You are on page 1of 3

KAIDAH DASAR BIOETIK

Beauchamp dan Childress (1994) Empat Kaidah Dasar Bioetik (Moral Principles) : 1. Beneficence (maslahat) 2. Non-maleficence (tidak mudarat) 3. Autonomy (otonomi) 4. Justice (keadilan) Privacy ? Rationality ? Paternalism ? Jonsen, Siegler dan Winslade (2002) Empat pertimbangan klinis yang esensial : 1. Medical Indication (indikasi medis) Dengan pertimbangan diagnostik, perjalanan penyakit, kondisi pasien, prognossis dan alternatif pengobatan diam bil keputusan : - life saving (demi keselamatan jiwa) - preventive (pencegahan), promotive (promosi) - curative (pengobatan) . simtomatik . kausal . Paliatif - rehabilitative (rehabilitasi), cosmetic (keindahan) 2. Quality of life (kualitas hidup) Siapa yang menilai, kriterianya bagaimana atauka ada standard 3. Patients preferrences (pemahaman dan keyakinan pasien) 4. Contextual feature (situasi dan kondisi umum) Sosekbud, institusi, hukum dsb Principle of Beneficent Beneficence may be described as the positive expression of nonmaleficence. This principle highlights that we have a positive obligation to advance the healthcare interests and welfare of others, to assist others in their choices to live life to the fullest. Beauchamp and Childress have described beneficence as a way of ensuring reciprocity in our relationships; i.e. we have a responsibility to help others because we have ourselves received benefits. The risk of harm to oneself represents a legitimate limit to our obligation to be beneficent. Fundamental principle of morality Beneficence is perhaps understood more clearly if thought of together with the Principle of Nonmaleficence. Non-maleficence is familiar to most of us as it is expressed in the Hippocratic Oath: "First do no harm."

Together, the principles of beneficence and non-maleficence reflect what St. Thomas Aquinas called the first (or fundamental) principle of morality: "Do good (beneficence) and avoid evil (non-maleficence)."

Non-Maleficence Non-Maleficence derives from one of the most traditional of medical guidelines that goes back to the time of the Hippocratic oath: First of all, do no harm. The principle of non-maleficence imposes the obligation not to harm someone intentionally or directly. Clearly there are many instances in the field of healthcare where individuals are exposed to risks of harm, such as radiation or chemotherapy treatment. The principle of non-maleficence is not necessarily violated if a proper balance of benefits exists; that is, if the harm is not directly intended but is rather an unfortunate side effect of attempts to improve a person's health or, at the very least, to provide relief from the burden of pain. Beneficence/Nonmaleficence The principle and obligation of doing good and avoiding harm. This principle counsels a provider to relate to clients in a way that will always be in the best interest of the client, rather than the provider. Two general complementary rules: Do not harm Maximize possible benefits and minimize possible harms Application: Risk/Benefit assessment Kasus I. Abortus Ilegal Ny Novi, 34 tahun PIIIA0, dengan riwayat ketiga anaknya lahir dengan seksio sesarea (indikasinya karena panggul sempit). Anak ketiga diseksio 4 bulan yang lalu di RSB Harapan dan ditolong oleh Dr Bram, SpOG (salah seorang ahli kebidanan senior di RSB tersebut) waktu itu dr Bram telah memberi informed consent / konseling kepada ny Novi untuk menggunakan kontrasepsi dengan pertimbangan umur dan karena riwayat seksionya yang sudah tiga kali. Saat ini Ny Novi kembali datang kontrol ke dr Bram,SpOG dengan keluhan belum datang haid sejak operasi seksio anak ketiga, ternyanta dari hasil pemeriksaan lengkap yang dilakukan oleh dr Bram ternyata ny Novi hamil dan saat ini usia kehamilannya adalah 10-12 minggu, dari keterangan juga diperoleh informasi bahwa Ny Novi tidak mengikuti saran untuk menggunkan kontrasepsi. Saat itu juga Ny Novi dengan perasaan cemas dan sedih memohon kepada dr Bram agar kehamilannya ini digugurkan saja, dengan berbagai macam alasan yang dikemukakan al : masih trauma dengan operasi seksio yang baru 4 bulan kemarin dijalaninya, masalah anaknya yang masih kecil-kecil, dan juga masalah ekonominya yang juga pas-pasan. Dr Bram dengan tenang dan arif menjelaskan tentang kehamilan ny Novi termasuk tidak adanya kemungkinan atau alasan buat dia untuk melakukan abortus. Ny Novi tetap bersikeras dan bermohon kepada dr Bram agar keinginannya untuk abortus bisa dilakukan, bahkan dengan jelas menyampaikan bahwa bila dr Bram tidak memenuhi keinginannya maka dia akan tetap mencari orang yang

dapat menggugurkan kandungannya bagaimanapun caranya dan apapun risikonya akan dia hadapi.... Pertanyaan : Rumuskan beberapa dilema etik pada kasus ini Bagaimana anda melihat dilema etik sentral pada kasus ini, dimana pada satu pihak anda sebagai dokter dan dilain pihak anda sebagai keluarga Ny Novi. Dari dilema etik yang ada, cobalah anda analisis berdasarkan Kaidah Dasar Bioetik, Etika Klinik Jonsen Siegler. (gunakan tabel kriteria KDB & pertanyaan etik klinik Jonsen S) Jelaskan Isu lain (jika ada isu Hukum & HAM) yang relevan dengan kasus ini dan bagaimana jika kita melihatnya dalam perspektif agama

You might also like