Professional Documents
Culture Documents
Rasional Penggunaan Antipsikotik PDF
Rasional Penggunaan Antipsikotik PDF
ABSTRACT
Schizophrenia is a severe mental disorder, that antipsychotics was effective therapy to treat
it. There are 50 million sufferers in the world, 50% did not receive appropriate treatment and
90% of patients who did not receive the proper treatment in developing country. This
research is aimed to find out rationality of antipsychotic usage includes right indication,
drug, patient, dosage, and frequency in Schizophrenia Patient Department of Mental health
in Madani Hospital of Central Sulawesi, in the period of January-April 2014. This research
is a descriptive study, prospectively done by collecting primary data which was observation
and interview, and secondary data was from the schizophrenia patient medical record. Data
analysis was done by descriptive quantitative to provide an overview of the characteristic of
each study variables including patient characteristic, clinical characteristic, and rational use
of drug. The obtained results in rationality treatment was as follows : 100% precise
indications, 90.4% right drug, 87.8% right patient, 81.6% right dosage and 90.4%
appropriate frequency of antipsychotic use. Antipsychotic usage in schizophrenia Patient at
mental health department of Madani Hospital of Central Sulawesi cannot be stated as
rational yet.
ABSTRAK
Skizofrenia adalah gangguan mental yang sangat berat, dimana antipsikotik merupakan
terapi yang efektif mengobatinya. Terdapat 50 juta penderita di dunia, 50% tidak menerima
pengobatan yang sesuai dan 90% dari penderita yang tidak mendapat pengobatan tepat
tersebut terjadi di negara berkembang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui rasionalitas
penggunaan antipsikotik meliputi tepat indikasi, tepat obat, tepat pasien, tepat dosis dan
tepat frekuensi pada pasien skizofrenia di instalasi rawat inap jiwa RSD Madani Provinsi
Sulawesi Tengah Periode Januari-April 2014. Metode yang digunakan adalah deskriptif
yang dikerjakan secara prospektif dengan mengumpulkan data primer dengan melakukan
observasi, wawancara dan data sekunder dari rekam medik pasien skizofrenia yang
menjalani rawat inap di RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah periode Januari-April 2014.
Analisa data dilakukan secara deskriptif kuantitatif bertujuan untuk menjelaskan atau
I. LATAR BELAKANG
Skizofrenia merupakan gangguan laporan dari unit rekam medik RSD Madani
mental yang sangat berat. Penyakit ini menyatakan bahwa kasus pasien skizofrenia
menyerang 4 sampai 7 dari 1000 orang rawat inap termasuk pasien terbanyak dan
(Saha et al, 2005). Skizofrenia biasanya mengalami peningkatan setiap tahunnya di
menyerang pasien dewasa yang berusia 15- rumah sakit tersebut dengan kejadian pada
35 tahun. Diperkirakan terdapat 50 juta tahun 2010 terdapat 326 pasien skizofrenia
penderita di dunia, 50% dari penderita tidak dari 506 pasien gangguan jiwa, tahun 2011
menerima pengobatan yang sesuai, dan 90% terdapat 347 pasien skizofrenia dari 560
dari penderita yang tidak mendapat pasien gangguan jiwa, tahun 2012 terdapat
pengobatan tepat tersebut terjadi di negara 365 pasien skizofrenia dari 427 pasien
berkembang (WHO, 2011). Di Indonesia, gangguan jiwa dan tahun 2013 terdapat
prevalensi gangguan jiwa berat (skizofrenia) 375 pasien skizofrenia dari 662 pasien
sebesar 0,46%. Sulawesi Tengah menempati gangguan jiwa.
peringkat pertama dari provinsi lain yang Penelitian ini bertujuan untuk
berada di Sulawesi dengan penderita mengetahui rasionalitas penggunaan
skizofrenia sebesar 0,53%. (RISKESDAS, antipsikotik pada pasien skizofrenia di
2008). instalasi rawat inap jiwa Rumah Sakit
Salah satu penanganan skizofrenia Daerah Madani Provinsi Sulawesi Tengah
dengan menggunakan pengobatan periode Januari-April 2014 ditinjau dari
antipsikotik. Antipsikotik merupakan terapi aspek tepat indikasi, tepat obat, tepat
obat-obatan utama yang efektif mengobati pasien, tepat dosis dan tepat frekuensi.
skizofrenia (Irwan dkk, 2008). Rumah Sakit
Daerah Madani merupakan satu-satunya II. METODE
Jenis penelitian yang digunakan
Rumah Sakit milik pemerintah di Provinsi
dalam penelitian ini merupakan penelitian
Sulawesi Tengah sebagai rujukan untuk
non eksperimental observasional yang
pasien gangguan kejiwaan. Berdasarkan
Rasionalitas Penggunaan Antipsikotik pada Pasien Skizofrenia
(Fahrul dkk)
19
Online Jurnal of Natural Science, Vol.3(2): 18-29 ISSN: 2338-0950
Agustus 2014
usia pasien skizofrenia berdasarkan jenis terbanyak adalah status tidak/belum kawin
kelamin, usia yang terbanyak pada pasien yaitu 71,6%. Hal ini sesuai dengan literatur
berjenis kelamin laki-laki maupun bahwa skizofrenia lebih banyak dijumpai
perempuan adalah yang berusia antara 26-45 pada orang yang tidak kawin (Kaplan and
tahun yaitu 66,1% dan 73,3%. Hal ini Sadock, 2010).
disebabkan pada usia muda terdapat faktor Jenjang pendidikan pasien skizofrenia
lingkungan yang dapat mempengaruhi yang terbanyak pada penelitian ini yaitu
perkembangan emosional, sedangkan pada pendidikan SD 28,4%. Jenjang pendidikan
usia tua lebih banyak dipengaruhi oleh yang terbanyak setelah itu adalah SMA
faktor biologik (Kaplan and Sadock, 1997). 27,7%. Hal ini berkaitan dengan onset dari
Distribusi suku menunjukkan suku skizofrenia, usia pertama kali terkena
terbanyak pasien skizofrenia adalah suku skizofrenia antara 15-25 dan 25-35 tahun
Kaili yaitu 29,70%. Hal ini disebabkan (Kaplan and Sadock, 2010). Oleh karena itu,
karena jumlah responden pada saat pada usia tersebut pasien yang terkena
penelitian yang paling banyak dirawat inap skizofrenia tidak dapat mendapat pendidikan
adalah suku Kaili. Kelompok suku lainnya yang lebih tinggi lagi karena kesulitan untuk
merupakan terbanyak kedua yaitu 28,40% mengikuti pendidikan formal.
(Tabel 1). Suku lainnya merupakan suku Distribusi pekerjaan pasien yang
yang berasal dari luar Sulawesi Tengah. Hal terbanyak pada penelitian adalah tidak
ini sesuai dengan Kaplan and Sadock bekerja yaitu 62,2%. Selain motivasi diri
(2010), disebutkan bahwa para imigran baru yang kurang karena adanya gejala negatif
memiliki stress lebih besar karena harus yang mendasarinya, stigmatisasi dan
beradaptasi dengan kultur sekitarnya. diskriminasi pada penyandang gangguan
Gangguan jiwa skizofrenia biasanya jiwa menghalangi mereka untuk berintegrasi
muncul pada masa remaja atau belum ke dalam masyarakat, karena sering
menikah, sehingga pasien perlu pengobatan mendapatkan ejekan, serta isolasi sosial dan
dalam jangka waktu lama karena ekonomi. Oleh karena itu, faktor ini
skizofrenia bersifat kronis sehingga membatasi hak berpendapat dan hak
kemampuannya membangun relasi dengan memperoleh pekerjaaan (Saperstein et al,
baik (misalnya untuk menikah) cenderung 2011).
terganggu (David, 2004; Sira, 2011).
b. Karakteristik klinis skizofrenia
Penelitian ini menunjukkan status 1. Gejala Skizofrenia
perkawinan pasien skizofrenia yang Gejala Jumlah Persentase
Rasionalitas Penggunaan Antipsikotik pada Pasien Skizofrenia
(Fahrul dkk)
21
Online Jurnal of Natural Science, Vol.3(2): 18-29 ISSN: 2338-0950
Agustus 2014
jiwa skizofrenia yang mencolok dan amat tipe paranoid yaitu 40,5%. Menurut Arif
mengganggu lingkungan atau keluarga dan (2006) ciri utama skizofrenia tipe paranoid
merupakan salah satu motivasi keluarga adalah adanya keyakinan yang tidak rasional
Halusinasi merupakan gejala positif yang auditorik dalam konteks terdapatnya fungsi
paling banyak ditemukan di RSD Madani kognitif dan afek yang relatif masih terjaga.
yaitu 44,5%. Halusinasi yaitu persepsi Hal ini sejalan dengan pembahasan
sensorik yang salah di mana tidak terdapat sebelumnya yang menyatakan bahwa gejala
stimulus sensorik yang berkaitan dengannya halusinasi paling banyak ditemukan yang
dengan wujud penginderaan yang keliru merupakan salah satu ciri yang
(Arif, 2006). Halusinasi juga merupakan mendominasi tipe paranoid. Tipe tak terinci
salah satu gejala psikotik yang merupakan merupakan tipe yang terbanyak kedua yaitu
kriteria diagnostik skizofrenia sehingga 27%. Tipe ini mempunyai gejala positif
gejala ini mendominasi dari gejala lainnya. yang menonjol atau memenuhi kriteria
Afek tumpul merupakan gejala negatif yang skizofrenia tetapi tidak dapat digolongkan
banyak ditemukan di RSD Madani yaitu pada tipe skizofrenia yang lain. Berbeda
16,8%. Afek tumpul atau alam perasaan dengan tipe tak terinci, tipe yang tak tak
yang datar merupakan gambaran alam tergolongkan (YTT) gejalanya sulit untuk
perasaan yang dapat terlihat dari wajahnya digolongkan pada skizofrenia tertentu
dimana pada penelitian ini terdapat
Lama rawat inap pasien kurang dari inap karena belum adanya keluarga yang
28 hari sebanyak 30%, sedangkan lama menjemput. Namun, jika jangka waktu yang
rawat inap yang lebih dari 28 hari sebanyak cukup lama keluarga tidak datang, pasien
40%. Berdasarkan standar pelayanan medik diantar kerumahnya oleh pihak rumah sakit..
RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah, c. Rasionalitas penggunaan antipsikotik
rawat inap perlu bagi pasien skizofrenia jika 1. Tepat indikasi
membahayakan diri sendiri atau
Tepat Indikasi Jumlah Persentase (%)
lingkungannya dan lama perawatan pasien Ya 74 100
Tidak 0 0
skizofrenia adalah minimal 4 minggu (28 Total 74 100
hari). Hasil penelitian menunjukkan pasien Tabel 6 Distribusi tepat indikasi pasien skizofrenia
yang dirawat inap jiwa di RSD Madani
yang menjalani rawat inap > 28 hari paling Provinsi Sulawesi Tengah periode Januari-
April 2014
dominan hal ini dikarenakan pengobatan
skizofrenia membutuhkan waktu yang lama. Hasil penelitian menunjukan semua
Namun terdapat pula 30% pasien yang pasien skizofrenia mendapatkan terapi
menjani rawat inap < 28 hari karena menurut antipsikotik. Hal tersebut menunjukkan
salah satu dokter spesialis jiwa RSD Madani semua pasien 100% tepat indikasi.
Provinsi Sulawesi Tengah pasien boleh Ketepatan indikasi disesuaikan dengan tanda
berobat jalan jika selama perawatan pasien dan gejala yang dialami oleh pasien.
sudah memenuhi kriteria pasien pulang yaitu Pemilihan obat mengacu pada penegakkan
tenang, kooperatif, perawatan diri cukup, diagnosis. Jika diagnosis yang ditegakkan
minum obat teratur, makan dan minum tidak sesuai maka obat yang digunakan juga
teratur. tidak akan memberikan efek yang
diinginkan.
5. Keadaan Pulang
Keadaan pulang pasien skizofrenia
yang dirawat inap jiwa di RSD Madani
Provinsi Sulawesi Tengah periode Januari- 2. Tepat obat
April 2014 adalah seluruh pasien skizofrenia Tepat Obat Jumlah Persentase (%)
Ya 123 90,4
pulang 52 orang (70,3%) sembuh parsial Tidak 13 9.6
Total 136 100
dengan tetap berobat jalan dan pasien Tabel 7 Distribusi tepat obat pasien skizofrenia yang
dirawat inap jiwa di RSD Madani Provinsi
skizofrenia belum pulang 22 orang (29,7%)
Sulawesi Tengah periode Januari-April 2014
masih dirawat inap. Beberapa pasien sudah
memenuhi kriteria pulang tapi masih dirawat
Distribusi tepat pasien skizofrenia dosis sebesar 81,6% dan tidak tepat sebesar
yang mendapat terapi antipsikotik 18,4% dari 136 antipsikotik. Tepat dosis
didapatkan hasil tepat Pasien sebesar adalah dosis yang berada dalam area terapi
87,7% dan tidak tepat sebesar 12,2%. Tepat obat antipsikotik dan kesesuaian dosis
sesuai dengan kondisi fisiologi dan khususnya pasien lanjut usia. Hasil
patofisiologi pasien atau tidak adanya penelitian ini diperoleh dosis yang tidak
kontraindikasi dengan pasien dan tidak tepat diberikan pada pasien lanjut usia
terdapat riwayat alergi. Hasil penelitian karena dosis awal yang diberikan sama
didapatkan 12,2% pasien tidak tepat pasien, dengan dosis untuk pasien dewasa.
karena 1 pasien yang mempunyai riwayat Pemberian dosis obat antipsikotik pada
alkoholik diberikan terapi klozapin yang pasien lanjut usia setengah dosis dewasa
kontraindikasi dengan riwayat tersebut. (BPOM RI, 2008). Pasien usia lanjut
Selain itu, tidak ditemukannya lagi riwayat membutuhkan dosis antipsikotik lebih
penyakit lain pada semua pasien yang rendah karena beberapa alasan antara lain
diteliti. Menurut salah satu dokter di RSD penurunan klirens ginjal, penurunan cardiac
Madani Provinsi Sulawesi Tengah jika output, penurunan fungsi liver, penurunan
ditemukan riwayat dan penyakit fisik yang P450 dan lebih sensitif untuk gejala
yang merupakan tempat rawat inap pasien Maharani (2004) dosis obat antipsikotik
Sehingga mempermudah dokter untuk lebih dosis yang rendah lalu perlahan-lahan
berhati-hati dalam memberikan terapi dinaikkan, dapat juga langsung diberi dosis
TFPA Jumlah Persentase (%) diberikan tidak terlalu sering. Dosis sekali
Ya 123 90,4
Tidak 13 9,6
sehari, biasanya pada malam hari, dapat
Total 136 100 bermanfaat bagi kebanyakan pasien selama
TFPA : Tepat Frekuensi Pemberian Antipsikotik
Tabel 10 Distribusi tepat frekuensi pemberian menjalani terapi rumatan jangka panjang.
antipsikotik pasien skizofrenia yang
dirawat inap jiwa di RSD Madani Provinsi Penyederhanaan jadwal dosis akan
Sulawesi Tengah periode Januari-April
2014 meningkatkan kepatuhan pasien (Katzung,
2012).
Hasil penelitian didapatkan tepat Penggunaan antipsikotik pada
frekuensi pemberian antipsikotik sebesar pasien skizofrenia di instalasi rawat inap
90,4% dan tidak tepat sebesar 9,6% dari 136 jiwa RSD Madani Provinsi Sulawesi
antipsikotik. Penentuan frekuensi pemberian Tengah periode Januari-April 2014 belum
obat dengan fungsi organ normal dapat dapat dikatakan rasional, karena kriteria
ditentukan dengan melihat nilai waktu paruh pengobatan rasional meliputi tepat indikasi,
(t1 2) obat. Waktu paruh haloperidol 12 jam, tepat obat, tepat pasien, tepat dosis dan
sehingga cukup diberikan 2 kali sehari. tepat frekuensi belum tepat 100%. Hasil
Klorpromazin dapat diberikan dosis awal rasionalitas pengobatan adalah sebagai
30-75 mg 3 kali sehari namun untuk dosis berikut : tepat indikasi 100%; tepat obat
pemeliharaan diberikan 100 mg 2 kali 90,4%; tepat pasien 87,8%; tepat dosis
sehari. Klozapin hanya tersedia dalam 81,6%; dan tepat frekuensi pemberian
bentuk preparat oral, konsentrasi plasma antipsikotik 90,4%.
puncak dicapai setelah 2 jam pemberian Hasil penelitian ini dapat disimpulkan
oral. Waktu paruh eliminasi adalah 12 jam bahwa penggunaan antipsikotik pada
(antara 10-16 jam). Sehingga klozapin cukup pasien skizofrenia di instalasi rawat
diberikan 2 kali sehari agar dapat inap jiwa RSD Madani Provinsi Sulawesi
mempertahankan kadar obat dalam plasma. Tengah periode Januari-April 2014 belum
Kadar puncak plasma dicapai 5 jam dikatakan rasional.
pemberian olanzapin. Waktu paruh 31 jam
(rata-rata 21-24 jam) dengan satu kali dosis IV. DAFTAR PUSTAKA
(Dipiro et al, 2011; Amir, 2013).
Amir, N., 2013, Buku Ajar Psikiatri:
Antipsikotik sering diberikan dalam Skizofrenia. Badan Penerbit
dosis harian yang terbagi dan titrasi hingga Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta.
mencapai dosis efektif. Jika dosis harian
efektif pasien telah diketahui, obat dapat
Rasionalitas Penggunaan Antipsikotik pada Pasien Skizofrenia
(Fahrul dkk)
27
Online Jurnal of Natural Science, Vol.3(2): 18-29 ISSN: 2338-0950
Agustus 2014
Anonim., 2005. Standar Pelayanan Medik Maharani, F.R.L., 2004, Kajian Penggunaan
RSJ Madani. RSJ Madani Provinsi Obat Antipsikosis pada Pasien
Sulawesi Tengah, Palu Skizofrenia di Unit Rawat Inap
Arif, I. M., 2006, Skizofrenia Memahami Rumah Sakit Grhasia Propinsi
Dinamika Keluarga Pasien, Daerah Istimewa Yogyakarta
Penerbit Refika Aditama, Bandung. Periode Januari-Desember 2003.
BPOM RI., 2008, IONI: Informatorium Skripsi. Fakultas Farmasi
Obat Nasional Indonesia. Badan Universitas Sanata Dharma,
Pengawas Obat dan Makanan Yogyakarta.
Republik Indonesia. Maramis, W.F., 2004, Catatan Ilmu
Byrne, M., Agerbo, E., Ewald, H., Eaton, Kedokteran Jiwa. Airlangga
W.W., Mortensen., P.B., 2003, University Press, Surabaya.
Parental Age and Risk of Maslim., 2003, Panduan Praktis
Schizophrenia. Arch Gen Penggunaan Klinis dan Kebijakan
Psychiatry Obat Psikotropik (Psychotropic
David, A., 2004, Buku Saku Psikiatri. Buku Medication), Edisi 3. Bagian Ilmu
Kedokteran EGC, Jakarta. Kedokteran Jiwa FK Unika Atma
Dipiro, J.T., Wells, B.G., Schwinghammer, Jaya, Jakarta.
T.L., and Dipiro, C.V., 2009, Riset Kesehatan Dasar, 2008, Laporan
Pharmacotherapy Handbook, Nasional 2007. Badan Penelitian
Seventh Edition, 799-813, dan Pengembangan Kesehatan,
McGraw-Hill Medical, New York. Depertemen Kesehatan Republik
Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Indonesia.
Matzke, G.R., Wells, B.G., and Saha, S., Chant, D., Welham, J., McGrath.,
Posey, L.M., 2011, 2005, A Systematic Review of the
Pharmacotheraphy A Prevalence of Schizophrenia. PloS
Pathophysiologic Approach 8th, Med 2(5): e141.
McGraw-Hill Medical, New York. Saperstein, A.M., Fiszdon J.M., and Bell,
Hawaris, D., 2007, Pendekatan Holistik M.D., 2011, Intrinsic motivation as
Pada Gangguan Jiwa Skizofrenia, a predictor of work outcome after
Edisi 2, Balai Penerbitan, vocational rehabilitation in
Kedokteran Universitas Indonesia, schizophrenia J Nerv Ment
Jakarta. Dis:199:672
Irmansyah, M., 2005, Skizofrenia Bisa Sira, I., 2011, Karakteristik Skizofrenia di
Mengenai Siapa Saja. Majalah Rumah Sakit Khusus Alianyang
Kesehatan Jiwa No. 3, Jakarta. Pontianak Periode 1 Januari 31
Irwan M., Fajriansyah A., Sinuhadji B., Desember 2009. Naskah Publikasi
Indrayana M. 2008, Program Studi Pendidikan Dokter
Penatalaksanaan Skizofrenia. Fakultas Kedokteran Universitas
Fakultas Kedokteran Riau, Riau. Tanjungpura, Pontianak.
Kaplan, H.I., Sadock B.J., 1997, Sinopsis WHO., 2011,
psikiatri Edisi ke-7, Terjemahan. http://www.who.int/mental_health/
Binarupa Aksara, Jakarta. management/schizophrenia/en/
______________________., 2010, Sinopsis (diakses 8 Desember 2013).
psikiatri Jilid 1. Binarupa Aksara,
Jakarta.
Katzung, B., 2012, Farmakologi Dasar dan
Klinik, Edisi 10, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakrata.
Rasionalitas Penggunaan Antipsikotik pada Pasien Skizofrenia
(Fahrul dkk)
28