You are on page 1of 9

JURNAL KEDOKTERAN YARSI 17 (1) : 031-039 (2009)

Gambaran anemia gizi dan kaitannya dengan asupan


serta pola makan pada tenaga kerja wanita di Tangerang,
Banteng
Nutrional anemia profile in relation to nutrients intake
and food pattern of the female workers in Tangerang,
Banten
M. Arifin Suyardi1, Ance Andriani2, Benny L. Priyatna3
Department of Nutrition, University of Indonesia School of Medicine, Jakarta
Department of Nutrition, University of Kristen Indonesia School of Medicine, Jakarta
3Hiperkes DKI Jaya
1
2

KEYWORDS

Female workers; anemia; food intake; food pattern

ABSTRACT

Health and nutritional status of female workers are factors determining the
quality of human resources in the future. A cross sectional study was done
in shoes factory on cutting and trimming department in Tangerang
district, Banten. This study was conducted to observe the nutritional
enemia profile in this group employing questionaire, anthropometric
measurement, physical and laboratory examination. The population was
female workers. Subjects were chossen using inclusion criteria. A total of
125 persons were admitted in this study. Overall the prevalence of
undernutrition was 23 (18.4%). Anemia was found in 78 (62.4%),
consisted of 55 (44%) nutritional anemia and 23 (18.4%) unknown caused.
Nutritional anemia were separated to iron deficiency anemia 44 (35.2%),
B12 deficiency anemia 2 (1.6%), iron + B12 deficiency anemia 4 (3.2%), iron
+ folic acid deficiency anemia 2 (1.6%), B12 + folic acid deficiency anemia 2
(1.6%), iron + B12 + folic acid deficiency anemia 1 (0.8%). This study
concluded that the nutritional anemia was related significantly (p<0.05) to
inadequacy protein and iron intake was well as unpair food pattern. In the
future, effort should be done to give adequate nutrients intake especially
sources of protein, iron, folic acid and B12 vitamin.

Jumlah tenaga kerja wanita (TKW)


di Indonesia meningkat dari tahun ke
tahun, tahun 1980 jumlahnya 16.934.590
(32,69%), tahun 1987 meningkat menjadi
25.788.977 (44,83%), 1988 proporsi TKW
menjadi 50% dari jumlah penduduk wanita
(Badan Pusat Statistik, 1997). Hal ini merupakan salah satu modal dasar pembangunan di Indonesia yaitu sumber daya
manusia (SDM) yang potensial. Untuk
dapat menjadi tenaga yang berdaya guna
tinggi dan produktif perlu ditingkatkan
derajat kesehatannya. Faktor yang sangat
berperan adalah perlu ditingkatkan status
gizinya.

Anemia gizi merupakan salah satu


masalah gizi kurang utama yang berskala
nasional di samping tiga masalah gizi
kurang lainnya. Anemia gizi terjadi pada
hampir semua golongan umur termasuk
TKW.
Anemia gizi adalah anemia yang
disebabkan kekurangan satu atau lebih zat
gizi seperti protein, zat besi, vitamin B12,
asam folat, vitamin C, piridoksin, riboflavin

Correspondence:
dr. M. Arifin Suyardi, MSc, SpG(K), Department of Nutrition,
University of Indonesia School of Medicine, Jakarta, Jalan
Salemba Raya 6, Jakarta Pusat, Telephone 021-31930208

032

M. ARIFIN SUYARDI, ANCE ANDRIANI, BENNY L. PRIYATNA

dan tembaga (Weatherall, 1987; Husaini et


al., 1989). Anemia gizi dapat disebabkan
oleh investasi cacing Ascaris lumbricoides
yang mengakibatkan malabsorbsi karbohidrat, lemak dan protein (Tripathy et al.,
1972).
Prevalensi anemia pada ibu hamil
menurut SKRT 1992 adalah 63,5%, pada
wanita dewasa dan pekerja berpenghasilan
rendah adalah 3040%, pada wanita pekerja
di pabrik dan perkebunan teh adalah 26
50%. Beberapa penelitian terakhir di daerah
sekitar Jakarta menemukan anemia 3060%
(Sayogo, 1995).
Penyebab terbesar anemia gizi
adalah berkurangnya masukan zat gizi
yang berhubungan dengan pola makan
yang tidak baik akibat ketidaktahuan dan
ketidakmampuan. Walaupun tidak semua
anemia disebabkan kekurangan zat besi,
namun defisiensi besi diderita oleh 500
600 juta manusia di seluruh dunia
(DeMaeyer and Tegman, 1985).
Berbagai upaya penanggulangan
anemia berupa penyuluhan, pengobatan
dan suplementasi zat besi telah dilakukan
sejak tahun 1970 an namun prevalensi
anemia gizi masih tetap tinggi (3050%),
khususnya pada TKW (Mackilligin et al.,
1984).
Anemia gizi berdampak tidak baik
pada produktivitas TKW, oleh karena itu
agar TKW menjadi SDM yang potensial dan
produktif maka perlu penanganan yang
serius dilakukan terhadap TKW tersebut.
Berdasarkan uraian di atas, dapat
dimengerti pentingnya untuk mengetahui
kondisi anemia gizi pada TKW serta asupan
dan pola makannya. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran
mengenai anemia gizi pada TKW di pabrik
sepatu di Tangerang Banten, agar dapat
dicarikan solusi yang tepat dalam rangka
peningkatan SDM yang baik dan berkualitas tinggi.

dilakukan untuk mendapatkan data


sosiodemografi seperti: umur, pendidikan,
penghasilan, lama kerja, asupan makanan
dan pola makan sedangkan pemeriksaan
laboratorium untuk mendapatkan kadar
hemoglobin, MCV, retikulosit, feritin
serum, vitamin B12 serum dan asam folat
serum.
Populasi penelitian adalah TKW
yang berusia 20 tahun di bagian
perapihan / pemotongan pabrik sepatu
Tangerang, sedang subjek penelitian adalah
nakerwan tersebut yang memenuhi kriteria
penelitian
yaitu
bersedia
mengikuti
penelitian, haid normal (Prawiroharjo,
1990), tidak hamil, tidak menderita penyakit
kronis dan keganasan. Besar sampel
menggunakan rumus dari Madiyono dkk,
dengan tingkat kemaknaan 5%, dan presisi
penelitian 10%, mendapat jumlah sampel
minimum 103 orang. Pada penelitian ini
sampel diambil seluruh populasi yang
memenuhi kriteria penelitian sebanyak 125
orang.
Pengumpulan
data
dilakukan
dengan kuesioner dan wawancara sedangkan
pemeriksaan
kesehatan
dengan
anamnesis dan pemeriksaan fisik. Data
asupan makanan digunakan metoda tanya
ulang 2 X 24 jam dan pola makan
digunakan FFQ (Food Frequency Questioner).
Pemeriksaan hemoglobin dengan metoda
sianmethemoglobin, feritin dan vitamin B12
dengan
MEIA
(Microparticle
Enzyme
Immunoassay), asam folat dengan metoda
ICA (Ion Capture Assay).
Pengolahan data dilakukan dengan
kalkulator dan komputer sedangkan
analisis data menggunakan uji statistik
yang sesuai. Presentasi data dilakukan
dengan tabulasi sedangkan interpretasi data
dilakukan secara deskriptif dan analitik
sederhana.

BAHAN DAN CARA KERJA

Dari 125 TKW yang menjadi subyek


penelitian menunjukkan:
Tabel 1. menunjukkan bahwa lebih
separuh TKW berumur < 25 tahun, berpenghasilan rendah, tidak satupun ber-

Penelitian ini merupakan studi cross


sectional berupa survei lapangan dan
penelitian laboratorium. Survei lapangan

HASIL

GAMBARAN ANEMIA GIZI DAN KAITANNYA DENGAN ASUPAN SERTA POLA MAKAN PADA
TENAGA KERJA WANITA DI TANGERANG, BANTENG

penghasilan tinggi. Semua TKW tamat


SLTA, pengetahuan gizi kurang 36%, lebih
dari separuh TKW bekerja > 52 minggu,
pola makan kurang 41,6%.
Tabel 2. menunjukkan bahwa TKW
yang menderita anemia 78 orang (62,40%).

Berdasarkan MCV 96/makrositer 26


orang, pemeriksaan retikulosit < 0,5 (19
orang) dan hampir separuh TKW defisiensi
terhadap vitamin B12 serum dan asam folat
serum.

Tabel 1. Sebaran TKW berdasarkan karakteristik sosiodemografi


KARAKTERISTIK
Umur : < 25 tahun
25 tahun
Pendidikan : Rendah
Menengah (tamat SLTA)
Tinggi
Pengetahuan Gizi (score) : Kurang (< 59)
Cukup (60 79)
Baik (> 79)
Penghasilan : Rendah
Menengah
Tinggi
Lama kerja (minggu) : Baru (< 52)
Lama ( 52)
Pola makan (score) : Kurang (< 20)
Baik ( 20)

n = 125
70
55
125
45
72
8
69
56
58
67
52
73

(%)
56,0
44,0
100
36
57,6
6,4
55,2
44,8
46,4
53,6
41,6
58,4

X SD
25,04
2,72

76,63 9,90

255,14 24,20

56* (24 28)


22,21 4,0

* nilai median

Tabel 2. Sebaran TKW berdasarkan hemoglobin, MCV, retikulosit, feritin serum, vitamin B12
serum dan asam folat serum
VARIABEL
Hemoglobin (g%) : < 12
12
MCV (fl) : < 80
80 96
> 96
Retikulosit (%) : < 0,5
0,5
Feritin Serum (g/ml) : < 12 (defisiensi)
12 (normal)
Vitamin B12 Serum (pmol/L) : < 200 (defisiensi)
200 (normal)
Asam Folat Serum (nmol/L) : < 5 (defisiensi)
5 (normal)
* nilai median

n
(125)
(125)

(125)
(125)
(31)
(31)

78
47
4
95
26
19
106
58
67
14
17
13
18

(%)
62,4
37,60
3,2
76
20,8
15,20
84,80
46,4
53,6
45,16
54,84
38,71
61,29

X SD
25,04 2,72
77,86 5,18

0,8* (0,1 2,0)


21,52* (2,21 84,4)
212,40 38,49
5,75 2,60

033

034

M. ARIFIN SUYARDI, ANCE ANDRIANI, BENNY L. PRIYATNA

Tabel 3. terlihat defisiensi feritin


serum yang anemia berjumlah 52 orang,
demikian pula defisiensi vitamin B12 serum
dan defisiensi asam folat serum masingmasing 9 dan 5 orang. Tidak mengalami
defisiensi feritin serum, defisiensi vitamin
B12 serum dan defisiensi asam folat serum,
tetapi menderita anemia 23 orang.

Tabel. 4 terlihat bahwa lebih dari


separuh TKW mendapatkan asupan kurang
antara lain energi, karbohidrat, protein, zat
besi dan asam folat, tetapi lebih dari
separuh asupan vitamin B12 cukup. Nilai
median (*) protein dan vitamin B12 dihitung
karena adanya rentangan yang besar dari
masukan kedua zat gizi tersebut.

Tabel 3. Sebaran TKW anemia dan non anemia berdasarkan kadar serum
KADAR SERUM
Defisiensi feritin serum
Defisiensi vitamin B12 serum
Defisiensi asam folat serum
Defisiensi feritin serum + defisiensi vit. B12 serum
Defisiensi feritin serum + defisiensi as. Folat serum
Defisiensi vit. B12 serum + defisiensi as. Folat serum
Def. feritin ser + def. vit. B12 serum + def. as. Folat serum
Tidak mengalami defisiensi (feritin serum, vit. B12 serum,
asam folat serum)
TOTAL

ANEMIA

NON ANEMIA

44
2
0
4
2
1
2
23

5
4
5
0
1
1
0
31

78

47

Tabel 4. Sebaran TKW berdasarkan asupan kalori/zat gizi (karbohidrat, protein, zat besi,
vitamin B12 dan asam folat) dibandingkan dengan AKG Indonesia 1993 (n=125)
ASUPAN
Energi (kalori) : < 1640 (kurang)
1640 (cukup/baik)
Karbohidrat (g)** : < 266,5 (kurang)
266,5 (cukup/baik)
Protein (g) : < 48 (kurang)
48 (cukup/baik)
Zat besi (mg) : < 20,8 (kurang)
20,8 (cukup/baik)
Vitamin B12 (g) : < 0,8 (kurang)
0,8 (cukup/baik)
Asam folat (g) : < 160 (kurang)
160 (cukup/baik)

n=125
73
52
89
36
82
43
68
57
54
71
86
39

* nilai median.
** karbohidrat dihitung setelah kalori dikurangi protein dan lemak.

(%)
58,4
41,6
71,2
28,8
68,8
31,2
54,4
45,6
43,2
56,8
68.8
31,2

X SD
1772,96 215,44

KISARAN

258,78 28,95
39,30*
20,75-65,00
18,47 2,33
0,90*
150,34 25,73

0,10 - 1,50

GAMBARAN ANEMIA GIZI DAN KAITANNYA DENGAN ASUPAN SERTA POLA MAKAN PADA
TENAGA KERJA WANITA DI TANGERANG, BANTENG

Tabel 5. memperlihatkan hubungan


feritin serum dengan hemoglobin bermakna
(p<0,05) dan mempunyai OR 13,67. Berarti
defisiensi feritin serum mempunyai risiko
13.67 kali untuk terjadinya anemia.
Tabel 6. menunjukkan bahwa
hubungan anemia dengan pola makan
mempunyai hubungan bermakna (p<0,05)
dan mempunyai OR 12,73. Berarti TKW
yang mempunyai pola makan kurang

mempunyai risiko 12,73 kali lebih besar


untuk menderita anemia.
Tabel 7. menunjukkan bahwa hubungan antara anemia dengan kalori, karbohidrat, protein, zat besi, vitamin B12, asam
folat dengan uji statistik bermakna (p<0,05).
Tabel 8. terlihat bahwa yang paling
berpengaruh terhadap anemia yaitu zat
besi, disusul dengan pola makan, feritin
serum dan protein.

Tabel 5. Hubungan feritin serum dengan hemoglobin (n=125)


Feritin Serum

Anemia
n = 78
%
52
41,6
26
20,8

Defisiensi
Normal

Non Anemia
n = 47
%
6
4,8
41
32,8

OR

CI 95 %

13,67

0,00

4,75-41,33

* Uji kemaknaan dengan Kai-kwadrat.

Tabel. 6. Hubungan pola makan dengan hemoglobin (n=125)


Pola Makan
Kurang
Cukup

Anemia
n = 78
%
47
60,3
31
39,7

Non Anemia
n = 47
%
5
10,6
42
89,4

OR

CI 95 %

12,73

0,00

4,54-35,75

* Uji kemaknaan dengan Kai-kwadrat

Tabel 7. Hubungan asupan (energi, protein, zat besi, vitamin B12 dan asam folat) dengan
hemoglobin
ASUPAN
Kalori : kurang
baik
KH : kurang
baik
Protein : kurang
baik
Zat besi : kurang
baik
Vit. B12 : kurang
baik
As. Folat : kurang
baik

Anemia
n = 78
%
71,8
56
28,2
22
67
85,9
14,1
11
64
82,1
17,9
14
79,5
62
20,5
16
44
56,4
43,6
34
68
87,2
10
12,8

* Uji kemaknaan dengan Kai-kwadrat.

Non Anemia
n = 47
%
36,2
17
63,8
30
46,8
22
53,2
25
38,3
18
61,7
29
12,8
6
87,2
41
21,3
10
78,7
37
38,3
18
61,7
29

OR

CI. 95%

4,49

0,00

2.07-9,72

6,92

0,00

2,94-16,31

7,37

0,00

3,23-26,30

26,48

0,00

9,57-73,27

4,79

0,00

2,93-16,31

10,96

0,00

4,51-26,59

035

036

M. ARIFIN SUYARDI, ANCE ANDRIANI, BENNY L. PRIYATNA

Tabel 8. Hubungan berbagai faktor yang berpengaruh terhadap anemia


VARIABEL
Pola makan
Asupan
Energi
KH
Protein
Fe
B12
As. Folat
Laboratorium
Feritin serum
(Constant)

B
0,043383

SE B
0,011036

T
3,931

Sig T
0,0001*

-1,88537
-0,001386
0,013270
0,106993
0,100391
4,272178

2,09130
0,001388
0,005306
0,022185
0,171224
0,001524

-0,902
-0,998
2,501
4,823
0,586
0,28

0,3693
0,3204
0,0138*
0,0000*
0,5589
0,9777

3,110
-3,361734

0,851
0,776350

3,654
-4,330

0,0004*
0,0000

PEMBAHASAN
Di bagian potong perapihan ada 160
orang TKW, setelah dilakukan pemeriksaan
ternyata yang memenuhi syarat penelitian
125 orang, hal ini memenuhi persyaratan
besar sampel minimum. Pengukuran terhadap zat kimia di ruangan tidak dilakukan
karena ruangan potong perapihan ini tidak
terpapar oleh zat kimia.
Kisaran umur subjek penelitian ialah
2033 tahun, dengan rata-rata (X SD) 25
2,72, dengan tingkat pendidikan sama yaitu
tamat SLTA, lama kerja dengan median 56
minggu dan mempunyai kisaran 2448
minggu (Tabel 1). Penghasilan atau tingkat
pendapatan berdasarkan upah minimum
regional (UMR, 1998) golongan menengah
Rp. 198.000 1.000.000/bulan. Pada subjek
penelitian pendapatan tergolong rendah 69
orang (55,2%), sedangkan golongan menengah 56 orang (44,8%) (Tabel 1). Berarti
lebih dari separuh subjek penelitian mempunyai penghasilan rendah. Menurut
Husaini penghasilan kurang akan mempengaruhi kemampuan daya beli, sehingga
berdampak terhadap pola makan (Husaini
et al., 1989).
Terdapatnya hubungan bermakna
(p<0,05) antara pola makan dengan kadar
hemoglobin menunjukkan bahwa pola
makan yang kurang sangat berisiko terjadinya anemia (Tabel 6).
Dari 125 orang didapat 78 orang
mempunyai kadar Hb < 12 g/dl, sehingga

dapat disimpulkan bahwa prevalensi


anemia pada TKW di pabrik sepatu
Tangerang adalah 62,4% (Tabel 2).
Prevalensi ini lebih tinggi bila disbandingkan dengan penelitian Li dkk di Beijing
(Muhilal dkk, 1994), diperoleh prevalensi
anemia 34%, sedangkan Mackilligin menemukan prevalensi anemia berkisar 30
50% pada TKW dengan berbagai ragam
produksi. Prevalensi anemia yang lebih
tinggi pada penelitian ini erat hubungannya
dengan intake kadar protein, KH, zat besi,
vitamin B12 dan asam folat yang rendah
(Tabel 7).
Pemeriksaan kadar vitamin B12
serum dan asam folat serum hanya dilakukan terhadap 31 orang TKW yang
mempunyai indikasi kekurangan yaitu
pada TKW yang hasil pemeriksaan darah
merahnya
menunjukkan
morfologi
makrositer (> 96 fl) dan retikulosit < 0,5%.
Ternyata hampir separuhnya menunjukkan
kadar vitamin B12 serum dan asam folat
serum kurang/defisiensi (Tabel 2).
Seperti ditunjukkan pada Tabel 3,
gambaran anemia pada penelitian ini
adalah: (1) penderita anemia seluruhnya 78
orang (62,4%), (2) anemia gizi 55 orang
(44%), dan (3) anemia yang belum diketahui
sebabnya 23 orang (18,4%). Adapun anemia
gizi gambarannya adalah anemia gizi
kurang zat besi/Fe 44 orang (35,2%),
anemia gizi kurang vitamin B12 dua orang
(1,6%), anemia kurang zat besi/Fe +
vitamin B12 empat orang (3,2%), anemia

GAMBARAN ANEMIA GIZI DAN KAITANNYA DENGAN ASUPAN SERTA POLA MAKAN PADA
TENAGA KERJA WANITA DI TANGERANG, BANTENG

kurang zat besi/Fe + asam folat dua orang


(1,6%), anemia gizi kurang vitamin B12 +
asam folat seorang (0,8%), anemia kurang
zat besi/Fe + vitamin B12 + asam folat dua
orang (1,6%). Tidak ada anemia yang
disebabkan hanya kekurangan asam folat
saja. Anemia kekurangan asam folat selalu
disertai kekurangan zat gizi lainnya.
Angka kecukupan gizi (AKG)
Indonesia yang dianjurkan pada wanita
pekerja ringan menurut Widyakarya
Nasional Pangan dan Gizi 1993 (Li et al.,
1993), yaitu 2050 kalori, protein 48 gram, zat
besi 26 mg, vitamin B12 satu mg, asam folat
160 g, dinilai cukup bila asupan 80%
sampai 120% AKG. Dalam penelitian ini,
didapatkan asupan energi subjek penelitian
tergolong rendah bila dibandingkan dengan
asupan energi AKG di Indonesia (1993)
yang dianjurkan bagi wanita pekerja ringan.
Diperoleh 73 orang (58,4%) mempunyai
energi kurang dari 1640 kalori (Tabel 4).
Jumlah kalori pada penelitian ini lebih
tinggi daripada penelitian Mackilligin
(1995) pada TKW di lima pabrik yaitu 1351
kalori, demikian juga peneliti Husaini
(1989) di Bogor mendapatkan 1513 kalori.
Pada
penelitian
ini
terdapat
hubungan bermakna antara asupan energi
dengan anemia (p<0,05) dan OR 4,5 (Tabel
7), berarti asupan energi kurang mempunyai risiko untuk terjadinya anemia 4,5
kali. Ternyata dengan analisis multivariat
energi bukan salah satu faktor yang
menentukan. Hal ini kemungkinan karena
interaksi dengan faktor-faktor yang lain
secara statistik dan dalam hal ini sesuai
dengan teori yang mengatakan bahwa
faktor-faktor yang berpengaruh adalah zat
besi, pola makan dan protein (Tabel 8).
Asupan karbohidrat pada TKW di
pabrik sepatu ini, di dapat 89 orang (71,2%)
mempunyai asupan karbohidrat kurang,
yaitu < 266,5 g. Rata-rata asupan karbohidrat (XSD) 258,74 28,95 g (Tabel 4).
Angka ini lebih tinggi dari peneliti
Mackilligin (1995) yaitu 239,6 g. Dengan uji
statistik hubungan antara asupan karbohidrat dengan anemia terdapat hubungan
bermakna (p<0,05) (Tabel 7), berarti asupan
kurang karbohidrat, berhubungan dengan

anemia. Dengan uji statistik analisis


multivariat karbohidrat bukan salah satu
faktor yang menentukan (Tabel 8). Hal ini
kemungkinan karena interaksi dengan
faktor-faktor yang lain secara statistik, yang
sesuai dengan kepustakaan bahwa faktor
yang paling berpengaruh terhadap anemia
yaitu zat besi, pola makan dan protein.
Asupan protein pada penelitian ini
di dapat 82 orang (68,8%) protein kurang
dari 48 g, dengan rata-rata (XSD) 39 9,95
g (Tabel 4). Hasil ini lebih rendah dari
anjuran asupan protein menurut AKG,
tetapi masih lebih tinggi dari yang dilakukan oleh Mackilligin. Peneliti Mackilligin
(1995) meneliti asupan makan rata-rata
dalam tiga hari mendapatkan jumlah
asupan protein total pada TKW 35,2 g. Bila
dilihat hubungan asupan protein dengan
anemia uji statistik terdapat hubungan
bermakna (p<0,05) (Tabel 7). Demikian pula
dilakukan pada analisis multivariat, protein
merupakan faktor yang paling berpengaruh
terhadap anemia (Tabel 8). Hal ini sesuai
dengan kepustakaan yang mengatakan
pembentukan terhadap hemoglobin dimulai dengan penggabungan protein-asam
amino glisin dan suksinil koenzim A
dengan katalis oleh enzim delta amino
leavuleic acid (ALA), hingga terbentuk
hem (Kaplan, 1987; Hoofbrand, 1992). Jadi
kekurangan protein mengakibatkan pembentukan hem terganggu.
Asupan zat besi pada penelitian ini
68 orang (54,4%) dengan rata-rata (XSD)
18,47 2,33 mg (Tabel 4) adalah asupan zat
besi yang kurang dari AKG Indonesia 1993.
Demikian pula Mackilligin (1995) yang
meneliti pada lima pabrik di Jakarta melaporkan bahwa asupan zat besi pada TKW
sangat rendah yaitu 8,5 mg. Hubungan zat
besi dengan anemia secara uji statistik
mempunyai hubungan bermakna (p<0,05)
dan mempunyai OR 26,48 (Tabel 7). Berarti
asupan zat besi kurang ada hubungannya
dengan anemia dan asupan zat besi kurang
mempunyai risiko 26,5 kali untuk terjadinya anemia. Dengan analisis multivariat,
didapat p<0,05, berarti zat besi merupakan
faktor yang menentukan terhadap terjadinya anemia. (Tabel 8). Hal ini sesuai dengan

037

038

M. ARIFIN SUYARDI, ANCE ANDRIANI, BENNY L. PRIYATNA

kepustakaan yang menyatakan zat besi


merupakan komponen dari hem sehingga
akan
mempengaruhi
terbentuknya
hemoglobin.
Defisiensi feritin serum pada TKW
58 orang (46,4%) (Tabel 2) yang menyebabkan anemia 52 orang (41,6%) sedangkan
enam orang yang mengalami defisiensi
feritin serum, tidak menderita anemia.
Hubungan feritin serum dengan anemia
secara statistik berhubungan bermakna
(p<0,05), dan mempunyai OR 10,79, berarti
defisiensi feritin serum mempunyai risiko
11 kali untuk terjadinya anemia, bila
dibandingkan dengan feritin serum normal
(Tabel 5). Dengan uji statistik analisis
multivariat didapat p<0,05, berarti feritin
serum menentukan terhadap terjadinya
anemia (Tabel 8).
Asupan vitamin B12 berdasarkan
Food Frequency Amount (FFA) 71 orang
(56,8%) subjek penelitian tergolong cukup,
sedangkan 54 orang (43,3%) tergolong
kurang (Tabel 4). Hasil penelitian ini lebih
rendah sedikit dari penelitian Husin (1997)
yang mendapat asupan vitamin B12 sebesar
1,48 g/hari. Hubungan asupan vitamin B12
dengan anemia secara statistik mempunyai
hubungan bermakna (p<0,05) (Tabel 7). Hal
ini sesuai dengan kepustakaan yang mengatakan bahwa asupan vitamin B12 mempunyai hubungan dengan anemia gizi yaitu
menyebabkan gangguan maturasi sitoplasma eritrosit (Cooper & Bernard, 1995).
Asupan asam folat berdasarkan
FFA, subjek penelitian 86 orang (68,8%)
tergolong rendah. Nilai asupan asam folat
pada TKW kurang dari 80% asam folat
menurut AKG Indonesia (1993) (Tabel 4).
Dari penelitian Quinn dan Basu (1996)
didapatkan asupan asam folat yang rendah
sebesar 17% pada wanita. Demikian pula
Russel dan Suter (1993) dalam survei di
Boston menemukan 6% wanita yang tinggal
bebas di masyarakat mengkonsumsi asam
folat kurang dari 2/3 RDA Amerika (1989).
Dalam hal ini faktor primer terjadinya
defisiensi asam folat adalah asupan yang
kurang atau karena bahan makanan sumber
asam folat seperti sayuran berdaun hijau
umumnya (98%) rusak akibat proses

pemasakan. Kendala lain dalam menilai


asupan asam folat ini adalah karena belum
lengkapnya data asam folat pada berbagai
jenis makanan atau karena jumlahnya yang
sangat kecil, sehingga tidak berarti harus
dikonsumsi dalam jumlah yang cukup
banyak atau frekuensi asupan yang sering
(Brock et al., 1979). Dengan uji statistik
asupan asam folat dengan anemia mempunyai hubungan bermakna (p<0,05) (Tabel
7), berarti kurangnya asupan asam folat
berhubungan dengan anemia. Asam folat
memegang
peranan
penting
untuk
hemopoesis normal yaitu pada proses pembentukan DNA dalam pembentukan sel
baru seperti halnya produksi sel darah
merah (Goodman and Gilmans, 1992).
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Rentangan TKW 20 23 tahun
dengan latar belakang pendidikan menengah (100% tamat SLTA), pengetahuan
gizi kurang 45 orang (36,0%), subjek
sebagian besar berpenghasilan rendah 69
orang (55,2%), dan sebagian besar 67 orang
sudah bekerja lebih dari 52 minggu.
Prevalensi anemia seluruhnya 78
orang (62,4%) terdiri dari anemia gizi 55
orang (44,0%), anemia yang belum diketahui sebabnya 23 orang (18,4%). Anemia
gizi meliputi anemia defisiensi Fe 44 orang
(35,2%), anemia defisiensi vitamin B12 dua
orang (1,6%), anemia defisiensi Fe + vit. B12
empat orang (3,2%), anemia defisiensi vit.
B12 + asam folat seorang (0,8%), anemia
defisiensi Fe + vit. B12 + asam folat dua
orang (1,6%).
Anemia gizi pada penelitian ini berhubungan dengan pola makan kurang dan
asupan gizi yang rendah terutama sumber
protein, zat besi dan kadar feritin serum
yang rendah.
Saran
Kurangnya asupan makanan terutama energi, protein, karbohidrat, zat besi,
vitamin B12 dan asam folat, maka perlu diberikan penyuluhan tentang bahan sumber
makanan tersebut.

GAMBARAN ANEMIA GIZI DAN KAITANNYA DENGAN ASUPAN SERTA POLA MAKAN PADA
TENAGA KERJA WANITA DI TANGERANG, BANTENG

Prevalensi anemia 62,4%. Prevalensi


anemia kurang zat besi 35,2% oleh karena
itu perlu diberikan suplementasi zat besi
secara teratur, khususnya pada TKW
anemia dengan dosis 60 mg satu kali perminggu selama 16 minggu dalam setahun.
Pada saat haid tablet zat besi ditambahkan
satu kali sehari selama sepuluh hari.
Perlu adanya kantin dengan pengelolaan makanan yang baik di tempat
kerja.
Masih tingginya prevalensi anemia
yang belum diketahui penyebabnya (18,4%)
perlu diteliti lebih lanjut.
KEPUSTAKAAN
Badan Pusat Statistik 1997. Indikator Sosial Wanita
Indonesia. Badan Pusat Statistik, Jakarta.
Brock JF, Davidson SS and Passmore R 1979. Human
Nutrition and Dietetic, 7th ed., hal 100-104, 145148, Churchill Livingstone, London dan New
York.
Cooper MD & Bernard A 1995. Approach to the
Diagnosis and Management of Anemia in Current
Theraphy in Hematology Oncology., Kelton J.G. &
Schiller J.G., eds 5th ed., hal 53-59, Mosby, New
York, Philadelphia, Chicago.
DeMaeyer E and Adiels-Tegman M 1985. The
Prevalence of Anemia in The World. Wld. Hl th.
Stat.Q. 38, 302-316.
Goodman and Gilmans 1992. Iron and Folic Acid
dalam The Pharmacological Basis of Therapeutics,
8th ed., Hal 1282-96, 1302-06, Pergamon Press.,
USA.
Hoofbrand AV 1992. Erythropoesis and Anemia.
dalam Essential Haemotologi, 3rd ed, Blackwell
Scientific Publications, Boston.

Husaini MA, Suharno D, Husaini YK, Siagian UL


1989. Study Nutritional Anemia An Assesment of
Information Compilation for Supporting and
Formulating National Policy and Program.
Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Kaplan BH 1987. Syntetic and Metabolic Activities of
the Erythrocyte dalam the Molecule Basic of Blood
Disease, hal 100-118, WB Sanders Company
Philadelphia.
Li R, Chen XC, Yan HC, Daurenberg P, Garby L,
Hautvast JGAJ 1993. Prevalence and Type of
Anemia in Female Cotton Mill Workers in Beijing,
China., dalam Functional Consequences of Iron
Deficiency in Chinese Female Workers, hal 19-37.
Mackilligin J, Giessler C, Asmuni R, Matulessy P and
Jalil H 1984. Anemia In Woman Workers in Five
Factories Presented at INACG Meeting,
Denpasar., hal 14-18.
Muhilal, Jusat I, Djalal P, dan Tarwotjo IG 1994.
Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan, dalam
Risalah Widyakarya Pangan dan Gizi V 1993,
(Rivai M.A., Nontji A., Erwidodo, Djalal F., Fariaz
D., dan Fallah T.S., eds) hal 421-450. Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Prawiroharjo S 1990. Fisiologi Haid dalam Ilmu
Kebidanan., ed Wiknjosastro H., Sumapraja S.,
Saifuddin B.A.., Yayasan Bina Pustaka, Jakarta.
Sayogo S 1995. Beberapa Penelitian Mengenai Anemia
di Masyarakat. Seminar sehari mengenai anemia.
FKUI, Jakarta, 18 April.
Tripathy K, Duque, Bolanos O, Lotero H and Mayoral
LG 1972. Malabsorption Syndrome in Ascariasis.
Am. J. Clin. Nutr. 25, 1276-81.
Weatherall DJ 1987. Anemia: Pathophysiology,
classification, and clinical features, dalam Oxford
Textbook
of
Medicine
(Weatherall
D.J.,
Ledingham J.G.G. and Warell D.A., eds), 2nd ed.,
hal 1966-72. Oxford University Press, Oxford.

039

You might also like