You are on page 1of 6

Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan Vol. 4 No.

1, April 2012

IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA IKAN KERAPU TIKUS


(Cromileptes altivelis) DI KARAMBA JARING APUNG UNIT PENGELOLA BUDIDAYA LAUT
SITUBONDO

IDENTIFICATION AND PREVALENCE OF ECTOPARASITES IN GROUPER (Cromileptes


altivelis) AT FLOATING NET CAGE OF MARINECULTURE MANAGEMENT UNIT
SITUBONDO

Ferlyn Hendra Wiyatno, Sri Subekti dan Rahayu Kusdarwati

Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga


Kampus C Mulyorejo - Surabaya, 60115 Telp. 031-5911451

Abstract

Grouper is a fish that lives in coral reefs, which is the internationally known as groupers or coral
reef fishes. These fish have high economic value and potential to be developed in Indonesia. Grouper
traded alive, the price is relatively high. The price of grouper at the level fishermen to reach US$ 20 (Rp
200,000, -) for each kilogram.These fish are exported mainly to Hong Kong with high price.
Development of grouper aquaculture in floating net a viable alternative to overcome the increasing
production of marine fisheries. The problem that often inhibiting fish culture is the diseases emergence,
among others, caused by the parasites. The emergence of the disease is the result of interaction between
environmental conditions that dont support the cultivation of their life inside, fish (host) that are sensitive
and the presence of parasites. Uncontrolled environmental conditions there for the fish become stressed
with poor immune systems, and facilitate pathogenic substance attacked hosts.
This study aimed to the identify ectoparasites that attacked the grouper (Cromileptes altivelis) in
floating net cages and to determine the prevalence rate of ectoparasites that attacked the grouper
(Cromileptes altivelis) in floating net cages.
The method of this study was descriptive method. Samples were taken with body length between
15-20 cm and four months old from the floating net. The main parameters observed in this study was
identification of ectoparasites that attacked the grouper (Cromileptes altivelis) in floating net cages and
prevalence rates for each of ectoparasites. While the supporting parameters were that water quality value
in floating net cages as follow temperature, pH and salinity were measured during sampling activities.
The results showed that of 60 samples were taken from four plots of floating net cages, 21 fish
infected with ectoparasites positive. 17 positive fishes infected Pseudorhabdosynochus sp., one sample
positive infected Benedenia sp. 3samples positive infected fish Neobenedenia sp. The ectoparasites
prevalence of from cages 1, 2, 3 and 4 of 26.66%, 33.33% , 53.33% and 26.66%
The suggestion of this study is cleanness improvement of floating net cage management to
reduce ectoparasites infectation.

Keywords : Identification, ektoparasite, Cromileptes altivelis, Floating Net Cage

Pendahuluan Kerapu tikus merupakan ikan yang


Pengembangan budidaya laut hidup di terumbu karang, yang dalam dunia
dilaksanakan untuk meningkatkan produksi internasional dikenal dengan nama groupers
ikan dan menggantikan produksi ikan dari hasil atau coral reef fishes. Ikan ini memiliki nilai
tangkap yang dilakukan secara berlebihan dan ekonomis tinggi dan sangat potensial untuk
berdampak pada penurunan dan ancaman dikembangkan di Indonesia. Ikan kerapu tikus
kepunahan populasi serta degradasi habitat. diperdagangkan dalam keadaan hidup, dengan
Pengembangan budidaya laut dapat menjadi harga jual yang relatif tinggi. Harga ikan
salah satu mata pencaharian baru bagi nelayan kerapu tikus di tingkat nelayan dapat mencapai
pesisir pantai yang sekaligus dapat digunakan US$ 20 (Rp 200.000,-) untuk setiap
untuk peningkatan produksi pangan (protein kilogramnya. Ikan tersebut di ekspor terutama
ikan laut) bagi masyarakat. Salah satu jenis ke Hongkong dengan harga jual yang berlipat.
ikan laut yang memiliki nilai ekonomis penting Pada tahun 2000, Hongkong mengimpor
adalah ikan kerapu tikus (Cromileptes 9.827 ton ikan kerapu hidup, dengan pemasok
altivelis) (Suburhan dkk, 2005). utama China, Thailand, Philipina, Indonesia,

103
Identifikasi dan Prevalensi.....

Australia dan Malaysia (Muchtadi, 2007). Penyakit merupakan salah satu faktor
Bedasarkan data Direktorat Jendral kendala dalam kegiatan budidaya yang
Perikanan Budidaya (2011), produksi ikan dikarenakan oleh ketidakseimbangan interaksi
kerapu di Indonesia pada tahun 2004 sampai antara faktor lingkungan, inang, dan agen
dengan 2010 cukup baik walaupun sempat penyakit. Faktor lingkungan dalam hal ini dapat
mengalami penerunan produksi pada tahun berperan sebagai pemicu terjadinya stres bagi
2008, tetapi pada tahun selanjutnya terus inang akibat perubahan fisik, kimia, dan
mengalami kenaikan bahkan pada tahun 2010 biologis lingkungan tersebut sehingga daya
yang lalu produksi naik secara signifikan. tahan tubuh menurun dan menjadi rentan
Kenaikan rata-rata ikan kerapu empat tahun terhadap serangan penyakit (Irianto, 2003).
terakhir ini sebesar 18,72 persen dan kenaikan Parasit merupakan organisme yang
tertinggi pada empat tahun terakhir ini terletak hidup pada atau di dalam organisme lain dan
pada tahun 2010 dengan kenaikan produksi mengambil makanan dari organisme yang
sebesar 18,28 persen. Kenaikan produksi naik ditumpanginya untuk berkembang biak (Subekti
dari tahun 2009 sebesar 8,791 ton menjadi dan Mahasri, 2010). Parasit dapat merugikan
10,398 ton pada tahun 2010. Produksi kerapu inangnya karena mengambil makanan pada
di Indonesia berasal dari dua sumber yaitu tubuh inangnya selain itu, parasit adalah suatu
penangkapan dilaut dan hasil pembudidayaan. organisme yang mengambil bahan untuk
Untuk memenuhi permintaan akan kesediaan kebutuhan metabolismenya (makanan) dari
ikan kerapu yang terus meningkat, usaha tubuh inangnya dan merugikan bagi inang
budidaya merupakan salah satu peluang usaha tersebut. Sehingga parasit tidak dapat hidup
yang masih sangat terbuka luas. Untuk lama di luar tubuh inangnya (Alifuddin, 2004).
menunjang produksi kerapu di Indonesia maka Menurut Supriyadi (2004) berdasarkan sifat
tersedianya benih sangat penting, namun hidupnya parasit dapat dibedakan menjadi dua
banyak kendala yang harus dihadapi dalam golongan, yaitu obligat dan fakultatif. Obligat
pemeliharaan benih kerapu tersebut. Salah satu yaitu parasit yang hanya bisa hidup jika berada
kendala yang paling besar adalah tingginya pada inang. Fakultatif yaitu parasit yang mampu
mortalitas benih ikan kerapu. Salah satu hidup di lingkungan air jika tidak ada inang di
penyebab mortalitas yang tinggi pada benih sekitarnya.
kerapu adalah dari faktor penyakit. Penyakit Berdasarkan predileksi, parasit dapat
terjadi akibat adanya interaksi antara inang dibedakan menjadi ektoparasit, endoparasit dan
(ikan), bahan patogen dan lingkungan. Kondisi mesoparasit. Ektoparasit adalah parasit yang
lingkungan yang buruk dapat menyebabkan hidup pada bagian luar tubuh inang, endoparasit
stres dan penurunan daya tahan tubuh ikan adalah parasit yang hidup di dalam tubuh inang.
terhadap penyakit. Sedangkan mesoparasit adalah parasit yang
Pengembangan budidaya ikan kerapu sebagian tubuh endoparasit dan sebagian yang
dengan karamba jaring apung menjadi lain ektoparasit (Subekti dan Mahasri, 2010).
alternatif untuk mengatasi kendala peningkatan Parasit yang biasanya menyerang ikan kerapu
produksi perikanan laut. Keuntungan sistem adalah Benedenia epinepheli, Caligus
karamba jaring apung adalah padat penebaran epinepheli, Ergasilus, Diplectanum grouperi,
tinggi, tidak memerlukan pengolahan tanah, Dactylogyrus, Neobenedenia girellae,
mudah pengendalian gangguan pemangsa dan Haliotrema epinepheli, Pseudorhabdosynochus
mudah dalam pemanenan. Hal paling penting seabasi, dan Trichodina.
dengan pengembangan usaha ini adalah, bahwa Kerugian parasit yang menyerang ikan
harga jual produksi dari tahun ke tahun pada permukaan tubuh atau kulit antara lain
semakin baik dan sangat prospektif. Selain itu ikan akan terlihat pucat dan timbul lendir secara
dengan teknologi budidaya karamba ini, berlebihan. Organisme yang menyerang bagian
produksi ikan dapat dipasarkan dalam keadaan permukaan tubuh dapat berasal dari golongan
hidup, dimana untuk pasaran ekspor ikan hidup bakteri, virus, jamur atau lainnya. Ikan yang
nilainya lebih mahal hingga mencapai 10 kali terinfeksi ektoparasit pada kulitnya, akan
lipat dari pada ekspor ikan segar (Mandhani menggosok-gosokkan badan pada benda di
dkk, 2010). sekelilingnya sehingga sering kali menimbulkan
Budidaya ikan kerapu di Indonesia luka baru yang dapat menyebabkan terjadinya
sudah mulai berkembang terutama di karamba infeksi sekunder, sedangkan penyakit pada
jaring apung di laut. Salah satu masalah yang insang agak sulit untuk dideteksi secara dini
sering menghambat budidaya ikan ini adalah karena menyerang bagian dalam ikan. Salah
munculnya penyakit, antara lain disebabkan satu cara yang dianggap cukup efektif untuk
oleh parasit ikan. (Bunga dkk, 2009). mengetahui adanya infestasi ektoparasit insang

104
Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan Vol. 4 No. 1, April 2012

adalah mengamati tingkah laku ikan. Ciri utama dengan cara sengaja atau dengan metode
ikan yang terserang organ insang adalah purposive sampling (Bunga, 2008). Metode
menjadi sulit untuk bernafas, selain itu tutup pengambilan sampel dilakukan secara acak
insang akan mengembang sehingga sulit untuk (random sampling) terhadap ikan dari karamba
ditutup dengan sempurna. Jika serangannya jaring apung di Unit Pengelola Budidaya Laut,
sudah meluas, lembaran insang menjadi Situbondo. Sampel dimasukkan ke dalam
semakin pucat. Sering pula dijumpai adanya kantong plastik dan diberi oksigen kemudian
bintik-bintik merah pada insang yang dibawa ke Laboratorium Kesehatan Lingkungan
menandakan telah terjadi pendarahan Balai Budidaya Air Payau Situbondo, kemudian
(peradangan). Jika terlihat bintik putih pada ditampung dalam wadah akuarium dan diaerasi.
insang, kemungkinan besar disebabkan oleh Pemeriksaan ektoparasit meliputi bagian
serangan parasit kecil yang menempel permukaan tubuh, sirip dan insang. Pemeriksaan
(Handajani, 2010). dilakukan dengan pengerokan (scrapping) pada
permukaan tubuh, sirip dan ekor. kemudian
Metodologi diperiksa dibawah mikroskop dengan
Peralatan penelitian yang akan pembesaran 100x dan 400x. Setelah
digunakan dalam pemeriksaan parasit adalah mendapatkan ektoparait kemudian dilakukan
gunting, pinset, pisau bedah dan nampan. Alat pewarnaan ektoparasit menggunakan metode
yang digunakan untuk identifikasi parasit adalah Semichen-Acetic Carmine .
obyek gelas, cover gelas,dan mikroskop. Bahan Prevalensi adalah besarnya persentase
yang diperlukan untuk proses identifikasi ikan yang terinfestasi dari ikan contoh yang
ektoparasit adalah ikan kerapu tikus sebanyak diperiksa (Karantina Ikan kelas II Tanjung
60 ekor dengan ukuran panjang 15-20 cm yang Emas, 2009).
diambil dari 4 rakit karamba jaring apung milik Prevalensi dihitung dengan
Unit Pengelola Budidaya Laut, Situbondo. menggunakan rumus sebagai berikut :
Bahan yang digunakan untuk pemeriksaan
parasit adalah ikan sampel, tisu dan aquades Prevalensi =
sedangkan bahan yang digunakan untuk Jumlah ikan yang terserang X 100%
pewarnaan parasit yang ditemukan adalah Jumlah sampel ikan yang diperiksa
larutan NaCl jenuh, alkohol gliserin 5%, PZ,
alkohol 70%, HCl, NaHCO3, alkohol 85%, Pada penelitian ini parameter utama
alkohol 95%, larutan Hung’s I dan larutan yang diamati meliputi jenis ektoparasit yang
Hung’s II (Pewarnaan Semichen-Acetic menyerang ikan kerapu dan prevalensi.
Carmine). Parameter penunjang, yaitu kualitas air meliputi
Metode penelitian yang digunakan suhu, salinitas dan pH. Pengukuran suhu
dalam penelitian ini adalah metode survei. dilakukan dengan termometer, salinitas di ukur
Metode survei merupakan upaya pengumpulan menggunakan Refraktometer dan pH dengan pH
informasi dari sebagian populasi yang dianggap paper. Pengukuran parameter kualitas air kolam
dapat mewakili populasi tertentu (Mantra, dilakukan satu kali yaitu pada waktu
2001). pengambilan sampel
Persiapan yang dilakukan adalah Penelitian ini bersifat deskriptif, data
melakukan sterilisasi gunting, pinset, pisau hasil penelitian akan disajikan dalam bentuk
bedah dan nampan sebelum digunakan, yaitu gambar dan tabel, data yang terkumpul
mencuci hingga bersih alat tersebut dianalisis secara deskrptif (Steel and Torrie,
menggunakan sabun kemudian dikeringkan. 1993).
Selanjutnya mempersiapkan ikan sampel yang
akan diamati dengan mengambil secara acak. Hasil dan Pembahasan
Pengambilan sampel pada tiap Hasil identifikasi ektoparasit pada
karamba jaring apung sebanyak 15 ekor yaitu permukaan tubuh (kulit) ikan ditemukan dua
sebesar 7% dari jumlah populasi. Pengambilan spesies cacing ektoparasit yaitu : Benedenia dan
sampel dilakukan satu kali dengan jumlah Neobenedenia sedangkan pada insang
sampel sebanyak 60 ekor dengan kisaran ditemukan satu jenis cacing ektoparasit yaitu:
panjang tubuh ikan antara 15-20 cm dan umur Pseudorhabdosynochus. Dari ketiga cacing
empat bulan dari empat karamba jaring apung. tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Lokasi pengambilan sampel ikan ditentukan

105
Identifikasi dan Prevalensi.....

Benedenia Neobenedenia Pseudorhabdosynochus

Hasil prevalensi terhadap 15 sampel masalah tidak terkontrolnya kualitas air karena
yang di ambil dari masing-masing karamba hanya bergantung pada musim. Hal ini
jaring apung di Unit Pengelola Budidaya Laut disebabkan pada saat penelitian dilakukan,
Situbondo diperoleh data dengan rincian dari sedang terjadi perubahan musim yaitu
karamba jaring apung pertama didapat empat terjadinya angin barat yang menyebabkan
sampel positif terserang cacing ektoparasit gelombang serta arus semakin tinggi dan dapat
Pseudorhabdosynochus dan 11 ikan yang menyebabkan terganggunya proses budidaya.
negatif dengan prevalensi sebesar 26,66%, Kordi (2005) mengemukakan bahwa arus yang
karamba jaring apung kedua diperoleh lima berlebihan harus dicegah, sebab disamping
sampel positif terserang dapat merusak posisi karamba juga dapat
Pseudorhabdosynochus, Benedenia, dan menyebabkan stres pada ikan.
Neobenedenia dan 10 ikan yang negatif dengan Dilihat dari prevalensinya karamba
prevalensi sebesar 33,33%, karamba jaring ketiga menunjukkan tingkat prevalensi cacing
apung ketiga diperoleh delapan sampel positif ektoparasit paling tinggi, yaitu sebesar 53,33%
terserang Pseudorhabdosynochus dan hal ini disebabkan karena karamba ketiga
Neobenedenia dan tujuh ikan negatif dengan memiliki kondisi yang kotor sehingga
prevalensi sebesar 53,33%, dan karamba jaring kemungkinan dapat digunakan sebagai tempat
apung keempat diperoleh empat sampel melekatnya telur cacing untuk penyebaran
terserang ektoparasit jenis cacing ektoparasit pada ikan. Sedangkan
Pseudorhabdosynochus dan 11 ikan yang prevalensi terendah berada pada karamba
negatif dengan prevalensi sebesar 26,66%. pertama dan ke empat, tingkat prevalensi cacing
Prevalensi tertinggi berada pada karamba ketiga ektoparasit sebesar 26,66%. Hal ini disebabkan
dengan prevalensi sebesar 53,33% dan karena pada karamba pertama dan keempat
prevalensi terendah pada karamba kesatu dan memiliki kondisi jaring yang lebih bersih
keempat dengan prevalensi sebesar 26,66%. dibanding jaring yang ada pada karamba kedua
Nilai prevalensi keseluruhan untuk budidaya dan ketiga, selain itu nilai kualitas air juga
ikan kerapu tikus pada karamba jaring apung di masih dalam keadaan normal sehingga memiliki
Unit Pengelola Budidaya Laut Situbondo nilai prevalensi yang rendah. Menurut Diba
sebesar 35%. (2009) menyatakan bahwa rendahnya tingkat
Bedasarkan hasil pemeriksaan yang prevalensi disebabkan oleh keadaan endemik
dilakukan pada permukaan tubuh dan insang suatu parasit, kemampuan adaptasi parasit di
ikan kerapu tikus (Cromileptes altivelis), tubuh inang dan kecocokan inang untuk
diperoleh 21 ikan yang positif terinfeksi kelangsungan hidup parasit dan kualitas
ektoparasit. Hasil penelitian ini menunjukkan lingkungan. Selain itu padat tebar yang rendah
bahwa nilai prevalensi pada beberapa karamba juga mempengaruhi keberadaan cacing
di Unit Pengelola Budidaya Laut Situbondo ektoparasit karena ruang gerak dan makanan
memiliki nilai yang berbeda-beda. Prevalensi bagi ikan masih dalam kondisi yang normal
pada karamba pertama sebesar 26,66%, sehingga tidak terjadi kompetisi dalam hal
karamba kedua sebesar 33,33%, karamba ketiga mencari makanan dan ruang gerak.
sebesar 53,33% dan karamba keempat sebesar Dilihat dari prevalensi secara
26,66% Hal ini kemungkinan disebabkan keseluruhan pada budidaya ikan kerapu tikus di
menejemen pemeliharaan ikan yang kurang baik karamba jaring apung Unit Pengelola Budidaya
yaitu kurang diperhatikannya masalah Laut Situbondo yaitu sebesar 35%, dapat
kebersihan jaring dalam proses budidaya dan dikatakan masih rendah. Hal ini dikarenakan

106
Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan Vol. 4 No. 1, April 2012

masih terkontrolnya kualitas air sehingga tidak Diplectanidae. Parasit ini tubuhnya berbentuk
juga ditemukan parasit lain pada phylum ovoid dan pada bagian anterior memiliki dua
Protozoa dan Arthropoda. pasang bintik mata serta memiliki haptor pada
Bedasarkan hasil penelitian ini, telah bagian posterior tubuh selain itu cacing ini
diidentifikasi tiga jenis cacing ektoparasit yang memiliki kekhasan yaitu mempunyai bentuk
menginfestasi ikan kerapu tikus (Cromileptes organ kopulatori yang berbeda pada setiap
altivelis) pada karamba jaring apung di Unit spesies dan terletak pada anterior tubuh. Hal ini
Pengelolah Budidaya Laut Situbondo yaitu sesuai dengan pernyataan Wo, et al (2005)
Benedenia, Neobenedenia, dan menyatakan bahwa Pseudorhabdosynochus
Pseudorhabdosynochus. memiliki bentuk tubuh silinder dengan panjang
Benedenia menunjukkan tingkat total 654 dan lebar 233 µm, pada bagian
prevalensi sebesar 1,66%. Subekti dan Mahasri anterior dilengkapi dengan dua pasang bintik
(2010) menyatakan bahwa Benedenia memiliki mata yang berbeda, pada bagian posterior
habitat pada kulit, mata, rongga hidung dan memiliki haptor dengan panjang 48 mikron
insang dan apabila parasit ini menginfeksi meter serta memiliki organ kopulatori berupa
dalam jumlah banyak, sehingga dapat testis dan ovarium yang terdapat dalam
menyebabkan terjadinya kematian pada ikan. tubuhnya.
Parasit ini termasuk dalam ordo Dactylogyridea
dan famili Capsylidae yang mempunyai bentuk Kesimpulan
tubuh pipih, dan memiliki satu pasang sucker Kesimpulan dari penelitian tentang
pada bagian anterior tubuh, serta opisthaptor identifikasi dan prevalensi ektoparasit pada ikan
yang membulat pada bagian posterior tubuh, kerapu tikus (Cromileptes altivelis) pada
selain itu Benedenia memiliki ciri yang khas karamba jaring apung di Unit Pengelola
yaitu memiliki bentuk pharinx yang Budidaya Laut Situbondo adalah sebagai
bergelombang (gilig). Hal ini sesuai dengan berikut : jenis ektoparasit yang ditemukan pada
pernyataan Jithendran et al, (2005) yang ikan kerapu tikus (Cromileptes altivelis) pada
menyatakan bahwa parasit ini memiliki bentuk karamba jaring apung di Unit Pengelola
pipih dorso ventral dengan tubuh memanjang, Budidaya Laut Situbondo yaitu Benedenia,
dengan ukuran tubuh 2,05-3,29 x 0,66-1,33 mm Neobenedenia, dan Pseudorhabdosynochus.
dan memiliki dua pasang bintik mata pada Prevalensi cacing ektoparasit pada karamba
bagian anterior dan posterior. Bintik mata jaring apung di Unit Pengelola Budidaya Laut
bagian anterior memiliki ukuran lebih kecil dari Situbondo sebesar 35%. Hal ini menunjukan
pada posterior. Pada Ujung posterior tubuh bahwa tingkat prevalensi tergolong rendah.
terdapat piringan (disk) seperti opisthaptor Bedasarkan hasil penelitian ini
dilengkapi dengan kait. Ujung anterior memiliki disarankan untuk dilakukannya pengamatan
sepasang alat penghisap (ophistaptor) dengan prevalensi yang berkelanjutan untuk mengetahui
diameter rata-rata 0,19 mm. penularan parasit pada setiap ikan. Salah satu
Cacing Neobenedenia ini termasuk usaha yang dilakukan yaitu dengan memutus
Ordo Dactylogyridea, Famili Capsilidae. daur hidup dari parasit dengan dilakukannya
Monogenean Capsalid dikenal sebagai cacing perbaikan manajemen terhadap kebersihan
kulit dan merupakan parasit eksternal yang karamba agar dapat mengurangi angka infeksi
paling umum pada budidaya ikan laut selain itu ektoparasit yang ada pada karamba.
cacing ini berbentuk pipih dorso ventral dan
memiliki pharinx berbentuk bulat dan memiliki Daftar Pustaka
vitelene yang tersebar pada tubuhnya sampai Alifuddin, M. 2004. Diagnostik dan Pewarnaan
pada ujung anterior opistapthor, selain itu Sediaan Parasit. Dalam: Pelatihan Dasar
cacing ini memiliki sepasang sucker pada ujung Karantina Ikan Tingkat Ahli dan
anterior tubuh dan opistapthor pada posterior Terampil. Pusat Karantina Ikan. Agustus
tubuh. Hal ini sesuai dengan pernyataan Johnny 2004. Bogor.15 hal.
dkk, 2002, menyatakan bahwa Capsalid Bunga, M. 2008. Prevalensi dan Intensitas
meliputi beberapa spesies dan mempunyai Serangan Parasit Diplectanum sp. Pada
kesamaan morfologi yaitu berbentuk oval Insang Ikan Kerapu Macan (Epinephelus
(lonjong) dengan sepasang sucker bulat fuscoguttatus, Forsskal) di Keramba
(anterior sucker) pada tepi bagian depan dan Jaring Apung. Jurnal Ilmu Kelautan dan
sebuah haptor besar (opistapthor) pada tepi Perikanan 18 (3) : 204-210.
bagian posterior. Bunga, M., Rantetondok, A., dan Ansyari, H.
Pseudorhabdosynochus termasuk 2009. Tingkat Infeksi, Mikrohabitat dan
dalam ordo Dactylogyridea dan famili Patologis Parasit Diplectanum sp Pada

107
Identifikasi dan Prevalensi.....

Insang Ikan Kerapu Macan (Epinephelus Mantra, I.B. 2001. Langkah-langkah Penelitian
fuscoguttatus) Di Keramba Jaring Survai Usulan Penelitian dan Laporan
Apung. Jurnal Sains dan Teknologi. 73- Penelitian. Yogyakarta: Badan Penerbit
74. Fakultas Geografi (BPFG) – UGM.
Diba, D.F. 2009. Prevalensi dan Intensitas Muchtadi, T. R. 2007. Riset Unggulan Strategi
Infestasi Endoparasit Berdasarkan Hasil Nasional Peningkatan Produk Pangan
Analisis Feses Kura-kura Air Tawar Hewani. Dupeti Bidang Pengembangan
(Coura amboinensis) di Perairan Sipteknas. Kementrian Negara Riset dan
Sulawesi Selatan. Tesis. Sekolah Teknologi RI.
Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Steel R. G. and Torrie J. H. 1993. Prinsip
Bogor. 47 hal. Prosedur Statistika. Terjemahan Oleh
Direktorat Jendral Perikanan Budidaya. 2011. Bambang Sumantri. Gramedia Jakarta.
Target Produksi Nasional Kerapu Subekti, S dan G, Mahasri. 2010. Parasit dan
Tercapai 148,55 persen, Semua Provinsi penyakit Ikan (Trematodiasis dan
Mencapai Target. Ditjen Perikanan Cestodiasis). Fakultas Perikanan dan
Budidaya. Kelautan Universitas Airlangga.
Handajani, H. 2010. Parasit dan Penyakit Ikan. Surabaya. 30-50 hal.
Universitas Muhamadyah Malang. Jawa Suburhan, W. A. W. Hasan, M. A. L. Halipa, F.
Timur. E. Noviyanti. 2005. Usaha
Irianto, A. 2003. Probiotik Akuakultur. Gajah Pengelondongan ikan Kerapu Bebek
Mada University. Yogyakarta. (Cromileptes altivelis) untuk mendukung
Jithendrand. K. P, K. K. Vijayan, S. V. Pengembangan Budidaya Laut di
Alavandi and M. Kailasam. 2005. Sulawesi Tenggara. PKM-K. Jurusan
Benedenia epinepheli (Yamaguti 1937), Perikanan, Universitas Haluoleo.
A Monogenean Parasite in Captive Kendari
Broodstock of Grouper, Epinephelus Supriyadi, H, 2004. Pencegahan Penyakit Ikan
tauvina (Forskal). Asian Fisheries Hias. Dalam: Pelatihan Dasar Karantina
Science. Central Institute of Ikan Tingkat Ahli dan Terampil. Pusat
Brackishwater Aquaculture. India. 121- Karantina Ikan. Agustus 2004. Jakarta. 6
126 p. hal.
Johnny. F, D. Roza dan Prisdiminggo. 2002. Wu, X. Y., A. X. Li., X. Q. Zhu and M. Q. Xie.
Kejadian Penyakit Infeksi Parasit Pada 2005. Description of
Ikan Kerapu Di Keramba Jaring Apung Pseudorhabdosynochus seabasi
Teluk Ekas, Kabupaten Lombok Timur, (Monogenea: Diplectanidae) from Lates
Nusa Tenggara Barat.Balai Besar Riset calcarifer and revision of the
Perikanan Budidaya Laut Gondol, Bali phylogenetic position of Diplectanum
dan Balai Pengkajian Teknologi grouperi(Monogenea: Diplectanidae)
Pertanian Nusa Tenggara Barat. based on rDNA sequence data. Sun Yat-
Karantina Ikan Kelas II Tanjung Emas. 2009. sea University. China. 231-240 p
Laporan Pemantauan Hama dan Penyakit
Ikan Karantina (HPIK). Balai Karantina
Ikan Kelas II Tanjung Emas Semarang.
43 hal.
Mandhani. J, I. Handito, R. Santoso, W. Pratiwi.
2010. Penyuluhan Budidaya Ikan Kerapu
di Keramba Jaring Apung Terhadap
Masyarakat Nelayan Ikan Tangkap.
PKM-M. Universitas Airlangga.
Surabaya.

108

You might also like