Professional Documents
Culture Documents
Submitted: August 28th, 2019, revised: October 31st, 2019, approved: December 2nd, 2019
ABSTRACT
Background. One of nutrition health problems in the developing country is anemia. In anemia,
the most common nutrition risk factor is the inadequate intake of macro and micronutrients.
Inadequate nutrients intake may affect hemoglobin (Hb) synthesis in anemia subjects. Objective.
This study aimed to identify energy, protein, iron, folic acid, vitamin C, vitamin A, and zinc intake in
anemia subjects compared with nutritional adequacy rate (RDA). Method. The population based
cross-sectional studies were conducted from primary data of previous research on March until
December 2018, titled “Observasi Klinik Formula Jamu Anemia in 2018”. Total subjects were
83 anemia women aged 16-49 years old. Food consumption data collected by interviews using
24 hours food recall. The analysis of nutrients using the Nutrisurvey programme. Results. The
results showed that majority of nutritional status is normal. Intake levels of iron, folic acid, and zinc
were less compared to the recommended dietary allowance (RDA) in all subjects. Meanwhile,
intake levels of energy, protein, vitamin C, and vitamin A were adequate. Bivariat analysis with
chi-square showed that no significant correlation between anemia state with nutrients intake
(p>0.05). Conclusion. Anemic childbearing age women on average have lower intakes of iron,
folic acid, and zinc than RDA.
ABSTRAK
Latar Belakang. Anemia merupakan salah satu permasalahan gizi yang banyak terjadi di
negara berkembang. Faktor gizi yang turut berkontribusi terhadap kejadian anemia diantaranya
adalah kurangnya asupan zat gizi yang memengaruhi pembentukan Hemoglobin (Hb) pada
penderita anemia. Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran konsumsi energi,
protein, zat besi, asam folat, vitamin C, vitamin A, dan seng pada subjek penderita anemia
dibandingkan dengan angka kecukupan gizi (AKG) yang diduga menjadi faktor penyebab anemia.
Metode. Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross-sectional dan merupakan bagian
dari penelitian “Observasi Klinik Formula Jamu Anemia” yang dilakukan pada bulan Maret-
Desember 2018. Jumlah subjek sebanyak 83 orang dengan rentang usia 16-49 tahun. Data
konsumsi makanan dikumpulkan dengan wawancara menggunakan food recall 24 jam dan
selanjutnya dianalisis dengan program Nutrisurvey. Hasil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
sebagian besar subjek memiliki status gizi normal. Tingkat konsumsi zat besi, asam folat, dan
seng subjek kurang dari AKG, konsumsi energi dalam kategori cukup, dan konsumsi protein,
vitamin A serta vitamin C lebih dari AKG. Hasil uji bivariat chi-square menunjukkan tidak ada
korelasi yang bermakna antara status anemia dengan konsumsi zat gizi (p>0,05). Kesimpulan.
Wanita usia subur (WUS) yang menderita anemia rata-rata memiliki tingkat konsumsi zat besi,
asam folat, dan seng kurang dari AKG.
39
MGMI Vol. 11, No. 1, Desember 2019: 39-48
40
Profil Konsumsi Zat Gizi... (Wijayanti E, Fitriani U)
sampel dilakukan dengan menggunakan teknik konsumsi energi dikategorikan energi kurang
purposive sampling. Variabel yang dianalisis (<70% AKG) dan cukup (≥70% AKG) dan protein
meliputi status anemia, status gizi, tingkat dikategorikan kurang (<80% AKG) dan cukup
konsumsi energi, protein, zat besi, asam folat, (≥80% AKG). Sedangkan tingkat kecukupan zat
vitamin C, vitamin A, dan seng. Status anemia besi, asam folat, vitamin C, vitamin A, dan seng
ditentukan berdasarkan data hasil pengukuran dikategorikan kurang (<100% AKG) dan cukup
kadar Hb yang dikategorikan menjadi anemia (≥100% AKG).1 Analisis data dilakukan secara
ringan (kadar Hb:11,0-11,9 g/dL) dan anemia univariat dan bivariat menggunakan chi-square.
sedang (kadar Hb:8,0-10,9 g/dL). 4,11
Status Penelitian “Observasi Klinik Formula Jamu
gizi ditentukan berdasarkan penghitungan Anemia” telah mendapatkan persetujuan dari
indeks massa tubuh (IMT) yang selanjutnya Komisi Etik Penelitian Kesehatan dari Badan
dikategorikan menjadi kurus (IMT <18,5 kg/m2), Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
normal (IMT 18,5-22,9 kg/m ), gemuk (IMT 23,0-
2
dengan nomor LB.02.01/5.2/KE.063/2016.
24,9 kg/m ), obesitas I (IMT 25,0-29,9 kg/m ),dan
2 2
Pada Tabel 2, diketahui gambaran konsumsi konsumsi zat besi dari subjek sebesar 8,35±2,67
zat gizi subjek dalam sehari dibandingkan dengan mg dan hanya memenuhi 32,11 persen dari AKG,
persentase AKG. Konsumsi zat gizi meliputi sedangkan asam folat dengan rerata konsumsi
energi, protein zat besi, asam folat, vitamin C, subjek sebesar 223,75±86,79 mg per hari. Rerata
vitamin A, dan seng. Pada penelitian ini diketahui konsumsi vitamin C sebesar 125,26±113,57 mg
rerata asupan energi sebesar 1683,44±222,37 perhari dan mencapai 167,01 persen dari AKG.
kkal/hari. Tingkat konsumsi energi ini memenuhi Demikian juga rerata tingkat konsumsi vitamin A
77,39 persen AKG, sedangkan asupan protein subjek yang mencapai 157,13 persen dari AKG.
dalam sehari 57,67±13,21 g dan memenuhi Rerata konsumsi seng per hari memenuhi 57,63
100,59 persen AKG yang dianjurkan. Rerata persen dari AKG yang dianjurkan.
41
MGMI Vol. 11, No. 1, Desember 2019: 39-48
Hasil analisis bivariat dengan menggunakan ini tidak menunjukkan korelasi bermakna
uji chi-square antara konsumsi zat gizi (energi, (p>0,05). Sedangkan tingkat konsumsi zat besi
protein, zat besi, asam folat, vitamin C, vitamin A, dengan status anemia tidak dianalisis karena
dan seng) dengan status anemia pada penelitian tidak memenuhi persyaratan uji.
Tabel 3. Distribusi Subjek menurut Status Anemia, Status Gizi, dan Konsumsi Zat Gizi
Indikator n % Indikator n %
42
Profil Konsumsi Zat Gizi... (Wijayanti E, Fitriani U)
Pada Tabel 3 diketahui lebih dari separuh IMT kategori kurus dibandingkan dengan
(73,5%) subjek memiliki status anemia tingkat yang memiliki IMT normal.1 Hal ini berbeda
sedang. Status gizi subjek berdasarkan IMT, dengan penelitian yang dilakukan di Iran yang
sebagian besar memiliki status gizi normal menunjukkan tidak ada perbedaan kadar
(53%), terdapat 10 orang subjek yang memiliki Hb, mean corpuscular volume (MCV), serum
status gizi kurang. Sedangkan berdasarkan Iron, total iron binding capacity (TIBC), indeks
zat gizi yang dikonsumsi subjek, sebanyak saturasi transferin, dan kadar feritin dengan
lebih dari dua pertiga subjek memiliki tingkat IMT.16 Penelitian Supriyono et al, Tahun 2010
konsumsi energi yang cukup (81,3%). Tingkat menyebutkan sebanyak 32 persen WUS yang
konsumsi protein dan vitamin A pada sebagian mengalami anemia gizi besi juga mengalami
besar subjek tergolong cukup yakni sebanyak obesitas.17 Hasil penelitian Wahyuningsih et al,
65 subjek, demikian halnya dengan konsumsi menunjukkan tidak ada hubungan antara status
vitamin C termasuk dalam kategori cukup (48 gizi dengan status anemia subjek.18
subjek). Tingkat konsumsi zat besi seluruh subjek Hasil analisis terhadap konsumsi zat gizi
termasuk kurang dari AKG yang dianjurkan, berupa energi, protein, zat besi, asam folat,
sedangkan hampir seluruh subjek penelitian vitamin C, vitamin A, dan seng pada subjek WUS
memiliki tingkat konsumsi asam folat dan seng penderita anemia dibandingkan AKG, diketahui
yang kurang. tingkat konsumsi energi rata-rata tergolong
rendah dibandingkan AKG pada semua
PEMBAHASAN tingkatan umur, akan tetapi tingkat kecukupan
Pada penelitian ini, mayoritas subjek yang konsumsi energi termasuk kategori cukup (≥70%
merupakan WUS mengalami anemia tingkat AKG).1 Penelitian yang dilakukan Aritonang
sedang berdasarkan klasifikasi anemia menurut et al, melaporkan bahwa tingkat konsumsi
WHO dimana rerata kadar Hb yang dimiliki <11 energi berpengaruh terhadap kejadian anemia.
g/dL. Wanita usia reproduksi merupakan salah Subjek dengan konsumsi energi yang rendah
satu kelompok yang berisiko tinggi mengalami cenderung lebih rentan mengalami anemia
anemia.9,13,14 Wanita usia subur rentan mengalami dibanding dengan yang konsumsi energinya
anemia dimana salah satu penyebabnya karena cukup.4 Energi diperlukan dalam proses fisiologis
mengalami siklus menstruasi setiap bulan tubuh antara lain dalam metabolisme zat gizi.
sehingga terjadi peningkatan kebutuhan zat Kekurangan asupan energi akan menghambat
besi.4 Status gizi responden berdasarkan IMT proses pembentukan Hb. 19,20 Penelitian lain
pada penelitian ini sebagian besar normal dan menyebutkan bahwa kekurangan konsumsi
masih terdapat status gizi kurang. Jumlah total energi meningkatkan risiko anemia karena
subjek penderita anemia yang memiliki status terjadi pemecahan protein yang digunakan untuk
gizi normal dan kurus lebih banyak dibandingkan energi. Hal ini menyebabkan ketidakseimbangan
dengan subjek dengan status gizi gemuk dan dalam tubuh yang berakibat pada gangguan
obesitas. Penelitian yang dilakukan Sihombing dalam proses pembentukan Hb. 20 Hasil ini
et al, menunjukkan bahwa responden kurus berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh
memiliki peluang mengalami anemia dibanding Sudigno et al, bahwa tingkat konsumsi energi
dengan yang tidak kurus.15 Penelitian Sudigno tidak berhubungan dengan kejadian anemia.1
et al, juga menyebutkan bahwa kejadian anemia Konsumsi protein subjek penelitian sebagian
pada WUS cenderung terjadi pada WUS dengan besar tergolong cukup meskipun masih terdapat
43
MGMI Vol. 11, No. 1, Desember 2019: 39-48
subjek dengan tingkat konsumsi protein yang besi.10 Penelitian Siahaan et al, menyebutkan
kurang. Hasil uji statistik menunjukkan tidak bahwa asupan zat besi akan memengaruhi
terdapat hubungan antara tingkat konsumsi peningkatan Hb hampir sembilan kali
protein dengan status anemia. Wanita usia subur dibandingkan asupan seng, vitamin B9, vitamin
meskipun tingkat konsumsi proteinnya cukup B12, dan vitamin C.23 Pada penelitian ini rata-
namun tetap mengalami anemia, kemungkinan rata asupan zat besi subjek lebih didominasi
karena cukupnya konsumsi protein tidak disertai oleh sumber zat besi non-heme dibandingkan
dengan kecukupan konsumsi sumber zat besi dengan besi heme. Berdasarkan hasil recall
yang siap pakai (sumber hewani). Protein yang makanan subjek penelitian diketahui dalam
dikonsumsi cenderung berasal dari protein sehari subjek mengonsumsi karbohidrat nasi
nabati yang memiliki bioavailabilitas yang sebanyak 3-6 centong. Hal ini sesuai dengan
lebih rendah, sehingga kurang mendukung hasil survei konsumsi makanan individu yang
dalam pembentukan Hb.21 Hal ini tidak sesuai dilakukan oleh Kementerian Kesehatan Tahun
dengan penelitian yang menyebutkan jika pada 2004 yang menunjukkan bahwa sebanyak 97,7
umumnya penderita anemia tingkat konsumsi persen penduduk Indonesia mengonsumsi
proteinnya rendah akan berdampak pada beras, sementara diketahui kandungan zat besi
asupan dari zat besi yang ikut rendah sehingga dalam 100 gram beras hanya sebesar 1,8 mg.4
berisiko mengalami anemia.22 Protein merupakan Hasil recall juga menunjukkan bahwa dalam
komponen utama dari globin yang berperan sehari sebagian besar subjek mengonsumsi
dalam transportasi dan penyimpanan zat besi. protein nabati seperti kacang-kacangan dan
Selain itu, di dalam usus halus penyerapan zat olahannya seperti tahu, tempe, sari kedelai
besi dibantu oleh heme carrier protein (HCP1).20 serta protein dari sayuran dengan porsi yang
Absorbsi zat besi di dalam usus halus dibantu lebih banyak dibandingkan sumber hewani.
protein yang bertindak sebagai alat angkut yakni Bahan makanan dari nabati seperti kacang-
transferin dan feritin.23 kacangan, sayuran serta serealia kaya akan
Konsumsi zat besi subjek seluruhnya sumber zat besi non-heme.18,26,27 Konsumsi
masuk dalam kategori kurang bila dibandingkan sumber zat besi yang berasal dari non-heme
dengan angka kecukupan yang dianjurkan. memiliki bioavailabilitas yang lebih rendah yaitu
Zat besi merupakan komponen penting dalam 2-10 persen dibandingkan dengan zat besi heme
pembentukan Hb. Apabila jumlah zat besi yang memiliki bioavailabilitas mencapai 25-30
dan simpanan besi dalam tubuh cukup, maka persen.9,27
kebutuhan untuk pembentukan sel darah Tingkat konsumsi asam folat dari seluruh
merah dalam sumsum tulang akan tercukupi. subjek dalam penelitian ini masih tergolong
Namun bila simpanan zat besi dan asupan kurang dibandingkan angka kecukupan
zat besi dari makanan kurang, maka akan yang dianjurkan. Defisiensi asam folat dapat
terjadi ketidakseimbangan zat besi sehingga menyebabkan gangguan pematangan inti
menyebabkan anemia gizi besi.24 Terlepas dari eritrosit sehingga berpengaruh terhadap bentuk
tingginya kebutuhan zat besi, terdapat beberapa dan ukuran sel darah merah.24 Kekurangan
faktor yang menjadi penyebab tingginya asam folat dapat menjadi penyebab terjadinya
prevalensi defisiensi besi, yakni asupan zat besi anemia megaloblastik dengan kadar MCV yang
inadekuat, tingkat bioavailabilitas zat besi yang tinggi.28 Defisiensi asam folat menyebabkan
rendah dari diet sehari-hari, dan bioavailabilitas gangguan metabolisme DNA yang selanjutnya
rendah dari besi karbonil.25 Selain itu dapat mengakibatkan perubahan morfologi inti sel
terjadi karena adanya gangguan absorpsi zat seperti sel darah merah, sel darah putih, sel
44
Profil Konsumsi Zat Gizi... (Wijayanti E, Fitriani U)
epitel lambung, dan usus. Asam folat terlibat yang dianjurkan. Hasil uji statistik menunjukkan
dalam metabolisme asam amino diantaranya tidak terdapat hubungan antara tingkat konsumsi
asam amino glisin yang merupakan bahan vitamin A dengan status anemia (p>0,05). Hal ini
utama sintesis heme.3 Pemberian asam folat tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan
berhubungan dengan penurunan 40 persen di Malaysia bahwa terdapat hubungan antara
risiko anemia pada wanita hamil dan 35 persen anemia defisiensi besi dengan defisiensi
penurunan risiko anemia megaloblastik.29 vitamin A.14 Vitamin A berfungsi dalam membantu
Zat gizi yang memengaruhi penyerapan penyerapan zat besi dan pembentukan Hb. Zat
zat besi dalam tubuh salah satunya adalah besi bersama dengan retinol akan diangkut oleh
retinol binding protein (RBP) dan transferin yang
vitamin C. Vitamin C berfungsi dalam
disintesis di dalam hati.3 Adanya defisiensi vitamin
metabolisme besi yaitu mempercepat absorpsi
A dapat mengakibatkan gangguan mobilisasi zat
zat besi di usus dan terlibat dalam mobilisasi
besi dari hati.3,24 Pada penelitian ini, meskipun
simpanan besi terutama hemosiderin dalam
subjek mengonsumsi vitamin A cukup namun
limpa.30 Vitamin C mempunyai peranan yang
masih mengalami anemia, kemungkinan karena
sangat penting dalam penyerapan besi terutama
kecukupan konsumsi vitamin A tidak diimbangi
dari besi non-heme yang banyak ditemukan
dengan kecukupan konsumsi zat besi. Penelitian
dalam produk makanan nabati. Vitamin C juga
Suharno et al, menyebutkan bahwa terdapat
menghambat pembentukan hemosiderin yang
penurunan prevalensi anemia saat vitamin A dan
sulit dimobilisasi untuk membebaskan besi bila
zat besi diberikan dalam waktu bersamaan.34
diperlukan. Asupan vitamin C makanan yang
Hampir seluruh responden memiliki tingkat
dikonsumsi bersama makanan yang kaya akan
konsumsi seng yang kurang dari angka kecukupan
zat besi dapat meningkatkan penyerapan zat
yang dianjurkan. Hasil uji statistik menunjukkan
besi secara signifikan.31 Pada penelitian ini,
hubungan yang tidak berbeda bermakna antara
tingkat konsumsi vitamin C dari subjek tergolong
kategori konsumsi seng dengan status anemia
cukup. Hasil analisis bivariat antara konsumsi
(p>0,05). Hal ini tidak sesuai dengan penelitian
vitamin C dengan status anemia tidak terdapat
di Peru yang menunjukkan adanya peningkatan
perbedaan yang signifikan (p>0,005). Hal
kadar feritin dan Hb pada subjek yang diberikan
ini kemungkinan karena konsumsi makanan
suplementasi besi dan seng. 35 Pemberian
sumber vitamin C dari subjek tidak diimbangi
suplemen dalam bentuk kombinasi zat besi
dengan konsumsi makanan yang kaya sumber
dan seng lebih efektif dalam meningkatkan
zat besi. Vitamin C hanya dapat meningkatkan
status besi dan mengurangi prevalensi anemia
penyerapan zat besi ketika dikonsumsi bersama-
dibandingkan suplemen zat besi dan seng yang
sama dengan makanan sumber zat besi. 32
diberikan secara terpisah.36,37 Mikronutrien seng
Selain itu, kemungkinan karena vitamin C yang
juga berfungsi sebagai kofaktor dalam reaksi
dikonsumsi subjek berasal dari buah-buahan oksidasi retinol, dimana konsentrasi retinol
segar yang masih mengandung serat cukup plasma berkaitan dengan konsentrasi besi
tinggi. Kandungan serat yang tinggi dalam buah- plasma dan Hb.24 Mikronutrien seng berperan
buahan maupun sayuran dapat menjadi salah dalam beberapa enzim yang banyak ditemukan
satu faktor yang dapat menghambat penyerapan dalam sel darah merah. Selain itu, seng juga
zat besi.33 berperan dalam pertukaran oksigen.3 Seng akan
Tingkat konsumsi vitamin A pada sebagian berinteraksi langsung dengan zat besi sebagai
besar subjek dalam penelitian ini termasuk kofaktor enzym amino levuline acid (ALA) yang
kategori cukup bila dibandingkan dengan AKG berperan dalam sintesis heme saat berada
45
MGMI Vol. 11, No. 1, Desember 2019: 39-48
pada sitosol sel sumsum tulang. Sintesis heme dan Wanita Usia Subur (WUS). Jakarta:
akan terganggu jika tubuh mengalami defisiensi Direktorat Gizi Masyarakat Kementerian
seng.23 Kesehatan; 2016.
5. World Health Organization. The Global
KESIMPULAN Prevalence of Anaemia in 2011. Geneva:
Wanita usia subur yang menderita anemia World Health Organization; 2015.
rata-rata memiliki tingkat konsumsi zat besi,
6. Sumarlan ES, Windiastuti E, Gunardi H.
asam folat, dan seng kurang dari AKG.
Iron Status, Prevalence and Risk Factors
of Iron Deficiency Anemia Among 12- to
SARAN
15-Year-Old Adolescent Girls from Different
Perlu dilakukan pemantauan status besi
Socioeconomic Status in Indonesia. Makara
pada WUS secara rutin sebagai tindakan
J Heal Res. 2018;22(2): 46–52.
pencegahan terjadinya anemia, serta diharapkan
agar WUS memperhatikan asupan zat gizi baik 7. Agrawal S, Misra R, Aggarwal A. Anemia
makro dan mikro yang diperlukan tubuh untuk in Rheumatoid Arthritis: High Prevalence of
sintesis heme dalam upaya mengurangi risiko Iron-Deficiency Anemia in Indian Patients.
terkena anemia. Rheumatol Int. 2006;12(12): 1091-5.
8. World Health Organization. Worldwide
UCAPAN TERIMA KASIH Prevalence of Anaemia 1993-2005, WHO
Ucapan terima kasih kepada Kepala Balai Global Database of Anaemia. Geneva:
Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman World Health Organization; 2008.
Obat dan Obat Tradisional beserta semua staf, 9. Thompson B. Combating Iron Deficiency:
rekan-rekan, dan peneliti di Rumah Riset Jamu Food-based Approaches. In: Thompson B,
Hortus Medicus serta para subjek atas kerja Amiroso L, editors. Combating Micronutrients
samanya dalam penelitian ini. Deficiencies: Food-based Approaches.
Rome: Food and Agriculture Organization
DAFTAR PUSTAKA
of United Nations; 2011.
1. Sudigno, Sandjaja. Prevalensi dan Faktor
10. Ekayanti I. Efek Pemberian Zat Gizi Mikro
Risiko Anemia pada WUS di Rumah
terhadap Keberhasilan Suplementasi Besi
Tangga Miskin di Kabupaten Tasikmalaya
pada Wanita Anemia. Disertasi. Surabaya:
dan Ciamis, Provinsi Jawa Barat. Jurnal
Universitas Airlangga, 2005.
Kesehatan Reproduksi. 2016;7(2):71–82.
11. World Health Organization. Haemoglobin
2. World Health Organization. WHA Global
Concentrations for the Diagnosis of Anaemia
Nutrition Targets 2025: Anaemia Policy
Brief. Geneva: World Health Organization; and Assessment of Severity. Geneva: World
2012. Health Organization; 2001.
3. Sahana ON, Sumarmi S. Hubungan Asupan 12. Kanazawa M, Yoshiike N, Osaka T, Numba Y,
Mikronutrien dengan Kadar Hemoglobin Zimmet P, Inoue S. Criteria and Classification
pada Wanita Usia Subur (WUS). Media Gizi of Obesity in Japan and Asia-Oceania. Asia
Indonesia. 2015;10(2):184–91. Pac J Clin Nutr. 2002;11(s8): 732–7.
4. Kementerian Kesehatan, Direktorat Gizi 13. Pasricha SR, Flecknoe-Brown SC, Allen
Masyarakat. Pedoman Pencegahan dan KJ, Gibson PR, McMahon LP, Roger SD,
Penanggulangan Anemia pada Remaja Putri et al. Diagnosis and Management of Iron
46
Profil Konsumsi Zat Gizi... (Wijayanti E, Fitriani U)
Deficiency Anaemia: A Clinical Update. Med 21. Nugroho FA, Handayani D, Apriani Y. Asupan
J Aust. 2010;193(9): 525–32. Protein Nabati dan Kejadian Anemia WUS
14. Al-Mekhlafi HM, Al-Zabedi EM, Al-Maktari Vegan. J Gizi Pangan. 2015;10(3): 165–70.
MT, Atroosh WM, AL-Delaimy AK, Moktar N, 22. Aritonang E, Siagian A. Research Article
et al. Effects of Vitamin A Supplementation Relation Between Food Consumption and
on Iron Status Indices and Iron Deficiency Anemia in Children in Primary School in a
Final Disposal Waste Area. Pakistan J Nutr.
Anaemia: A Randomized Controlled Trial.
2017;16(4): 242–8.
Nutrients. 2014;6(1):190–206 doi:10.3390/
nu6010190. 23. Siahaan G, Siallagan RF, Purba R,
Oppusungu R. Mikronutrien Penyebab
15. Sihombing M, Riyadina W. Faktor-faktor
Anemia pada Pengguna Narkoba di Medan
yang Berhubungan dengan Anemia pada
Tembung. Media Gizi Indonesia. 2018;
Pekerja di Kawasan Industri Pulo Gadung 13(2): 89–99.
Jakarta. Media Penelit dan Pengemb
24. Cendani C, Murbawani EA. Asupan
Kesehat. 2009;19(3): 116–24.
Mikronutrien, Kadar Hemoglobin dan
16. Ghadiri-anari A, Nazemian N, Vahedian- Kesegaran Jasmani Remaja Putri. Media
Ardakani HA. Association of Body Mass Med Indones. 2011;45(1): 26–33.
Index with Hemoglobin Concentration and 25. Sjoberg A, Hulthen L. Comparison of
Iron Parameters in Iranian Population. ISRN Food Habits, Iron Intake and Iron Status
Hematol. 2014;2014: 525312. in Adolescents Before and After The
17. Dieny FF, Widyastuti N, Fitranti DY, Nissa Withdrawal of The General Iron Fortification
C, Tsani FA. Defisiensi Besi pada WUS in Sweden. Eur J Clin Nutr. 2015;69(4): 494-
Pranikah Obesitas. MGMI. 2019;10(2): 500. doi:10.1038/ejcn.2014.291
101–10. 26. Sato AP, Fujimori E, Szarfarc SC, Borges AL,
Tsunechiro MA. Food Consumption and Iron
18. Wahyuningsih U, Khomsan A, Ekawidyani
Intake of Pregnant and Reproductive Aged
KR. Asupan Zat Gizi, Status Gizi dan Status
Women. 2010;18(2): 247-54.
Anemia pada Remaja Laki-laki Pengguna
27. Aspuru K, Villa C, Bermejo F, Herrero P,
Narkoba di Lembaga Pemasyarakatan Anak
Lopez SG. Optimal Management of Iron
Pria Tangerang. J Gizi dan Pangan. 2014;
Deficiency Anemia Due to Poor Dietary
9(1): 23–8.
Intake. Int. J. Gen. Med. 2011;4: 741–50.
19. Rahmawati KD. Analisis Faktor Penyebab
28. Milman N. Anemia -Still a Major Health
Kejadian Anemia Gizi Besi pada Remaja
Problem in Many Parts of the World ! Ann
Putri di SMAN 2 Kota Bandar Lampung Hematol. 2011;90(4): 369–77.
Tahun 2011. Skripsi. Jakarta: Universitas
29. Muwakhidah. Efek Suplementasi Fe,
Indonesia, 2011.
Asam Folat dan Vitamin B12 terhadap
20. Mantika AI, Mulyati T. Hubungan Asupan Peningkatan Kadar Hemoglobin (Hb) pada
Energi, Protein, Zat Besi dan Aktivitas Fisik Pekerja Wanita (di Kabupaten Sukoharjo).
dengan Kadar Hemoglobin Tenaga Kerja Tesis. Semarang:Program Pasca Sarjana
Wanita di Pabrik Pengolahan Rambut PT. Universitas Diponegoro, 2009.
Won Jin Indonesia. J Nutr Coll. 2014;3(4): 30. Zarianis. Efek Suplementasi Besi-Vitamin C
848–54. dan Vitamin C terhadap Kadar Hemoglobin
47
MGMI Vol. 11, No. 1, Desember 2019: 39-48
48