You are on page 1of 12

GELIAT MODERNISASI DAN UPAYA PREVENTIF ORANGTUA

DALAM MENINGKATKAN KUALITAS KEPRIBADIAN ANAK


(Studi di Kecamatan Mandongan Kota Kendari)
Oleh: Hj. Ratna Supiyah
2

Abstract
This research aims at describing and analyzing the effort done by the parents in increasing
the quality of childrens personality in the effect of modernization. This research was
conducted in Mandonga District, Kendari Town, with the consideration that this location
denotes one of the areas which has the most complex and heterogeneous citizens. The unit of
analysis in this research was the parents who have adult children in which the information
was obtained through observational technique, in-deep interview, and written document
research. Furthermore, the data were analyzed in qualitative descriptive, in which the
processing and analysis of data were done simultaneously. The findings elaborated that the
form of parents preventive effort in advancing the quality of childrens personality, consisted
of: fulfilling children rights, educating the children with love, instilling religious value since
early, and keeping the children away from the negative effects. Therefore, it is expected for the
parents in order to have broad insight and adequate religious knowledge base to avoid the
mistakes in educating their children.
Key Words: Modernization, Parents, Childrens personality.
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis upaya yang
dilakukan orangtua dalam meningkatkan kualitas kepribadian anak di tengah
pegaruh modernisasi. Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Mandonga
Kota Kendari, dengan pertimbangan bahwa lokasi ini merupakan salah satu
wilayah yang paling kompleks dan heterogen penduduknya. Unit analisis dalam
penelitian ini adalah orangtua yang memiliki anak yang sudah dewasa, dimana
informasi diperoleh melalui teknik observasi, wawancara mendalam, dan
penelaahan terhadap dokumen tertulis. Selanjutnya data dianalisis secara
deskriptif kualitatif, dimana pengolahan dan analisis data dilakukan secara
bersamaan. Hasil penelitian menguraikan bentuk upaya preventif orangtua
dalam meningkatkan kualitas kepribadian anak, meliputi: memenuhi hak anak,
mendidik anak dengan kasih sayang, menanamkan nilai agama sejak dini, dan
menghindari anak dari pengaruh negatif. Karena itu diharapkan kepada
orangtua agar memiliki wawasan yang luas dan dasar pengetahuan agama yang
mencukupi untuk menghindari kesalahan dalam mendidik anak.
Kata Kunci: Modernisasi, Orangtua, Kepribadian Anak.
PENDAHULUAN
Problem paling berat dalam membangun keluarga di era global saat ini adalah
penyakit manusia modern. Di era modern sekarang ini berbagai godaan menyusup
ke dalam kehidupan rumah tangga melalui teknologi komunikasi dan informasi yang
cukup canggih. Sejak kecil, anak-anak tanpa disadari telah dijejali dengan berbagai
kebudayaan yang menyimpang dari norma-norma sosial dan agama melalui media
ini. Hal ini menjadikan peran pendidikan dalam keluarga tidak efektif lagi.

2
Dra. Hj. Ratna Supiyah, M.Si. adalah dosen Sosiologi FISIP Universitas Halu Oleo Kendari
ISSN: 2355-1445; Hal. 11-22
SOCIETAL: Jurnal Pemikiran dan Penelitian Sosiologi; Volume 1, No. 1, April 2014

12

Kecanggihan alat komunikasi sebagai produk modern, kebudayaan dari berbagai
manca negara dapat dengan mudah masuk ke dalam aliran darah dan denyut nadi
kebudayaan lokal yang tidak jarang akan menggeser nilai-nilai moral dan agama yang
telah tertanam di dalamnya. Budaya global yang didominasi oleh budaya Barat akan
diserap dengan mudah oleh masyarakat dunia.
Budaya dalam suatu masyarakat akan sangat berpengaruh pada pembentukan
karakter keluarga. Pengaruh ini meliputi perilaku, gaya hidup dan aspek-aspek lain.
Budaya Barat sangat menjunjung tinggi kebebasan pribadi untuk berekspresi, dan ini
tentunya sangat berbeda dengan masyarakat timur yang masih menjunjung tinggi
nilai-nilai moral. Kehidupan keluarga yang merupakan bagian dari masyarakat tidak
terlepas dari pengaruh budaya global melalui media-media ini. Gaya hidup, relasi-
relasi, terlebih pola pikir masyarakat yang juga anggota keluarga sedikit demi sedikit
akan berubah mengikuti aneka kebudayaan yang masuk.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini telah mempercepat
berubahnya nilai-nilai sosial yang membawa dampak positif dan negatif terhadap
pertumbuhan bangsa kita, terutama kehidupan keluarga. Dampak positifnya adalah
peningkatan kemampuan berfikir masyarakat di dalam berbagai bidang kehidupan,
dan terjadi perubahan pola hidup yang lebih efisien dan pragmatis. Dampak
negatifnya adalah bahwa masyarakat mengalami kesulitan dalam memahami dan
merencanakan perkembangan yang begitu cepat di berbagai bidang tersebut,
sehingga terjadi benturan berbagai kecenderungan dengan nilai-nilai luhur bangsa
kita. Oleh karena itu, kemampuan suatu bangsa menjawab tantangan masa depan,
akan ditentukan oleh kemampuan keluarga menjalankan peran dan fungsinya dalam
mencetak sumberdaya yang berkualitas.
Keluarga merupakan wahana pertama dan utama bagi pembentukan manusia
yang berkualitas. Dengan demikian, pengasuhan anak dalam keluarga merupakan
pondasi dasar untuk mencapai kualitas kepribadian anak yang lebih baik.
Pengasuhan dan pendidikan anak sejak dini memegang peranan penting bagi
pembentukan prilaku dan pengembangan kualitas kehidupan anak saat dewasa.
Dalam mengasuh dan mendidik anak, orangtua seyogyanya memperlakukan anak
sebagai subjek aktif yang memiliki kebutuhan spesifik untuk berkembang.
Pembentukan karakter yang baik, harus dimulai sejak anak berusia dini, karena tahap
awal kehidupan seseorang merupakan masa yang penting dalam meletakkan dasar-
dasar kepribadian yang akan memberi warna ketika anak dewasa. Pembentukan
karakter merupakan suatu eksplorasi terhadap nilai-nilai universal yang mengacu
pada tujuan dasar kehidupan. Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama,
bagi seorang anak untuk tumbuh sebagai mahluk sosial sekaligus merupakan wahana
pembentukan karakter. Upaya pembentukan karakter dalam keluarga dapat
dilakukan melalui penerapan nilai-nilai moral yang terkandung dalam fungsi keluarga
itu sendiri.
Peningkatan peranan keluarga serta pemberdayaannya dalam mendidik anak
menghadapi masa depan, terkait dengan suatu upaya yang mangacu kepada
Ratna Supiyah: Geliat Modernisasi & Upaya Preventif Orangtua dalam Meningkatkan Kualitas Kepribadian Anak

13

hubungan ayah dan ibu, sebab pendidikan anak tertsebut berada ditangan kedua
orangtuanya. Sekolah dan lembaga pendidikan formal lainnya yang difasilitasi oleh
pemerintah tidaklah cukup dalam pem-bentukan sumberdaya manusia yang
berkarakter dan bermoral. Seperti halnya masyarakat luas pada umumnya,
masyarakat di Kota Kendari juga berlaku hal sama. Di sisi lain keterpurukan moral
akibat dari kekeliruan dalam pendidikan juga memberi kontribusi terhadap
penyimpangan nilai-nilai luhur di tengah masyarakat. Penyimpangan norma agama,
norma sosial serta kemerosotan moral ditengah kehidupan yang serba materalistik
dan hedonistik mewarnai kehidupan di dalam masyarakat sekitar kita. Dari penyajian
beberapa kondisi ril lingkungan sosial masyarakat tersebut, nyatalah betapa
pentingnya keluarga khususnya keluarga batih dalam mendidik, membentuk dan
mengembangkan kepri-badian anak sejak dini.
Salah satu peranan keluarga dalam hal ini orangtua, yang terpenting adalah
sebagai guru yang dapat menanam nilai-nilai moral serta memberi contoh yang baik
atau keteladanan kepada anak-anaknya. Pengalaman anak di lingkungan keluarga
merupakan dasar bagi perkembangan perilakunya kelak, termasuk tingkah laku
moral. Pendidikan moral keluarga seyogyanya dilakukan sejak anak berusia dini,
dengan cara membiasakan anak menerapkan aturan-aturan dan sifat-sifat yang baik.
Fokus dari penelitian adalah peranan orangtua dalam meningkatkan kualiatas
kepribadian anak diera globalisasi ini, dengan mengamati berbagai fenomena tentang
kondisi sosial ekonomi masyarakat yang semakin kompleks dan lingkungan sosial
yang semakin menjurus kepada nilai materialism.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Mandonga Kota Kendari, dengan
pertimbangan bahwa lokasi ini merupakan salah satu wilayah yang paling kompleks
dan heterogen penduduknya, serta paling signifikan terjadi perubahan lingkungan
sosial dari tahun ke tahun. Unit analisis dalam penelitian ini adalah orangtua yang
memiliki anak-anak yang sudah dewasa, dimana informasi diperoleh melalui teknik
observasi, wawancara mendalam, dan penelaahan terhadap dokumen tertulis.
Observasi dilakukan pada awal penjajakan mengenai keadaan lokasi penelitian,
sampai melakukan pengamatan terhadap aktivitas keluarga sehari-hari. Wawancara
mendalam (indepth interview) dilakukan kepada para informan untuk mendapatkan
data yang akurat dan selengkap-lengkapnya mengenai pendapat dan pengalaman
mereka dalam melakukan proses sosialisasi nilai-nilai. Sedangkan penelaahan
terhadap dokumen diperoleh melalui berbagai macam sumber, seperti buku,
majalah, jurnal ilmiah, surat kabar, maupun laporan hasil penelitian yang relevan.
Teknik analisis data dalam penelitian ini akan menggunakan teknik analisis
deskriptif kualitatif. Dalam penelitian kualitatif, pengolahan dan analisis data
dilakukan secara bersamaan. Hal ini dilakukan mengingat pada dasarnya kedua
proses tersebut tidak saling terpisah, karena pada saat proses pengambilan dan
pengolahan data, secara tidak langsung terdapat proses analisis, meski tidak
SOCIETAL: Jurnal Pemikiran dan Penelitian Sosiologi; Volume 1, No. 1, April 2014

14

dilakukan secara mendalam. Analisis data yang dilakukan secara bersamaan dengan
proses pengolahan data dapat menentukan seberapa jauh informasi perlu ditambah,
serta siapa lagi informan yang diwawancarai, serta data apa yang selanjutnya perlu
lebih diperdalam lagi.
PEMBAHASAN
Peranan orangtua yang paling mendasar dalam meningkatkan kualitas
kepribadian pada anak adalah dengan melakukan tindakan-tindakan preventif.
Penentuan tindakan preventif yang tepat akan memberikan landasan yang kuat bagi
anak untuk menghindari pengaruh negatif dari berbagai aspek. Berikut ini terdapat
beberapa tindakan preventif yang digunakan oleh keluarga dalam upaya mendidik
anak-anaknya.
Memenuhi Hak Hak Anak
Sebelum anak dituntut untuk berbakti kepada orangtuanya, maka orangtuanya
harus terlebih dahulu melakukan kewajiban-kewajibannya. Jika orangtua tidak
memenuhi kewajibannya maka anak akan mudah terjerumus pada kepribadian yang
rapuh dan mudah dipengaruhi oleh hal-hal buruk. Kebaikan yang diberikan orangtua
kepada anaknya akan memudahkan anak dalam mengembangkan cinta dan hormat
padanya. Hal ini tercermin dari pernyataan informan berinisial S yang mengatakan
cara yang tepat bagi orangtua untuk melaksanakan kewajibannya adalah denga
berupaya semaksimal mungkin memenuhi kebutuhan keluarga baik kebutuhan
materil maupun non material, seperti memberi nafkah, pendidikan yang baik, kasih
sayang dan perhatian bagi seluruh anggota keluarganya, setelah itu barulah kita bisa
menuntut anak untuk berbuat baik (wawancara, 2011).
Informasi tersebut menunjukkan bahwa, hal pertama yang dilakukan orangtua
dalam upaya mendidik anak agar kelak berkepribadian yang diharapkan adalah
dengan menunaikan dahulu segala kewajibannya terhadap hak-hak anak. Tujuan
pemenuhan hak baik bagi anak maupun orangtua tidak hanya demi kebaikan
keluarga, melainkan juga bagi kehidupan masyarakat secara umum. Kehidupan
rumah tangga yang diwarnai keseimbangan dalam pemenuhan hak dan kewajiban
anak dan orangtua, akan menghantarkan masyarakat pada ketentraman dan
kesejahteraan. Didalamnya tidak ada tragedi kemanusiaan yang disebabkan oleh
kenakalan anak maupun kesewenang-wenangan orangtua. Allah SWT mewajibkan
anak memenuhi hak orangtua dan orangtua memenuhi hak anaknya adalah untuk
tujuan kemaslahatan yang lebih luas.
Keseimbangan hak antara orangtua dan anak merupakan hal yang perlu
dilakukan. Orangtua memiliki hak atas anak-anaknya, tetapi dilain pihak anak juga
memiliki hak yang harus dipenuhi orangtuanya. Sudah sepatutnya segala yang
dilakukan orangtua untuk anaknya adalah dalam rangka mengembangkan potensi-
potensi yang dimiliki anaknya. Menurut Ibnu Qayyim dalam Suwaid (2004: 23),
Siapa saja yang mengabaikan pendidikan anaknya dalam hal-hal yang berguna
baginya, lalu ia membiarkan begitu saja, berarti telah berbuat kesalahan yang besar.
Ratna Supiyah: Geliat Modernisasi & Upaya Preventif Orangtua dalam Meningkatkan Kualitas Kepribadian Anak

15

Mayoritas penyebab kerusakan anak adalah akibat orangtua mengabaikan mereka,
serta tidak mengajarkan kewajiban-kewajiban dan sunnah-sunnah agama.
Hak-hak anak yang harus dipenuhi oleh orangtuanya antara lain dengan
memberikan pendidikan yang baik bagi anak-anaknya, memberikan nafkah yang
pantas, dan menjaga seluruh anggota keluarga dari ancaman, baik berupa fisik
maupun psikis (Arifuddin, 2009: 155). Pendapat ini sejalan dengan pendapat
Rahman (2009: 156), bahwa diantara hak-hak anak terhadap orangtuanya adalah:
memilihkan ibu untuk si anak dari golongan baik-baik (memilih istreri yang
berkualitas), setelah anak lahir memberikan nama yang baik kepada anak, dan
memberikan nafkah kepada anak sepantasnya, serta memberikan pendidikan akhlak
yang baik dan mengajarkan ilmu untuk bekal hidupnya kelak. Selain itu, anak juga
memiliki keinginan untuk dihargai ditengah-tengah keluarga. Secara psikologis, ia
tidak hanya membutuhkan rasa aman dari ayah dan ibunya, tetapi juga ingin
menunjukkan bahwa ia bisa melakukan sesuatu yang membuat mereka senang,
seperti bertindak lucu, ikut membersihkan lantai, ikut mencuci piring, membantu
memasak, dan sebagainya. Anak-anak membutuhkan hal tersebut sebagai sarana
bersosialisasi dengan anggota keluarga yang lain agar eksistensinya dalam keluarga
tampak diakui.
Para ahli pendidikan berargumen bahwa timbulnya kepribadian yang buruk
pada anak setidaknya karena tidak berjalannya fungsi keluarga secara utuh. Hal ini
ditunjukkan dengan seringnya tindakan kekerasan dalam rumah tangga baik fisik
maupun psikis dan kurangnya interaksi anak dengan orangtuanya. Dengan kata lain,
disfungsi keluarga sehingga menyebabkan terjadinya fenomena tersebut dikarenakan
tidak terpenuhinya hak-hak anak secara baik dan benar, khususnya masalah
pendidikan dari orangtua. Pendidikan yang dilakukan orangtua kepada anaknya
dilakukan melalui interaksi sehari-hari. Sesuai perannya sebagai pengasuh anak,
biasanya anak mengembangkan ketergantungan dan kasih sayang yang kuat terhadap
orangtua. Persoalan menjadi lain ketika orangtua tidak dapat mengembangkan
perannya dengan baik, atau bahkan terpaksa menyerahkan tanggung jawab
pengasuhannya kepada orang lain, seakan-akan kewajiban orangtua telah selesai.
Padahal kewajiban orangtua yang harus ditunaikan adalah memberi pendidikan
kepada anak-anak di rumah.
Mendidik Anak dengan Kasih Sayang
Orangtua memiliki fitrah memberi kasih sayang yang adil kepada semua anak-
anaknya, sehingga sang anak merasa nyaman dan bahagia berada di sisinya.
Meskipun perilaku anak tidak menyenangkan orangtua, tetapi anak-anak harus tetap
diperlakukan dengan penuh kasih sayang. Hal itu bukan berarti membiarkan anak
mengembangkan perilaku buruknya, tetapi lakukanlah pendekatan kasih sayang
dalam memperbaiki tingkah laku anak. Membentak anak berapapun usianya, akan
membuat anak merasa direndahkan. Pada tahap-tahap perkembangan hidupnya ia
akan merasa rendah diri karena merasa selalu berbuat salah. Menurut Coles (2003:
76), seorang bayi yang diperlakukan kasar dan tidak diperhatikan, kelak akan menjadi
SOCIETAL: Jurnal Pemikiran dan Penelitian Sosiologi; Volume 1, No. 1, April 2014

16

apatis dan menarik diri dari dunia yang tidak memperdulikan dan bahkan
mengancam mereka, akhirnya anak-anak akan menjadi mudah marah, resah dan
banyak menuntut.
Kasih sayang, cinta, dan pengertian diperlukan agar kepribadian anak tumbuh
secara sempurna dan harmonis, oleh karena itu sedapat mungkin anak tumbuh
dalam asuhan dan tanggung jawab kedua orangtuanya, dalam kondisi apapun harus
ada jaminan tumbuhnya suasana cinta dan ketentraman. Anak-anak membutuhkan
kasih sayang yang tulus dari orang tuanya, karena itu untuk mencurahkan kasih
sayang, maka orang tua tidak perlu memberi ancaman sebagai syarat. Jika orang tua
ingin anaknya berkepribadian yang baik kelak, sebaiknya orangtua harus menyemai
benih kasih sayang kepada anaknya, sebab anak-anak yang tidak pernah mendapat
kasih sayang tidak akan tahu bagaimana cara mengungkapkan kasih sayangnya kedua
orangtuanya. Jadi untuk mendambakan anak yang berkepribadian baik, orangtua
harus mendidik mereka dengan kasih sayang.
Hal ini tergambar pada pola mendidik yang dilakukan para informan,
sebagaimana hasil wawancara dengan informan Z yang mengatakan kasih sayang
merupakan cara yang terbaik untuk mendidik anak. Kami selalu mencurahkan kasih
sayang kepada anak-anak kami, karena mereka sangat membutuhkan. Anak yang
mendapatkan kasih sayang dari orangtua akan merasa bahagia dan dihargai, sehingga
mereka membalasnya dengan kasih sayang pula kepada kami. Dalam mendidik anak
dengan kasih sayang, memudahkan kami memberikan pengertian dan mendapatkan
kepercayaan dari anak-anak, sehingga anak menjadi mudah diarahkan dan
berkembang optimal (Wawancara, 2011).
Berdasarkan hasil wawancara tersebut, menunjukkan bahwa dengan pemberian
kasih sayang dalam mendidik anak dapat membuat orangtua lebih mudah
mendapatkan kepercayaan dari anak-anaknya, sehingga pada akhirnya orangtua
dapat dengan mudah mengarahkan anaknya untuk menjadi anak yang berprilaku
sesuai yang diharapkan oleh orangtua. Jadi, untuk mendambakan anak yang berbakti
kepada orangtuanya, maka orangtua harus mendidik mereka dengan kasih sayang,
bukan dengan ancaman dan kekerasan fisik. Menurut Rakhmat (1994: 43) bila
orangtua gagal mengungkapkan rasa kasih sayang kepada anak-anaknya, maka
mereka tidak akan mampu mencintai orangtua mereka. Dalam pergaulan sosial,
mereka pun tidak akan mampu mencintai atau menyayangi orang lain.
Dari pelbagai penelitian, para psikolog berpendapat bahwa anak yang kurang
mendapat kasih sayang dari orang tuanya cenderung menderita kecemasan (anxiety),
rasa tidak tenteram, rendah diri, kesepian, agresivitas, negativisme (cenderung
melawan orang tua), dan pertumbuhan kepribadian yang lambat. Kekurangan kasih
sayang menghambat aktualisasi potensi kecerdasan yang dimilikinya sehingga anak
menjadi susah belajar. Kelak ketika mereka telah menjadi bapak/ibu, tidak mampu
menyayangi anak-anaknya (Steve dalam Arifuddin, 2009: 178). Fakta membuktikan
bahwa resep manjur untuk membuat anak tumbuh dan berkembang dengan baik
adalah kasih sayang. Hal ini diakui oleh ilmuwan masa kini. Kekaguman para
Ratna Supiyah: Geliat Modernisasi & Upaya Preventif Orangtua dalam Meningkatkan Kualitas Kepribadian Anak

17

psikolog akan pentingnya kasih sayang membuat mereka berkesimpulan bahwa kasih
sayang tidak bisa digantikan oleh apapun. Berdasarkan hasil observasi pada aktivitas
informan di rumah, penulis mengamati cara-cara yang dilakukan oleh infoman
dalam berinteraksi dengan anak-anaknya, terlihat keakraban yang ditunjukkan oleh
orangtua terhadap anak-anaknya, demikian pula sebaliknya. Suasana intim antara
orangtua dengan anak-anaknya tergambar dari komunikasi yang menggunakan kata-
kata yang lembut, penuh perhatian dan belaian sayang bagi anak-anak dan cucu-cucu
para informan tersebut.
Anak-anak membutuhkan kasih sayang dari orang tuanya. Pada dasarnya orang
tua diberi fitrah untuk mencintai anak-anaknya. Mereka menganggap anak adalah
buah cinta mereka. Fitrah kasih sayang inilah yang memungkinkan lestarinya
generasi manusia. Akan tetapi, seringkali orang tua tidak dapat mengungkapkan
kasih sayang itu secara tepat. Banyak orang tua yang memenuhi kebutuhan anak
dengan membelikan mainan, perlengkapan sekolah, uang saku, dan sebagainya,
namun tidak pernah menyatakan cintanya dalam kata-kata. Padahal pengungkapan
cinta melalui kata-kata sangat diperlukan bagi anak. Kata-kata cinta tersebut
membekas dalam hati sehingga ia akan mudah mengungkapkan rasa senangnya
kepada orang tua dan orang lain.
Sebagai orangtua yang cerdas dalam mengungkapkan rasa cintanya kepada
anak-anak dengan kata-kata, menyambut anak, mengajak bicara, dan menyampaikan
humor-humor ringan, merupakan usaha yang bisa dilakukan orangtua. Kasih sayang
kepada anak memberi keuntungan tersendiri bagi orangtua. Jika orang tua memberi
kasih sayang terhadap anak, maka anakpun akan memberikan kasih sayangnya
kepada orangtua. Hal ini akan dilakukan anak sepanjang rentang kehidupannya.
Selain kata-kata, anak juga membutuhkan kasih sayang berupa perbuatan dari
orangtuanya. Pelukan, ciuman, belaian dikepala dan wajah, serta perbuatan-
perbuatan hangat lainnya bisa membuat suasana hati anak menjadi tentram dan
damai. Anak-anak senang terhadap perlakuan-perlakuan yang menunjukkan kasih
sayang tersebut, ia akan merasa disayang oleh orangtuanya. Ketika dewasa, perasaan
ini akan tetap tumbuh dan berkembang, sehingga anak akan berbakti kepada
orangtuanya. Menjaga keharmonisan keluarga dengan kasih sayang merupakan
sebuah bentuk pendidikan yang paling baik. Orangtua bisa mencegah terjadinya
penyimpangan-penyimpangan yang mungkin akan dilakukan anak kelak, sekaligus
mengarahkan kehidupan keluarga menjadi lebih bahagia. Tindakan utama dalam
mencegah munculnya kepribadian yang buruk pada anak, dengan berusaha menjaga
keharmonisan dan kasih sayang dalam keluarga dengan sebaik-baiknya.
Menanamkan Nilai Agama Sejak Dini
Salah satu langkah yang paling baik dalam mengembangkan kepribadian yang
baik dan menghindari munculnya penyimpangan perilaku pada anak, adalah dengan
menanamkan nilai agama sejak dini. Sebab, agama akan menjadi pedoman anak
dalam menjalani perilaku sehari-hari, terutama saat berinteraksi dengan orangtua.
Anak yang selalu dibekali oleh nilai-nilai agama sejak dini, akan senantiasa menjaga
SOCIETAL: Jurnal Pemikiran dan Penelitian Sosiologi; Volume 1, No. 1, April 2014

18

kesopanan dan penghormatannya kepada setiap orang. Dengan kata lain, untuk
mencegah anak agar tidak melakukan perilaku yang menyimpang, maka orangtua
tidak cukup dengan menerapkan metode-metode yang tepat dalam mendidik
anaknya tanpa menerapkan nilai-nilai agama. Penanaman nilai agama sejak usia dini
pada anak, merupakan hal yang penting dalam proses pembentukkan kepribadian
anak. Dengan bekal nilai agama sejak kecil, anak tidak akan mudah terjerumus oleh
pengaruh-pengaruh negatif dari lingkungannya.
Pada umumnya para informan menerapkan penanaman nilai agama sejak anak
berusia dini, sebagaimana hasil wawancara dengan informan H yang menegaskan
bahwa unsur yang terpenting dalam mencegah agar anak tidak berprilaku buruk
ketika dewasa adalah dengan mengajarkan pendidikan yang berlandaskan nilai-nilai
agama sejak mereka masih kecil. Kami berupaya menanamkan pendidikan agama
sejak usia anak-anak kami masih sangat kecil agar pendidikan agama tertanam kuat
dalam jiwa mereka. Kami yakin dengan memahami dan melaksanakan nilai-nilai
agama sejak kecil, kelak anak kami akan memiliki prilaku yang baik sesuai ajaran
agama kami (Wawancara, 2011).
Pendapat informan di atas, sejalan dengan pernyataan informan Z berikut ini
tentang bentuk-bentuk perilaku yang mencerminkan nilai agama yang perlu
ditanamkan dan diajarkan pada anak sejak masih kecil. agar supaya anak-anak kami
bisa memahami ajaran agama, maka kami berusaha mengajarkan nilai agama pada
seluruh segi kehidupan, misalnya pada segi ibadah kami mengajarkan shalat, puasa,
zakat, menolong orang lain, dan sebagainya. Cara berpakaian, cara makan, cara
bertutur kata, dan sebagainya yang sesuai dengan ajaran agama kami. Kesemuanya
itu akan membentuk kepribadian anak. Kami melakukan pendidikan ibadah tersebut
melalui kegiatan sehari-hari bersama anak-anak, dan kami juga harus berhati-hati
dalam menjaga perilaku sehari-hari agar bisa dicontoh oleh anak-anak (Wawancara,
2011).
Uraian hasil wawancara diatas menunjukkan bahwa, pada umumnya informan
menyadari betapa pentingnya menanamkan nilai-nilai agama kepada anak sejak usia
mereka masih kecil, karena semakin dini anak mengenal ajaran agama maka semakin
kuat tertanam dalam jiwanya. Hal ini sesuai dengan pendapat Darajat (1976: 51)
bahwa teori ilmu pendidikan dan ilmu jiwa telah banyak berkembang, untuk
membekali setiap orangtua dan guru dalam mendidik dan memelihara generasi
muda. Akan tetapi, teori-teori pendidikan itu akan kurang lengkap dan kurang
berhasil, apabila tidak dilengkapi dengan nilai agama. Kepribadian anak banyak
ditentukan oleh macam hubungan dan pendidikan yang diterima anak dalam
keluarga waktu anak masih kecil, terutama pendidikan agama yang dimulai secara
tidak langsung melalui pengalaman hidup dengan orangtuanya.
Hasil pengamatan penulis tentang hasil dari penanaman nilai-nilai agama dari
para informan kepada anak-anaknya di rumah, terlihat dengan berbagai aktivitas-
aktivitas yang bersifat agamis yang dilakukan oleh anggota keluarga informan. Pada
umumnya anak-anak informan terlihat rajin menjalankan perintah agama, misalnya
Ratna Supiyah: Geliat Modernisasi & Upaya Preventif Orangtua dalam Meningkatkan Kualitas Kepribadian Anak

19

shalat berjamaah di rumah, membaca Al-Quran atau melaksanakan kegiatan agama
di mesjid, seperti shalat, pengajian, mengajarkan anak-anak belajar mengaji. Hasil
pengamatan ini menyimpulkan begitu kentalnya suasana keagamaan anggota
keluarga para informan ini.
Pentingnya agama bagi anak juga diakui Darajat (1976: 42). Dalam menangani
beberapa remaja yang tergolong nakal, beliau menyimpulkan bahwa pada umumnya
mereka kurang menghayati makna agama, walaupun dalam pengakuan mereka
memeluk agama. Ini merupakan akibat dari pemahaman agama yang hanya dipahami
dari satu sisi saja, yakni aspek spiritual. Agama hanya dipahami dari kulit luarnya saja.
Untuk menekan tingkat kenakalan yang dilakukan oleh anak remaja, maka keluarga
perlu mengembangkan nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-hari, dengan kata
lain, agama menjadi salah satu faktor penting pengendali terhadap tingkah laku
remaja.
Mendidik anak agar kelak berkepribadian yang baik dalam ajaran agama Islam,
adalah dengan mengajarkan: (1) Menanamkan tauhid agar anak menyadarkan diri
bahwa ia bukanlah apa-apa di hadapan Tuhannya, dengan tauhid manusia akan
memilih kemaslahatan umat sebagai tujuan setiap perilakunya, (2) mengajak anak
memahami Al-Quran, karena ayat-ayat Al-Quran berisi pesan-pesan Ilahi sehingga
dapat dijadikan pedoman bagi manusia, (3) mengajak anak untuk gemar bersedekah
kepada kaum fakir miskin. Dengan tersbiasa melakukan sedekah, anak akan terbiasa
berbagi dengan orang lain. (4) mengajak berdoa bersama. Melalui doa, anak akan
mendapat pendidikan tauhid bahwa segala sesuatu hanya dapat dikabulkan oleh
kehendak Allah (Zuhaili, 2009: 182).
Pendidikan agama yang dimulai sejak usia dini, akan membentuk kepribadian
anak. Kepribadian itu terbentuk melalui semua pengalaman dan nilai-nilai yang
diserapnya dalam pertumbuhan dan perkembangannya, terutama dari tahun-tahun
pertama umurnya. Anak akan mendapatkan ajaran agama dengan melihat tingkah
laku orangtuanya, mendengar ucapannya, dan merasakan sentuhan batin orangtua.
Apabila nilai-nilai agama banyak masuk ke dalam pembentukkan kepribadian
seorang anak, maka tingkah lakunya ketika dewasa akan banyak diarahkan untuk
dikendalikan oleh nilai-nilai agama. Di sinilah letak pentingnya pengalaman dan
pendidikan agama pada masa-masa pertumbuhan dan perkembangan seseorang.
Menghindari Anak dari Pengaruh Negatif
Orangtua dianggap sebagai orang yang paling berpengaruh terhadap anak,
karena ia adalah orang yang paling dekat dengan anak, baik secara fisik maupun
psikis. Akan tetapi, orang-orang di sekitar anak semisal keluarga lain, tetangga, dan
teman-teman sebayanya juga sangat mungkin mempengaruhi kepribadian anak.
Mead menyebut mereka significant others, sementara Dewey menyebut mereka affective
others. Dengan demikian, segala yang dilakukan oleh mereka akan ditiru oleh anak-
anak.
Masyarakat adalah lingkungan yang bisa berpengaruh untuk menyebarkan
kebaikan dan keutamaan, tetapi bisa juga untuk tersebarnya kerusakan serta
SOCIETAL: Jurnal Pemikiran dan Penelitian Sosiologi; Volume 1, No. 1, April 2014

20

kehinaan. Masyarakat juga merupakan sarana mendasar untuk perbaikan atau
perusakan terhadap individu-individu secara umum. Selain itu, berkembangnya
sarana audio dan visual di tengah masyarakat yang juga bisa membawa pengaruh
buruk bagi anak. Selain itu, salah satu penyebab utama dari timbulnya perilaku yang
menyimpang pada anak adalah adanya pengaruh negatif dari teman bergaul anak.
Selain itu, pengaruh negatif juga datangnya dari berbagai kemajuan di bidang
teknologi dan informasi, yang menyebabkan perubahan gaya hidup masyarakat.
Fenomena ini dapat dilihat bahwa saat ini kecenderungan anak muda untuk
menghabiskan waktu di mall-mall yang menjajakan barang mewah tersebut sangat
tinggi. Dampaknya antara lain meningkatnya pola hidup materialisme,
konsumerisme, dan hedonisme. Seiring berkembangnya zaman, tentu ada pola
perubahan kepatuhan anak kepada orangtuanya. Akan tetapi agaknya remaja saat ini,
dengan berbagai kemajuan teknologi (yang cenderung membuat manusia hidup
dalam keterasingan), lebih tidak taat pada orangtuanya. Mereka lebih asyik
bercengkerama dengan orang lain melalui e-mail, friendster, facebook, dan sebagainya.
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan penulis, di lingkungan sekitar
rumah informan terlihat adanya berbagai aktivitas masyarakat khususnya remaja
yang tergolong berperilaku yang negatif, misalnya terlihat banyak remaja yang gemar
begadang sampai larut malam, mengkonsumsi minuman beralkohol, dan pergaulan
antara remaja laki-laki dan perempuan yang cenderung bergaul bebas. Selain itu, di
sekitar lokasi ini sangat banyak tempat-tempat hiburan malam seperti karaoke,
bioskop, billiard, lounge, cafe, dan lain-lain. Kesemuanya itu merupakan pengaruh
yang setiap hari dilihat oleh masyarakat di sekitarnya.
Pengaruh-pengaruh negatif yang bersumber dari faktor eksternal tersebut akan
membawa dampak yang sangat merugikan bagi pola pendidikan anak dalam
keluarga. Oleh karena itu, maka orangtua perlu melakukan upaya-upaya antisipatif
untuk mencegah kemungkinan pengaruh tersebut merusak kepribadian anaknya
kelak. Mengenai dampak pengaruh negatif dari lingkungan eksternal tersebut
terhadap pola pendidikan dapat dilihat dari pernyataan para informan, sebagaimana
hasil wawancara dengan informan L menuturkan bahwa dalam mendidik anak agar
berperilaku baik, tidak saja ditentukan oleh kemampuan orangtua dalam mendidik
anak-anaknya. Pengaruh lingkungan khususnya teman-teman sepergaulan anak juga
sangat berperan dalam kesuksesan orangtua mendidik anak. Oleh karena itu, kami
berupaya semaksimal mungkin untuk menghindarkan anak kami dari pengaruh
negatif yang datangnya dari lingkungan sekitar termasuk teman-teman sepermainan
anak. Hal ini kami lakukan agar pola pendidikan yang kami lakukan kepada anak,
tidak terhambat oleh adanya pengaruh negatif tersebut (Wawancara, 2011).
Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa,
pengaruh-pengaruh negatif yang datangnya dari faktor eksternal keluarga, sangat
meresahkan orangtua, karena hal itu akan menghambat pola pendidikan yang
diajarkan kepada anaknya, bahkan dapat menimbulkan dampak yang sangat
merugikan bagi keluarga yakni berkembangnya kepribadian anak yang buruk. Oleh
Ratna Supiyah: Geliat Modernisasi & Upaya Preventif Orangtua dalam Meningkatkan Kualitas Kepribadian Anak

21

karena itu, orangtua berupaya untuk melakukan tindakan-tindakan pencegahan agar
anak-anaknya tidak dipengaruhi dan larut oleh pengaruh negatif tersebut.
Diantara unsur-unsur pendidikan yang baik untuk mengatasi pengaruh buruk
dari pergaulan adalah, agar orangtua memberikan petunjuk kepada anak untuk
memilih teman dan sahabat yang baik. Jika tidak, mereka akan memilih teman
sekehendak hati mereka, sedangkan teman berpengaruh besar terhadap
perkembangan kepribadian anak, baik yang merusak atau yang memperbaiki.
Kenyataan ini, memerlukan peranan orangtua baik secara langsung maupun tidak
langsung dalam mengarahkan anak ketika memilih teman dan sahabat, juga dalam
menjauhi teman yang perilakunya buruk. Orangtua yang sibuk dan mengabaikan
urusan anaknya, akan kehilangan kendali pada anak, hal ini membuat orangtua tidak
mempunyai pengaruh pada diri anak untuk membimbingnya, maka teman-temannya
yang buruk yang akan menguasai anak, membawa ia dengan pengaruhnya dalam
perbuatan yang salah.
Upaya lain yang cukup efektif untuk mengantisipasi pengaruh negatif tersebut
adalah dengan menerapkan peraturan-peraturan dalam keluarga. Pada dasarnya,
anak-anak sebenarnya sangat membutuhkan peraturan sebagaimana mereka
membutuhkan kasih sayang dari orangtua. Peraturan diperlukan agar anak mampu
mengendalikan diri, menghormati orang lain. Dengan peraturan, anak akan tahu
bahwa di dunia ini banyak hukum-hukum yang harus ditaati. Jika tidak ditaati maka
bahaya akan mengancam diri sendiri. Tanpa peraturan, anak-anak akan menjadi liar
dan mudah bertindak brutal dengan melakukan serangkaian perbuatan yang
mengakibatkan keadaan rumah kacau. Perilaku mereka tampak bebas tanpa adanya
kontrol dari orangtua. Akan tetapi peraturan itu hendaknya dibuat dan diterapkan
secara adil dan logis, dengan memberikan pengertian yang masuk akal pada anak,
sehingga anak akan lebih mudah untuk mentaati peraturan tersebut. Peraturan yang
terlampau keras justru akan membuat anak menjadi pembangkang. Menerapkan
peraturan pada anak harus dengan kesabaran, serta harus ada penjelasan dan alasan
mengapa ia harus bersikap seperti itu atau mengapa ia harus menghindari sesuatu.
Berdasarkan hasil pengamatan penulis, pada umumnya anak-anak informan
tidak terpengaruh oleh kondisi negatif di sekitar lingkungannya. Hal ini terbukti
para informan dan anak-anak mereka terlihat tidak ikut terlibat dalam pergaulan
remaja atau masyarakat, yang menjurus ke arah hal-hal yang negatif. Sepulang dari
sekolah atau tempat kerja, para informan dan anak-anaknya, pada umumnya
langsung pulang ke rumah dan berkumpul dengan anggota-anggota keluarga untuk
melaksanakan aktivitas sehari hari di rumah.
Agama Islam telah mengajarkan orangtua agar menerapkan peraturan bagi
anak dalam kehidupan sehari-hari. Selama 24 jam seorang muslim tidak boleh
terlepas dari peraturan-peraturan. Makan, minum, tidur, bangun tidur, bergaul
dengan orang lain, belajar, dan sebagainya ada peraturannya. Hal ini tidak lain adalah
untuk membentuk kepribadian yang disiplin dan bertanggung jawab (Kardjono,
2008: 138). Peraturan yang dibuat dan diawasi pelaksanaannya oleh orangtua
SOCIETAL: Jurnal Pemikiran dan Penelitian Sosiologi; Volume 1, No. 1, April 2014

22

hendaknya tidak dalam bentuk aturan dengan tangan besi, tidak bebas berpikir dan
tidak terlatih mengadakan pilihan sendiri, sehingga menyebabkan anak tidak percaya
pada diri sendiri dan tidak mempunyai pertimbangan sendiri. Peraturan dengan
tangan besi dalam mendidik anak tanpa pengertian dari pihak anak, akan
menghasilkan anak-anak yang kemampuan otak dan batinnya lemah.
PENUTUP
Berdasarkan pembahasan sebagaimana diuraikan di atas disimpulkan upaya
orangtua dalam meningkatkan kualitas kepribadian anak di tengah modernisasi,
yakni orangtua menentukan dan memilih tindakan-tindakan preventif, antara lain:
melaksanakan kewajiban sebagai orangtua untuk memenuhi hak anak, mendidik
anak dengan kasih sayang, menanamkan nilai agama sejak dini, menghindari anak
dari pengaruh negatif. Keseluruhan peranan yang dilakukan oleh orangtua ini, saling
berhubungan satu sama lain dan bersifat komplementer, sehingga mutlak dilakukan
untuk dapat mengembangkan kepribadian anak yang baik. Oleh karena itu,
diharapkan kepada orangtua agar memiliki wawasan yang luas dan pengetahuan
agama yang mencukupi untuk menghindari kesalahan dalam mendidik anak. Selain
itu, mengalokasikan waktu yang cukup untuk memberikan kesempatan bagi anak
berinteraksi serta meresapi sikap-sikap agamis yang ditunjukkan oleh orangtua dalam
perilaku kesehariannya.
DAFTAR PUSTAKA
Arifuddin, Muhammad. 2009. Duhai Anakku. Mendidik Anak Agar Tidak Durhaka.
Sidoarjo. Penerbit Mas Media Buana pustaka.
Darajat, Zakiaah. 1976. Pembinaan Remaja. Jakarta: Bulan Bintang.
Zuhaili, Muhammad, 2002. Pentingnya Pendidikan Islam Sejak Dini. Jakarta. Penerbit
A. H. Baadillah Press.

You might also like