You are on page 1of 37

POLITIK DINASTI, AKUNTABILITAS, DAN KINERJA

KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH DI INDONESIA

NURITOMO Universitas Atma


Jaya Yogyakarta HILDA
ROSSIETA
Universitas Indonesia

Abstract
This study aims to examine the impact of dynastic politics in the
accountability and financial performance of local governments in
Indonesia. The study also examines whether public accountability can
weaken the negative effects of the practice of dynastic politics of the local
government's financial performance.
Using a sample of 112 regions years and OLS Regresion Method,
the study found that the practice of dynastic politics negatively affect public
accountability and no effect on the financial performance of local
government. Political dynasties have not affect to the financial performance
caused most of the regions in Indonesia have very high dependency on
central government funding. Local Source Revenue (Pendapatan Asli
Daerah/PAD) is only able to contribute about 10% of total revenues and the
proportion of the greatest sources of revenue are derived from natural
resource revenue sharing.
The study also found that the practice of dynastic politics is only
have negative effect on the regions that has a weak internal control system.
In regions with good internal control system, political dynasties have not
affect financial performance, especially financial performance measured by
the increase in PAD. This research is the first empirical evidence examines
the political dynastic impact in the accountability and financial
performance of local governments in Indonesia.
Keyword: Accountability, Financial Performance, Internal Control System,
PAD, Political Dynasty

SNA 17 Mataram, Lombok


Universitas Mataram
24-27 Sept 2014
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dalam tiga dekade terakhir, banyak negara berkembang telah melakukan
reformasi politik yang demokratis. Demokrasi muncul sebagai proses multidimensional
dengan salah satu fitur yang paling penting adalah pengaturan pemilihan umum yang
bebas dan teratur (Vergne, 2009). Dari tahun 1990 dan 2000, jumlah negara yang
dikelola oleh pejabat terpilih dalam pemilihan yang kompetitif meningkat dari 60
menjadi 100 (Beck et al, 2001).
Demokrasi mendorong akuntabilitas dengan menyediakan kompetisi politik, dan
membantu pemerintahan untuk menjadi lebih efisien dengan mengurangi masalah moral
hazard (Barro, 1973; Ferejohn, 1986) dan mengurangi fenomena adverse selection
(Rogoff, 1990). Demokrasi diharapkan dapat mengurangi politisi yang tidak kompeten
dan memberikan meningkatkan pengelolaan pemerintahan yang efisien. Namun
demikian, para politisi menghadapi masalah dalam tekanan pemilu yang dapat
menyebabkan politisi untuk memanipulasi kebijakan publik dalam rangka
meningkatkan kesempatan mereka untuk pemilihan ulang (Vergne, 2009).
Pasca runtuhnya pemerintahan Presiden Soeharto pada tahun 1998, Indonesia
memasuki fase baru dalam pemetintahan dan demokrasi. Presiden Soeharto yang telah
memerintah Indonesia selama hampir 32 tahun digantikan oleh Presiden BJ Habibie
menandai berakhirnya orde baru dan dimulainya orde reformasi. Pemerintahan Orde
baru yang memiliki kecenderungan sentralistik diubah menjadi desentralistik pada era
reformasi ini. Reformasi birokrasi dan otonomi daerah menjadi salah satu isu utama era
reformasi ini.
Reformasi birokrasi dilakukan untuk dapat mewujudkan good governance dan
clean government sebagai perwujuduan dari penerapan konsep new public management
(NPM). Konsep new public management yang diusulkan oleh Christopher Hood (1991)
menganut tujuh prinsip dasar yaitu profesionalisme dalam manajemen sektor publik,
menggunakan ukuran kinerja dan standar kinerja, penekanan pada output dan outcome
control, desentralisasi, mengadopsi mekanisme pasar dalam sektor publik, mengadopsi
teknik pengelolaan sektor swasta ke dalam sektor publik, dan disiplin dalam
menggunakan sumber daya publik.
Salah satu poin dalam UU Nomor 32 tahun 2004 yang menjadi perhatian utama
publik adalah pemberlakuan pemilihan kepala daerah secara langsung (pemilukada).
Sistem ini diharapkan dapat memperkuat sistem pemerintahan daerah di Indonesia,
2

SNA 17 Mataram, Lombok


Universitas Mataram
24-27 Sept 2014
meningkatkan kinerja pemerintah daerah serta lebih dapat menyerap aspirasi
masyarakat sehingga pembangunan yang dilakukan dapat menyesuaikan kebutuhan
daerah.
Perkembangan sistem politik yang sentralistik di masa orde baru menjadi sistem
pemilihan langsung di masa reformasi membuat perubahan struktur kepemimpinan
daerah di Indonesia. Pada era orde baru, kecenderungan yang ada adalah pemimpin
daerah umumnya ditunjuk dari pusat dan berasal dari kalangan militer. Hal ini berubah
pada era reformasi, karena rakyat diberikan kesempatan untuk memilih sendiri
pemimpin mereka. Harapannya, dengan pemilihan langsung ini maka kinerja
pemerintah yang terpilih akan lebih baik dan lebih bertanggungjawab kepada rakyat
yang memilihnya. Jika kinerja mereka buruk, tentu rakyat dapat menghukum mereka
pada pemilihan kepala daerah berikutnya.
Tujuan mulia desentralisasi fiskal dan kekuasaan ini tampaknya tidak berjalan
sempurna. Pemilihan langsung yang diharapkan memberikan kepemimpinan alternatif
yang lebih baik dalam memajukan daerah tidak sepenuhnya berhasil. Politik patrimonial
yang kuat dalam politik telah menempatkan lembaga-lembaga demokrasi dalam posisi
yang rapuh (Choi, 2009). Masalah lainnya yang muncul adalah meningkatnya
kecenderungan eksekutif yang lebih kuat dari legislatif. Hal ini berdampak pada checks
and balances kurang efektif. Sesuai dengan UU No 32 Tahun 2004 dan Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. maka kepala
daerah saat ini tidak lagi bertanggung jawab kepada DPRD karena mereka dipilih secara
langsung oleh rakyat, bukan oleh legislatif.
Pemilihan kepala daerah langsung juga menjadi salah satu sebab munculnya
masalah politik dinasti. Politik dinasti dapat diartikan secara sederhana sebagai
sejumlah kecil keluarga mendominasi distribusi kekuasaan (Querrubin, 2010). Asako et
al. (2010) mendefinisikan politisi dinasti seperti mereka yang mewarisi jabatan publik
yang sama dari anggota keluarga mereka yang memegangnya sebelum mereka.
Thompson (2007) berpendapat bahwa dinasti politik sebagai jenis lain transmisi
kekuatan politik baik langsung maupun tidak langsung, yang melibatkan hubungan
keluarga.
Sebagai negara yang penduduknya memiliki rata-rata tingkat pendidikan rendah
dan kemiskinan tinggi, proses demokrasi di Indonesia sangat rentan terhadap
tumbuhnya dinasti politik. Praktik dinasti politik ini juga tampaknya semakin
3

SNA 17 Mataram, Lombok


Universitas Mataram
24-27 Sept 2014
mengkhawatirkan dengan jumlahnya yang terus meningkat. Praktik dinasti politik di
Indonesia semakin jelas dan terpapar dari barat Indonesia sampai Indonesia bagian
timur. Selain Banten, praktik dinasti politik tampaknya juga terjadi di Lampung, Riau,
Belitung, Sumatera Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Kalimantan, Bali,
Sulawesi, dan daerah lainnya dengan sebaran yang semakin merata diseluruh Indonesia.
Data dari Kementerian Dalam Negeri mengidentifikasi ada 57 kepala daerah
yang membangun dinasti politik di beberapa daerah di Indonesia. Dari 57 kepala daerah
yang mencalonkan para anggota keluarga yang memiliki pertalian darah, hanya 17 di
antaranya yang kalah di arena pilkada. Selebihnya, mereka menjadi pemenang
menggantikan kekuasaan keluarganya (Hasibuan, 2013). Hal ini menunjukan bahwa
angka keberhasilan para pemimpin daerah melanggengkan politik dinasti cukup kuat
dan berhasil.
Meskipun dinasti politik menjadi perhatian yang besar dalam rencana revisi UU
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 12 Tahun 2008, penelitian berkaitan tentang dinasti politik masih
jarang dilakukan. Berbagai pendapat negatif mengenai politik dinasti masih
memerlukan pembuktian empiris. Penelitian tentang hubungan antara politik dinasti
dengan akuntabilitas dan kinerja keuangan pemerintah daerah masih sangat jarang di
lakukan, bahkan sejauh pengetahuan peneliti, penelitian ini merupakan penelitian
pertama yang meneliti hubungan akuntabilitas dan kinerja keuangan pemerintah daerah
dengan praktik politik dinasti.
Penelitian ini memberikan beberapa kontribusi, baik teoritis maupun praktik.
Penelitian ini memberikan bukti empiris pertama tentang hubungan praktik politik
dinasti dengan akuntabilitas dan kinerja keuangan pemerintah daerah dengan
menyelidiki pengaruh praktik politik dinasti di Indonesia terhadap akuntabilitas dan
kinerja keuangan pemerintah daerah. Penelitian ini juga menguji dampak penerapan
akuntabilitas publik yang diproksikan oleh penerapan sistem pengendalian intern
pemerintah daerah terhadap hubungan antara praktik politik dinasti dan kinerja
keuangan pemerintah daerah. Penelitian ini juga dapat menjadi tambahan informasi bagi
pemerintah untuk melakukan kajian atas peraturan tentang pemerintah daerah di
Indonesia serta dalam upaya membangun akuntabilitas yang lebih baik bagi keuangan
daerah.

SNA 17 Mataram, Lombok


Universitas Mataram
24-27 Sept 2014
Perumusan Masalah
Penelitian ini menguji pengaruh praktik politik dinasti terhadap kinerja
keuangan pemerintah daerah. Penelitian ini akan mengeksplorasi tentang pengaruh
praktik politik dinasti terhadap akuntabilitas keuangan pemerintah daerah di Indonesia.
Penelitian juga akan menguji pengaruh praktik politik dinasti terhadap kinerja keuangan
pemerintah daerah serta dampak akuntabilitas publik terhadap hubungan antara praktik
politik dinasti dengan kinerja keuangan pemerintah daerah.

KERANGKA TEORITIS DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS


Agency Theory
Secara alami, masalah keagenan akan muncul karena setiap individu
diasumsikan mempunyai preferensi untuk memaksimalkan kepentingan pribadi yang
kemungkinan besar berlawanan dengan kepentingan individu lain (Jensen dan
Meckling, 1976). Untuk meminimalisasi masalah keagenan yang muncul akibat
perbedaan kepentingan ini maka dibuatlah kontrak antara prinsipal dan agen. Hal yang
sama terjadi dalam pemerintahan, yaitu kontrak antara agen (pemerintah) dengan
prinsipal (rakyat).
UU No 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah sebagai rujukan kontrak
formal antara rakyat dan pemerintah. UU tersebut menyatakan secara tegas bahwa
bupati dan walikota dipilih oleh rakyat dan bertanggungjawab atas perencanaan,
pelaksanaan dan pertanggungjawaban program pemerintah. Mekanisme pemilihan
menunjukan bahwa terdapat pelimpahan wewenang dari rakyat kepada kepala daerah.
Proses ini menunjukan adanya hubungan keagenan antara rakyat dan kepala daerah,
kepala daerah berperan sebagai agen dan rakyat merupakan prinsipal dalam rerangka
hubungan keagenan. DPRD yang dipilih oleh rakyat menjadi perwakilan rakyat, seperti
halnya dewan komisaris yang dipilih oleh para pemegang saham untuk mewakili
mereka.
Pemilihan agen yang tepat dan berkompeten merupakan salah satu langkah
utama dalam upaya meminimalisasi biaya keagenan yang mungkin ditimbulkan serta
dapat meningkatkan kesejahteraan prinsipal. Proses pemilihan agen bersifat demokratis
sesuai dengan amanat UU Nomor 32 Tahun 2004 yang diharapkan dapat meningkatkan
kinerja agen dalam meningkatkan kesejahteraan prinsipal masih menyisakan masalah,
salah satunya adalah masalah politik dinasti.

SNA 17 Mataram, Lombok


Universitas Mataram
24-27 Sept 2014
Public Choice Theory
Public choice theory menggunakan asumsi dan teknik dari bidang ekonomi
untuk menggambarkan, menganalisis, dan memprediksi perilaku dalam demokrasi
sektor publik (Schneider dan Damanpour, 2002). Teori ini berkontribusi sebagai
landasan teoritis dalam refleksi besar pada ukuran dan fungsi pemerintah (Schneider
dan Damanpour, 2002). Teori ini diduga sebagai salah satu pemicu gerakan reformasi
pemerintah di seluruh dunia (Aucoin ,1990; Gray dan Jenkins, 1995).
Asumsi perilaku dalam PCT terletak pada prinsip-prinsip yang menjadi ciri
bidang ekonomi dalam ilmu-ilmu sosial dan berfokus pada individu sebagai unit analisis
(dikenal sebagai metodologi individualisme) dan mengasumsikan bahwa individu
menunjukkan perilaku rasional untuk memaksimalkan utilitas mereka (Mueller, 1989
dalam Schneider dan Damanpour, 2002). Teori ini menyatakan bahwa individu
termotivasi oleh kepentingan diri sendiri mereka (Buchanan dan Tullock, 1962 dalam
Schneider dan Damanpour, 2002). PCT menyatakan bahwa pejabat terpilih dan birokrat
pemerintah yang mengaku termotivasi oleh kepentingan umum pada proses pemungutan
suara seringkali berupaya memaksimalkan kepentingan diri mereka dan menggunakan
sektor publik sebagai tempat mereka untuk melakukannya di bawah kedok kepentingan
umum (Schneider dan Damanpour, 2002).

Politik Dinasti
Politik dinasti dapat diartikan secara sederhana sebagai sejumlah kecil keluarga
mendominasi distribusi kekuasaan (Querrubin, 2010). Asako et al. (2010)
mendefinisikan politisi dinasti seperti mereka yang mewarisi jabatan publik yang sama
dari anggota keluarga mereka yang memegangnya sebelum mereka. Thompson (2007)
berpendapat bahwa dinasti politik sebagai jenis lain transmisi kekuatan politik baik
langsung maupun tidak langsung, yang melibatkan hubungan keluarga. Pada penelitian
ini, politik dinasti peneliti artikan sebagai perpindahan maupun perluasaan kekuasaan
dalam level eksekutif (kepala daerah) yang dilakukan dalam suatu keluarga (baik
sedarah maupun semenda). Pemilihan kepala daerah langsung juga menjadi salah satu
sebab munculnya masalah politik dinasti.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan politisi dinasti dalam
mempertahankan dan memperluas basis kekuasaan mereka. Pertama, nama keluarga
memberikan keuntungan pemilu atas pesaing non-dinasti (Rossi, 2009). Filipina
memiliki kecenderungan partai politik dan pemilih memilih anggota keluarga
6

SNA 17 Mataram, Lombok


Universitas Mataram
24-27 Sept 2014
terkemuka untuk berpartisipasi dalam pemilihan karena mereka percaya calon dengan
nama keluarga terkenal berfungsi lebih baik dari satu tanpa (Mc.Coy, 2009).
Pengendalian negara yang lemah dan oligarki keluarga yang kuat juga memberikan
kontribusi terhadap munculnya dinasti politik, terutama di negara-negara demokrasi
baru (Mc.Coy, 2009). Dal Bo et al. (2009) berpendapat bahwa ada korelasi yang kuat
antara masa jabatan kepala daerah dengan kecenderungannya untuk menciptakan dinasti
politik. Semakin lama incumbent melayani kantor, kesempatan yang lebih besar bagi
anggota keluarga yang lain untuk mengisi jabatannya.

Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah


Kinerja adalah gambaran pencapaian pelaksanaan suatu
kegiatan/program/kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi
organisasi (Bastian, 2006). Secara umum, kinerja merupakan prestasi yang dicapai oleh
organisasi dalam periode tertentu. Dalam mengukur keberhasilan/kegagalan suatu
organisasi, semestinya tidak hanya dilakukan pada input (masukan) program, tetapi juga
pada keluaran manfaat dari program tersebut. Kinerja keuangan pemerintah daerah
adalah kemampuan suatu daerah untuk menggali dan mengelola sumber keuangan asli
daerah dalam memenuhi kebutuhannya guna mendukung berjalannya sistem
pemerintahan, pelayanan ke-pada masyarakat dan pembangunan daerah.
Peneliti menggunakan rasio desentralisasi fiskal dan kemandirian daerah sebagai
ukuran kinerja keuangan pemerintah daerah dalam penelitian ini. Untuk menilai
kemampuan daerah dalam meningkatkan kemampuan keuangan daerahnya, peneliti
manambahkan ukuran peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) sebagai salah satu
ukuran kinerja keuangan daerah dalam penelitian ini.

Akuntabilitas Keuangan Pemerintah Daerah


Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 menyatakan bahwa dalam rangka
mendukung terwujudnya good governance dalam penyelenggaraan negara, pengelolaan
keuangan negara perlu diselenggarakan secara profesional, terbuka dan bertanggung
jawab sesuai dengan aturan pokok yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar.
Salah satu poin penting dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang
keuangan negara adalah menyatakan bahwa akuntabilitas merupakan salah satu unsur
penting dalam mendukung terwujudnya good governance di Indonesia.

SNA 17 Mataram, Lombok


Universitas Mataram
24-27 Sept 2014
Akuntabilitas keuangan memiliki fokus utama pelaporan yang akurat dan tepat
waktu tentang penggunaan dana publik, yang biasanya dilakukan melalui laporan yang
telah diaudit secara profesional. Tujuan utamanya adalah untuk memastikan bahwa dana
publik telah digunakan untuk tujuan-tujuan yang telah ditetapkan secara efisien dan
efektif.
Penelitian ini menggunakan opini audit BPK RI terhadap laporan keuangan
pemerintah daerah sebagai ukuran akuntabilitasnya. Opini digunakan karena merupakan
hasil akhir dari suatu proses transparansi publik yang dilakukan oleh pemerintah daerah.
Sesuai dengan UU No 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Daerah, laporan keuangan
auditan merupakan salah satu cara penerapan akuntabilitas laporan keuangan dan opini
merupakan simpulan atas pemeriksaan yang dilakukan.

Sistem Pengendalian Intern


Salah satu wujud pelaksanaan tata kelola pemerintahan yang baik (good public
governance) adalah dengan penerapan sistem pengendalian intern di lingkungan
pemerintah. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 mengatur tentang Sistem
Pengenalian Intern Pemerintah mendefinisikan Sistem Pengendalian Intern sebagai
proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus
oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas
tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan
pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan
perundang-undangan.
PP No 60 Tahun 2008 tentang SPIP menyatakan bahwa pemerintah daerah
adalah gubernur, bupati, atau walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan daerah dan bertanggung jawab atas efektivitas
penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern di lingkungan masing-masing. Secara
konsep pelaksanaan pengendalian intern diharapkan dapat menghilangkan praktek-
praktek korupsi karena proses pemerintahan akan dilakukan secara transparan sehingga
dapat diawasi oleh masyarakat dan dapat dipertanggungjawabkan secara berkala.
Penerapan PP 60 Tahun 2008 ini merupakan suatu wujud komitmen pemerintah untuk
membangun tata kelola pemerintahan yang baik.

SNA 17 Mataram, Lombok


Universitas Mataram
24-27 Sept 2014
Telaah Penelitian Terdahulu
Barro (1973) dan Ferejohn (1986) menyatakan bahwa demokrasi mendorong
akuntabilitas dengan menyediakan kompetisi politik, dan membantu pemerintahan
untuk menjadi lebih efisien dengan mengurangi masalah moral hazard serta mengurangi
fenomena adverse selection (Rogoff, 1990). Desentralisasi kekuasaan dan keuangan
diharapkan memberikan dampak negatif terhadap praktik korupsi, serta meningkatkan
pertumbuhan ekonomi (Pellegrini dan Gerlagh, 2008; Akai et al., 2007; Dincer et al.,
2010). Namun demikian, Politik patrimonial yang kuat dalam politik telah
menempatkan lembaga-lembaga demokrasi dalam posisi yang rapuh (Choi, 2009). Hal
ini berdampak pada checks and balances kurang efektif.
Politik patrimonial mengakibatkan terjadinya praktik politik dinasti. Nama
keluarga dianggap memberikan keuntungan pemilu atas pesaing non-dinasti (Rossi,
2009). Partai politik dan pemilih untuk memilih anggota keluarga terkemuka untuk
berpartisipasi dalam pemilihan karena mereka percaya calon dengan nama keluarga
terkenal berfungsi lebih baik (Mc.Coy, 2009). Pengendalian negara yang lemah dan
oligarki keluarga yang kuat juga memberikan kontribusi terhadap munculnya dinasti
politik, terutama di negara-negara demokrasi baru (Mc.Coy, 2009). Dal Bo et al. (2009)
berpendapat bahwa ada korelasi yang kuat antara masa jabatan kepala daerah dengan
kecenderungannya untuk menciptakan dinasti politik. Semakin lama incumbent
melayani kantor, kesempatan yang lebih besar bagi anggota keluarga yang lain untuk
mengisi jabatannya.
Asako et al. (2010) menyatakan bahwa dinasti politik berpotensi menghambat
pembangunan ekonomi dan melemahkan daya saing pemilu. Mereka menemukan
bahwa daerah-daerah di bawah kendali politisi dinasti kurang efektif dalam membawa
pembangunan ekonomi kepada masyarakat, meskipun mereka menerima alokasi
anggaran yang lebih dari pemerintah pusat. Keberadaan dinasti politik juga mempersulit
munculnya calon alternatif bagi rakyat karena politisi dinasti memiliki kesempatan yang
lebih baik untuk memenangkan pemilihan umum sehingga kepala daerah yang terpilih
berkualitas rendah (Querrubin, 2010). Mendoza et.al (2012) menemukan bahwa
prevalensi politik dinasti tidak selalu berkorelasi dengan kemiskinan yang tinggi,
standar hidup yang rendah atau pembangunan manusia. Sampai saat ini, belum ada
penelitian yang menghubungkan antara praktik politik dinasti dengan kinerja dan
akuntabilitas keuangan.

SNA 17 Mataram, Lombok


Universitas Mataram
24-27 Sept 2014
Kerangka Pemikiran
Untuk memudahkan memahami alur dari penelitian ini serta variabel yang
digunakan maka peneliti membuat kerangka dari penelitian ini sebagai berikut:

Gambar 1: Kerangka Penelitian

Penelitian ini akan menguji hubungan antara praktik politik dinasti dengan
akuntabilitas publik dan kinerja keuangan pemerintah daerah dan melakukan analisis
apakah akuntabilitas publik yang diproksikan oleh pengendalian internal dapat
memperlemah dampak negatif praktik politik dinasti terhadap kinerja pemerintah
daerah. Politik dinasti yang menurunkan jabatan maupun memperluas kekuasaan
eksekutif kepada keluarga dapat menyebabkan penurunan kinerja dan menghambat
pembangunan ekonomi (Asako et al., 2010). Sistem pengendalian internal sebagai salah
satu wujud tata kelola pemerintahan yang baik diharapkan mampu meminimalisasi
dampak negatif yang disebabkan oleh praktik politik dinasti ini.

Pengembangan Hipotesis
Asako et al., (2010) menyatakan bahwa dinasti politik berpotensi menghambat
pembangunan ekonomi dan melemahkan daya saing pemilu. Mereka menemukan
bahwa daerah-daerah di bawah kendali politisi dinasti kurang efektif dalam membawa
pembangunan ekonomi kepada masyarakat, meskipun mereka menerima alokasi
anggaran yang lebih dari pemerintah pusat. Keberadaan dinasti politik juga
mempersulit munculnya calon alternatif bagi rakyat karena politisi dinasti memiliki
kesempatan yang lebih baik untuk memenangkan pemilihan umum (Quetrubin, 2010).
Hal ini menyebabkan munculnya kepala daerah dengan kualitas yang rendah dan pada
akhirnya akan mempengaruhi kemampuan mereka dalam mengelola dana publik dan
10

SNA 17 Mataram, Lombok


Universitas Mataram
24-27 Sept 2014
menghasilkan pembangunan ekonomi. Berdasarkan penelitian diatas maka disusun
hipotesis:
H1: Praktik Politik Dinasti Berpengaruh Negatif Terhadap Akuntabilitas
Keuangan Pemerintah Daerah
H2: Praktik Politik Dinasti Berpengaruh Negatif Terhadap Kinerja
Keuangan Pemerintah Daerah

Politik patrimonial yang kuat dalam politik telah menempatkan lembaga-


lembaga demokrasi dalam posisi yang rapuh (Choi, 2009) dan berdampak pada checks
and balances kurang efektif. Masalah ini dapat diminimalisasi dengan sistem tata kelola
yang baik dan proses checks dan balances yang lebih kuat melalui sistem pengendalian
internal yang kuat. Penelitian yang dilakukan Effendi (2009) dan Murhaban (2010)
menunjukkan bahwa pengendalian internal berpengaruh positif terhadap tata kelola
pemerintahan yang baik. Peningkatan kualitas pengendalian internal dapat
meningkatkan kualitas dan transparansi dalam informasi keuangan (Donaldson, 2005).
Berdasarkan penelitian diatas maka disusun hipotesis:

H3: Akuntabilitas Publik yang diproksikan oleh Sistem Pengendalian


Intern Pemerintah Daerah Dapat Meminimalisir Dampak Negatif Praktik
Politik Dinasti Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah.

METODE PENELITIAN
Sampel Penelitian
Sampel pada penelitian ini adalah kabupaten dan kotamadya yang
kepemimpinan daerahnya menjalankan praktik politik dinasti. Jumlah daerah yang
terindikasi melakukan praktik politik dinasti di Indonesia sebanyak 37 daerah. Dari 37
daerah tersebut, 6 kepala daerah diantaranya baru menjabat sejak 2013 sehingga total
daerah yang menjadi sampel adalah sebanyak 31 daerah.
Mengingat jumlah sampel yang tidak terlalu besar dibandingkan total populasi
yang tidak melakukan politik dinasti (hanya sekitar 6% dari total daerah tingkat II)
maka penelitian menggunakan sampel pembanding (matched sample) dalam analisis ini.
Sampel pembanding diambil dengan mempertimbangkan ukuran dan letak geografis
daerah (total aset, total pendapatan, dan berada dalam provinsi yang sama). Laporan
keuangan pemerintah daerah yang digunakan dalam analsis adalah laporan keuangan
11

SNA 17 Mataram, Lombok


Universitas Mataram
24-27 Sept 2014
pemda tahun 2011 dan 2012, karena praktik politik dinasti semakin banyak dilakukan
pada tahun-tahun ini.

Jenis dan Sumber Data


Jenis sumber data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder yang
bersumber dari Laporan Keuangan Pemerintah Daerah dan Laporan Hasil Pemeriksaan
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) serta pencarian
menggunakan media surat kabar maupun media online untuk memastikan daerah yang
terindikasi politik dinasti dan non politik dinasti. Karena pemerintah tidak
mempublikasikan data tentang daerah yang terindikasi politik dinasti maka penelusuran
data ini dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan berbagai media tersebut.

Variabel Operasional
Variabel Dependen
Variabel dependen dalam penelitian adalah akuntabilitas dan kinerja keuangan
pemerintah daerah. Akuntabilitas diukur menggunakan opini laporan keuangan
pemerintah daerah. Nilai 1 untuk opini wajar tanpa pengecualian, nilai 2 untuk opini
wajar tanpa pengecualian dengan paragraf penjelas, nilai 3 untuk opini wajar dengan
pengecualian, nilai 4 untuk opini tidak menyatakan pendapat dan nilai 5 untuk opini
tidak wajar. Kinerja keuangan pemerintah daerah yang digunakan adalah rasio
desentralisasi fiskal, rasio kemandirian daerah, serta pertumbuhan pendapatan asli
daerah (PAD). Perhitungan rasio tersebut dilakukan dengan rumus berikut (Halim,
2001):
Rasio Desentralisasi Fiskal: Total PAD x 100%
Total Pendapatan Daerah

Rasio Kemandirian Daerah : Total PAD x 100%


(DBHP+SDA+DAK+DAU)

Pertumbuhan PAD : PADt x 100%


PADt-1

12

SNA 17 Mataram, Lombok


Universitas Mataram
24-27 Sept 2014
Dimana:
PAD : Pendapatan Asli Daerah
DBHP : Dana Bagi Hasil Pusat
SDA : Bagi Hasil Sumber Daya Alam
DAK : Dana Alokasi Khusus
DAU : Dana Alokasi Umum

Variabel Independen
Variabel independen dalam penelitian adalah: Praktik politik dinasti yang diukur
dengan menggunakan variabel dummy, nilai 1 jika daerah tersebut terindikasi
menjalankan politik dinasti pada kepala daerah dan nilai 0 untuk daerah yang tidak
menjalankan praktik politik dinasti. Politik dinasti yang dimaksud seperti yang telah
dijelaskan pada bab 2.

Variabel Moderasi
Penelitian ini memasukan variabel sistem pengendalian internal sebagai faktor
yang dapat melemahkan hubungan negatif antara praktik politik dinasti dan kinerja
keuangan pemerintah daerah. Sebagai salah satu variabel penentu tata kelola
pemerintahan yang baik, pengendalian internal diharapkan dapat meminimalisasi
dampak negatif yang diakibatkan oleh praktik politik dinasti terhadap kinerja keuangan
pemetintah daerah. Pengendalian internal diukur menggunakan hasil evaluasi sistem
pengendalian intern yang dilakukan oleh BPK RI seperti yang dilaporkan dalam
Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI.
Sesuai dengan jumlah temuan dalam laporan tersebut, pemerintah daerah yang
memiliki temuan masalah pengendalian internal yang lebih banyak menunjukan kualitas
pengendalian internal yang lebih buruk dibandingkan daerah dengan temuan yang
sedikit. Jumlah temuan kelemahan sistem pengendalian internal yang banyak akan
memiliki sistem pengendalian intern yang lebih lemah dibandingkan jumlah daerah
dengan temuan yang lebih sedikit.

Metode Pengujian dan Analisis Data


Penelitian ini akan diuji dengan menggunakan analisis regresi berganda. Analisis
regresi pada dasarnya adalah penelitian mengenai ketergantungan variabel dependen
dengan satu atau lebih variabel independen, dengan tujuan untuk mengestimasi dan atau
13

SNA 17 Mataram, Lombok


Universitas Mataram
24-27 Sept 2014
memprediksi rata-rata populasi atau nilai rata-rata variabel dependen berdasarkan nilai
variabel yang diketahui (Gujarati dan Porter, 2009). Persamaan yang akan di uji adalah:
Model pengujian (1)
(+) (-) (+) (-) (-)
0 + 1DINASTIi,t + 2ASETi,t + 3PUSATi,t+ 4BPi,t + 5BMi,t+
OPINIi,t =
6KDi,t + 7SPIi,t+ 8D_YEARSi,t + i,t
(+) (+) (?)

Model pengujian (2)


(-) (+) (-) (-) (+)
0 + 1DINASTIi,t + 2ASETi,t + 3PUSATi,t+ 4BPi,t + 5BMi,t+
KINERJAi,t =
6SPIi,t + 7KDi,t+ 8D_YEARSi,t + i,t
(-) (-) (?)
Model pengujian (3)
(-) (-) (+) (-)
0 + 1DINASTIi,t + 2DINASTI i,t * SPIi,t + 3ASETi,t + 4PUSATi,t
KINERJAi,t =
+ 5BPi,t + 6BMi,t+ 7KDi,t + 8SPIi,t+ 9D_YEARSi,t + i,t
(-) (+) (-) (-) (?)
Keterangan:
KINERJA : Kinerja keuangan pemerintah daerah dengan ukuran rasio desentralisasi
fiskal, rasio kemandirian daerah, dan pertumbuhan PAD
DINASTI : Praktik politik dinasti, diukur dengan dummy 1 untuk daerah dengan
kepala daerah yang berlatar belakang politik dinasti serta 0 untuk daerah
dengan kepala daerah bukan berlatar belakang politik dinasti.
OPINI : Akuntabilitas diukur menggunakan opini atas laporan keuangan
pemerintah daerah, nilai 1 untuk opini wajar tanpa pengecualian, nilai 2
untuk opini wajar tanpa pengecualian dengan paragraf penjelas, nilai 3
untuk opini wajar dengan pengecualian, nilai 4 untuk opini tidak
menyatakan pendapat dan nilai 5 untuk opini tidak wajar
SPI : Sistem pengendalian intern, diukur sesuai dengan jumlah temuan
kelemahan pengendalian intern pemerintah daerah berdasarkan laporan
BPK RI.
ASET : Ukuran daerah, diukur menggunakan jumlah total aset daerah.

14

SNA 17 Mataram, Lombok


Universitas Mataram
24-27 Sept 2014
PUSAT : Total pendapatan berasal dari pusat, merupakan penjumlahan antara
Dana Bagi Hasil Pusat, Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam, Dana
Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus yang diterima daerah sesuai
yang dilaporkan pada Laporan Keuangan Pemerintah Daerah.
BP : Belanja Pegawai, diukur dengan besar belanja pegawai yang dikeluarkan
daerah sesuai yang dilaporkan pada Laporan Keuangan Pemerintah
Daerah.
BM : Belanja Modal, diukur dengan besar belanja modal yang dikeluarkan
daerah sesuai yang dilaporkan pada Laporan Keuangan Pemerintah
Daerah.
KD : Kerugian Daerah, diukur dengan besarnya total kerugian daerah sesuai
dengan temuan dalam laporan pemeriksaan BPK RI.
D_YEARS : Dummy tahun, nilai 1 untuk tahun 2012 dan 0 untuk tahun 2011.
Rasio desentralisasi fiskal : total pendapatan asli daerah (PAD) dibagi total
pendapatan daerah
Rasio Kemandirian Daerah : total pendapatan asli daerah dibagi dengan penerimaan
dari pusat
Pertumbuhan PAD : selisih antara total PAD tahun ini dengan total PAD tahun
lalu.

ANALISIS DAN HASIL PENELITIAN


Hasil Pemilihan Sampel
Sampel diseleksi dengan menggunakan metode purposive sampling selection
berdasarkan kriteria yang telah ditentukan seperti yang dijelaskan pada bab sebelumnya.
Berdasarkan kriteria sampel, jumlah sampel yang digunakan adalah sebanyak 31 daerah
yang melakukan praktik politik dinasti. Peneliti menggunakan 31 daerah pembanding
dalam penelitian ini, sehingga jumlah daerah yang menjadi sampel penelitian adalah
sebanyak 62 daerah. Pada tahun 2011 terdapat sebanyak 25 daerah yang melakukan
praktik politik dinasti dan tahun 2012 sebanyak 31 daerah, sehingga total sampel
penelitian ini adalah 112 sampel.

Uji Asumsi Klasik


Pengujian asumsi klasik ini bertujuan untuk mengetahui dan menguji kelayakan
atas model regresi yang digunakan dalam penelitian ini. Pengujian ini juga dimaksudkan
15

SNA 17 Mataram, Lombok


Universitas Mataram
24-27 Sept 2014
untuk memastikan bahwa di dalam model regresi yang digunakan tidak terdapat
masalah multikolonieritas dan heteroskedastisitas serta terbebas dari masalah
autokorelasi (Ghozali, 2005).
Berdasarkan uji multikolinieritas diatas diketahui bahwa tidak terjadi
multikolinieritas. Tidak ada variabel independen yang memiliki korelasi sangat tinggi
dengan variabel independen lainnya. Korelasi dengan nilai koefisien dibawah 0.8
dianggap tidak mengalami masalah multikolinieritas dalam ilmu sosial. Berdasarkan
hasil pengujian multikolinieritas menggunakan pendekatan koefisien korelasi diketahui
bahwa tidak terjadi masalah multikolinieritas. Koefisien korelasi antar variabel
independen secara keseluruhan berada dibawah nilai toleransi sebesar 0.8 yang dapat
diartikan bahwa tidak terdapat masalah multikolinieritas dalam penelitian ini.
Penelitian ini menggunakan uji heteroskedasitas dengan menggunakan White
Heteroskedasticity yang tersedia dalam program Eviews 6. Hasil pengujian menunjukan
bahwa model persamaan 1 penelitian tidak terdapat masalah heteroskedastis sedangkan
model persamaan 2 dan persamaan 3 mengalami masalah heterokedastisitas. Pada
persamaan 2 dan persamaan 3, peneliti menggunakan White Heteroskedasticity Test
untuk perbaikan datanya.
Suatu model dikatakan mengalami masalah autokorelasi jika memiliki nilai
probabilitas kecil dari . Hasil pengujian menunjukan bahwa terdapat beberapa model
yang mengalami masalah autokorelasi yaitu pada model pengukuran kinerja
menggunakan desentralisasi fiskal dan kemandirian daerah. Penelitian ini melakukan
pengujian tambahan menggunakan newey test untuk menghilangkan dampak
autokorelasi terhadap pengujian.

Statistik Deskriptif
Insert Tabel 1
Deskripsi data penelitian ini tergambar dalam tabel 1 Secara umum, rata-rata
pendapatan daerah yang berasal dari pusat (termasuk didalamnya adalah dana bagi hasil
pusat, bagi hasil sumber daya alam, dana alokasi umum, dana alokasi khusus) adalah
sebesar Rp 861,9 Milyar dengan tertinggi sebesar Rp 5.172 Milyar di daerah Kutai
Kartanegara dan terendah adalah sebesar Rp 227,8 Milyar di daerah Kabupaten Bone.
Belanja pegawai rata-rata adalah sebesar Rp 620,7 Milyar per tahun. Belanja modal
terbesar adalah di daerah Kabupaten Kutai Kartanegara sebesar Rp 1.817 Milyar dan
terendah adalah di daerah Tabanan Rp 70.442,6 Milyar dengan rata-rata sebesar Rp
16

SNA 17 Mataram, Lombok


Universitas Mataram
24-27 Sept 2014
241,7 Milyar. Jumlah belanja pegawai jauh lebih besar dibandingkan belanja modal
yang dilakukan oleh pemerintah daerah, berbeda hampir 3 kali lipatnya.
Kinerja PAD adalah berkisar antara Rp 150,8 Milyar s.d. Rp 434,6 Milyar
dengan rata-rata meningkat sebesar Rp 35,9 Milyar. Desentralisasi fiskal memiliki nilai
rata-rata sebesar 0,09 menunjukan bahwa ketergantungan yang masih sangat besar
kepada pusat. Hanya sekitar 9% pengeluaran daerah yang mampu ditalangi oleh daerah,
sebagian besar masih berasal dari pusat. Rasio kemandirian daerah menunjukan bahwa
daerah masih memiliki kemandirian yang rendah. Rata-rata rasio kemandirian daerah
adalah sebesar 15% yang menunjukan bahwa proporsi PAD hanya sebesar 15% jika
dibandingkan dengan pendapatan yang diterima dari pusat. Sistem pengendalian intern
menunjukan rata-rata jumlah temuan pada setiap laporan keuangan adalah sebanyak 11
temuan dan jumlah kerugian daerah rata-rata adalah sebesar Rp 1,2 Milyar dengan
jumlah terbesar terjadi pada daerah Kutai Kartanegara.

Analisis Univariate
Peneliti melakukan pengujian perbedaan secara univariate untuk mendapatkan
gambaran mengenai penggunaan matched sample maupun sebagai pembanding antara
daerah yang melakukan praktik politik dinasti dan tidak. Hasil perbandingan dapat
dilihat pada tabel 2 Secara umum, sampel utama dan matched sampel memiliki jumlah
aset yang setara dan tidak berbeda signifikan. Pada sampel utama, jumlah aset lebih
tinggi disebabkan oleh ada sampel yang memiliki total aset yang sangat besar, yaitu
Kutai Kartanegara dan sampel ini tidak memiliki daerah pembanding yang setara di
seluruh Provinsi Kalimantan Timur. Pada akhirnya, matched sampel yang digunakan
adalah mempertimbangkan total pendapatan dan kewilayahan.
Daerah yang melakukan praktik politik dinasti cenderung memiliki PAD yang
lebih rendah, penerimaan dana dari pusat yang lebih besar, belanja modal yang lebih
besar, pertumbuhan PAD yang lebih rendah, persentase desentralisasi fiskal yang lebih
rendah, rasio kemandirian daerah yang lebih rendah, sistem pengendalian intern yang
lebih lemah, kerugian daerah yang lebih kecil serta opini audit yang lebih buruk
dibandingkan yang tidak melakukan politik dinasti. Akan tetapi, seluruh perbedaan ini
tidak signifikan secara statistik. Hanya belanja pegawai yang berbeda signifikan antara
daerah yang menerapkan praktik politik dinasti dan tidak, yaitu daerah yang melakukan
politik dinasti cenderung lebih besar dibandingkan yang tidak.
Insert Tabel 2
17

SNA 17 Mataram, Lombok


Universitas Mataram
24-27 Sept 2014
Pengaruh Praktik Politik Dinasti Terhadap Akuntabilitas Keuangan Daerah
Pengujian pengaruh praktik politik dinasti terhadap akuntabilitas keuangan
daerah dilakukan dengan menggunakan analisis regresi linear berganda. Regresi linier
berganda ini dilakukan untuk menguji pengaruh praktik politik dinasti terhadap opini
laporan keuangan pemerintah daerah sebagai proksi akuntabilitas publik dengan
menggunakan variabel ukuran daerah, jumlah penerimaan dari pusat, jumlah belanja
modal, belanja pegawai, sistem pengendalian intern, total temuan kerugian daerah dan
dummy years sebagai variabel kontrolnya. Hasil pengujian regresi linear berganda
disajikan pada tabel 3
Insert Tabel 3
Hasil pengujian menunjukan bahwa praktik politik dinasti berpengaruh negatif
terhadap akuntabilitas publik. Daerah yang menjalankan praktik politik dinasti
cenderung untuk memiliki akuntabilitas atas laporan keuangan pemerintah daerah yang
lebih rendah dibandingkan daerah yang tidak melakukan praktik ini. Pada pengujian,
angka yang lebih besar menunjukan opini yang lebih buruk, sehingga korelasi positif
dalam sampel menunjukan bahwa daerah yang melakukan politik dinasti akan memiliki
opini atas laporan keuangan yang lebih buruk dibandingkan daerah yang tidak
melakukan praktik ini. Hal ini menunjukan bahwa hipotesis 1 penelitian ini yang
menyatakan bahwa praktik politik dinasti berpengaruh negatif akuntabilitas keuangan
pemerintah daerah terbukti.

Pengaruh Praktik Politik Dinasti terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah


Politik dinasti yang menurunkan jabatan maupun memperluas kekuasaan
eksekutif kepada keluarga dapat menyebabkan penurunan kinerja dan menghambat
pembangunan ekonomi (Asako et al., 2012). Keberadaan dinasti politik juga
mempersulit munculnya calon alternatif bagi rakyat karena politisi dinasti memiliki
kesempatan yang lebih baik untuk memenangkan pemilihan umum (Querubin, 2010)
sehingga dapat mengakibatkan tidak lolosnya calon yang berkompten. Hal ini
menyebabkan munculnya kepala daerah dengan kualitas yang rendah dan pada akhirnya
akan mempengaruhi kemampuan mereka dalam mengelola dana publik dan
menghasilkan pembangunan ekonomi. Peneliti mencoba untuk menguji hubungan
antara praktik politik dinasti dengan kinerja keuangan daerah.
Insert Tabel 4 dan Tabel 5

18

SNA 17 Mataram, Lombok


Universitas Mataram
24-27 Sept 2014
Hasil pengujian menunjukan bahwa praktik politik dinasti tidak terbukti secara
signifikan berpengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah. Tidak
berpengaruhnya praktik politik dinasti dengan kinerja keuangan pemerintah daerah
dapat disebabkan oleh besarnya pengaruh pusat terhadap daerah. Berdasarkan deskripsi
penelitian yang dijelaskan sebelumnya, diketahui bahwa rata-rata PAD hanya mampu
menalangi 9% pengeluaran daerah, artinya bahwa sebagian besar pengeluaran daerah
ditalangi dengan dana pusat. Karena besarnya ketergantungan keuangan daerah kepada
pusat, praktik politik dinasti menjadi tidak dominan. Berdasarkan hasil analisis diatas
maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis kedua penelitian ini yang menyatakan bahwa
praktik politik dinasti berpengaruh negatif terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah
tidak terbukti.
Secara umum daerah-daerah di Indonesia masih tidak mandiri dalam hal
keuangannya. Terdapat beberapa daerah yang memiliki tingkat kemandirian dan
desentralisasi fiskal yang tinggi, akan tetapi sumber pendanaan yang ada adalah melalui
dana bagi hasil sumber daya alam yang besar seperti yang diterima Kabupaten Kutai
Kartanegara. Bagi hasil sumber daya alam seperti ini biasanya tidak membutuhkan
suatu pengelolaan khusus karena hal ini hanya berdasarkan kinerja perusahaan
pengelola sumber daya alam tersebut sedangkan daerah hanya akan menerima bagi hasil
sesuai dengan kinerja perusahaan tersebut.
Ketergantungan pada pusat akan menyebabkan upaya pemerintah daerah
menjadi menurun. Dana pusat yang besar berkorelasi negatif dengan peningkatan PAD,
hal ini menunjukan bahwa pemerintah daerah yang mendapatkan dana pusat yang besar
cenderung akan lebih malas dalam memperoleh pendanaan dari PAD. Peningkatan
PAD suatu daerah juga dapat dipengaruhi oleh jumlah belanja modal yang dikeluarkan
maupun jumlah belanja pegawai. Daerah yang memiliki belanja modal yang tinggi
dapat menghasilkan PAD yang lebih tinggi dibandingkan daerah dengan belanja modal
yang rendah, sedangkan daerah dengan belanja pegawai yang tinggi cenderung
memiliki peningkatan PAD yang rendah. Hal ini dapat disebabkan oleh alokasi belanja
pegawai yang akan mengurangi proporsi belanja modal daerah dan berakibat pada
rendahnya peningkatan PAD.

19

SNA 17 Mataram, Lombok


Universitas Mataram
24-27 Sept 2014
Pengaruh Akuntabilitas Publik terhadap Hubungan Praktik Politik Dinasti dan
Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah
Pengujian ini dilakukan untuk melihat dampak diterapkannya akuntabilitas
publik yang baik melalui penerapan sistem pengendalian intern di pemerintah daerah
terhadap pengaruh praktik politik dinasti terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah.
Penerapan sistem pengendalian intern sesuai dengan amanat PP No 60 Tahun 2008
merupakan salah satu langkah untuk mencapai good governance. Sistem pengendalian
intern yang baik diharapkan dapat meningkatkan kinerja pada pemerintah daerah serta
mencegah terjadinya praktik korupsi yang merugikan.
Insert Tabel 6 dan Tabel 7
Hasil pengujian menunjukan bahwa akuntabilitas publik dengan proksi sistem
pengendalian intern memiliki koefisien negatif secara konsisten. Hal ini menunjukan
bahwa sistem pengendalian intern berpengaruh positif (ukuran sistem pengendalian
intern adalah berdasarkan jumlah temuan kelemahan SPI oleh BPK RI, sehingga jumlah
temuan yang besar mengindikasikan SPI yang lemah) terhadap hubungan politik dinasti
dengan kinerja pemerintah daerah. Namun demikian, hasil pengujian tidak memberikan
hasil yang signifikan.
Dalam analisis sensitivitas yang dilakukan oleh peneliti, peneliti membagi
daerah dengan kategori sistem pengendalian intern baik dan buruk. Daerah dengan
jumlah temuan diatas median sampel dikategorikan sebagai daerah dengan sistem
pengendalian intern yang buruk sedangkan daerah dengan jumlah temuan kelemahan
sistem pengendalian intern dibawah median dikategorikan sebagai daerah dengan sistem
pengendalian intern yang baik. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa dampak
negatif praktik politik dinasti terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah hanya
terjadi pada daerah dengan sistem pengendalian intern yang buruk. Pengaruh negatif ini
tidak terjadi pada daerah dengan sistem pengendalian yang baik. Hal ini membuktikan
bahwa sistem pengendalian intern mampu meminimalisir dampak negatif yang
diakibatkan oleh praktik politik dinasti. Berdasarkan hasil analisis diatas maka dapat
disimpulkan bahwa hipotesis ketigaa penelitian ini yang menyatakan bahwa
akuntabilitas publik dapat memperlemah dampak negatif praktik politik dinasti terhadap
kinerja keuangan pemerintah daerah terbukti.
Hasil pengujian secara keseluruhan konsisten dengan pengujian sebelumnya.
Peningkatan PAD dipengaruhi oleh jumlah belanja modal yang dikeluarkan maupun
jumlah belanja pegawai. Daerah yang memiliki belanja modal yang tinggi dapat
20

SNA 17 Mataram, Lombok


Universitas Mataram
24-27 Sept 2014
menghasilkan PAD yang lebih tinggi dibandingkan daerah dengan belanja modal yang
rendah, sedangkan daerah dengan belanja pegawai yang tinggi cenderung memiliki
peningkatan PAD yang rendah. Hal ini dapat disebabkan oleh alokasi belanja pegawai
yang akan mengurangi proporsi belanja modal daerah dan berakibat pada rendahnya
peningkatan PAD.

UJI SENSITIVITAS
Pengujian sebelumnya, sistem pengendalian intern di hitung menggunakan
jumlah seluruh temuan pada laporan keuangan pemerintah daerah. Hal ini dapat
menyebabkan terjadinya error maupun bias penelitian, karena perbedaan antara jumlah
yang memiliki sistem pengendalian intern yang baik dan buruk bisa jadi berbeda. Oleh
karena itu, peneliti melakukan analisis sensitivitas dengan menggunakan ukuran sistem
pengendalian intern secara dummy. Penelitian memisahkan daerah yang memiliki
sistem pengendalian intern yang baik dan buruk dengan standar median sebagai titik
tengahnya. Daerah yang jumlah temuan kelemahan sistem pengendalian intern diatas
jumlah median maka dikategorikan sebagai daerah yang memiliki sistem pengendalian
intern buruk dan diberikan angka 0 sedangkan daerah dengan jumlah temuan kelemahan
sistem pengendalian intern dibawah jumlah median maka dikategorikan sebagai daerah
yang memiliki sistem pengendalian intern baik dan diberikan angka 1.
Insert Tabel 8 dan Tabel 9
Hasil analisis sensitivitas menunjukan bahwa praktik politik dinasti hanya
berpengaruh negatif terhadap kinerja keuangan daerah dengan proksi pertumbuhan PAD
pada daerah dengan sistem pengendalian intern yang lemah, sedangkan untuk daerah
yang memiliki sistem pengendalian intern yang baik dampak negatif ini tidak terjadi.
Hal ini membuktikan bahwa akuntabilitas pemerintah daerah yang baik dapat
meminimalisir dampak negatif yang diakibatkan oleh praktik politik dinasti.

ANALISIS TAMBAHAN
Penelitian ini melakukan analisis tambahan untuk mengevaluasi dampak praktik
politik dinasti terhadap kerugian daerah. Politik dinasti rawan terhadap korupsi,
sehingga analisis mengenai dampak praktik politik dinasti terhadap kerugian daerah
menjadi penting untuk dilakukan. Kerugian daerah merupakan jumlah rupiah kerugian
daerah yang benar-benar telah terjadi di suatu daerah berdasarkan hasil audit BPK RI.
Jumlah ini menjadi salah satu indikator untuk mengukur kinerja dan akuntabilitas
21

SNA 17 Mataram, Lombok


Universitas Mataram
24-27 Sept 2014
keuangan pemerintah daerah. Menggunakan data yang dipublikasikan oleh BPK RI,
peneliti mencoba menguji dampak praktik politik dinasti terhadap kerugian daerah.
Insert Tabel 10
Hasil pengujian menunjukan bahwa praktik politik dinasti tidak berhubungan
dengan jumlah kerugian daerah. Jumlah kerugian daerah yang digunakan merupakan
jumlah kerugian daerah yang ditemukan dalam audit BPK RI. Data yang digunakan
mengalami bias karena audit BPK RI berdasarkan teknik sampling sehingga jumlah
temuan tidak bisa sepenuhnya mencerminkan kondisi riil korupsi di suatu daerah.
Hanya variabel kontrol belanja modal yang berpengaruh positif terhadap kerugian
daerah, sedangkan variabel contorol lainnya tidak berpengaruh.

PENUTUP
Kesimpulan
Penelitian ini dilakukan untuk membuktikan pengaruh praktik politik dinasti di
Indonesia terhadap akuntabilitas dan kinerja keuangan pemerintah daerah. Penelitian ini
juga melakukan analsis tentang dampak akuntabilitas publik yang diproksikan oleh
penerapan sistem pengendalian intern terhadap hubungan antara praktik politik dinasti
dan kinerja keuangan pemerintah daerah.
Hasil penelitian menemukan bahwa praktik politik dinasti berpengaruh negatif
terhadap akuntabilitas laporan keuangan pemerintah daerah. Daerah yang melakukan
praktik politik dinasti cenderung memiliki opini audit yang lebih buruk dibandingkan
daerah yang tidak menjalankan praktik politik dinasti. Praktik politik dinasti tidak
berpengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah. Hal ini dapat disebabkan
oleh tingginya ketergantungan seluruh daerah d Indonesia terhadap penerimaan dari
pusat. Kontribusi pendapatan asli daerah rata-rata hanya sebesar 10% dari total
penerimaan yang diterima oleh suatu daerah.
Akuntabilitas publik yang diproksikan oleh sistem pengendalian intern dapat
meminimalisasi dampak negatif politik dinasti terhadap kinerja keuangan pemerintah
daerah. Hasil penelitian menemukan bahwa hubungan negatif antara praktik politik
dinasti terhadap kinerja keuangan yang diproksikan oleh pertumbuhan PAD hanya
terjadi pada daerah yang memiliki sistem pengendalian intern yang buruk, dan tidak
terjadi pada daerah yang memiliki sistem pengendalian intern yang baik. Pada ukuran
kinerja lainnya seperti desentralisasi fiskal dan kemandirian daerah, akuntabilitas tidak

22

SNA 17 Mataram, Lombok


Universitas Mataram
24-27 Sept 2014
berpengaruh signifikan karena tingginya ketergantungan keuangan daerah ke pusat di
hampir seluruh daerah di Indonesia.

Implikasi Penelitian
Penelitian ini membuktikan bahwa praktik politik dinasti di Indonesia
memberikan dampak negatif pada akuntabilitas keuangan daerah. Penelitian juga
membuktikan bahwa sistem pengendalian intern pemerintah yang baik dapat
meminimalisasi dampak negatif praktik politik dinasti. Hal ini dapat berimplikasi pada
perumusan peraturan tentang perbaikan peraturan Pemerintah Daerah oleh DPR serta
memberikan suatu masukan tentang pentingnya sistem pengendalian intern yang efektif
di pemerintah daerah.

Keterbatasan dan Saran Penelitian Selanjutnya


Penelitian tidak terlepas dari berbagai keterbatasan. Peneliti berharap penelitian
berikutnya dalam melakukan perbaikan-perbaikan atas keterbatasan penelitian ini
sehingga dapat menghasilkan hasil penelitian yang lebih baik. Keterbatasan penelitian
ini antara lain adalah hanya menggunakan data berdasarkan hasil audit BPK RI. Hasil
audit BPK RI bersifat sampling, sehingga sangat dimungkinkan terjadi perbedaan antara
kondisi daerah secara riil dengan hasil audit BPK RI. Penelitian berikutnya dapat
melakukan eksplorasi mendalam pada daerah-daerah tertentu yang menjalankan praktik
politik dinasti untuk mendapatkan kondisi daerah yang lebih riil.
Jumlah data penelitian ini relatif kecil (112 sampel), penelitian berikutnya dapat
menambah jumlah sampel dengan menambah luas observasi maupun memperpanjang
waktu observasi. Keterbatasan data ini disebabkan oleh jumlah data yang tersedia masih
sedikit mengingat tahun yang menjadi sampel hanya tahun 2011 dan 2012 dengan
alasan ketersediaan data terakhir yang lengkap hanya sampai tahun 2012.
Analisis politik dinasti yang dilakukan peneliti masih hanya sebatas politik
dinasti pada level kepala daerah. Politik dinasti memiliki cakupan yang luas,
diantaranya adalah politik dinasti dengan mengembangkan kekuasaan tidak hanya pada
level eksekutif tetapi juga legislatif. Penelitian berikutnya dapat melakukan kajian
politik dinasti yang lebih luas tidak hanya eksekutif, tetapi juga pada tataran legislatif.
Penggunaan matched sample dan pencarian data politik dinasti secara manual
dapat memungkinkan terjadi self selection bias. Peneliti sudah berupaya untuk
mendapatkan sampel yang setara dengan mempertimbangkan 3 faktor yaitu daerah, total
23

SNA 17 Mataram, Lombok


Universitas Mataram
24-27 Sept 2014
aset dan total pendapatan, akan tetapi kemungkinan bias mungkin bisa terjadi. Peneliti
telah berusaha mencari semaksimal mungkin data kepala daerah yang teridentifikasi
politik dinasti, akan tetapi kemungkinan terdapat daerah yang belum masuk sebagai
sampel masih terbuka.

24

SNA 17 Mataram, Lombok


Universitas Mataram
24-27 Sept 2014
DAFTAR PUSTAKA

Akai, Nobuo., Yukihiro Nishimura., Masayo Sakata. 2007. Complementarity, Fiscal


Decentralization And Economic Growth. Economics of Governance Vol 8: pp
339362.
Asako, Y., T.Iida, T.Matsubayashi and M.Ueda. 2010. Dynastic Legislators: Theory
And Evidence From Japan. Working Papers. Waseda University Organization
for Japan-US Studies.
Aucoin, P. 1990. Administrative Reform in Public Management: Paradigms, Principles,
Paradoxes, and Pendulums. Governance, 3 (2): pp 115-137.
Barro, R. .1973. The Control of Politicians: an Economic Model. Public Choice 14(1):
pp 19-42.
Bastian, Indra. 2006. Sistem Akuntansi Sektor Publik, Edisi 2. Jakarta: Salemba Empat.
Beck, T., Clarke, G., Groff, A., Keefer, P., Walsh, P. 2001. News Tools In Comparative
Political Economy: The Database Of Political Institutions. World Bank
Economic Review Vol 15: pp 165176.
Choi, Nankyung. 2009. Democracy And Patrimonial Politics In Local Indonesia.
Indonesia Vol 88 (October 2009): pp 131-164.
Dal Bo, E., P.Dal Bo dan J.Snyder. 2009. Political Dynasties. Review of Economic
Studies 76(1): pp 115-142.
Dincer, Oguzhan C; Christopher J. Ellis; Glen R. Waddell. 2010. Corruption,
Decentralization And Yardstick Competition. Economics of Governance Vol 11:
pp 269294.
Donaldson, W. 2005. Testimony concerning the Impact of the Sarbanes-Oxley Act
before the House Committee on Financial Services.
http://www.sec.gov/news/testimony/ts042105whd.htm diakses pada 10 April
2014.
Effendi, Asep. 2009. Pengaruh Pengawasan Fungsional Daerah dan Pengendalian Intern
terhadap Penerapan Tata Kelola Pemerintahan yang Baik dan Dampaknya
Terhadap Kinerja Dinas. Disertasi FE Universitas Padjadjaran Bandung.
Ferejohn, J. .1986. Incumbent Performance and Electoral Control. Public Choice 50(1):
pp 5-25.
Ghozali, Imam. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Cetakan
III. Badan Penerbitan Universitas Diponegoro, Semarang.
Gray, A., dan Jenkins, B. 1995. From Public Adminitration to Public Management:
Reassessing a Revolution? Public Adminitration 73: pp 75-100.
Gujarati, Damodar., dan Dawn C. Porter. 2009. Basic Econometrics, 5th Edition. New
York. McGraw-Hill Book Co.
Halim, Abdul. 2001. Akuntansi Keuangan Daerah. Jakarta: Salemba Empat. Hasibuan,
Umar Syadat. 2013. Ambang Batas Politik. Opini Kompas 11 April 2013. Hood, C.
1991. A Public Management For All Seasons?. Public Administration Vol. 69
No. 1: pp. 3-19.
Jensen, M. dan Meckling, W.H. 1976. Theory Of The Firm: Managerial Behaviour,
Agency Costs And Ownership Structure. Journal of Financial Economics Vol.
3: pp. 305-60.
McCoy, A. 2009. An Anarchy of Families: The Historiography of State and Family in
the Philippines, in An Anarchy of Families: State and Family in the Philippines,
ed. By A. McCoy: pp. 132. University of Wisconsin Press, Madison, WI.

25

SNA 17 Mataram, Lombok


Universitas Mataram
24-27 Sept 2014
Mendoza, Ronald U., Beja, Edsel L Jr., Venida, Victor S., Yap II, David Barua. 2012.
An Empirical Analysis of Political Dynasties in the 15th Philippine Congress.
Working Paper. Asian Institue of Management.
Murhaban. 2010. Pengaruh Pengendalian Intern, Audit Internal dan Komitmen
Organissi terhadap Tata Kelola Pemerintahan yang Baik dan Implikasinya
Terhadap Kinerja Pemerintah Daerah. Disertasi FE Universitas Padjadjaran
Bandung.
Pellegrini, Lorenzo dan Reyer Gerlagh. 2008. Causes Of Corruption: A Survey Of
Cross-Country Analyses And Extended Results. Economics of Governance Vol
9: pp 245263.
Republik Indonesia. 2004. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah. Jakarta: Republik Indonesia.
Republik Indonesia. 2003. Undang Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara. Jakarta: Republik Indonesia.
Republik Indonesia. 2004. Undang Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara. Jakarta: Republik Indonesia.
Republik Indonesia. 2004. Undang Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang
Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Jakarta:
Republik Indonesia.
Republik Indonesia. 2008. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Perubahan
Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan
Daerah. Jakarta: Republik Indonesia.
Republik Indonesia. 2008. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem
Pengendalian Intern Pemerintah. Jakarta: Republik Indonesia.
Rogoff, K. 1990. Equilibrium Political Budget Cycles. American Economic Review Vol
80: pp 2136.
Rossi, M. 2009. The causes of political dynasties in democratic countries. Working
Papers. Universidad de los Andes.
Schneider, Marguerite dan Fariborz Damanpour. 2002. Public Choice Economics And
Public Pension Plan Funding: An Empirical Test. Administration and Society, 34
(1-Mar): pp 57 -86
Thompson, Mark. 2007. Presidentas And People Power In Comparative Asian
Perspective. Philippine Political Science Journal Vol 28 no. 51: pp. 1-32. Vergne,
Clmence, 2009. Democracy, Elections And Allocation Of Public Expenditures
In Developing Countries. European Journal of Political Economy Vol. 25(1)
March: pp 63-77.
Querrubin, P. 2010. Family and Politics: Dynastic Persistence in the Philippines.
Working Paper. Massachusetts Institute of Technology.

26

SNA 17 Mataram, Lombok


Universitas Mataram
24-27 Sept 2014
LAMPIRAN

Tabel 1
Deskripsi Data Penelitian
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
DINASTI 112.00 1.00 2.00 1.50 0.50
PUSAT 112.00 227,822.35 5,172,116.99 861,910.10 657,569.12
ASET 112.00 512,507.09 18,359,860.14 2,698,512.44 2,407,363.24
BP 112.00 105,604.89 1,642,100.00 620,725.90 306,015.48
BM 112.00 70,442.61 1,817,070.00 241,742.52 252,824.10
OPINI 112.00 1.00 5.00 2.79 0.88
K_PAD 112.00 (150,800.67) 434,597.09 35,903.22 69,770.49
DF 112.00 0.01 0.34 0.09 0.07
KMD 112.00 0.02 0.81 0.15 0.15
SPI 112.00 2.00 29.00 10.84 5.01
KD 112.00 - 8,810.00 1,219.04 1,790.32

Sumber: Data mentah diolah menggunakan Eviews 6.0.


Keterangan: DF: Rasio desentralisasi fiskal dihitung dengan membagi total pendapatan
asli daerah (PAD) dibagi total pendapatan daerah. KMD: Rasio Kemandirian Daerah
dihitung dengan membagi total pendapatan asli daerah dengan penerimaan dari pusat.
K_PAD: Pertumbuhan PAD dihitung dengan selisih antara total PAD tahun ini dengan
total PAD tahun lalu. OPINI: Akuntabilitas diukur menggunakan opini atas laporan
keuangan pemerintah daerah, nilai 1 untuk opini wajar tanpa pengecualian, nilai 2 untuk
opini wajar tanpa pengecualian dengan paragraf penjelas, nilai 3 untuk opini wajar
dengan pengecualian, nilai 4 untuk opini tidak menyatakan pendapat dan nilai 5 untuk
opini tidak wajar. DINASTI: Praktik politik dinasti, diukur dengan dummy 1 untuk
daerah dengan kepala daerah yang berlatar belakang politik dinasti serta 0 untuk daerah
dengan kepala daerah bukan berlatar belakang politik dinasti. SPI: Sistem pengendalian
intern, diukur sesuai dengan jumlah temuan kelemahan pengendalian intern pemerintah
daerah berdasarkan laporan BPK RI. ASET: Ukuran daerah, diukur menggunakan
jumlah total aset daerah. PUSAT: Total pendapatan berasal dari pusat, merupakan
penjumlahan antara Dana Bagi Hasil Pusat, Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam, Dana
Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus yang diterima daerah sesuai yang dilaporkan
pada Laporan Keuangan Pemerintah Daerah. BP: Belanja Pegawai, diukur dengan besar
belanja pegawai yang dikeluarkan daerah sesuai yang dilaporkan pada Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah. BM: Belanja Modal, diukur dengan besar belanja modal
yang dikeluarkan daerah sesuai yang dilaporkan pada Laporan Keuangan Pemerintah
27

SNA 17 Mataram, Lombok


Universitas Mataram
24-27 Sept 2014
Daerah. KD: Kerugian Daerah, diukur dengan besarnya total kerugian daerah sesuai
dengan temuan dalam laporan pemeriksaan BPK RI
Tabel 2
Analisis Univariate
Variabel All S ample Politik Dinas ti Non Politik Dinas ti Perbedaan Has il Uji Beda
ASET 2,698,512.44 2,979,925.19 2,417,099.68 562,825.51 Tidak Signifikan
PAD 127,010.43 125,698.09 128,322.78 (2,624.69) Tidak Signifikan
PUSAT 861,910.10 940386.1999 783434.0037 156,952.20 Tidak Signifikan
BP 620,725.90 677,286.51 564,165.28 113,121.23 Signifikan
BM 241,742.52 253,077.71 230,407.33 22,670.38 Tidak Signifikan
K_PAD 35,903.22 30802.76594 41003.67407 (10,200.91) Tidak Signifikan
DF 0.0931689 0.091517587 0.094820192 (0.00330) Tidak Signifikan
KMD 0.1480722 0.141118598 0.155025745 (0.01391) Tidak Signifikan
OPINI 2.7946429 2.910714286 2.678571429 0.23 Tidak Signifikan
SPI 10.84 11.14 10.54 0.61 Tidak Signifikan
KD 1,219.04 1,174.68 1,263.41 (88.73) Tidak Signifikan

Sumber: Data diolah dengan SPSS 17.00


Keterangan: KINERJA: Kinerja keuangan pemerintah daerah dengan ukuran rasio
desentralisasi fiskal, rasio kemandirian daerah, dan pertumbuhan PAD. DF: Rasio
desentralisasi fiskal dihitung dengan membagi total pendapatan asli daerah (PAD)
dibagi total pendapatan daerah. KMD: Rasio Kemandirian Daerah dihitung dengan
membagi total pendapatan asli daerah dengan penerimaan dari pusat. K_PAD:
Pertumbuhan PAD dihitung dengan selisih antara total PAD tahun ini dengan total PAD
tahun lalu. OPINI: Akuntabilitas diukur menggunakan opini atas laporan keuangan
pemerintah daerah, nilai 1 untuk opini wajar tanpa pengecualian, nilai 2 untuk opini
wajar tanpa pengecualian dengan paragraf penjelas, nilai 3 untuk opini wajar dengan
pengecualian, nilai 4 untuk opini tidak menyatakan pendapat dan nilai 5 untuk opini
tidak wajar. DINASTI: Praktik politik dinasti, diukur dengan dummy 1 untuk daerah
dengan kepala daerah yang berlatar belakang politik dinasti serta 0 untuk daerah dengan
kepala daerah bukan berlatar belakang politik dinasti. SPI: Sistem pengendalian intern,
diukur sesuai dengan jumlah temuan kelemahan pengendalian intern pemerintah daerah
berdasarkan laporan BPK RI. ASET: Ukuran daerah, diukur menggunakan jumlah total
aset daerah. PUSAT: Total pendapatan berasal dari pusat, merupakan

28

SNA 17 Mataram, Lombok


Universitas Mataram
24-27 Sept 2014
Tabel 3
Hubungan antara Praktik Politik Dinasti dengan Akuntabilitas Keuangan
Variabel Akuntabilitas Laporan Keuangan Pemda
Dependen Koefisien t- Prob. Expect Hasil
Statistic

11.33852 0.0000 ? Tidak


2.409988 1.646683 0.0927* + Signifikan
0.259452 - 0.0045*** - Signifikan
Var_Independen -2.85E- 2.902757 0.0144** + Signifikan
Constan 07 2.489796 0.9680 - Signifikan
Dinasti 8.67E-07 0.040152 0.5410 - Tidak
Aset 8.09E-14 - 0.0109** + Signifikan
Pusat -4.06E- 0.613284 0.0747* + Tidak
BP 07 2.591426 0.2248 ? Signifikan
BM 0.000128 1.800816 Signifikan
KD 0.030105 - Signifikan
SPI - 1.221188 Tidak
0.197410 Signifikan
D_Years
Sumber: Data mentah diolah dengan Eviews 6.0.
*signifikan pada 10%, **signifikan pada 5%, ***signifikan pada 1%
Keterangan: Akuntabilitas diukur menggunakan OPINI atas laporan keuangan
pemerintah daerah, nilai 1 untuk opini wajar tanpa pengecualian, nilai 2 untuk opini
wajar tanpa pengecualian dengan paragraf penjelas, nilai 3 untuk opini wajar dengan
pengecualian, nilai 4 untuk opini tidak menyatakan pendapat dan nilai 5 untuk opini
tidak wajar. DINASTI: Praktik politik dinasti, diukur dengan dummy 1 untuk daerah
dengan kepala daerah yang berlatar belakang politik dinasti serta 0 untuk daerah dengan
kepala daerah bukan berlatar belakang politik dinasti. SPI: Sistem pengendalian intern,
diukur sesuai dengan jumlah temuan kelemahan pengendalian intern pemerintah daerah
berdasarkan laporan BPK RI. ASET: Ukuran daerah, diukur menggunakan jumlah total
aset daerah. PUSAT: Total pendapatan berasal dari pusat, merupakan penjumlahan
antara Dana Bagi Hasil Pusat, Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam, Dana Alokasi
Umum dan Dana Alokasi Khusus yang diterima daerah sesuai yang dilaporkan pada
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah. BP: Belanja Pegawai, diukur dengan besar
29

SNA 17 Mataram, Lombok


Universitas Mataram
24-27 Sept 2014
belanja pegawai yang dikeluarkan daerah sesuai yang dilaporkan pada Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah. BM: Belanja Modal, diukur dengan besar belanja modal
yang dikeluarkan daerah sesuai yang dilaporkan pada Laporan Keuangan Pemerintah
Daerah. KD: Kerugian Daerah, diukur dengan besarnya total kerugian daerah sesuai
dengan temuan dalam laporan pemeriksaan BPK RI. D_Years: Dummy tahun, nilai 1
untuk tahun 2012 dan 0 untuk tahun 2011.

Tabel 4
Hubungan antara Praktik Politik Dinasti dengan Kinerja Keuangan Pemda
Variabel Pertumbuhan PAD Desentralisai Fiskal Kemandirian
Dependen Daerah
Koefisie Prob. Koefisien Prob. Koefisien Prob.
n

34243.05 0.0636* 0.102937 0.0000*** 0.178360 0.0000**


- 0.3483 -0.001870 0.9070 -0.008638 *
11110.17 0.6175 2.02E-08 0.0235** 5.30E-08 0.7895
Var_Indepen 0.006386 0.0827* -1.24E-07 0.0014*** -3.31E-07 0.0042**
den - 0.0033* -1.80E-13 0.0016*** -3.73E-13 *
Constan 0.072512 ** 1.82E-07 0.0141** 4.90E-07 0.0000**
Dinasti -1.23E- 0.0002* 0.000208 0.8572 0.001663 *
Aset 07 ** -5.21E-06 0.3477 -1.51E-05 0.0003**
Pusat 0.258603 0.4171 0.007948 0.5636 0.000446 *
BP 757.1261 0.0016* 0.0010**
BM - ** *
SPI 11.97441 0.6077 0.4629
KD - 0.0587*
D_Years 5399.168 0.9867
Sumber: Data mentah diolah dengan Eviews 6.0.
*signifikan pada 10%, **signifikan pada 5%, ***signifikan pada 1%

30

SNA 17 Mataram, Lombok


Universitas Mataram
24-27 Sept 2014
Tabel 5
Kesimpulan Hubungan antara Praktik Politik Dinasti dengan Kinerja Keuangan
Pemda
Variabel Pertumbuhan PAD Desentralisai Fiskal Kemandirian Daerah
Dependen Expect Prob. Expect Prob. Expect Prob.

Signifikan ? Signifikan ? Signifikan


Tidak - Tidak - Tidak
Var_Independ Signifikan + Signifikan + Signifikan
en Tidak - Signifikan - Signifikan
Constan ? Signifikan - Signifikan - Signifikan
Dinasti - Signifikan + Signifikan + Signifikan
Aset + Signifikan - Signifikan - Signifikan
Pusat - Signifikan - Tidak - Tidak
BP - Tidak ? Signifikan ? Signifikan
BM + Signifikan Tidak Signifikan
SPI - Signifikan Signifikan Tidak
KD - Tidak Tidak Signifikan
D_Years ? Signifikan Signifikan
Sumber: Data mentah diolah dengan Eviews 6.0.

Keterangan: KINERJA: Kinerja keuangan pemerintah daerah dengan ukuran rasio


desentralisasi fiskal, rasio kemandirian daerah, dan pertumbuhan PAD. DF: Rasio
desentralisasi fiskal dihitung dengan membagi total pendapatan asli daerah (PAD)
dibagi total pendapatan daerah. KMD: Rasio Kemandirian Daerah dihitung dengan
membagi total pendapatan asli daerah dengan penerimaan dari pusat. K_PAD:
Pertumbuhan PAD dihitung dengan selisih antara total PAD tahun ini dengan total PAD
tahun lalu. DINASTI: Praktik politik dinasti, diukur dengan dummy 1 untuk daerah
dengan kepala daerah yang berlatar belakang politik dinasti serta 0 untuk daerah dengan
kepala daerah bukan berlatar belakang politik dinasti. SPI: Sistem pengendalian intern,
diukur sesuai dengan jumlah temuan kelemahan pengendalian intern pemerintah daerah
berdasarkan laporan BPK RI. ASET: Ukuran daerah, diukur menggunakan jumlah total
aset daerah. PUSAT: Total pendapatan berasal dari pusat, merupakan penjumlahan
antara Dana Bagi Hasil Pusat, Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam, Dana Alokasi
Umum dan Dana Alokasi Khusus yang diterima daerah sesuai yang dilaporkan pada
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah. BP: Belanja Pegawai, diukur dengan besar
belanja pegawai yang dikeluarkan daerah sesuai yang dilaporkan pada Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah. BM: Belanja Modal, diukur dengan besar belanja modal

31

SNA 17 Mataram, Lombok


Universitas Mataram
24-27 Sept 2014
yang dikeluarkan daerah sesuai yang dilaporkan pada Laporan Keuangan Pemerintah
Daerah. KD: Kerugian Daerah, diukur dengan besarnya total kerugian daerah sesuai
dengan temuan dalam laporan pemeriksaan BPK RI. D_Years: Dummy tahun, nilai 1
untuk tahun 2012 dan 0 untuk tahun 2011.

Tabel 6
Dampak Akuntabilitas terhadap Hubungan Praktik Politik Dinasti dan Kinerja
Keuangan Pemerintah Daerah
Variabel Pertumbuhan PAD Desentralisai Fiskal Kemandirian
Dependen Daerah
Koefisien Prob. Koefisien Prob. Koefisien Prob.

0.5833 0.091552 0.0017** 0.151807 0.0051**


0.6072 0.014437 * 0.029394 *
Var_Indepen 0.2756 -0.001560 0.6135 -0.003638 0.5967
den 0.5652 2.07E-08 0.5246 5.42E-08 0.4495
Constan 0.0891* -1.24E-07 0.0228** -3.31E-07 0.0041**
Dinasti 15944.88 0.0043* -1.88E-13 0.0015** -3.93E-13 *
15098.10 ** 1.83E-07 * 4.92E-07 0.0001**
Dinasti*SPI -2507.006 0.0001* -5.66E-06 0.0019** -1.61E-05 *
Aset 0.007195 ** 0.001202 * 0.003981 0.0003**
Pusat -0.072113 0.0011* 0.007881 0.0134** 0.000289 *
BP -1.37E-07 ** 0.3313 0.0009**
BM 0.260058 0.2479 0.6063 *
KD -12.70861 0.6006 0.5682 0.0571*
SPI 2354.222 0.3462
D_Years -5507.428 0.9915
Sumber: Data mentah diolah dengan Eviews 6.0.
*signifikan pada 10%, **signifikan pada 5%, ***signifikan pada 1%

32

SNA 17 Mataram, Lombok


Universitas Mataram
24-27 Sept 2014
Tabel 7
Kesimpulan Dampak Akuntabilitas terhadap Hubungan Praktik Politik Dinasti
dan Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah
Variabel Pertumbuhan PAD Desentralisai Fiskal Kemandirian Daerah
Dependen Expect Prob. Expect Prob. Expect Prob.

Tidak ? Signifikan ? Signifikan


Signifikan - Tidak - Tidak Signifikan
Tidak - Signifikan - Tidak Signifikan
Signifikan + Tidak + Signifikan
Var_Independ Tidak - Signifikan - Signifikan
en Signifikan - Signifikan - Signifikan
Constan ? Tidak + Signifikan + Signifikan
Dinasti - Signifikan - Signifikan - Tidak Signifikan
Dinasti*SPI - Signifikan - Signifikan - Signifikan
Aset + Signifikan ? Tidak ? Tidak Signifikan
Pusat - Signifikan Signifikan
BP - Tidak Tidak
BM + Signifikan Signifikan
SPI - Signifikan Tidak
KD - Tidak Signifikan
D_Years ? Signifikan
Sumber: Data mentah diolah dengan Eviews 6.0.
Keterangan: KINERJA: Kinerja keuangan pemerintah daerah dengan ukuran rasio
desentralisasi fiskal, rasio kemandirian daerah, dan pertumbuhan PAD. DF: Rasio
desentralisasi fiskal dihitung dengan membagi total pendapatan asli daerah (PAD)
dibagi total pendapatan daerah. KMD: Rasio Kemandirian Daerah dihitung dengan
membagi total pendapatan asli daerah dengan penerimaan dari pusat. K_PAD:
Pertumbuhan PAD dihitung dengan selisih antara total PAD tahun ini dengan total PAD
tahun lalu. DINASTI: Praktik politik dinasti, diukur dengan dummy 1 untuk daerah
dengan kepala daerah yang berlatar belakang politik dinasti serta 0 untuk daerah dengan
kepala daerah bukan berlatar belakang politik dinasti. SPI: Sistem pengendalian intern,
diukur sesuai dengan jumlah temuan kelemahan pengendalian intern pemerintah daerah
berdasarkan laporan BPK RI. ASET: Ukuran daerah, diukur menggunakan jumlah total
aset daerah. PUSAT: Total pendapatan berasal dari pusat, merupakan penjumlahan
antara Dana Bagi Hasil Pusat, Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam, Dana Alokasi
Umum dan Dana Alokasi Khusus yang diterima daerah sesuai yang dilaporkan pada
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah. BP: Belanja Pegawai, diukur dengan besar
belanja pegawai yang dikeluarkan daerah sesuai yang dilaporkan pada Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah. BM: Belanja Modal, diukur dengan besar belanja modal
yang dikeluarkan daerah sesuai yang dilaporkan pada Laporan Keuangan Pemerintah
33

SNA 17 Mataram, Lombok


Universitas Mataram
24-27 Sept 2014
Daerah. KD: Kerugian Daerah, diukur dengan besarnya total kerugian daerah sesuai
dengan temuan dalam laporan pemeriksaan BPK RI. D_Years: Dummy tahun, nilai 1
untuk tahun 2012 dan 0 untuk tahun 2011.

Tabel 8
Dampak Akuntabilitas terhadap Hubungan Praktik Politik Dinasti dan Kinerja
Keuangan Pemerintah Daerah
Variabel Pertumbuhan PAD Desentralisai Fiskal Kemandirian Daerah
Dependen Koefisie Prob. Koefisien Prob. Koefisien Prob.
n
25508.3
0 0.2370 0.095984 0.0000*** 0.170217 0.0003**
- 0.0907* -0.008517 0.6274 -0.016423 *
19459.9 0.2406 0.015726 0.3985 0.018418 0.6577
8 0.6080 2.04E-08 0.0243** 5.32E-08 0.6509
19755.9 0.0810* -1.24E-07 0.0013*** -3.32E-07 0.0044**
6 0.0037** -1.84E-13 0.0013*** -3.77E-13 *
0.00658 * 1.83E-07 0.0120** 4.91E-07 0.0000**
4 0.0001** -5.68E-06 0.2932 -1.56E-05 *
- * 0.000828 0.5358 0.002389 0.0002**
0.07331 0.0010** 0.009616 0.5081 0.002399 *
8 * 0.0009**
Var_Independen -1.28E- 0.2247 *
Constan 07 0.7599 0.0504*
Dinasti 0.26005 0.3549
2 0.9307
Dinasti*D_SPI -
Aset 12.5759
Pusat 9
BP 1535.36
BM 4
KD -
SPI 3304.21
D_Years 9
Adjusted R-squared 0.279970 0.172480 0.394912
Sumber: Data mentah diolah dengan Eviews 6.0.
*signifikan pada 10%, **signifikan pada 5%, ***signifikan pada 1%

34

SNA 17 Mataram, Lombok


Universitas Mataram
24-27 Sept 2014
Tabel 9
Kesimpulan Dampak Akuntabilitas terhadap Hubungan Praktik Politik Dinasti
dan Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah
Variabel Pertumbuhan PAD Desentralisai Fiskal Kemandirian Daerah
Dependen Expect Prob. Expect Prob. Expect Prob.

Tidak ? Signifikan ? Signifikan


Signifikan - Tidak - Tidak Signifikan
Signifikan + Signifikan + Tidak Signifikan
Var_Independen Tidak + Tidak + Signifikan
Constan Signifikan - Signifikan - Signifikan
Dinasti ? Tidak - Signifikan - Signifikan
- Signifikan + Signifikan + Signifikan
Dinasti*D_SPI + Signifikan - Signifikan - Signifikan
Aset + Signifikan - Signifikan - Tidak Signifikan
Pusat - Signifikan ? Tidak ? Tidak Signifikan
BP - Signifikan Signifikan
BM + Tidak Tidak
KD - Signifikan Signifikan
SPI - Tidak Tidak
D_Years ? Signifikan Signifikan
Sumber: Data mentah diolah dengan Eviews 6.0.
Keterangan: KINERJA: Kinerja keuangan pemerintah daerah dengan ukuran rasio
desentralisasi fiskal, rasio kemandirian daerah, dan pertumbuhan PAD. DF: Rasio
desentralisasi fiskal dihitung dengan membagi total pendapatan asli daerah (PAD)
dibagi total pendapatan daerah. KMD: Rasio Kemandirian Daerah dihitung dengan
membagi total pendapatan asli daerah dengan penerimaan dari pusat. K_PAD:
Pertumbuhan PAD dihitung dengan selisih antara total PAD tahun ini dengan total PAD
tahun lalu. D_SPI: dummy sistem pengendalian intern, nilai 1 untuk daerah dengan SPI
yang baik ditandai dengan jumlah temuan kelemahan SPI dibawah median dan nilai 0
untuk daerah dengan SPI yang buruk ditandai dengan jumlah temuan kelemahan SPI
diatas median. DINASTI: Praktik politik dinasti, diukur dengan dummy 1 untuk daerah
dengan kepala daerah yang berlatar belakang politik dinasti serta 0 untuk daerah dengan
kepala daerah bukan berlatar belakang politik dinasti. SPI: Sistem pengendalian intern,
diukur sesuai dengan jumlah temuan kelemahan pengendalian intern pemerintah daerah
berdasarkan laporan BPK RI. ASET: Ukuran daerah, diukur menggunakan jumlah total
aset daerah. PUSAT: Total pendapatan berasal dari pusat, merupakan penjumlahan
antara Dana Bagi Hasil Pusat, Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam, Dana Alokasi
Umum dan Dana Alokasi Khusus yang diterima daerah sesuai yang dilaporkan pada
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah. BP: Belanja Pegawai, diukur dengan besar
35

SNA 17 Mataram, Lombok


Universitas Mataram
24-27 Sept 2014
belanja pegawai yang dikeluarkan daerah sesuai yang dilaporkan pada Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah. BM: Belanja Modal, diukur dengan besar belanja modal
yang dikeluarkan daerah sesuai yang dilaporkan pada Laporan Keuangan Pemerintah
Daerah. KD: Kerugian Daerah, diukur dengan besarnya total kerugian daerah sesuai
dengan temuan dalam laporan pemeriksaan BPK RI. D_Years: Dummy tahun, nilai 1
untuk tahun 2012 dan 0 untuk tahun 2011.

Tabel 10
Praktik Politik Dinasti dan Kerugian Daerah
Variabel Total Kerugian Daerah Berdasarkan Laporan Keuangan
Dependen Pemda
Koefisien t-Statistic Prob. Expect Hasil

- 0.6818 ? Tidak
0.411170 0.5567 + Signifikan
- 0.6830 + Tidak
0.589719 0.9378 + Signifikan
- 0.7904 + Tidak
0.409527 0.0737* + Signifikan
Var_Independen 0.078202 0.1234 + Tidak
Constan -174.1785 - 0.4088 ? Signifikan
Dinasti -174.5363 0.266437 Tidak
Aset -8.00E-05 1.806443 Signifikan
Pusat 5.08E-05 1.553352 Signifikan
BP -5.90E-10 0.829426 Tidak
BM 0.003460 Signifikan
SPI 62.83897 Tidak
D_Years 249.7660 Signifikan
Adjusted R-squared 0.191672
Sumber: Data mentah diolah dengan Eviews 6.0.
Keterangan: DINASTI: Praktik politik dinasti, diukur dengan dummy 1 untuk daerah
dengan kepala daerah yang berlatar belakang politik dinasti serta 0 untuk daerah dengan
kepala daerah bukan berlatar belakang politik dinasti. SPI: Sistem pengendalian intern,
diukur sesuai dengan jumlah temuan kelemahan pengendalian intern pemerintah daerah
berdasarkan laporan BPK RI. ASET: Ukuran daerah, diukur menggunakan jumlah total
aset daerah. PUSAT: Total pendapatan berasal dari pusat, merupakan penjumlahan
antara Dana Bagi Hasil Pusat, Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam, Dana Alokasi
Umum dan Dana Alokasi Khusus yang diterima daerah sesuai yang dilaporkan pada
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah. BP: Belanja Pegawai, diukur dengan besar
belanja pegawai yang dikeluarkan daerah sesuai yang dilaporkan pada Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah. BM: Belanja Modal, diukur dengan besar belanja modal

36

SNA 17 Mataram, Lombok


Universitas Mataram
24-27 Sept 2014
yang dikeluarkan daerah sesuai yang dilaporkan pada Laporan Keuangan Pemerintah
Daerah. KD: Kerugian Daerah, diukur dengan besarnya total kerugian daerah sesuai
dengan temuan dalam laporan pemeriksaan BPK RI. D_Years: Dummy tahun, nilai 1
untuk tahun 2012 dan 0 untuk tahun 2011.

37

SNA 17 Mataram, Lombok


Universitas Mataram
24-27 Sept 2014

You might also like