You are on page 1of 6

AGRIC Vol. 27, No. 1 & No.

2, Juli & Desember 2015: 38 - 43

Fakultas Pertanian dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana


Jl. Diponegoro 52-60 SALATIGA 50711 - Telp. 0298-321212 ext 354
email: agric_fpb@yahoo.co.id, website: ejournal.uksw.edu/agric

EKSTRAKSI BETASIANIN DARI KULIT UMBI BIT (Beta vulgaris)


SEBAGAI PEWARNA ALAMI

EXTRACTION OF BETACYANIN FROM BEET (Beta vulgaris)


PEEL FOR NATURAL DYES

Martinus Andree Wijaya Setiawan


Magister Agroekoteknologi Fakultas Pertanian dan Bisnis, Universitas Kristen Satya Wacana
Jl. Diponegoro 52-60 Salatiga

Erik Kado Nugroho


Magister Agroekoteknologi Fakultas Pertanian dan Bisnis, Universitas Kristen Satya Wacana
Jl. Diponegoro 52-60 Salatiga
erikkado@gmail.com

Lydia Ninan Lestario


Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Kristen Satya Wacana
Jl. Diponegoro 52-60 Salatiga
lydia.ninan@staff.uksw.edu

Diterima 20 April 2015, disetujui 1 Juni 2015

ABSTRACT

The aim of this research was to know most effective solvent comparison (ethanol, ethanol:HCL,
ethanol: Citric Acid) on the betacyanin extract properties from Beet Peel. The characteristic of
Beet Peel contain 82,85 percent water, fiber 5,95 percent, ash 1,33 percent, and lipid 0,31
percent. The research was also aimed to know potential of Beet Peel for narutal dyes. This
research was conducted only to compare effectivity of three different solvent that use to extract
Beet Peel, temperature that use for extraction are the same at 30oC for 40 minute. The best
characteristic of extract was obtained from the ethanol:HCL with betalain of 2,4535 mg/100g.
Keywords: beet peel, betacyanin, solvent

38
Ekstraksi Betasianin Dari Kulit Umbi Bit (Beta vulgaris) Sebagai Pewarna Alami (Martinus Andree Wijaya Setiawan, dkk)

PENDAHULUAN dengan warna pigmen merah keunguan (max


534-555 nm) dan betaxantin dengan warna
Bahan pewarna makanan bisa didapatkan dari
pigmen kuning (max 480 nm). Pada pemanasan
pewarna sintetik dan pewarna alami. Dalam
jus pitaya, nilai ho hanya meningkat sedikit (336-
perkembangan industri pangan, terdapat kecen- 338). Peningkatan intensitas warna ini terjadi
derungan menggantikan pewarna sintetik dengan
disertai dengan degradasi betasianin yang ber-
pewarna alami, seperti warna merah betasianin
kaitan dengan formasi warna kuning pada
dari bit yang telah disetujui untuk digunakan kerusakan produk (Herbach et al., 2006).
sebagai bahan tambahan makanan di Amerika
Betasianin adalah zat warna yang berfungsi
Serikat (No. 1600) dan di Eropa (E-162). Di
memberikan warna merah dan berpotensi men-
samping itu juga dibebaskan dari prosedur jadi pewarna alami untuk bahan pangan yang
sertifikasi dan secara luas digunakan di belahan
lebih aman bagi kesehatan dibanding pewarna
dunia (Castellar et al., 2003). Semakin diakuinya
sintetik. Betasianin dapat digunakan sebagai
keberadaan pewarna alami dalam pemenuhan pewarna alami dalam bentuk ekstrat, akan tetapi
bahan pewarna industri pangan maka dibutuhkan
penggunaan pelarut air dalam proses pemekatan
eksplorasi sumber pewarna alami seperti betasianin
dengan panas dapat mengakibatkan kerusakan
dari beberapa tanaman dan juga dari berbagai karena titik didih air cukup tinggi (100 oC)
macam bagian pada tanaman tersebut.
sedangkan stabilitas betasianin semakin menurun
Umbi Bit pada pemanasan suhu 70 dan 80oC (Havlikova
et al., 1983).
Bit merupakan salah satu bahan pangan yang
sangat bermanfaat. Salah satu manfaatnya adalah
memberikan warna alami dalam pembuatan
produk pangan. Pigmen yang terdapat pada bit
merah adalah betalain. Betalain merupakan
golongan antioksidan. Pigmen betalain sangat
jarang digunakan dalam produk pangan dibanding-
kan dengan antosianin dan betakaroten (Wira-
kusumah, 2007). Kandungan vitamin dan mineral
yang ada dalam bit merah seperti vitamin B dan
kalsium, fosfor, nutrisi, besi merupakan nilai lebih
dari penggunaan bit merah. Antioksidan merupa-
kan substansi yang diperlukan tubuh untuk mene-
tralisir radikal bebas dan mencegah kerusakan Gambar 1. Struktur senyawa betasianin
yang ditimbulkan oleh radikal bebas dengan
melengkapi kekurangan elektron yang memiliki Senyawa betasianin pada Gambar 1 di atas
radikal bebas. Antioksidan akan menghambat merupakan senyawa fenol yang tersubstitusi oleh
terjadinya reaksi berantai dari pembentukan gugus glikosida pada posisi orto dan mempunyai
radikal bebas yang dapat menimbulkan stres gugus kromofor. Gugus-gugus fungsional yang
oksidatif. Antioksidan banyak terdapat pada buah- ada dapat berinteraksi dengan anion yang mampu
buahan dan sayur-sayuran (Escribanoet al., menghasilkan perubahan warna. Selain itu
1998). Nilai pH untuk betalain adalah pH 4 - 6 senyawa ini memiliki kegunaan sebagai senyawa
(Stinzing dan Carle, 2007). Antioksidan dari bit chemosensor dalam indikator asam-basa, sensor
merah juga mempengaruhi oleh suhu dan pH anion, sensor beberapa senyawa basa, dan reagen
(Stinzing dan Carle, 2007). dalam deteksi kerusakan bahan pangan.

Betasianin Zat Warna Alami

Coultate (1996) menyatakan bahwa betalain Zat warna alami (naturaldyes) adalah zat warna
dibagi menjadi dua kelompok yaitu betasianin yang diperoleh dari alam khususnya dari tumbuh-

39
AGRIC Vol. 27, No. 1 & No.2, Juli & Desember 2015: 38 - 43

tumbuhan secara langsung maupun tidak langsung. METODE KAJIAN


Setiap tanaman dapat sebagai sumber zat warna
Pengekstrakan pigmen betasianin dari kulit umbi
alam karena mengandung pigmen. Potensi ini
bit dilakukan dengan menggunakan ekstraksi
ditentukan oleh intensitas warna yang dihasilkan
dan sangat tergantung kepekaannya dalam maserasi. Variabel yang digunakan adalah pelarut
tunggal dan pelarut campuran yaitu: 1) pelarut
fungsinya sebagai indikator titrasi asam basa.
tunggal berupa Etanol; 2) pelarut campuran
Beberapa contoh zat warna yang diperoleh dari
tumbuh-tumbuhan dapat dilihat pada tabel 1. berupa etanol ditambah dengan asam sitrat; 3)
pelarut campuran berupa etanol ditambah dengan
Tabel 1. Zat Warna Alami
Warna Sumber Utama Senyawa Zat Warna
Kubis ungu ( Brassica oleracea ), ubi ungu
Merah
(Ipomea batatas ), bunga rosella (Hibiscus Antosianin
keunguan
sabdariffa), bunga sepatu (Hibiscus rosasinensis)
Merah Umbi bit Merah (Beta Vulgaris) Betalain
Orange Biji Kesumba kling(Bixa ollerana) Biksin
Orange Kayu secang(Caesalpinia sappan) Brazilin

Berdasarkan tabel 1 menunjukkan bahwa tum- HCL. Lama ekstraksi adalah selama 40 menit,
buhan penghasil zat warna mengandung senya- adapun pengujian pada sampel kulit umbi bit
wa-senyawa berwarna. Senyawa zat warna yang sebelum dilakukan ekstraksi yaitu berupa kadar
paling dominan penggunaanya sebagai indikator abu (Sudarmaji, 1997), kadar air dengan meng-
titrasi asam basa adalah antosianin karena zat gunakan Ohaus MB25, kadar lemak dengan
tersebut paling banyak diperoleh dari bunga- metode Soxhlet (Sudarmaji, 1997), dan kadar serat
bunga berwarna. Antosianin mempunyai sifat (Sudarmaji, 1997). Parameter uji yang dilakukan
larut dalam air membentuk zat warna. Dalam pada hasil ekstrasi kulit umbi bit dari 3 macam
suasana asam berwarna merah dan lebih stabil. pelarut adalah kandungan betalain (Wrolstad,
Dalam suasana basa berwarna biru. (Siti Marwati, 2001) yang menggunakan Spektrofotometri UV-
2010). Selain antosianin, warna merah juga Visible (UV-1240 Shimadzu) pada tiga panjang
dihasilkan dari senyawa betalain yang mengandung gelombang yaitu 476, 538, dan 600. Hasil
nitrogen dan larut dalam air. Betalain terdiri dari absorbansi yang didapat kemudian dihitung
senyawa betasantin dan betasianin. Betasantin dengan rumus dibawah ini untuk mengetahui
bersifat larut dalam air membentuk larutan kandungan betasianin dalam tiap macam pelarut.
berwarna merah. Stabil dalam larutan panas
x = 1,095 (A538 A600)
(60oC), cahaya dan udara terbuka. Senyawa
tersebut lebih stabil pada kondisi pH 3,5-5,0. z = A538 x
Pigmen betasantin berwarna kuning dan
betasianin berwarna ungu. Perlu diketahui bahwa y = A476 z -
proses penggunaan zat pewarna alami dari Dimana: x = absorbansi betanin dikurangi
tumbuhan harus melalui proses ekstraksi, pengotor
sedangkan penelitian tentang pelarut ekstraksi
y = absorbansi vulgaxantin-I
masih belum banyak dilakukan terutama kaitannya
dengan penggunaan jenis pelarut. Maka penelitian z = absorbansi pengotor
dilakukan untuk mencari efektifitas dari jenis konsentrasi betanin dan vulgaxantin-I ditentukan
pelarut dalam proses ekstraksi sehingga didapatkan dengan persamaan sebagai berikut:
kadar betalanin yang tinggi.

40
Ekstraksi Betasianin Dari Kulit Umbi Bit (Beta vulgaris) Sebagai Pewarna Alami (Martinus Andree Wijaya Setiawan, dkk)

C betanin = x x faktor pengenceran Tabel 2. Karakteristik kulit umbi Bit


1120 Komponen Jumlah per 100 gkulit umbi

Cvulgaxantin -1 = y x faktor pengenceran Kadar Abu 1,33 g 0,0004


750
Kadar Air 82,85 g 0,0021
Kadar Lemak 0,31 g 0,0018
Kandungan pigmen betalanin adalah jumlah
Kadar Serat 5,95 g 0,0032
Cbetanin + Cvulgaxantin-I dengan satuan mg/100g
Dari hasil pengujian karakteristik kulit bit pada
HASIL DAN PEMBAHASAN tabel 2, nilai kadar abu yaitu sebesar 1,33 g dalam
100 g kulit umbi bit menunjukkan bahwa rendah-
Umbi bit merupakan salah satu family dari Beta nya kadar mineral yang terkandung dalam kulit
vulgaris. Umbi yang dulunya hanya dimanfaatkan umbi bit. Nilai berikutnya adalah kadar air dalam
dari daun dan tangkainya ini memiliki warna merah kulit umbi bit yaitu sebesar 82,85 g per 100 g kulit
pekat, terlihat merona pada bagian dalamnya. umbi bit, tinginya kadar air berpotensi memper-
Pengolahan umbi bit sebagai pewarna alami dapat mudah dalam proses ekstraksi. Selain itu kadar
dilakukan dengan mengupas kulit umbi ini terlebih air juga dapat berpengaruh pada rendemen
dahulu kemudian memotongnya kecil-kecil betasianin yang dihasilkan, karena semakin tinggi
sehingga mudah untuk dihaluskan. Setelah itu, kadar air dalam kulit umbi bit maka semakin
potongan kulit umbi bit ditumbuk menggunakan rendah kandungan senyawa fenolik disebabkan
cawan porselin hingga halus. Setelah halus kulit karakter dari senyawa fenolik yang memiliki
umbi bit diukur kandungan air, lemak, serat, dan kelarutan terbatas dalam air.
abu untuk mengetahui karakteristiknya. Sampel
kulit umbi bit juga digunakan untuk analisis Nilai kadar lemak dalam sampel kulit umbi bit
kandungan betasianin. Betasianin merupakan menunjukan nilai yang rendah juga yaitu 0,31 g
senyawa antioksidan yang termasuk dalam per 100 g kulit umbi bit, rendahnya kadar lemak
golongan senyawa fenolik. Betasianin ini banyak mengurangi potensi rusaknya kadar antioksidan
dimanfaatkan karena kegunaannya selain sebagai dalam ekstrak kulit umbi bit. Hal ini disebabkan
pewarna juga sebagai antioksidan dan radical jika kita menggunakan pelarut polar dalam
savenging sebagai perlindungan terhadap gangguan mengekstrak kulit umbi bit, maka ada kemungkin-
akibat stres oksidatif. Pemanfaatan tanaman bit an lemak dalam kulit umbi bit juga dapat terlarut
yang sering digunakan adalah pada bagian daun dan dapat meningkatkan potensi kerusakan
dan daging umbih. Faridah dkk. mengatakan ekstrak karena lemak mudah teroksidasi. Nilai
bahwa betalain yang paling banyak adalah akar kadar serat dalam kulit umbi bit yaitu 5,95 g per
bit (Beta vulgaris). Akan tetapi pemanfaatan 100 g kulit umbi bit, nilai ini menunjukkan nilai
bagian akar bit masih jarang dimanfaatkan, dan serat yang rendah dalam kulit umbi bit. Rendahnya
setelah diambil daging umbinya, kulit umbi kandungan serat dalam kulit umbi bit mengun-
terbuang begitu saja. Percobaan ini dilakukan tungkan dalam proses ekstraksi, hal ini disebabkan
untuk mengetahui karakter dan kandungan jika kandungan kadar serat dalam kulit umbi tinggi
betasianin pada kulit umbi bit. maka proses pengekstrakan dari kulit umbi bit
akan menghasilkan rendemen yang kecil.
Karakteristik Kulit Umbi Bit
Pengaruh Jenis Ekstrak
Setiap jenis bahan memiliki karakteristik yang ber-
beda-beda, perbedaan karakteristik itu sendiri Ekstraksi adalah pemisahan atau pengambilan
akan sangat berpengaruh terhadap penanganan satu komponen yang terdapat di dalam suatu
dalam proses penggunaan bahan tersebut. Dalam bahan padat atau cairan dengan menggunakan
penelitian ini penggunaan kulit umbi bit sebagai bantuan pelarut berdasarkan perbedaan kelarutan
bahan yang berpotensi untuk pewarna alami me- antara pelarut dan zat terlarut. Pemisahan terjadi
miliki karakteristik yang dapat dilihat pada tabel 2. atas dasar kelarutan komponen-komponen dalam
campuran pelarut dan zat terlarut (Hardojo, 1995).

41
AGRIC Vol. 27, No. 1 & No.2, Juli & Desember 2015: 38 - 43

Efektifitas dari proses ekstraksi tidak terlepas dari daripada C betanin pada penggunaan pelarut
kemampuan pelarut dalam melarutkan komponen- campuran ethanol:Asam sitrat yaitu sebesar
komponen zat yang terlarut. Peristiwa pelarutan 0,0014. Pada penggunaan pelarut campuran
suatu zat terjadi karena adanya interaksi antara ethanol: HCl diperoleh nilai Cbetanin tertinggi yaitu
pelarut dengan bahan yang dilarutkan (Effendi, sebesar 0,0015. Sedangkan pada Cvulgaxanthin-
1991). Selain itu efektivitas suatu proses ekstraksi I diperoleh nilai yang tidak berbeda antara
juga ditentukan oleh kemurnian pelarut, suhu penggunaan pelarut ethanol dan ethanol:asam
ekstraksi, metode ekstraksi dan ukuran partikel- sitrat yaitu sebesar 0,0007, akan tetapi pada
partikel bahan yang diekstraksi. Makin murni penggunaan pelarut ethanol:HCl diperoleh
suatu pelarut dan makin lama waktu kontak antara Cvulgaxanthin-I lebih tinggi yaitu 0,0010.
pelarut dengan bahan yang diekstraksi pada suhu Kandungan betalain pada kulit umbi bit yang
tertentu, maka ekstrak yang dihasilkan makin diperoleh dari penggunaan pelarut ethanol
banyak (Geankoplis, 1991). diperoleh 1,6084 mg/100g, pelarut ethanol:Asam
sitrat 2,1384 mg/100g, dan pelarut ethanol:HCl
Penggunaan 3 jenis pelarut dalam penelitian ini
sebesar 2,4535 mg/100g sampel kulit umbi
yaitu terdiri dari 1 pelarut tunggal yaitu ethanol
bit.Suhu yang digunakan pada ketiga perlakuan
dan 2 pelarut campuran yaitu ethanol: HCl dan pelarut ini dianggap tidak berpengaruh karena
ethanol: Asam Sitrat. Fungsi ethanol dan asam
suhu ekstraksi dilakukan pada suhu ruang. Begitu
sitrat untuk menurunkan pH pelarut. Menurut
juga dengan waktu ekstraksi pada ketiga per-
Metriva (1980) dalam Nursaerah mengatakan lakuan pelarut sama yaitu 40 menit.
bahwa pengasaman pelarut menggunakan HCl
bersifat korosif terhadap sampel. Maka perlu Tabel 3. Kandungan Betasianin pada kulit umbi bit
digunakan asam-asam organic contohnya asam Betalain
sitrat dalam pengasaman pelarut. Menurut Pelarut Cbetanin Cvulgaxanthin-I
(mg/ 100g)
Castellar et al. (2003) bahwa betasianin memiliki
Ethanol 0,9276 0,6808 1.6084
tingkat kestabilan yang tinggi pada pH 5,
Ethanol + As. Sitrat 1,4060 0,7324 2.1384
sedangkan menurut Reid et al. (1980) kerusakan
betasianin meningkat tajam di bawah pH 4 dan Ethanol + HCL 1,4757 0,9778 2.4535
Coultate (1996) menambahkan bahwa pada nilai
pH netral menyebabkan kerusakan betasianin dan Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa
berubah menjadi berwarna cokelat. Oleh karena perlakuan pelarut yang paling baik dalam
itu, pH pelarut perlu dikondisikan pada pH optimal ekstraksi betasianin pada kulit umbi bit yaitu
betasianin. Namun, pada penelitian ini tidak penggunaan pelarut ethanol: HCl. Hal ini diduga
dilakukan pengukuran pH pada pelarut. karena kombinasi pelarut ethanol:HCl memberi-
kan tingkat kepolaran yang mendekati tingkat
Betasianin merupakan pigmen berwarna merah kepolaran betasianin pada kulit umbi bit sehingga
atau merah-violet. Warna merah bit segar disebab- meningkatkan kemampuan untuk melarutkan
kan oleh pigmen betasianin, suatu senyawa yang betasianin dan ekstraksi dapat terjadi secara
mengandung nitrogen. Bit juga mengandung maksimal. Vogel (1987) menyatakan bahwa daya
betaxantin, suatu pigmen berwarna kuning. Kedua melarutkan yang tinggi ini berhubungan dengan
pigmen ini beragam menurut kultivar, dan dapat kepolaran pelarut dan kepolaran senyawa yang
berubah karena kondisi lingkungan. Tingkat warna diekstraksi.
merah menunjukkan bahwa kandungan betaxan-
tinnya sedikit, warna kuning menunjukkan bahwa KESIMPULAN
tidak terdapat betasianin, dan warna putih
Dari hasil penelitian ini dapat ditarik kesimpulan
menunjukkan tidak terdapatnya kedua pigmen
bahwa pada kulit umbi bit memiliki kandungan
tersebut.
air yang tinggi yaitu 82,85 persen, kadar lemak,
Pada penggunaan pelarut tunggal ethanol serat, dan abu yang rendah yaitu 0,31 persen,
diperoleh nilai Cbetanin sebesar 0,0009 lebih kecil 5,95 persen, dan 1,33 persen. Oleh karena

42
Ekstraksi Betasianin Dari Kulit Umbi Bit (Beta vulgaris) Sebagai Pewarna Alami (Martinus Andree Wijaya Setiawan, dkk)

rendahnya kandungan air, lemak, serat, dan abu Jackman, R.L., Smith, J.L. 1996. Anthocyanins
tersebut, proses ekstraksi kulit umbi bit tidak and Betalains in Natural Food Colorants.
terlalu sulit. Hal ini juga ditunjukkan dengan Blackie Academic and Professional.
kandungan air yang tinggi dengan kandungan serat London.
yang rendah. Analisis kandungan betasianin Marwati, S. 2010. Aplikasi Beberapa Bunga
antara tiga pelarut maksimal pada pelarut Berwarna sebagai Indikator Alami
ethanol:HCl dengan nilai sebesar 2,4535 mg/100g. Titrasi Asam Basa. Prosiding Seminar
Nasional Penelitian. Pendidikan dan
DAFTAR PUSTAKA
Penerapan MIPA FMIPA UNY
Castellar, R., Obon, J.M., Alacid,M., Lopes, J.A.F.
Metriva, M. 1995. Mempelajari Ekstraksi
2003. Color properties and stability of
Antosianin dari Kulit Buah Manggis
betacyanin from Opuntia fruits. J. Agric.
(Garnicia mangostana L) Menggunakan
Food Chem. 51: 2772-2776.
Pelarut Metanol yang Diasamkan.
Coultate, T.P. 1996. Food The Chemistry of Its (Skripsi) Fakultas Teknologi Pertanian.
Components. 3rd edition. The Royal Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Society and Chemistry Company. Cambridge.
Reid, M., Jack, S., Paul, L., Young, R.E. 1980.
Effendi, W. 1991. Ekstraksi, Purifikasi dan Effects of pH and ethephon on betacyanin
Karakterisasi Antosianin dari Kulit leakage from beet root discs. Plant
Manggis (Garcinia mangostana L.). Physiol 66: 1015-1016.
Fakultas Teknologi Pertanian. Institut
Stintzing, F.C., Carle, R. 2007. Betalains-
Pertanian Bogor. Bogor.
emerging prospects for food scientists.
Escribano, J., Pedreno, M.A., Garcia-Carmona, Tends Food Sci. Technol. 18: 514 525.
F., Munoz, R. 1998. Characterization of
Sudarmadji, S.B., Haryono, S. 1997. Prosedur
the antiradical activity of betalains from
Analisa untuk Bahan Makanan dan
Beta vulgaris L. Roots. Phytochem.
Pertanian. Yogyakarta: Penerbit Liberty
Anal. 9:124-127.
Vogel, A.C. 1987. Textbook of Practical
Geankoplis C.J. 1991. Transport Processess and
Organic Chemistry. Fourth Edition.
Unit Operations, 2nd Ed, Allyn and
Pp.130-136.
Bacon, Inc, Toronto.
Wirakusumah, E. 2007. Cantik Awet Muda
Hardojo, L. 1995. Teknologi Kimia Bagian II.
Dengan Buah Sayur dan Herbal.
Cetakan Pertama, Penerbit PT. Prandnya
Jakarta: Penebar Swadaya.
Paramita, Jakarta.
Wrolstad, R.E., Giusti, M.M. 2001. Unit F1.2:
Havlikova, L.K., Mikova, K. 1983. Heat Stability
anthocyanins.Characterization and
of Betacyanins. Lebensm Unters Forsch
measurement with UV-visible spectroscopy.
177: 247-250
In: Wrolstad, RE, editor. Current protocols
Herbach, K.M., Stinizing, F.C., Carle, R. 2006. in food analytical chemistry. New York:
Betalain stability and degradation John Wiley & Sons. p. F1.2.1 1.2.13.
structural and chromatic aspects. J. Sci.
of food. Vol. 71.Nr.4.

***

43

You might also like