terhadap Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) melalui Pengalokasian Anggaran Belanja
Modal (PABM).
3. Dana Alokasi Khusus (DAK) terbukti berpengaruh positif terhadap Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) melalui Pengalokasian Anggaran Belanja
Modal (PABM).
4. Pendapatan Asli Daerah (PAD) terbukti berpengaruh positif terhadap Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) melalui Pengalokasian Anggaran Belanja
Modal (PABM).
5. Pengalokasian Anggaran Belanja Modal (PABM) yang diproksikan dengan
Belanja Modal (BM) terbukti berpengaruh positif terhadap Indeks
Pembangunan Manusia (IPM).
Keterbatasan
Penelitian ini mempunyai beberapa keterbatasan yang dapat diuraikan sebagai
berikut :
1. Pada penelitian ini penulis belum bisa mendapatkan data pendukung berupa
seberapa besar muatan politis tentang kebijakan pemerintah daerah setempat
dalam upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat yang tercermin dari Indeks Pembangunan
Manusia.
2. Nilai Adjusted R Square untuk model tahap kedua dalam penelitian ini
hanya sebesar 0,031. Hasil ini menunjukkan bahwa kemampuan variabel
Pengalokasian Anggaran Belanja Modal (PABM) yang diproksikan dengan
Belanja Modal dalam ketepatan memprediksi variasi variabel Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) hanya sebesar 3,1% sedangkan sisanya
sebesar 96,9% (100% - 3,1%) dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak
terdapat dalam penelitian ini.
Prestasi Vol. 9 No. 1 - Juni 2012 ISSN 1411 - 1497

132

Saran
Berdasarkan keterbatasan dari hasil penelitian ini, maka saran yang diberikan
untuk penelitian selanjutnya yaitu sebagai berikut :
1. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat menggunakan variabel non
keuangan. Sebab Darwanto dan Yustikasari (2007) menyatakan bahwa
variabel non keuangan seperti kebijakan pemerintah daerah dapat
menjelaskan dengan baik seberapa besar tingkat pengadaan modal
pembangunan yang seimbang dengan pertumbuhan ekonomi daerah
setempat dalam mengutamakan kesejahteraan masyarakat.
2. Hasil uji kebaikan model menunjukkan bahwa model tahap kedua memiliki
nilai Adjusted R Square terendah yaitu sebesar 0,031 artinya kemampuan
variabel Pengalokasian Anggaran Belanja Modal (PABM) dalam ketepatan
memprediksi variasi variabel Indeks Pembangunan Manusia (IPM) hanya
sebesar 3,1% sedangkan sisanya sebesar 96,9% (100% - 3,1%) dipengaruhi
oleh variabel lain yang tidak terdapat dalam penelitian ini. Berdasarkan hal
tersebut, penelitian selanjutnya dapat mempertimbangkan untuk
menggunakan variabel lain yang lebih sesuai untuk menjelaskan dan
memediasi Indeks Pembangunan Manusia.

DAFTAR PUSTAKA
Adi, Priyo Hari. 2007. Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi Daerah,
Belanja Pembangunan Dan Pendapatan Asli Daerah. Jurnal Akuntansi dan
Keuangan Sektor Publik, Vol. 08, No. 01, Februari 2007. Page : 1450-1465.
Abrar, Muhammad. 2010. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Belanja Modal
Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Aceh. Jurnal Ekonomi dan Bisnis
Vol. 9, No.1, April 2010. Hal : 79-88.
Abimanyu, Anggito. 2005. Format Anggaran Terpadu Menghilangkan Tumpang
Tindih. Bapekki Depkeu. Diakses dari:
http://www.fiskal.depkeu.go.id/beta/kolom1.asp?kolom1=1100000. 17/01/2012,
21:45 WIB
Apriana, Dina dan Rudy Suryanto. 2010. Analisis Hubungan Antara Belanja
Modal, Pendapatan Asli Daerah, Kemandirian Daerah Dan Pertumbuhan
Ekonomi Daerah. Jurnal Akuntansi dan Investasi, Vol. XI, No. 1, Januari 2010.
Hal : 64-73.
Badan Pusat Statistik. 2009. Indeks Pembangunan Manusia 2007-2008.
Jakarta-Indonesia.
_______. 2011. Jawa Tengah Dalam Angka 2011. Badan Pusat Statistik Jawa
Tengah dan BAPPEDA Provinsi Jawa Tengah.
Christy, Fhino Andrea dan Priyo Hari Adi. 2009. Hubungan Antara Dana
Alokasi Umum, Belanja Modal Dan Kualitas Pembangunan Manusia. The 3
rd
Natinonal Conference UKWMS Surabaya, Oktober 10
th
2009.
Prestasi Vol. 9 No. 1 - Juni 2012 ISSN 1411 - 1497

133

Darwanto dan Yulia Yustikasari. 2007. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi,
Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum (DAU) terhadap
Pengalokasian Anggaran Belanja Modal. Simposium Nasional Akuntansi X.
Makassar.
Handayani, Asri W. dan Rudy Badrudin. 2007. Analisis Deskriptif Struktur
Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten/Kota di Propinsi D.I. Yogyakarta,
Tahun 2004-2005. JEB, Vol. 1, No. 3, November 2007. Hal : 161-176.
Hardanti, Yuliana R. 2010. Pembangunan Manusia dan Kemiskinan Indonesia.
Jurnal Bisnis dan Ekonomi : Antisipasi, Vol. 1, No. 2, Desember 2010. Hal : 184-
198.
Harianto, David dan Priyo Hari Adi. 2007. Hubungan Antara Dana Alokasi
Umum, Belanja Modal, Pendapatan Asli Daerah Dan Pendapatan Per Kapita.
Simposium Nasional Akuntansi X. Makassar.
Mardiasmo. 2002. Otonomi Daerah Sebagai Upaya Memperkokoh Basis
Perekonomian Daerah. Jurnal Ekonomi Rakyat. Artikel Th. I No. 4 Juni 2002.
Jakarta. Diakses dari: http://www.ekonomirakyat.org/edisi_4/artikel_3.htm.
12/12/2011 11:10WIB.
Putro, Nugroho Suratno dan Sugeng Pamudji. 2010. Pengaruh Pertumbuhan
Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum Terhadap
Pengalokasian Anggaran Belanja Modal.
http://eprints.undip.ac.id/26411/2/jurnal.pdf
Peraturan Pemerintah. 2005. Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah.
_______. 2005. Peraturan Pemerintah Nomor 55 tahun 2005 tentang Dana
Perimbangan.
_______. 2010. Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2010 tentang Standar
Akuntansi Pemerintahan.
Republik Indonesia. 2004. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 32 tahun
2004 tentang Pemerintah Daerah.
_______. 2004. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 33 tahun 2004
tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah.
Suryadi, Ace. 2008. Mengejar Peringkat HDI Negara-negara di Lingkungan
ASEAN : Benchmarking Indonesia dan Vietnam. Jurnal Ekonomi dan Bisnis
Indonesia. Vol. 23, No. 1, 2008. Hal : 57-76.
UNDP. 2004. Human Development Report. United Nations Development
Programme. New York.
www.djpk.depkeu.go.id.

You might also like