You are on page 1of 14

EVALUATION ON IMPLEMENTATION COMMUNITY

HEALTH NURSING OF HOME CARE VISIT IN


COMMUNITY HEALTH CENTER IN THE KEBUMEN
REGENCY
Moh. Basirun Al Umah

Abstract
Backgrounds: This study was based on emerging of complaint among community and
realty there were very needs treatment on family health nursing at the client have been
not pay hospital. Not all the community Health Care implement the health care family
according to concept, this matter among other things there is not same perception in
implementation level about elementary concept health care family.
Objective: Evaluating implementation community health nursing of home care visit of
the family in Region of Kebumen Regency.
Methods: This research was a research tipy evaluate the implementation community
health nursing of home care visit of the family presented descriptively in region of
Kebumen Regency. This research population was all Community Health Center in
Region of Kebumen Regency, this amount to 33 units, by sample in totalizing population,
so that sum up the subject research as 33 coordinator of Community Health nursing.
analize the data used by a descriptive analysis by frequency distribution.
Results: The result showed that 48,48% implementating community health nursing of
home care visit, 63,63% respondent accept the incentive fund for care family, only be
telling most (78,79%) insufficient. The format study of data familycare have not been
made available in all Community Health Center. 100% respondent telling have there is
coordinator of community health nursing and also been doing by 33 the Community
Health Center and 30,30% the training have been made community health nursing.
Conclusion: Home care visit family have been done 48,48% by Community Health
nursing at community health center.
Key Words: Family nursing, home care visit, nursing health.

Abstrak
Latar Belakang: Latar belakang penelitian ini adalah timbulnya keluhan dari
sebagian masyarakat dan nampak nyata sangat membutuhkan kegiatan perawatan
kesehatan yang dilakukan di lingkup keluarga melalui kunjungan rumah (home visit)
pada pasien-pasien yang tidak mampu lagi berobat di Rumah sakit oleh karana
keterbatasan sumber-sumber keluarga. Disisi lain Puskesmas belum menerapkan
asuhan keperawatan khususnya keperawatan keluarga sesuai konsep yang telah
diterbitkan oleh Departemen Kesehatan.
Tujuan: Mengevaluasi pelaksanaan perawatan kesehatan masyarakat di Wilayah
Kabupaten Kebumen.
Metode: Penelitian ini adalah suatu jenis penelitian evaluasi pelaksanaan perawatan
kesehatan masyarakat yang disajikan secara deskriptif di Wilayah Kabupaten
Kebumen. Populasi penelitian ini adalah seluruh puskesmas yang berada di wilayah

38

Kabupaten Kebumen, yang berjumlah 33 unit, dengan sampelnya adalah total


populasi, sehingga jumlah subyek penelitian sebanyak 33 unit puskesmas yaitu
seluruh koordinator perkesmas puskesmas. Analisis data digunakan analisa
deskriptif dengan cara distribusi frekuensi.
Penemuan: Perkesmas telah dilaksanakan oleh 64% puskesmas sedangkan cakupan
perkesmas dengan kunjungan rumah mencapai 48,48% puskesmas. 100%
mengatakan sudah ada koordinator perkesmas, hanya 30,30%
yang pernah
mengikuti pelatihan perkesmas, 63,63% responden menerima dana insentif, hanya
sebagian besar(78,79%)menyatakan belum cukup. Format pengkajian data perawatan
keluarga belum tersedia di semua puskesmas.
Kesimpulan: Kesimpulan dari penelitian ini menyatakan bahwa Kunjungan rumah
pada keluarga sudah dilaksanakan oleh 48,48 % puskesmas.
Kata Kunci: Perkesmas, Kunjungan rumah, perawat, kesehatan

Pengantar
Masalah pelayanan perawatan
kesehatan
masyarakat
meliputi
pelayanan perawatan yang dilakukan
baik ruang rawat jalan Puskesmas/
puskesmas pembantu dan ruang
rawat inap puskesmas. Sasaran
pelayanan di luar gedung puskesmas
meliputi;
pelayanan
kesehatan
keluarga,
pelayanan
kelompok
khusus, pelayanan tindak lanjut di
rumah dan pelayanan terhadap kasus
resiko tinggi (Depkes, 1993).
Masalah kesehatan keluarga
meliputi masalah kesehatan ibu dan
anak,
termasuk
pelayanan
kontrasepsi, pemeliharaan anak dan
ibu sesudah persalinan, perbaikan
gizi,
keluarga dengan anggota
keluarga
penyakit
kronis
baik
menular maupun tidak dan usia
lanjut dengan ketidakmampuannya
(Depkes, 1998). Berdasarkan data
Dinas Kesehatan Kabupaten (2002)
didapatkan
bahwa
Kabupaten
Kebumen pada tahun 2002
yang
berpenduduk
1.179.352
orang
tersebar dalam 460 desa mempunyai
sarana kesehatan untuk rumah sakit
bersalin 5 unit, Puskesmas 33 unit,
Puskesmas Pembantu 74 unit, balai
pengobatan 29 unit, balai pengobatan
khusus mata 2 unit, dokter praktek
swasta 83 orang, bidan praktek

swasta 233 orang. Sarana Kesehatan


Rujukan: RSU daerah 1 unit, RSU
ABRI 1 unit, RSU Swasta 7 unit.
Tenaga kesehatan menurut jenisnya
pada tahun 2002. Ratio dokter 4,37
per 100.000 penduduk, dokter gigi
1,71 per 100.000 penduduk, bidan
13,22
per
100.000
penduduk,
perawat
15,62
per
100.000
penduduk, khusus tenaga perawat
puskesmas berjumlah 222 orang.
Anggaran kesehatan tahun 2002,
APBD
II
Rp.569.100.000.,
PAD
Rp.1.602.508.000.,
APBD
I
Rp.21.950.000.-,
APBN
Rp.15.585.000,-. Derajat kesehatan
masyarakat yang terkait erat dengan
perawatan kesehatan masyarakat
pada
tahun
2002
di
Wilayah
Kabupaten
Kebumen
dapat
digambarkan sebagai berikut; Status
gizi pada balita yang menderita gizi
buruk dan kurang masing-masing
sebanyak 638 dan 4226 balita dari
jumlah keseluruhan sebesar 17319
balita. Penderita status gizi ibu hamil
kurang energi kronik 979 orang dan
anemia gizi besi
adalah 527 orang
dari keseluruhan ibu hamil diperiksa
sebesar
25817
orang,
kusta
sebanyak 124 orang dari jumlah
penduduk yang ada yaitu 1.179.352
orang dan 209 kasus gangguan
mental dan perilaku.

39

Konsekuensi yang mungkin timbul


dalam pelayanan kesehatan kasus
tindak lanjut, penyakit kronis dan
resiko tinggi adalah membutuhkan
perawatan
yang
lama,
ketidakmampuan puskesmas dan
rumah sakit dalam melaksanakan
perawatan kesehatan secara tuntas
serta dalam melaksanakan perawatan
kesehatan
ini
memerlukan
keterlibatan dari keluarga (Depkes,
1993).
Perawatan
kesehatan
masyarakat juga memainkan sangat
penting
dalam
meningkatkan
psikologi dan memberikan support
pada keluarga untuk mencegah
komplikasi (Claire,2003), sehingga
kehadiran public health nursing
dirasakan sangat penting.
Berdasarkan pengamatan yang
kami
lakukan
selama
menjadi
pembimbing
praktek
mahasiswa
Akademi Perawatan Muhammadiyah
Gombong selama dua minggu pada
tahun 2002 di sepuluh Puskesmas
ditemukan bahwa yang dijadikan
lahan praktek mahasiswa belum
menerapkan
asuhan keperawatan
khususnya keperawatan keluarga
dalam hal ini melakukan kunjungan
rumah sesuai konsep yang telah
diterbitkan
oleh
Departemen
Kesehatan. Kemudian berdasarkan
wawancara
pendahuluan
yang
dilakukan
dengan
perawat
puskesmas
mengatakan
bahwa
memang
agak
sulit
untuk
menerapkan asuhan keperawatan
keluarga atau kunjungan rumah
karena banyak kendala seperti tenaga
begitu juga sarana penunjangnya.
Hal ini antara lain karena belum ada
persepsi yang sama pada tingkat
pelaksana tentang konsep dasar
perawatan kesehatan keluarga dan
peranannya dalam meningkatkan
kesehatan keluarga.
Fenomena
di
lapangan
menunjukan
bahwa
timbulnya

keluhan dari sebagian masyarakat


dan nampak nyata masyarakat
sangat
membutuhkan
kegiatan
perawatan kesehatan yang dilakukan
dilingkup
keluarga
melalui
kunjungan rumah (home care) pada
pasien-pasien yang tidak mampu lagi
berobat di Rumah sakit oleh karena
keterbatasan
sumber-sumber
keluarga.
Salah satu Pendekatan yang dapat
digunakan dalam penanganan ini
adalah
proses perawatan. Asuhan
keperawatan sebagai suatu proses
atau
rangkaian
kegiatan
pada
praktek keperawatan yang langsung
diberikan
kepada
pasien
pada
berbagai
tatanan
pelayanan
kesehatan.
Di
dalam
praktek
keperawatan masyarakat khususnya
perawatan
keluarga
pendekatan
ilmiah yang digunakan adalah proses
keperawatan keluarga yang terdiri
dari
pengkajian,
diagnosa,
perencanaan,
pelaksanaan
dan
evaluasi.
Intervensi
keperawatan
dilakukan
oleh
perawat
secara
mandiri
maupun
dengan
berkolaborasi dengan tim kesehatan
lain melalui lintas program maupun
lintas sektoral. Manajemen asuhan
keperawatan
merupakan
suatu
proses dengan menggunakan konsepkonsep manajemen di dalamnya
seperti
perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan dan
pengendalian atau evaluasi (Taylor
dkk, 1993 dan Gillies, 1989 ).
Program kegiatan puskesmas
yang melakukan kegiatan perawatan
keluarga (family health nursing)
adalah program perawatan kesehatan
masyarakat (perkesmas) atau public
health nursing (PHN).
Program ini
mempunyai sasaran perawatan pada
individu, keluarga, kelompok khusus
dan masyarakat dalam wilayah kerja
Puskesmas (Depkes, 1991). Keluarga
adalah merupakan sasaran yang

40

sangat penting dan efektif dalam


melaksanakan layanan kesehatan
suatu individu yang dimana individu
mempunyai masalah kesehatan dan
tidak mampu lagi di laksanakan
suatu
perawatan
kesehatan
di
Puskesmas dan rumah sakit oleh
karena keterbatasan dari sumbersumber keluarga.

Bahan dan Cara Penelitian


Penelitian ini adalah suatu
jenis penelitian evaluasi pelaksanaan
perawatan kesehatan masyarakat
yang
berfokus
pelaksanaan
kunjungan rumah yang disajikan
secara
deskriptif
di
Wilayah
Kabupaten Kebumen. Penelitian ini
bertujuan menggambarkan keadaan
atau untuk mengetahui hal-hal yang
berhubungan dengan pelaksanaan
perawatan kesehatan masyarakat
dalam kunjungan rumah.
Populasi penelitian ini adalah
seluruh
Koordinator
perkesmas
puskesmas yang berada di wilayah
Kabupaten Kebumen yaitu berjumlah
33 orang sedangkan sampelnya
adalah total populasi.
Analisis yang digunakan untuk
memaparkan
gambaran umum
mengenai
perawatan
perkesmas
dalam kunjungan rumah dilakukan
dengan sistim skor dan analisa
deskriptif dengan cara distribusi
frekuensi
yaitu
mengelompokan
jawaban yang sama selanjutnya
ditarik kesimpulan.

Hasil dan
Pembahasan

Perkesmas telah dilakukan


oleh 64% puskesmas, kemudian
dilakukan
pengecekan
catatan
tentang kegiatan tersebut dan hanya
separohnya
yang
melakukan
pencatatan.
Sedangkan
untuk
kunjungan rumah dilakukan oleh
48,48% puskesmas. Hal tersebut
berarti sudah sesuai dari harapan
dari dinas kesehatan kabupaten yang
mentargetkan
40%
jangkauan
pelayanan
kesehatan
telah
dilaksanakan
sesuai ketetapan
Departemen Kesehatan (1998).
Proses kegiatan difokuskan
pada pengorganisasian, perencanaan,
pelaksanaan
dan
evaluasi.
Berdasarkan
Tabel
1,
untuk
pengorganisasian
didapatkan data
koordinator
perkesmas
secara
keseluruhan
sudah
terbentuk,
kerjasama lintas program 33,33%.
Kemudian
setelah
dilakukan
pengecekan
dokumen
dari
tiga
puskesmas teryata tidak ditemukan
adanya
struktur
keberadaan
koordinator program perkesmas dan
tidak ada surat keputusan tentang
koordinator perkesmas, yang ada
hanya penunjukan secara lesan oleh
kepala puskesmas, sedangkan untuk
pelaksanaan
kunjungan
rumah
menggunakan surat tugas yang
diberikan secara terjadwal pada
perawat
dan
bidan
(Lampiran).
Melihat kondisi tersebut wajar kalau
koordinator yang ada belum dapat
mempengaruhi secara baik terhadap
cakupan perkesmas, koordinator ini
hanya sebatas pengakuan yang
belum dapat menjalankan fungsinya
secara maksimal.

41

Tabel 1.
Komponen Manajemen Kegiatan Perkesmas di Puskesmas
se-Kabupaten Kebumen (N: 33)
Poses Kegiatan
Pengorganisasian

Perencanaan

Pelaksanaan

Evaluasi

Fokus
Pengamatan
pada
Keberadaannya
Koordinator Perkesmas
Koordinator Perawatan Keluarga
Kerjasama lintas program
Rencana disseminasi informasi
Susun rencana perkesmas
Rencana pembagian desa binaan
Rencana lintas program
Penyusunan jadwal kunjungan
Disseminasi informasi perkesmas
Perkesmas
Rujukan
Kunjungan rumah
Monitoring
Kegiatan Perkesmas tertulis
Catatan harian di rumah

Hasil wawancara dengan kepala


puskesmas didapatkan data sebagai
berikut ;
.untuk
koordinator
perkesmas
memang sudah ada tetapi untuk
koordinator
perawatan
keluarga
belum ada, tetapi kelihatannya masih
cukup dengan koordinator perkesmas
dan yang ada saja sekarang belum
efektif ko..
Dengan
demikian
perlu
mengefektifkan kembali koordinator
yang sudah ada dan membentuk
koordinator baru bidang perawatan
keluarga. Hal tersebut tentunya
sesuai dengan yang disampaikan oleh
Azwar
(1998)
bahwa
proses
pengorganisasian yang menyangkut
pelaksanaan langkah-langkah yang
harus dilakukan, sedemikian rupa
sehingga
setiap
kegiatan
yang
dilaksanakan serta tenaga pelaksana
yang
dibutuhkan
mendapatkan
pengaturan
yang
sebaik-baiknya,
serta setiap kegiatan yang akan
dilaksanakan
mempunyai
penanggungjawab.

(%)
100
0
33.33
33.33
63.63
100
100
36.36
73
64
100
48.48
57.57
100
0

Dari Tabel 1 diatas didapatkan


33.33% dari responden menyatakan
bahwa belum semua menyadari akan
pentingnya kerjasama lintas program.
Hal tersebut sebenarnya tidak sesuai
apa yang diungkapkan oleh Muchlas
(1998) yang menyatakan bahwa ada
tiga faktor yang penting dalam
efektifitas kelompok organisasi yaitu:
1) saling ketergantungan tugas; 2)
saling
ketergantungan
hasil;
3)
potensi anggota.
Berdasarkan pada Tabel 1 di
atas
dapat
terlihat
bahwa
perencanaan
difokuskan
pada
penyusunan
rencana
perkesmas
63,63% dan cek dokumen hanya
36,36%, rencana lintas program
100% dan cek dokumen hanya
36,36%, menyusun jadwal kunjungan
36,36% dan cek dokumen hanya
30,30%. Melihat dari data tersebut
untuk
perencanaan
kunjungan
rumah sangat memerlukan perhatian,
oleh karena menurut Azwar (1996)
bahwa
perencanaan
yang
baik
merupakan bagian dari administrasi

42

sehingga perencanaan memang harus


tertulis.
Hasil
dari
pelaksanaan
kegiatan perkesmas yang dilakukan
adalah
disseminasi
informasi
perkesmas 73%, dari data tersebut
menunjukan
bahwa
disseminasi
informasi sudah cukup baik, hal ini
tentunya
akan
mendukung
keberhasilan program kegiatan oleh
karena sulit diketahui akan kendalakendala yang ada dalam pelaksanaan
suatu
kegiatan
tanpa
adanya
disseminasi informasi. Hal tersebut
sesuai dengan yang dinyatakan oleh
Wilson (1993) bahwa peningkatan
organisasi
yang
berkualitas

membutuhkan
manajer
yang
memberikan informasi kepada semua
bagian serta memberikan hak dan
tanggungjawab
dalam
membuat
keputusan dan jaringan kerja.
Kegiatan perkesmas
yang
mencapai 64%, rujukan 100% dan
kunjungan rumah hanya 48,48%.
Sebenarnya ini dilakukan bersamaan
dengan program kegiatan lain karena
kegiatan perkesmas itu masuk dalam
program Kesehatan Ibu dan Anak,
Balai Pengobatan, P2M dan program
kegiatan
lain
di
luar Gedung
Puskesmas yang dilaksanakan oleh
perawat maupun bidan.

Berikut ini merupakan alur dari kegiatan kunjungan rumah;


Alat
transportasi

Perkesmas
Data

Perencanaan

Di dalam
Gedung
Puskesmas

Di luar
Gedung;
Kunjungan
rumah

Permintaan Pasien

Dana
Dari bagan tersebut dapat dijelaskan
bahwa kunjungan rumah dapat
berjalan apabila ada data tentang
pasien
yang
akan
dikunjungi,
perencanaan
yang
jelas
serta
tersedianya alat transportasi dan
dana insentif kunjungan rumah.
Begitu
juga
kunjungan
dapat
dilaksanakan
apabila
adanya
permintaan dari pasien dengan

pengalokasian dana insentif sebagian


dapat dibebankan ke keluarga pasien.
Dari
hasil
observasi
pelaksanaan
perkesmas
di
tiga
Puskesmas
yaitu
Puskesmas
Kuwarasan,
Gombong
II
dan
Karanggayam I, ketiganya sudah
melakukan kunjungan rumah yang
dibuktikan dengan adanya surat
tugas untuk melakukan kunjungan

43

rumah
yang
disertakan
nama
sasaran, alamat keluarga, tanggal
kunjungan, masalah/ diagnosa serta
ada cap/ tandatangan dari desa yang
bersangkutan,
tetapi
tidak
menyertakan tujuan dan tidak ada
kegiatan monitoring. Dalam hal ini
tidak sesuai dengan Lindberg, et. al
(1998)
mengatakan
bahwa
implementasi
bermaksud
untuk
menyelesaikan
masalah
yang
didasarkan pada pencapaian tujuan
atau hasil yang telah direncanakan.
Monitor
pelaksanaan
perkesmas
dilakukan oleh 57,57% puskesmas,
hal ini jelas sangat mengkuatirkan
sehingga perlu diadakan evaluasi oleh
Kepala Puskesmas maupun dinas
kesehatan untuk perbaikan. Hal
tersebut sesuai yang diungkap oleh
Sims dan Szilagyi (1975) bahwa
pelaksanaan
pekerjaan
harus
dievaluasi oleh atasannya masingmasing
dengan
memperhatikan
beberapa
aspek,
diantaranya:
kuantitas
pekerjaan,
kualitas
pekerjaan, tingkat ketergantungan,
kemampuan untuk berhubungan
dengan orang lain, inisiatif, kehadiran
dan ketepatan waktu, pengetahuan
tentang
pekerjaan,
kemampuan
perencanaan, dan penampilan secara
keseluruhan.
Karakteristik responden pada
penelitian ini dilihat dari segi umur,
tingkat pendidikan, masa kerja,
status
pegawai
dan
pelatihan
perkesmas.
Tingkat
pendidikan
perawat sebagian besar adalah SPK
atau 72.23% hal ini jelas dapat
mempengaruhi
hasil
dari
pekerjaannya. Kegiatan perkesmas
meliputi kegiatan perawatan di dalam
gedung dan luar gedung puskesmas
yang mana kegiatan akan lebih baik
apabila dikerjakan oleh perawat
perawat professional yaitu setingkat
diploma sehingga perlu
untuk
ditingkatkan tingkat pendidikannya.
Hal tersebut sesuai dengan pendapat

dari Muchlas (1997), jenis-jenis


pekerjaan itu memiliki tuntutan yang
berbeda terhadap karyawan dan para
karyawan juga memiliki kemampuan
kerja yang berbeda, sehingga prestasi
kerja karyawan akan meningkat
apabila
ada
kesesuaian
antara
kemampuan dan jenis pekerjaan.
Kemudian
dari
seluruh
Koordinator
perkesmas
yang
berumur 51 tahun ke atas hanya
15,15% atau 84,85% dalam usia
produktif, dan masa kerja
yang
kurang dari 5 tahun tidak ada atau
100% mempunyai pengalaman kerja
lebih dari 5 tahun, hal ini dapat
berarti
seluruh koordinator telah
mempunyai pengalaman kerja yang
cukup. Hal tersebut sesuai dengan
yang diungkapkan oleh Muchlas
(1997), mengatakan hubungan umur
dengan kepuasan kerja ternyata
menunjukan hubungan yang positif,
artinya makin tua menunjukan
kepuasan, setidak-tidaknya sampai
umur
menjelang
pensiun
pada
pekerjaan-pekerjaan
yang
dikuasainya.
Hal
senada
juga
diungkapkan
oleh
Muchlas
mengatakan
bahwa
produktifitas
karyawan yang sudah lama bekerja
artinya sudah bertambah tua, bisa
mengalami
peningkatan
karena
pengalaman dan lebih bijaksana
dalam mengambil keputusan.
Pelatihan
yang
diikuti,
30,30%
pernah
mengikuti
pelatihan
perkesmas atau dapat dikemukakan
bahwa sebagian besar belum pernah
mengikuti
pelatihan.
Hasil
wawancara
dengan
koordinator
Pelayanan
Kesehatan
tingkat
Kabupaten di dapatkan data:
..kalau
pelatihan-pelatihan
itu
adalah program dari dinas kesehatan
tingkat propinsi, karena anggarannya
dari sana sementara ini ya jarang
sekali tapi tahun yang lalu ya ada
pelatihan.

44

Kondisi tersebut jelas akan


mempengaruhi
perawat
dalam
melaksanakan pelayanan terhadap
pekerjaannya
sehingga
perlu
diadakan pelatihan-pelatihan yang
menunjang kegiatannya. Dalam hal
ini Azwar (1996) mengatakan bahwa
untuk dapat melaksanakan suatu
rencana maka perlu menguasai
berbagai
pengetahuan
dan
ketrampilan. Begitu juga Attson, Pitt,
dan Kavan (1998) mengatakan bahwa
mengurangi pelatihan merupakan
salah satu penjelasan yang mungkin
untuk
kegagalan
melembagakan
kualitas pelayanan.
Sumber
dana
dapat
berpengaruh dalam beberapa hal
diantaranya insentif perawat dalam
kunjungan
rumah,
pemenuhan
peralatan pendukung, ketersediaan
alat transportasi dan pelaksanan
pelatihan-pelatihan. Dalam penelitian
ini sumber dana difokuskan pada
ketersediaan dana insentif dan dana
transportasi
dalam
pelaksanaan
kunjungan rumah.
Berdasarkan hasil wawancara dengan
perawat puskesmas didapatkan data:
honor memang tidak tentu ada,
saat
ini
ada
sebesar
7500,perkunjungan
sudah termasuk
transportasi dan insentif, ya..h kecil
itupun saya pakai motor sendiri.
Berdasarkan hasil kuisioner,
maka didapatkan data bahwa 63.63%
responden menerima dana insentif
untuk perawatan keluarga, 54,54%
menerima
dana
transportasi,
penerimaan dan tersebut ternyata
belum
dapat
memaksimalkan
kegiatannya oleh karena dirasakan
oleh koordinator perkesmas belum
cukup
dari
segi
besarnya
penerimaan,
hal
tersebut
berdasarkan responden dinyatakan
dengan 21.21% mengatakan dana
yang tersedia cukup atau dapat
dikatakan sebagian besar (78,79%)
mengatakan tidak cukup untuk

pelaksanaan perawatan keluarga/


kujungan rumah.
Permasalahan
dana
tersebut
kemudian penulis cek silang dengan
data dari dinas kesehatan kabupaten.
Hasil wawancara dengan Kepala Sub
dinas pelayanan kesehatan dan
Koordinator PKPS BBM
(Program
Kompensasi Pengurangan Subsidi
Bahan Bakar
Minyak) Kabupaten
adalah:
. untuk anggaran tahun 2003
sumber anggarannya adalah APBD I
dan APBD II. Dari dana tersebut
didistribusikan
untuk
yang
bersumber dari APBD II besarnya
alokasi biaya kunjungan rumah
sebesar
7.500,setiap
kali
kunjungan. Sumber anggaran yang
lain tentunya dapat diambilkan dari
PKPS BBM ( Kasubdin pelayanan
kesehatan kabupaten).
..sumber anggaran puskesmas
yang berasal dari PKPS BBM juga
ada,
dimana
dana
tersebut
dialokasikan
untuk
pelayanan
kesehatan
dasar
759.000.000,-,
kebidanan 458.000.000,-, revitalisasi
Posyandu 533.000.000,- dan bidan
desa sebesar 512.000.000,- dengan
total
keseluruhan
sebesar
2.26.000.000,-.
Dari
sumber
anggaran tersebut sebenarnya alokasi
anggaran untuk kunjungan keluarga
dapat diambilkan melalui
alokasi
pelayanan kesehatan dasar atau pos
lain sesuai dengan kebutuhan dan
sebenarnya dana itu banyak untuk
anggaran tahun kemarin saja belum
habis ko.. (Koordinator PKPS BBM
Kabupaten Kebumen).
Dari data tersebut dapat
dikatakan
bahwa
permasalahan
masalah dana baik dari segi insentif
dan
transportasi masih perlu
ditingkatkan
dalam
pengelolaan
maupun besarnya dana oleh karena
akan
berpengaruh
terhadap
kinerjanya. Sesuai
dengan yang
diungkapkan oleh Simamora (1997)

45

bahwa tujuan mendasar


dari
pemberian insentif adalah untuk
meningkatkan
produktifitas
para
karyawan guna mencapai suatu
keunggulan kompetitif.
Sebenarnya kalau dilihat sumbersumber dana tersebut diatas sangat
besar dan cukup untuk pengelolaan
kegiatan pelayanan kesehatan jiwa
sampai pada kegiatan kunjungan
rumah, dalam hal ini tentunya harus
ada peningkatan koordinasi dan
pengelolaan lebih lanjut tentang
distribusi dari sumbersumber dana.
Hal ini sesuai dengan yang diungkap
oleh Handoko (1995a) mengatakan
bahwa kekuatan organisasi terletak
pada
kemampuannya
untuk
menyusun berbagai sumber daya
dalam mencapai tujuan termasuk di
dalamnya
adalah
sumber
daya
manusia dan dana yang tersedia.
Sumber dana
tidak saja
dibebankan pada pemerintah tetapi
juga dapat berasal dari masyarakat
sendiri
untuk
membantu
pelaksanaan program pelaksanaan
perawatan keluarga
khususnya
keluarga dengan gangguan jiwa. Hal
tersebut
sesuai
dengan
yang
dikemukakan oleh Purwanto (1999)
bahwa community action program
(CAP) bertujuan untuk menambah
bantuan
pelayanan
dan
mengembangkan
kegiatan
baru,
memobilisasi
dan
memanfaatkan
sumber dari masyarakat dan swasta,
dan pengembangan dan penanganan
program
dengan
semaksimal
mungkin
mengikutsertakan
masyarakat.
Sarana
penunjang
yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah
alat bantu kegiatan perkesmas yang
berupa PHN Kit. Dan alat transportasi
untuk kegiatan kunjungan rumah.
Berdasarkan
kuisioner
dalam
penelitian ini didapatkan data, 100%
responden menyatakan bahwa PHN
Kit telah tersedia dan berdasarkan

cek dokumen data sekunder dinas


kesehatan ada 67 buah atau masingmasing puskesmas mempunyai 2
buah set dengan kelengkapan alat
mencapai 69,69%.
Format
pengkajian
data
perawatan keluarga baik dari semua
responden maupun cek dokumen
menyatakan
belum
tersedia.
Berdasarkan hasil wawancara dengan
koordinator perkesmas didapatkan
data:
.alat PHN Kit memang ada,
sementara
ini
memang
jarang
digunakan pada saat kunjungan
rumah, alat
itu yang sering ya
digunakan
di
dalam
gedung
puskesmas
saja
(Koordinator
perkesmas puskesmas, 2003).
Sedangkan format pengkajian
keluarga yang disebut format asuhan
keperawatan keluarga memang belum
tersedia
(Koordinator
perkesmas
puskesmas, 2003).
Dengan
kondisi
tersebut
terutama untuk format pengkajian
data perawatan keluarga belum
tersedia hal tersebut jelas akan
berpengaruh tidak baik terhadap
pelaksanaan
kegiatan
perawatan
keluarga. Hal ini sesuai pendapat dari
Ritt dan Gomery (1987) mengatakan
bahwa
peralatan,
pelayanan
pendukung
dan
alokasi
dana
merupakan hal yang sangat penting
dalam mengimplementasikan suatu
perencanaan untuk pengembangan
program.
Alat transportasi, 100% responden
menyatakan alat transportasi sudah
tersedia dan berdasarkan observasi
serta cek dokumen didapatkan mobil
pusling setiap puskesmas terdapat 1
Unit dan sepeda motor masingmasing tersedia 2 unit.
Dan berdasarkan hasil wawancara
dengan
salah
satu
perawat
puskesmas, didapatkan data:

46

.memang di Puskesmas ini alat


transportasi yang tersedia adalah
satu unit mobil untuk pusling dan
dua unit sepeda motor inventaris,
sehingga menyulitkan kami dalam
kami melakukan kunjungan rumah
pada penderita. Anggaran transport
itu ya sama dengan anggaran insentif
sebesar 7500,- itu. Tetapi bagi kami
yang mempunyai sepeda motor
sendiri ya tidak masalah (perawat
puskesmas,2003).
Kondisi
yang
demikian
sebenarnya sudah cukup untuk
pelaksanaan
kunjungan
rumah
asalkan mendapat pengaturan yang
sebaik-baiknya. Hal tersebut sesuai
dengan yang telah diungkap oleh Ritt
dan Gomery (1987) bahwa peralatan
merupakan hal yang sangat penting
dalam mengimplementasikan suatu
perencanaan untuk pengembangan
program.
Dalam melihat faktor penghambat
dan pendukung kegiatan perkesmas
ini dapat melalui analisis bivariat
antara variabel independent dan
variabel dependent (Tabel 2). Faktor
pendukung
kegiatan
diantaranya
adalah adanya kebijakan pemerintah
daerah dalam pengembangan bidang
kesehatan yaitu Peraturan Daerah
Kabupaten Kebumen No. 2 tahun

2001 tentang dinas kesehatan yang


dalam fungsinya menitikberatkan
pada manajemen kabupaten yaitu
diantaranya
peningkatan
sumber
daya,
pembentukan
tim
sesuai
kebutuhan,
intensifikasi
yaitu
kegiatan dalam rangka meningkatkan
kegiatan
program
baik
melalui
intensifikasi kegiatan rutin maupun
kegiatan inovatif dan pengembangan
kemitraan
yaitu
pengembangan
kerjasama
yang
saling
menguntungkan dengan lembagalembaga pemerintah maupun swasta.
Dengan Perda tersebut tentunya
dinas
kesehatan
dapat
dengan
sengaja mengalokasikan dananya
untuk kegiatan layanan kunjungan
keluarga. Kedua, adanya Sumber
Daya Manusia (SDM) khususnya
Koordinator perkesmas di semua
puskesmas, dari 48,48% cakupan
perkesmas dipengaruhi oleh 42,42%
SDM yang mempunyai kualifikasi
baik (Tabel 2). Dengan demikian
hanya diperlukan mengefektifkan
kembali koordinator yang sudah ada.
Ketiga, Sarana dan prasarana yang
telah mencukupi hal ini dibuktikan
dengan cakupan perkesmas 48,48%
dipengaruhi oleh sudah tersedianya
(42,42%)
sarana
puskesmas.

Tabel 2.
Analisis Bivariat Variabel Independent dan Dependent Perkesmas
di Wilayah Kabupaten Kebumen.
Variabel Independent

SDM
Sumber Dana
Sarana Penunjang
Pengorganisasian
Perencanaan
Pelaksanaan

Cakupan Perkesmas dalam Kunjungan


Rumah
48,48%
0
1
6.06
42.42
30.30
18.18
6.06
42.42
27.27
21.21
27.27
21.21
0.00
48.48

47

Faktor penghambat kegiatan


meliputi; belum adanya perencanaan
yang lebih baik tentang pengelolaan
perkesmas,
dibuktikan
dengan
sebagian besar perencanaan buruk
yaitu 27,27% yang berakibat pada
cakupan hanya 48,48% walaupun
sudah ada koordinator perkesmas di
seluruh puskesmas (Tabel 2). Adanya
koordinator tersebut ternyata baru
sebatas penunjukan dan pengakuan
oleh karena kegiatan perkesmas
belum
berjalan
sesuai
yang
diharapkan.
Kedua, kenyataan bahwa partisipasi
masyarakat yang rendah untuk
berkunjung ke puskesmas oleh
karena
penilaian
masyarakat

terhadap puskesmas buruk (stigma),


Hal tersebut didukung data berikut
ini:
.anak ku utawa kula yen gerah
namung ngundang mantri, nek
mboten
mantun-mantun
nggih
rumahsakit. Kula butuhe cepet mari
lan kulo mboten repot-repot teng
puskesmas. Teng puskesmas pun
suwe obate diumbe ora mari-mari
(keluarga pasien).
Ketiga, terputusnya jaringan
komunikasi antara rumah sakit
dengan puskesmas tentang masalah
penaganan perawatan tindak lanjut,
seperti yang dapat digambarkan
berikut ini:

Idealnya adalah
Rumah Sakit

Puskesmas

Pasien

Kenyataannya adalah:
XX

X
Pasien

Puskesmas

Rumah Sakit

XX
Keterangan:
X
XX

Kegiatan berjalan
Ada tetapi sedikit
Tidak ada

48

Pasien yang sakit cenderung berobat


ke Rumahsakit, baik
rumahsakit
umum milik pemerintah maupun
swasta, sedikit sekali yang datang ke
Puskesmas oleh karena stigma buruk
masyarakat terhadap puskesmas.
Rumah
sakit
tidak
merekomendasikan
terhadap
puskesmas
untuk
melakukan
perawatan lanjutan setelah di Rumah
pasien. Hal tersebut akan berakibat
pada tidak tertanganinya pasien yang
seharusnya
masih
mendapatkan
perawatan dan pengobatan. Dengan
demikian
untuk
meningkatkan
layanan, puskesmas memerlukan
kerjasama dengan rumahsakit dalam
menangani arus balik perawatan
pasca rumahsakit, yang kemudian
dapat dilakukan suatu kegiatan
kunjungan rumah. Kunjungan rumah
oleh puskesmas dapat dilakukan
pada pasien-pasien pasca perawatan
rumahsakit
yang
masih
membutuhkan
perawatan
tindaklanjut dan pada pasien yang
tidak mampu dirawat dalam waktu
lama di Rumahsakit.
Kesimpulan
Berdasarkan
pada
pembahasan
sebelumnya
maka
penelitian ini dapat disimpulkan:
Cakupan
perkesmas
dalam
Kunjungan
rumah
sudah
baik,
karena sudah melampaui target yang
ditetapkan yaitu 40 % cakupan
pperkesmas
dalam
kunjungan
rumah.
Proses
kegiatan;
pengorganisasian dan perencanaan
kegiatan belum baik karena belum
adanya surat keputusan koordinator
perkesmas, dan belum baiknya
perencanaan
kunjungan
rumah.
Sedangkan pelaksanaan perkesmas
telah dilakukan oleh sebaian besar
puskesmas (64% puskesmas).
Mutu
sumber
daya
manusia
khususnya koordinator perkesmas

kurang baik karena hanya 30,30%


pernah
mengikuti
pelatihan
perkesmas.
Pengelolaan sumber dana perkesmas
sangat
perlu ditingkatkan, karena
sumber dana keperawatan untuk
insentif kunjungan rumah dan dana
transportasi
sudah
ada,
hanya
78,79% mengatakan belum cukup.
Dari segi sarana keperawatan PHN kit
dan alat transportasi sudah tersedia
tetapi untuk format pengkajian
Asuhan keperawatan keluarga belum
tersedia.
Saran-Saran
Dinas kesehatan khususnya
Kasubdin
bidang
pelayanan
kesehatan puskesmas dan Kepala
puskesmas
agar
memberikan
perhatian secara serius tentang
program perkesmas dalam penaganan
kesehatan melalui kunjungan rumah
dengan cara menkoordinasi lebih baik
sumber daya manusia yang ada dan
meningkatkan anggaran perkesmas.
Kepala Puskesmas agar membuka
dan mengefektifkan jalur komunikasi
arus balik dengan rumahsakitrumahsakit dalam menangani kasus
layanan kesehatan yang memerlukan
tindaklanjut.
Kepala
puskesmas
agar
menerbitkan Surat Keputusan serta
mengefektifkan
koordinator
perkesmas
agar
dalam
sistim
perencanaan
dan
pelaksanaan
perkesmas terutama dalam layanan
kunjungan rumah menjadi lebih baik.
Dinas
kesehatan
dan
Kepala
Puskesmas
agar
menggandakan
format
pengkajian
asuhan
keperawatan
keluarga
sesuai
kebutuhan. Kepala Puskesmas agar
menglokasikan dana secara khusus
untuk kunjungan rumah dalam
pelayanan kesehatan.
Penelitian ini dapat sebagai
dasar untuk penelitian selanjutnya
seperti Tingkat kesembuhan pasien

49

yang dilakukan kunjungan rumah


oleh mantri kesehatan .

Kepustakaan
Anderson, E.T. dan Mc Fortune,
J.M. 1999. Community as client. J.B.
Lipincott Company, Philadelphia.
Arikunto, S. 1996. Prosedur
Penelitian. Penerbit Rineka Cipta
Karya, Jakarta.
Azwar
A.
1996.
Pengantar
Administrasi Kesehatan, Edisi Ketiga,
Binarupa Aksara, Jakarta.
Bailon, SG. Dan Maglaya A.S.
1978. Family Health Nursing. UP
College of Nursing, Dilman, Quenzon
City, Philliphines.
Bahar,
E.
1995.
Menuju
Peningkatan
Produktifitas
dan
Kualitas Sumber Daya Manusia
Indonesia:
Perlunya
Reformasi
Kesehatan Jiwa. Penerbit Universitas
Sriwijaya, Palembang.
Claire W. 2003. Home Enteral
Nutition. JCN Online-Journal. Vol 18.
Issu 02. Home nutrition.htm.
Donadebian, A . 1979. Aspect of
Medical Care Aministration Spesifying
Requirement
for
Health
Care,
Cambridge Havard University Press.
Departemen Kesehatan RI. 1996.
Pedoman Pemantauan dan Penilaian
Program
Keperawatan
Kesehatan
Masyarakat, Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 1992.
Pedoman Kerja Puskesmas Jilid IV,
Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 1993.
Petunjuk
Pelaksanaan Perawatan
Kesehatan Masyarakat di Puskesmas
Seri A dan B, Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 1998.
Panduan
Asuhan
Keperawatan
Keluarga, Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 1994.
Pedoman Pemantauan dan Penilaian

Program
Perawatan
Kesehatan
Masyarakat, Jakarta.
Freadman.
1998.
Family
of
Nursing. Mosby Communication, St.
Louis.
Gillies,
A.D.
1989.
Nursing
Management : A System Approach. 3
rd edition, W.B. Saunders Company,
Philladelphia.
Hariyanto.
1997.
Hubungan
Tingkat
Pengetahuan
Petugas
Puskesmas
dengan
Cakupan
Penanganan Kasus Resiko Tinggi di
Kabupaten Kebumen.Tesis, MMPK
Universitas Gajah Mada, Yogjakarta.
Hamid, A.Y. 2003. Perkembangan
Asuhan
Keperawatan
Kesehatan
Jiwa. Jurnal Keperawatan Indonesia
(JKI). Vol. 5, No. VIII, hal. 9-13.
Jakarta.
Keliat,
B.A.
1997.
Persepsi
Keperawatan Jiwa di Masa Depan.
Jurnal Keperawatan Indonesia (JKI).
Vol. 1, No. 2, hal. 59-65. Jakarta.
Logan, B.B.
& Dawkins, C.E.
1986. Family Centered Nursing In the
Community. Addison Wesley Publising
Company, California.
Pitoyo Assaat. 2000. Analisis
Faktor-faktor
yang
Berhubungan
dengan
Kinerja
Perawat
dalam
Melaksanakan Perawatan Kesehatan
Masyarakat di Puskesmas Wilayah
Kabupaten Dati II Semarang. Tesis,
MMPK
Universitas Gajah Mada,
Yogyakarta.
Potter
and
Perry.
1991.
Fundamental of Nursing . Mosby
Company, St. Louis.
Reinke, WA. 1994. Perencanaan
Kesehatan
untuk Meningkatkan
Effektivitas Manajemen, Gajah Mada
Univercity Press, Yogjakarta.
Rafei, U. M. 2001. Striving for
Better Health in South-East Asia
Region: Selected Speeches. New Delhi:
WHO.

50

Smith, R.M. & Maurer, F.A. 1995.


Community Health Nursing. W.B.
Saunders, Philladelphia.
Simamora, H., 1997. Manajemen
sumber daya manusia, edisi ke 2
STIE YKPN, Yogyakarta.
Spradley, B.A. 1985.
Health
Nursing. Little Brown and Company,
Boston.
Taylor, C. Lilies, C. Le mone, P.
1993. Fundamental of Nursing. Ricard
D. Irving ,Inc. Homewood Illionis.
WHO. 2002. Report of the Region
Director: The work of WHO in the

South-East Asia Region. New Delhi:


WHO
Wiarsih,W. 1999. Peran Keluarga
dalam Meningkatkan Kesehatan Jiwa
Lansia di Rumah. Jurnal Keperawatan
Indonesia (JKI), Vol. II.No.7, hal. 253257. Jakarta.
P;Yin. Robert K. 2002. Studi
Kasus Desain dan Metode. Edisi
Revisi. Devisi Buku Perguruan Tinggi
PT Raja Grafindo Persada, Jakarta

51

You might also like