You are on page 1of 121

+

Rangkuman
Kuliah Pasca
UTS
EKONOMI
SYARIAH
Banu Muhammad H.

+
PENDAHULUAN

Oleh-oleh Global Islamic Economics Summit


Dubai 5-6 Oct 2015
n

The potenCal of Islamic Banking 4,2 Trillion USD

By 2019, halal food and lifestyle spending will be 3,7 trillion USD

EsCmated muslim tourist spending power = 140 billion USD

Demand for Islamic Financial Professionals

Spent on Clothes and Footwear by muslim globally = 266 billion USD

41 countries provide halal cerCcaCon

2,76 biilion of muslim at 2050

Perkembangan & Tantangan Sistem Keuangan Syariah


Perkembangan Global Islamic Finance

Islamic finance assets have


grown rapidly in volume..

Sumber: IMF Sta Discussion Note No.SDN/15/05, April 2015

Also in geographical
coverage..

Perkembangan & Tantangan Sistem Keuangan Syariah


Perkembangan Global Islamic Finance

Banking sector dominate,


followed by sukuk market ..

Sumber: IMF Sta Discussion Note No.SDN/15/05, April 2015

and banking assets are concentrated in


Malaysia and the MENA region,
particularly the GCC

Perkembangan & Tantangan Sistem Keuangan Syariah


Perkembangan Global Islamic Finance

6
06

Growth of Islamic banks has


surpassed that of conventional
Banks

Sumber: IMF Sta Discussion Note No.SDN/15/05, April 2015

and the Islamic banking sector is now


systemically important in several
countries

Perkembangan & Tantangan Sistem Keuangan Syariah


Perkembangan Keuangan Syariah Indonesia

Industri Keuangan Syariah secara umum masih mengalami pertumbuhan yang posiCf. Pasar
Modal Syariah dan IKNB syariah mengalami pertumbuhan yang cukup Cnggi, sedangkan
industri perbankan cenderung terjadi perlambatan pertumbuhan.
Meskipun mengalami perlambatan pertumbuhan, industri keuangan syariah indonesia masih
(Dlm Triliun Rp)
memiliki potensi yang besar untuk bertumbuh dimasa yang akan datang.
Type

2011

2012

2013

2014

Growth
2014

Maret
2015

145,47

195,02

242,28

Asuransi Syariah

9,15

13,1

16,66

22,36

5,7 (34%)

23,80

Pembiayaan Syariah

3,62

22,66

24,64

23,78

6,7 (27%)

19,63

1.968,10

2.451,33

2.557,85

2.946,89 502,4 (20%)

3.037,46

Sukuk Korporasi*)

7,92

9,79

7,55

7,11

-0.5 (-6%)

7,08

Reksa Dana Syariah*)

5,56

8,05

9,43

11,16

2,1 (22%)

11,65

Sukuk Pemerintah*)

77,73

124,36

169,29

208,40 46,4 (27%)

243,40

Perbankan Syariah

Saham Syariah*)

*) Data Maret 2015


menggunakan data posisi 21 April
2015

272,34 30,1 (12%)

264.81

Selain lembaga-lembaga keuangan, Indonesia juga memiliki lebih dari 5000 Baitul
Maal wat Tamwil, dan lebih dari 500 lembaga zakat swasta.

Kebijakan Nasioanal Pengembangan


Keuangan Syariah
8

Arah kebijakan pengembangan keuangan syariah telah tercantum dalam


Rencana Pembangunan Jangka Menegah Nasional (RPJMN):
Peraturan Presiden No.2 Tahun 2015 Tentang RPJMN Tahun 2015-2019

Bappenas telah memiliki


Draa Master Plan:

Master Plan Arsitektur


Keuangan Syariah
Indonesia

OJK akan menerbitkan


Road Map:

Road Map Keuangan


Syariah Indonesia

Master Plan Arsitektur Keuangan


Syariah di Indonesia

EKONOMI
PEMBANGUNAN
ISLAM

+
Wacana teologis yang mendasari segala akCvitas
manusia

Perilaku bisnis harus seimbang dan adil

Bahwa manusia sebagai individu dan kolekCvitas


Semua boleh kecuali yang dilarang
Mempunyai tanggung jawab moral kepada Alloh
atas perilaku ekonomi

Tauhid
Keseimbangan
dan keadilan
Kebebasan
Tanggung
jawab

+ Pembangunan dalam

Perspektif Islam
n Tujuan

utama ajaran Islam adalah menjadi rahmat bagi seluruh


alam rahmatan lil alamin. Hal inilah yang menjadi misi utama
diutusnya Nabi Muhammad SAW (al-Quran 21: 107).

n Cara

terpenting Islam untuk mewujudkan misi utama risalahnya


ini adalah dengan mempromosikan falah kesejahteraan bagi
seluruh makhluk yang hidup di Bumi tanpa memandang agama,
ras, warna kulit, gender, maupun kebangsaan.

n Ajaran

Islam bersifat universal, ditujukan kepada seluruh


manusia. Nabi Muhammad SAW diutus untuk seluruh manusia,
bukan untuk bangsa tertentu (al-Quran 34: 28).

n Mempromosikan

kesejahteraan umat manusia, dapat dipandang


sebagai tujuan setiap masyarakat, tidak hanya Islam. Namun
terdapat perbedaan yang besar tentang definisi kesejahteraan,
serta bagaimana strategi merealisasikan dan melanggengkannya.

Pembangunan Dalam Perspektif


Maqashid Al-Syariah (1/3)
n Dalam

Islam, seluruh aktivitas duniawi memiliki tujuan


maknawi (maqul al-mana).

n Al-Syathibi

mendefinisikan 5 aspek mendasar kehidupan


manusia, yaitu agama, jiwa, akal, keturunan, dan kekayaan.
Pemenuhan kebutuhan manusia ini (maslahah) didasarkan pada
3 tingkatan prioritas, yaitu dharuriyyat, hajiyyat dan tahsiniyyat.
adalah visi stratejik kesejahteraan, jiwa adalah
tujuan sosial-ekonomi utama, akal adalah sumber daya
manusia produktif, keturunan adalah tujuan antar-generasi;
dan kekayaan adalah sumber daya ekonomi material.

n Agama

Pembangunan Dalam Perspektif


Maqashid Al-Syariah (2/3)
Productive
resources

- (Aql) Intellect
- (Ml)
Wealth

Primary goals

- (Nafs) The human


life
- (Nasl)
Family/ Posterity

Strategic vision

(Dn)
Faith

Pembangunan Dalam Perspektif


Maqashid Al-Syariah (3/3)
Memperkaya dan menyempurnakan
kebutuhan dharuriyyat
meningkatkan kualitas kesejahteraan
Menghilangkan kesulitan dan
memperluas kenyamanan (tawsiah)
dalam memenuhi kebutuhan
dharuriyyat memperkuat
kesejahteraan
Kebutuhan minimal bagi
keberlanjutan kehidupan manusia
elemen dasar kehidupan manusia

Whatever
Improves on
Essentials
(Tahsiniyyat)

Whatever
complement
the essentials
(Hajiyyat)
Essentials/Necessities
(Dharuriyyat)
preservation of maqasid
al-shariah (religion, self,
intellect, family/posterity
and wealth)

Model Pembangunan Ibnu


Khaldun, 1332-1404 M (1/3)
n

Keseluruhan model Ibnu Khaldun terangkum dalam 8 prinsip (kalimat


hikamiyyah) dari kebijaksanaan politik:
n Kekuatan kedaulatan (al-mulk) tidak dapat dipertahankan kecuali
dengan mengimplementasikan Syariah (S)
n Syariah tidak dapat diimplementasikan kecuali oleh sebuah kedaulatan
(al-mulk) (G)
n Kedaulatan tidak akan memperoleh kekuatan kecuali bila didukung oleh
sumber daya manusia (ar-rijal) (N)
n Sumber daya manusia tidak dapat dipertahankan kecuali dengan harta
benda (al-mal) (W)
n Harta benda tidak dapat diperoleh kecuali dengan pembangunan
(al-imarah) (g)
n Pembangunan tidak dapat dicapai kecuali dengan keadilan (al-adl) (j)
n Keadilan merupakan tolok ukur (al-mizan) yang dipakai Allah untuk
mengevaluasi manusia
n Kedaulatan dibebankan tanggung jawab untuk menegakkan keadilan

Model Pembangunan Ibnu


Khaldun, 1332-1404 M (2/3)
n

Model Ibnu Khaldun tidak menunjukkan satu penyebab tunggal dari


kejatuhan peradaban Islam.
n

Dalam model Ibnu Khaldun ini, semua komponen bangsa terkait satu
sama lain secara erat.
n

Jika satu faktor runtuh, kemudian tidak dikoreksi, maka ia akan berfungsi sebagai
mekanisme pemicu yang memperlemah faktor-faktor lainnya; dan pada gilirannya
akan mempercepat kejatuhan peradaban.

Dalam jangka panjang, semua faktor menjadi terkait erat sehingga sulit
membedakan mana sebab dan mana akibat.
n

Model bersifat lintas disiplin dan menggunakan pendekatan daur sebab-akibat yang
dinamis.

Maka menjadi tidak bermakna untuk memisahkan sejarah ekonomi Islam dari sejarah
politik, sosial, dan agama.

Daur sebab-akibat yang dinamis dalam jangka panjang ini disebut


Daur Keadilan (circle of equity)
n

Delapan kalimat (kalimat hikamiyyah) dari kebijaksanaan politik, masing-masing


dihubungkan dengan yang lain untuk memperoleh kekuatan, dalam sebuah alur daur
dimana permulaan dan akhir tidak dapat dibedakan

Model Pembangunan Ibnu


Khaldun, 1332-1404 M (3/3)
n Model

pembangunan Ibnu Khaldun dapat ditunjukkan


dalam hubungan fungsional berikut:
n G

= f (S, N, W, g, j)

n G

menjadi variabel dependent karena fokus analisis


Ibnu Khaldun adalah menjelaskan jatuh bangun-nya
sebuah negara atau peradaban.
n Menurut

Ibnu Khaldun, kekuatan dan kelemahan suatu


pemerintahan bergantung pada kekuatan dan kelemahan
otoritas politik (wazi) yang dikandungnya.

n Dalam

jangka panjang, otoritas politik (G) harus


menjamin kesejahteraan rakyat (N) dengan
menyediakan lingkungan yang kondusif untuk
pembangunan (g), distribusi pendapatan (W), dan
penegakan keadilan (j) melalui implementasi syariah (S).

+
Siklus Chapra, 2000 (1/4)
n M. Umer

Chapra memformulasikan pemikiran Ibnu


Khaldun dalam suatu siklus yang berurutan, lengkap dengan
hubungan sebab akibat antar komponen pembangunan
(Chapra, The Future of Economics: An Islamic Perspective, 2000).

n Ibnu

Khaldun menjelaskan perlunya pembangunan yang terdiri


atas pengembangan syariah (S), pengembangan masyarakat (N),
peningkatan kekayaan (W), penegakan keadilan dan
pembangunan (j&g), dan peran pemerintah (G).

n Menurut

Chapra kelima komponen itu bergerak dalam dua


siklus, yaitu siklus kemajuan dan siklus kemunduran.
n Siklus kemajuan: syariah (S) masyarakat (N) kekayaan
(W) keadilan dan pembangunan (j&g) pemerintah (G)
syariah (S).
n Siklus kemunduran: keadilan dan pembangunan (j&g)
kekayaan (W) masyarakat (N) syariah (S)
pemerintah (G) keadilan dan pembangunan (j&g)

+
Siklus Chapra, 2000 (2/4)

n Siklus

kemajuan:
syariah (S) masyarakat
(N) kekayaan (W)
keadilan dan
pembangunan (j&g)
pemerintah (G)
syariah (S).

n Siklus

kemunduran:
keadilan dan
pembangunan (j&g)
kekayaan (W)
masyarakat (N)
syariah (S) pemerintah
(G) keadilan dan
pembangunan (j&g)

Siklus Chapra, 2000 (3/4)


n Dalam

siklus kemajuan arahnya: syariah (S)


masyarakat (N) kekayaan (W) keadilan &
pembangunan (j&g) pemerintah (G) syariah (S).
n Tanamkan

kesadaran syariah (S), kemudian kembangkan


masyarakat sehingga terciptalah masyarakat (N) yang paham
syariah.
n Langkah selanjutnya adalah meningkatkan kekayaan (W)
masyarakat paham syariah ini.
n Bila ini tercapai maka aspek pembangunan lainnya tidak
dapat diabaikan dan yang terpenting adalah penegakan
keadilan dan pembangunan (j&g).
n Pada tahap ini kita memiliki masyarakat paham syariah yang
kaya dan berkeadilan.
n Tahap selanjutnya adalah menegakkan pemerintahan yang kuat
(G).

Siklus Chapra, 2000 (4/4)


n Dalam

siklus kemunduran arahnya: keadilan & pembangunan


(j&g) kekayaan (W) masyarakat (N) syariah (S)
pemerintah (G) keadilan & pembangunan (j&g)
n

Jika keadaan anarkis dan chaos, dimana hukum tidak ditegakkan dan
pembangunan tidak berorientasi pada keadilan (j&g) maka kekayaan
yang telah terakumulasi akan sirna (W) terjarah oleh tindakan anarkis
lapangan kerja dan kegiatan masyarakat menyusut (N) syariah
terasa seperti utopia (S) dan akhirnya melemahnya pemerintahan
(G).

n Dengan

strategi yang tepat, siklus kemunduran ini dapat dibalik


menjadi siklus kemajuan.
Misalkan, menyusutnya kegiatan mayarakat dan lapangan kerja menjadi
titik balik kesadaran masyarakat untuk kembali kepada syariah (S).
n Ramainya kesadaran untuk kembali kepada syariah akan mendorong
bangkitnya lagi masyarakat, sehingga siklusnya berubah menjadi siklus
kemajuan.
n

Model Dinamika
Pembangunan
n Model

Ibnu Khaldun G = f (S, N, W, g, j) tidak selalu berputar


searah, namun bisa menjadi hubungan sebab akibat multi-arah
dan saling bergantung.
n Variabel independen dapat menjadi variabel dependen dan
yang lainnya menjadi variabel independen.

n Dengan

kata lain, mekanisme pemicu kejatuhan suatu


peradaban (yang dalam model Ibnu Khaldun disebabkan oleh
kegagalan G), tidak selalu sama bagi semua masyarakat.
n Disintegrasi keluarga, yang merupakan bagian dari N, dapat
memicu kemerosotan SDM (N) yang merupakan elemen
dasar pembangun peradaban.
n Kelemahan dalam perekonomian (W) dapat dipicu oleh
sistem ekonomi yang cacat (S) atau nilai-nilai dan institusi
yang tidak berguna (S).

Sistem
Moneter
Islam

Teori Moneter Islam (1/2)


n Kesepakatan

jumhur ulama dan cendekiawan muslim


tentang uang dan standar moneter yaitu:

[i] perlindungan harta (mal) adalah salah satu tujuan syariah;


[ii] preferensi syariah terhadap penggunaan uang dalam
transaksi dibandingkan barter;
[iii] penerimaan emas dan perak sebagai uang adalah
alamiah; [iv] Nabi Muhammad SAW menyetujui emas dan
perak sebagai uang;
[v] emas dan perak relatif lebih stabil dibandingkan bentuk
uang yang lain;

Teori Moneter Islam (2/2)


[vi] adalah kewajiban negara untuk mencetak, mengatur
dan memasok uang emas dan perak;
[vii] uang adalah alat tukar (medium of exchange) dan
ukuran nilai (measure of value), bukan komoditas;
[viii] illat riba pada uang adalah karena fungsinya sebagai
medium of exchange dan measure of value (tsamaniyyah),
kecuali mazhab Hanafi.

Stabilitas Uang dalam Kerangka


Institusi Islam (1/3)
n Pelarangan

rib secara efektif menghapus praktek komoditisasi


uang: mengambil keuntungan dari uang dengan cara
memperdagangkannya pada tingkat harga (bunga) tertentu.

n Ketika

uang berfungsi sebagai ukuran nilai dan alat tukar, maka


menetapkan harga berupa bunga pada uang menjadi sebuah hal
yang paradoks. Bunga membuat uang yang seharusnya
memfasilitasi pertukaran, sebagai ukuran nilai bagi seluruh
komoditas, justru menjadi obyek pertukaran. Dengan melarang
rib maka Islam melindungi fungsi dasar uang sebagai ukuran
nilai dan alat tukar.

n Pelarangan

rib juga menjamin tidak akan ada ekspansi moneter


yang tidak memiliki padanan dengan penciptaan nilai tambah
ekonomi di sektor riil, sehingga secara efektif akan menjaga
keterkaitan sektor moneter dengan sektor riil, dan karenanya
menjaga stabilitas harga dan inflasi.

Stabilitas Uang dalam Kerangka


Institusi Islam (2/3)
n Penerapan

zakt terhadap emas dan perak (al-ml al-ayn), baik


dalam bentuk uang koin maupun batangan atau perhiasan
(zakt al-ayn) menjadi disinsentif bagi aktivitas menumpuk
harta (emas dan perak) dan menimbun uang baik karena motif
keserakahan maupun untuk spekulasi.

n Zakt

al-ayn dalam jangka pendek akan memaksa pemilik uang


menginvestasikan uangnya ke sektor riil untuk mendapatkan
return, karena pelarangan rib meniadakan peluang
meminjamkan uang untuk keuntungan, sehingga velocity of
money meningkat, yang pada gilirannya akan meningkatkan
pertumbuhan ekonomi.

n Di

sisi lain, zakt al-ayn juga akan secara efektif meminimalkan


permintaan non-moneter terhadap emas dan perak sehingga
pasokan uang akan terjaga.

Stabilitas Uang dalam Kerangka


Institusi Islam (3/3)
n Pelarangan

gharar, bersama-sama dengan pelarangan rib,


membuat demand for money sepenuhnya berasal dari
kebutuhan riil perekonomian. Dengan meminimalkan
permintaan uang yang tidak riil, maka permintaan uang
akan stabil, sehingga akan menstabilkan pasokan uang.

n Stabilitas

demand for money dalam Islam didorong lebih


lanjut dengan pelarangan penimbunan uang (iktinz).

n Dalam

upaya menjaga stabilitas nilai uang, terutama dari


sisi money supply, negara memiliki otoritas untuk
mencetak, mengatur dan mengedarkan uang. Dalam
sejarah Islam, kewenangan ini dijalankan oleh institusi
sikkah.

Sistem
Finansial
Islam

Sistem Keuangan Islam


n Sistem

finansial secara umum berdiri diatas dua aktivitas


utama yaitu transfer kredit dan transfer resiko, dimana
tanpa dua aktivitas ini sistem finansial tidak akan berfungsi.

n Sistem

finansial Islam secara umum dicirikan oleh dua


karakter utama: (i) Pelarangan riba; dan (ii) Pelarangan
gharar.
n Pelarangan Riba secara esensial bermakna pelarangan
trading in credit.
n Pelarangan Gharar secara esensial bermakna pelarangan
trading in risk.

Trading in Credit
n Trading

in credit bermakna pemutusan waktu dari transaksi

riil.
n Ketika waktu dipisahkan dari transaksi riil melalui
pinjaman berbasis bunga, hal ini membuat tingkat utang
meningkat sehingga biaya pembiayaan lebih besar
melalui cost of debt services yang lebih tinggi.
n Bunga yang terakumulasi membuat utang terus tumbuh
dan menjauhkan sektor keuangan dari sektor riil. Biaya
bunga yang berlipat ganda telah membebani
perekonomian jauh lebih besar dari biaya pembiayaan
riil sebenarnya.

Trading in Risk
n Trading

in risk bermakna pemutusan resiko dari sektor riil.


n Pemutusan resiko dari sektor riil membawa pada resiko
yang lebih besar dan biaya manajemen resiko lebih
tinggi. Komoditisasi resiko membuat sektor keuangan
berlipat ganda dan bergerak semakin jauh dari transaksi
riil. Biaya komoditisasi resiko juga membebani
perekonomian jauh lebih besar dari biaya resiko riil.

Pelarangan Rib al-Nasah (1/2)


n Rib

al-nasah terjadi ketika pemberi pinjaman


mempersyaratkan pengembalian pinjaman disertai
tambahan hanya karena berjalannya waktu, tanpa ada
imbalan yang setara (iwad).

n Dalam

Islam, keuntungan (profit) hanya dapat dibenarkan


ketika faktor produksi bersedia menanggung resiko
kerugian (al-ghunm bi al-ghurm) dan hasil usaha (return)
dibenarkan ketika faktor produksi menanggung beban
atau biaya (al-kharj bi al-dhamn).

Pelarangan Rib al-Nasah (2/2)


n Dengan

demikian, tidak ada bagi hasil (profit-sharing) tanpa


pembagian resiko (risk-sharing). Keuntungan dilegitimasi dengan
keterlibatan dalam aktivitas ekonomi riil. Return atas suatu aset
hanya untuk pihak yang mengelola dan bertanggung jawab atas
aset tersebut, dan pihak lain yang tidak menanggung kewajiban
tersebut tidak berhak atas return tersebut.

n Uang

sebagai modal finansial karenanya tidak dibenarkan


mengklaim fixed pre-determined return. Untuk mendapatkan
profit atau return, seseorang dapat menginvestasikan uang-nya
pada perusahaan pribadi, mendirikan kemitraan (al-syirkah)
bersama mitra usaha, atau menyerahkan pengelolaan uang
sepenuhnya pada mitra pengusaha dalam al-mudhrabah.

Perbedaan Riba dan Keuntungan


n Riba

dilarang karena tidak ada padanan nilai pertukaran yang


dapat dibenarkan

n Keuntungan

dibolehkan karena ada padanan nilai yang setara

(iwad)
n Effort (al-Kasb); mengambil atau mengolah tanah dan sumber
daya alam lainnya secara langsung
n Risk (al-Ghurm); keuntungan hanya dapat dibenarkan ketika
faktor produksi bersedia menanggung resiko kerugian (alghunm bi al-ghurm)
n Liability (al-Dhaman); hasil usaha hanya dapat dibenarkan
ketika faktor produksi menanggung beban atau kewajiban (alkharj bi al-dhamn)

+
Perbedaan Riba dan Keuntungan
RIBA
NO
COUNTER-VALUE

PROFITS
Whats
The
Difference?

Effort (Al-Kasb)

WITH
COUNTER-VALUE
(`IWAD)

Risk (Al-Ghurm)

Liability (AlDhaman)

Jual Beli Tidak Sama Dengan Rib


n

Al-Qurn 2: 275 menegaskan bahwa jual beli adalah hall


sedangkan rib adalah harm.

Ketika al-Qurn melarang rib, para pelaku rib awalnya


menolak ketentuan ini.

Mereka menganggap bahwa jual beli dan rib adalah


sama, dengan alasan bahwa tambahan dari harga tunai
dalam jual beli secara tangguh adalah serupa dengan
tambahan dari pokok pinjaman, yaitu adanya tambahan
keuntungan dari harga awal karena adanya penangguhan
waktu.

Perbedaan Jual Beli dan Rib


n Transaksi

jual-beli tidak mengandung pembiayaan


langsung dan pinjaman, yaitu transaksi pembelian, penjualan
atau sewa yang mengandung barang dan jasa riil. Syarah
menerapkan sejumlah kondisi untuk validitas transaksi-transaksi
ini untuk menjamin bahwa penjual (financier) juga berbagi resiko
dan untuk menjamin bahwa transaksi ini tidak berubah menjadi
transaksi pembiayaan dan pinjaman berbasis bunga, seperti
adanya ketentuan bahwa penjual harus memiliki dan menguasai
barang yang dijual. Dengan demikian pembiayaan melalui akad
jual beli hanya bisa mengalami ekspansi seiring dengan kenaikan
kapasitas perekonomian riil.

n Yang

ditetapkan diawal adalah harga dari barang dan jasa


yang dijual, bukan tingkat bunga. Sekali harga telah
ditetapkan, maka hal tersebut tidak bisa dirubah meskipun
terdapat keterlambatan pembayaran terkait hal-hal yang tidak
diperkirakan.

Pelarangan Gharar
n

Dalam analisis fiqh, gharar mencakup dua aspek yaitu keragu-raguan


(doubtfulness) atau ketidakpastian (uncertainty), dan ketidaktahuan
(unknown).

Dalam perspektif ekonomi, pelarangan bay al-gharar dapat dipandang


sebagai pelarangan memperdagangkan resiko (trading in risk) yang
terpisah dari underlying transactions dan sifatnya tidak penting .

Gharar dapat terjadi pada esensi dari kontrak, seperti bay urbn
(penjualan dengan uang tanda jadi/down payment). Gharar juga dapat
terjadi pada objek dari kontrak, seperti pengabaian terhadap kuantitas
dan identitas spesifik objek, pengabaian waktu pembayaran pada
penjualan secara tangguh, ketidakmampuan menyerahkan objek, dan
kontrak atas objek yang tidak ada.

Gharar yang Material (fhisy)


dan Mempengaruhi Kontrak
n

(i) Gharar terjadi dalam skala berlebihan (excessive) dan


mendominasi kontrak sehingga kontrak menjadi sangat
diwarnai olehnya;

(ii) Gharar harus terjadi dalam kontrak pertukaran komutatif


(muawadhat) seperti penjualan, sewa menyewa dan
kemitraan, gharar tidak mempengaruhi kontrak kebajikan,
seperti hibah, atau kontrak pertukaran non keuangan seperti
pernikahan;

(iii) Gharar harus mempengaruhi komponen utama kontrak,


seperti harga atau objek kontrak, sedangkan gharar dalam
komponen sampingan atau turunan kontrak tidak
berpengaruh terhadap kesahihan kontrak; dan

(iv) Tidak ada kebutuhan penting yang harus dipenuhi oleh


kontrak, jika kontrak pertukaran mengandung excessive
gharar dan dibutuhkan namun tidak dapat dipenuhi dengan
cara lain, maka hal itu tidak dapat membatalkan kontrak.

Resiko yang Ditoleransi


n Secara

alamiah, resiko dibutuhkan, dan karenanya tidak dapat


dipisahkan, dari aktivitas ekonomi riil yang produktif. Jika
dibutuhkan untuk penciptaan kesejahteraan dan nilai tambah
ekonomi, resiko/ketidakpastian adalah legitimate.

n Beberapa

kondisi dimana resiko dapat ditoleransi:


n (i) tak dapat dihindarkan: nilai tambah dari suatu aktivitas
ekonomi tidak dapat diraih tanpa resiko kerugian atau
kegagalan.
n (ii) tidak signifikan: kemungkinan kegagalan harus lebih kecil
dari peluang keberhasilan;
n (iii) tidak disengaja: tujuan aktivitas ekonomi adalah
penciptaan nilai tambah, bukan resiko, dan karenanya resiko
tidak bisa dijadikan bagian dari transaksi.

Aktivitas Ekonomi dan Penciptaan


Nilai Tambah
n Positive-sum

activity: aktivitas menghasilkan nilai tambah sehingga


pelaku ekonomi akan mendapat keuntungan bersama (mutual
gain).

n Zero-sum

activity: aktivitas tidak menghasilkan nilai tambah


apapun dan keuntungan satu pihak adalah kerugian pihak lain.
Islam melarang keras seluruh bentuk perjudian dan permainan
untung-untungan (games of chance) .

n Mixed

activity: aktivitas yang memiliki peluang menghasilkan nilai


tambah, namun disaat yang sama memiliki peluang tidak
menghasilkan nilai tambah. Aktivitas ekonomi dengan gharar
bisa diterima sepanjang komponen positive-sum lebih dominan
dari komponen zero-sum, seperti dalam kasus bagi hasil
pertanian (muzraah) dan julah.

Teori Gharar (1/2)


n Zero-sum

game adalah transfer kekayaan murni, tanpa ada


pertukaran nilai tambah, eating wealth for nothing. Judi
(maysir) merepresentasikan bentuk murni dari gharar.

n Beberapa

transaksi bisa mengandung gharar namun tetap


bisa diterima sepanjang komponen zero-sum didominasi
oleh komponen positive-sum.

n Jika

hasil positive-sum dominan, maka ia dipandang sebagai


minor gharar. Jika hasil zero-sum dominan, maka ia
menjadi excessive gharar, sehingga tidak bisa diterima.

Teori Gharar (2/2)


n Zero-sum

games memiliki karakter berikut:


n (i) keuntungan satu pihak adalah kerugian pihak lain dan
ditentukan secara bilateral;
n (ii) ketidakpastian pada awal kontrak adalah kondisi esensial.

n Pasar

finansial konvensional secara keseluruhan dapat


dipandang sebagai zero-sum system karena dibangun diatas zerosum contracts.

n Untuk

alasan inilah, syariah menetapkan ketentuan atas


penjualan yaitu melarang menjual sesuatu yang belum ada
dalam penguasaan atau sesuatu yang tidak dimiliki. Kondisi ini
membantu sistem untuk secara keseluruhan menjadi positivesum.

Sistem
Perbankan
Islam

Sistem Intermediasi Keuangan


Islam
n Islam

menawarkan sistem pembiayaan berbasis bagi hasil


sebagai bentuk risk-sharing yang berkeadilan sekaligus
memberikan stabilitas bagi perekonomian.

n Dalam

Islam, modal finansial dilarang menerima fixed predetermined return. Karena itu skema pembiayaan berbasis
bagi hasil (profit and loss sharing) dimana modal finansial
terlibat langsung dalam usaha produktif di sektor riil, dan
karenanya menghadapi resiko kegagalan usaha, dipandang
sebagai bentuk pembiayaan yang paling sesuai dengan
semangat syarah Islam.

Model Perbankan Islam


Kontemporer (1/4)
n Model

dasar perbankan Islam adalah model two-tier


mudhrabah.

n Dalam

model ini, hubungan antara rabb al-ml dan


mudhrib tercipta melalui kontrak tripartit dimana
nasabah penyimpan dana memberikan otoritas kepada
bank untuk menggunakan dana-nya dengan basis bagi hasil
(first-tier mudhrabah) dan bank kemudian bertindak
sebagai agen nasabah penyimpan dana untuk masuk ke
kontrak dengan pihak lain untuk menjalankan mudhrabah
aktual dimana bank bertindak sebagai investor dan pihak
lain sebagai pengusaha (second-tier mudhrabah).

Model Perbankan Islam


Kontemporer (2/4)
n Dengan

mudhrabah dua tingkat, bank menjalankan fungsi


intermediasi keuangan tanpa instrument bunga sama
sekali.

n Pendapatan

kotor berasal dari bagian bank dalam


keuntungan pengusaha berdasarkan rasio bagi hasil yang
disepakati diawal. Setelah dikurangi biaya operasional
bank, pendapatan ini dibagi antara bank dan penabung
berdasarkan rasio bagi hasil yang disepakati diawal.

Model Perbankan Islam


Kontemporer (3/4)
n Dalam

model ini, deposito penabung bukanlah kewajiban


bank, yaitu dana pihak ketiga tidak dijamin dan dapat
hilang jika kredit bank mengalami kegagalan, melainkan
bentuk penyertaan modal secara terbatas di bank, tanpa
hak suara.

n Dalam

model ini, bank Islam tetap menerima giro dan


tabungan yang setiap saat dapat diambil, tidak memberikan
return, dikenakan biaya dan diperlakukan sebagai
kewajiban.

Model Perbankan Islam


Kontemporer (4/4)
n Keunggulan

utama model ini adalah bunga sepenuhnya


digantikan oleh bagi hasil baik di sisi kewajiban maupun di
sisi aset, sehingga meminimalkan kebutuhan untuk
manajemen aset-kewajiban secara aktif, dan karenanya
memberikan stabilitas terhadap guncangan ekonomi, serta
tidak membutuhkan reserve requirement.

n Secara

makro, model ini menghasilkan berbagai dampak


positif terhadap efisiensi, pemerataan dan stabilitas sistem
perbankan.

Implikasi Perbankan Islam (1/3)


n Sistem

Perbankan Islam mendorong intermediasi


keuangan bebas bunga yang secara langsung
menghubungkan return sumber daya finansial dengan hasil
dari proyek di sektor riil.
n Selain meminimalkan potensi decoupling, mengkaitkan
sektor moneter dan sektor riil secara langsung juga
akan meminimalkan potensi permintaan uang untuk
kegiatan yang mubazir, tidak produktif dan sia-sia, baik di
sektor publik maupun sektor privat.
n Dalam jangka panjang, hal ini secara substansial akan
meningkatkan tingkat tabungan dan investasi,
menurunkan defisit anggaran dan ketidakseimbangan
makroekonomi serta mendorong pemerataan
pendapatan.

Implikasi Perbankan Islam (2/3)


n Alokasi

kredit dalam Islam harus berorientasi pada


pencapaian maqashid. Alokasi kredit yang tidak sejalan
dengan maqashid harus dipandang sebagai inefisiensi dan
kesia-siaan.

n Penggunaan

akhir dari kredit adalah penting. Kredit harus


mengalir ke pihak yang paling produktif dan sekaligus
sesuai dengan kepentingan masyarakat dan peradaban.

n Hal

ini mendorong efisiensi modal finansial dan


terpenuhinya tujuan normatif perekonomian.

Implikasi Perbankan Islam (3/3)


n Pada

saat yang sama, pengenaan zakat terhadap sumber


daya finansial yang menganggur, secara efektif akan
memaksa pemilik sumber daya finansial untuk mencari
peluang-peluang investasi yang prospektif di sektor riil
agar terhindar dari penurunan tingkat kesejahteraan.

n Dalam

sistem dimana bunga dilarang dan zakat diterapkan,


ide-ide bisnis segar akan berkembang dan menjadi
gelombang inovasi (creative destruction) yang mendorong
dinamika perekonomian riil. Hal yang mirip dengan apa
yang kini dilakukan oleh venture capital.

n Lebih

jauh lagi, equity-based financial intermediation juga


lebih stabil karena permintaan uang untuk kegiatan
produktif dan tingkat return sektor riil adalah relatif stabil.

Stabilitas Perbankan Islam (1/3)


n Berbagai

solusi sistemik terhadap krisis perbankan dan


finansial, membawa kita pada pentingnya peran equity
financing, bukan debt financing.
n Dalam dunia yang ideal, pembiayaan ekuitas dan
investasi langsung seharusnya memainkan peranan yang
lebih besar. Dengan keseimbangan yang lebih baik antara
utang dan ekuitas, risk-sharing akan meningkat secara
luar biasa dan krisis finansial akan reda seketika.

Stabilitas Perbankan Islam (2/3)


n Fitur

utama sistem perbankan Islam adalah equity-based


banking system. Intermediasi keuangan berbasis profit-andloss sharing akan membuat pemilik modal berbagi resiko
dan juga keuntungan dari bisnis, sehingga mendorong
disiplin finansial yang lebih tinggi.

n Return

kepada nasabah didasarkan pada laba/rugi bank dan


nilai nominal dana nasabah tidak dijamin.

n Hal

ini akan menghapus kemungkinan mismatch antara


aset dan kewajiban karena return dari kewajiban terkait
secara langsung dengan return aset yang berbasis pada
aktivitas investasi di sektor riil.

Stabilitas Perbankan Islam (3/3)

Konsekuensinya, sistem perbankan Islam akan lebih


kondusif bagi stabilitas finansial karena dana nasabah
dapat menyerap kerugian yang ditimbulkan oleh
guncangan riil.
n

Hal ini sekaligus meniadakan kebutuhan jaminan simpanan dan lender of


last resort, dan lebih berkeadilan karena menurunkan probabilitas
pembayar pajak menanggung beban biaya rekapitalisasi bank.

Stabilitas finansial ini dapat juga diraih dengan penerapan


100 percent reserve system yang memberikan hasil mirip
dengan 100 percent equity-based system.
Semakin banyak penggunaan ekuitas dalam bank Islam,
maka semakin sedikit kebutuhan cadangan. Hal ini
menjelaskan fakta bahwa rekening investasi di bank Islam
menarik cadangan menuju zero reserve requirement.

Keuangan
Publik
Islam

Fungsi Pemerintah dalam


Perekonomian Islam (Siddiqi, 1987)
n

Fungsi yang ditugaskan oleh Syariah secara permanen


n Keadilan, hukum dan ketertiban umum
n Pertahanan - keamanan
n Pemenuhan kebutuhan dasar
n Dakwah (menyampaikan ajaran Allah SWT kepada manusia)
n Al amr bil maruf wal nahian al munkar
n Administrasi sipil
n Pemenuhan kebutuhan sosial (furud kifaya) dimana sektor swasta gagal memenuhinya.

Fungsi yang diturunkan dari Syariah dengan basis ijtihad


n Perlindungan lingkungan
n Pemenuhan barang publik yang vital
n Riset ilmiah
n Pembentukan modal dan pembangunan ekonomi
n Penyediaan subsidi untuk aktivitas swasta prioritas

Fungsi yang dibebankan kepada negara melalui proses Syura


n Tergantung pada kondisi dan kebutuhan perekonomian.

Karakter Negara Islam


n Sumber-sumber

kekuasaan negara adalah amanat dan harus


dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat.

n Terpenuhinya

kebutuhan dasar setiap anggota masyarakat


adalah kewajiban ekonomi, moral dan keagamaan penguasa.

n Penyediaan

barang-barang publik harus dilakukan oleh


keuangan negara (Bayt al Maal).

Barang-barang publik yang memberi manfaat secara umum disediakan


oleh negara.
n Jika manfaat barang-barang publik diinternalisasikan dan
mengkonsumsi-nya menghalangi pihak lain, maka biaya-nya dibebankan
secara langsung.
n

n Ketika

sumber-sumber keuangan negara terbatas, sektor


sukarela dibebankan tugas pengadaan barang-barang publik.
n

Seluruh struktur negara Islam awal dibangun oleh sektor sukarela.

Teori Belanja Publik Islam


n Seluruh

belanja publik dalam Islam dilakukan atas dasar kriteria


mashlahah (public interest).
Menghilangkan kesulitan lebih didahulukan dari mempromosikan
kemudahan.
n Kepentingan mayoritas lebih didahulukan daripada kepentingan
minoritas.
n Jika terdapat konflik antara kepentingan individu dan kepentingan
publik, maka kepentingan publik akan didahulukan.
n Kerusakan yang lebih besar harus lebih dahulu dihilangkan dari
kerusakan yang lebih kecil.
n Pihak yang mendapatkan manfaat harus ikut menanggung beban.
n Sesuatu yang tanpanya sebuah kewajiban tidak dapat dilakukan, maka ia
merupakan sebuah kewajiban pula.
n

Kaidah Belanja Publik Islam


n

Belanja publik dilakukan mengikuti kebutuhan berbasis mashlahah


dalam 3 tingkatan prioritas, yaitu:
dharriyyt (hal-hal yang mendasar),
n hjiyyt (segala kebutuhan yang melengkapi hal mendasar),
n tahsiniyyt (segala hal yang memperbaiki atau memperindah hal
mendasar).
n

Tidak boleh ada unsur pemborosan dan berlebih-lebihan atau


bermewah-mewahan dalam belanja publik.

Pemerintah tidak boleh terlibat dalam nepotisme dan diskriminasi


dalam menetapkan belanja publik.

Pemerintah harus memperhatikan keadilan dalam belanja publik


terkait keadilan lintas-wilayah dan lintas-generasi.

Belanja publik harus transparan dan akuntabel dalam pengelolaannya.

Defisit Anggaran dalam Islam


(1/2)
n Secara

historis, sumbangan sukarela dan pinjaman publik


merupakan dua instrument yang digunakan Nabi Muhammad
untuk menutup defisit anggaran.
n Pada perang Hunain, Nabi meminjam 40.000 dirham dan
mengembalikannya setelah kembali dari perang.

n Abu Yala

al-Farra (380-458 H/ 990-1066 M) dan al-Mawardi


(364-450 H/ 974-1058 M) adalah cendekiawan Muslim pertama
yang berbicara tentang pinjaman pemerintah (public borrowing).
Mereka mengizinkan pinjaman publik sebagai alternatif terakhir
dan dalam kasus yang sangat spesifik.

n Imam Al

Ghazali (1058-1111) mengizinkan utang publik jika


memungkinkan untuk menjamin pembayaran kembali dari
pendapatan di masa yang akan datang.

Defisit Anggaran dalam Islam


(2/2)
n Pembiayaan

Defisit Anggaran yang sesuai syariah Islam


n Pinjaman harus terkait dengan kepentingan publik.
n Defisit dapat ditutup dengan pajak tambahan.
n

Negara memiliki hak atas orang kaya untuk memenuhi kebutuhan orang
miskin.

n Di

era modern, instrumen pembiayaan defisit yang


kompatibel dengan syariah antara lain sukuk dan
mekanisme BOT (build-operate-transfer).

Analisis Komparatif Kebijakan dan


Instrument Fiskal Islam (1/3)
n

Instrument fiskal Islam mengambil bentuk sistem pajak proporsional,


menggantikan sistem lump-sum tax.
n
n

Proportional tax berfungsi sebagai automatic stabilizer bagi perekonomian.


Sedangkan lump-sum tax berdampak kontraktif pada penawaran agregat.
Abu Yusuf (731-798) menyarankan perubahan fixed land tax (misahah) menjadi
proportional land tax (muqasamah) dimana land tax (kharaj) saat itu adalah
sumber penerimaan utama negara. Abu Yusuf berargumen misahah akan
memberi beban yang berat pada pembayar pajak saat produksi turun, sebaliknya
muqasamah lebih adil bagi kedua belah pihak baik panen sedang baik atau
buruk.

Sistem perpajakan yang ramah pasar.


n
n

Tarif kharaj ditentukan berdasarkan produktivitas lahan (land productivity), bukan


berdasarkan zona (zoning).
Zakat memiliki tarif berbeda antar jenis harta, dan mengizinkan keringanan bagi
usaha dengan tingkat kesulitan lebih tinggi.

Analisis Komparatif Kebijakan dan


Instrument Fiskal Islam (2/3)
n

Mendorong kemajuan dunia usaha, menaikkan output dan


menurunkan harga.
n
Pada zakat peternakan, tarif zakat berlaku regresif, yaitu tarif
yang semakin menurun seiring jumlah hewan ternak yang
semakin besar.
n
Hal ini mendorong membesarnya skala usaha dengan biaya
produksi semakin rendah, sehingga output naik dan harga
turun.

Distorsi pasar yang minimal.


n
Perhitungan zakat perdagangan berdasarkan pada keuntungan,
dengan demikian tidak mempengaruhi struktur biaya, harga jual
dan kuantitas produksi.
n
PPN (value-added tax) dikenakan pada harga jual, sehingga
meningkatkan harga jual dan menurunkan permintaan pasar
dan output.

Analisis Komparatif Kebijakan dan


Instrument Fiskal Islam (3/3)
n

Menekankan pada prinsip ability to pay.


n
n
n

Zakat dihitung berdasarkan nishab (batas minimal basis zakat).


Bila objek zakat tidak mencapai nishab maka bebas zakat.
Jumlah jizyah sesuai dengan kemampuan pembayar, tidak ada
ketentuan baku tentang jumlahnya.
Abu Yusuf (731-798 M) telah menekankan pentingnya
penerapan prinsip-prinsip perpajakan yang baik yaitu tarif pajak
disesuaikan dengan kemampuan membayar (ability to pay) dan
kondisi tanah, pemungut pajak harus jujur dan adil, dan biaya
pemungutan tidak boleh melebihi jumlah penerimaan pajak.
Al-Ghazali (1058-1111 M) juga sudah memiliki pemikiran
tentang prinsip-prinsip kepastian, manfaat dan kemampuan
membayar dalam perpajakan.

Analisis Komparatif Kebijakan dan


Instrument Fiskal Islam (3/3)
n

Mendorong pertumbuhan ekonomi dengan tarif pajak


rendah dan belanja infrastruktur.
n
n

Tarif zakat secara umum adalah rendah yaitu 2,5% dan tidak
berubah-ubah.
Tarif pajak dianjurkan rendah untuk meningkatkan insentif bekerja,
meningkatkan penerimaan pajak dan mendorong pertumbuhan
ekonomi, sesuatu yang kini dikenal sebagai supply-side economics.
Abu Yusuf (731-798 M) mendorong penguasa untuk memenuhi
pelayanan publik (menjamin kebutuhan rakyat dan memenuhi
kebutuhan pembangunan seperti; jembatan, bendungan, irigasi dan
pelayaran untuk merangsang perekonomian). Pengeluaran ini
adalah sebagai pengeluaran jangka panjang yang akan menopang
sumber pendapatan untuk belanja negara.

Zakat
dan
Wakaf

Konsep Zakat (1/2)


n Zakat

merupakan salah satu dari rukun Islam yang lima dan


hukum pelaksanaannya adalah wajib.

n Zakat

adalah hak orang miskin yang ada di harta orang kaya.

n Zakat

tidak hanya kewajiban ekonomi, tetapi juga kewajiban


keagamaan dan menjadi sarana penyucian spiritual.

n Zakat

diterapkan untuk harta yang memiliki potensi


berkembang, dimiliki setahun penuh, melampaui nilai minimum
(nishab), dan tarif secara umum 2,5%.

n Tarif

zakat bervariasi sesuai dengan tingkat kesulitan produksi


dalam peningkatan pendapatan.

Konsep Zakat (2/2)


n Alokasi

zakat secara spesifik telah ditentukan QS 9: 60 dimana


zakat hanya diperuntukkan bagi 8 golongan saja (ashnaf) yaitu:
orang-orang fakir (fuqara), miskin (masakin), amil zakat (amilin
alaiha), muallaf (muallafat ul qulub), budak (fir riqab), orangorang yang berhutang (gharimin ), pejuang di jalan Allah (jihad fi
sabilillah), dan ibnu sabil (musafir).

n Al

Quran menyebutkan fakir dan miskin sebagai kelompok


pertama dan kedua dalam daftar penerima zakat. Prioritas dan
pengutamaan oleh Al Quran ini menunjukkan bahwa mengatasi
masalah kemiskinan merupakan tujuan utama zakat. Hal ini
menjadi sangat penting ketika dana zakat adalah terbatas. Untuk
mewujudkan kemaslahatan, diperbolehkan tidak
menyamaratakan pemberian zakat pada semua sasaran zakat,
bahkan diperbolehkan memberikan zakat untuk satu sasaran
saja (Qardawi, terj., 1988).

Dinamika Zakat (1/2)


n Zakat

bukan merupakan konsep yang statis, namun terus


berkembang.

n Dana

zakat sangat mungkin tidak mencukupi untuk


mengentaskan kemiskinan, bahkan ketika semua potensi zakat
telah tergali dan jumlah orang miskin tidak besar. Karena itu
para ulama klasik, termasuk empat imam mazhab, telah
menetapkan bolehnya penarikan pajak ketika dana zakat tidak
mencukupi (lihat Qardawi, terj., 1988, bagian ke-sembilan, bab
VII).

n Kadar

zakat untuk fakir miskin tidak ditentukan menurut


besarnya dana zakat yang terkumpul. Hal ini karena tujuan
zakat adalah memberikan tingkat hidup yang layak sebagai
seorang Muslim dengan cara memampukan mustahik untuk
menghidupi diri-nya sendiri dengan kemampuan yang
dimilikinya (Qaradhawi, terj., 2005, hal. 7-12).

Dinamika Zakat (2/2)


n Khalifah

Umar ibn Khattab memperluas objek zakat, seperti


Kuda yang di Suriah dan merupakan barang dagangan yang
mahal, dan juga miju-miju, kacang polong, dan zaitun yang telah
dibudidayakan secara massal.

n Khalifah

Umar juga menerapkan keringanan dengan menunda


pemungutan zakat pada saat paceklik besar (tahun al-Ramada),
namun beliau juga memberikan sanksi berupaa denda 20% dari
total harta bagi mereka yang tidak jujur dalam menghitung
zakat-nya.

n Zakat

atas piutang muncul di zaman Khalifah Utsman. Piutang


yang diharapkan dapat dibayar/lancar (marju al-ada) wajib di
zakati setiap tahun. Sedangkan piutang yang macet (ghayr marju
al-ada) baru wajib dizakati pada saat dibayar.

n Khalifah Ali

ibn Abi Thalib tidak mengenakan zakat pada hewan


ternak yang dipekerjakan (al-hawamil wal-hawamil) karena
dianggap kebutuhan dasar petani.

Zakat dan Konsumsi Agregat


(1/2)
n Dalam

perekonomian Islam dimana zakat diterapkan, maka


masyarakat akan terbagi dalam dua kelompok pendapatan yaitu
pembayar zakat dan penerima zakat. Kelompok masyarakat
wajib zakat (muzakki) akan mentransfer sejumlah proporsi
pendapatan mereka ke kelompok masyarakat penerima zakat
(mustahiq). Hal ini secara jelas akan membuat pendapatan
disposabel (disposable income) mustahiq meningkat.

n Peningkatan

pendapatan disposabel akan meningkatkan


konsumsi dan sekaligus mengizinkan mustahiq untuk mulai
membentuk tabungan. Dalam jangka panjang, transfer zakat
akan membuat ekspektasi pendapatan dan tingkat kekayaan
mustahiq meningkat yang pada gilirannya membuat konsumsi
mereka menjadi lebih tinggi lagi.

Zakat dan Konsumsi Agregat


(2/2)
n Tingkat

konsumsi agregat dalam perekonomian Islam akan lebih


tinggi karena marginal propensity to consume/MPC dan average
propensity to consume/APC perekonomian Islam lebih tinggi
dibandingkan perekonomian konvensional.

n Asumsikan

bahwa MPC mustahiq jauh lebih tinggi dari MPC


muzakki. Jika kita mentransfer sejumlah proporsi pendapatan
dari kelompok dengan MPC rendah ke kelompok dengan MPC
tinggi, maka secara alamiah dampak bersihnya adalah positif
yaitu MPC akan lebih tinggi.

n Lebih

jauh lagi, APC kelompok miskin adalah lebih tinggi dari


APC kelompok kaya. Sehingga transfer dari kelompok kaya ke
kelompok miskin akan meningkatkan APC agregat
perekonomian.

Zakat dan Penawaran Agregat


(1/2)
n Zakat

bersifat market friendly karena memiliki tarif yang rendah


dan tetap karena sudah diatur dalam syariat. Sebagai misal,
zakat yang diterapkan pada basis yang luas seperti zakat
perdagangan, tarif-nya hanya 2,5%, dan tidak boleh dirubah.
Karena itu zakat tidak mengganggu insentif investasi dan
produksi, serta memberikan kepastian usaha.

n Zakat

juga memiliki tarif berbeda untuk jenis harta berbeda,


dan mengizinkan keringanan bagi usaha dengan tingkat kesulitan
produksi lebih tinggi. Sebagai misal, zakat untuk produk
pertanian dari lahan irigasi tarif-nya 5% sedangkan dari lahan
tadah hujan tarif-nya 10%. Tarif zakat barang tambang bervariasi
antara 2,5%, 5%, 10%, dan 20% sesuai dengan perbandingan
antara barang yang dihasilkan dengan usaha dan biaya yang
dihabiskan.

Zakah dan Penawaran Agregat


(2/2)
n Sebagai

instrumen fiskal, zakat memberi insentif untuk


kemajuan dunia usaha, sehingga menaikkan output dan
menurunkan harga. Pada kasus zakat peternakan misalnya,
secara umum tarif zakat yang berlaku adalah tarif regresif, yaitu
tarif yang semakin menurun seiring jumlah hewan ternak yang
semakin besar. Dengan demikian, hal ini akan merubah producer
behaviour dan mendorong tercapainya skala ekonomi
(economies of scale) dengan biaya produksi semakin rendah,
sehingga output naik dan harga turun.

n Sebagai

bentuk intervensi pasar, zakat adalah instrumen yang


memiliki distorsi pasar yang minimal. Pada kasus zakat
perniagaan, hal ini terlihat pada kenyataan bahwa objek zakat
adalah keuntungan perdagangan. Dengan demikian, penerapan
zakat tidak mempengaruhi struktur biaya dan tingkat
keuntungan, harga jual dan kuantitas produksi. Upaya
perusahaan memaksimalkan keuntungan akan berjalan
beriringan dengan upaya memaksimalkan zakat.

Zakat dan Investasi


n Zakat

berdampak positif pada investasi dengan mempenalti


penumpukan dana, sumber daya yang menganggur dan
penggunaan sumber daya di aset yang tidak produktif. Pemilik
kekayaaan yang berada diatas nishab harus membayar zakat
setiap tahunnya. Jika kekayaan tidak diinvestasikan secara
produktif, maka nilai kekayaan akan turun dari tahun ke tahun.
Dengan riba dilarang, maka penerapan zakat ini memberi
insentif yang kuat bagi pemilik kekayaan untuk melakukan
investasi di sektor riil dalam rangka mempertahankan tingkat
kekayaan mereka.

n Karena

zakat dikenakan terhadap keseluruhan kekayaan, maka


selain mempenalti harta yang menganggur, zakat juga
mempenalti penggunaan sumber daya di aset-aset yang tidak
produktif dan tidak berkembang seperti perhiasan emas-perak,
properti mewah dan lain-lain. Dengan demikian, ketika zakat
diterapkan, akan terjadi investment switching dari investasi di
aset-aset yang tidak produktif ke investasi di aset-aset
produktif.

Zakat dan Efisiensi Alokatif


n Zakat

mentransfer sebagian pendapatan kelompok kaya yang


merupakan bagian kecil dalam masyarakat- ke kelompok miskin
yang merupakan bagian terbesar dalam masyarakat. Hal ini
secara langsung akan meningkatkan permintaan barang dan jasa
dari kelompok miskin, yang umumnya adalah kebutuhan dasar
seperti pangan, sandang dan papan. Permintaan yang lebih tinggi
untuk kebutuhan dasar masyarakat terkait zakat ini, akan
mempengaruhi komposisi produksi barang dan jasa yang
diproduksi dalam perekonomian, sehingga akan membawa pada
alokasi sumber daya menuju ke sektor-sektor yang lebih
diinginkan secara sosial.

n Dalam

perekonomian dimana kesenjangan lebar, permintaan


pasar banyak didominasi orang kaya dan pemerintah yang
umumnya barang dan jasa non-primer, sehingga sebagian besar
sumber daya tertarik ke sektor-sektor ini, dengan meninggalkan
sektor-sektor yang lebih bermanfaat secara sosial dan lebih
dibutuhkan banyak orang

Zakat dan Stabilisasi


Makroekonomi
n

Belanja dana zakat bisa tidak sama dengan dana zakat yang terkumpul.
Pada saat perekonomian mengalami ekspansi, dimungkinkan untuk
memperoleh surplus dana zakat (zakat surplus). Ketika perekonomian
sedang mengalami resesi, maka hal ini akan membawa kita pada defisit
dana zakat (zakat deficit) dimana defisit ditutup dengan surplus tahun
sebelumnya. Dengan demikian, belanja dana zakat akan bekerja
sebagai discretionary fiscal stabilizers.

Zakat juga dapat berfungsi sebagai automatic fiscal stabilizers. Zakat


dengan tarif tetap bertindak sebagai pajak proporsional yang akan
menurunkan dampak pengganda sehingga akan mengurangi fluktuasi
output secara otomatis. Di saat yang sama, zakat yang terkumpul akan
dibelanjakan kepada kelompok miskin yang membuat konsumsi
mereka dapat terus berjalan tanpa terpengaruh kondisi ekonomi. Hal
ini membuat pengganda dan output menjadi lebih stabil. Kombinasi
fungsi zakat sebagai pajak proporsional dan tunjangan bagi kelompok
miskin, akan meredam dampak fluktuasi siklus bisnis terhadap
perekonomian.

Zakat dan Penciptaan


Lapangan Kerja
n

Ketika modal finansial (uang) dilarang disewakan dan tidak boleh


menuntut klaim sewa (bunga), dan jika dibiarkan menganggur akan
terkena penalti zakat, maka satu-satunya cara bagi uang agar tidak
berkurang dan memperoleh hasil adalah dengan cara terlibat dalam
kegiatan wirausaha dengan bersedia menanggung resiko usaha.

Entrepreneurial resources diberi jalan untuk terlibat bisnis di sektor riil


melalui kerangka kemitraan (partnership) bisnis, yang akan
mendistribusikan entrepreneurial risk sehingga semakin banyak potensi
wirausaha yang terserap dan meningkatkan output perekonomian
melalui spesialisasi.

Keberadaan institusi jaminan sosial yang dibiayai dari zakat, wakaf dan
infaq, akan menjamin setiap penduduk memperoleh tingkat kehidupan
minimum, sehingga partisipasi dalam entrepreneurial resources akan
meningkat.

Fiqh Kontemporer Zakah


n

Qardawi (1973) berpandangan Islam mewajibkan bekerja bagi orang


yang mampu, namun orang itu diberi fasilitas untuk memperoleh
pekerjaan sehingga ia dapat mandiri.

MUI sejak lama telah memfatwakan dana zakat yang diberikan untuk
fakir-miskin dapat bersifat produktif, sedangkan bagian zakat untuk
fisabilillah dapat ditasharufkan untuk keperluan maslahah ammah
(kepentingan umum)

Lebih jauh lagi, Qardawi (1973) menyatakan bahwa zakat patut


diberikan kepada orang yang menuntut ilmu karena dia melaksanakan
fardhu kifayah, faedah ilmunya tidak hanya untuk dirinya, namun juga
untuk seluruh ummat. MUI memberi kualifikasi bahwa zakat untuk
beasiswa haruslah diprioritaskan untuk siswa yang berprestasi, miskin
dan ilmunya dibutuhkan ummat.

Interpretasi Ashnaf Kontemporer


Tabel 4.1. Interpretasi dan Prioritas Alokasi Dana Zakat Kontemporer Atas Mustahik:
Kasus LAZ Dompet Dhuafa
Kelompok Mustahik

Alokasi
(%)

Fuqar
Maskn
Muallaf
Riqb
Ghrimn

49,8

0,0
0,7

Bentuk Pendayagunaan Zakat


Lembaga Pelayan Masyarakat , Disaster Management
Center, Program Air untuk Kehidupan, Sedekah Pohon,
Layanan Kesehatan Cuma-Cuma, Pos Sehat, Pertanian
Sehat Indonesia, Masyarakat Mandiri, Migrant Institute,
Social Trust Fund, Rumah Sehat Terpadu.

Sekolah Guru Indonesia, SMART Ekselensia Indonesia,


Beastudi Indonesia, PT Permodalan BMT Ventura,
F sablillh
35,3
Kampoeng Ternak Nusantara, Indonesia Magnificence of
Zakat, Institut Kemandirian.
Ibn sabl
0,1
miln
14,1
Program Pengembangan Jaringan, Sosialisasi Zakat,
Operasional Kantor
Sumber: diolah dari Dompet Dhuafa. Laporan Tahunan 2012.

Komparasi Prioritas dalam


Distribusi
Zakat
Tabel 6.9. Komparasi Distribusi Zakat di Tiga Negara (dalam %)
South African
Baitulmal, Federal
National Zakah
Territory of
Fund (SANZAF),
Kelompok Mustahiq
Kualalumpur
Southern and
(FTKL), 2003
Western Cape
Region, 2003
Fakir
17,6
66,3
Miskin
19,4
10,5
Amil
29,0
13,2
Muallaf
3,1
2,3
Riqab
0,0
0,0
Gharim
0,8
5,6
Fisabilillah
29,9
0,0
Ibnu Sabil
0,2
0,1
Dana bergulir
Lain-lain
Total
100,0
98,0
Sumber: Indonesia Zakat and Development Report 2009.

Dompet Dhuafa
Republika,
Indonesia, 1
Ramadhan 1428-29
Syaban 1429
55,7
0,0
0,0
22,3
0,0
20,8
1,2
100,0

Evolusi Pendayagunaan
Zakat Nasional

Pemikiran dan Peradaban


(Thought and Civilization)
Advokasi dan Pembuatan Kebijakan Publik
(Advocacy and Policy Making)
Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat
(Community Development and Empowerment)
Amal Sosial-Keagamaan dan Bantuan Kemanusiaan
(Charity and Relief)
Sumber: diadaptasi dari Indonesia Zakat and Development Report 2009.

Pengelolaan Zakat Kontemporer


Gambar 6.2. Pola Pengelolaan Zakat di Masyarakat Muslim Kontemporer

Kolektif

Sistem Sukarela
dengan Pengelolaan
Kolektif

Sistem Wajib
dengan Pengelolaan
Kolektif

Sistem Sukarela
dengan Pengelolaan
Secara Individual

Pola Umum

Sifat
Pengelolaan

Pola Khusus

Individual
Sistem
Sukarela

Sifat
Pengumpulan

Sistem
Wajib

Karakteristik Aset Wakaf


n Tidak

bisa dipindahkan kepemilikannya: Kepemilikan aset


dinisbatkan kepada Allah SWT, tidak bisa dijual, diwariskan atau
dihibahkan.

n Bersifat

kekal, abadi: sekali wakaf diikrarkan, tidak ada yang


dapat merubah selama-lamanya.

n Manfaat

wakaf dapat ditujukan untuk berbagai hal kebajikan


bagi masyarakat seperti wakaf keluarga (ahli/khass), publik
(khayri/aam), campuran (mushtarak), serta wakaf keagamaan
dan sosial: aset wakaf tidak boleh ditelantarkan atau dibiarkan
menganggur.

n Ketika

wakaf ditunaikan terjadi pergeseran kepemilikan pribadi


menuju kepemilikan masyarakat yang diharapkan abadi dan
memberi manfaat secara berkelanjutan: menggeser private
benefit menuju social benefit.

Wakaf dan Defisit Anggaran


n

Wakaf menyediakan berbagai jasa sosial yang penting


bagi masyarakat seperti kesehatan dan pendidikan,
tanpa membebani anggaran pemerintah sedikit-pun.

Dengan demikian, sistem wakaf dapat berperan


penting dalam perekonomian dengan secara masif
menurunkan beban pengeluaran pemerintah, sehingga
akan menurunkan tekanan defisit anggaran.

Hal ini pada gilirannya akan menurunkan kebutuhan


pemerintah untuk berhutang, sehingga akan
mematahkan crowding-out effect, dan akan
menurunkan tingkat suku bunga yang merupakan
penghambat utama investasi swasta dan pertumbuhan
ekonomi.

Wakaf dan Penghapusan Riba


n Kontribusi

wakaf dalam menurunkan tingkat


suku bunga, dapat dipandang sebagai upaya
untuk menghapus suku bunga secara gradual.

n Wakaf

akan mendorong akumulasi modal


yang merupakan sumbangan sukarela yang
dapat digunakan untuk membiayai seluruh
jasa sosial yang dibutuhkan masyarakat.

n Dengan

menurunnya kebutuhan terhadap


pembiayaan, akan berperan penting dalam
menurunkan tingkat suku bunga. Maka wakaf
adalah strategi sekaligus instrument vital
menuju penghapusan riba secara gradual.

Wakaf dan Pemerataan


n Dengan

mendorong penyediaan jasa sosial,


wakaf telah berperan dalam membuat
pemerataan pendapatan dalam
perekonomian.

n Wakaf

juga menghapus masalah rendahnya


penyediaan barang-barang publik. Barang
publik yang bersifat non-rivalries and nonexcludable memunculkan masalah free-rider
sehingga akan selalu memunculkan
masalah under-supply of public goods.

n Dalam

perekonomian Islam, hal ini tidak


terjadi, bahkan yang terjadi justru excesssupply of public goods.

Wakaf dan Penciptaan Lapangan


Kerja
n Ketika wakaf tersebar dalam
perekonomian, wakaf mampu menyerap
lapangan kerja secara luas.

n Berbagai

jasa sosial yang disediakan


wakaf, seperti fasilitas kesehatan dan
pendidikan, menyerap tenaga kerja dalam
jumlah besar.

n Begitupun

halnya dengan unit-unit usaha


dari aset wakaf yang digunakan untuk
menopang operasionalisasi aset wakaf,
juga menyerap tenaga kerja dalam jumlah
besar seperti petani, usaha kecil dan
menengah, pedagang dan jasa-jasa.

Wakaf dan Penanggulangan


Kemiskinan
nStrategi

Mikro

n Hasil

dari aset wakaf produktif digunakan secara


langsung untuk si miskin (targeted waqf) untuk
meningkatkan kemampuan (kapasitas) si miskin seperti:
n
n
n

pemberian beasiswa untuk pendidikan dan training, pengajian dan


pendidikan keagamaan, dll.
subsidi kesehatan, meliputi obat, jasa medis dan rawat inap
pembelian aset produktif dan modal kerja

nStrategi
n Hasil

Makro

dari aset wakaf produktif digunakan untuk


menyediakan public utilities (jalan, air, listrik, sanitasi),
institusi pendidikan dan fasilitas kesehatan.

Kondisi Wakaf Kini


n

Untuk alasan yang berbeda-beda, wakaf kini mengalami


kemerosotan di berbagai negara muslim, baik sebagai
konsep maupun dalam praktek.

Sebagian besar aset wakaf kini tidak produktif.


n Wakaf masih dikelola secara tradisional dan tidak
efisien oleh nazhir individual yang direkrut bukan
berdasarkan keahlian manajerial dan profesionalisme.
n Tata kelola yang buruk sehingga wakaf tidak produktif,
berubah tujuan, dan aset wakaf tidak terjaga bahkan
hilang.

Miskonsepsi wakaf di masyarakat muslim


n Wakaf hanya untuk kepentingan keagamaan saja.
n Wakaf hanya bisa dilakukan dalam bentuk tanah saja.
n Wakaf diciptakan sebagai aset abadi, bukan sebagai
entitas hukum yang terus memproduksi barang dan
jasa sosial.

Sejarah
Pemikiran
Ekonomi Islam

Rantai Sejarah yang Hilang


(1/4)
n Sejarah

pemikiran ekonomi modern diklaim berakar dari


pemikiran ekonomi para filsuf Yunani untuk kemudian
bangkit kembali di Eropa melalui para pemikir Skolastik.

n Periode

antara pemikir Yunani dan pemikir Skolastik, yaitu


periode kejayaan para pemikir Muslim, dianggap steril dan
tidak produktif. Periode ini diberi label blank centuries.

n Kontribusi

pemikiran ekonomi Islam dalam ekonomi


modern dihilangkan secara vulgar.

n Periode

panjang antara pemikir Yunani dan pemikir


Skolastik yang terentang lebih dari 1.000 tahun, dianggap
sebagai missing link dalam sejarah pemikiran ekonomi.

Rantai Sejarah yang Hilang


(2/3)
n Joseph A. Schumpeter

dalam karya klasik-nya, History of


Economic Analysis (1954), mengatakan terdapat Great Gap
selama over 500 years dalam evolusi dan perkembangan
pemikiran ekonomi dari pertama kali timbul di Yunani
pada abad ke-4 SM hingga bangkit kembali di tangan
pemikir skolastik St. Thomas Aquinas pada abad ke-13 M.

n Tesis

great gap ini muncul di hampir seluruh karya-karya


yang relevan dengan ekonomi.

n Mengabaikan

kontribusi pemikiran dari peradaban Islam


dan Arab yang berjaya selama lebih dari 700 tahun, adalah
sebuah arogansi intelektual dan ketidakobjektifan yang
sangat serius.

Rantai Sejarah yang Hilang


(3/3)
n Mirakhor

(1987) menunjukkan bahwa motivasi dan


kesempatan yang ada pada ilmuwan Eropa abad
pertengahan, banyak dipengaruhi oleh pemikiran dan
institusi ekonomi yang dibangun pada masa pertengahan
Islam.

n Bahkan

Ghazanfar (2000) secara jelas menunjukkan


kesamaan dan kemiripan antara pemikiran ekonomi dua
ilmuwan besar abad pertengahan yang terpisah waktu 200
tahun: pemikir Arab-Islam Abu Hamid Al-Ghazali
(1058-1111) dan pemikir Latin-Kristen St. Thomas
Aquinas (1225-1274).
n Ilmuwan-ilmuwan Barat-pun mengakui hal ini dan
bahkan secara eksplisit menyimpulkan bahwa Aquinas
sangat menyandarkan diri pada al-Ghazali.

Rantai Sejarah yang Hilang


(4/4)
n Berbagai

teori-teori ekonomi permulaan yang dicetuskan


ilmuwan Eropa, diduga keras merupakan pencurian dari
ilmuwan Muslim-Arab.
n Hipotesis uang buruk akan menendang keluar uang
baik yang dikenal sebagai Hukum Gresham, telah
dibahas oleh Ibn Taymiyyah (1263-1328) dua setengah
abad sebelum Thomas Gresham (1519-1579).
n Ide spesialisasi kerja (division of labour) telah dibahas
oleh Imam al-Ghazali (1058-1111) dengan
mempergunakan contoh pabrik jarum, analog dengan
Adam Smith (1723-1790) yang mempergunakan contoh
pabrik peniti hampir enam ratus tahun kemudian.

Menemukan Sejarah yang


Hilang (1/2)
n Peran

penting pemikiran ekonomi Islam dalam ekonomi


modern ini sulit terbantahkan jika kita melihat pengaruh
Islam terhadap kebangkitan Eropa.

n Setidaknya

terdapat tujuh jalur kontak terpenting dimana


pengaruh Muslim masuk ke Barat yaitu:
n Penterjemahan;
n Pendidikan;
n Perdagangan;
n Perang Salib;
n Petualangan & Penjelajahan;
n Jalur Diplomatik;
n Ziarah Suci;

Ibn Khaldun: Bapak Ilmu


Ekonomi? (1/3)
n

Samuelson dan Nordhaus menyatakan Adam Smith is usually


considered the founder of the field of microeconomics in The Wealth
of Nations (1776) Macroeconomics did not even exist in its modern
form until 1935, when John Maynard Keynes published his revolutionary
General Theory of Employment, Interest and Money.

Pendapat ini tentu jauh dari kejernihan intelektual. Jauh sebelum


Adam Smith dan Keynes, terdapat begitu banyak pemikiran-pemikiran
ekonomi jenius dan orisinil dari para cendekiawan Muslim. Salah satu
cendekiawan Muslim yang paling bersinar dalam bidang ini adalah Ibn
Khaldun (1332-1406).

Spengler (1964) menyebut pengetahuan ekonomi yang dimiliki Ibn


Khaldun sebagai greatly transcended that present in the works of
the Greeks. Dan berkebalikan dengan tesis great gap Schumpeter,
Spengler menyimpulkan bahwa one is compelled to infer from a
comparison of Ibn Khalduns economic ideas with those set down in
Muslim moral-philosophical literature that the knowledge of economic
behavior in some circles was very great indeed .

Ibn Khaldun: Bapak Ilmu


Ekonomi? (2/2)
n Dalam

karya klasik-nya, Muqaddimah, yang merupakan buku


pertama dari 7 buku sejarah-nya, Kitab al-Ibar, Ibn Khaldun
mengelaborasi secara mendalam berbagai teori ekonomi mikro
dan makro seperti teori produksi, teori nilai, teori distribusi,
dan teori siklus, yang dikombinasikan dalam teori ekonomi
umum yang koheren yang merupakan kerangka analisis sejarahnya.

n Ibnu

Khaldun menemukan banyak prinsip-prinsip fundamental


ekonomi jauh sebelum kelahiran resmi-nya. Ia menemukan
theory of a division of labor sebelum Adam Smith, principle of
labor value sebelum Ricardo, supply creates its own demand
sebelum Jean-Baptiste Say, theory of population sebelum Malthus,
role of the state on the economy sebelum Keynes, optimum tax
rate sebelum Laffer, serta berbagai fenomena dan mekanisme
ekonomi seperti teori harga, teori uang, teori distribusi, dan
perdagangan internasional.

Ibn Khaldun: Bapak Ilmu


Ekonomi? (3/3)
n Lebih

dari itu, Ibnu Khaldun mempergunakan konsepkonsep tersebut untuk membangun sebuah sistem
dinamik yang koheren, dimana mekanisme ekonomi
secara pasti akan membawa aktivitas ekonomi pada
fluktuasi jangka panjang.

n Tidak

berlebihan bila kemudian Boulakia (1971)


menempatkannya sebagai Bapak Ilmu Ekonomi, Without
tools, without preexisting concepts, he elaborated a genial
economic explanation of the world. His name should figure
among the fathers of economic science.

Fase-Fase Pemikiran Ekonomi


Islam (1/4)
n Sejarah

pemikiran ekonomi dalam Islam berakar dari


sumber hukum Islam paling utama: Al Quran dan AsSunnah.
n Keduanya mengandung sejumlah aturan dan prinsipprinsip dasar ekonomi yang dapat diterapkan pada
berbagai kondisi.
n Dengan demikian, pada kehadirannya yang pertama,
pemikiran ekonomi Islam adalah orisinil dan tidak
dipengaruhi oleh pemikiran luar karena Al Quran dan
As-Sunnah adalah ber-karakter ketuhanan.

Fase-Fase Pemikiran Ekonomi


Islam (2/4)
n Walau

demikian, aplikasi dari aturan dan prinsip-prinsip ini


pada dunia nyata berubah dari waktu ke waktu yang
melibatkan interpretasi dan pemikiran manusia sesuai
dengan perubahan tempat dan peradaban.
n Interpretasi dan pemikiran ilmuwan Muslim terhadap AlQuran dan As-Sunnah inilah yang kemudian membentuk
pemikiran ekonomi dalam tradisi Islam.

n Dalam

memecahkan permasalahan-permasalahan ekonomi


ini, para ilmuwan Muslim juga tidak pernah menafikan
pemikiran dan pengalaman dari peradaban-peradaban lain,
seperti Yunani, sepanjang tidak bertentangan dengan AlQuran dan As-Sunnah.

Fase-Fase Pemikiran Ekonomi


Islam (3/4)
n

Fase pembentukan (11-100 H/632-718 M)


pemikiran-pemikiran awal ekonomi yang berbasis
langsung dari sumber internal Islam, yaitu Al-Quran dan
As-Sunnah.

Fase translasi (abad 2-5 H/ 8-11 M)


ketika ide-ide dari luar di terjemahkan ke dalam bahasa
Arab dan ilmuwan Muslim mendapatkan manfaat dari
karya-karya intelektual negara-negara lain.

Fase re-translasi & transmisi (abad 6-9 H/12-15 M)


ketika pemikiran Yunani dan Muslim-Arab masuk ke
Eropa melalui penterjemahan dan jalur-jalur kontak lainnya.

Fase-Fase Pemikiran Ekonomi


Islam (4/4)
n

Fase imitasi & stagnasi (abad 10-11 H/16-17 M)


ketika pembentukan ide-ide baru hampir benarbenar terhenti

Fase kebangkitan & pergerakan (abad 12-13 /18-19)


ketika pemikiran untuk reformasi dan ide-ide
baru disuarakan di berbagai belahan dunia Islam.

Fase pemikiran ekonomi Islam modern (abad 14/20)

Kontribusi Ekonomi Islam (1/8)


Mekanisme Pasar.
n

Pernyataan pertama yang secara eksplisit menggambarkan mekanisme


pasar, datang dari Imam Syafii (767-820) yang menyatakan nilai barang
berubah setiap waktu ketika terjadi perubahan harga, terkait kenaikan atau
penurunan keinginan orang untuk mendapatkan barang (permintaan) dan
tergantung pada apakah barang tersedia dalam jumlah banyak atau jumlah
sedikit (penawaran).

al-Ghazali (1058-1111), memberikan gambaran yang detail tentang


peranan dan signifikansi aktivitas perdagangan sukarela serta munculnya
pasar yang berbasis kekuatan permintaan dan penawaran dalam
menentukan harga dan laba.

Ibn Taymiyyah (1263-1328) menyatakan Naik dan turunnya harga tidak


selalu diakibatkan oleh kezaliman orang-orang tertentu.Terkadang, hal
tersebut disebabkan oleh kekurangan produksi atau penurunan impor barangbarang yang diminta. Oleh karena itu, jika keinginan terhadap barang
meningkat sedangkan ketersediaannya menurun, harga barang meningkat. Di
sisi lain, apabila ketersediaan barang meningkat dan keinginan terhadap
barang menurun, harga akan turun ....

Kontribusi Ekonomi Islam (2/8)


Produksi dan Distribusi (1/2).
n Al-Ghazali

(1058-1111) membagi aktivitas produksi ke dalam


tiga kelompok, yaitu (i) industri dasar yaitu makanan, pakaian,
perumahan dan aktivitas negara; (ii) aktivitas penyokong
industri dasar seperti industri besi; dan, (iii) aktivitas
komplementer yang terkait dengan industri dasar seperti
menggiling dan memasak makanan. Beliau memandang bahwa
produksi barang-barang kebutuhan dasar merupakan kewajiban
sosial (fardh al-kifayah) dimana masyarakat dan pemerintah
dituntut untuk memenuhi-nya.

n Al-Ghazali

juga telah mengidentifikasi keterkaitan antar sektor


dengan contoh produksi roti yang berbahan dasar tepung
gandum, dan kesalingtergantungan antar sektor dengan contoh
alat produksi petani yang dihasilkan oleh pandai besi dan alat
produksi pandai besi sendiri dihasilkan oleh tukang kayu;
sesuatu yang kini kita pahami sebagai backward and forward
linkages.

Kontribusi Ekonomi Islam (3/8)


Produksi dan Distribusi (2/2).
n Ibn

Khaldun (1332-1406) menekankan pentingnya organisasi


produksi melalui kerjasama sosial dalam bentuk spesialisasi
tenaga kerja, karena seorang individu tidak akan mampu
memenuhi kebutuhan hidup-nya sendiri. Hanya melalui
spesialisasi dan pengulangan operasi-operasi sederhana-lah
maka pekerja akan menjadi trampil dan dapat memproduksi
barang dan jasa yang bermutu baik dengan kecepatan tinggi.

n Ibn

khaldun juga telah membahas distribusi pendapatan


fungsional dimana distribusi pendapatan terjadi sebagai
implikasi dari proses produksi. Menurut Ibn Khaldun, harga
sebuah produk terdiri dari tiga elemen yaitu gaji, laba dan pajak.
Setiap elemen adalah imbalan untuk setiap kelompok
masyarakat; gaji adalah imbalan produsen, laba adalah imbalan
pedagang dan pajak adalah imbalan birokrasi dan penguasa.

Kontribusi Ekonomi Islam (4/8)


Penurunan Nilai Uang dan Inflasi (1/2).
n Imam

Syafii (767-820) adalah orang pertama yang membahas


dampak buruk dari penurunan nilai uang. Sebagaimana dikutip
oleh Imam al-Nawawi, Imam Syafii melarang para penguasa
untuk mencetak dirham yang tidak murni karena termasuk
kategori tindakan menipu, akan merusak nilai uang, merugikan
hak orang lain, menyebabkan naik-nya harga, sulitnya
mendapatkan pemasukan serta kerusakan-kerusakan lainnya.

n Al-Ghazali

(1058-1111) membahas secara mendalam


permasalahan pemalsuan dan penurunan nilai uang dengan cara
pencampuran, memotong atau mengiris uang logam. Pelaku
pemalsuan uang berdosa besar karena pemalsuan berimplikasi
negatif secara luas di masyarakat.

Kontribusi Ekonomi Islam (5/8)


Penurunan Nilai Uang dan Inflasi (2/2).
n

Ibn Taymiyyah (1263-1328) telah memiliki pemikiran dasar tentang


keterkaitan antara kuantitas uang, volume transaksi total dan tingkat
harga, sesuatu yang 600 tahun kemudian populer di tangan Irving
Fisher (1867-1947) sebagai quantity theory of money. Ibn Taymiyyah
menentang Sultan-Sultan Mamluk di Mesir yang memproduksi uang
secara berlebihan yang membuat nilai uang menurun dan pada
gilirannya kemudian menimbulkan gangguan dalam perekonomian.

Pembahasan yang lebih detail tentang penurunan nilai uang, diberikan


oleh Al-Maqrizi (1364-1442). Ia mengecam keras penguasa yang
membuat kenaikan luar biasa dalam kuantitas fulus (uang logam
tembaga) dengan cara mengimpor tembaga dari Eropa dan
mencetaknya menjadi koin logam untuk kemudian ditukar dengan
uang (emas dan perak). Peningkatan jumlah fulus secara luar biasa
membuat uang ini menjadi dominan di dalam perekonomian dan
menimbulkan malapetaka dimana uang menjadi tidak berguna dan
bahan makanan menjadi langka.

Kontribusi Ekonomi Islam (6/8)


Peranan Negara dan Keuangan Publik (1/3).
n Peranan

ekonomi dari negara adalah penting dan signifikan.


Islam memiliki aturan yang luas dan komprehensif tentang
peran yang harus dimainkan oleh penguasa, mulai dari panduan
religius, penegakan hukum, menjaga keamanan dan perdamaian
internal dan eksternal, hingga memenuhi kebutuhan ekonomi
penduduk dan menjaga hak milik-nya.

n Abu Yusuf

(731-798) menyarankan perubahan fixed land tax


(misahah) menjadi proportional land tax (muqasamah) dimana
land tax (kharaj) saat itu adalah sumber penerimaan utama
negara yang bercorak agraris. Abu Yusuf berargumen bahwa
misahah akan memberi beban yang berat pada pembayar pajak
saat produksi turun, sebaliknya muqasamah lebih adil bagi kedua
belah pihak baik panen sedang baik atau buruk.

Kontribusi Ekonomi Islam (7/8)


Peranan Negara dan Keuangan Publik (2/3).
n Abu Yusuf

juga menekankan pentingnya penerapan prinsipprinsip perpajakan yang baik yaitu tarif pajak disesuaikan
dengan kemampuan membayar (ability to pay) dan kondisi
tanah, pemungut pajak harus jujur dan adil, dan biaya
pemungutan tidak boleh melebihi jumlah penerimaan pajak.

n Al-Ghazali

(1058-1111) juga sudah memiliki pemikiran tentang


prinsip-prinsip kepastian, manfaat dan kemampuan membayar
dalam perpajakan.

n Abu Yala

al-Farra (380-458 H/ 990-1066 M) dan al-Mawardi


(364-450 H/ 974-1058 M) adalah cendekiawan Muslim pertama
yang berbicara tentang pinjaman pemerintah (public borrowing).
Mereka mengizinkan pinjaman publik sebagai alternatif terakhir
dan dalam kasus yang sangat spesifik.

Kontribusi Ekonomi Islam (8/8)


Peranan Negara dan Keuangan Publik (3/3).
n Berbeda

dengan ekonomi modern yang dalam jangka


waktu sangat panjang mengabaikan aspek pengeluaran
publik (public expenditure), Islam sangat memperhatikan
aspek ini. Aturan pengeluaran untuk khums dan zakat,
diatur langsung dalam Al Quran. Perhatian utama dari
cendekiawan Muslim seperti Abu Yusuf (731-798), Abu
Ubayd (774-838) dan al-Ghazali (1058-1111), adalah
penerimaan untuk kesejahteraan (amwal al-masalih)
karena penerimaan publik pada hakikatnya ditujukan
untuk kesejahteraan bersama dan utilitas publik.

+ Selamat UAS

You might also like