You are on page 1of 19

Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia, 2(1) :24-42 (2014) ISSN : 2303-2960

PEMELIHARAAN LARVA IKAN KATUNG (Pristolepis grooti Bleeker)


DENGAN PEMBERIAN PAKAN AWAL BERBEDA

Hamdan Alawi1), Netti Ariyani1) dan Nur Asiah1)


1)
Staf pengajar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Riau.
Kampus Bina Widya, Km. 12,5 Simp. Panam, Pekanbaru (28293)

ABSTRACT

The Indonesian Leaffish, Pristolepis grooti is one of endangered species found in


some river system in Indonesia. The demanded and good culture candidate species for
which the development of larval raring techniques are needed for large scale. A study was
conducted to assess the effects of different type of feeds on growth and survival rate of the
larva for 35 days rearing period. The experiment was designed on completely randomized
design (CRD) with 4 treatments, each with 3 replications. Four different feeds were tested,
viz. AR (Artemia nauplii), TB (tubificid worms), WF (Water Flea, Daphnia and Moina)
and BE (Boiled chicken egg yolk). Induced bred larvae (10-day old) were reared in 20 liters
glass aquarium with a recirculation water system During the experimental period the larvae
were fed to satiation three times a day. The water quality variables such as temperature,
dissolved oxygen (DO), pH, free ammonia, were found within acceptable limit of larval
rearing. The larvae fed tubificid worms had significantly highest (P<0.05) growth (percent
length gain (423.337.3), percent weight gain (13905.5567.6), specific growth rate
(14.10.1) and survival (63.316.1) followed by Artemia nauplii and water Flea and
boiled chickedn egg yolk. Therefore, tubificid worms may be suggested for feeding
Indonesian leaffish larvae up to stockable size.

Keywords: Pristolepis grootii, feed type, growth and survival, larval rearing

PENDAHULUAN

Pristolepis grooti (Bleeker), lebih asinan (ikan asin), dan sebagai ikan hias,
dikenal dengan nama ikan katung atau memiliki penggemar cukup tinggi di
sipatung (Indonesian leaffish), kalangan akuaris ikan air tawar.
merupakan ikan air tawar asli Indonesia Pristolepis grooti, umumnya ikan
dan bernilai cukup baik di pasar lokal dan dari keluarga Nandidae (Asian Leaffish)
internasiaonal, baik sebagai ikan berdiam dan memijah di anak-anak sungai
konsumsi maupun sebagai ikan hias dan perairan rawa banjiran (floody swanp
(akuarium). Sebagai ikan konsumsi, area) di daerah Sumatera dan Kalimantan
katung dijual dalam keadaan segar atau (Fish Base, 2013; Yustina, 2001;

24
Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia Alawi, et al. (2014)

Ernawati et al. 2009). Habitat rawa makan ikan memiliki peranan sangat
banjiran yang luas di kawasan Riau, penting dalam biologi perikanan (Islam et
Jambi sampai di Sumatera Selatan dan al., 2004; Effendie, 2002). Pakan
Pulau Kalimantan adalah daerah hidup merupakan sumber energi dan berperanan
ikan katung yang dalam dua dekade penting dalam menentukan tingkat
belakangan mengalami pengrusakan yang populasi, angka pertumbuhan dan kondisi
intensif. Larva atau burayak ikan katung ikan (Begum et al. 2008). Jadi,
di perairan alami agak sukar ditemukan pertumbuhan yang optimum utamamanya
karena berbagai sebab, diantaranya tergantung pada jumlah dan mutu pakan
adanya perubahan daerah pemijahan dan yang diberikan.Mutu pakan diperoleh
pembesaran . Ikan katung termasuk dengan menyediakan semua gizi yang
kedalam salah satu ikan yang berada diperlukan oleh ikan (Ronnestad et al.
status Endemic (endangered species) atau 1999; Ghosh et al. 2005).
ikan yang akan mengalami kepunahan Praktek budidaya ikan yang lestari
(Fishbase, 2004). Karena itu produksi memerlukan teknik-teknik domestikasi
benih dan induk matang gonad akan yang tepat serta teknik pemeliharaan dan
menjadi satu-satunya cara untuk pemberian pakan larva yang cocok dan
memperoleh benih yang optimum untuk efisien (Sarowar et al., 2010).
tujuan penyelamatan sumberdaya dan Pertumbuhan dari larva ikan dapat
usaha budidaya ke depan. diartikan sebagai perubahan ukurannya
Tujuan utama dari setiap kegiatan (panjang dan berat) dalam kurun waktu
pembenihan adalah memperoduksi jumlah tertentu.Angka pertumbuhan pada ikan
maksimum larva, benih yang bermutu sangat bervasiari dan utamanya
tinggi dari induk yang ada (Alawi, 2012.; bergantung pada berbagai faktor-faktor
Marimuthu and Hanifa, 2007).Salah satu lingkungan. Mutu pakan dan
faktor yang paling penting dalam ketersediaannya merupakan salah satu
pembudidayaan setiap jenis ikan adalah fakrtor lingkungan yang sangat penting
mengetahui kebiasaan makan. mempengaruhi pertumbuhan ikan
Pengetahuan kebiasaan makan (Feeding (Khanna, 1996; Alawi, 2012).
habit) diperlukan untuk memperoleh pola Pertumbuhan larva ikan juga dipengaruhi
pertumnbuhan ikan secara normal dan oleh mutu pakan dan daya terima ikan
optimum. Kajian pakan dan kebiasaan terhadap pakan tersebut (Sahoo, et.al.

25
Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia Alawi, et al. (2014)

2010). Selanjutnya dikatakan bahwa pakan telah digunakan dalam


akseptabilitas pakan oleh larva tergantung pemeliharaan larva ikan seperti kuning
pada tipe pakan dan ukuran telor rebus, nauplii Artemia, cacing
pertikelnya.Kedua faktor ini berdampak tubifex dan kutu air (Moina, Daphnia).
pada angka pertumbuhan dan Sampai saat ini masih sangat kurang
kelulushidupan. Dalam budidaya ikan, sekali imformasi mengenai pakan larva
pakan merupakan komponen utama yang awal ikan katung (Pristolepis grooti)
sangat penting, karena hampir 60% biaya yang dipelihara di lingkungan terkontrol
yang dikeluarkan berhubungan dengan (Akuarium) di Indonesia. Karena itu
pakan (Hossain et al.,2011). Pakan dan penelitian tentang pengaruh dari berbagai
pemberian pakan membantu petani untuk jenis pakan awal akan membantu untuk
memilih jenis ikan yang akan diperlihara mengembang teknologi pembenihan ikan
di lingkungan perairan tanpa terjadi katung di masa mendatang. Laporan
kompetisi sesamanya, baik karena penelitian ini mengkaji pengaruh pakan
perbedaan ukuran maupumn perbedaan awal larva (Artemia naupli, cacing
jenis. tubifex, kuning telor rebus, dan kutu air
Ikan katung termasuk ikan (Moina+Daphnia) terhadap pertumbuhan
omnivorous (Asriansyah, 2008). Hasil dan kelulushidupan larva ikan katung
analisa isi lambung ditemukan beberapa (Pristolepis grooti) dipelihara di bawah
jenis pakan yang umunya terdiri dari kondisi terkontrol.
plankton, insekta air dan detritus. Dalam
METODELOGI PENELITIAN
membangun sistem pembenihan ikan
berskala labor, maka jenis pakan yang Bahan dan peralatan Penelitian
diberikan dapat disesuaikan dengan
Induk ikan katung diperoleh dari
kebiasaan makan ikan tersebut.Namun
hasil tangkapan dari perairan Sungai
bagi ikan omnivorus, pakan awal larva
Kampar (di perairan Langgam). Induk
dapat diperkenalkan dari beragam pakan
dipilih berdasarkan keriteria morpholgis
hidup atau buatan dan kering (Dry
dan fisiologis.Induk betina mantang
feed).Bila larva ikan dipelihara dan
gonad ditandai dengan perutnya menbesar
dibesarkan dalam bak dan akuarium
dan apabila diurutkan pada bagian perut
(indoor rearing system), pemilihan pakan
ke arah lobang genital mengeluarkan
larva menjadi sangat penting. Beberapa

26
Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia Alawi, et al. (2014)

sedikuit telor.Sedangkan induk jantan, dengan pipa air masuk dan keluar serta
bentuk tubuh lebih ramping dan apabila batu aerasi. Akuarium dipasang di atas
diurut pada bagian perut mengharah ke Rak besi; setiap akuarium diberi tanda
lobang genital mengekluarkan sedikit perlakuan. Akuarium pemeliharaan ini
cairan sperma. Induk-induk yang sudah dilengkapi sistem air masuk dan keluar
matang dan siap ini dipijahkan dengan sistem resirkulasi air. Air masuk ke
metode suntikan hormon, yaitu akuarium pemeliaraan melalui
menggunakan OVAPRIM 0.9 ml/berat pemompaan dari bak filter yang dipasang
induk untuk induk betina) dan 0.4 ml/kg di bawah bak pemeliharaan. Bak filter
untuk induk jantan. terdiri dari filter mekanis (pasir, ijuk,
Jenis pakan yang dicobakan dalam krikil) dan arang serta filter biologis
penelitian pemliharaan larva ini adalah: 1. (Bioball). Kemudian air dari filter
cacing Tubifex, diperoleh dari pengumpul biologis mengalir ke ruang kosong
cacing tubifex di Pekanbaru, 2) Kutu air dimana pompa dipasang. Dari sini, air
(Moina dan Daphnia): diperoleh dari dipompa ke masing-masing bak
selokan air tergenang di Jalan Garuda pemeliharaan dengan aliran sekitar 0.5 L
Pekanbaru, 3) Artemia nauplii, diperoleh per menit. Di masing-masing akuarium
dari hasil penetasan kista artemia dan 4) pemeliharaan terdapat saluran
Kuning telor rebus; dipeoleh dari hasil pengeluaraan air yang saling berhubungan
perebusan telor ayam negeri dan diambil keluar menuju ke Bak filter.
kuningnya.
Hormon yang digunakan untuk Rancangan Percobaan
pemijahan induk ikan adalah OVAPRIM
Rancangan Percobaan
mengandung hormon GTH salmon dan
menggunakan Rancangan Acal Lengkap
anti Dopamin dibuat oleh SYNDELL
(RAL) satu faktor dengan 4 perlakuan
USA. Dosis yang digunakan untuk
masing-masing dengan 3 kali ulangan.
penyuntikan induk betina adalah 0.7-0.9
Larva ikan katung hasil pemijhahan
ml/kg induk; dan 0.4 ml/kg untuk induk
buatan berumur 10 hari digunakan dalam
jantan.
percobaan. Larvae percobaan dibagi
Peralatan pemeliharaan terdiri dari
dalam 4 kelompok perlakuan dan diberi
12 buah akuarium berukuran 30x30x40
masing-masing dengan jenis pakan
cm. Masing-masing akuarium dilengkapi

27
Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia Alawi, et al. (2014)
berbeda, yaitu, AN (artemia nauplai), TB penetasan.Sampai hari ke sepuluh
(caing tubifex), KA (kutu air: larva hasil pemijahan di akuarium
Zooplankton) dan KT (kuning telor Ayam diberi makan Artemia nauplii secara
rebus). Dua belas akuarium , 30x30x40 ad-libitum. Larva berumur 10 hari
cm disusun di atas Rak besi dan diberi memiliki panjang rata-rata 4,5 0,1
label perlakukan melalui pengacakan. mm. Larva umur 10 hari ini diambil
Masing-masing akuarium diisi dengan 5 dari akuarium pemijahan secara acak
liter air tanpa aliran air pada minggu masing-masing 20 ekor per akuarium
pertama dan sterusnya dari minggu kedua atau 2 ekor/L dan ditebar ke akuarium
sampai minggu ke 5 ditambah menjadi 10 pemeliharaan.
liter dengan denmgan sistem resirkulasi 2. Pemberian Pakan dengan kuning telor
air dengan aliran air sekitar 0.5 L per ayam rebus (KT), Artemia nauplii
menit. Pemberian pakan secara ad- (AN), cacing tubifex (TB) dan Kutu
libiotum dilakukan 3 kali sehari (08:00, Air (KA) dilakukan tiga kali sehari
14.00 dan 20;00). (jam 08:00; 14:00 dan 20:00) secara
ad-libitum selama masa pemeliharaan
Pelaksanaan Penelitian
4 minggu (18 hari) dengan cara

Penelitian tentang pemeliharaan menyebarkan ke seluruh badan air.

larva ikan katung dengan pemberian jenis Kuning telor ayam rebus dan cacing

pakan berbeda selama 35 hari tubfex menyebar di dasar akurium;


pemeliharaan dilakukan di Laborarium sedangkan artemia nauplii dan kutu

Pembenihan dan Pemuliaan Ikan Jurusan air melayang dalam badan air. Setiap

Budidaya Perairan Faperika UR. Urutan hari, sebelum pemberian makan

dan prosedur pelaksanaan penelitan pertama (08:00 WIB) seluruh sisa

adalah sebagai berikut: pakan sebelumnya disiphon ke luar.

1. Walaupun kantong kuning telor telah 3. Mutu air (DO dan Suhu Air ) diukur

terserap habis pada hari ke lima setiap hari menggunakan DO Meter.

setelah penetasan, namun larva sudah Sedangkan pH diukur pada awal dan

mulai makan pertama pada hari ke-4 akhir penelitian.

setelah penetasan. Pada penelitian ini, 4. Pengukuran data (berat, panjang dan

penelitian duimulai setelah larva kelulushidupan) dilakukan setiap 7


berumur 10 hari setelah hari sekali. Berat ikan diukur secara

28
Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia Alawi, et al. (2014)
massal, yaitu dengan menimbang pemeliharaan;
seluruh ikan yang masih hidup di 4. Angka kelulushidupan dihitung setiap
masing-masing akurium dalam pengukuran (setiap minggu) dengan
mangkuk plastik berisi air yang menggunakan rumus;
sebelum sudah ditimbang beratnya Angka Kelulushidupan (%) = (Jumlah
dengan Timbangan Elektronik dengan larva hidup (day) / (Jumlah Total larva
akurasi 0.01g. Hasil penimbangan yang ditebarkan ) X 100
massal diambil berat rata-ratanya.
Analisa Data
Panjang total diukur setiap ekor ikan
dengan cara meletakkan ikan didalam Data pertumbuhan dan
petridisk berisi sedikit air di atas kelulushidupan disajikan dalam bentuk
kertas grafik (satuan mm), kemudian Rata-rataSimpangan Baku. Setalah
diambil rata-rata penjang. Ikan yang ditransfoamsikan (arcusinus atau
masih hidup dari masing-masing Logaritma), Analisa Keragaman Satu
akurium dicatat untuk menentukan Arah (ANOVA) dilakukan untuk
angka kelulushidupan setiap 7 hari menentukan pengaruh perlakuan jenis
pengukuran. pakan yang diberikan. Bila nuilai F
menunjukkan hasil yang signifikan
Hasil Pengurkutan berat, panjang
dilanjutkan dengan Uji lanjut Duncan,s
dan kelulushidupan dianalisa untuk
New Multuple Range Test (DMRT) untuk
memperoleh peretumbuhan larva yaitu;
mengetahui perbedaan antara perlakuan.
1. Persen perolehan panjang (Percent Analisa seluruhnya menggunakan
length gain) = Rata-rata panjang akhir Komputer menggunakan Program
Rata-rata panjang awal X 100 Statistik MiniTab seri 15.
2. Persen Peroleh Berat (Percent Weight
HASIL DAN PEMBAHASAN
gain) = Rata-rata berat akhir rata-
rata berat awal X 100 Pengaruh Jenis Pakan Terhadap
3. Angka Pertumbuhan Spesifik Pertumbuhan dan Kelulushidupan
Larvae Katung
(Specific Groeth Rate) = (LnW1
LnW0)/T X 100 (Bown 1957), Larva katung umur 10 hari

Dimana W1= Rata-rata beat Akhir; dipelihara dalam 10 liter akuarium dengan

W0 = Rata-rata berat awal: T = Lama sistem resirkulasi air dengan pemberian 4

29
jenis pakan yang berbeda selama 35 hari yang diberi pakan kuning telor rebus
pemeliharaan.Data berat, panjang dan lebih rendah. Mulai Mainggu Ke-III dan
kelulushidupan dicatat setiap minggu.Dari seterusnya, larva ikan katung yang diberi
data ini telihat pola pertumbuhan larva pakan cacing tubifex tum buh lebih besar
ikan katung selama 5 minggu (35 hari) sedangkan larva yang diberi pakan
pemeliharaan dan angka Kuning telor rebus tumbuh lebih kecil.
kelulushidupannya. Larva yang diberi pakan Artemia nauplii
dan Kutu Air memperlihatkan
a. Pertumbuhan
pertumbuhan yang tidak berbeda nyata.
Data pertumbuhan panjang dan
Pada minggu-I, rata-rata panjang
berat larva ikan katung selama 5 minggu
total dan berat larva yang diberi pakan
pemeliharaan terlihat pada Gambar 1 dan
AR, TB, KA Dan KT masing-masing
Tabel 1. Dari gambar dan tabel tersebut
adalah 7.6 mm (4.0 mg), 9.7 mm (4.4 mg)
terlihat bahwa pertumbuhan panjang dan
, 7.2 mm (3.9 mg) dan 5.9 mm (2.4 mg).
berat terus meningkat.Sampai minggu ke-
Larva katung yang makan dengan Kuning
II pertumbuhan larva katung yang diberi
telor rebus tumbuh lebih lambat
pakan cacing tubifex, Artemia nauplii dan
dibandingkan dengan larva yang diberi
Kutu air tidak berbeda, sedangkan larva
pakan yang lain. Hal ini terus terjadi

300 27
Pertumbuhan Panjang (mm)

24
250
Pertumbuhan Berat (mg)

21
18 AR
200 AR
15 TB
TB
150 12 KA
KA
9 KT
100 KT
6
3
50
0
0 I II III IV V
I II III IV V Waktu Pemeliharaan (minggu)

Gambar 1 . Pertumbuhan Panjang (Atas) dan Berat (Bawah) Larva ikan katung (Pristolepis
grooti) yang diberi pakan Berbeda selama 5 minggu pemeliharaan(AR =
Artemia Nauplii; TB= Cacing ubifex; KA= Kutu Air; KT Kuning Telor Rebus)

30
Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia Alawi, et al. (2014)
Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia Alawi, et al. (2014)

Tabel 1. Data Pertumbuhan Panjang (cm) dan Berat larba ikan katuing (Pristolepis grooti)
minggu I sampai Minggu ke-4

Rata-rata panjang Simpangan Baku (mm)


Pakan
I II III IV V
AR 7.60.5b 10.51.8b 14.10.6bc 16.10.1b 17.80.8b
TB 9.70.3c 11.11.8b 15.60.3c 18.31.3c 23.51.6c
KA 7.20.2b 10.50.4b 12.31.2b 15.20.8b 16.40.3b
KT 5.90.3a 7.70.3a 8.30.5a 10.60.3a 13.10.1a

Rata-Rata berat Simpangan Baku (mg)


I II III IV V
AR 4.00.2b 14.70.7bc 36.82.3b 59.99.3b 92.27.6b
TB 4.40.3b 15.41.6c 61.33.8c 117.810.6c 280.211.3c
KA 3.90.1b 11.80.8b 34.48.9b 60.513.3b 87.85.8b
KT 2.40.1a 3.10.2a 12.82.5 14.40.9a 31.17.2a

Tabel 2 Pertambahan Panjang (mm) dan Berat (mg) larva ikan katuing (Pristolepis grooti)
yang diberi pakan berbeda selama 35 hari pemeliharaan (Rata-RataSD)
Panjang dan Berat Panjang dan Berat Pertambahan
Awal Akhir
Pakan
Panjang Berat Panjang Berat (mg) Panjang Berat (mg)
(mm) (mg) (mm) (mm)
AR 4.5 0.1 2.0 0.2 17.80.8 92.27.6 13.30.8 90.27.7
TB 4.5 0.1 2.0 0.2 23.51.6 280.211.3 19.01.7 278.211.3
KA 4.5 0.1 2.0 0.2 16.40.3 87.85.8 11.90.3 85.85.9
KT 4.5 0.1 2.0 0.2 13.10.1 31.17.2 8.60.1 29.17.2

Tabel 3. Pertumbuhan dan Kelulushidupan larva katung diberi pakan berbeda (Rata-
rataSD

Pakan % Pertambahan % Pertambahan SGR (%/hari) Kelulushidupan


Panjang Berat (%)
AR 295.117.1b 4508.3382.5b 10.90.2b 28.32.9ab
TB 423.337.3c 13905.5567.6c 14.10.1c 63.316.1c
KA 263.87.5b 4291.5292.5b 10.80.2b 41.75.8bc
KT 190.73.2a 1455.6359.2a 7.80.7a 18.32.8a

Keterangan : AR = Artemia nauplii; TB = cacing tubifex; KA = Kutu Air (Daphnia dan


Moina); KT = Kuting Telor rebus

31
Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia Alawi, et al. (2014)

Rata-rata panjang dan berat yang 1455.6%, 4291.5%, 4508.3% dan


memiliki hurup yang sama dala kolom 13905.5% masing untuk pakan kuning
yang sama tidak berbeda nyata telor rebus, kutu air, Artemia nauplii dan
(P=0.05)sampai minggu ke-5. Pakan cacing tubifex. (Tabel 2 dan 3). Analisa
cacing tubifex memberikan pertumbuhan Keragaman (ANOVA) yang dilakukan
larva ikan katung yang tertinggi. terhadap data persen perolehan panjang
Superioritas pakan cacing tubifex (Tabel 4 ) menunjukkan adanya
kelihatan mulai minggu ke-3 sampai ke- perbedaan yang siknifikan di antara
5. Pada minggu ke 3, Panjang total dan perlakuan (jenis pakan) (F = 64.55,
berat larva yang diberi pakan cacing p<0.05). Hasil Uji lanjut Tukey (Tukey
tubifex masing-masing adalah 15.6 mm test) (P<0.05) menghasilkan
dan 61.3 mg. Angka ini secara pertumbuhan yang tertinggi diperoleh
sinknifikan lebih besar dari larva yang pada larva yang dioberi pakan cacing
diberi pakan Artemia nauplii 12.1 mm tubifex (TB) diikuti dengan Larva makan
(36.8 mg), pakan Kutu Air 12.3 mm Aremia nauplii (AR) dan kutu Air (KA)
(34.4 mg) dan pakan Kuning Telor rebus dan yang paling rendah larva makan
8.3 mm (12.8 mg). kuning telor rebus (KT). Analisa
Pada Akhir penelitian, yaitu keragaman data persen perolehan berat
setelah 35 hari (5 minggu) pemeliharaan, (Tabel 5) menunjukkan adanya perbedaan
pertambahan panjang masing-masing yang sangat siknifikan diantara kelompok
larva adalah 8.6 mm untuk pakan Kuning larva yang diberi pakan yang berbeda (F =
telor rebus; 11.9 mm untuk pakan Kutu 517.25 ;P<0.05). Uji Lanjut Tukey
Air; 13.3 mm untuk pakan artemia menunjukkan bahwa larva katung yang
nauplii; 19.0 mm untuk pakan cacing diberi makan dengan cacing tubifex (TB)
tubifex (Tabel 2), atau setara dengan memperoleh persen pertambahan berat
190.7%, 263.8%, 295.1% dan 423.3% yang tertinggi, diikuti dengan larvae
pada larva yang diberi makan kuning telor makan afrtemia naupli dan kutu air dan
rebus, kutu air, artemia nauplii dan cacing yang paling rendah larva diberi makan
tubifex. (Tabel 5). Berat larva ikan katung kuning telor rebus.
bertambah sebesar 29.1 mg, 85.8 mg, Angka pertumbuhan spesifik
90.2 mg dan 278.2 mg atau setara dengan (Specifik Growth Rate) larvae yang

32
Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia Alawi, et al. (2014)

diberi jenis pakan berbeda diterakan pada dampak pertumbuhan relatif sama.
Tabel 3. APS (Angka Pertumbuhan
b. Kelulushidupan Larva
Spesifik memperlihat kan pola yang sama
dengan pertumbuhan panjang dan berat. Angka kelulushidupan lerva ikan
Larva katung, setelah 35 hari katung setelah dipelihara selama 35 hari
pemeliharaan memperoleh APS masing- adalah 63.3% untuk pakan cacing
masing 7.8 %/hari, 10.8%/hari, 10.9 tubifex, 41.7% untuk pakan kutu air, 28.3
%/hari dan 14.1 %/hari untuk pakan untuk pakan artemia nauplii dan 18.3%
kuning telor rebus, kutu air, Artemia untuk pakan Kuning telor rebus. (Tabel
nauplii dan cacing tubifex. Analisa Sidik 3). Angka kelulushidupan larva sangat
Ragam (Anova) (Tabel 6) menunjukkan dipengaruhi oleh jenis pakan yang diben
adanya perbedaan yang sangat signifikan rikan. Perbedaan angka kelulushidupan
di antara perlakuan (F = 136.05 ; P,0.05). berdasarkan ANOVA (Tabel 7; F =14.73;
Uji Tukey menunjukkan bahwa larva P,0.05) adalah sangat siknifikan. Hasil uji
yang diberi makan cacing tubifex lanjut Tukey menunjukan bawha larva
memiliki angka tertinggi sedangkan katung yang diberi makan dengan cacing
larva makan kunig telur rebus yang tubifek hidup lebih tinggi dibandingkan
terendah. dengan larva yang diberi makan dengan
Dari data dan gambar serta analisa kuning telor rebus dan Artemia naupli.
statistik menunjukkan bahwa pakan Tidak ada perbedaan anka kelulushidupan
hidup (life food) masih memperlihatkan larva katung diberi makan kutu air dan
hasil yang lebih baik dibandingkan artemia naupli, antara cacing tubifex
dengan pakan non-hidup (pakan buatan) dengan kutu air dan antara artemia dengan
dalam pemeliharaan larva ikan katung kuning telor rebus. (Tabel 5). Dari hasil
selama 5 minggu. Secara keseluruhan, ini dapat disimpulkan bahwa larva katung
pakan cacing tubifex memberikan yang diberi makan dengan cacing tubifex
pertumbuhan yang tertinggi, sedangkan adalah yang terbaik daripada diberi
pakan Kuning telor terendah. Pakan jenis pakan yang lain.
Artrmia nauplii dan Kutu air memberikan
.

33
Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia Alawi, et al. (2014)

Tabel 4. Tabel ANOVA persen pertambahan panjang larva ikan katung dengan pakan
berbeda
SOV DF SS MS F Hitung F Tabel
Pakan 3 84852 28284 64.55*** 4.07
Galat 8 3506 438
TOTAL 11 88357
*** Berbeda Sangat Nyata (P<0.05)

Tabel 5. Tabel ANOVA persen pertambahan berat larva ikan katung dengan pakan
berbeda

SOV DF SS MS F Hitung F Tabel


Pakan 3 264999039 88333013 517.25 *** 4.07
Galat 8 1366204 170775
TOTAL 11 266365243

*** Berbeda Sangat Nyata (P<0.05)

Tabel 6. Tabel ANOVA Angka Pertumbuhan Spesifik larva ikan katung dengan pakan
berbeda

SOV DF SS MS F Hitung F Tabel


Pakan 3 60.198 20.066 136.05*** 4.07
Galat 8 1.180 0.147
TOTAL 11 61.378
*** Berbeda Sangat Nyata (P<0.05)

Tabel 7. Tabel ANOVA Angka Kelulushidupan larva ikan katung dengan pakan berbeda

SOV DF SS MS F Hitung F Tabel


Pakan 3 3406.2 1135.4 14.73*** 4.07
Galat 8 616.7 77.1
TOTAL 11 4022.9

*** Berbeda Sangat Nyata (P<0.05)

34
Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia Alawi, et al. (2014)

c. Kondisi Lingkungan Budi daya 2008; Fithra dan Siregar, 2010). Nilai

Data mutu air dalam akurium oksigen terlarut berkisar antara 6.4 sampai

pemeliharaan diterakan pada tabel 8. 6.8 mg/L. Nilai ini sedikit lebih dari nilai

Dalam tabel tersebut terlihata bahwa tidak yang direkomendasi oleh Hora dan Pillay

banyak perbedaan mutu air dalam (1962) yaitu lebih tinggi atau sama

akuarium pemeliharaan yang menerima dengan 5 mg/L. Semua akuarium

pakan yang berbeda. Besar aliran air pemeliharaan memiliki nilai Ammonia-

berselanag antara 0.25-1.0 L / menit. Nitrogen rendah yaitu dalam rentang

Suhu air tercatat 26.2 26.5OC selama 0.02-0.04 mg/L. Nilai Amonia yang

masa pemeliharaan. Nilai Suhu ini berada di bawah 2 ppm dinilai baik untuk

adalah berada dalam rentang normal memperoleh ikan yang tumbuh sehat

untuk kondisi perairan tropis. (Hora dan Pillay, 1962). Hal ini

Nilai pH dalam akuarium menandakan bahwa pakan yang

pemeliharaan berkisar dari 6.0 sampai 6.2. digunakan tidak menyebabkan naiknya

Nilai ini agak rendah dari rentang yang atau tinggi nilai Ammonia dalam air

normal bagi ikan kultur daerah tropis kultur. Di samping itu biofilter yang

yaitu dari 6.5 sampai 9 (Boyd, 1979). digunakan dalam sistem resirkulasi

Namun nilai pH ini sesuai dengan nilai mampu mengkonversi buangan ammonia

pH dari kehidupan ikan katung di alam, dengan efisien. Mutu air kultur, secara

yaitu ikan katung banyak ditemuai di umum dapat dikatakan cocok untuk

daerah perairan rawa gambut yang pertumbuhan dan kehidupan larva ikan

memiliki pH agak rendah (Ariansyah, katung.

Tabel 8. Nilai rata-rata beberapa Mutu air 0.2 0.2 0.2 0.3
kultur selama masa pemeliharaan Ammonia 0.02 0.03 0.02 0.04
(mg/L)
Perlakuan (Jenis Pakan) 0.00 0.00 0.00 0.00
Parameter
AR TB KA KT 5 5 5 5
Temperatu 26.4 26.3 26.2 26.5
r Air (OC) 0.4 0.5 0.3 0.2 Keterangan: AR = Artemia Nauplii; TB =
pH 6.2 6.1 6.2 6.0 cacing tubifex; KA = Kutu Air ; KT=
0.2 Kuning Telor Ayan rebus.
0.1 0.1 0.1
DO (mg/L) 6.6 6.4 6.8 6.5

35
Pembahasan menyarankan menggunakan zooplankton
Pertumbuhan dan kelulushidupan sebagai pakan awal larva ikan Nandus.
larva ikan katung yang dipelihara dalam Sedangkan pakan kuning telor rebus tidak
akuariuam dengan sistem resirkulasi dianjurkan, sedankan pakan cacing
sepenuhnya dipengaruhi oleh jenis pakan tubifex belum bisa dimanfaatkan secara
yang digunakan. Seperti yang optimum oleh larva ikan Nandus karena
diperlihatkan pada Tabel 3, 4 dan 5, tidak dalam keadaan hidup tapi dalam
persen pertambahan panjang dan berat, bentuk pasta. Pada penelitian ini cacing
angka pertumbuhan spesifik (APS) dan tubifex diberikan dalam keadaan hidup
angka kelulushidupan larva ikan katung sesuai dengan sifat ikan katung yang
yang diberi pakan hidup (cacing tubifex, bersifat predator, yaitu memangsa pakan
Artemia nauplii dan kutu air) secara hidup.
nyata lebih tinggi dari yang diberi pakan Pada larva ikan-ikan yang Ordo
non-hidup (Kunig telor rebus). Di antara (bangsa) nya sama dengan ikan katung
pakan hidup, cacing tubifex seperti dari keluarga Ananbantidae
menyumbangkan hasil yang tertinggi (kelurga ikan Puyu), Helestomadae
dalam hal persen pertambahan panjang (keluarga ikan tambakan),
(423.3%37), berat (13905.5567.6), Osphronemidae (keluarga Ikan gurami)
angka pertumbuhan spesifik (14.10.1) dan Cichlidae (keluarga ikan Tilapia),
dan angka kelulushidupan (63.317.0), kebiasaan makan larva ikan katung
sedangkan pertumbuhan dan memiliki banyak persamaan. Laporan dari
kelulushidupan terburuk adalah larva beberapa jenis ikan ini menunjukkan hasil
katung yang diberi makan Kuning telor yang relatif sama dengan larva katung.
rebus. Pertumbuhan larva katung yang Laporan penelitian Mahmood et al. (2004)
diberi makan Kutu air dan Air nauplii tentang pengaruh pakan berbeda terhadap
secara umum tidak berbeda nyata. Belum pertumbuhan dan kelulushidupan larva
ada referensi yang mengkaji tentang ikan puyu (Anabas testudineus,
pemeliharaan larva ikan katung ANABANTIDAE) menemukan bahwa
(Pristolepis grooti) menggunakan pakan alami (cacing tubifex , Artemia
berbegai tipe pakan, namun dari marga nauplii dan zooplankton) memberikan
atau genus lain masih dalam 1 famili yaitu pertumbuhan dan kelukushidupan larva
ikan Nandus nandus, Rashid et al. (2003) yang lebih tinggi dibandingkan dengan

36
pakan tepung rotifer. Pakan Cacing Pertumbuhan spesifik larva ikan lele
tubifex, dalam penelitian ini Clarias macrocephalus yang diberi makan
menghasilkan pertumbuhan dan pakan hidup lebih tinggi dibandingkan
kelulushidupan tertinggi. Penelitian lain dengan pakan non-hidup. Hasil penelitian
terhadap larva ikan puyu (Anabas Evangelista et al. (2005) menyarankan
testudineus) juga ditemukan bahwa pakan bahwa cacing tubifex merupakan pakan
kuning telor menunjukkan pertumbuhan hidup awal untuk larva C. macrocephalus
dan kelulushidupan yang terburuk dan dapat menggantikan peran Artemia
(Doolgindachabaporn (1988). Demikian nauplii. Juga terhadap ikan lele dari jenis
juga hasil penelitian Cheah et al. (1995) lain yaitu Clarias batrachus yang
terhadap larva ikan tambakan (Helostoma merupakan ikan favorit di kawasan Asia
temmincki, HELOSTOMATIDAE) Tenggara, Bairage et al. (1988) telah
menemukan bahwa pakan cacing tubifex menguji pengaruh Artemia nauplii, kutu
yang dikombinasikan dengan kuning telor air (Zooplankton) dan pakan buatan
memiliki pertumbuhan dan terhadap pertumbuahan dan
kelulushidupan lebih tinggi dibandingkan kelulushidupan larva. Hasilnya adalah
dengan kombinasi Artemia naupli-Kuning pakan hidup- Artemia nauplii yang diberi
telor; Moina-Kuning telor. Pakan kuning makan pada larva selama 4 minggu
telor sendiri tanpa kombinasi dengan yang pemeliharaan adalah pakan yang terbaik
lain memiliki pertumbuhan dan untuk pertumbuhan dan kelulushidupan.
kelulushidupan yang terendah. Penelitian yang dilakukan oleh Rahman et
Hasil-hasil kajian terhadap larva al. (1974) terhadap larva ikan Clarias
jenis ikan dari bangsa yang lain juga batrachus menunjukkan bahwa cacing
mendukung penemuan dalam penelitian tubifex (pakan hidup) memberikan
ini. Faruque et al. (2010) melaporkan pertumbuhan dan kelushidupan lebih
bahwa angka pertumbuhan spesifik tinggi dibandingkan dengan pakan non-
(%/hari) larva ikan lele dumbo (Clarias hidup khususnya kunig telor rebus.
gariepinus) yang diberi pakan hidup (life Beberapa penelitian terhadap larva ikan
food) lebih tinggi dibandingkan dengan lele dumbo (Clarias gariepinus)
pakan buatan (artificial feed). Penelitian menunjukkan kecenderungan yang sama
terdahulu yang dilakukan oleh Fermin dan yaitu pakan hidup (life food) seperti
Boliver (1991) melaporkan bahwa anka Artemia, nauplii, cacing tubifex dan kutu

37
air memberikan pertumbuhan dan dibawahnya. Ini berarti bahwa cacing
kelulushidupan lebih baik dibandingkan tubifex dapat mengganti sepenuhnya
dengan pakan non hidup seperti pakan peranan Artemia nauplii sebagai pakan
buata, kuning telor rebus (Olurin dan awal larva ikan. Hasil ini hampir sama
Oluwo, 2010; Faruque at al. 2010). Pada dengan hasil yang ditunjukkan dalam
larva ikan selais (Silurid catfish) Ompok penelitian ini yaitu caing tubifex dapat
rhadinurus, Alawi (2008b) juga mengganti peranan Artemia naupli dan
mendapatkan bahwa cacing tubifex dapat kutu air dalam pemeliharaan larva ikan
diberi sebagai pakan awal larvae dan katung. Ini berarti tingkah laku makan
menghasilkan pertumbuhan dan larva dari golongan catfish hampir sama
kelulushidupan yang tertinggi dengan ikan dari golongan keluarga
dibandingkan dengan pakan buatan (non tilapia (perch).
life feed).; Demikian juga pada ikan selais Haque dan Barus (1989)
jenis Ompok pabo, pakan hidup menemukan bahwa pakan buatan (non life
cencangan cacing tanah (chopped earth food) yaitu tepung ikan dan tepung kanji,
worm) memberikan pertumbuhan larva sama sekali tidak cocok untuk larva ikan
yang lebih tinggi dibandingkan dengan lele Heleropneustes fossilis, sedangkan
pakan buatan dedak padi, campuran pakan hidup cacing tubifex menghasilkan
kuning telor rebus dan zooplankton dan pertumbuhan dan kelulushidupan yang
campuran cacing tanah dengan tepung terbaik. Pada jenis ikan catfish lain yaitu
pelet (Sarna et al., 2012). Hung et al. keluarga ikan baung (Mystus) pakan
(1999) mengevaluasi pengaruh Artemia hidup untuk pakan awal larva masih
nauplii, kutu air (Moina sp.) cacing menunjukkan hasil yang terbaik
tubifex dan pakan awal trout (trout starter dibandingkan dengan pakan buatan (Islam
diet) terhadap pertumbuhan dan et al. 2007). Hasil yang sama juga
kelulushidupan larva ikan patin Pangasius ditemukan pada pemeliharaan larva ikan
bocourti. Hasilnya menunjukkan bahwa Chitala chitala dengan sistem air
pakan hidup menghasilkan pertumbuhan resirkulasi, imana cacing tubifex hidup
dan kelulushidupan lebih tinggi dari memberikan pertumbuhan dan
pakan non-hidup. Pakan cacing tubifex kelulushidupan yang tertinggi dan kuning
dan Artemia nauplii memberi pengaruh telor rebus yang terandah (Sarkar et al.
yang sama, sedangkan kutu air sedikit 2006). Pad ikan gabus (Channa stratus),

38
seperti yang dilaporkan oleh Sanwar et al. kelulushidupan larva ikan katung yang
(2010) menunjukkan bahwa larva yang diberi makan cacing tubifex kemungkinan
diberi makan cacing tubifex memiliki disebabkan karena kemampuan nya lebih
angka pertumbuhan spesifik dan besar mensintesis lebih efisien dari pakan
kelulushidupan yang terbaik hidup. Sebaliknya rendahnya
diubandingkan dengan pakan buatan pertumbuhan larva katung yang makan
(artificial diet) dan cincangan daging ikan pakan non-hidup (kuning telor) mungkin
mas. Namun tidak semua larvae ikan dikarenakan defisiensi dari beberapa
hanya tergantung pada hidup. Larva ikan komponen esensial seperti asam amino
tapah Eropah (Silurus glanis) mampu dan asam lemak. Hasil review tentang
memanfaatkan pakan buatan (pakan awal feeding of fish larvae Dabrowski (1984)
trout) sejak awal dan memiliki and Dabrowski et al. (1987) menyatakan
pertumbuhan tidak berbeda dengan pakan bahwa larva ikan memiliki kemampuan
hidup (Jamroz et al. 2008), namun untuk untuk meraakan defisiensi akan nutrisi
memperoleh kelulushidupan yang tinggi lebih baik dibanding dengan ikan muda
pakan buatgan harus dikombinasikan dan dewasa. Ia menyebutkan bahwa asam
dengan pakan alami. Ini berarti bahwa amino dalam pakan hidup dikatabolisme
pakan hidup atau pakan alami memegang dengan jumlah yang lebih rendah
peranan penting dalam pemeliharaan larva sehingga digunakan dalamuntuk jumlah
ikan agar tingkat kelulushidupannya lebih banyak pembetukan protein kalau
tinggi. dibanding dengan asam amino yang
Hasil yang lebih baik dari pakan berasal dari pakan buatan. Dalam
hidup (pakan alami) terutama pakan penelitian ini, penggunaan pakan kuning
cacing tubifex telah dilaporan dan telor ayam rebus (boiled chiken egg yolk)
dijelaskan pada beberapa publikasi, dihadapkan dengan beberapa masalah
sekalipun penyebab utamanya mengapa sampingan, diantaranya kuning telor
cacing tubifex lebih baik sebagai pakan yang tidak termakan oleh larva mudah
awal dari beberapa jenis ikan, belum membusuk sehingga menurunkan mutu
begitu jelas. Kelihatanya ada beberapa air. Mutu air yang turun memungkinkan
faktor yang mempengaruhi baiknya berkembangnya bakteri dan
cacing tubifex sebagai pakan awal larva mengakibatkan tingginya angka kematian
ikan. Tingginya pertumbuhan dan larva. Sebaliknya larva ikan katung yang

39
diberi makan cacing tubifex tidak sheatfish (Cryptopterus lais).
Jurnal Perikanan dan Kelautan,
mengalami masalah sampingan karena
XI(2): 5-11
pakan dalam keadaan masih hidup. Pada Alawi, H., 2012. Biologi dan
penelitian ini angka kematian larva ikan Pembenihan Ikan.UR
Press.Pekanbaru.341 hlm.
katung yang diberi makan kuning telor
ASRIANSYAH, A.2008. Kebiasaan
setelah pemeliharaan 5 minggu adalah Makanan Ikan Sipatung (Pristolepis
yang tertinggi yaitu sekitar 82% grooti) di daerah aliran Sungai
Musi, Sumatera Selatan. Skripsi
sedangkan yang diberi makan cacing Sarjana Jurusan Manajamen
tubifex terendah (37%). SUmberdaya Perairan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB,
Bogor. 102 Halaman (Tidak
KESIMPULAN
diterbitkan).
Hasil penelitian ini menyimpulkan BAIRAGE, S.K., BARUA, G. AND
KHALEQUE, M.A.,
bahwa pakan alami (Cacing tubifex,
1988.Comparison between selective
Artemia nauplii dan Kutu air) sangat feed of magur (Clarias batrachus
Linn.) fry. Bangladesh J. Fish., 1:
cocok untuk pakan awal atau pakan
41-44.
pemula untuk larva ikan katung Begum, M, M.J. Alam, M.A, Islam, and
(pristolepis grooti) dan cacing tubifex H.K. Pal, 2008. On the food and
feeding habit of an estuarine catfish
dapat dianggap sebagai pakan yang (Mystus gulio. Hamilton) in the
terbaik bagi larva umur 10 hari setalah South West Coast of Bangladesh.
Univ. J. Zoo.Rajashi Univ. Vol.
penatasan sampai ukuran siap tebar. 27.pp.91-94.
Cacing tubifex sebagai pakan awal larvae (Cyprinus carpio L.).
larva masih menyimpan masalah karena Aquaculture 21: 203-212.
faktor ketersedian dan harga yang relative CHEAH, S.H. , H.A. SHARR, KJ. ANG
and A. KABIR. 1985. An
mahal. Oleh karena itu perlu diteliti lebih Evaluation of the Use of Egg Yolk,
lanjut waktu yang tepat untuk mengganti Artemia nauplii, Microworms and
Moina as Diets in Larval Rearing
pakan hidup ini dengan pakan buatan of Helostoma temmincki Cuvier
tanpa mengurangi pertumbuhan dan and Valenciennes. Pertanika 8(1),
43 51
angka kelulushidupannya
DABROWSKI, K. 1984. The feeding of
fish larvae: present (state of art) and
DAFTAR PUSTAKA perspectives. Reprod. Nutr.
Develop. 24(6): 807-833.
Alawi, H., 2008b. Substitution of Artemia
nauplii with Tubifex worm and DABROWSKI, K., KAUSHIK, S.J. AND
artificial diet in larval rearing of FAUCONNEAU, B., 1987.Rearing

40
of sturgeon (Acipenser baeri system on fishes. DVD. WorldFish
Brandt) larvae: III.Nitrogen and Center - Philippine Office, Los
energy metabolism and amino acid Banos, Philippines.Published in
absorption. Aquaculture, 65: 31-41. May 2004.
DABROWSKI, K. and BARDEGA, R. FishBase 2013; Species Descripotion of
1984. Mouth size and predicted Pristolepis grooti Blkr, 1852.
food size Fithra, RY., Siregar, YI, 2010.
preferences of larvae of three Keanekaragaman ikan sungai
cyprinid fish species. Aquaculture kampar:
40: 41-46. Inventarisasi dari sungai kampar
DOOLGINDACHABAPORN, S., kanan. J.Exp.Sci. 2(4): 139-147
1988.Breeding of climbing perch, HAQUE, M.M. AND BARUA, G.,
Anabas testudineus (Bloch). M.Sc. 1989.Rearing of shingi
thesis,.Kasetsart University, (Heteropneustes fossilis Bloch) fry
Bangkok, Thailand.pp. 64. under laboratory conditions
Ernawati, Y, S. N. Aida, dan H. A. II.Feeding and growth of fry.
Juwaini, 2009. BIOLOGI Bangladesh J. Fish., 12: 67-72.
REPRODUKSI IKAN HORA. S.L. and T.V.R. PILLAY,.
SEPATUNG, Pristolepis grootii (1962): Handbook on fish culture in
Blkr. 1852 (NANDIDAE) DI the Indo- Pacific Region. FA 0 Fish.
SUNGAI MUSI. Jurnal Iktiologi Biol. Tech. Pap. 14.203 pp.
Indonesia, 9(1):13-24
Hung, L.T., B.M. Tam, P. Cacot, and J.
Evangelista, A.D., N.R. Fortes and C.B. Lazard. 1999. Larval rearing of the
Santiago. 2005. Comparison of Mekong catfish Pangasius bocourti
some live organisms and artificial (Pangasidae, Siluridae):
diet as feed for Asian catfish Clarias Substitutioin of Artemia nauplii
macrocephalus (Gnther) larvae. J. with live and artificial feed). Aquat.
Applied Ichthyology 21(5): 437- Living Resour., 12 (3):229-232.
443.
Islam, M.A. M. Begum, M.J. Alam, H.K
Faruque, M.M., Md. K. Ahmed and Pal, dan M.M.R. Shah. 2007.
M.M.A. Quddus . 2010. Use of Live Growth and Survival of esuarine
Food and Artificial Diet Supply for catfish (Mystus gulio HAM) larvae
the Growth and Survival of African fed on live and prepared feeds.
Catfish ( Clariasgariepinus ) Larvae. Bangladesh J. Zool. 35(2): 325-330.
World Journal of Zoology 5 (2): 82-
89 Khanna, S.S., 1996. An Introduction to
fishes. Central
FERMIN, A.C. AND BOLIVER, M.E., Book.Depot.Alahabat. India.
1991. Larval rearing of the
Philippine freshwater catfish, Mahmood, saroS.U.M.S Ali and M. A.
Clarias macrophalus fed live Ul-Haque, 2004. Effect of Different
zooplankton and artificial diet: A Feed on Larval / Fry Rearing of
preliminary study. Bamidgeh, 43: Climbing Perch, Anabas testudineus
87-94. (Bloch), in Bangladesh: II. Growth
and Survival. Pakistan J. Zool., vol.
FishBase 2004: a global information 36(1), pp. 13-19, 2004

41
Marimutu, K., and M.A., Hanifa, 2007. Culture Techniques of Moina : The
Embryonic and larval development Ideal Daphnia for Feeding
of Stripped Snakehead Channa Freshwater Fish Fry . Granvil D.
striatus. Taiwania, 51(1): 84-92. Treece.Artemia Production for
Marine Larval Fish Culture. SRAC
Olurin, K.B., and A.B. Oluwo. 2010.
Publication No. 702
Growth and Survival of African
Catfish (Clarias gariepinus) Larvae Sahoo, S.K., S.S. Giri, S. Chandra and
Fed Decapsulated Artemia, Live A.K. Sahu. 2010. Management in
Daphnia, or Commercial Starter seed rearing of Asian catfish Clarias
Diet. The Israeli Journal of barachus, in hatchery conditions.
Aquaculture - Bamidgeh 62(1), Aquaculture Asia Magazine XV (1):
2010, 50-55 23-25.
Potaros, M., and P. Sitasit. 1976. Induced Sarkar,U.K P. K. Deepak, R. S.
spawning of Pangasious sutchi Negi& W. S. Lakra. 2009. Captive
(Fowler). Departement of Fisheries. Breeding of a Gangetic
Bangkok. Thaiiland.14 pp. Leaffish Nandus nandus (Hamilton-
Buchanan) with Three Commercial
RAHMAN, M.A., BHADRA, A.,
GnRH Preparations. Journal of
BEGUM, N. AND HUSSAIN,
Applied Aquaculture 21(4): 263-
M.G., 1974. Effects of some
272
selective supplemental feeds on the
survival and growth of catfish Sarkar U.K. W. S. Lakra, P. K.
(Clarias batrachus Lin.) fry. Deepak, R. S. Negi, S.K. Paul and
Bangladesh J. Fish., 1: 55-58. A. Srivastava. 2006. Performances
of different types of diets on
Roberts, T.R., 1989 The freshwater fishes
experimental larval frearing of
of Western Borneo (Kalimantan
endangered Chilata chilata
Barat, Indonesia). Mem.Calif. Acad.
(Hamilton) under recirculatory
Sci. 14:210 p.
system. AQUACULTURE 261:
Roberts, T.R., 1993 Artisanal fisheries 141-150.
and fish ecology below the great
Sarowar, M.N., M.Z.H Jewel, M.A.
waterfalls of the Mekong River in
Sayeed and M.F. Mollah. 2010.
southern Laos. Nat. Hist. Bull. Siam
Impacts of different diets on growth
Soc. 41:31-62
and survival of Channa striatus fry.
Rnnestad, I Anders Thorsen b, Roderick Int. J. BioRes., 1(3):08-12.
Nigel Finn, 1999. Fish larval
Yustina, 2001. KEANEKARAGAMAN
nutrition: a review of recent
JENIS IKAN DI SEPANJANG
advances in the roles of amino
PERAIRAN SUNGAI RANGAU,
acids. Aquaculture 177: 201216
RIAU SUMATRA. Jurnal Natur
Rottmann, R.W., J. Scott Graves, Craig Indonesia 4 (1): 1-14
Watson and Roy P.E. Yanong.

42

You might also like