You are on page 1of 5

THE COMPARISON OF PREVALENCE BETWEEN Ascaris lumbricoides

WORMS ES IN LETT!CE "Lac#uca sa#i$a L% $ar cris&a' AT HIH


FLASTLAN( (CIWIDEY) WITH LOW FLASTLAN( (CIREBON)

Agnes Amelinda Mulyadi, Meilinah Hidayat, July Ivone
Faculty of Medicine, Maranatha Christian University
Jl Prof. Drg. Soeria Soemantri, MPH No.65 Bandung 40164 Indonesia


ABSTRACT
Introduction: Ascariasis is the worlds second largest parasitic disease caused by Ascaris
lumbricoides. The number of Ascaris lumbricoides eggs could be found much more on fertile soil at high
flastland. One of its spreading ways is by eating vegetables which is not washed cleanly. This study was
conducted by examining lettuce (Lactuca sativa L. var crispa) that grows at either highflastland or low flastland,
which often consumed as lalapan. Objective: The purpose of this research was to determine the effect of the
height to the prevalence of the worms egg in lettuce. Method: The method of this study was using an
observational analitic method with cross-sectional study. The eggs were examinated under the microscope. The
samples were taken from Ciwidey (35 sample) and Cirebons market (28 sample). Mann-Whitney SPSS
programm v.15 test with = 0,05 was used for analyzing the data. Result: The percentage number of Ascaris
lumbricoides worms eggs in lettuce at high flastland for 1(+) was 62.9% and for 2(++) was 8.6%, while at low
flastland for 1(+) was 39.3%. Its result was significantly different with p = 0.006 (p <0.05). Conclusion: The
prevalence of Ascaris lumbricoides worms egg in lettuce is higher at high flastland than low flastland.

Key words: Ascariasis, Ascaris lumbricoides, Lettuce

PERBANDINGAN PREVALENSI TELUR CACING Ascaris lumbricoides
PADA SAYURAN SELADA DAUN LONGGAR
(Lac#uca sa#i$a L. $ar cris&a) DI DATARAN TINGGI (CIWIDEY)
DENGAN DATARAN RENDAH (CIREBON)

Agnes Amelinda Mulyadi, Meilinah Hidayat, July Ivone
Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Maranatha
Jl Prof. Drg. Soeria Soemantri, MPH No.65 Bandung 40164 Indonesia


ABSTRAK

Pendahuluan : Askariasis merupakan penyakit parasit kedua terbesar di dunia yang disebabkan oleh
Ascaris lumbricoides. Jumlah telur Ascaris lumbricoides ditemukan paling banyak pada dataran tinggi dengan
tanah yang relatif subur. Salah satu penyebarannya adalah melalui sayuran yang belum dicuci dengan bersih. Di
dalam penelitian ini, penulis menggunakan selada daun longgar (Lactuca sativa L. var crispa) yang sering
dikonsumsi sebagai lalapan dan dapat tumbuh di dataran tinggi maupun dataran rendah. Tujuan : Untuk
mengetahui pengaruh ketinggian terhadap prevalensi telur cacing pada sayuran selada. Metode : Menggunakan
observasional analitik yang bersifat potong silang. Pemeriksaan telur cacing dilakukan di bawah mikroskop
dalam satu lapang pandang. Sampel diambil dari Pasar Ciwidey (35 sampel) dan Cirebon (28 sampel). Analisis
data menggunakan program SPSS v.15 Mann-Whitney dengan nilai = 0,05. Hasil : Persentase telur cacing
Ascaris lumbricoides pada sayuran selada di dataran tinggi didapatkan sebesar 62,9% untuk positif 1(+) dan
8,6% untuk positif 2(++), sedangkan di dataran rendah sebesar 39,3% untuk positif 1(+). Hasil berbeda
signifikan dengan p = 0,006 (p < 0,05). Simpulan : Prevalensi telur cacing Ascaris lumbricoides pada sayuran
selada lebih tinggi pada dataran tinggi dibandingkan dataran rendah.


Kata kunci : Askariasis, Ascaris lumbricoides, Selada
PENDAHULUAN

Askariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit Nemathelminthes, yaitu Ascaris
lumbricoides dan merupakan penyakit kedua terbesar di dunia yang disebabkan oleh parasit namun
kurang mendapat perhatian (neglected diseases) sehingga dijuluki penyakit tersembunyi.
1

Prevalensi penyebaran pada dunia luas bergantung pada sifat dari cacing dan produksi telur
per parasit, sosio-ekonomi rendah, terutama di daerah endemis. Penyebarannya luas dan merata di
daerah tropik, sub-tropik dan lebih banyak ditemukan di daerah pinggiran dibandingkan di kota karena
masih kurangnya pengetahuan mengenai kesehatan.
2

Di Indonesia, askariasis mempunyai prevalensi yang tinggi. Karena iklim yang sesuai dengan
perkembangan telur dan larvanya. Pada dataran tinggi, tanah relatif subur, lembab, dan gembur jika
dibandingkan di dataran rendah yang mempunyai tanah yang lebih kering. Suhu 23-30
o
C pada dataran
tinggi juga mendukung perkembangan telur dan larva Ascaris lumbricoides. Selain itu, bantuan angin
juga dapat menyebabkan meluasnya penyebaran askariasis lewat telur yang pada stadium infektif ikut
berterbangan bersama debu.
2

Masyarakat Indonesia khususnya di Jawa Barat (Sunda) gemar mengkonsumsi sayur-sayuran
mentah (lalapan) yang mungkin dalam proses pencucian dan pengairannya tidak higienis dan dapat
menimbulkan askariasis. Salah satu daerah pemasok sayuran untuk lalapan di daerah Bandung adalah
Ciwidey, yang dikenal sebagai penghasil sayur-mayur berupa selada, bawang daun, dan lain-lain.
Selain itu, selada dapat pula ditemukan pada daerah dengan dataran rendah, yaitu Cirebon. Untuk
menyirami selada, para petani menggunakan air sungai. Sungai oleh penduduk sekitar digunakan
untuk mandi, mencuci, membuang kotoran (feses), maupun membuang feses hewan sehingga
dimungkinkan adanya telur cacing yang dapat ditemukan dan menetap secara tidak kasat mata pada
sayuran selama dua tahun.
3

Peneliti akan membandingkan prevalensi telur cacing Ascaris lumbricoides pada sayuran
selada daun longgar (Lactuca sativa L. var crispa) di dataran tinggi, yaitu Ciwidey dengan dataran
rendah, yaitu Cirebon guna mengetahui adakah perbedaan di kedua tempat tersebut.


METODE

Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik yang bersifat potong-silang (cross
sectional study). Data prevalensi telur cacing Ascaris lumbricoides pada sayuran selada
dianalisis menggunakan program SPSS v.15 dan uji statistik mann-whitney dengan = 0,05,
tingkat kemaknaan dinilai berdasarkan nilai p 0,05.



Sampel penelitian ini diambil sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi sebagai berikut:
Kriteria inklusi:
Sayuran selada daun longgar (Lactuca sativa L. var crispa) yang berasal dari pasar dalam 1
daerah.
Sayuran selada daun longgar (Lactuca sativa L. var crispa) yang ditanam dan dipanen di
daerah tersebut.
Kriteria eksklusi:
Sayuran selada daun longgar (Lactuca sativa L. var crispa) tersebut merupakan produk dari
perkebunan tanaman organik.
Besar sampel penelitian diambil dengan metode Simple Random Sampling (SRS) dengan
mengambil secara acak 1 selada dari masing-masing pedagang sayuran yang berjualan pada waktu
pengambilan data. Dari dataran tinggi (pasar Ciwidey) sebanyak 35 sayuran selada dan sebanyak 28
sayuran selada yang berasal dari dataran rendah (pasar Cirebon).
Penelitian dilakukan di Laboratorium Patologi Klinik Universitas Kristen Maranatha Bandung
dalam kurun waktu Desember 2010 sampai dengan November 2011.
Prosedur kerja penelitian ini adalah sebagai berikut: sayuran selada ditimbang seberat kurang
lebih 100 gram dan direndam di dalam beker glass 1 L yang berisi cairan NaOH 0,2% sebanyak 1 L
selama 30 menit kemudian dikeluarkan. Air rendaman disaring dan dimasukkan ke dalam beker glass
lain dan didiamkan selama kurang lebih satu jam. Air yang berada dipermukaan beker glass dibuang,
sedangkan air pada bagian bawah beker glass beserta endapannya diambil dengan volume 10-15 mL
menggunakan pipet dan dimasukkan ke dalam tabung ependorf dan disentrifugasi dengan kecepatan
1.500 rpm selama 5 menit. Air pada bagian atas ependorf dibuang, endapan diambil menggunakan
pipet dan diteteskan diatas object glass yang sebelumnya telah diberi lugol dan ditutup dengan
menggunakan cover glass kemudian diperiksa di bawah mikroskop cahaya dengan perbesaran objektif
40x.
Pemeriksaan dilakukan di bawah mikroskop dengan mengidentifikasi telur cacing fertile dan
infective. Jika tidak terlihat telur berarti negatif, sedangkan yang ditemukan telurnya dikelompokkan
ke dalam 4 kelompok yaitu positif 1 sampai dengan positif 4. Pengelompokkan tersebut berdasarkan
jumlah telur yang terlihat dalam satu lapang pandangan dalam mikroskop yaitu : (1) Terdapat 1 5
telur berarti +, (2) Terdapat 6 10 telur berarti ++, (3) Terdapat 11 20 telur berarti +++, (4) Terdapat
> 20 telur berarti ++++.
Analisis data menggunakan program SPSS v.15 dan uji statistik mann-whitney dengan =
0,05, tingkat kemaknaan dinilai berdasarkan nilai p 0,05.

HASIL
Penelitian dilakukan untuk memperoleh perbandingan perbedaan ketinggian daerah, yaitu
dataran tinggi dan dataran rendah pada jumlah telur Ascaris lumbricoides yang terdapat pada sayuran
selada. Hasil dari penelitian yang telah dilakukan didapatkan hasil data seperti tertera pada tabel
berikut.

Tabel 1. Persentase Hasil Pemeriksaan Telur Cacing Ascaris lumbricoides pada Sayuran Selada
di Dataran Tinggi dan Dataran Rendah
Ketinggian
Dataran

n
1
(+)

%
2
(++)

%
3
(+++)

%
4
(++++)

%
0
(-)

%
Tinggi 35 22 62,9 3 8,6 0 0 0 0 10 28,6
Rendah 28 11 39,3 0 0 0 0 0 0 17 60,7
uji Mann-whitney diperoleh nilai p = 0,006 (p < 0,05).


DISKUSI
Pada dataran tinggi dengan jumlah sampel sebanyak 35 selada, didapatkan 22 selada (62,9%) yang
menunjukkan hasil 1 (+), 3 selada (8,6%) yang menunjukkan hasil 2 (++), 0 selada (0%) yang
memperlihatkan hasil 3 (+++) dan 4 (++++), serta didapatkan 10 selada (28,6%) yang tidak
menunjukkan adanya telur cacing Ascaris lumbricoides pada pemeriksaan.
Pada dataran rendah dengan jumlah sampel sebanyak 28 selada, didapatkan 11 selada (39,3%) yang
menunjukkan hasil 1 (+), 0 selada (0%) yang memperlihatkan hasil 2 (++), 3 (+++) dan 4 (++++),
serta didapatkan 17 selada (60,7%) yang tidak menunjukkan adanya telur cacing Ascaris lumbricoides
pada pemeriksaan. Dengan demikian, pada program SPSS v.15 dengan Mann-whitney test, didapatkan
perbedaan yang signifikan dengan p = 0,006 (p <0,05).
Moersintowarti (1992) menyatakan bahwa penyebaran telur cacing Ascaris lumbricoides luas dan
merata di daerah tropik, sub-tropik dan lebih banyak ditemukan di daerah pinggiran karena masih
kurangnya pengetahuan mengenai kesehatan. Soedarto (1995) melakukan penelitian bahwa prevalensi
telur cacing Ascaris lumbricoides lebih tinggi pada dataran tinggi, tanah yang relatif subur, dan
lembab. Suhu 23-30
o
C pada dataran tinggi juga mendukung perkembangan telur dan larva Ascaris
lumbricoides. Hasil penelitian Moersintowarti dan Soedarto sesuai dengan penelitian ini di mana dari
hasil uji statistik Mann-whitney dan gambaran deskriptif didapatkan bahwa prevalensi telur cacing
Ascaris lumbricoides pada sayuran selada daun longgar (Lactuca sativa L. var crispa) lebih tinggi
pada dataran tinggi (Ciwidey) dibandingkan dataran rendah (Cirebon).prevalensi telur cacing Ascaris
lumbricoides pada sayuran selada daun longgar (Lactuca sativa L. var crispa) lebih tinggi pada
dataran tinggi (Ciwidey) dibandingkan dataran rendah (Cirebon).

SIMPULAN
Prevalensi telur cacing Ascaris lumbricoides pada sayuran selada daun longgar (Lactuca sativa L. var
crispa) lebih tinggi pada dataran tinggi (Ciwidey) dibandingkan dataran rendah (Cirebon).


DAFTAR PUSTAKA
1. World Health Organization. 2006. Preventive chemotherapy in human helminthiasis. Preventive Chemotherapy and Transmission
Control, Department of Control of Neglected Tropical Diseases. Switzerland: World Health Organization.
2. Moersintowarti, B. 1992. Buku Penuntun Parasitologi Kedokteran. Edisi pertama. Surabaya : Binacipta.
3. Soedarto. 1995. Helmintologi Kedokteran. Edisi kedua. Jakarta : EGC.

You might also like