Professional Documents
Culture Documents
Depression
Faridhatun Nasekah
Fakultas Psikologi
Universitas Ahmad Dahlan
Jalan Kapas No 9 Yogyakarta
Faridha_khafidd@gmail.com
Abstrak
This study aims to determine the presenting symptoms in primipara mother
who experience postpartum depression, postpartum depression trigger, coping
strategies used in primipara mother who experience postpartum depression as well
as the positive and negative effects of postpartum depression is. Research methods
that researchers use qualitative research method is the type of phenomenology.
Subjects were two respondents who experienced postpartum depression. Data
collection techniques in this study was conducted using semi-structured
interviews. Leveraging the use of sources of data and methods of triangulation.
Results showed symptoms in the mother can be seen from primipara
psychological and physical symptoms, such as sensitivity, sadness, confusion,
dizziness, crying easily, less angry for no reason, erratic mood swings, feelings of
guilt and worthlessness excessive, search greater attention than ever before, the
emergence of excessive jealousy against children, the emergence of doubt in the
care of children, loss of appetite and severe weight loss, fatigue and insomnia.
Stressors trigger postpartum depression in subjects including; presence of
decreased attention and support is given from a large family, unpreparedness
through pregnancy, physical environment residence YS subject, the subject is
doing a dual role CC and applied parenting parents subject CC. Coping strategies
used by both subjects is problem focused coping and emotional focused coping,
including; planful problem solving, confronative coping, seeking social support,
information seeking, distancing, escape avoidance, accepting responsibility, and
self-criticism. Positive and negative impacts that arise are subject YS can find the
meaning of life and the love of children and her husband, on the of subject CC can
provide information to the family about the support needed primipara mother. The
subject makes a negative impact YS become more sensitive, prone to crying, and
the emergence of feelings of regret, where as subject CC lost interest in to the
move. The conclusion suggests that the subject YS more often use problem
focused coping strategies than emotional focused coping so subject YS correct the
problem so it is not getting worse. As for the of subject CC subject tend to use the
emotional focused coping with the problems that focused the subject naturally
does not immediately improved.
Keyword : Postpartum Depression, Coping Strategy.
Pendahuluan
Bagi seorang wanita yang sudah menikah memiliki anak adalah sebuah
impian dalam keluarga kecilnya. Kehamilan adalah momen yang sangat ditunggutunggu bagi pasangan suami istri. Kehamilan dapat menjadikan mereka memiliki
keturunan yang dapat membuat keluarga kecilnya semakin berwarna dan semakin
bahagia. Anak adalah pelengkap kebahagiaan keluarga kecil mereka karena
kelahiran seorang anak dapat memberikan arti dan makna bagi pasangan suami
dan istri dan menjadikan keluarga lebih harmonis, tetapi permasalahan yang
sering muncul bagi ibu yang pertama kali melahirkan atau disebut dengan istilah
primipara pertanyaan-pertanyaan yang muncul ketika pertama kali menjadi
seorang ibu sangatlah beragam.
Hal ini wajar jika melihat bahwa ini adalah pengalaman pertama kalinya
mengalami proses persalinan. Oleh karena itu, dukungan keluarga khususnya
suami dan ibu kandung sangat mempengaruhi keberlangsungan proses
persalinannya. Banyak para ibu muda yang pertama kali mengalami persalinan
menjadi sangat manja dan sangat membutuhkan sesosok figur pendamping yang
dapat menguatkan dan memotivasinya.
Hudson (2000) berpendapat bahwa ada empat masalah yang sering dialami
ibu muda diantaranya adalah depresi, rendah diri, kesepian, dan kebutuhan untuk
dukungan sosial. Beck (Hudson, 2000) menemukan bahwa perasaan kesepian
sering ditunjukkan ibu yang menderita depresi postpartum. Menurut Unger
(Hudson, 2000) bagi remaja, dukungan yang signifikan didapatkan dari orang lain
dapat membantu memperkuat peran bagi ibu baru.
Penelitian Dormire, dkk (Hudson, 2000) terhadap ibu muda setelah satu
bulan melahirkan menemukan bahwa ibu muda tersebut membutuhkan dukungan
sosial untuk menjadi ibu yang efektif. Kehadiran ibu kandung dapat memberikan
banyak pelajaran berharga mengenai bagaimana mengasuh bayi untuk pertama
kalinya. Dukungan sosial telah diidentifikasi sebagai faktor penting yang
mempengaruhi masa transisi menjadi orang tua baru.
Menurut Urbayatun (2010) primipara yaitu ibu yang baru melahirkan anak
pertama. Bobak (Munawaroh, 2008) menerangkan bahwa ibu primipara pasca
melahirkan lebih membutuhkan dukungan daripada yang sudah mempunyai
pengalaman melahirkan sebelumnya, kurangnya dukungan dari orang-orang
terdekat dapat menyebabkan penurunan fungsi psikologis (satu kemunduran
dalam kemampuan mental) yang akan menyebabkan ibu menjadi depresi.
Menurut Urbayatun (2010) pihak-pihak yang dapat berperan untuk memberi
dukungan sosial pada wanita primipara adalah suami dan pihak lain diluar suami,
antara lain keluarga maupun significant persons seperti petugas paramedis.
Tanggung jawab pengasuhan ibu primipara kepada anaknya tergantung pada
dukungan dari keluarga, teman, dan sumber daya masyarakat (Klerman, dalam
Hudson, 2000).
Marmi (2011) mengatakan setelah melahirkan, banyak wanita memiliki
suasana hati yang berubah-ubah. Kehilangan nafsu makan, menderita masalah
tidur, dan munculnya perasaan sedih. Jika tidak merasa lebih baik setelah
3) Pelepasan mental.
Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa strategi coping
merupakan pendekatan yang dilakukan oleh individu dalam mengatasi tekanan
atau permasalahan yang dihadapi individu baik yang datang dari dalam individu
itu sendiri maupun dari lingkungannya. Dukungan sosial yang tinggi juga sangat
berpengaruh terhadap keberhasilan individu dalam mengatasi tekanan atau
permasalahan yang dialaminya begitu juga sebaliknya.
Lazarus dan Folkman (Nevid, dkk., 2005) menggolongkan dua strategi
coping yang biasa dilakukan oleh individu yaitu :
1) Problem focused coping
Usaha individu untuk menilai stressor yang mereka hadapi dan melakukan
sesuatu untuk mengubah stresor atau memodifikasi reaksi untuk meringankan efek
dari stresor tersebut. Adapun aspek-aspeknya meliputi:
a) Planful problem solving, merupakan suatu respon atau reaksi yang timbul
dengan melakukan kegiatan tertentu yang bertujuan untuk melakukan perubahan
keadaan, dengan cara melakukan pendekatan secara analitis dalam menyelesaikan
masalah.
b) Confronative coping adalah suatu respon atau reaksi yang timbul dengan
melakukan kegiatan tertentu yang bertujuan untuk melakukan perubahan keadaan
dengan cara menantang langsung (konfrontasi) sumber masalah.
c) Seeking social support merupakan suatu respon atau reaksi dengan mencari
bantuan dari pihak luar, dalam bentuk bantuan nyata, ataupun dukungan sosial.
2) Emotion focused coping
Adalah usaha yang dilakukan oleh individu untuk mengurangi atau
menghilangkan dengan segera dampak stressor dengan menyangkal adanya
stressor atau menarik diri dari situasi. Adapun aspek-aspeknya meliputi :
a) Distancing adalah tidak melibatkan diri pada permasalahan atau membuat
menjadi terlibat positif.
b) Escape avoidance adalah usaha untuk menghilangkan atau melarikan diri dari
masalah yang dihadapi.
c) Self controling atau kendali diri yang merupakan suatu bentuk respon dengan
melakukan kegiatan pembatasan atau regulasi baik dalam perasaan maupun
tindakan.
d) Accepting responsibility merupakan suatu respon yang menimbulkan dan
meningkatkan kesadaran akan perasaan diri dalam suatu masalah yang dihadapi,
dan berusaha menempatkan segala sesuatu sebagaimana mestinya.
e) Positive reappraisal merupakan suatu respon dengan cara menciptakan makna
positif dalam diri sendiri yang tujuannya untuk mengembangkan diri termasuk
melibatkan hal-hal yang religius.
Menurut Skinner (Sarafino, 2006) pengklasifikasian bentuk coping adalah
sebagai berikut :
1) Problem focused coping
Adalah bentuk coping yang berorientasi pada masalah. Adapun bentukbentuknya meliputi :
a) Planfull problem solving, adalah Individu yang memikirkan dan
mempertimbangkan secara matang beberapa alternatif pemecahan masalah yang
mungkin dilakukan, meminta pendapat dan pandangan dari orang lain tentang
masalah yang dihadapi, bersikap hati-hati sebelum memutuskan sesuatu dan
mengevaluasi strategi yang pernah dilakukan.
b) Direct action, meliputi tindakan yang ditujukan untuk menyelesaikan masalah
secara langsung serta menyusun secara lengkap apa yang diperlukan.
c) Assistance seeking, yaitu usaha untuk mencari dukungan dan bantuan dari
orang lain berupa nasehat maupun tindakan didalam menghadapi masalahnya.
d) Information seeking, adalah usaha individu dalam mencari informasi dari
orang lain yang dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan individu tersebut.
2) Emotional focused coping
Adalah perilaku coping yang berorientasi pada emosi. Aspek-aspeknya
diantaranya :
a) Avoidance, adalah usaha untuk menghindari masalah yang ada dengan cara
berkhayal atau membayangkan pada situasi yang menyenangkan.
b) Denial, usaha individu menolak masalah yang ada dengan menganggap seolaholah tidak ada masalah dan mengabaikan masalah yang dihadapinya.
c) Self criticism, keadaan dimana individu yang larut dalam permasalahan dan
menyalahkan diri sendiri atas kejadian atau masalah yang dialaminya.
d) Possitive reappraisal, individu melihat sisi positif dari masalah yang dialami
dalam kehidupannya dengan mencari arti atau keuntungan dari pengalaman
tersebut.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa strategi coping
terbagi menjadi dua diantaranya : cara mengahadapi masalah yang menjadi
penyebab timbulnya masalah secara langsung disebut dengan problem focused
coping. Adapun aspek-aspek dari problem focused coping terdiri dari ; planful
problem solving, confrontative coping, seeking social support dan information
seeking. Sedangkan emotional focused coping adalah usaha yang mengarahkan
pada pemuasan emosi dan tidak pada pemecah masalah. Aspek-aspek dari
emotional focused coping meliputi; distancing, escape avoidance, self control,
accepting responsibility dan self criticism.
Menurut Lazarus dan Folkman (Sarafino, 2006) faktor yang mempengaruhi
strategi coping yaitu :
1) Kesehatan fisik
Kesehatan merupakan hal yang penting, karena selama dalam usaha
mengatasi stres individu dituntut untuk mengerahkan tenaga yang cukup besar.
2) Keyakinan atau pandangan positif
Keyakinan menjadi sumber psikologis yang sangat penting dalam mengatasi
masalah.
3) Keterampilan memecahkan masalah
Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk mencari informasi,
menganalisa situasi, mengidentifikasi masalah dengan tujuan untuk menghasilkan
alternatif tindakan, kemudian mempertimbangkan alternatif tersebut dengan hasil
yang ingin dicapai, dan melaksanakan rencana dengan melakukan suatu tindakan
yang tepat.
4) Keterampilan sosial
Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk berkomunikasi dan menjadi
hubungan sosial dengan cara-cara yang sesuai dengan nilai-nilai sosial yang
berlaku dimasyarakat.
5) Dukungan sosial
Dukungan ini meliputi dukungan pemenuhan kebutuhan informasi dan
emosional pada diri individu yang diberikan oleh orang tua, anggota keluarga lain,
saudara, teman, dan lingkungan masyarakat sekitarnya.
6) Materi
Meliputi sumber daya berupa uang, barang barang atau layanan yang
biasanya dapat dibeli.
Menurut Aldwin & Revenson (Hasjanah, 2012) faktor-faktor yang
mempengaruhi coping meliputi :
1) Jenis kelamin, perempuan lebih rentan mengalami stres dibanding dengan
laki-laki. Oleh karena itu perempuan lebih sering menggunakan coping
dibandingkan dengan laki-laki.
2) Tahap perkembangan dan usia, tahap dan perkembangan seseorang
mempengaruhi pemilihan coping yang digunakan, karena semakin bertambah
umur menunjukkan semakin matang seseorang dalam menyelesaikan masalah
yang dihadapi dan semakin baik coping yang digunakan.
3) Tingkat pendidikan, semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka
semakin rentan seseorang mengalami stres, karena semakin tinggi tingkat
pendidikan seseorang maka akan semakin baik coping yang akan digunakan.
4) Situasi dan kondisi dalam keadaan stres dalam mengambil keputusan dengan
kondisi tergesa-gesa kadang tidak memikirkan akibatnya.
Jadi faktor-faktor strategi coping meliputi kondisi fisik, psikis, sosial dan
keterampilan yang dimiliki pada setiap individu yang bersangkutan dalam
menyelesaikan masalah. Setiap individu memiliki strategi pemecah masalah yang
berbeda-beda tergantung pada setiap aspek fisik, psikis, sosial dan keterampilan
dalam memecahkan masalah yang dimilikinya.
Menurut Nevid dkk, (2005) postpartum berasal dari akar bahasa latin post
yang berarti setelah, dan papere berarti menegeluarkan. Menurut DSM IV,
depresi postpartum diklasifikasikan berdasarkan lima atau lebih gejala yang
menunjukkan suatu perubahan dari fungsi sebelumnya selama kurang lebih empat
minggu dalam kondisi kemunculan gejala postpartum; paling kurang satu gejala
dari salah satu mood terdepresi atau kehilangan minat atau kesenangan.
Berbeda dengan pengertian menurut Charkowski (Hasjanah, 2012)
mengatakan bahwa baby blues syndrome atau postpartum blues perubahan
suasana hati pada wanita yang setelah melahirkan. Gejala muncul sekitar tiga
sampai empat hari setelah persalinan dan biasanya hilang dalam waktu 10 hari
setelah persalinan, namun jika wanita mengalami gejala lebih lama disebut
depresi postpartum. Adapun menurut Marmi (2012) postpartum blues
merupkan kesedihan atau kemurungan setelah melahirkan, biasanya hanya muncul
sementara waktu yakni sekitar dua hari hingga dua mingggu sejak kelahiran bayi
dan dikategorikan sebagai sindrom gangguan mental yang ringan.
menyentuh bayinya. Semenetara gejala fisik postpartum ialah sulit bernafas dan
seringnya jantung berdebar-debar, sedangkan gejala psikisnya yaitu tidak mau
mengurus dirinya atau bayinya, gampang murung, mudah marah, dan terkadang
mengalami halusinasi pendengaran.
Menurut Ling&Duff (Marmi, 2012) bahwa gejala depresi postpartum yang
dialami 60 % wanita hampir sama dengan gejala depresi pada umumnya, tetapi
dibandingkan dengan gangguan depresi yang umum, depresi postpartum
mempunyai karakteristik yang spesifik antara lain :
1) Mimpi buruk
Biasanya terjadi sewaktu tidur, karena mimpimimpi yang menakutkan,
individu itu sering terbangun sehingga dapat mengakibatkan insomnia.
2) Insomnia
Sebagai gejala suatu gangguan lain yang mendasarinya seperti kecemasan
dan depresi atau gangguan emosi lain yang terjadi dalam hidup manusia.
3) Phobia
Rasa takut yang irasional terhadap sesuatu benda atau keadaan yang tidak
dapat dihilangkan atau ditekan, meskipun diketahui bahwa hal itu irasional
adanya.
4) Kecemasan
Adalah ketegangan, rasa tidak aman dan kekhwatiran yang timbul karena
yang dirasakan akan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan, tetapi sebagian
besar sumber tidak diketahui.
5) Meningkatnya sensitivitas
Kurangnya pengalaman atau kurangnya rasa percaya diri dengan bayi yang
lahir, atau waktu dan tuntutan yang ekstensif dapat meningkatkan sensitivitas ibu
Santrock (Marmi,2012).
6) Perubahan mood
Munculnya perasaan yang mudah berubah dapat menimbulkan kecemasan
dan perasaan bersalah pada diri ibu walau jarang ditemui ibu yang benar-benar
memusuhi bayinya.
Gejala depresi postpartum menurut Suryani (2005) adalah sebagai berikut :
1) Sulit tidur, bahkan bayi sudah tidur.
2) Nafsu makan hilang.
3) Perasaan tidak berdaya atau kehilangan kontrol.
Jadi gejala depresi postpartum sangat dapat dilihat dari perubahan
psikologis, fisik dan perubahan emosi yang dialami ibu primipara diluar
kebiasaan yang sering dilakukannya. Perhatian dari significant person sangat
berpengaruh terhadap muncul tidaknya depresi postpartum. Jika pihak-pihak yang
terkait dengan ibu primipara dapat melihat sejak dini apa saja yang menunjukkan
gejala- gejala depresi postpartum akan meminimalkan tingkat keparahan depresi
postpartum yang dialaminya.
Menurut Lubis (2012) adaptasi psikologis pada masa nifas meliputi ;
1) Fase taking in
Merupakan fase ketergantungan ibu yang berlangsung dari hari pertama
sampai hari kedua pasca melahirkan. Pengalaman selama persalinan kerap kali
Metode Penelitian
peneliti tertarik untuk menggunakan penelitian kualitatif fenomenologi,
karena dapat mengungkapkan permasalahan yang akan diteliti secara lebih
mendalam bahkan sulit sekalipun. Hubungan yang baik dengan subjek penelitian
juga dapat sangat menentukan hasil penelitian.
Pendekatan yang akan peneliti gunakan dalam analisis data dengan
menggunakan analisis isi (content analysis), karena dapat memudahkan peneliti
dalam menginterpretasikan data melalui meaning unit yang didapatkan dari hasil
wawancara dengan responden dan lebih memahami hasil data yang telah diambil
dan data atau informasi yang diperoleh dapat lebih detail ketika dianalisis.
Menurut Holsti (Moleong, 2008) analisis isi adalah teknik apapun yang
digunakan untuk menarik kesimpulan melalui usaha untuk menemukan
karakteristik pesan yang dilakukan secara obyektif dan sistematis
Peneliti akan menggunakan purposive sampling, khususnya criterion
sampling sebagai berikut :
1. Ibu yang melahirkan untuk pertama kali.
2. Ibu yang mengalami depresi postpartum dalam kurung waktu seminggu sampai
dengan satu bulan lebih.
Peneliti menggunakan metode wawancara semi terstuktur dengan harapan
dapat menggali permasalahan dengan baik dan mendalam. Tujuan dari wawancara
semi terstruktur menurut Sugiyono (2011) adalah untuk menemukan
permasalahan secara lebih terbuka, dimana pihak yang menjadi responden dalam
wawancara juga diminta pendapat dan ide-idenya. Penggunaan metode
wawancara semi terstruktur juga dapat memberikan kebebasan dan kesempatan
kepada informan dalam memberikan informasi yang dibutuhkan peneliti tanpa
adanya batasan yang ketat sehingga menjadikan hubungan antara informan dan
peneliti tidak kaku dan tegang.
Selain menggunakan wawancara, peneliti juga menggunakan pengamatan
lain yaitu observasi. Menurut Hadi (1968) observasi diartikan sebagai pengamatan
dan pencatatan dengan sistematik fenomena-fenomena yang diselidiki. Adapun
menurut Sarwono (2006) kegiatan observasi meliputi; pencatatan secara
sistematik mengenai kejadian-kejadian, perilaku, obyek-obyek yang dilihat dan
hal-hal lain yang diperlukan dalam mendukung penelitian yang sedang dilakukan.
Peneliti menggunakan observasi non partisipan, karena peneliti hanya
mengikuti sebagian kegiatan subjek dalam kehidupan subjek dan peneliti juga
tidak mengalami secara langsung. Peneliti juga menggunakan bantuan field note
dan rekaman dalam proses penelitian guna mencatat setiap peristiwa yang
berlangsung selama observasi maupun wawancara. Metode pengumpulan data
yang peneliti gunakan adalah wawancara dan observasi. Wawancara adalah
metode penelitian yang meliputi pengumpulan data melalui interaksi verbal secara
langsung antara pewawancara dengan responden. Observasi adalah pengamatan
terhadap perilaku-perilaku subyek yang berkaitan dengan tujuan penelitian.
Tahap awal penelitian, peneliti membuat guide wawancara dengan bentuk
wawancara semi terstruktur untuk memudahkan peneliti dalam memberikan
pertanyaan yang sesuai dan tidak melenceng dari apa yang menjadi fokus dari
hari. Oleh karena itu subjek YS lebih mudah menangis dan cenderung merasa
kesepian ketika harus merawat anaknya seorang diri tanpa ada yang membimbing
dan memberi tahu bagaimana harus merawat anaknya untuk pertama kalinya.
Subjek YS terkadang bertanya kepada orangtua subjek melalui telefon untuk
menanyakan bagaimana harus merawat anaknya, tetapi subjek YS tetap merasa
kesulitan dan kebingungan karena tidak melihat secara langsung bagaimana harus
merawat anaknya. Ditambah lagi dengan kondisi buruknya lingkungan tempat
tingggal kos subjek YS, menjadikan subjek YS memiliki perasaan bersalah yang
tinggi ketika di tempat kos subjek YS hanya subjek yang membawa seorang bayi
dan anak subjek YS selalu menangis di malam hari ketika anggota kos lainnya
sedang beristirahat
Kedua subjek penelitian juga menunjukkan adanya gejala fisik depresi
postpartum seperti penurunan nafsu makan dari sebelumnya sehingga menjadikan
kedua subjek penelitian mengalami penurunan berat badan dari sebelumnya.
Selain itu kedua subjek penelitian juga mengalami insomnia (kesulitan tidur)
ketika di malam hari karena menurut subjek CC subjek merasa terhantui dengan
rutinitas menangis anak subjek di malam hari, meskipun subjek CC sudah ada
pembantu yang membantunya dalam merawat anaknya. Berkaitan dengan
pengertian yang diungkapkan oleh Marmi (2011) yang juga mengatakan bahwa
setelah melahirkan, banyak wanita memiliki suasana hati yang berubah-ubah.
Kehilangan nafsu makan, menderita masalah tidur, dan munculnya perasaan
sedih. Jika tidak merasa lebih baik setelah seminggu atau lebih, disebut dengan
depresi postpartum. Sedangkan menurut Nevid dkk, (2005) gejala depresi
postpartum juga ditunjukkan dengan gangguan dalam selera makan dan tidur,
akibatnya menjadikan subjek menjadi mudah lelah ketika merawat anaknya dan
melakukan rutinitas sehari-hari.
Subjek CC merasa lebih mudah lelah dan merasa malas dalam beraktivitas
lainnya, seperti ketika teman kampus subjek CC mengajak subjek untuk bepergian
subjek CC lebih memilih untuk pulang dan bersitirahat di rumah. Sedangkan
sebelum persalinan subjek gemar berjalan bersama teman-temannya. Subjek CC
menjalani peran ganda yaitu peran ibu baru dan mahasiswa semester lima, tetapi
subjek CC dalam menjalani aktivitas ibu rumah tangga dan merawat anaknya
sudah dibantu oleh seorang pembantu. Pada subjek YS subjek hanya menjalani
peran ibu rumah tangga saja. Munculnya perasaan mudah lelah dan malas juga
berakibat terhadap perlakuan masing-masing subjek terhadap anaknya, terlihat
ketika anak subjek terus menangis dan kedua subjek tidak mengerti apa yang
mengakibatkan anak subjek terus menangis mereka melakukan pengalihan
perhatian dengan membiarkan anak subjek menangis, bahkan pada subjek CC
terkadang subjek CC mengajak suami subjek untuk pergi dari rumahnya untuk
sekedar refreshing sejenak dan menyuruh pembantunya untuk menangani anak
subjek CC.
Subjek YS juga mengalami keraguan dalam merawat anaknya terlihat ketika
subjek YS merasa kebingungan dalam memberikan ASI untuk pertama kalinya,
karena subjek YS mengalami kesakitan ketika sedang menyusui anaknya,
sedangkan anak subjek YS terus menangis jika tidak diberikan ASI. Selain itu
subjek YS juga mengalami kesulitan bergerak karena kondisi tempat tidur subjek
Faktor usia subjek CC yang masih muda dengan usia 21 tahun yang
menjalani peran ganda yaitu peran menjadi ibu primipara dan peran sebagai
mahasiswa semester lima juga menjadikan subjek semakin tidak stabil secara
emosi dan mudah lelah dalam menjalani aktivitas sehari-harinya, sehingga
berdampak kepada perlakuan subjek CC terhadap anak subjek CC. Selain itu pola
asuh manja yang diterapkan orangtua subjek CC terhadap subjek CC juga
berpengaruh terhadap munculnya kepribadian histrionik yaitu kecenderungan
melibatkan emosi yang berlebihan dan kebutuhan yang besar untuk menjadi pusat
perhatian, cenderung dramatis dan emosional (Nevid dkk, 2005) dan proyeksi,
yang berarti khayalan yang dirasakan oleh seseorang dan implus-implus yang
sebenarnya dipindahkan kepada orang lain, tidak berasal dari dalam diri sendiri
(Feist J & Feist G.J, 2008). Orang dengan kepribadian histrionik dapat lebih
menuntut agar orang lain memenuhi kebutuhan mereka akan perhatian (Nevid,
dkk 2005). Adapun menurut Atkinson dkk, (1999) jika sifat kepribadian menjadi
bersifat maladaptif akan mengganggu kemampuan individu berfungsi, maka
sifat-sifat tersebut merupakan gangguan kepribadian. Orang yang menderita
gangguan kepribadian biasanya tidak merasa sangat terganggu atau cemas dan
tidak mempunyai motivasi untuk mengubah perilakunya.
Berdasarkan penjelasan di atas peneliti menemukan dua jenis strategi coping
yang digunakan oleh kedua sujek penelitian, yaitu problem focused coping dan
emotional focused coping dengan perbedaan antara masing-masing subjek. Pada
subjek YS lebih banyak menggunakan problem focused coping, sedangkan pada
subjek CC cenderung menggunakan emotional focused coping dalam menghadapi
setiap masalah yang dihadapinya. Menurut Nurhalimah (2005) kemampuan setiap
individu dalam memilih strategi coping dan menggunakannya untuk mengurangi
tekanan adalah berbeda. Perbedaan juga terdapat dalam hal pemahaman mengenai
bagaimana dan kapan harus memakai strategi coping yang diperlukan. Adanya
variasi dalam penggunaan strategi coping dapat disebabkan karena strategi
penanggulangan tidak harus berakhir dengan penyelesaian masalah sekaligus
(Sarafino, 2006).
Adapun hasil penelitian menunjukkan pada problem focused coping bentuk
planful problem solving yang digunakan subjek YS terlihat dari usaha subjek YS
dalam memahami tangisan anaknya dengan cara membedong anak subjek YS
yang ternyata berhasil membuat anak subjek YS menjadi diam. Subjek YS dalam
merawat anaknya, tanpa adanya dukungan dan bimbingan langsung dari keluarga
besarnya, tetapi subjek YS tetap berusaha mencari informasi melalui internet,
buku dan bertanya kepada ibu yang sudah berpengalam di sekeliling lingkungan
kos subjek YS. Berbeda pada subjek CC, bentuk planful problem solving yang
digunakan subjek CC, ketika subjek CC berusaha melakukan perubahan keadaan
yang terjadi pada dirinya bukan yang berkaitan pada masalah dalam merawat
anak subjek CC karena subjek CC sudah menaruh kepercayaan yang tinggi
kepada pembantu subjek CC dalam merawat anaknya, seperti ketika subjek
mengalami insomnia subjek berusaha melakukan cara-cara mengatasi insomnia
begitu juga ketika subjek mengalami penurunan nafsu makan subjek berusaha
mengatasinya dengan memakan buah atau sayur saja.
Kesimpulan
Berdasarkan penelitian dan pembahasan dalam penelitian ini, peneliti akan
menyimpulkan mengenai gejala depresi postpartum yang muncul pada kedua
subjek penelitian, pemicu atau stressor depresi postpartum, strategi coping yang
digunakannya. Berikut ini adalah beberapa kesimpulan dari hasil penelitian dan
pembahasan yang telah dibahas sebelumnya :
1. Gejala-gejala yang muncul pada ibu primipara yang mengalami depresi
postpartum secara psikologis maupun secara fisik adalah sebagai berikut :
a. Gejala psikologi
Gejala psikologi yang muncul pada kedua subjek adalah kecenderungan
munculnya perasaaan sensitif, sedih, bingung, pusing,sedih, mudah menangis,
mudah marah tanpa sebab, perubahan mood yang tidak menentu, perasaan
bersalah dan tidak berharga yang berlebihan, pencarian perhatian yang lebih
besar dari sebelumnya, munculnya kecemburuan yang berlebih terhadap anak
dan munculnya keragu-raguan dalam merawat anak.
b. Gejala fisik
Gejala fisik yang muncul pada kedua subjek adalah penurunan nafsu makan
yang mengakibatkan penurunan juga pada berat badan subjek dari sebelumnya,
mudah lelah dalam melakukan aktivitas, mengalami insomnia (sulit tidur) ketika
malam hari hampir setiap hari.
2. Pemicu atau stressor depresi postpartum
Ada banyak hal yang memicu munculnya stressor depresi postpartum pada
kedua subjek penelitian. Masing-masing subjek penelitian memiliki alasan yang
berbeda-beda, diantaranya adalah usia ibu primipara mempengaruhi faktor
kognitif pada ibu primipara, kesiapan dan penerimaan dalam menjalani kehamilan
dan persalinan, serta dukungan sosial khususnya dari keluarga besar sebelum dan
setelah persalinan. Adapun pada subjek YS juga ditemukan bahwa pemicu
stressor depresi postpartum adalah lingkungan fisik tempat tinggal subjek yang
kurang mendukung. Berbeda pada subjek CC yang menunjukkan bahwa pola asuh
orangtua subjek CC dan peran ganda yang harus subjek CC jalani juga
berpengaruh terhadap depresi postpartum.
3. Strategi Coping yang Digunakan.
Pada kedua subjek penelitian menggunakan strategi coping yang berbedabeda. Penggunaan variasi coping ini tidak mengindikasikan bahwa strategi yang
diambil dan diputuskan tanpa adanya pertimbangan penyelesaian masalah. Subjek
YS, menggunakan problem focused coping terlebih dahulu meskipun ketika
ditengah-tengah proses menghadapi permasalahan subjek YS juga menggunakan
emotional focused coping. Adapun pada subjek CC, subjek menggunakan strategi
emotional focused coping terlebih dahulu ketika mengatasi permasalahan depresi
postpartum. Berjalannya waktu subjek CC juga menggunakan strategi problem
focused coping.
Kedua jenis coping yang digunakan kedua subjek penelitian memiliki
perbedaan dalam keberhasilan coping yang digunakan. Subjek YS dapat
menurunkan adanya tingkat depresi postpartum dari sebelumnya dengan
kecenderungan menggunakan problem focused coping. Adapun pada subjek CC
kecenderungan menggunakan emotional focused coping yang digunakannya tidak
efektif mengatasi atau menurunkan munculnya depresi postpartum.
4. Dampak Positif dan Negatif dari Gejala Depresi Postpartum
Kedua subjek penelitian mengalami dampak positif negatif yang berbedabeda.
a. Dampak positif :
Subjek YS dapat lebih menemuan arti hidup dan semakin menyayanyi
suami dan anak subjek YS. Berbeda pada subjek CC dampak positif dari depresi
postpartum menambah informasi kepada lingkungan sekitar khususnya keluarga
besar mengenai dukungan yang dibutuhkan pada ibu primipara yang mengalami
depresi postpartum.
b. Dampak negatif :
Subjek YS menjadi lebih sensitif, mudah menangis dan munculnya perasaan
menyesali keadaan subjek yang sudah mempunyai anak. Berbeda pada subjek CC
kehilangan minat untuk melakukan aktivitas.
Daftar pustaka
American Psychiatric Association. 2000. Diagnostic Criteria from Diagnostic
and Statistical Manual of Mental Disorder IV Text Revision.
Washington, DC.
Atkinson, R.L & Atkinson, R.C. 1999. Pengantar Psikologi Edisi Kedelapan.
Jilid 2. Agus Dharma (editor). Jakarta: Erlangga.
Chu, R &Chao, L. 2011. Managing Stress and Maintaining Well-Being: Social
Support, Problem-Focused Coping, and Avoidant Coping. Journal of
Counseling and Development.Vol: 89, 338+.
Hadi, S. 1968. Metodologi Research. Yogyakarta : Yayasan Penerbitan Fakultas
Psikologi Universitas Gajah Mada.
Hasnajah, Y. 2012. Coping pada Ibu yang Mengalami Baby Blues Syndrome.
Skripsi. (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas
Ahmad Dahlan.
Hudson, D.B., Elek, S.M., & Grossman, C.C. 2000. Depression, Self-Esteem
Loneliness, and Social Support among Adolescent Mothers Participating in
the New Parents Projec. Adolescence. Vol: 35, 445+.
Judge, S. L. 1998. Parental Coping Strategies and Strengths in Families of Young
Children with Disabilities. Family Relations. Vol.47, 263+.
Lubis, H. Z. 2010. Pengantar Psikologis untuk Kebidanan. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group.
Mallikarjun, P. K., & Oyebode, F. 2005. Prevention of Postnatal Depression.
Perspectives in Public Health. Vol. 125, 221+.
Marmi, S.ST. 2012. Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas peuperium Care.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Maulana, Mirza. 2009. Seluk Beluk Repreduksi dan Kehamilan. Yogyakarta :
Garailmu.
Moleong.L. J. 2004. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosdakarya.
Muhadjir, N. 2000. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosda Karya.
Munawaroh, H. 2008. Hubungan Paritas Dengan Kemampuan Mekanisme
Koping Dalam Menghadapi Postpartum Blues Pada Ibu Post Sectio Caesaria
Di Bangsal Mawar 1 RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Skripsi. (Tidak
Diterbitkan). Surakarta : Fakultas Ilmu Kesehatan UMS.
Nevid, J; Rathus, S.A; Greene, B. 2003. Psikologi Abnormal Edisi Kelima Jilid 1.
Ratri Medyan (editor). Jakarta : Erlangga.