Professional Documents
Culture Documents
72 76 1 PB
72 76 1 PB
2007
Jumlah Dan Berat Cocoon Cacing Tanah (Lumbricus Rubellus) Yang Diberi
Pmsg, Pakan Tambahan Berupa Kotoran Domba Dan Kotoran Sapi
Rr. Eko Susetyarini*
Jurusan Biologi FKIP, Universitas Muhammadiyah Malang
Jl. Raya Tlogomas No.246 Malang, Telp. (0341) 464318
Email: niniek@gmail.com
ABSTRACT
Background: The manipulation of reproduction process in earthworm can be done by enviromental changging. Feces
of sheep and cattle addition were expected for reaching earlier sexual maturity, meanwhile the hormones Pregnant Mare
Serum Gonadotropin (PMSG) were used to stimulate the superovulation. This research was conducted to study the
effect of PMSG and manure of sheep and cattle on cocoon number of earthworm.
Methods: Treatments were applied on 45 pots containing 10 earthworm (Lumbricus rubellus) each pots. 450
earthworms were selected randomly; consist of 4 weeks of age and 50-60 milligrams of weight. PMSG as first
treatments consist of 3 doses of 0 IU; 0.25 IU; and 0.50 IU combined with manure of sheep and manure of cattle.
Design of experiment was factorial completely randomized design 3 x 3. The first factor was the level of PMSG and the
second was the kind of feces. Then, data were analyzed by Analysis of Variance and Least Significance Difference.
Result: Result of study shows that there is interaction between PMSG and addition of manure of sheep and cattles on
the number and weight of cocoon (p < 0.05). From the result of the study, it is suggested to get the result of cocoon in
great number by using the media of earthworm given the addition of manure sheep with PMSG 0.05 IU.
Key words: Earthworm, PMSG, Manure, Cocoon.
Number and Weight of Earthworm (Lumbricus rubellus) Cocoon with PMSG and Manure of Sheep and Cattle
Addition
ABSTRAK
Latar Belakang : Manipulasi terhadap proses reproduksi pada cacing tanah dapat dilakukan melalui pengubahan
lingkungan cacing tanah, misalnya dengan pemberian pakan berupa kotoran domba atau sapi, diduga bisa mempercepat
kematangan seksual, sehingga meningkatkan jumlah kokon dan cacing muda yang dihasilkan kokon. Pregnant Mare
Serum Gonadotropin (PMSG) yang digunakan untuk mendorong terjadinya ovulasi dan superovulasi pada mamalia
memungkinkan bisa mempengaruhi kemampuan reproduksi cacing tanah. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
pengaruh interaksi pemberian hormone PMSG, pakan tambahan berupa kotoran domba dan kotoran sapi terhadap berat
dan jumlah kokon cacing tanah .
Metode : Sampel penelitian berjumlah 45 pot. Setiap pot berisi 10 cacing tanah yang berumur 4 minggu dengan berat
badan cacing tanah sekitar 50-60 mg. Jenis cacing tanah yang digunakan cacing (Lumbricus rubellus). Jumlah
perlakuan hormone PMSG 3 level (dosis 0 IU; 0,25 IU; 0,50 IU). Jumlah perlakuan pakan tambahan 3 level, yaitu tanpa
pakan tambahan, ktoran domba, kotoran sapi. Jumlah perlakuan kombinasi ada 9 perlakuan, tiap perlakuan diulang 5
kali. Rancangan percobaan menggunakan RAL, pola faktorial 3 x 3. Faktor pertama 3 level perlakuan PMSG dan faktor
kedua 3 macam perlakuan pakan tambahan. Teknik analisis yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah Anava
dengan uji lanjut analisis BNT.
Hasil : Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian hormon PMSG dengan dosis 0 IU; 0,25 IU dan 0,50 IU
berinteraksi dengan pemberian pakan tambahan kotoran domba dan kotoran sapi terhadap jumlah kokon dan berat
kokon (p < 0.05). Disarankan untuk memperoleh hasil kokon dalam jumlah yang lebih banyak dapat menggunakan
media cacing tanah yang diberi pakan tambahan berupa kotoran domba dan PMSG dosis 0,50 IU.
Kata Kunci: cacing tanah, PMSG, kotoran, kokon
Susetyorini
PENDAHULUAN
Cacing tanah mempunyai potensi memberi
keuntungan bagi kehidupan dan kesejahteraan
manusia. Selama ini cacing tanah dianggap hewan
yang menjijikkan dan kurang dimanfaatkan oleh
bangsa Indonesia, oleh karena itu budidaya cacing
belum banyak dilakukan peternak di Indonesia.
Dibandingkan dengan negara-negara lain seperti
Amerika Serikat, Filipina, Jepang, Taiwan dan
beberapa negara Eropa serta Australia, budidaya
cacing tanah di Indonesia masih merupakan hal
yang baru (Budiarti, 1993).
Akhir-akhir ini cacing tanah sebagai sumber
protein hewani digunakan sebagai pengganti
tepung ikan untuk ransum pakan ternak dan ikan.
Apalagi diketahui bahwa sumber protein cacing
tanah lebih tinggi dari pada tepung ikan. Di
negara lain cacing tanah dimanfaatkan sebagai
bahan obat, bahan kosmetik, pengurai tanah dan
penyubur tanah.
Beberapa jenis cacing tanah yang banyak
diternakkan antara lain Pheretima, Perionyx dan
Lumbricus. Lumbricus khususnya Lumbricus
rubellus, merupakan cacing tanah yang mudah
dalam penanganannya dan termasuk jenis cacing
tanah komersial (Amrullah, 1986). Walaupun
bersifat hermaprodit, masing-masing individu
cacing tanah tidak dapat melakukan fertilisasi
sendiri. Perkembangbiakan dilakukan melalui
fertilisasi silang yaitu terjadinya proses kopulasi
dan fertilisasi secara eksternal (Budiarti, 1993).
Ekofisiologi mempunyai peranan terhadap
kematangan dan kesempurnaan alat reproduksi.
Kondisi lingkungan sangat besar pengaruhnya
terhadap kemampuan reproduksi suatu hewan,
khususnya hewan invertebrata (Begon et al., 1986
; Kramadibrata, 1994). Sampah organik
merupakan media yang baik bagi cacing tanah.
Sedangkan hijauan dan kotoran ternak merupakan
salah satu sumber bahan organik. Secara umum
pakan cacing tanah adalah berupa kotoran hewan.
Kotoran yang dipakai umumnya adalah yang
sudah terdekomposisi (Amin, 1993).
Menurut Kale et al. (1982) yang dikutip
oleh Waluyo (1995) menyatakan bahwa cacing
Perionyx exacavatus yang dipelihara pada kondisi
laboratorium dengan pemberian makanan yang
berbeda-beda, dapat memperlihatkan periode
cacing muda yang berbeda. Cacing tanah yang
diberi tambahan makanan berupa kotoran domba,
10
Jurnal Protein
Vol.14.No.1.Th.2007
neurosekretoris
yang
diduga
berfungsi
menghasilkan hormon, terdapat pada otak cacing
Lumbricus. Neurosekretori ini berfungsi sebagai
pengatur keseimbangan kadar garam dan air di
dalam
tubuh.
Menurut
Haris
(1992),
neurosekretori
berfungsi
merangsang
pembentukan gamet dan karakteritis sex.
Dari informasi yang diperoleh diatas, timbul
pertanyaan apakah hormon PMSG yang biasa
dipakai untuk menggertak kemampuan reproduksi
pada
mamalia
(vertebrata),
dapat
juga
mempengaruhi kemampuan reproduksi pada
cacing tanah.
Rumusan Masalah
Dalam penelitian yang akan dilakukan ini
rumusan masalah yang dapat dikemukakan
adalah:
1. Apakah pemberian PMSG berpengaruh
terhadap jumlah dan berat kokon yang
dihasilkan cacing tanah?
2. Apakah pemberian pakan tambahan berupa
kotoran sapi dan kotoran domba berpengaruh
terhadap jumlah dan berat kokon yang
dihasilkan cacing tanah?
3. Apakah interaksi antara pemberian PMSG
dengan pakan tambahan berupa kotoran sapi
dan kotoran domba berpengaruh terhadap
jumlah dan berat kokon yang dihasilkan
cacing tanah?
TUJUAN PENELITIAN
Tujuan Umum :
1.
Untuk mengetahui rekayasa kemampuan
reproduksi cacing tanah .
Tujuan Khusus:
1.
Untuk mengetahui pengaruh pemberian
PMSG terhadap jumlah dan berat kokon yang
dihasilkan cacing tanah .
2.
Untuk mengetahui pengaruh pemberian
pakan tambahan berupa kotoran sapi dan
kotoran domba terhadap jumlah dan berat
kokon yang dihasilkan cacing tanah.
3.
Untuk mengetahui interaksi antara
pemberian PMSG dan pakan tambahan
berupa kotoran sapi dan kotoran domba
terhadap jumlah dan berat kokon yang
dihasilkan cacing tanah .
Manfaat Penelitian
1.
Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan
Cacing Tanah
Menurut Barnes (1987), ciri-ciri dari
cacing tanah adalah : hidupnya di dalam tanah
di daerah tropis, morfologi tubuhnya
berbentuk bilateral simetris, silindrik. Cacing
tanah genus Lumbricus, tubuh bagian dorsal
berwarna merah muda sampai tua, tubuh
bagian vebtral warnanya lebih muda.
Mempunyai 100 sampai 180 segmen, pada
segmen pertama terdapat mulut yang disebut
peristomium. Tiap segmen mempunyai
beberapa setae. Anus terpat pada ujung
posterior. Alat reproduksi bersifat hermaprodit
dan perkawinan dilakukan secara fertilisasi
silang dengan kopulasi.
2.
11
Susetyorini
12
Jurnal Protein
3.
Pada Tikus
a. Pada tikus yang dihipofisektomi, PMSG
menyebabkan
pertumbuhan
folikel,
Vol.14.No.1.Th.2007
5.
superovulasi dengan PMSG pada hari 1718 dengan dosis 1500 IU menghasilkan
ovulasi rata-rata 13,7.
e.
Respon folikel terhadap PMSG
tergantung pada tingkat pertumbuhannya.
f.
Pada folikel primodial, PMSG
menambah jumlah folikel yang masuk
fase pra antral.
g.
Pemberian progesteron selama
10-12 hari diikuti PMSG 750 IU dan
HCG 1000 IU akan timbul birahi dan
ovulasi pada 2 atau 3 hari kemudian
sudah terbukti pada domba.
KERANGKA
HIPOTESIS
KONSEPTUAL
DAN
Kerangka Konseptual
Pemberian pakan tambahan yang sesuai
akan mempengaruhi pertumbuhan dan diharapkan
reproduksi dan prosuksi akan meningkat.
Pemberian kotoran sapi dan domba dalam media
merupakan tambahan pakan untuk pertumbuhan
cacing.
Pemberian hormon PMSG melalui uji
kontak pada cacing tanah akan diserap cacing
tanah secara difusi melalui kulit, karen akulit
cacing tanah mengandung kapiler-kapiler darah.
Melalui aliran darah, hormon PMSG akan dibawa
keseluruh tubuh dan khususnya menuju ke organ
reproduksi dan diduga akan meningkatkan
pembentukan gamet (superovulasi).
Cacing tanah dewasa akan mengadakan
kopulasi dengan cacing tanah dewasa lainnya,
dimana pada waktu kopulasi terjadi pemindahan
sperma kemudan sperma disimpan dalam
spermateka. Klitellum mengeluarkan cairan untuk
membentuk kokon. Lubang genital betina
mengelurakan telur, pembuahan dilakukan di luar
tubuh, sperma akan membuahi ovum sewaktu
kokon melewati spermateka. Zygot yang terjadi
akan disimpan dalam kokon. Kemudian kokon
akan berpindah di atas kepala cacing dan
mengeras.
Hipotesis Penelitian
1. Pemberian PMSG berpengaruh terhadap
jumlah dan berat kokon yang dihasilkan
cacing tanah.
2. Pemberian pakan tambahan berupa kotoran
sapi dan kotoran domba berpengaruh terhadap
jumlah dan berat kokon yang dihasilkan
cacing tanah.
13
Susetyorini
Jurnal Protein
tanah.
Cara Kerja
Satu kelompok pot yang telah tersedia diisi
dengan tanah humus dan diberi kotoran sapi
dengan perbandingan 7 : 3 sedang kelompok pot
yang lain diisi tanah humus dan kotoran doba
dengan perbandingan yang sama. Masing-masing
pot diberi label sesui dengan rancangan yang telah
ditentukan. Pemberian PMSG pada cacing
dilakukan dengan mencelupkan cacing ke dalam
larutan hormon PMSG sesuai dengan dosis PMSG
yang telah ditentukan pada masing-masing
perlakuan. Tiap perlakuan berisi 10 cacing tanah.
Kemudian masing-masing cacing yang telah
diberi perlakuan ditaruh dalam pot yang telah
ditentukan.
Tahap pengamatan dilakukan seminggu
sekali sampai cacing tersebut tumbuh dewasa
yang ditandai adanya klitellum. Bila pada media
sudah terdapat kokon, ditandai dengan gelembung
kecil (seperti kacang hijau) berwarna hijau muda
dan dapat dilihat dengan mata telanjang, diambil
dan dihitung jumlah jumlahnya, diukur beratnya
dengan memakai timbangan mikro.
Teknik Analisis Data
Data yang akan dianalisis adalah data
mengenai jumlah kokon dan berat kokon cacing
tanah, dianalisis dengan menggunakan ANAVA,
bila ada perbedaab yang nyata akan dilanjutkan
dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT).
Jumlah Kokon
Tabel 1 : Rerata dan Simpangan Baku Jumlah Kokon Cacing tanah yang diberi PMSG
dan Pakan Tambahan
Dosis PMSG (IU)
Perlakuan
0
0,25
0,50
Tanpa Pakan Tambahan
Pakan Tambahan Kotoran Sapi
36,2 0,84
34,6 0,89
61,4 1,34
Pakan Tambahan Kotoran Domba 77,0 1,00
75,6 0,55
99,8 0,84
Keterangan : - sampai akhir penelitian belum terdapat jumlah kokon sehingga belum dapat dicatat datanya.
Dari
analisi
statistik
dengan
menggunakan Anava, yang dilanjutkan
dengan uji BNT ternyata terdapat perbedaan
14
Vol.14.No.1.Th.2007
2.
Berat Kokon
Tabel 2 : Rerata dan Simpangan Baku Berat Kokon Cacing tanah yang diberi PMSG
dan Pakan Tambahan
Dosis PMSG (IU)
Perlakuan
0
0,25
0,50
Tanpa Pakan Tambahan
Pakan Tambahan Kotoran Sapi
16,02 0,17 14,82 0,28 14,40 0,16
Pakan Tambahan Kotoran Domba 15,11 0,11 13,97 0,19
14,47 0,39
Keterangan : sampai akhir penelitian belum terdapat kokon sehingga data berat kokon belum dapat dicatat .
Dari
analisi
statistik
dengan
menggunakan Anava, yang dilanjutkan
dengan uji BNT ternyata terdapat perbedaan
Tabel 3 : Ringkasan Hasil Analisis Perlakuan PMSG dan Pakan Tambahan Terhadap Jumlah
dan Berat Kokon Cacing Tanah
Dosis PMSG X Pakan
Variabel
Dosis PMSG
Pakan Tambahan
tambahan
Jumlah Kokon
p = 0,0000
p = 0,0000
p = 0,0008
Berat Kokon
p = 0,0000
p = 0,0000
p = 0,00001
Dari tabel 3, terlihat bahwa variabel
dimana terdapat interaksi antara pemberian
dosis PMSG dan Pakan Tambahan (p < 0.05),
adalah variabel jumlah kokon dan berat
kokon.
PEMBAHASAN
Ada pengaruh interaksi antara pemberian
PMSG dan pakan tambahan yang berupa kotoran
domba dan sapi terhadap jumlah kokon yang
dihasilkan cacing tanah (p = 0,05). Sesuia
pendapat Hafez (1993) bahwa penggunaan
hormon PMSG untuk menggertak terjadinya
superovulasi pada golongan mamalia sangat
tergantung pada dosis hormon yang digunakan,
makin tinggi dosis PMSG yang diberikan makin
banyak
sel
telur
yang
diovulasikan.
Hardjopranyoto (1995) menyatakan bahwa pada
percobaan tikus yang dihipofisektomi, yang diberi
PMSG dapat menggertak pertumbuhan folikel.
Penggunaan hormon PMSG dengan dosis 7,5 IU
yang diberikan secara intraperitoneal pada tikus
yang dihipofisektomi dapat menyebbakan 94,6%
dari tikus yang diteliti mengalami ovulasi
15
Susetyorini
Jurnal Protein
16
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.