You are on page 1of 11

Step 1

1. Erosi kornea
Keadaan terkelupasnya epitel kornea karena gesekan yang keras pd epitel
kornea.
2. Rupture kornea
Lukanya kornea karena benda tumpul. Luka yg sifatnya full defek.
3. Iris prolap (iris inkarserasi)
Iris keluar dari tempat yang semestinya.
Step 2
1. Macam-macam trauma pada mata ?
2. Mengapa ditemukan mata buram, merah, berair, bengkak dan nyeri pada
kelopak mata?
3. Kenapa ditemukan visus turun dan mix injection ?
4. Mengapa terjadi erosi kornea, rupture kornea di jam 5, iris prolap dan COA
dangkal ?
5. Mengapa diberi tetes mata antibiotic dan bebat mata ?
6. Pemeriksaan apa saja yang di lakukan pada trauma mata ?
7. Penatalaksanaan selain diberi tetes mata dan bebat mata ?
8. Komplikasi yang timbul ?
Step 3
1. Macam-macam trauma pada mata ?

2. Mengapa ditemukan mata buram, merah, berair, bengkak dan nyeri pada
kelopak mata?

3. Mengapa terjadi erosi kornea, rupture kornea di jam 5, iris prolap dan COA
dangkal ?
A corneal laceration is a partial- or full-thickness injury to the cornea. A partial-thickness injury does not violate
the globe of the eye (abrasion). A full-thickness injury penetrates completely through the cornea, causing
a ruptured globe. This topic discusses the full-thickness injury.
History sometimes points to a discrete event after which the patients symptoms started; however, this is not
always the case. Small foreign bodies, digital trauma, or other more subtle sources of damage may not be
quickly recalled by the patient. The physician must be meticulous in examining the cornea and periorbital
structures if there is suspicion of a corneal laceration. Typically, patients who present with this type of injury

complain of an intensely painful, profusely lacrimating eye. The bulbar conjunctiva will be injected with
prominent blood vessels.
The first priority in evaluating a corneal injury is to include or exclude a full-thickness injury and the resulting
ruptured globe. A full-thickness injury will allow aqueous humor to escape the anterior chamber, which can
result in a flat-appearing cornea, air bubbles under the cornea, or an asymmetric pupil secondary to the iris
protruding through the corneal defect.

4. Mengapa diberi tetes mata antibiotic dan bebat mata ?

5. Penatalaksanaan selain diberi tetes mata dan bebat mata ?

TERAPI
1.
Trauma tumpul
a. Tirah baring sempurna dalam posisi fowler untuk menimbulkan gravitasi guna
membantu keluarnya hifema dari mata.
b. Berikan kompres es.
c. Pemnatauan tajam penglihatan.
d. Batasi pergerakan mata selama 3-5 hari untuk menurunkan kemungkinan perdarahan
ulang.
e. Batasi membaca dan melihat TV.
f. Pantau ketaatan pembatasan aktivitas, imobilisasi sempurna.
g. Berikan stimulasi sensori bentuk lain seperti musik, perbincangan.
h. Berikan diet lunak dan semua keperluan klien dibantu.
i.
Tetes mata siklopegik seperti atropin untuk mengistirahatkan mata.
j.
Mata dilindungi dengan kasa jika terdapat luka.
k. Laporkan peningkatan nyeri mata secara mendadak, ini mungkin indikasi perdarahan
ulang.
l.
Persiapan parasentesis (pengeluaran hifema).

Indikasi Parasentesis
o Hifema penuh (sampai pupil) dan berwarna hitam
o Hifema yang tidak bisa sembuh/berkurang dengan perawatan konvensional selama 5
hari.

o Hifema dengan peningkatan TIO (glaukoma sekunder) yang tidak dapat


diatasi/diturunkan dengan obat-obatan glaukoma
o Terlihat tanda-tanda imbibisi kornea.
2.
Trauma tajam
Penatalaksanaan sebelum tiba di RS
a. Mata tidak boleh dibebat dan diberikan perlindungan tanpa kontak.
b. Tidak boleh dilakukan manipulasi yang berlebihan dan penekanan bola mata.
c. Benda asing tidak boleh dikeluarkan tanpa pemeriksaan lanjutan.
d. Sebaiknya pasien dipuasakan untuk mengantisipasi tindakan operasi.
Penatalaksanaan setelah tiba di RS
a. Pemberian antibiotik spektrum luas.
b. Pemberian obat sedasi, antimimetik dan analgetik sesuai indikasi.
c. Pemberian toksoid tetanus sesuai indikasi.
d. Pengangkatan benda asing di kornea, konjungtiva atau intraokuler (bila mata intak).
e. Tindakan pembedahan/penjahitan sesuai dengan kausa dan jenis cedera.
3.
Trauma kimia
a.
Irigasi (30 menit) dan periksa pH dengan kertas lakmus.
b.
Diberi pembilas : idealnya dengan larutan steril dengn osmolaritas tinggi seperti
larutan amphoter (Diphoterine) atau larutan buffer (BSS atau Ringer Laktat). Larutan
garam isotonis.
c.
Irigasi sampai 30 menit atau pH normal. Bila bahan mengandung CaOH berikan
EDTA.
d.
Pemeriksaan oftalmologi menyeluruh.
e.
Cedera ringan : Pasien dapat dipulangkan dengan diberikan antibiotik tetes mata,
analgesic oral dan perban mata.
f.
Luka sedang diberi siklopegi.
g.
Steroid topikal untuk mencegah infiltrasi sel radang.
h.
Vitamin C oral : untuk membentuk jaringan kolagen.
Catatan :
1.
6 tahapan penatalaksanaan trauma mata :
a.
Irigasi
b.
Reepitalisasi kornea
c.
Mengendalikan proses peradangan
d.
Mencegah terjadinya infeksi
e.
Mengendalikan TIO
f.
Menurunkan nyeri : sikloplegik
Penatalaksanaan :
Lakukan irigasi dengan cairan yang bersih sekitar 30 menit atau sampai pH netral ( pH
nornal konjungtiva 6,8 7,4 )
Irigasi sampai ke fornik konjungtiva spekulum, pantocain
Basa, mengakibatkan safonikasi lemak pada sel membran kerusakan lebih dalamdan
cepat penetrasi pada jaringan mata

PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada trauma mata bergantung pada berat ringannya trauma ataupun jenis
trauma itu sendiri. Namun demikian ada empat tujuan utama dalam mengatasi kasus
trauma okular adalah memperbaiki penglihatan, mencegah terjadinya infeksi,
mempertahankan struktur dan anatomi mata, mencegah sekuele jangka panjang. Trauma
kimia merupakan satu-satunya jenis trauma yang tidak membutuhkan anamnesa dan
pemeriksaan secara teliti. Tatalaksana trauma kimia mencakup:
Penatalaksanaan Emergency10
Irigasi merupakan hal yang krusial untuk meminimalkan durasi kontak mata dengan
bahan kimia dan untuk menormalisasi pH pada saccus konjungtiva yang harus dilakukan
sesegera mungkin. Larutan normal saline (atau yang setara) harus digunakan untuk
mengirigasi mata selama 15-30 menit samapi pH mata menjadi normal (7,3). Pada trauma
basa hendaknya dilakukan irigasi lebih lama, paling sedikit 2000 ml dalam 30 menit.
Makin lama makin baik. Jika perlu dapat diberikan anastesi topikal,larutan natrium
bikarbonat 3%, dan antibiotik. Irigasi dalam waktu yang lama lebih baik menggunakan
irigasi dengan kontak lensa (lensa yang terhubung dengan sebuah kanul untuk
mengirigasi mata dengan aliran yang konstan.
Double eversi pada kelopak mata dilakukan untuk memindahkan material yang terdapat
pada bola mata. Selain itu tindakan ini dapat menghindarkan terjadinya perlengketan
antara konjungtiva palpebra, konjungtiva bulbi, dan konjungtiva forniks.
Debridemen pada daerah epitel kornea yang mengalami nekrotik sehingga dapat terjadi
re-epitelisasi pada kornea.
Selanjutnya diberikan bebat (verban) pada mata, lensa kontak lembek dan artificial tear
(air mata buatan).
Penatalaksanaan Medikamentosa
Trauma kimia ringan (derajat 1 dan 2) dapat diterapi dengan pemberian obat-obatan
seperti steroid topikal, sikloplegik, dan antibiotik profilaksis selama 7 hari. Sedangkan
pada trauma kimia berat, pemberian obat-obatan bertujuan untuk mengurangi inflamasi,
membantu regenerasi epitel dan mencegah terjadinya ulkus kornea.8,10
Steroid bertujuan untuk mengurangi inflamasi dan infiltrasi neutofil. Namun pemberian
steroid dapat menghambat penyembuhan stroma dengan menurunkan sintesis kolagen
dan menghambat migrasi fibroblas. Untuk itu steroid hanya diberikan secara inisial dan
di tappering off setelah 7-10 hari. Dexametason 0,1% ED dan Prednisolon 0,1% ED
diberikan setiap 2 jam. Bila diperlukan dapat diberikan Prednisolon IV 50-200 mg
Sikloplegik untuk mengistirahatkan iris, mencegah iritis dan sinekia posterior. Atropin
1% ED atau Scopolamin 0,25% diberikan 2 kali sehari.

Asam askorbat mengembalikan keadaan jaringan scorbutik dan meningkatkan


penyembuhan luka dengan membantu pembentukan kolagen matur oleh fibroblas kornea.
Natrium askorbat 10% topikal diberikan setiap 2 jam. Untuk dosis sitemik dapat
diberikan sampai dosis 2 gr.
Beta bloker/karbonik anhidrase inhibitor untuk menurunkan tekanan intra okular dan
mengurangi resiko terjadinya glaukoma sekunder. Diberikan secara oral asetazolamid
(diamox) 500 mg.
Antibiotik profilaksis untuk mencegah infeksi oleh kuman oportunis. Tetrasiklin efektif
untuk menghambat kolagenase, menghambat aktifitas netrofil dan mengurangi
pembentukan ulkus. Dapat diberikan bersamaan antara topikal dan sistemik (doksisiklin
100 mg).
Asam hyaluronik untuk membantu proses re-epitelisasi kornea dan menstabilkan barier
fisiologis. Asam Sitrat menghambat aktivitas netrofil dan mengurangi respon inflamasi.
Natrium sitrat 10% topikal diberikan setiap 2 jam selama 10 hari. Tujuannya untuk
mengeliminasi fagosit fase kedua yang terjadi 7 hari setelah trauma.
Pembedahan10
Pembedahan Segera yang sifatnya segera dibutuhkan untuk revaskularisasi limbus,
mengembalikan populasi sel limbus dan mengembalikan kedudukan forniks. Prosedur
berikut
dapat
digunakan
untuk
pembedahan:

Pengembangan kapsul Tenon dan penjahitan limbus bertujuan untuk mengembalikan


vaskularisasi limbus juga mencegah perkembangan ulkus kornea.
Transplantasi stem sel limbus dari mata pasien yang lain (autograft) atau dar donor
(allograft) bertujuan untuk mengembalikan epitel kornea menjadi normal.
Graft membran amnion untuk membantu epitelisasi dan menekan fibrosis
Pembedahan Lanjut pada tahap lanjut dapat menggunakan metode berikut:
Pemisahan bagian-bagian yang menyatu pada kasus conjungtival bands dan simblefaron.
Pemasangan graft membran mukosa atau konjungtiva.
Koreksi apabila terdapat deformitas pada kelopak mata.
Keratoplasti dapat ditunda sampai 6 bulan. Makin lama makin baik, hal ini untuk
memaksimalkan resolusi dari proses inflamasi.
Keratoprosthesis bisa dilakukan pada kerusakan mata yang sangat berat dikarenakan hasil
dari graft konvensional sangat buruk.

6. Pemeriksaan apa saja yang di lakukan pada trauma mata ?

.
7. Komplikasi yang timbul ?

You might also like