You are on page 1of 418

PANDUAN

PELAYANAN
MEDIK
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia

PB PAPDI

KONTRIBUTOR
Departemen Umu Penyakit Dalam FKUI/RSCM
Prof.Dr. Dasnan Ismail, SpPD-KKV
Dr. Idrus Alwi, SpPD-KKV
Dr. Muin Rahman, SpPD-KKV
Prof.DR.Dr. SarwonoWaspadji, SpPD-BCEMD
Dr. Pradana Soewondo, SpPD-KEMD
Dr. Imam Subekti, SpPD-KEMD
Dr. Gatut Semiardji, SpPD-KEMD
Prof.Dr. RHHNelwan, SpPD-KPTI
Prof. Dr. H. Iskandar Zurkanain, SpPD-KPTI
Prof. Dr. Djoko Widodo, SpPD-KPTI
Dr. HerdimanT. Pohan, SpPD-KPTI
Dr. Budi Setiawan, SpPD-KPTI
Dr. Suhendro, SpPD-KPTI
Dr. Leonard Nainggolan, SpPD-KPTI
Dr. Khie Chen, SpPD-KPTI
Prof.Dr. Zubairi Djoerban, SpPD-KHOM
DR. Dr. Djumhana Atmakusuma, SpPD-KHOM
Dr. Abdul Muthalib, SpPD-KHOM
DR. Dr. Harry Isbagio, SpPD-KR
Dr. Yoga I Kasjmir,SpPD-KR
DR. Dr. Zulkifli Amin, SpPD-KP
Dr. Anna Uyainah Z.N, SpPD-KP
Dr. Chudahman Manan, SpPD-KGEH
Dr. Dadang Makmun, SpPD-KGEH
Dr. Ari F. Syam, SpPD-KGEH
Dr. Murdani Abdullah, SpPD-KGEH
ProfDr. H. Ali Sulaiman, PhD, SpPD-KGEH
Dr. Irsan Hasan, SpPD-KGEH
Prof DR.Dr. Endang Susalit, SpPD-KGH
Dr. Ginova Nainggolan, SpPD, KGH
Dr. E. Mudjadid, SpPD-KPsi
Dr. Hamzah Shatri, SpPD-KPsi
Dr. Lukman Hakim, SpPD-KKV-KGer
Dr. Siti Setiati, MEpid, SpPD-KGer
iii
Dr. Czeresna Heriawan Soedjono, MEpid, SpPD-KGer

Dr. Nina Kemala Sari, SpPD


Dr. Arya Govinda, SpPD
Dr. Hem Sundaru, SpPD-KAI
Prof. DR. Dr. Samsuridjal Djauzi, SpPD-KAI
Prof. Dr. A. Dinajani Mahdi, SH, SpPD-KAI
Dr. Nanang Sukmana, SpPD-KAI
Dr. Iris Rengganis, SpPD-KAI
Dr. Teguh H. Karyadi, SpPD-KAI
Dr. Evy Yimihastuti, SpPD
PAPDI Cabang Bogor
PAPDI Cabang Yogyakarta
PAPDI Cabang Malang

PENYUSUN
DR. Dr. Sidartawan Soegondo, SpPD-KEMD
Dr. Anna Uyainah Z.N, SpPD-KP
Dr. Hanafi B. Trisnohadi, SpPD-KKV
DR. Dr. Djumhana Atmakusuma, SpPD-KHOM
Dr. Idnis Alwi, SpPD-KKV
Dr. Teguh H. Karyadi, SpPD-KAI
Dr. Suharko Soebadri, SpPD
Dr. HilmanTadjoedin, SpPD
Dr. Muhammad Syafiq
Dr. Ariani Intan Wardhani
Dr. Johannes Poerwoto
Dr. Ikhwan Rinaldi
Dr. Purwita Wijaya Laksmi
Dr. Dyah Pumamasari
Dr. Emi Juwita Nelwan

iv

DAFTAR ISI

Daftar isi

Kata Pengantar

xi

Sambutan Direktur Jenderal Pelayanan Medik


Departemen Kesehatan Rl
Sambutan Ketua Umum PB PABDI

>w

Langkah-langkah Penyusunan Panduan Pelayanan


Medik PAPDI
BAB I

BAB II

xiii

: Pendahuluan
Latar Belakang

xvii
3
3

PengertiandanTujuan

Ruang Lingkup

: Panduan Pelayanan Medik PAPDI


2.1. Metabolik Endokrinologi:

5
7

Diabetes Melitus -y

Tirotoksikosis

16

Ketoasidosis Diabetikum

20

Hipoglikemia

23

Dislipidemia
Struma Nodosa Non Toksik

26

Kista Tiroid

35

31

2.2. Kardiologi:
Bradiaritmia

39
41

Edema Ram Akut (Kardiak)

44

Endokarditis Infektif

47

Fibrilasi Atrial

51

Gagal Jantung Kronik

54

Takikardia Atrial Raroksismal

58
V

Perikarditis
Sindrbm KoronerAkut
Renjatan Kardiogenik

60
63
67

Takikardia Ventrikular

70
72

Ekstrasistol Ventrikular

74

Fibrilasi Ventrikular

2.3. Pulmonologi:
Hemoptisis
Efusi Pleura
Pneumotoraks
Pneumonia didapat di Masyarakat
Pneumonia Atipik
Gagal Napas
7Penyakit Paru Obstruktif Kronik
'Tuberkulosis Paru
Karsinoma Paru
Emboli Paru

2.4. Reumatologi;
Artritis Pirai
Artritis Reumatoid
v/Lupus Eritemat(us Sistemik
Artritis Septik
Osteoartritis
Sklerosis Sistemik
2.5. Tropik Infeksi:
Demam Berdarah Dengue
DemamTifoid'
Leptospirosis
Sepsis dan Renjatan Septik
Feverof unknown Origin
Malaria
Intoksikasi Opiat
Intoksikasi Organofosfat

T7
79
82
87
90
100
103
105
109
112
117
121
123
125
127
129
131
133
135
137
139
142
144
146
148
151
153

vi

2.6. Ginjal Hipertensi:


PenyakitGinjal Kronik
Sindroma Nefrotik
Penyakit Glomerular

155
157
160
162

Gagal Ginjal Akut


Hipertensi
Krisis Hipertensi
Infeksi Saluran Kemih
Batu Saluran Kemih
Nefritis Lupus
2.7. Hematologi Onkologi Medik :
Llmpoma non-Hodgkin
Anemia Aplastik
Leukemia Akut
Sindrom Lisis Tumor

165
168
171
174
179
181
183
185
187
189
192
194

Idiophatic Thrombocytopenia Purpura


Trombosis Vena Dalam
Koagulasi Intravaskular Diseminata

197
201

Trombositosis Primer/Esensial
Sindrom Vena kava Superior

203
205

Hiperkalsemia

207

Hiperurisemia

209

Terapi Suportif pada Pasien Kanker


Polisitemia Vera

211

2.8. Geriatri:

216
219

Pengkajian Geriatri PafipurnalComprehensif Geriatric


221
Assessment (CGA)
Sindrom Delirium Akut
Instabilitas dan Jatuh
Gangguan Kognitif Ringan dan Demensia
Imobilisasi
Inkontinensia Urin
Dehidrasi
Konstipasi
Pneumonia pada Geriatri

229
231
237
244
248
250
253
256
Vll

Infeksi Saluran Kemih


Ulkus Dekubitus
Malnutrisi

258
260
263

2.9. Psikosoma tik:

267

Depresi

269

Dispepsi Fungsional
Sindrom Leiah Kronik

271

Ansietas
Sindrom Hiperventilasi

275

Nyeri Psikogenik
Sindrom Kolon Iritabel

279

Penyakit Jantung Fungsional (Neurosis Kardiak)

283

273
277
281

2.10. Alergi Imunologi:


Infeksi HIV/AIDS
Renjatan Anafilaksis

287

"Asma Bronkial

291

Urtikaria karena Obat


2.11. Gastroenterologi:
Ulkus Peptikum

285
289
294
297
299

Dispepsia
Karsinoma Kolon

301

Karsinoma Rekti

303

Karsinoma Gaster

304

Hematemesis Melena

305

Diare Kronik

307

Pankreatitis Akut

309

Ileus Paralitik

311

Hematoskezia

313

2.12. Hepatologi:
</ Sirosis Hati

302

315
317

Hepatoma
Hepatitis Virus Akut

318

Hepatitis Virus Kronik


Abses hati

320

319
321

viii
Kolesistitis Akut
Perlemakan Hepatitis non alkoholil<

323
325

BAB III

: Panduan Prosedur Tindakan Penyakit Dalam PAPDI


3.1. Kardiologi
Kardioversi
Kateterisasi Jantung dan Angiografi Koronaria

327
329
331
333

Pacu Jantung Sementara


Perikardiosentesis (Pungsi Perikard)

340

Manajemen Perioperatif pada Operasi Nonkardiak

342

Percutaneus Transluminal Coronary Angioplasty

347

Tes Treadmill

350

3.2. Pulmonologi
ungsi Cairan
Biopsi Aspirasi Jarum Haius
Pleurodesis
Bronkoskopi
Spironnetri
Biopsi Pleura

337

353
355
357
359
362
369
372

3.3. Reumatologi
Penyuntikan intra-artikular
Aspirasi Cairan Sendi/artrosentesis

375
377

3.4. Ginjal Hipertensi


Biopsi Ginjal
Peritoniai Dialisis Akut
Peritonial Dialisis Mandiri Berkesinambungan

383
385

3.5. Hematologi Onkologi Medik


Aferesis
Pungsi Sumsum Tulang

395

Biopsi Sumsum Tulang


\/Transfusi Darah
Pemasangan Nutricath
Fiebotomi

380

388
391

397
400
403
405
408
411

ix

3.6. Alergi Imunologi


Tes Tempel {Patch Test)
Tes Tusuk {Skin Prick Test)

413
415
417

Tes Provokasi Bronkus

419

Tes Provokasi Obat

421

3.7. Gastroenterologi
Skleroterapi dan Ligasi Varises Esofagus
Skleroterapi Hemoroid
Businasi

BAB IV

423
425
428

Kolonoskopi

430
431

Pemasangan Selang Nasogastrik

433

Esofago-Gastro-Duodenoskopi

435

3.8. Hepatologi
Biopsi Aspirasi Jarum Halus
Parasentesis Abdomen

441

: Penutup

443

Lampiran
Surat Keputusan Ketua Umum PB PAPDI
No. 172ISK. PB. PAPDIIIXI04

437
439

447

KATA PENGANTAR
Dalam rangka menghadapi era globalisasi dan memberikan pelayanan dan
perawatan pasien secara optimal dan bertanggung jawab sesuai dengan

profesionalisme dokter penyakit dalam, maka Pengurus Besar Perhimpunan Dokter


Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PB PAPDI) telah menginventarisasi dan
menyusun panduan pelayanan medis (PPM) PAPDI dan panduan operasional
prosedur tindakan dalam pelayanan. Buku PPM PAPDI ini sebagian merupakan
naskah dari buku Pedoman Diagnostis dan Terapi di Bidang Ilmu Penyakit Dalam
dan buku Prosedur Tindakan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam yang telah diterbitkan
oleh Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RS. Dr. Cipto
Mangunkusumo. Harapan kami buku ini dapat diterapkan oleh Dokter Spesialis
Penyakit Dalam Seluruh Indonesia sebagai panduan keija yang bermutu dan dapat
dipertanggungjawabkan secara moral dan material.
Tujuan dari penyusunan PPM PAPDI adalah agar buku ini dapat dijadikan
sebagai panduan untuk seluruh Dokter Spesialis Penyakit Dalam yang bekeija di
rumah sakit pemerintah dan swasta serta fasilitas pelayanan kesehatan lainnya
seluruh Indonesia, disesuaikan dengan sarana yang tersedia
Pada kesempatan ini, Tim Penyusun berterima kasih kepada para Ketua Divisi
dan Staf Departemen Ilmu Penyakit FKUI/RSCM serta anggota Cabang PAPDI di
Indonesia yang telah memberikan masukan/saran untuk perbaikan/revisi konsep
SPM PAPDI. Penghargaan juga diberikan kepada Dr. Anna Uyainah Z.N, SpPD-KP
beserta timnya Dr. Ika Prasetya Wijaya, SpPD, Dr. Nafrialdi, SpPD, Dr. Arif Mansjoer,
Dr. Muhammad Syafiq, Dr. Ikhwan Rinaldi, Dr. Johannes Poerwoto, Dr. Purwita Wijaya
Laksmi, Dr. Ariani Intan Wardhani, Dr. Dyah Pumamasari dan Dr. Emi Juwita Nelwan
serta para tenaga sekertariat atas usahanya dalam penyusunan buku ini.
Semoga buku Panduan Pelayanan Medik ini dapat dimanfaatkan sebaikbaiknya.

Jakarta, April 2005


Tim Penyusun

Prof. PR Dr. Sidartawan Soegondn. SpPD. KEMP. FACE


Ketua
XI

SAMBUTAN DIREKTUR JENDERAL


PELAYANAN MEDIK
DEPARTEMEN KESEHATAN Rl

Assalamuialaikum Wk JVb
Kita patut bersyukur ke hadirat Tuhan yang Maha Esa karena Perhimpunan
Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) telah dapat menyelesaikan
Panduan Pelayanan Medis Penyakit Dalam. Dengan demikian kita telah maju
selangkah lagi dalam menyediakan pelayanan yang bermutu dan profesional.
Panduan Pelayanan Medik Penyakit Dalam merupakan suatu panduan keija Dokter
Spesialis Penyakit Dalam di seluruh Indonesia dalam menjalankan tugas keprofesian
di sarana pelayanan kesehatan yang dapat dipertanggungjawabkan.
Akhir-akhir ini pengaduan masyarakat akan medical error dan mal praktek
sudah banyak kita temukan baik lewat media massa maupun lewat penyelesaikan
hukum, hal ini disebabkan karena telah meningkatnya kesadaran dan pengetahuan
masyarakat akan haknya untuk mendapatkan pelayanan yang bermutu. Arus
globalisasi yang kita hadapi memacu terjadinya persaingan ketat agar bisa survive.
Dengan demikian bekerja secara profesional merupakan kunci dari penyelesaian
masalah ini. Panduan profesi dan panduan pelayanan medik ini menjadi sangat
penting agar hak masyarakat terlindungi untuk mendapatkan pelayanan yang
bermutu serta tenaga pemberi pelayanan pun terlindungi.
Saya menyambut gembira dan menghargai upaya yang telah dilakukan oleh
PAPDI ini dengan demikian profesi telah ikut mendorong pencapaian Indonesia
Sehat2010.
Dengan dicetaknya buku Pelayanan Medik Penyakit Dalam ini maka asset
perangkat lunak kita dalam memberikan rambu-rambu bekerja secara profesional
telah bertambah lagi. Buku ini tidak hanya bermanfaat bagi profesi tetapi juga bagi
pemerintah dalam pengembangan pelayanan di sarana kesehatan.
xni

Akhir kata saya ucapkan selamat bekerja semoga Allah SWT selalu
membimbing dan meridhoi segala upaya yang kita buat.

Wassalammuialaikum Wr. Wb.

Dr. Sri Astuti S. Suparmanto. M.Sc (PH1


Direktur Jenderal Pelayanan Medik

XIV

SAMBUTAN KETUA UMUM PB PAPDI


Assalamuialaikum Wr. Wh
Fuji syukurkitapanjatkankehadirat Allah SWT atas keberhasilan penyusunan
buku Panduan Pelayanan Medik (PPM) PAPDI. Dengan terbitnya buku Standar

Pelayanan Medik PAPDI ini, diharapkan akan semakin jelas rujukan/panduan segala
sesuatu yang berhubungan dengan prosedur standar operasional dalam pelayanan
dan perawatan kepada pasien.
Seiring dengan arus kemajuan dan perkembangan pengetahuan dan teknologi
di bidang kedokteran khususnya Ilmu Penyakit Dalam serta dalam rangka
meningkatkan profesionalisme dokter penyakit dalam dan mencegah terjadinya
ikekeliruani dalam perawatan kepada pasien, diharapkan Buku Panduan Pelayanan
Medik PAPDI ini menjadi acuan/panduan dalam menjalankan tugas profesi seorang
dokter spesialis penyakit dalam di rumah sakit pemerintah dan swasta serta fasilitas
pelayanan kesehatan lain di seluruh Indonesia, disesuaikan dengan sarana yang
tersedia.
Untuk mencapai keberhasilan pelayanan dan perawatan kepada pasien yang
berkualitas dan bertanggung jawab, di samping mengacu pada buku Panduan
Pelayanan Medik PAPDI yang sudah dirancang dengan sebaik-baiknya sebagai
panduan keija yang bermutu dan dapat dipertanggungjawabkan, juga harus didukung
sumberdayamanusia(SDM) yang berkualitas dalam pengetahuan dan bertanggung
jawab secara moral dalam sikap dan perilaku serta sarana prasarana yang sesuai
dengan kebutuhan. Untuk itu dokter spesialis penyakit dalam harus selalu berupaya
memperbaiki dan meningkatkan pengetahuan terutama dalam hubungannya dengan
pasien baik melalui pendidikan formal maupun non formal.
Kami menyampaikan banyak terima kasih kepada Tim Penyusun buku Panduan
Pelayanan Medik PAPDI dan kepada Tim PPDS Penyakit Dalam FKUI/RSCM yang
telah membantu terbitnya buku ini serta kepada para mediator dari Divisi Departemen
Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM dan anggota cabang PAPDI di Indonesia yang
telah berpartisipasi dalam penyusunan buku ini.
XV

Semoga buku Panduan Pelayanan Medik PAPDI ini dapat membantu dalam
melaksanakan tugas sehari-hari dokter spesialis penyakit dalam di rumah sakit sebagai
bentuk pelayanan dan pengabdian masyarakat, dan semoga Allah SWT memberikan
bimbingan dan meridhoi segala aktivitas para dokter penyakit dalam seluruh
Indonesia. Amiin.

Wassalammuialaikum Wr. Wb.

Prof. Dr. H-A. Atiz Rani. SpPD. KCEH


KetuaUmum

xvi

LANGKAH-LANGKAH PENYUSUNAN
PANDUAN PELAYANAN MEDIK PAPDI

Dalam penyusunan Panduan Pelayanan Medik (PPM) Penyakit Dalam PAPDI


ada beberapa langkah yang di tempuh untuk mencapai hasil yang maksimal, sebagai
berikut:
1.

Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PB


PAPDI) membentuk Tim Penyusun dan menetapkan SK Penugasan Penyusunan
PPM Penyakit Dalam tahun 2004 oleh Ketua Umum PB PAPDI (No. 126/SK.PB,

PAPDIAai/04)
2.

Penyusunan Buku Panduan Pelayanan Medik PAPDI


a. Menentukan latar belakang penyusunan PPM
b. Menentukan topik-topik yang perlu dimasukkan ke dalam PPM
Topik-topik ditentukan berdasarkan:

Sepuluh penyakit terbanyak dari setiap divisi penyakit dalam

Penyakit-penyakit yang dianggap penting walaupun angka kej adian kecil

Penyakit-penyakit yang memerlukan tindakan emergensi


c, Topik-topik tersebut adalah sebagai berikut:
1.

Penyakit:
Metabolik Endokrinologi :
- Diabetes melitus
Tirotoksikosis
- Ketoasidosis diabetikum
- Hipoglikemia
- Dislipidemia
Struma nodosa non toksik
- Kista tiroid
Kardiologi :
- Bradiaritmia
- Edema paru akut (kardiak)
- Endokarditis infektif
- Fibrilasi atrial
- Gagal jantung kronik
- Takikardia atrial paroksimal
- Perikarditis
- Sindrom koroner akut
- Renjatan kardiogenik
- Fibrilasi Ventrikular
Takikardia Ventrikular
- Ekstrasistol ventrikular

Pulmonologi :
Hemoptisis
- Efiisi
pleura
- Pneumotoraks
- Pneumonia didapat di masyarakat
- Pneumonia atipik
- Gagal napas
- Penyakit paru obstruktif kronik
- Tuberkulosis paru
- Karsinoma paru
- Emboli paru
Reumatologi:
- Artritis pirai
- Artritis reumatoid
- Lupus eritematosus sistemik

xvii

- Artritis septik
- Osteoartritis
- Sklerosis sistemik
Tropik Infeksi :
- Demam berdarah dengue
- Demam tifoid
- Leptospirosis
- Sepsis dan renjatan septik
- Fever of unknown origin
- Malaria
- Intoksikasi opiat
- Intoksikasi organofosfat
Ginjal Hipertensi ;
- Penyakit ginjal kronik
- Sindromnefrotik
- Penyakit glomerural
- Gagal ginj al akut
- Hipertensi
- Krisis hipertensi
- Infeksi saluran kemih
- Batu saluran kemih
- Nefritis lupus
Hematologi Onkologi Medik :
- Limfoma Non Hodgkin
- Anemia aplastik
- Leukemia akut
Leukemia kronik
Sindrom lisis tumor
-

Ideopatic Thrombositopenic Purpura


Trombosis Vena Dalam
Koagulasi intravaskular diseminata
Trombositosis primer/esensial
Sindrom vena cava superior
Hiperkalsemia
Hiperurisemia
Terapi suportif pada pasien kanker
Polisitemia vera

Geriatri :
Pengkajian Geriatri paripuma/Cow;?re/ie5(/'Geriatric Assesment
(CGA)
- Sindrom Delirium Akut
- Instabilitas dan Jatuh
- Gangguan kognitif ringan dan demensia
- Imobolisasi
- Inkontinensia urin
- Dehidrasi
Konstipasi

Pneumonia pada geriatri


Infeksi saluran Kemih
Ulkus dekubitus
Malnutrisi

Psikosomatik;
-

Depresi
Dispepsi fungsional
Sindrom lelah kronik
Ansietas
Sindrom hiperventilasi
Nyeri psikogenik
Sindrom kolon iritabel
Penyakit jantung fungsional (Neurosis kardiak)

Alergi Imunologi :
- Infeksi HIV/AIDS
- Renjatan anafilaksis
- Asma bronkial
- Urtikaria karena obat
Gastroenterologi :
- Ulkus peptikum
- Dispepsia
- Karsinoma kolon
- Karsinoma rekti

Karsinoma gaster
Hematemesis Melena
Diare kronik
Pankreatitis akut
Ileus paralitik
Hematoskezia

Hepatologi :
- Sirosis hati
- Hepatoma
Hepatitis virus akut
- Hepatitis virus kronik
- Abses hati
- Kolesistitis akut
- Perlemakan hepatitis non alkoholik
Tindakan/prosedur:
Kardiologi:
- Kardioversi
- Kateterisasi jantung dan angiografi koronaria
- Pacu jantung sementara
- Perikardiosentesis (pungsi perikard)
- Manajemen perioperatif pada operasi nonkardiak

xix

PTCA
Tes Treadmill

Pulmonologi :
- Pungsi cairan pleura
Biopsi aspirasi jarum halus
- Pleurodesis
- Bronkoskopi
- Spirometri
- Biopsi pleura
Reumatologi:
- Penyuntikan intra-artikular
- Aspirasi cairan sendi/artrosentesis
Ginjal Hipertensi:
- Biopsi ginjal
- Peritonial dialisis akut
- Peritonial dialisis mandiri berkesinambungan
Hematologi Onkologi Medik :
- Aferesis
- Pungsi sumsum tulang
- Biopsi sumsum tulang
-

Transfiisi darah
Pemasangan nutricath
Flebotomi
Alergi Imunologi :
- Tes temple (patch test)
~ Tes tusuk
{skin prick test)
- Tes provokasi bronkus
- Tes provokasi obat
Gastroenterologi :
Skleroterapi dan ligasi VE
- Skleroterapi hemoroid
- Businasi
- Kolonoskopi
Pemasangan selang nasogastrik (NGT atau Flocare)
Esofago-gastro-duodenoskopi
Hepatologi :
Biopsi aspirasi jarum halus
- Parasentesis abdomen
3.
4.

Pembagian tugas penulisan PPM


Menyusun sistematika penulisan PPM (Penyakit dan Prosedur Tindakan)
yaitu sebagai berikut:
1. Penyakit terdiri dari:

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.

Pengertian
Diagnosis
Diagnosis banding/diferensial
Pemeriksaan Penunjang
Terapi
Komplikasi
Prognosis
Wewenang
Unit Yang Menangani
UnitTerkait

n. Tindakan/prosedur terdiri dari:


1. Pengertian
2 Tujuan
3. Indikasi
4. Kontra Indikasi
5. Persiapan
6. Prosedur Tindakan
7. Lama Tindakan
8. Komplikasi
9. Wewenang
XXI

10. Unit Yang Menangani


11. UnitTerkait
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.

Mendistribusikan PPM yang telah disusun ke divisi-divisi penyakit dalam


FKUI/RSCM untuk di revisi
Menyusun PPM yang telah dibuat mencakup di dalamnya PPM yang
telah dikoreksi oleh masing-masing divisi terkait.
Mengirimkan PPM yang telah disusun ke anggota cabang PAPDI di In
donesia untuk mendapatkan masukan/saran
Memperbaiki dan meyusun kembali PPM yang telah dikoreksi oleh
anggota cabang PAPDI.
Ketua Umum PAPDI menyetujui PPM yang telah diperbaiki dengan
dikeluarkannya SK Pemberlakuan No, 172/SK.PB. PAPDI/IX/2004
Sosialisasi PPM kepada seluruh anggota cabang PAPDI di Indonesia.
Pelaksanaan PPM dilaksanakan oleh seluruh dokter spesialis penyakit
dalam

BAB I

PENDAHULUAN
BAB I
PENDAHULUAN

1.1

LATAR BELAKANG

Seiring dengan kemaj uan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
di bidang kedokteran khususnya Ilmu Penyakit Dalam, perlu adanya panduan/acuan
kerja yang bermutu dan dapat dipertanggungjawabkan secara moral maupun mate
rial meny angkut pelayanan dan perawatan kepada pasien di rumah sakit pemerintah
dan swasta serta fasilitas kesehatan lainnya di Indonesia, agar tidak terjadi
"kekeliruan" dalam bertindak yang mengakibatkan kerugian tidak hanya bagi pasien
tetapi juga seluruh praktisi kesehatan yang terlibat di dalamnya. Oleh karena itu,
dalam melaksanakan pelayanan dan perawatan kepada pasien seorang dokter
penyakit dalam hams selalu menjunjung tinggi sikap hamanisme, profesionalisme,
bertanggung jawab moral, memegang teguh etika kedokteran, etika sosial dan etika
nasional.
Berkaitan dengan hal tersebut, Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Spesialis
Penyakit Dalam Indonesia (PB PAPDI) berusaha menyusun suatu buku Panduan
Pelayanan Medik Penyakit Dalam sebagai acuan/panduan dalam melaksanakan
pelayanan dan perawatan kepada pasien, sehingga tercapai tujuan pelayanan
kesehatan yang optimal, profesional dan dapat dipertanggungjawabkan secara moral
dan material.

1.2

PENGERTIAN DAN TUJUAN

Panduan Pelayanan Medik Penyakit Dalam adalah panduan prosedur standar


operasional dalam pelayanan dan perawatan kepada pasien yang harus diketahui
dan dijalankan oleh seorang dokter penyakit dalam untuk melaksanakan kegiatan
pelayanan kesehatan secara optimal, profesional dan dapat dipertanggungjawabkan.
Panduan Pelayanan Medik Penyakit Dalam ditetapkan oleh PB PAPDI dengan
tujuan memperbaiki dan meningkatkan kualitas pelayanan dan perawatan kepada
pasien secara lebih optimal, berkesinambungan, profesional dan dapat
dipertanggungjawabkan secara moral dan material.

1.3

RUANG LINGKUP

Ruang lingkup standar pelayanan medik penyakit dalam mencakup :

Sepuluh penyakit terbanyak dari setiap divisi penyakit dalam

Penyakit-penyakit yang dianggap penting walaupun angka kejadian kecil

Penyakit-penyakit yang memerlukan tindakan emergensi


Tata laksana
tindakan/prosedur penyakit dalam

BAB II
PANDUAN PELAYANAN
MEDIK PAPDI

2.1
METABOLIK
ENDOKRINOLOGI

Metabolik Endokrinobgi

Diabetes melitus
PENGERTIAN
Diabetes melitus merupakan suatu kelompokpenyakit metabolik yang ditandai oleh

hiperglikemia akibat defekpada:


1. kerja insulin (resistensi insulin) di hati (peningkatan produksi glukosa hepatik)
dan di jaringan perifer (otot dan lemak)
2, sekresi insulin oleh sel beta pankreas
3. atau keduanya
Kiasiflkasi Diabetes Melitus (DM)
1. DM tipe 1 (destruksi sel P, umumnya diikuti defisiensi insulin absolut):
Immune-mediated,

Idiopatik
n. DM tipe 2 (bervariasi mulai dari predominan resistensi insulin dengan defisiensi
insulin relatif sampai predominan defek sekretorik dengan resistensi insulin)
III. Tipe spesifik lain:
Defek
genetik pada fungsi sel [i
Defek
genetik pada kerj a insulin

Penyakit eksokrin pankreas

Endokrinopati
Diinduksi obat atau zat kimia
Infeksi
Bentuk tidak lazim dari immune mediated DM
Sindrom
genetik lain, yang kadang berkaitan dengan DM
IV DM gestasional

DIAGNOSIS
Terdiri dari:

Diagnosis DM

Diagnosis komplikasi DM

Diagnosis penyakit penyerta


Pemantauan
pengendalian DM
Anamnesis:
Keluhan khas DM:
poliuria, polidipsia, polifagia, penurunan berat badan yang
tidak dapat dijelaskan sebabnya.
Keluhan tidak khas DM:
lemah, kesemutan, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi
pada pria, pruritus vulvae pada wanita.
Faktor risiko DM tipe 2:
Usia > 45 tahun,
Berat badan lebih: > 110 % berat badan idaman atau indeks massa tubuh
(IMT)
> 23 kg/m

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

Hipertensi (TD > 140/90 mmHg)


Riwayat DM dalam garis ketumnan
Riwayat abortus bemlang, melahirkan bayi cacat, atau BB lahir bayi > 4.000 gram
Riwayat DM gestasional
Riwayat toleransi gula terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu
(GDPT)
Penderita penyakit jantung koroner, tuberkulosis, hipertiroidisme

Kolesterol HDL < 35 mg/dL dan atau trigliserida > 250 mg/dL

Pemeriksaan fisiklengkap, termasuk

Tinggi badan, berat badan, tekanan darah, lingkar pinggang.


Tanda
neuropati
Mata
(visus, lensa mata dan retina)

Gigi mulut
Keadaan kaki
(termasuk rabaan nadi kaki), kulit dan kuku
Kriteria diagnostik DM dan gangguan toleransi glu kosa:
1. Kadar glukosa darah sewaktu (plasma vena) > 200 mg/dL, atau
2. Kadar glukosa darah puasa (plasma vena) > 126 mg/dl, atau
3. Kadar glukosa plasma >200mg/dL pada2jamsesudahbeban glukosa 75 gram
pada TTGO

DIAGNOSIS BANDING
Hiperglikemia reaktif, toleransi glukosa terganggu (TGT), glukosa darah puasa
terganggu (GDPT)

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium:

Hb, leukosit, hitung jenis leukosit, laju endap darah


Glukosa darah
puasa dan 2 jam sesudah makan
Urinalisis
rutin, proteinuria 24 jam, CCT ukur, kreatinin
SGPT, Albumin/Globulin
Kolesterol
Total, kolesterol LDL, kolesterol HDL, trigliserida

A,C
Albuminuri mikro
Pemeriksaan penunjang lain:
EKG, foto toraks, flinduskopi

TERAPI
Edukasi meliputi pemahaman tentang:
Penyakit DM, makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM, penyulit
DM, intervensi farmakologis dan non-farmakologis, hipoglikemia, masalah khusus
yang dihadapi, cara mengembangkan sistem pendukung dan mengajarkan
keterampilan, cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan.

10

Metabolik Endokrinobgi

Perencanaan Makan
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi:
Karbohidrat 60 - 70 %, protein 1 0 - 1 5 % , dan lemak 20 - 25 %
Jumlah kandungan kolesterol disarankan < 300 mg/hari. Diusahakan lemak berasal
dari sumber asam lemak tidakjenuh (MLJFA =
Unsaturated Fatty Acid), dan
membatasi PUFA {Poly Unsaturated Fatty Acid) dan asam lemak jenuh. Jumlah
kandungan serat + 25 g/hr, diutamakan serat larut.

Jumlah kalori basal per hari:


Laki-laki; 30
kal/kg BB idaman
Wanita : 25 kal/kg BB idaman
Penyesuaian (terhadap kalori basal / hari);
Status gizi:
- BB gemuk
- BBlebih
BBkurang
Umur > 40 tahun:
Stres metabolik
(infeksi, operasi,dll):
Aktivitas:
- Ringan
- Sedang
- Berat
Hamil:
trimester I, II
- trimester III / laktasi

- 20 %
-10%
+20%
- 5 %
+ (10 s/d 30 %)
+10%
+ 20 %
+ 30 %
+300kal
+500kal

Rumus Broca:
Berat badan idaman = (tinggi badan-100 ) - 10 % *
Pria < 160 cm dan wanita < 150 cm, tidak dikurangi 10 % lagi.
->
BB kurang
: < 90 % BB idaman
BB nomial
: 90 - 110 % BB idaman
BBlebih
: 110-120% BB idaman
Gemuk
: > 120 % BB idaman
Latihan Jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan teratur (3-4 kali seminggu selama kurang
lebih 30 menit). Prinsip: Continuous-Rythmical-Interval-Progressive-Endurance
Intervensi Farmakologis
Obat Hipoglikemia Oral (OHO):
Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue); sulfonilurea, glinid
Penambah sensitivitas
terhadap insulin: metformin, tiazolidindion

Penghambat absorpsi glukosa ; Penghambat glukosidase alfa


Insulin
Indikasi;
Penurunan berat badan
yang cepat
11

Panduan Pelayanan Medik PAPDI


Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
Ketoasidosis diabetik
Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
Hiperglikemia dengan asidosis laktat
Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal
Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, strok)
Kehamilan dengan DM / diabetes melitus gestasional yang tidak terkendali
dengan perencanaan makan
Gangguan ftingsi ginjal atau hati yang berat

Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO


Terapi Kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, unluk kemudian
dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa darah. Kalau dengan
OHO tunggal sasaran kadar glukosa darah belum tercapai, perlu kombinasi dua
kelompok obat hipoglikemik oral yang berbeda mekanisme kerjanya.
Pengelolaan DM tipe 2 Gemuk;
> evaluasi 2-4 minggu (sesuai keadaan klinis):
Non-farmakologis
Sasaran tidak tercapai:

Penekanan kembali tata laksana non-farmakologis.


> evaluasi 2-4 minggu (sesuai keadaan klinis):

Sasaran tidak tercapai:

+1 macam OHO
Biguanid / Penghambat glukosidase a / G litazon
> evaluasi 2-4 minggu (sesuai keadaan klinis):

Sasaran tidak tercapai:

kombinasi 2 macam OHO, antara:


Biguanid / Penghambat glukosidase a / Glitazon
> evaluasi 2-4 minggu (sesuai keadaan klinis):

Sasaran tidak tercapai:

kombinasi 3 macam OHO:


Biguanid + Penghambat glukosidase a + Glitazon
atau
Terapi Kombinasi OHO siang hari + Insulin malam
> evaluasi 2-4 minggu (sesuai keadaan klinis):

Sasaran terapi kombinasi 3 OHO tidak tercapai:


kombinasi 4 macam OHO:
Biguanid + Penghambat glukosidase a + Glitazon + Secretagogue
atau
Terapi Kombinasi OHO siang hari + Insulin malam
evaluasi 2-4 minggu (sesuai keadaan klinis):
Sasaran terapi kombinasi 4 OHO tidak tercapai:
Insulin
atau:
Terapi Kombinasi OHO siang hari + Insulin malam

12

Metabolik Endokrinologi
Sasaran terapi kombinasi OHO + Insulin tidak tercapai:
[nsulin
Bila sasaran tercapai: teruskan terapi terakhir.
Pengelolaan DM tipe 2 Tidak Gemuk:
evaluasi 2 4 minggu (sesuai keadaan klinU):
Non-farmakologis
Sasaran tidak tercapai:

Non-farmakologis + secretagogue
> evaluasi 2 4 minggu (sesuai keadaan klinis):

Sasaran tidak tercapai:

kombinasi 2 macam OHO, antara:


Secretagogue + Penghambat glukosidase aJ Biguanid /
Glitazon
> evaluasi 2 4 minggu (sesuai keadaan klinis):

Sasaran tidak tercapai:

kombinasi 3 macam OHO:


Secretagogue + Penghambat glukosidase a+Biguanid /
Glitazon, atau
Terapi Kombinasi OHO siang hari + Insulin malam
evaluasi 2 4 minggu (sesuai keadaan klinis):

Sasaran terapi kombinasi 3 OHO tidak tercapai:


kombinasi 4 macam OHO:
Secretagogue + Penghambat glukosidase a +Biguanid + Glitazon, atau
Terapi Kombinasi OHO siang hari + Insulin malam
> evaluasi 2-4 minggu (sesuai keadaan klinis):
Sasaran terapi kombinasi 4 OHO tidak tercapai:
Insulin, atau
Terapi Kombinasi OHO siang hari + Insulin malam
Sasaran Terapi Kombinasi OHO + Insulin tidak tercapai:
Insulin
Bila sasaran tercapai: teruskan terapi terakhir
Penilaian hasil terapi
1. Pemeriksaan glukosa darah
2. Pemeriksaan AIC
3. Pemeriksaan glukosa darah mandiri
4. Pemeriksaan glukosa urin
5. Penentuan Benda Kriteria Keton pengendalian DM (Lihat tabel)

13

Panduan Pelayanan Medik PAPDI


Tabel:

Kriteria Pengendalian DM
Baik

GD puasa (mg/dL)
GD 2 jam pp (mg/dL)
AiC (%)
Kolesterol total ( mg/dL)
Kolesterol LDL (mg/dL)
Kolesterol HDL (mg/dL)
Trigliserida (mg/dl)

Sedang

80-109
IMT (Kg/m)
80 - 144
Tekanan darah (mm
< 6,5
Hg)
<200
< 100
> 45
< 150

Buruk

18,5-22,9
< 130/80

110-125
145-179
6,5-8
200- 239
100-129

> 126
> 180

150-199
23-25

> 200
> 25

> 8

> 240
> 130

130-140

> 140/90

80-90

KOMPLIKASI
A. Akut:
Ketoasidosis diabetik

Hiperosmolar non ketotik

Hipoglikemia
B. Kronik:

Makroangiopati:
- Pembuluh koroner
- Vaskular perifer
- Vaskular otak

Mikroangiopati;
- Kapiler retina
- Kapiler renal

Neuropati

Gabungan:
- Kardiopati: penyakitjanting koroner, kardiomiopati
Rentan infeksi
Kaki diabetik

Disflingsi ereksi

PROGNOSIS
Dubia

WEWENANG

RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam


RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam

14

Metabolik Endokrinobgi

UNIT YANG MENANGANI

RS pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Metabolik


Endokrinologi
RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

RS pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam divisi ginjal-hipertensi, divisi


kardiologi, dan Bagian Neurologi, Patologi Klinik, Mata dan Gizi.

RS non pendidikan; Bagian Neurologi, Patologi Klinik, Mata dan Gizi.

REFERENSI
1.
2.
3.

4.

PERKENI. Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. 2002.


PERKENI. Petunjuk Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2. 2002.
The Expert Committee on The Diagnosis and Classification ofDiabetes MelUtus. Report
o f The Expert Committee on The Diagnosis and Classification o f Diabetes Mellitus.
Diabetes Care, Jan 2003;26(Suppl. ]):S5-20.
'uyono S. Type 2 Diabetes Mellitus is a p-Cell Dysfunction. Prosiding Jakarta Diabetes
Meeting 2002: The Recent Management in Diabetes and Its Complications : From Mo
lecular to Clinic. Jakrta, 2-3 Nov 2002.Simposium Current Treatment in Internal Medi
cine 2000. Jakarta,11-12 November 2000:185-99.

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

15

TIROTOKSIKOSIS
PENGERTIAN
Tirotoksikosis merupakan suatu keadaan di mana didapatkan kelebihan hormon
tiroid karena ini berhubungan dengan suatu kompleks fisiologis dan biokimiawi
yang ditemukan bila suatu jaringan memberikan hormon tiroid berlebihan.
Tirotoksikosis dibagi dalam 2 kategori:

1.
2.

Kelainan yang berhubungan dengan hipertiroidisme


Kelainan yang tidak berhubungan dengan hipertiroidisme

Hipertiroidisme adalah keadaan tirotoksikosis sebagai akibat dari produksi tiroid,


yang merupakan akibat dari fungsi tiroid yang berlebihan.Etiologi tersering dari
tirotoksikosis ialah hipertiroidisme karena penyakit Graves, struma multinodosa
toksik (Plummer), dan adenoma toksik. Penyebab lain ialah tiroiditis, penyakit
trofoblastik, pemakaian yodium berlebihan, obat hormon tiroid, dll.
Krisis tiroid merupakan suatu keadaan klinis hipertiroidisme yang paling berat dan
mengancam jiwa. Umumnya keadaan ini timbul pada pasien dengan dasar penyakit
Graves atau Struma [multinodular toksik, dan berhubungan dengan faktor pencetus:
infeksi, operasi, trauma, zat kontras beriodium, hipoglikemia, partus, stres emosi,
penghentian obatanti-tiroid, terapi I'\ketoasidosis diabetikum, tromboemboli paru,
pemyakit serebrovaskular/strok, palpasi tiroid terlalu kuat.

DIAGNOSIS
Gejala dan tanda tirotoksikosis: hiperaktivitas, palpitasi, berat badan turun, nafsu
makan meningkat, tidak tahan panas, banyak keringat, mudah lelah, sering buang air
besar, oligomenore / amenore dan libido turun, takikardia, fibrilasi atrial, tremor halus,
refleks meningkat, kulit hangat dan basah, rambut rontok, bruit.
Gambaran klinis penyakit Graves: struma difus, tirotoksikosis, oftalmopati/
eksoftalmus, dermopati lokal, akropaki
Laboratorium: TSHs rendah,
meningkat

atau fT tinggi. Pada

toksikosis;

atau fT

Penderita yang dicurigai krisis tiroid


Anamnesis: Riwayat penyakit hipertiroidisme dengan gejala khas, berat badan
turun, perubahan suasana hati, bingung, diare, amenorea
Pemeriksaan fisik:
- Gejala dan tanda khas hipertiroidisme, karena penyakit Graves atau penyakit
lain
- Sistem saraf
pusat terganggu: delirium, koma
- Demam tinggi sampai 40C
- Takikardia
sampai 130-200 x/menit
Dapat terjadi gagal jantung kongestif, ikterus
16

Metabolik Endokrinobgi

Laboratorium: TSHs sangat rendah,


/ fT / tinggi, anemia normositik
normokrom, limfositosis relatif, hiperglikemia, enzim transaminase hati meningkat,
azotemia prerenal
EKG: sinus takikardia atau fibrilasi atrial dengan respons ventrikular cepat.

DIAGNOSIS BANDING

Hipertiroidisme primer: penyakit Graves, struma multinodosa toksik, adenoma


toksik, metastasis karsinoma tiroid fungsional, struma ovarii, mutasi reseptor
TSH, obat: kelebihan iodium (fenomena Jod Basedow)
Tirotoksikosis tanpa hipertiroidisme: tiroiditis subakut, tiroiditis silent, destruksi

tiroid (karena amiodarone, radiasi, infark adenoma), asupan hormon tiroid


berlebihan (tirotoksikosis factitia)
Hipertiroidisme sekunder: adenoma hipofisis yang mensekresi TSH, sindrom
resistensi hormon tiroid, tumor yang mensekresi HCG, tirotoksikosis gestasional

PEMERIKSAAN

PENUNJ ANG

Laboratorium: TSHs, T atau fT, T3, atau fT, TSH RAb, kadar leukosit (bila
timbul infeksi pada awal pemakaian obat antitiroid)
Sidik Tiroid / thyroidscan: terutama membedakan penyakit Plummer dari penyakit
Graves dengan komponen nodosa
EKG
Foto toraks

TERAPI
Tata laksana Penyakit Graves:
ObatAntitiroid

Propiltiourasil (PTU) dosis awal 300- 600 mg / hari, dosis maksimal 2.000 mg/hari.
Metimazol dosis awal 20 - 30
mg / hari.
Indikasi:
- Mendapatkan remisi yang menetap atau memperpanjang remisi pada pasien
muda dengan struma ringan - sedang dan tirotoksikosis
- Untuk mengendalikan tirotoksikosis pada fase sebelum pengobatan atau
sesudah pengobatan yodium radioaktif
- Persiapan tiroidektomi
- Pasien hamil, lanjut usia
- Krisis tiroid
Penyekat adrenergik P pada awal terapi diberikan, sementara menunggu pasien
menjadi eutiroid setelah 6-12 minggu pemberian antitiroid. Propanolol dosis 40 200
mg dalam4 dosis.
Pada awal pengobatan, pasien kontrol setelah 4-6 minggu. Setelah eutiroid,
pemantauan setiap 3-6 bulan sekali: memantau gejala dan tanda klinis, serta lab. FT
TyT3 dan TSHs.Setelah tercapai eutiroid, obat antitiroid dikuxangi dosisnya dan
dipertahankan dosis terkecil yang masih memberikan keadaan eutiroid selama 12-24
bulan, Kemudian pengobatan dihentikan, dan dinilai apakah terjadi remisi. Dikatakan
remisi apabila setelah 1 tahun obat antitiroid dihentikan, pasien masih dalam keadaan
eutiroid, walaupun kemudian hari dapat tetap eutiroid atau terjadi relaps.
17

Panduan Pelayanan Medik PAPDI


Tindakan bedah
Indikasi: Pasien usia muda
dengan struma besar dan tidak respons dengan antitiroid
Wanita hamil trimester kedua
yang memerlukan obat dosis tinggi

Alergi terhadap obat antitiroid, dan tidak dapat menerima yodium radioaktif
Adenoma toksik, struma multinodosa toksik
Graves
yang berhubungan dengan satu atau lebih nodul
Radioablasi
Indikasi;
Pasien berusia > 35 tahun

Hipertiroidisme yang kambuh setelah dioperasi


Gagal mencapai remisi setelah pemberian obat antitiroid
Tidak mampu atau tidak mau terapi obat antitiroid
Adenoma toksik, struma multinodosa toksik

Tatalaksana Krisis tiroid: (terapi segera mulai bila dicurigai krisis tiroid)
1. Perawatan suportif:

Kompres dingin, antipiretik (asetaminofen)

Memperbaiki gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit; infus Dextrose


5%danNaC10,9%

Mengatasi gagal jantung:


diuretik, digitalis
2. Antagonis aktivitas hormon tiroid;
Blokade
produksi hormon tiroid; PTU dosis 300 mg tiap 4-6 jam PO.
Altematif; Metimazol 20-30 mg tiap 4 jam PO.
Pada keadaan sangat berat; dapat diberikan melalui pipa nasogastrik (NOT)
PTU 600 1.000 mg atau metimazol 60-100 mg.
Blokade ekskresi hormon tiroid:Solutio
Lugol {saturatedsolution ofpotas
sium iodida) 8 tetes tiap 6 jam

Penyekat P; Propanolol 60 mg tiap 6 jam PO, dosis disesuaikan respons


(target: firekuensi jantung < 90 x/m).
Glukokortikoid: Hidrokortison 100-500
mg IV tiap 12jam.
Bila refrakter
terhadap terapi di atas; plasmaferesis, dialisis peritoneal.
3. Pengobatan terhadap faktor presipitasi; antibiotik, dll.

KOMPLIKASI

Penyakit Graves; penyakit jantung hipertiroid, oftalmopati Graves, dermopati


Graves, infeksi karena agranulositosis pada pengobatan dengan obat antitiroid.
Krisis tiroid: mortalitas

PROGNOSIS

Dubia ad bonam.
Mortalitas krisis tiroid dengan pengobatan adekuat = 10-15%.

WEWENANG

RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam


RS non pendidikan; Dokter Spesialis Penyakit Dalam

18

MetabotDc Endoknnobgi

sUNIT YANG MENANGANI

RS pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Metabolik


Endokrinologi
RS non pendidikan; Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Divisi ginjal-hipertensi, divisi


kardiologi, dan Departemen Neurologi, Radiologi/Kedokteran nuklir, Patologi
Klinik, Bedah/tumor.
RS non pendidikan: Bagian Neurologi, Patologi Klinik, Radiologi, dan Bedah.

REFERENSI
1. Sumual A, Pandelaki K. Hipertiwidisme. In: Waspadji S, et al, eds. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Edisi 3. Jakarta: BalaiPenerbH FKULp. 766-72.
2. Jameson JL, Weetman AP Disorders o f the Thyroid Gland. In Braunwald E, Fauci AS,
Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL. Harrison s Principles of Internal
Medicine. 15' ed. New York: McGraw-HiU:2001 .p. 2060-84.
3. Suyono S, Subekti I. Krisis Tiroid. Dalam Prosiding Simposium Penatalaksanaan
Kedaruratan di BidangIlmu Penyakit Dalam. Jakarta, 15-16April 2000:78-82.
4. Suyono S, Subekti /. Patogenesis dan Gambaran Klinis Penyakit Graves. Makalah Jakarta
Endocrinology Meeting 2003. Jakarta, 18 Oktober 2003.
5. Waspadji S. Pengelolaan medis Penyakit Graves. Makalah Jakarta Endocrinology
Meeting 2003. Jakarta, 18 Oktober 2003.

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

19

KETaASIDOSlSDIABETIKUM
P E N G E RTI A N
Ketoasidosis diabetikum adalah kondisi dekompensasi metabolik akibat defisiensi
insulin absolut atau relatif dan merupakan komplikasi akut diabetes melitus yang
serius. Gambaran klinis utama ketoasidosis diabetikum (KAD) adalah hiperglikemia,
ketosis, dan asidosis metabolik, faktor pencetus: infeksi, infark miokard akut,
pankreatitis akut, pengguna an obat golongan steroid, penghentian atau
pengurangan dosis insulin.

DIAGNOSIS
Klinis;
Keluhan
poliuri, polidipsi
Riwayat berhenti menyuntik insulin
Demam / infeksi
Muntah

Nyeri perut
Kesadaran: kompos mentis, delirium, koma

Pemapasan cepat dan dalam (Kussmaul)


Dehidrasi
(turgor kulit menurun, lidah dan bibir kering)

Dapat disertai syok hipovolemik


Kriteria diagnosis:
Kadar glukosa

pH
HC03Anion gap
Keton serum

>250mg/dL
<7,35
rendah
tinggi
positif dan atau ketonuria

PIAGNOSiSI BANDING
Ketosis diabetihiperglikemi hiperosmolar non ketotik / hyperglycemic
hyperosmolar state, ensefalopati uremikum, asidosis uremikum, minum alkohol,
ketosis alkoholik, ketosis hipoglikemia, ketosis starvasi, asidosis laktat, asidosis
hiperkloremik, kelebihan salisilat, drug-induced acidosis, ensefalopati karena infeksi,
trauma kapitis.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan cito; gula darah, elektrolit, ureum, kreatinin, aseton darah, urin rutin,
analisis gas darah, EKG
Pemantauan:
Gula darah:
tiapjam,

CI": tiap 6 jam selama24 jam, selanjutnya sesuai keadaan.


Na,
Analisis
gas darah: bilapH < 7 saat masuk diperiksa setiap 6 jam s.d. pH > 7,1.
Selanjutnya setiap hari sampai stabil.

20

Metabolik Endokrinobgi

Pemeriksaan lain (sesuai indikasi); kultur darah, kultur urin, kultur pus

TERAPI
Akses intravena (iv) 2 jalur, salah satunya dicabang dengan 3 way:
L Cairan:
NaCl
0,9 % diberikan 1-2 L pada 1 jam pertama, lalu 1 L pada jam kedua,
lalu 0,5 L pada jam ketiga dan keempat, dan 0,25 Lpadajamkelimadan
keenam, selanjutnya sesuai kebutuhan.
Jumlah cairan yang diberikan dalam 15 jam sekitar 5 L.
Jika Na" > 155
mEq/L > ganti cairan dengan NaCl 0,45 %.
Jika GD < 200
mg/dL
ganti cairan dengan Dextrose 5 %.

BL

Insulin (regular insulin = RI):


Diberikan setelah 2 jam rehidrasi cairan
RI bolus
180mU/kgBB IV, dilanjutkan:
RI drip 90 mU/kgBB/jam dalam NaCl 0,9%
Jika GD < 200 mg/dL: kecepatan dikurangi > RI drip 45 mU/kgBB/j am dalam
NaCl 0,9%
JikaGDstabil 200-300mg/dLselama 12jam RI drip l-2U/jamIV,disertai
sliding scale setiap 6 jam:
GD

RI
(mg/dL)
(Unit, subkutan)
<200
0
200-250
5
250-300
10
300-350
15
>350
20
Jika kadar GD ada yang < 100 mg/dL: drip RI dihentikan
Setelah sliding scale tiap 6 jam, dapat diperhitungkan kebutuhan insulin
sehari > dibagi 3 dosis sehari subkutan, sebelum makan (bila pasien sudah
makan).

nL Kalium
Kalium (K CI) drip dimulai bersamaan dengan drip RI, dengan dosis 50 mEq
/ 6 jam. Syarat: tidak ada gagal ginjal, tidak ditemukan gelombang T yang
lancip dan tinggi pada EKG, dan jumlah urine cukup adekuat.
Bila kadar
pada pemeriksaan elektrolit kedua:
<3,5
dripKCl 75 mEq/6jam
3,0-4,5 >
dripKCI 50mEq/6jam

>
4,5 6,0
dripKCl 25mEq/6jam
> 6,0
drip dihentikan
Bila sudah sadar, diberikan
oral selama seminggu.
IV. Natrium bikarbonat
<7,0, disertaiKC126mEqdrip.
Drip 100 mEq bila pH
50mEqbilapH 7,0-7,1, disertaiKCl 13mEqdrip.
Juga diberikan pada asidosis laktat dan hiperkalemi yang mengancam.
Panduan Pelayanan Medik PAPDI

21

TatalaksanaUmum:

Oksigen bila PO < 80 mmHg


Antibiotika adekuat

Heparin: bila ada KID satau hiperosmolar (>380 mOsm/L) Terapi disesuaikan
dengan pemantauan klinis;
Tekanan
darah, frekuensi nadi, frekuensi pemapasan, temperatur setiap jam,
Kesadaran
setiap jam,
Keadaan hidrasi
(turgor, lidah) setiap jam,
Produksi urin
setiap j am, balans cairan
Cairan infus
yang masuk setiap jam,
Dan pemantauan laboratorik (lihat pemeriksaan penunjang).

KOMPLIKASI

Syok hipovolemik, edema paru, hipertrigliseridemia, infark miokard akut, hipoglikemia,


hipokalemia, hiperkloremia, edema otak, hipokalsemia

PROGNOSIS
Dubia ad malam, tergantung pada usia, komorbid, adanya infark miokard akut,
sepsis, syok.

WEWENANG

RS pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam


dengan konsultasi pada konsulen Penyakit Dalam
RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

RS pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Metabolik


Endokrinologi
RS non pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

RS pendidikan: Departemen Patologi Klinik


RS non pendidikan : Bagian Patologi Klinik

REFERENSI
PERKENl. PetunjukPraktis Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2. 2002.
Waspadji S. Kegawatanpada Diabetes Melitus. In: Presiding Simposium Penatalaksanaan
Kedaruratan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta, 15-16 April 2000:83-8.
3. Soewondo P. Ketoasidosis Diabetik. In:Prosiding Simposium Penatalaksanaan
Kedaruratan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta, 15-16 April 2000:89-96.
4. Kitabchi AE, Umpierrez GE, Murphy MB, Barrett EJ, Kreisberg RA, Malone JI, et al.
Management o f Hyperglycemic Crises in Patients With Diabetes. Diabetes Care, Jan

J.
2.

2001;24(1):131-5L

22

Metabolik Endokrinologi

HIPOGUKEMIA
PENGERTIA U
Hipoglikemiaadalahkeadaandimanakadarglukosadarah <60 mg/dL, ataukadar
glukosa darah < 80 mg/dL dengan gejala klinis.Hipoglikemia pada DM teijadi
karena:
Kelebihan obat / dosis obat: terutama
insulin, atau obat hipoglikemik oral
Kebutuhan tubuh akan insulin
yang relatif menurun: gagal ginjal kronik, pasca
persalinan

Asupan makan tidak adekuat: jumlah kalori atau waktu makan tidak tepat

Kegiatan jasmani berlebihan.

DIAGNOSIS
Gejala dan tanda klinis :
Stadium
parasimpatik; lapar, mual, tekanan darah turun
Stadium
gangguan otak ringan; lemah, lesu, sulit bicara, kesulitan menghitung
sementara
Stadium
simpatik; keringat dingin pada muka, bibir atau tangan gemetar
Stadium
gangguan otak berat: tidak sadar, dengan atau tanpa kejang
Anamnesis:

Penggunaan preparat insulin atau obat hipoglikemik oral: dosis terakhir, waktu
pemakaian terakhir, perubahan dosis.
Waktu makan
terakhir, jumlah asupan gizi

Riwayat jenis pengobatan dan dosis sebelumnya


Lama menderita DM, komplikasi DM

Penyakit penyerta: ginjal, hati, dll

Penggunaan obat sistemik lainnya: penghambat adrenergik P, dll.


Pemeriksaan fisik: pucat, diaphoresis, tekanan darah, frekuensi denyut jantung,
penurunan kesadaran, defisit neurologik fokal transien
Trias Whipple untuk hipoglikemia secara umum:
1, Gejala yang konsisten dengan hipoglikemia
2 Kadar glukosa plasma rendah
3. Gejala'mereda setelah kadar glukosa plasma meningkat

DIAGNOSIS BANDING
Hipoglikemia karena
Obat:
- (sering): insulin, sulfonilurea, alkohol,
(kadang): kinin, pentamidine
(jarang): salisilat, sulfonamid

Hiperinsulinisme endogen: insulinoma, kelainan sel P jenis lain, sekretagogue


Panduan Pelayanan Medik PAPDI

23

(sulfonilurea), autoimun, sekresi insulin ektopik


Penyakit kritis: gagal hati, gagal ginjal, gagal jantung, sepsis, starvasi dan inanisi
Defisiensi endokrin: kortisol, growth hormone, glukagon, epinefrin
Tumor non-sel P: sarkoma, tumor adrenokortikal, hepatoma, leukemia, limfoma,
melanoma
Pasca-prandial: reaktif (setelah operasi gaster), diinduksi alkohol

PEMERIKSAAN

PEN UNJ ANQ

Kadar glukosa darah (GD), tes flingsi ginjal, tes fungsi hati, C-peptide

TERAPI
Stadium permulaan (sadar)
Berikan gula mumi 30 gram (2 sendok makan) atau sirop/permen gula mumi
(bukan pemanis pengganti gula atau gula diet/gula diabetes) dan makanan yang

mengandung karbohidrat
Hentikan obat hipoglikemik sementara,
Pantau glukosa darah sewaktu tiap 1-2 jam
Pertahankan GD sekitar 200 mg/dL (bila sebelumnya tidak sadar)
Cari penyebab

Stadium lanjut (koma hipoglikemia atau tidak sadar dan curiga hipogUkemia):
1. Diberikan larutan Dekstrosa 40 % sebanyak 2 flakon (= 50 mL) bolus intra vena,
2. Diberikan cairan Dekstrosa 10 %per infus, 6jamperkolf,
3. Periksa GD sewaktu (GDs), kalau memungkinkan dengan glukometer:
Bila GDs <50
mg/dL > + bolus Dekstrosa40 % 50 mL IV
Bila GDs < 100 mg/dL > + bolus Dekstrosa 40 % 25 mL IV
4, Periksa GDs setiap 1 jam setelah pemberian Dekstrosa 40 % :
Bila GDs < 50 mg/dL > + bolus Dekstrosa 40 % 50 mL IV
Bila GDs <100 mg/dL > + bolus Dekstrosa 40 % 25 mL IV
Bila GDs 100-200 mg/dL> tanpa bolus Dekstrosa 40 %
Bila GDs > 200 mg/dL pertimbangkan menurunkan kecepatan drip Dekstrosa

10%
Bila GDs > 100 mg/dL sebanyak 3 kali berturut-turut, pemantauan GDs setiap 2
jam, dengan protokol sesuai di atas. Bila GDs > 200 mg/dL pertimbangkan
mengganti infus dengan Dekstrosa 5 % atau NaCl 0,9 %.
6. Bila GDs > 100 mg/dL sebanyak 3 kali berturut-turut, pemantauan GDs setiap 4
jam, dengan protokol sesuai di atas. Bila GDs > 200 mg/dL pertimbangkan
mengganti infus dengan Dekstrosa 5 % atau NaCl 0,9 %.
7. Bila GDs > 100 mg/dL sebanyak 3 kali berturut-turut, sliding scale setiap 6 jam:
GD

RI
(mg/dL)_(Unit, subkutan)
<200
0
200-250
5
250-300
10
300-350
15
>350
20

5.

24

MetBbolik Endokiinobgi

8. Bila hipoglikemia belum teratasi, dipertimbangkan pemberian antagonis insulin,


seperti: adrenalin, kortison dosis tinggi, atau glukagon 0,5-1 mg IV / IM (bila
penyebabnya insulin)
9. Bila pasien belum sadar, GDs sekitar 200 mg/dL: Hidrokortison 100 mg per 4 jam
selama 12jamatauDeksametason lOmg IVbolus dilanjutkan2 mgtiap 6jamdan
Manitol 1,5-2 g/kgBB IV setiap6-8jam. Can penyebab lain penurunan kesadaran
menurun

KOMPLIKASI
Kerusakan otak, koma, kematian

PROGNOSIS
Dubia.

WEWENANG

RS pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam

dengan konsultasi pada konsulen Penyakit Dalam


RS non pendidikan; Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

RS pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Metabolik


Endokrinologi
RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

RS pendidikan: Departemen Patologi Klinik, Medical High Care / ICU


RS non pendidikan: Bagian Patologi Klinik, ICU

R E FE R E N S I :
PERKENL Petunjuk Praktis Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2002. Waspadji S.
Kegawatan pada Diabetes Melitus. Dalam Presiding Simposium Penatalaksanaan
2. Kedaruratan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta, 15-16 April 2000:83-8.
3. Cryer PE. Hypoglycemia. In Braunwald E, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL,
Jameson JL. Harrisons Principles o f Internal MedicineJ 5' ed. New York: McGrawHill: 2001.p. 2138-43.
/.

25

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

D I S L I PI D E M I A
PENGERTIAN
Dislipidemia merupakan kelainan metabolisme lipid yang ditandai oleh kelainan
(peningkatan atau penurunan) fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi lipid yang
utama adalah kenaikan kadar kolesterol total, kenaikan kadar trigliserid serta
penurunan kadar kolesterol HDL. Dalam proses terjadinya aterosklerosis ketiganya
mempunyai peran penting dan berkaitan, sehingga dikenal sebagai triad lipid. Secara
klinis dislipidemia diklasifikasikan menjadi 3, yaitu: Hiperkolesterolemia,
hipertrigliseridemia, dan campuran hiperkolesterolemia dan hipertrigliseridemia

DIAGNOSIS
Klasifikasi kadar kolesterol:
Kolesterol LDL:

Klasifikasi:
Kolesterol total:

Kolesterol HDL

< lOOmg/dL
100-129mg/dL
130-159mg/dL
160- 189mg/dL
> 190mg/dL

Optimal
Hampir optimal
Borderline tinggi
Tinggi
Sangat tinggi

<200mg/dL
200-239 mg/dL
> 240 mg/dL

Idaman
Borderline tinggi
Tinggi

<40 mg/dL
> 60 mg/dL

Rendah
Tinggi

Untuk mengevaluasi risiko penyakit jantung koroner (PJK), perlu diperhatikan faktorfaktor risiko lainnya:
Faktor risiko
positif:
Merokok
- Umur (pria > 45 tahun, wanita > 55 tahun)
Kolesterol HDL rendah
- Hipertensi ( TD > 140/90 atau dalam terapi antihipertensi)
- Riwayat penyakit jantung koroner dini dalam keluarga {first degree: pria < 55
tahun, wanita < 65 tahun)
Faktor risiko negatif:
- Kolesterol HDL tinggi: mengurangi 1 faktor risiko dari perhitungan total.
ATP III menggunakanFramfrtg/awi Risk Score (FRS) untuk menghitung besamya
risiko penyakit jantung koroner (PJK) pada pasien dengan > 2 faktor risiko, meliputi:
umur, kadar kolesterol total, kolesterol HDL, kebiasaan merokok, dan hipertensi.
Penjumlahan skor pada FRS akan menghasilkan angka persentase risiko PJK dalam
10 tahun.
Ekivalen risiko PJK mengandung risiko kejadian koroner mayor yang sebanding
dengan kejadian PJK, yakni > 20 % dalam 10 tahun, terdiri dari:

26
Metabolik EndokrinolDgi

Bentuk klinis lain dari aterosklerosis: penyakit arteri perifer, aneurisma aorta
abdominalis, penyakit arteri karotis yang simptomatis,
Diabetes
Faktor risiko multipel yang mempunyai risiko PJK dalam 10 tahun > 20 %.

Peningkatan kadar trigliserida juga merupakan faktor risiko independen untuk


terjadinya PJK. Faktor yang mempengaruhi tingginya trigliserida:
Obesitas, berat badan lebih
Inaktivitas fisik
Merokok
Asupan alkohol berlebih
Diet tinggi karbohidrat ( > 60 % asupan energi),
Penyakit DM tipe 2, gagal ginjal kronik, sindrom nefrotik
Obat: kortikosteroid, estrogen, retinoid, penghambat adrenergik-beta dosis tinggi
Kelainan genetik (riwayat keluarga)

Klasifikasi derajat hipertrigliseridemia


Normal
:
<150mg/dL
:
Borc/erline-iinggi
150-199mg/dL
Tinggi
: 200 - 499 mg/dL
> 500 mg/dL
:
Sangat tinggi

DIAGNOSIS BANDING

Hiperkolesterolemia sekunder , karena hipotiroidisme, penyakit hati obstruksi,


sindrom nefrotik, anoreksia nervosa, porfiria intermiten akut, obat (progestin,
siklosporin, thiazide)
HipenriHliseridemia sekunde r, karena obesitas, DM, penyakit ginjal kronik,
lipodistrofi, glycogen storage disease, alkohol, bedah bypass ileal, stres, sepsis,
kehamilan, obat (estrogen, isotretinoin, penghambat beta, glukokortikoid, resin
pengikat bile-acid thiazide), hepatitis akut, lupus eritematosus sistemik,
gammopatimonoklonal: myeloma multipel, limfoma AIDS: inhibitor protease
HDL rendah sekunder , karena malnutrisi, obesitas, merokok, penghambat betasteroid anabolik

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Skrining dianjurkan pada semua pasien berusia 20 tahun, setiap 5 tahun sekah:
Kadar kolesterol total, LDL, HDL, trigliserida, glukosa darah, tes fiingsi hati, urin
lengkap, tes flingsi ginjal, TSH, EKG

TERAPI
Untuk hiperkolesterolemia:
Penatalaksanaa n Non-famiakolopi s (Perubahan Gaya Hidup):

Diet, dengan komposisi:


- Lemakjenuh
< 7 % kalori total
- PUFA
hingga 10% kalori total
- MUFA
hingga 10% kalori total
- Lemak total
25-35 % kalori total
Panduan Pelayanan Medik PAPDI
-

Karbohidrat
Protein
Serat
Kolesterol

27

50 - 60 % kalori total
hingga 15 % kalori total
20-30 g / h a r i
<200 m g / h a r i

Latihanjasmani
Penurunan berat badan bagi yang gemuk
Menghentikan kebiasaan merokok, minuman alkohol
Pemantauan profil lipid dilakukan setiap 6 minggu. Bila target sudah tercapai (lihat
tabel target di bawah ini), pemantauan setiap 4-6 bulan.
Bila setelah 6
minggu PGH, target belum tercapai: intensifkan penurunan lemak
jenuh dan kolesterol, tambahkan stanol/steroid nabati, tingkatkan konsumsi serat,
dan kerjasama dengan dietisien.
Bila setelah 6 minggu berikutnya terapi non-farmakologis tidak berhasil
menurunkan kadar kolesterol LDL, maka terapi farmakologis mulai diberikan,
dengan tetap meneruskan pengaturan makan dan latihanjasmani.

Terapi Farmakologis:
Golongan statin:
- Simvastatin
5-40 mg
- Lovastatin
10-80mg
- Pravastatin
10-40mg
- Fluvastatin
20-80mg
- Atorvastatin 1 0 - 8 0 m g
Golongan bile acid sequestrant.
- Kolestiramin 4 - 16 g
Golongan nicotinic acid:
- Nicotinic acid (immediate release) 2 x 100 mg s.d. 1,5 - 3 g
Target Kolesterol LDL (mg/dL) :
Target Kadar LDL
Kategori
LDL untuk mulai PGH
Risiko
<100 >100
PJK atau
Ekivalen PJK
(100-129: opsional)
(FRS > 20 %)
<130 >130
Faktor risiko > 2
(FRS < 2 0 % )
<160 >160
Faktor risiko 0-1

Kadar LDL untuk


mulai terapi farmakologis
130
>130 (FRS 10-20%
(160-189: opsional)
>190
(160-189: opsional)

Terapi hiperkolesterolemia untuk pencegahan primer, dimulai dengan statin atau


bile acid sequestrant atau nicotinic acid.
Pemantauan profil lipid dilakukan setiap 6 minggu. Bila target sudah tercapai (lihat
tabel target di atas), pemantauan setiap 4-6 bulan. Bila setelah 6 minggu terapi,
target belum tercapai; intensifkan/ naikkan dosis statin atau kombinasi dengan yang
lain. Bila setelah 6 minggu berikutnya terapi non-farmakologis tidak berhasil
menurunkan kadar kolesterol LDL, maka terapi farmakologis diintensifkan,
28

Metabolik Endokrinobgi

Pasien dengan PJK, kejadian koroner mayor atau dirawat untuk prosedur koroner,
diberi terapi obat saat pulang dari RS jika kolesterol LDL > 100 mg/dL.
Pasien dengan hipertrigliseridemia:
Penatalaksanaan non
farmakologis sesuai di atas.
Penatalaksanaaan
farmakologis:

Target terapi:
- Pasien
dengan trigliserida borderline tinggi atau tinggi: tujuan utama terapi
adalah mencapai target kolesterol LDL.
- Pasien dengan trigliserida tinggi: target sekunder adalah kadar kolesterol
non-HDL, yakni sebesar 30 mg/dL lebih tinggi dari target kadar kolesterol
LDL (lihat tabel di atas).
- Pendekatan terapi obat:
1. Obat penurun kadar kolesterol LDL, atau
2. Ditambahkan obat fibrat atau nicotinic acid. Golongan fibrat terdiri dari:
Gemfibrozil 2 x 600
mg atau 1 x 900 mg
Fenofibrat 1 x 200 mg
Penyebab primer dari dislipidemia sekunder Juga hams ditatalaksana.

KOMPLIKASI
Aterosklerosis, penyakit jantung koroner, strok, pankreatitis akut

PROGNOSIS
Dubia ad Bonam

WEWE NANG

RS pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan peserta PPDS Penyakit


Dalam
RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

RS pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Metabolik


Endokrinologi / Divisi Kardiologi
RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

RS pendidikan: Divisi Kardiologi, Departemen Patologi Klinik, Gizi


RS non pendidikan: Bagian Patologi Klinik, Gizi

REFERENSI
1. PERKENI. Konsensus Pengelolaan Dislipidemia pa da Diabetes Melitus di Indonesia.
1995.
2.

Expert Panel on Detection, Evaluation, and Treatment o f High Blood Cholesterol in Adults.
Executive Summary o f the Third Report o f the National Cholesterol Education Program
(NCEP) Expert Panel on Detection, Evaluation, and Treatment o f High Blood Cholesterol
in Adults (Adult Treatment Panel 111). JAMA, May 16, 2001;285(19):2486-97.

29
Panduan Pelayanan Medik PAPDI
3. Semiardji G National Cholesterol Education Program - Adult Treatment Panel III
(NCEP-ATP III): Adakah hal yang baru? Makalah Slang Klinik Bagian Metabolik
Endokrinologi Bagian Ilmu Penyakit Dalam, 2002.
4. Ginsberg HN, Goldberg IJ. Disorders of Lipoprotein Metabolism. In Braunwald E,
Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL. Harrison s Principles of
Internal Medicine. 15' ed. New York: McGraw-Hill; 2001.p. 2245-57.
5. Suyono S. Terapi Dislipidemia, Bagaimana Memilihnya dan Sampai Kapan? Prosiding
Simposium Current Treatment in Internal Medicine 2000. Jakarta,11-12 November
2000:185-99.

30

MetaboUk Endokrindogi

STRUMA NODOSA NON TOKSIK


PENGERTIAN
Struma nodosa non toksik merupakan pembesaran kelenjar tiroid yang teraba sebagai
suatu nodul, tanpa disertai tanda-tanda hipertiroidisme.Berdasarkan jumlah nodul,
dibagi:
Struma mononodosa non toksik
Struma multinodosa non toksik
Berdasarkan kemampuan menangkap iodium radioaktif, nodul dibedakan menjadi:
nodul dingin, nodul hangat, nodul panas
Sedangkan berdasarkan konsistensinya, nodul dibedakan menjadi; nodul lunak,
odul kistik, nodul keras, nodul sangat keras

DIAGNOSIS
Anamnesis:

Sejak kapan benjolan timbul

Rasa nyeri spontan atau tidak spontan, berpindah atau tetap


Cara membesamya: cepat, atau lambat
Pada awalnya berupa satu benjolan yang membesar menjadi beberapa benjolan
atau hanya pembesaran leher saja

Riwayat keluarga
Riwayat penyinaran daerah leher pada waktu kecil/muda
Perubahan suara
Gangguan menelan, sesak napas
Penurunan berat badan
Keluhan tirotoksikosis

Pemeriksaan fisik:
Umum
Lokal:
- Nodul
tunggal atau majemuk, atau difus
- Nyeri tekan
- Konsistensi
- Permukaan
- Perlekatan
pada j aringan sekitamya
- Pendesakan atau pendorongan trakea
- Pembesaran
kelenjar getah bening regional

Pemberton sign

Penilaian risiko keganasan;


Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang mengarahkan diagnostik penyakit tiroid
jinak, tetapi tak sepenuhnya menyingkirkan kemungkinan kanker tiroid:

Riwayat keluarga dengan struma nodosa atau difiisa jinak

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

31

Riwayat keluarga dengan tiroiditis Hashimoto atau penyakit tiroid autoimun.


Gejala hipo atau hipertiroidisme.
Nyeri berhubungan dengan nodul.
Nodul lunak, mudah digerakkan.
Multinodul tanpa nodul yang dominan, dan konsistensi sama.

Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang meningkatkan kecurigaan ke arah keganasan


tiroid:
Umur < 20 tahun atau > 70 tahun
Gender laki-laki
Nodul disertai disfagi, serak, atau obstruksi jalan napas
Pertumbuhan nodul cepat (beberapa minggu - bulan)

Riwayat radiasi daerah leher waktu usia anak-anak atau dewasa Quga
meningakatkan insiden penyakit nodul tiroidjinak)

Riwayat keluarga kanker tiroid meduler


Nodul
yang tunggal, berbatas tegas, keras, irreguler dan sulit digerakkan
Paralisis
pita suara,
Temuan limfadenopati servikal
Metastasis
jauh (paru-paru, dll)
LangkahdiagnostikI: TSHs, FT4

Hasil; Non-toksik > Langkah diaostik II: BAJAH nodul liroid


Hasil: A. Ganas
B. Curiga
C. Jinak
D. Tak cukup/sediaan tak representatif(dilanjutkan di kolom Terapi)

DIAGNOSISI BANDING

Struma nodosa yang terjadi pada peningkatan kebutuhan terhadap tiroksin saat
masa pertumbuhan, pubertas, laktasi, menstruasi, kehamilan, menopause, infeksi,
stres lain.
Tiroiditis akut
Tiroiditis subakut
Tiroiditis kronis: limfositik (Hashimoto), fibrous-invasif (Riedel)
Simple goiter
Struma endemik
Kista tiroid, kista degenerasi
Adenoma
Karsinoma tiroid primer, metastatik
Limfoma

PEMERIKSAAN! P E NUNJANG
Laboratorium: T4 atau fT4, T3, dan TSHs
Biosi aspirasi jarum halus (BAJAH) nodul tiroid:
- Bila hasil laboratorium: non-toksik
- Bilahasillab. (awal) toksik, tetapi hasil scan:
menjadi eutiroid,
32

syarat: sudah

Metabolik EndokmiolDgi

USGtiroid;
- Pemantau kasus nodul
yang tidak dioperasi
- Pemandu pada BAJAH
Sidik tiroid:
- Bila klinis:
ganas, tetapi hasil sitologi dengan BAJAH (2 kali): jinak,
- Hasil
sitologi dengan BAJAH: curiga ganas
Petanda keganasan tiroid (bila ada riwayat keluarga dengan karsinoma tiroid
medular, diperiksakan kalsitonin)
Pemeriksaan antitiroglobulin bila TSHs meningkat, curiga penyakit Hashimoto.

TERAPI
Sesuai hasil BAJAH, maka terapi:
A- Ganas
> Operasi Tiroidektomi near-total
B, Curiga
> Operasi dengan lebih dahulu melakukan potong beku (VC):
Bila hasil = ganas > Operasi Tiroidektomi near-total.
Bila hasil = jinak> Operasi Lobektomi, atau Tuo\dQVXom\ near-total.
Altematif: Sidik tiroid. Bila hasil = cold nodule > Operasi
C. Tak cukup/sediaan tak representatif
Jika nodul Solid
(saat BAJAH): ulang BAJAH.
Bila klinis curiga ganas tinggi > Operasi Lobektomi

Bila klinis curiga ganas rendah


Observasi
Jika nodul Kistik (saat BAJAH): aspirasi.
Bilakistaregresi > Observasi
Bila kista rekurens, klinis curiga ganas rendah > Observasi
Bila kista rekurens, klinis curiga ganas tinggi > Operasi Lobektomi
D. Jinak
> terapi dengan Levo-tiroksin (LT4) dosis subtoksis.
dosis dititrasi mulai 2 x 25 ug (3 hari),

dilanjutkan 3 x 25 ug (3 4 hari),
bila tidak ada
efeksamping atau tandatoksis: dosis- menjadi2x lOOug
sampai 4 - 6 minggu, kemudian evaluasi TSH (target 0,1 - 0,3 ulU/L)

supresi TSH dipertahankan selama 6 bulan


evaluasi
dengan USG: apakah nodul berhasil mengecil atau tidak (berhasil
bila mengecil > 50% dari volume awal)
- Bila nodul mengecil atau tetap > L-tiroksin dihentikan dan diobservasi:
- Bila setelah itu struma membesar lagi, maka L-tiroksin dimulai lagi
(target TSH 0,1-0,3 uIU/L).
- Bila setelah l-tiroksin dihentikan, struma tidak berubah, diobservasi
saja.
- Bila nodul membesar dalam 6 bulan atau saat
terapi supresi > obat
dihentikan dan operasi Tiroidektomi dan dilakukan pemeriksaan
histopatologi > hasil PA:
- Jinak: terapi dengan L-tiroksin: target TSH 0,5-3,0 uIU/L
- Ganas: terapi dengan L-tiroksin
- Individu
dengan risiko ganas tinggi:

Panduan Pelayanan Medik PAPDI


-

33

target TSH <0,01-0,05 uIU/L


Individu dengan risiko ganas rendah:
target TSH 0,05-0,1 uIU/L

KOMPLIKASI
Umumnya tidak ada, kecuali ada infeksi seperti pada tiroiditis akut / subakut

PROGNOSIS
Tergantung jenis nodul, tipe histopatologis.

WEWE NANG

RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam


RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam- Divisi Metabolik Endokrinologi


RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

RS pendidikan : Departemen Patologi Klinik, Radiologi / Radiodiagnostik/


Kedokteran nuklir, Bedah Tumor, Patologi Anatomik
RS non pendidikan: Bagian Radiologi, Bedah, Patologi klinik, Patologi Anatomik

R E FE R E N S I
I. Kariadi SHKS. Struma Nodosa Non-Toksik. In: Waspadji S, et al, eds. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;.p. 757-65.
2. Suyono S. Pendekatan Pasien dengan Struma. Dalam Markum HMS, Sudoyo HAW,
Effendy S, Setiati S, Gani RA, Alwi I, eds. Naskah Lengkap Pertemuan Ilmiah Tahunan
Ilmu Penyakit Dalam 1997. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam; }997.p. 207J3.
3. Subekti I Struma Nodosa Non-Toksik (SNNT). In Simadibrata M, Setiati S, Alwi I,
Maryantoro, GaniRA, MansjoerA ,eds. PedomanDiagnosis dan TerapidiBidangllmu
Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam
FKUI;1999.187-9.
4. Soebardi S. Pemeriksaan Diagnostik Nodul Tiroid. Makalah Jakarta Endocrinology
Meeting 2003. Jakarta, 18 Oktober 2003.
5. Jameson JL, Weetman AP. Disorders of the Thyroid Gland. In Braunwald E, Fauci AS,
Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL. Harrison's Principles of Internal
Medicine. 15' ed. New York: McGraw-Hill; 2001.p. 2060-84.

34

Metabolik Endokrinologi

KISTA TIROID
PENGERTIAN
Kista tiroid adalah nodul kistik pada jaringan tiroid, merupakan 10 - 25% dari seluruh
nodul tiroid.Insidens keganasan pada nodul kistik kurang dibandingkan nodul solid.
Pada nodul kistik kompleks masih mungkin merupakan suatu keganasan. Sebagian
nodul kistik mempunyai bagian yang solid.

DIAGNOSIS
Anamnesis

Sejakkapanbenjolantimbul
Rasa
nyeri spontan atau tidak spontan, berpindah atau tetap
Cara
membesamya: cepat, atau lambat
Pada
awalnya berupa satu benjolan yang membesar menjadi beberapa benjolan
atau hanya pembesaran leher saja

Riwayat keluarga

Riwayat penyinaran daerah leher pada waktu kecil/muda


Perubahan suara

Gangguan menelan
Sesak
napas
Penurunan berat badan

Keluhan tirotoksikosis

Pemeriksaan fisik:
Umum
Lokal:
Nodus tunggal atau majemuk, atau difus
- Nyeri tekan
- Konsistensi: kistik
Permukaan
- Perlekatan pada jaringan sekitamya
- Pendesakan atau pendoiongan trakea
- Pembesaran kelenjar getah bening regional
- Pemberton's sign
Penilaian risiko keganaian:
Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang mengarahkan diagnostik penyakit tiroid
jinak, tetapi tak sepenuhnya menyingkirkan kemungkinan kanker tiroid:

Riwayat keluarga dengan struma nodosa atau difiisa jinak

Riwayat keluarga dengan tiroiditis Hashimoto atau penyakit tiroid autoimun.

Gejala hipotiroidisme atau hipertiroidisme.

Nyeri berhubungan dengan nodul.


Nodul
lunak, mudah digerakkan.
Multinodul
tanpa nodul yang dominan, dan konsistensi sama.

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

35

Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang meningkatkan kecurigaan ke arah keganasan


tiroid:
Umur < 20 tahun atau > 70 tahun
Gender laki-laki
Nodul disertai disfagia, serak, atau obstruksi jalan napas
Pertumbuhan nodul
cepat (beberapa minggu bulan)

Riwayat radiasi daerah leher waktu usia anak-anak atau dewasa


meningkatkan insidens penyakit nodul tiroid jinak)

Riwayat keluarga kanker tiroid modular


Nodul
yang tunggal, berbatas tegas, keras, irreguler dan sulit digerakkanParalisis pita suara,
Temuan
limfadenopati servikal
Metastasis
jauh (paru-paru, dll)
Langkahdiagnostikawal: TSHs, FT4
BilaHasil :Nontoksik Langkah diagnostik II:
> Pungsi aspirasi kista dan BAJAH bagian solid dari kista tiroid

DIAGNOSIS BANDING
Kista tiroid, kista degenerasi, karsinoma tiroid

PEMERIKSAAN PENUNJANG

USG tiroid:

dapat membedakan bagian padat dan cair,


- dapat untuk memandu BAJAH: menemukan bagian solid.
=
gambaran USG kista kurang lebih bulat, seluruhnya hipoekoik sonolusen,
dinding tipis.
Sitologi cairan kista dengan prosedur sitospin.
Biopsi aspirasi jarum halus (BAJAH): pada bagian yang solid.

TERAPI
Pungsi aspirasi seluruh cairan kista:
Bila kista
regresi > Observasi
Bila kista rekurens, klinis kecurigaan ganas rendah > pungsi aspirasi dan
observasi
Bila kista rekurens, klinis kecurigaan ganas tinggi
operasi lobektomi

KOMPLIKASI
Tidak ada.

PROGNOSIS
Dubia ad bonam, tergantung tipe dan jenis histopatologinya.

36

Metabolik Endokrinologi

WEWENANG

RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam


RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

RS pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Metabolik


Endokrinologi
RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

RS pendidikan: Departemen Patologi Klinik, Patologi Anatomi, Bedah tumor


RS non pendidikan: Bagian Patologi Klinik, Patologi Anatomi, Bedah

REFERENSI
Kariadi SHKS. Struma Nodosa Non-Toksik. Dalam Waspadji S, et al, eds. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;.p. 757-65.
2. Suyono S. Pendekatan Pasien dertgan Struma. Dalam Markum HMS, Sudoyo HAW,
EffendyS, SetiatiS, GaniRA, Alwileditors. NaskahLengkapPertemuanllmiah Tahunan
Ilmu Penyakit Dalam 1997. Jakarta:Departemen Ilmu Penyakit Dalam; 1997.p. 207-13.
3. Subekti I. Struma Nodosa Non-Toksik (SNNT). In Simadibrata M, Setiati S, Alwi I.
Maryantoro, Gani RA, Mansjoer A,editors. Pedoman Diagnosis dan Terapi di Bidang
Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit
Dalam FKUI; 1999.p. 187-9.
4. Soebardi S. Pemeriksaan Diagnostik Nodul Tiroid. Makalah Jakarta Endocrinology
Meeting 2003. Jakarta, 18 Oktober 2003.
1.

37

2.2
KARDIOLOGI

Kdiologi

BRADIARITMIA
PENGERTIAN
Bradiaritmia adalahperlambatan denyut jantung di bawah 50 kali/menit yang dapat
disebabkan oleh disfungsi sinus node, hipersensitivitas/ kelainan sistem persarafan
dengan dan atau adanya gangguan konduksi atrioventrikular. Dua keadaan yang
sering ditemukan:

1.
2.

Gangguan pada sitms node (sick sinus syndrome)


Gangguan konduksi atrioventrikular/blokAV {AVblock) :blokAVderajatsatu,
blokAVderajatdua, blokAV total.

DIAGNOSIS
Gangguan pada sinus node {sick sinus syndrome)
Keluhan:
Penurunan curah
jantung yang bermanifestasi dalam bentuk letih, pening,
limbung, pingsan

Kongesti pulmonal dalam bentuk sesak napas


Bila disertai takikardia disebut
braditakiaritmia; terdapat palpitasi, kadang-kadang
disertai angina pektoris atau sinkop (pingsan)

Dapat pula menyebabkan kelainan/perubahan kepribadian, lupa ingatan, dan


emboli sistemik
EKG:
EKG
monitoring baik selama dirawat inap di RS maupun dalam perawatan jalan
(ambulatory/holter ECG monitoring), dapat menemukan kelainan EKG berupa
bradikardia sinus persisten.
BlokAV
BlokAV Derajat Satu
Irama teratur dengan perpanjangan interval PR melebih 0,2 detik

I -lok AV Derajat dua

Mobitz tipe I {Wenckebach) Gelombang P bentuk normal dan irama atrium


yang teratur, pemanjangan PR secara progresif lalu terdapat gelombang P
yang tidak dihantarkan, sehingga terlihat interval RR memendek dan kemudian
siklus trsebutberulang kembali

Mobitz tipe II, Irama atrium teratur dengan gelombang P normal. Setiap
gelombang P diikuti gelombang QRS kecuali yang tidak dihantarkan dan
bisa lebih dari 1 gelombang P berturut-turut yang tidak dihantarkan. Irama
QRS bisa teratur atau tidak teratur tergantung pada denyut yang tidak
dihantarkan. Kompleks QRS bisa sempit bila hambatan teijadi pada berkas
his, namun bisa lebar seperti pada blok cabang berkas bila hambatan ini pada
cabang berkas

41
Panduan Pelayanan Medik PAPDI

BlokAV Total {Comply A\Block): terjadi hambatan total konduksi antara


atrium dan ventrikel. Atrium dan ventrikel masing-masing mempunyai frekuensi
sendiri (frekuensi ventrikel < frekuensi atrium)
Keluhan :Sinkop, vertigo, denyut jantung (< 50 kali/menit)
EKG : Disosisasi atrioventrikularDenyut atrium biasanya lebih cepat

DIAGNOSIS I BANDING

PEMERIKSAAN PENUNJANG

EKG 12 sadapan, Rekaman EKG 24 jam (Holler ECG Monitor), Ekokardiografi,


Angiografi koroner, Pemeriksaan elektrofisiologi (Electrophysiology Study)

TERAPI
Gangguan pada sinus node (sick sinus syndrome)
Pada keadaan gawat darurat berikan sulfas atropin (SA) 0,5-1 mg IV (total (0,04 mg/
kgBB) jika tidak tidak ada respons berikan drip isoproterenol mulai dengan dosis 1
ug/menit sampai 10 ug/kg /menit secara bertahap. Kemudian lanjutkan dengan
pemasangan pacu jantung, sesuai dengan sarana yang tersedia (transcutaneus
temporary pace mak er dan tran sv enous te mporar y p a c e maker). Pada
penatalaksanaan selanjutnya dilakukan pemasangan pacu jantung permanen.
BlokAV
Pengobatan hanya diberikan pada penderita yang simtomatik. Walaupun demikian
etiologi penyakit dan riwayat alamiah penyakit ikut menentukan tindakan selanjutnya.
Bila penyebabnya obat-obatan maka harus dihentikan. Demikian pula bila
penyebabnya oleh karena faktor metabolik yang reversibel maka faktor-faktor
tersebut juga harus dihilangkan (seperti hipotiroidisme, asidosis, gangguan elektrolit
dan sebagainya). Bila penyebab yang mendasarinya diketahui dan bila hal itu bersifat
sementara, maka mungkin hanya perlu diberikan pengobatan sementara (pacu
jantung sementara) seperti halnya pada infark miokard akut inferior. Pada penderita
yang simptomatik, perlu dipasang pacu jantung permanen.
BlokAV total
Pada keadaan gawat darurat (simptomatik/asimptomatik) berikan sulfas atropin (SA)
0,5-1 mg IV (total 0,04 mg/kgBB), atau isoproterenol. Bila obat tidak menolong,
pasang alat pacu jantung sementara, selanjutnya dilakukan pemasangan pacujantung
permanen.

KOMPLIKASI
Sinkop, tromboemboli bila disertai takikardia, gagal jantung.

PROGNOSIS
Tergantung penyebab, berat gejala dan respons terapi
42

KaidiolDgL

WEWENANG

RS pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam


dengan konsultasi pada konsulen Penyakit Dalam
RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit DalamDivisi Kardiologi


RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

RS pendidikan: Departemen Patologi Klinik, Medical High Care / ICCU

RS non pendidikan: Bagian Patologi Klinik, ICCU

R E FE R E N S I
/. Panggabean MM. Bradiaritmia. Dalam. In: Simadibraia M, Setiaii S, Alwi I, Maryantoro,
GaniRA, Mansjoer A, editors. Pedoman Diagnosis dan Terapi di Bidang Ilmu Penyakit
Dalam. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI
;1999.p. 161-5.
2. Karo KS. Disritmia. In: Rilantono LI, Baraas F, Kara KS, Roebiono PS, editors. Buku
Ajar Kardiologi. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 1999. p. 275-88.
3. Trisnohadi HB. Kelainan Gangguan Irama Jantung Yang Spesifik. In: SJaifoellah N,
Wdspadji S, Rachman M, Lesmana LA, Widodo D, Isbagio H, et al, editors. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid /, edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;1996. p. 100514.

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

43

EDEMA R U J A KU T (KARDIAK)
PENGERTIAN
Edema paru akut (kardiak) adalah Akumulasi cairan di pam-paru secara tiba-tiba
akibat peninggian tekanan intravaskular

DIAGNOSIS
Riwayat sesak napas yang bertambah hebat dalam waktu singkat (jam atau hari)
disertai gelisah, batuk dengan sputum berbusa kemerahan

emeriksaan flsik:
Sianosis sentral
Sesak
napas dengan bunyi napas seperti mukus berbuih
Ronki basah
nyari di basal paru kemudian memenuhi hampir seluruh lapangan
paru; kadang-kadang disertai ronki kering dan ekspirasi yang memanjang akibat
bronkospasme sehingga disebut asma kardial
Takikardia
dengan gallop S3
Murmur bila ada kelainan katup
Elektrokardiografi
Bisa sinus takikardia dengan hipertrofi atrium kiri atau fibrilasi atrium, tergantung
penyebab gagal jantung
Gambaran
infark, hipertrofi ventrikel kiri atau aritmia bisa ditemukan
Laboratorium
Analisi
gas darah pO rendah, pCO mula-mula rendah dan kemudian hiperkapnia
Enzim kardiospesifik meningkat j ika penyebabnya infark miokard
Foto toraks
Opasifikasi hilus dan bagian basal paru kemudian makin ke arah apeks paru kadangkadang timbul efusi pleura
Ekokardiografi
Gambaran penyebab gagal jantung; Kelainan katup, hipertrofi ventrikel (hipertensi),
segmental wall motion abnormality (penyakit jantung koroner), dan umumnya
ditemukan dilatasi ventrikel kiri dan atrium kiri

DIAGNOSIS BANDING
Edema paru akut non kardiak, emboli paru, asma bronkial

PEMERIKSAAN P E NUNJANG
Darah rutin, ureum, kreatinin, analisis gas darah, elektrolit, urinalisis, foto toraks,
EKG, Enzimjantung (CK-CKMB, Troponin T), ekokardiografi transtorakal, angiografi
koroner

44
Kardioloy

TERAPI
1. Posisi Vi duduk
2. Oksigen (40-50%) sampai 8 liter/menit bila perlu dengan masker. Jika memburuk:
pasien makin sesak, takipnu, ronki bertambah, Pa02 tidak bisa dipertahankan >
60 mmHg dangan 0 2 konsentrasi dan aliran tinggi, retensi C02, hipoventilasi,
atau tidak mampu mengurangi cairan edema secara adekuat: dilakukan intubasi
endotrakeal, suction dan ventilator/bipep
3, Inflis emergens!
4. Monitor tekanan darah, monitor EKQ oksimetri bila ada
5. Nitrogliserin sublingual atau intravena. Nitrogliserin per oral 0,4-0,6 mg tiap 5-10
menit. Jika tekanan darah sistolik > 95 mmHg bisa diberikan nitrogliserin intravena
mulai dosis 3-5 ug/kgBB. Jika tidak memberi hasil memuaskan maka dapat
diberikan nitroprusid. Nitroprusid IV dimulai dosis 0,1 ug/kgBB/menit bila tidak

memberi respons dengan nitrat, dosis dinaikkan sampai didapatkan perbaikan


klinis atau sampai tekanan darah sistolik 85-90 mmHg pada pasien yang tadinya
mempunyai tekanan darah normal atau selama dapat dipertahankan perfusi yang
adekuat ke organ-organ vital
6. Morfin sulfat: 3-5 mg iv, dapat diulangi tiap 25 menit sampai total dosis 15 mg
7. Diuretik: flirosemid 40-80 mg IV bolus dapat diulangi atau dosis ditingkatkan
tiap 4 jam atau dilanjutkan drip kontinu sampai dicapai produksi urin 1 ml/kgBB/
jam
8. Bila perlu (tekanan darah turun/tanda hipoperfiisi): Dopamin 2-5 ug/kgBB/menit
atau dobutamin 2-10 ug/kgBB/menit untuk menstabilkan hemodinamik. Dosis
dapat ditingkatkan sesuai respons klinis atau keduanya.
9. Trombolitik atau revaskularisasi pada pasien infark miokard
10. Intubasi dan ventilator pada pasien dengan hipoksia berat, asidosis atau tidak
berhasil dengan terapi oksigen
11. Atasi aritmia atau gangguan konduksi
12. Operasi pada komplikasi akut infarkjantung akut, seperti regurgitasi, VSD, dan
ruptur dinding ventrikel atau korda tendinae.

KOMPLIKASI
Gagal napas

PROGNOSIS
Tergantung penyebab, beratnya gejala, dan respons terapi

WEWENANG

RS pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam


dengan konsultasi pada konsulen Penyakit Dalam
RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Kardiologi


RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

45

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

UNITTERKAIT

RS pendidikan: ICCU, Departemen Anestesi, Bedah toraks


RS non pendidikan: Bagian Anestesi, ICCU/ICU, Bedah

R E F E RE N S I
Panggabean MM, Suryadipraja RM. Gagal Jantung Akut dan Gagal Jantung Kronik. In:
SimadibrataM, SetiatiS, Alwil, Maryantoro, GaniRA, Mansjoer A, eds. PedomanDiagno
sis dan Terapi di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan
Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 1999.p. 140-54.

46
Kardiologi

ENDOKARDITIINFEKTIF
PENGERTIAN
Endokarditis' infektif adalah Inflamasi pada endokard yang biasanya melibatkan
katup dan jaringan sekitamya yang terkait dengan agen penyebab infeksi

DIAGNOSIS
Kriteria Klinis Duke untuk Endokarditis Infektif (EI):
EI definite:

Kriteria Patologis
Mikroorganisme ; ditemukan dengan kultur atau histologi dalam vegetasi yang

mengalami emboli atau dalam suatu abses intrakardiak


Lesi patologis : vegetasi atau terdapat abses intrakardiak yang dikonfirmasi
dengan histologis yang menunjukkan endokarditis aktif

Kriteria klinis : menggunakan defmisi spesiflk, yaitu :Dua kriteria mayor atau
satu mayor dan tiga kriteria minor atau lima kriteria minor
Kriteria Mayor:
1, Kultur darah positif untuk endokarditis Infektif (EI)
A. Mikroorganisme khas konsisten untuk EI dari 2 kultur darah terpisah
seperti tertulis di bawah ini:
(i) Streptococci viridans, streptococcus bovis atau grup HACEK atau
(ii) Community acquired Staphylococcus aureus atau enterococci tanpa
ada fokus primer atau
B. Mikroorganisme konsisten dengan EI dari kultur darah positif persisten
didefinisikan sebagai:
(i) > 2 kultur dari sampel darah yang diambil terpisah > 12 jam atau
(ii) Semua dari 3 atau mayoritas dari > 4 kultur darah terpisah (dengan
sample awal dan akhir diambil terpisah > 1 jam)
2. Bukti keterlibatan kardial
A. Ekokardiografi positif untuk EI didefinisikan sebagai:
(i) Massa intrakardiak oscilating pada katup atau struktur yang
menyokong, di jalur aliran jet regurgitasi atau pada material yang
diimplantasikan tanpa ada altematif anatomi yang dapat menerangkan,
atau
(ii) Abses, atau
(iii) Tonjolan baru pada katup prostetik atau
B. Regurgitasi valvular yang baru teijadi (memburuk atau berubah dari
murmur yang ada sebelumnya tidak cukup)
Kriteria Minor:
1. Predisposisi: predisposisi kondisi jantung atau pengguna obat intravena
2. Demam: suhu > 3 8C

47
Panduan Pelayanan Medik PAPDI
Fenomena vaskular: emboli arteri besar, infark pulmonal septik, aneurisma
mikotik, perdarahan intrakranial, perdarahan konjungtiva, dan lesi Janeway.
4. Fenomena imunologis : glomerulonefritis. Osier's nodes. Roth Spots, dan
faktorreumatoid.
5. Bukti mikrobiologi: kultur darah positiftetapi tidak memenuhi kriteria mayor
seperti tertulis diatas atau bukti serologis infektif aktif oleh mikroorganisme
konsisten dengan EI
6. Temuan kardiografi: konsisten dengan EI tetapi tidak memenuhi kriteria seperti
tertulis di atas
3.

EI possible
Temuan konsisten dengan EI turun dari kriteria definite tetapi tidak memenuhi
kriteria rejected
E l Rejected
Diagnosis altematif tidak memenuhi manifestasi endokardits atau resolusi

manifestasi endokarditis dengan terapi antibiotik selama < 4 hari atau


Tidak ditemukan bukti patologis EI pada saat operasi atau autopsi setelah terapi
antibiotik > 4 hari

DIAGNOSIS BANDING
Demam rematik akut dengan karditis, sepsis tuberkulosis milier, lupus eritematosus
sistemik, glomerulonefritis pasca streptokokus, pielonefritis,poliarteritis nodosa,
reaksi obat

PEMERIKSAAN P E NU NJ A NG
Darah rutin, EKQ foto toraks, ekokardiografi, transesofageae ekokardiografl, kultur
darah

TERAPI
Prinsip terapi adalah oksigenasi, cairan intravena yang cukup, antipiretik, antibiotika.
Regimen yang dianjurkan (AHA)
1. Endokarditis katup asli karena Streptococcus viridans dan Str. Bovis :
Penisilin G kristal 12-28
juta unit/24 jam ivkontinu atau 6 dosis terbagi selama
4 minggu atau seftriakson 2 g Ikali/hari iv atau im selam 4 minggu
Penisilin G kristal 12-28
juta unit/24 jam iv kontinu atau 6 dosis terbagi selama
2 minggu dengan gentamicin sulfat 1 mg/kgBB im atau iv tiap 8 jam selama 2
minggu
Vankomisin hidroklorida 30 mg/kgBB/24 jam iv dalam 2 dosis terbagi, tidak >
2g/24 jam kecuali kadar serum dipantau selama 4 minggu
2. Endokarditis katup asli karena Str. Viridans dan Str Bovis relatif resisten terhadap
Penisilin G
Penisilin G kristal 18 juta unit/24 jam iv kontinu atau dalam 6 dosis terbagi
selama 4 minggu dengan gentamicin sulfat 1 mg/kgBB im atau iv tiap 8 jam
selama 2 minggu
Vankomisin hidroklorida 30 mg/kgBB/24 jam iv dalam 2 dosis terbagi, tidak >
2g/24 jam kecuali kadar serum dipantau selama 4 minggu

48

Kdiologi
3.

Endokarditis karena Enterococci


Penisilin G kristal 18-30
juta unit/24 jam iv kontinu atau dalam 6 dosis terbagi
selama 4-6 minggu dengan gentamisin sulfat 1 mg/kgBB im atau iv tiap 8
jam selama 4-6 minggu

Ampisilin 12 g/24 jam/24 jam iv kontinu atau dalam 6 dosis terbagi selama
4 - 6 minggu dengan gentamisin sulfat 1 mg/kgBB im atau iv tiap 8 jam
selama 4-6 minggu
Vankomisin hidroklorida 30
mg/kgBB/24 jam iv dalam 2 dosis terbagi, tidak >
2g/24 jam selama 4-6 minggu dengan gentamisin sulfat 1 mg/kgBB im atau iv
tiap 8 jam selama 4-6 minggu
4. Endokarditis karena Stafilokokus tanpa materi prostetik.
a Regimen untuk Methicilin Succeptible Staphylococci
- Nafsilin atau oksasilin 2 g IV tiap 4 jam selama 4-6 minggu dengan opsional
ditambah gentamisin sulfat 1 mg/kgBB im atau iv tiap 8 jam selama 3-5
hari
b. Regimen untuk pasien alergi beta laktam

Cefazolin (atau sefalosporin generasi I laian dalam dosis setara) 2 g iv


tiap 8 jam selama 4-6 minggu dengan opsional ditambah gentamisin sulfat
Img/kgBB imatau iv tiap 8jam selama 35 hari
Vankomisin hidroklorida 30 mg/kgBB/24 jam iv dalam 2 dosis terbagi,
tidak > 2g/24 jam kecuali kadar serum dipantau selama 4-6 minggu

Operasi dilakukan bila


Bakteremia yang menetap setelah pemberian terapi medis yang adekuat, gagal jantung
kongestifyang tidak responsif terhadap terapi medis, vegetasi yang menetap setelah
emboli sistemik, dan ekstensi perivalvular

KOMPLIKASI
Gagal jantung, emboli, aneurisma nekrotik, gangguan neurologi, perikarditis

PROGNOSIS
Tergantung beratnya gejala dan komplikasi

WE WEN ANG

RS pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam


dengan konsultasi pada konsulen Penyakit Dalam
RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

RS pendidikan: Departemen Penyakit Dalam - Divisi Kardiologi


RS non pendidikan: Bagian Penyakit Dalam

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

UNIT TERKAIT

RS pendidikan: Departemen Bedah


RS non pendidikan: Bagian Bedah

R E F E RE N S I
Alwi /. Diagnosis dan Penatalaksanaan Endokarditis Infektifpada Penyalah guna Obat
Intravena. In: SetiatiS, Sudoyo AW, Alwi I, Bawazier LA, Soejono CH, LydiaA, etal, editors.
Naskah Lengkap Pertemuan Ilmiah Tahunan Umu Penyakit Dalam 2000. Jakarta: Pusat
Informasi dan Penerbitan Bagian Umu Penyakit Dalam FKUI;2000. p.171-86

49

50

Kaidiologi

IBRILASI ATRIAL
PENGERTIAN
FIBRILASl ATRIAL (FA) adalah Adanya irregularitas kompleks QRS dan gambaran
gelombang "P" dengan frekuensi antara 350-650 permenit.

DIAGNOSIS
Gambaran EKG berupa adanya irregularitas kompleks QRS dan gambaran gelombang
"P" dengan frekuensi antara 350-650 per menit
Klasifikasi FA Berdasarkan ada tidaknya penyakit jantung yang mendasari:
1. Primer : bila tidak ditemukan kelainan struktur jantung dan kelainan sistemik
yang dapat menimbulkan aritmia.
2. Sekunder : bila tidak ditemukan kelainan struktur jantung tetapi ada kelainan
sistemik yang dapat menimbulkan aritmia

Klasifikasi FA berdasarkan waktu timbulnya Fibrilasi atrial (FA) serta kemungkinan


keberhasilan usaha konversi ke irama sinus :
1. Paroksismal, bila FA berlangsung kurang dari 7 hari, berhenti dengan sendirinya
tanpa intervensi pengobatan atau tindakan apapun
2 Persisten, bila FA menetap lebih dari 48 jam, hanya dapat berhenti dengan
intervensi pengobatan atau tindakan.
3. Pennanen bila FAberlangsung lebih dari 7 hari, dengan intervensi pengobatan
AF tetap tidak berubah
FA dapat pula dibagi menjadi:
1. FAAkut, bila timbul kurang dari 48 jam
2 FA Kronik, bila timbul lebih dari 48 jam

PEMERIKSAAN PENUNJANG

EKG bila perlu gunakan Holter Monitoring pada pasien AF paroksismal.


Foto toraks, ekokardiografi untuk mengetahui adanya penyakit primer
Pemeriksaan elektrofisiologi tidak diperlukan kecuali untuk kepentingan akademik

TERAPI
Fibrilasi Atrial Paroksismal
1. Bila asimptomatik, tidak diberikan obat antiaritmia, hanya diberi penerangan
saja.
2 Bila menimbulkan keluhan yang memerlukan pengobatan dan tanpa kelainan
jantung atau disertai kelainan jantung minimal dapat diberi obat penyekat beta
atau obat antiaritmia kelas IC seperti propafenon atau flekainid.
3. Bila obat tersebut tidak berhasil, dapat diberikan amiodaron.
4. Bila dengan obat-obat itu juga tidak berhasil, dipertimbangkan terapi ablasi atau
obat-obat antiaritmia lain.
5. Bila disertai kelainan jantung yang signifikan, amidaron mempakan obat pilihan.

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

51

Fibrilasi atrial persisten


1. Bila FA tidak kembali ke irama sinus secara spontan kurang dari 48 jam, perlu
dilakukan kardioversi ke irama sinus dengan obat-obatan (farmakologis) atau
elektrik tanpa pemberian antikoagulan sebelumnya. Setelah kardioversi diberikan
obat antikoagulan paling sedikit selama 4 minggu. Obat antiaritmia yang
dianjurkan kelas IC (propafenon dan flekainid)
2. Bila FA lebih dari 48 jam atau tidak diketahui lamanya maka pasien diberi obat
antikoagulan secara oral paling sedikit 3 minggu sebelum dilakukan kardioversi
farmakologis atau elektrik. Selama periode tersebut dapat diberikan obat-obat
seperti digoksin, penyekat beta, atau antagonis kalsium untuk mengontrol laju
irama ventrikel. Altematif lain pada pasien tersebut dapat diberikan heparin dan
dilakukan pemeriksaan TEE untuk menyingkirkan adanya trombus kardiak
sebelum kardioversi.
3. Pada FApersisten episode pertama, setelah dilakukan kardioversi tidak diberikan
obat antiaritmia profilaksis. Bila terjadi relaps dan perlu kardioversi pada pasien
ini dapat diberikan antiaritmia profilaksis dengan penyekat beta, golongan kelas
IC (propafenon, flekainid), sotalol atau amiodaron.

Fibrilasi Arial Permanen


1. Kardioversi tidak efektif
2. Kontrol laju ventrikel dengan digoksin, penyekat beta, atau antagonis kalsium.
3. Bila tidak berhasil dapat dipertimbangkan ablasi nodus AV atau pemasangan

4.

pacu jantung permanen.


FA resisten, perlu pemberian antitromboemboli

KOMPLIKASI
Emboli, strok, trombus intrakardiak

PROGNOSIS
Tergantung penyebab, beratnya gejala dan respons terapi

WE WENANG

RS pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam


dengan konsultasi pada konsulen Penyakit Dalam
RS non pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Kardiologi


RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

RS pendidikan: Departemen Bedah toraks, ICCU, Anestesi


RS non pendidikan : ICCU, Departemen Anestesi, Bedah

52

Kardiobgi
REFERENSI
1. IsmailD. FibrilasiAtrial: AspekPencegahan TerjadinyaStrok. In: SetiatiS, SudoyoAW,
Alwil, Bawazier LA, Kasjmir Y, MansjoerA, editors. Naskah Lengkap Perfemuart Ilmiah
Tahunan Ilmu Penyakit Dalam 2001. Jakarta; Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian
Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2000. p.97-114
2. Karo KS. Disritmia. Dalam: Rilantono LI, Baraas F, Karo KS, Roebiono PS, editors.Buku
Ajar Kardiologi. Jakarta, Balai Penerbit FKUI; 1999. p. 275-88.
3. Trisnohadi HB. Kelainan Gangguan Irama Jantung Yang Spesifik. In: Sjaifoellah N,
Waspadji S, Rachman M, Lesmana LA, Widodo D, Isbagio H, et al, editors. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid I, edisi ketiga. Jakarta; Balai Penerbit FKUI; 1996. p. 100514.
4. Makmun LH. Gangguan Irama Jantung. In: SimadibrataM, SetiatiS, Alwil, Maryantoro,
Gani RA, Mansjoer A, eds. Pedoman Diagnosis dan Terapi di Bidang Ilmu Penyakit
Dalam. Jakarta; Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI
; 1999. p. 155-60.

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

GAGAL JANTUNG KRONIK


P E N G E RTI A N
Gagal jantung kronik merupakan Sindrom klinis yang kompleks akibat kelainan fungsi
atau struktural jantung yang mengganggu kemampuan jantung untuk berfungsi
sebagai pompa

DIAGNOSIS
Anamnesis : Dispnea d' effort', orthopnea', paroxysmal nocturnal dispnea', lemas;
anoreksia dan mual; gangguan mental pada usia tua
Pemeriksaan Fisik: Takikardia, gallop bunyi jantung ketiga, peningkatan/ekstensi
venajugularis , refluks hepatojugular, pulsus alternans, kardiomegali, ronkhi basah
halus di basal paru, dan bisa meluas di kedua lapang paru bila gagal jantung berat,
edema pretibial pada pasien yang rawat jalan, edema sakral pada pasien tirah baring.
Efusi pleura, lebih sering pada paru kanan daripada paru kiri. Asites sering terjadi
pada pasien dengan penyakit katup mitral dan perikarditis konstriktif, hepatomegali,
nyeri tekan, dapat diraba pulsasi hati yang berhubungan dangan hipertensi vena

53

sistemik, ikterus, berhubungan dengan peningkatan kedua bentuk bilirubin,


ekstremitas dingin, pucat dan berkeringat.

KRITERIA DIAGNOSIS
Kriteria Framingham : Diagnosis ditegakkan bila terdapat paling sedikit satu kriteria
mayor dan dua kriteria minor
Kriteria Mayor

Paroxysmal nocturnal dispnea


Distensi vena-vena leher

Peningkatan vena jugularis


Ronki

Kardiomegali
Edema
paru akut

Gallop bunyi jantung III


Refluks
hepatojugular positif

Kriteria Minor
Edema ekstremitas

Batukmalam

Sesak pada aktivitas

Hepatomegali

Efusi pleura

Kapasitas vital berkurang 1/3 dari


normal

Takikardia (>120 denyut per menit)

Mayor atau minor


Penurunan berat badan > 4,5 kg dalam 5 hari terapi

DIAGNOSIS BANDING

Penyakit paru : pneumonia, PPOK, asma eksaserbasi akut, infeksi paru berat
misalnyaARDS, emboli paru
Penyakit ginjal: gagal ginjal kronik, sindrom nefrotik
Penyakit hati: sirosis hepatis

54
Kdiologi

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Penunjang
Foto
rontgen dada : Pembesaran jantung, distensi vena pulmonaris dan
redistribusinya ke apeks paru (opasifikasi hilus paru bisa sampai ke apeks) ,
peningkatan tekanan vaskular pulmonar, kadang-kadang ditemukan ellisi pleura.

Elektrokardiografi :Membantu menunjukkan etiologi gagal jantung (infark,


iskemia, hipertrofl, dan Iain-lain) Dapat ditemukan low voltage, T inversi, QS,
depresi ST, dan Iain-lain
Laboratoratoiium
Kimia darah (termasuk ureum, kreatinin, glukosa, elektrolit), hemoglobin, tes
fungsi tiroid, tes fungsi hati, dan lipid darah
Urinalisa untuk mendeteksi proteinuria atau glukosuria.
Ekokardiografi
Dapat menilai dengan cepat dengan informasi yang rinci tentang fungsi dan struktur
jantung, katup dan perikard.Dapat ditemukan fraksi ejeksi yang rendah < 35-40%
atau normal, kelainan katup (stenosis mitral, regurgitasi mitral, stenosis trikuspid
atau regurgitasi trikuspid), hipertrofl ventrikel kiri, dilatasi atrium kiri, kadang-kadang
ditemukan dilatasi ventrikel kanan atau atrium kanan, efusi perikard, tamponade,
atau perikarditis

TERAPI
Non farmakologi
Anjuranumum:
a.
b.

Edukasi : terangkan hubungan keluhan, gejala dengan pengobatan


Aktivitas sosial dan pekeijaan diusahakan agar dapat dilakukan seperti biasa.
Sesuaikan kemampuan fisik dengan profesi yang masih bisa dilakukan
c. Gagal jantung berat hams menghindari penerbangan panjang
d. Vaksinasi terhadap infeksi influensa dan pneumokokus bila mampu
e. Kontrasepsi dengan lUD pada gagal jantung sedang dan berat, penggunaan
hormon dosis rendah masih dapat dianjurkan.

Tindakan umum:
a. Diet (hindarkan obesitas, rendah garam 2 g pada gagal jantung ringan dan
1 g pada gagal jantung berat, jumlah cairan 1 liter pada gagal jantung berat
dan 1,5 liter pada gagal jantung ringan.
b. Hentikan rokok
c. Hentikan alkohol pada kardiomiopati. Batasi 20-30 g/hari pada yang lainnya
d. Aktivitas fisik (latihan jasmani: jalan 3-5 kali/minggu selama 20-30 menit atau
sepeda statis 5 kali/ minggu selama 20 menit dengan beban 70-80% denyut
jantung maksimal pada gagal jantung ringan dan sedang)
e. Istirahat baring pada gagal jantung akut, berat dan eksaserbasi akut

Farmakologi
a. Diuretik. Kebanyakan pasien dengan gagal jantung membutuhkan paling
sedikit diuretik regular dosis rendah tujuan untuk mencapai tekanan vena

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

b.

c.

d.
e.
f

55

jugularis normal dan menghilangkan edema. Permulaan dapat digunakan loop


diuretik atau tiazid. Bila respons tidak cukup baik dosis diuretik dapat
dinaikkan, berikan diuretik intravena, atau kombinasi loop diuretik dan tiazid.
Diuretik hemat kalium, spironolakton, dengan dosis 25-50 mg/hari dapat
mengurangi mortalitas pada pasien dengan gagal jantung sedang sampai
berat (klas fungsional IV) yang disebabkan gagal jantung sistolik.
Penghambat ACE bermanfaat untuk menekan aktivasi neurohormonal, dan
pada gagal jantung yang disebabkan disfungsi sistolik ventrikel kiri.
Pemberian dimulai dengan dosis rendah, dititrasi selama beberapa minggu
sampai dosis yang efektif.
Penyekat Beta bermanfaat sama seperti penghambat ACE. Pemberian mulai
dosis kecil, kemudian dititrasi selama beberapa minggu dengan kontrol ketat
sindrom gagal jantung. Biasanya diberikan bila keadaan sudah stabil. Pada
gagal jantung klas fungsional II dan III. Penyekat Beta yang digunakan
carvedilol, bisoprolol atau metoproloL Biasa digunakan bersama-sama dengan
penghambat ACE dan diuretik.
Angiotensin II antagonis reseptor dapat diguna kan bila ada kontraindikasi
penggunaan penghambat ACE
Kombinasi hidralazin dengan isosorbide dinitrat Memberi hasil yang baik
pada pasien yang intoleran dengan penghambat ACE dapat dipertimbangkan
Digoksin diberikan untuk pasien simptomatik dengan gagal j antung disfungsi

sistolik ventrikel kiri dan terutama yang dengan fibrilasi atrial, digunakan
bersama-sama diuretik, penghambat ACE, penyekat beta.
g. Antikoagulan dan antiplatelet. Aspirin diindikasikan untuk pencegahan em
boli serebral pada penderita dengan fibrilasi atrial dengan fungsi ventrikel
yang buruk. Antikoagulan perlu diberikan pada fibrilasi atrial kronis maupun
dengan riwayat emboli, trombosis dan transient ischemic attacks, trombus
intrakardiak dan aneurisma ventrikel.
h. Antiaritmia tidak direkomendasikan untuk pasien yang asimptomatik atau
aritmia ventrikel yang tidak menetap. Antiaritmia klas I hams dihindari kecuali
pada aritmia yang mengancam nyawa. Antiaritmia kelas III temtama amiodaron
dapat digunakan untuk terapi aritmia atrial dan tidak digunakan untuk
mencegah kematian mendadak,
L Antagonis kalsium dihindari. Jangan menggunakan kalsium antagonis untuk
mengobati angina atau hipertensi pada gagal jantung.

KOMPLIKASI
Syok kardiogenik, infeksi paru, gangguan keseimbangan elektrolit

PROGNOSIS
Tergantung klas fiingsionalnya

WEWENANG

RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam


RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam

56
Kardiologi

UNIT YANG MENANGANI

RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Kardiologi


RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

RS pendidikan : ICCU / medical High Care


RS non pendidikan; ICCU / ICU

REFERENSI
1. Panggabean MM, Suryadipraja RM. Gagal JantungAkut dan Gagal Jantung Kronik. In:
Simadibrata M, Setiati S, Alwi I, Maiyantoro , Gani RA, Mansjoer A, eds. Pedoman
Diagnosis dan Terapi di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Informasi dan
Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI ;I999.p. 140-54.
2. A CC/AHA. ACC/AHA Guidelinesfor the Evaluation and Management of Chronic Heart
Failure in Adult: Executive Summary. A Report o f The American College of Cardiology/
American Heart Association Task Force on Practice Guidelines (Committee to Revise the
1995 Guidelines for the Evaluation and Management o f Heart Failure). Circulation
2001; 104:2996-3007.

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

57

TAKIKARDIA ATRIAL PAROKSISMAL


PENGERTIAN
Takikardia atrial paroksismal adalah takikardia yang teijadi karena perangsangan
yang berasal dari AV node di mana sebagian rangsangan antegrad ke ventrikel
sebagian ke atrium

DIAGNOSIS
Gelombang P dapat negatif di depan kompleks QRS, terletak di belakang kompleks
QRS atau sama sekali tidak ada karena berada dalam kompleks QRS.Jarak R-R
teraturKompleks QRS langsing, kecuali pada rate ascendent aberrant conduction

PEMERIKSAAN PENUNJANG

EKG 12 sandapan
Rekaman EKG 24jam
Pemeriksaan Elektrofisiologi
Ekokardiografi
Angiografi koroner

TEE (Transesofageal Echocardiografi)

TERAPI
Manipulasi saraf autonom dengan manuver valsava, eye ballpressure pemijitan
sinus karotikus dan sebagainya
2. Pemberian obat yang menyekat node AV
a. Adenosin atau adenosin Tri Phosphate (ATP) IV. Obat ini harus diberikan
secara intrvena dan cepat (flush)
b. Verapamil intravena
c. Obat penyekat beta
d. Digitalisasi
Pilihan utama adalah ATP dan verapamil.
3. Bila sering berulang dapat dilakukan ablasi dengan terlebih dahulu EPS untuk
menentukan lokasi bypass tract atau ICD {Defibrillator Intra Cardial)
1.

KOMPLIKASI
Emboli, kematian mendadak

PROGNOSIS
Tergantung penyebab, beratnya gejala dan respons terapi

WEWENANG

RS pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam


dengan konsultasi kepada dokter konsulen Penyakit Dalam
RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam

58
Kardiobgi

UNIT YANG MENANGANI

RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Kardiologi


RS non pendidikan: Bagian l|mu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

RS pendidikan; ICCU / medical High Care, Departemen Anestesi


RS non pendidikan: ICCU / ICU, Bagian Anestesi

REFERENSI
Trisnohadi HB. Kelainan Gangguan Irama Jantung Yang Spesifik. In : Sjaifoellah N,
Waspadji S, Rachman M, Lesmana LA, Widodo D, Isbagio H, et al, editors. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid I, edisi ketiga. Jakarta:Balai Penerbit FKUI :1996. p. 100514.
2. Makmun LH. Gangguan Irama Jantung. In: Simadibrata M, Setiati S, Alwi I, Maryantoro,
Gani RA, MansjoerA, editors. Pedoman Diagnosis dan Terapi di Bidangllmu Penyakit
Dalam. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI:
I999.p. 155-60.
1.

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

59

PERIKARDITIS
PENGERTIAN
Perikarditis peradangan pada perikard parietalis, viseralis atau kedua-duanya, yang
dapat bermanifestasi sebagai : perikarditis akut, efusi perikard tanpa tamponade,
efusi perikard dengan tamponade, perikarditis konstriktif

DIAGNOSIS
Tergantung manifestasi klinis perikarditis :
Perikarditis akut
Sakit dada tiba-tiba substernal atau prekordial, yang berkurang bila duduk dan
bertambah sakit bila menarik napas (sehingga perlu dibedakan dengan pleuritis).Pada
pemeriksaan fisik ditemukan friction rub. EKG menunjukkan ST elevasi cekung
(bedakan dengan infark jantung akut dan repolarisasi dini). Foto jantung normal
atau membesar
Tamponade
Pada fase awal terjadi peninggian tekanan vena jugularis dengan cekungan x
prominen dan hilangnya cekungan y (juga terlihat pada kateter vena sentral). Pada

fase selanjutnya timbul tanda Kusmaull (peninggian tekanan vena jugularis pada
saat inspirasi), pulsus paradoksus (penurunan tekanan darah > 12-15 mmHg pada
inspirasi, terlihat pada arterial line atau tensimeter). Penurunan tekanan darah.
Umumnya tamponade disertai: pekak hati yang meluas, bunyi jantung melemah,
friction rub, takikardia.Foto toraks menunjukkan:

paru normal kecuali bila sebabnya kelainan paru seperti tumor

Jantung membesar membentuk kendi (bila cairan > 250 ml)


EKG low
voltage, elektrikal ahemans (gelombang QRS saja, atau P, QRS dan T)
Ekokardiografi ; efusi perikard moderat sampai berat, swinging heart dengan
kompresi diastolik vena kava inferior, atrium kanan dan ventrikel kanan
Kateterisasi;
peninggian tekanan atrium kanan dengan gelombang x prominen
serta gelombang y menurun atau menghilang. Pulsus paradoksus dan ekualisasi
tekanan diastolik di ke-4 ruang jantung (atrium kanan, ventrikel kanan, ventrikel
kiri dan PCW)
Perikarditis Konstriktif

Kelelahan, denyut jantung cepat, dan bengkak.


Pemeriksaan fisik menunjukkan tanda gagal jantung seperti peningkatan tekanan
vena jugularis dengan cekungan x dan y yang prominen, hepatomegali, asites
dan edema
Pulsus
paradoksus (pada bentuk subakut)
End diastolic sound {knock) (lebih sering pada kronik)
Tanda Kusmaull
(peninggian tekanan vena jugularis pada inspirasi) terutama
pada yang kronik.
Foto toraks; kalsifikasi
perikard, jantung bisa membesar atau normal.
Echo CT Scan dan MRI bisa mengkonfirmasi foto toraks. Bila CT Scan/MRI

60
Kardiologi

normal maka diagnosis perikarditis konstriktif hampir pasti sudah bisa


disingkirkan.
Kateterisasi menunjukkan perbedaan tekanan atrium kanan, diastolik ventrikel
kanan, ventrikel kiri, dan rata-rata PCW < 5 mmHg. Gambaran dip dan platen
pada tekanan ventrikel.

DIAGNOSIS BANDING

Perikarditis akut: infark jantung akut, emboli paru, pleuropneumonia, diseksi


aorta, akut abdomen
Eflisi pcrikard/tamponade: kardiomiopati dilatasi atau gagal jantung, emboli paru,
Perikarditis konsirikiiva: kardiomiopati restriktif

PEMERIKSAANi PE NU NJANG
EKG, foto toraks, ekokardiografi (terutama bila tersangka pericardial efusion),
Kateterisasi, CT Scan, MRI

TERAPI
Perikarditis Akut
Pasien hams dirawat
inap dan istirahat baring untuk memastikan diagnosis dan
diagnosis banding serta melihat kemungkinan terjadinya tamponade

Simptomatik dengan aspirin 650 mg/4 jam atau GAINS indometasin 25- 50 mg/6
jam. Dapat ditambahkan morfin 2-5 mg/6jam atau petidin 25-50 mg/4jam, hindarkan

steroid karena sering menyebabkan ketergantungan. Bila tidak membaik dalam


72 jam, maka prednison 60-80 mg/hari dapat dipertimbangkan selama 5-7 hari dan
kemudian tapering off.
Cari etiologi/kausal

Efusi Perikard
Sama
dengan perikarditis akut, disertai pungsi perikard untuk diagnostik
mponade Jantung
Perikardiosentesis
perkutan
Bila belum bisa dilakukan
perikardiosentesis perkutan, infus normal salin 500 ml
dalam 30-60 menit disertai dobutamin 2-10 ug/kgBB/menit atau isoproterenol 220 ug/menit
Kalau
perlu membuat j endela perikardial dengan:
a. Dilatasi balon melalui perikardiostomi j arum perkutan
b, Pembedahan (dengan mortalitas sekitar 15%) untuk membuat j endela
perikardial dapat dilakukan bila : tidak ada cairan yang keluar saat
perikardiosentesis, tidak membaik dengan perikardiosentesis, kasus trauma
Pembedahan
yang dapat dilakukan :
1. Bedah sub-xyphoidperikardiostomi
2. Reseksi perikard lokal dengan bantuan video
3. Reseksi perikard anterolateral j antung

Pengobatan kausal; bila sebabnya antikoagulan, harus dihentikan; antibiotik,


antituberkulosis, atau steroid tergantung etiologi, kemoterapi intraperikard bila
etiologinya tumor.
Panduan Pelayanan Medik PAPDI

61
Perikarditis Konstrikitiva
Bila
ringan diberikan diuretika atau dapat dicoba GAINS
Bila
progresif, dapat dilakukan perikardiektomi

KOMPLIKASI

Perikarditis akut: chronic relapsing pericarditis, efusi perikard, tamponade,


perikarditis konstriktiva
Efusi perikard/ tamponade: henti jantung, aritmia : fibrilasi atrial atau flutter,
perikarditis konstriktiva.

P RO GN OS I S
Tergantung beratnya gejala dan komplikasi yang terjadi

WEWENANG

RS pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam


dengan konsultasi kepada dokter konsulen Penyakit Dalam
RS non pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

RS pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Kardiologi


RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

RS pendidikan; ICCU / medical High Care, Departemen Bedah


RS non pendidikan : ICCU / ICU, Bagian Bedah

R E FE R E N S I
Ismail D, Panggabean MM. Perikarditis. In: Sjaifoellah N, Waspadji S, Rachman M,
Lesmana LA, WldodoD, IsbagioH, etal, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid
A edisi ketiga, Jakarta: Balai Penerbit FKUJ ;l996.p. IQ77-SL
2. Panggabean MM, Mansjoer H. Perikarditis, Dafam : Simadibrata M, Setiati S, Alwi I,
Maryxwtoro . Gani RA. Maiisjoer A, editors, Pedoman Diagnosis dan Terapi di Bidang
Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerhitan Bagian Ilmu Penyakit
Dalam FKUI;1999. p. 173-77
I.

62
Kardiologi

BINDROM KORONER AKUT


PENGERTIAN
Sindrom koroner akut suatu keadaan gawat darurat jantung dengan manifestasi
klinis berupa perasaan tidak enak di dada atau gejala-gejala lain sebagai akibat
iskemia miokard. Sindrom koroner akut mencakup :
1. Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST
2. Infark miokard akut tanpa elevasi segmen ST
3. Angina pektoris tak stabil {unstable angina pectoris)

DIAGNOSIS
Anamnesis
Nyeri dada tipikal (angina) berupa nyeri dada substernal, retrostemal, dan prekordial.
Nyeri seperti ditekan, ditindih benda berat, rasa terbakar, seperti ditusuk, rasa diperas
dan dipelintir. Nyeri menjalar ke leher, lengan kiri, mandibula, gigi, punggung/
interskapula, dan dapat juga ke lengan kanan. Nyeri membaik atau hilang dengan
istirahat atau obatnitrat, atau tidak. Nyeri dicetuskan oleh latihan fisik, stres emosi,
udara dingin, dan sesudah makan. Dapat disertai gejala mual, muntah, sulit bemapas,
keringat dingin, dan lemas.
lektrokardiogram

Angina pektoris tidak stabil : depresi segmen ST dengan atau tanpa inversi
gelombang T, kadang-kadang elevasi segmen ST sewaktu ada nyeri, tidak

dijumpai gelombang Q
Infark miokard ST elevasi: hiperakut T, elevasi segmen ST, gelombang Q inversi
gelombang T
Infark miokard non ST elevasi: depresi segmen ST, inversi gelombang T dalam.

Petanda Biokimia

CK, CKMB, Troponin-T, dll


Enzim
meningkat minimal 2 kali nilai batas atas normal

DIAGNOSIS BANDING

Angina pektoris tak stabil: infark miokard akut


Infark miokard akut: diseksi aorta, perikarditis akut, emboli paru akut, penyakit
dinding dada, Sindrom Tietze, gangguan gastrointestinal seperti: hiatus hernia
dan refluks esofagitis, spasme atau ruptur esofagus, kolesistitis akut, tukak
lambung, dan pankreatitis akut.

PEMERIKSAAN pENUNJANg
EKG
Foto rontgen dada
Petanda biokimia: darah rutin, CK, CKMB, Troponin T, dll
Profil lipid, gula darah, ureum kreatinin
Ekokardiografi
Panduan Pelayanan Medik PAPDI

Tes Treadmill (untuk stratifikasi setelah infark miokard)


Angiografi koroner

TERAPI

Tirah baring di ruang rawat intensif jantung (ICCU)


Pasang infiis intravena dengan N a d 0,9% atau dekstrosa 5%
Oksigenisasi dimulai dengan 2 liter /menit 2-3 jam, dilanjutkan bila sarurasi oksigen
arteri rendah (< 90%)
Diet: puasa sampai bebas nyeri, kemudian diet cair. Selanjutnya diet jantung.
Pasang monitor EKG secara kontinu

Atasi nyeri dengan


Nitrat
sublingual/transdermal/nitrogliserin intravena titrasi (kontraindikasi bila
TD sistolik < 90 mmHg), bradikardia (< 50 kali/menit), takikardia. atau
Morfm 2,5
mg (2-4 mg)intravena, dapat diulang tiap 5 menit sampai dosis total 20
mg atau petidin 25-50 mg intravena atau tramadol 25-50 mg intravena.

Antitrombotik

Aspirin (160-345 mg), bila alergi atau intoleransi/ tidak responsif diganti dengan
tiklopidin atau klopidogrel.
Trombolitik dengan streptokinase 1,5 jutalJ dalam 1 jam atau aktivator plasmino
gen jaringan (t-PA) bolus 15 mg, dilanjutkan dengan 0,75 mg/kgBB (maksimal 50 mg)
dalam jam pertama dan 0,5 mg/kgBB (maksimal 35 mg) dalam 60 menit jika elevasi
segmen ST > 0,1 mv pada dua atau lebih sadapan ekstremitas berdampingan atau >
0,2 mv pada dua atau lebih sadapan prekordial berdampingan, waktu mulai nyeri

63

dada sampai terapi < 12 jam, usia < 75 tahun. Blok cabang (BBB) dan anamnesis
dicurigai infark miokard akut.
Anti koagula n Heparin dir eko me nda sika n untuk pasien yang menjalani
revaskularisasi perkutan atau bedah, pasien dengan risiko tinggi terjadi emboli
sistemik seperti infark miokard anterior atau luas, fibrilasi atrial, riwayat emboli, atau
diketahui ada trombus ventrikel kiri yang tidak ada kontraindikasi heparin.
Heparin diberikan dengan target aPTT 1 , 5 - 2 kali kontrol.Pada angina pektoris tak
stabil heparin 5000 unit bolus intravena, dilanjutkan dengan drip 1000 unit/jam sampai
angina terkontrol dengan menyesuaikan aPTT 1,5-2 kali nilai kontroL
Pada infark miokard akut yang ST elevasi > 12 jam diberikan heparin bolus intravena
5000 unit dilanjutkan dengan inflis selama rata-rata 5 hari dengan menyesuaikan
aPTT 1,5-2 kali nilai kontroL
Pada infark miokard anterior transmural luas antikoagulan diberikan sampai saat
pulang rawat. Pada penderita dengan trombus ventrikular atau dengan diskinesi
yang luas di daerah apeks ventrikel kiri antikoagulan oral diberikan secara tumpang
tindih dengan heparin sejak beberapa hari sebelum heparin dihentikan.
Antikoagulan oral diberikan sekurang-kurangnya 3 bulan dengan menyesuaikan
nilai INR (2-3)

64
Kardiologi

Atasi rasa takut atau cemas


Diazepam 3 X 2-5 mg oral atau IV
Pelunak tinja
laktulosa (laksadin) 2 X 15 ml

Penyekat Beta diberikan bila tidak ada kontraindikasi


Penghambat ACE diberikan bila keadaan menizinkan terutama pada infark miokard
akut yang luas, atau anterior, gagal jantung tanpa hipotensi, riwayat infark miokard
Antagonis kalsium : verapamil untuk infark miokard non ST elevasi atau angina
pektoris tak stabil bila nyeri tidak teratasi

Atasi komplikasi:
1. Fibrilasi atrium
Kardio versi elektrik untuk pasien dengan gangguan hemodinamik berat atau
iskemia intraktabel

Digitalisasi cepat

Penyekat Beta
Diltiazem atau verapamil bila penyekat beta dikontraindikasikan

Heparinisasi
2. Fibrilasi ventrikel
DC Shock unsynchronized dengan energi awal 200 J, jika tak berhasil harus
diberikan 5/20cA:kedua 200-300 J dan jika perlu //ocketiga 360 J.
3. Takikardia ventrikel
VT
polimorfik menetap (> 30 detik) atau menyebabkan gangguan hemodinamik
: DC Shock unsynchronized dengan energi awal 200 J, jika gagal harus
diberikan shock kedua 200-300 J dan jika perlu shockkQiigdi 360 J

VT monomorfik yang menetap diikuti anina, edema paru atau hiptensi harus
diterapi dengan DC shock synchronized energi awal 100 J. Energi dapat
ditingkatkan jika dosis awal gagal.
VT monomorfik yang tidak disertai angina, edema paru atau hipotensi dapat
diberikan: Lidokain bolus 1-15 mg/kg BB. Bolus tambahan 0,5- 0,75 mg/kg
BB tiap 5-10 menit sampai dosis loading total maksunal 3 mg/kgBB. Kemudian
loading dilanjutkan dengan infiis 2-4 mg/menit (30-50 ug/kgBB/menit); atau
Disopiramid: bolus 1-2 mg.kgBB dalam 5-10 menit dilanjutkan dosis
pemeliharaan 1 mg/kg BB/jam; atau Amiodaron 150 mg infus selama 10-20
menit atau 5 ml/kgBB20-60 menit dilanjutkan infus tetap 1 mg/menit selama
6 jam dan kemudian infus pemeliha raan 0,5 mg/menit; atau Kardioversi
Q\QkXn](. synchronized dimulai dosis 50 J (anestesi sebelumnya)
4. Bradiaritmia dan blok
Bradikardia sinus simtomatik (frekuensi jantung < 50 kali/menit disertai
hipotensi, iskemia aritmia ventrikel escape)
Asistol ventrikel
Blok AV simtomatik
terjad pada tingkat nodus AV (derajat dua tipe 1 atau
derajat tiga dengan ritme escape kompleks sempit)

Terapi dengan sulfas atropin 0,5-2 mg. Isoproterenol 0,5-4 ug/menit bila atropin
gagal, sementara menunggu pacu jantung sementara
Panduan Pelayanan Medik PAPDI

65

5.

Gagal jantung akut, edema paru, syok kardiogenik diterapi sesuai standar
pelayanan medis mengenai kasus ini
6. Perikarditis

Aspirin (160-325 mg/hari)


Indometasin,

Ibuprofen
Kortikosteroid
7. Komplikasi mekanik

Ruptur muskulus papilaris, ruptur septum ventrikel, ruptur dinding ventrikel


ditatalaksana operasi.

KOMPLIKASI
1.

Angina pektoris tak stabil : payah jantung, syok kardiogenik, aritmia, infark
miokard akut
2. Infark miokard akut (dengan atau tanpa ST elevasi) : gagal jantung, syok
kardiogenik, ruptur korda, ruptur septum, ruptur dinding bebas, aritmia gangguan
hantaran, aritmia gangguan pembentukan rangsang, perikarditis, sindrom dresler,
emboli paru.

PROGNOSIS
Tergantung daerah jantung yang terkena, beratnya gejala, ada tidaknya komplikasi

WEWE NANG

RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam


RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Kardiologi


RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

RS pendidikan: ICCU / medical High Care


RS non pendidikan: ICCU / ICU

REFERENSI
1. Harun S, Mansjoer H. Diagnosis dan Penatalaksanaan Sindrom Koroner Akut. In:
Bawazier LA, Ali 1, SyamAF, Gustaviani R, Mansjoer A, editors. Presiding Simposium
Pendekatan Holistik Penyakit Kardiovaskular. Jakarta. Pusat Informasi dan Penerbitan
Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUf; 2001. p. 32-42.
2. Harun S, Aiwi I, Rasyidi K. Infark Miokard Akut. In: Simadibrata M. Setiati S, Alwi I,
Maryantoro, Gani RA, Mansjoer A, editors. Pedoman Diagnosis dan Terapi di Bidang
Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit
Dalam FKUI:1999.p. 165-72
3. Santoso T Tatalaksana Infark MiokardAkut. In: Subekti I, LydiaA, Rumende CM, Syan
AF, Mansjoer A, Suprohaita, editors. Prosiding Simpsosium Penatalaksanaan
Kedaruratan di Bidang Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Ilmu
Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2000.p. 1-10.

66
Kdiologi

RENJATAN KARDIOGENIK
PENGERTIAN
Renjatan kardiogenik adalah kegagalan sirkulasi akut karena ketidakmampuan daya
pompa jantung

DIAGNOSIS
Trias renjatan: tekanan darah < 90 mmHg, takikardia, dan oliguria
Pemeriksaan fisik
1. Tanda-tanda gagal jantung
2. Kemungkinan: komplikasi infark miokard akut seperti ruptur septum interventrikel
atau muskulus papilaris. Infark ventrikel kanan pada infark inferior dimana denyut
jantung rendah karena blok AV, tanda gagal jantung kanan dengan paru yang
tidak kongestif.Murmur : regurgitasi akut aorta, mitral, stenosis aorta berat, atau
trombosis katup prostetik
Elektrokardiografl
1. Tanda iskemia, infark, hipertrofi, low voltage
2. Aritmia: AVblok, bradiaritmia, takiaritmia
Foto toraks
opsifikasi hilus dan bagian basal paru, kemudian makin ke arah apeks paru. Kadangkadang efusi pleura
Ekokardiografi
Kontraktilitas ventrikel kiri atau ventrikel kanan yang buruk, dilatasi ventrikel kiri

atau atrium kiri atau arteri pulmonalis, Regurgitasi katup, Miksoma atrium, Efusi
perikard dengan tamponade, Kardiomiopati hipertrofik, Perikarditis konstriktiva

DIAGNOSIS BANDING
Syok hipovolemik
Syok obstruktif (emboli paru, tension pneumotoraks)
Syok distributif (syok anafilaksis, sepsis, toksik, overdosis obat
Infark j antung kanan

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah rutin, ureum, kreatinin, AGD, elektrolit, foto toraks, EKQ Enzimjantung (CKCKMB, Troponin T), Angiografi koroner

TERAPI
1.
2.

Posisi Vi duduk bila ada edema paru kecuali hipotensi berat


Oksigen (40-50%) sampai 8 liter/menit bila perlu dengan masker. Jika memburuk:
pasien makin sesak, takipnu, ronki bertambah, Pa02 tidak bisa dipertahankan
> 60 mmHg dangan
konsentrasi dan aliran tinggi, retensi CO, hipoventilasi,

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

3.
4.
5.
6.
7.
8.

9.
10,

11.

67

atau tidak mampu mengurangi cairan edema secara adekuat: dilakukan intubasi
endotrakeal, suction dan ventilator
Infus emergensi
Bila ada tension pneumotoraks segera diidentifikasi dan ditatalaksana imtuk
dekompresi dengan chest tube torakotomi
Atasi segera aritmia dengan obat atau DC
Jika ada defisit volume yang ikut berperan berikan normal salin 250-500 ml kecuali
ada edema paru akut. Jika terapi cairan gagal pasang kateter Swan Ganz.
EKG prekordial kanan untuk deteksi gagal jantung kanan bila ada infark akut
inferior
Penilaian cukup tidaknya volume paling baik dengan kateter Swan Ganz untuk
mendapatkan PAWR Jika pemberian cairan kontraindikasi atau tidak efektif
berikan vasopressor untuk mempertahankan tekanan darah sistolik 1 GO mmgHg.
Dopamin dimulai dengan 5 ug/kgBB/menit dititrasi sampai tercapai target
mempertahankan tekanan darah atau sampai 15 ug/kgBB/menit. Tambahkan
norepinefrin bila tekanan darah < 80 mmgHg dengan dosis 0,1 - 30 ug/kgBB/
menit. Jika tidak respons dengan dopamin dapat juga ditambahkan dobutamin
dengan dosis titrasi 2,5 - 20 ug/kgBB/menit. Atau milrininon/amrinon
lABP {Intra Aortic Ballon Pump) bila tidak responsif dengan terapi adekuat
sambil menunggu tindakan intervensi bedah.
Jika tekanan darah sudah stabil dapat diberikan vasodilator untuk mengurangi
afterload dan memperbaiki fiingsi pompa terutama berguna pada : hipertensi
berat, edema paru, dekompensasi katup. Nitrolgliserin sublingual atau intravena.
Nitrogliserin peroral 0,4-0,6 mg tiap 5-10 menit. Jika tekanan darah sistolik > 95
mmHg bisa diberikan nitrogliserin intravena mulai dosis 3-5 ug/kgBB. Jika tidak
memberi hasil memuaskan maka dapat diberikan nitroprusid. Nitroprusid IV
dimulai dosis 0,1 ug/kgBB/ menit bila tidak memberi respons dengan nitrat, dosis
dinaikkan sampai didapatkan perbaikan klinis atau sampai tekanan darah sistolik
85-90 mmHg pada pasien yang tadinya mempunyai tekanan darah normal atau
selama dapat dipertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital.

12. Bila perlu: Diberikan Dopamin 2-5 ug/kgBB/menit atau dobutamin 2-10 ug/kgBB/
menit untuk menstabilkan hemodinamik. Dosis dapat ditingkatkan sesuai respons
klinis
13. Trombolitik atau revaskularisasi pada pasien infark miokard
14. Intubasi dan ventilator pada pasien dengan hipoksia berat, asidosis atau tidak
berhasil dengan terapi oksigen
15. Atasi aritmia atau gangguan konduksi
16. Operasi pada komplikasi akut infark jantung akut seperti regurgitasi, VSD dan
ruptur dinding ventrikel atau korda tendinae

KOMPLIKASI
Gagal napas

PROGNOSIS
Tergantung penyebab, beratnya gejala dan respons terapi

68
Kardiologi

WEWENANG

RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam


RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

RS pendidikan: ICCU / medical High Care, Departemen Bedah toraks / Jantung.


RS non pendidikan: ICCU / ICU, Bagian Bedah, Anestesi

REFERENSI
1. Panggabean MM, SuryadiprajaRM. GagalJantungAkut dan GagalJantungKronik. In:
Simadibrata M, Setiati S, Alwi I, Maryantoro, Gani RA, Mansjoer A, editors. Pedoman
Diagnosis dan Terapi di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta:Pusat Informasi dan
Penerbiian Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI ;I999. p. 140-54.
2. Trisnohadi HB. Syok kardiogenik. In: Prosiding Simpsosium Penatalaksanaan
Kedaruratan di Bidang Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Ilmu
Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2000.p. 11-16.
3. Harun S, Mansjoer H. Diagnosis dan Penatalaksanaan Sindrom Koroner Akut. In:
Bawazier LA, Alwi I, SyamAF, Gustaviani R, Mansjoer A, editors. Prosiding Simposium
Pendekatan Holistik Penyakit Kardiovaskular Jakarta:Pusat Informasi dan Penerbitan
Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2001. p. 32-42.

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

69

FIBRILASI V E N T R I K U L A R
PENGERTIAN
Fibrilasi ventrikular adalah kelainan irama jantung dengan tidak ditemukan
depolarisasi ventrikel yang terorganisasi sehingga ventrikel tidak mampu berkontraksi
sebagai suatu kesatuan dengan irama yang sangat kacau serta tidak terlihat
gelombang P, QRS maupun T

DIAGNOSIS
EKG: kompleks QRS sudahberubah sama sekali, amplitudo R sudah mengecil sekali.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
EKG 12 sandapan, rekaman EKG 24 jam, ekokardiografi, angiografi koroner

TERAPI
1.

DC shock dengan evaluasi dan shock sampai 3 kali j ika perlu dimulai dengan 200
Joule, kemudian 200-300 Joule dan 360 Joule.
2. Resusitasi jantung paru selama tidak ada irama jantung yang efektif (pulsasi di
pembuluh nadi besar tidak teraba).
3. Bila teratasi penatalaksanaan seperti takikardia ventrikular.

KOMPLIKASI
Emboli paru, emboli otak, henti jantung

PROGNOSIS
Tergantung penyebab, beratnya gejala dan respons terapi

WEWENANG

RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam

RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Kardiologi


RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

RS pendidikan : ICCU / medical High Care


RS non pendidikan: ICCU / ICU

R E F E RE N S I
1.

Trisnohadi HB. Kelainan Gangguan Irama Jantung Yang Spesifik. In: Sjaifoellah N,
Waspadji S, Rachman M, Lesmana LA, Widodo D, Isbagio H, et al, editors. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilidl, edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 1996. p. 100514.

70
Kardiologi
2.

Makmun LH. Gangguan Irama Jantung. In: Simadibrata M, Setiati S, Alwi I, Maryantoro,
Gani RA, Mansjoer A, editors. Pedoman Diagnosis dan Terapi di Bidang Ilmu Penyakit
Dalam. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI:
1999. p 155-60.

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

71

TAKIKARDIAVENTRIKULAR
PENGERTIAN
Takikardia ventrikular adalah kelainan irama jantung berupa tiga atau lebih kompleks
yang berasal dari ventrikel secara berurutan dengan laj u lebih dari 100 per menit.

DIAGNOSIS
EKG: frekuensi kompleks QRS meningkat, 150-200 kali/menit, kompleks QRS melebar,
hubungan gelombang P dan kompleks QRS tidak tetap

DIAGNOSIS BANDING
Supraventrikular takikardia dengan konduksi aberans

PEMERIKSAAN PE NUNJA NG
EKG 12 sandapan, Rekaman EKG 24 jam, Ekokardiografi, Angiografi koroner,
Pemeriksaan elektrofisiologi

TERAPI

Atasi penyakit dasar : bila iskemia maka dilakukan revaskularisasi koroner, bila
payah jantung maka diatasi payah jantungnya
Pada keadaan akut:
Bila mengganggu hemodinamik: dilakukan DC shock
Bila tidak mengganggu hemodinamik : dapat diberikan antiaritmia dan bila
tidak berhasil dilakukan DC shock
DC 5/;oc diberikan dan dievaluasi sampai 3 kali (200 Joule, 200-300 Joule, 360
Joule atau bifasik ekuivalen) jika perlu. Antiaritmia yang diberikan: lidokain atau
amiodaron. Lidokain diberikan mulai dengan bolus dosis 1 mg/kgBB (50-75 mg
dilanjutkan dengan rumatan 2-4 mg/kgBB). Bila masih timbul bisa diulangi bolus
50mg/kgBB. Untuk amiodaron dapat diberikan 15 mg/kg BB bolus 1 jam
dilanjutkan 5 mg/kg BB bolus /drip dalam 24 jam sampai dengan 1000 mg/24 jam.

Untuk jangka panjang


Bila selama takikardia tidak terjadi gangguan hemodinamik maka dapat dilakukan
tindakan ablasi kateter dari ventrikel kiri maupun ventrikel kanan. Hal ini terutama
untuk ventrikular takikardia reentran cabang berkas. Bila selama takikardia terjadi
gangguan hemodinamik perlu dilakukan tindakan konversi dengan defibrilator, kalau
perlu pemasangan defibrilator jantung otomatik.

KOMPLIKASI
Emboli paru, emboli otak, kematian

PROGNOSIS
Tergantung penyebab, beratnya gejala dan respons terapi
72
Kardiologi

WEWENANG

RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam


RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Kardiologi


RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

RS pendidikan : ICCU / medical High Care


RS non pendidikan: ICCU / ICU

REFERENSI
Trisnohadi HB. Kelainan Gangguan Irama Jantung Yang Spesifik. In: Sjaifoellah N,
Waspadji S, Rachman M, Lesmana LA, Widodo D, Isbagio H, et al, editors. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid I, edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 1996. p. 100514.
2. Makmun LH. Gangguan Irama Jantung. In: Simadibrata M, Setiati S, Alwi I, Maryantoro,
Gani RA, MansjoerA, editors. Pedoman Diagnosis dan Terapi di Bidang Ilmu Penyakit
Dalam. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam
FKUI;1999.p 155-60.
1.

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

73

EKSTRASISTOL VENTRIKULAR
PENGERTIAN
Ekstrasistol ventrikular adalah suatu kompleks ventrikel prematur timbul secara dini
di salah satu ventrikel akibat cetusan dini dari suatxi fokus yang otomatis atau
melalui mekanisme reentri.

DIAGNOSIS

P sinus biasanya terbenam dalam kompleks QRS, segmen ST atau gelombang T,


kompleks QRS muncul lebih awal dari seharusnya, QRS melebar (> 0,12 detik),
gambaran QRS wide and bizzare, segmen ST dan gelombang T berlawanan arah
dengan kompleks QRS, bila karena mekanisme reentri maka interval antara
kompleks QRS normal yang mendahuluinya dengan kompleks ekstrasistol
ventrikel akan selalu sama. Bila berbeda maka asalnya dari fokus ventrikel yang
berbeda

Pemeriksaan Penunjang
EKG 12 sandapan, rekaman EKG 24 jam, ekokardiografl, angiografi koroner

TERAPI

Tidak perlu diobatijikajarang, timbul padapasien tanpa/tidak dicurigai kelainan


jantung organik
. Perlu pengobatan bila terjadi pada keadaan iskemia miokard akut, bigemini,
trigemini, atau multifokal, alvo ventrikel.
. Koreksi gangguan elektrolit, gangguan keseimbangan asam basa, dan hipoksia
Obat: xilokain intravena
dengan dosis 1-2 mg/kgBB dilanjutkan infus 2-4 mg/
menit. Obat altematif; prokainamid, disopiramid, amiodaron, meksiletin. Bila
pengobatan tidak perlu segera, obat-obat tersebut dapat diberikan secara oral,

KOMPLIKASI
VT/VF, kematian mendadak

PROGNOSIS

Tergantung penyebab, beratnya gejala dan respons terap

WEWENANG

RS pendidikan; Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam


RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

RS pendidikan; Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Kardiologi


RS non pendidikan; Bagian Ilmu Penyakit Dalam

74
Kdiobgi

UNIT TERKAIT

RS pendidikan: ICCU / medical High Care


RS non pendidikan: ICCU / ICU

REFERENSI
Trisnohadi HB. Kelainan GangguanlramaJantung Yang Spesifik, In: SjaifoellahN, Waspadji
S, Rachman M, Lesmana LA, Widodo D, Isbagio H, et al, editors. Buku Ajar llmu Penyakit
Dalam JilidI, edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;1996. p. 1005-14.

15

2.3
PULMONOLOGI
Pulmonologi

HEMOPTISIS
P E N G E RTI A N
Hemoptisis adalah ekspektorasi darah dari saluran napas. Darah bervariasi dari
dahak disertai bercak/lapisan darah hingga batuk berisi darah saja. Batuk darah
masif adalah batuk darah lebih dari 100 mL hingga lebih dari 600 mL darah dalam 24
jam.

DIAGNOSIS

Anamnesis
- batuk, darah berwama merah segar, bercampur busa,
- batuk sebelumnya, dahak (jumlah, bau, penampilan), demam, sesak, nyeri
dada, riwayat penyakit paru, penurunan berat badan, anoreksia
- penyakit komorbid, riwayat penyakit sebelumnya
- kelainan perdarahan, penggunaan obat antikoagulan / obat yang dapat
menginduksi trombositopenia
- kebiasaan: merokok

Pemeriksaan fisik
- orofaring, nasofaring: tidak ada sumber perdarahan.
- paru : ronk basah atau kering, pleuralfriction rub,
- jantung : tanda-tanda hipertensi pulmonal, mitral stenosis, gagal jantung
Foto toraks : Menentukan lesi paru (lokal/difus), kardiak
Laboratorium
- DPL, LED, ureum, kreatinin, urin lengkap
- Hemostasis (aPTT): bila perlu
- Sputum: pemeriksaan BTA langsung dan kultur, pewamaan Gram, kultur MOR
Bronkoskopi: Menentukan lokasi sumber perdarahan dan diagnosis
CT scan toraks: Menemukan bronkiektasis, malformasi AV
Angiografi: Menemukan emboli paru, malformasi AV

DIAGNOSIS BANDING
Sumber trakeobronkial:
- Neoplasma (karsinoma bronkogenik, tumor metastasis endobronkial, dll)
- Bronkitis (akut dan kronik)
Bronkiektasis
Bronkiolitiasis
Trauma
- Benda asing
Sumber parenkim paru:
- Tuberkulosis paru
Pneumonia
- Abses paru
- Mycetoma {fungus hall)
-

Sindrom Goodpasture

Panduan Pelayanan Medik PAPDI


-

Granulomatosis Wegener
Pneumonitis lupus
Sumber vaskular
Peningkatan tekanan vena pulmonal (stenosis mitral)
Emboli paru
MalformasiAV
Hematemesis
Perdarahan nasofaring
Koagulopati, pengobatan trombolitik/antikoagulan

Pemeriksaan penunjang
Foto toraks
Laboratorium:
- DPL, LED, ureum, kreatinin, urine lengkap
- Hemostasis: bila perlu
- Sputum: pemeriksaan BTA, pewamaan Gram, kultur MOR,

Bronkoskopi: bila perlu


CT Scan toraks: bila
perlu

79

TERAPI
Hemoptisis masif:
Tujuan terapi adalah mempertahankan jalan napas, proteksi paru yang sehat,
menghentikan perdarahan.
Istirahat
baring, kepala direndahkan tubuh miring ke sisi sakit

Oksigen

Infus, bila perlu transfusi darah


Medikamentosa:
- Antibiotika
- Kodein tablet untuk supresi batuk
- Koreksi koagulopati: Vitamin K intravena

Bronkoskopi: diagnostik dan terapeutik topikal (bilas air es, instilasi epinefrin),
Intubasi selektif
pada bronkus paru yang tidak berdarah (bila perlu)

Indikasi operasi
Batuk darah
Batuk darah
Batuk darah
berhenti

pada pasien batuk darah masif:


> 600 cc/24 jam, dan pada observasi tidak berhenti
100 - 250 cc/24 jam, Hb < 10 g/dL, dan pada observasi tidak berhenti
100-250cc/24jam,Hb> 10 g/dL, dan pada observasi 48 jam tidak

Hemoptisis non-masif:
Tujuan terapi adalah mengendalikan penyakit dasar.
Terapi konservatif sesuai penyakit dasar

KOMPLIKASI
Asfiksia, atelektasis, anemia
80

Puhnonobgi

PROGNOSIS
Tergantung pada penyebabnya.

WEWENANG

RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam


RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Pulmonologi


RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam ,Paru

UNIT TERKAIT

RS pendidikan: Departemen Bedah / Toraks, Radiologi, Patologi Klinik


RS non pendidikan: Bagian Bedah, Patologi Klinik, Paru

REFERENSI
1.

Uyainah A. Hemoptisis. In: Simadibrata M, Setiati S, Alwi I, Maryantoro, Gani RA,


Mansjoer A, editors. Pedoman Diagnosis dan Terapl di Bidang Ilmu Penyakit Dalam.
Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI;1999.p.

215-6.
2. Approach to the Patient. In: Fishman AP, Elias JA, Fishman JA, Grippi MA, Kaiser LR,
Senior RM, editors. Fishman s Manual of Pulmonary Diseases and Disorders. 3" ed.
New York: McGraw-Hill; 2002.p. 16-21.
3. Weinberger SE, Braunwald E. Cough and Hemoptysis. In: Braunwald E, Fauci AS,
Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL. Harrison j Principles of Internal
Medicine.15' ed. New York: McGraw-Hill; 2001.p. 203-7.

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

81

EFUSI PLEURA
PENGERTIAN
Eflisi pleura adalah adanya cairan di rongga pleura > 15 mL, akibat ketidakseimbangan
gaya Starling, abnormalitas stniktur endotel dan mesotel, drainase limfatik terganggu,
dan abnormalitas site of entry (defek diafragma)
Tipe efusi pleura
1. Efusi transudatif: cairan pleura bersifat transudat (kandungan konsentrasi
protein atau molekul besar lain rendah). Efusi transudatif teijadi karena perubahan
faktor sistemik yang mempengaruhi pembentukan dan absorpsi cairan pleura.
Penyebab;
gagal j antung kongestif,
sindrom nefrotik,
sirosis hati,
sindrom Meigs,
hidronefrosis,
dialisis peritoneal,
efusi pleura maligna / paramaligna: karena atelektasis pada obstruksi bronkial,

atau stadium awal obstruksi limfatik,


2 Efusi eksudatif: cairan pleura bersifat eksudat (konsentrasi protein lebih tinggi
dari transudat). Efusi eksudatif terjadi karena perubahan faktor lokal yang
mempengaruhi pembentukan dan absorpsi cairan pleura.
Penyebab
Tuberkulosis
Efusi parapneumonia; eflisi pada pneumonia
Keganasan; metastasis (karsinoma paru, kanker mammae, limfoma, ovarium,
dll), mesothelioma
Emboli paru
Penyakit abdomen: penyakit pankreas, abses intraabdominal, hernia
diafragmatika,
Penyakit kolagen (LES, dll)
Trauma
Chylothorax
Uremia
Radiasi
Sindrom Dressier
PascaCABG
Penyakit pleura diinduksi obat: amiodarone, bromocriptine,
Penyakit perikardium
Chylothoraks: timbul bila terjadi disrupsi ductus thoracicus dan akumulasi chylus
di rongga pleura keadaan ini disebabkan trauma, atau tumor mediastinum.
Hemothoraks: cairan pleura mengandung darah, dan Ht cairan pleura > 50 % Ht
darah tepi keadaan ini disebabkan trauma atau ruptur pembuluh darah atau tumor.
82
PulinonolDgi
Efusi pleura maligna: dapat ditemukan sel-sel ganas yang terbawa pada cairan
pleura atau ditemukan pada jaringan pleura saat biopsi pleura
Efusi paramaligna: eflisi yang disebabkan keganasan, tetapi sel-sel neoplasma
tidak dapat ditemukan pada cairan pleura atau jaringan pleura. Efusi paramaligna
dapat berupa cairan transudat.

DIAGNOSIS
Anamnesis:
Nyeri, Sesak, Demam
Pemeriksaan flsik
Restriksi ipsilateral pada pergerakan dinding dadaBila > 300 mL cairan:

Bagian bawah / daerah cairan :


: redup
perkusi
fremitus taktil dan fokal : menghilang
suara napas
: melemah s.d. menghilang,fremitus (saat awal)
: terdorong ke kontralateral
trakea
Di atas dari cairan
; penekanan paru/konsolidasi

Foto torak
PA: sudut kostofrenikus
tumpul (bila > 500 mL cairan)*
Lateral: sudut kostofrenikus
tumpul (> 200 mL cairan) PA / Lateral:
gambaran perselubungan homogen menutupi struktur paru bawah,
biasanya relatif radioopak, permukaan atas cekung
USG: menentukan adanya dan lokasi cairan di rongga pleura, membimbing aspirasi
eflisi terlokulasi (terutama bila ketebalan efusi < 10 mm atau terlokulasi),
CT scan (bila perlu): menunjukkan efusi yang belum terdeteksi dengan radiologi
konvensional, memperlihatkan parenkim paru, identifikasi penebalan pleura dan
kalsifikasi karena paparan asbestos, membedakan abses paru perifer dengan empy
ema terlokulasi.
Pungsi pleura (torakosentesis) dan analisis cairan pleura: melihat komposisi cairan
pleura dan membandingkan komposisi cairan pleura dengan darah.
Dinilai secara:
Makroskopis:
Transudat =
jemih, sedikit kekuningan
Eksiidat = wama lebih
gelap, keruh,
=

Empiema opak, kental


=
Eflisi
kaya kolesterol berkilau seperti satin
Efusi
=
chylous
seperti susu
Mikroskopis:
Sel leukosit < 1.000/mm3 : transudat
Sel leukosit
meningkat, predominasi limfosit matur: neoplasma, limfoma, TBC
Sel leukosit
predominasi PMN: pneumonia, pankreatitis
Panduan Pelayanan Medik PAPDI
Kimiawi
Protein
LDH
Cairan disebut eksudat bila memenuhi salah satu dari 3 kriteria:
- Rasio kadar
protein total cairan pleura / serum > 0,5"
- Rasio kadar LDH cairan
pleura / serum > 0,6
- Kadar LDH > 200 lU atau > 2/3 batas atas nilai normal serum
Jika eflisi
pleura eksudat , selanjutnya diperiksakan:
- Kadar
glukosa
Kadar amilase
- PH
Hitungjenis
Kadar lipid: trigliserida
- Pemeriksaan
mikrobiologi dan sitologi.
- Amilase
- Tes
bakteriologi: pewamaan Gram, kultur MOR, pemeriksaan BTA
langsung dan kultur BTA
- Sitologi

83

DIAGNOSIS BANDING
Transudat, eksudat, chylothorax, empiema (lihat di atas)

PEMERIKSAAN PE NUNJA NG

Foto toraks PA, lateral dan lateral dekubitus,


Analisis cairan pleura
Pemeriksaan cairan pleura; BTA langsung, kultur BTA, kultur mikroorganisme +
resistensi
Sitologi cairan pleura (dengan atau tanpa cytospin)
USG toraks
CT scan

TERAPI
Efusi karena gagal jantung
Diuretik.
Torakosentesis
diagnostik bila:
- Efusi
menetap dengan terapi diuretik
- Efusi unilateral
Efusi bilateral, ketinggian cairan berbeda bermakna
- Efusi + febris
- Efusi +
nyeri dada pleuritik
Efusi Parapneumonia/ Empiema
Torakosentesis +Antibiotika drainase (lihat lampiran algoritme).
Efusi pleura liarena pleuritis Tuberkulosis
Obat anti Tuberkulosis (minimal 9 bulan) + kortikosteroid dosis 0,75 -1 mg/kgBB/
hari selama 2-3 minggu, setelah ada respons diturunkan bertahap + torakosentesis
terapeutik, bila sesak atau efusi > tinggi dari sela iga III

84
Pubnonologi
Efusi pleura keganasan*
Drainase
dengan chest tube + pleurodesis kimiawi. Kandidat yang baik untuk
pleurodesis ialah:
Terjadi rekurens yang cepat
Angka harapan hidup: minimal beberapa bulan
- Pasien tidak debilitasi
- Cairan pleura dengan pH > 7,30 Altematif
pasien yang tidak dapat dilakukan pleurodesis ialahpleuroperitoneal
shunt.

Terapi kanker paru (lihat PPM kanker paru).


Kemoterapi sistemik pada limfoma, kanker mammae dan karsinoma paru small
cell
Radioterapi pada limfoma dan chylothorax limfomatous dengan keterlibatan
KGB mediastinum.
Pasien
dengan lama harapan hidup pendek atau keadaan buruk: torakosentesis
terapeutik periodik.
Chylothoraks
Chest tube/thoracostomy sementara, selanjutnya dipasang pleuroperitoneal shunt

Hemotoraks
Chest tube/thoracostomy, Bila perdarahan > 200 mL/jam, pertimbangkan torakotomi
Efusi karena penyebab lain:
Atasi penyakit primer

KOMPLIKASI
Efusi pleura berulang, efusi pleura terlokalisir, empiema, gagal napas

PROGNOSIS

Dubia: tergantung penyebab, dan penyakit komorbid.


Prognosis buruk pada efusi pleura maligna.

WEWENANG

RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam


RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Pulmonologi


RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam, Paru

UNIT TERKAIT

RS Pendidikan: Departemen Bedah / Toraks, Radiologi / Radiodiagnostik, Patologi


Klinik, mikrobiologi klinik, Patologi Anatomi
RS non pendidikan ; Bagian Bedah, Patologi Klinik, Paru, Radiologi, Patologi
Anatomi, Mikrobiologi klinik

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

85

REFERENSI
1.

Uyainah A. Efusi Pleura. In: Simadibraia M, Setiati S, Alwi 1, Maryantoro, Gani RA,
Mansjoer A, editors. Pedoman Diagnosis dan Terapi di Bidang Ilmu Penyakit Dalam.
Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUl, 1999:2101.

2.

Rosenbluth DB. Pleural Effusions: Nonmalignant and Malignant. In: FishmanAP, Elias
JA, Fishman JA, Grippi MA, Kaiser LR, Senior RM, editors. Fishman j Manual of
Pulmonary Diseases and Disorders. 3" ed. New York: McGraw-Hill, 2002: 487-506.
3. Light RW. Disorders of the Pleura, Mediastinum, and Diaphragm. In: Braunwald E,
Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL. Harrison 5 Principles of
Internal Medicine.15' ed. New York: McGraw-Hill, 2001:1513-6.

86

Pulmonologi

PNEUMOTORAKS
PENGERTIAN
Pneumotoraks adalah akumulasi udara di rongga pleura disertai kolaps paru.
Pneumotoraks spontan : terjadi tanpa trauma atau penyebab jelas:
Pneumotoraks
spontan primer: Pada orang sehat.
Faktor risiko; merokok.
Penyebab : umumnya ruptur bleb subpleural atau bullae.
Pneumotoraks
spontan sekunder: pada penderita PPOK, tuberkulosis paru, asma,
cysticfibrosis pneumonia Pneumocystis carinii, dll.
Pneumotoraks traumatik adalah pneumotoraks yang didahului trauma, termasuk :
biopsi transtorakal, ventilasi mekanik, pemasangan kateter vena sentral,
torakosentesis, biopsi transbronkhial, dll.
Menurut jenis flstulanya, dibagi atas:
1. Pneumotoraks ventil
2. Pneumotoraks terbuka
3. Pneumotoraks tertutup

DIAGNOSIS
Gejala: nyeri dada, akut, terlokalisir, dispnea (pada pneumotoraks ventil: tiba-tiba,
makin hebat), batuk, hemoptisis
Pemeriksaan Fisik:

Takipneu,
Sisi terkena
(ipsilateral):
- Statis: lebihmenonjol
- Dinamis: pergerakan berkurang/tertinggal
- Fremitus: menghilang
- Perkusi: hipersonor
- Auskultasi: suara napas melemah - menghilang
Tanda
pneumotoraks tension:
- Keadaan umum sakit berat
Denyut jantung > 140 x/m
- Hipotensi
Takipneu, pemapasan berat
- Sianosis
- Diaforesis
- Deviasi trakea ke sisi kontralateral
- Distensi vena leher
Foto toraks:

Tepi luar pleura viseral terpisah dari pleura parietal oleh ruangan lusen
PA
tegak pneumotoraks kecil: tampak ruangan antara paru dan dinding dada
pada apeks,
87

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

Bila perlu foto saat ekspirasi: mediastinal shift, depresi diafragma, ekspansi rib
cage

CT Scan: membedakan pneumotoraks terlokulasi dari kista atau bullae


AGD : hipoksemia, mungkin disertai hipokarbia (karena hiperventilasi) atau
hiperkarbia.

DIAGNOSIS BANDING
Penyakit tromboemboli paru, pneumonia, infark miokardium, PPOK eksaserbasi akut,
eflisi pleura, kanker paru

PEMERIKSAAN PE NUNJA NG
Foto toraks CT scan toraks
Analisis gas darah : bila diperlukan

TERAPI

Pneumotoraks unilateral kecil ( < 20 % ) dan asimtomatik: observasi, foto toraks


serial.
Aspirasi: anestesi lokal di sela iga II anterior (garis midklavikula) aspirasi dengan
kateter 16F atau 18F, hingga tidak ada gas lagi keluar.
Jika tidak resolusi dengan aspirasi atau volume udara besar: konsul Bagian
Bedah/Subbagian Bedah Toraks untuk pertimbangan pemasangan

thoracostomy tube. Tube disambungkan ke water sealed chamber dapat disertai


suction untuk 24 jam pertama atau selama masih ada kebocoran udara. Setelah
24 jam tidak terjadi pneumotoraks lagi: tube dapat dicabut.
Jika pneumotoraks rekurens:
- Pleurodesis kimiawi
dengan zat iritan terhadap pleura, atau:
- Konsul Bagian Bedah / Subbagian Bedah Toraks untuk pertimbangan:
- Pleurodesis mekanik
(abrasi permukaan pleura parietal atau stripping
atau
pleura parietal),
Torakoskopi, atau Open thoracotomy.
Indikasi:
- Kebocoran udara memanj ang,
- Reekspansi paru tidak sempuma
- Bullae besar
- Risiko pekeij aan
Indikasi relatif:
- Pneumotoraks tension
- Hemopneumotoraks
- Bilateral pneumotoraks
- Rekurens ipsilateral / kontralateral

KOMPLIKASI
Gagal napas, pneumotoraks tension, hemopneumotoraks, infeksi/piopneumotoraks,
penebalan pleura, atelektasis, pneumotoraks rekurens, emfisema mediastinum, edema
paru reekspansi
88

PulinonolDgi

PROGNOSIS
Dubia: tergantung tipe penyakit dasar, faktor pemberat/ komorbid.

WEWE NANG

RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam


RS non pendidikan; Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Pulmonologi


RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam, Paru

UNIT TERKAIT

RS Pendidikan: Departemen Bedah / Toraks, Radiologi / Radiodiagnostik


RS non pendidikan: Bagian Bedah, Paru, Radiologi

REFERENSI
L

Bahar A. Pneumothoraks. In Simadibrata M, Setiati S, Alwi I, Maryantoro, Gani RA,


Mansjoer A, editors. Pedoman Diagnosis dan Terapi di Bidang Ilmu Penyakit Dalam.
Jakarta: PusatInformasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI;1999.p.22l2.
2. Rosenbluth DB. Pneumothorax. In Fishman AP. Elias JA, Fishman JA, Grippi MA, Kai
ser LR, Senior RM, editors. Fishman's Manual ofPulmonary Diseases andDisorders. 3"
ed. New York: McGraw-Hill: 2002.p. 507.

3. Light RW. Disorders of the Pleura, Mediastinum, and Diaphragm. In Braunwald E,


Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL. Harrison's Principles of
Internal Medicine. IS"" ed. New York: McGraw-Hill; 2001.p. 1513-6.

89
Panduan Pelayanan Medik PAPDI

PNEUMONIA DIDAPAT
Dl MASYARAKAT

P E N G ERTIA N
Pneumonia adalah Inflamasi parenkim paru yang disebabkan mikroorganisme selain
Mikobakterium tuberkulosis.
Pneumonia Didapat Di Masyarakat {Community-acquiredPneumonia, CAP)
Pneumonia
pada individu yang menjadi sakit di luar rumah sakit, atau dalam 48
jam sejak masuk rumah sakit
infeksi akut
pada parenkim paru yang berhubungan dengan setidaknya beberapa
infeksi
gejala
akut, disertai adanya gambaran inflltrat akut pada radiologi toraks
atau temuan auskultasi yang sesuai dengan pneumonia (perubahan suara napas
dan atau ronkhi setempat) pada orang yang tidak dirawat di rumah sakit atau
tidak berada pada fasilitas perawatan jangka panjang selama > 14 hari sebelum
timbulnya gejala (IDSA 2000)
Etioiogi penyebab
Grup I: rawat jalan, tanpa penyakit kardiopulmonal, tanpa faktor modifikasi

Streptococcus pneumoniae

Mycoplasma pneumoniae

Chlamydia pneumoniae (tunggal atau infeksi campuran)


Hemophilus influenzae
Respiratory viruses
Lain: Legionella spp., Mycobacterium tuberculosis, fungi endemik

Grup 11: rawat jalan, dengan penyakit kardiopulmonal, dan / atau faktor modifikasi

Streptococcus pneumoniae (termasuk DRSP )

Mycoplasma pneumoniae
Chlamydia pneumoniae
Infeksi campuran (bakteri + patogen atipik atau virus)

Hemophilus influenzae
Enterik gram negatif

Respiratory viruses
Lain: Moraxella catarrhalis, Legionella spp, aspirasi ( anaerob ), Mycobacte
rium tuberculosis, fungi endemik
Grup 111: rawat inap Non-lCU
a. Dengan penyakit kardiopulmonal dan / atau faktor modifikasi (termasuk penghuni
pantijompo)
Streptococcus pneumoniae (termasuk DRSP)

Hemophilus influenzae

Mycoplasma pneumoniae

Chlamydia pneumoniae
Infeksi
campuran (bakteri + patogen atipik )

90
Pulmanobgi

b.

Enterik gram negatif


Aspirasi (Anaerob)
Vitus

Legionella spp
Lain: Mycobacterium tuberculosis,mgi endemik, Pneumocystis carinii

Tanpa penyakit kardiopulmonal, tanpa faktor modifikasi

Streptococcus pneumoniae

Hemophilus influenzae

Mycoplasma pneumoniae

Chlamydia pneumoniae
Infeksi
campuran (bakteri + patogen atipik )
Vnus

Legionella spp
Lain;
Mycobacterium tuberculosis, fungi endemik, Pneumocystis carinii

Grup r v : RawatlCU
a. Tanpa resiko infeksi Pseudomonas aeruginosa

Streptococcus pneumoniae (termasuk DRSP )

Legionella spp

Hemophilus influenzae
Enterik
gram negatif

Staphylococcus aureus

Mycoplasma pneumoniae

Respiratory Virus
Lain: Chlamydiapneumoniae,Mycobacterium tuberculosis, f\mg\ endemik

b.

Ada resiko infeksi Pseudomonas aeruginosa


Semua
patogen diatas (IV.a)
+ Pseudomonas aeruginosa

DIAGNOSIS
Rencana diagnostikbertujuan:
1. Diagnostik adanya CAP:
Foto
paru terdapat infiltrat baru atau infiltrat yang bertambah

Terdapat 2 dari 3 gejala berikut: demam, batuk + sputum produktif, leukositosis


(pada penderita usia lanjut: gejala dapat tidak khas/tersamar, seperti lesu,
tidak mau makan, dll)
2

Pengkajian awal derajat berat penyakit dengan The Pneumonia PORT


prediction rule atau Pneumonia Severity o f Illness Index (PSI): Berdasarkan
proses dua langkah yang mengevaluasi faktor demografis, penyakit komorbid,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan radiologis, pasien distratifikasi
menjadi lima kelas risiko mortalitas dan outcome:
Pasien
dengan kondisi berikut dimasukkan dalam kelas risiko II-V
- Usia di atas 50 tahun
Terdapat riwayat penyakit komorbid:
> keganasan
> gagal jantung kongestif
Panduan Pelayanan Medik PAPDI

3.

> penyakit serebrovaskular


> penyakit ginjal
> penyakit hati
- Terdapat kelainan pada pemeriksaan fisis:
> perubahan status mental
> nadi > 125 kali/menit
> pemapasan >30 kali/menit
> tekanan darah sistolik < 90 mmHg
> suhu <3 OC atau > 40C
Selain kondisi di atas pasien dimasukkan dalam kelas risiko I
Identifikasi penyebab mikrobiologis (lihat tabel 4):
pewamaan Gram sputum
kultur sputum
kultur darah
pemeriksaan serologis, pemeriksaan antigen, pemeriksaanpolymerase chain
reaction (PGR), dan tes invasif (torakosentesis, aspirasi transtrakheal,
bronkoskopi, aspirasi jarum transtorakal, biopsi paru terbuka dan
torakoskopi): bila diperlukan.

DIAGNOSIS BANDING
Tuberkulosis paru, jamur

PEMERIKSAAN P E NUNJANG

91

foto toraks
pulse oxymetry

Laboratorium Rutin; DPL, hitung jenis, LED, Glukosa darah, Ureum, Creatinin,
SGOT,SGPT
Analisis gas darah, elektrolit
Pewamaan Gram sputum
Kultur sputum
Kultur darah
Pemeriksaan serologis
Pemeriksaan antigen
Pemeriksaan polymerase chain reaction ( PGR),
Tes invasif (torakosentesis, aspirasi transtrakheal, bronkoskopi, aspirasi jarum
transtorakal, biopsi paru terbuka dan thorakoskopi

TERAPI
Tata laksana Umum:
Rawatjalan:

Dianjurkan untuk tidak merokok, beristirahat, dan minum banyak cairan


Nyeri pleuritik/demam diredakan dengan parasetamol

Ekspektoranmukolitik
Nutrisi tambahan
pada penyakit yang berkepanjangan
Kontrol setelah 48 j am atau lebih awal bila diperlukan
92
Pulmonobgi

Bila tidak membaik dalam 48 jam: dipertimbangkan untuk dirawat di rumah sakit,
atau dilakukan foto toraks

Keputusan mcrawat pasien di RS ditentukan oleh:

Derajat berat CAP (lihat di atas)

Penyakit terkait,
Faktor
prognostik lain,
Kondisi dan
dukungan orang di rumah

Kepatuhan, keinginan pasien.


Raw at inapdi RS :

Oksigen, bila perlu dengan pemantauan saturasi oksigen dan konsentrasi oksigen
inspirasi. Tujuannya: mempertahankan PaOj > 8 kPa dan SaO > 92 %

Terapi oksigen pada pasien dengan penyakit dasar PPOK dengan komplikasi
gagal napas dituntun dengan pengukuran analisis gas darah berkala
Cairan: bila
perlu dengan cairan intravena
Nutrisi

Nyeri pleuritik/demam diredakan dengan parasetamol

Ekspektoran/mukolitik"
Foto toraks diulang pada pasien yang tidak menunjukkan perbaikan yang memuaskan
Rawat dilCU :

Bronkoskopi dapat bermanfaat untuk retensi sekret, mengambil sampel untuk


kultur guna penelusuran mikrobiologi lain dan menyingkirkan kelainan
endobronkial.
Terapi Antibiotika
Pemilihan antibiotika
dengan spektrum sesempit mungkin, berdasarkan perkiraan
etiologi yang menyebabkan CAP pada kelompok pasien tertentu, sesuai pedoman
terapi empirik inisial ATS 2001. Syarat untuk alih terapi (ATS 2001):

berkurangnya keluhan batuk dan sesak napas,


suhu afebris (< 100 ""F) pada dua pengukuran yang terpisah 8 jam lamanya,
leukosit berkurang / menjadi normal,
- saluran
gastrointestinal berfungsi baik, masukan oral adekuat,
Syarat untuk pemulangan dapat merujuk pada kriteria Weingarten atau Ramirez
(lihat tabel 6).

KOMPLIKASI

CAP berat:
Bila memenuhi satu kriteria mayor (dari 2 kriteria modifikasi) atau dua kriteria
minor (dari 3 kriteria minor modifikasi).
Kriteria minor yang dikaji saat masuk RS:
1. gagal napas berat (PaO/FIO < 250),
2. Foto toraks: pneumonia multilobaris,
3. TD sistolik < 90 mmHg,
Kriteria mayor yang dikaji saat masuk RS atau dalam perjalanan penyakit:
L perlunya ventilator mekanis,
2. syok sepsis.
Gagal napas

93
Panduan Pelayanan Medik PAPDI

Sepsis, syok sepsis


Gagal ginjal akut
Efusi parapneumonik
Bronkiektasis

PROGNOSIS
Tergantung pada derajat berat penyakit, penyakit komorbid, status imunologis, dll.

WEWENANG

RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam


RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

RS pendidikan; Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Pulmonologi


RS non pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam, Paru

UNIT TERKAIT

RS Pendidikan: Divisi Tropik- Infeksi, Departemen Radiologi / Radiodiagnostik,


Patologi Klinik, mikrobiologi klinik, Parasitologi, Anestesi / ICU
RS non pendidikan : Bagian Paru, Patologi Klinik, Radiologi, Parasitologi,
Mikrobiologi klinik, Anestesi / ICU

R E FE R E N S I
1. American Thoracic Society. Guidelinesfor the Management of Adults with CommunityAcquired Pneumonia: Diagnosis, Assessment of Severity, Antimicrobial Therapy, and
Prevention. Am JRespir Crit Care Med, 2001;163:1730-54.
2. British Thoracic Society Standards o f Care Committee. British Thoracic Society Guide
linesfor the Management ofCommunity Acquired Pneumonia in Adults. Thorax 2001:56

(suppl IV): 1-64. Available at lJRL:http://tharax. hmjiournals,com /cgi/content/full/56/


suppl_4/...
3. Rhew DC, Weingarten SR. Achieving A Safe and Early Discharge for Patients With
Community-Acquired Pneumonia. Medical Clinics of North America, November
2001;85(6):1427'40.
4. Bartlett JG, Dowell SF, Mandell LA, File Jr TM, Musher DM, Fine MJ Guidelinesfrom
the Infectious Diseases Society of America: Practice Guidelinesfor the Management of
Community-Acquired Pneumonia in Adults. Clinical Infectious Diseases 2000;31:34782.

94

I
II
III
IV
V

<70
71-90
91-130
>130

Rawat
Inap
0,5
0,9
1,2
9,0
27,1

Rawat
jalan
0,0
0,4
0,0
12,5
0,0

Semua
pasien
0,1
0,6
0,9
9,3
27,0

Rawat jalan
Rawat jalan
Rawat inap singkat
Rawat inap
Rawat inap
Pulmondogi

Tabel 2. Langkah kedua sistem Skor Rumus Prediksi Pneumonia


Karakteristik pasien
Faktor demografik :
Usia
Laki-laki
Perempuan
Penghuni panti jompo
Penyakit ko-morbid:
Neoplasma
Penyakit hati
Gagal jantung kongestif
Penyakit serebrovaskular
Penyakit ginjal
Temuan pemeriksaan fisik:
Perubahan status mental
Frekuensi pemafasan > 30 / menit
Tekanan darah sistolik < 90 mmHg
Suhu < 3 5 C atau > 4 0 " C
Frekuensi nadi > 125 / menit
Hasil laboratorium dan radiologis :
AGD: pH<7,35
Blood Urea Nitrogen > 30 mg/dl ( 11 mmol/L)

Nilai

Umur ( tahun )
Umur ( tahun ) - 10
+ 10
+30
-1-20
0
-H10
+10
+20
+20
+20
+15
+10
+30
+20

Natrium < 130 mmol/L


+20
+10
>
Glukosa 250 mg/dl
+10
Hematokrit < 30 %
+10
AGD; P a 0 2< 6 0 m mH g
Efusi pleura_+10_
Tabel 3. Stretifikasi Pneumonia Berdasarkan Skor Risiko, Angka
Kematian dan Rekomendasi Tempat Rawat
Kelas
Risiko

Jumlah
nilai

Mortalitas

Penatalaksanaan

Cohort validasi Pneumonia

95

PORT (%)

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

Tabel 4. Perbandingan Pemeriksaan Diagnostik CAP


ATS 2001
Rawat ialan:
pasien yang
masih
mungkin
dirawat RS,
> 65 th,
komorbid
Rawat inan:
semua pasien

Lab.
rutin

BTS 2001
Rawat ialan:
tak perlu untuk
mayoritas pasien,
Rawat inao
harus

pulse
oximetry

Pemeriksaan
oksigenasi:
analisa gas
darah

Folo thoraks

Gram sputum

Kultur sputum

Kultur darah

Rawat inao:
bila tersedia
Rawat ialan:
dipertimbangkan

Rawat ialan:
penyakit
dasar
jan tung/paru
Rawat inao:
semua

Rawat inao:
harus
Rawal ialan:
tidak respons
thd AB cmpiris
Rawat inao:
CAP berat,
komplikasi (-I-)

Rawat ialan:
tidak respons
thd AB empiris
Rawat inao:
bukan CAP berat
+ dahak purulen
+ belum AB,
CAP berat,
tidak respons thd
AB empiris
Rawat inao
:
direkomendasikan
Rawat inan:
CAP berat,
tak respons thd
beta lactam,
faktor resiko,
wabah

Rawat ialan:
jika klinis/ro
mengarah ke
prognosis buruk,
Rawat inan /
Datane ke IGD;
direkomendasikan
Rawat ialan &
inao:
PPOK

Rawal ialan:
direkomendasikan
bila
memungki nkan,
Rawat inao:
harus
Rawat ialan:
mayoritas tidak
direkomendasikan
Rawat inao:
direkomendasikan

Rawat inao:
A1
CAP berat

96
Penyakit
Tampa Tanpa
penyakil
Rawat inao:
risiko
risiko
Kardiopulmonal
Kardiopulmonal,
faktor
atau
P.aeruginosa
direkomendasikan +/P.aeruginosa
tanpa
modifikasi
faktor modikasi

Rawat inao
fA.S.K):
CAP berat,
faktor resiko,
wabah
Rawat ialan:
Batuk produktif
persisten,

Rawat inao:
Pasien tertentu

Rawat inao:
Pasien tertentu

Rawat ialan &


inao:
Harus

Rawat ialan:

optional
Rawat inao:
direkomendasikan

optional

Rawat inan:
direkomendasikan

Rawat inao:
direkomendasikan

Rawat inao
:
direkomendasikan

Rawat inao
:
direkomendasikan

Tidak
direkomendasikan

Tidak
direkomendasikan

direkomendasikan

Rawat inan: CA)


CAP berat

Rawat inao CA.K")


CAP berat.
> 40 th, tak
respons thd beta
lactam,

Immunocompromized

Bila klinis sesuai,


faktor resiko

B B
GrupHI IV
Grup

PiimonolDgi

Rawat ialan:

Rawat inan:
CAP berat

Pneumococcal
(tytttcrcp tfvt

Pemeriksaan
sputum BTA
+
langsung

Rawat ialan:
tak perlu untuk
mayontas pasien,

Rawat ialan
& inao:
Bila cariga
bakleri
resisten, atau
bakteri tak
sensitif thd
AB yang
biasa
Rawat ialan
& inan:
Bila curiga
bakteri
resisten, atau
bakleri tak
sensitif thd
AB yang
biasa

Rawat inan:
Tidak rutin
direkomendas
ikan

Legionella

Rawat inan:
SaO; <92 %,
CAP berat

Rawat inan:

Tcs irologis

Tes antigen
(A), serologis
(S), kultur (K)

Rawat inao:
semua

peny. berat,
peny. Paru
kronis
Rawal ialan
& inao:
Hams

Rawat inao
direkomendas
ikan

1DSA2U00

IMA IV A
GrupGrup

CRP
Pemeriksaan
oksigenasi:

CIDS 2000
Rawat ialan:
jika klinis/ro
mcngarah ke
prognosis buruk,
Rawat inao /
Datanp ke IGD:
direkomendasikan

. kecarigaan
klinis. wabah
Rawat inao
Pasien tertentu:
batuk > 1 bulan,

IslBlaksana
rawal Jalan

Tatalakssna
Rawal Inap

CAP

Tanpa Penyakit
Kardiopulmonal,
tanpa faktor
modifikasi

Riwayat penyakit
Kardiopulmonal,
/ atau
faktor TnodiUkasI

Grup I

Grup II

Sakil nngan-sedang

Severe CAP

Gambar 2. Stratiflkasi Pasien CAP (ATS 2001)


Z

Grup

Karakteristik

Rawat jalan,
penyakit
kardiopulmonal (-)
faktor modifikasi (-)
Rawat jalan,
penyakit
kardiopulmonal (+)
Dan/atau
Faktor modifikasi (+)

II

III A

Rawat inap,
penyakit
kardiopulmonal (+)
Dan/ atau
faktor modifikasi (+)

IIIB

Rawat inap
penyakit
kardiopulmonal (-)
faktor modifikasi (-)
Rawat ICU
Tanpa resiko Ps.

IV A

Aeruginosa

IV B

Rawat ICU
Dengan resiko Ps
aeruginosa

Antibiotik

Pilihan

(kedua pilihan ini setingkat)

MAKROLID GENERASI
BARU

p- lactam oral:
Cefpodoxime,
Cefiiroxime,
Amoxicillin dosis tinggi,
Amoxicillin/clavulanat.
Atau Darenteral:
diikuti
Ceftriaxone,
Cefpodoxime oral
Dikombinasi dengan:
Makrolid atau doxvcvcline
B- lactam IV:
Cefotaxime,
Ceftriaxone,
Ampicillin/sulbactam,
Ampicillin dosis tinggi
Dikombinasi dengan:
Makrolid IV atau oral
Atau doxvcvcline
Azithromvcin IV
Atau:
Doxvcvcline dan B- lactam
B- lactam IV
Cefotaxime
Ceftriaxone
Dikombinasi dengan:
Makrolid IV (Azithromvcin)
Atau Fluoroauinolon IV
p- lactam antipseudomonas IV
tertentu
Cefepime
Imipenem
Meropenem
Piperac i Hi n/tazobactam
Dikombinasi dengan :
Ouinolon antipseudomonas IV
ciprofloxacin

DOXYCYCLINE

Fluoroquinolonantipneumococcus

Fluoroauinolonantipieumococcus IV

Fluoroquinolonantipneumococcus

P" lactam
antinseudomonas IV
tertentu
Cefepime
Imipenem
Meropenem
Piperacillin/tazo
bactam
Dikombinasi
dengan:
Aminoslikosida IV
Dikombinasi
dengan:
Makrolid
IV
(Azithromycin)
atau
Fluoroauinolon
nonnseudomonas IV

Tabel 5,6.Rekomendasi
KHteria AlihTerapi
dan Permulangan
Tabel
(ATS 2001) Pasien (Weingarten dan Ramirez)
TerapiEmpiris
Ramirez

Weingarten
Kriteria
alih terapi

Tidak ada alasan yang jelas untuk


tetap dirawat; TD sistolik < 1 0 0
mmHg, dehidrasi seperti ditunjukkan
oleh hipematremia (Na >1 55
mmol/1), rasio BUN: creatinin > 20 :
1, perubahan TD sistolik ortostatik >
20mmHg,
perubahan mental akut, hipoksia
(saturasi gas darah arteri pada udara
kamar < 90 % atau PO2 < 55 mmHg),
asidosis respiratorik akut den gan pH
< 7,30, ketidakmampuan mimum
obat atau cairan per oral, penjalaran
infeksi (meningitis), penyakit
komorbid yang tak stabil.

Perbaikan batuk dan sesak


napas
Absorpsi gastrointestinal
adekuat
Suhu menjadi normal
selama minimal
(< 37,8
8 jam)
Leukosit menjadi normal

Tidak ada pathogen berisiko tinggi:


Stapylococcus aureus
, aspirasi,
pasca-obstruksi,
mycobacterial
fungi. Tidak ada komplikasi fatal
selama perawatan: infark miokard
akut, fibrilasi ventrikular, takikardia
ventrikular,
asystole, blok jantung
total, fibrilasi atrial tak stabil atau
baru, flutter atrial tak stabil atau baru,
takikardia
supraventrikular,
pneumotorak, gagal jantung
kongestif

Waktu
alih terapi
Kriteria
pulang

Tidak ada imunosupresi, atau infeksi


HIV
Hari ke-3
Tidak ada

Jika kriteria alih terapi


terpenuhi
Kandidat terapi oral
Tak perlu tata laksana
kondisi komorbid (CHF,
dll)
Tak perlu tindakan

Waktu
Dulane
1

Hari ke-4
*-

diagnostik (bronkoskopi
untuk massa paru)
Tak ada indikasi sosial
untuk melanjutkan
perawatan
( kondisi rumah tak stabil)
Jika kriteria pulang
terpenuhi
A

Pulmonobgi

DIAGNOSIS BANDING
Pneumonia didapat di masyarakat (CAP) bronkitis kronik

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium: DPL, retikulosit, LED, SCOT, SGPT, serologis


Foto toraks

TERAPI

Antibiotik: pemilihan antibiotika dengan spektrum sesempit mungkin:


Makrolid:
Eritromisin
Claritomisin 2 X 500 mg
- Azitroniicin 1 x 500 mg
- Roksitromisin 2x500 mg Doksisiklin

Respiratory -Fluorokuinolon
+
Rifampisin (bila curiga Legionella)
Tata laksana umum pneumonia ( = tata laksana umum CAP):
Rawatjalan

Dianjurkan untuk tidak merokok, beristirahat, dan minum banyak cairan

Nyeri pleuritik/demam diredakan dengan parasetamol

Ekspektoran/mukolitik
Nutrisi tambahan
pada penyakit yang berkepanjangan
Kontrol setelah 48
jam atau lebih awal bila diperlukan
Bila tidak membaik dalam 48
jam: dipertimbangkan untuk dirawat di rumah sakit,
atau dilakukan foto toraks
Keputusan merawatpasien di RS ditentukan oleh

derajatberat

penyakit terkait
faktor
prognostik lain
kondisi dan
dukungan orang di rumah

kepatuhan, keinginan pasien


RawatinapdiRS

Oksigen, bila perlu dengan pemantauan saturasi oksigen dan konsentrasi oksigen
inspirasi. Tujuannya: mempertahankan PaO 8 kPa dan SaO 92 %.

Terapi oksigen pada pasien dengan penyakit dasar PPOK dengan komplikasi
gagal napas dituntun dengan pengukuran AGD berkala
Cairan: bila
perlu dengan cairan intravena
Nutrisi

Nyeri pleuritik/demam diredakan dengan parasetamol

Ekspektoran/mukolitik
Foto toraks
diulang pada pasien yang tidak menunjukkan perbaikan yang
memuaskan

101

Panduan Pelayanan Medik PAPDI


RawatdilCU

Bronkoskopi dapat bermanfaat untuk retensi sekret, mengambil sampel untuk


kultur guna penelusuran mikrobiologi lain dan menyingkirkan kelainan
endobronkial.

KOMPLIKASI
Efusi pleura, empiema, abses paru, atelektasis, gagal napas, kor pulmonal,
pneumotoraks, septikemia, herpes labialis, penyakit tromboemboli

PROGNOSIS
Dubia: tergantung derajat berat penyakit, penyakit terkait, faktor prognostik lain

WEWENANG

RS pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam


RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Pulmonologi


RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

RS Pendidikan : Departemen Radiologi / Radiodiagnostik, Patologi Klinik,


mikrobiologi klinik
RS non pendidikan; Bagian Patologi Klinik, Paru, Radiologi, Mikrobiologi klinik

R E F E RE N S I
1. Bahar A. Diagnosis Pneumonia Atipik. Makalah Siang Klinik Penyakit Dalam FKUI/
RSUPN CM. 25 Maret 1999.
2. Suwondo A. Penatalaksanaan Pneumonia Atipik. Makalah Siang Klinik Penyakit Dalam
FKUI/RSUPN CM, 25 Maret 1999.
3. American Thoracic Society. Guidelinesfor the Management o f Adults with CommunityAcquired Pneumonia: Diagnosis, Assessment of Severity, Antimicrobial Therapy, and
Prevention. Am JRespir Crit Care Med, 2001;163:1730-54.
4. British Thoracic Society Standards o f Care Committee. British Thoracic Society Guide
linesfor the Management o f Community Acquired Pneumonia in Adults. Thorax 2001;56
(suppl IV):l-64. Available at URL:http://thorax.bmi/ournals. com/cgi/content/full/56/
suppl_4/...

102
Pulmonoliogi

GAGAL NAPAS
PENGERTIAN
Gagal napas adalah Ketidakmampuan mempertahankan nilai pH (keasaman), oksigen

(O), dan karbondioksida (CO) darah arteri supaya tetap dalam batas normal.
Etiologi

Penyakit saluran napas: bronkitis kronik, emfisema, asma bronkial, bronkietasis

Penyakit paru parenkim: pneumonia, edema paru, aspirasi, inhalasi asap, gas

Gangguan hiperpermeabilitas: edema paru, ARD S

Penyakit pembuluh darah: emboli paru, syok kardiogenik, fistula A. V pulmoner


Trauma;
dada, leher, kepala

Gangguan neuromuskular: poliomielitis, sindrom tetanus, Guillain Barre, paralisis


diafragma
Obat-obat: barbiturat, narkotik, sedatif, obat-obat relaksasi
Kelainan
dinding dada: kifoskoliosis, ankylosing spondylitis
Lain-lain:
hipotermia

DIAGNOSIS
Sesak napas berat, batuk , sianosis, pulsus paradoksus, stridor, aritmia, takikardia,
konstriksi pupil
Gagal napas tipe I

PCO2 normal atau meningkat

PO turun

Umumnya kurus
Wama kulit:
pinkpuffer

Hiperventilasi

Pemapasan; purse-lips
Gagal napas tipe 11:

PCO2 meningkat

PO2 menurun
Sianosis

Umumnya kegemukan

Hipoventilasi
Tremor
CO
Edema

DIAGNOSIS BANDING
Edema paru, ARDS

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Analisis gas darah


Foto toraks

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

Kateter Swan Ganz dengan monitor - tekanan kapiler paru (PCWP)


EKG

TERAPI
Tahapl
Perbaiki
gangguan hipoksemia dengan terapi
Bronkodilator nebulizer

103

Humidifikasi
Fisioterapi dada
Antibiotika

Tahapn
B ronkodilator arenteral
p
Kortikosteroid
Tahapin:
Stimulan
pemapasan
Mini trakeostomi ika retensi
j
sputum
TahapIV
Ventilasi Mekanik

KOMPLIKASI
Mortalitas

PROGNOSIS
Malam

WEWENANG

RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam


RS non pendidikan; Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Pulmonologi


RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam,

UNIT TERKAIT

RS Pendidikan: Departemen Patologi Klinik, Radiologi, Anestesi/ICU


RS non pendidikan: Bagian Patologi Klinik, Paru, Radiologi, Anestesi/ICU

REFERENSI
BaharA. GagalNapas. In :SimadibrataM, SetiatiS, Alwil, Maryantoro, GaniRA, Mansjoer
A, editors. Pedoman Diagnosis dan Terapi di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat
Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI;1999.p. 213-4.

104
Pulmonobgi

PENYAKIT PARU
OBSTRUKTIF KRONIK
PENGERTIAN
Penyakit paru obstruktif kronik Penyakit yang ditandai dengan adanya perlambatan
aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel. Perlambatan aliran udara umumnya

bersifat progresif dan berkaitan dengan respons inflamasi yang abnormal terhadap
partikelatau gas iritan (GOLD 2001).

DIAGNOSIS

Keluhan: sesak napas, batuk-batuk kronis, sputum yang produktif, faktor risiko
(+), PPOK ringan dapat tanpa keluhan atau gejala
Anamnesis riwayat paparan dengan faktor risiko, riwayat penyakit sebelumnya,
riwayat keluarga PPOK, riwayat eksaserbasi dan perawatan di RS sebelumnya,
komorbiditas, dampak penyakit terhadap aktivitas-dll, kemungkinan mengurangi
faktor risiko
Pemeriksaan fisik
Pemapasan pursed lips,
Takipnea,
- dada emfisematous atau barrel chest
dengan tampilan fisik pink puffer atau blue bloater
bunyi napas vesikuler melemah
- eksirasimemanjang
- ronki
kering atau wheezing
- bunyi j antung j auh.
Diagnosis pasti dengan uj i spirometri:
FEV,/FVC <70%
Uji bronkodilator (saat diagnosis ditegakkan): FEVj pasca bronkodilator <
80 % prediksi
Uj i coba kortikosteroid
Analisis gas darah pada:
- Semua
pasien dengan VEP, < 40% prediksi
- Secara klinis diperkirakan gagal napas atau payah jantung kanan.

PPOK Eksaserbasi Akut


Gejala eksaserbasi: bertambahnya sesak napas, kadang-kadang disertai mengi,
bertambahnya batuk disertai meningkatnya sputum dan sputum menjadi lebih
purulen atau berubah wama,
Gejala non-spesifik: malaise, insomnia, fatigue, depresi
Spirometri: flingsi paru sangat menurun
Etiologi eksaserbasi
Infeksi mukosa trakeobronkial, terutama Streptococcus pneumonie, Haemophilus
influenzae, Moraxella catarrhalis.

Panduan Pelayanan Medik PAPDI


Pajanan polusi udara
Kiasifikasi PPOK mGnnrniNationalHeart, Lung and Blood Institute dan WHO
Stadium 0
Deraj at Berisiko PPOK
Spirometri normal
Kelainan kronik (batuk, sputum prioduktif)
Stadium I
PPOK ringan
VEP,/KVP<70%
>
VEP| 80%prediksi
dengan/tanpa keluhan kronik (batuk, sputum produktif)

105

Stadium II

Stadium III

PPOK sedang
VEP/KVP<70%
30% < VHP, < 80% prediksi
(II A: 50% < VHP, < 80% prediksi)
(IIB: 30 % < VEPj < 50%prediksi)
dengan/tanpa keluhan kronik (batuk, sputum produktif)
PPOK berat
VEP,/KVP<70%
<
<
+
VEP| 30% prediksi atau YEP 50% prediksi gagal napas

DIAGNOSIS BANDING
Asma bronkial, bronkiektasis, gagal jantung kongestif, pneumonia

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Spirometri
Foto toraks
Bila eksaserbasi akut: analisis gas darah, DPL, sputum Gram, kultur MOR

TERAPI
Usaha mengurangi faktor risiko
Edukasi-motivasi berhenti merokok
Farmakoterapi stop merokok
Terapi PPOK Stabil

Terapi Farmakologis
a. Bronkodilator
- Secara inhalasi ( MDI), kecuali preparat tak tersedia / tak terjangkau
- Rutin (bila gejala menetap) atau hanya bila diperlukan (gejala intermiten)
- 3 golongan:
- agonis -2: fenopterol, salbutamol, albuterol, terbutalin, formoterol,
salmeterol,
- antikolinergik: ipratropium bromid, oksitroprium bromid
metilxantin: teofilin lepas lambat, bila kombinasi p-2 dan steroid belum
memuaskan
- Dianjurkan bronkodilator kombinasi daripada meningkatkan dosis
bronkodilator monoterapi
106

Pulmonologi
b.

Steroid, pada:
- PPOK
yang menunjukkan respons pada uji steroid
- PPOK
dengan FEV1 < 50 % prediksi (stadium IIB dan III)
Eksaserbasi akut
c. Obat-obat tambahan lain
- mukolitik
(mukokinetik, mukoregulator); ambroksol, karbosistein, gliserol
iodida
- antioksidan: N-asetil-sistein
imunoregulator (imunostimulator, imunomodulator); tidak rutin
- antitusif; tidak rutin
- vaksinasi: influenza, pneumokok

Terapi Non-farmakologis.
a. Rehabilitasi : latihan fisik, latihan endurance latihan pernapasan,
rehabilitasi psikososial
b. Terapi oksigen jangka panjang ( > 15 jam sehari): Pada PPOK stadium III,
AGD =
<
<
PaO 55 mmHg, atau SaO 88 % dengan / tanpa hiperkapnia
<
PaO 55 60 mmHg, atau SaO 88 % disertai hipertensi pulmonal,
edema perifer karena gagal jantung, polisitemia.
c. Nutrisi
d. Pembedahan: pada PPOK berat, (bila dapat memperbaiki fiingsi paru atau
gerakan mekanik paru)

Terapi PPOK Eksaserbasi Akut


Penatalaksanaan PPOK eksaserbasi akut di rumah: bronkodilator seperti pada PPOK
stabil, dosis 4-6 kali 2-4 hirup sehari.Steroid oral dapat diberikan selama 10-14 hari.
Bila infeksi: diberikan antibiotika spektrum luas (termasuk Spneumonie, H influenzae,
M catarrhalis).
Terapi eksaserbasi akut di rumah sakit:

Terapi oksigen terkontrol, melalui kanul nasal atau venturi mask.


Bronkodilator; inhalasi
agonis p2 (dosis & frekuensi ditingkatkan) + antikolinergik,
Pada eksserbasi akut berat: + aminofilin (0,5 mg/kgbb/jam)
Steroid:
prednisolon 30-40 mg PO selama 10-14 hari.
Steroid intra vena: pada keadaan berat

Antibiotika terhadap Spneumonie, H influenzae, M catarrhalis.


Ventilasi mekanik
pada: gagal napas akut atau kronik,

KOMPLIKASI
Gagal napas, kor pulmonal, septikemia

PROGNOSIS
Dubia, tergantung dari stage, penyakit paru komorbid, penyakit komorbid lain.

WEWENANG

RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam


RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

107

UNIT YANG MENANGANI

RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Pulmonologi


RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

RS Pendidikan: Departemen Rehabilitasi Medik, Radiologi / Radiodiagnostik,


Anestesi / ICU
RS non pendidikan: Bagian Patologi Klinik, Paru, Radiologi, Anestesi / ICU

REFERENSI

Uyainah A. Standardisasi Baru dalam Diagnosis dan Terapi PPOK. In: Setiati S, AIwi I,
Kasjmir YI, Bawazier LA, Lydia A, Syam AF, et al, editors. Prosiding Simposium Current
Diagnosis and Treatment in Internal Medicine 2002. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan
Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI,2002.p. 55-64.

108
Pulmondogi

frUBERKULOSISlPARU
t>ENGERTIAN

Tuberkulosis paru adalah infeksi paru yangmenyerang jaringanparenkim paru,


disebabkan bakteri Mycobacterium tuberculosis berdasarkan hasil pemeriksaan
sputum, TB dibagi dalam:
1. TB paru BTAposilif: sekurangnya2dari3 spesimen sputum BTAposilif
2. TB Paru BTA negalif, dari 3 spesimen sputum BTA negatif, fqlo torssitif
Berdasarkan lingkatkeparahanpenyakilyangdiiunjukkanoleh foto toraks, TB
paru dibagi dalam:

1. TB Paru dengan kelainan paru luas


2. TB Paru dengan kelainan paru sedikit
Berdasarkan organ selain paru yang terserang, TB paru dibagi dalam:
1. TBEksU'a Paru Ringan: TB kelenjar limfe, TB tulangnon-vertebra, TB sendi,
TBdrenal
2. TB Ekslra Paru Berat: meningitis, TB milier, TB diseminata, perikarditis,
pleuritis, peri ton ftlsTTB verlebra, TB usus, TB genitourinarius
Berdasarkan riwayat pengobatannya, TB paru dibagi dalam:
1. Kasus baru
2. Kambuh (relaps)
3. Drop-out / default
4. Gagalterapi
5. Kronis

DIAGNOSIS
Keluhan (tergantung derajat berat, organ terlibat, dan komplikasi): batuk-batuk > 3
minggu, baluk berdarah, sesak napas, nyeri dada. malaise, lemah, berat badan turun,
nafsu makan lurun, keringat malam, demam
Gejala yang ditemukan (tergantung derajat berat, organ terlibat, dan komplikasi):
keadaan umum lemah, kakeksia, takipnea, febris, paru: tanda-tanda konsolidasi
(redup, fremitus mengeras/ melemah, suara napas bronkhial/ melemah, ronkhi basah
/ kering)
Laboratorium: LED meningkat
Mikrobiologis:
BTA
sputum positif minimal 2 dari 3 spesimen SPS,
Kultur
Mycobacterium tuberculosis positif ( diagnosis pasti)
Radiologis:
Foto toraks PA lateral
(hasil bervariasi): infiltrat, pembesaran KGB hilus/ KGB
paratrakeal, milier, atelektasis, efusi pleura, kalsifikasi, bronkiektasis, kavitas,
destroyed lung
Imuno- Serologis:

uji kulit dengan tuberkulin (Mantoux) positif > 15 mm pada orang Indonesia
yang imunokompeten

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

109

tes PAP, ICT-TB ; positif


PCR- TB dari sputum (hanya menunjang klinis)

DIAGNOSIS BANDING
Pneumonia, tumor/keganasanparu, jamurparu, penyakit paru, akibatkerja

PEMERIKSAAN PE NUNJA NG
Laboratorium: LED
Mikrobiologis: BTA sputum, kultur resislensi sputum Lerbadap M tuhercnlosis,
Pada
kategori 1 dan 3: sputum BTAdiulangi pada akhir bulan ke 2,4 dan 6.
Pada
kategori 2: sputimi BTA diulangi pada akhir bulan ke 2,5 dan 8.
Kultur BTA
sputum diulangi pada akhir bulan ke 2 dan akhir terapi.
Radiologis; foto loraks PA, lateral pada saat diagnosis awal dan akhir terapi.

Selama terapi: evaluasi foto selelah pengobatan 2 bulan dan 6 bulan.


Imuno- Serologis;

uji kulit dengan tuberkulin (Mantoux)


tes PAP, ICT-TB PCR- TB dari sputum

TERAPI
Terapi umum: istirahat, stop merokok, hindari polusi, tata laksana komorbiditas,
nutrisi, vitamin
Medikamentosa obat anti TB ( OAT):
Kategori 1: untuk

penderita baru TB Paru, sputum BTA positif

penderita TB Paru, sputum BTA negatif, rontgen positif dengan kelainan paru
luas

penderita TB Ekstra Paru berat diterapi dengan


2 RHZE / 4 RH-2 RHZE /4 R3H3-2 RHZE / 6 HE
Kategori 2 : untuk:

penderita kambuh

penderita gagal

penderita after default


diterapi dengan:
- 2 RHZES /1 RHZE / 5 RHE
- 2 RHZES /1 RHZE / 5 R3H3E3
Kategori 3 : untuk:

penderita baru TB Paru, sputum BTA negatif, rontgen positif dengan kelainan
paru tidak luas

penderita TB Ekstra Paru ringan diterapi dengan :


- 2RHZ/4RH
- 2RHZ/4R3H3
- 2RHZ/6HE

110

Pulmonologi
Kategori 4 : untuk:

penderita TB kronik
diterapi dengan:
- H seumur hidup,
- Bila mampu: OAT lini kedua

KOMPLIKASI

Komplikasi paru: atelektasis, hemoptisis, fibrosis, bronkiektasis, pneumotoraks,


gagal napas,
TB eskstra paru: pleuritis, efusi pleura, perikarditis, peritonitis, TB kelenjar limfe,
kor Pulmonal

PROGNOSIS
Dubia: tergantung derajat berat, kepatuhan pasien, sensitivitas bakteri, gizi, status

imun, komorbiditas

WEWENANG

RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam


RS non pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Pulmonologi


RS non pendidikan; Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

RS Pendidikan : Divisi di Departemen Ilmu Penyakit Dalam yang terkait dengan


keterlibatan organ/komplikasi TB, Departemen Radiologi / Radiodiagnostik,
Patologi Klinik, mikrobiologi klinik, Patologi Anatomi, Bedah / toraks dan Bagian
lain yang terkait dengan keterlibatan organ/komplikasi TBRS non pendidikan : Bagian Bedah, Patologi Klinik, Paru, Radiologi, Patologi
Anatomi, Mikrobiologi klinik dan Bagian lain yang terkait dengan keterlibatan
organ/komplikasi TB

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

111

KARSINOMAPARU
PENGERTIAN
Karsinoma paru umumnya berarti tumor yang berasal dari epitel pernapasan
(bronkus, bronkiolus, alveolus ). Tipe sel yang paling sering ditemukan menumt
klasifikasi WHO untuk neoplasma paru primer:
1. Karsinoma sel skuamosa {epidermoid)
2. Karsinoma sel kecil {oat cell carcinoma)
3. Adenokarsinoma (termasuk bronkioloalveolar )
4. Karsinoma sel besar
Faktor risiko:

Merokok(aktif, pasif),

Polusi lingkungankerja:
- asbestos
(galangan kapal, konstruksi, pertambangan
- arsenik (kebun anggur, gembala kambing, tambang emas, pelapis logam),
hidrokarbon aromatikpolisiklik (industribaja)
kromat dan kromium (pekerj a industri, pelapis krom)
- silika
(penemuan baja),
pabrik gas beracun, penyulingan nikel
tambang uranium, radon, dan turunannnya
Polusi udara : gas buangan kendaraan bermotor mengandung hidrokarbon
aromatik polisiklik
Radiasi non-ionisasi (telepon selular),
radiasi prosedur diagnostik

DIAGNOSIS
Gambaran klinis:

Asimptomatis
Klinis lokal:
Batuk, hemoptisis, wheezing, stridor, abses, atelektasis
Klinis invasi lokal:
Nyeri dada, dyspnea karena efusi pleura, aritmia (invasi ke
pericardium), sindrom vena cava superior, sindrom Homer {facial anhidrosis,
ptosis, miosis ), suara serak ( penekanan pada n. laryngeal recurrent), sindrom
Pancoast (invasi pleksus brakialis dan saraf simpatis servikalis )
Metastasis :
Nyeri tulang, sakit kepala, ikterus, perubahan neurologis, suara
serak, sulit menelan, sesak napas, pembesaran kelanjar getah bening
Sindrom
paraneoplastik:
ala
sistemik: penurunan berat badan, anoreksia, demam
Gej
Hematologi: leukosistosis, anemia, hiperkoagulasi
Neurologik: demensia, ataksia, tremor, neuropati perifer,
- Endokrin: sekresi PTH
(hiperkalsemia),
- Dermatologi: eritema multiform, hiperkeratosis, iari tabuh,
- Renal :SIADH,
Osteoartropati hipertrofi
112
Pulmonologi

Diagnostik pada pasien dengan kanker paru terdiri dari:


1. Diagnosis adanya kanker paru
2. Diagnosis tipe histologis kanker paru
3. Staging kanker paru
4. Anatomic staging : penentuan lokasi tumor
5. Physiologic staging : pengkajian kemampuan pasien menerima berbagai terapi
anti-tumor
6. Terutama untuk kanker paru non-small cell: resektabilitas (apakah tumor dapat
diangkat seluruhnya dengan prosedur bedah standar seperti lobektomi atau
pneumonektomi) dan operabilitas (apakah pasien dapat mentoleransi prosedur
bedah)

DIAGNOSIS BANDING
Tumor metastasis dari kanker primer di tempat lain.Tumor jinak paru: tersering ialah

adenoma bronkial dan hamartoma. Yang lebih jarang kondroma, fibroma, lipoma,
hemangioma, leiomyoma, teratoma, endometriosis. Infeksi (TB paru, infeksi nonspesifik), granuloma.

PEMERIKSAAN PE NUNJA NG

Pemeriksaan sitologi sputum merupakan pemeriksaan rutin pada pasien dengan


batuk dan gambaran klinis dicurigai suatu keganasan.
Pemeriksaan sitologi lain dapat dilakukan pada cairan pleura, aspirasi kelenjar
getah bening, biopsi transthorakal, transbronchial needle aspiration ( TBNA),
bilasan bronkus, sikatan bronkus, biopsi sumsum tulang.
Pemeriksaan histopatologis, merupakan baku emas, dilakukan melalui cara:
bronkoskopi, thorakoskopi, mediastinoskopi, thorakotomi.
Foto toraks : untuk penapisan pasien dengan risiko tinggi, menentukan adanya
massa di paru, melihat adanya efusi pleura.
CT Scan toraks : memastikan adanya lesi di paru, menentukan lokasi dan ukuran
lesi secara tepat, menilai KGB hilus dan mediastinum, mencari metastasis paru
supra renalis dan hepar, menilai respons terapi, mendeteksi kekambuhan tumor.
Pencitraan lain: CT Scan abdomen, USG abdomen, CT kepala, bone scan, bone
survey, angiografi, MRl.

Prosedur Staging untuk pasien kanker Paru


A. Untuk semua pasien

Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik lengkap


Penentuan status
tampilan
Laboratorium.: DPL, elektrolit,
glukosa, kalsium, fosfat, fungsi ginjal, fungsi
hati
EKG
Tes kulit untuk tuberkulosis
Foto toraks
CT scan toraks
CT scan abdomen atau USG abdomen
CT scan otak
Bone scan

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

113

Bone survey atau foto daerah tulang yang dicurigai berdasarkan bone scan
atau klinis
Foto Barium bila ada keluhan esofagus
Fungsi paru/ spirometri dan analisis gas darah bila ada gangguan pemapasan
Biopsi dari lesi yang dicurigai kanker yang dapat dijangkau :
- Lesi sentral ; bronkoskopi dengan bilasan bronkus, sikatan bronkus,

TBNA, biopsi forsep


Lesi perifer: biopsi aspirasi jarum halus transthorakal dengan atau tanpa
bimbingan USG/CT scan, biopsi dengan thorakoskopi

Sitologi cairan pleura bila ada efusi pleura


B. Untuk pasien dengan NSCLC tanpa kontraindikasi untuk pembedahan kuratif
atau radioterapi:

Seperti butir A. ditambah;


Tes
koagulasi
Jika rencana bedah; evaluasi mediastinum oleh bag. Bedah pada saat
-

mediastinoskopi atau thorakotomi


C. Untuk pasien dengan SCLC :

Seperti butir A. ditambah;


Aspirasi sumsum tulang dan biopsi

TERAPI
Berdasarkan tipe histopatologis dan staging TNM menurut lUCC 1997:
NSCLC:
Stagel A-B,II A-B,beberapaIII A:
St. I A-B & II A-B : Reseksi
St. Ill A dengan keterlibatan N2 minimal (ditentukan saat torakotomi atau
mediastinoskopi):
Reseksi + Diseksi KGB mediastinum lengkap + pertimbangkan kemoterapi
neoajuvan
Keterlibatan N2 (bila tidak diberikan Kemoterapi Neoajuvan): Radioterapi pascaOP
Kemoterapi / Ajuvan: diskusikan risiko / keuntungan bagi pasien
Non-operabel: Radioterapi berpotensi kuratif
Stage III A dengan tipe tertentu dari tumor stage T3 :
Invasi dinding dada ( T3 ): Reseksi en blockiumoi + dinding dada yang terlibat,
pertimbangkan Radioterapi pasca-op
Tumor Pancoast ( T3 ): Radioterapi pre-op (30-45 Gy) dilanjutkan Reseksi en
blockiwmox + dinding dada yang terlibat, pertimbangkan Radioterapi pasca-op
atau Brakiterapi intra-op
Keterlibatan saluran napas proksimal ( < 2 cm dari karina) tanpa KGB mediasti
num : Reseksi sleeve (jika mungkin mempertahankan paru distal yang normal),
atau Pneumonektomi
Stage III A "lanjut, bulky, klinis terbukti N2 (pre-op), &
Stage III B yang toleran terhadap Radioterapi port: Radioterapi potensial kuratif+
Kemoterapi (jika status tampilan dan kondisi umum memungkinkan), atau
Radioterapi saja (bila tidak memungkinkan Kemo terapi)
114
PulitionDlogi
Stage III A dengan N2 lanjut
Pertimbangkan Kemoterapi Neoajuvan dan Reseksi
Stage III B dengan invasi karina (T4) tanpa adanya N2 rPertimbangkan
Pneumonektomi dengan Reseksi sleeve trakea dan Reanastomosis langsung ke
bronkus mainstem kontralateral
St age W dan III B yanglebihlanjut:
Radioterapi pada daerah lokal yang simtomatik
Kemoterapi untukpasien rawatjalan
Drainase chest tube untuk efusi pleura maligna yang banyak
Pertimbangkan Reseksi tumor primer / metastasis untuk kasus metastasis otak atau
adrenal yang terisolasi
SCLC:
Limited stage (status tampilanbaik): Kemoterapi Kombinasi + Radioterapi toraks
Extensive stage (status tampilan baik ):Kemoterapi Kombinasi
Respons tumor komplit (semua/age ):Radioterapi kranial profilaktik

Status tampilan buruk (semua stage):


Kemoterapi Kombinasi dengan modifikasi dosis
Radioterapi paliatif
Semua pasien:
Radioterapi untuk:
metastasis otak,

kompresi medulla spinalis,


lesi litik
pada tulang penahan beban,
lesi lokal simptomatik ( paralysis nervus, obstruksi saluran napas, hemoptisis
pada NSCLC dan SCLC yang tidak respons terhadap Kemoterapi)
Diagnosis dan tata laksana masalah medis lain dan supportive care selama
Kemoterapi
Mendorong stop merokok

KOMPLIKASI

Obstruksi jalan napas


Gagal napas
Perdarahan / hemoptisis
Abses
Atelektasis
Nyeri kanker
Efusi pleura
Aritmia
Sindrom vena cava superior
Sindrom Homer
Dysphonia
Sindrom Pancoast
Metastasis ke organ: otak, tulang, hepar, limfatik
Sindrom paraneoplastik:
- penurunan berat badan, anoreksia, demam,

Panduan Pelayanan Medik PAPDI


-

115

leukosistosis, anemia, hiperkoagulasi,


hiperkalsemia
SIADH
demensia, ataksia, tremor, neuropati perifer,

PROGNOSIS
Tergantung tipe histologi, staging, resektabilitas dan operabilitas.

WE WE NAN G

RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam


RS non pendidikan; Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

RS pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Pulmonologi,


Hematologi-Onkologi Medik
RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam, Paru

UNIT TERKAIT

RS Pendidikan : Departemen Radiologi / Radiodiagnostik/ Radioterapi, Patologi


Anatomi, Bedah / toraks/ Onkologi
RS non pendidikan : Bagian Bedah, Patologi Klinik, Paru, Radiologi, Patologi
Anatomi.

REFERENSI
1.

Uyainah A.PendekatanDiagnostikKankerParu. IniAlwil, SetiatiS, Kasjmir YI, Bawazier


LA, Syam AF, Mansjoer A, editors. Naskah Lengkap Pertemuan Ilmiah Tahunan Ilmu
Penyakit Dalam 2002. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit
Dalam FKUI: 2002.p. 91-8.
2. Minna JD. Neoplasms of the Lung. In: Braunwald E, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL,
Longo DL, Jameson JL. Harrison s Principles o f Internal Medicine. IS''' ed. New York:
McGraw-Hill; 200Lp.562~7L

116

PulinonDLogi

EMBOLI

PARU

PENGERTIAN
Emboli paru adalah kelainan jaringan paru yang disebabkan oleh embolus pada
arteri pulmonalis paru. Bekuan vena sistemik yang menyangkut di percabangan
arteri pulmonalis, merupakan komplikasi trombosis vena dalam (DVT) yang umumnya
terjadi pada kaki atau panggul. Faktor predisposisi trombosis vena, dikaitkan dengan
Trias Virchow, yaitu
Stasis:
Imobilitas, tirahbaring, anestesi, gagaljantungkongestif/korpulmonal,
trombosis vena sebelumnya

Hiperkoagulabilitas: keganasan,antibodi antikardiolipin, sindrom nefrotik,


trombositosis esensial, terapi estrogen, heparin-induced thrombocytopenia,
inflammatory bowel disease Paroxys m al nocturnal hemoglobinuria,
koagulasi intravaskular diseminata, defisiensi protein C dan S, defisiensi
antitrombin III

Kerusakan dinding pembuluh darah: trauma, pembedahan

Manifestasi klinis terbagi atas;

Akut: oklusi masif, infark paru, emboli paru tanpa infark


Kronik: emboli paru unresolved

DIAGNOSIS

Keluhan; sesak napas, nyeri dada, hemoptisis


Pemeriksaan fisik : takipneu, takikardia,p/ewra/ rub, tanda-tanda efusi pleura,
tanda-tanda gagal jantung kanan akut (JVP meningkat, bunyi P2 mengeras, mur
mur sistolik daerah katup pulmonal).
EKG: terutama menyingkirkan penyakit lain, perubahan ST-T tidak spesifik.
Inversi gelombangT di VI - V4, kadang-kadang dijumpai RBBB, AF. Pada em
boli paru masif dapat dijumpai RAD, P pulmonal, S1 Q3 T3.
Foto toraks: menyingkirkan penyebab lain berupa emboli paru infiltrat, eflisi,
atelektasis, gambaran khas emboli paru Hamptons sign, Westermark's sign,
Palla s sign, pada sebagian kasus: tidak tampak kelainan
AGD : hipoksemia, alkalosis respiratorik
D-dimer plasma: meningkat (sensitif, tidak spesifik). Bila > 500 ng/mL, dilanjutkan
dengan pemeriksaan:
Ventilation / Perfusion Lung Scan: (sensitif, tidak spesifik)
- Pada emboli paru: kelainan perfusi tidak disertai kelainan ventilasi, atau
kelainan perfusi lebih menonjol
- Berdasarkan
adanya, ukuran, dan hubungan defek ventilasi-perfusi, hasil
dibagi atas : high-probability lung scan, non-high probablity lung scan (=
low dan intermediate probability lung scan ), normal lung scan.
USG kompresi kaki. Indikasi: hasil scan menunjukkan non-high probablity
lung scan, sedangkan klinis sangat mengarah ke emboli paru.
Jika hasil scan adalah high-probability lung scan, atau USG kaki positif DVT;
diterapi sebagai emboli paru,

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

117

Angiografi pulmoner: baku emas. Indikasi: hasil diagnostik lain tidak jelas, dan
dibutuhkan diagnosis pasti ( seperti pada pasien yang tidak stabil, atau yang
memiliki risiko tinggi bila diterapi antikoagulan atau trombolitik).

DIAGNOSIS BANDING
Pneumonia, bronkitis, asma bronkial, bronkitis kronis eksaserbasi akut, infark miokard,
edema paru, kanker paru, pneumotoraks, kostokondritis, aorta dissekans, tampon
ade, fraktur iga, hipertensi pulmoner primer, nyeri muskukoskeletal, anksietas

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Lab.; DPL, AGD, D-dimer plasma, hemostasis ( FT, aPTT, INR, aktivitas
protrombin, kadar fibrinogen), kadar protein C dan S, ACA, urin lengkap,
Ventilation / Perfusion Lung Scan.
USGDoppler
EKG
Angiografi pulmoner:

TERAPI
Terapi Primer
Obat trombolitik diindikasikan pada emboli paru masif yang menyebabkan instabilitas
hemodinamik atau gagal napas, streptokinase: dosis loading 250.000 lU drip IV
dalam 30 menit. Dilanjutkan 100.000 lU perjam drip IV, selama total 24 jam.
Terapi Preventif
Antikoagulan:

Unfractionated heparin secara intravena, diberikan kontinyu atau intermiten,


bolus inisial IV 80 lU/kgBB atau sekitar 5.000 lU, dilanjutkan dengan drip 18 lU/
kgBB/jam IV
Pemantauan dengan pemeriksaan aPTT setiap 6 jam: target 1,5 - 2,5 x kontrol.
Bila hasil aPTT > 2,5 x kontrol: dosis diturunkan 100-200 lU/jam, bila hasil
aPTT <1,5 X kontrol; dosis dinaikkan 100-200 IU/jam,bila aPTT 1,5-2,5 x
kontrol: dosis dipertahankan. Pemantauan aPTT hari II setiap 12 jam, hari III
setiap 24 jam.
- Setelah 7 hari heparinisasi: ditambahkan {overlapping) antikoagulan oral
selama 5 hari, hingga tercapai target INR pada 2 kali pemeriksaan berturut
-turut.
Selama pemberian antikoagulan, perlu diperhatikan lesi fokal di tempat lain,
prosedur invasif yang direncanakan, dipantau jumlah trombosit.
Low Molecular Weight Heparin (LMWH) diberikan subkutan tiap 12 jam.
Dosis LMWH, yaitu enoxaparin 1 mg/kgBB sedangkan nadroparin 0,1 mL/kgBB.
Pada obesitas, BB < 50 kg, gagal ginjal kronik, kehamilan, dapat diperiksakan
anti faktorXa: target 0,3 -0,7 lU.

Antikoagulan oral ( warfarin ) dimulai sesudah 7 hari pemberian heparin dengan


dosis awal 5 mg / hari. Pemantauan dengan pemeriksaan INR tiap 1-3 hari: target
INR 2 - 3. Bila INR < 2: dosis dinaikkan I/2 tablet /hari, bila INR > 3 : dosis diturunkan,
bila INR 2 - 3 : dosis dipertahankan

118
Pulmonologi
TerapiSuportif

Oksigen
Infus cairan

Inotropik: dobutamin drip, bila hipotensi, atau tanda-tanda gagal jantung akut
lain

Vasopresor sesuai indikasi


Anti aritmia sesuai indikasi

Analgetik

KOMPLIKASI
Komplikasi emboli paru: gagal napas, gagal jantung kanan akut, hipotensi / syok
kardiogenik.Komplikasi diagnostik; reaksi alergi terhadap zat kontrasKomplikasi
terapi: perdarahan (termasuk intra-kranial), heparin-induced thrombocytopenia,
nekrosis kulit, warfarin embriopati.

PROGNOSIS
Malam

WEWENANG

RS pendidikan; Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam


RS non pendidikan; Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Pulmonologi


RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

RS Pendidikan : Divisi Hematologi-Onkologi Medik, Departemen Radiologi /


Radiodiagnostik, Patologi Klinik, Bedah/ toraks
RS non pendidikan: Bagian Bedah, Patologi Klinik, Radiologi

REFERENSI
1. BaharA. Diagnostik Klinik dan Diagnosis Banding Emboli Paru. Prosiding Simposium
Cardiovascular Respiratory Immunology: From Pathogenesis to Clinical Application
2003. Jakarta,2003:16-8.
2. Fishman AP. Pulmonaiy Thromboembolic Disease. In Fishman AP, Elias JA, Fishman
JA, Grippi MA, KaiserLR, Senior RM (eds). Fishman's Manual o f Pulmonary Diseases
and Disorders. 3" ed. New York: McGraw-Hill;2002.p. 461-8.
3. Goldhaber SZ. Pulmonary Thromboembolism. In Braunwald E, Fauci AS, Kasper DL,
Mauser SL, Longo DL, Jameson JL. Harrison s Principles o f Internal Medicine. 15' ed.
New York: McGraw-Hill:2001.p. 1508-13.
4. Bahar A. Emboli Paru. In: Simadibrata M, Setiati S, Alwi I, Maryantoro, Gani RA,
Mansjoer A (eds). Pedoman Diagnosis dan Terapi di Bidang Ilmu Penyakit Dalam.
Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI;1999.p.
211-2.
5. Tambunan KL. Deteksi dan Tata Laksana Trombosis Vena Dalam. Prosiding Simposium
Penatalaksanaan Kedaruratan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam II. Jakarta, 2002:28-33.

119
Panduan Pelayanan Medik PAPDI
6. Goldhaber SZ. Pulmonary Embolism. N E n g l J Med, July 9,1998:339(2):93~104.
1. Agnelli G. Anticoagulation in the Prevention and Treatment ofPulmonary Embolism.
Chest, Jan 1995;107(1):39S-44S.
8. Hyers TM, Agnelli Q Hull RD, Morris TA, Samama M, Tapson V, et al. Antithrombotic
Therapy f o r Venous Thromboembolic Disease. Sixth ACCP Consensus Conference on
Antithrombotic Therapy. Chest, Jan 2001;119(l):176-93S.

120

2.4
REUMATOLOGI
IftRTRITIS

PIRAI

Reumatologi

PENGERTIAN
artritis pirai adalah penyakit yang disebabkan oleh deposisi kristal-monosodium
urat (MSU) yang terjadi akibat supersaturasi cairan ekstra selular dan mengakibatkan
satu atau beberapa manifestasi klinik.

DIAGNOSIS
Kriteria ACR (1977):
A. Didapatkan kristal monosodium urat di dalam cairan sendi, atau
B. Didapatkan kristal monosodium urat di dalam toflis, atau
C Didapatkan 6 dari 12 kriteria berikut:
1. Inflamasi maksimal pada hari pertama
2. Serangan artritis akut lebih dari 1 kali
3. Artritis monoartikular
4. Sendi yang terkena berwama kemerahan
5. Pembengkakan dan sakit pada sendi MTP I
6. Serangan pada sendi MTP unilateral
7. Serangan pada sendi tarsal unilateral
8. Tofus
9. Hiperurisemia
lO.Pembengkakan sendi asimetris pada gambaran radiologik
11. Kista subkortikal tanpa erosi pada gambaran radiologik
12. Kultur bakteri cairan sendi negatif

DIAGNOSIS BANDING
Pseudogout, artritis septik, artritis reumatoid

P E M E R I K S A PENUNJANG
LED, GRP.
Analisis cairan sendi.
Asam urat darah dan urin 24 jam.
Ureum, kreatinin, CCT.
Radiologi sendi.

TERAPI
1.
2.

Penyuluhan
Pengobatan fase akut;
a. Kolkisin. Dosis 0,5 mg diberikan tiap jam sampai terjadi perbaikan inflamasi
atau terdapat tanda-tanda toksik atau dosis tidak melebihi 8 mg/24 jam.
b. Obat antiiflamasi non-steroid.
c. Glukokortikoid dosis rendah bila ada kontraindikasi dari kolkisin dan obat
antiinflamasi non-steroid.

Panduan Pelayanan Medik PAPDI


3.

123

Pengobatan hiperurisemia:
a. Diet rendah purin
b. Obat penghambat xantin oksidase (untuk tipe produksi berlebih), misalnya
allopurinol

c.

Obat urikosurik (untuk tipe sekresi rendah) Obat antihiperurisemik tidak boleh
diberikan pada stadium akut.

KOMPLIKASI

Tofus
Deformitas sendi
Nefropati gout, gagal ginjal, batu saluran kencing

PROGNOSIS
Bonam

WEWE NANG

RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam


RS non pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Rematologi


RS non pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

124

RaimatolDgi

ARTRITIS REUMATOIP
PENGERTIAN

Artritis reumatoid adalah penyakit inflamasi sistemik kronik yang terutama mengenai
sendi diartrodial. Termasuk penyakit autoimun dengan etiologi yang tidak diketahui.

DIAGNOSIS
Kriteria Diagnosis (ACR, 1987)

1.
2.
3.

Kakupagi, sekurangnya 1 jam


Artritis pada sekurangnya 3 sendi
Artritis pada sendi pergelangan tangan, metacarpophalanx (MCP) dan Proxi
mal Interphalanx (PIP)
4. Artritis yang simetris
5. Nodul reumatoid
6. Faktor reumatoid serum positif
7. Gambaran radiologik yang spesifik
Untuk diagnosis AR, diperlukan 4 dari 7 kriteria tersebut di atas. Kriteria 1-4 hams
minimal diderita selama 6 minggu.

DIAGNOSIS BANDING
Spondiloartropati seronegatif, sindrom Sjogren

PemeriksaanI penunjang

LED, GRP.Faktor reumatoid serum. Hasil positif dijumpai pada sebagian besar kasus (85%),
sedangkan hasil negatif tidak menyingkirkan adanya AR.
Analisis cairan sendi. Dapat terlihat peningkatan jumlah leukosit di atas 2.000/
mm Analisis ini sekaligus digunakan untuk menyingkirkan adanya artropati
kristal.
Radiologi tangan dan kaki. Gambaran dini berupa pembengkakan jaringan lunak,
diikuti oleh osteoporosis juxta-articidar dan erosi pada bare area tulang.
Keadaan lanjut terlihat penyempitan celah sendi, osteoporosis difus, erosi meluas
sampai daerah subkondral
Biopsi sinovium/nodul reumatoid.

JERAP!

Penyuluhan

Proteksi sendi, terutama pada stadium akut


Obat antiinlamasi non-steroid
Obat remitif (DMARD), misalnya;
- Klorokuin
dengan dosis 1 x250 mg/hari
- Metotreksat dosis
7,5-20 mg sekali seminggu,
Salazopirin dosis 3-4 x 500 mg/hari,
- Garam emas
per oral dosis 3-9 mg/hari, atau subkutan dosis awal 10 g,

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

125

dilanjutkan seminggu kemudian dengan dosis 25 mg/minggu, dan dinaikkan


menjadi 50 mg/minggu selama 20 minggu, selanjutnya diturunkan setiap 4
minggu sampai dosis kumulatif2 g.*
Glukokortikoid, dosis seminimal mungkin dan sesingkat mungkin, untuk
mengatasi keadaan akut atau kekambuhan. Dapat diberikan prednison dengan
dosis 20 mg dosis terbagi dan segera tappering off.

Bila terdapat peradangan yang terbatas hanya pada 1-2 sendi, dapat diberikan
injeksi steroid intraartikular seperti triamcinolon acetonide 10 mg atau
metilprednisolon 20-40 mg.
Fisioterapi, terapi okupasi, bila perlu dapat diberikan ortosis.
Operasi untuk memperbaiki deformitas

KOMPLIKASI

Deformitas sendi (boutonnierre, swan neck, deviasi ulnar)


Sindrom terowongan karpal

PROGNOSIS
Dubia

WEWENANG

RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam


RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

RS pendidikan; Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Rematologi


RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

RS pendidikan; Departemen Bedah - Orthopedi


RS non pendidikan : Departemen Bedah

126

RaimatDlogi

LUPUS ERITEMATOSUS SISTEMIK


PENGERTIAN
Lupus eritematosus sistemik adalah Penyakit autoimun yang ditandai produksi
antibodi lerhadap komponen-komponen inti sel yang mengakibaikan manifestasi

klinis yang luas.

DIAGNOSIS
Kriteria Diagnosis ACR 1982. Diagnosis ditegakkan bila didapatkan 4 dari 11 kriteria
di bawah ini.
Ruam malar
2. Ruam diskoid
3. Fotosensitivitas
4, Ulserasi di mulut atau nasofaring
5. Artritis
I 6. Serositis (pleuritis atau perikarditis)
7. Kelainan ginjal (proteinuria >0,5g/hari, atau silinder sel)
8. Kelainan neurologi, kejang-kejang atau psikosis.
9. Kelainan hematologi, anemia hemolitik, atau leukopenia, atau limfopenia, atau
1

trombopenia.
10. Kelainan imunologik, sel LE positif atau anti DNA positif, atau anti Sm positif,
tes serologis untuk sifilis positif palsu.
11. Antibodi antinuklear (ANA) positif.

DIAGNOSIS BANDING
Mixed connective tissue disease sindrom vaskulitis

PEMERIKSAANIPENUNJANG
LED,CRP
C3danC4
ANA, ENA (anti dsDNA dsb)
Coomb test, bila ada AIHA
Biopsi kulit

TERAPI

Penyuluhan
Proteksi terhadap sinar matahari, sinar ultraviolet, dan sinar fluoresein
Pada manifestasi non-organ vital (kulit, SQn6x,fatigue) dapat diberikan klorokuin
4 mg/kgBB/hari.
Bila mengenai organ vital, berikan prednison 1-1,5 mg/kgBB/hari selama 6 minggu,
kemudian tapp.iring off
Bila terdapat peradangan terbatas pada 1 -2 sendi, dapat diberikan injeksi steroid
intraartikular
Pada kasus berat atau mengancam nyawa dapat diberikan metilprednison 1 gr/
hari IV selama 3 hari berturut-turut, lalu prednison 40-60 mg/hari per oral
127

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

Bila pemberian glukokortikoid selama 4 minggu tidak memuaskan, maka dimulai


pemberian imunosupresiflain, misal siklofosfamid 500-1000 mg/m sebulan sekali
selama 6 bulan, kemudian tiap 3 bulan sampai 2 tahun
Imunosupresan lain yang dapat diberikan adalah azatioprin, siklosporin-A

KOMPLIKASI
Anemia hemolitik, trombosis, lupus serebral, nefritis lupus, infeksi sekunder,
osteonekrosis

PROGNOSIS
Dubia

WEWE NANG

RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam


RS non pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

RS pendidikan; Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Reumatologi


RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

RS pendidikan: Divisi Alergi, Ginjal, Pulmonologi, Hematologi dan Departemen


Ilmu Penyakit Kulit-Kelamin
RS non pendidikan: Bagian Kulit-Kelamin

128

Reumatologi

ARTRITIS SEPTIK
PENGERTIAN
Artritis septik adalah artritis yang disebabkan oleh adanya infeksi berbagai
mikroorganisme (bakteri, non-gonokokal)

DIAGNOSIS

Nyeri sendi akut, umumnya monoartikular


Umumnya terdapat penyakit lain yang mendasari
Ditemukan bakteri dari kultur cairan sendi

DIAGNOSIS BANDING
Artritis gonokokal, bursitis septic

PEMERIKSAAN PE NUNJANG

Analisis cairan sendi


Pewamaan Gram dan kultur cairan sendi
Radiografi sendi yang terserang
LED, CRP, leukosit darah
Kultur darah, bila ada tanda-tanda sepsis

TERAPI

Aspirasi cairan sendi


Antibiotik berspektrum luas sebelum ada hasil kultur dan diubah setelah hasil
kultur diperoleh
Drainase sendi yang terinfeksi
Indikasi tindakan bedah adalah infeksi koksa pada anak-anak, infeksi mengenai
sendi yang sulit dilakukan drainase secara adekuat, terdapat bukti osteomielitis,
infeksi berkembang ke jaringan lunak sekitamya

KOMPLIKASI
Osteomielitis, sepsis

PROGNOSIS
Dubia

WE WENANG

RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam


RS non pendidikan; Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Reumatologi


RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

UNIT TERKAIT

RS pendidikan: Departemen Bedah - Orthopedi


RS non pendidikan : Departemen Bedah

129

130
RaimatDbgi

OSTEOARTRITIS
PENGERTIAN
Osteoartritis (OA) merupakan penyakit degeneratif yang mengenai rawan sendi.
Penyakit ini ditandai oleh kehilangan rawan sendi progresif dan terbentuknya tulang
baru pada trabekula subkondral dan tepi tulang (osteofit)

DIAGNOSIS
Osteoartritis sendi lutut:
1. Nyeri lutut, dan

2. Salah satu dari 3 kriteria berikut;


a. Usia>50tahun
b. Kaku sendi < 30 menit
c. Krepitasi + osteofit
Osteoartritis sendi tangan:
1. Nyeri tangan atau kaku, dan
2. Tiga dari 4 kriteria berikut:
a. Pembesaran jaringan keras dari 2 atau lebih dari 10 sendi tangan tertentu
(DIP II dan III kiri dan kanan, CMC I ki dan ka)
b. Pembesaran jaringan keras dari 2 atau lebih sendi DIP
c. Pembengkakan pada < 3 sendi MCP
d. Deformitas pada minimal 1 dari 10 sendi tangan tertentu
Osteoartritis sendi pinggul:
1. Nyeri pinggul, dan
2. Minimal 2 dari 3 kriteria berikut:
a. LED <20 mm/jam
b. Radiologi: terdapat osteofit pada femur atau asetabulum
c. Radiologi: terdapat penyempitan celah sendi (superior, aksial, dan/atau
medial)

DIAGNOSIS BANDING
Artritis rematoid, artritis gout, artritis septik, spondilitis ankilosa

PEMERIKSA PE NUNJA NG

LED ( pada OA inflamatif, LED akan meningkat)


Analisis cairan sendi
Radiografi sendi yang terserang
Artroskopi

TERAPI

Penyuluhan
Proteksi sendi, terutama pada stadium akut
Obat antiinflamasi non-steroid, diantaranya : sodium diklofenak 50 mg t.i.d,
piroksikam 20 mg o.d, meloksikam 7.5 mg o.d, dan sebagainya
Steroid intraartikular untuk OA inflamasi

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

Fisioterapi, terapi okupasi, bila perlu diberikan ortosis


Operasi untuk memperbaiki deformitas

KOMPLIKASI
Deformitas sendi

PROGNOS I S
Dubia

WEWENANG

RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam & PPDS Penyakit Dalam

131

RS non pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Divisi Reumatologi


RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

RS pendidikan : Departemen Bedah-Orthopedi


RS non pendidikan : Bagian Bedah

132

Reucnatologi

SKLEROSIS SISTEMIK
PENGERTIAN
Sklerosis sistemik merupakan penyakit kronik yang mengenai berbagai sistem
organ dan terutama ditandai dengan penebalan kulit. Penyakit ini dapat difus, terbatas,
atau berupa sindrom tumpang tindih.

DIAGNOSIS
A-

Kriteria mayor
Skleroderma proksimal
B. Kriteria minor

1. Sklerodaktil
2. Pencekungan jari atau hilangnya substansi jari
3. Fibrosis basal di kedua paru
Diagnosis ditegakkan bila didapat 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor atau lebih

DIAGNOSIS BANDING
Mixed Connective Tissue Disease

PEMERIKSAAN PENUNJANG

LED, CRP.Peningkatan hasil menunjukkan proses inflamasi aktif


ANA, anti topo-1 (Scl-70), antibody antisentromer, anti SS-A, anti SS-B, anti
RNP. Diharapkan hasil tersebut positif, terutama anti-topoisomerase 1, RNA
polymerase I,III, dan U3 RNP
Radiologi tangan, toraks.
Uji fungsiparu
Ureum dan kreatinin
Biopsi kulit

TERAPI
Penyuluhan dan dukungan psikososial
Proteksi
terhadap suhu dingin untuk mengatasi fenomena Raynaud.
Bila
terdapat ulkus atau gangren, harus dirawat dengan baik dan diberikan
antibiotik yang adekuat.

Dapat dicoba D-penisilamin 3x250 mg. Bila gagal dapat dicoba DMARD lain
seperti metotreksat.
Bila
didapatkan gangguan gastrointestinal, dapat diberikan
antagonis,
omeprazol, dan obat-obat prokinetik
Pada keadaan krisis renal,
dapat diberikan kaptopril. Bila fungsi ginjal memburuk,
dapat dilakukan dialisis,
Pada
pneumonitis, dapat diberikan glukokortikoid atau siklofosfamid.

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

133

KOMPLIKASI
Hipertensi yang tidak terkontrol, krisis renal, pneumonitis, refluks esofagitis,
divertikulosis

PROGNOSIS
Dubia

WEWENANG

RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Daiam


RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Rematologi

RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

RS pendidikan: Divisi Alergi, Ginjal, Pulmonologi, Hematologi dan Departemen


Ilmu Kulit kulit-kelamin
RS non pendidikan: Bagian Kulit-Kelamin

134

2.5

TROPIKINFEKSI

TropiklnfeksL

PEMAM IBERDARAH DENGUE


PENGERTIAN
Demam Berdarah Dengue menipakan penyakit demam akut yang disebabkan oleh
virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypty dan Aedes
albopictus serta memenuhi kriteria WHO untuk demam berdarah dengue (DBD)

DIAGNOSIS
Kriteria diagnosis WHO 1997 untuk DBD harus memenuhi;
Demam atau
riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik

Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut ini:


- Uji torniquet positif (>20 petekie dalam 2,54 cm)
- Petekie, ekimosis, atau purpura
- Perdarahan mukosa, saluran cema, bekas suntikan, atau tempat lain
- Hematemesis atau melena

Trombositopenia (<100.000/mm)

Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage:


- Hematokrit
meningkat >20% dibanding hematokrit rata-rata pada usia, jenis
kelamin, dan populasi yang sama
- Hematokrit turun hingga >20% dari hematokrit awal, setelah pemberian cairan
- Terdapat efusi pleura, efusi perikard, asites, dan hipoproteinemia
Derajat
I ; Demam disertaigejalakonstitusional yang tidakkhas, manifestasi perdarahan
hanya berupa uji torniquet positif dan/atau mudah memar
n
Derajat I disertai perdarahan spontan
ni : Terdapat kegagalan sirkulasi: nadi cepat dan lemah atau hipotensi, disertai
kulit dingin dan lembab serta gelisah
IV : Renjatan: tekanan darah dan nadi tidak teratur DBD derajat III dan IV
digolongkan dalam sindrom renjatan dengue

DIAGNOSIS BANDING
Demam akut lain yang bermanifestasi trombositopenia

pEMERIKSAANi P E NUNJANG
Hb, Ht, lekosit, trombosit, serologi dengue

TERAPI
Nonfarmakologis: tirah baring, makanan lunak
Farmakologis:
Simtomatis:
antipiretik parasetamol bila demam
Tatalaksana terinci
dapat dilihat pada lampiran protokol tatalaksana DBD
- Cairan intravena;
Ringer Laktat atau ringer asetat 4-6 jam/kolf
Koloid/plasma ekspander pada DBD stadium III dan IV bila diperlukan

Panduan Pelayanan Medik PAPDI


-

137

Transfusi trombosit dan komponen darah sesuai indikasi


Pertimbangan heparinisasi pada DBD stadium III atau IV dengan koagulasi
intravaskular diseminata (KID)

KOMPLIKASI
Renjatan, perdarahan, KID

PROGNOSIS
Bonam

WE WEN ANG

RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam


RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Tropik Infeksi


RS non pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

RS pendidikan: Divisi Hematologi-Onkologi Medik, PMI

138
TropikMeksi

DEMAM TIFOID
PENGERTIAN
Demam tifoid merupakan penyakit sistemik akut yang disebabkan oleh infeksi kuman
Salmonella typhi atau Salmonella partatyphi

DIAGNOSIS

Anamnesis: demam naik secara bertangga pada minggu pertama lalu demam
menetap (kontinyu) atau remiten pada minggu kedua. Demam terutama sore/
malam hari, sakit kepala, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau
diare.
Pemeriksaan Fisis: febris, kesadaran berkabut, bradikardia relatif (peningkatan
suhu 1 C tidak diikuti peningkatan denyut nadi 8x/menit), lidah yang berselaput
(kotor di tengah, tepi dan ujung merah, serta tremor), hepatomegali, splenomegali,
nyeri abdomen, roseolae (jarang pada orang Indonesia).
Laboratorium : dapat ditemukan lekopeni, lekositosis, atau lekosit normal,
aneosinofilia, limfopenia, peningkatan LED, anemia ringan, trombositopenia,
gangguan fungsi hati. Kultur darah (biakan empedu) positif atau peningkatan
titer uji Widal >4 kali lipat setelah satu minggu memastikan diagnosis.Kultur
darah negatif tidak menyingkirkan diagnosis. Uji Widal tunggal dengan titer
antibodi O 1/320 atau H 1/640 disertai gambaran klinis khas menyokong diagno
sis.

Hepatitis Tifosa
Bila memenuhi 3 atau lebih kriteria Khosla (1990) : hepatomegali, ikterik, kelainan
laboratorium (antara lain; bilirubin >30,6 umol/1, peningkatan SGOT/SGPT, penurunan
indeks FT), kelainan histopatologi.
Tifoid Karier
Ditemukannya kuman Salmonella typhi dalam biakan feses atau urin pada seseorang
tanpa tanda klinis infeksi atau pada seseorang setelah 1 tahun pasca-demam tifoid.

DIAGNOSIS BANDING
Infeksi virus, malaria

PEMERIKSAPENUNJANG
Darah perifer lengkap, tes fungsi hati, serologi, kultur darah (biakan empedu)

TERAPI
Nonfarmakologis: tirah baring, makanan lunak rendah serat
Farmakologis:
Simtomatis
Antimikroba:
- Pilihan utama: Kloramfenikol 4 x 500 mg sampai dengan 7 hari bebas demam.

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

139

Altematiflain:
- Tiamfenikol 4 x 500
mg (komplikasi hematologi lebih rendah dibandingkan
kloramfenikol)
- Kotrimoksazol 2x2 tablet selama 2 minggu
Ampisilin dan amoksisilin 50-150 mg/kgBB selama 2 minggu
- Sefalosporin generasi III; yang terbukti efektif adalah seftriakson 3-4 gram
dalam dekstrosa 100 cc selama 'A jam per-inflis sekali sehari, selama 3-5 hari.
Dapat pula diberikan sefotaksim 2-3 x 1 gram, sefoperazon 2 x 1 gram
- Fluorokuinolon (demam umumnya lisis pada hari III atau menjelang hari IV):
- Norfloksasin 2 x 400 mg/hari selama 14 hari
- Siprofloksasin 2 x 500 mg/hari selama 6 hari
- Ofloksasin 2 x 400 mg/hari selama 7 hari
- Pefloksasin 400 mg/hari selama 7 hari
- Fleroksasin 400 mg/hari selama 7 hari

Pada kasus toksik tifoid (demam tifoid disertai gangguan kesadaran dengan
atau tanpa kelainan neurologis lainnya dan hasil pemeriksaan cairan otak masih
dalam batas normal) langsung diberikan kombinasi kloramfenikol 4 x 500 mg
dengan ampisilin 4x1 gram dan deksametason 3x5 mg.
Kombinasi antibiotika hanya diindikasikan pada toksik tifoid, peritonitis atau
perforasi, renjatan septik.
Steroid hanya diindikasikan pada toksik tifoid atau demam tifoid yang mengalami
renjatan septik dengan dosis 3x5 mg

Kasus tifoid karier:


Tanpa kolelitiasis -> pilihan rejimen terapi selama 3 bulan:
- Ampisilin 100 mg/kgBB/hari + Probenesid 30 mg/kgBB/hari
- Amoksisilin 100 mg/kgBB/hari + Probenesid 30 mg/kgBB/hari
- Kotrimoksazol 2x2 tablet/hari
Dengan kolelitiasis -> kolesistektomi + regimen tersebut di atas selama 28 hari
atau kolesistektomi + salah satu rejimenberikut:
- Siprofloksasin 2 x 750 mg/hari
- Norfloksasin 2 x 400 mg/hari
Dengan infeksi Schistosoma haematobium pada traktus urinarius -> eradikasi
Schistosoma haematobium:
- Prazikuantel 40 mg/kgBB dosis tunggal, atau
- Metrifonat 7,5-10 mg/kgBB bila perlu diberikan 3 dosis, interval 2 minggu
Setelah eradikasi berhasil, diberikan rejimen terapi untuk tifoid karier seperti di atas
Perhatian: Pada kehamilan fluorokuinolon dan kotrimoksazol tidak boleh digunakan.
Kloramfenikol tidak dianjurkan pada trimester III. Tiamfenikol tidak dianjurkan pada
trimester I. Obat yang dianjurkan golongan beta laktam: ampisilin, amoksisilin, dan
sefalosporin generasi III (seftriakson)

140

TropiklnfeksL

KOMPLIKASI
Intestinal: perdarahan intestinal, perforasi usus, ileus paralitik, pankreatitis.
Ekstra-intesdnal: kardiovaskular (kegagalan sirkulasi perifer, miokarditis, trombosls,
iromboflebilis), hematologik (anemia hemolitik, trombosilopenia, KID), paru (pneu
monia, empiema, pleurilis), hepatobilier (hepatitis, kolesistitis), ginjal
(glomerulonefritis pielonefritis, perinefritis), tulang (osteomielitis, periostitis,
spondi litis, artritis), neuropsikiatrik{ioksik lifoid)

PROGNOSIS
Baik. Bila penyakit berat, pengobatan terlambat/tidak adekuat atau ada komplikasi
berat, prognosis meragukan/buruk

WEWENANG

RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam


RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Tropik Infeksi


RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

RS pendidikan: Departemen Bedah digestif


RS non pendidikan: Departemen Bedah

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

141

LEPTOSPIROSIS
PENGERTIAN
Penyakit zoonosis yang disebabkan oleh spirokaeta patogen dari famili
Leptospiraceae

DIAGNOSIS

Anamnesis: demam tinggi, menggigil, sakit kepala, nyeri otot, mual, muntah,
diare.
Pemeriksaan Fisis: injeksi konjungtiva, ikterik, fotofobia, hepatomegali,
splenomegali, penurunan kesadaran
Laboratorium; dapat ditemukan leukositosis, peningkatan amilase, lipase, dan
CK, gangguan fiingsi had, gangguan fungsi ginjal. Serologi leptospira positif
(titer > 1 /100 atau terdapat peningkatan >4 kali pada titer ulangan)

DIAGNOSIS BANDING
Hepatitis tlfosa, ikteruobstruktif, malaria, kolangitis, hepatitis flilminan

PemeriksAan] penunjang
DPL, tes fungsi hati, ureum, kreatinin, elektrolit, amilase, lipase, serologi leptospira
MAT ( mikoaglutinasi test)

TERAPI
Nonfarmakologis
Tirah baring, makanan/cairan tergantung pada komplikasi organ yang terlibat
Parmakologis
Simtomatis
Antimikroba
pilihan adalah pilihan utama: Penisilin G 4 x 1,5 juta unit selama 5-7
hari. altematifnya tetrasiklin, eritromisin, doksisiklin, sefalosporin generasi III,
fluorokuinolon

KOMPLIKASI
Gagal ginjal, pankreatitis, miokarditis, perdarahan masif, meningitis aseptik

PROGNOSIS
Bonam

WEWENANG

RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam


RS non pendidikan; Dokter Spesialis Penyakit Dalam

142
Tropiklnfieksi

UNIT YANG M EN A N G A N I

RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Tropik Infeksi


RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT T E R K A IT

RS pendidikan : Divisi ginjal-hipertensi


RS non pendidikan : -

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

143

SEPSIS DAN RENJATAN SEPTIK


PENGERTIAN

Sepsis merupakan sindrom respons inflamasi sistemik (SIRS) yang disebabkan


oleh infeksi.
Renjatan (syok) septik: sepsis dengan hipotensi, ditandai dengan penurunan
TDS <90 mmHg atau penurunan >40 mmHg dari TD awal, tanpa adanya obatobatan yang dapat menurunkan TD
Sepsis berat :gangguan fungsi organ atau kegagalan flingsi organ termasuk
penurunan kesadaran, gangguan fungsi hati, ginjal, paru-paru, dan asidosis
metabolik

DIAGNOSIS SEPSIS
SIRS ditandai dengan 2 gejala atau lebih berikut:
Suhubadan>38C atau<36C
Frekuensi denyut jantung >90x/menit
Frekuensi
pemapasan >24x/menit atau PaCO <32

Hitung leukosit > 12.000/mm atau <4.000/nini\ atau adanya >10% sel batang
2. Ada fokus infeksi yang bermakna
1,

DIAGNOSIS BANDING
Renjatan kardiogenik, renjatan hipovolemik

PEMERIKSAAN PENUNJANG
DPL, tes fungsi hati, ureum, kreatinin, gula darah, AGD, elektrolit, kultur darah dan
infeksi fokal (urin, pus, sputum, dll) disertai uji kepekaan mikroorganisme terhadap
anti mikroba, foto toraks

TERAPI

Eradikasi fokus infeksi


Antimikroba empirik diberikan sesuai dengan tempat infeksi, dugaan kuman
penyebab, profll antimikroba (farmakokinetik dan farmakodinamik), keadaan
fungsi ginjal dan fungsi hati

Antimikroba deflnitif diberikan bila hasil kultur mikroorganisme telah diketahui,


antimikroba dapat diberikan sesuai hasil uji kepekaan mikroorganisme

Suportif: resusitasi ABC, oksigenasi, terapi cairan, vasopresor/inotropik, dan


transfusi (sesuai indikasi) pada renjatan septik diperlukan untuk mendapatkan
respons secepatnya
- Resusitasi cairan. Hipovolemia pada sepsis segera diatasi dengan pemberian
cairan kristaloid atau koloid. Volume cairan yang diberikan mengacu pada
respons klinis (respons terlihat dari peningkatan tekanan darah, penurunan
frekuensi jantung, kecukupan isi nadi, perabaan kulit dan ekstremitas, produksi
urin, dan perbaikan kesadaran) dan perlu diperhatikan ada tidaknya tanda
kelebihan cairan (peningkatan tekanan vena jugularis, ronki, galop S, dan
144
TrqjiklrifeksL
penurunan saturasi oksigen).

Sebaiknya dievaluasi dengan CVP

(dipertahankan 8-12 mm Hg), dengan mempertimbangkan kebutuhan kalori


perhari.
Oksigenasi sesuai kebutuhan. Ventilator diindikasikan pada hipoksemia yang
progresif, hiperkapnia, gangguan neurologis, atau kegagalan otot pemapasan
Bila hidrasi cukup tetapi pasien tetap hipotensi, diberikan vasoaktif untuk
mencapai tekanan darah sistolik >90 mmHg atau MAP 60 mmHg dan urin
dipertahankan >30 ml/jam. Dapat digunakan vasopresor seperti dopamin
dengan dosis >8 |ig/kgBB/menit, norepinefrin 0,03-1,5 |ig/kgBB /menit,
fenilefrin 0,5-8 |ig/kgBB/menit, atau epinefrin 0,1-0,5 g/kgBB/menit. Bila
terdapat disfungsi miokard, dapat digunakan inotropik seperti dobutamin
dengan dosis 2-28 ig/kgBB/menit, dopamin 3-8 mcg/kgBB/menit, epinefrin
0,1-0,5 mcg/kgBB/menit, atau fosfodiesterase inhibitor (amrinondanmilrinon).
Transfusi komponen darah sesuai indikasi
Koreksi gangguan metabolik: elektrolit, gula darah, dan asidosis metabolik
(secara empiris dapat diberikan bila pH<7,2 atau bikarbonat serum <9 mEq/1,
dengan disertai upaya perbaikan hemodinamik)
Nutrisi yang adekuat
Terapi suportif terhadap gangguan fungsi ginjal
Kortikosteroid bila ada kecurigaan insufisiensi adrenal
Bila terdapat KID dan didapatkan bukti terjadinya tromboemboli, dapat
diberikan heparin dengan dosis 100 lU/kgBB bolus, dilanjutkan 15-25 lU/
kgBB/jam dengan infus kontinu, dosis lanjutan disesuaikan untuk mencapai
target aPTT 1,5-2 kali kontrol atau antikoagulan lainnya

KOMPLIKASI
Gagal napas, gagal ginjal, gagal hati, KID, renjatan septik ireversibel

PROGNOSIS
Dubia ad malam

WEWENANG

RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam


RS non pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Tropik Infeksi


RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

RS pendidikan: Divisi pulmonologi, ginjal-hipertensi, hematologi-onkologi, dan


medical high care / ICU
RS non pendidikan: ICU

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

FEVER OF UNKNOWN ORIGIN

145

PENGERTIAN

Fever of Unknown Origin (FUO) klasik adalah demam >38,3C selama lebih dari
3 minggu, sudah dilakukan pemeriksaan intensif selama 3 hari bila pasien dirawat
atau minimal 3 kali kunjungan pasien rawat jalan tetapi belum dapat ditentukan
penyebab demam. Penyebab; infeksi, neoplasma, penyakit kolagen dan vaskular
FUO pada pasien HIV adalah demam >38,3C selama 4 minggu atau lebih pada
pasien rawat jalan atau minimal 4 hari pada pasien yang dirawat dengan hasil
pertumbuhan mikroorganisme negatif dari dugaan fokus infeksi. Penyebab:
infeksi, obat, sarkoma, limfoma
FUO pada pasien netropenia (jumlah lekosit PMN<500/mm)adalah demam
>38,3C, dalam 3 hari perawatan pertumbuhan mikroorganisme masih negatif
dari dugaan fokus infeksi. Penyebab: infeksi
FUO pada geriatri adalah demam >38,3C, dalam 3 hari perawatan atau minimal 3
kali kunjungan pasien rawat jalan belum dapat ditentukan penyebab dari demam.
Penyebab: neoplasma, penyakit kolagen, infeksi
FUO pada pasien pediatri (usia<l 8 tahun) adalah demam >38,3C selama lebih
dari 8 hari, sudah dilakukan pemeriksaan intensif selama 3 hari bila pasien dirawat
atau minimal 3 kali kunjungan pasien rawat jalan tetapi belum dapat ditentukan
penyebab demam. Penyebab: infeksi, penyakit kolagen, neoplasma
FUO pada pasien nosokomial demam >38,3C timbul pada pasien yang dirawat
di RS dan pada saat mulai dirawat serta pada masa permulaan perawatan tidak
terjangkit infeksi, penyebab demam tak diketahui dalam waktu 3 hari termasuk
hasil pertumbuhan mikroorganisme negatif dari dugaan fokus infeksi. Penyebab:
infeksi
FUO iatrogenik adalah demam >38,3C akibat penggunaan obat: penisilin,
sefalosporin, sulfonamida, atropin, fenitoin, prokainamida, amfoterisin, inter
feron, interleukin, rifampisin, INH, makrolida, klindamisin, vankomisin,
aminoglikosida, allopurinol

DIAGNOSIS
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis:

riwayat penyakit secara terperinci: pola demam, ada tidaknya infeksi saluran
napas atas, infeksi saluran napas bawah, kaku leher, nyeri perut, disuria atau
sakit pinggang, diare, abses atau radang tonsil dan otot, nyeri dan pembengkakan
sendi, atau tanpa kelainan spesifik

riwayat pekerjaan, perjalanan, kontak dengan orang sakit atau hewan, trauma
fisik atau bedah, obat-obatan (termasukrokok, alkohol, narkoba), keadaan kulit
pasien, kelenjar getah bening, lubang orifices pasien
Laboratorium: sesuai mikroorganisme dan organ terkait

DIAGNOSIS BANDING
Infeksi, penyakit kolagen, neoplasma, efek samping obat

146
TropikMeksi

PEMERIKSAAN PE NUNJA NG
Pemeriksaan hematologi, kimia darah, UL, mikrobiologi, imimologi, radiologi, EKG,
biopsi jaringan tubuh, pencitraan, sidikan {scanning), endoskopi/peritoneoskopi,

angiografi, limfografi, tindakan bedah (laparatomi percobaan), ujipengobatan

TERAPI

Simtomatis
Uji terapeutik dengan antibiotika, kortikosteroid, atau obat antiinflamasi non
steroid tidak dianjurkan kecuali bila penyakit progresif dan potensial fatal
sehingga terapi empirik diperlukan

KOMPLIKASI
Sepsis, renjatan sepsis

P RO GN OS I S
Dubia

WEWENANG

RS pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam


RS non pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Tropik Infeksi


RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

RS pendidikan; Divisi pulmonologi, hematologi-onkologi.


RS non pendidikan: -

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

MALARIA
PENGERTIAN

147

Malaria merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi parasit Plasmodium


falsiparum, Plasmodium vivax, Plasmodium ovale, stiau Plasmodium malahae dan
ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles

DIAGNOSIS
Anamnesis: riwayat demam intermiten atau terus menerus, riwayat dari atau pergi
ke daerah endemik malaria, trias malaria (keadaan menggigil yang diikuti dengan
demam dan kemudian timbul keringat yang banyak; pada daerah endemik malaria,
trias malaria mungkin tidak ada, diare dapat merupakan gejala utama)
Pemeriksaan Fisis: konjungtivapucat, sklera ikterik, splenomegali
Laboratorium: sediaan darah tebal dan tipis ditemukan Plasmodium, serologi ma
laria (+) [sebagai penunjang]
Malaria berat: ditemukannya P falciparum dalam stadium aseksual disertai satu
atau lebih gejala berikut;
1. Malaria serebral: koma dalam yang tak dapat/sulit dibangunkan dan bukan
disebabkan oleh penyakit lain
2. Anemiaberat(normositik)padakeadaanhitungparasit>10.000/ul; (Hb<5 g/dl
atau hematokrit < 15%)
3. Gagal ginjal akut (urin <400 ml/24 jam pada orang dewasa, atau <12 ml/kgBB
pada anak-anak setelah dilakukan rehidrasi disertai kreatinin >3 mg/dl)
4. Edema "pdju!acute respiratory distress syndrome (ARDS)
5. Hipoglikemia (gula darah <40 mg/dl)
6. Gagal sirkulasi atau syok (tekanan sistolik <70 mmHg, disertai keringat dingin
atau perbedaan temperatur kulit-mukosa > 1 C)
7. Perdarahan spontan dari hidung, gusi, saluran cema, dan/atau disertai gangguan
koagulasi intravaskular
8. Kejang berulang lebih dari 2 kali dalam 24 jam setelah pendinginan pada
hipertermia
9. Asidemia (pH 7,25) atau asidosis (bikarbonat plasma <15 mEq/1)
10. Hemoglobinuria makroskopik oleh karena infeksi malaria akut (bukan karena
efek sampihg obat antimalaria pada pasien dengan defisiensi G6PD)
11. Diagnosis pasca-kematian dengan ditemukannya P. Falciparum yang padat
pada pembuluh darah kapiler jaringan otak
Beberapa keadaan yang juga digolongkan sebagai malaria berat sesuai dengan
gambaran klinis daerah setempat:
1. Gangguan kesadaran
2. Kelemahan otot tanpa kelainan neurologis (tak bisa duduk/jalan)
3. hiperparasitemia >5% pada daerah hipoendemik atau daerah tak stabil malaria
4. Ikterus (bilirubin >3 mg/dl)5.Hiperpireksia (suhu rektal >40C)
148
TropiklnfeksL

DIAGNOS IS I BANDING
|nfeksi|virus, demam tifoid toksik, hepatitis fulminan, leptospirosis, ensefalitis

PEMERIKSAAN] PENUNJANG
Darah tebal dan tipis malaria, serologi malaria, DPL, tes fungsi ginjal, tes fungsi hati,

gula darah, UL, AGD, elektrolit, hemostasis, rontgen toraks, EKG

JERAPI
1

Infeksi E, vivax atau P, ovale


a. Daerah sensitifklorokuin:
Klorokuin basa 150 mg:
Hari 1:4 tablet+ 2 tablet (6jamkemudian),
Hari II dan III; 2 tablet atau
Hari I dan II: 4 tablet,
Hari III: 2 tablet
Terapi radikal: ditambah primakuin 1x15 mg selama 14 hari.
Bila gagal dengan terapi klorokuin, kina sulfat 3 x 400-600 mg/hari selama 7
hari
b.

Daerah resisten klorokuin


Kina 3 x 400-600 mg selama 7 hari
Terapi radikal: ditambah primakuin 1x15 mg selama 14 hari
EL Infeksi
R
ringan/sedang, infeksi campur/? falciparum
vivax
Artemisin
Hari 1:4 tablet (200 mg)
Hari II; 4 tablet (200 mg)
Hari III: 4 tablet (200 mg)

Amodiaquin
Hari 1:4 tablet (600 mg)
Hari II: 4 tablet (600 mg)
Hari III: 2 tablet (600 mg)
Klorokuin basa 150
mg:
Hari 1:4 tablet + 2 tablet (6 jam kemudian),
Hari H: 2 tablet
Hari HI; 2 tablet atau
Hari 1:4 tablet
Hari II; 4 tablet
Hari HI: 2 tablet
Bila
perlu ditambah terapi radikal: ditambah primakuin 45 mg (3 tablet) (dosis
tunggal); infeksi campur: primakuin 1x15 mg selama 14
hari->bila resisten dengan pengobatan tersebut: SP 3 tablet (dosis tunggal)
atau kina sulfat 3 x 400-600 mg/hari selama 7 hari
in. Malaria berat
Artesunate iv/im
2,4 mg/kgBB diberikan pada jam ke-0, 12,24, dilanjutkan
satu kali per hari.

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

149

Drip kina HCl 500 mg (10 mg/kgBB) dalam 250-500 ml D5% diberikan dalam 68 jam (maksimum 2000 mg) dengan pemantauan EKG dan kadar gula darah
tiap 8-12 jam sampai pasien dapat minum obat per oral atau sampai hitung
parasit malaria sesuai target (total pemberian parenteral dan per oral selama
7 hari dengan dosis peroral 10 mg/kgBB/24 jam diberikan 3 kali sehari)
Pengobatan dengan kina dapat dikombinasikan dengan tetrasiklin 94 mg/

kgBB diberikan 4 kali sehari atau doksisiklin 3 mg/kgBB sekali sehari


Perhatian SP tidakboleh diberikan padabayi dan ibuhamil Primakuin tidakboleh
diberikan pada ibu hamil, bayi, dan penderita defisiensi G6PD. Klorokuin tidakboleh
diberikan dalam keadaan perut kosong. Pada pemberian kina parenteral, bila obat
sudah diterima selama 48 jam tetapi belum ada perbaikan dan atau terdapat gangguan
flingsi ginjal, maka dosis selanjutnya diturunkan sampai 30-50%. Kortikosteroid
merupakan kontraindikasi pada malaria serebral.
Pemantauan pengobatan: hitung parasit minimal tiap 24 jam, target hitung parasit
pada H1 50% HO dan H3 <25% HO. Pemeriksaan diulang sampai dengan tidak ditemukan
parasit malaria dalam 3 kali pemeriksaan berturut-turut.
Pencegahan: klorokuin basa 5 mg/kgBB, maksimal 300 mg/minggu diminumtiap
minggu sejak 1 minggu sebelum masuk daerah endemik sampai dengan 4 minggu
setelah meninggalkan daerah endemik atau doksisiklin 1,5 mg/kgBB/hari dimulai 1
(satu) hari sebelum pergi ke daerah endemis malaria hingga 4 minggu setelah
meninggalkan daerah endemis

KOMPLIKASI
Malaria berat, renjatan, gagal napas, gagal ginjal akut

PROGNOSIS
Malaria falsiparum ringan/sedang, malaria vivax, atau malaria ovale: bonam. Malaria
berat: dubiaadmalam

WEWENANG

RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam


RS non pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

RS pendidikan : Departemen llmu Penyakit Dalam - Divisi Tropik Infeksi


RS non pendidikan: Bagian llmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

RS pendidikan: Divisi Ginjal-Hipertensi, Divisi Pulmonologi dan Departemen


Neurologi
RS non pendidikan : Bagian Neurologi

150

TropikliifeksL

INTOKSIKASI OPIAT
PENGERTIAN
Intoksikasi opiat merupakan intoksikasi akibat penggunaan obat golongan opiat
yaitu morfin, petidin, heroin, opium, pentazokain, kodein, loperamid, dekstrometorfan

DIAGNOSIS

Anamnesis: informasi mengenai seluruh obat yang digunakan, sisa obat yang
ada
Pemeriksaan Fisis: pupil miosis-/?/ point pupil, depresi napas, penurunan
kesadaran, nadi lemah, hipotensi, tanda edema paru, needle track sign, sianosis,
spasme saluran cema danbilier, kejang
Laboratorium: opiat urin positif atau kadar dalam darah tinggi

DIAGNOSIS BANDING
Intoksikasi obat sedatif; barbiturat, benzodiazepin, etanol

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Opiat urin/darah, AGD, elektrolit, gula darah, rontgen toraks

TERAPI
Penanganan kegawatan: resusitasi A-B-C {airway, breathing, circulation)
dengan memperhatikan prinsip kewaspadaan universal. Bebaskan jalan napas,
berikan oksigen sesuai kebutuhan, pemasangan infus dan pemberian cairan
sesuai kebutuhan.
B. Pemberian antidotnalokson
1. Tanpa hipoventilasi: dosis awal diberikan 0,4 mg intravena pelan-pelan atau
diencerkan
2. Dengan hipoventilasi: dosis awal diberikan 1-2 mg intravena pelan-pelan
atau diencerkan
3. Bila tak ada respon, diberikan nalokson 1-2 mg intravena tiap 5 - 1 0 menit
hingga timbul respons (perbaikan kesadaran, hilangnya depresi pemapasan,
dilatasi pupil) atau telah mencapai dosis maksimal 10 mg. Bila tetap tak ada
respon, diagnosis intoksikasi opiat perlu dikaji ulang,
4. Efek nalokson berkurang dalam 20-40 menit dan pasien dapat jatuh kedalam
keadaan overdosis kembali, sehingga perlu pemantauan ketat tanda vital,
kesadaran, dan perubahan pupil selama 24 jam. Untuk pencegahan dapat
diberikan drip nalokson satu ampul dalam 500 ml D5% atau NaCl 0,9%
diberikan dalam 4-6 jam
5. Simpan sampel urin untuk pemeriksaan opiat urin dan lakukan foto toraks
6. Pertimbangan pemasangan pipa endo trakeal bila: pemapasan tak adekuat
setelah pemberian nalokson yang optimal, oksigenasi kurang meski ventilasi
cukup, atau hipoventilasi menetap setelah 3 jam pemberian nalokson yang
optimal
7. Pasien dipuasakan 6 jam untuk menghindari aspirasi akibat spasme pilorik,

A-

151

Panduan Pelayanan Medik PAPDI


bila diperlukan dapat dipasang NGT untuk mencegah aspirasi atau bilas
lambung pada intoksikasi opiat oral
8. Activated charcoal dapat diberikan pada intoksikasi peroral dengan
memberikan 240 ml cairan dengan 30 gram charcoal, dapat diberikan sampai
100 gram
9. Bila terjadi kejang dapat diberikan diazepam intravena 5-10 mg dan dapat
diulang bilaperlu

Pasien dirawat untuk penilaian keadaan klinis dan rencana rehabilitasi.

KOMPLIKASI
Aspirasi, gagal napas, edema paru akut

PROGNOSIS
Dubia

WE WENANG

RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam


RS non pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Tropik Infeksi


RS non pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

RS pendidikan : Divisi Psikosomatik, Divisi Pulmonologi dan Departemen


Psikiatri, Departemen Anestesi/ICU
RS non pendidikan: Bagian Psikiatri

152

Tropiklnfeksi

INTOKSIKASI ORGANOFOSFAT
PENGERTIAN
Intoksikasi organofosfat merupakan intoksikasi akibat zat yang mengandung
organofosfat

DIAGNOSIS

Anamnesis: riwayat minum/kontak dengan zat yang mengandung organofosfat,


muntah
Pemeriksaan Fisis: bradikardia, pupil miosis, penurunan kesadaran, tanda-tanda
aspirasi
Laboratorium: pemeriksaan bahan muntah atau darah mengandung organofosfat

PEMERIKSAAN P E NUNJANG
DPL, elektrolit, rontgen toraks, EKG, pemeriksaan organofosfat

TERAPI

Bilas lambung melalui NGT


Atropinisasi

KOMPLIKASI
Gagal napas, blok AV

PROGNOSIS
Dubia

WEWENANG

RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam


RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

RS pendidikan; Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Tropik Infeksi


RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

RS pendidikan: Divisi Pulmonologi, Psikosomatik


RS non pendidikan: Bagian Psikiatri

153

2.6
GINJAL HIPERTENSI

GinjalHipeitensi

PENYAKIT GINJAL KRONIK


PENGERTIAN
Kriteria penyakit ginjal kronik adalah:
1. Kerusakan ginjal yang terjadi selama 3 bulan atau lebih, berupa kelainan struktur
atau fungsi ginjal, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG),
berdasarkan:
kelainan
patologik atau

petanda kerusakan ginjal, termasuk kelainan pada komposisi darah atau urin,
atau kelainan pada pemeriksaan pencitraan
2. LFG <60 ml/menit/1,73
yang terjadi selama 3 bulan atau lebih, dengan atau
tanpa kerusakan ginjal

DIAGNOSIS

Anamnesis: lemas, mual, muntah, sesak napas, pucat, BAK berkurang


Pemeriksaan Fisis; anemis, kulit kering, edema tungkai atau palpebra, tanda
bendungan paru'
Laboratorium: gangguan fungsi ginjal

Batasan dan Stadium Penyakit Ginjal Kronik


LFG
(ml/menit/1,73 m)

>90
60-89
30-59
15-29
<15 (atau dialisis)

Dengan Kerusakan
_Ginjal_
Dengan
Tanpa
hipertensi
Hipertensi
1
1
2
2

3
4
5

Tanpa Kerusakan Ginjal


Dengan hipertensi

Tanpa
Hipertensi

Hipertensi
Hipertensi

'Normal'

3
4
5

+ iL F G

3
4
5

diagnosis! b a n d i n g
Gagal ginjal akut

Pe meriksaan! penunjang
DPL, ureum, kreatinin, UL, tes klirens kreatinin (TTK) ukur, elektrolit (Na, K, CI, Ca,
P, Mg), profil lipid, asam urat senun, gula darah, AGD, SI, TIBC, feritin serum, hormon
PTH, albumin, globulin, USG ginjal, pemeriksaan imunologi, hemostasis lengkap,
foto polos abdomen, renogram, foto toraks, EKG, ekokardiografi, biopsi ginjal, HBsAg,

iLFG

3
4
5

AntiHCV,AntiHIV.

TERAPI
Nonfarmakologis:

Pengaturan asupan protein:

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

157

pasien non dialisis 0,6-0,75 gram/kgBB ideal/hari sesuai dengan CCT dan
toleransi pasien
- pasien hemodialisis 1 -1,2 gram/kgBB ideal/hari
pasien peritoneal dialisis 1,3 gram/kgBB/hari
Pengaturan asupan kalori: 35 Kal/kgBB ideal/hari
Pengaturan asupan lemak: 30-40% dari kalori total dan mengandung jumlah yang
sama antara asam lemak bebas jenuh dan tidak jenuh
Pengaturan asupan karbohidrat: 50-60% dari kalori total
Garam (NaCl); 2-3 gram/hari
Kalium: 40-70 mEq/kgBB/hari
Fosfor: 5-lOmg/kgBB/hari. Pasien HD: 17mg/hari
Kalsium: 1400-1600 mg/hari
Besi: 10-18 mg/hari
Magnesium: 200-300 mg/hari
Asam folat pasien HD: 5 mg
Air: jumlah urin 24 jam + 500 ml {insensible water loss),
Pada CAPD air disesuaikan dengan jumlah dialisat yang keluar. Kenaikan berat
badan di antara waktu HD <5% BB kering.

Farmakologis:
Kontrol tekanan darah:
Penghambat ACE atau antagonis reseptor Angiotensin II - > evaluasi kreatinin
dan kalium serum, bila terdapat peningkatan kreatinin >35% atau timbul
hiperkalemi harus dihentikan
- Penghambat kalsium
Diuretik
Pada
pasien DM, kontrol gula darah -> hindari pemakaian metformin dan obatobat sulfonilurea dengan masa kerja panjang. Target HbAlC untuk DM tipe 1
0,2 di atas nilai normal tertinggi, untuk DM tipe 2 adalah 6%
Koreksi anemia dengan target Hb 10-12 g/dl
Kontrol
hiperfosfatemi: kalsium karbonat atau kalsium asetat
Kontrol osteodistrofi renal: Kalsitriol
Koreksi asidosis metabolik
dengan target HCO 20-22 mEq/1
Koreksi
hiperkalemi
Kontrol
dislipidemia dengan target LDL< 100 mg/dl, dianj urkan golongan statin

Terapi ginjal pengganti

KOMPLIKASI
Kardiovaskular, gangguan keseimbangan asam basa, cairan, dan elektrolit,
osteodistrofi renal, anemia

PROGNOSIS
Dubia

158

GinjalHipertensi

WEWENANG

RS pendidikan; Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam


RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam
Hemodialisis ; wewenang Subspesialis Ginjal-Hipertensi dan internist dengan
sertifikasi hemodialisis

UNIT YANG MENANGANI

RS pendidikan; Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Ginjal-Hipertensi


RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT T ERKAIT

RS pendidikan: Unit Hemodialisis, ICU / Medical High Care, Departemen Bedah


Urologi
RS non pendidikan: Unit hemodialisis, ICU

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

159

SINDROM NEFROTIK
PENGERTIAN
Sindrom nefrotik (SN) merupakan salah satu gambaran klinik penyakit glomerular
yang ditandai dengan proteinuria masif >3,5 gram/24 jam/1,disertai
liipoalbuminemia, edema anasa, fifpernpidemii*,lipldm
hiperkoagMlabiliias.

DIAGNOSIS

Anamnesis: benukak seluruh lubuh, buang air kecil kcruh


Pcmeriksaan
edema anasarka, asites
Laboratorium: proteinuria masif >3,5 gram/24 jam/1,73 m, hiperlipidemia,
hipoalbuminemia (<3,5 gram/dl), lipiduria, hiperkoagulabilitas. Diagnosis etiologi
berdasarkan bj.opsi.,giajal

DIAGNOSIS BANDING
Edema dan asites akibat penyakit hati atau malnutrisi, diagnosis etiologi SN

PEMERIKSAAN PE NUNJA NG
Urinalisis, ureum, kreatinin, tes fungsi hati, profil lipid, DPL, elektrolit, gula darah,
hemostasis, pemeriksaan imunologi, biopsi ginjal, protein urin kuantitatif

TERAPI
Nonfarmakologis:
Istirahat
Restriksi protein dengan diet protein 0,8 gram/kgBB ideal/hari + ekskresi protein
dalam urin/24 jam. Bila fungsi ginjal sudah menurun, diet protein disesuaikan
hingga 0,6 gram/kgBB ideal/hari + ekskresi protein dalam urin/24 jam
Diet rendah kolesterol <600 mg/hari
Berhenti merokok
Diet rendah
garam, restriksi cairan pada edema
Farmakologis:

Pengobatan edema: diuretik loop

Pengobatan proteinuria dengan penghambat ACE dan/atau antagonis reseptor


Angiotensin II

Pengobatan dislipidemia dengan golongan statin

Pengobatan hipertensi dengan target tekanan darah <125/75 mmHg. Penghambat


ACE dan antagonis reseptor Angiotensin II sebagai pilihan obat utama
Pengobatan kausal sesuai etiologi SN (lihat topik penyakit glomerular)

KOMPLIKASI
Penyakit ginjal kronik, tromboemboli

160
Ginjalffipertensi

PROGNOSIS
Tergantung jenis kelainan glomerular

WEWENANG

RS pendidikan; Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam


RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

RS pendidikan; Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Ginjal-Hipertensi


RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

RS pendidikan: Departemen Patologi Anatomik


RS non pendidikan: -

.0-0

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

161

Fenyakit glomerular
PENGERTIAN
Penyakit Glomerular merupakan penyakit ginjal berupa peradangan pada
glomerulus dan dapat dibedakan menjadi penyakit glomerular primer atau sekunder.
Penyakit glomerular primer:
1. Kelainan minimal
2. Glomerulosklerosis fokal segmental
3. Glomerulonefritis (GN) difiis:
a. GN membranosa (nefropati membranosa)
b. GN proliferatif (terdapat sedimen aktif pada urinalisis: sedimen eritrosit (+),
hematuri);
- GN proliferatifmesangial
GN proliferatif endokapiler
GN membranoproliferatif (mesangiokapiler)
GN kresentik dan necrotizing
c. GN sclerosing
4. Nefropati IgA
Penyakit glomerular sekunder:
1. Nefropati diabetik
2. Nefritis lupus
3. GN pasca infeksi
4. GN terkait hepatitis
5. GN terkait HIV
Keterangan:
Difus: lesi mencakup >80% glomerulus.
Fokal: lesi
mencakup <80% glomerulus.

Segmental: lesi mencakup sebagian gelung glomerulus.


Global: lesi
mencakup keseluruhan gelung glomerulus.

DIAGNOSIS
Manifestasi klinis penyakit glomerular dapat berupa:
1. Sindromnefrotik
2. Hematuria persisten
3. Proteinuria persisten
4. Sindrom nefritik (hipertensi, hematuria, azotemia)
5. Rapidprogressive glomerulonephritis (RPGN)

DIAGNOSIS BANDING
Etiologi dari penyakit glomerular

162
GinjalHipertensL

Femeriksaaim] penunjang
Urinalisis, ureum, kreatinin, protein urin kuantitatif/24 jam, pemeriksaan imunologi,
biopsi ginjal, gula darah, tes flingsi hati

TERAPI
Sesuai etiologi, penyakit glomerular primer:
1. llainan minimal:
Steroid
yang setara dengan prednison 60 mg/m (maksimal 80 mg) selama 46 minggu
Setelah 4-6
minggu dosis prednison diberikan 40 mg/m selang sehari selama
4-6 minggu
- Bila
terjadi relaps: dosis prednison kembali 60 mg/m (maksimal 80 mg)
setiap hari sampai 3 hari bebas protein dalam urin, kemudian kembali
selang sehari dengan dosis 40 mg/m selama 4 minggu
- Bila
sering relaps ( > 2 kali ): prednison selang sehari ditambah dengan
siklofosfamid 2 mg/kgBB atau klorambusil 0,15 mg/kgBB selama 8 minggu.
Bila gagal, diberikan siklosporin 5 mg/kgBB selama 6-12 bulan
- Bila
tergantung steroid (relaps terjadi pada saat dosis steroid diturunkan
atau dalam 2 minggu pasca obat sudah dihentikan, 2 kali berturut-turut):
siklofosfamid 2 mg/kgBB selama 8-12 minggu. Bila gagal, diberikan
siklosporin 5 mg/kgBB selama 6-12 bulan
Bila resisten terhadap steroid, diberikan siklosporin 5 mg/kgBB selama
6-12 bulan
2.

iGlomerulonefritisfokallsegmental:
Steroid
yang setara dengan prednison 60 mg/hari selama 6 bulan.
- Bila resisten atau
tergantung steroid: siklosporin 5 mg/kgBB selama 6
bulan
- Bila
terjadi remisi, dosis siklosporin diturunkan 25% setiap dua bulan
- Bila gagal, siklosporin dihentikan

3,

Nefropati membranosa:
Metil
prednisolon bolus intravena 1 gram/hari selama 3 hari
Kemudian diberikan steroid
yang setara dengan prednison 0,5 mg/kgBB/
hari selama 1 bulan lalu diganti dengan klorambusil 0,2 mg/kgBB/hari atau
siklofosfamid 2 mg/kgBB/hari selama 1 bulan
Prosedur kedua
diulang kembali sampai seluruhnya dari prosedur kedua
sebanyak 3 kali

4.

Glomerulonefritismembranoproliferatif
Steroid tidak terbukti efektif
pada pasien dewasa.

325
Dianjurkan pemberian aspirin
mg/hari atau dipiridamol 3 x 75-100 mg/hari
atau kombinasi keduanya selama 12 bulan. Bila dalam 12 bulan tidak
memberikan respon, pengobatan dihentikan sama sekali

5.

Nefropati IgA
Bila
proteinuria < 1 gram, hanya observasi
Bila
proteinuria 1-3 gram, dengan fungsi ginjal normal, hanya observasi. Bila
dengan gangguan fungsi ginjal, diberikan minyak ikan
163

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

Bila proteinuria >3 gram dengan CCT >70 ml/menit, diberikan steroid yang
setara dengan prednison 1 mg/kgBB selama 2 bulan lalu tappering off secara
perlahan sampai dengan 6 bulan. Bila CCT<70 ml/menit, hanya diberikan
minyak ikan
Suplementasi kalsium selama terapi dengan steroid

KOMPLIKASI
Penyakit ginjal kronik

PROGNOSIS
Tergantung jenis kelainan glomerular

WEWENANG

RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam


RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Ginjal-Hipertensi


RS non pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

RS pendidikan : Departemen Patologi Anatomik


RS non pendidikan : -

164

GinjalHipertensi

GAGAL GINJAL AKUT


PENGERTIAN
Gagal ginjal akut (GGA) adalah sindrom yang ditandai oleh penunman laju filtrasi
glomerulus secara mendadak dan cep(hitungan jam-minggu) yang mengakibatkan
terjadinya retensi produk sisa nitrogen seperti ureum dan kreatinin. Peningkatan
kreatinin serum 0,5 mg/dl dari nilai sebelumnya, penurunan CCT hitung sampai 50%
atau penurunan fungsi ginjal yang mengakibatkan kebutuhan akan dialisis.

DIAGNOSIS
Terdapat kondisi yang dapat menyebabkan GGA:
1. Pre-renal: akibat hipoperfusi ginjal (dehidrasi, perdarahan, penurunan curah
jantung dan hipotensi oleh sebab lain)
2. Renal; akibatkerusakanakutparenkim ginjal (obat, zat kimia/toksin, iskemi ginjal,
penyakit glomerular)
3. Post-renal: akibat obstruksi akut traktus urinarius (batu saluran kemih, hipertrofi
prostat, keganasan ginekologis)
Fase gagal ginjal akut adalah anuri(produksi urin<100 mg/24jam), oliguria (produksi
urin <400 ml/24 jam), poliuria (produksi uiin >3,500 ml/24 jam)

DIAGNOSIS BANDING
Episode akut pada penyakit ginjal kronik

PEMERIKSAAN P E NUNJANG
Tes fungsi ginjal, DPL, urinalisis elektrolit, AGD, gula darah

TERAPI

Asupan nutrisi
- Kebutuhan kalori 30
Kal/kgBB ideal/hari pada GGA tanpa komplikasi;
kebutuhan ditambah 15-20% pada GGA berat (terdapat komplikasi/stres)
- Kebutuhan protein 0,6-0,8 gram/kgBB ideal/hari pada GGA tanpa komplikasi;
1-1,5 gram/kgBB ideal/hari pada GGA berat
- Perbandingan karbohidrat dan lemak 70:30
Suplementasi asam amino tidak dianjurkan

Asupan cairan - > tentukan status hidrasi pasien, catat cairan yang masuk dan
keluar tiap hari, pengukuran BB setiap hari bila memungkinkan, dan pengnkuran
tekanan vena sentral bila ada fasilitas.
Hipovolemia: rehidrasi sesuai kebutuhan
- Bila akibat perdarahan diberikan transflisi darah PRC dan cairan isotonik,
hematokrit dipertahankan sekitar 30%
- Bila akibat diare, muntah, atau
asupan cairan yang kurang dapat diberikan
cairan kristaloid
- Normovolemia: cairan
=
seimbang {input output)
- Hipervolemia: restriksi cairan {input < output)
165
Panduan Pelayanan Medik PAPDI

Fase anuria/oliguria: cairan seimbang; Fase poliuria; 2/3 dari cairan yang
keluar
Dalam keadaan insensible water loss yang normal, pasien membutuhkan 300500 ml electrolyte free water perhari sebagai bagian dari total cairan yang

diperlukan
- Koreksi gangguan asam basa
- Koreksi
gangguan elektrolit:
Asupan kalium dibatasi <50 mEq/hari. Hindari makanan yang banyak
mengandung kalium, obat yang mengganggu ekskresi kalium seperti
penghambat ACE dan diuretik hemat kalium, dan cairan/nutrisi parenteral
yang mengandung kalium
Bila terdapat hipokalsemia ringan diberikan koreksi per oral 3-4 gram per
hari dalam bentuk kalsium karbonat, bila sampai timbul tetani, diberikan
kalsium glukonas 10% IV
Bila terdapat hiperfosfatemia, diberikan obat pengikat fosfat seperti alu
minium hidroksida atau kalsium karbonat yang diminum bersamaan dengan
makan
- Pemberian furosemid bersamaan
dengan dopamin dapat membantu
pemeliharaan fase nonoligurik, tapi terapi harus dihentikan bila tidak
memberikan hasil yang diinginkan
- Indikasi dialisis:
- Oliguria
- Anuria
- Hiperkalemia (K >6,5 mEq/1)
Asidosis berat (pH <7,1)
- Azotemia (ureum >200 mg/dl)
- Edema paru
Ensefalopati uremikum
Perikarditis uremik
- Neuropati/miopati uremik
- Disnatremia berat
(Na > 160 mEq/1 atau <115 mEq/1)
-

Hipertermia
Kelebihan dosis obat yang dapat didialisis (keracunan)

KOMPLIKASI
Gangguan asam basa dan elektrolit, sindrom uremik, edema paru, infeksi

PROGNOSIS
Dubia ad bonam

WEWENANG

RS pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam


RS non pendidikan; Dokter Spesialis Penyakit Dalam Hemodialisis: wewenang
Subspesialis Ginjal-Hipertensi dan internist dengan sertifikasi hemodialisis

166
GinjalHpertensi

UNIT YANG MENANGANI

RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Ginjal-Hipertensi, Unit


hemodialisis
RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam , unit Hemodialisis

UNIT TERKAIT

RS pendidikan: ICU, unit dialisis


Klasifikasi

Normal
Pre-hipertensi
Hipertensi stage 1
Hipertensi stage 2

TD sistolik
(mmHg)
<120
120-139
140-159
>160

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

dan
atau
atau
atau

TD diastolik
(ramHu)
<80
80-89
90-99
>100

RS non pendidi
kan: -

167

HIPERTENSI
P E N G E RTIA N
Hipertensi adalah keadaaan tekanan darah yang sama atau melebihi 140 mmHg
sistolik dan/atau sama atau melebihi 90 mmHg diastolik pada seseorang yang tidak
sedang makan obat antihipertensi.
Klasifikasi Tekanan Darah Berdasarkan Joint National Committee VII:

/ -

Diagnosis
Klasifikasi berdasarkan hasil rata-rata pengukuran tekanan darah yang dilakukan
minimal 2 kali tiap kunjungan pada 2 kali kunjungan atau lebih dengan
menggunakan cuffyang meliputi minimal 80% lengan atas pada pasien dengan
posisi duduk dan telah beristirahat 5 menit.
Tekanan sistolik = suara fase 1 dan tekanan diastolik = suara fase 5

Pengukuran pertama harus pada kedua sisi lengan untuk menghindarkan kelainan
pembuluh darah perifer

Pengukuran tekanan darah pada waktu berdiri diindikasikan pada pasien dengan
risiko hipotensi postural (lanjut usia, pasien DM, dll)
Faktor risiko kardiovaskular:
Hipertensi
Merokok
Obesitas (IMT>30)
Inaktivitas fisik
- Dislipidemia

Diabetes melitus
Mikroalbuminuria atau LFG <60 ml/menit
Usia (laki-laki >55 tahun, perempuan >65 tahun)
Riwayat keluarga dengan penyakit kardiovaskular dini (laki-laki <55 tahun
atau perempuan <65 tahun)
Kerusakan organ sasaran:
- Jantung: hipertrofi ventrikel kiri, angina atau riwayat infark miokard, riwayat
revaskularisasi koroner, gagal jantung
Otak: strok atau transient ischemic attack (TIA)
- Penyakit ginj al kronik
- Penyakit arteri perifer
- Retinopati
Penyebab hipertensi yang telah diidentifikasi; sleep apnea, akibat obat atau

168
GinjalHipertensi

berkaitan dengan obat, penyakit ginjal kronik, aldosteronisme primer, penyakit


renovaskular, terapi steroid kronik dan sindrom Cushlng, feokromositoma,
koarktasi aorta, penyakit tiroid atau paratiroid

DIAGNOSIS BANDING
Peningkatan tekanan darah akibat white coat hypertension, rasa nyeri, peningkatan
tekanan intraserebral, ensefalitis, akibat obat, dll

PEMERIKSAAN PENUNJANG
tes fungsi ginjal, gula darah, elektrolit, profil lipid, foto toraks, EKG;
Sesuai penyakit penyerta; asam urat, aktivitas renin plasma, aldosteron, katekolamin
urin, USG pembuluh darah besar, USG ginjal, ekokardiografi

Urinalisis,
Berulang__

TERAPI

Modifikasi gaya hidup dengan target tekanan darah < 140/90 mmHg atau <130/
80 pada pasien DM atau penyakit ginjal kronis. Bila target tidak tercapai maka
diberikan obat inisial.
Obat inisial dipilih berdasarkan:
1. Hipertensi tanpa compelling indication
a. Pada hipertensi stage I dapat diberikan diuretik. Pertimbangkan pemberian
penghambat ACE, penyekat reseptor beta, penghambat kalsium., atau
kombinasi.
b. pada hipertensi stage II dapat diberikan kombinasi 2 obat, biasanya
golongan diuretik, tiazid dan penghambat ACE atau antagonis reseptor
All atau penyekat reseptor beta atau penghambat kalsium.
2. Hipertensi dengan compelling indication. Lihat tabel petunjuk pemilihan obat
pada compelling indication. Obat antihipertensi lain dapat diberikan bila
dibutuhkan misalnya diuretik, antagonis reseptor All, penghambat ACE,
penyekat reseptor beta, atau penghambat kalsium.
Bila target tidak tercapat maka dilakukan optimalisasi dosis atau ditambahkan
obat lain sampai target tekanan darah tercapai. Pertimbangkan untuk
berkonsultasi pada spesialis hipertensi.
Pada penggunaan penghambat ACE atau antagonis reseptor All: evaluasi
kreatinin dan kalium serum, bila terdapat peningkatan kreatinin >35% atau timbul
hiperkalemi harus dihentikan
Kondisi khusus lain:
- Obesitas dan sindrom metabolik (terdapat 3 atau lebih keadaan berikut: lingkar
pinggang laki-laki >102 cm atau perempuan >89 cm, toleransi glukosa
terganggu dengan gula darah puasa >110 mg/dl, tekanan darah minimal 130/
85 mmHg, trigliserida tinggi >150 mg/dl, kolesterol HDL rendah <40 mg/dl
pada laki-laki atau <50 mg/dl pada perempuan) - > modifikasi gaya hidup
yang intensif dengan pilihan terapi utama golongan penghambat ACE. Pilihan
lain adalah antagonis reseptor All, penghambat kalsium, dan penghambat a
- Hipertrofi ventrikel kiri - > tatalaksana tekanan darah yang agresif termasuk
penurunan berat badan, restriksi asupan natrium, dan terapi dengan semua
kelas antihipertensi kecuali vasodilator langsung, hidralazin danminoksidil
169

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

Petunjuk pemilihan obat pada compelling indications


Risiko Tinggi

Diuretik

dg compelling
indication
V

Reseptor p

Penyekat

Penghambat
ACE

Reseptor AH

Gagal Jantung
Pasca Infark
Miokard
Risiko Tinggi

Peny. Koroner
DM

Penyakit
Ginjal Kronik
Pcncegahan
Stroke

Antagonis

Penghambat
Kalsium

Antagonis
Aldosteron
V
%/

V
V

V
V

Penyakit arteri perifer - > semua kelas anti hipertensi, tatalaksana faktor risiko
pemberian aspirin
Lanjut usia, termasuk penderita hipertensi sistolik terisolasi -> diuretika
(tiazid) sebagai lini pertama, dimulai dengan dosis rendah 12,5 mg/hari.
Penggunaan obat antihipertensi lain dengan mempertimbangkan penyakit
penyerta
Kehamilan ->pilihan terapi adalah golongan metildopa, penyekat reseptor P,
antagonis kalsium, dan vasodilator. Penghambat ACE dan antagonis reseptor
All tidak boleh digunakan selama kehamilan.

KOMPLIKASI
Hipertrofi ventrikel kiri, proteinuria dan gangguan fungsi ginjal, aterosklerosis
pembuluh darah, retinopati, strok atau TIA, infark miokard, angina pektoris, gagal
jantung
,

PROGNOSIS
Bonam

WEWENANG

X
\W

'

"

RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam


RS non pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

RS pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam ~ Divisi Ginjal-Hipertensi,


Divisi Kardiologi
RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

RS pendidikan: ICCU, Departemen mata, Neurologi


RS non pendidikan : ICCU / ICU, Departemen mata, neurologi

170

ffinjalffipertensi

KRISIS HIPERTENSI

PENGERTIAN
Krisis hipertensi adalah keadaan hipertensi yang memerlukan penurunan tekanan
darah segera karena akan mempengaruhi keadaan pasien selanjutnya. Tingginya
tekanan darah bervariasi, yang terpenting adalah cepat naiknya tekanan darah.
Dibagi menjadi dua:
1. Hipertensi emergency: situasi di mana diperlukan penurunan tekanan darah
yang segera dengan obat anlihipertensi parenteral karena adanya kerusakan
organ target akut atau progresif
2. Hipertensi urgency: situasi di mana terdapat peningkatan tekanan darah yang
bermakna tanpa adanya gejala yang berat atau kerusakan organ target progresif
dan tekanan darah perlu diturunkan dalam bebcrapajam.

DIAGNOSIS

Anamnesis: Riwayat hipertensi dan terapinya, kepatuhan minum obat pasien,


tekanan darah rata-rata, riwayat pemakaian obat-obat simpatomimetik dan ste
roid, kelainan hormonal, riwayat penyakit kronik lain, gejala-gejala serebral,
jantung, dan gangguan penglihatan
Pemeriksaan fisis: Tekanan darah pada kedua ekstremitas, perabaan denyut
nadi perifer, bunyi jantung, bruit pada abdomen, adanya edema atau tanda
penumpukan cairan, funduskopi, dan status neurologis.
Laboratorium: sesuai dengan penyakit dasar, penyakit penyerta, dan kerusakan
organ target

DIAGNOSIS BANDING
Penyebab hipertensi emergency:
Hipertensi maligna terakselerasi dan papiledema
Kondisi serebrovaskular:
ensefalopati hipertensi, infark otak aterotrombotik
dengan hipertensi berat, perdarahan intraserebral, perdarahan subarahnoid, dan
trauma kepala
Kondisi
jantung: diseksi aorta akut, gagal jantung kiri akut, infark miokard akut,
pasca operasi bypass koroner
Kondisi
ginjal: GN akut, hipertensi renovaskular, krisis renal karena penyakit
kolagen-vaskular, hipertensi berat pasca transplantasi ginjal
Akibat katekolamin di sirkulasi: krisis feokromositoma, interaksi makanan atau
obat dengan MAO inhibitor penggunaan obat simpatomimetik, mekanisme re
bound akibat penghentian mendadak obat antihipertensi, hiperrefleksi otomatis
pasca cedera korda spinalis

Eklampsia
Kondisi bedah;
hipertensi berat pada pasien yang memerlukan operasi segera,
hipertensi pasca operasi, perdarahan pasca operasi dari garis jahitan vaskular
Luka bakar berat

Epistaksis berat
Thrombotic
thrombocytopenic purpura
171

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

PEMERIKSAAN PENUNJANG
DPL, urinalisis, ureum, kreatinin, gula darah, elektrolit, EKG. Pemeriksaan khusus

sesuai indikasi: foto toraks, ekokardiografi, aktivitas renin plasma, aldosteron,


metanefrin/katekolamin, USG abdomen, CT scan, dan MRI.

TERAPI
Target terapi hipertensi emergency sampai tekanan darah diastolik kurang lebih 110
mmHg atau berkurangnya mean arterial bloodpressure 25% (pada strok penurunan
hanya boleh 20% dan khusus pada strok iskemik, tekanan darah baru diturunkan
secara bertahap bila sangat tinggi >220/130 mmHg) dalam waktu 2 jam. Setelah
diyakinkan tidak ada tanda hipoperflisi organ, penurunan dapat dilanjutkan dalam
12-16 jam selanjutnya sampai mendekati normal.Penurunan tekanan darah pada
hipertensi urgency dilakukan secara bertahap dalam waktu 24 jam.

Hipertensi urgency:
Obat

Dosis

Awitan Lama

_Kerja
Kaptopril

6,25-50 mg per oral atau sublingual


bila tidak dapat menelan

15 menit

4-6 jam

Klonidin

Dosis awal per oral 0,15 mg,


selanjutnya 0,15 mg tiap jam dapat
diberikan sampai dengan dosis t otal 0,9
mg

0,5-2 jam 6-8 jam

Labetalol

100-200 mg per oral

0,5-2 jam 8-12 jam

Furosemid

20-40 mg per oral

0,5-1 jam 6-8 jam

ObatHipertensi emergency Dosis

Awitan

Lama
Kcrja

5-15
menit

2-3 jam

Diuretik:
Furosemid

Vasodilator:
Nitrogliserin

20-40 mg, dapat diulane.


Hanva
dibcrikan biia terdanat retensi
cairan

Inftis 5-100 mcg/menit. Dosis awal


5 mcg/meni t, dapat ditingkatkan 5
mcg/menit tiap 3-5 menit

Diltiazem

Bolus IV 10 mg (0,25 mg/kgBB),


dilanjutkan infus 5-10 mg/jam

Klonidin

6 ampul dalam 250 ml cairan inflis,


dosis diberikan dengan titrasi

Nitroprusid

Infus 0,25-10 mcg/kgBB/menit,


(maksimum 10 menit)

2-5
menit

segera

5-10
menit

1-2
menit

PROGNOSIS
Dubia

WEWENANG

RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam


RS non pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Ginj al-Hipertensi

172

Ginjalffipertensi

RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

RS pendidikan : Medical High Care, ICU


RS non pendidikan: ICU

173

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

INFEKSI SALURAN KEMIH


PENGERTIAN
Infeksi saluran kemih (ISK) adalah infeksi akibat terbentuknya koloni kuman di
saluran kemih. Kuman mencapai saluran kemih melalui cara hematogen dan asending.
Faktor risiko:
kerusakan atau kelainan anatomi saluran kemih berupa obstruksi internal oleh
jaringan parut, endapan obat intratubular, refluks, instrumentasi saluran kemih,
konstriksi arteri-vena, hipertensi, analgetik, ginjal polikistik, kehamilan, DM, atau
pengaruh obat-obat estrogen.
ISK sederhana / tak berkompUkasi:
ISK yang terjadi pada perempuan yang tidak hamil dan tidak terdapat disfungsi
struktural ataupun ginjal
ISK berkomplikasi:
ISK yang berlokasi selain di vesika urinaria, ISK pada anak-anak, laki-laki, atau ibu
hamil

DIAGNOSIS

AnamnesisMSK bawali frekuensi, disuria terminal, polakisuiia, nyeri suprapubik.


ISK atas.nyeri pingang, demam, menggigil, mual dan muntah, hematuria
Pemeriksaan fisis: febris, nyeri tekan suprapubik, nyeri ketok sudut kostovertebra
Laboratorium: lekositosis, lekosituria, kultur urin (+): bakteriuria>10Vml urin

DIAGNOSIS BANDING

ISK sederhana, ISK berkomplikasi

Dosis

Antimikroba
Trimetoprim- Sulfametoksazol
Trimetoprim
Siprofloksasin
Levofloksasin
Sefiksim
Sefpodoksim proksetil
Nitrofurantoin makrokristal
Nitrofurantoin monohidrat
makrokristal
Amoksisilin/klavulanat

2 X 160/800 mg
2 X 100 mg
2 X 100-250 mg
2 X 250 mg
1 X 400 mg
2 X 100 mg
4 X 50 mg
2 X 100 mg
2

500 mg

Lama Terapi
3
3
3
3
3
3
7
7

hari
hari
hari
hari
hari
hari
hari
hari

7 hari

Tabel 2, Obat parenteral pada ISK atas akut berkomplikasi


Interval
Dosis
Antimikroba
Sefepim
Siprofloksasin
Levofloksasin
Ofloksasin
Gentamisin (+ ampisilin)
Ampisilin (+gentamisin)
Tikars i lin -kl avul anat
Piperasilin-tazobaktam
Imipenem-silastatin

1 gram
400 mg
500 mg
400 mg
3-5 mg/kgBB
1 mg/kgBB
1-2 gram
3,2 gram
3,375 gram
250-500 mg

12 jam
12 jam
24 jam
12 jam
24 jam
8 jam
6 jam
8 jam
2-8 jam
6-8 jam

PEMERIKSAAN PE NUNJA NG
DPL, urinalisis, kultur urin dan tes resistensi kuman, tes fungsi ginjal, gula darah,
foto BNO-IVP, USG ginjal

TERAPI
Nonfarmakologis:
Banyak minum bila fungsi ginjal masih baik

Menjaga higiene genitalia ekstema


Farmakologis:
Antimikroba berdasarkan pola kuman yang ada; Bila hasil tes resistensi kuman
sudah ada, pemberian antimikroba disesuaikan

174
GinjalHipertensi

Tabel 1. Antimikroba pada ISK bawah tak berkomplikasi

CelQc/olovo

175

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

ISK pada Perempuan

Pasien dengan
reinfeksi berulang

Infeksi kuman
resistensi antimikroba

1
Calon untuk terpai jangka
panjang dosis rendah

Infeksi kuman
peka antimikroba

;
Terapi 3 hari untuk
kuman yang peka

Terapi dosis tinggi


selama 6 minggu

ISK tak bergejala pada perempuan menopause tidak perlu pengobatan


ISK pada perempuan hamil tetap diberikan pengobatan meski tidak bergej ala
Pengobatan untuk ISK pada laki-laki usia <50 tahun harus diberikan selama 14
hari; usia >50 tahun pengobatan selama 4-6 minggu
Infeksi jamur kandida diberikan flukonazol 200-400 mg/hari selama 14 hari. Bila
infeksi teijadi pada pasien dengan kateter, kateter dicabut lalu dilakukan irigasi
kandung kemih dengan amfoterisin selama 5 hari

176
GinjalHiperterisi

ISK Berulang
Riwayat ISK
berulang

Pengobatan 3 hari

I
Follow up selama 4-7 hari

Pengobatan berhasil

Pengobatan gagal

tiga kali seminggu setiap malam, fluorokuinolon dosis rendah, nitrofurantoin


makrokristal 100 mg tiap malam. Lama pengobatan 6 bulan dan bila perlu dapat
diperpanjang 1-2 tahun lagi.

KOMPLIKASI
Batu saluran kemih, obstniksi saluran kemih, sepsis, infeksi kuman yang multiresisten,
gangguan flingsi ginjal

PROGNOSIS
Bonam

WEWENANG

RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam


RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Ginjal-Hipertensi


RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

UNIT TERKAIT

RS pendidikan: Departemen Radiologi, Departemen Mikrobiologi


RS non pendidikan: Bagian Radiologi, Bagian Mikrobiologi

177

178
GinjalHipertensL

BATU SALURAN KEMIH


PENGERTIAN
Batu saluran kemih adalah batu di traktus urinarius mencakup ginjal, ureter, vesika
urinaria.

DIAGNOSIS

Anamnesis: nyeri/kolik ginjal dan saluran kemih, pinggang pegal, gejala infeksi
saluran kemih, hematuria, riwayat keluarga
Pemeriksaan fisis: nyeri ketok sudut kostovertebra, nyeri tekan perut bagian

bawah, terdapat tanda balotemen


Laboratorium: hematuria, bayangan radio opak pada foto BNO, filling defect
pada IVP atau pielografi antegrad/retrograd, gambaran batu di ginj al atau kandung
kemih serta hidronefrosis pada USG

DIAGNOSIS BANDING

Nefrokalsinosis
Lokasi batu: batu ginjal, batu ureter, batu vesika
Jenis batu: asam urat, kalsium, struvite

PEMERIKSAAN PE NUNJA NG
Urinalisis, kultur urin dan tes resistensi kuman, tes fungsi ginjal, elektrolit darah
(kalsium, fosfor) dan urin 24 jam (kalsium, sitrat, oksalat, asam urat), asam urat darah,
honnon paratiroid, foto BNO-IVP, USG abdomen, pielografi antegrad/retrograd,
renogram, analisis batu

TERAPI
Nonfarmakologis:
Batu kalsium: kurangi asupan garam dan protein hewani
Batu urat: diet rendah asam urat
Minum
banyak (2,5 1/hari) bila fungsi ginjal masih baik
Farmakologis:

Antispasmodik bila ada kolik


Antimikroba bila ada infeksi
Batu kalsium: kalium sitrat
B atu urat:
alopurinol
Bedah:
Pielotomi
ESWL
Nefrostomi

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

179

KOMPLIKASI
Kolik, obstmksi, infeksi saluran kemih, gangguan fungsi ginjal

PROGNOSIS
Bonam

WE WE N A N G

RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam


RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Ginjal-Hipertensi

RS non pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

RS pendidikan: Departemen Bedah / Urologi


RS non pendidikan: Bagian Bedah

Kelas I

Glomeruli normal

Hanya proteinuria, kelainan


sedimen urin tidak ada

Kelas II

Perubahan pada
mesangial

Kelas II
kelainan
Kelas II
dan/atau

a; hanya proteinuria,
sedimen urin tidak ada
b: hematuria mikroskopik

proteinuria,
tanpa
hipertensi, tidak pemah terjadi SN
atau gangguan fungsi ginjal
Kelas III

Glomerulonefritis fokal
segmental

Hematuria dan proteinuria pada


seluruh pasien. Hipertensi, SN,
dan penurunan fungsi ginjal pada
sebagian pasien

Kelas IV

Glomerulonefritis difus

Hematuria dan
seluruh pasien.
dan penurunan
hampir selumh

Kelas V

Glomerulonefritis
membranosa difus

SN pada seluruh pasien, sebagian


dengan hematuria atau hipertensi,
namun fiingsi ginjal masih normal
atau sedikit menurun

Kelas VI

Glomerulonefritis
sklerotik lanjut

Penurunan fungsi ginjal yang


lambat dengan kelainan urin yang
relatif normal

proteinuria pada
Hipertensi, SN,
fungsi ginjal pada
pasien

Qnjalffipertensi

NEFRITIS LUPUS
PENGERTIAN
Lupus eritematosus sistemik (LES) yang disertai keterlibatan ginjal

DIAGNOSIS

Memenuhi kriteria LES menurut ACR1982.


Diagnosis klinis ditegakkan bila pada pasien LES terdapat proteinuria 1 grani/24

180

jam dengan/alau hematuria (>8 eritrosit/LPB) dengan/atau penurunan fungsi


ginjal sampai 30%.
Biopsi ginjal harus dilakukan bila tidak ada kontraindikasi, untuk menentukan
pilihan pengobatan berdasarkan kelas nefritis lupus.

Klasifikasi Nefritis Lupus (WHO 1995)

181

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

DIAGNOSIS BANDING
Glomerulonefritis oleh sebab lain

PEMERIKSAAN
P E NUNJANG
Nefritis
Lupus

Histopatologi__Gcjala Klinis

Urinalisis, protein urin kuantitatif 24 jam, tes fungsi ginjal, biopsi ginjal, albumin
serum, profil lipid, komplemen C, C, anti ds-DNA

TERAPI
Tujuan pengobatan untuk memperbaiki fungsi ginjal atau setidaknya ,
mempertahankan fungsi ginjal agar tidakbertambahburuk.
Penatalaksanaan Umum:
Diet rendah
garam bila terdapat hipertensi, rendah lemak bila terdapat dislipidemia
atau sindrom nefritik, rendah protein sesuai derajat penyakit
Diuretik
dapat diberikan sesuai dengan kebutuhan
Tatalaksana hipertensi dengan baik
Pemeriksaan rutin
periodik meliputi: sedimen urin, protein urin kuantitatif 24 jam,
anti ds-DNA
tes fungsi ginjal, albumin serum, komplemen
Monitor efek
samping steroid dan imunosupresan serta komplikasi selama
pengobatan. Suplementasi kalsium untuk mengurangi efek samping osteoporo
sis karena steroid
Hindari
pemberian salisilat dan obat anti-inflamasi nonsteroid yang akan
memperberat fungsi ginjal. Aspirin hanya diberikan selektif bila ada sindrom

antifosfolipid
Hindari kehamilan bila nefritis lupus masih aktif

KOMPLIKASI
Gagal ginjal

PROGNOSIS
Tergantung kelas nefritis lupus. Kelas I dan II prognosis baik. Kelas III dan IV
hampir seluruhnya akan menimbulkan penurunan fungsi ginjal. Kelas V prognosis
cukup baik.

WEWENANG

RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam

RS non pendidikan; Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Ginjal-Hipertensi


RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

RS pendidikan: Unit hemodialisis, Divisi Rematologi, Divisi Alergi-imunologi,


Departemen Patologi Anatomik
RS non
pendidikan: Unit hemodialisis
182

2.7
HEMATOLOGI
ONKOLOGI MEDIK

Hematobgi Onkobgi Medik

UMFOMAINON-HODGKIN
PENGERTIAN
Limfoma non-hodgkin merupakan penyakit keganasan primer jaringan limfoid padat

DIAGNOSIS

Riwayat pembesaran kelenjar getah bening / massa tumor di tempat lain (tulang,
intra abdomen, hidung, lambung dsb)
Riwayat demam tanpa sebab yang jelas
Penurunan berat badan 10% dalam waktu 1 bulan
Keringat malam banyak, tanpa sebab yang sesuai
Pemeriksaan histopatologi tumor: sesuai dengan limfoma non Hodgkin (LNH)

DIAGNOSIS BANDING
Limfoma Hodgkin, limfadenitis, tuberkulosis, toksoplasmosis, filariasis, tumor padat

yang lain

Pemeriksaan I penunjang

Pemeriksaan sitologi kelenjar/ massa tumor untuk mengetahui LNH tersebut


serta keterlibatan kelenjar lain yang membesar
Laboratorium: darah tepi lengkap, gula darah, fungsi hati, fungsi ginjal
Aspirasi dan biopsi sumsum tulang
CT scan atau USG abdomen untuk mengetahui adanya pembesaran kelenjar
getah bening (KGB) paraaorta abdominal atau KGB lainnya, massa tumor dalam
abdomen
Foto toraks untuk mengetahui pembesaran KGB mediastinum
Pemeriksaan telinga hidung tenggorok (THT) untuk melihat keterlibatan cincin
Waldeyer
Gastroskopi bila perlu untuk melihat keterlibatan lambung
Bone scan atau foto bone survey bila perlu untuk melihat keterlibatan tulang

TERAPI
Derajat keganasan rendah

Kemoterapi obat tunggal atau ganda, peroral.

Radioterapi paliatif
Derajat keganasan menengah
Stadium I s.d. Ila:
radioterapi atau kemoterapi parenteral
kombinasi.
Stadium lib s.d. IV:
kemoterapi parenteral kombinasi, radioterapi berperan untuk
tujuan paliatif.
Derajat keganasan tinggi
Selalu
kemoteri parenteral kombinasi (lebih agresif)

Radioterapi hanya berperan untuk tujuan paliatif


Panduan Pelayanan Medik PAPDI

185

Rcevaluagj hasiL pengobatan :


Setelah siklus
kemoterapi kedua, keempat
Setelah selesai
pengobatan lengkap

KOMPLIKASI
Akibat iangsung penyakitnya:
Penekanan
terhadap organ khususnya jalan napas, usus, dan saraf
Mudah
terjadi infeksi, bisa fatal
Akibat efek samping pengobatan:

Aplasia sumsum tulang

Gagal jantung oleh obat golongan antrasiklin

Gagal ginjal oleh obat sisplatinum


Neuritis oleh obat vinkristin

P RO GN OS I S
Bergantung pada derajat keganasan, tingkat penyakit, bulky mass, keadaan umum
pasien dan ada tidaknya gangguan organ yang mempengaruhi pengobatan.

Derajat keganasan rendah: Tidak dapat sembuh, namun dapat hidup lama.
Derajat keganasan menengah: Sebagian dapat disembuhkan.
Derajat keganasan tinggi: Dapat disembuhkan, cepat meninggal apabila tidak
diobati.

WEWENANG

RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam


RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

RS pendidikan: Departemenllmu Penyakit Dalam Divisi Hematologi - Onkologi


Medik
RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

RS pendidikan: Departemen THT, Patologi Anatomi, Radiologi/Radioterapi


RS non pendidikan : Bagian THT, Patologi Anatomi, Radiologi/Radioterapi

RE FE RE NS I
1. Reksodiputro, AH. Irawan C. Limfoma non Hodgkin. In: Suyono, S. Waspadji, S. Lesmana,
L. Alwi, /. Setiati, S. Sundaru, H. dkk, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilidll
Edisi III Jakarta :Balai Penerbit FKUI;2001 .p. 607-21.
2. Non-Hodgkin s Lymfomen. Hematologie Klapper. 8' ed. Leids Universitair Medisch
Centrum Leiden. Juni 1999:82-98.
3. Abdulmuthalib. Limfoma non-Hodgkin. In: Simadibrata M, Setiati S, Alwi I, Oemardi M,
Gani RA, Mansjoer A, editors. Pedoman diagnosis dan terapi di bidang ilmu penyakit
dalam. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI-RSCM: 1999. p. 113-4.

186

Hematobgi Onkobgi Medik

ANEMIA APLASTIK
PENGERTIAN
Anemia aplastik adalah anemia akibat aplasia sumsum tulang di mana jaringan he
mopoiesis diganti oleh jaringan lemak, dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Anemia aplastik berat
Selularitas sumsum tulang < 25% dan terdapat 2 dari 3 gejala berikut

granulosit < 500/ul


trombosit < 20.000/ul
retikulosit< 10%o
2. Anemia aplastik
Sumsum
tulang hipoplastik

Pansitopenia dengan satu dari tiga pemeriksaan darah seperti pada anemia
aplastik berat

DIAGNOSIS

Anamnesis;

Riwayat paparanterhadap zattoksik (obat, lingkungankeija, hobi), menderita


infeksi virus 6 bulan terakhir (hepatitis, parvovirus), pernah mendapat
transfusi darah
Gejala anemia: rasa lemas/ lemah, pucat, pusing, sesak napas/ gagal jantung,
berkunang-kunang
- Tanda-tanda infeksi:
seringdemam
- Akibat
trombositopenia; perdarahan (menstmasi lama, epistaksis, perdarahan
gusi, perdarahan di bawah kulit, hematuria, buang air besar campur darah,
muntah darah)
Pemeriksaan fisik: konjungtiva pucat, takikardi, tanda perdarahan
Pemeriksaan penunjang: darah tepi lengkap ditemukan pansitopenia, serologi
virus (hepatitis, parvovirus)
Diagnosis pasti: sitologi dan histopatologi sumsum tulang

DIAGNOSIS BANDING
Mielofibrosis, anemia hemolitik, anemia defisiensi, anemia karena penyakit kronik,
anemia karena penyakit keganasan sumsum tulang, hipersplenisme, leukemia akut

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium: darah tepi lengkap, serologi virus


Aspirasi dan biopsi sumsum tulang

TERAPI
Terapi penunjang:
Transfusi
komponen darah (PRC dan/atau TC) sesuai indikasi
transfusi darah)

Menghindari dan mengatasi infeksi


Kortikosteroid:
prednison 1 -2 mg/ kgBB/ hari

(pada topik

187

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

Androgen: Metenolol asetat 2-3 mg/ kgBB/ hari, maksimal diberikan selama 3
bulan
Splenektomi dilakukan bila tidak respons dengan steroid. Bila pasien menolak
splenektomi dapat diberikan terapi imunosupresif:
- Siklosporin 5 mg/ kgBB/ hari
- ATG
{anti thymocyte globulin) 15 mg/ kgBB/ hari intravena selama 5 hari
- Transplantasi sumsum tulang, bila ditemukan HLA yang cocok

Respofis terapi;

Komplit: granulosit > 1000/ul, trombosit > 100.000/ul, Hb normal


Parsial:
granulosit >500/ul, tidak membutuhkan transfusi darah merah dan
trombosit
Minimal:
granulosit > 500/ul, membutuhkan transfusi darah merah dan trombosit
Tidak
berespons: anemia aplastik berat menetap

KOMPLIKASI
Infeksi bisa fatal, perdarahan, gagal jantung pada anemia berat

PROGNOSIS

Dubia, tergantung tingkat hipoplasianya


Pada umumnya pasien meninggal karena infeksi, perdarahan atau komplikasi
transfusi darah

WEWENANG

RS pendidikan; Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam


RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Divisi Hematologi - Onkologi


Medik
RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

RS pendidikan: Departemen Patologi Anatomi


RS non pendidikan: Bagian Patologi Anatomi

REFERENSI ;
1. Salonder, H. Anemia aplastic. Dalam: Suyono, S. Waspadji, S. Lesmana, L. Alwi, /.
Setiati, S. Sundant, H dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi III. Balai
Penerbit FKUI. Jakarta 2001:501-8.
2. Aplastische anemie. Hematologie Klapper. 8' ed. Leids Universitair Medisch Centrum
Leiden. Juni 1999:12-16.
3. Widjanarko A. Anemia aplastik. In: Simadibrata M, Setiati S, Alwi I, Oemardi M, Gani
RA, Mansjoer A, eds. Pedoman diagnosis dan terapi di bidang ilmau penyakit dalam.
Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUIRSCM; 1999. p. 102-3.

188

Hematologi Onkologi Medik

I.EUKEMIAIAKUT
PENGERTIAN
Leukemialakut merupakan penyakit proliferasi neoplastik yang sangat cepat dan
progresif sehingga susunan sumsum tulang normal digantikan oleh sel primitif dan
sel induk darah (sel bias dan atau satu tingkat di atasnya). leukemia akut dibagi dua
yaitu; leukemia mieblastik akut, leukemia limfoblastik akut

DIAGNOSIS

Anamnesis:
Gejala anemia: rasa lemas/ lemah, pucat, pusing, sesak napas/ gagal jantung,
berkunang-kunang
- Tanda-tanda infeksi:
sering demam
- Akibat
trombositopenia: perdarahan (menstniasi lama, epistaksis, perdarahan
gusi, perdarahan di bawah kulit, hematuria, buang air besar campur darah,
muntah darah)
Pemeriksaan fisik: pucat, demam, pembesaran kelenjar getah bening (KGB)

superflsial, organomegali, petekie/ purpura/ ekimosis


Pemeriksaan penunjang: Aspirasi sumsum tulang: hitung jenis sel bias dan/ atau
progranulosit > 30%

DIAGNOSIS BANDING
Sindrom mielodisplasia (MDS), reaksi leukemoid, leukemia kronis

PEMERIKSAAN I PENUNJANG

Laboratorium: darah tepi lengkap (termasuk retikulosit dan hitung jenis), LDH,
asam urat, fungsi ginjal, fungsi hati, serologi virus (hepatitis, HSV, EBV, CMV)
Sitologi aspirasi sumsum tulang, sitogenetik

TERAPI
Perawatan di ruang rawat isolasi imunitas menurun:
Persiapan pcnKobatan sitoreduksi:
Akses vena sentral
Anti emetik
Profllaksis asam urat
(allopurinol sesuai CCT, hidrasi cukup > 2000 ml/ 24
jam, alkalinisasi urin dengan natrium bikarbonat oral 4 x 500-1000 mg/ hari
(target pH urin >7)
Tunda haid
(lynestrenol)
Antibiotika dekontaminasi
parsial
Profllaksis
streptokokus (benzylpenicilline 4x1 gr)
Vitamin K 2 kali
seminggu 5 mg per oral
Asam folat 1 x5
mg/hari dan vit B12 1000 ug/minggu
Leukoferesis untuk
mencegah leukostasis jika leukosit > 100.000/uL
dikombinasi metilprednisolon 5 mg/kg/hari

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

189

Pemeriksaan rutin:
Turn over rate sel tumor
(LDH, asam urat)
Elektrolit
(Na, K, Ca)
Hemostasis
lengkap

Fungsi ginjal (ureum, kreatinin)


Keasaman urin

Fungsi hati (bilirubin direk/ indirek, SGOT/SGPT, ALP)


Gula darah

Serologi virus
Surveillance
bakteriologi
Foto dada

Pungsi lumbal diagnostikjangkitan otak


Kuratif:
Sitoreduksi
dengan sitostatika mulai dari yang ringan hingga yang agresif dengan
membutuhkan rescue sel induk darah pasien dari darah perifer untuk
penyelamatan pada ablasi sumsum tulang

Transplantasi sel induk darah alogenik atau autogenik dari darah perifer, sumsum
tulang atau tali pusar

Paliatif
Respons terapi
Komplit:

Hitung jenis sel bias dan atau progranulosit < 5% pada sitologi aspirat sumsum
tulang
Pada darah
tepi tidak ditemukan bias, leukosit > 3000/ul, granulosit > 1500/ul
dan trombosit > 100.000/ul
Partial:

Hitung jenis sel bias dan atau progranulosit 5 10% pada sitologi aspirat sumsum
tulang
Pada darah
tepi dapat ditemukan sel bias
Tidak respon:
Hitung jenis sel bias dan atau progranulosit > 10% pada sitologi aspirat sumsum
tulang

KOMPLIKASI
Sindrom lisis tumor, infeksi neutropenia dan perdarahan trombopenia / koagulasi
intravaskular diseminata

PROGNOSIS
Malam

WEWENANG

RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam


RS non pendidikan; Dokter Spesialis Penyakit Dalam

190
Hematologi OnkobgiMeclik

UNIT YANG MENANGANI

RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Divisi Hematologi - Onkologi


Medik
RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT T ERKAIT

RS pendidikan: Departemen Patologi Anatomi


RS non pendidikan: Bagian Patologi Anatomi

REFERENSI
1. Acute leukemic algemeen. Hematologie Klapper. 8' ed Leids Universitair Medisch Cen
trum Leiden. Juni 1999:20-1.
2. Abdulmuthalib. Leukimia akut. In: Simadibrata M, Setiati S, Alwi I, Oemardi M, Gani
RA, Mansjoer A, eds. Pedoman diagnosis dan terapi di bidang ilmu penyakit dalam.
Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUIRSCM: 1999. p. 110-3.

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

191

SINDROM LISIS TUMOR


PENGERTIAN
Sindrom

lisis tumor adalah sindrom yang ditandai berbagai kombinasi antara


hiperurisemia, hiperkalemia, hiperfosfatemia, asidosis laktat dan hipokalsemia yang
disebabkan oleh pengrusakan sejumlah besar sel neoplasma yang sedang
berproliferasi secara cepat.

DIAGNOSIS

Anamnesis: Riwayat mendapat kemoterapi dalam 1-5 hari terakhir, jenis tumor
yang diderita (limfoma burkitt, leukemia limfoblastik akut dan limfoma derajat
tinggi lainnya)
Pemeriksaan fisik: Tidak khas, sesuai dengan kelainan yang terjadi (misalnya:
pemapasan kussmaul pada asidosis laktat, oliguria/ anuria bila terjadi gagal
ginjal, aritmia ventrikel pada hiperkalemia)
Laboratorium: Peningkatan LDH, asam urat darah, kalium darah, fosfat darah,

penurunan kalsium darah, analisis gas darah (AGD) menunjukkan asidosis


metabolik, urinahsa menunjukkan pH urin < 7 dan/ terdapat kristal asam urat

DIAGNOSIS BANDING
Gagal ginjal akut karena penyebab yang lain

PEMERIKSAAN P E NUNJANG
Laboratorium: DPL, ureum, kreatinin, LDH, K, F, Ca, asam urat, AGD, urinalisis

TERAPI

Mencegah dan mendeteksi faktor risiko lebih penting


Hidrasi adekuat 3000 ml/m per hari
Mempertahankan pH urin > 7 dengan pemberian Na bikarbonat
Allopurinol 300 mg/m per hari
Monitor fungsi ginjal, elektrolit, AGD dan asam urat
Bila secara konservatif tidak berhasil dan ditemukan tanda-tanda sebagai berikut
(K>6meq/1, asam urat > lOmg/dl, kreatinin > lOmg/dl, F>10mg/dl atau semakin
meningkat, hipokalsemia simtomatik) maka dilakukan hemodialisa

KOMPLIKASI
Gagal ginjal akut, aritmia ventrikel, kematian mendadak

PROGNOSIS
Malam

WEWENANG

RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam


RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam

192

UNIT YANG MENANGANI

Hematobgi Onkobgi Medik

RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Hematologi - Onkologi


RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

193

IDIOPHATIC THROMBOCYTOPENIA
PURPURA
DIAGNOSIS
Untuk menyingkirkan kemungkinan idiophatic thrombocytopenia purpura (IT?)
sekunder
Anamnesis;
- Riwayat obat-obatan (heparin, alkohol, sulfonamides, kuinidin/ kuinin,
aspirin) dan bahan kimia
- Gejala sistemik: pusing, demam, penurunan berat badan
- Gejala penyakit autoimun: artralgia, rash kulit, rambut rontok
- Riwayat perdarahan (lokasi, banyaknya, lamanya), risiko infeksi HIV, status
kehamilan, riwayat transfusi, riwayat pada keluarga (trombositopenia, gejala
perdarahan dan kelainan autoimun),
Penyakit penyerta yang dapat meningkatkan risiko perdarahan (kelainan
gastrointestinal, sistem saraf pusat dan Urologi)
- Kebiasaan/ hobi; aktivitas yang traumatik

jPemeriksaan .fisik;
- Perdarahan (lokasi dan beratnya)
- Jarang ditemukan organomegali, tidak ditemukan jaundice atau stigmata
penyakit hati kronik
- Tanda infeksi (bakteremia/ infeksi HIV)
- Tanda penyakit autoimun (artritis, goiter, nefritis, vaskulitis)
pemeriksaan penunjan
- Darah tepi: hitung trombosij; < 150.000/uL dengan tidak dijumpai sitopenia
lainnya, pemeriksaan morfologi darah tepi dapat dijumpai trombosit muda
yang berukuran lebih besar.
Laboratorium kimia rutin dan enzim hati
- Pemeriksaan serologi virus (dengue, CMV, EBV, HIV, rubella)
- Pemeriksaan ACA, Coomb s test, C3, C4, ANA, anti dsDNA
- Pemeriksaan imunoelektroforesis protein
- Pemeriksaan hemostasis normal bila tidak ada komplikasi, kecuali masa

perdarahan yang memanj ang


Pemeriksaan pungsi sumsum tulang: megakariosit normal atau meningkat
Pemeriksaan autoantibodi trombosit.

DIAGNOSIS BANDING

Berkurangnya produksi trombosit/ aplasia megakariosit baik yang kongenital


atau didapat
Gangguan distribusi trombosit (hipersplenisme, hipotermia)
Peningkatan penghancuran trombosit (ITP sekunder, drug induced, kehamilan dll)
Pseudotrombositopenia akibat EDTA terlalu banyak pada spesimen darah tepi

194

Hematobgi Onkotogi Medik

PEMERIKSAAN PENUNJANg

Laboratorium: darah tepi lengkap, enzim hati, kimia rutin, ACA, Comb test, C3,
C4, ANA, anti ds DNA, serologi virus, anti HIV, antibodi antitrombosit
Sitologi aspirasi sumsum tulang

TERAPI
TP akut: (anak-anak, selflimiting)
I Trombosit > |0.000/ul,|asimtomatik/ purpura minimal > tidak diterapi rutin
Trombosit < 20.000/ul dengan perdarahan bermakna atau < 10.000/ul dengan
Steroid (- prednison 1-2 mg/kgBB/hari).
purpura minimal

Mengingat ITP pada anak bersifat selflimiting, maka lama terapi dibatasi selama
21 hari. Dapat juga diberikan IV Ig 1 gr/kg 1 hari.
Perdarahan
dirawat, steroid injeksi dosis tinggi
yang mengancam jiwa
(metilprednisolon 30 mg/kg/hari) atau steroid oral dosis tinggi (- prednison 4-8
mg/kg/hari) dan transfusi trombosit
ITP kronik (dewasa)
Terapi suportif:
Membatasi aktivitas yang berisiko trauma

Menghindari obat-obat yang mengganggu fungsi trombosit


Transfusi PRC sesuai kebutuhan

Transfusi trombosit bila:


- Perdarahan masif
Adanya ancaman perdarahan otak/ SSP
- Persiapan untuk operasi besar

Perawatan RS untuk pasien dengan:


Perdarahan berat yang mengancam j iwa
Trombosit < 20.000/ul dengan perdarahan mukosa bermakna
Trombosit > 50.000/ul asimtomatik/ dengan purpura minimal > tidak diterapi
Trombosit < 30.000/ul dengan/ tanpa gejala, 30.000-50.000/ul dengan perdarahan
bermakna, kadar trombosit berapa saja dengan perdarahan yang mengancam
jiwa > diterapi:
Steroid
prednison 1-2 mg/kg/hari), dipertahankan 3-4 minggu lalu tapp down, maksimal
selama 6 bulan. Prednison tidak boleh diberikan dalam jumlah tinggi lebih dari 4
minggu pada pasien tidak respon.
Splenektomi
Indikasi:

Gagal remisi dengan terapi steroid dalam 6 bulan observasi


Memerlukan dosis maintenance steroid yang tinggi

Adanya kontraindikasi / intoleransi terhadap steroid


ilihan terapi yang lain:
Obat-obatan
imunosupresan (siklofosfamid, azatioprin, vinkristin)

Preparat androgen (danazol)

Exchange plasmapharesis pada pasien dengan keadaan sakit berat


Hormonal anovulatoir
195

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

KOMPLIKASI
Infeksi, IT? berat, D M induced steroid, hipertensi, immunocompromised

PROGNOSIS

IT? akut: bonam


IT? kronik: dubia ad malam

WEWENANG

RS pendidikan; Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam


RS non pendidikan; Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Divisi Hematologi-Onkologi


Medik
RS non pendidikan; Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

R E F E RE N S I

1. Idiopatische irombocytopenischepurpura. Hematologie Klapper. 8' ed. Leids Universitair


Medisch Centrum Leiden. Juni ]999:}J3'7.
2. Djoerban Z. Immune trombocytopenic purpura. In: Simadibrata M, Setiati S, AIwi I,
Oemardi M, Gani RA. Mansjoer A, editors. Pedoman diagnosis dan terapi di bidang
ilmu penyakit dalam. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FKUI-RSCM; 1999. p. 104-8.

196

Hematologi Onkobgi Medik

TROMBOSIS VENA DALAM


PENGERTIAN
Trombosis vena dalam adalah pembekuan darah di dalam pembuluh darah vena
terutama pada vena tungkai bawah

DIAGNOSIS
Gejala klinik bervariasi (90% tanpa gejala klinis)
Pasien dengan risiko tinggi yaitu apabila;

Riwayat trombosis, strok


Pasca tindakan bedah terutama bedah
ortopedi
Imobilisasi lama terutama
paska trauma/ penyakit berat
Luka bakar

Gagal j antung akut atau kronik

Penyakit keganasan baik tumor solid maupun keganasan hematologi


Infeksi baik
jamur, bakteri maupun virus terutama yang disertai syok

Penggunaan obat-obatan yang mengandung homion estrogen


Kelainan darah bawaan atau
didapat yg menjadi predisposisi untuk trombosis
Anamnesis

Nyeri lokal, bengkak, perubahan wama dan flingsi berkurang pada anggota tubuh
yang terkena
Pemeriksaan fisik
Edem, eritem,
peningkatan suhu lokal tempat yang terkena, pembuluh darah
vena teraba, Homan's sign (+)
Berdasarkan data tersebut di atas
sering ditemukan negatif palsu
Prosedur
diagnosis baku adalah pemeriksaan venografi
Pemeriksaan penunjang;
Kadar antitrombin III
(AT III) menurun (N: 85-125%)
Kadar
fibrinogen degradation product (FDP) meningkat
Titer D-dimer
meningkat

DIAGNOSIS BANDING
Sindrom pasca flebitis, varises, gagal jantung, trauma, refluks vena, selulitis,
limfangitis, abses inguinal, keganasan dengan sumbatan kelenjar limfe atau vena,
gout, dermatitis kontak, eritema nodosum, kehamilan, flebitis superfisial, paralisis

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Radiologi: venografi/ flebografi, USG vena-B mode atau colour doppler


Laboratorium: kadar AT III, protein C, protein S, antibodi antikardiolipin, profil
lipid, agregrasi trombosit

197

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

Tersangka DVT
Ultrasonografi
DVT

ada 3 pilihan

Pertimbangan klinis
Rendah

Sedang/tinggi

D-dimer
1 minggu
ultrasonografi

DVT dapat disingkirkan


Diagram Pendekatan Diagnosis DVT

TERAPI
Non farmakologis:

DVT dapat
disingkirkan

obati

Medik
aliran darah
vena
Hematobgi
Onkologi
Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena untuk melancarkan
Kompres hangat untuk meningkatkan sirkulasi mikrovaskular
Warfarin
Latihan
lingkup gerak sendi {range ofmotion) seperti gerakan fleksi-ekstensi,
Warfarin tindakan
sesudah pemberian
ini akan
aliran darah
di vena-vena
segera
heparin
dengan dosis
menggegam dll,dapat dimulai
meningkatkan
yanghari
16-10 mg(patent)
malam hari, hari II ditumnkan.
masih terbuka
INR kaus kaki setelah
Pemakaian
4-5 haristocking),
kemudianalat
ini dapat
aliran
2-3
diperiksa elastik {elastic
dengan
target
meningkatkan
Bila
INR
darah vena target
tercapai, heparin dapat dihentikan 24 jam berikutnya
Lama
pemberian tergantung ada tidaknya faktor risiko.
- Bila tidak ada faktor risiko, dapat distop dalam 3-6 bulan
Farmakologis:
- Bila ada faktor risiko dapat diberikan lebih lama atau bahkan seumur
1, Antikoagulan
Heparin (unfractionated)
hidup
Bolus
INR
intravena
100 lU/kg
Cara
dosis dilanjutkan
drip mulai 1000 lU/ jam
penyesuaian

- INR
Target
ApTT1,1-1,4
1,5 2,5 x kontrol, bila
- aPTT<
naikkan dosis-100-200IU/jam
Hari Il,5xkontrol,
10-20% dari total dosis mingguan
- aPTT 1,5- 2,5x
naikkandosis
10-20%
tetapdari total dosis mingguan
Mingguan >kontrol,
- aPTT
>
Kembali
2,5x1 kontrol,
minggu dosis 100 - 200 lU/jam
Hari- I INR
; aPTT
1,5-1,9
diperiksa tiap 6 jam
I diperiksa
Harill Hari
: aPTT
12 dari
naikkan tiap
5-10%
jam total dosis mingguan
> naikkan
5-10%
Hari III:
aPTT diperiksa
tiap 24
jam dari total dosis mingguan
Mingguan
Kembali 2 minggu
LMWH {lowmolecular
INR 2,0-3,0 weight heparin)

Tidak ada
perubahan
NadroparinOjl
ml/kg/
12jam

1
Kembali
Enoksaparin 1 mg/minggu
kg/12 jam
- IN R3,l -3 , 9
Tidak
perlu pemantauan
Hari I > kurangi 5-10% dari dosis total mingguan
198
Mingguan > kurangi 5-15% dari dosis total mingguan
Kembali 2 minggu
- INR 4,0-5,0
Hari I
tidak dapat obat
Mingguan > kurangi 10-20% dari dosis total mingguan
Kembali 1 minggu
- INR>5,0
Stop warfarin, pantau sampai INR 3,0
Mulai dengan dosis kurang 20-50%
Kembali tiap hari
2. Trombolisis (streptokinase, tPA)
*
Terapi ini dapat dipertimbangkan sampai 2 minggu setelah pembentukan
thrombus (trombosis vena iliaka atau vena femoralis akut atau subakut)
Tidak
dianjurkan untuk trombus yang berusia lebih dari 4 minggu
3, Antiagregasi trombosit (aspirin, dipiridamol, sulfinpirazon)
Bukan
merupakan terapi utama

Pemakaiannya dapat dipertimbangkan 3-6 minggu setelah terapi standar he


parin atau warfarin

KOMPLIKASI
Perdarahan akibat antikoagulan/ antiagregasi trombosit, trombositopenia akibat
heparin, osteoporosis pada pasien yg mendapat heparin > 6 bulan dengan dosis
10.000 U/hari
Panduan Pelayanan Medik PAPDI

199

P RO GN OS I S
Tergantung pada penyebab, pada yang tidak disertai komplikasi baik

WEWENANG

RS pendidikan; Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam


RS non pendidikan; Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Divisi Hematologi - Onkologi


Medik
RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

RS pendidikan: Departemen Radiologi, Bedah / Vaskular


RS non pendidikan : Bagian Radiologi, Bedah

R E FE RE N S I
1. Supandiman, I. Trombosis. Dalam: Suyono, S. Waspadji, S. Lesmana, L. AIwi, L Setiati,

S. Sundaru, H. dkk. Buku Ajar Jlmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi III. Balai Penerbit
FKUI Jakarta 2001:588-91.
2. Tambunan, KL. Terapi antikoagulan pada trombosis vena dalam. Dalam: Setiati, S.
Bawazier, LA. Atmakusuma, D. Kasjmir, YL Syam, AF. Gustaviani, R. Current treatment
in internal medicine 2000. PIP IPD FKUI Jakarta 2000:19-22.
3. Atmakusuma, D. Perbedaan trombosis vena dalam dan trombosis arteri akut dalam hal
diagnosis dan tatalaksana. Dalam: Prodjosudjadi, W. Setiati, S. Alwi, 1. Pertemuan
Ilmiah Nasional PB PAPDI2003, therapeutic update and workshop in internal medicine.
PIP IPD FKUI Jakarta 2003:193-205.
4. Tambunan, KL. Peran terapi medicamentosa pada DVT kronik. Dalam: Simadibrata,
M. Alwi, I. Kasjmir, YI. Bawazier, LA. Syam, AF. Mansjoer, A. Penyakit kronik dan
degeneratif, penatalaksanaan dalam praktek sehari-hari. PIP IPD FKUI Jakarta 2003:
9-13.

200

Hematologi Onkotogi Medik

KOAGULASIINTRAVASKULAR
DISEMINATA

PENGERTIAN
Koagulasi intravaskular diseminata adalah aktivasi sistem koagulasi dan fibrinolisis
secara berlebihan dan terjadi pada waktu yang bersamaan
Pemeriksaan

Kompensasi

Hiperkompensasi

Dekompensasi

N
n/T

i
t
t

N
N
N
N
+/t

Trombosit
PTT
PT
Fibrinogen
D Dimer

N/t
N/t
+/t

DIAGNOSIS
Klinis:

Gejalagejala umum seper


ti demam, hipoten

++/tt

si, asidosis, hipoks

ia, proteinuria.
Tanda-tanda
perdarahan (petekie, purpura, ekimosis, hematoma, hematemesismelena, hematuria, epistaksis)
Manifestasi trombosis >
gagal organ (paru, ginjal, hati)
KID
dari
kausa primer yang lain:
merupakan akibat
obstetri
Bidang
(emboli cairan amnion, kematian janin intra-uterin, abortus
septik)
Bidang hematologi (reaksi transflisi, hemolisis berat, leukemia)
- Infeksi
(septikemia, gram negatif, gram positif; virus HIV, hepatitis, dengue;
parasit malaria)
- Trauma, penyakit hati akut, luka bakar
Pemeriksaan penunjang

Darah tepi: trombositopenia atau nomial, burr cell (+)


Pemeriksaan hemostasis pada KID

DIAGNOSIS BANDING
Fibrinolisis primer, penyakit hati berat, pseudo KID

PEMERIKSAAN P E NUNJANG
Laboratorium:

DPL,

hemostasis

lengkap

(PT,

aPTT,

fibrinogen,

d-dimer)
201

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

TERAPI

Suportif
- Memperbaiki dan menstabilkan hemodinamik
- Memperbaiki dan menstabilkan tekanan darah
- Membebaskan jalan napas
Memperbaiki dan menstabilkan keseimbangan asam basa
- Memperbaiki dan menstabilkan keseimbangan elektrolkit
Mengobati penyakit primer
Menghambat proses patologis
Antikoagulan
Heparin inytavena bolus tiap 6 jam dosis 5000 lU, evaluasi aPTT dengan
target 1,5-2,5 x kontrol pada jam kedua dan keempat
Bila pada jam kedua;
aPTT < 1,5 X kontrol, heparin dinaikkan menjadi 7500 U
aPTT 1,5-2,5 x kontrol, dosis heparin tetap
aPTT> 2,5 xkontrol, evaluasiAPTT pada jam keempat, bila:
aPTT < 1,5 X kontrol, heparin dinaikkan menjadi 7500 U
aPTT > 2,5 X kontrol, heparin dikurcingi menjadi 2500 U
- Transfusi sesuai komponen darah sesuai indikasi (PRC, TC, FFP,
kriopresipitat)

KOMPLIKASI
Gagal organ, syok/hipoperfusi, trombosis vena dalam, KID fulminan

PR OG NO S I S
Malam

WEWENANG

RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam


RS non pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Divisi Hematologi - Onkologi


Medik
RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

RE FE RE NS I
Tambunan, KL. Koagulasi intravascular diseminata. Dalam: Suyono, S. Waspadji, S.
Lesmana, L. Alwi, I. Setiati, S. Sundaru, H. dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilidll.
Edisilll. Jakarta :BalaiPenerbitFKUI; 2001:555-64.
2. Tambunan, KL. Diagnosis dan penatalaksanaan koagulasi intravascular diseminata.
In: Suberkti, 1. Lydia, A. Rumende, CM. Syam, AF. Mansjoer, A. Suprohita.
Penatalaksanaan kegawatdaruratan di bidang Ilmu Penyakit Dalam. PIP IPD FKUI
Jakarta 200}: 25-31.
1.

202

Hematologi OnkDlogi Medik

TROMBOSITOSIS PRIMER/SENSIAL
PENGERTIAN

Trombositosis adalah bila jumlah trombosit lebih dari jumlah normal tertinggi
(450.000/ul)
Trombositosis primer adalah kelainan klonal dari stem sel multipotensial
hemopoietik

DIAGNOSIS

Anamnesis:
- Sakit
seperti terbakar pada telapak tangan dan kaki serta berdenyut, cenderung
timbul kembali disebabkan panas, pergerakan jasmani dan hilang bila kaki
ditinggikan (eritromialgia).
Gejala-gejala iskemia serebrovaskular kadang tidak spesifik seperti sakit kepala,
pusing, defisit neurologi fokal, serangan iskemia sepintas, kejang atau oklusi
arteri retina.
- Pada wanita hamil ditemukan
riwayat abortus berulang, pertumbuhan fetus
terhambat
Pemeriksaan fisik:
Splenomegali (40%), tanda-tanda perdarahan atau trombosis sesuai lokasi
yang terkena.
Pemeriksaan laboratorium:
- Jumlah trombosit seringkali > 1 juta/ml
- Laj u endap darah normal
- Variasi bentuk trombosit abnormal (raksasa, hipogranular), fragmen trombosit
- Masa perdarahan normal
- Faktor VIII/ von Willebrand normal

DIAGNOSIS BANDING
Trombositosis reaktif, trombositosis sekunder

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium: darah perifer lengkap, morfologi trombosit, laju endap
darah, masa perdarahan, faktor VIII/ von willebrand, tes agregasi trombosit dengan
epinefrin

TERAPI
Tujuan pengobatan untuk menurunkan jumlah trombosit dan menurunkan flingsi
trombosit
Untuk menurunkan trombosit:
1. Hydroxyuria {hydrea)'. 15 mg/kgBB/hari
2. Anagrelide (agrylin); 4 kali 1,5-2,5 mg sehari, dimulai dosis rendah dan
dinaikkan secara bertahap tiap minggu
3. Thromboreduction

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

203

4. Interferon alfa: 3 juta lU, tiga kali satu minggu


5. Fosforous-32
Untuk menurunkan flingsi trombosit:
1. Aspirin
2. Tiklopidin
3. Klopidogrel

KOMPLIKASI

Perdarahan (memar kebiruan, epistaksis, perdarahan saluran cema, perdarahan


pasca operasi). Risiko terbesar bila trombosit > 1 juta/ml dan mendapat aspirin.
Trombosis (eritromialgia, iskemia ginjal, infark miokard, strok, iskemi mesenteric,
infark plasenta, sindrom Budd Chiari). Risiko terbesar bila sebelumnya ada riwayat
trombosis, umur lebih dari 60 tahun dan sudah lama mengalami trombositosis.
Trombosis esensial dapat mengalami transformasi menjadi mielofibrosis (4%),
polisitemia vera (2,7%), leukemia mielositik akut (0,6-5%)

PROGNOSIS

Advitam: dubia
Ad fungsionam; dubia
Ad sanasionam; malam

WEWENANG

RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam


RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Divisi Hematologi - Onkologi


Medik
RS non pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam

REFERENSI
Tambunan, KL. Trombositosis dan irombositosis esensial. In: Atmakusuma, A. Uyainah,
A. Irawan, C. Suhendro. Current diagnosis and treatment in internal medicine 2003. PIP
IPD FKUIJakarta 2003:94-9.
2. Essentiele trombocytemie. Hematologic Klapper. 8' ed. Leids Universitair Medisch Cen
trum Leiden. Juni 1999:50-1.
/.

204

Hematobgi Onkobgi Medik

SINDROM VENA KAVA SUPERIOR


PENGERTIAN
Sindrom vena kava superior adalah kumpulan gejala yang disebabkan obstruksi
vena kava superior oleh sebuah tumor mediastinum.

DIAGNOSIS

Anamnesis: keluhan sakit kepala, mual, muntah-muntah, gangguan penglihatan,


sinkop, suara serak, sesak napas, disfagia dan sakit punggung
Pemeriksaan fisik: distensi tubuh sebelah atas, edema muka, leher, lengan dan
dada atas,sianosis.
Pemeriksaan penunjang:
- Foto dada menunjukkan massa paratrakeal atau di mediastinum
- CT scan dada membantu memperlihatkan luasnya massa

DIAGNOSIS BANDING

Tumor mediastinum: tumor ganas, teratoma, limfoma malignum


Tumor paru

PEMERIKSAAN PE NUNJANG
Pemeriksaan radiologi: foto toraks, CT scan toraks

TERAPI

Radioterapi pada kasus darurat dapat meringankan gejala pada 70% kasus. dosis
harian dimulai dengan dosis tinggi (400 cGy) untuk mendapatkan pengeciian
masa tumor yg dibutuhkan
Pada limfoma malignum atau kanker paru jenis SCLC, kemoterapi akan sama
efektifhya dengan radioterapi.

KOMPLIKASI
Trombosis vena jugularis dan otak

PROGNOSIS

Ad vitam: dubia ad malam


Ad fungsionam; malam
Ad sanasionam: malam

WEWENANG

RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam


RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

UNIT YANG MENANGANI

205

RS pendidikan: Departemen llmu Penyakit Dalam Divisi Hematologi - Onkologi


Medik, Pulmonologi
RS non pendidikan: Bagian llmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

RS pendidikan : Departemen Radiologi, Radioterapi, Bedah / toraks


RS non pendidikan: Bagian Radiologi, Bedah

REFERENSI
1. Djoerban, Z. Kedaruratan onkologi. Dalam: Wdspadji, S. Gani, RA. Setiaii, S. Alwi, I.
Bunga rampai llmu penyakit dalam. Balaipenerbit FKUI Jakarta 1996: 97-110.
2. Kaiser, LR. Putnam, JB. The mediastinum: overview, anatomy and diagnostic approach.
In: Fishman, AP. Elias, JA. Fishman, JA. Grippi, MA. Kaiser, LR- Senior, RM. Fishman's
manual o f pulmonary disease and disorders. 3 rd ed. McGraw-Hill USA 2002:521-34

206

Hematobgi Onkobgi Medik

HIPERKALSEMIA

PENGERTIAN
Hiperkalsemia merupakan kedaruratan onkologi yang sering ditemukan sebagai
akibat metabolik dari keganasan

DIAGNOSIS

Anamnesis: anoreksia, mual, muntah-muntah, polyuria


Pemeriksaan fisik; penurunan kesadaranPemeriksaan penunjang:Kadar kalsium
serum meningkat

DIAGNOSIS BANDING
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan kadar kalsium darah, fungsi ginjal

TERAPI
1.

Diuresis paksa dengan larutan salin (200-250 ml/jam) dan furosemide disertai
monitor ketat balans cairan dan fungsi kardiopulmoner
2. Mithramycin 25 ug/kg intravena. Tidak boleh digunakan pada gagal ginjal dan
trombositopenia
3. Kortikosteroid, efek terapi dicapai setelah 5-10 hari pengobatan. Berguna pada
hiperkalsemia pada limfoma malignum, mieloma multiple dan karsinoma payudara.
4. Bisfosfonat (penghambat osteoklas) bila hiperkalsemia refrakter terhadap caracara sebelumnya atau terdapat kontraindikasi
5. Kunci keberhasilan dalam mengendalikan hiperkalsemia adalah kemoterapi yang
efektif

KOMPLIKASI
Gagal ginjal akut

PROGNOSIS

Ad vitam: dubia
Ad fungsionam: dubia ad malam
Ad sanasionam: malam

WEWENANG

RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam


RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Divisi Hematologi - Onkologi


Medik
RS non pendidikan; Bagian Ilmu Penyakit Dalam

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

UNIT TERKAIT

RS pendidikan: Departemen Patologi Klinik


RS non pendidikan: Bagian Patologi Klinik

207

REFERENSI :
Djoerban, Z. Kedaruratan onkologi. In: Waspadji, S. Gani, RA. Setiati, S. Alwi, 1. Bunga
rampai Ilmupenyakit dalam. Jakarta : Balaipenerbit FKUI1996; p. 97-110.

208

Hematobgi Onkologi Medik

HIPERURISEMIA
PENGERTIAN

Hiperurisemia merupakan kelainan yang terjadi akibat pengobatan pada leukemia,


gangguan mieloproliferatif, limfoma atau mieloma yaitxi ketika sel-sel tumor mengalami
penghancuran selama kemoterapi di mana purin akan dilepaskan dalam jumlah banyak
untuk kemudian mengalami katabolisme menjadi asam urat

DIAGNOSIS

Uremia, hematuria dan rasa nyeri menandakan adanya batu ginjal


Kadar asam urat melebihi 10 mg/dl dan rata-rata 20 mg/dl. Oliguria atau anuria
dengan atau tanpa adanya kristal asam urat. Kadar nitrogen darah dan serum
kreatinin meningkat
Perbandingan asam urat dengan kreatinin > 1, dihitung menurut sampel acak,
mendukung diagnosis nefropati akibat hiperurisemia

PEMERIKSAAN P E NUNJANG
Pemeriksaan kadar asam urat darah, fungsi ginjal, urinalisis

TERAPI
1.
2.

Alopurinol, hidrasi dan alkalinisasi urin seperti pada sindrom lisis tumor
Hemodialisis jika diperlukan, dapat menurunkan kadar asam urat dan memperbaiki
fungsi ginjal

KOMPLIKASI

Batu ginjal
Gagal ginjal

PR OG NO S I S

Advitam:malam
Ad fungsionam: malam
Ad sanasionam: malam

WEWENANG

RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam


RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

RS pendidikan; Departemen Ilmu Penyakit Dalam Divisi Hematologi - Onkologi


Medik
RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

209

UNIT TERKAIT
Unit hemodialisis, Departemen Patologi klinik

REFERENSI :
Djorban, Z. Kedaruratan onkologL In: Waspadji, S. Gani, RA. Seiiati, S. Alwi, Bunga rampai

Ilmu penyakit dalam. Jakarta: Balaipenerbit FKUI }996.p. 97-110.

210

Hematobgi Onkologi Medik

TERAPI SUPORTIF
PADAPASIEN KANKER
PENGERTIAN

Terapi suportif pada pasien kanker merupakan hal yang amat penting, sehingga
tidak jarang lebih penting daripada pengobatan pembedahan, radiasi maupun
kemoterapi karena pengobatan suportif ini justru sering berkaitan dengan usaha
untuk mengatasi masalah-masalah yang dapat mengancam jiwa. Pengobatan suportif
ini tidak hanya diperlukan pada pasien kanker yang menjalani pengobatan kuratif
tetapi juga pada pengobatan paliatif
Pengobatan suportif ini meliputi:
1. Masalah nutrisi dan gangguan saluran cema
2. Penanganan nyeri
3. Penanganan infeksi
4. Masalah efek samping sitostatika terutama efek mielosupresi

DIAGNOSIS
Masalah Nutrisi
Anamnesis: penurunan berat badan yang cepat

Antropometri: tebal lemak kulit (M deltoideus lengan atas), indeks masa tubuh
(di bawah 1,5 menunjukkan katabolisme berlebihan), penilaian terhadap masa
otot
Laboratorium:
Hitung limfosit (bila menurun berarti ada gangguan respons imun),
- Kadar albumin dan prealbumin (albumin < 3 g/dl dan prealbumin < 1,2 g/dl
menunjukkan malnutrisi),
- Kadar urea nitrogen urin (> 24 g/ 24 jam menunjukkan katabolisme protein
berlebihan), kadar feritin darah
Penanganan Nyeri
Anamnesis: waktu timbul nyeri, lokasinya, intensitasnya dan faktor yang
menambah atau mengurangi nyeri.
Anamnesis
yang teliti dapat diketahui jenis nyeri pada pasien, apakah nyeri
viseral, somatik atau neuropatik.
Dari anamnesis
dapat juga diketahui tingkatan nyeri, menggunakan alat bantu
VAS {visual analog scale) yaitu skala dari nol sampai sepuluh (nol menunjukkan
tidak ada nyeri sama sekali, sepuluh menunjukkan nyeri yang paling hebat).
Angka yang ditunjuk pasien kemudian dapat dibagi menjadi empat kelompok:
- Angka 0 menyatakan tidak ada nyeri
- Angka 1 -3 menyatakan nyeri ringan
- Angka 4-6 menyatakan nyeri sedang
- Angka 7-10 menyatakan nyeri berat
Hal yang paling menentukan untuk memulai pengobatan adalah jenis tingkatan
nyeri.

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

211

Penanganan Infeksi
Masalah Efek Samping Sitostatika
1. Penekanan sumsum tulang (infeksi neutropenia, trombositopenia, leukopenia,
anemia)
2. Mual dan muntah
3. Toksisitasjantung (kardiomiopati, perimiokarditis)

4. Toksisitas ginjal (nekrosis tubular ginjal)


5. Ekstravasasi
6. Sindrom lisis tumor

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Masalah Nutrisi
- Antropometri: tebal lemak kulit, indeks masa tubuh dan masa otot
Laboratorium; Hitung limfosit, albumin dan prealbumin darah, urea nitrogen
urin, feritin darah
Penanganan Nyeri
- Pemeriksaan
radiologi: foto, USG, bone scan, CT scan, MRI untuk mengetahui
jenis nyeri dan lokasinya
Penanganan Infeksi
- Laboratorium darah
perifer lengkap dengan hitung jenis, kultur darah, kultur
urin, kultur sputum, swab tenggorok untuk mencari fokus infeksi, pemeriksaan
terhadap koloni jamur
- Foto toraks
Masalah Efek Samping Sitostatika
Pemeriksaan fisik; luas permukaan tubuh, tingkat kemampuan berperan,
mencari sumber infeksi
- Pemeriksaan laboratorium DPL
dengan hitung jenis, fungsi ginjal, urinahsis,
asam urat darah, fungsi hati, kultur pada tempat-tempat tertentu secara berkala
Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan ekokardiografi

TERAPI
Masalah Nutrisi
Indikasi
terapi:
1. pasien tidak mampu mengkonsumsi 1000 kalori per hari
2. bila terjadi penurunan berat badan > 10% BB sebelum sakit
3. kadar albumin serum < 3,5 gr/dl
4. terdapat tanda-tanda penurunan daya tahan tubuh

Perhitungan kebutuhan kalori:


Rumus perhitungan kebutuhan kaloriKalori basal + aktivitas sehari-hari + keadaan hiperkatabolik
Kalori basal laki-laki: 27-30 kalori/kgBB ideal/hari
Kalori basal perempuan: 23-26 kalori/kgBB ideal/hari
Perhitungan kebutuhan protein :
Protein yg dibutuhkan adalah 0,6-0,8 g/kgBB ideal/hari
212

Hematologi Onkobgi Medik


Untuk mengganti kehilangan nitrogen tubuh diperlukan tambahan 0,5 g/kgBB
ideal/hari
Carapemberian:
1. Enteral melalui saluran cema peroral, lewat selang nasogastrik, j ejunostomi,
2.

gastrostomi
Parenteral diberikan bila melalui enteral tidak bisa atau pasien tidak mau
dilakukan gastrostomi/jejunostomi. Nutrisi sebaiknya melalui vena sentral
karena dapat diberikan cairan dengan osmolalitas tinggi dan dalam waktu

lama (6 bulan-1 tahun), Hati-hati terhadap bahaya infeksi dan trombosis


Penanganan Nyeri
Pengobatan medikamentosa/ farmakologi
Pada
nyeri ringan pengobatan dimulai dengan asetaminofen atau GAINS,
kemudian dievaluasi dalam 24-72 jam, bila masih nyeri ditambahkan amitriptilin
3x25 mg atau opioid ringan kodein sampai dengan 6 x 3 0 mg/ hari.
Pada
nyeri sedang pengobatan dimulai dengan opioid ringan kemudian dievaluasi
dalam 24 jam, bila masih nyeri obat diganti dengan opioid kuat, biasanya dipakai
morfin. Pemberian morfin intravena dimulai dengan, dosis dititrasi sampai pasien
bebas nyeri.
Pada
nyeri berat pengobatan morfm intravena sej ak awal dan dievaluasi sampai
hitungan jam sampai nyeri terkendali baik. Setelah didapat dosis optimal maka
pemberian morfin intravena diganti dengan morfm oral masa kerja pendek 4-6
jam dengan perbandingan 1:3, artinya jika dosis injeksi 20 mg/24 jam maka dosis

oralsebanyak3x20mg/24jam(60mg),diberikan6x lOmgatau4x 15mg/hari.


Bila setelahnya nyeri terkendali baik maka diganti morfin oral kerja lama dengan
dosis 2x30 mg/ hari. Bila nyeri belum terkendaH, morfm dinaikkan dosisnya
menjadi dua kali lipat dan dievaluasi lebih lanjut serta berpedoman pada VAS.
Obat adjuvan diberikan sesuai pengkajian, bila penyebabnya neuropatik maka
selain obat-obat tersebut ditambahkan GABA (gabapentin), bila nyeri somatik
akibat metastasis tulang sedikit dapat ditambahkan OAINS dan bisfosfonat, bila
metastasis luas dan multipel maka pilihan utamanya adalah radioterapi dan dapat
ditambahkan bisfosfonat.

Pengobatan Non Medikamentosa:


1. Penanganan psikiatris
2. Operasi bedah saraf
3. Blok anestesi
4. Rehabilitasi medik
Penanganan Infeksi
Infeksi oleh bakteri
gram negatif
Kombinasi antibiotik beta laktam dengan aminoglikosida
Monoterapi dengan seftazidim, sefepim, imipenem, meropenem
Infeksi oleh bakteri
gram positif. Staphylococcus epiderrnidis sering resisten
pada berbagai macam antibiotika, diberikan vankomisin dan teikoplanin
Infeksi
jamur. Pemberian amfoterisin B dianjurkan pada pasien neutropenia dengan
demam berkepanjangan setelah pemberian antibiotika spektrum luas untuk
213
Panduan Pelayanan Medik PAPDI

beberapa hari tanpa adanyabakteremia.


Infeksi virus dapat terjadi pada pasien neutropenia tanpa imunosupresi, sehingga
beberapa pusat menganjurkan pemberian asiklovir sejak awal pada pasien yang
diperkirakan akan mengalami neutropenia berat untuk waktu yang lama.

Masalah Efek Samping Sitostatika


1. Penekanan sumsum tulang
Pemilihan dan
penjadwalan obat sitostatika yang tepat

Pencegahan infeksi pada pasien neutropenia berupa dekontaminasi saluran

cema, kulit dan rambut bila akan mandapat kemoterapi agresif


Pengobatan infeksi, bila hasil kultur belum ada, diberikan pengobatan
empiris yang dapat menjangkau Gram positif dannegatif, anti jamur, bila
perlu antivirus
\
G-CSF saat ini dapat diberikan pada keadaan granulositopenia, terutama

yang mendapat kemoterapi agresif


Mual dan muntah
Meliputi fenotiazin, haloperidol, metoklopropamid, antagonis serotonin
(ondansetron, granisetron dan tropisetron), kortikosteroid, benzodiazepin,
nabilon, antihistamin dan kombinasi obat-obat antiemetik di atas. Dianjurkan
kombinasi tersebut meliputi deksametason diikuti antagonis serotonin atau
difenhidramin dan metoklopropamid
Toksisitas jantung
Pasien dengan risiko tinggi (EF< 50%)harus menjalani ekokardiografi setiap satu
atau dua siklus pengobatan, sedangkan pada yang tidak berisiko tinggi
ekokardiografi diulang setelah dosis kumulatif 350-400 mg/m2. Hal yang paling
penting pada pemantauan adalah dosis kumulatif (epirubisin 950 mg/m-,
daunorubisin 750 mg/m mitomisin 160 mg/m dan doksorubisin 550 mg/m)
Toksisitas ginjal
Kerusakan ginjal dapat dicegah dengan hidrasi adekuat, alkalinisasi urin dengan
natrium bikarbonat dan diuretik
Ekstravasasi obat-obat kemoterapi yang bersifat vesikan dapat dicegah dengan
memastikan jalan infus intravena lancar dan setelah kemoterapi diberikan, cairan
infus tetap diberikan
Sindrom lisis tumor
Untuk mencegah hal ini, mulai 48 jam sebelum kemoterapi sampai dengan 3-5
hari setelahnya diberikan hidrasi intravena 3000 ml/m, alopurinol 500 mg/mper
oral, bila kadar asam urai > 7 mg/dl diberikan alkalinisasi urin dengan natrium
bikarbonat dengan mempertahankan pH urin di atas 7

2.

3.

4.

5.

6.

KOMPLIKASI
Hati-hati dengan efek samping morfin

PROGNOSIS

Advitam: malam
Ad flingsionam: malam
Ad sanasionam: malam

214

Hanatologi Onkobgi Medik

WEWENANG

RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam


RS non pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Divisi Hematologi-Onkologi


Medik
RS non pendidikan; Bagian Ilmu Penyakit Dalam

REFERENSI

1. Harsal, A. Tatalaksana nyeri hanker. Dalam: Setiati, S. Alwi, I. Kasjmir,


YI, Bawazier,
LA. Lydia, A. Syam, A F dkk. Current diagnosis and treatment in internal medicine 2002.
PIP IPD FKUIJakarta 2002:15-20.
2. Sutandyo, N. Harryanto, A. Peran nutrisipada keganasan. Dalam: Setiati, S. Soewondo,
P Pitoyo, CW. Syam, AF. Mansjoer, A. Periemuan Ilmiah Tahunan Perkembangan mutakhir
IPD. PIP IPD FKUIJakarta 2003:130-3.
3. Reksodiputro, AH. Sutandyo. N. Nafrialdi. Yunihastuti, E. Beberapa aspekpengobatan
suportif pada pasien kanker Dalam: Alwi, I. Setiati, S. Sudoyo, AW. Bawazier, LA.
Kasjmir, YI. Mansjoer, A. Pertemuan Ilmiah Tahunan Ilmu penyakit dalam. PIP IPD
KFUIJakarta 2001:123-38.

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

215

POLISITEMIA VERA
PENGERTIAN
Polisitemia merupakan kelainan sistem hemopoesis yang dihubungkan dengan
peningkatan j umlah dan volume sel darah merah (eritrosit) secara bermakna mencapai
6-10 juta/ml di atas ambang batas nilai normal dalam sirkulasi darah, tanpa

memperdulikan jumlah leukosit dan trombosit. Disebut polisitemia vera bila sebagian
populasi eritrosit berasal dari suatu klon sel induk darah yang abnormal (tidak
membutuhkan eritropoetin untuk proses pematangannya). Berbeda dengan
polisitemia sekunder dimana eritropoetin meningkat secara fisiologis sebagai
kompensasi atas kebutuhan oksigen yang meningkat atau eritropoetin meningkat
secara non fisiologis pada sindrom paraneoplastik sebagai manifestasi neoplasma
lain yang mensekresi eritropoetin.Perjalanan klinis ;
1. Fase eritrositik atau fase polisitemia
Berlangsung 5-25 tahun, membutuhkan flebotomi teratur untuk mengendalikan
viskositas darah dalam batas normal.
2. Fase burn out atau spent out
Kebutuhan flebotomi menurun jauh, kesannya seperti remisi, kadang timbul
anemia.
3. Fasemielofibrotik
Bila terjadi sitopenia dan splenomegali progresif, menyerupai mielofibrosis dan
metaplasia mieloid
4. Fase terminal

DIAGNOSIS
International Polycythemia Study Group II
Diagnosis polisitemia dapat ditegakkan jika memenuhi kriteria
a. A1+A2+A3 atau
b. A1+A2+ 2 kategori B

KategoriA
1. Meningkatnya massa sel darah merah diukur dengan krom radioaktif Cr-51. Pada
pria > 36 ml/kg dan pada wanita > 32 ml/kg.
2. Saturasi oksigen arterial > 92% (pada polisitemia vera, saturasi oksigen tidak
menurun)
3. Splenomegali
Kategori B
1. Trombositosis: trombosit > 400.000/ml
2. Leukositosis; leukosit > 12.000/ml(tidakadainfeksi)
3. Leukosit alkali fosfatase (LAF) score meningkat > 100 (tanpa ada panas/infeksi)
4. Kadar vitamin B12 > 900 pg/ml dan atau UB12BC dalam serum > 2200 pg/ml

216

Hematologi Onkobgi Medik

DIAGNOSIS BANDING
Polisitemia sekunder akibat saturasi oksigen arterial rendah atau eritropoetin
meningkat akibat manifestasi sindrom paraneoplastik

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium; eritrosit, granulosit, trombosit, kadar B12 serum, NAP, saturasi


Pemeriksaan sumsum tulang untuk menyingkirkan kelainan mieloproliferatifyang
lain.

TERAPI
Prinsip pengobatan:
1. Menurunkan viskositas darah sampai ke tingkat normal dan mengendalikan
eritropoesis dengan flebotomi
2. Menghindari pembedahan elektif pada fase eritrositik/ polisitemia yang belum
terkendali
3. Menghindari pengobatan berlebihan
4. Menghindari obat yang mutagenik, teratogenik dan berefek sterilisasi pada pasien
usia muda
5. Mengontrol panmielosis dengan fosfor radioaktif dosis tertentu atau kemoterapi
sitostatik pada pasien di atas 40 tahun blla didapatkan:
- trombositosis
persisten di atas 800.000/ml terutama jika disertai gejala
trombosis
- leukositosis
progresif
splenomegali simtomatik atau menimbulkan sitopeniaproblematic
gejala sistemik yang tidak terkendali seperti pruritus yang sukar dikendalikan,
penurunan berat badan atau hiperurikosuria yang sulit diatasi.
A. Flebotomi
Pada PV tujuan prosedur flebotomi adalah mempertahankan hematokrit 42% pada
wanita dan 47% pada pria untuk mencegah timbulnya hiperviskositas dan penurunan
shear rate. Indikasi flebotomi terutama untuk untuk semua pasien pada permulaan
penyakit dan yang masih dalam usia subur.
Indikasi:
L Polisitemia vera fase polisitemia
2. Polisitemia sekunder fisiologis hanya dilakukan jika Ht > 55% (target Ht 55%)
3. Psolisitemia sekunder nonfisiologis bergantung pada derajat beratnya gejala
yang ditimbulkan akibat hiperviskositas dan penurunan shear rate
B. Kemoterapi sitostatika
Tujuannya adalah sitoreduksi
Indikasi;

Hanya untuk polisitemia rubra primer (PV)


Flebotomi
sebagai pemeliharaan dibutuhkan > 2 kali sebulan
Trombositosis
yang terbukti menimbulkan trombosis
Urtikaria berat
yang tidak dapat diatasi dengan antihistamin

Splenomegali simtomatik/ mengancam ruptur limpa

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

217

Cara pemberian:
Hidroksiurea 800-1200
mg/mari atau 10-15 mg/kg/kali diberikan dua kali sehari.
Bila tercapai target dilanjutkan pemberian secara intermiten untukpemeliharaan
Klorambusil
dengan dosis induksi 0,1-0,2 mg/kg/hari selama 3-6 minggu dan
dosis pemeliharaan 0,4 mg/kgBB tiap 2-4 minggu.
Busulfan
0,06 mg/kgBB/hari atau 1,8 mg/m2/hari. Bila tercapai target dilanjutkan
pemberian secara intermiten untuk pemeliharaan.
C. Fosfor radioaktif
P32 pertama kali diberikan dengan dosis 2-3 mCi/m2 intravena, bila per oral dinaikkan

25%. Selanjutnyabila setelah 3-4 minggu pemberian P32 pertama:

mendapatkan hasil, reevaluasi setelah 10-12 minggu. Dapat diulang j ika diperlukan

tidakberhasil, dosis kedua dinaikkan 25% dari dosis pertama, diberikan setelah
10-12 minggu dosis pertama
Pasien diperiksa setiap 2/3 bulan setelah keadaan stabil
D. Kemoterapi biologi (sitokin)
E.

Pengobatan suportif
Hiperurisemia: allopurinol 100-600 mg/hari
Pruritus dengan urtikaria: antihistamine PUVA
Gastritis/ ulkus peptikum: antagonis reseptor
Antiagregasi trombosit anagrelid

KOMPLIKASI
Trombosis, perdarahan, mielofibrosis

PROGNOSIS

Ad vitam: dubia ad malam


Ad fungsionam; malam
Ad sanasionam: malam

WEWENANG

RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam


RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

RS pendidikan; Departemen Penyakit Dalam - Divisi Hematologi - Onkologi


RS non pendidikan: Bagian Penyakit Dalam

REFERENSI :
1. AbdulMuthalib. Effendy, S. Polisitemia vera. Dalam: Suyono. S. Waspadji, S. Lesmana,
L. Alwi, I. Setiati, S. Sundaru, H. dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. JilidIL EdislIIL
Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2001.p. 541-6
2. Polycythemia vera. Hematologie Klapper. 8' ed. Leids Universitair Medisch Centrum
Leiden, Juni 1999:48-9.
218

2.8

GERIATRI

Geriatii

PENGKAJIAN GERIATRI PARIPURNA/


COMPREHENSIVE GERIATRIC
ASSESSMENT {CGA)
Pendekatan dalani evaluasi medis bagi pasien berusia lanjut (berusia 60 tahun atau
lebih) berbeda dengan pasien dewasa muda. Pasien geriatri memiliki karakteristik
multipatologi, daya cadangan faali yang rendah, gejala dan tanda klinis yang
menyimpang, menurunnya status fungsional, dan gangguan nutrisi. Selain itu,
perbaikan kondisi medis kadangkala kurang dramatis dan lebih lambat timbulnya.
Karakteristik pasien geriatri yang pertama adalah multipatologi, yaitu pada
satu pasien terdapat lebih dari satu penyakit yang umumnya bersifat kronik
degeneratif. Kedua adalah menurunnya daya cadangan faali, yang menyebabkan
pasien geriatri amat mudah jatuh dalam kondisi gagal pulih {failure to thrive). Hal ini
terjadi akibat penurunan fungsi berbagai organ atau sistem organ sesuai dengan
bertambahnya usia, yang walaupun normal untuk usianya namun menandakan
menipisnya daya cadangan faali. Ketiga adalah penyimpangan gejala dan tanda
penyakit dari yang klasik, misalnya pada pneumonia mungkin tidak akan dijumpai
gejala khas seperti batuk, demam, dan sesak, melainkan terdapat perubahan kesadaran
atau jatuh. Keempat adalah terganggunya status fungsional pasien geriatri. Status
fungsional adalah kemampuan seseorang untuk melakukan aktivitas kehidupan
sehari-hari. Status fungsional menggambarkan kemampuan umum seseorang dalam
memerankan fungsinya sebagai manusia yang mandiri, sekaligus menggambarkan
kondisi kesehatan secara umum. Kelima adalah adanya gangguan nutrisi, gizi kurang,
atau gizi buruk. Gangguan nutrisi ini secara langsung akan mempengaruhi proses
penyembuhan dan pemulihan.
Jika karena sesuatu hal pasien geriatri mengalami kondisi akut seperti pneu
monia, maka pasien geriatri juga seringkali muncul dengan gangguan fungsi kognitif,
depresi, instabilitas, imobilisasi, dan inkontinensia (sindrom geriatri). Kondisi tersebut
akan semakin kompleks jika secara psikososial terdapat hendaya seperti pengabaian
{neglected) atau kemiskinan (masalah fmansial). Berdasarkan uraian di atas tidak
dapat disangkal lagi bahwa pendekatan dalam evaluasi medis bagi pasien geriatri
mutlak hams bersifat holistik atau paripuma yang tidak semata-mata dari sisi biopsiko-sosial saja, namun juga hams senantiasa memperhatikan aspek kuratif,
rehabilitatif, promotif, dan preventif Komponen dari pengkajian paripuma pasien
geriatri meliputi status fungsional, status kognitif, status emosional, dan status
nutrisi. Selain itu, anamnesis yang dilakukan adalah anamnesis sistem organ yang
secara aktif ditanyakan oleh dokter (mengingat seringkali pasien geriatri memiliki
hambatan dalam menyampaikan keluhan atau tidak menganggap hal tersebut sebagai
suatu keluhan) dan pemeriksaan fisik lengkap yang mencakup pula pemeriksaan
neurologis dan muskuloskeletal.

STATUS FUNGSIONAL

Pendekatan yang dilakukan untuk menyembuhkan kondisi akut pasien geriatri tidak
akan cukup untuk mengatasi permasalahan yang muncul. Meskipun kondisi akutnya
Panduan Pelayanan Medik PAPDI

221

sudah teratasi, tetapi pasien tetap tidak dapat dipulangkan karena belum mampu
duduk, apalagi berdiri dan berjalan, pasien belum mampu makan dan minum serta
membersihkan diri tanpa bantuan. Pengkajian status fungsional untuk mengatasi
berbagai hendaya menjadi penting, bahkan seringkali menjadi prioritas penyelesaian
masalah. Nilai dari kebanyakan intervensi medis pada orang usia lanjut dapat diukur
dari pengaruhnya pada kemandirian atau status fungsionalnya. Kegagalan mengatasi
hendaya maupun gejala yang muncul akan mengakibatkan kegagalan pengobatan
secara keseluruhan.
Mengkaji status fungsional seseorang berarti melakukan pemeriksaan dengan
instrumen tertentu untuk membuat penilaian menjadi obyektif, antara lain dengan
indeks aktivitas kehidupan sehari-hari {activity of daily //vmg/ADL) Barthel dan
Katz. Pasien dengan status fungsional tertentu akan memerlukan berbagai program
untuk memperbaiki status fungsionalnya agar kondisi kesehatan kembali pulih,
mempersingkat lama rawat, meningkatkan kualitas hidup dan kepuasan pasien.

STATUS KOGNITIF
Pada pasien geriatri, peran dari aspek selain fisikjustru terlihat lebih menonjol temtama
saat mereka sakit. Faal kognitif yang paling sering terganggu pada pasien geriatri
yang dirawat inap karena penyakit akut antara lain memori segera dan jangka pendek,
persepsi, proses pikir, dan fungsi eksekutif. Gangguan tersebut dapat menyulitkan
dokter dalam pengambilan data anamnesis, demikian pula dalam pengobatan dan
tindak lanjut adanya gangguan kognitif tentu akan mempengaruhi kepatuhan dan
kemampuan pasien untuk melaksanakan program yang telah direncanakan sehingga
pada akhimya pengelolaan secara keseluruhan akan terganggu juga.
Gangguan faal kognitif bisa ditemukan pada derajat ringan {mild cognitive
impoinnent/MCl dan vascular cognitive iwpairment/WCI) maupun yang lebih berat
(demensia ringan, sedang, dan berat). Hal tersebut tentunya memerlukan pendekatan
diagnosis dan terapeutik tersendiri. Penapisan adanya gangguan faal kognitif secara
obyektif antara lain dapat dilakukan dengan pemeriksaan neuropsikiatrik seperti
Abbreviated Mental Test, the Mini-Mental State Examination (MMSE), the
Global Deterioration Scale (GDS), dan the Clinical Dementia Ratings (CDR).

STATUS EMOSIONAL
Kondisi psikologik, seperti gangguan penyesuaian dan depresi, juga dapat
mempengaruhi hasil pengelolaan. Pasien yang depresi akan sulit untuk diajak
bekerja sama dalam kerangka pengelolaan secara terpadu. Pasien cenderung
bersikap pasif atau apatis terhadap berbagai program pengobatan yang akan
diterapkan. Hal ini tentu akan menyulitkan dokter dan paramedik untuk mengikuti
dan mematuhi berbagai modalitas yang diberikan. Keinginan bunuh diri secara
langsung maupun tidak, cepat atau lambat akan mengancam proses penyembuhan
dan pemulihan.
Instrumen untuk mengkaji status emosional pasien misalnya Geriatric De
pression Scale (GDS) yang terdiri atas 15 atau 30 pertanyaan. Instrumen ini bertujuan
untuk menapis adanya gangguan depresi atau gangguan penyesuaian. Pendekatan
secara profesional dengan bantuan psikiater amat diperlukan untuk menegakkan

diagnosis pasti,

222

Geriatri

STATUS NUTRISI
Masalah gizi merupakan masalah lain yang mutlak harus dikaji pada seorang pasien
geriatri. Gangguan nutrisi akan mempengamhi status imun dan keadaan umum
pasien. Adanya gangguan nutrisi seringkali terabaikan mengingat gejala awal seperti
rendahnya asupan makanan disangka sebagai kondisi normal yang terjadi pada
pasien geriatri. Sampai kondisi status gizi turun menjadi gizi buruk baru tersadar
bahwa memang ada masalah di bidang gizi. Pada saat tersebut biasanya sudah
terlambat atau setidaknya akan amat sulit menyusun program untuk mengobati
status gizi buruk.
Pengkajian status nutrisi dapat dilakukan dengan anamnesis gizi (anamnesis
asupan), pemeriksaan antropometrik, maupun biokimiawi. Dari anamnesis harus dapat
dinilai berapa kilokalori energi, berapa gram protein, dan berapa gram lemak yang
rata-rata dikonsumsi pasien. Juga perlu dievaluasi berapa gram serat dan mililiter
cairan yang dikonsumsi. Jumlah vitamin dan mineral biasanya dilihat secara lebih
spesifik sehingga memerlukan perangkat instrumen lain dengan bantuan seorang
ahli gizi. Pemeriksaan antropometrik yang lazim dilakukan adalah pengukuran indeks
massa tubuh dengan memperhatikan perubahan tinggi tubuh dibandingkan saat
usia dewasa muda. Rumus tinggi lutut yang disesuaikan dengan ras Asia dapat
dipakai untuk kalkulasi tinggi badan orang usia lanjut. Pada pemeriksaan penunjang
dapat diperiksa hemoglobin dan kadar albumin plasma untuk menilai status nutrisi
secara biokimiawi.
Instrumen untuk mengkaji status fungsional, kognitif, dan emosional dapat dilihat
pada lampiran.

223

Panduan Pelayanan Medik PAPDI


No

Fungsi

Skor

Keterangan

Mengendalikan
rangsang
pembuangan tinja

0
1
2

Tak terkendali/tak teratur (perlu pencahar)


Kadang-kadang tak terkendali (Ix seminggu)
Terkendali teratur

Mengendalikan
rangsang berkemih

0
1
2

Tak terkendali atau pakai kateter


Kadang-kadang tak terkendali (hanya Ix/ 24
jam)
Mandiri

Membersihkan diri
(seka muka, sisir
rambut, sikat eigi)

0
1

Butuh pertolongan orang lain


Mandiri

Penggunaan jamban,
masuk dan keluar
(melepaskan,
memakai celana,
membersihkan,
menyiram)

0
1

Tergantung pertolongan orang lain


Perlu pertolongan pada beberapa kegiatan tetapi
dapat mengerjakan sendiri beberapa kegiatan
yang Iain
Mandiri

Makan

0
1
2

Tidak mampu
Perlu ditolong memotong makanan
Mandiri

Berubah sikap dari


berbaring ke duduk

0
1
2
3

Tidak mampu
Perlu banyak bantuan untuk bisa duduk
(2 orang)
Bantuan minimal 1 orang
Mandiri

0
1
2
3

Tidak mampu
Bisa (pindah) dengan kursi roda
Berjalan dengan bantuan 1 orang
Mandiri

Berpindah / berjalan

Nilai
Skor

LAMPIRANI

INDEKS AKTIVITAS KEHIDUPAN SEHARI-HARI BARTHEL (AKS BARTHEL)

tahun

Naik turun tangga

10

Mandi

0. Salah

1. Benar

1
2

Sebagian di bantu (misalnya mengancing baju)


Mandiri

0
1

Tidak mampu
Butuh pertolongan

0 Tergantung orang lain


1
Mandiri
TOTAL S K O R

Keterangan :

Skor AKS BARTHEL

20

: Mandiri

12-19

: Ketergantungan ringan

9-11

: Ketergantungan sedang

0. Salah

5-8 : Ketergantungan berat


0-4 : Ketergantungan total

224
Geriatii
8

Memakai baju

Tergantung orang lain

LAMPIRAN 2
ABBREVIATED MENTAL TEST (AMT)
_Status mental_Nilai_
A. Umur......................
B.

Waktu / jam sekarang

0. Salah

1. Benar

C.

Alamat tempat tinggal

0. Salah

1. Benar

E.

Saat ini berada di mana

0. Salah

1. Benar

F.

Mengenali orang lain (dokter, perawat, penanya)

0. Salah

1. Benar

G.

Tahun kemerdekaan RI

0. Salah

1. Benar

0, Salah

1. Benar

H. Nama Presiden RI
I.

Tahun kelahiran pasien atau anak terakhir..........

1. Benar

J.

Menghitung terbalik (20 s/d 1)

0. Salah

1. Benar

A. Baik

B. Labil

C. Depresi

D. Gelisah

K. Perasaan hati (afeksi)

E. Cemas
Total Skor :
(diisi oleh petugas)

Keterangan:

Skor AMT
0-3 : Gangguan ingatan berat
4-7 : Gangguan ingatan sedang
8-10 : Normal

Narna Responden :

Nama Pewawancara :

Umur Responden :

Tanggal Wawancara :

Pendidikan

Nilai
Maksimum

Nilai
Responden

Jam mulai

ORIENTASI
Sekarang (hari-tanggal-bulan-tahun) berapa dan musim apa?
Sekarang kita berada dimana? (Nama nimah sakit atau instansi,
nomor rumah, kota, kabupaten, propinsi)

REGISTRAS I
Pewawancara menyebutkan nama 3 buah benda, misalnya :
Satu detik untuk t iap benda Kemudian mintalah responden mengulang ke
tiga nama benda terscbut.
Berilah nilai 1 untuk riap jawaban yang benar, bila masih salah, ulangi
penyebutan ke tiga nama benda tersebut sampai responden dapat
mengatakannya dengan benar:
{bola, kursi, sepalu)
Hitunglah jumlah percobaan dan catatlah :

jalan,

kali.

ATENSI DAN KALKULASl


berturut-turut
Hitunglah
selang 7 angka mulai dari 100 ke bawah. Berhenti
setelah 5 kali hitungan (93 -86-79-72-65). Kemungkinan lain, ejalah kata
'
dengan lima huruf, misalnya DUNIA' dari akhir ke awal / dari kanan ke
kiri : 'AINUD'.
Satu (1) nilai untuk setiap jawaban yang benar.

MENG INGAT
nama
kembali
ke
Tanyakan
tiga benda yang telah disebut di atas. Berikan
nilai 1 untuk tiap jawaban yang benar.
BAHASA
a. Apakah nama benda ini? Pcrlihatkanlah pinsil dan arloji
b. Ulangi kalimat berikut: "JIKATIDAK, DAN ATAU TAPI"

(2 nilai)
(I nilai)

c. Laksanakanlah 3 buah perintah ini:


Peganglah selembar kertas dengan tangan kananmu, lipatlah kertas itu
pada
pertengahan dan letakkan di lantai.
( 3 nilai)
d. Bacalah dan laksanakan perintah berikut:
"
PEJAMKAN MATAANDA"

(I nilai)

e. Tulislah sebuah kalimat!

(1 nila

i)

Jumlah
nilai;

) Tandailah tingkat kesadaran responden pada garis absis di bawah ini


dengan huruf 'X'

SADAR

SOMNOLEN

STUPOR

KOMA

Jam selesai
Tempat wawancara :

225

Panduan Pelayanan Medik PAPDI


LAMP IRAN 3

MINI M E N TAL STATE E X A M I N ATI O N (MMSE)

No.

Pertanyaan

1.
2.

Apakah anda sebenamya puas dengan kehidupan anda?


Apakah anda telah meninggalkan banyak kegiatan dan
minat atau kesenangan anda?
Apakah anda merasa kehidupan anda kosong?
Apakah anda sering merasa bosan?
Apakah anda sangat berharap terhadap masa depan?
Apakah anda merasa terganggu dengan pikiran bahwa anda
tidak dapat keluar dari pikiran anda?
Apakah anda mera sa mempunyai semangat yang baik
setiap saat?
Apakah anda merasa takut bahwa sesuatu yang buruk akan
terjadi pada diri anda?
Apakah anda merasa bahagia untuk sebagian besar hidup
anda?
Apakah anda sering merasa tidak berdaya?
Apakah anda sering merasa resah dan gelisah?
Apakah anda lebih senang berada di rumah daripada pergi
ke luar rumah dan melakukan hal-hal yang baru?
Apakah anda sering merasa khawatir terhadap masa depan
anda?
Apakah anda merasa memiliki banyak masalah dengan
daya ingat anda dibandingkan kebanyakan orang?
Apakah menurut anda hidup anda saat ini menyenangkan?
Apakah anda sering merasa sedih?
Apakah saat ini anda merasa tidak berharga?
Apakah anda sangat mengkhawatirkan masa lalu anda?
Apakah anda merasa hidup ini sangat menarik dan

3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24,
25.
26.
27.
28.
29.
30.

menyenangkan?
Apakah sulit bagi anda untuk memulai sesuatu hal yang
baru?
Apakah anda merasa penuh semangat?
Apakah anda merasa bahwa keadaan anda tidak ada
harapan?
Apakah anda merasa orang lain memiliki keadaan yang
lebih baik dari anda?
Apakah anda sering merasa sedih terhadap hal-hal kecil?
Apakah anda sering merasa ingin menangis?
Apakah anda mempunyai masalah dalam berkonsentrasi?
Apakah anda merasa senang ketika bangun di pagi hari?
Apakah anda lebih memilih untuk tidak
mengikuti
pertemuan-pertemuan sosial/ bermasyarakat?
Apakah mudah bagi anda untuk membuat keputusan?
Apakah pikiran anda secerah biasanya?

Jawaban
YA

TIDAK

YA

TIDAK

YA
YA

TIDAK
TIDAK

YA

TIDAK

YA

TIDAK

YA

TIDAK

YA

TIDAK

YA

TIDAK

YA
YA
YA

TIDAK
TIDAK
TIDAK

YA

TIDAK

YA

TIDAK

YA

TIDAK

YA

TIDAK
TIDAK
TIDAK

YA
YA
YA

TIDAK

YA

TIDAK

YA

YA

TIDAK
TIDAK

YA

TIDAK

YA
YA
YA

TIDAK
TIDAK
TIDAK

YA

TIDAK

YA

TIDAK

YA
YA

TIDAK
TIDAK

Panduan Pelayana
n Medik PAPDI

226
Geriatii

LAMPIRAN 4

Skor: hitung jumlah jawaban yang bercetak tebal

Setiap jawaban bercetak tebal mempunyai nilai 1.

Skor antara 5-9 menunjukkan kemungkinan besar depresi

Skor 10 atau lebih menunjukkan depresi

228
Geiiatri

SINDRONI DELIRIUM AKUT


PENGERTIAN
Sindrom delirium akut (acute confusional state/ACS) adalah sindrom mental organik
yang ditandai dengan gangguan kesadaran dan atensi serta perubahan kognitif
atau gangguan persepsi yang timbul dalam jangka pendek dan berfluktuasi.

DIAGNOSIS

Kriteria diagnosis menurut Diagnostic and Statistical Manual o f Mental Disr(:yer(DSM-IV-TR) meliputi gangguan kesadaran yang disertai penurunan
kemampuan untuk memusatkan, mempertahankan, atau mengalihkan perhatian,
perubahan kognitif (gangguan daya ingat, disorientasi, atau gangguan
berbahasa) atau timbulnya gangguan persepsi yang bukan akibat demensia,
gangguan tersebut timbul dalam jangka pendek (jam atau hari) dan cenderung
berfluktuasi sepanjang hari, serta terdapat bukti dari anamnesis, pemeriksaan
fisik, atau pemeriksaan penunjang bahwa gangguan tersebut disebabkan kondisi
medis umum maupun akibat intoksikasi, efek samping, atau putus obat/zat.
Harus dicari faktor pencetus dan faktor risikonya
- Pencetus
yang sering: gangguan metabolik (hipoksia, hiperkarbia, hipo atau
hiperglikemia, hiponatremia, azotemia), infeksi (sepsis, pneumonia, infeksi
saluran kemih), penurunan cardiac output (dehidrasi, kehilangan darah akut,
infark miokard akut, gagal jantung kongestif), strok (korteks kecil), obatobatan (terutama antikolinergik), intoksikasi (alkohol, dll), hipo atau
hipertennia, lesi sistem sarafpusat, psikosis akut, pemindahan ke lingkungan
yang baru/tidak familiar, impaksi fekal, danretensi urin
- Faktor risiko: riwayat gangguan kognitif, berusia lebih dari 80 tahun,
mengalami fraktur saatmasukperawatan, infeksi yang simtomatik, jenis kelamin
pria, mendapat obat antipsikotik atau analgesik narkotik, penggunaan
pengikat, malnutrisi, penambahan 3 atau lebih obat, dan penggunaan kateter
unn.

DIAGNOSIS BANDING
Demensia, psikosis fungsional, kelainan neurologis

PEMERIKSAAN P E NUNJANG
Diperlukan untuk membantu menegakkan diagnosis; menemukan penyebab/
pencetus:
Lakukan
pemeriksaan neurologis untuk mendeteksi defisit neurologis fokal,
adakah cerebro vascular disease atau transient ischemic attack, lakukan brain
CTscanjikSL ada indikasi
Darah
perifer lengkap
Elektrolit
(terutama natrium), ureum, kreatinin, dan glukosa darah
Analisis
gas darah
Urin
lengkap dan kultur resistensi urin
229
Panduan Pelayanan Medik PAPDI

Foto toraks
EKG

TERAPI

Berikan oksigen, pasang infus dan monitor


Segera dapatkan hasil pemeriksaan penunjang untuk memandu langkah
selanjutnya; tujuan utama terapi adalah mengatasi faktor pencetus.
Jika khawatir aspirasi dapat dipasang pipa naso-gastrik
Kateter urin dipasang teaitama jika terdapat ulkus dekubitus disertai inkontinensia
urin
Awasi kemungkinan imobilisasi (lihat topik imobilisasi)
Hindari sebisa mungkin pengikatan tubuh untuk mencegah imobilisasi. Jika
memang diperlukan, gunakan dosis terendah obat neuroleptik dan atau
benzodiazepin dan monitor status neurologisnya; pertimbangkan penggunaan
antipsikotik atipikal. Kaji ulang intervensi ini setiap hari; targetnya adalah
penghentian obat antipsikotik dan pembatasan penggunaan obat tidur
secepatnya
Kaji status hidrasi secara berkala
Ruangan tempat pasien harus berpenerangan cukup, terdapat jam dan kalender
yang besar dan jika memungkinkan diletakkan barang-barang yang familiar bagi
pasien dari rumah, hindari stimulus berlebihan, keluarga dan tenaga kesehatan
harus berupaya sesering mungkin mengingatkan pasien mengenai hari dan
tanggal, jika kondisi klinis sudah memungkinkan pakai alat bantu dengar atau
kacamata yang biasa digunakan oleh pasien sebelumnya, motivasi untuk
berinteraksi sesering mungkin dengan keluarga dan tenaga kesehatan, evaluasi
strategi orientasi realitas; beritahu kepada pasien bahwa dirinya sedang bingung
dan disorientasi namun kondisi tersebut dapat membaik

KOMPLIKASI
Fraktur, hipotensi sampai renjatan, trombosis vena dalam, emboli pani, sepsis

PR OG NO S I S
Dubia

WEWENANG
Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan Konsultan Geriatri

UNIT YANG MENANGANI


Divisi Geriatri Departemen Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT
Divisi di Departemen Ilmu Penyakit Dalam yang terkait dengan keterlibatan etiologi
ACS, Departemen Rehabilitasi Medik, Departemen Psikiatri, Instalasi Gizi, Instalasi
Farmasi, Bidang Keperawatan, Departemen Neurologi

230
Geriatii

INSTABILITAS DAN JATUH

PENGERTIAN
Adanya instabilitas membuat seseorang berisiko untuk jatuh. Kemampuan untuk
mengontrol posisi tubuh dalam ruang meruapakan suatu interaksi kompleks sistem
saraf dan muskuloskeletal yang dikenal sebagai sistem kontrol postural. Jatuh terjadi
manakala sistem kontrol postural tubuh gagal mendeteksi pergeseran dan tidak
mereposisi pusat gravitasi terhadap landasan penopang (kaki, saat berdiri) pada
waktu yang tepat untuk menghindari hilangnya keseimbangan. Kondisi ini seringkali
merupakan keluhan utama yang menyebabkan pasien datang berobat (keluhan utama
dari penyakit-penyakit yang juga bisa mencetuskan sindrom delirium akut)

DIAGNOSIS
Subyektif: terdapat keluhan perasaan seperti akan jatuh, disertai atau tanpa dizzi
ness, vertigo, rasa bergoyang, rasa tidak percaya diri untuk transfer atau mobilisasi
mandiri; atau terdapat riwayat jatuh
Obyektif: terdapat faktorrisiko intrinsik dan ekstrinsik untuk terjadinyajatuh. Faktor
intrinsik terdiri atas faktor lokal dan faktor sistemik. Faktor intrinsik lokal: osteoartritis
genu/vertebra XxxvcibdiX,plantarfascitis, kelemahan otot kuadrisep femoris, gangguan
pendengaran, gangguan penglihatan, gangguan pada alat keseimbangan seperti
vertigo yang dapat ditimbulkan oleh gangguan aliran darah ke otak akibat
hiperkoagulasi, hiperagregasi, atau spondiloartrosis servikal. Faktor intrinsik sistemik;
penyakit paru obstruktifkronik (PPOK), pneumonia, infarkmiokardakut, gagal jantung,
infeksi saluran kemih, gangguan aliran darah ke otak (hiperkoagulasi, strok, dan
transient ischemic attact/TlA), diabetes melitus dan/atau hipertensi (terutama jika

tak terkontrol), paresis inferior, penyakit atau sindrom parkinson, demensia,


gangguan saraf lain serta gangguan metabolik seperti hiponatremia, hipoglikemia
atau hiperglikemia, dan hipoksia. Faktor risiko ekstrinsik/lingkungan antara lain:
alas kaki yang tidak sesuai, kain/pakaian bagian bawah tubuh yang terjuntai, lampu
ruangan yang kurang terang, lantai yang licin, basah, atau tidak rata, fumitur yang
terlalu rendah atau tinggi, tangga yang tak aman, kamar mandi dengan bak mandi/
closet terlalu rendah atau tinggi dan tak memiliki alat bantu untuk berpegangan, tali
atau kabel yang berserakan di lantai, karpet yang terlipat, dan benda-benda di lantai
yang membuat seseorang terantuk.
Penyebab Jatuh

Keterangan

Kecelakaan

Kecelakaan mumi (terantuk, terpleset, dll)


Interaksi antara bahay
a di lingkungan dan faktor yang
meningkatkan kerentanan

Sinkop
Drop attacks

Hilangnya kesadaran mendadak

Dizziness dan/atau

Penyakit vestibular, penyakit sistem saraf pusat

Kelemahan tungkai bawah mendadak yang menyebabkan jatuh


tanpa kehilangan kesadaran

vertigo
Hipotensi ortostatik

Hipovolemia atau kardiak


output ya ng rendah, disfungsi
otonom, gangguan aliran darah balik vena, tirah baring lama,
hipotensi akibat obat-obatan, hipotensi postprandial

Obat-obatan

Diuretika, antihipertensi, antidepresi golongan trisiklik, sedatif,


antipsikotik, hipoglikemia, alkohol

Proses penyakit

Berbagai penyakit akut


Kardiovaskular: aritmia, penyakit katup jantung (stenosis aorta),
sinkop sinus karotid
Neurologis; TIA, strok akut, gangguan kejang, penyakit
Parkinson, spondilosis lumbar atau servikal (dengan kompresi
kit serebelum,
pada korda spinalis atau cabang saraf), penya
hidrosefalus tekanan normal (gangguan gaya berjalan), lesi
sistem saraf pusat (tumor, hematom subdural)
Tak ada penyebab yang dapat diidentifikasi

Idiopatik

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Beberapa pemeriksaan seperti the timed up-and-go test (TUG), uji menggapai
fungsional (functional reach test), dan uji keseimbangan Berg {the Berg balance
sub-scale of the mobility index) dapat untuk mengevaluasi fungsi mobilitas
sehingga dapat mendeteksi perubahan klinis bermakna yang menyebabkan
seseorang berisiko untuk jatuh atau timbul disabilitas dalam mobilitas.
Pemeriksaan penunjang diperlukan untuk membantu mengidentifikasi faktor risiko;
menemukan penyebab/pencetus:

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

Lakukan pemeriksaan neurologis untuk mendeteksi defisit neurologis fokal,

231

adakah cerebro vascular disease atau transient ischemic attack, lakukan brain
CTscan]\k3i ada indikasi
Darahperifer lengkap
Elektrolit (terutama natrium dan kalium), ureum, kreatinin, dan glukosa darah
Analisis gas darah
Urin lengkap dan kultur resistensi urin
Hemostase darah dan agregasi trombosit
Foto toraks, vertebra, genu, dan pergelangan kaki (sesuai indikasi)
EKG
Identifikasi faktor domisili (lingkungan tempat tinggal)

Tabel 1. Penyebab Jatuh

232
Geriatri
Tabel 2. Evaluasi pada Pasien Usia Lanjut yang Jatuh
Cvaluasi

Anamnesis

Keterangan

Riwayat medis umum


Tingkat mobilitas
Riwayat jatuh sebelumnya
Obat-obatan yang dikonsumsi

Terutama obat antihipertensi dan psikotropika

Apa yang dipikirkan pasien


sebagai penyebabjatuh?

Apakah pasien sadar bahwa akan jatuh?; Apakah


kejadian j a tub tersebut satna sekaU tak terduga?;
Apakah pasien terpleset atau terantuk?

Lingkungan sekitar tempat


jatuh

Waktu dan tempat jatuh; Saksi; Kaitannya dengan


perubahan postur, batuk, buang air kecil, memutar
kepala

Gejala yang terkait

Kepala terasa ringan, dizziness, vertigo; Palpitasi,


nyeri dada, sesak; Gejala neurologis fokal mendadak
(kelemahan, gangguan sensorik, disartria, ataksia,
bingung, afasia); Aura; Inkontinensia urin atau alvi
Hilangnya kesadaran

Pemeriksaan Fisik:
Tanda vital

Apakah yang langsung diingat segera setelah jatuh?


Apakah pasien dapat bangkit kembali setelah jatuh
dan jika dapat, berapa lama waktu yang diperlukan
untuk dapat bangkit setelah jatuh?
Apakah adanya hilangnya kesadaran dapat dijelaskan
oleh saksi?

Demam, hipotermia, frekuensi pemapasan, frekuensi


nadi dan tekanan darah saat berbaring, duduk, dan
berdiri

Kulit

Turgor, trauma, kepucatan

Mata

Visas

Kardiovaskular

Aritmia, bruit karotis, tanda stenosis aorta, sensitivitas


sinus karotis

Ekstremitas

Penyakit sendi degeneratif, lingkup gerak sendi,


deformitas, fraktur, masalah podiatrik (kalus, bunion,
ulserasi, sepatu yang tidak sesuai,
kesempitan/kebesaran, atau rusak)

Status mental, tanda fokal, otot (kelemahan, rigiditas,


spastisitas), saraf perifer (terutama sensasi posisi),
proprioseptif, refleks, fiingsi saraf kranial, fungsi
serebelum (terutama uji tumit ke tulang kering),
mor saat istirahat,
gejala ekstrapiramidal: tre
involunter
bradikinesia, gerakan
lain, keseimbangan
dan cara berjalan dengan mengobservasi cara pasien
_berdiri dan berjalan (uji 2et up and 20)
Neurologis

233

Panduan Pelayanan Medik PAPDI


Tabel 3. Penilaian Klinis dan Tatalaksana yang Direkomendasikan bagi Orang
Usia Lanjut yang Berisiko Jatuh
Penilaian dan Faktor Risiko

Tatalaksana

Lingkungan saat jatuh sebelumnya

Perubahan lingkungan dan aktivitas untuk


mengurangi kemungkinan jatuh bemlang

Konsumsi obat-obatan
Obat-obat berisiko tinggi
(benzodiazepin, obat tidur

Review dan kurangi konsumsi obat


obatan

lain, neuroleptik, antidepresi,


antikonvulsi, atau antiaritmia
kelas lA)
Konsumsi 4 macam obat
atau lebih
Penghhatan
Visus <20/60
Penurunan persepsi
kedalaman {depth
perception)
Penurunan sensitivitas
terhadap kontras
Katarak

Penerangan yang tidak menyilaukan;


hindari pemakaian kacamata multifokal
saat beijalan; rujuk ke dokter spesialis
mata

Tekanan darah postural (setelah >5


menit dalam posisi berbaring/wpme,
segera setelah berdiri, dan 2 menit
setelah berdiri) tekanan sistolik turun >
20 mmHg (atau > 20%), dengan atau
tanpa gejala, segera atau setelah 2
menit berdiri

Diagnosis dan tatalaksana penyebab dasar


jika memungkinkan; review dan kurangi
obat-obatan; modifikasi dari restriksi
garam; hidrasi yang adekuat; strategi
kompensasi (elevasi bagian kepala tempat
tidur, bangkit perlahan, atau latihan
dorsofleksi); stoking kompresi; terapi
farmakologis jika strategi di atas gagal

Keseimbangan dan gaya berjalan


Laporan pasien atau
observasi adanya
ketidakstabilan
Gangguan pada penilaian
singkat (uji get up and go
atau performance-oriented
assessment ofmobility)

Diagnosis dan tatalaksana penyebab dasar


jika memungkinkan; kurangi obat -obatan
yang mengganggu keseimbangan;
intervensi lingkungan; rujuk ke
rehabilitasi medik untuk alat bantu dan
latihan keseimbangan dan gaya berjalan

Pemeriksaan neurologis
Gangguan proprioseptif
Gangguan kognitif
Penurunan kekuatan otot

Diagnosis dan tatalaksana penyebab dasar


jika memungkinkan; tingkatkan input
proprioseptif (dengan alat bantu atau alas
kaki yang sesuai, berhak rendah dan
bersol tipis); kurangi obat-obatan yang
mengenai adanya defisit kognitif; kurangi
faktor mengganggu
fiingsi kognitif;
kewaspadaan pendamping risiko
lingkungan; rujuk ke rehabilitasi medik
untuk latihan gaya berjalan,
keseimbangan, dan kekuatan_

234
Geriatri
Pemeriksaan muskuloskeletal:
pemeriksaan tungkai (sendi dan
lingkup gerak sendi) dan pemeriksaan
kaki

Diagnosis dan tatalaksana penyebab dasar jika


memungkinkan; rujuk ke rehabilitasi medik
untuk latihan kekuatan, lingkup gerak sendi,
gaya berjalan, dan keseimbangan serta untuk

alat bantu; gunakan


aijuk ke podiatrist
Pemeriksaan kardiovaskular
Sinkop
Aritmia (jika telah diketahui
adanya penyakit
kardiovaskular, terdapat
EKG yang abnormal, dan

alas kaki yang sesuai;

Rujuk ke konsultan kardiologi; pemijatan


sinus karotis (pada kasus sinkop)

sinkop)
Evaluasi terhadap "bahaya"* di rumah
setelah dipulangkan dari rumah sakit

Rapikan karpet yang terlipat dan gunakan


lampu malam hari, bathmats yang tidak licin,
dan pegangan tangga; intervensi lain yang

_diperlukan_

TERAPI

Prinsip dasar tatalaksana usia lanjut dengan masalah instabilitas dan riwayat
jatuh adalah identifikasi faktor risiko intrinsik dan ekstrinsik, mengkaji dan
mengobati trauma fisik akibat jatuh; mengobati berbagai kondisi yang
mendasari instabilitas dan jatuh; memberikan terapi fisik dan penyuluhan berupa
latihan cara berjalan, penguatan otot, alat bantu, sepatu atau sandal yang
sesuai; mengubah lingkungan agar lebih aman seperti pencahayaan yang
cukup; pegangan; lantai yang tidak licin, dan sebagainya.
Latihan desensitisasi faal keseimbangan, latihan fisik (penguatan otot,
fleksibilitas sendi, dan keseimbangan), latihan Tai Chi, adaptasi perilaku (bangun
dari duduk perlahan-lahan, menggunakan pegangan atau perabot untuk
keseimbangan, dan teknik bangun setelah jatuh) perlu dilakukan untuk
mencegah morbiditas akibat instabilitas dan jatuh berikutnya,
Perubahan lingkungan acapkali penting dilakukan untuk mencegah jatuh
bemlang karena lingkungan tempat orang usia lanjut tinggal seringkali tidak
aman sehingga upaya perbaikan diperlukan untuk memperbaiki keamanan
mereka agar kejadian jatuh dapat dihindari.

KOMPLIKASI
Fraktur, memar jaringan lunak, isolasi dan depresi, imobilisasi

PROGNOSIS
Dubia

WEWENANG
Dokter Spesialis Penyakit Dalam, Konsultan Geriatri, Dokter Spesialis Rehabilitasi
Medik
Panduan Pelayanan Medik PAPDI

UNIT YANG MENANGANI


Divisi Geriatri Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Departemen Rehabilitasi Medik

UNIT TERKAIT

235

Divisi di Departemen Ilmu Penyakit Dalam yang terkait dengan kelerlibaian etiologi/
faktor risiko instabilitas, Departemen Rehabilitasi Medik, Departemen Psikiatri,
Instalasi Gizi, Instalasi Farmasi, Bidang Keperawatan, Departemen Neurologi,
Departemen Bedah Ortopedi

236

Geriatri

G A N G G U A N KOGNITIF RINGAN
DAN DEMENSIA

PENGERTIAN
Antara fungsi kognitif yang normal untuk usia lanjut dan demensia yang jelas,
terdapai sualu kondisi penumnan fungsi kognitif ringan yang disebut dcngan mild
cognitive inipairmeni (MCI) dan vascular cognitive impairment (VCl), yang
sebagian akan berkembang menjadi demensia, baik penyakii Alzheimer maupun
demensia lipe lain.
Mild cognitive impairment (MCI) merupakan suatu kondisi "sindrom predemensia"
(kondisi iransisi fungsi kognisianlarapenuaan nonnal dan demensia ringan), yang
pada berbagai studi lelah dibiiktikan sebagian akan berlanjut menjadi demensia
(terutama demensia Alzheimer) yangsimtomatik.
Vascular cognitive impairment (VCI) merujuk pada keadaan penurunan fungsi
kognilif ringan dan dihubungkan dengan iskemia serta infark jaringan otak akibat
penyakit vaskular dan aterosklerosis.
Demensia adalah gangguan fungsi intelektual (berpikir abstrak, penilaian,
kepribadian, bahasa. praksis, dan visuospasial) dan memori didapat yang disebabkan
oleh penyakit otak, yang tidak berhubungan dengan gangguan tingkat kesadaran,
sehingga mempengaruhi aklivitas kerja dan sosial secara bermakna.
Demensia Alzheimer merupakan demensia yang disebabkan oleh penyakit Alzheimer;
munculnya gejala perlahan-lahan namun progresif. Demensia vaskular merupakan
demensia yang lerjadinya berhubungan dengan serangan strok (biasanya teijadi 3
bulan pasca slrok); munculnya gejala biasanya berlahap sesuai serangan strok
yang mendahului (step ladder). Pada satu pasien pasca strok bisa terdapai kedua
jenis ini (lipe campuran). Pada kedua tipe ini lazim lerdapat faklor risiko seperti:
hipertensi, diabetes melitus, dislipidemia, dan faklor risiko aterosklerosis lain.
Demensia dapat disertai behavioral and psychological symptoms o f dementia
(BPSD) yang lazim disebut sebagai perubahan periiaku dan kepribadian. Gejala BPSD
dapal berupa depresi, wandering/pacings pertanyaan berulang aiau manerism,
kecemasan, alau agresivitas.

DIAGNOSIS
Tabel 1. Kriteria Diagnosis untuk MCI dan VCI
Mild Cognitive Impairment (MCI)
Keluhan memori, yang diperkuat oleh informan
Fungsi memori yang tidak sesuai untuk umur dan pendidikan
Fungsi kognitif umum masih baik
Aktivitas sehari-hari masih baik
Tidak demensia

237

Panduan Pelayanan Medik PAPDI


Vascular Cognitive Impairment (VCI)
Gangguan kognitif ringan sampai sedang, terutama fiingsi eksekutif
Tidak memenuhi kriteria demensia
Mempunyai penyebab vaskular berdasarkan adanya tanda iskemia atau infark
jaringan otak

Bukti lain adanya aterosklerosis


Hachinski Ischemic Score (HIS) yang tinggi

Tabel 2. Kriteria Diagnosis untuk Demensia (Sesuai dengan DSM IV)


A.
Munculnya dcllsit kognTiirrruiltipel yang bennanifestasi pada kedua keadaan
berikut
1. Gangguan memori (ketidakmampuan untuk mempelajari informasi bam atau
untuk mengingat informasi yang baru saja dipelajari)
2.

Satu (atau lebih) gangguan kognitif berikut


a. Afasia (gangguan berbahasa)
b.
c.

Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas motorik


walaupun flingsii motorik masih normal)
Agnosia (kegagalan untuk mengenali atau mengidentiflkasi benda
walaupun fungsi sensorik masih normal)

Gangguan fiingsi eksekutif (seperti merencanakan, mengorganisasi,


berpikir mnut, berpikir abstrak)
B. Defisit kognitif yang terdapat pada kriteria A1 dan A2 menyebabkan gangguan
bermakna pada fungsi sosial dan okupasi serta menunjukkan penurunan yang
bermakna dari fungsi sebelumnya. Defisit yang terjadi bukan terjadi khusus saat
timbulnya delirium.
d.

DIAGNOSIS BANDING
Acute confusional state, depresi, Penyakit Parkinson
Catatan; demensia sering terdapat bersamaan dengan depresi dan/atau Penyakit
Parkinson

PEMERIKSAAN PE NUNJA NG

Pemeriksaan neuropsikiatrik dengan the Mini-Mental State Examination


(MMSE), The Global Deterioration Scale (CDS), dan The Clinical Dementia

Ratings (CDR).
Nilai MMSE dipengaruhi oleh umur dan tingkat pendidikan, sehingga pemeriksa
harus mempertimbangkan hal-hal tersebut dalam menginterpretasi hasil
pemeriksaan MMSE.

Fungsi tiroid, hati, dan ginjal


KadarvitaminB12
Kadar obat dalam darah
(terutama yg bekerja pada susunan saraf pusat)
CT scan, MRI
238
Geriatri
Tabel 3. Kriteria untuk Diagnosis KJinis Penyakit Alzheimer menurut the National
Institute ofNeurological and Communicative Disorders and Stroke
(NINCDS) dan the Alzheimer s Disease and Related Disorders Association
(ADRDA)
1.

Kriteria diagnosis klinis untuk probable penyakit Alzheimer mencakup:


Demensia yang ditegakkan oleh pemeriksaan klinis dan tercatat dengan
pemeriksaan the mini-mental test, Blessed Dementia Scale, atau pemeriksaan

2.

3.

4.

5.

6.

sejenis, dan dikonfirmasi oleh tes neuropsikologis


Defisit pada dua atau lebih area kognitif
Tidak ada gangguan kesadaran
Awitan antara umur 40 dan 90, umumnya setelah umur 65 tahun
Tidak adanya kelainan sistemik atau penyakit otak lain yang dapat
menyebabkan defisit progresif pada memori dan kognitif
Diagnosis probable penyakit Alzheimer didukung oleh:
Penurunan progresif ftingsi kognitif spesifik seperti afasia, apraksia, dan
agnosia
Gangguan aktivitas hidup sehari-hari dan perubahan pola perilaku
Riwayat keluarga dengan gangguan yang sama, terutama bila sudah
dikonfirmasi secara neuropatologi
Hasil laboratorium yang menunjukkan
Pungsi lumbal yang normal yang dievaluasi dengan teknik standar
Pola normal atau perubahan yang nonspesifik pada EEG, seperti peningkatan
aktivitas slow-wave
Bukti adanya atrofi otak pada pemeriksaan CT yang progresif dan
terdokumentasi oleh pemeriksaan serial
Gambaran klinis lain yang konsisten dengan diagnosis probable penyakit
Alzheimer, setelah mengeksklusi penyebab demensia selain penyakit
Alzheimer;
Perjalanan penyakit yang progresif namun lambat (plateau)
Gejala-gejala yang berhubungan seperti depresi, insomnia, inkontinensia,
delusi, halusinasi, verbal katastroflk, emosional, gangguan seksual, dan
penurunan berat badan
Abnormalitas neurologis pada beberapa pasien, terutama pada penyakit tahap
lanjut, seperti peningkatan tonus otot, mioklonus, dan gangguan melangkah
(gait disorder)
Kejang pada penyakit yang lanjut
Pemeriksaan CT normal untuk usianya
Gambaran yang membuat diagnosisprafeaii/e penyakit Alzheimer menjadi tidak
cocok adalah:
Onset yang mendadak dan apolectic
Terdapat defisit neurologis fokal seperti hemiparesis, gangguan sensorik,
defisit lapang pandang, dan inkoordinasi pada tahap awal penyakit; dan
kejang atau gangguan melangkah pada saat awitan atau tahap awal perjalanan
penyakit
Diagnosis possible penyakit Alzheimer:
Dibuat berdasarkan adanya sindrom demensia, tanpa adanya gangguan
neurologis, psikiatrik, atau sistemik lain yang dapat menyebabkan demensia,
dan adanya variasi pada awitan, gajala klinis, atau perjalanan penyakit
Dibuat berdasarkan adanya gangguan otak atau sistemik sekunder yang cukup
untuk menyebabkan demensia, namun penyebab primem ya bukan merupakan
penyebab demensia
Kriteria untuk diagnosis definite penyakit Alzheimer adalah:
Kriteria klinis untuk probable penyakit Alzheimer
Bukti histopatologi yang didapat dari biopsi atau autopsi

Panduan Pelayanan Medik PAPDI


7.

Klasifikasi penyakit Alzheimer untuk tujuan penelitian dilakukan bila terdapat


gambaran khusus yang mungkin m em pakan subtipe penyakit Alzheimer,
seperti:
Banyak anggota keluarga yang mengalami hal yang sama
Awitan sebelum usia 65 tahun
Adanya trisomi-21
Terjadi bersamaan dengan kondisi lain yang relevan seperti penyakit
Parkinson

239

la be l 4. Penatalaksanaan terhadap Faktor Risiko Timbulnya Gangguan Kognitif pada


Usia Lanjut
Faktor Risiko

Hipertensi

Penatalaksanaan
Kurangi asupan garam
Obat antihipertensi: awal dengan
diuretik, dapat dikombinasikan
dengan ACE-inhibitor, ARB,
penyekat p ((3 -blocker), atau
antagonis kalsium
Target; TDS <130 mmHg, TDD

Dislipidemia
<80 mmHg.
Kurangi asupan makanan berlem
ak
Obat antidislipidemik
Target: trigliserida < 150 mg/dL,

Diabetes Melitus

HDL kolesterol > 40 mg/dL untu


k
laki-laki dan > 50 mg/dL untuk
perempuan serta LDL kolesterol
<
100 mg/dL).

5 pilar penatalaksanaan DM:


edukasi, perencanaan makan (die

Obesitas
Gagaljantungf
fibrilasi atniitfty
hiperkoagulasiy

240

t),
latihan flsik, obat hipoglikemik
oral,
dan insulin
Perhatian pada pemilihan OHO
dan
insulin, disesuaikan dengan
penurunan flingsi organ
Target: GDP <120 mg/dL, pada
usia
lanjut GDP <160 mg/dL masih
diterima

Penatalaksanaan sejak usia dini


Target: IMT <25 kg/m'
Identifikasi etiologi yang bisa
dikoreksi
Terapi farmakologis dan

Keterangan
Rekomendasi JNC
VII dan penelitian
ALLHATT

DM tipe 2 oleh
PERKENI

Dislipidemia yang
dikeluarkan oleh
PERKENI dan
NCEP-ATP III

Konsensus

Pengendalian

Karakteristik

Beberapa penulis
melaporkan statin
dapat menurunkan
fungsi kognitif
(terutama memory
loss)
Konsensus
Penatalaksanaan

Penggunaan
insulin sering
menimbulkan efek
hipoglikemia pada
usia lanjut yang
dapat
bermanifestasi
sebagai gangguan
kognitif

Nama Obat

Galantamin
Donepezil
Rivastigmin
Inhibitor
Inhibitor
Inhibitor
0,5-2
0,5-1
kolinesterase
kolinesterase
kolinesterase 3-7

Mekanisme kerja
3-5
mencapai
konsentrasi
maksimal (jam)

Memantin
Antagonis
reseptorNMDA

Absorpsi
dipengaruhi
makanan

Tidak

Ya

Ya

Tidak

Waktu-paruh
serum (jam)
Metabolisme

70-80

5-7

60-80

Sitokrom P450

Non-hepatik

Sitokrom P450

Non-hepatik

Dosis
(inisial/maksimal)

1 X 5 mg/
1 X 10 mg

2 X 1,5 mg/
2x6 mg

2x4 mg
2x12 mg

2x5 mg/
2 X 10 mg

Geriatri
hiperagregasi
tf'ombosit,
hiperhomosisteinemia,

nonfarmakologis yang sesuai untuk


mengendalikan dan mengatasinya
Rujuk ke konsultan yang sesuai

Keterangan: A.CE=angiotensin-converting-enzyme,
angiotensin receptor blocker
,
TDS=tekanan darah sistolik, TDD=tekanan darati diastolik, HDL=high -density-lipoprotein,
LDL=low-density-Upoprotein, JNC VII= the seventh report of the Joint National Committee
on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment ofHigh Blood Pressur,
PERKENI=Perkumpulan Endokrinologi Indonesia, DM= diabetes melitus, OHO=obat
hipoglikemik oral, GDP=gula darah puasa, IMT=indeks massa tubuh
Tabcl 5. Obat'Obatan yang Dipergunakan untuk Menghambat Penurunan dan
Memperbaiki Fungsi Kognitif pada Demensia dan Gangguan Kognitif

TERAPI

Faklor tisiko:
Hipertensi
Diabetes
melitus
Dislipidemia

Gagal jantung
Hiperkoagulasi
Hipetagregasi

Mcrokok
Obesitas
PPOK

trombosit
Ncurosifilis
&HIV

Libatkan seorang usia lanjut pada kehidupan sosi


al yang lebih intensif serta
partisipasi pada aktivitas yang menstimulasi flin
gsi kognitif dan stimulasi mental
maupun emosional untuk menurunkan ri

Ringan*
da
Modtfikasi/lcrapibila

siko penyakit Alzheimer dan


memperlambat munculnya manifestasi klinis gangguan kognitif.

Latihan inemori multifaset dan latihan relaksasi

Penyampaian informasi yang benar kepada keluarga, latihan orientasi realitas,


rehabilitasi, dukungan kepada keluarga, manipulasi lingkungan, program harian
untuk pasien, reminiscence, terapi musik, psikoterapi, modifikasi perilaku,
konsultasi untuk pramuwerdha, jaminan nutrisi yang optimal

Pemberian obat pada BPSD ditujukan untuk target gejala tertentu dengan
pembatasan waktu. Tentukan target gejala yang hendak diobati, identifikasi
pencetus gejala; psikoterapi dan konseling diberikan bersama dengan obat
(risperidon, sertralin, atau haloperidol, sesuai dengan gejala yang muncul
241

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

Tatalaksana pada demensia berat terutama modalitas non-farmakologi


*Modifikasi dari
'HMDK'H-methyl i:>-aspartate
I fatalaksana faktor risikoCummings
gangguan(2004).
fcognil|if

Pasien usia lanjut dengan


keluhan memori subyektif /
dilaporkan keluarga

Anamnesis:
Lama keluhan
Awitan
Progresivitas
Aktivitas hidup
sehari-hari

Riwayat keluarga
Penggunaan obatobatan dan
alkohol
Riwayat CABG

Laboratorium:
Fungsi tiroid
Fungsi hati
Fungsi ginjal

MMSE <24
Dusaan Dcmcnsin

MMSE 24-2
DutiiunMCI /\ CI

Kadar vitamin B12


Kadar obat dalam darah
(terutama yg bekeija
pada SSP)
Tcrapi scsuai penycbab
bila abnormal

Keka semua
faktor risiko
sesegera &
seoptimal
mungkm

MMSE >28
NormaK?)

Lanjulkan

pengetdsan
faktor nsJko :

Terapi
antihtporiensi

Injek&t/obat

Optimalisa&i
per>gloiaan
faktor risiko

Hdukasi
Rujuk SpKJ / SpS /
IConsultun Oeriatri

Inhibitor fcolincstcrase(masili kontrovcisi)


Kcrjasama dengan SpcsialL*; tcrkait

Evalitosj funifsi
kognttif tiop 6
bulan

RkorMMSE
tctap / turun

V
Bvaluusi 6 biilan

hipogiikeniik
Obat
PQnurun

SkorMMSU
mcniniikat

kadar lemak
AnilkoagLilan
Olahraga
yang teratur

saral larut air


Asupan katorf
yang baik

Si/plementasi
asam folat &
Vt. G12
KonLimsi

(propor
cahric
IntakB)

BerhenJi
merokok

Gambar 1. Algoritme Evaluasi dan Penatalaksanaan Pasien Usia Lanjut dengan


Penurunan Fungsi Kognitif

KOMPLIKASI
Jatuh, msaknya struktur sosial keluarga, isolasi, malnutrisi

PROGNOSIS
Tergantung stadium diagnosis

242
Geriabi

WEWENANG
Dokter Spesialis Penyakit Dalam, Konsultan Geriatri, Psikiater-Geriatri; NeurologGeriatri

UNIT YANG MENANGANI


Divisi Geriatri Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Divisi Psikiatri-Geriatri Departemen
Psikiatri, Departemen Neurologi

UNIT TERKAIT
Divisi Geriatri Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Divisi Psikiatri-Geriatri Departemen
Psikiatri, Departemen Neurologi, Departemen Rehabilitasi Medik, Instalasi Gizi,
Instalasi Farmasi, Perawat Gerontik

243

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

I MO B I L I SA SI
PENGERTIAN
Mobilisasi tergantung pada interaksi yang terkoordinasi antara fungsi sensorik
persepsi, ketrampilan motorik, kondisi fisik, tingkat kognitif, dan kesehatan premorbid,
serta variabel ekstemal seperti keberadaan sumber-sumber komunitas, dukungan
keluarga, adanya halangan arsitektural (kondisi lingkungan), dan kebijaksanaan
institusional.
Imobilisasi didefinisikan sebagai kehilangan gerakan anatomik akibat perubahan
fungsi fisiologis, yang dalam praktek sehari-hari dapat diartikan sebagai
ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas mobilitas di tempat tidur, transfer, atau
ambulasi selama lebih dari 3 hari. Imobilisasi menggambarkan sindrom degenerasi
fisiologis yang diakibatkan penurunan aktivitas dan ''deconditiomng'\

FAKTOR RISIKO
Berbagai faktor fisik, psikologis, dan lingkungan dapat menyebabkan imobilisasi
pada usia lanjut.
Tabel 1. Penyebab Umum Imobilisasi
Gangguan

pada Usia Lanjut


muskuloskeletal

Artritis

Gangguan neurologis

Penyakit kardiovaskular

Osteoporosis
Fraktur (terutama panggul dan femur)
Problem kaki (bunion, kalus)
Lain-lain (misalnya penyakit Paget)
Strok
Penyakit Parkinson
Lain-lain (disfungsi serebelar, neuropati)
Gagal jantung kongestif (berat)
Penyakit jantung koroner (nyeri dada yang sering)
Penyakit vaskular perifer (klaudikasio yang sering)
Penyakit paru obstruktif kronis (berat)

Penyakit paru
Faktor sensorik
Penyebab lingkungan

Nyeri akut atau kronik


Lain-lain

Gangguan penglihatan
Takut (instabilitas dan takut akan jatuh)
Imobilisasi yang dipaksakan (di rumah sakit atau
panti werdha)
Alat bantu mobilitas yang tidak adekuat
Dekondisi (setelah tirah baring lama pada keadaan
sakit akut)
Malnutrisi
Penyakit sistemik berat (misalnya metastasis luas
pada keganasan)
Depresi
Efek samping obat (misalnya kekakuan yang
disebabkan obat antipsikotik)
Perjalanan lama yang menyebabkan seseorang tidak

244

bergerak

Genatri

PEMERIKSAAN

PE NUNJANG

Pengkajian genatri paripuraa diperlukan dalam mengevaluasi pasien usia lanjut yang
mengalami imobilisasi, meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, evaluasi status
flingsional, status mental, status kognitif, dan tingkat mobilitas, serta pemeriksaan
penunjang sesuai indikasi

Tabei 2. Evaluasi Pasien


Evaluasi
Anamnesis

Status Fungsional
Status Mental
Status Kognitif

Tingkat Mobilitas

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan Penunjang

Usia Lanjut yang Mengalami Tmobi


lisasi
Keterangan
dan
lama
disabilitas/i
Riwayat
mobilisasi
- Kondisi medis yg merupakan
faktor risiko dan
penyebab imobilisasi
- Kondisi premorbid
- Nyeri
- Obat-obatan yang dikonsumsi
- Dukungan pramuwerdha
- Interaksi sosial
- Faktor psikologis
- Faktor lingkungan

Status kardiopulmonal
Kulit
Muskuloskeletal: kekuatan dan to

sendi, lesi dan defcrmitas kaki


Neurologis: kelemahan fokal, evaluasi persepsi dan
sensorik
Gastrointestinal
Genitourinarius
Antara lain dengan pemeriksaan indeks aktivitas
kehidupan sehari-hari (AKS) Barthel
Antara lain penapisan dengan pemeriksaan geriatric
depression scale (GDS)
Antara lain penapisan dengan pemeriksaan
mini-mental
state examination (MMSE),
abbreviated mental test
(AMT)
Mobilitas di tempat tidur, kemampuan transfer, mobilitas
di kursi roda, keseimbangan saat duduk dan berdiri, cara
berjalan (gait), nyeri saat bergerak
Penilaian berat ringannya kondisi medis penyebab
imobilisasi (foto lutut, ekokardiografi, dll) dan
komplikasi akibat imobiHsasi (pemeriksaan albumin,
elektrolit, glukosa darah, hemostasis, dll)

nus otot, lingkup gerak

TERAPI
Tatalaksana Umum

Kerjasama tim medis interdisiplin dengan partisipasi pasien, keluarga, dan


pramuwerdha

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

245

Edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai bahaya tirah baring lama,
pentingnya latihan bertahap dan ambulasi dini, serta mencegah ketergantungan
pasien dengan melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari sendiri, semampu
pasien
Dilakukan pengkajian geriatri paripuma, perumusan target fungsional, dan
pembuatan rencana terapi yang mencakup pula perkiraan waktu yang diperlukan
untuk mencapai target terapi
Temukenali dan tatalaksana infeksi, malnutrisi, anemia, gangguan cairan dan
elektrolit yang mungkin terjadi pada kasus imobilisasi, serta penyakit/kondisi
penyerta lainnya
Evaluasi seluruh obat-obatan yang dikonsumsi; obat-obatan yang dapat
menyebabkan kelemahan atau kelelahan harus diturunkan dosisnya atau
dihentikan bila memungkinkan.
Berikan nutrisi yang adekuat, asupan cairan dan makanan yang mengandung
serat, serta suplementasi vitamin dan mineral
Program latihan dan remobilisasi dimulai ketika kestabilan kondisi medis terj adi
meliputi latihan mobilitas di tempat tidur, latihan lingkup gerak sendi (pasif, aktif,
dan aktif dengan bantuan), latihan penguatan otot-otot (isotonik, isometrik,
isokinetik), latihankoordinasi/keseimbangan (misalnyaberjalanpada satugaris
lurus), transfer dengan bantuan, dan ambulasi terbatas.

Bila diperlukan, sediakan dan ajarkan cara penggunaan alat-alat bantu berdiri
dan ambulasi
Manajemen miksi dan defekasi, termasuk penggunaan komod atau toilet

Tatalaksana Khusus
Tatalaksana faktor risiko imobilisasi (lihat Tabel 1)
Tatalaksana
komplikasi akibat imobilisasi
Pada keadaan-keadaan khusus, konsultasikan kondisi medik kepada dokter
spesialis yang kompeten
Lakukan remobilisasi
segera dan bertahap pada pasien-pasien yang mengalami
sakit atau dirawat di rumah sakit dan panti werdha untuk mencegah imobilisasi
lebih lanjut

Upayakan dukungan lingkungan dan ketersediaan alat bantu untuk mobilitas


yang adekuat bagi usia lanjut yang mengalami disabilitas permanen

KOMPLIKASI
Imobilisasi dapat menyebabkan proses degenerasi yang terjadi pada hampir semua
sistem organ sebagai akibat berubahnya tekanan gravitasi dan berkurangnya fungsi
motorik.

PROGNOSIS
Prognosis tergantung pada penyakit yang mendasari imobilisasi dan komplikasi
yang ditimbulkannya. Perlu dipahami, imobilisasi dapat memperberat penyakit
dasamya bila tidak ditangani sedini mungkin, bahkan dapat sampai menimbulkan
kematian

246
Genatri
Tabel 3. Efek Imobilisasi pada Berbagai Sistem Organ
Organ/Sistem

Muskuloskeietal

Kardiopulmonal dan
pembuluh darah

fntegumen
Metabolik dan endokrin

Neiitologi dan psikiatri

Perubahan yang Terjadi Akibat Imobilisasi

Osteoporosis, penurunan massa tulang, hilangnya


kekuatan otot, penurunan area potong lintang otot,
kontraktur, degenerasi rawan sendi, ankilosis,
peningkatan tekanan intraartikular, berkurangnya
volume sendi
Peningkatan denyut nadi istirahat, penurunan perfusi
miokard, intoleran terhadap ortostatik, penurunan
ambilan oksigen maksimal (VO2 max), deconditioning
jantung, penurunan volume plasma, perubahan uji
fiingsi paru, atelektasis paru, pneumonia, peningkatan
stasis vena, peningkatan agregasi trombosit, dan
hiperkoagulasi_
Peningkatan risiko ulkus dekubitus dan maserasi kulit
Keseimbangan nitrogen negatif, hiperkalsiuria,
natriuresis dan deplesi natrium, resistensi insulin
(intoleransi glukosa), hiperlipidemia, serta penurunan
absorpsi dan metabolisme vitamin/mineral
Depresi dan psikosis, atrofi korteks motorik dan
sensorik, gangguan keseimbangan, penurunan fiingsi
kognitif, neuropati kompresi, dan rekrutmen

Traktus gastrointestinal dan


urinarius

neuromuskular yang tidak efisien


Inkontinensia urin dan alvi, infeksi saluran kemih,
pembentukan batu kalsium, pengosongan kandung
kemih yang tidak sempuma dan distensi kandung
kemih, impaksi feses, dan konstipasi, penurunan
motilitas usus, refluks esofagus, aspirasi saluran napas,
dan peningkatan risiko perdarahan gastrointestinal

WEWENANG
Dokter Spesialis Penyakit Dalam, Konsultan Geriatri, Dokter Spesialis Rehabilitasi
Medik

UNIT YANG MENANGANI


Divisi Geriatri Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Departemen Rehabilitasi Medik

UNIT TERKAIT
Divisi Geriatri Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Divisi Psikiatri-Geriatri Departemen
Psikiatri, Departemen Rehabilitasi Medik, Instalasi Gizi, Instalasi Farmasi, Bidang
Keperawatan

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

247

INKONTINENSIAURIN
PENGERTIAN

Inkontinensia urin adalah keluarnya urin yang tidak terkendali sehingga


menimbulkan masalah higiene dan sosial. Inkontinensia urin mempakan masalah
yang sering dijumpai pada pasien geriatri dan menimbulkan masalah fisik dan
psikososial, seperti dekubitus, jatuh, depresi, dan isolasi sosial.
Inkontinensia urin dapat bersifat akut atau persisten. Inkontinensia urin yang
akut dapat diobati bila penyakit atau masalah yang mendasarinya diatasi seperti
infeksi saluran kemih, gangguan kesadaran, vaginitis atrofik, obat-obatan,
masalah psikologik, dan skibala. Inkontinensia urin yang persisten biasanya
dapat pula dikurangi dengan berbagai modalitas terapi

DIAGNOSIS
Untuk menegakkan diagnosis perlu diketahui penyebab dan tipe inkontinensia urin.
Terdapat 2 masalah dalam sistem saluran kemih yang dapat memberikan gambaran
inkontinensia urin yakni masalah saat pengosongan kandung kemih dan masalah
saat pengisian kandung kemih.
Untuk inkontinensia urin
yang akut, perlu diobati penyakit atau masalah yang

mendasari, seperti infeksi saluran kemih, obat-obatan, gangguan kesadaran,


skibala, prolaps uteri. Biasanya, pada inkontinensia urin yang akut, dengan
mengatasi penyebabnya, inkontinensianya juga akan teratasi.
Inkontinensia urin yang kronik dapat dibedakan atas beberapa jenis:
inkontinensia tipe urgensi atau overactive bladder, inkontinensia tipe stres,
dan inkontinensia urin tipe overflow.
- Inkontinensia urin tipe urgensi dicirikan oleh gejala adanya sering berkemih
(frekuensi lebih dari 8 kali), keinginan berkemih yang tidak tertahankan
(urgensi), sering berkemih di malam hari, dan keluarnya urin yang tidak
terkendali yang didahului oleh keinginan berkemih yang tidak tertahankan.
- Inkontinensia urin dpe stres dicirikan oleh keluarnya urin yang tidak terkendali
pada saat tekanan intraabdomen meningkat seperti bersin, batuk, dan tertawa.
Inkontinensia urin tipe overflow dicirikan oleh menggelembungnya kandung
kemih melebihi volume yang seharusnya dimiliki kandung
post-void
residu (PVR) >100 cc.

PEMERIKSAAN P E N UN JA N G
Urin lengkap dan kultur urin, PVR, kartu catatan berkemih, gula darah, kalsium darah
dan urin, perineometri, urodynamic study.

TERAPI
Terapi untuk inkontinensia urin tergantung pada penyebab inkontinensi urin.
Untuk inkontinensia urin
tipe urgensi dan overactive bladder, diberikan latihan
otot dasar panggul, bladder training, schedule toiletting, dan obat yang bersifat
antimuskarinik (antikolinergik) seperti tolterodin atau oksibutinin. Obat
antimuskarinik yang dipilih seyogianya yang bersifat uroselektif.
248
Geiiatri

Untuk inkontinensia urin tipe stres, latihan otot dasar panggul merupakan pilihan
utama, dapat dicoba bladder training dan obat agonis alfa (hati-hati pemberian
agonis alfa pada orang usia lanjut).
Untuk inkontinensia tipe overflow perlu diatasi penyebabnya. Bila ada sumbatan,
perlu diatasi sumbatannya.

KOMPLIKASI
Inkontinensia urin dapat menimbulkan komplikasi infeksi saluran kemih, lecet pada
area bokong sampai dengan ulkus dekubitus karena selalu lembab, serta jatuh dan
fraktur akibat terpeleset oleh urin yang tercecer.

PROGNOSIS

Inkontinensia urin tipe stres biasanya dapat diatasi dengan latihan otot dasar
panggul, prognosis cukup baik.
Inkontinensia urin tipe urgensi atau overactive bladder umumnya dapat
diperbaiki dengan obat-obat golongan antimuskarinik, prognosis cukup baik.
Inkontinensia urin tipe overflow, tergantung pada penyebabnya (misalnya
dengan mengatasi sumbatan/ retensi urin).

WEWENANG
Dokter Spesialis Penyakit Dalam, Konsultan Geriatri, Dokter Spesialis Rehabilitasi

Medik, Dokter Spesialis Urologi, Dokter Spesialis Uroginekologi.

UNIT YANG MENANGANI


Divisi Geriatri Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Departemen Rehabilitasi Medik,
Urologi, Divisi Uroginekologi Departemen Obstetri dan Ginekologi

UNIT TERKAIT
Divisi Geriatri Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Departemen Rehabilitasi Medik,
Urologi, Bidang Keperawatan, Divisi Uroginekologi Departemen Obstetri dan
Ginekologi

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

249

DEHIDRASI
PENGERTIAN
Dehidrasi adalah berkurangnya cairan tubuh total, dapat berupa hilangnya air lebih
banyak dari natrium (dehidrasi hipertonik), atau hilangnya air dan natrium dalam
jumlah yang sama (dehidrasi isotonik), atau hilangnya natrium yang lebih banyak
daripada air (dehidrasi hipotonik).
Dehidrasi hipertonik ditandai dengan tingginya kadar natrium serum (lebih
dari 145 mmol/Liter) dan peningkatan osmolalitas efektifserum (lebih dari 285 mosmol/
Liter). Dehidrasi isotonik ditandai dengan normalnya kadar natrium serum (135-145
mmol/Liter) dan osmolalitas efektifserum (270-285 mosmol/Liter). Dehidrasi hipotonik
ditandai dengan rendahnya kadar natrium serum (kurang dari 135 mmol/Liter) dan
osmolalitas efektif serum (kurang dari 270 mosmol/Liter).
Penting diketahui perubahan fisiologi pada usia lanjut. Secara umum, terjadi
penurunan kemampuan homeostatik seiring dengan bertambahnya usia. Secara
khusus, terjadi penurunan respons rasa haus terhadap kondisi hipovolemik dan
hiperosmolaritas. Di samping itu juga terjadi penurunan laju filtrasi glomerulus,
kemampuan fungsi konsentrasi ginjal, renin, aldosteron, dan penurunan respons
ginjal terhadap vasopresin,

DIAGNOSIS
Gejala dan tanda klinis dehidrasi pada usia lanjut tak jelas, bahkan bisa tidak ada
sama sekali. Gejala klasik dehidrasi seperti rasa haus, lidah kering, penurunan turgor
dan mata cekung sering tidak jelas. Gejala klinis paling spesifik yang dapat dievaluasi
adalah penurunan berat badan akut lebih dari 3%. Tanda klinis obyektif lainnya
yang dapat membantu mengidentifikasi kondisi dehidrasi adalah hipotensi ortostatik.
Berdasarkan studi di Divisi Geriatri Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI-RSCM,
bila ditemukan aksila lembab/basah, suhu tubuh meningkat dari suhu basal, d
iuresis berkurang, berat jenis (BJ) urin lebih dari atau sama dengan 1,019 (tanpa
adanya glukosuria dan proteinuria), serta rasio Blood Urea Mroge/Kreatinin lebih
dari atau sama dengan 16,9 (tanpa adanya perdarahan aktif saluran cema) maka
kemungkinan terdapat dehidrasi pada usia lanjut adalah 81%. Kriteria ini dapat
dipakai dengan syarat: tidak menggunakan obat-obat sitostatik, tidak ada perdarahan
saluran cema, dan tidak ada kondisi overload (gagal jantung kongestif, sirosis
hepatis dengan hipertensi portal, penyakit ginjal kronik stadium terminal, sindrom
nefrotik).

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Kadar natrium plasma darah


Osmolaritas serum
Ureum dan kreatinin darah
BJ urin
Tekanan vena sentral {central venous pressure)

250

Geriatii

TERAPI
Lakukan pengukuran keseimbangan (balans) cairan yang masuk dan keluar secara
berkala sesuai kebutuhan.
Pada dehidrasi ringan, terapi cairan dapat diberikan secara oral sebanyak
1500-2500 ml/24 jam (30 ml/ kg bcral badan/24 jam) uniuk kebuluhan dasar, ditambah
dengan penggantian defisil cairan dan kehilangan cairan yang masih berlangsung.
Menghitung kebutuhan cairan sehari, lermasuk jtimlah insensible wafer loss sangat
pcrlu dilakukan setiaphari. Perhalikan tanda-tanda kelebihan cairan seperti ortopnea,
sesak napas, perubahan pola lidur, alau con/itsion. Cairan yang diberikan secara
oral lergantung jenis dehidrasi,
Dehidrasi
hipertonik: cairan yang dianjurkan adalah air alau minuman dengan
kandungan sodium rendah, jus buah sepeni apel, jeruk, dan anggur
Dehidrasi isoionik: cairan
yang dianjurkan selain air dan suplemen yang
mengandung sodium (jus tomaljjuga dapat diberikan lanitan isotonikyang ada
di pasaran
Dehidrasi
hipotonik cairan yang dianjurkan seperti di atas tetapi dibutuhkan
kadar sodium yang lebih tinggi
Pada dehidrasi sedang sampai berat dan pasien tidak dapat minum per oral,
selain pemberian cairan enleral, dapat diberikan rehidrasi parenteral. Jika cairan
tubuh yang hilang terutama adalah air, maka jumlah cainin rehidrasi yang dibutuhkan
dapat dihitung dengan nimus:

Defisit cairan (liter) = Cairan badan total (CBT) yang diinginkan - CBT saat ini
CBT yang diinginkan =
Kadar Na serum x CBT saat ini
140
CBT saat ini (pria) = 50% x berat badan (kg)
CBT saat ini (perempuan) = 45% x berat badan (kg)
Jenis cairan kristaloid yang digunakan unluk rehidrasi tergantung dari jenis
dehidrasinya. Pada dehidrasi isotonik dapat diberikan cairan Na CI 0,9% atau
Dekstrosa 5% dengan kecepaian 25-30% dari defisit cairan total per hari. Pada
dehidrasi hipertonik digunakan cairan Nad 0,45%. Dehidrasi hipotonik ditatalaksana
dengan mengatasi pcnyebab yang mendasari, penambahan diet natrium, dan bila
perlu pemberian cairaji hipertonik.

KOMPLIKASI
Gagal ginjal, sindrom delirium akut

PROGNOSIS
Dubia ad bonam

WEWENANG
Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan Konsultan Geriatri

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

251

UNIT YANG M E N A N G A N I
Divisi Geriatri Departemen Ilmu Penyakit Dalam

UNIT T E R K A I T
Divisi di Departemen Ilmu Penyakit Dalam yang terkait dengan keterlibatan etiologi
dehidrasi, Bidang Keperawatan

252
Geriatri

KONSTIPASI
PENGERTIAN
Konstipasi merupakan suatu keluhan, bukan penyakit, Konstipasi sulit didefinisikan
secara tegas karena sebagai suatu keluhan terdapat variasi yang berlainan antara
individu. Konstipasi sering diartikan sebagai kurangnya frekuensi buang air besar
(BAB), biasanya kurang dari 3 kali per minggu dengan feses yang kecil-kecil dan
keras, serta kadangkala disertai kesulitan sampai rasa sakit saat BAB.
Batasan dari konstipasi klinis yang sesungguhnya adalah ditemukannya
sejumlah besar feses memenuhi ampula rektum pada colok dubur, dan atau timbunan
feses pada kolon, rektum, atau keduanya yang tampak pada foto polos perut.

DIAGNOSIS
Konstipasi menurut Holson, meliputi paling sedikit 2 dari keluhan di bawah ini dan
terjadi dalam waktu 3 bulan:
a. konsistensi feses yang keras
b. mengej an dengan keras saat BAB
c. rasa tidak tuntas saat BAB, meliputi 25% dari keseluruhan BAB
d. frekuensi BAB 2 kali seminggu atau kurang.
Konstipasi menurut International Workshop on Constipation dapat dilihat pada
tabel berikut.

Tabel

1. Deflnisi Konstipasi Menurut International Workshop on Constipation


Kriteria

Tipe
1.

Konstipasi fungsional
(akibat waktu perjalanan yang
lambat dari feses)

Dua atau lebih dari keluhan ini ada paling


sedikit dalam 12 bulan:
~
mengejan keras 25% dari BAB
- feses
yang keras 25% dari BAB
~ rasa tidak tuntas 25% dari BAB
~ BAB
kurang dari 2 kali per minggu

2.

Penundaan pada muara rektum


(terdapat disfungsi ano-rektal)

hambatan
pada anus lebih dari 25% BAB
waktu untuk BAB lebih lama

perlu b antuan jari -jari untuk mengeluarkan


feses

PEMERIKSAAN P E NUNJANG

Darah perifer lengkap


Glukosa dan elektrolit (terutama kalium dan kalsium) darah
Fungsi tiroid
CEA
Anuskopi (dianjurkan dilakukan secara rutin pada semua pasien dengan
konstipasi unluk menemukan adakah fisura, ulkus, hemoroid, dan keganasan)
Foto polos perut harus dikerjakan pada pasien konstipasi, terutama yang
253

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

terjadinya akut untuk mendeteksi adanya impaksi feses yang dapat menyebabkan
sumbatan dan perforasi kolon. Bila diperkirakan ada sumbatan kolon, dapat
dilanjuikan dengan barium enema uniuk memastikan lempal dan sifal sumbatan.
Pemeriksaan yang iniensif dikeijakan sccara selektifseielah 3-6 bulan pengobaian
konstipasi kurang berhasii dan dilakukan hanya pada pusal-pusat pengelolaan
konslipasi terlenlu.
Uji yang dikerjakan dapai bersifal anatomis (enema, proktosigmoidoskopi,
kolonoskopi) atau fisiologis (waktu singgah di kolon, sinedefekografi,
manomelri, dan elektromiografi). Proktosigmoidoskopi biasanya dikerjakan
pada konslipasi yang baru terjadi sebagai prosedur penapisan adanya
keganasan kolon-rektum, Bila ada penurunan berat badan, anemia, keluamya
darah dari rektum aiau adanya riwayal keluarga dengan kanker kolon perlu
dikerjakan kolonoskopi.
Waklu persinggahan sualu bahan radio-opak di kolon dapat diikuti dengan
melakukan pemeriksaan radiologis setelah menelan bahan lersebut. Bila
limbunan zai ini teiiiLamaditemukandi rektum menunjukkankegagalan ilingsi
ekspulsi, sedangkan bila di kolon menunjukkan kelemahan yang menyeluaih.
Sinedefecografi adalah pemeriksaan radiologis daerah anorekiai uniuk nienilai
evakuasi feses secara lunias, mengidentifikasi kelainan anorektal dan
mengevaluasi kontraksi serta relaksasi oiot rektum. Uj i ini memakai semacam
pasta yang konsistensinya niirip feses, dimasiikkan ke dalam rektum.
Kemudian penderita duduk pada toilet yang dilelakkan dalam pesawat sinar
X. Penderita diminta mengejan untuk mengeluarkan pasta tersebui. Dinilai
kelainan anorekiai saat proses berlangsung.
Uji manomeiri dikerjakan untuk mengukur tekanan pada rektum dan saluran
anus saat istirahai dan pada berbagai rangsang untuk menilai fungsi anorektal.

Pemeriksaan elektromiografi dapat mengukur misalnya tekanan sfingter dan


fungsi saraf pudendus, adakali atrofi saraf yang dibuktikan dengan respons
sfingier yang lerhambat. Pada kebanyakan kasus tidak didapatkan kelainan
anatomis maupun fungsional, sehingga penyebab dari konstipasi disebut
sebagai non-spesifik.

TERAPI

Aktivitas dan olahraga teratur


Asupan cairan dan serat (25-30 gram/hari) yang cukup
Latihan usus besar; Penderita dianjurkan mengadakan waktu secara teratur tiap
hari untuk memanfaatkan gerakan usus besamya. Dianjurkan waktu ini adalah 510 menit setelah makan, sehingga dapat memanfaatkan refleks gastro-kolon untuk
BAB. Diharapkan kebiasaan ini dapat menyebabkan penderita tanggap terhadap
tanda-tanda dan rangsang untuk BAB, dan tidak menahan atau menunda
dorongan untuk BAB ini.
Jika modifikasi perilaku kurang berhasii, ditambahkan terapi farmakologi, dan
biasanya dipakai obat-obatan golongan pencahar.
Ada 4 tipe golongan obat pencahar:
a. Memperbesar dan melunakkan massa feses, antara lain:
-

Cereal
Methyl selulose

254

Geiiatii
Psilium
b. Melunakkan dan melicinkan feses, obat ini bekerja dengan menurunkan
tegangan permukaan feses, sehingga mempermudah penyerapan air.
Contohnya antara lain;
Minyak kastor
- Golongan docusate
c. Golongan osmotik yang tidak diserap, sehingga cukup aman untuk
digunakan, misalnya pada penderita gagal ginjal, antara lain:
- Sorbitol
- Lactulose
Glycerin
d. Merangsang peristaltik, sehingga meningkatkan motilitas usus besar.
Golongan ini yang banyak dipakai, Perlu diperhatikan bahwa pencahar
golongan ini bila dipakai untuk jangka panjang, dapat merusak pleksus
mesenterikus danberakibat dismotilitas kolon.
Contohnya antara lain;
- Bisakodil
- Fenolptalein
Bila dijumpai konstipasi kronis yang berat dan tidak dapat diatasi dengan caracara tersebut di atas, mungkin dibutuhkan tindakan pembedahan. Pada umumnya,
bila tidak dijumpai sumbatan karena massa atau adanya volvulus, tidak dilakukan
tindakan pembedahan.

KOMPLIKASI
Sindrom delirium akut, aritmia, ulserasi sterkoraseus, perforasi usus, retensio urin,
hidronefrosis bilateral, gagal ginjal, inkontinensia urin, inkontinensia alvi, dan vol

vulus daerah sigmoid akibat impaksi feses, serta prolaps rektum

PROGNOSIS
Dubia ad bonam

WEWENANG
Dokter Spesialis Penyakit Dalam, Konsultan Geriatri, dan Konsultan GastroEnterologi

UNIT YANG MENANGANI


Divisi/Departemen Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT
Departemen Rehabilitasi Medik, Bidang Keperawatan, Instalasi Gizi, Instalasi Farmasi

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

255

PNEUMONIA PADA GERIATRI


PENGERTIAN
Pneumonia adalah infeksi parenkim paru yang disebabkan oleh berbagai jenis bakteri
(Gram-posilifmaupun Gram-negatif, tipikal maupun atipikal), virus, jamur dan parasit.
Terdapatbeberapa jenis pneumonia sesuai dengan tempat didapatnya infeksi: pneu
monia komunitas {community-acquiredpneumonia, CAP), pnemonia yang didapat
di rumah sakit {hospital-acquiredpneumoma, HAP), dan pneumonia yang didapat
di ICU {ventilator-associatedpneumonia, VAP).

DIAGNOSIS
Infiltrat baru atau perubahan infiltrat progresif pada foto toraks, dengan disertai
sekurang-kurangnya 1 gejala mayor atau 2 gejala minor berikut:
:l.batuk
Gejala Mayor
2. sputum produktif
3. demam (Suhu >37,8C)
: 1. sesak napas
Gejala Minor
2. nyeri dada
3. konsolidasi paru pada pemeriksaan fisik
4. j umlah leukosit >12.000/|iL
Pneumonia pada usia lanjut seringkali memberikan gejala yang tidak khas. Selain
batuk dan demam pasien tidak jarang datang dengan keluhan gangguan kesadaran
(delirium), tidak maumakan, jatuh, dan inkontinesiaakut.

DIAGNOSIS BANDING
Emboli paru, gagal jantung, tuberkulosis paru.

PEMERIKSAAN P E NUNJANG
Darah lengkap dengan hitung jenis, ureum dan kreatinin, analisis gas darah dan
saturasi oksigen, c-reactive protein, albumin, foto toraks, EKG, kultur sputum
mikroorganisme dan resistensi.

TERAPI

Suportif: oksigen, cairan, nutrisi, mukolitik-ekspektoran, bronkodilator.


Farmakologis;
- Antibiotika empirik segera diberikan sejak awal sesuai dengan jenis pneu
monia yang terjadi (CAP, HAP, atau VAP). Pada CAP dapat diberikan
antibiotika golongan b-laktam/anti b-laktamase dan sefalosporin generasi II
atau III yang dikombinasi dengan makrolid atau doksisiklin, atau
fluorokuinolon saluran napas (levofloksasin, gatifloksasin, moksifloksasin)
sebagai obat tunggal. Pada HAP atau VAP dipilih antibiotika yang bekerja
terhadap kuman Pseudomonas dan kuman nosokomial lain, seperti
sefalosporin generasi III anti-pseudomonas, sefalosporin generasi IV,

256

Geiiatd
piperacillin-tazobaktam, kuinolon anti-pseudomonas (ciprofloksasin), atau
aminoglikosida.
- Antibiotika
spesifik diberikan setelah didapatkan hasil pemeriksaan biakan
kuman dan uji resistensi.
- Pemilihan antibiotika
juga harus memperhatikan penurunan flingsi organ
yang mungkin sudah terjadi pada usia lanjut.
Program rehabilitasi medik (fisioterapi dada dan program lain yang terkait).

KOMPLIKASI
Empiema, efusi pleura, gagal napas, sepsis sampai syok sepsis.

PROGNOSIS
Dubia
WEWENANG
Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan Konsultan Geriatri

UNIT YANG MENANGANI


Divisi Geriatri Departemen Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT
Divisi Pulmonologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Departemen Rehabilitasi
Medik, Bidang Keperawatan, Departemen Gigi-Mulut.

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

257

INFEKSI SALURAN KEMIH


PENGERTIAN
Infeksi saluran kemih adalah infeksi yang melibatkan struktur saluran kemih, yaitu
dari epitel glomerulus tempat mulai dibentuk urin sampai dengan muara urin di
meatus urethrae externae. Secara mikrobiologi definisi infeksi saluran kemih (ISK)
adalah terdapatnya mikroorganisme pada struktur saluran kemih dan baru dapat
dipastikan setelah didapatkannya bukti adanya koloni mikroorganisme dalam
pemeriksaan kultur urin. ISK pada usia lanjut dapat timbul sebagai akibat dari kondisikondisi yang sering menyertai orang usia lanjut, seperti inkontinensia urin dan
hipertrofi prostat yang memerlukan pemakaian kateter menetap, imobilisasi, dan
menurunnya fungsi imunitas baik non-spesiflk maupun spesifik.

DIAGNOSIS

Meningkatkan kecurigaan adanya ISK bila didapatkan kondisi-kondisi akut pada


usia lanjut tanpa memperhatikan gejala khas dari ISK atau mengenali faktorfaktor risiko ISK pada usia lanjut adalah merupakan pendekatan diagnosis yang
tepat. Hal tersebut dapat dijadikan dasar untuk memeriksakan sampel urin untuk
dianalisis dan dibiak serta melakukan pemeriksaan penunjang lain guna
mengetahui adanya kelainan anatomi maupun struktural.
Kriteria diagnosis bakteriuria berdasarkan gambaran klinis dan cara pengambilan
sampel urin:
>102 Colony Forming Unit (CFU) coliform/ml urin atau >105 CFU noncoliform/ml urin, pada wanita dengan gejala ISK
- >103 CFU bakteri/ml urin, pada pria dengan gejala ISK
- >105 CFU bakteri/ml urin (2 kali pemeriksaan dengan jarak 1 minggu),pada
wanita dan pria tanpa gejala ISK

> 102 CFU bakteri/ml urin, pada pasien dengan kateter


Berapapun jumlah CFU bakteri/ml urin, pada pasien dengan gejala ISK
dengan pengambilan sampel urin dari kateterisasi suprapubik
PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Laboratorium
Darah
tepi lengkap
Urin
lengkap
Biakan urin
dengan tes resistensi kuman

Fungsi ginjal (ureum, kreatinin, bersihan kreatinin)


Gula darah
B. Non Laboratorium
BNO/IVP
USG
ginjal
TERAPI
Non Farmakologi

Banyak minum bila fungsi ginjal masih baik

258
Geriatri

Menjaga kebersihan daerah genetalia bagian luar.

Farmakologi
Antibiotika
sangat dianjurkan danperlu segera diberikan pada VYsimtomatik,
sesuai dengan tes resistensi kuman atau pola kuman yang ada atau secara empiris
yang dapat mencakup Escherichia coli dan gram negatif lainnya.
Pada ISK asimtomatik antibiotika
hanya diberikan pada pasien dengan risiko
tinggi untuk lerjadinya komplikasi yang serius (seperti tranplantasi ginjal atau
pasien dengan granulositopenia) dan pasien yang akan menjalani pembedahan.
Antibiotika oral direkomendasikan untuk ISK tak
berkomplikasi dengan lama
pemberian 7-10 hari pada perempuan dan 10-14 hari pada laki-laki. Antibiotika
parenteral untuk ISK berkomplikasi dengan lama pemberian tidak kurang dari 14
hari.
Antibiotika
golongan fluorokuinolon masih digunakan sebagai pengobatan
pilihan pertama. Kadang pengobatan kombinasi masih digunakan pada infeksi
yang sulit dikendalikan, terutama infeksi \'asQr\3L Enterococcus d?inPseudomonas. Golongan lain yang biasa digunakan adalah aminoglikosida, sefalosporin
generasi ke-3 dan ampisilin.
Keberhasilan
pengobatan pada ISK sirntomatik ditentukan oleh hilangnya gejala
dan bukan hilangnya bakteri.
Evaluasi
ulang dengan kecurigaan adanya kelainan anatomi atau struktural dapat
mulai dipertimbangkan bila terjadi ISK berulang > 2 kali dalam waktu 6 bulan.

KOMPLIKASI
Sepsis, gagal ginjal, pielonefritis akut, inkontinensia urin, ISK berulang.

PROGNOSIS
Bila tak ada komplikasi; baik

WEWENANG

Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI


Unit /Departemen Ilmu Penyakit Dalam
UNITTERKAIT

Departemen Rehabilitasi Medik, Bidang Keperawatan, Urologi, Departemen ObstetriGinekologi

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

259

ULKUS DEKUBITUS
PENGERTIAN
Ulkus dekubilus adalah lesi yang disebabkan oleh tekanan yang menimbulkan
kerusakan jaringan di bawahnya.

DIAGNOSIS
Biasanya terdapat faktor-faktor hsiko: imobilisasi, inkontinensia, fraktur, defisiensi
nutrisi (terutama vitamin C dan albumin), kulit kering, peningkatan suhu tubuh,
berkurangnya tekanan darah, usia lanjut.
Stadium Klinis:

Stadium I: Respons inflamasi akut terbatas pada epidemiis, tampak sebagai daerah
eritema indurasi dengan kulit masih utuh atau lecet.
Stadium II: Luka meluas ke dennis hingga lapisan lemak subkutan, tampak sebagai
ulkus dangkal dengan tepi yang jelas dan perubahan wama pigmen kulit, biasanya
sembuh dalam waktu beberapa hari sampai beberapa minggu.
Stadium III: Ulkus lebih dalam, menggaung, berbatasan dengan fasia dan otototot.
Stadium IV: Perluasan ulkus menembus otot hingga tampak tulang di dasar ulkus
yang dapat mengakibatkan infeksi pada tulang dan sendi.

Luka tekan biasa teijadi di daerah tulang yang menonjol seperti sakrum dan kalkaneus
karena posisi terlentang, trokanter mayor dan maleolus karena posisi miring 90" dan
tuberositas iskial karena posisi duduk.

DIAGNOSIS BANDING
Pada ulkus dekubitus stadium IV, bila luka tidak membaik, foto tulang terdapat kelainan,
hitung leukosit > 15.000/|il, atau LED 120 mm/jam kemungkinan 70% sudah ada

osteomielitis yang mendasari.

PEMERIKSAAN PE NUNJANG
DPL, kuUur plus (MOR), kadar albumin serum, foto tulang di regie yang dengan
ulkus dekubitus dalam.

TERAPI
Umum

Pengelolaan dekubitus diawali dengan kewaspadaan mencegah terjadinya


dekubitus dengan mengenal faktor-faktor risiko untuk terjadinya dekubitus serta
eliminasi faktor-faktor risiko tersebut.
Perhatikan status nutrisi
pada semua stadium ulkus dekubitus. Pemberian asam
askorbat 500 mg 2 kali sehari dapat mengurangi luas permukaan luka sebesar
84%. Asupan protein juga merupakan prediktor terbaik untuk membaiknya luka
dekubitus.

260
Geiiatri

Antibiotik sistemik diberikan bila terdapat bukti selulitis, sepsis, atau


osteomielitis. Klindamisin dan gentamisin dapat berpenetrasi ke dalam jaringan
di sekitar ulkus. Pemberian antibiotik spektrum luas untuk batang gram negatif
dan positif, anaerob, dan kokus gram positif dilakukan pada pasien sepsis karena
ulkus dekubitus.
Debridement semua jaringan nekrotik hams dilakukan untuk membuang sumber
bakteremia pada pasien tersebut.
Tempat tidur khusus; Penggunaan kasur dekubitus yang berisi udara serta
reposisi 4 kali sehari menurunkan angka kejadian ulkus dekubitus dibandingkan
penggunaan tempat tidur biasa dengan reposisi setiap 2 jam.
Perawatan luka: tujuan perawatan luka adalah untuk mengurangi jumlah bakteri
agar proses penyembuhan tidak terhambat. Hal ini dapat dilakukan dengan de
bridement jaringan nekrotik secara pembedahan atau dengan menggunakan
kompres kasa dengan NaCl dua hingga tiga kali sehari. Antiseptik seperti povi
done iodine, asam asetat, hidrogen peroksida, dan sodium hipoklorit (larutan
Dakin) bersifat sitotoksik terhadap fibroblas sehingga mengganggu proses
penyembuhan. Antibiotik topikal seperti silver sulfadiazin dan gentamisin tidak
menunjukkan sifat sitotoksik. Bila sangat diperlukan seperti pada luka dengan
pus atau sangat bau, antiseptik dapat digunakan dalam waktu singkat dan
segera dihentikan begitu luka bersih. Zat-zat pembersih enzimatik seperti
kolagenase, fibrinolisin, dan deoksiribonuklease serta streptokinase-streptodornase bisa membantu untuk debridement jaringan nekrotik namun zat-zat ini juga
akan merusak proses penyembuhan bila digunakan setelah luka bersih.
Bila luka telah bersih, harus dipelihara suasana luka yang lembab untuk
merangsang penyembuhan. Dari penelitian diketahui bahwa kompres yang
tertutup rapat dapat membantu penyembuhan pada luka superfisial tapi tidak
pada luka yang dalam. Kompres ini harus dibiarkan selama beberapa hari untuk
memfasilitasi migrasi epidermis (epitelisasi). Luka dalam yang bersih harus
dikompres kasa steril yang dibasahi dengan larutan NaCl atau RL. Kasa lembab
ini harus dijauhkan dari jaringan kulit sekitar luka agar jaringan normal tidak
teriritasi.
Tindakan medik berdasarkan derajat ulkus:

a. Dekubitus) derajat I: Kulit yang kemerahan dibersihkan dengan hati-hati


dengan air hangat dan sabun, diberi lotion, kemudian dimasase 2-3 kali/hari.
b. Dekubitus derajat II: Perawatan luka memperhatikan syarat-syarat aseptik
dan antiseptik. Dapat diberikan salep topikal. Pergantian balut dan salep
jangan terlalu sering karena dapat merusak pertumbuhan jaringan yang
diharapkan.
c. Dekubitus] derajat III: Usahakan luka selalu bersih dan eksudat dapat mengalir
ke luar. Balutan jangan terlalu tebal dan sebaiknya transparan sehingga udara
dapat masuk dan penguapan berjalan baik. Dengan menjaga luka agar tetap
basah akan mempermudah regenerasi sel-sel kulit.
d. gemua llangkah jii atas tetap dikerjakan dan jaringan nekrotik harus
dibersihkan karena akan menghalangi epitelisasi.
Penilaian tindak lanjut diulang minimal seminggu sekali. Evaluasi yang diperlukan
adalah mengenai lokasi, stadium, ukuran, dan karakteristik lainnya yang perlu
dicatat. Dalam waktu 2 hingga 4 minggu ulkus harus menunjukkan perbaikan.
Panduan Pelayanan Medik PAPDI

26]

Berkurangnya ukuran ulkus dalam waktu 2 minggu memberi gambaran akan


terjadinya penyembuhan sempuma.

KOMPLIKASI
Sepsis

PROGNOSIS
Dubia ad bonam

UNIT YANG MENANGANI


Unit/Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Departemen Rehabilitasi Medik, Bedah
Ortopedi, Bedah Plastik, Bedah Vaskular

UNIT TERKAIT
Bidang Keperawatan, Departemen Kulit dan Kelamin

262

Genatri

MALNUTRISI
PENGERTIAN
Malnutrisi energi-protein adalah keadaan yang disebabkan ketidakseimbangan antara
asupan kalori dan protein dengan kebutuhan tubuh. Pada orang usia lanjut, malnutrisi
sulit dikenali karena terjadi berbagai perubahan fisiologis seiring peningkatan usia,
termasuk perubahan akan kebutuhan zat gizi, serta adanya berbagai penyakit kronik.
Malnutrisi yang terjadi pada usia lanjut sering dipengaruhi berbagai hal seperti
keadaan gigi-geligi, gangguan menelan, masalah neuropsikologis (depresi,
demensia), keganasan, dan imobilisasi.

DIAGNOSIS
Komponen penilaian status gizi pada usia lanjut mencakup: anamnesis, pemeriksaan
fisis dan antropometrik, serta laboratorium. Komponen-komponen tersebut tidak
selalu dapat menentukan ada-tidaknya malnutrisi, namun setidaknya dapat
menentukan apakah seorang usia lanjut berisiko atau diduga mengalami malnutrisi.
Anamnesis:
Asupan zat gizi sehari-hari (food recall), penurunan berat badan,
. gangguan mengunyah, gangguan menelan, status fungsional (aktivitas hidup
sehari-hari terutama yang berhubungan dengan penyiapan dan proses makan),
penyakit kronis yang diderita (termasuk ada-tidaknya diare kronik), adanya
depresi atau demensia, serta penggunaan obat-obatan.
Pemeriksaan fisis:
Higiene rongga mulut, status gigi-geligi, status neurologis
(gangguan menelan), kulit yang kering/bersisik, rambut kemerahan, massa otot,
edema tungkai.

Antropometrik: Lingkar lengan atas, hngkar betis, tebal lipatan kulit triseps,
indeks massa tubuh.
Laboratorium:
Hemoglobin, jumlah limfosit, albumin, prealbumin, kolesterol darah,
kadar vitamin/mineral dalam darah.
Saat ini tersedia beberapa instrumen pengkajian status nutrisi pada usia lanjut yang

mengobyektifkan paduan komponen tersebut di atas, seperti The Mini Nutritional


Assessment (MNA), Nutrition Screening Index (NSI), atau Subjective Global As
sessment (SGA).

DIAGNOSIS BANDING

PEMERIKSAAN P E N U N J A N G
Darah perifer lengkap dengan hitung jenis leukosit, serum albumin, prealbumin,
kadar kolesterol, kadar vitamin/mineral, elektrolit, bioelectrical impendance
analysis.

263

TERAPI
Evaluasi umum dan kebutuhan nutrisi
Evaluasi
penyebab dan faktor risiko timbulnya malnutrisi yang pada usia lanjut
umumnya merupakan kombinasi dari berbagai penyebab, mulai dari faktor sosialekonomi (kemiskinan, pengetahuan rendah), neuropsikologis (adanya demensia
atau depresi), dan kondisi fisik-medik (gangguan fungsi organ pencemaan serta
adanya penyakit-penyakit akut dan kronis).
Evaluasi status
fungsional, terutama yang berhubungan dengan penyiapan dan
proses makan.
Menentukan umlah
j
energi dan komposisi zat gizi yang akan diberikan. Jumlah
kebutuhan energi dapat ditentukan dengan menghitung total energy expendi
ture (TEE). Selain jumlah kalori, kebutuhan cairan, protein/asam amino, serta
mineral dan vitamin perlu juga ditentukan. Penentuan kebutuhan dan komposisi
nutrisi dan cairan ini juga memerlukan evaluasi kondisi medik termasuk penurunan

fungsi organ yang terjadi (adanya gagal jantung, penyakit ginjal kronik, hepati
tis kronis dan sirosis hati, diabetes melitus, keganasan, dan fungsi absorbsi
saluran cerna).
Terapi/dukungan nutrisi
Secara
umum, dukungan nutrisi pada usia lanjut yang mengalami malnutrisi
dapat dilakukan melalui cara enteral atau parenteral.

Dukungan nutrisi enteral harus menjadi pilihan utama, mengingat hal ini
merupakan cara yang fisiologis, Pemberian nutrisi secara enteral akan
mempertahankan fungsi mencema, absorbsi, dan barier imunologis saluran cema.
Bila berbagai faktor risiko dan kondisi medik dapat diatasi, umumnya pasien
diharapkan dapat makan secara normal. Pada usia lanjut yang dapat makan secara
normal, jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi setiap hari penting untuk
dipantau karena mereka cenderung untuk mengurangi makannya. Pada beberapa
keadaan, nutrisi enteral dapat diberikan melalui pipa nasogastrik, pipa
nasoduodenum, pipa nasoileum, maupun dengan gastrostomi. Dukungan nutrisi
enteral semacam ini umumnya berupa makanan cair, sehingga overload cairan
harus menjadi pertimbangan (misalnya dengan mengentalkan).

Dukungan nutrisi parenteral dipilih bila secara enteral nutrisi tidak mungkin

dilakukan, Umumnya digunakan pada pasien usia lanjut di rumah sakit yang
dalam keadaan akut atau sakit berat (critically ill), dimana fungsi saluran cema
terganggu atau terdapat kontraindikasi pemberian nutrisi enteral (seperti adanya
perdarahan saluran cerna, pankreatitis, atau ileus). Namun tidak tertutup
kemungkinan bahwa dukungan nutrisi parenteral dilakukan untuk jangka panjang
dan dilakukan di rumah atau fasilitas perawatan jangka-panjang lain. Saat ini
telah banyak tersedia berbagai jenis dan komposisi zat nutrisi (kalori, asamamino, lipid, mineral/vitamin) dalam bentuk cairan parenteral. Penggunaan
dukungan nutrisi parenteral memerlukan teknik khusus dan pemantauan yang
ketat.
Terapi lain
Pada
pasien-pasien keganasan atau keadaan lain dimana terdapat anoreksia,
dapat diberikan peningkat nafsu-makan (appetite stimulant) seperti megesterol
asetat.

264

KOMPLIKASI
Status imunitas menurun, pemulihan dari penyakit menjadi lambat.

PROGNOSIS
Dubia

UNIT YANG MENANGANI


Unit / Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Departemen Gizi Klinik.

UNIT TERKAIT
Instalasi gizi, Bidang Keperawatan.

265

2.9

Wkosamadk

DEPRESI
PENGERTIAN
Depresi nierupakan Gangguan afektif yang ditandai adanya mood depresi (sedih),
hilang minal, dan mudah ielah. Pada umumnya pasien datang ke klinik penyakit
dalam dengan keluhan somaiik,

DIAGNOSIS
GejalaA
Perasaan sedih
(depresif)> tidak bisa menikmati hidup

Kurang atau tidak ada perhatian pada lingkungan


Mudah lelah
Gejala B
Konsentrasi dan
perhatian kurang

diri
dan
Harga
kepercayaan diri kurang
Perasaan bersalah/tidak
berguna

masa
Pandangan
depan suram/pesimis
Tidur
terganggu
Nafsu makan
kurang/bertambah
Diagnosis ditegakkan apabila ada gejala-gejala tersebut dengan ataupun tanpa gejala

somatik. Derajat depresi:


1. Ringan; 2 gejala A dan 2 gejala B
2. Sedang; 2 gejala A dan 3 gejala B
3. Berat : 3 gejala A dan 4 gejala B

DIAGNOSIS BANDING
Gangguan campuran ansietas dan depresi, ansietas, gangguan somatisasi, kelainan
organ yang ditemukan (koinsidensi)

PEMERIKSAAN PE NUNJA NG
Hb, Ht, leukosit, ureum, kreatinin, gula darah, tes fiingsi hati, urin lengkap
AGD, K, Na, Ca, T3, T4, TSH, sesuai indikasi
Foto toraks, bila perlu
EKQ elektromiogram, elektroensefalogram, bila perlu
Endoskopi", kolonoskopi, USG, bila perlu

TERAPI
Nonfarmakologis: edukasi, reassurance, psikoterapi
Farmakologis:

Antidepresan: maprotilin, amineptin; moklobemid; dan obat golongan SRRI


seperti sertralin, paroksetin dan Iain-lain
Simtomatik, sesuai indikasi
269
Panduan Pelayanan Medik PAPDI

KOMPLIKASI
Kurang / tidak mampu melakukan aktivitas sehari-hari (bekerja), bunuh diri

PROGNOSIS
Bonam

WEWENANG

RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam


RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Psikosomatik


RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

RS pendidikan : Semua sub-bagian di lingkungan departemen ilmu penyakit


dalam
RS non pendidikan; -

R E F E RE N S I
L

MudjaddidE, Shatri H. Depresi Berorientasi Organ. In: Simadibrata M. Setiati S, Alwi


/, Matytwtoro, Gatu RA, Mansjoer A. Pedoman Diagnosis dan Terapi di Bidang Ilmu
Penyakit Dalam. Jakarta; Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian flmu Penyakit Dalam

FKUI; 1999.p. 193-4.


Ewiss E, English OS. Psychosomatic Medicine: A clinical ofPsycho physiologic Reaction.
3''' Edition. London 1957.
3. Diagnostic and statistical manual ofmental disorder. 4' edition. American Psychiatric
Assosiation. Washington 1994.
4. Carlson NR. Physiology of Behaviour. 4' Edition. 1991.
5. Neuroimmunomodulation.: Molecular aspects, integrative system and clinical advances.
In: McCann SM, Lipton JM, Sternberg EM, CHrousos GP, Gold PW, Smith CC editors.
Annal o f New York Academy o f Sciences. 1998; 840.
2.

270

Wkosomatik

DISPEPSI FUNGSIONAL
PENGERTIAN
Dispepsi fungsional adalah perasaan dispepsia tanpa disertai adanya kelainan
organik

DIAGNOSIS

Rasa sakit dan tidak enak di ulu hati


Perih, mual, kembung, cepat kenyang , muntah, sering bersendawa, regurgitasi.
Keluhan dirasakan terutama berhubungan / dicetuskan dengan adanya stres
Berlangsung lama dan sering kambuh
Sering disertai gejala gejala ansietas dan depresi
Pemeriksaan endoskopi normal

DIAGNOSIS BANDING

Dispepsia oleh sebab organik misalnya ulkus peptikum, gastritis erosif dsb.
Gangguan pada sistem hepato-bilier.
Dispepsi yang disebabkan penyakit kronik lain misalnya Gagal ginjal, diabetes
melitus dsb.

PEMERIKSAAN PE NUNJA NG

Hb, Ht, leukosit, kreatinin, ureum, gula darah, tes flingsi hati, urin lengkap.

Radiologis : Foto lambung dan duodenum dengan kontras.


Endoskopi
Pemeriksaan laboratorium lain sesuai indikasi untuk menyingkirkan diagnosis
banding

TERAPI

Simptomatik diberikan antasida, obat-obatan H2 antagonis, seperti: simetidin,


ranitidin, famotidin; penghambat pompa proton seperti omeprazol dan obatobatan prokinetik.
Bila jelas terdapat ansietas atau depresi diberikan ansiolitik atau anti depresan
yang sesuai.
Psikoterapi suportif dan psikoterapi perilaku.

KOMPLIKASI
Dehidrasi bila muntah berlebihan, gangguan gizi.

PROGNOSIS
Dubia ad Bonam

WEWENANG

RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam


RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam
Panduan Pelayanan Medik PAPDI

271

UNIT YANG MENANGANI

RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Psikosomatik


RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

RS pendidikan: Divisi Gastroenterologi


RS non pendidikan : -

REFERENSI
1. MudjaddidE. Sindrom Kolon Ihtabel. In :Simadibrata M, SetiaiiS, AlwiI, Maryantoro,
Gani RA, Mansjoer A. Pedoman Diagnosis dan Terapi di Bidang Ilmu Penyakit Dalam.
Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUJ; I999.p.
197-8.
2. Ewiss E, English OS. Psychosomatic Medicine: A clinical ofPsychophysiologic Reaction.
3th Edition. London 1957.
3. Diagnostic and statistical manual o f mental disorder. 4' edition. American Psychiatric
Assosiation. Washington J994.
4. Carlson NR. Physiology of Behaviour 4' Edition. 1991.
5. Neuroimmunomodulation.: Molecular aspects, integrative system and clinical advances.
McCann SM, Upton JM, Sternberg EM, CHrousos GP, GoldPW, Smith CC editor. Annal
of New York Academy o f Sciences. 1998;840.

212

ftakosomatik

SINDROM LELAH KRONIK


PENGERTIAN
Sindrom lelah kronik adalah rasa lelah yang berlangsung lama dan tidak hilang
dengan istirahat tanpa penyebab organik yang jelas.

DIAGNOSIS

Gejala utama: rasa lelah kronis yang dirasakan terus menerus atau berulang.
Rasa lelah bertambah bila melakukan aktivitas atau saat mengalami stres emosi
dan tidak pulih sepenuhnya dengan istirahat.
Gejala tambahan yang dapat menyertai ialah mialgia, sefalgia, nyeri sendi, nyeri
tenggorok (faringitis), demam, limfadenopati terutama daerah leher atau aksila.

Juga didapatkan adanya gejala-gejala neuropsikologis seperti depresi,


kecemasan, insomnia
Gejala utama dalam 6 bulan atau lebih disertai minimal 4 gejala tambahan dan tidak
didapatkan penyakit kronis lain yang spesifik.

DIAGNOSIS BANDING
Chronic fatigue, fibromialgia, keganasan, infeksi kronis, penyakit autoimun,
penyalahgunaan obat (drug abuse)

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Tidak ada pemeriksaan penunjang yang spesifik


Pemeriksaan penunj ang sesuai dengan gej ala yang dominan dan bila diperlukan

untuk menyingkirkan diagnosis

TERAPI

Terapi simtomatik sesuai gejala yang dominan


Antidepresan
Latihan (rehabilitasi) psikis dan fisik
Terapi penunjang lain, diet rendah lemak, vitamin, tidak merokok, tidak minum
alkohol

KOMPLIKASi
Isolasi sosial, tidak mampubekerja

PROGNOSIS
Bonam

WEWENANG

RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam


RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

273

UNIT YANG MENANGANI

RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Psikosomatik


RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

RS Pendidikan : Semua sub-bagian di lingkungan departemen ilmu penyakit


dalam
RS non pendidikan : -

REFERENSI:
1. MudjaddidE. ChronicFatiqueSyndrome. In: SimadibrataM, SetiatiS, Alwil, Maryantoro,
Gani RA, MansjoerA, editors. Pedoman Diagnosis dan Terapi di Bidang Ilmu Penyakit
Dalam. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI;
I999.p. 198-9.
2. Ewiss E, English OS. Psychosomatic Medicine: A clinical ofPsychophysiologic Reaction.
3th Edition. London 1957.
3. Diagnostic and statistical manual of mental disorder. 4' edition. American Psychiatric
Assosiation. Washington 1994.
4. Carlson NR. Physiology of Behaviour 4' Edition. 1991.
5. Neuroimmunomodulation.: Molecular aspects, integrative system and clinical advances.
McCann SM, Lipton JM, Sternberg EM, CHrousos GP, GoldPW, Smith CC editor. Annal
of New York Academy o f Sciences. 1998; 840.

274

Rakosomatik

ANSIETAS
PENGERTIAN
Ansietas merupakan kecemasan yang berlebihan dan lebihbersifat subyektif. Pada
umumnya pasien datang ke poliklinik penyakit dalam dengan keluhan somatik.

DIAGNOSIS
1. Perasaan cemas berlebihan, subyektif, tidak realistis
2. Terdapat keluhan dan gejala-gejala sbb:

Ketegangan motorik: kedutan otot, kaku, pegal, sakit dada, sakit persendian

Hiperaktif otonom: sesak napas, jantung berdebar, telapak tangan basah,


mulut kering, rasa mual, mules, diare dan Iain-lain.
Bila ditemukan
adanya kelainan organis pada umumnya keluhan tidak
sebanding dengan kelainan organ yang ditemukan.

Kewaspadaan berlebihan dan daya tangkap berkurang : mudah terkejut, cepat


tersinggung sulit konsentrasi, sukar tidur dan Iain-lain.
3. Aktivitas sehari-hari terganggu : kemampuan kerja menurun, hubungan sosial
terganggu, kurang merawat diri, dan lain-lain.

DIAGNOSIS BANDING
Gangguan campuran ansietas dan depresi, deptresi, gangguan somatisasi, kelainan
organ yang ditemukan (koinsidensi)

PEMERIKSAAN PE NUNJA NG

Hb, Ht, leukosit, ureum, kreatinin, gula darah, tes fungsi hati, urin lengkap
Analisis gas darah, K, Na, Ca, T3, T4, TSH, sesuai indikasi

F oto toraks, bila perlu


EKQ elektromiogram, elektroensefalogram, bila perlu
Endoskopi, kolonoskopi, USG, bila perlu

TERAPI
Nonfarmakologis : edukasi, reassurance, psikoterapi
Farmakologis:

Benzodiazepin: Diazepam, Alprazolam, clobazam


Non
benzodiazepim: Buspiron, penyekat beta bila gejala hiperaktivitas otonom
menonjol
x"
Simtomatik, sesuai indikasi

KOMPLIKASI
Kurang/tidak mampu melakukan aktivitas sehari-hari (bekerja).

PROGNOSIS
Bonam
Panduan Pelayanan Medik PAPDI

275

WEWENANG

RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam


RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Psikosomatik


RS non pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

RS Pendidikan : Semua sub-bagian di lingkungan Departemen Ilmu Penyakit


Dalam
RS non pendidikan : -

REFERENSI
1. MudjaddidE, Shatri H. Ansietas Berorientasi Organ. In: Simadibrata M, Setiati S, Alwi
I, Maryantoro, Gani RA, Mansjoer A,editors. Pedoman Diagnosis dan Terapi di Bidang
Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit
Dalam FKUI: 1999.p. 192-3.
2. Ewiss E, English OS. Psychosomatic Medicine: A clinical ofPsychophysiologic Reaction.
3''' Edition. London 1957.
3. Diagnostic and statistical manual of mental disorder. 4' edition. American Psychiatric
Assosiation. Washington 1994.
4. Carlson NR. Physiology of Behaviour. 4' Edition. 1991.
5. Neuroimmunomodulation.: Molecular aspects, integrative system and clinical advances.
McCann SM, Upton JM, Sternberg EM. CHrousos GP, GoldPW, Smith CC editor Annal
o f New York Academy o f Sciences. 1998; 840.

276

Mkosamatik

SINDROM HIPERVENTILASI
PENGERTIAN
Sindrom hiperventilasi adalah sesak napas disertai adanya takhipnu tanpa kelainan
organik

DIAGNOSIS
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.

Sesak napas tidak khas


Merasa adanya kekurangan udara sehingga harus menarik napas panjang
Sering disertai adanya takhipneu dan rasa sempit di dada
Kadang-kadang disertai adanya keluhan pada jantung
Parestesi
Badan terasa enteng, melayang, penglihatan kabur
Gejala-gejala fisik lain yang tidak khas
Kejang pada tangan dan kaki seperti keadaan histerik
Adanya gangguan emosional terutama rasa takut
Stresor psikososial

DIAGNOSIS BANDING
Angina pektoris, terutama pada orang tua, proses lokal di otak, gangguan elektrolit
dan asam-basa, hipoparatiroidisme, tetanus, ansietas panik,

PEMERIKSAAN PE NUNJA NG

Hb, Ht, leukosit, ureum, kreatinin, gula darah, tes fiingsi hati, urin lengkap
AGD,K,Na,Ca
Foto toraks, EKG, sesuai diagnosis banding
Hormon paratiroid

TERAPI
Nonfarmakologis:
istirahat, psikoterapi suportif
Farmakologis:
1. Sungkup dan oksigen nasal
2. Ansiolitik golongan benzodiazepin
3. Koreksi bila ada gangguan elektrolit dan asam-basa
4. Simptomatik sesuai keperluan

KOMPLIKASI
Sesuai dengan penyakit organik yang menyertai

PROGNOSIS
Bonam

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

277

WEWENANG

RS pendidikan; Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam


RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Psikosomatik


RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

RS Pendidikan: Divisi Pulmonologi, Kardiologi


RS non pendidikan : -

REFERENSI
1. Shatri H. Sindrom Hiperventilasi. In: Simadibrata M, Setiati S, Alwi I, Maryantoro, Gani
RA, MansjoerA. Pedoman Diagnosis dan Terapi di Bidangllmu Penyakit Dalam. Jakarta:
Piisat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 1999.p. 195-6.
2. Ewiss E, English OS. Psychosomatic Medicine: A clinical ofPsychophysiologic Reaction.
3''' Edition. London 1957.
3. Diagnostic and statistical manual of mental disorder. 4'' edition. American Psychiatric
Assosiation. Washington 1994.
4. Carlson NR. Physiology of Behaviour. 4' Edition. 1991.Neuroimmunomodulation. :
Molecular aspects, integrative system and clinical advances. McCann SM, Lipton JM,
Sternberg EM, CHrousos GP, GoldPW, Smith CC editor. Annal of New York Academy of
Sciences. 1998;840

278

Mkosomatik

NYERI PSIKOGENIK
PENGERTIAN
Nyeri psikogenik adalah keluhan nyeri yang penyebabnya bukan penyebab penyakit
organik

DIAGNOSIS
1.

Adanya nyeri tanpa kelainan organik yang jelas, misalnya nyeri kepala, migren,
mialgia, artralgia, kolik abdomen dll.
2. Stresorpsikososial (+)
3. Sering disertai adanya gejala-gejala depresi atau ansietas

DIAGNOSIS BANDING
Nyeri organik sesuai dengan lokasi nyeri

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Hb, Ht, leukosit, hitung jenis, urin lengkap


Foto roentgen, EKG dll sesuai diagnosis banding nyeri organik

TERAPI
Nonfarmakologis : istirahat, psikoterapi suportif dan psikoterapi perilaku
Farmakologis:
Analgetik, NSAID, antispasmodik, ansiolitik dan anti depresan simtomatik lain bila
perlu, analgetik narkotik, obat yang menghambal saraf lokal

KOMPLIKASI
Kurang/tidak mampu melakukn aktivitas sehari-hari (bekerja), bunuh diri

PROGNOSIS
Bonam

WEWENANG

RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam


RS non pendidikan; Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Psikosomatik


RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

RS Pendidikan : Semua sub-bagian di lingkungan departemen ilmu penyakit


dalam
RS non
pendidikan:
279
Panduan Pelayanan Medik PAPDI

REFERENSI:
1. Shatri H. Nyeri Psikogenik. In Simadibrata M, Setiati S, Alwi I, Maryantoro, Gani RA,
Mansjoer A. Pedoman Diagnosis dan Terapi di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta:
Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 1999:199-200.
2. Ewiss E, English OS. Psychosomatic Medicine: A clinical o f Psychophysiologic Reaction.
3th Edition. London 1957.
3. Diagnostic and statistical manual of mental disorder. 4' edition. American Psychiatric
Assosiation. Washington 1994.
4. Carlson NR. Physiology of Behaviour 4' Edition. 1991.
5. Neuroimmunomodulation.: Molecular aspects, integrative system and clinical advances.
McCannSM, Upton JM, Sternberg EM, CHrousos GP, GoldPW, Smith CC editor. Annal
o f New York Academy of Sciences. 1998:840.

280

Rsikosamatik

SINDROM KOLON IRITABEL


PENGERTIAN
Sakit perut disertai gangguan buang air besar tanpa dijumpai kelainan organik

DIAGNOSIS

Rasa nyeri/ tidak enak di perut disertai diare dan atau konstipasi
Perut kembung yang tampak dengan jelasRasa nyeri di perut hilang setelah buang air besar
Buang air besar lebih sering pada saat timbulnya rasa sakit
Keluhan-keluhan psikis menonjol seperti gejala-gelaja ansietas atau depresi
Feses lembek pada saat timbulnya rasa sakit
Feses campur lendir dan tidak berdarah
Penurunan berat badan tidak lebih dari 5% dalam satu tahun terakhir
Pemeriksaan feses tidak ditemukan parasit
Pemeriksaan barium enema maupun kolonoskopi normal

DIAGNOSIS BANDING

Penyakit kolon inflamasi (kolitis)


Laktosa intolerans
Karsinoma kolon

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium rutin : Hb, leukosit, hitung jenis, ureum, kreatinin, gula darah, tes
fungsi hati
Faeses lengkap (cacing, amuba)
Barium enema
Kolonoskopi

TERAPI

Diet tinggi serat untuk memperbaiki konstipasi, sedangkan laksatif diberikan

bila perlu dan hanya dalam jangka pendek


Untuk nyeri yang mengganggu dapat diberikan antispasmodik seperti mebeverin
hidroklorid, atau obat-obat anti kolinergik
Keluhan diare diobati dengan loperamid 2-4 mg empat kali sehari
Bila gejala psikis menonjol diberikan ansiolitik atau anti depresan yang sesuai
Psikoterapi suportif dan psikoterapi perilaku

KOMPLIKASI

Rasa sakit yang sulit dikendalikan sehubungan faktor psikis yang menonjol
Sosial: Kurang atau tidak mampu melakukan pekerjaan sehari-hari

PROGNOSIS
Bonam

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

281

WEWENANG

RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam


RS non pendidikan; Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Psikosomatik


RS non pendidikan; Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

RS Pendidikan : Semua sub-bagian di lingkungan Departemen Ilmu Penyakit


Dalam
RS non pendidikan : -

REFERENSI
l.

2.
3.
4.
5.

MudjaddidE. Sindrom Kolon Iriiabel In: Simadibrata M, SetiatiS, AlwiI, Maryantoro,


Gani RA, MansjoerA. Pedoman Diagnosis dan Terapi di Bidang Ilmu Penyakit Dalam.
Jakarta; Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 1999:1978.
Ewiss E, English OS. Psychosomatic Medicine: A clinical o f Psychophysiologic Reaction.
3th Edition. London 1957.
Diagnostic and statistical manual o f mental disorder. 4' edition. American Psychiatric
Assosiation. Washington 1994.
Carlson NR. Physiology of Behaviour 4' Edition. 1991.
Neuroimmunomodulation.: Molecular aspects, integrative system and clinical advances.
McCann SM, LiptonJM, Sternberg EM, CHrousos GP, GoldPW, Smith CC editor Annal
o f New York Academy of Sciences. 1998;840.

282

RsikDsomatik

PENYAKIT JANTUNG FUNGSIONAL


(NEUROSIS KARDIAK)
PENGERTIAN
Penyakit jantung fungsional (neurosis kardiak) adalah kelainan dengan keluhan
seperti penyakit jantung tanpa disertai kelainan organik

DIAGNOSIS

Nyeri dada menyerupai 'angina pektoris' biasanya dicetuskan oleh suatu


stressor tertentu
Berdebar-debar/ palpitasi, sesak napas atau napas terasa berat
Adanya keluhan-keluhan vegetatif seperti kesemutan, tremor, sakit kepala, tidak
bisa tidur dsb.
Terdapat keluhan psikis seperti rasa takut, risau/waswas, gelisah dsb.
Keluhan-keluhan umum lainnya seperti pandangan mata gelap, berkunangkunang, lemas
Stresorpsikososial (+).
Pemeriksaan EKG, ekokardiografi maupun tes treadmil normal

DIAGNOSIS BANDING
Penyakit jantung koroner (angina pektoris, infark miokard).

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Elektrokardiografi, ekokardiografi dan tes treadmil.

TERAPI

Analgetik untuk rasa nyeri.


Pemberian ansiolitik yang sesuai, biasanya untuk ansietas panik
Psikoterapi suportif dan psikoterapi perilaku

KOMPLIKASI

Merasa memiliki penyakit jantung organik sehingga menghindari aktivitas/ kerja


sehari-hari

Pada orangtua dengan faktor psikis yang menonjol dapat mencetuskan timbulnya
penyakit jantung organik
Timbulnya aritmia

PROGNOSIS
Dubia ad Bonam

WEWENANG

RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam


RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam

283

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

UNIT YANG MENANGANI

RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Psikosomatik


RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

RS Pendidikan: Divisi Kardiologi


RS non pendidikan : -

REFERENSI:
Shatri H. Penyakit Jantung Fungsional (Functional Heart Disease). In: Simadibrata M,
Setiati S, Alwi I, Maryantoro, Ganl RA, Mansjoer A, editors. Pedoman Diagnosis dan
Terapi di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian
Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 1999.p. 194-5.
2. Ewiss E, English OS. Psychosomatic Medicine: A clinical o f Psychophysiologic Reaction.
3th Edition. London 1957.
3. Diagnostic and statistical manual o f mental disorder. 4' edition. American Psychiatric
Assosiation. Washington 1994.
4. Carlson NR. Physiology ofBehaviour. 4' Edition. 1991.
5. Neuroimmunomodulation. : Molecular aspects, integrative system and clinical advances.
McCann SM, LiptonJM, Sternberg EM, CHrousos GP, GoldPW, Smith CC editor Annal
ofNew York Academy o f Sciences. 1998:840.
1.

284

Infeksi

2.10
ALERGIIMUNOLOGI

AlergilmunolDgi

INFEKSI HIV/AIDS t
PENGERTIAN
Pasien dinyatakan terbukti terinfeksi HIV bila dari pemeriksaan penunjang

DIAGNOSIS
Adanya faktor risiko penularan
Diagnosis HIV: tes ELISA 3 kali raktif dengan reagen yang berbeda
StodiumWHO:
Stadium 1;
asimtomatik, limfadenopati generalisata
gtadium 2j
- Beratbadanturun<10%
- Manifestasi mukokutan minor
(dermatitis seboroik, prurigo, infeksi jamur
kuku, ulkus oral rekuren, cheilitis angularis)
- Herpes zoster dalam 5 tahun terakhir
D-Stadium 3 saluran napas atas rekuren
Berat badan turun > 10%

Diare yang tidak diketahui penyebab, >1 bulan


Demam berkepanjangan (intermitena atau konstan), >1 bulan
Kandidiasis oral
Oral hairy leucoplakia
Tuberculosis paru
Infeksi bakteri berat (pneumonia, piomiositis)
Stadium 4.
HIV wasting syndrome
Pneumonia Pneumocystis carinii
Toksoplasma serebral
Kriptosporidiosis dengan diare >1 bulan
Sitomegalovirus pada organ selain hati, limpa atau kelenjar getah bening
(misalnya retinitis CMV)
- Infeksi
herpes simpleks, mukokutan (>1 bulan) atau viseral
Progressive multifocal leucoencephalopathy
Mikosis endemic diseminata
Kandidiasis esofagus, trakea, dan bronkus
- Mikobakteriosis atipik, diseminata atau paru
Septikemia salmonela non-tifosa
- Tuberkulosis
ekstrapulmonar
Limfoma
- Sarkoma
kaposi
- Ensefalopati HIV

DIAGNOSIS BANDING
Penyakit imunodefisiensi primer
287

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Anti-HIVELISA
Anti-HIV Western Blot
Antigen p-24
Hitung CD4
Jumlah virus HIV dengan RNA-PCR
Pemeriksaan penunjang untuk diagnosis infeksi oportunistik.

TERAPI

Konseling
Terapi suportif
Terapi infeksi oportunistik dan pencegahan infeksi oportunistik
Terapi antiretrovirus kombinasi, efek samping dan penanganannya
Vaksinasi pada peneerita HIV/AIDS
Terapi pasca paparan HIV {post-exposure prophylaxis)
Penatalaksanaan infeksi HIV pada kehamilan
Penatalaksanaan koinfeksi HIV dengan hepatitis C dan hepatitis B

KOMPLIKASI
Infeksi oportunistik, kanker terkait HIV, dan manifestasi HIV pada organ lain

PROGNOSIS
Tergantung stadium penyakit

WEWE NANG

RS pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam


RS non pendidikan ; Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Divisi Alergi-Imunologi


RS non pendidikan; Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

RS pendidikan : Divisi Pulmonologi, Kardiologi, Tropik-Infeksi, ICUfmedical


High Care, Kelompok Studi Khusus (Pokdisus) AIDS
RS non pendidikan: ICU

REFERENSI
I.
2.
3.

Bartlett JQ Gallant JE. 2004 Medical Management o f HIV Infection. Maryland: John
Hopkins University School ofMedicine, 2004.
Goldman L, Ausiello D, editors. Cecil Textbook ofMedicine, 22"' edition.Philadelphia:
Saunders, 2004
WHO. Scaling up antiretroviral therapy in resource-limited settings: treatment guide
lines f o r a public heatlh approach, 2003 revision.

288
Alergilmunobgi

RENJATAN ANAFILAKSIS
PENGERTIAN
Renjatan anafilaksis adalah keadaan gawat damrat yang ditandai dengan (hipotensi)
penurunan tekanan darah sistolik < 90 mmHg akibat respons hipersensitivitas tipe I
(adanya reaksi antigen dengan antibodi Ig E)

DIAGNOSIS
Hipotensi, takikardia, akral dingin, oliguria yang dapat disertai gejala klinis lain
berupa:
Reaksi sistemik
ringan : rasa geli/gatal serta hangat, rasa penuh di mulut dan
tenggorokan, hidung tersumbat dan terjadi edema di sekitar mata, kulit gatal,
mata berair, bersin-bersin, onset biasanya 2 jam setelah paparan antigen
Reaksi sistemik
sedang; seperti reaksi sistemik ringan, ditambah spasme bronkus
dan atau edema saluran napas, sesak, batuk, mengi, angioedema, urtikaria
menyeluruh, mual, muntah, gatal, badan terasa hangat, gelisah, onset seperti
reaksi anafilaktik ringan
Reaksi sistemik berat:
terjadi mendadak, seperti reaksi sistemik ringan dan sedang
yang ber ta m bah berat. Spasme bronkus, edema laring, suara serak,
stridor, sesak napas, sianosis, henti napas. Edema dan hipermotilitas saluran

cerna sehingga sakit menelan, kejang perut, diare dan muntah. Kejang uterus,
kejang umum. Gangguan kardiovaskular, aritmia jantung, koma

DIAGNOSIS BANDING
Renjatan kardiogenik, renjatan hipovolemik

PEMERIKSAAN PE NUNJA NG
Darah rutin, ureum, kreatinin, elektrolit, analisis gas darah, EKG

TERAPI
A.

Untuk renjatan:
1. Adrenalin larutan 1: 1000, 0,3 - 0,5 ml subkutan/intramuskular pada lengan
atas atau paha. Bila renjatan anafilaksis disebabkan sengatan serangga
berikan suntikan andrenalin kedua 0,1 -0,3 ml pada tempat sengatan kecuali
bila sengata di kepala, leher, tangan dan kaki. Terapi dapat dilanjutkan dengan
infus adrenalin 1 ml (1 mg) dalam dekstrosa 5% 250 cc dimulai dengan
kecepatan I ug/menit dapat ditingkatkan sampai 4 ug/menit sesuai keadaan
tekanan darah. Hati-hati pada orang tua dengan kelainan jantung atau
gangguan kardiovaskular lainnya.
2. Pasang tourniqet proksimal dari suntikan atau sengatan serangga,
dilonggarkan 1-2 menit setiap 10 menit.
3. Oksigen bila sesak, mengi, sianosis 3-5 1/menit dengan sungkup atau kanul
nasal
4. Antihistamin intravena, intramuskular atau oral.

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

289

Rawatpasien di ICU bila dengan tindakan di atas tidak membaik, dilanjutkan dengan
terapi:
1. rVFD Dekstrosa 5% dalam 0,45% NaCl 2-3 1/ permukaan tubuh
2. Dopamin 0,3-1,2 mg/kg BB/jambila tekanan darah tidak membaik
3. Kortikosteroid 7-10 mg hidrokortison/kgBB intravena dilanjutkan 5 mg/kgBB
tiap 6 jam, yang dihentikan setelah 72 jam.
B. Bila disertai spasme bronkus maka pada pasien diberikan inhalasibeta-2 agonis.
Jika spasme bronkus menetap aminofllin 4-6 mg/kg BB dilarutkan dalam NaCl
0,9% 10 ml diberikan perlahan-lahan dalam 20 menit, bilaperlu dilanjutkan dengan
inflis aminofilin 0,2-1,2 mg/kgBB/j am.
C. Bila disertai edema hebat saluran napas atas maka pada pasien dilakukan
intubasi dan trakeostomi
D. Pemantauan paling sedikit 24 jam

KOMPLIKASI
Renjatan ireversibel, kegagalan multi organfailure

PROGNOSIS
Tergantung organ yang terlibat dan beratnya gejala

WEWENANG

RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam


RS non pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam - DivisiAlergi-imunologi


RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

RS pendidikan : ICU / medical High Care


RS non pendidikan : ICU

REFERENSI
1. DJauzi S. Syok anafilakiik. In: Subekti /, Lydia A, Rumende CM, Syam AF, Suprohaita,
Mansjoer A, editors. Penatalaksanaan kedaruratan di bidang ilmu penyakit dalam.
Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI: 2000.p.
97-100.
2. Mahdi AD. Syok anafilaktik. Jn:Setiati S, Alwil, Maryantoro, Gani RA, Mansjoer A,
editors. Pedoman Diagnosis dan Terapi di bidang ilmu penyakit dalam. Jakarta: Pusat
Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 1999.p. 8-10.

290
AlergilmunolDgi

ASMA BRONKIAL.
PENGERTIAN
Asma bronkiaL adalah penyakit inflamasi kronik saluran napas yang ditandai dengan
obstruksi jalan napas yang dapat hilang dengan atau tanpa pengobatan akibat
hiperreaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan yang melibatkan sel-sel
dan elemen selular terutama mastosit, eosinofil, limfosit T, makrofag, neutrofil dan
epitel

DIAGNOSIS
Episode berulang sesak napas, dengan atau tanpa mengi dan rasa berat di dada
akibat faktor pencetus. Asma brokial dibagi menjadi:
1. Asma intermiten, gejala asma < 1 kali/minggu, asimptomatik, APE diantara
serangan normal, asma malam < 2 kali/bulan, APE > 80%, variabilitas < 20%
2. Asma persisten ringan, gejala asma> I kali/minggu, < 1 kali/hari, asma malam
> 2 kali/bulan, APE > 80%, variabilitas 20-30%
3. Asma persisten sedang, gejala asma tiap hari, tiap hari menggunakan beta2 agonis kerja singkat, aktivitas terganggu saat serangan, asma malam > 1 kali/
minggu, APE > 60% dan < 80% prediksi atau variabilitas > 30%)
4. Asma persisten berat, gejala asma terus menerus, asma malam sering, aktivitas
terbatas, dan APE < 60% prediksi atau variabilitas > 30%). Asma eksaserbasi
akut dapat terjadi pada semua tingkatan derajat asma

DIAGNOSIS BANDING
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), gagal jantung

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium ; jumlah eosinofil darah dan sputum, foto toraks, spirometri, uji tusuk
kulit (skin prick /e//SPT), uji bronkodilator atas indikasi, uji provokasi bronkus
atas indikasi, analisis gas darah atas indikasi
TERAPI
1. Asma jntermitenltidak memerlukm obat pengendali
2. Asma persisten ringan memerlukan obat pengendali kortikosteroid inhalasi (500
ug BDP atau ekuivalennya) atau pilihan lainnya: teofilin lepas lambat, kromolin,
antileukotrien.
3. Asma persisten sedang memerlukan obat pengendali bempa kortikosteroid
inhalasi (200-1000 ug BDP atau ekuivalennya) ditambah dengan beta-2 agonis
aksi lama (LABA) atau pilihan lain kortikosteroid inhalasi (500-1000 ug BDP atau
ekuivalennya) + teofilin lepas lambat atau kortikosteroid inhalasi (500-1000 ug
BDP atau ekuivalennya) + LABA oral atau kortikosteroid inhalasi dosis
ditinggikan (> 1000 ug BDP atau ekuivalennya) atau kortikosteroid inhalasi 5001 OOOug BDP atau ekuivalennya)+ antileukotrien.
4. Asma persisten berat memerlukan kortikosteroid
Inhalasi (> 1000 ug BDP atau ekuivalennya) + LABA
Panduan Pelayanan Medik PAPDI

291

inhalasi + salah satu pilihan berikut:


teofil in
lepas lambat
antileukotrien
LABA oral
BDP= Budesonide propionat.
Sedangkan untuk penghilang sesak pada pasien diberikan inhalasi beta-2 agonis
kerja singkat tetapi tidak boleh lebih dari 3-4 kali sehari. Inhalasi antikolinergik,
agonis beta-2 kerja singkat oral dan teofllin lepas lambat dapat diberikan sebagai
pilihan lain selain agonis beta-2 kerja singkat inhalasi. Bila terjadi eksaserbasi akut
maka tahap penatalaksanaannya sebagai berikut:
1. Oksigen
2, Inhalasi agonis beta-2 tiap 20 menit sampai 3 kali selanjutnya tergantung respons
terapi awal
3. Inhalasi antikolinergik (ipatropium bromida) setiap 4-6 jam terutama pada
obstruksi berat (atau dapat diberikan bersama-sama dengan agonis beta-2)
4. Kortikosteroid oral atau parenteral dengan dosis 40-60 mg/hari setara prednison
5. Aminofilin tidak dianjurkan (bila diberikan dosis awal 5-6 mg/kgBB dilanjutkan
infus aminofilin 0,5-0,6 mg/kg BB/jam)
6. Antibiotik bila ada infeksi sekunder
7. Pasien diobservasil l-3|iam kemudian dengan pemberian agonis beta-2 tiap 60
menit. Bila setelah masa observasi terus membaik, pasien dapat dipulangkan
dengan pengobatan (3-5 hari) : inhalasi agonis beta-2 diteruskan, steroid oral
diteruskan, penyuluhan dan pengobatan lanjutan, antibiotik diberikan bila ada
indikasi, perjanjian kontrol berobat.

8. Bila setelah bbservasi l-2|iam tidak ada perbaikan atau pasien termasuk golongan
risiko tinggi; pemeriksaan fisik tambah berat, APE (arus puncak ekspirasi) > 50%
dan < 70% dan tidak ada perbaikan hipoksemia (dari hasil analisis gas darah)
pasien harus dirawat.
Pasien dirawat di ICU bila tidak berespons terhadap upaya pengobatan di unit
gawat darurat atau bertambah beratnya serangan/buruknya keadaan setelah
perawatan 6-12 jam, adanya penurunan kesadaran atau tanda-tanda henti napas,
hasil pemeriksaan analisis gas darah menunjukkan hipoksemia dengan kadar p 0 2 <
60 mmHg dan/atau pC02 > 45 mmHg walaupun mendapat pengobatan oksigen
yang adekuat.

KOMPLIKASI
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), gagal jantung, Pada keadaan eksaserbasi
akut dapat terjadi gagal napas dan pneumotoraks.

PROGNOSIS
Tergantung beratnya gejala

WEWENANG

RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam


RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam

292
AlergilmunolDgi

UNIT YANG MENANGANI

RS pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Alergi-imunologi,


Divisi Pulmonologi
RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

RS pendidikan : ICU / medical High Care


RS non pendidikan: ICU

DO-I

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

293

URTIKARIA KAREN A OBAT


PENGERTIAN
Urtikaria karena obat adalah kelainan kulit dan mukosa yang diinduksi obat berupa
papul kemerahan yang cepat berubah menjadi lepuhan.

DIAGNOSIS
Riwayat minum obat sebelumnya yang dapat menginduksi penyakit, misal: GAINS,
sulfonamida, antikonvulsan, penisilin, dan tetrasiklin.
Gejala prodromal berupa gejala radang saluran napas atas: demam, batuk, sakit
kepala, malaise, nyeri menelan. Papul kemerahan yang cepat berubah menjadi
lepuhan. Dalam beberapa hari terjadi erosi multipel pada membran mukosa, lepuhan,
makula purpura. Daerah yang terkena lepuhan dan pelepasan kulit <10%.

DIAGNOSIS BANDING
Toxic epidemal necroticans (TEN), eritema multiformis

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hitung eosinofil, elektrolit, foto toraks, kultur pus dari kulit, kultur sputum.

TERAPI
1. Hentikan obat penyebab
2. Rawat di pusat luka bakar, skin graft dini untuk mencegah invasi bakteri
3. Monitor cairan dan elektrolit, termasuk monitor jumlah urin

4 Monitor infeksi sekunder dengan melakukan kultur berkala dari darah dan
mukokutan
5. Pemberian makanan tinggi kalori
6. Penggantian cairan dan elektrolit
7. Suction, postural drainage, nebulizer, terapi infeksi paru segera
8. Konsultasi mata
9. Irigasi mata dengan salin hangat, cairan lubrikan mata
10. Antasida cairan dan antagonis
bila ada ulserasi gastrointestinal
hasil
kultur
11. Antibiotika tergantung

KOMPLIKASI
Sepsis, syok hipovolemik, syok septik

PROGNOSIS
Tergantungnya beratnya gejala

WEWENANG

RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam


RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam

294
Alergilmunologi

UNIT YANG MENANGANI

RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam ~ Divisi Alergi-imunologi,


Divisi Pulmonologi
RS non pendidikan; Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

RS pendidikan: \C\JIMedical High Care Unit Luka Bakar, Departemen Kulit Kelamin
RS nonpendidikan: ICU, Unit Luka Bakar, Bagian Kulit-Kelamin

295

2.11

GASTROENTEROLOGI

Gastroenterologi

ULKUS PEPTIKUM
PENGERTIAN
Ulkus peptikum adalah salah satu penyakit saluran cema bagian atas yang kronis

DIAGNOSIS

Faktor risiko : umur, penggunaan obat-obatan aspirin atau OAINS, kuman


Helicobacter pylori

Anamnesis : terdapat nyeri epigastrium, dispepsia, nausea, vomitus, anoreksia


dan kembung.

DIAGNOSIS BANDING
Ulkus gaster, ulkus duodenum, dispepsia non ulkus

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Barium dobel kontras


Endoskopi saluran cema bagian atas

TERAPI
Tanpa komplikasi

Suportif; nutrisi

Memperbaiki / menghindari faktor risiko


Pemberian obat-obatan : antasida,
antagonis reseptor H2, proton pump
untuk
obat-obatan
inhibitor, pemberian
mengikat asam empedu, prokinetik,
pemberian obat untuk eradikasi kuman Helicobacter pylori, pemberian obatobatan untuk meningkatkan faktor defensif.
Dengan kompUkasi
Pada tukak peptik yang berdarah dilakukan penatalaksanaan umum atau suportif
sesuai dengan penatalaksanaan hematemesis melena secara umum
Penatalaksanaan/lBndakanlkhusus;
Tindakan /
terapi hemostatik per endoskopik dengan adrenalin dan etoksisklerol
atau obat fibrinogen trombin atau tindakan hemostatik dengan heat probe atau
terapi laser atau terapi koagulasi listrik atau bipolar probe.
Pemberian obat somatostatin
jangka pendek.

embolisasi
arteri
melalui
Terapi
arteriografi.

bedah
atau
bila
setelah
semua pengobatan tersebut dilaksanakan
Terapi
operasi,
tetap masuk dalam keadaan gawat I s.d. II maka pasien masuk dalam indikasi
operasi

KOMPUKASI
Perdarahan ulkus, perforasi

299
Panduan Pelayanan Medik PAPDI

P RO GN OS I S
Dubia

WEWENANG

RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan Dokter Umum


RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Gastroenterologi


RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

RS pendidikan : ICU / medical High Care, Departemen Bedah Digestif


RS non pendidikan: ICU, Departemen Bedah

300
Gastroenterologi

DISPEPSIA
PENGERTIAN
Dispepsia merupakan kumpulan gejala atau sindrom yang terdiri atas nyeri ulu hati,
mual, kembung, muntah, rasa penuh atau cepat kenyang dan sendawa

DIAGNOSIS
Anamnesis terdapatnya kumpulan gejala tersebut di atas

DIAGNOSIS BANDING

Penyakit refluks gastroesofageal


Irritable Bowel Syndrome
Karsinoma saluran cema bagian atas
Kelainan pankreas dan kelainan hati

PEMERIKSA PE NUNJA NG
Endoskopi saluran cema bagian atas dan biopsi, pemeriksaan terhadap adanya
infeksi Helicobacter pylori, pemeriksaan fungsi hati, amilase dan lipase, fosfatase
alkali dan gamma GT, USG Abdomen

TERAPI

Suportif: nutrisi
Pengobatan empirik selama 4 minggu
Pengobaan berdasarkan etiologi

KOMPLIKASI
Tergantung etiologi dispepsia

WEWENANG

RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan Dokter Umum


RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

RS pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Gastroenterologi


RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

RS pendidikan : Divisi Psikosomatik ( RS tertentu)


RS non pendidikan: -

301

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

KARSINOMA KOLON
PENGERTIAN
Karsinoma kolon merupakan keganasan pada saluran cema bagian bawah (kolon)

DIAGNOSIS

Perubahan pola defekasi, konsistensi, seringkali didapatkan hematokezia, dapat


dijumpai adanya tanda obstniksi saluran cema bawah baik parsial maupun total.
Berat badan turun tanpa sebab
Pemeriksaan fisik: tidak ada yang spesifik.

Laboratorium; Feses lengkap dan tes benzidin


Berat badan kurang.
Pemeriksaan colok dubur untuk melihat adanya perdarahan saluran cema bagian
bawah.

DIAGNOSIS BANDING

Polipkolitis, karsinoma rekti, hemoroid

PEMERIKSAAN] PE NUNJA NG
DPL, analisis feses lengkap, petanda tumor, endoskopi saluran cema bagian bawah
dan biopsi, USG abdomen

TERAPI
Berdasarkan staging : kemoterapi atau bedah

KOMPLIKASI
Obstmksi saluran cema, metastasis, perdarahan

P RO GN OS I S
Dubia

WEWENANG

RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam


RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Gastroenterologi


RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

RS pendidikan: Divisi Hematologi - Onkologi, Departemen Bedah Digestif, ICU


/ Medical High Care
RS non pendidikan: ICU

302
Gastroenterologi

KARSINOMA REKTI
PENGERTIAN
Karsinoma rekti merupakan keganasan pada rektum

DIAGNOSIS
Perubahan pola defekasi, berat badan tumn tanpa sebab, seringkali pada pemeriksaan
colok dubur didapatkan massa

DIAGNOSIS BANDING

Hemoroid, polip

PEMERIKSAAN P E N U N J A N G
Pemeriksaan DPL, feses lengkap, endoskopi saluran cema bagian bawah dan biopsi

TERAPI
Berdasarkan staging, kemoterapi atau bedah

KOMPLIKASI
Obstruksi saluran cema bagian bawah, perdarahan

PROGNOSIS
Dubia

WEWENANG

RS pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan Dokter Umum


RS non pendidikan; Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Gastroenterologi


RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

RS pendidikan: Divisi HematologiOnkologi, Departemen Bedah Digestif, ICU


/ Medical High Care
RS non pendidikan: ICU, Bagian Bedah

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

303

KARSINOMA GASTER
PENGERTIAN
Karsinoma gaster merupakan keganasan pada lambung

DIAGNOSIS
Anamnesis dapat ditemukan adanya sindrom dispepsia, rasa tidak enak pada perut
bagian atas yang bersifat difus, cepat kenyang, sampai nyeri yang hebat dan terusmenerus. Anoreksia yang disertai dengan mual sering dikeluhkan namun tidak selalu.

Keluhan sulit menelan dapat pula terjadi. Berat badan turun tanpa penyebab.
Pemeriksaan fisik : pada awal penyakit, biasa tidak didapatkan kelainan apapun.
Pada keadaan lanjut didapatkan adanya pembesaran pada pemeriksaan abdomen.

DIAGNOSIS BANDINQ
Karsinoma esofagus, esofagitis

PEMERIKSAAN PENUNJANG
DPL, endoskopi saluran cema bagian atas dan biopsi, USG abdomen. CT scan
abdomen

TERAPI
Berdasarkan staging, bedah atau kemoterapi

KOMPLIKASI
Obstruksi saluran cema bagian atas

PROGNOSIS
Dubia

WEWENANG

RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan Dokter Umum


RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Gastroenterologi


RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

RS pendidikan; Divisi Hematologi - Onkologi, Departemen Bedah Digestif, ICU


/ Medical High Care
RS non pendidikan: ICU, Bagian Bedah

304
Gastioenterologi

H E M AT E M E M E L E N A
PENGERTIAN
Hematemesis adalah muntah darah berwama hitam ter yang berasal dari saluran
cema bagian atas. Melena adalah buang air besar (BAB) berwama hitam ter yang
berasal dari saluran cerna bagian atas. Yang dimaksud dengan saluran cema bagian
atas adalah saluran cema di atas (proksimal) ligamentum Treitz, mulai dari jejunum
proksimal, duodenum, gaster dan esofagus,

DIAGNOSIS
Muntah dan BAB darah wama hitam dengan sindrom dispepsia, bila ada riwayat
makan obat GAINS, jamupegal linu, alkohol yang menimbulkan erosi/ulkus peptikum,
riwayat sakit kuning/hepatitis. Keadaan umum pasien sakit ringan sampai berat,
dapat disertai gangguan kesadaran (prekoma/koma hepatikum), dapat terjadi syok
hipovolemik

DIAGNOSIS BANDING
Hemoptoe, hematoskezia

PEMERIKSAAN PENUNJANG
DPL, hemostasis lengkap atau masa perdarahan, masa pembekuan, masa protrombin,
elektrolit (Na, K, CI), pemeriksaan Fungsi hati (cholinesterase, albumin/globulin,
SGOT/SGPT, petanda hepatitis B dan C), endoskopi SCBA diagnostik atau foto
rontgen OMD, USG hati.

TERAPI
Nonfarmakologis : tirah baring, puasa, diet hati/lambung, pasang NOT untuk
dekompresi, pantau perdarahan
Farmakologis:
Transfusi darah PRC
(sesuai perdarahan yang terjadi dan Hb). Pada kasus varises
transflisi sampai dengan Hb 10gr%, pada kasus non varises transfusi sampai
dengan Hb 12gr%.
Sementara
menunggu darah dapat diberikan pengganti plasma (misalnya dekstran/
hemacel) atau NaCl 0,9% atau RL
Untuk penyebab non varisgs:
1. Injeksi antagonis reseptor H2 atau penghambat pompa proton
2. Sitoprotektor: Sukralfat 3-4 x 1 gram atau Teprenon 3 x 1 tab
3. Antasida
4. Injeksi vitamin K untuk pasien dengan penyakit hati kronis atau sirosis hati
Untuk
penyebab varises :
1. Somatostatin bolus 250 ug + drip 250 |ig/jam intravena atau okreotide
(sandostatin) 0,1 mg/2 jam. Pemberian diberikan sampai perdarahan berhenti
atau bila mampu diteruskan 3 hari setelah skleroterapi/ligasi varises
esofagus.

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

305

Propanolol, dimulai dosis 2 x1 0 mg dosis dapat ditingkatkan hingga tekanan


diastolik turun 20 mmHg atau denyut nadi turun 20% (setelah keadaan stabil
hematemesis melena (-)
3. Isosorbid dinitrat/mononitrat 2 x 1 tablet/hari hingga keadaan umum stabil
4. Metoklorpramid 3x10 mg/hari
Bila ada gangguan hemostasis obati sesuai kelainan
Pada pasien dengan pecah varises/penyakit hati kronik/sirosis hati diberikan :
1. Laktulosa 4 x 1 sendok makan
2. Neomisin 4 x 500 mg
Obat ini diberikan sampai tinja normal.
2.

Prosedur bedah dilakukan sebagai tindakan emergensi atau elektif. Bedah emergensi

di indikasikan bila pasien masuk dalam keadaan gawat I-II

KOMPLIKASI
Syok hipovolemik, aspirasi pneumonia, gagal ginjal akut, sindrom hepatorenal, koma
hepatikum, anemia karena perdarahan

PROGNOSIS
Dubia

WE WENANG

RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan Dokter Umum


RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Gastroenterologi


RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

RS pendidikan: Divisi Hematologi - Onkologi, Departemen Bedah Digestif, ICU


/ Medical High Care
RS non pendidikan: ICU, Bagian Bedah

306

Gastroenterobgi

DIAREIKRONIK
PENGERTIAN
Diare kronik adalah Diare yang berlangsimg lebih dari 15 hari sejak awal diare

DIAGNOSIS
Diare dengan lama lebih dari 15 hari

DIAGNOSIS BANDING

Kelainan pankreas, kelainan usus halus dan usus besar, kelainan PEM dan
tirotoksikosis, kelainan hati, sindrom kolon iritabel tipe diare

PEMERIKSA PENUN JA NG
Pemeriksaan tinja
Pemeriksaan darah: DPL, kadar feritin, SI-IBC, kadar vitamin B12 darah, kadar
asam folat darah, albumin serum, eosinofll darah, serologi amuba (IDT), widal,
pemeriksaan imunodefisiensi (CD4, CDS), feses lengkap dan darah samar
Pemeriksaan anatomi usus : Barium enema/co/o in loop (didahului BNO),
Kolonoskopi, ileoskopi, dan biopsi, barium follow through atau enteroclysis,
ERCP, USG abdomen, CTScan abdomen
Fungsi usus dan pankreas : tes fungsi ileum dan yeyunum, tes flingsi pankreas,
tes Schillings CEA dan Ca 19-9

JERAPI

Non farmakologis: diet lunak tidak merangsang, tinggi kalori, tinggi protein, bila
tidak tahan laktosa diberikan rendah laktosa, bila maldigesti lemak diberikan
rendah lemak. Bila penyakit Crohn dan kolitis ulserosa diberikan rendah serat
pada keadaan akut. Pertahankan minum yang baik, bila perlu inflis untuk mencegah
dehidrasi
Farmakologis:
- Bila sesak
napas dapat diberikan oksigen, inflis untuk memberikan cairan
dan elektrolit.
- Antibiotika bila
terdapat infeksi.
- Bila
penyebab amuba/parasit/giardia dapat diberikan metronidazol.
Bila alergi makanan/obat/susu, diobati dengan menghentikan makanan/obat
penyebab alergi tersebut,
Keganasan/polip diobati dengan pengangkatan kanker/polip
- TB usus diobati
dengan OAT
- Diare karena kelainan endokrin, diobati
dengan kelainan endokrinnya
- Malabsorsi diatasi
dengan pemberian enzim
- Kolitis diatasi sesuai
jenis kolitis

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

307

KOMPLIKASI
Dehidrasi sampai syok hipovolemik, sepsis, gangguan elektrolit, dan asam basa/
gas darah, gagal ginjal akut, kematian

PROGNOSIS
Dubia ad bonam

WE WENANG

RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan Dokter Umum


RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Gastroenterologi


RS non pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNlTTERKArr
RS
pendidikan : Departemen Bedah Digestif, ICU / Medical High Care
RS non
pendidikan: ICU, Bagian Bedah

308

Gastroenterologi

PANKREATITIS AKUT
PENGERTIAN
Pankreatitis akut adalah reaksi peradangan pankreas yang akut

DIAGNOSIS

Keadaan umum pasien seperti dispepsia sedang sampai berat, gelisah kadang
diserlai gangguan kesadaran
Demam, iktems, gangguan hemodinamik, syok dan takikardia, bising usus
menurun (ileus paralitik)

Penyakit penyerta yang meningkatkan risiko : batu empedu, trauma, tindakan


bedah di abdomen, diabetes melitus, hipertiroidisme, alkoholisme, ulkus peptikum,
leptospirosis, demam berdarah dengue

DIAGNOSIS BANDING
Perforasi ulkus peptikum, kolangitis akut, kolesistitis akut, apendisistis akut,
nefrolitiasis kanan akut, infark miokard akut inferior.

PEMERIKSAAN] PENUNJANG
DPL, amilase serum, lipase serum, gula darah, kalsium serum, LDH serum, fungsi
ginjal, SGOT/SGPT, analisis gas darah, elektrolit

TERAPI
Non farmakologis : Puasa dan pemasangan inflis untuk nutrisi parentral total sampai
amilase dan lipase serum normal/mendekati normal dan pada selang nasogastrik
cairan lambung < 300 cc, dan pasien tak merasakan nyeri ulu hati.
Farmakologis:

Analgesik dan sedatif, infus cairan, pasang selang lambung


Antibiotika bila ada infeksi

Penghambat sekresi enzim pankreas


Prosedur bedah
pada infeksi berat berupa drainase cairan

KOMPLIKASI
Pseudokista pankreas, abses pankreas, peradangan hemoragik, nekrosis organ
sekitar, pembentukan fistel, ulkus duodenum, ikterus obstruksi, asites, sepsis

PROGNOSIS
Dubia ad bonam (tergantung berat ringannya pankreatitis akut, gunakan kriteria
RANSOM)

WEWENANG

RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam


RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

UNIT YANG MENANGANI

RS pendidikan: Departemen Penyakit Dalam - Divisi Gastroenterologi


RS non pendidikan: Bagian Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

RS pendidikan: Departemen Bedah Digestif, ICU / Medical High Care


RS non pendidikan: ICU, Bagian Bedah

309

310
Gastroenterologi

ILEUS PARALITIK
PENGERTIAN
Ileus paralitik adalah keadaan abdomen akut berupa kembung/distensi usus karena
usus tidak dapat bergerak (mengalami dismotilitas), pasien tidak dapat buang air
besar.

DIAGNOSIS

Perut kembung (distensi), bising usus menurun dan menghilang


Muntah, bisa disertai diare, tak bisa buang air besar
Dapat disertai demam
Keadaan umum pasien sakit ringan sampai berat, bisa disertai penurunan

kesadaran, syok
Pada colok dubur: rektum tidak kolaps, tidak ada kontraksi
Adanya penyakit yang meningkatkan risiko; batu empedu, trauma, tindakan
bedah di abdomen, DM, hipokalemia, obat spasmolitik, pankreatitis akut, pneu
monia, dan semua jenis infeksi tubuh

Pemeriksaan fisik : Keadaan umum pasien sakit ringan sampai berat, bisa disertai
penurunan kesadaran, demam, tanda dehidrasi, syok. Pada pemeriksaan abdomen
diadaptkan distensi, bising usus yang menurun sampai hilang.

DIAGNOSIS BANDING
Ileus obstruktif

PEMERIKSAAN PENUNJANG
DPL, amilase-lipase, gula darah, kalium serum, dan analisis gas darah. Foto abdo
men 3 posisi

TERAPI

Nonfarmakologis:
- Puasa dan nutrisi
parenteral total sampai bising usus positif atau dapat buang
angin melalui dubur
Pasang selang lambung dan dekompresi
Pasang kateter urin
Farmakologis:
- Inflis cairan, rata-rata 2,5-3 liter/hari disertai elektrolit
- Natrium dan kalium sesuai kebutuhan / 24 jam
- Nutrisi
parenteral yang adekuat sesuai kebutuhan kalori basal ditambah
kebutuhan lain
Terapi etiologi

Panduan Pelayanan Medik PAPDI


Syok hipovolemik, septikemia sampai dengan sepsis, malnutrisi

PROGNOSIS
Dubia ad bonam

WEWENANG

RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam


RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNTTYANGMENANGANI
RS
pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Divisi Gastroenterologi
RS non
pendidikan; Bagian Ilmu Penyakit Dalam
UNITTERKAIT
RS
pendidikan: Departemen Bedah Digestif, ICU / Medical High Care

311

RS non pendidikan: Bagian Bedah, ICU

I''

312
Gastroenterobgi

HEMATOSKEZIA
PENGERTIAN
Hematoskezia adalah buang air besar bempa darah segar berwama merah yang
berasal dari saluran cema bagian bawah

DIAGNOSIS

Buang air besar berupa darah merah segar sampai merah tua
Demam bila penyebabnya infeksi usus
Nyeri perut di atas umbilikus seperti kejang/kolik, atau perut kanan bawah yang
hilang timbul dapat akut atau kronik, dapat ditemukan massa
Dapat disertai diare sampai dehidrasi, dapat terjadi syok hipovolemik
Bising usus menurun atau menghilang
Berat badan dapat mentirun

Ada riwayat kontak dengan pasien lain, memakan makanan yang tidak biasanya,
mendapat terapi antibiotik, penyakit kardiovaskular, dapat disertai gejala
ekstraintestinal seperti kelainan kulit, sendi dan radang mata.

Diagnosis banding
Melena, hemoroid, infeksi usus, penyakit usus inflamatorik.
Divertikulosis kolon dan/atau usus halus, angiodiplasia, tumor kolon dan/atau
usus halus, kolitis iskemik, kolitis radiasi

PemeriksaM] penunjang
Laboratorium:
- DPL tiap 6 jam, anaUsis gas darah, elektrolit
- Pemeriksaan hemostasis lengkap
Pemeriksaan etiologi: Kultur Widal-Gall, serologi amuba, serologi IDT amuba,
kultur Salmonella-Shigella feses-urin, pemeriksaan mikroskopik parasit di
feses.
Kolonoskopi, ileoskopi, jejunoskopi dan biopsi. Pada demam tifoid kolonoskopi
sebaiknya dilakukan bila demam sudah menghilang dan keadaan umum membaik
Foto abdomen 3 posisi
Colon in loop kontras ganda
USG abdomen
CT Scan abdomen / foto usus halus
Foto dada
EKG

TERAPI

Non fannakologis: puasa, perbaikan hemodinamik.Jika hemodinamik stabil dapat


nutrisi enteral
Farmakologis;
Transfusi darah PRC/WB sampai dengan Hb > 10 gr%
313

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

Infus cairan.
Pengobatan infeksi sesuai penyebab
Bila ada kelainan hemostasis diobati sesuai penyebabnya

KOMPLIKASI
Syok hipovolemik, gagal gitijal akut, anemia karena perdarahan

P RO GN OS I S
Dubia ad bonam

WEWENANG

RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam


RS non pendidikan; Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Gastroenterologi

RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

RS pendidikan: Divisi Hematologi - Onkologi, Departemen Bedah Digestif, ICU


/ Medical High Care
RS non pendidikan: ICU, Bagian Bedah

314

2.12
HEPATOLOGI

Hepatdogi

SIROSIS HATI
PENGERTIAN
Sirosis hati merupakan penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya
nekrosis, pembentukan jaringan ikat disertai nodul

DIAGNOSIS

Pemeriksaan fisik; stigmata sirosis ( palmar eritema, spider nevi) vena kolateral
dinding perut, ikterus, edema pretibial, asites, splenomegali
Laboratorium: rasio albumin dan globulin terbalik

DIAGNOSIS BANDING
Hepatitis kronik aktif

PEMERIKSAAN P E N UN JA N G
(DPL, SGOT,SGPT, fosfatase alkali, albumin, kolin esterase, PT, seromarker hepati
tis), USG, biopsi hati, endoskopi saluran cema bagian atas, analisis cairan asites

TERAPI

Istirahat cukup
Diet seimbang (tergantung kondisi klinis)
Roboransia
Mengatasi komplikasi

KOMPLIKASI
Hipertensi portal, peritonitis bakterial spontan, hematemesis melena, sindrom
hepatorenal, gangguan hemostasis, ensefalopati hepatikum

PROGNOSIS
Dubia ad malam

WEWENANG

RS pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam


RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Hepatologi


RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

RS pendidikan: Divisi gastroenterologi, hematologi-onkologi dan Departemen


Bedah digestif
RS non pendidikan : Departemen Bedah

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

HEPATOMA

317

PENGERTIAN
Hepatoma merupakan tumor ganas hati primer

DIAGNOSIS

Anamnesis: penurunan berat badan, nyeri perut kanan atas, anoreksia, malaise,
benjolan perut kanan atas
Pemeriksaan fisik: hepatomegali berbenjol-benjol, stigmata penyakit hati kronik.
Laboratorium: peningkatan AFP, PIVKAII, fosfatase alkali USG: lesi fokal/ dilus
di hati

DIAGNOSIS BANDING
Abses hati

PEMERIKSAAN PE NUNJA NG

AFP, PIVKA II, fosfatase alkali, SGOT, SGPT, seromarker hepatitis


USG: lesi fokal/ difus
CT scan, biopsi hati

TERAPI

Pembedahan/reseksi tumor (bila tumor mengenai 1 lobus, ukuran < 3 cm)


Injeksi etanol perkutan dengan tuntunan USG (bila tumor < 3 buah, ukuran < 3
cm, tumor yang residif pasca reseksi hati, tumor residual pasca embolisasi)
Transplantasi hati
Kemoembolisasi pada a. hepatika

KOMPLIKASI
Ensefalopati hepatikum, ruptur tumor spontan, hematemesis melena, kegagalan hati

PR OG NO S I S
Malam

WEWENANG

RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam


RS non pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

RS pendidikan ; Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Hepatologi


RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

RS pendidikan: Divisi gastroenterologi, hematologi-onkologi dan Departemen


Bedah digestif
RS non pendidikan; Departemen Bedah

318
HqBtologi

HEPATITIS VIRUS AKUT

PENGERTIAN
Hepatitis virus akut inflamasi hati akibat infeksi virus hepatitis yang berlangsung
selama < 6 bulan

DIAGNOSIS

Anamnesis; mual, malaise, anoreksia, urin berwama gelap


Pemeriksaan fisik: ikterus, hepatomegali
Laboratorium; ALT dan AST meningkat > 3 kali normal

DIAGNOSIS BANDING
Hepatitis akibat obat, hepatitis alkoholik, penyakit saluran empedu, leptospirosis

PEMERIKSAAN PE NUNJA NG
Laboratorium: SGOT, SGPT, fosfatase alkali, bilirubin, seromarker (IgM anti HAV,
HBsAg, IgM anti HBc, anti HCV, Ig M anti HEV)

TERAPI
Tirah baring, diet seimbang, pengobatan suportif

KOMPLIKASI
Hepatitis fulminan, kolestasis berkepanjangan, hepatitis kronik

PROGNOSIS
Bonam

WEWENANG

RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam


RS non pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Hepatologi


RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

RS pendidikan: Divisi gastroenterologi, hematologi-onkologi dan Departemen


Bedah digestif
RS non pendidikan: Departemen Bedah

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

HEPATITIS VIRUS KRONIK

319

PENGERTIAN
Hepatitis virus kronik adalah suatu sindrom klinis dan patologis yang disebabkan
oleh bermacam-macam etiologi, ditandai oleh berbagai tingkat peradangan dan
nekrosis pada hati

DIAGNOSIS

Anamnesis; umumnya tanpa keluhan


Pemeriksaan fisik: bisa ditemukan hepatomegali
Laboratorium: petanda virus hepatitis B atau C positif
USG: hepatitis kronik
Biopsi hati: peradangan dan fibrosis pada hati

DIAGNOSIS BANDING
Perlemakan hati

PEMERIKSAAN PE NUNJA NG

pemeriksaaan laboratorium seperti pada hepatitis akut


USG hati
Biopsi hati

TERAPI
Hepatitis B kronik: lamivudin
Hepatitis C kronik: interferon a + ribavirin

KOMPLIKASI
Sirosis hati, karsinoma hepatoselular

PROGNOSIS
20% akan berkembang menjadi sirosis hati

WE WENANG

RS pendidikan: Dokter SpesiaUs Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam


RS non pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

RS pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Hepatologi


RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

320

Htologi

ABSES HATI

PENGERTIAN
Abses hati adalah rongga patologis berisi jaringan nekrotik yang timbul dalam jaringan
hati akibat infeksi amuba atau bakteri

DIAGNOSIS

Anamnesis; demam, perasaan nyeri perut kanan atas


Pemeriksaan fisik: ikterus, hepatomegali yang nyeri tekan, nyeri tekan perut
kanan atas
Laboratorium: leukositosis, gangguan fungsi hati
USG: rongga dalam hati
Aspirasi: pus (+)

DIAGNOSIS BANDING
Hepatoma, kolesistitis, tuberkulosis hati, aktinomikosis hati

PEMERIKSAAN P EN U N JA NG
DPL, SGPT, bilirubin, serologi amuba; USG, kultur cairan pus

TERAPI

Tirah baring, diet tinggi kalori tinggi protein


Pada abses amuba: metronidazol 4 x 500-750 mg/hari selama 5-10 hari. Pada
abses piogenik: antibiotika spektrum luas atau sesuai hasil kultur kuman. Pada
abses campuran: kombinasi metronidazol dan antibiotika
Drainase cairan abses terutama pada kasus yang gagal dengan terapi konservatif
atau bila abses berukuran besar (> 5 cm)

KOMPLIKASI
Ruptur abses (ke pleura, paru, perikardium, usus, intraperitoneal atau kulit),
perdarahan dalam abses, sepsis

PROGNOSIS
Bonam

WE WE NAN G

RS pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam


RS non pendidikan; Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Hepatologi


RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

UNIT TERKAIT

RS pendidikan; Departemen Bedah digestif

321

RS non pendidikan: Departemen Bedah

322
Hepatologi

KOLESISTITIS AKUT

PENGERTIAN
Kolesistitis akut adalah reaksi inflamasi kandung empedu akibat infeksi bakterial
akut yang disertai keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan panas badan

DIAGNOSIS

Anamnesis: nyeri epigastrium atau perut kanan atas yang dapat menjalar ke
daerah skapula kanan, demam.
Pemeriksaan fisik ; Teraba massa kandung empedu, nyeri tekan disertai tandatanda peritonitis lokal, tanda Murphy (+), ikterik biasanya menunj ukkan adanya
batu di saluran empedu ekstrahepatik
Laboratorium: leukositosis
USG: penebalan dinding kandung empedu, sering ditemukan pula sludge atau
batu

DIAGNOSIS BANDING
Angina pektoris, infark miokard akut, apendisitis akut retrosaekal, tukak peptik
perforasi, pankreatitis akut, obstruksi intestinal

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium: DPL, SGOT, SGPT, fosfatase alkali, bilirubin, kultur darah


USGhati

TERAPI

Tirah baring
Puasa sampai nyeri berkurang / hilang
Pengobatan suportif(antipiretik, analgetik, pemberian cairan infus dan mengoreksi
kelainan elektrolit)
Antibiotika parenteral
Kolesistektomi bila diperlukan

KOMPLIKASI
Gangren / empiema kandung empedu, perforasi kandung empedu, fistula, peritonitis
umum, abses hati, kolesistitis kronik

PROGNOSIS
Bonam

WEWENANG

RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam


RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam

323
Panduan Pelayanan Medik PAPDI

UNIT YANG MENANGANI

RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Hepatologi


RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

RS pendidikan: Departemen Bedah digestif


RS non pendidikan: Departemen Bedah

324
Hepatobgi

PERLEMAKAN HEPATITIS
NONALKOHOLIK

PENGERTIAN
Perlemakan hepatitis non alkoholik merupakan suatu sindrom klinis dan patologis
akibat perlemakan hati, ditandai oleh berbagai tingkat perlemakan, peradangan dan
fibrosis pada hati

DIAGNOSIS

Anamnesis: rasa mengganjal di perut kanan atas


Pemeriksaan fisik: kelebihan berat badan, hepatomegali
USG: gambaran bright liver
Biopsi hati : ditemukan perlemakan hati, peradangan lobulus, kerusakan
hepatoselular, hialin Mallory dengan atau tanpa fibrosis.

DIAGNOSIS BANDING
Hepatitis virus kronik

PEMERIKSAAN PE NUNJA NG

Laboratorium: gula darah, profil lipid, SCOT, SGPT, fosfatase alkali, gamma GT,
seromarker hepatitis, ANA, anti ds DNA
Biopsi hati

TERAPI
Mengoreksi faktor risiko (penurunan berat badan, kontrol gula darah, memperbaiki
profil lipid dan olah raga)

KOMPLIKASI
Sirosis hati

PROGNOSIS
Bonam

WEWENANG

RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam


RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Hepatologi


RS non pendidikan: Bagian Imu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT
325

BAB III
PANDUAN PROSEDUR
TINDAKAN PAPDI

3.1
KARDIOLOGI
Kardiologi

KARDIOVERSI
PENGERTIAN
Kardioversi adalah upaya konversi secara elektrik pada aritmia atrial atau ventrikular
memakai DC {Direct Current) shock yang synchronized dan DC shock
nonsynchronized yang juga disebut defibrillation. Saat kejutan yang synchro
nized yaitu pada awal gelombang T kira-kira 30 ms sebelum apeks gelombang T.

TUJUAN
Menghentikan aritmia yang mengancam menjadi irama sinus yang normal

INDIKASI

Fibrilasi ventrikular, fluter atrial atau fibrilasi atrial yang menyebabkan gangguan
hemodinamik dan tak responsif dengan terapi farmakologis
Takikardia supraventrikular yang menyebabkan gangguan hemodinamik dan
tak responsif dengan obat antiaritmia atau manuver vagal
Takikardia ventrikular yang menyebabkan gangguan hemodinamik dan tak
responsif dengan obat antiaritmia.

KONTRAINDIKASI

Fibrilasi atrial kronik pada stenosis mitral atau regurgitasi mitral dan tirotoksikosis
Fibrilasi atrial dengan slow ventricular rate
Hipokalemia
Keracunan digitalis

PERSIAPAN
1. Penjelasan seperlunya kepada pasien dan keluarga
2. Alat kardioversi dan monitor jantung berfungsi baik
3. Sebaiknya puasa untuk menghindarai regurgitasi/asfiksia
4. Pemakaian digitalis dihentikan 1 -2 hari sebelum tindakan
5. Kadar elektrolit serum harus optimal
6. Oksigen terpasang
7. Premedikasi meperidin 100 mg atau diazepam 5 mg IV

P R O S E D U R TINDAKAN

Fluter atrial dimulai dengan dosis 20 Joule bila gagal diulang memakai 50 atau
lOOJoule,
Fibrilasi atrial diawali dengan dosis 100 Joule bila gagal bisa 200-300 Joule.
Sehari sebelumnya pasien diberi kuinidin oral tiap 6 jam kadangkala obat ini
diperlukan untuk jangka waktu lama. Prokainamid dapat dipakai bila pasien tak
toleran dengan kuinidin.
Takikardia supraventrikular 10 Joule biasanya efektif. 100 Joule hampir selalu
efektif
Fibrilasi ventrikular dosis awal 200joule bila gagal segerapakai 360 Joule.

331

Panduan Prosedur Tindakan PAPDI

PENILAIAN

LAMA TINDAKAN

KOMPLIKASl

Bradiaritmia atau asistol sehitigga perlu disiapkan atropin, isoproterenol, dan


pacu janlung sementara.
Takiaritmia ventrikular atau fibrasi ventrikular, pasien perlu dimonitor kira-kira 8
jam pasca tindakan.

WEWENANG

RS Pendidikan : Internist cardiologist / Cardiologist PPDS Penyakit Dalam /


Kardiologi yang sedang / sudah melalui Divisi Kardiologi dengan konsultasi
kepada konsultan Divisi Kardiologi
RS Non Pendidikan ; Internist

UNIT YANG MENANGANI

RS Pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam / Divisi Kardiologi


RS Non Pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam / Kardiolog

UNIT TERKAIT

REFERENSI
Gitnmvwtg I. Kardioversi hi: Sumaryono, Ahvi I, Sudnyo AlV. Simadihruta M, Setiati S,
Guni RA. Mamjoer A, editors. Prosedur Tindakan Di Bidon} Penyakii Dalam. Jakarta :
Pusat hiformasi dun Penerbifan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2001 p. 149-50.

332

Kardiologi

KATETERISASI JANTUNG DAN


ANGIOGRAFI KORONARIA
PENGERTIAN
Kateterisasi jantung adalah tindakan memasukkan kateter ke dalam arteri arteri atau
vena perifer sampai ke jantung untuk mendapatkan gambar arteri koronaria dan
niang jantung, juga untuk mengukur tekanan ruang jantung dan pembuluh darah
(hemodinamik kardiak). Angiografi koroner adalah tindakan menyuntikkan kontras
ke dalam arteri koronaria untuk memvisualisasikan dan membuat gambar arteri
koronaria dan cabang-cabangnya untuk keperluan diagnostik serta perencanaan
strategi pengobatan lanjut.

TUJUAN

mendapatkan gambar arteri koronaria dan ruang jantung


mengukur Ickanan mang janlung dan pembuluh darah (hemodinamik kardiak).
mein visuaiisasikan dan mcmbuai gambar arteri koronaria dan cabang-cabangnya
untuk keperluan diagnosiik serta perencanaan strategi pengobatan lanjut.

INDIKASI

Dugaan penyakit jantung koroner :

angina awitan baru


angina pektoris tidak stabil
evaluasi preoperative tindakan bedah mayor

iskem\2L silent

positive ETT

atypical chest pain

Infarkjantung:
- angina pasca infark,
- kegagalan trombolisis
- renjatan
- defek septum ventrikel
- ruptur m. papilaris.

Sudden cardiac death

Penyakit katup jantung


Penyakit jantung bawaan
Diseksi aorta
Perikarditis konstriktif dan tamponade
Kardiomiopati
Persiapan dan pasca transplantasi jantung

KO NTRA IND IK ASI


Kontraindikasi absolut: fasilitas dan peralatan laboratorium yang tidak memadai
Kontraindikasi relatif:

Gagal jantung yang belum terkontrol,

333
Panduan Prosedur Tindakan PAPDI

Tekanan darah tinggi, dan


Aritmia
Penyakit serebrovaskular (kurang dari 1 tahun)
Demam atau infeksi yang belum diketahui penyebabnya
Ketidakseimbangan elektrolit
Anemia dan perdarahan gastrointestinal
Kehamilan
Pengobatan dengan antikoagulan (diatesis hemoragik yang sudah diketahui)
Pasien yang tidak kooperatif
Intoksikasi obat (digitalis, fenotiazin)

PERSIAPAN
Bahan dan alat:
Unit kateterisasi yang terdiri dari fluoroskopi U, atau C arm, meja kateterisasi,
dan monitor TV
Alat
perekam data flsiologis (EKG, tekanan intrakardiak, transduser, kertas
perekam dan Iain-lain)
Injektor kontras
Defibrilator dan
perlengkapan resusitasi kardiopulmonar {Air Viva 0 2 dan obatobat emergens i)
Perlengkapan tindakan operasi steril
Pasien:
Identifikasi
pasien dan izin operasi dengan penerangan tujuan, cara dan risiko

Puasa 4-6 jam sebelum kateterisasi, obat-obat penting diteruskan. Profilaksis


antibiotik.
Resume klinis, laboratorium, EKG, foto dada, laboratorium dan pemeriksaan
penunjang lainnya:
- Riwayat alergi, obat-obatan yang digunakan saat ini
Pemeriksaan j asmani
- Pemeriksaan penunjang seperti laboratorium: Hb, leukosit,
- Ureum, kreatinin, masa protrombin, dan masa tromboplastin parsial, natrium,
kalium dan gula darah
- Bila mendapat insulin diberikan hanya setengah dosis
- Foto dada
- EKG istirahat maupun hasil test treadmill. Bila ada, hasil ekokardiografi atau
hasil kateterisasi sebelumnya

PROSEDUR TINDAKAN
1.
2.
3.
4
5.

Kateterisasi dilakukan di ruang kateterisas


Memasang pemantau EKG
Infus emergensi tangan kiri
Premedikasi; petidin 25 mg IM, antistin 1 ampul IM
Proteksi radiasi (apron Pb lebal 0,50 mm atau yang seiara menutup badan sampai
lutut dan leher) bagi operator atau pada pasien hamil serta badge pengukur
radiasi yang diperiksa setiap bulan
6. Aseptik dan antiseptik serta prosedur steril seperti pada tindakan operasi (bagi

334

Kardiolo g i

operator maupun pasien)


7. Pungsi pembuluh darah atau arteriotomi untuk akses pembuluh darah. Pungsi
vena/arteri dengan jarum perkutan dengan teknik Seldinger paling sering
dilakukan. Guidewire dimasukkan ke dalam pembuluh darah melalui jarum pungsi
disusul oleh sheat. Heparin 2500 - 5000 unit disuntikan melalui sheat ke dalam
pembuluh darah. Kateter dapat dimasukkan dalam pembuluh darah dengan
mudah dan aman melalui sheat. Arteri/vena femoralis paling sering digunakan,
namun pembuluh brachialis atau radialis juga dapat digunakan. Arteriotomi dan
venaseksi (membuka arteri dan vena serta menjahit kembali) saat ini sudah jarang
dilakukan
8. Pengukuran tekanan intrakardiak, pengambilan sampel saturasi darah dan
penyuntikkan kontras pada proyeksi tertentu
9. Evaluasi hasil sementara kateterlsasi
10. Setelah dianggap cukup maka sheat dicabut, melakukan hemostatik dan pembalut
untuk mencegah perdarahan.
11. Mengisi formulir hasil sementara dan instruksi pasca kateterisasi yang berisi:
Istirahat di
tempat tidur (tidak menggerakkan daerah
kateterisasi selama 8 jam),
Tekanan darah dan nadi
setiap 15
menit selama 4
jam, dan selanjutnya setiap jam
selama 8
jam,

Hipotensi biasanya disebabkan oleh diuresis akibat kontras.


Takikardia akibat
perdarahan harus dilaporkan pada operator.
* Periksa
adanya hematoma pada pembuluh yang mengalami pungsi, hilangnya
denyut nadi pada bagian distal

Ekstremitas yang dingin bisa karena trombus, spasme atau vasokonstriksi.


Bila ada trombus dapat diberi aspirin 325 mg dan heparin bolus 5000 U
dilanjutkandrip 1000 U/jam.
Bila ada iskemia ekstremitas, perlu intervensi bedah vaskular.
Mencatat
produksi urin (sekitar 3 0 ml/j am)
12. Menyimpulkan hasil akhir kateterisasi dan mendiskusikannya dengan pasien

PENILAIAN

L A M ATI N D A K A N

K OM P L IK AS I
Kematian, infark jantung, strok, aritmia ventrikel yang serius, trombosis, perdarahan
yang memerlukan transfusi, pseudoaneurisma, diseksi aorta, perforasi jantung,
tamponad, reaksi kontras, anafilaksis/nefropati, reaksi protamin, infeksi, gagal
jantung, reaksi vasovagal

335
Panduan Prosedur Tindakan PAPDI

WEWENANG

RS Pendidikan : Internist-cardiologist dengan keahlian khusus dan didampingi


oleh tim kateterisasi yang terdiri dari dua-tiga perawat terlatih dan seorang
penata rontgen.PPDS Penyakit Dalam yang sedang / sudah melalui Divisi
Kardiologi: mempersiapkan danmembantupelaksanaan.
RS Non Pendidikan : Internist /YjdiX&ioXog yang telah mempunyai sertifikasi

UNIT YANG MENANGANI

RS Pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Kardiologi


RS Non Pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam/Kardiologi

UNIT TERKAIT

REFERENSI
Panggabean M. Kateterisasi Jantung Kiri dan Kanan dan Angiografi Koronaria. Dalam :
Sumaryono, Alwi 1, Sudoyo AW. Simadihrata M, Setiati S, Gani RA, Mansjoer A, editors.
Prosedur Tindakan Di Bidang Penyakit Dalam. Jakarta : Pusat Jnformasi dan Penerbitan
Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2001. p. 151-61

336

Kardiologi

PACU JANTUNG SEMENTARA


P E N G E RTI A N
Pacu jantung sementara merupakan teknik memberikan rangsangan listrik pada
jantung kanan dengan elektroda endokardial perkutan

TUJUAN

Terapeutik
Diagnosis penatalaksanaan siaga pada infark miokard akut, kateterisasi jantung
dan tindakan bedah.

INDIKASI
Terapeutik
Bradikardia simptomatik pada kondisi: sick sinus syndrome, fibrilasi atau fluter
atrial dengan blok AV derajat tinggi, blok AV total
Takikardia simptomatik pada takikardia ventricular intermitem, fibrilasi ventrikular
intermiten yang memerlukan obat-obatn yang potensial menimbulkan bradiaritmia.

Malfungsi pacu jantung permanen

Sinkop sinus karotis


Diagnostik
Penelitian fungsi jaras His
Penelitian fungsi nodus SA
Identifikasi ritme pada analisis aritmia

Indikasi pencegahan dan penatalaksanaan siaga :


Infark miokard akut dengan kondisi; asistol, bradikardia simptomatik, BBB bilat
eral, blok fasikular baru atau tidak tergantung usia (RBBB dengan LAFB atau
LPFB) dengan blok AV derajat satu, Blok AV derajat dua Mobitz tipe II
Selama operasi dengan kondisi; bradikardia berat (frekuensi jantung < 40 kali/
menit), bradikardia sinus (frekuensi jantung < 60 kali/menit) dengan penurunan
respons nodus S A treadmill test dan/ atau atropin IV (laju sinus meningkat < 90
kali/menit setelah bolus SA 1 mg IV), Blok AV Mobitz II atau blok AV total, blok
fasikular kronik yang dihubungkan dengan sinkop, angina tidak stabil atau infark
miokard akut.

KONTRAINDIKASI
Masa perdarahan dan pembekuan yang memanjang

P E R S I A PAN
1.
2.
3.
4.

Periksa EKG dan foto dada


Periksa hitung trombosit, PT dan APTT
Pasang IV line
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan kepada pasien termasuk risiko penyulit
serta informed consent

337
Panduan Prosedur Tindakan PAPDI
5.
6.
7.
8.
9.

Akses vena: jalur femoral: jarum Potts-Coumand, set kateter, scalpel nomor 11,
klem mosquito. P
Pacemaker : elektroda pacu bipolar (5-7 F) dan generator, fluoroskopportable
dan lead aprons
Desinfektan dan duk steril : solusio antiseptik, sarung tangan steril, masker,
tutup kepala, dan kasa steril
Anestesi: lidokain (1% 10 ml, siring 10 ml dan jarum 23 G
Resusitasi: defibrillator, oksigen

PROSEDUR TINDAKAN
1. Pasien pada posisi telentang dengan kaki sedikit abduksi
2. Identifikasi anatomi vena femoralis yang akan dilakukan pungsi vena. Letaknya
medial dari A. femoralis dan sekitar 1 atau 2 inchi di bawah lipat inguinal.
3. A dan antisepsis daerah pungsi dan sekitamya
4. Anestesi kulit dan jaringan subkutan sekitar tempat pungsi
5. Lakukan pungsi vena. Buat insisi kecil pada kulit dengan pisau skapel nomor 11.
Masukkan jarum Potts-Coumand dengan membentuk sudut 60 derajat. Aspirasi
untuk memastikan daerah vena
6. Kanulasi vena dengan menggunakan teknik seldinger
7. Masukkan elektroda pacu jantung
8. Alur posisi fluoroskopi mengikuti elektroda. Kateter terus didorong sampai vena
kava inferior kemudian masuk atrium kanan. Selanjutnya kateter akan melalui
permukaaan atas katup trikuspid dan masuk ke ventrikel kanan.
9. Hubungkan elektroda distal dengan bagian negatif generator dan elektroda
proksimal dengan bagian positif generator.
10. Tentukan threshold (ambang) pacu jantung. Nilai threshold adalah miliamper
terendah dimana pacu jantung akan pace. Setelah wire pada posisinya maka :
Tahap 1: set miliamper pada 5 mA.

Tahap 2: Putar mode pacu jantung tetap pada rate lebih tinggi dari rate
pasien
Tahap 3: putar miliamper turun 1 maA sampai iramapacing hilang. Kemudian
miliamper dinaikkan sampai timbul irama pacing. Level ini menunjukkan
ambang.
- Tahap 4: set mA 2 kali ambang
11. Buat dokumen EKG 12 sadapan untuk melihat gambaran LBBB; jika terlihat
gambaran RBBB berarti posisi elektroda tidak tepat

PENILAIAN

LAMA TINDAKAN

338

Kardiologi

KOMPLIKASI
Infeksi, flebitis, emboli udara, hidrotoraks, pneumotoraks, perforasi mikokard,
kegagalan pacing (pacingfailwe) dislokasi lead endokardial, stimulasi diafragma

WEWENANG

RS Pendidikan : Internist-cardiologist dengan keahlian khusus dan didampingi


oleh tim kateterisasi yang terdiri dari dua-tiga perawat terlatih dan seorang
penata rontgen.PPDS Penyakit Dalam yang sedang / sudah melalui Divisi
Kardiologi: mempersiapkan dan membantu pelaksanaan.
RS Non Pendidikan : Internist / Cardiologist yang telah mempunyai sertifikasi

UNIT YANG MENANGANI

RS Pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam / Divisi Kardiologi


RS Non Pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

Bedah vaskular, Pulmonologi bila terjadi komplikasi

REFERENSI
Harun S. Alwi I. Rasjidi K. Pacu Jantung Semefitara. Dalam : Sumaryono, Ahvi I, Sudoyo
A W. Simadibrata M, Setiati S, Gani RA, Mansjoer A, editors. Prosedur Tindakan Di Bidang
Penyakit Dalam. Jakarta : Pusat Informasi dan Penerbifan Bagian Ilmu Penyakit Dalam
FKUI: 2001. p. 162-5.

Panduan Prosedur Tindakan PAPDI

339

PERIKARDIOSENTESIS
(PUNGSI PERIKARD)
P E N G ERTI A N
Perikardiosentesis (pungsi perikard) adalah tindakan aspirasi eflisi perikard

TUJUAN

Konfirmasi dan mencari etiologi


Terapi

INDIKASI
Efusi perikard

KONTRAINDIKASI
Masa perdarahan dan pembekuan yang memanjang

P E R S I A PAN
1, Penjelasan kepada pasien tentang tujuan, cara dan risiko tindakan disertai in
form consent.
2. Pemeriksaan PT, APTT
3. EKG
4. Xilocain 2%
5. Spuit 20 atau 50 ml
6. Jarum pungsi nomor 16-18
7. Trokar

PROSEDUR TINDAKAN


1. Pasien disandarkan pada sadapan dengan sudut 45
2. Dilakukan dengan ekokardiografi untuk melihat posisi cairan perikard.
3. Dilakukan a dan antiseptis pada lokasi pungsi (sudut antara prosesus sifoideus
dengan arkus iga kiri atau sela iga 5, kira-kira 2 cm medial dari perkusi pekak atau
sela iga 5 atau 6 garis sternal kiri atau sela iga 4 kanan, kira-kira 1 cm medial dari
perkusi pekak, sela iga 56 garis sternal kanan atau sela iga 7-8 belakang, garis
4.
5.

6.

7.
8.

midskapula kiri)
Anestesi dengan xilokain 2% atau prokain 2% di lokasi pungsi
Jarum nomer 16-18 dihubungkan dengan spuit 20-50 ml dihubungkan dengan
EKG (sadapan prekordial) melalui aligator atau hemostat, diarahkan ke

posterosefalad, membentuk sudut 45 dengan permukaan dinding dada


Jarum ditusukkan dengan mantap 2-4 cm sampai terasa tahanan. Bila jarum pungsi
menembus perikard dan kontak dengan otot jantung akan timbul elevasi segmen
ST (injury) dan ekstrasistol ventrikel dengan amplitude linggi. Bila hal ini terjadi,
maka jarum pungsi harus ditarik sedikit dan diarahkan ke tempat lain.
Apabila cairan perikard , dapat dipakai trokar yang lebih besar.
Pada pungsi di sela iga depan diusahakan agar tusukan jarum tepat di atas iga

340
Kardiologi
agar terhindar dari arteri interkostal yang berada tepat dibawah iga yang berada
di atasnya.
9. Apabila tidak diperoleh cairan yang mengalir,jarum ditarik perlahan-lahan dan
ditusuk kembali ke arah Iain atau lebih dalam sedikit. Hindarkan tusukan yang
tiba-tiba, kasar, atau pemindahan arah tusukan secara kasar.
10. Perubahan arah tusukan harus dilakukan secara perlahan-lahan tapi konstan
sambil diisap secara kontinyu. Pada aspirat berdarah sering sulit dibedakan
dengan tusukan intraventrikula oleh karena itu periksa hematokrit, mekanisme
pembekuan cairan aspirat dan darah arterial bersamaan. Bisa juga diperiksa
analisis gas darah

PENILAIAN

LAMATINDAKAN

KOMPLIKASI
Laserasi dinding ventrikel, pneumotoraks, laserasi arteri mammaria interna

WEWENANG

RS Pendidikan: Internist-cardiologist dengan keahlian khusus dan didampingi


oleh tim kateterisasi yang terdiri dari dua-tiga perawat terlatih dan seorang
penata rontgen.PPDS Penyakit Dalam yang sedang / sudah melalui Divisi
Kardiologi: mempersiapkan dan membantu pelaksanaan.
RS Non Pendidikan : Internist / Cardiologist yang telah mempunyai sertifikasi

UNIT YANG MENANGANI

RS Pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam / Divisi Kardiologi

RS Non Pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

RS Pendidikan: Divisi Pulmonologi dan Departemen Bedah / Toraks


RS Non Pendidikan; Bagian Ilmu Penyakit Dalam, Bedah, Pulmonologi

REFERENSI
IsmailD, Panggabean MM. Perikarditis.. Dalam: NoerS, WaspadjiA, Rachman M, Lesmana
LA, WidodoD, IsbagioH, etal, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I, edisi ketiga.
Jakarta, BalaiPenerbit FKUI1996:p.1077-81.

Panduan Prosedur Tindakan PAPDI

341

MANAJEMEN PERIOPERATIF
PADAOPERASI NONKARDIAK
PENGERTIAN
Manajemen perioperatif pada operasi nonkardiak adalah usaha untuk menilai,
memonitor dan memperbaiki kondisi jantung sebelum, saat maupun setelah operasi
nonkardiak guna mengurangi risiko operasi terhadap jantung

TUJUAN

Mengevaluasi status kesehatan pasien terkini


Membuat rekomendasi tentang evaluasi, manajemen dan risiko masal ah jantung
selama periode operasi
Memberikan profil risiko klinik sehingga pasien, dokter, anestesiologi, dan ahli
bedah dapat membuat keputusan penatalaksanaan yang berpengaruh pada
jantung Jangka pendek maupun jangka panjang
Identifikasi pemeriksaan dan strategi penalataksanaan yang paling sesuai untuk
mengoptimalkan perawatan pasien
Memberikan pengkajian risiko jantung jangka pendek dan jangka panjang
Menghindari pemeriksaan yang tidak perlu

INDIKASI
Operasi nonkardiak

KONTRAINDIKASI

PERSIAPAN

Penilaian preoperative
1. Anamnesis untuk menilai riwayat penyakit
2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan EKG
4. Pengkajian;
Identifikasi kelainan
jantung yang serius : penyakit jantung koroner (misal
infark miokard akut dan angina pektoris, gagal jantung, aritmia simptomatik,
adanya pacemaker atau defibrilator yang ditanam, atau riwayat intolerasi
ortostatik, adanya anemia.
Menilai berat
penyakit, stabilitas penyakit dan terapi sebelumnya

Kapasitas fungsional
Usia
Kondisi komorbid
(diabetes melitus, penyakit pembuluh darah perifer,
disfungsi ginjal, dan penyakit para kronik)

Tipe operasi ; (prosedur vaskular dan prosedur yang lama, prosedur sulit
dada, perut, kepala dan leher risiko lebih tinggi)
342
5,

Kardiolo gi

Pengkajian tentang prediktor klinik peningkatan risiko kardiovaskular perioperatif


(infark miokard, gagal jantung, kematian)
Mayor:
Sindromkoronertakstabil
Infark miokard akut atau recent dengan bukti risiko iskemia yang penting
baik simptommaupun pemeriksaan non invasif
- Angina tak stabil atau angina berat {Canadian Clas III atau IV

Gagal j antung dekompensata


Aritmia bermakna

BlokAVderajat tinggi
Aritmia ventrikular simptomatik dengan dasar

penyakit jantung
Aritmia
supraventrikular dengan rate vetrikel yang tidak terkontrol.
Penyakit katup berat
Intermediate:

Angina pektoris ringan {Canadian Class I atau 11)


Infark miokard lama diketahui dengan anamnesis atau adanya Q patologis

Gagal jantung sebelumnya atau kompensata


Diabetes melitus (terutama yang tergantung insulin)
Insufisiensi ginjal
Minor :
Usia lanjut
EKG abnormal (LVH, left bundle-branch block, abnormalitas ST-T)
Irama selain sinus (misal fibrilasi atrial)
Kapasitas fungsional yang rendah (misal : tidak mampu memanjat tangga
dengan tas punggung)

Riwayat strok
Hipertensi sistemik tidak terkontrol

6.

Pengkajian stratiflkasi risiko jantung untuk prosedur operasi nonkardiak


Tinggi (risiko jantung yang dilaporkan selalu > 5%)
Operasi mayor emergensi (terutama pada usia lanjut)
Operasi aorta atau operasi pembuluh darah besar lainnya

Operasi pembuluh darah perifer


Prosedur
operasi yang diantisipasi memanjang sehubungan dengan
hilangnya darah dan atau pergantian cairan dalam jumlah besar
Intermediate (Risiko jantung yang dilaporkan < 5%)
Endarterektomi karotis

Operasi leher dan kepala

Operasi intratoraks dan intraperitoneal


Operasi ortopedi

Operasi prostat

Panduan Prosedur Tindakan PAPDI

343

Rendah (Risikojantungyang dilaporkanumumnya < 1%)


Prosedur
endoskopi
Prosedur
superfisial

katarak
Operasi

Operasi payudara
7. Penilaian kapasitas fungsional
Dengan memperkirakan energi yang dibutuhkuan untuk berbagai aktivitas
IMET
Merawat diri

Makan, berpakaian, menggunakan toilet

Berjalandalamrunah

Berjalan satublok atau dua tingkat dengan kecepatan 3,2 sampai 4,8 km per
jamatau2-3 mph
4 MET

Bekerja di sekitar rumah seperti mencuci atau membersihkan debu


4 MET

Memanjat tangga atau berjalan ke bukit

Berjalan datar dengan kecepatan 4 mph atau 6,4 km per jam

Bekerja berat di rumah seperti membersihkan lantai atau mengangkat atau


menggerakkan fumitur yang beratlkut serta dalam aktivitas rekreasi yang
sedang seperti golf, bowling, dansa, tenis ganda atau melempar bola basket
atau bola sepak bola
>10 MET
Ikut dalam
olahraga seperti berenang, tenis tunggal, sepak bola, bola basket,
atau ski
Risiko jantung dan jangka panjang perioperatif meningkat pada pasien yang
tidak dapat mencapai 4 MET pada waktu kebanyakan aktivitas normal seharihari

P R O S E D U R TINDAKAN

Tahap 1. Apakah operasi nonkardiak merupakan sesuatu yang urgensi? Jika


keadaan emergensi maka tidak ada waktu untuk evalusi jantung preoperatif.
Stratifikasi risiko postoperatif sesuai untuk pasien yang tidak dinilai sebelumnya,
Tahap 2. Apakah pasien menjalani revaskularisasi koroner 5 tahun terakhir ? Jika
ya dan jika status klinik tetap stabil tanpa gejala rekuren/tanda-tanda iskemia, uji
jantung lebih jauh secara umum tidak dibutuhkan.
Tahap 3. Apakah pasien telah menjalani evaluasi koroner 2 tahun terakhir? Jika
risiko koroner telah dikaji secara adekuat dan penemuannya memuaskan, biasanya
tidak diperlukan uji ulang kecuali pasien mempunyai pengalaman perubahan
atau gejala baru iskemia koroner sejak evaluasi sebelumnya.
Tahap 4. Apakah pasien mempunyai sindrom koroner tak stabil atau risiko
prediktor klinik mayor? Ketika operasi nonkardiak elektif dipertimbangkan,
adanya penyakit koroner tak stabil, gagal jantung dekompensasi, aritmia
simtomatik, dan atau penyakit jantung katup yang berat biasanya menunda
operasi sampai masalah teridentifikasi dan diobati

344
Kardiologi

Tahap 5. Apakah pasien mempunyai risiko prediktor klinik intermediate? Ada


atau tidak adanya infark miokard sebelumnya dari riwayat atau EKG, angina
pektoris, gagal jantung terkompensasi atau gagal jantung sebelumnya, kreatinin
preoperatif > 2 mg/dl, dan atau diabetes melitus membantu untuk menstratifikasi
risiko kejadian koroner perioperatif lebih jauh lagi. Pertimbangan kapasitas
fungsional dan tingkat risiko operasi spesifik memberi pendekatan rasional untuk
mengidentifikasi pasien untuk mencapai manfaat dari uji noninvasif yang lebih
jauh.
Tahap 6. Pasien tanpa prediktor risiko klinik mayor tapi intermediate dan kapasitas
fungsional moderat atau baik dapat menjalani operasi risiko intermediate dengan
sedikit risiko kematian atau infark miokard perioperatif Sebaliknya, uji noninvasif
selalu dipertimbangkan untuk pasien dengan kapasitas fungsional yang buruk
atau moderat tapi operasi risiko lebih tinggi, terutama untuk pasien dengan 2
atau lebih prediktor risiko intermediate.
Tahap 7. Operasi non kardiak umunya aman untuk pasien tanpa prediktor risiko
klinik mayor atau intermediate dan kapasitas fungsional moderat atau baik (4
METs atau lebih). Uji tambahan mungkin dipertimbangkan secara individual
untuk pasien tanpa petanda klinik tapi kapasitas fungsionalnya buruk yang
terpajan dengan risiko operasi yang lebih tinggi, terutama untuk mereka dengan
beberapa prediktor risiko klinik minor yang dijadualkan menjalani operasi vaskular.
Tahap 8. Hasil uji noninvasif dapat digunakan untuk menentukan kebutuhan uji
tambahan preoperatif dan pengobatan. Pada beberapa pasien dengan CAD,
risiko intervensi koroner atau operasi koreksi jantung mungkin mendekati atau
melebihi risiko operasi nonkardiak. Pendekatan ini sesuai, meskipun tidak secara
signifikan memperbaiki prognosis jangkapanjang.

PENILAIAN

L A M ATI N D A K A N

K OM PL I KA S I

Bradiaritmia atau asistol sehingga perlu disiapkan atropin, isoproterenol, dan


pacu jantung sementara.
Takiaritmia (TV atau FV)
Emboli (Pasien perlu dimonitor kira-kira 8 j am pasca tindakan)

WEWEMANG

RS Pendidikan : Internist-cardiologist dan PPDS Penyakit Dalam .


RS Non Pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT YANG M EN A N G A N I

RS Pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam-Divisi Kardiologi


RS Non Pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

345
Panduan Prosedur Tindakan PAPDI

UNIT TERKAIT

Tiap Departemen / Bagian / Divisi pelaksana operasi: Bedah, Kebidanan, THT,


Bedah Saraf dll.

R E F E RE N S I
Eagle KA, Berger PB, Calkins H, Chaitman BR, Ewy GA, Fleischmann KE, et al Perioperative
Cardiovascular Evaluation For Cardiac Surgery Update. A Report of the American College
of Cardiology/American HeartAssociation Task Force on Practice Guidelines (Committee to
Update the 1996 Guidelines on Perioperative Cardiovascular Evaluation for Noncardiac
Surgery)

346
Kardiologi

PERCUTANEUS TRANSLUMINAL
CORONARY ANGIOPLASTY
P E N G E RTI A N
Percutaneus transluminal coronary angioplasty adalah Tindakan revaskularisasi
koroner di mana lesi stenotik dilebarkaii dengan menggunakan balon

TUJUAN
Melebarkan lesi stenotik dengan menggunakan balon

INDIKASI

Single vessel disease :


angina persistcn, kapasitas jasmaninya rendah, tidak dapat bekeija normal,
dibutuhkan pengobatan polifamiasi jangka panjang
Multivessel disease :
gejala sinitomatik dengan angina kelas II-IV yang tak dapat dikontrol dengan
obat-obatan atau bila pasien tidak dapat mentoleransi obat
- Bila tidak mempunyai keluhan, indikasi bila ada daerah iskemia miokardium
luas (dengan tes non invasii") disenai salah satu dari : iskemia berat pada tes
noninvasif, pasca resusitasi henti janiung aiau takikardia venihkel tanpa
adanya infark, pasien hams menjalani operasi nonkardmk risiko tinggi, adanyu
riwayat infark jantung, hiperiensi dan depresi ST pada EKG
Sindrom koroner akut, temiasuk infark janiung akut

KONTRAINDIKASI

Alergi zat kontras, aspirin


Kardiovaskular: gagal janHmg beral (syok kardiogenik akibal infark jantung
akutkadang-kadang juslru nierupakan indikasi), hipertensi berat. aritmia mayor,
seperti takikardia ventrikei yang berulang, takikardia airium dengan respons
ventrikcl cepat.
Diabetes mellitus berat tak terkontrol
Gangguan elektrolit; hipokalemia, hiponatremia

Gastrointestinal; hepatitis akut, perdarahan saluran cema


Hematologi: trombositopenia < 50000/dl, leukositosis tanpa sebab jelas, Hb < 10
g/dl)
Neurologis : penyakit serebrovaskular dalam 2-4 bulan
Renal; gagal ginjal
Sistemik: infeksi bakterial, demam tanpa sebab yang jelas

Persiapan
Evaluasi
adanya indikasi dan kontraindikasi
Laboratorium rutin : darah
lengkap, ureum, kreatinin, elektrolit, gula darah,.
EK.G dibuat
pada liari yang sama sebelum Percutaneus Transluminal Coronary

Angioplasty (PICA)
347
Panduan Prosedur Tindakan PAPDI

Bila ada kecurigaan gagal jantung atau kelainan paru perlu dibuat foto dada
Film angiografi terakhir hams dinilai sebelum menentukan slrategi tindakan
Aspirin dan tiklopidin diberikan minimal 3 hari sebelum tindakan.

PROSEDUR TINDAKAN
L Akses pembuluh darah dapat melalui arteri femoralis atau radialis
2. Akses melalui arteri brakhialis jarang dilakukan
3. Heparin (150 U/kgBB) diberikan inlravena atau intraarteri dan selanjutnya
diberikan tiap jam 2500 U untuk mempertahankan nilai ACT > 300 detik
4. Pemasangan alat pacu jantung sementara tidak rutin dilakukan dan dilakukan
bila dikhawatirkan akan terjadi penyulit gangguan hantaran atrioventrikular yang
berat
5. Melalui kateter (guiding catheter) dimasukkan kawat penuntun {giudewire)
melewati lesi. Dipilih balon dengan diameter sesuai dengan pembuluh yang
akan didilatasi. Balon dikembangkan dengan alat indeflator sampai stenosis
terbuka
6. Balon dikempiskan dan ditarik. Dinilai dengan penyuntikan kontras, apakah
dilatasi telah cukup
7. Bila hasil masih suboptimal atau terjadi diseksi dapat dilakukan dilatasi ulang
atau dipasang stent
8. Pada akhir lindakan harus diyakini bahwa pasien secara klinis stabil dan angio
gram memperlihatkan hasil optimal dengan stenosis residual < 20%, aliran lancar,
tak ada diseksi bermakna atau trombus.
9. Selama tindakan PTCA, nitrat atau verapamil dapat diberi intrakoroner bila
diperlukan. Abciximab dapat diberikan pula
10. Pasca tindakan pasien dipantau di ICCU, minimal sehari.
11. Sheath ditarik pada hari yang sama bila waktu pembekuan darah nonnal atau
ACT kurang dari 150 detik.
12. Heparin tidak rutin diberikan pasca PTCA. Tiklopidin dibeirkan terutama bila
dilakukan pemasangan stent
13. Aspirin diberikan seterusnya bila tidak ada kontraindikasi
14. Obat-obat antiiskemik seperti nitrat dan antagonis kalsium umumnya diberikan,
kecuali bila ada kontraindikasi obat-obat tersebut, Bila tidak ada penyulit pasien
dipulangkan 2 hari pasca PTCA.

PENILAIAN

LAMA TINDAKAN

KOMPLIKASI

Bila ada nyeri dada berulang, teliti apakah hal tersebut bukan angina dan juga
apakah ada perubahan EKG
Hipotensi karena : dehidrasi, perdarahan, obat-obatan (nitrat, sedatif, antagonis
kalsium), tamponade jantung
sekali), infark jantung akut akibat oklusi

348

Kardiolo gi

akut pembuluh yang didilatasi atau sepsis.


Insufisiensi ginjal akut
Fistula AV
Pseudoaneurisma
Hematoma
Oklusi trombotik
Diseksi
Gangguan neurologis
Infeksi

WE WENANG

RS Pcndidikan : Intenmt-caniiologist/cardiologist dengan keahlian khusus


dan didampingi oleli limPTCA. PPDS Penyakit Dalam / Kardiologi yang sedang
/ sudah melalui Divisi Kardiologi: mempersiapkan dan iiiembantu pelaksanaan.
RS Non Pendidikan : Internist/ Cardiologist yang lelah mempunyai sertifikasi

UNIT YANG MENANGANI

RS Pendidikan : Departemen Penyakit Dalam Divisi Kardiologi


RS Non Pendidikan: Bagian Penyakit Dalam / Kardiologi

UNIT TERKAIT

Bedah Jantung

REFERENSI
Santoso T. Pemasangan Stent Infrakoroner. In: Sumatyono, Alwi /, Sudoyo A W. Simadibrata
M. Sefiati S, Gani RA, MansjoerA, editors. Prosedur Tindakan Dt Bidang Penyakit Dalam.
Jakarta: Pitsat Injhnnasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 200}. p. 1668.

Panduan Prosedur Tindakan PAPDI

349

TES TREADMILL
P E N G E RTI A N
Tes treadmill merupakan salah satu modalitas noninvasif yang digunakan unluk
menilai pasien dengan dugaan atau terbukti menderita penyakit jantung.

TUJUAN
Memperkirakan prognosis dan menentukan kapasitas fungsional.

INDIKASI

Untuk diagnosis penyakit jantung koroner.


Penilaian risiko dan prognosis pada pasien dengan gejala atau riwayat penyakit
jantung koroner sebelumnya.
Pada pasien dengan IMA untuk menilai prognosis, toleransi aktivitas, evaluasi
terapi medis dan rehabilitasi jantung.
Evaluasi pasien dengan gejala berulang yang disertai iskemia pasca
revaskularisasi.

KONT RA INDIKASI
Absolut:
Infark miokard akut.

Angina pektoris tidak stabil yang belum stabil dengan terapi medis
Aritmia
yang tidak terkendali yang menyebabkan keiuhan atau gangguan
hemodinamik.
Stenosis aorta berat simtomatik.

Gagal jantung simtomatik yang belum terkendali.


Emboli paru akut atau infark paru,
Miokarditis atau
perikarditis akut.
Diseksi aorta akut.
Relatif:
Stenosis arteri koroner "left main ".

Penyakit jantung katup stenotik moderat.

Gangguan elektrolit,

Hipertensi berat.
Bradiaritmia dan takiaritmia,

Kardiomiopati hipertropik dan bentuk obstruksi "outflow tract


Penurunan fisik dan mental yang menyebabkan ketidakmampuan melakukan
latihan secara adekuat.
Blok AV derajat tinggi.

350

Kardiologi

PERSIAPAN

Pasien tidak makan atau merokok sekurang-kurangnya 2 jam sebelum tes.


Anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk menyingkirkan kontraindikasi tes.
Menanyakan obat-obat yang masih diminum.
EKG 12 standar pasien terlentang dan berdiri sebelum dilakukan tes.

P R O S E D U R TINDAKAN
1. Perekaman elektrokardiografi dilakukan sebelum, selama dan setelah tes tread
mill diakhiri
2. Sebelum tes treadmill, perekaman EKG dilakukan pada pasien dengan posisi
tidur, posisi yang sesuai dengan posisi saat tes treadmill, dan setelah pasien
diminta untuk bemapas dalam dan cepat (hiperventilasi).
3. Selama tes treadmill gambaran EKG diambil melalui osiloskop, sedangkan
perekamannya dikerjakan 10-30 detik terakhir dari setiap beban tes treadmill,
setelah tes treadmill diakhiri, dan dalam interval-interval tertentu selam 6 menit
berikutnya atau setelah abnormalitas menghilang.
4. Biasanya minimal dikerjakan 1 perekaman baku dengan exploring electrode
diletakkan di posisi V5, sedangkan reference electrode disesuaikan dengan posisi
listrikjantung.
5. Indikasi penghentian tes
Absolut:
Tekanan darah sistolik turun (menetap di bawah baseline) walaupun dengan
peningkatan beban latihan.
Nyeri dada angina baru atau meningkat.

Gejala susunan saraf pusat (pusing, hampir sinkop, ataksia).


Tanda
perfusi perifer menurun (sianosis atau pucat).
A ri ti mi a serius
( v e n t r ik u l a r derajat tinggi seperti mu lt i fo r m,

triplet, danVT/SVT).
Kesulitan teknis dalam pemantauan EKG atau tekanan darah sistolik.
Pasien minta berhenti.

Relatif:
Perubahan ST atau
QRS seperti perubahan segmen ST > 3-4 mm, depresi
junctional atau perubahan aksis QRS.

Peningkatan rasa tidak enak di dada.

Lelah, sesak napas, wheezing.

Target HR 100% sudah tercapai.

LAMA TINDAKAN

KOMPLIKASI

Penurunan tekanan darah.


Angina sedang sampai berat.
Pusing, sinkop sebagi akibat peningkatan gejala sistem saraf.
351

Panduan Prosedur Tindakan PAPDI

Sianosis atau pucat,


Takikardia ventrikular,
Aritmia.
Gangguan konduksi.
Iskemia miokard,

WEWENANG

RS Pendidikan : dokter spesialis penyakit dalam/PPDS Penyakit Dalam yang


sudah melalui Divisi Kardiologi dengan supervisi dari konsultan kardiovaskular
RS Not! Pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT
ICCU

REFERENSI :
}.

2.

Sugiri. Elektrokardiografi Pada Uji Latih Jantung. In: Noer S, Waspadji A, Rachaman
M.Lesmana LA, WidodoD, IsbagioH, etal, editors. Buku Ajar llmu Penyakit Dalam Jilid
I. edisi ketiga. Jakarta, Balai Penerbit FKUI; 1996. p.934-8.
Chaitman Exercise Stress Testing. In : Braunwald E, eds. Heart Disease, 6' ed.

352

3.2
PULMONOLOGI

Pulmonologi

PUNGSI CAIRAN PLEURA


P E N G ERTIA N
Pungsi cairan pleura adalah tindakan aspirasi cairan pleura dari rongga pleura dengan
jarum perkutan (= torakosentesis)

TUJUAN
Diagnostik efusi pleura atau terapeutik / drainase.

INDIKASI
Efusi pleura

K ON TRA INDIKASI
Keadaan sepsis

P E R S I A PAN
1. Menerangkan prosedur lindakan yang akan dilakukan kepada pasien dan
keluarga, indikjLsi, dankomplikasi yangmungkin timbul, sertakemungkinanyang
akan lerjadi bila tidak dilakukan prosedur tersebut.
2. Setelah mengerti dan setuju, pasien dan keluarga menigisi dan menandatangani
surat ijin tindakan.

3. Pme riksaan hemodinamik (tekanandarah.nadi, frekuensipemapasan,siihu).


4, Menentukan lokasi cairan pleura dengan klinis dan radiologis. Efusi pleura yang
sedikil diperiksa foio loraks lateral dekubiius, bila mungkin dengan ullrasonografi
yang lebih baik mcmbedakan cairan yang mengambang bebas dan lerlokulasi.
5. Menyediakan alat dan bahan yang diperlukan; Lidocain 2 % ampul (4 ampul),
Spuit (5 ml, 20 ml, 50 ml), Abocath no 16 G / no 14 G, three way, dan blood set.

PROSEDUR TINDAKAN
1. Pasien berada dalam posisi duduk tegak, kedua lengan ke depan, sebaiknya
kepala dan kedua lengan ditopang meja.
2. Lokasi yang akan dipungsi diperiksa ulang dan diberi tanda dengan pen. Lokasi
harus bebas dari penyakit lokal. Untuk efusi yang besar, lokasi pungsi ialah di
satu iga di bawah batas atas perkusi pekak, di linea aksilaris posterior atau
media. Pendapat lain ialah di sela iga VI atau VII linea aksilaris posterior atau
media. Pada efusi yang kecil, sebaiknya dengan dibimbing USG
3. Menggunakan sarung tangan steril.
4. A dan antisepsis daerah kulit di atas efusi pleura.
5. Bila aspirasi diagnostik hanya akan mengambil sedikit cairan, anestesi lokal
umumnya tidak diperlukan. Pada pasien yang tidak gemuk, digunakan jarum
untuk pungsi vena ukuran 21-G dengan syringe 50 ml.
6. Jarum ditusukkan tegak lurus terhadap dinding dada, sedikit superior dari tepi
atas tulang iga (= di bagian bawah ruang inter-kosta) untuk menghindari berkas
neurovaskular. Seraya menusukkan jarum, dilakukan penghisapan dengan
syringe sampai cairan pleura teraspirasi. Lalu ujung jarum.diarahkanke inferior.

355
Panduan Prosedur Tindakan PAPDI
7. Bila volume cairan lebih besar akan dikeluarkan, digunakan anestesi lokal (
Lidocaine 2 % 2-4 ml), three-way Zap, dan kanul inlravena (Abocath) 16-G,
8. Luka bekas pungsi ditutup kassa steril yang ditetesi iodium povidone (Betadine).
9. Contoh cairan dikirim untuk pemeriksaan analisis cairan pleura, sitologi,
mikrobiologi sesuai indikasi.
10. Hemodinamik dimonitor sesuai dengan banyaknya cairan yang diambil, dan
reaksi tubuh pasien terhadap prosedur.

LAMA TINDAKAN
Tergantung tujuan dan volume cairan: untuk diagnostik : 5 menit, terapeutik : 15-60
menit

KOMPLIKASI
Pneumotoraks, hemotoraks, edema paru re-ekspansi (terutama bila drainase terlalu
cepat, dan > 1 L cairan dikeluarkan pada satu saat), emboli udara

WEWENANG

RS Pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam


yang sedang dan sudah melalui Divisi Pulmonologi .PPDS Penyakit Dalam tahap
I dengan pengawasan PPDS tahap II atau III atau supervisor
RS Non Pendidikan ; Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

RS Pendidikan : Departemen Penyakit Dalam - Divisi Pulmonologi, Departemen


Pulmonologi
RS Non Pendidikan; Bagian Penyakit Dalam, Pulmonologi

UNIT TERKAIT

RS Pendidikan : Departemen Radiologi / Radiodiagnostik, Departemen Bedah /


Bedah Toraks
RS Non Pendidikan : Bagian Radiologi, Bedah

REFERENSI
1.

2.
3.

4.

5.
6.

Rosenbluth DB. Pleural Effusions: Nonmalignant and Malignant. Jn Fishman AP, Elias
JA, Fishman JA, Grippi MA, Kaiser LR. Senior RM (eds). Fishman s Pulmonary Dis
eases and Disorders.S"' ed. New York: McGraw-Hill; 2002.p. 487-506.
Colt HQ Mathur PN. Manual of Pleural Procedures. Philadelphia: Lippincott Williams
& Wilkins; J999.p. 155-161.
Light RW. Disorders of the Pleura, Mediastinum, and Diaphragm. In: Braunwald E,
Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL. Harrison's Principles o f
Internal Medicine. 15' ed. New York: McGraw-Hill; 2001.p. 1513-6.
Woodcock A, Viskum K. Pleural and other investigations. In Brewis RAL, Corrin B,
Geddes DM. Gibson GJ (eds). Respiratory Medicine. 2"' ed. London: WB Saunders;
1995.p. 383-91.
Karlinsky JB, Lau J, Goldstein RH. Decision making in Pulmonary Medicine. Philadel
phia: BC Decker; 1991 .p. 12-3.
Sahn SA. Pleural diseases. In American College o f Chest Physicians. 11'' National ACCP
Pulmonary Board Review. Illinois: ACCP,1996:243-53.

Pulmonologi

BIOPSI ASPIRASI JARUM HALUS


P E N GERTIA N
Biopsi aspirasi jarum halus (BAJAH) ataufine needle aspiration biopsy (FNAB)
adalah pengambilan material jaringan kelenjar getah bening untuk dilakukan
pemeriksaan sitologi dan mikrobiologi. Kelenjar getah bening yang dimaksud di sini
ialah kelenjar getah bening (KGB) daerah submandibula, leher, atau supraklavikula.

TUJUAN
Mengambil bahan jaringan kelenjar getah bening untuk pemeriksaan sitologi dan
mikrobiologi.

INDIKASI
Pembesaran kelenjar getah bening di daerah submandibula, leher, supraklavikula,
dengan kecurigaan kelainan paru yang berhubungan dengan KGB tersebut.

KONTRAINDIKASI

Mutlak : tidak ada,


Relatif; gangguan koagulasi berat,

P E R S IA PAN
Persiapan pasien;
1. Pemeriksaan DPL, masa perdarahan, masa pembekuan

2. Menerangkan prosedur tindakan yang akan dilakukan kepada pasien dan


keluarga, indikasi, dan komplikasi yang mungkin timbul,
3. Setelah mengerti dan setuju, pasien dan keluarga menandatangani surat ijin
tindakan.
4. Dilakukan pemeriksaan hemodinamik (TD, nadi, frekuensi pemapasan, suhu).
5. Pasien diminta untuk buang air besar/kecil sebelum mulai tindakan
Bahan dan alat:
1. Jarumsuntikukuran23G atau25G
2. Syringe 2,5 mL atau 5 mLtanpajarum
3. Kaca obyek 3 buah
4. Kasa steril
5. Larutan povidon iodine
6. Sarung tangan steril

PROSEDUR TINDAKAN
1. Memakai sarung tangan Steril
2. Daerah benjolan/KGB, dan sekitamya, dibersihkan dengan kasa steril yang telah
dibasahi dengan antiseptik, secara sentrifugal
3. Benjolan difiksasi dengan tangan kiri ( bila pemeriksa merupakan pengguna
tangan kanan ).
357

Panduan Prosedur Tindakan PAPDI


4. Jarum tanpa syringe ditusukkan ke benjolan dari pinggir ke tengah benjolan,
5. Setelahjarum masuk, ditarik sedikit lalu ditusukkan lagi ke arah kiri dan kanan
arah sebelumnya, kira-kira 3-7 kali tusukan
6. Jarum ditarik keluar sambil menutup lubang pangkal jarum
7. Syringe tanpa jarum mengaspirasi udara bebas
8. Jarum dipasangkan kepada syringe
9. Dekatkan ujung jarum ke tengah kaca obyek, lalu disemprotkan ( syringe
dikosongkan)
10. Kaca obyek yang ada bahan aspirasi ditempelkan kepada kaca obyek bersih,
sehingga didapatkan 2 buah kaca obyek dengan bahan aspirasi
11. Kedua kaca obyek dibiarkan mengering di udara, lalu diberi tanda identitas dan
segera dikirim ke laboratorium
12. Bekas luka tusukan jarum ditutup dengan kasa steril yang telah dibubuhi cairan
antiseptik

LAMA TINDAKAN
5-10 menit

KOMPLIKASI
Perdarahan

WEWENANG

RS Pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam


yang sedang dan sudah melalui Divisi Pulmonologi .PPDS Penyakit Dalam tahap
I dengan pengawasan PPDS tahap II atau III atau supervisor
RS Non Pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

RS Pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Pulmonologi,


Departemen Pulmonologi
RS Non Pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam, Pulmonologi

UNIT TERKAIT

RS Pendidikan: Patologi Anatomi, Mikrobiologi


RS Non Pendidikan: Bagian Patologi Anatomi, Mikrobiolgi

REFERENSI
Syafei S, Prayogo N. Biopsi Aspirasi Jarum Halus (BAJAH). In: Sumaryono, Alwi I, Sudoyo
AW, Simadibrata M, Setiati S, Gani RA, Mansjoer A, editors. Prosedur Tindakan di Bidang
Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam
FKUI;i999.pJ03~4.

358
Pulmonologi

PLEURODESIS
P E N G ERTI A N
Penyatuan permukaan pleura viseralis dan parietalis, secara permanen dengan cara
kimiawi, mineral, atau mekanik. Pleurodesis disebut jugapleural sclerosis.

TUJUAN
1.
2.

Mencegah berulangnya efusi pleura,


Menghindari torasentesis berikutnya, menghindari diperlukannya insersi chest
tube berulang,
3. Terapi simptomatisjangka panjang,
4. Menghindari morbiditas yang berkaitan dengan efiisi pleura atau pneumotoraks
berulang ( trapped lung, atelektasis, pneumonia, insufisiensi respirasi, tension
pneumothorax ),
5. Meningkatkan kualitas hidup dan aktitvitas kehidupan sehari-hari.

INDIKASI
1. Efusi pleura keganasan atau non-keganasan yang cepat berulang walaupun
telah dilakukan torasentesis volume besar, atau tidak respons terhadap terapi
sistemik. Kandidat ideal mempunyai tingkat tampilan yang memuaskan ( skor
Karnofsky > 40 ), memiliki perkiraan kesintasan > 3 bulan, dan menunjukkan
perbaikan gejala setelah thoracentesis sebelumnya.
2. Pneumotoraks spontan atau sekunder yang berulang, atau pneumotoraks
pertama kali pada pasien dengan risiko tinggi untuk rekurens atau dimana
pneumotoraks berikutnya dapat mengakibatkan morbiditas atau mortalitas yang

bermakna

KONT RA INDIKASI
1. Pasien dengan perkiraan kesintasan < 3 bulan,
2. Tidak ada gejala yang ditimbulkan oleh efusi pleura,
3. Pasien tertentu yang masih mungkin membaik dengan teerapi sistemik ( kanker
mammae, dll),
4. Pasien yang menolak dirawat di RS atau keberatan terhadap rasa tidak nyaman
di dada karena slang torakostomi,
5. Pasien dengan re-ekspansi paru yang tidak sempuma setelah pengeluaran semua
cairan pleura ( trapped lung ),

P E R S I A PAN

Menerangkan prosedur tindakan yang akan dilakukan kepada pasien dan


keluarga, indikasi, dan komplikasi yang mungkin timbul,
Setelah mengerti dan setuju, pasien dan keluarga mengisi dan menandatangani
surat ijin tindakan.
Foto toraks dilakukan sebelum pleurodesis untuk memastikan bahwa paru-paru
telah mengembang sepenuhnya. Mediastinum dilihat untuk menilai tekanan
pleura pada sisi efusi dan kontra lateral,

359
Panduan Prosedur Tindakan PAPDI

*
*

Bila memungkinkan dilakukan bronkoskopi sebelum pleurodesis untuk menilai


adakah obstruksi di bronkus yang memerlukan radioterapi alau terapi laser.
Anamnesis dan pemeriksaan fisik ulang
Dilakukan pemeriksaan hemodinamik (tekanan darah, nadi, frekuensi pemapasan,
suhu ).
Hasil laboratoriuin dilihat ulang
Insersi chest tube bila belum terpasang. Semua cairan pleura dibiarkan keluar
sampai habis, atau produksi cairaii miktimal 100 cc per 24 jam. Idealnya slang
berada pada posisi posterior-inferior.
Alat-alat:
Klem chest tube 2 buah, catheter tip syringe (60 mL ) 1 buah, mangkuk steril
1 buah, sarung tangan steril, drape/duk steril, kassa steril,
Bahan-bahan:
Larutan povidon-iodine, 10 ampul lidocaine 2 %, 1 ampul pethidin 50 mg,
cairan NaCl 0,9 % steril,
Bahan sclerosing ( salah satu ):
Agen sitotoksik: bleomisin 40 80 unit, atau mitoxantron 30 mg (20 mg/m-),
dicampurdengan30- lOOmL NaCl 0,9%,
- Tetrasiklin dan turunannya: tetrasiklin 1.000 mg (35 mg/kgBB) atauminosiklin
300 mg (7 mg/kgBB) atau doksisiklin 500 - 1.000 mg, dicampur dengan 30 100 mL NaCl 0,9 % dan 20 mL lidokain 2 %,
- Talk: 3- 10 gbubuk talk steril dilarutkandalam lOOmLNaCl 0,9 % steril. Talc
disterilkan dengan radiasi sigma atau dalam autoclave dengan suhu 270''F.
Bubuk dimasukkan dalam kolf NaCl 0,9 %, dikocok , lalu dituang dalam
mangkuk steril.

P R O S E D U R TINDAKAN

Tindakan dilakukan di ruangan pasien.

Dipasang jalur infus NaCl 0,9 %


Disiapkan
Posisi pasien setengah lateral dekubitus pada sisi kontra-lateral (sisi yang ada
chest tube berada di atas), tempatkan handuk di antara pasien dan tempat tidur
Petidin 50 mg IM, 15-30 menit sebelum memasukkan zat pleurodesis
Chest tube di-klem dengan 2 klem, lalu dilepaskan dari adaptor / WSD
Klem dibuka sesaat, agar paru sedikit kolaps dalam rongga pleura
Lidokain 2 % 20 mL diinjeksikan melalui chest tube, kemudian klem kembali
dipasang. Posisi pasien diubah-ubah agar merata di seluruh permukaan pleura
Dengan menggunakan teknik steril, agen sclerosing dicampur dengan larutan
salin di mangkuk steril. Campuran diaspirasi dengan syringe
Syringe dipasangkan pada chest tube, kedua klem dibuka, larutan diinjeksikan
melalui chest tube. Bilas dengan NaCl 0,9 %
Pasien diminta bemapas beberapa kali agar larutan tertarik ke rongga pleura
Klem segera dipasang kembali dan chest tube dihubungkan dengan adaptor /
WSD
Hindari suction negatif selama 2 jam setelah pleurodesis. Pasien diubah-ubah
posisinya ( supine, decubitus lateral kanan-kiri) selama 2 jam, lalu klem dicabut.
- 20
Rongga pleura dihubungkan dengan suction bertekanan
cmHO

360
Pulmonologi

Pasca tindakan:
- Dilakukan foto toraks AP
ulang untuk meyakinkan reekspansi paru, bila perlu
setiap hari
- Awasi tanda vital
Monitor drainase chest tube harian
- Monitor kebocoran udara
- Perban
diganti tiap 48 j a m
- Kendalikan
nyeri dengan analgetik
- Bila
perlu spirometri insentif
- Mobilisasi
bertahap, cegah thrombosis vena dalam
Pertimbangkan mencabut chest tube bila drainase pleura harian < 100 mL
atautidak terlihat lagi fluktuasi pada botol WSD

LAMA TINDAKAN
3 jam

KOMPLIKASI

Nyeri
Takikardia, takipnea, pneumonitis atau gagal napas (terutama setelah pemberian
talc slurry), edema paru reekspansi. Umumn ya reversibel.
Demam. Berkaitan dengan pleuritis, hilang dalam < 4 8 jam.
Ekspansi paru inkomplit dan partially trapped lung.
Reaksi terhadap obat
Syok neurogenik

WEWENANG

RS Pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam


yang sedang dan sudah melalui Divisi Pulmonologi. PPDS Penyakit Dalam tahap
I dengan pengawasan PPDS tahap II atau III atau supervisor

RS Non Pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

RS Pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dala m - Divisi Pulmonologi,


Departemen Pulmonologi
RS Non Pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam, Pulmonologi

UNIT TERKAIT

RS Pendidikan: Departemen Bedah/Toraks,


RS Non Pendidikan : Bagian Bedah

REFERENSI
L

Colt HQ MathurPN Manual of Pleural Procedures. Philadelphia: Lippincott Williams


& Wilkins:1999.p.l55'l6L
2. Rasmin M, Rogayah R, Wihasluti R, Fordiastiko, Zubaedah, Elisna S. Prosedur Tindakan
Bidang Paru dan Pernapasan: Diagnostik dan Terapi. Jakarta: Bag. Pulmonologi FKUI;
2001p. 91-2.
361

Panduan Prosedur Tindakan PAPDI

BRONKOSKOPI
P E N G ERTI A N
Bronkoskopi merupakan proses visualisasi langsung dari percabangan trakeobronkial, menggunakan alat bronkoskopflexible atau rigid..
Bilasan bronkus
=
{Bronchial washing) tindakan membilas daerah bronkus dan
cabang-cabangnya dengan cairan normal saline via bronkoskop, pada permukaan
lesi. Bronchoalveolar lavage (BAL) merujuk pada pengambilan sampel dari
daerah yang tidak tervisualisasi - parenkim paru yang lebih distal - dengan
ujung bronkoskop menutup suatu saluran subsegmental, kemudian normal sa
line diinjeksikan untuk mendapatkan sel dan organisme dari ruang alveolar.
Sikatan bronkus {Bronchial brushing) = tindakan menyikat daerah bronkus
yang dicurigai terdapat kelainan.

=
Biopsi forsep tindakan biopsi dengan menggunakan alat biopsi forsep melalui
bronkoskop.

Biopsi aspirasi jarum transbronkial (transbronchial needle aspiration / TBNA)


= tindakan biopsi menembus trakeobronkus dengan jarum melalui bronkoskop
untuk lesi/kelainan yang menekan trakeobronkial.

=
Pengangkatan benda asing
pengambilan benda asing dalam saluran napas

menggunakan bronkoskop.
Biopsi Paru Transbronkial {Transbronchial Lung BiospylTBh ) karena
membutuhkan fluoroskopi C-arm, terapi laser, atau pemasangan stent
trakeobronkial tidak dimasukkan disini.

TUJUAN
Tujuan Umum:
1. menilai keadaan percabangan bronkus
2. mengambil spesimen untuk diagnostik
3. melakukan tindakan terapeutik

Tujuan Khusus:
Bilasan bronkus : untuk mendapatkan spesimen untuk diagnostik ( sitologi dan
mikrobiologi) dan membersihkan bronkus dari sekret, darah, atau bekuan darah.
Sikatan bronkus : untuk mendapatkan spesimen untuk pembuatan sediaan apus
sitologi dan pemeriksaan mikrobiologi,

Biopsi forsep : untuk mengambil spesimen dari mukosa trakeobronkial untuk

pemeriksaan histopatologi.
TBNA : untuk mendapatkan spesimen sitologi dari lesi yang menekan
trakeobronkial.
Pengangkatan benda asing : untuk membebaskan saluran napas

INDIKASI
Diagnostik:
1. Nodul paru soliter
2. Penyakitkankerparu

362
Pulmonologi
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13,
14.
15.

Penyakit pam interstisial (ILD)


TB endobronkial
Batuk menetap atau Lerdapat keluhan perubahan sputum
Kelainan foto toraks yang belum jelas penyebabnya
Pneumoloraks: bila paru tidak mengembang
Hemoptisis
Sputum sitologi positif, tetapi foto toraks normal
Pengambilan spesimen pasien dengan ventilasi mekanik
Paralisis n. recurrens / diafragma
Suara serak yang belum jelas penyebabnya
Wheezing\dk2i\
Cedera inhalasi akut
Perioperatif

Terapeutik:
1. Lavage
2. Pengeluaran benda asing
3. Penanganan hemoptisis masif
4. Abses paru
5. Terapi paliatif untuk kanker

Bilasanbronkus;
Diagnostik: penyakit paru infeksi, penyakit paru kerja, ILD, keganasan
Terapeutik : evakuasi bahan yang ter-aspirasi / inhalasi
- Pasca operasi
Sikatanbronkus:
- Kelainan di daerah trakeobronkial: jaringan infiltratif
Curiga TB endobronkial
Infeksi saluran napas bawah
Biopsiforsep:
- Kelainan di daerah trakeobronkial; massa
keganasan, jaringan granulomatosaBenda asing kecil

TBNA:
Lesi yang mendesak dari luar trakea dan bronkus utama atau pembesaran
KGB paratrakea, subkarina, tetapi tidak ditemukan lesi intralumen
- Karina
tumpul karena desakan dari luar
Tumor intralumen yang mudah berdarah, atau tidak memberikan hasil dengan
sikatan bronkus.

Pada sebagian besar kasus, digunakan bronkoskop flexible, Bronkoskop rigid


unluk kasus dimana diperlukan palensi saluran napas dan ventilasi yang lebih baik
(saluran napas yang kecil), pengambilan darah/ sekret/ jaringan tumor/ benda asing.

KONTRA-INDIKASI
(relatif):
1. Hipoksemia ireversibel (PO 60 mmHg)
2. Aritmia
363

Panduan Prosedur Tindakan PAPDI


3. Penyakitjantung iskemik
4. Asma
5. Obstruksi vena cava superior
6. Diathesis perdarahan, termasuk thrombositopenia dan gagal ginjal kronik
7. pasien tidak kooperatif

PERSIAPAN
Pasien:

Menerangkan prosedur tindakan yang akan dilakukan kepada pasien dan


keluarga, indikasi, dan komplikasi yang mungkin timbul,
Setelah mengerti dan setuju, pasien dan keluarga menandatangani surat ijin
tindakan.
Pemeriksaan DPL, BT, CT, ureum, elektrolit, AGD
Foto toraks PA dan lateral

Spirometri
EKG
Pada
pasien asma diberikan nebulisasi dengan beta 2 agonis 30 menit sebelum

tindakan.
Pasien dengan gangguan perdarahan/pembekuan diberikan trombosit atau FFP
segera sebelum tindakan.
Puasa, minimal 4 jam sebelum tindakan.
PasanglVFD.
Pemeriksaan hemodinamik (tekanan darah, nadi, frekuensi pemapasan, suhu ).

Ruangan:
Dilakukan di ruang tindakan Divisi Pulmonologi, kecuali darurat.
Alat:
1 set peralatan bronkoskopi
Sumber
dengan aparatusnya
Month
piece
Larutan
povidon iodine diencerkan untuk membersihkan bronkoskop
Kassa steril

Kain penutup mata pasien


Pulse oxymeter
Mucus corrector I Wadah penampung cairan bilasan
Untuk Sikatanbronkus: sikat tanpa selubung, sikat dengan selubung, sikatkateter
ganda lertutup polieiilenglikol, gelas obyek 6 buah, alkohol 96 %
Untuk Biopsi forsep; alat biopsi foiep, wadah berisi formalin 40 %
Untuk TBNA: alat jaaim TBNA, syringe 10 inl, syringe 20 mL, wadah berisi
formalin 40 %

Bahan:
Sulfas
atropin ( SA) 0,25 mg, 1-2 ampul

Diazepam 5 mg, 1 ampul


Lidokain 2
%, 2 ampul @ 20 mL

Syringe 5 cc, 3 buah

364

Pulmonologi

Syringe 20 cc, 3 buah


Cairan NaCl 0,9 %
Xilokain spray 10 %
Obat resusitasi: Adrenalin ampul, dexamethason ampul, SA ampul, Na-bikarbonat
ampul, bronkodilator ampul).

PRO SE DUR TINDAKAN

Periksa tanda vital, status paru dan jantung


Premedikasi dengan Sulfas Atropin 0,25 - 0,5 mg IM, 1 jam sebelum bronkoskopi
Sesaat sebelum tindakan; Diazepam 5 mg IM
Anestesi lokal;
- Kumur
tenggorok dengan lidokain 2 % 5 mL selama 5 menit dalam posisi
duduk
Xilokain spray 10 % 5 7 semprot daerah laringo-faring dan pita suara (
menggunakan kaca laring)
- Bila
viahidung: semprotkan 30 mg lidokain 4 %atau 10 % ke ostium nasal
- Instilasi lidokain 2 % 2 mL ke trakea via
pita suara
Pasien terlentang, tubuh bagian atas / punggung disangga, membentuk sudut 45
Ditempatkan bantal di belakang kepala, supaya otot leher menjadi lemas
Bronkoskopi diinspeksi dan kejemihan gambar diperiksa
Sensor oxymeter ditempelkan pada jari telunjuk pasien
3-4 L/m melalui kanul nasal
Kedua mata pasien ditutup dengan kain penutup untuk mencegah lerkena larutan
lidokain / cairan pembilas
Diletakkan mouth piece di antara gigi atas dan bawah untuk melindungi
bronkoskop
Bronkoskop mulai dimasukkan melalui celah mouth piece
Faring diinspeksi
Instrument dimasukkan ke dorsal/epiglottis, mobilitas pita suara dilihat pada
saat pasien menyebutkan "ii"
Pita suara diinstilasi dengan lidokain 1 -2 mL melalui saluran di bronkoskop. Sebelum

diinstilasi, pasien diberitahu bahwa hal itu dapat merangsang batuk. Instilasi lidokain
dengan jumlah yang sama dapat diulangi bila pasien terbatuk selama dilakukan
tindakan. Lidokain yang berlebihan diaspirasi dari sekitar laring
Instrument dimasukkan melalui bagian terlebar dari glotis pada saat inspirasi
tanpa menyentuh pita suara. Sebelumnya pasien diberitahu bahwa hal ini dapat
menimbulkan sensasi tercekik yang segera hilang
Trakea, karina, dan percabangan bronkus dinilai dan dianestesi dengan lidokain
2 % 2 mL, maksimal 6 kali. Lobus superior paru kanan dan kiri dianestesi dengan
injeksi langsung lidokain (dosis maksimal instilasi lidokain 400 mg)
Inspeksi menyeluruh dilakukan pada semua percabangan bronkus sampai
bronkus subsegmental
Bila pandangan terhalang oleh sekret pada lensa distal, semprot dengan 5 mL
NaCl 0,9 % yang diaspirasi kembali saat pasien batuk. Alternatif adalah
mem-fleksikan ujung bronkoskop dan dengan hati-hati diusapkan pada mukosa
trakea atau bronkus

365
\

Panduan Prosedur Tindakan PAPDI


Untuk bilasan bronkus:

setelah bronkoskop berada pada daerah bronkus yang dicurigai, dimasukkan


cairan NaCl 0,9 % hangat 5 mL,
cairan segera diaspirasi lagi dan ditampung dalam wadah penampung khusus
yang dipasang pada alat bronkoskop.
Tindakan ini diulangi sampai cukup bersih atau didapat spesimen

Untuk sikatan bronkus:

setelah bronkoskop berada pada daerah bronkus yang dicurigai terdapat kelainan,
alat sikat dimasukkan melalui bronkoskop
dilakukan sikatan bebefapa kali sampai dirasa cukup
setelah selesai melakukan sikatan, alat sikat ditarik ke dalam kanal bronkoskop
dan dikeluarkan dari trakeobronkial bersama bronkoskop
setelah berada di luar, sikat dikeluarkan dari ujung bronkoskop sepanjang 5
cm, kemudian sikat dijentikkan pada gelas obyek dan dibuat sediaan apus (bila
sikat tanpa selubung, untuk pemeriksaan kanker paru) atau ujung sikat digunting
dan dimasukkan ke dalam pot steril berisi media transpor / media kultur (sikat
kateter ganda untuk pemeriksaan mikroorganisme)
sediaan apus untuk pemeriksaan sitologi direndam dalam wadah berisi alkohol
96%

Untuk biopsi:

setelah bronkoskop berada pada daerah bronkus yang dicurigai terdapat kelainan,
ujung bronkoskop ditempatkan 4 cm di atas daerah tersebut
alat biopsi forsep dimasukkan melalui maneuver channel sampai terlihat keluar
dari ujung bronkoskop.
Asisten membuka forsep, lalu forsep didorong sampai terbenam di massa,
forsep ditutup, lalu ditarik sambil melihat jaringan yang didapat (jaringan nekrotik
dihindari)
setelah biopsi selesai, forsep bersama material yang didapat ditarik keluar dari

bronkoskopi spesimen direndam dalam wadah berisi cairan formalin 40 %


bronkoskop dilanjutkan untuk evaluas i, bila ada perdarahan harus diatasi. Setelah
tidak ada masalah lagi, bronkoskop dikeluarkan

Untuk TBNA:

Setelah bronkoskop berada pada daerah bronkus yang dicurigai terdapat kelainan,
ujung bronkoskop diiempalkan 4 cm di atas daerah tersebut.
Alat
biopsi jarum dimasukkan melalui manouver channel sampai terlihat keluar
dari ujung bronkoskop
Jarum dikeluarkan dari selubungnya, bronkoskop didorong ke sasaran sampai
jarum menembus mukosa bronkus atau menembus bronkus pada lesi yang
menekan bronkus

Operator melakukan biopsi dengan cara menekan dan menarik jarum, sementara
asisten melakukan aspirasi dari ujung proksimal jarum dengan syringe 10-20
mL beberapa kali
Bila sediaan
dianggap cukup, pengisapan dengan semprit dihentikan dan j arum
dimasukkan kembali ke dalam selubungnya
366

Pulmonologi

Jarum dikeluarkan dari bronkoskop


Setelah berada di luar, jarum dikeluarkan dari selubungnya dan ditempatkan di
atas gelas obyek dan dengan menggunakan syringe 10-20 mL yang dihubungkan
denganujung jarum TBNA, material didorong ke gelas objekuntuk dibuat sediaan
apus
Sediaan apus direndam dalam wadah berisi cairan formalin 40 %
bronkoskop dilanjutkan untuk evaluasi, bila ada perdarahan harus diatasi. Setelah
tidak ada masalah lagi, bronkoskop dikeluarkan

Untuk Pengambilan benda asing,

digunakan:
Graspingforceps untuk mengeluarkan benda pipih atau tipis anorganik (pin),
atau organik tapi keras (tulang)
- Basket untuk benda berukuran besar dan bulky
Magnet untuk benda logam yang kecil, jarum, klip
Setelah
spesimen sitologi, mikrobiologi dan biopsi atau benda asing diambil,
sekret berlebihan diaspirasi, hemostasis diyakinkan, dan instrumen dicabut
Pasca tindakan
diterangkan kepada pasien kemungkinan adanya sedikit darah
saat batuk, yang akan hilang dalam 48 jam. Dianjurkan tidak makan atau minum
selama 2 jam setelah tindakan karena efek anestesi topikal

LAMA TINDAKAN
i Ijam

KOMPLIKASI

Yang berhubungan dengan premedikasi: depresi pemapasan, hipotensi transien,


sincope, hipereksitabilitas.
Yang berhubungan dengan analgesia topikal (jarang dengan lidocaine ):Henti
napas, konvulsi, kolaps kardiovaskular, laryngospasme, metHemoglobinemia.
Yang berhubungan dengan bronkoskopi :Laryngospasme, respiratory comprowwe/depresi napas, bronkospasme, demam pasca bronkoskopi, epistaksis ( bila

via nasal), henti jantung, aritmia, syncope, pneumonia, infeksi silang.


Yang berhubungan dengan biopsi transbronkial:pneumotoraks, perdarahan.
Yang berhubungan dengan lavage / BAL ; demam.

WEWENANG

RS Pendidikan; Dokter Spesialis Penyakit Dalam Divisi Pulmonologi dan Dokter


Spesialis Penyakit Dalam dengan sertifikasi
PPDS Penyakit Dalam membantu persiapan dan pelaksanaan.
RS Non Pendidikan ; Dokter Spesialis Penyakit Dalam dengan sertifikasi,
Pulmonologist.

UNIT YANG MENANGANI

RS Pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Pulmonologi,


Departemen Pulmonologi
RS Non Pendidikan; Bagian Ilmu Penyakit Dalam, Pulmonologi
367

Panduan Prosedur Tindakan PAPDI

UNIT TERKAIT

RS Pendidikan: Departemen Radiologi / Radiodiagnostik


Departemen Bedah / Bedah Toraks, Patologi Anatomi
RS Non Pendidikan; Bagian Radiologi, Bedah, Patologi Anatomi

REFERENSI
1. Halpin D, Collins J. Invasive Techniques: Bronchoscopy and Lavage. In Brewis RAL,
Corrin B, Geddes DM, Gibson GJ (eds). Respiratory Medicine. 2"' ed. London: WB
Saunders; 1995.p.362~73.
2. Rasmin M, Rogayah R. Wihastuti R, Fordiastiko, Zubaedah, Elisna S. Prosedur Tindakan
BidangParu dan Pernapasan: Diagnostik dan Terapi. Jakarta: Bag. Pulmonologi FKUI;
2001.p. 2-15.
3. StermanDH. Bronchoscopy, Transthoracic Needle Aspiration, and Related Procedures.
InFishmanAP, EliasJA, FishmanJA, GrippiMA, KaiserLR, SeniorRM(eds). Fishman's
Manual ofPulmonary Diseases and Disorders.3" ed. New York: McGraw-Hill; 2002.p.
75-91.
4. Weinberger SE, Drazen JM. Diagnostic Procedures in Respiratory Disease. In: Braunwald
E, Fauci AS. Kasper DL. Hauser SL, Longo DL, Jameson JL. Harrison s Principles of
Internal Medicine. 15' ed. New York: McGraw-Hill; 2001.p. 1455.

368

Pulmonologi

SPIROMETRI

Normal
nilai FEV 1/FVC %
>69%
Obstruksi Ringan
61-69%
Obstruksi Sedang
45-60%
Obstruksi Berat
<45%

Katefsori Restriksi berdasarkan rasio VC didapat / VC prediksi:

Normal
VC%
>81%,

Restriksi Ringan
66-80%

Restriksi Sedang
51-65%

< 50 %
Restriksi Berat
ri 2 atau lebih volume).

P E N G E RTI A N
Spirometri adalah pemeriksaan untu
k mengukur volume paru statik da
n dinamik
dengan alat spirometer. Volume udar
a total di paruparu terbagi atas kompartemen
(volume) dan kapasitas (kombinasi da

Volume dalam keadaan statis:


Tidal volume
=TV

reserve
volume
=ERV
Expiratory

Inspiratory reserve volume =IRV


Residual volume
=RV
Vital
=VC
capacity
Force vital
=FVC
capacity

=IC
Inspiratory capacity
Functional residual capacity=PRC
Total
=TLC
lung capacity
Volume dinamik:
Volume
=
expired in the first second FEV1
Maximal
= MVV
voluntary ventilation
Interpretasi; klasiflkasi pola abnormal terdiri atas;
1. Pola obstruksi (karena penyempitan jalan napas dan perlambatan arus udara)
2. Pola restriksi (karena penyakit parenkim paru, dinding dada, rongga pleura,
neuromuskular yang mengurangi kapasitas vital dan volume-volume paru)

3. Pola campuran obstruksi-restriksi (karena proses patologis yang mengurangi


volume udara, kapasitas vital, dan arus udara, dan termasuk penyempitan jalan
napas)
4. Transfer udara abnormal (abnormaitas membran alveolus-kapiler)

369
Panduan Prosedur Tindakan PAPDI

Tujuan
1. Menilai status faal paru: normal, hiper inflasi, obstniksi, restriksi, atau campuran
2. Menilai manfaat intervensi/pengobatan
3. Evaluasi perkembangan penyakit
4. Menentukan prognosis
5. Menentukan toleransi tindakan bedah :
- Menentukan risiko ringan, sedang, atau berat
- Menentukan apakah dapat dilakukan reseksi paru

INDIKASI
1. Penderita sesak napas
2. Penderita
asma dalam
keadaan
stabil untuk
nilai/FVC
berdasarkan
FEVl
Obstruksi
mendapatkan
dasar,%:
selanjutnya
Kateori
penukuran
setiap 6 bulan
3. Penderita PPOK dalam keadaan stabil untuk mendapatkan nilai dasar PPOK dan
penyakit obstruksi lainnya, selajutnya setiap 3-6 bulan
4. Penderita asma dan PPOK setelah pemberian bronkodilator untuk melihat efek
pengobatan
Penderita yang akan mengalami tindakan bedah dengan anestesi umum
6. Penderita yang akan mengalami tindakan bedah torakotomi
7. Pemeriksaan berkala pada orang-orang yang merokok: sekali setahun

5.

KONT RA INDIKASI

Absolut: tidak ada


Relatif : hemoptisis, pneumotoraks, infark miokard, emboli paru, status
kardiovaskular tidak stabil, aneurisma cerebri, pasca bedah mata, infeksi viral ( 23 minggu terakhir)

P E R S I A PAN

Alat:

Spirometri
Mouth
piece 1 buah
Penderita
tidak
menggunakan obat bronkodilator minimal 8 jam ( keija singkat) atau 24 jam
(kerjapanjang)
tidak merokok atau makan
kenyang dalam 2 j am sebelum pemeriksaan
tidak
berpakaian ketat

diterangkan tujuan dan cara pemeriksaan, serta contoh cara melakukan


pemeriksaan
diukur tinggi badan, berat badan

PROSEDUR TINDAKAN

Posisi berdiri tegak, kecuali j ika tidak memungkinkan: dalam posisi duduk
Penderita menghirup udara semaksimal mungkin, kemudian meniup melalui mouth
piece sekuat-kuatnya dan sampai semua udara dapat dikeluarkan sebanyakbanyaknya, dengan tidak ada udara yang bocor melalui celah antara bibir dan
mouth piece

370

Pulmonologi

Pemeriksaan dilakukan untuk mendapatkan 3 nilai yang reproduksibel (beda


antara 2 nilai terbesar dari ketiga percobaan < 5 % atau < 100 mL )

LAMATINDAKAN
lOmenit

KOMPLIKASI
Pneumotoraks, peningkatan tekanan intrakranial, sinkope, sakit kepala, pusing, nyeri
dada, batuk, infeksi nosokomial, desaturasi oksigen.

WEWENANG

RS Pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam


yang sedang dan sudah melalui Divisi Pulmonologi, Divisi Alergi-Imunologi
RS Non Pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

RS Pendidikan: Departemen Penyakit Dalam - Divisi Pulmonologi, Divisi AlergiImunoligi


RS Non Pendidikan: Bagian Penyakit Dalam, Pulmonologi

UNIT TERKAIT

REFERENSI
1.
2.

Grippi MA, Bellini LM. Pulmonary Function and Cardiopulmonary Exercise Testing.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2002.p.3J-40.
Yunus F Pemeriksaan Spirometri. Presiding Workshop on Respiratory Physiology and
Its ClinicalApplicaation. Jakarta, 28-29 Juni 1997.

3.

Rasmin M, Rogayah R, Wihastuti R, Fordiastiko, Zubaedah, Elisna S. Prosedur Tindakan


BidangParu danPernapasan: Diagnostik dan Terapi. Jakarta: Bag. Pulmonologi FKUI;
200I.p.28-32.

Panduan Prosedur Tindakan PAPDI

371

BIOPSI PLEURA
P E N G E RTI A N
Biopsi pleura adalah tindakan untuk mengambil spesimen jaringan pleura parietal
secara trans-torakal

TUJUAN
Untuk mendiagnosis penyakit-penyakit pleura seperti tuberkulosis dan keganasan.

INDIKASI

Bila torasentesis sebelumnya tidak memberikan hasil diagnostik yang diharapkan


Untuk meningkatkan ketepatan diagnostik pada saat torasentesis inisial pada
pasien dengan efusi pleura yang belum dapat diterangkan atau penebalan pleura,
terutama jika dicurigai karsinomatosis pleura atau tuberkulosis.

KONTRA-INDIKASI
Gangguan fungsi koagulasi yang belum teratasi, pneumotoraks, pasien tidak
kooperatif, pasien yang mendapatkan positive pressure ventilation (PPV)

P E R S I A PAN
Bah an dan Alat
Jarum
biopsi

Skalpel no. 11
Klem Kelly
Cairan antiseptik, sarung tangan steril, kasa, handuk steril
Lidokain 1 % 20 ml

Spuit2 ccdan lOcc


Jarum no. 25.
inci20. 1 inci

Tempat spesimen dengan larutan formalin 10%

Persiapan pasien:
1. Pemeriksaan DPL, BT, CT
2. Menerangkan prosedur tindakan yang akan dilakukan kepada pasien dan
keluarga, indikasi, dan komplikasi yang mungkin timbul,
3. Setelah mengerti dan setuju, pasien dan keluarga menandatangani surat ijin
tindakan.
4. Dilakukan pemeriksaan hemodinamik (tekanan darah, nadi, frekuensi pemapasan,
suhu ).

PROSEDUR TINDAKAN
1. Pasien duduk dengan posisi santai
2. Tetapkan lokasi biopsi, pada sela iga linea aksilaris posterior
3. Gunakan sarung tangan steril dan latih penggunaan jarum Abrams
4. Asepsis dan antisepsis daerah tindakan

372
Pulmonologi
5. Anestesi daerah tindakan dengan jarum no. 25 untuk bagian luar dan jarum no.
20 untuk bagian dalam
6. Dilakukan sayatan 3 mm dengan skalpel pada kulit/jaringan interkostal yang
dipilih
7. Dorong jarum Abrams dengan gerakan memutar dalam posisi tertutup sampai
terasa ada hambatan. Putar alat ke dalam posisi terbuka dan aspirasi dengan
spuit. Adanya cairan membuktikan pemotongan berada di ruang pleura
8. Letakkan pemotongan pada posisi jam 6. Pemotongan dikeluarkan bila pleura
parietal telah diperoleh, jarum pemotong diputar di posisi tertutup dan keluarkan
9. Letakkan spesimenpada kaldu untukM. tuberkulosis dan kulturjamur, sedangkan
yang lainnya diletakkan dalam formalin 10% untuk pemeriksaan histologi
10. Ulang prosedur ini sampai 5 kali dengan jarum pemotong dan diarahkan ke
bawah antara posisi jam 2 dan jam 10. Jarum pemotong jangan diarahkan ke atas
oleh karena dapat merusak saraf dan pembuluh darah interkostal
11. Jika ingin mengeluarkan cairan pleura gunakan jarum torakosentesis atau jarum
Abrams
12. Luka ditutup dengan verban dan jika diperlukan dapat dijahit
Teknik Memakai Jarum Cope
1. Pasien duduk dengan posisi santai dan nyaman
2. Tetapkan lokasi biopsi, pada sela iga linea aksilaris posterior
3. Gunakan sarung tangan steril dan latih penggunaan jarum Cope
4. Asepsis dan antisepsis daerah tindakan
5. Anestesi daerah tindakan
6. Buat insisi pada kulit sepanjang 3 mm
7. Masukkan ujung trokar ke dalam kanula luar, tusukkan ke dinding dada dan tarik
trokar dengan gerakan memutar sampai cairan teraspirasi
8. Keluarkan trokar dari kanula luar dan masukkan kaitan trokar biopsi dalam. Untuk
mencegah udara memasuki ruang pleura ketika trokar dikeluarkan dari kanula
luar pasien dianjurkan untuk menahan napas
9. Tempatkan pemotong kait trokar biopsi antara jam 2 dan jam 10, gunakan

10.
11.

12.

13.

penutup metal pada proksimal trokar biopsi sebagai tuntunan biopsi


Cabut perlahan-lahan trokar biopsi dan kanula bersama-sama sampai kait trokar
terangkat
Masukkan kanula luar ke dalam dada dengan gerakan memutar sambil tetap
berusaha menarik trokar biopsi.Kanula luar memotong jaringan pleura yang kuat
pada trokar biopsi. Tarik trokar biopsi dari kanula luar dan keluarkan hasil biopsi
Trokar dapat dimasukkan ulang ke dalam kanula luar dan dapat dilakukan biopsi
tambahan." 3 sampai 6 spesimen dapat diperoleh dari kait biopsi dengan arah
yang berbeda-beda. Letakkan 1 jaringan spesimen pada kaldu M. tuberkulosis
dan kultur jamur.
Sedangkan lainnya dapat diletakkan pada cairan formalin 10 % untuk pemeriksaan

histologi
14. Jika ingin mengeluarkan cairan pleura, dapat melalui kanula luar
15. Tutup tempat pungsi dengan verban. Jika perlu dapat dijahit.

Panduan Prosedur Tindakan PAPDI

373

Evaluasi Pasca-Biopsi Pleura


Observasi tanda-tanda pneumotorak
Foto dada PA

LAMA TINDAKAN
10-15 menit

KOMPLIKASI
Pneumotoraks, perdarahan, kerusakan saraf interkostal dengan gejala nyeri sisa
dan berkurangnya sensibilitas, nodul tuberkulosis pada lokasi biopsi, emfisema
subkutan, reaksi vasovagal

WEWENANG

RS Pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam subspesialis Pulmonologi. PPDS


Penyakit Dalam membantu persiapan dan pelaksanaan.
RS Non Pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam, Pulmonologi,

UNIT YANG MENANGANI

RS Pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam-Divisi Pulmonologi,


Departemen Pulmonologi
RS Non Pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam, Pulmonologi

UNIT TERKAIT

RS Pendidikan : Departemen Radiologi / RadiodiagnostikDepartemen Bedah /


Bedah Toraks, Patologi Anatomi.
RS Non Pendidikan: Bagian Radiologi, Bedah, Patologi Anatomi

REFERENSI
1. Bahar A. Biopsi pleura. In: Sumaryono, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M, Setiati S,
Gani RA, et al (eds). Prosedur Tindakan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat
Informasi dan Penerbiian Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI; J999.p.211-5.

2.

Colt HQ Mathur PN. Manual o f Pleural Pmcedures. Philadelphia: Lippincott Williams


& Wilkins, 1999:105-114.

374

3.3
REUMATOLOGI
Reumatologi

PENYUNTIKAN INTRA-ARTIKULAR
P E N G E RTI A N
Penyuntikan intra-artikular merupakan suatu terapi lokal dengan tujuan memberikan
efek analgesik anti inflamasi di daerah sendi

TUJUAN
Memberikan efek analgesik antiinflamasi di daerah sendi

INDIKASI
1.

Aspirasi cairan sendi: tindakan ini penting dalam rangka memastikan diagnosis
jika penyebab efusi sendi berupa sepsis, deposit kristal atau pendarahan. Juga
berguna dalam membedakan kelainan sendi inflamatif atau non inflamatif. Aspirasi

juga mempunyai arti terapeutik dengan jalan mengeluarkan darah, pus, cairan
sendi yang lerlalu banyak atau yang mengandung kristal
2. Suntikan/pemberian obat : penyuntikan bahan tertentu ke dalam ruang sendi
merupakan prosedur terapeutik, dan dilakukan dalam keadaan-keadaan sebagai
berikut, dengan syarat infeksi harus telah disingkirkan :
a. Hanya 1 atau beberapa sendi yang meradang
b. Hanya 1 atau beberapa sendi yang lebih meradang dari yang lain
c. Jika terapi sistemik dikontra-indikasikan
d. Sebagai pelengkap terapi sistemik terhadap kelainan/keradangan sendi yang
sulit diatasi
e. Membantu mobilisasi dan mencegah deformitas sendi, bersama-sama dengan
program rehabilitasi
f. Keluhan reumatik ekstra-artikular: bursitis, tenosinovitis, nerve entrapement
syndrome dsb
g.
h.

Menghilangkan nyeri dengan cepat


Biasanya tidak diberikan pada osteoartritis, kecuali pada kasus tertentu yaitu
untuk menghilangkan nyeri pada osteoarthritis yang menunjukkan tanda
inflamasi lokal.

KONTRAINDIKASI
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.

Infeksi lokal
Hipersensitifitas terhadap bahan yang disuntikkan
Diatesis hemoragik
Sendi yang tidak stabil
Fraktxir intra-artikular
Sendi yang tidak dapat dicapai
Osteoporosis juksta-artikular yang berat
Kegagalan suntikan terdahulu
Tidak ada indikasi yang tepat
Lesi yang mungkin tidak akan memberikan respons terhadap suntikan

Panduan Prosedur Tindakan PAPDI

377

11. Psikologis: penderita neurosis mungkin akan bergantung kepada suntikan


12. Pasien yang takut disuntik

PERSIAPAN
Semua perlengkapan yang dipakai hams steril. Umumnya dipakai spuit dan jarum
yang disposable. Ukuran jarum yang dipakai disesuaikan dengan besar sendi yang
akan disuntik. Misalnya jarum nomor 19 atau 21 untuk sendi besar, sedangkan
untuk sendi kecil jarum nomor 23 atau 25. Perlengkapan lain ialah bolpen untuk
menandai titik yang akan disuntik, anestetik lokal (lidokain atau spray etilklorida),
kapas alkohol, kain kasa dan larutan pembersih kulit (misalnya larutan yang
mengandung yodium). Juga tak boleh dilupakan botol kecil tempat menampung
aspirat guna pemeriksaan cairan sendi lebih lanjut.

P R O S E D U R TINDAKAN
Sebaiknya penyuntikan dilakukan dalam lingkungan yang aseptik. Hendaklah
ditimbulkan kesan pada penderita bahwa prosedur ini bukan prosedur yang sulit.
Jarang diperlukan obat penenang. Penentuan tempat yang tepat sangat penting.

Keberhasilan suntikan lokal sangat bergantung kepada pengetahuan anatomis daerah


yang bersangkutan. Sebelum melakukan penyntukan, dokter harus mempunyai
gambaran yang jelas tentang tempat yang akan disuntik (diperjelas dengan
penekanan ujung ballpoint atau diberi tanda dengan kuku) dan jalur yang akan
dilakui oleh jarum suntik. Penderita harus dalam posisi sedemikian rupa, sehingga
struktur disekitar sasaran suntikan dalam keadaan rileks. Kemudain dilakukan
pembersihan serta tindakan asepsis dan antisepsis pada tempat yang akan disuntik.
Draping hanya diperlukan pada penderita imunokompromis atau jika diperkirakan
prosedur akan berlangsung lama atau sulit. Tindakan untuk mengurangi sensasi
tusukan jarum (misalnya semprotan etilklorida atau anestesi lokal dengan infiltrasi
lidokain melalui jarum yang sangat halus ) kadang-kadang diperlukan

LAMA TINDAKAN
lOmenit

KOMPLIKASI
Komplikasi suntikan lokal:
1. Infeksi, dengan insidens 1 dari 1000-16000 pada dokter yang berpengalaman.
2. Perdarahan, jika merata harus dicurigai trauma atau gangguan mekanisme
perdarahan. Lalu lakukan aspirasi, dan jangan lakukan penyuntikan
3. Kerusakan rawan sendi, dapat terjadi akibat trauma oleh ujung jarum suntik.
4. Nekrosis aseptik, terjadi akibat infark tulang subkhondral
5. Atrofi kulit dan jaringan subkutan
6, Sinovitis kristal
7. Ruptur tendo/ligament
Supresi korteks adrenal

378

Reumatologi

WEWENANG

RS Pendidikan : Dokler Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam


yang sedang / sudah melalui Divisi Rematoiogi
RS Non Pendidikan: Dokler Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

RS pendidikan :Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Reumatologi


RS Non Pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

RS Pendidikan: Departemen Bedah / Ortopedi


RS Non Pendidikan: Bagian Bedah

Panduan Prosedur Tindakan PAPDI

379

ASPIRASI CAIRAN SENDI/


ARTROSENTESIS
PEN GERTIAN
Aspirasi cairan scndi/arlroseniesis merupakan lindakan yang sering dilakukan di
bidang reumatologi. Tindakan aspirasi dan analisis cairan sendi sangal penting
artinya dalani diagnosis dan tala laksana beberapa penyakit sendi seperti arlritis
sepuk dan artrilis gout, Sendi-sendi lerteniu sepeni sendi lulut lebili sering mengalami
eflisi daripada sendi lainnya

TUJUAN

INDIKASI
Diagnostik
1. Membantu diagnosis artritis
2 Memberikan konfinnasi diagnosis klinik
3. Selama pengobaian arthritis seplik, dilakukan secara serial untuk menghitung

jumlah leukosit, pengecaian gram, dan kultur cairan sendi.


Terapeutik
1. Artrosentesis - evakuasi krislal untuk mengurangi inflainasi pada pseudogout
akut dan crystal induced artritis yang lain- evakuasi serial pada arthritis septik
uniuk mengurangi desiruksi {drainase)
2 Pemberian kortikosteroid intraariikular- mengontrol inflamasi sleril pada sendisendi secara maksinial merupakan kunci diniana obat anti-inHamasi nonsteroid
telah gagal, kemungkinan akan gagal atau merupakan kontraindikasimempersingkai periode kesakilan, pada inOamasi y?ix\g self limited (goul)menghilangkan nyeri inltlamasi dengan cepat- membantu terapi fisik pada
kontraktur sendi

KONTRAINDIKASI
Diagnostik : Infeksi jaringan lunak yang mcnutupi sendi, bakteremia, anatomis
tidak bisa dilakukan, pasien tidak kooperatif
Terapeutik : Kontraindikasi diagnostik, instabilitas sendi, nekrosis avaskular,
artritis seplik, osteonekrosis, sendi neurolropik.

P E R S IA PAN
Bahan dan alat;

Spuit sesuai keperluan


Jarum
spuit: no.25 untuk sendi kecil, no.21 untuk sendi lain, no.15-18 untuk
efusi yang padat (pus).
Desinfektan iodine
(betadine), alkohol
Kasa steril
Anestesi lokal

380
Reumatologi

Sarung tangan
pulpen (untuk penanda)
Plester
tabung gelas
tabung steril untuk kultur
Iain-lain sesuai kebutuhan : media kultur, kortikosteroid.

P R O S E D U R TINDAKAN
Umum:
1. Sebelum melakukan aspirasi cairan sendi- lakukan pemeriksaan fisis sendi dan
bila diperlukan periksa foto sendi yang akan dilakukan aspirasi- hams dikuasai
anatomi regional sendi yang akan diaspirasi untuk menghindari kerusakan
struktur-struktur vital seperti pembuluh darah dan saraf. Hati-hati jangan sampai
mencongkel rawan sendi karena tidak dapat sembuh sendiri
2. Harus dilakukan teknikyangrL'iI untuk menghindari terjadinya arthritis septik.
Untuk desinfeksi perlu dipakai iodine dan alkohol. Dokter harus memakai sarung
tangan unluk menghindari kontak dengan darah dan cairan sendi pasien.
3. Uniukmengurangi nyeri dapai digunakan semprotan etilklorida. Bila diperlukan
dapat digunakan prokain unluk aneslesi lokal
4. Selama dilakukan prosedur aspirasi, harus diingatkan
5. Kepada pasien untuk selalu rileks dan tidak banyak menggerakkan sendi

Khusus:
1. Sendi lutut, pada efusi yang besar, tusukan dari lateral secara langsung pada
tengah-tengah tonjolan supra patella lebih mudah dan lebih enak untuk pasien.
Tonjolan pada kantung supra patella ini dapat diperjelas dengan menekan ke
lateral dari bagian medial. Dengan ujung bullpen dilakukan pemberian tanda
pada daerah target yaitu lebih kurang pada tepi atas patella {cephalad border o f
patella). Tanda ini akan masih tetap terlihat dalam waktu yang cukup untuk
mealukan desinfeksi, anestesi dan artrosentesis. Pada efusi sendi yang sedikit,
lebih baik dilakukan tusukan dari medial di bawah titik tengah patella.
2. Bahu pada pasien duduk, lakukan palpasi pada tonjolan korakoid. Pada 45 derajat
inferior dan lateral dari tonjolan tersebut akan didapalkan sendi glenohumeral.
Pada lokasi tersebut tusukan jarum lurus ke posterior ke ruang sendi
3. Subtalar, pada pasien posisi terlentang kaki 90 derajat terhadap tungkai bawah,
tusukan jarum secara horizontal ke ruang sendi di inferior dari ujung maleolus
lateral dan posterior dari sinus tarsus.
4. Metatarsofalangeal, untuk mengidentifikasi garis sendi ini dapat dilakukan
dengan fleksi dan ekstensi sendi. Untuk mempermudah memasuki sendi ini
dilakukan tarikan dan plantar fleksi 30 derajat. Tusukan jarum pada garis sendi
pada posisi 90 derajat.
5. Pergelangan tangan, sendi pergelangan tangan terletak di antara prosesus
stiloideus radius dan ulna. Ruang sendi ini dapat dicapai melalui salah satu sisi
pada bagian dorsal yaitu sedikit di sebelah distal radius atau sedikit distal ulna.

LAMA TINDAKAN
15 menit
381

Panduan Prosedur Tindakan PAPDI

KOMPLIKASI

Infeksi iatrogenik, perdarahan pada tempat aspirasi, hemartrosis, luka pada rawan
sendi, episode vasovagal pada saat atau setelah tindakan

WEWENANG

RS Pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam


yang sedang / sudah melalui Divisi Rematologi
RS Non Pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

RS pendidikan :Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Reumatologi


RS Non Pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

RS Pendidikan; Departemen Bedah / Ortopedi


RS Non Pendidikan : Bagian Bedah

382

3.4
GINJAL HIPERTENSI

Ginjal Hipertensi

BIOPSI GINJAL
P E N G E RTI A N

Biopsi Ginjal adalah pengambilan contoh jaringan ginjal

TUJUAN
Untuk mengetahui dan mengevaluasi penyakit ginjal

INDIKASI
1. Untuk mengevaluasi dan mengikuti perjalanan penyakit yang diduga mempunyai
sindrom glomerular, interstisial, atau vaskular, seperti;
a. sindrom nefrotik
b. proteinuria dan hematuria yang tidak jelas penyebabnya
2. Gagal ginjal akut yang tidak jelas penyebabnya atau perjalanan penyakitnya
cepat
3. Penyakit sistemik yang diduga melibatkan ginjal (lupus eritematosus sistemik)
4. Resipien transplantasi ginjal yang mengalami rejeksi atau penyakit yang rekuren

KONTRAINDIKASI
1. Kelainan pembekuan darah
2. Ginjal tidak berfungsi atau ginjal melisut
3. Hipertensi yang tidak terkontrol
4. Penderita tidak kooperatif
5. Kecurigaan adanya tumor ginjal
6. Infeksi saluran kemih
7. Uremia
8. Deformitas tulang vertebra berat
9. Ginjal tunggal
Kontraindikasi ini sebagianbesar relatif, karena dengan cara biopsi terbuka sebagian
dap at dikerjakan

P E R S I A PAN
1. Ij in tindakan medik tertulis
2. Dokter ruangan mengisi fonnulir biopsi ginjal sebagai syarat penjadwalan biopsi.
Bila formulir ini tidak diisi, maka biopsi tidak bisa dijadwalkan
3. Buatperjanjian jadwal biopsi di Subbagian Ginjal-Hipertensi
4. Periksa hitung trombosit, bleeding time, clotting time, prothrombine time, dan
activated partial prothrombine time
5. Pinjam termos dengan es kering ke Bagian Patologi Anatomi
6. Jarum suntik 5 cc, jarum eksplorasi, jarum biopsi USG {Tru-Cut needle), duk
steril, kasa steril, plester, botol untuk penyimpanan jaringan biopsi
7. Lidokain 2%, alkohol, Betadine, formalin 10%, gel untuk fiksasi pemeriksaan
imunofluoresensi jaringan ginjal
8. Isi status biopsi ginjal divisi Ginjal-Hipertensi dan catat data pada buku biopsi
9. Isi formulir PA untuk dikirim ke Patologi Anatomi

385
Panduan Prosedur Tindakan PAPDI

P R O S E D U R TINDAKAN
1.

Pasien dalam posisi tengkurap dengan bantal diletakkan di bawah perut untuk
memfiksasi ginjal terhadap punggung
2. Kedua ginjal diperiksa dengan bantuan USG dan ditentukan pada ginjal yang
mana akan dilakukan biopsi, tandai titik biopsi dengan spidol

3.

Tempat biopsi biasanya 1 jari di bawah iga terakhir (XII), kira-kira 7-8 cm dari
vertebra
4. Dilakukan tindakan asepsis dan antisepsis
5. Dengan probe biopsi USG steril, tentukan lokasi yang tepat untuk titik biopsi
6. Dilakukan anestesi lokal pada daerah biopsi
7. Dilakukan biopsi perkutan dengan bantuan probe biopsi USG dengan
menggunakan jarum biopsi Tru-Cut, sebelumnya tempat biopsi dilebarkan dengan
jarum eksplorasi
8. Pada saat biopsi pasien harus menahan napas (inspirasi dalam)
9. Setelah dilakukan biopsi, pada tempat biopsi diberi pembalut tekan, penderita
tetap dalam posisi tengkurap
10. Jaringan biopsi dibagi dua, sebagian dimasukkan ke dalam larutan formalin 10%
untuk pemeriksaan mikroskop cahaya, sebagian lagi diberi gel dan disimpan
dalam termos es untuk pemeriksaan imunofluoresen
11. Pasca biopsi pasien tetap dalam posisi tengkurap selama + 6 jam dan selama
periode itu diobservasi kemungkinan timbulnya perdarahan ginjal

INSTRUKSI PAS C A TINDAKAN

Tidur tengkurap sampai 6 jam pasca biopsi, setelah itu boleh telentangIstirahat di tempat tidur sampai 24 j am pasca biopsi
Awasi tanda vital dan perdarahan:
- 4
jam pertama pasca biopsi: tekanan darah, nadi, dan pemapasan tiap jam
- 4
jam kedua pasca biopsi: tekanan darah, nadi, dan pemapasan tiap 2 jam
Selanjutnya sampai 24 jam pasca biopsi: tekanan darah, nadi, dan pemapasan
tiap 4 jam
24jam pasca biopsi periksaurin untuk melihat perdarahan
Periksa daerah sekitar biopsi, apakah ditemukan: nyeri, bengkak, hematom

KOMPLIKASI
Hematuria (mikroskopik atau gross), hematom perirenal, infeksi, aneurisma

WEWENANG

RS Pendidikan: Dokter Spesiahs Penyakit Dalam - Subspesialis Ginjal Hipertensi,


Dokter Spesialis Penyakit Dalam dengan sertifikasi.PPDS Penyakit Dalam
membantu persiapan dan pelaksanaan

UNIT YANG MENANGANI

RS Pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Ginj al Hipertensi


RS Non Pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

386
Ginjal Hipertensi

UNIT TERKAIT

RS Pendidikan: Departemen Bedah - Divisi Bedah Urologi


RS Non Pendidikan: Bagian Bedah

Panduan Prosedur Tindakan PAPDI

387

PERITONEAL DIALISIS AKUT


P E N G E RTI A N
Peritoneal dialisis akut adalah salah satu bentuk dialisis di mana membran peritoneal
digunakan sebagai membran semipermiabel pada pasien dengan gagal ginjal

TUJUAN
Dialisis dalam keadaan darurat

INDIKASI
Pasien gagal ginjal dengan keadaan umum buruk yangmemerlukan tindakan dialisis
segera

KONTRAINDIKASI

Pasca-operasi organ abdomen, ileus, hernia


Penyakit paru yang menimbulkan hipoksia berat
Gangguan pembekuan darah
Tidakkooperatif

P E R S I A PAN
Pasien:
Penjelasan mengenai peritoneal dialisis
Informed consent
Alat:
Set bedah minor, kateter dialisis peritoneal, cairan perisolution dan giving set, hep
arin, antibiotika, lidokain 2%, KCl injeksij blood set, besturi, jarum suntik disposable
(3 cc, 5 cc), sarung tangan

PROSEDUR TINDAKAN
1.

=
Siapkan 2 kolf ( 1 kolf 1 liter) cairan perisolution, hangatkan dengan direndam
dalam air panas sampai suhu + 37C
- Kolf I: tambah 500 unit heparin, 3 mEqKCl, dan lOmgGentamisin
- Kolf II: tambah 250 unit heparin, 3 mEq KCl, dan 10 mg Gentamisin

2, Operator menggunakan sarung tangan


3. A dan aijtisepsis lapangan operasi: daerah umbilikus dan sekitamya dibersihkan
dengan betadin kemudian alkohol 70%
4. Pasang duk steril
5. Anestesi lokal dengan lidokain +2 ml sekitar 2 cm di bawah umbilikus: kutis,
subkutis, peritoneum
6. Kira-kira 2 cm di bawah umbilikus dibuat insisi membujur dengan besturi sesuai
diameter kateter
7. Bebaskanjaringan dengan klem arteri secara tumpul sampai teraba lapisanperi
toneal

388
Ginjal Hipertensi
8. Bila peritoneal sudah dicapai:
- Ambil
jarum infus dari blood set, tusuk sampai menembus peritoneum
- Ambil konektor karet dari blood set,
hubungkan dengan jarum yang tertanam
pada rongga peritoneum, ujung yang satu lagi hubungkan dengan kateter
cairan perisolution yang telah disiapkan pada tiang infus
9. Isi rongga peritoneum dengan cairan perisolution 1 liter (kolf I), Bila tepat masuk
rongga peritoneum aliran akan lancar
10. Cabut jarum dari rongga peritoneum
11. a. Kateter peritonealdialisis dengan stilet; Tembus dinding peritoneal dengan

hati-hati, kateter kemudian belokkan menyusur dinding peritoneum ke arah


SIAS sampai mentok
b. Kateter peritonealdialisis tanpa stilet: Ujung kateter ini tumpul, terlebih dulu
dibuat insisi kecil pada dinding peritoneum dengan besturi sesuai diameter
kateter
12. Bila posisi kateter dinilai sudah betul, tes dulu dengan memasukkan cairan pada
kolf II dan mengeluarkannya sedikit. Bila cairan lancar berarti posisi kateter
sudah baik
13. Jahit kulit sekitar kateter, benang diikat pada kateter sedemikian rupa sehingga
kateter tertanam cukup baik
14. Tutup luka dengan kasa yang diberikan betadin

INSTRUKSI PASCA TINDAKAN

1. Siapkan siklus terdiri dari 2 kolf (1 kolf = 1 liter cairan perisolution)


2. Sebelum digunakan, cairan peritonealdialisis direndam dalam air panas sampai
suhu + 37C. Tiap kolf (1 liter) ditambah heparin 250 unit, KCl 3 niEq, dan
Gentamisin 10 mg
3. Setelah cairan masuk semua, diamkan di dalam rongga peritoneum 30 menit,
setelah itu cairan dikeluarkan. Jadi setiap siklus akanmemerlukan waktu selama
60 menit dengan perincian;
- Memasukkan cairan 2 liter
: 10 menit
- Lama cairan
tinggal di rongga ; 3 0 menit
- Mengeluarkan cairan
: 20 menit
4. Lakukan tindakan 1 -3 sampai siklus XII
5. Catat jam masuk dan keluar cairan serta jumlah cairan yang masuk dan keluar
pada formulir balans cairan
6. Pada siklus XII, cairan yang dikeluarkan hanya 1 liter. Sisakan 1 liter dalam
rongga peritoneum
7. Buat balans cairan dialisis peritoneal setiap hari. Balans ini ikut diperhitungkan
dengan balans keseluruhan
8. Keesokan harinya ulang tindakan 1 -7

LAMA TINDAKAN
Satu siklus memakan waktu 60 menit, dilakukan 12 siklus tiap hari

KOMPLIKASI
Peritonitis, exit site infection, perdarahan, hernia, hidrotoraks

Panduan Prosedur Tindakan PAPDI

389

WEWENANG

RS Pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam - Subspesialis Ginjal Hipertensi,


Dokter Spesialis Penyakit Dalam dengan sertifikasi.PPDS Penyakit Dalam
membantu persiapan dan pelaksanaan

UNIT YANG MENANGANI

RS Pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam-Divisi Ginjal Hipertensi


RS Non Pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

RS Pendidikan; Departemen Bedah - Divisi Bedah Urologi


RS Non Pendidikan: Bagian Bedah

390

Ginjal Hipertensi

PERITONEAL DIALISIS MANDIRI


BERKESINAMBUNGAN
P E N G E RTI A N
Peritonealdialisis mandiri berkesinambungan atau continuous ambulatory perito
neal dialysis (CAPD) adalah proses dialisis berkesinambungan yang menggunakan
selaput peritoneal sebagai membran alami yang dilakukan secara mandiri

TUJUAN

Dialisis yang adekuat

INDIKASI
Pasien gagal ginjal terminal, terutama yang mengalami:
DM
dengan komorbiditas tinggi
Ketidakstabilan kardiovaskular akibat
penyakit kardiovaskular atau usia lanjut
dengan hemodinamik tidak stabil

Kesulitan/kegagalan pembentukan akses vaskular karena proses aterosklerosis


dan Iain-lain pada pasien HD

Kecenderungan perdarahan (trombositopenia/trombopati)


Strok baru

Alergi terhadap bahan dialisat/asetat


Pasien
gagal ginjal terminal dengan HD reguler yang mengalami: gangguan
serebral akut (perdarahan intrakranial), gagal jantung kongestif, kardiomiopati,
penyakit jantung iskemik berat, atau gangguan irama jantung dengan kelainan
hemodinamik

KONTRAINDIKASI
Mutlak: permukaan selaput peritoneum sempit (akibat adhesi peritoneal yang
berlebihan/peritonitis berulang)
Relatif:
Ostomi
(kolostomi, ileostomi, nefrostomi)
Peritonitis lokal
(tuberkulosis/jamur)

Sangat gemuk

Ginjal polikistik masif (rongga perut sempit akibat massa tumor)


Fistel
abdominal/sepsis abdominal

Ketidakmampuan pasien untuk menjalankan program sendiri (buta, hemiparesis/kuadriplagia)


Retardasi
mental/psikosis
Motivasi rendah

P E R S I A PAN
Bahan dan Alat:
Larutan dialisis
Volume larutan 1 -2 liter
391

Panduan Prosedur Tindakan PAPDI

Susunan elektrolit tergantung pabriknya


Konsentrasi dekstrosa:
a. Standar (dekstrosa 1,5%)
b. Hipertonis (dekstrosa 2,5% atau 4,25%)
Cww transfer set
Variasi sambungan untuk CAPD
Modifikasi konektor pada CAPD
Kateter peritoneum (yang bisa dipakai di Indonesia)
Standard double-cuff tenckhoff

1. Obat-obatan harus diberikan intraperitoneal selama 10-14 hari sebagai tindakan


pencegahan penyulit:

Heparin (1000 unit untuk setiap kantong dialisat)


Antimikroba (biasanya golongan aminoglikosida/sefalosporin 100 mg untuk
'
setiap kantong dialisat)
2. Resep program CAPD
Volume cairan dialisis: Pergantian cairan 4 kali sehari, masing-masing 2 liter (2
liter untuk 4 kali pertukaran = 8 liter/hari)
- Jam pertukaran: 08.00,12.00,16.00,22.00-24.00 (sebelumtidur)
Ultraflltrasi. Untuk 3 kali pertukaran pertama, dialisat standar (1,5%), untuk
malam sebelum tidur, dialisat hipertonis (4,25%)
Komposisi cairan dialisat;Na 132 mEq/1, CI 98 mEq/1, Ca 3,5 mEq/1, Mg 0,5
mEq/1, laktat 40 mEqA
- Urea klirens
yang diharapkan perminggu: 57 liter klirens
Kreatinin klirens yang diharapkan perminggu: 47 liter klirens

P R O S E D U R TINDAKAN
Perawatait exit site
Perawatan tempai lubang keluarnya kaleter tenckhoff. dilakukan setiap hari oleh
pasien sendiri atau bantuan anggota keluarga, untuk mencegah infeksi. Alat dan
obat yang dibuluhkan: kasa steril, plester, guniing, immohilber untuk kateter,
betadin/NaCl 0,9%
Cara:
1. Sebelum bekerja cuci tangan dengan sabun/desinfektan
2. Memakai masker penutup mulut
3. Bersihkan daerah exit site dengan kasa yang dibasahkan betadin (gunakan NaCl
0,9% bila pasien tidak tahan terhadap betadin dengan cara memutar dari bagian
dalam ke luar)
4. Gunakan satu sisi kasa steril setiap kali pemakaian
5. Bersihkan kateter
6. Fiksasi kateter dengan immobilizer, sehingga tidak mudah tertarik
7. Observasi daerah kateter untuk memeriksa apakah terdapat kebocoran, robek,
atau rusak
8. Jika pasien merasa sakit, kemerahan, bengkak, atau ada nanah pada daerah exit
site, lakukan pemeriksaan kultur dan melapor ke dokter untuk mendapatkan
pengobatan
392

Ginjal Hipertensi
9. Anjurkan pasien untuk tidak memakai pakaian yang ketat
10. Jika banyak berkeringat dianjurkan untuk membersihkan exit site sesering
mungkin
Penggantian transfer set pada sistem "O" set
Alat yang dibutuhkan: transfer set, betadin, out post klem, disconrtet shildklem, on
of tray (3 buah kain steril + kasa steril), mini cup, klem kaLeter, masker
Cara:
1. Dilakukan di ruang tertutup dan bersih
2. Pakai masker dan siapkan alat-alat di atas
3. Cuci tangan dengan memakai sabun/desinfektan
4. Pasien dianjurkan telentang

5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.

Buka on of tray, transfer set, mini cup, klem kateter


Taruh betadin pada kain yang kering
Ambil duk yang berlubang di tengahnya dengan menggunakan pinset
Letakkan pada perut pasien
Pakai sarung tangan
Ambil dua duk yang tidak berlubang dan letakkan pada perut pasien
Ambil kasa steril, letakkan pada titanium
Gosok titanium dengan kasa steril + betadin selama 5 menit
Rendam antara titanium dan transfer set dengan betadin
Ambil klem kateter lalu letakkan transfer set d?in titanium selama 5 menit
Rendam titanium dengan betadin selama 5 menit
Sambungkan dengan transfer set
Ambil mini cup lalu pasangkan pada transfer set
Ambil "O'' set lalu sambungkan sampai membentuk "O"
Tusukkan ujung lancip pada kantong yang kosong
Rapihkan pasien
Ganti balutan pada exit site

KOMPLIKASI
Mekanik, infeksi, kardiovaskular, paru, neurologik, metabolik

WEWENANG

RS Pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam - Subspesialis Ginjal Hipertensi,


Dokter Spesialis Penyakit Dalam dengan sertifikasi. PPDS Penyakit Dalam
membantu persiapan dan pelaksanaan

UNIT YANG MENANGANI

RS Pendidikan ; Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Ginjal Hipertensi


RS Non Pendidikan; Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

RS Pendidikan: Departemen Bedah - Divisi Bedah Urologi


RS Non Pendidikan: Bagian Bedah
393

3.5

HEMATOLOGI
ONKOLOGI MEDIK

Hematologi-Onkologi Medik

AFERESIS
P E N G E RTI A N
Aferesis adalah prosedur pemisahan komponen darah seseorang secara langsung
dengan menggunakan mesin pemisah komponen darah

TUJUAN
Mengeluarkan sebagian komponen darah, dapat berupa sel {cytopheresis) atau
plasma (plasmaferesis//>/a5wa exchange)

INDIKASI
Terapeutik:
Sitoferesis
Eritrositoferesis: Sickle cell anemia, malaria
dg parasitemia
Tromboferesis: Trombositemia simtomatik
Leukoferesis: Leukemia
dengan hiperleukositosis, arthritis rheumatoid (dim
keadaan tertentu)
Plasmaferesis: Kelainan
paraprotein (sindrom hiper\nskositas, krioglobuhnemia,
cold
penyakil
agglutinin), iCeiainan akibal metabolik loksik (penyakii Refsum,
penyakit Fabry, hiperkolesterolemia familial), Kelainan imunologis (sindrom
goodpaslure. miastenia gravis, sindrom eaton-lamben, sindrom guilain-barre,
pemfigus, ITP, inhibitor faktor koagulasi), Vaskuliii (SLE, glomerulonefriitis
mesangiokapiler, granulomatosis wagener), Defisiensi faktor plasma (TTP),
keracunan obat atau bahan racun lainnya.
Donor:
Untuk memenuhi kebutuhan komponen darah pasien:
Tromboferesis
Plasmaferesis

Leukoferesis, untuk mendukung program PBSCT

K O N T R A INDIKASI

Aferesis terapeutik
Pasien dengan kondisi buruk dan gangguan hemodinamik
Aferesis donor
Kadar trombosit/ leukosit/ albumin/ hemoglobin/ hematokrit di bawah normal
Golongan ABO-Rh tidak cocok, cross matching hasil (+)
Mengandung HbsAg/ anti HCV/ HIV/ VDRL dan malaria
Herat badan kurang, usia tua, anak-anak
Menderita penyakit jantung, paru-paru, gagal ginjal kronik atau penyakit akut
lainnya

397
Panduan Prosedur Tindakan PAPDI

PERSIAPAN
Bahan dan alat;
Mesin aferesis
Set aferesis
disposable, set trombaferesis, set plasmaferesis, set leukaferesis,
set eritositaferesis

Antikoagulan ACD-A
Akses intravena
AV fistula

Heparin injeksilnfus salin 0,9%


Albumin (untuk plasmaferesis)
Obat-obat darurat; injeksi Ca glukonas, inj adrenalin, inj kortikosteroid, inj
antihistamin, nftise salin, plasma expander, oksigen, alat resusitasi dan obat
darurat untuk resusitasi
Pasien:

Penjelasan mengenai prosedur yang akan dijalani


PemeriksaaniFisik: hemodinamik, beral badan, tinggi badan
Laboratorium:
gol darah ABO-Rh. cro.s,s-maiching, DPL, HbsAg, anti HCV
Informed consent
Menelan tablet kalsium sehari sebelumnya

P R O S E D U R TINDAKAN

Mesin aferesis dihidupkan dan dinilai apakah layak beroperasi, memasang set
aferesis disposable (set tunggal atau ganda) pada mesin aferesis, beserta infus
NaCl 0,9%. antikoagulan ACD-A
Melakukan koleksi koinponen darah dari donor via vena di lengan kanan, kiri
(set ganda) aiau satu lengan, mengisi data donor pada komputer mesin,
menghubungkan mesin set dan set aferesis disposable dcngan donor, memulai
prosedur
Prosedur donor trombosii dan plasma berlangsung 100 menit, sedangkan
prosedur donor sel asal darah dalam darah lepi berlangsung 4-8 jam
Bila prosedur selesai dilakukan, start rinseback mode, kemudian lepaskan set
aferesis dari donor, trombosit yang dikoleksi segera diberikan ke pasien atau bila
disimpan harus diatas blood rotator (yg bergoyang) selama maksimal 5 hari
Selama prosediu' aferesis beijalan, dokter dan perawat harus mengawasi keluhan,
dan bila perlu menilai hemodinamik
Untuk aferesis terapeulik, prosedumya sama dengan aferesis donor, namun
khusus untuk plasmaferesis, awasi kemungkinan syok hipovolemik dan lidak
lupa memberikan infus albumin saat pertengahan prosedur serta awasi 1-2 jam
seielah prosedur unluk mencegah kemungkinan syok

LAMA TINDAKAN

KOMPLIKASI

398

Hematologi-Onkologi Medik

Hipokalsemia (kesemutan bibir dan jari tangan, dada rasa tertekan, pandangan gelap),
gangguan hemodinamik dan penurunan kesadaran

WEWENANG

RS Pendidikan; Dokter spesialis Penyakit Dalam Subbagian Hematologi-Onkologi,


PPDS Penyakit Dalam tahap yang sedang / sudah melalui kepaniteraan
Hematologi.
RS Non Pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

RS Pendidikan: Departemen Penyakit Dalam - Divisi Hematologi-Onkologi


RS Non Pendidikan: Bagian Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

Bank darah

Panduan Prosedur Tindakan PAPDI

399

PUNGSI SUMSUM TULANG


T U JU A N

Diagnosis sitomorfologi/ evaluasi produk pematangan sel asal darah {stem cell)
Penilaian terhadap simpanan besi
Pengumpulan colonyforming unit (CFU-GM) pada transplantasi sumsum tulang
M endapa tkan spesimen untuk pemeriksaan bakteriovirologis (biakan
mikrobiologi)

INDIKASI

Anemia dan sitopenia lainnya yang tidak dapat diterangkan


Leukositosis dan/ atau trombositosis yang tidak dapat diterangkan
Dugaan leukemia atau mieloptisis

KONTRA INDIKASI
Keadaan umum yang buruk

PERSIAPAN
Bahan dan alat
Bahan tindakan
antiseptik
Povidone iodine

Kapas lidi steril dan kapas steril


Prokain/ lidokain 3% dan
spuit 5 cc, spuit 20 cc danjarumhipodermik 23-25 gaus

Sarung tangan steril dan duk bolong steril


Set
jarum aspirasi sumsum tulang (14-16 G) yang sesuai dengan tempat yang
akan dilakukan dan spuit yang sesuai dengan jarum aspirasi sumsum tulang.
Tempat aspirasi:

Spina iliaka posterior superior (SIPS)


Krista iliaka
Spina iliaka anterior superior (SIAS)
Sternum di antara
iga 2 dan 3 garis mid sternal atau sedikit di kanannya (jangan
lebih dari 1 cm)
Spina dorsalis / prosesus spinosus vertebra lumbalis (jarang dilakukan karena
alatnya tidak ada, sekitar 18 gaus)
Botol bersih untuk koleksi
aspirat, gelas obyek untuk bloodfilm

Antikoagulan titriplex, heparin atau EDTA

Perlengkapan untuk mengatasi renjatan neurogenik dan renjatan anafilaksis


seperti adrenalin, atropin sulfat dan cairan set infuse

PROSEDUR TINDAKAN

Pasien diminta untuk buang air besar/ kecil sebelum tindakan

Periksa kelengkapan dan kelayakan bahan dan alat tindakan


Cuci tangan yang bersih dan keringkan

400

*
*
*

*
'

Hematologi-Onkologi Medik
Pakai samng tangan steril
Periksa kelengkapan dan kesesuaian jarum aspirasi dan spuitnyaisi spuit untuk
aspirasi tersebut dengan sedikit antikoagulan titriplex/ EDTA untuk pemeriksaan
sitologi dan imunologi atau heparin tanpa pengawet untuk sitogenetik
Lakukan tindakan a dan antiseptik daerah tindakan dan prosedur terjaga aseptik.
Tentukan titik tindakan
Lakukan anestesi lokal tegak lurus permukaan mulai dari subkutis sampai peri
osteal
Lakukan penetrasi jarum aspirasi tegak lurus dengan diputar kiri kanan secara
lembut menembus kulit sampai membentur tulang/ periosteum kemudian
perhatikan tingginya jarum, untuk jarum stemal sesuaikan pembatas/ pengaman
- 0,5 cm dari kulit, kemudian
setinggi 0,3
lanjutkan penetrasi jarum untuk
menembus tabula ekstema dengan memberikan tekanan lebih besar secara mantap
dan lembut setelah terasa seperti menembus kertas pada saat menembus diploe
dan perbedaantinggijarumyangmasuk + 0,3-0,5 cm untuk sternum, 0,5 -1,5
cm untuk SIPS/ SIAS/ krista iliaka, selanjutnya cabut mandrein dan pasang spuit
20 cc yang sudah dibilas antikoagulan tadi kemudian lakukan aspirasi perlahan
tapi mantap (pasien akan merasa sakit) sebanyak 1 - 2 cc (untuk sitomorfologi
saja), 2 cc dengan heparin (untuk pemeriksaan sitogenetik), jika terlalu banyak
akan terencerkan dengan darah perifer yang akan menyulitkan penilaian,
kemudian spuit dicabut, jarumkan biarkan saja.
'
Teteskan aspirat secukupnya ke gelas obyek, diratakan diatas kaca slide, maka
akan terlihat partikel sumsum tulang
Sisanya masukkan ke dalam botol koleksi kemudian dikirim ke laboratorium
Jika diperlukan untuk alasan lain dapat dilakukan aspirasi dengan spuit yang
lain yang telah dibasahi antikoagulan, kemudian dikoleksi pada tempat Iain yang
telah diisi antikoagulan
Setelah selesai jarum aspirasi dicabut pelan-pelan tetapi mantap dengan cara
diputar seperti ketika memasukkannya
Daerah perlukaan dilakukan penutupan luka {dressing) dengan kassa yang telah
diberi antiseptik jika diperlukan.
Bila ada trombositopenia atau fragilitas kapiler yang meningkat (defisiensi hemostasis primer) dilakukan penekanan dulu sekitar 10 - 15 menit, setelah yakin
tidak ada perdarahan baru dilakukan dressing.
Daerah perlukaan jangan dibasahi selama 3 hari dan dressing dibuka setelah 3
hari

LAMA TINDAKAN

KOMPLIKASI
Pneumomediastinum jika dilakukan pada sternum, perdarahan

WEWENANG

RS Pendidikan : Dokter spesialis Penyakit Dalam, PPDS Penyakit Dalam tahap

yang sedang / sudah melalui kepaniteraan Hematologi.


RS Non Pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam

401

Panduan Prosedur Tindakan PAPDI

UNIT YANG MENANGANI

RS Pendidikan; Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Hematologi-Onkologi


RS Non Pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAI T

402

Hematologi-Onkologi Medik

BIOPSI SUMSUM TULANG


TUJUAN

Menilai selularitas sumsum tulang


Menentukan adanya keganasan hematologi dan nonhematologi (metastasis)
Menentukan adanya fibrosis sumsum tulang

INDIKASI
Kecurigaan adanya gangguan produksi sel darah, menentukan stadium keganasan
nonhematologi

KONTRA INDIKASI

Tidak ada kontraindikasi mutlak


Pada trombositopenia berat (<20.000) pemberian transfusi trombosit sebelum
tindakan akan lebih baik
Melakukan biopsi sumsum tulang pada sternum

PERSIAPAN
Bahan dan alat
Jarum
biopsi jamshidi atau sejenis

Perlengkapan standar minor set sederhana yaitu antiseptik, alkohol 70%, kapas
lidi, duk bolong, semprit 5 cc, lidokain, sarung tangan steril, kasa steril, plester,
botol kaca, formalin 10%

P R O S E D U R TINDAKAN

Pasien diminta untuk buang air kecil/ besar sebelum tindakan dimulai
Pasien pada posisi tengkurap
A dan antisepsis pada daerah sekitar lokasi yaitu krista iliaka superior posterior
Setiap tindakan dilakukan secara steril
Pasang duk bolong
Anestesi dengan lidokain 2% pada krista iliaka posterior 3 - 6 cc sampai mencapai
periosteum
Suntikan jarum biopsi dengan cara twisting morion sambil melakukan penekanan
sampai terasa menembus tulang dan dilanjutkan sepanjang 1-2 cm
Melakukan gerakan 4 arah (atas, bawah, kiri, kanan) setelah itu jarum diangkat
Luka biopsi ditutup dengan kasa steril yang dibasahi povidone iodine dan tidak
boleh dibasahi selama 3 hari.

Pembuatan preparat
Gosokkan bahan/ jaringan sumsum tulang yang didapat pada kaca obyek (slide)
sebanyak 2-3 buah dan biarkan kering dengan pewamaan.Pewamaan bisa berupa
pewarnaan wright atau giemsa.

403
Panduan Prosedur Tindakan PAPDI

LAMATINDAKAN

KOMPLIKASI
Perdarahan, infeksi

WEWENANG

RS Pendidikan: Dokter spesialis Penyakit Dalam, PPDS Penyakit Dalam tahap


yang sedang/sudah melalui kepaniteraan Hemalologi.
RS Non Pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

RS Pendidikan: Departemen Penyakit Dalam Divisi Hematologi-Onkologi


RS Non Pendidikan; Bagian Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

RS Pendidikan / RS Non Pendidikan : Patologi Anatomi

404

Hematologi-Onkologi Medik

TRANSFUSI DARAH
PENGERTIAN
Transfusi darah adalah tindakan memasukkan sel darah merah (darah segar, pack
red cell) ke dalam tubuh melalui vena

TUJUAN
Memberikan kebutuhan sel darah merah sesuai indikasi

INDIKASI
Sesuai dengan komponen darah yang ditransfusikan;
Darah
lengkap {whole blood) 250-300 cc/unit: meningkatkan volume darah merah
dan volume plasma pada petdarahan akut dan pada kehilangan darah > 25%
volume darah total
* Darah merah
pekat {packed red blood cells) 150-250 cc/unit: meningkatkan massa
sel darah merah dan kapasitas oksigen pada anemia normovolemik simtomatik
termasuk anemia kronik pada kelainan ginjal kronik dan kanker
Darah merah dicuci
{saline washed red blood cells) 180 cc/unit: meningkatkan
massa sel darah merah, mengurangi risiko reaksi alergi terhadap protein plasma
Trombosit konsentrat
{platelet concentrate) 50 cc/unit:Perdarahan karena
atau
trombositopenia
trombopati
Trombosit aferesis
{platelet aferesis) 300 cc/unit;Perdarahan karena
trombositopenia atau trombopati, kecocokan HLA
Plasma beku
{fresh frozen plasma) 220 cc:Pengobatan beberapa gangguan

koagulasi
Kriopresipitat (cryoprecipitate / anti hemophilifactor) 15 cc/unit:
Defisiensi faktor VIII, faktor XIII, fibrinogen, pengobatan penyakil von willebrand
Darah merah minim leukosit {leucocytepoor RBC) 200 cc/unit: Meningkatkan
massa sel darah merah, mencegah reaksi demam karena antibodi leukosit,
menurunkan kemungkinan aloimunisasi terhadap leukosit atau antigen HLA

K ONT R AI ND IK A S I
Sesuai dengan komponen darah:
Darah
lengkap;Anemia kronik normovolemik yang hanya memerlukan
peningkatan massa sel darah merah.
Darah merah dicuci:Bila sudah lebih dari 24
jam karena teknik pencucian sistem
terbuka menyebabkan penggunaannya terbatas 24 jam (risiko kontaminasi

bakerial)
Darah merah pekat dan darah merah minim leukosit:Hati-hati risiko reaksi transfusi
hemolitik, transmisi infeksi virus, reaksi alergi dan demam
Trombosit konsentrat dan trombosit aferesis:Tidak efektif untuk pasien dengan
destruksi trombosit yang cepat, termasuk ITP dan KID yang tidak diobati (kecuali
pada perdarahan aktif), septikemia dan hipersplenisme

Panduan Prosedur Tindakan PAPDI

405

Plasma beku: Jangan diberikan bila tujuannya menambah volume darah


KiiopresipitatiUntuk kasus selain indikasi

PERSIAPAN
Bahan dan alat
Untuk transfusi darah
lengkap, darah merah pekat, darah merah dicuci, plasma
beku dan kriopresipitat, gunakan set transftisi khusus dengan penyaring/ filter
atau blood set
Untuk transfusi trombosit konsentrat atau trombosit aferesis, gunakan infus set
khusus untuk transfusi trombosit

Hanya infus NaCl 0,9% yang diizinkan untuk diberikan bersama darah/ komponen
darah
Bila
tersedia, dapat digunakan alat pemompa darah elektronik untuk transfusi
darah

PROSEDUR TINDAKAN
Permintaan darah atau komponen
Formulir
permintaan darah diisi lengkap, lemiasuk golongan arah A BO- Rh yang
selamaini diketahui, namapasien daii nama orang tuaalau suaini, reakiii transfusi
yang pemah dialami, indikasi dan Iain-lain
Formulir tersebut ditandatangani oleh dokter yang meminta, sedangkan perawat
ruangan menilai ulang kelengkapan dan kebenaran pengisian formulir tersebut
Perawat
mengambil sampel darah minimal 2 cc, paling baik 5 cc. Pada sampel
darah ini hams ditempelkan label yang kuat bertulisan nama lengkap (sesuai
formulir), jenis kelamin, umur, nomor rekam medik, tanggal pengambilan dan
ruang perawatan
Pemberian transfusi darah atau komponen
Identifikasi secara benar dan cermat bahwa nama pasien dan data lainnya cocok
dengan label pada darah/ komponen darah yang akan diberikan, begitu juga
kebenaran indikasi transfusi pada pasien ini.
Pada saat dimulai pemberian transfusi, pasien hams diawasi selama 5-10 menit
pertama, kemudian diawasi secara periodik sampai tindakan transfusi selesai.
Dokter hams berada di area yang terjangkau (di RS) selama pemberian transfusi,
sehingga bila timbul keadaan darurat dapat segera hadir menanganinya
Bila
alatnya tersedia, darah/ komponen darah dihangatkan dulu dengan alat
blood warmer temtama pada kasus-kasus khusus antara lain pasien dewasa
yang menerima transfusi cepat dan bemlang (> 50 cc/kg/jam), exchange transfu
sion pada bayi, anak-anak yang menerima transfusi dengan volume besar (> 15
ml/kg/jam) dan infus cepat melalui kateter vena sentral.
Pada
orang dewasa kecepatan transfusi darah/ komponen jangan melebihi 100
ml/ menit, karena berkaitan dengan risiko tinggi hentijantungJangan menyimpan
darah pada suhu kamar lebih lama.
Bila kondisi klinik memerlukan waktu transfusi lebih dari 4
jam, darah/ komponen
hams dicicil pengambilannya, sisanya disimpan di bank darah rumah sakit sampai
saat yang diperlukan.

Jangan menambah obat-obat ke dalam darah/komponen. Juga jangan memberikan


obat suntik bersamaan dengan pelaksanaan transfusi darah.
406

Hematologi-Onkologi Medik

LAMATINDAKAN
Tergantung banyaknya komponen darah yang ditransfusikan

KOMPLIKASI

Reaksi transfusi cepat:


Reaksi hemolitik kuat, reaksi demam, reaksi alergi
Hipervolemia, edema paru non kardiogenik
- Hemoiisis non-imun, sepsis bakterial
Reaksi transfusi lambat:
- Reaksi hemolitik lambat
- Penyakit infeksi (hepatitis B, C, HIV, EBV, HTLV-1, CMV, malaria,
toksoplasmosis)
Reaksi lambat laimiya

WEWENANG

RS Pendidikan: Dokter spesialis Penyakit Dalam, PPDS Penyakit Dalam, Perawat


terlatih.
RS Non Pendidikan: Dokter Spesialis Pen yakit Dalam, perawat terlatih

UNIT YANG MENANGANI

RS Pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit DalamDivisi Hematologi-Onkologi


RS Non Pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

Bank darah

Panduan Prosedur Tindakan PAPDI

407

PEMASANGAN NUTRICATH
INDIKASI

Kebutuhan akses vena jangka lama untuk terapi atau nutrisi


Pengukuran tekanan vena sentral

KONTRA INDIKASI

Gangguan hemostasis yang berisiko perdarahan masif apabila dilakukan tindakan


(misalnyakoagulasi intravaskular diseminataberat, defisiensi faktor pembekuan
tingkat sedang-berat)
Trombositopenia (< 50.000/ul: absolut, 50.000-100.000/ul: relatif)
Kelainan lokal disekitar vena subklavia: massa tumor, paska radioterapi karena
seringkali terjadi penekanan terhadap vena subklavia sehingga menjadi sempit)
Kelainan (tidak utuhnya) permukaan kulit di tempat insersi kateter (misalnya
pada luka bakar/ infeksi lokal, (sindrom Steven Johnson)

PERSIAPAN
Alat yang diperlukan;
Kateter vena sentral dengan diameter lumen yang sesuai untuk usia dan bentuk
tubuh pasien
Benangjahit, misalnyaproleneno2,0Lidokain2%, 10-20cc

Heparin

Beberapa alat suntik; spuit 5 cc 1 buah, spuit 20 cc 2 buah


Pinset
sirurgis, 2 buah kom kecil dan I buah bengkok (kidney basin)
Klem anatomis kecil
(dengan ujung yang membengkok)
Mata
bedah
pisau
Kain steril (duk), ukuran minimal 60 cm x 60 cm, berlubang memanjang di bagian

tengah
Larutan inflis NaCl, infus set three way 2 buah mbber slopper 2 buah, extension
tube 1 buah

Jenis-jenis kateter vena sentral untuk vena subklavia:


Pada
umumnya berukuran pa-njang 30-35 cm
* Untuk
yang dipasang dengan guide wire berukuran panjang 20 cm Nutricath
(merk vygon) no 16 atau 14
Pemilihan lokasi vena subklavia
Diutamakan sebelah kanan, karena kemungkinan penyulit lebih kecil daripada
kiri

Apabila ada kelainan paru yang sedang sampai berat (infeksi, eflisi pleura, tu
mor dll) pada satu sisi atau bila paska bedah MRM/ axillary dissection, dipilih
vena subklavia kontralateral

408

Hematologi-Onkologi Medik

P R O S E D U R TINDAKAN

Posisi pasien telentang, dengan letak kepala datar tanpa bantal dan menoleh ke
arah yang berbeda dengan lokasi pemasangan kateter
Dilakukan tindakan a dan antisepsis di daerah sekitar klavikula
Siapkan NaCl 0,9% sekitar 100-200 cc
Isi alat suntik 10 cc (sekitar 2 buah) dengan larutan NaCl 0,9% hingga terisi
setengahnya, agar masih ada ruang untuk melakukan aspirasi
Pada kulit kira-kira 1 cm di sebelah bawah pertengahan klavikula yang dipilih,
dilakukan penyuntikan lidokain 2% berturut-turut secara subkutan, masuk
mengenai tulang klavikula, kemudian menyusur tepi bawah tulang klavikula
sampai jarum suntik masuk habis ke dalam kulit. Ingat tiap kali menyuntik lidokain
diaspirasi dulu, keluar darah atau tidak. Pada waktu jarum menyisir tepi bawah
klavikula tersebut, alat suntik didorong pada posisi mendatar dengan mengarah
ke tepi proksimal dari ujung medial klavikula, sambil melakukan aspirasi, sehingga
apabila ujung jarum masuk ke dalam vena akan diketahui dengan adanya darah
vena yang teraspirasi ke dalam alat suntik
Pasang kanula plastik dengan jarum logam di dalamnya (merupakan bagian dari
set CVP) pada alat suntik yang berisi NaCl 0,9%
Masukkan ujung jarum tersebut dengan cara dan arah yang sama seperti yang
diterangkan sebelumnya sampai menyentuh tulang klavikula, kemudian mulai
menyusur tepi bawah klavikula sambil dilakukan aspirasi. Apabila ujung jarum
masuk ke dalam vena, akan ditandai terhisapnya darah vena ke dalam alat suntik.
Pada tahap ini masukkan kanula plastik dengan mendorong sejauh 0,5 cm sambil
menahan pangkal jarum logamnya, dengan demikian maka ujung kanula
diharapkan sudah berada di dalam vena.
Tariklah pangkal jarum logam ke luar kanula, kemudian pasang alat suntik berisi
heparin dan lakukan aspirasi. Apabila darah masuk ke dalam alat suntik, berarti
ujung kanula telah berada di dalam vena. Pada saat ini posisi kepala pasien
kembali melihat ke depan, tidak menoleh lagi, hal ini untuk mengurangi
kemungkinan kateter nanti masuk ke vena jugularis.
Masukkan kateter CVP/ nutricath ke dalam kanula tersebut sejauh yang
diperlukan yaitu dengan ujung kateter mencapai atrium kanan.
Untuk prosedur pemasangan CVP cukup sampai di sini, sedangkan untuk
pemasangan nutricath setelah prosedur ini dilanjutkan dengan tunelisasi subkutis
yaitu memasang kateter di bawah kulit sejauh kira-kira 10 cm, baru kemudian
dilakukan prosedur selanjutnya.
Tunelisasi subkutis:
- Lakukan
sayatan menggunakan mata pisau bedah sepanjang 0,75 cm ke arah
lateral, dengan kedalaman 0,3 cm dimulai dari lokasi kateter ke luar dari kulit
Longgarkan jaringan bawah kulit secara tumpul menggunakan klem anatomis
berukuran kecil, lebih baik bila ujungnya agak bengkok. Bebaskan jaringan
ikat di sekitar kateter sehingga kateter dapat digerakkan longgar di lubang
tersebut.
Suntikkan secara subkutan, lidokain 10 cc pada titik sejauh 10 cm di bawah
sayatan tersebut, ke arah bawah (untuk menjahit kepala kateter nantinya)
dan ke arah atas menuju lokasi sayatan untuk memasang kanula nanti.
Masukkan kanula (beserta jarum logam di dalamnya) di titik penyuntikan

Panduan Prosedur Tindakan PAPDI

409

lidokain tadi, kemudian ke arah atas (lokasi sayatan) secara subkutan sampai

menembus lubang sayatan pada posisi lateral dari kateter.


Cabut jarum logam, tinggalkan kanula di tempatnya.
Masukkan kateter ke dalam kanula dari arah atas sehingga keluar pada ujung
kanula sebelah bawah. Lakukan penjahitan luka sayatan tadi.
Lakukan jahitan fiksasi kateter tepat di tempat keluamya dari kulit dengan jahitan
fiksasi kepala kateter (yang akan disambungkan dengan T-way dan selang infus)
Sambungkan kepala kateter dengan selang infus ataupun extension tube dengan
-

perantaraan T-way

LAMA TINDAKAN

KOMPLIKASI
Pneumotoraks, ruptur vena subklavia

WE WENANG

RS Pendidikan: Dokter spesialis Penyakit Dalam, PPDS Penyakit Dalam tahap


yang sedang / sudah melalui kepaniteraan Hematologi.
RS Non Pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

RS Pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Hematologi-Onkologi


RS Non Pendidikan; Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

410

Hematologi-Onkologi Medik

FLEBOTOMI

PENGERTIAN
Suatu tindakan menuninkan volume darah dengan cara mengeluarkaimya melalui
pembuluh vena secara bertahap dan cepat

TUJUAN
Menghilangkan gejala-gejala distress dan fletora

INDIKASI
Polisitemia vera, eritrositosis, hemokromatosis, porfiria cutanea tarda

KONTRA INDIKASI
Gagaljantung

PERSIAPAN
Bahan dan alat
Tensimeler dan
steloskop untuk memantau status hemodinamik sebelum, selama
dan sesudah lindakan dan juga untuk membendung vena pada vena seksi

Tempal tidur unluk berbaring pasien


Set donor
Bolol
(plabooft atau kantong penampung darah dengan skala volume
Set infus/ kateier intravena dan cairan
plasma atau dekslran (scbagai persiapan)
terutama pada pasien di atas usia 65 tahun atau adanya penyakit/ penyulit
kardiovaskuier atau gejala-gejala hiperviskositas

Perangkat standar antiseptik antara lain gauge steril, povidone iodine, alkohol
dan plester

P R O S E D U R TINDAKAN

Pasien diminta untuk buang air besar atau kecil sebelum tindakan
Pasien dalam posisi berbaring dilakukan evaluasi status hemodinamik, sedang
untuk pasien di atas usia 65 lahun sebaiknya pemeriksaan tekanan darah dilakukan
dalam posisi duduk/ berdiri karenamencerminkan tekanan daiah ytmg sebenamya
Bila status hemodinamik stabil, pasien berbaring di tempal tidur
Dilakukan tindakan a dan antisepsis pada lengan daerah venaseksi yang
dilanjutkan dengan pembendungan vena dengan tensimeter tekanan 60 mmHg
(atau dianiara sistolik dan diastolik)
Pada orang tua di atas 65 tahun atau pasien dengan kecenderungan penyakit
kardiovaskuier, di sisi lengan yang satunya dipasang infus set dengan cairan
pengganti plasma (plasma expander) atau dekstran yang dimulai secara
bersamaan dengan tindakan flebotomi dengan jumlah yang sama seperti darah
yangdikeluarkan
Kebanyakan pasien dapal menerima pengeluaran darah sebanyak 3 unit (kirakira 450-600 cc) per minggu, bahkan ada yang melakukan sebanyak 500 cc dengan

411
Panduan Prosedur Tindakan PAPDI
interval 1-3 hari. Untuk usia lanjut dan pasien dengan penyakit kardiovaskuler

dianjurkan sckiiar 200-300 cc.


Selelah tercapai target pengobalan yaitu hemalokrit anlara 40-45%, maka
kekerapan tlebotomi biasanya dapat diturunkan anlara 1 aiau 2 kali tiap 3-4
bulan lerganUing evaluasi rutin yailu nilai hematokrii atau seuim ferilin dalam
batas normal rendah 10-40 ug/ml uniuk pasien-pasien dengan hemokromatosis.

LAMA TINDAKAN

KOMPLIKASI
Perdarahan/ hematom, gangguan hemodinamik

WEWENANG

RS Pendidikan : Dokter spesialis Penyakit Dalam, PPDS Penyakit Dalam tahap


yang sedang / sudah melalui kepaniteraan Hematologi.
RS Non Pendidikan ; Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

RS Pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Hematologi-Onkologi


RS Non Pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

412

3.6
ALERGI

IMUNOLOGI
Alergi Imunologi

TES TEMPEL {PATCH TEST)


PENGERTIAN
Tes tempel (parch test) adalah tes kulit yang pada umumnya dilakukan di punggung
dengan menempelkan piester khusus dan dibaca setelah 48 jam( reaksi
hipersensitivitas tipe IV)

TUJUAN
Mengetahui adanya kontak penyebab alergi

INDIKASI
Dermatitis kontak

KONTRAINDIKASI
Daerah yang dites bebas dari dermatitis, pasien yang sedang minum obat antihistamim
dan steroid

PERSIAPAN
Bahan dan alat:

Berbagai alergen yang sering menimbulkan alergi kontak


Piester khusus
Pasien:
Tidak minum antihistamin dan steroid, tes dilakukan setelah wash outperiod (3 hari
sampai 1 bulan tergantung dari jenis obat yang diminum)

P R O S E D U R TINDAKAN

Tes tempel dilakukan di punggung


Siapkan semua piester yang telah ditaruh alergen lalu tempelkan satu persatu di
punggung
Diamkan selama48 jam, pasien tidak boleh mandi

Setelah 48 jam piester dibuka dan tunggu 'A-1 jam, baru dibaca

PENILAIAN
tak ada reaksi
reaksi lemah (nonvesikular)
reaksi kuat (vesikular atau edematous)
reaksi ekstrim (bulosa atau ulseratif)

(-)
+
++

LAMA TINDAKAN
48 jam

415
Panduan Prosedur Tindakan PAPDI

KOMPLIKASI

WEWENANG

RS Pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam Siibspesialis Alergi-Imunologi


(konsulen) dan PPDS Penyakit Dalam yang sedang dan sudah melalui Divisi
Alergi-Imunologi dibawah bimbingan konsulen.
RS Non Pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

Departemen Ilmu Penyakit Dalam-Divisi Alergi-Imunologi

UNIT TERKAIT

Departemen Kulit dan kelamin

REFERENSI
Rengganis I. Tes Tempel (Tatch Test. Dalam : Sumaryono, Aiwi I, Sudoyo AW. Simadihrata
M, Sefiali S, Gani RA, Mansjoer A, editors. Prosedw tindakan di bidofig penyakit dohnn.
Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKU!;2(}0I.p. IO-J.

416
Alergi Imunologi

TES TUSUK {SKIN PRICK TEST)


PEN GERTIAN
Tes tusuk (skinprick test) adalah tes kulit yang pada umumnya dilakukan di bagian
volar lengan bawah dengan memasukkan alergen melalui tusukan jarum di kulit

TUJUAN
Mengetahui adanya sensitisasi terhadap alergen

INDIKASi
Pasien asma, rhinitis, konjungtivitis alergi, dermatitis atopi, dan urtikaria

KONTRAINDIKASI
Pasien dalam serangan asma, pasien yang sedang minum obat antihistamim dan
steroid

P E R S I A PAN

Bahan dan alat rEkstrak alergen yang sering menimbulkan alergi, jarum khusus
skin prick test atau dapatjuga jarum G 26X0,5, kapas dan alkohol 70%
Pasien :Tidak minum antihistamin dan steroid, tes dilakukan setelah wash out
period {3 hari sampai 1 bulan tergantung dari jenis obat yang diminum)

PROSEDUR TINDAKAN

Tes dilakukan di voler lengan bawah.


Bersihkan bagian bawah yang akan dites dengan alkhol 70% tunggu sampai
kering.
Gambar batas tiap alergen dengan pulpen sebanyak jumlah alergen yang akan
dites.
Teteskan alergen ditempat yang telah ditandai.
Jarak tiap tetesan alergen 1,5-2,5 cm untuk menghindari bercampumya dua alergen
yang kemungkinan bereaksi positif.
Tes dibaca setelah 15 menit.

PENILAIAN
(-)
-t++
-H-h

Mil

tak ada reaksi


indurasi
indurasi
indurasi
indurasi

l-2mm
3-5 mm
6-9 mm
> 9 mm

LAMA TINDAKAN
15-30 menit

417

Panduan Prosedur Tindakan PAPDI

KOMPLIKASI
Reaksi alergi berupa asma, rinitis, urtikaria, syok anafilaksis

WEWENANG

RS Pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam Subspesialis Alergi-Imunologi


(konsulen) dan PPDS Penyakit Dalam yang sedang dan sudah melalui Divisi
Alergi-Imunologi dibawah bimbingan konsulen.
RS Non Pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

Departemen Ilmu Penyakit Dalam-Divisi Alergi-Imunologi

UNIT TERKAIT

Departemen Kulit dan kelamin

R E F E RE N S I
Rengganis 1. Tes tusuk fSkin Prick Test. In: Svmaryono, Alwi I, Sudoyo A W, Simadibrata M,
Setiati S, Gani RA, MansjoerA, editors. Prosedur tindakan di bidangpenyakit dalam. Jakarta:
Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI:200Lp. 12-3.

418
Alergi Imunologi

TES PROVOKASI BRONKUS


PENGERTIAN
Tes provokasi bronkus adalah tes untuk mengetahui adanya hipeireaktivitas bronkus

TUJUAN
Mendiagnosis asma bronkial

INDIKASI
Pasien asma bronkial yang tidak terdiagnosis dengan anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan non invasif

KONTRAINDIKASI
Adanya obstruksi saluran napas

PERSIAPAN
Bahan dan alat:
Histamin dalam konsentrasi 5%; 2,5%; 1,25%; 0,625%NaCl 0,9%

Spirometri
Obat bronkodilator (adrenalin, beta-2 agonis, aminofilin)

Tabung oksigen
Pasien :Pasienbebas asmaselama 12 jam

P R O S E D U R TINDAKAN
1.
2.
3.
4,
5.
6,

Pasien menjalani pengukuran spirometri pertama


Kemudian diminta membuka mulut lebar-lebar dan disemprotkan ke dalamnya
NaCl 0,9% sebanyak 3-5 kali semprot lalu dihisap ke dalam pani-paru
Ditunggu selama 1 menit lalu dilakukan spirometri kedua
Ulang kembali spirometri ketiga setelah 1 menit kemudian
Tunggu beberapa saat (1-2 menit) ulangi tindakan nomor 2-4 dengan
menggunakan histamin 0,625%
Lakukan hal yang sama pada konsentrasi histamin 1,25% dan seterusnya sampai

dicapi konsentrasi histamin yang memberikan hasil provokasi positif

PENILAIAN
Positif: bila pada pengukuran menilai FEVl setelah dilakukan provokasi dengan
histamin dosis tertentu terdapat perbedaan sebesar > 20% dibandingkan FEV1 awal
Negatif ; bila pada pengukuran spirometri setelah dilakukan provokasi dengan
histamin sampai konsentrasi 5% tidak didaptkan perbedaan FEVl sebesar > 20%
dibandingkan dengan spirometri awal

419
Panduan Prosedur Tindakan PAPDI

LAMATINDAKAN
30-60 menit

KOMPLIKASI
Serangan asma bronkial

WEWENANG

RS Pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam Subspesialis Alergi Imunologi


(konsulen ) dan PPDS yang sedang dan sudah melalui Divisi Alergi di bawah
bimbingan konsulen Alergi Imunologi

UNIT YANG MENANGANI

RS Pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam-Divisi Alergi-Imunologi

UNIT TERKAIT

RS Pendidikan; Divisi Pulmonologi


RS Non Pendidikan: Bagian Paru, Penyakit Dalam, ICU

REFERENSI
Karjadi TH. Tes provokasi bronkus. In: Sumaryono, Alwi J, Sudoyo AW, Simadibrata M,
Setiati S, Gani RA, Mansjoer A, penyunting. Prosedur tindakan di bidangpenyakit dalam.
Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2001.p. 3-4

420
Alergi Imunologi

TES PROVOKASI OBAT


PEN GERTIAN
Tes provokasi obat adalah les yang dilakukan mulai dengan memberikan obat dengan
dosis yang lebih kecil dari dosis yang diduga akan menimbulkan reaksi berat,
keniudian dosis ditingkatkan dan diberikan jarak terlenlu sampai tercapai dosis
penuh sesLiai dengan yang diharapkan

TUJUAN
Mengeiahui adanya sensitivitas terhadap obal tersebut. Bila terjadi reaksi, masih
dalam uihap ringan sehingga prosediirdiheniikan dan gejaladapatdiobali. Biasanya
digunakan unluk menguji obat ancstesi lokal sebelum digunakan dosis penuh.

INDIKASI
Jika dalam riwayat penyakit ada tanda-tanda yang mengarah ke alergi obat

KONTRAINDIKASI

Pasien yang sudah jelas diketahui alergi terhadap obat tertentu tidak perlu
dilakukan tes lagi
Pasien yang sedang minum obat antihistamin dan steroid
Pasien penyakit jantung dan penyakit berat lainnya

P E R SI A PAN
Bahan dan a la t: Kit anafilaksis, infus set, obat/bahan yang akan dites.
Pasien : Tidak minum obat antihistamin dan steroid, tes dilakukan setelah wash out
period

PROSEDUR TINDAKAN

Tes dilakukan dengan jumlah yang sesuai dengan kadar yang akan digunakan
dan jangan menggunakan bahan yang mengandung epinefrin
Mula-mula dilakukan prick lesl dengan anestesi yang lidak diencerkan sebanya
satu leles
Bila negatif,lanjutkan dengan 0,1 mllarutan 1:100 subkutan
Bila negatif, lanjutkan dengan 0,1 ml larutan 1: 10 subkutan

Bila negatif, lanjutkan dengan 0,5 ml tidak diencerkan subkutan


Bila negatif, lanjutkan dengan 1 ml larutan tidak diencerkan subkutan
Bila negatif, lanjutkan dengan 2 ml larutan tidak diencerkan subkutan
Suntikan diberikan dengan jarak 15 menit

PENILAIAN
Dianggap negatif bila pasien telah menerima 3 ml anestesi lokal tanpa reaksi yang
berarti, tidak menunjukkan risiko yang lebih besar dibanding dengan populasi dalam
niasyarakat

421

Panduan Prosedur Tindakan PAPDI

LAMATINDAKAN
1/2-2 jam

KOMPLIKASI
Reaksi alergi ringan, sedang, berat. Anafilaksis sampai kematian

WEWENANG

RS Pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam Subspesialis Alergi Imunologi


(konsulen) dan PPDS yang sedang dan sudah melalui Divisi Alergi dibawah
bimbingan konsulen Alergi Imunologi

UNIT YANG MENANGANI

RS Pendidikan; Departemen Ilmu Penyakit Dalam-Divisi Alergi-Imunologi

UNIT TERKAIT

RS Pendidikan: Divisi Pulmonologi.


RS Non Pendidikan : Bagian Paru, Penyakit Dalam, ICU

R E FE R E N S I
Renggams 1. Tesprovokasi obat. Dalam : Sumaryono, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M,
Setiati S, Gani RA, Mansjoer A, penyunting. Prosedur tindakan di bidang penyakit dalam.
Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2001; 149-50

422

3.7
GASTROENTEROLOGI
Gastroenterologi

SKLEROTERAPI DAN LIGASI


VARISES ESOFAGUS
PENGERTIA N
Skleroterapi dan ligasi varises esofagus merupakan prosedur invasif dengan
menggunakan endoskopi yang dimasukkan ke dalam saluran cema dilanjutkan
dengan pengikatan dan penyuntikan varises pada esofagus/gaster

TUJUAN
Melakukan eradikasi varises esofagus dengan cara melakukan prosedur berulang
dengan rata-rata sebanyak 3-4 kali,

INDIKASI
Perdarahan akibat pecahnya varises esofagus/gaster

KONTRAINDIKASI

Gagal jantung akut, infark jantung akut, gangguan hemodinamik, syok


hipovolemik, gangguan pernapasan {respiratory distress), koagulasi
intravaskular diseminala akut (gangguan hemostasis).
Prekoma dan koma hepatikum merupakan kontraindikasi relatif

P E R S IA PAN

DPL, masa perdarahan, masa pembekuan


Puasa6-8 jam

PROSEDUR TINDAKAN

Prosedur ini harus dilakukan secara legeartis oleh tenaga yang terampil dan
berpengalaman, Sebab risiko tindakan ini akan meningkat bila dilakukan oleh
operator yang tidak berpengalaman dan sebaliknya risiko akan menjadi kecil
atau tanpa risiko bila dikerjakan oleh operator yang berpengalaman.
Sifat prosedur ini bisa elektif atau emergensi. Khususnya untuk prosedur
emergens! persiapan sebelum tindakan dilakukan dengan sebaik mungkin,
dengan memperhatikan risiko yang dapat terjadi pada saat tindakan maupun
sesudah tindakan.
Langkah-Iangkah tindakan Skleroterapi:
1. Pasien telah dijelaskan dan dimotivasi sehingga menyetujui tindakan untuk
mendapatkan hasil yang optimal
2. pemeriksaan fungsi hati, hemostasis, HBsAg dan Anti HCV
3. kadar hemoglobin diusahakan lebih dari 10gr%
4. Puasa minimal 6 jam sehari sebelum tindakan
5. Pagi hari sebelum skleroterapi dianjurkan untuk pasang infus cairan.
6. Premedikasi:
a. Sedasi berupa diazepam i.v. 5- lOmg atau midazolam 5mg, 15 menit sebelum
tindakan

425

Panduan Prosedur Tindakan PAPDI


b.
c.

Gascon 15cc per oral 5-10 menit sebelum tindakan


Spray xilokain 10% merata ke seluruh faring, sekitar uvula, dan hipofaring
5-10 menit sebelum pemeriksaan
d Hyoscine-N-butylbromide (buscopan) i.m. 1 -2 ampul (20-40mg)
7. Alat yang dipakai:
a. Endoskopi dengan pandangan samping maupun depan
b. Jarum khusus untuk skleroterapi serta obat sklerosan yang bisa dipakai:
i. Polidocanol (ethxysclerol) 1 %, 2%, dan 3%
ii. Etanolamin 5%
iii. Sodium tetradesil sulfat 0,5-1,5% (trombovar)
iv. Kinin
V.
Dextrosa 50%
vi. Alkohol absolute 96%
vii. Jumlah sampai total sebanyak 5-30mL untuk setiap skleroterapi

Langkah-langkah tindakan ligasi;


1. Pemeriksaan fungsi hati, hemostasis, HbsAg dan Anti HCV
2. Kadar hemoglobin diusahakan lebih dari 1 Ogr%

3.
4.

Puasa minimal 6 j am sehari sebelum tindakan


Premedikasi:
a, Sedasi bempa diazepam i.v. 5-1 Omg atau midazolam 5mg, 15 menit sebelum
tindakan
b. Gascon 15cc per oral 5-10 menit sebelum tindakan
c. Spray xilokain 10% merata ke seluruh faring, sekitar uvula, dan hipofaring
5-10 menit sebelum pemeriksaan
d. Hyoscine-N-butylbromide (buscopan) i.m. I -2 ampul (20-40mg)
5. Persiapan alat:
a. Endoskopi pandan depan (GIF IT20, Evi GIF 100)
b. Ligator endoskopik Stiegmann-Goffyang terdiri dari beberapa bagian:
i Overtube panjang 25cm
ii. Adaptor ukuran kecil dan besar (friction-fit adaptor)
iii. Inner cylinder
iv. Ligator dari karet berbentuk "o"
v. Tali pengait {trip wire)

Evaluasi: hasil prosedur ini hams dilakukan evaluasi secara klinis dan endoskopi.
Prosedur endoskopi dilakukan tiga kali berturut-turut dengan tenggang waktu
satu minggu (untuk skleroterapi) dan tenggang waktu dua minggu (untuk
tindakan ligasi), setelah itu satu bulan setelah prosedur ke tiga dan selanjutnya
dengan tenggang waktu 1-6 bulan tergantung hasil evaluasi endoskopi.
Tindakan ini dapat dilakukan diluar jadwal bila terdapat tanda-tanda klinis
perdarahan dalam bentuk melena dengan atau tanpa hematemesis, penurunan
Hb akibat perdarahan samar, disfagia akibat strikturpasca skleroterapi.

KOMPLIKASI
Hipoksia, refleks vagal, perdarahan ulang, demam, pleuritis, empiema dan disfagia

426
Gastroenterologi

LAMATINDAKAN
SOmenit

WEWENANG

RS Pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dengan sertifikat Endoskopis,


PPDS Penyakit Dalam yang sedang dan sudah melalui Divisi Gastroenterologi
membantu persiapan dan pelaksanaan.
RS Non Pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam dengan sertifikat
Endoskopis

UNIT YANG MENANGANI

RS Pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam -Divisi Gastroenterologi


RS Non Pendidikan; Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

RS Pendidikan; Departemen Bedah / Digestif


RS Non Pendidikan: Bagian Bedah

Panduan Prosedur Tindakan PAPDI

427

SKLEROTERAPI HEMOROID
PENGERTIAN
Skleroterapi hemoroid adalah prosedur tindakan terapetik untuk mengobati hemoroid
dengan cara menyuntikkan obat sklerosan dengan bantuan anoskop/endoskopi
dan j arum suntik.

TUJUAN

Mengobati hemoroid menj adi sklerotik


Menghentikan perdarahan aktif hemoroid

INDIKASI

Hemoroid interna derajat I - III dengan keluhan perdarahan, benjolan

KONTRAINDIKASI

Infeksi akut/ abses pada hemoroid


Pasien tidak kooperatif
Keadaan um um buruk

PERSIAPAN

DPL, masa perdarahan, masa pembekuan


Diazepam 5-10 mg IV dan tidur dengan posisi miring ke kiri (posisi Sim s) (tidak
diberikan secara rutin)

P R O S E D U R TINDAKAN
Cara I:
- Setelah dioleskan jeli, kolonoskop dimasukkan kedalam anus
- Untuk melihat posisi skop dapal langsung lurus fore ward view atuu melaliii U
lum. ICanuljarum sklerosingdimasukkankedalam chanel biopsy.
- Setelah ujung kanul sklerosing ditempelkan ke hemoroid iniema sasaran di atas
hnea dentate, jarum dikeluarkan dan obat etoksisklerol disuntikkan sebanyak
0,5-1 cc intra hemoroid
- Jarum dicabut atau dimasukkan dan kanul tetap pada hemoroid selama 1 -2 menit
- Setiap hemoroid dapat di suntik obat etoksisklerol dengan cara yang sama,
Penyuntikan etoksisklerol sebaiknyajangan diberikan para/peri hemoroid karena
dapat menimbulkan stenosis/striktur anus.
Pasca tindakan : selama 5 hari harus diberikan antibiotika oral, obat hemoroid
suppositoria/ointment dan obat penghilang rasa sakit dubur. Tindakan ini diulang
tiap 1-2 minggu sampai hemoroid sklerotik.
Cara II;
- Setelah dioleskan jeli pada anus dan anuskopnya, lalu anoskop dimasukkan ke
dalam anus.
428

Gastroenterologi
-

Jarum suntik berisi etoksisklerol ditusukkan ke dalam hemoroid. Setelah di suntik,


bekas suntikan di tekan dengan kasa steril yang telah dicelup betadin selama 12 menit.
Hemoroid lain dilakukan tindakan yang sama. Penyuntikan etoksisklerol
sebaiknyajangan diberikan para/peri hemoroid, karena dapat menimbulkan stenosis/striktur anus.

Pasca tindakan : selama 5 hari hams diberikan antibiotika oral, obat hemoroid
supositoria/ointment dan obat penghilang rasa sakit dubur. Tindakan ini diulang
tiap 1 - 2 minggu sampai hemoroid sklerotikEvaluasi: tigapuluh menit sesudah tindakan
harus dipastikan bahwa tidak ada perdarahan peranum. Tujuh hari kemudian
dilakukan endoskopi ulang untuk melihat hasil skleroterapi.

KOMPLIKASI
Perdarahan, abses anus, demam, rasa sakit di dubur, bakteremia, ulkus ano-rektal,
stenosis/striktur anus.

LAMA TINDAKAN
15 menit

WEWENANG

RS Pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dengan sertifikasiPPDS Penyakit


Dalam yang sedang dan sudah melalui Divisi Gastroenterologi membantu
persiapan dan pelaksanaan.
RS Non Pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dengan sertifikasi

UNIT YANG MENANGANI

RS Pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam -Divisi Gastroenterologi


RS Non Pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT

TERKAIT

RS Pendidikan; Departemen Bedah / Digestif


RS Non Pendidikan: Bagian Bedah

Panduan Prosedur Tindakan PAPDI

BUSINASI
P E NG ERTI AN
Businasi adalah tindakan dilatasi esofagus

TUJUAN
Dilatasi striktur esofagus

INDIKASI
Striktur esophagus, spasme esofagus, akalasia

KONTRAINDIKASI
Keadaan umum buruk

P E R S I A PAN
Puasa 6-8 jam

429

PROSEDUR TINDAKAN
Dilatasi dengan menggunakan busi

KOMPLIKASI

LAMA TINDAKAN
30 menit

WEWENANG

RS Pendidikan ; Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam


yang sedang dan sudah melalui Divisi Gastroenterologi.
RS Non Pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

RS Pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam -Divisi Gastroenterologi


RS Non Pendidikan; Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

430
Gastroenterologi

KOLONOSKOPI
P EN G ERTI A N
Kolonoskopi adalah suatu tindakan untuk mengadakan observasi keadaan lumen
usus besar secara langsung dengan menggunakan endoskop

TUJUAN
Identifikasi lesi dalam lumen usus besar

INDIKASI

Mengevaluasi kelainan yang di dapat pada pemeriksaan Colon in loop


Perdarahan peranum yang tidak diketahui penyebabnya
Diare kronik
Obstipasi
Menegakkan diagnosis keganasan kolon / untuk mendapatkan jaringan biopsy
dari kolon
Evaluasi pasca anastomosis
Surveilance : kelompok risiko tinggi untuk kanker kolon, tindak lanjut sesudah

operasi pengangkatan polip atau kanker


Terapeutik: polipektomi, pengambilan benda asing, terapi laser

KONTRAINDIKASI
Mutlak: Pasien tidak kooperatif, perforasi usus, peritonitis, kehamilan trimester III,
infark jantung baru, pasien dalam keadaan syok
Relatif : Semua proses peradangan akut dan berat yang akan memperbesar
kemungkinan perforasi
Divertikulitis akut
dengan gejala sistemik
Kehamilan trimester I dan
penyakit peradangan panggul

anal
dan
Penyakit
perianal akut
Obstruksi intestinal / distensi
perut akut
Demam
Aneurisma aorta abdominal atau aneurisma iliakal
Baru
menjalani operasi
Visualisasi
terganggu : perdarahan akut gastrointestinal masif, persiapan tidak
baik

P E R S I A PAN

Informed concent
Persiapan usus besar :
1. Sejak 2 hari sebelum tindakan, pasienmakanbuburkecap atau makanan cair.
Minum yang banyak 2-3 liter/hari. Jika sulit buang air besar minum laktulosa
2x1 sendok makan atau bisacodyl 2x1 tab/hari
2. Malam hari sebelum tindakan, puasa. Makan terakhir jam 20.00, setelah itu
puasa tetapi minum tetap boleh kecuali susu. Pukul 21.00 minum garam Inggris
30 gram atau Dulcolax4 tab
431

Panduan Prosedur Tindakan PAPDI


3.

Pukul 05.00 pagi (3 jam sebelum tindakan) dilakukan klisma (untuk pasien
yang dirawat), atau bisacodyl 1 buah suppositoria atau larutan enema 1
botol

PROSEDUR TINDAKAN
1. Meniup (inflasi) udara diusahakan senilnimal mungkin
2. Sedapal mungkin hams melihat lumen kolon dengan baik dengan menarik alat
atau memulamya ke kiri atau ke kanan serta menghindari timbulnya loops.
Kadang-kadang alat pcrlu di dorong menyusuh dinding kolon tanpa melihat
iiimennya, Hal ini dapal dilakukan tanpa risiko selama alat lersebul menyusur
dengan mudah tanpa paksaan. Bila ada tahanan, apalagi pasien merasa sakil,
sebaiknya alat di larik mundur,
3. Rasa sakit merupakan suatu landa bahwa kita harus hati-hati menarik alat dan
niemendekkan kolon dengan cara menghisap merupakan salah satu cara
keberhasilan mencapai caecum.
Langkah-langkah tindakan:
1. Surat persetujuan tindakan
2. Persiapan kolon
3. memakai celana khusus yang mempunyai lobang berukuran (> 14cm) untuk
jalannya skop

KOMPLIKASI
Gangguan kardiovaskular dan pemapasan, perforasi kolon, perdarahan, distensi
pasca kolonoskopi, reaksi vasovagal, flebitis, infeksi, volvulus

LAMA TINDAKAN
30-60 menit

WEWENANG

RS Pendidikan ; Dokter Spesiaiis Penyakit Dalam dengan sertifikasi, PPDS


Penyakit Dalam yang sedang dan sudah melalui Divisi Gastroenterologi membantu
persiapan dan pelaksanaan.
RS Non Pendidikan ; Dokter Spesiaiis Penyakit Dalam dengan sertifikasi

UNIT YANG MENANGANI

RS Pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam -Divisi Gastroenterologi


RS Non Pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT

TERKAIT

RS Pendidikan : Departemen Bedah / Digestif


RS Non Pendidikan: Bagian Bedah

432
Gastroenterologi

PEMASANGAN SELANG
NASOGASTRIK
P E N G E RTIA N
Pemasangan selang nasogastrik (GUflocare) ke dalam lambung melalui hidung
pada keadaan pasien tidak dapat menelan makanan oleh berbagai sebab untuk
menjamin pemberian nutrisi enteral. Pemasangan NGT juga dilakukan pada pasien
dengan perdarahan saluran cema bagian atas, pankreatitis akut ileus paralitik/
obstruksi -> untuk tujuan dekompresi

TUJUAN

Pemberian nutrisi enteral pada pasien yang tidak dapat menelan oleh berbagai
sebab.
Dekompresi / menyalurkan cairan lambung keluar pada ileus paralitik/obstruktif
dan pankreatitis akut
Bilas lambung pada perdarahan SCBA

INDIKASI
Pasien tidak dapat menelan oleh berbagai sebab, perdarahan saluran cema bagian

atas, pankreatitis akut, ileus obstruktif/paralitik

KONTRAINDIKASI
Pasien tidak kooperatif

P E R S I A PAN

PROSEDUR TINDAKAN
1.

Pasien posisi terlentang atau miring ke kiri/kanan dengan kepala sedikit di tekuk
ke depan
2. Selang dimasukkan ke hidung setelah ujungnya diberi jeli
3. Setelah mencapai lambung, biasanya pada tanda 3 strip hitam yaitu kira-kira 50
cm dari lambung dimasukkan udara melalui selang. Hal ini bisa menimbulkan
suara yang dapat di dengar dengan stetoskop yang ditempelkan kira-kira di atas
lambung (perut kiri atas/sedikit di atas epigastrium). Jika terdapat banyak cairan
lambung, biasanya cairan lambung keluar melalui selang.

KOMPLIKASI
Erosi pada esofagus dan lambung

LAMA TINDAKAN
+ ISmenit

Panduan Prosedur Tindakan PAPDI

433

WEWENANG

RS Pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam


yang sedang dan sudah melalui Divisi Gastroenterologi, dibantu oleh perawat
terlatih.
RS Non Pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

RS Pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam -Divisi Gastroenterologi


RS Non Pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

RS Pendidikan: Departemen Bedah / Digestif


RS Non Pendidikan: Bagian Bedah

434

Gastroenterologi

ESOFAGO-GASTRO-DUODENOSKOPI
P E N G E RTI A N
Esofago-gastro-duodenoskopi adalah pemeriksaan intralumen esophagus, gaster,
dan duodenum dengan menggunakan alat endoskop (serat optik atau EVIS)

TUJUAN
Identifikasi lesi mukosal intralumen di esofagus, gaster dan duodenum

INDIKASI
Dispepsia, disfagia, perdarahan gastrointestinal, konfirmasi abnormalitas pada
pemeriksaan radiologic penapisan keganasan saluran cema bagian atas, muntah
hebat, berat badan turun tanpa sebab, dispepsi yang menetap setelah terapi empirik,
occult bleeding, anemia tidak diketahui penyebabnya

INDIKASI
Terapeutik: ligasi / STE varises esofagus, mengambil benda asing

KONTRAINDIKASI
Mutlak: takkooperatif ataupsikotik, infark miokard akut

Relatif: kesadaran menurun, divertikulum Zenker, gagal jantung, pneumonia berat,


asma akut, aneurisma aorta torakal, gastritis korosif akut

P E R S I A PAN

Persiapan psikologis dan penjelasan tentang tujuan {informed concent)


Puasa 6-8 j am sebelum tindakan
Persiapan alat;
L Memastikan semua tombol-tombol berflingsi baik, baik itu airfeeding, wa
terfeeding, dan suction (knop)
2. pompa isap
3. botol air cukup isinya
4. sumber cahaya
5. alat foto tersedia dan cairan formalin (5-10%) serta botol-botol kecil apabila
direncakan biopsi

PROSEDUR TINDAKAN
1.
2.
3.
4.
5.

Melalui mouth piece, ujung skop diinsersikan ke dalam mulut, faring, sfmgter
esophagus superior dan masuk ke dalam esophagus
Esophagus di evaluasi, kemudian melalui sfmgter esofagus bawah, skop
dimasukkan ke dalam gaster
Evaluasi dilakukan di daerah kardia, fundus, korpus dan antrum
Melalui pilorus skop dimasukkan ke dalam bulbus dan pars desenden duodenum
Skup ditarik kembali sambil melihat keadaan mukosa dengan mengisap udara
dan cairan selama ditarik

435
Panduan Prosedur Tindakan PAPDI

KOMPLIKASI
Refleks vaso-agal, perdarahan, aspirasi, perforasi

LAMA TINDAKAN
+ 30menit

WEWENANG

RS Pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam dengan sertifikasi. PPDS


Penyakit Dalam yang sedang dan sudah melalui Divisi Gastroenterologi membantu
persiapan dan pelaksanaan,
RS Non Pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dengan sertifikasi

UNIT YANG MENANGANI

RS Pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam -Divisi Gastroenterologi


RS Non Pendidikan; Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

RS Pendidikan : Departemen Bedah / Digestif


RS Non Pendidikan: Bagian Bedah

436

3.8
HEPATOLOGI

Hepatologi

BIOPSIASPIRASI JARUM HALUS


PENGERTIAN
Biopsi aspirasi jarum halus (BAJAH) alau fine needle aspiration biopsy (FNAB)
adalah sualii tindakan untuk meneiapkan diagnosis jaringan dengan menggunakan

jarum halus tanpa melalui prosedur pembedahan

TUJUAN

Untuk menetapkan diagnosis lesi-lesi maligna organ intra abdomen seperti hati,
pankreas dan limpa
Untuk menentukan stadium suatu keganasan

INDIKASI

Terdapat lesi fokal di hati


Terdapat dugaan adanya keganasan pada korpus dan kauda pankreas
Limfadenopati peripankreatik atau para aorta

KONTRA INDIKASI
Gangguan hemostasis, pasien tidak kooperatif, asites

PERSIAPAN
Bah an dan alat:
Alat USG
yang dilengkapi dengan probe yang khusus digunakan sebagai
penuntun biopsi aspirasi
Jarum chiba no, 22 G - 23 G
dengan panjang 15 atau 20 cm
Gelas obyek
Lidokain 2% 5
ampul
Alcohol 96%

Spuit Betadine disposable 10 cc dan 20 cc masing-masing 1 buah

Aspirator

Sarung tangan steril


Kain duk steril
Pasien:
Pasien rawat
inap
Pasien tidak
dipuasakan

Diperiksa masa perdarahan, masa pembekuan dan masa protrombin


Vitamin K10
mg intra muskular mulai 1 hari sebelum tindakan

Terpasang infus NaCl 0,9% atau Dextrose 5%


Surat
persetujuan tindakan

P R O S E D U R TINDAKAN
Tindakan dilakukan secara lege artis meliputi:
1. Persiapan periksa kembali kelengkapan bahan dan alat periksa pasien tidak ada
kontraindikasi sudah ada persetujuan tindakan
439
Panduan Prosedur Tindakan PAPDI
2

Teknik puncture
a dan
antisepsis lapangan kerja dengan larutan betadine
tentukan titik
puncture USG
infiltrasi anestesi local local
dengan lidokain 2% 6-10 cc dari titik puncture
yang diteniukan sampai daerah kapsul hati atau peritoneum

lakukanpuncture dengan jarum chiba dengan dipandu USG sampai ke daerah


sasaran
3. Teknik aspirasi

setelah jaruin mencapai sasaran yang dituju lepaskan mandrin di dalamnya


lakukanlah aspirasi dengan spuii disposable 20 cc dengan cara membual
lekanan negalif serta menarik dan mendorong jarum ke alas dan ke bawah
seielah
didapat aspirat, lekanan negatif spuil dinelralkan kembaii dan jarum
kemudian ditarik
4. Pembuatan slide
keluarkan
aspirat dari jarumnya dengan mendorongnya dengan mandrin atau
spuit disposable ke atas gelas obyek
buatlah sediaan
apus preparat direndam dalam alkohol 96% selama 5 menit
5. Pengawasan pasca tindakan
setelah luka dirawat
periksa tekanan darah dan pulsasi

LAMA TINDAKAN
30 menit

KOMPLIKASI
Perdarahan, nyeri daerah tusukan, peradangan, seeding sepanjang tract jarum

WEWENANG

RS Pendidikan ; Dokter Spesialis Penyakit Dalam Yang sudah mendapat


sertifikasiPPDS Penyakit Dalam yang sedang / sudah melalui Divisi Hepatologi
; mempersiapkan dan membantu pelaksanaan.
RS Non Pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

RS pendidikan :Departemen Penyakit Dalam - Divisi Hepatologi


RS Non Pendidikan: Bagian Penyakit Dalam

UNIT

TERKAIT

440
Hepatologi

PARASENTESIS ABDOMEN
PENGERTIAN
Parasentesis abdomen adalah suatu tindakan untuk mengeluarkan cairan asites

TUJUAN

Untuk membantu menegakkan diagnosis

Sebagai terapi, bila pengobatan dengan medikamentosa tidak memberi respons

Indikasi

Diagnostik: untuk memastikan penyebab asites atau menentukan asites yang


terinfeksi seperti SBP pada pasien sirosis hati
Untuk
mengatasi distensi abdomen atau sesak napas akibat tekanan asites

KONTRA INDIKASI

Gangguan pembekuan darah, masa protrombin memanjang > 5 detik kontrol,


trombosit < 50.000/mm, ileus obstmktif, infeksi pada dinding perut
Relatif: pasien tidak kooperatif, riwayat operasi laparotomi berulang

PERSIAPAN
Bahan dan alat:

Sarung tangan steril


Betadine, alkohol
Kasa steril
Kain duk steril
Lidokain 1 %
(10 cc)

Spuit disposable 10 cc (2 buah), 50 cc (2 buah)


* IV cath no. 14 atau 16
Blood set

Tabung steril
Pasien:

Diperiksa darah perifer lengkap, masa perdarahan, masa pembekuan dan masa
protrombin (paling lama 48 jam terakhir)
Surat
persetujuan tindakan

P R O S E D U R TINDAKAN

Vesika urinaria harus kosong


Pasien tidur berbaring dengan posisi kepala 45-90
Identiflkasi tempat aspirasi : Hindari vena-vena kolateral, pembuluh darah
epigastrika inferior, lokasi bekas operasi dan limpa yang membesar
Pakai sarung tangan steril
Bersihkan lokasi tindakan dengan antiseptik
Pasang duk steril

Panduan Prosedur Tindakan PAPDI

441

Anestesi lokal dengan lidokain 1% sampai dengan peritoneum


Pasang IV-cath no 14 atau 16 secara zigzag, sedot cairan dengan spuit 10 cc dan
50 cc untuk pemeiksaan
Untuk tujuan terapi pasang set infus, lalu alirkan cairan keluar
Tidak adabatas pasti jumlah maksimal yang boleh dikeluarkan, rata-rata 3-4 liter
masih cukup aman
Pada pasien sirosis hati sebaiknya ditambahkan 6-8 g albumin intravena untuk
setiap liter cairan asites yang dikeluarkan.

LAMA TINDAKAN

Parasentesis diagnosis: 15 menit


Parasentesis terapeutik: tergantung jumlah cairan asites yang dikeluarkan

KOMPLIKASI

Local: Perdarahan, infeksi dinding penit, peritonitis, perforasi usus atau vesika
urinaria
Umum; Hipovolemia, hipotensi, gagal ginjal, ensefalopati portosistemik

WEWENANG

RS Pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam


yang sedang / sudah melalui Divisi Hepatologi
RS Non Pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Hepatologi


RS Non Pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT

TERKAIT

442

BAB IV

PENUTUP
PENUTUP
Sebagaimana kita ketahui kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi dalam bidang kedokteran/kesehatan khususnya ilmu penyakit dalam,
sedemikian cepat dan luas seiring dengan pertambahan jumlah penduduk di
Indonesia yang semakin banyak serta kemajuan dan perubahan pola pikir masyarakat
tentang pelayanan kesehatan. Oleh karena itu, dengan adanya Buku Panduan
Pelayanan Medik Penyakit Dalam PAPDI ini dapat membantu sejawat dalam
memberikan pelayanan dan perawatan kesehatan kepada masyarakat secara lebih
optimal, berkesinambungan, profesional dan dapat dipertanggungjawabkan,
Panduan Pelayanan Medik Penyakit Dalam ini meliputi standar operasional
yang bermutu dalam pelayanan dan perawatan kesehatan kepada masyarakat yang
diperuntukkan bagi semua sarana pelayanan kesehatan yang telah dan akan
menggunakan panduan pelayanan medik ini.
Apabila ada kekurangan dalam penyusuan Panduan Pelayanan Medik
Penyakit Dalam PAPDI ini kami menerima masukan dari sejawat untuk revisi
selanjutnya.

445

LAMPIRAN
SURAT KEPUTUSAN
NO. 172/SK.PB.PAPDI/IX/04
Mengingat

Anggaran Dasar PAPDI Pasal VIII Bab Organisasi, ayat 3 yang berbunyi
Badan Khusus yang dapat dibentuk menurut keperluan.
Buku Panduan
Pelayanan Medik Penyakit Dalam (PPM) yang telah dibuat
oleh Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM.
Menimbang
Hasil
Keputusan Rapat PB PAPDI tanggal 19 Maret 2004, agar buku Panduan
Pelayanan Medik (PPM) dijadikan rujukan untuk Dokter Spesialis Penyakit
Dalam yang bekerja di Rumah Sakit seluruh Indonesia, seyogyanya
diterbitkan atas nama PAPDI.
MEMUTUSKAN
Menetapkan:
Pertama : Memberlakukan Buku Panduan Pelayanan Medik Penyakit Dalam PAPDI,
hasil kerja Tim, sebagai pedoman dalam pelayanan medik bagi dokter
spesialis penyakit dalam khususnya seluruh anggota cabang PAPDI di
rumah sakit pemerintah dan swasta serta seluruh fasilitas kesehatan
lainnya di Indonesia, yang akan disempurnakan/disesuaikan dengan
kemajuan dan perkembangan ilmu kedokteran/kesehatan.
Kedua

: Surat Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan catatan


segala sesuatu akan dirubah, ditinjau kembali sebagaimana mestinya
apabila di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam Sural
Keputusan ini.
: di Jakarta
Ditetapkan

Pada tanggal
KetuaUmum

: 27 September 2004

Sekretaris Jenderal

Prof. Dr. H.A.Aziz Rani, SpPD, KGEH

DR. Dr. Sidartawan Soeondo, SpPD, KEMD

Tembusan Yth.
1. Ketua Departemen Ilmu Penyakit Dalam
2. Koordinator Pelayanan Medik Ilmu Penyakit Dalam
3. Para Ketua Divisi Ilmu Penyakit Dalam
4. Para Ketua PAPDI Cabang
5. Sejawat yang bersangkutan
6, Arsip

449

Panduan Pelayanan liedik


Se iring

*uku

kemajuan dan perkembangan Umu


pengetahuan dan teknologi di bidang kedokteran
khususnya Umu Penyakit Dalam serta dalam
rangka meningkatkan profesionaUsme dokter
penyakit dalam dan mencegah terjadinya
kekeliruan dalam perawatan pasien, Pengurus
Besar Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit
Dalam Indonesia (PB.PAPDl) menerbitkan buku
Panduan Pelayanan Medik dengan harapan dapat
menjadi rujukan/panduan dalam menjalankan
tugas profesi seorang dokter spesialis penyakit
dalam di rumah sakit pemerintah dan swasta serta
fasilitas pelayanan lain di Seluruh Indonesia sesuai
dengan sarana yang tersedia.

dengan

ini membahas

tentang

pedoman

pelayanan

medik

di bidang Penyakit Metabolik Endokrin,


Kardiologi, Pulmonologi, Reumatologi, Tropik
Infeksi, Ginjal Hipertensi, Hematologi Onkologi
Medik, Geriatri, Psikosomatik, Alergi Immunologi,
Gastroenterologi, dan hepatologi serta prosedur
tindakan di bidang-bidang tersebut.

Pusat Penerbitan
Departemen llmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Unlversitas Indonesia

ISBN: 979-945557-X

You might also like