You are on page 1of 18

I.

SKENARIO B BLOK 23 2014

Mrs. Mima, 38 year-old pregnant woman G4P3A0 39 weeks pregnancy, was brought by her husband to the Puskesmas due to convulsion 2 hours ago. She has been complaining of headache and visual disturbance for the last 2 days. According her husband, she has been suffering from Graves disease since 3 years ago, but was not well controlled. In the examination findings: Upon admission, Height=152 cm; Weight=65 kg; BP=180/110 mmHg; HR=120x/min; RR=24x/min Head and neck examination revealed exopthalmis and enlargement of thyroid gland. Pretibial edema. Obstetric examination : Outer Examination : Fundal height 32 cm, normal presentation. FHR : 150X/m Lab : Hb 11,2 g/dL; She had 2+ protein on urine, cylinder (-)

II.

KLARIFIKASI ISTILAH

1. Headache : Nyeri pada kepala 2. Konvulsi : Kontraksi involunter atau serangkaian kontraksi otot-otot volunteer. 3. Graves disease : Penyakit autoimun dimana tiroid terlalu aktif menghasilkan hormone tiroid 4. Exopthalamus : Protrusio mata abnormal 5. Edema pretibial : Penumpukan cairan jaringan akibat perpindahan cairan intravascular ke jaringan interstisial. III. IDENTIFIKASI MASALAH

1. Mrs. Mima, 38 year-old pregnant woman G43A0 39 wes pregnancy, was brought by her husband to the Piskesmas due to convulsion2 hours ago. 2. She has been complaining of headache and visual disturbance for the last 2 days. 3. According her husband, she has been suffering from Graves disease since 3 years ago, but was not well controlled. 4. In the examination findings: Upon admission, Height=152 cm; Weight=65 kg; BP=180/110 mmHg; HR=120x/min; RR=24x/menit; Head and neck examination revealed exopthalmis and enlargement of thyroid gland. Pretibial edema. 5. Obstetric examination : Outer Examination : Fundal height 32 cm, normal presentation. FHR : 150X/m 6. Lab: Hb 11,2 g/dL; She had 2+ protein on urine, cylinder (-)

IV.

ANALISIS MASALAH

1. Mrs. Mima, 38 year-old pregnant woman G43A0 39 weeks pregnancy, was brought by her husband to the Piskesmas due to convulsion 2 hours ago. a. Bagaimana hubungan usia dan kehamilan? Usia > 35 tahun merupakan usia ekstrim sebagai faktor risiko untuk terjadinya preeklampsia dan eklampsia. Biasanya ini terjadi pada kehamilan diatas 20 minggu. Semakin tua kehamilan maka semakin besar kemungkinan timbulnya penyakit tersebut. Meskipun demikian, eklampsia dapat muncul walaupun tidak ada riwayat hipertensi dengan proteinuria sebelumnya, hal ini telah terbukti terjadi pada 38% kasus yang dilaporkan di Inggris. b. Etiologi dan mekanisme konvulsi ? ETIOLOGI Penyebab kejang eklamptik belum diketahui dengan jelas. Adapun faktor-faktor yang menimbulkan: Tromboksan ; Prostacyclin Vasokontriksi Eklampsia Edema cerebri, Vasospasme cerebri, Iskemia cerebri Uteroplacenta iskemik

MEKANISME Patofisiologi preeklamsia-eklamsia setidaknya berkaitan dengan perubahan fisiologis kehamilan. Adaptasi fisiologis normal pada kehamilan meliputi peningkatan volume plasma darah, vasodilatasi, penurunan resistensi vaskuler sistemik, peningkatan curah jantung, dan penurunan tekanan osmotik koloid. Pada preeklamsia, volume plasma yang beredar menurun, sehingga terjadi hemokonsentrasi dan peningkatan hematokrit maternal. Perubahan ini membuat perfusi organ maternal menurun, termasuk perfusi ke unit janin-uteroplasenta. Vasospasme siklik lebih lanjut menurunkan perfusi organ dengan menghancurkan sel-sel darah merah, sehingga kapasitas oksigen maternal menurun. Hipoperfusi Plasenta Sensitivitas Pembuluh Darah Terhadap Vasopressor Vasokonstriksi PD Penurunan Suplai O2 Ke Otak Disfungsi Serebral KEJANG c. Riwayat G4P3A0 dengan keluhan sekarang ? Pada multipara biasanya dijumpai pada keadaan-keadaan : kehamilan multifetal dan hidrop fetalis, penyakit vaskuler, termasuk hipertensi essensial kronis dan diabetes mellitus, penyakit ginjal. 2. She has been complaining of headache and visual disturbance for the last 2 days. a. Etiologi dan mekanisme headache? 1. Hipertensi vasokontriksi pembuluh darah dan otak hipoksia sakit kepala. 2. Hipovolemia proteinuria tekanan osmotic menurun edema di kepala, edema jaringan otak sakit kepala. b. Etiologi dan mekanisme visual disturbance?

Gangguan penglihatan yang biasa terjadi skotomata ( adanya daerah buta (bintik-bintik hitam) pada retina ) , amaurosis , pandangan kabur, diplopia, hemianopsia homonimus. Etiologi : 1. Menurut Rustam ( 1998) :Edema retina, spasme pembuluh darah 2. Menurut William ( 2006 ) :Spasme arteri retina, ablasio retina Jadi disimpulkan selama terjadi eclampsia pada umumnya yang terganggu adalah fungsi retina yang secara fisiologis berfungsi menerima bayangan visual yang dikirim otak. - Hipertensi retinopati hipertensi vasospasme pembuluh darah gangguan fungsi retina. - Filtrasi glomerulus menurunpenyerapan tubulus tidak berubah edema edema intraokuler terjadi penumpukan caran di bawah lapisan saraf mata secara menyeluruh ( exudative retinal detachment ) tajam penglhatan menurun. c. Keterkaitan antara keluhan pada kasus ? Utero-placental ischemia Predisposisi dalam menghasilkan dan melepaskan biochemical mediator yang akan masuk ke sirkulasi maternal Menyebabkan penyebaran luas disfungsi endothelial Generalized konstriksi arteriolar dan vasospasm Pathologic alterasi in cerebral blood flow HEADACHE VISUAL DISTURBANCE tissue edema

3. According her husband, she has been suffering from Graves disease since 3 years ago, but was not well controlled. a. Bagaimana hubungan Graves disease dengan kehamilan ?

Hipertiroidisme akan menimbulkan berbagai komplikasi baik terhadap ibu maupun janin dan bayi yang akan dilahirkan. Komplikasi-komplikasi tersebut antara lain : I. Komplikasi terhadap ibu : A. Payah Jantung Keadaan hipertiroidisme dalam kehamilan dapat meningkatkan morbiditas ibu yang serius, terutama payah jantung. Mekanisme yang pasti tentang terjadinya perubahan hemodinamika pada hipertiroidisme masih simpang siur. Terdapat banyak bukti bahwa pengaruh jangka panjang dari peningkatan kadar hormon tiroid dapat menimbulkan kerusakan miokard, kardiomegali dan disfungsi ventrikel. Hormon tiroid dapat mempengaruhi miokard baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengaruh langsung : Hormon tiroid dapat mengakibatkan efek inotropik positip dan kronotropik positip pada miokard melalui beberapa cara : 1. Komponen metabolisme : a. Meningkatkan jumlah mitokondria b. Meningkatkan sintesis protein terutama sintesis miosin yang menyebabkan aktifitas ATPase miosin meningkat c. Meningkatkan aktifitas pompa natrium pada sel-sel miokard d. Meningkatkan ion kalsium miokard yang akan mempengaruhi interaksi aktin-miosin dan menghasilkan eksitasi kontraksi miokard e. Menyebabkan perubahan aktifitas adenilsiklase sehingga meningkatkan kepekaan miokard terhadap katekolamin. 2. Komponen simpul sinoatrial : Terjadi pemendekan waktu repolarisasi dan waktu refrakter jaringan atrium, sehingga depolarisasi menjadi lebih cepat. Hal ini menyebabkan takikardia sinus dan fibrilasi atrium. 3. Komponen adrenoreseptor : Pada hipertiroidisme, densitas adrenoreseptor pada jantung bertambah. Hal ini dikarenakan pengaruh hormon tiroid terhadap interkonversi reseptor alfa dan beta. Hipertiroidisme menyebabkan penambahan reseptor beta dan pengurangan reseptor alfa. Pengaruh tidak langsung : 1. Peningkatan metabolisme tubuh : Hormon tiroid menyebabkan metabolisme tubuh meningkat dimana terjadi vasodilatasi perifer, aliran darah yang cepat (hiperdinamik), denyut jantung meningkat sehingga curah jantung bertambah. 2. Sistem simpato-adrenal : Kelebihan hormon tiroid dapat menyebabkan peningkatan aktifitas sistem simpatoadrenal melalui cara : a) Peningkatan kadar katekolamin b) Meningkatnya kepekaan miokard terhadap katekolamin Secara klinis akan terjadi peningkatan fraksi ejeksi pada waktu istirahat, dimana hal ini dapat pula disebabkan oleh kehamilan itu sendiri. Disfungsi ventrikel akan bertambah berat bila disertai dengan anemia, preeklamsia atau infeksi. Faktor-faktor risiko ini sering terjadi bersamaan pada wanita hamil. Davis,LE dan kawan-kawan menyebutkan bahwa payah jantung lebih sering terjadi pada wanita hamil hipertiroidisme yang tidak terkontrol terutama pada trimester terakhir. Krisis tiroid Salah satu komplikasi gawat yang dapat terjadi pada wanita hamil dengan hipertiroidisme adalah krisis tiroid. Hal ini dapat terjadi karena adanya faktor-faktor pencetus antara lain persalinan, tindakan operatif termasuk bedah Caesar, trauma dan infeksi. Selain itu krisis tiroid dapat pula

terjadi pada pasien-pasien hipertiroidisme hamil yang tidak terdiagnosis atau mendapat pengobatan yang tidak adekuat. Menurut laporan Davis LE dan kawan-kawan, dari 342 penderita hipertiroidisme hamil, krisis tiroid terjadi pada 5 pasien yang telah mendapat pengobatan anti tiroid, 1 pasien yang mendapat terapi operatif , 7 pasien yang tidak terdiagnosis dan tidak mendapat pengobatan. Krisis tiroid ditandai dengan manifestasi hipertiroidisme yang berat dan hiperpireksia. Suhu tubuh dapat meningkat sampai 41oC disertai dengan kegelisahan, agitasi, takikardia, payah jantung, mual muntah, diare,delirium, psikosis, ikterus dan dehidrasi. II. Komplikasi terhadap janin dan neonatus : Untuk memahami patogenesis terjadinya komplikasi hipertiroidisme pada kehamilan terhadap janin dan neonatus, perlu kita ketahui mekanisme hubungan ibu janin pada hipertiroidisme. Sejak awal kehamilan terjadi perubahan-perubahan faal kelenjar tiroid sebagaimana dijelaskan sebelumnya, sedangkan kelenjar tiroid janin baru mulai berfungsi pada umur kehamilan minggu ke 12-16. Hubungan ibu janin dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

TSH tidak dapat melewati plasenta, sehingga baik TSH ibu maupun TSH janin tidak saling mempengaruhi. Hormon tiroid baik T3 maupun T4 hanya dalam jumlah sedikit yang dapat melewati plasenta. TSI atau TSAb dapat melewati plasenta dengan mudah. Oleh karena itu bila kadar TSI pada ibu tinggi, maka ada kemungkinan terjadi hipertiroidisme pada janin dan neonatus. Obat-obat anti tiroid seperti PTU dan Neo Mercazole, zat-zat yodium radioaktif dan yodida, juga propranolol dapat dengan mudah melewati plasenta. Pemakaian obat-obat ini dapat mempengaruhi kehidupan dan perkembangan janin. Pemakaian zat yodium radioaktif merupakan kontra indikasi pada wanita hamil karena dapat menyebabkan hipotiroidisme permanen pada janin. b. Bagaimana hubungan Graves disease dengan keluhan kasus ini?

c. Bagaimana cara mengontrol Graves disease pada kasus ? Obat-obat anti tiroid (1st line) Obat-obat anti tiroid yang banyak digunakan adalah golongan tionamida yang kerjanya menghambat sintesis hormon tiroid melalui blokade proses yodinasi molekul tirosin. Obat-obat anti tiroid juga bersifat imunosupresif dengan menekan produksi TSAb melalui kerjanya mempengaruhi aktifitas sel T limfosit kelenjar tiroid. Oleh karena obat ini tidak mempengaruhi pelepasan hormon tiroid, maka respons klinis baru terjadi setelah hormon tiroid yang tersimpan dalam koloid habis terpakai. Jadi waktu yang dibutuhkan untuk mencapai keadaan eutiroid tergantung dari jumlah koloid yang terdapat didalam kelenjar tiroid. Pada umumnya perbaikan klinis sudah dapat terlihat pada minggu pertama dan keadaan eutiroid baru tercapai setelah 4-6 minggu pengobatan. Propylthiouracil (PTU) dan metimazol telah banyak digunakan pada wanita hamil hipertiroidisme. Namun PTU mempunyai banyak kelebihan dibandingkan metimazol antara lain : a) PTU dapat menghambat perubahan T4 menjadi T3 disamping menghambat sintesis hormon tiroid. b) PTU lebih sedikit melewati plasenta dibandingkan metimazol karena PTU mempunyai ikatan protein yang kuat dan sukar larut dalam air. Selain itu terdapat bukti bahwa metimazol dapat menimbulkan aplasia cutis pada bayi. Oleh karena itu, PTU merupakan obat pilihan pada pengobatan hipertiroidisme dalam kehamilan. - Pada awal kehamilan sebelum terbentuknya plasenta, dosis PTU dapat diberikan seperti pada keadaan tidak hamil, dimulai dari dosis 100 sampai 150 mg setiap 8 jam. Setelah keadaan terkontrol yang ditunjukkan dengan perbaikan klinis dan penurunan kadar T4 serum, dosis hendaknya diturunkan sampai 50 mg 4 kali sehari. Bila sudah tercapai keadaan eutiroid, dosis PTU diberikan 150 mg per hari dan setelah 3 minggu diberikan 50 mg 2 kali sehari. Pemeriksaan kadar T4 serum hendaknya dilakukan setiap bulan untuk memantau perjalanan penyakit dan respons pengobatan. -Pada trimester kedua dan ketiga, dosis PTU sebaiknya diturunkan serendah mungkin. Dosis PTU dibawah 300 mg per hari diyakini tidak menimbulkan gangguan faal tiroid neonatus. Bahkan hasil penelitian Cheron menunjukkan bahwa dari 11 neonatus hanya 1 yang mengalami hipotiroidisme setelah pemberian 400 mg PTU perhari pada ibu hamil hipertiroidisme. Namun keadaan hipertiroidisme maternal ringan masih dapat ditolerir oleh janin daripada keadaan hipotiroidisme. Oleh karena itu kadar T4 dan T3 serum hendaknya dipertahankan pada batas normal tertinggi. Selama trimester ketiga dapat terjadi penurunan kadar TSAb secara spontan, sehingga penurunan dosis PTU tidak menyebabkan eksaserbasi hipertiroidisme. Bahkan pada kebanyakan pasien dapat terjadi remisi selama trimester ketiga, sehingga kadang-kadang tidak diperlukan pemberian obat-obat anti tiroid. Namun Zakarija dan McKenzie menyatakan bahwa walaupun terjadi penurunan kadar TSAb selama trimester ketiga, hal ini masih dapat menimbulkan hipertiroidisme pada janin dan neonatus. Oleh karena itu dianjurkan untuk tetap meneruskan pemberian PTU dosis rendah (100-200 mg perhari). Dengan dosis ini diharapkan dapat memberikan perlindungan terhadap neonatus dari keadaan hipertiroidisme. Biasanya janin mengalami hipertiroidisme selama kehidupan intra uterin karena ibu hamil yang hipertiroidisme tidak mendapat pengobatan atau mendapat pengobatan anti tiroid yang tidak adekuat. Bila keadaan hipertiroidisme masih belum dapat dikontrol dengan panduan pengobatan diatas, dosis PTU dapat dinaikkan sampai 600 mg perhari dan diberikan lebih sering, misalnya setiap 4 6 jam. Alasan mengapa PTU masih dapat diberikan dengan dosis tinggi ini berdasarkan hasil penelitian Gardner dan kawan-kawan bahwa kadar PTU didalam

serum pada trimester terakhir masih lebih rendah dibandingkan kadarnya post partum. Namun dosis diatas 600 mg perhari tidak dianjurkan. Pemberian obat-obat anti tiroid pada masa menyusui dapat pula mempengaruhi faal kelenjar tiroid neonatus. Metimazol dapat dengan mudah melewati ASI sedangkan PTU lebih sukar. Oleh karena itu metimazol tidak dianjurkan pada wanita yang sedang menyusui. Setelah pemberian 40 mg metimazol, sebanyak 70 ug melewati ASI dan sudah dapat mempengaruhi faal tiroid neonatus. Sebaliknya hanya 100 ug PTU yang melewati ASI setelah pemberian dosis 400 mg dan dengan dosis ini tidak menyebabkan gangguan faal tiroid neonatus. Menurut Lamberg dan kawan-kawan, PTU masih dapat diberikan pada masa menyusui asalkan dosisnya tidak melebihi 150 mg perhari. Selain itu perlu dilakukan pengawasan yang ketat terhadap faal tiroid neonatus. Beta bloker Gladstone melaporkan bahwa penggunaan propranolol dapat menyebabkan plasenta yang kecil, hambatan pertumbuhan janin, gangguan respons terhadap anoksia, bradikardia postnatal dan hipoglikemia pada neonatus. Oleh karena itu propranolol tidak dianjurkan sebagai obat pilihan pertama jangka panjang terhadap hipertiroidisme pada wanita hamil. Walaupun demikian cukup banyak peneliti yang melaporkan bahwa pemberian beta bloker pada wanita hamil cukup aman. Beta bloker dapat mempercepat pengendalian tirotoksikosis bila dikombinasi dengan yodida. Kombinasi propranolol 40 mg tiap 6 jam dengan yodida biasanya menghasilkan perbaikan klinis dalam 2 sampai 7 hari. Yodida secara cepat menghambat ikatan yodida dalam molekul tiroglobulin (efek Wolff-Chaikoff) dan memblokir sekresi hormon tiroid. Namun pengobatan yodida jangka panjang dapat berakibat buruk karena menyebabkan struma dan hipotiroidisme pada janin. Sebagai pengganti dapat diberikan larutan Lugol 5 tetes 2 kali sehari, tapi tidak boleh lebih dari 1 minggu. Tindakan operatif Tiroidektomi subtotal pada wanita hamil sebaiknya ditunda sampai akhir trimester pertama karena dikawatirkan akan meningkatkan risiko abortus spontan. Lagipula tindakan operatif menimbulkan masalah tersendiri, antara lain : a) Mempunyai risiko yang tinggi karena dapat terjadi komplikasi fatal akibat pengaruh obat-obat anestesi baik terhadap ibu maupun janin. b) Dapat terjadi komplikasi pembedahan berupa paralisis nervus laryngeus, hipoparatiroidisme dan hipotiroidisme yang sukar diatasi. c) Tindakan operatif dapat mencetuskan terjadinya krisis tiroid. Pembedahan hanya dilakukan terhadap mereka yang hipersensitif terhadap obat-obat anti tiroid atau bila obat-obat tersebut tidak efektif dalam mengontrol keadaan hipertiroidisme serta apabila terjadi gangguan mekanik akibat penekanan struma. Sebelum dilakukan tindakan operatif, keadaan hipertiroisme harus dikendalikan terlebih dahulu dengan obat-obat anti tiroid untuk menghindari terjadinya krisis tiroid. Setelah operasi, pasien hendaknya diawasi secara ketat terhadap kemungkinan terjadinya hipotiroidisme. Bila ditemukan tanda-tanda hipotiroidisme, dianjurkan untuk diberikan suplementasi hormon tiroid. 4. In the examination findings: Upon admission, Height=152 cm; Weight=65 kg; BP=180/110 mmHg; HR=120x/min; RR=24x/menit; Head and neck examination revealed exopthalmis and enlargement of thyroid gland. Pretibial edema.

a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal? Tinggi : 152 cm ; Berat Badan : 65 kg Berat Badan Normal menurut Katsura sebelum hamil : 65 kg-11 kg = 54 kg BMI = BB/TB2 = 54 kg/(1,52)2 = 54 kg /2,310 = 23,37 kg/m2 (normal)
Hasil 23,37 180/110 mmHg Normal 19,6 26 120-140/80-90 mm Hg Interpretasi Normal EKLAMPSIA; Dampak dari pre eklampsia yang dialaminya, terjadi vasokontriksi pemb. Darah, yang bisa disebabkan oleh stress oksidatif Peningkatan denyut jantung terjadi karena hipertensi yang dialaminya serta graves disease yang sudah ada sebelumnya Normal Infiltrasi limfosit pada otot-otot ekstraokuler disertai dengan reaksi inflamasi akut. Rongga mata dibatasi oleh tulang-tulang orbita sehingga pembengkakan otot-otot ekstraokuler akan menyebabkan proptosis (penonjolan) dari bola mata dan gangguan pergerakan otot-otot bola mata, Akibat hypertiroid (graves disease) Aliran darah ke ginjal menurun Filtrasi glomerulus berkurang menyebabkan terjadi air dan garam, dan edema

BMI Tekanan Darah

HR

120 x / menit

60-100 x / menit

RR Mata

24 x / menit Eksopthalmus

16-24 x / menit -

Kelenjar thyroid Pretibial

Pembesaran Edema

5. Obstetric examination : Outer Examination : Fundal height 32 cm, normal presentation. FHR : 150X/m a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal ? Tinggi fundus uteri 32 cm = normal. TFU untuk menentukan usia kehamilan TFU (berdasarkan perabaan) 1-2 jari atas symphysis Pertengahan symphysis pusat 3 jari bawah pusat Setinngi pusat 3 jari atas pusat Pertengahan Px pusat 3 jari bawah Px Pertengahan antara Px pusat Usia Kehamilan 12 minggu 16 minggu 20 minggu 24 minggu 28 minggu 32 minggu 36 minggu 40 minggu

Sumber: (Wiknjosatro, 2007)

TFU untuk memantau tumbuh kembang janin Usia Kehamilan Tinggi Fundus Uteri dalam cm 20 cm (2 cm) menggunakan penunjukpenunjuk badan Teraba di atas simfisis Ditengah antara simfisis pubis dan umbilicus Pada umbilicus

12 minggu 16 minggu 20 minggu 22-27 minggu 22-27 minggu 28 minggu 29-35 minggu 36 minggu

Usia kehamilan dalam minggu =26 cm (2 cm) Usia kehamilan dalam minggu =26 cm (2 cm) 28 cm (2 cm) Usia kehamilan minggu = (2 cm) 36 cm (2 cm)
Sumber: (Saifuddin, 2006)

Ditengah antara umbilikus dan prosesus sifoideus dalam Pada prosesus sifoideus

Ukuran Tinggi Fundus Uteri menurut Spiegelberg Umur kehamilan dalam minggu 22-28 minggu 28 minggu 30 minggu 32 minggu 34 minggu 36 minggu Tinggi Fundus Uteri dalam cm 24-25 cm diatas sympisis 26,7 cm diatas sympisis 29,5-30 cm diatas sympisis 29,5-30 cm diatas sympisis 31 cm diatas sympisis 32 cm diatas sympisis

FHR : 150x/mnt

NORMAL Normalnya 120 160 x/mnt

6. Lab: Hb 11,2 g/dL; She had 2+ protein on urine, cylinder (-) a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal ?
Hasil pemeriksaan Hb 11,2 g / dl Protein urin 2 + Interpretasi Normal (Hb pada ibu hamil trimester ke 3 : 11 g / dl) Proteinuria Adanya 300 mg protein dalam urin selama 24 jam setara dengan +1 pada dipstick Mekanisme Tidak adanya invasi trofoblast pada lapisan otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya Lapisan otot tetap kaku dan keras Lumen tidak berdilatasi vasokontriksi arteri spiralis Kegagalan remodelling arteri spiralis Aliran darah uteroplasenta Hipoksia dan iskemia plasenta Menghasilkan oksidan (radikal hidroksil) Merusak membran sel, nukleus, dan protein sel endotel

Disfungsi endotel Perubahan sel endotel kapiler glomerulus permeabilitas kapiler Proteinuria cylinder (-) Normal Silinder (-) mungkin menyisihkan kemungkinan patologi ginjal yang primer.

7. Bagaiman kriteria eklampsia dan pre eklampsia ? Diagnosis PE ditegakkan berdasarkan adanya dua dari tiga gejala: 1. Penambahan berat badan yang berlebihan terjadi kenaikan 1 kg seminggu beberapa kali 2. Edema peningkatan berat badan, pembengkakan kaki, jari tangan dan muka 3. Hipertensi (diukur setelah pasien beristirahat selama 30 menit) o Tekanan darah 140/90 mmHg ATAU o Tekanan sistolik meningkat > 30 mmHg ATAU o Tekanan diastolik > 15 mmHg o Tekanan diastolik pada trimester II yang > 85 mmHg patut dicurigai sebagai bakat PE. 4. Proteinuria
o o

Terdapat protein sebanyak 0,3 g/l dalam urin 24 jam ATAU pemeriksaan kualitatif +1 / +2. Kadar protein 1 g/l dalam urin yang dikeluarkan dengan kateter/urin porsi tengah, diambil 2 kali dengan jarak waktu 6 jam.

Diagnosis preeklampsia berat (PEB) bila ada gejala:


TD sistolik 160 mmHg ATAU diastolik 110 mmHg Proteinuria + 5 g/24 jam atau 3 pada tes celup Oligouria (< 400 ml dalam 24 jam) Sakit kepala hebat atau gangguan penglihatan Nyeri epigastrium dan ikterus Edema paru atau sianosis Trombositopenia Pertumbuhan janin terhambat (PJT)

Diagnosis eklampsia:

Gejala-gejala preeklampsia DISERTAI kejang atau koma

Impending preeklampsia:

Gejala PEB disertai salah satu atau beberapa gejala dari nyeri kepala hebat, gangguan visus, muntah-muntah, nyeri epigastrium dan kenaikan tekanan darah yang progresif. Kasus ini ditangani sebagai kasus eklampsia.

Preeclampsia pada hipertensi kronik (superimposed preeclampsia on chronic hypertension) - Proteinuria awitan baru 300mg/24 jam pada wanita dengan hipertensi tetapi tanpa proteinuria sebelum gestasi 20 minggu. - Terjadi peningkatan proteinuria atau tekanan darah atau hitung trombosit < 100.000/mm3 secara mendadak pada wanita dengan hipertensi dan proteinuria sebelum gestasi 20 minggu

8. DIAGNOSIS BANDING Pembeda Tekanan darah Kesadaran Demam Kasus Eklampsia Hipertensi Ensefalitis Meningitis Epilepsi esensial Meningkat Normal + -/+ + Normal Koma + + -/+ -/+ Normal Koma + + + Normal Menurun -

Meningkat Meningkat Menurun Menurun + + + + + -/+

Gangguan + penglihatan nyeri + epigastrium Mual muntah Edema Proteinuria Riwayat hipertensi + + + -

9. Bagaimana cara menegakkan diagnosis pada kasus ini? Diagnosis PE ditegakkan berdasarkan adanya dua dari tiga gejala: Penambahan berat badan yang berlebihan terjadi kenaikan 1 kg seminggu beberapa kali Edema peningkatan berat badan, pembengkakan kaki, jari tangan dan muka Hipertensi (diukur setelah pasien beristirahat selama 30 menit) Tekanan darah 140/90 mmHg ATAU Tekanan sistolik meningkat > 30 mmHg ATAU Tekanan diastolik > 15 mmHg Tekanan diastolik pada trimester II yang > 85 mmHg patut dicurigai sebagai bakat PE. Pada kehamilan dengan pre eklamsia dapat terjadi tekanan intra uterin atau kelainan pada pembuluh darah sehingga aliran darah di uteri plasenta terganggu yang akibatnya terjadi iskemia uteri. Hal ini dapat menimbulkan pengeluaran renin dan terjadi penurunan aliran darah dari uterus mengalir ke seluruh tubuh ibu dalam merangsang angiotensi I dan II yang mempunyai khasiat dalam spasme pembuluh darah dan menimbulkan hipertensi. Protein urine ProteinuriaTerdapat protein sebanyak 0,3 g/l dalam urin 24 jam ATAU pemeriksaan kualitatif +1 / +2. Kadar protein 1 g/l dalam urin yang dikeluarkan dengan kateter/urin porsi tengah, diambil 2 kali dengan jarak waktu 6 jam. Diagnosis preeklampsia berat (PEB) bila ada gejala: TD sistolik 160 mmHg ATAU diastolik 110 mmHg Proteinuria + 5 g/24 jam atau 3 pada tes celup

Oligouria (< 400 ml dalam 24 jam) Sakit kepala hebat atau gangguan penglihatan Nyeri epigastrium dan ikterus Edema paru atau sianosis Trombositopenia Pertumbuhan janin terhambat (PJT)

Diagnosis eklampsia: Gejala-gejala preeklampsi disertai kejang atau koma PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK Pemeriksaan tambahan ynag diperlukan untuk penegakan diagnosa adalah: 1) Pemeriksaan laboratorium: Pemeriksaan darah lengkap denagn hapusan darah, penurunan hemoglobin ( nilai rujukan atau kadar normal hemoglobin untuk wanita hamil adalah 12-14 gr% ), hematokrit meningkat ( nilai rujukan 37 43 vol% ), trombosit menurun( nilai rujukan 150 450 ribu/mm3). Hematokrit merupakan volume eritrosit per 100 mL dinyatakan dalam %. Peningkatan hematokrit biasanya terjadi pada : Hemokonsentrasi PPOK Gagal jantung kongesif Perokok PreeklampsiaPenurunan hematokrit biasanya terjadi pada : Anemia Leukimia Hipertiroid Penyakit Hati Kronis Hemolisis (reaksi terhadap transfusi, reaksi kimia, infeksi, terbakar, pacu jantung buatan) Penyakit sistemik (Kanker, Lupus, Sarcoidosis) Trombosit dalam sirkulasi normalnya bertahan 1 minggu. Trombosit membantu pembekuan darah dan menjaga integritas vaskular. Beberapa kelainan morfologi trombosit antara lain giant platelet (trombosit raksasa) dan platelet clumping (trombosit bergerombol). Trombosit yang tinggi disebut trombositosis, pada sebagian orang tidak muncul keluhan, namun pada sebagian orang yang lain menimbulkan myeloproliferative disorder. Trombosit rendah (trombositopenia) dapat ditemukan pada sindrom HELLP, demam berdarah, koagulasi intravaskular diseminata (KID/DIC), supresi sumsum tulang, idiopatik trombositopenia purpura (ITP) dll. 2) Urinalisis: Ditemukan protein dalam urin Kenaikan berat badan dan edema yng di sebabkan penimbunan cairan yang berlebih dalam ruang instertisial belum diketahui sebabnya. Pada pre eklamsia di jumpai kadar aldosteron yang rendah dan konsentrasi prolaktin yang tinggi dari pada kehamilan normal. Aldosteron penting untuk mempertahankan volume plasma dan mengatur retensi garam dan natrium. Pada pre eklamsia permeabilitas pembuluh darah terhadap protein meningkat. 3) Pemeriksaan fungsi hat Bilirubin meningkat ( N= < 1 mg/dl ) LDH ( laktat dehidrogenase ) meningkat Aspartat aminomtransferase ( AST ) > 60 ul. Serum Glutamat pirufat transaminase ( SGPT ) meningkat ( N= 15-45) Serum glutamat oxaloacetic trasaminase ( SGOT ) meningkat ( N= <31 u/l ) Total protein serum menurun ( N= 6,7-8,7 g/dl )

10. WORKING DIAGNOSIS : EKLAMPSIA 11. Epidemiologi INSIDENSI Angka kejadian 7-10% kehamilan Angka kematian maternal 33,3% Angka kematian bayi 10-35% Hampir 75% terjadi pada primigravida Preeklampsia-eklampsia seringkali terdapat pada primigravida. Pada primigravida tua lebih sering menderita hipertensi kronik yang merupakan predisposisi akan timbulnya preeclampsia, sedangkan pada primigravida muda merupakan kehamilan resiko tinggi karena biasanya jarang melakukan pemeriksaan antenatal sehingga adanya kelainan dini tidak diketahui. Insidens preeklampsia kira-kira 5%, sedang eklampsia berkisar 1:1000 1:1500. Eklampsia biasanya dapat dicegah dengan perawatan antenatal yang baik. Preeclampsia-eklampsia cenderung familier.

12. Apa saja factor resiko pada kasus ini? Faktor predisposisi: 1. Primigravida/ nullipara <20 tahun Paritas. Angka kejadian tinggi pada primigravida, muda maupun tua, primigravida tua risiko lebih tinggi untuk preeklampsia berat atau eklampsia 2. Hiperplasentosis: mola, gemelli, DM, bayi besar 3. Umur ekstrim (>35 tahun), karena angka kejadian hipertensi kronik pada umur ini tinggi 4. Obesitas dan hidramnion, gizi kurang, anemia 5. Riwayat keluarga dengan preeklampsia dan eklampsia. Faktor gen. Jika ada riwayat preeklampsia/eklampsia pada ibu/nenek penderita, faktor risiko meningkat sampai 25%. Diduga adanya suatu sifat resesif (recessive trait), yang ditentukan genotip ibu dan janin. Terdapat bukti bahwa preeklampsia merupakan penyakit yang diturunkan, penyakit ini lebih sering ditemukan pada anak wanita dari ibu penderita preeklampsia. Atau mempunyai riwayat preeklampsia/ eklampsia dalam keluargaRiwayat preeklampsia atau eklampsia sebelumnya 6. Riwayat penyakit ginjal dan hipertensi sebelum kehamilan

13. Bagaimana patogenesis pada kasus?

14. Bagaimana tatalaksana pada kasus ini?

a. MgSO4 o Cara pemberian ; Dosis awal ;10 g IM (di bagi 2 boka & boki) Dosis lanjutan ;5 g IM tiap 4-6 jam bergantian salah satu bokong Bila kejang berulang MgSO4 20% 2 g IV, di berikan sekurang-kurangnya 20 menit setelah pemberian terahir. Bila setelah di berikan dosis tambahan masih tetap kejang mg/kg BB IV perlahan-lahan Amobarbital 3-5

b. Perawatan pada serangan kejang o o o Dirawat di ruang isolasi atau ruang khusus dengan lampu terang Tempat tidur harus cukup lebar, dapat di ubah dalam posisi kepala lebih tinggi Masukkan spatula lidah ke dalam mulut penderita, sisipkan antara lidah dan gigi rahang atas( untuk mencegah lidah tergigit) Kepala direndahkan, di aspirasi lender dari orofaring (untuk mencegah pneumonia aspirasi) Fiksasi badan pada tempat tidur harus cukup kendor untuk menghindari fraktur

c. Perawatan pada penderita koma o Monitoring kesadaran & dalamnya koma memakai Glasgow pittsburg coma scale Perlu diperhatikan nutrisi & pencegahan decubitus.

d. Prinsip dasar ; semua kehamilan dengan eklamsia harus di akhiri tanpa memandang umur kehamilan & keadaan janin. TERMINASI KEHAMILAN di lakukan bila sudah dilakukan stabilisasi (pemulihan) selama 4-8 jam. Penatalaksanaan Hipertensi Secara umum tujuan tata laksana HDK dengan atau tanpa proteinuria adalah sama, yaitu untuk melindungi ibu dari berbagai komplikasi termasuk kardiovaskuler dan melanjutkan kehamilannya sampai persalinan yang aman. Tata laksana ini meliputi pengelolaan secara umum dan khusus baik konservatif maupun dengan terminasi kehamilan . Pembahasan tata laksana disini akan lebih menekankan masalah tekanan darah, tentunya dengan mengetahui bahwa meningkatnya tekanan darah bukanlah satusatunya masalah yang dihadapai pada HDK. 1. Terapi Konservatif Terapi konservatif dilakukan bila tekanan darah terkontrol ( sistolik < 140 mmHg, diastolik 90 mmHg, proteinuria < +2 ( 1 gr/hari), trombosit > 100.000, keadaan janin baik (USG, Stress test). Faktor yang sangat menentukan terapi konservatif adalah umur kehamilan. Jika HDK disertai proteinuria berat dan kehamilan > 36 minggu maka terminasi kehamilan perlu dilakukan. Apabila kehamilan < 36 minggu, maka dilakukan terapi konservatif jika : tekanan darah stabil < 150mmHg dan diastolik < 95 mmHg, proteinuria <+2, keadaan janin dan ketuban normal, trombosit > 100.000. 2. Terminasi Kehamilan Bila selama terapi konservatif, ditemukan hal-hal dibawah ini maka dilakukan terminasi kehamilan. Dari Sudut Ibu: - Sakit kepala hebat, gangguan penglihatan - Tekanan darah sistolik > 170 mmHg dan atau diastolik > 110 mmHg - Oliguria < 400 ml/ 24 jam - Fungsi ginjal dan hepar memburuk - Nyeri epigartium berat, mual, muntah

- Suspek abruptio placenta - Edema paru dan sianosis - Kejang dan tanda-tanda perdarahan intracerebral pada eklampsia Dari Sudut Janin - Pergerakan janin menurun - Olygohidro amnion 3. Pengobatan Medikamentosa Tujuan dalam menurunkan tekanan darah telah disepakati dianggap optimal bila sistolik < 140 mmHg dan diastolik < 90 mmHg.Ada beberapa konsensus kapan kita menggunakan obat anti hipertensi pada HDK antara lain: a. Segera Bila tekanan darah sistolik > 169 mmHg dan diastolik > 109 mmHg dengan gejala klinis. b. Setelah observasi 1-2 jam Bila tekanan darah sistolik > 169 mmHg dan atau diastolik > 109 mmHg tanpa gejala klinis. c. Setelah observasi 24-48 jam - Bila tekanan darah sistolik > 139 mmHg dan atau diastolik > 89 mmHg sebelum kehamilan 28 minggu tanpa proteinuria - Bila tekanan darah sistolik > 139 mmHg dan atau diatolik > 89 mmHg pada wanita hamil dengan gejala klinis, proteinuria, disertai penyakit lain ( kardiovaskular, ginjal), Super imposed hypertension Penatalaksanaan post-natal Sikap terhadap kehamilan ialah semua kehamilan dengan eklampsia harus diakhiri, tanpa memandang umur kehamilan dan keadaan janin. Persalinan diakhiri bila sudah mecapai stabilisasi (pemulihan) hemodinamika dan metabolisme ibu. Bila persalinan terjadi pervaginam, monitoring tanda-tanda vital dilakukan sebagaimana lazimnya. Pemeriksaan laboratorium dikerjakan setelah 1 x 24 jam persalinan. Biasanya perbaikan segera terjadi setelah 24 - 48 jam pasca persalinan. Mempertahankan kalori 1500 kkal / 24 jam, bila perlu dengan selang nasogastrik atau parenteral, karena pasien belum tentu dapat makan dengan baik. Antikonvulsan (MgSO4) dipertahankan sampai 24 jam postpartum, atau sampai tekanan darah terkendali. Antikonvulsan diteruskan sampau 24 jam postpartum atau kejang terakhir Melakukan pengawasan ketat pasca persalinan di ruang perawatan intensif Teruskan terapi antihipertensi jika tekanan diastolic >110 mmHg. Pantau urin terus.

Rujukan Rujuk ke fasilitas yang lebih lengkap jika: Terdapat Oliguria (<400 ml/jam) Terdapat sindrom HELLP Koma berlanjut lebih dari 24 jam sesudah kejang

15. Apa saja komplikasi yang mungkin terjadi ? Komplikasi hipertensi dalam kehamilan IBU: 1. CVD 2. decompensatio cordis 3. edema paru 4. gagal hati 5. gagal ginjal 6. DIC 7. solutio plasenta 8. asidosis 1. pertumbuhan janin terhambat 2. prematuritas 3. gawat janin 4. kematian janin

JANIN:

1) Eklamsia: a. Ibu : dapat terjadi gangguan neurologis apabila kejang tidak segera ditangani, b. Bila hipertensi tak ditangani dapat meningkatkan resiko perdarahan serebral. c. Janin: pre-eklamsia dan eklamsi akan menyebabkan terhambatnya aliran darah di plasenta, 2) Graves: a. Ibu : keguguran,komplikasi jantung,goiter noduler toksik,kematian b. Janin: Dapat menjadi hipertiroid ataupun hipotiroid. 16. Apa saja tindakan preventif pada kasus ? Pemeriksaan antenatal yang teratur dan teliti dapat menemukan tanda-tanda dini preeklampsia, dalam hal ini harus dilakukan penanganan preeklampsia tersebut. Walaupun preeklampsia tidak dapat dicegah seutuhnya, namun frekuensi preeklampsia dapat dikurangi dengan pemberian pengetahuan dan pengawasan yang baik pada ibu hamil. Pengetahuan yang diberikan berupa tentang manfaat diet dan istirahat yang berguna dalam pencegahan. Istirahat tidak selalu berarti berbaring, dalam hal ini yaitu dengan mengurangi pekerjaan sehari-hari dan dianjurkan lebih banyak duduk dan berbaring. Diet tinggi protein dan rendah lemak, karbohidrat, garam dan penambahan berat badan yang tidak berlebihan sangat dianjurkan. Mengenal secara dini preeklampsia dan merawat penderita tanpa memberikan diuretika dan obat antihipertensi merupakan manfaat dari pencegahan melalui pemeriksaan antenatal yang baik. 17. Bagaimana prognosis pada kasus? Dubia at bonam a. bila penderita tidak terlambat dalam pemberian pengobatan, maka akan tampak jelas gejala perbaikan setelah kehamilannya diakhiri. b. Prognosis janin pada penderita eklampsia tergolong buruk. Kadang kala fetus mati dalam uterus atau saat neonatall 9,8 - 25,5 % kematian ibu 42,2 48,9 % kematian janin

18. SKDI 24 Tingkat Kemampuan 2

V.

KERANGKA PERMASALAHAN

VI.

KESIMPULAN

Mrs. Mima, 38 tahun G4P3A0 menderita eklampsia.

You might also like