Professional Documents
Culture Documents
2, Juli 2015 : 69 74 69
ABSTRACT
Magnetic method is a geophysics method to determine the kind of subsurface material in certain depth by
identifying the magnetic characteristics of rock based on the value of magnetic suspetibility. The data analysis
described the subsurface anomaly using upward continuation filter. It separated local anomaly and regional
anomaly by lifting research area in certain elevation. The raw data research was the total of magnetics data
around Bedadung watershed, Jember. It was proceeded to obtaine magnetic anomaly curve on 5 line in contour
map. It was digitalized and use as data input of magpick and upward continuation filter program. Upward
continuation program was conducted using variation of area elevation in each track from 1 m up to 30 m.
magnetic anomaly from this program is compared to magpick result showed that the magnetic anomaly curve
on each line have good suitability with the accuracy 0,93%. Therefore, the continuation program become the
alternative in magnetic data processing.
tersebut. Selain itu, DAS Bedadung wilayah sehingga persamaan kontinuasi upward
Kota Jember juga sangat dipengaruhi oleh air diperoleh bentuk :
permukaan tanah dangkal, sumber-sumber K (u , v)
mata air dan aliran-aliran sungai yang G (u , v) h ( u 2v2 )1 / 2
e (4)
melintasinya seperti Sungai Bedadung (Pokja h ( u 2 v 2 )1 / 2
Jember, 2012). K (u , v)e
Dalam survei magnetik, yang diteliti berupa
Pengolahan data magnetik pada umumnya
anomali lokal dan anomali regional dari medan
dilakukan dengan menggunakan program
magnetik yang disebabkan oleh batuan akibat
Magpick. Oleh karena itu, kurva anomali
mineral-mineralnya. Penelitian material bawah
magnetik dari program filter kontinuasi ke atas
permukaan dengan konsep magnetik yaitu
yang dibuat dalam penelitian ini akan
dengan memanfatkan sifat kemagnetan batuan
dibandingkan dengan hasil kontinuasi magpick.
yang sangat rendah (Rosid, 2006).
Kesesuaian antara keduanya menunjukkan
Konsep potensial medan magnetik dapat
bahwa program filter kontinuasi ke atas yang
diformulasikan terhadap besaran fisis yang
dibuat dapat dijadikan alternatif pengolahan
bergantung pada posisinya terhadap suatu pusat
data magnetik khususnya untuk mengetahui
referensi. Medan magnetik memenuhi hukum
keadaan geologi daerah observasi di sekitar
Laplace sehingga dimungkinkan untuk
DAS Bedadung sebagai alternatif dalam
menghitung medan magnetik suatu area
pengolahan data magnetik.
permukaan tertentu bila diketahui besar medan
magnetik di suatu luasan permukaan yang lain
METODE
selama diantara kedua permukaan tersebut
dianggap tidak ada benda bermassa yang
Pengambilan Data Magnetik
menimbulkan medan magnetik (Hanson dan Pengambilan data dilakukan di sekitar DAS
Miyazki, 1984). Bedadung pada koordinat antara 7 58' 8" s.d. 8 13'
F ( x ' , y ' , h) 52" LS dan 113 35' s.d. 114 1' 17" BT
h / 2
F ( x, y,0)dxdy (1)
2
x x' y y ' h
2 2 3/ 2
Persamaan (1) merupakan persamaan
kontinuasi ke atas pada medan magnetik
dimana F(x', y',-h) adalah total medan di titik
P(x',y',-h) yang berada di atas permukaan yang
besar medannya diketahui. Persamaan (1)
disebut juga sebagai integral konvolusi dari
F(x,y) dan fungsi filter Wup(x,y) atau
h / 2 Gambar 1. Peta lokasi penelitian di DAS Bedadung
(Peters. 1949). Konvolusi
2
x y h 2
2 3/ 2 Kabupaten Jember (Pokja, 2012)
dalam domain ruang sama dengan perkalian Terdapat lima lintasan pengambilan data
dalam domain frekuensi Fourier. Dalam bentuk magnetik dengan interval titik 10 m. Lintasan 1 yaitu
frekuensi, persamaan kontinuasi berupa: DAS Bedadung Kecamatan Ajung, lintasan 2 dan 3
K (u , v) G (u , v)Yup (u , v) (2) di DAS Bedadung kecamatan Kaliwates serta
lintasan 4 dan 5 di DAS Bedadung Kecamatan
dengan K(u,v),G(u,v) Yup (u,v)dan Kebonsari.
merupakan transformasi Fourier dari H(x,y),
F(x,y), dan fungsi filter Wup(x,y) (Fedi, 1999). Pengolahan Data Magnetik
Diagram alir pengolahan data dapat dilihat pada
h / 2 Gambar 2.
Yup (u , v) e i ( uxvx ) dxdy (3)
x 2 2
y h
2 3/ 2
Jurnal ILMU DASAR Vol. 16 No. 2, Juli 2015 : 69 74 71
796200 hingga 796800 merupakan daerah yang berbutir kasar dan bersifat kedap air
didominasi tanah regusol yaitu jenis tanah
Hasil digitasi data magnetik pada lintasan 3 lokal. Kurva anomali magnetik pada gambar 6
dan 4 pada Gambar 6 dan 7 menunjukkan (b) mempunyai nilai antara -26000 nT s.d. -
bahwa anomali lokal cukup dominan sehingga 27000 nT yang terletak pada posisi (latitude)
ketika kontinuasi dilakukan maka akan 796480 hingga 796490 merupakan daerah yang
menghasilkan kurva anomali magnetik yang didominasi batuan sedimen dengan sifat
cukup berbeda. Hal ini terjadi karena kemagnetan diamagnetik. Pada daerah tersebut
kontinuasi menyebabkan berkurangnya efek mempunyai tingkat porositas sedang dan
anomali lokal. Untuk lintasan 3 dan 4, bersifat kedap air. Sedangkan, Gambar 7 (b)
kontinuasi dilakukan pada ketinggian 1 m mempunyai nilai antara -22500 nT s.d. -24000
sehingga kurva anomali magnetik yang nT yang terletak pada posisi (latitude) 798010
dihasilkan masih didominasi oleh anomali hingga 798020. Karakteristik dari lintasan 3
Jurnal ILMU DASAR Vol. 16 No. 2, Juli 2015 : 69 74 73
dan lintasan 4 merupakan daerah dengan jenis mudah ambles bila terkena air yang berlebih.
tanah regusol yang mempunyai sifat tidak
Lintasan 5 pada gambar 8 juga didominasi lokal. Secara keseluruhan, DAS bedadung
oleh anomali lokal. Dengan kontinuasi sebesar didominasi oleh tanah litosol dan regusol.
1 m menunjukan bahwa pada lintasan ini
anomali regional yang teridentifikasi DAFTAR PUSTAKA
mempunyai nilai yang hampir seragam pada
setiap titik amat. Lintasan 5 merupakan daerah Bhattacharya, B. K. 1978. A Fast Fourier
yang mempunyai nilai anomali magnetik - Transform Method for Rapid Computation
16800 nT s.d. -17500 nT yang terletak pada of Gravity and Magnetic Anomalies due to
posisi (latitude) 798360 hingga 798380 seperti Arbitrary Bodies. Geophysics Prospecting
ditunjukkan gambar 8 (b) dengan karakteristik
yang hampir sama seperti lintasan 1 yang 24, 633-649
sebagian besar daerah ini tersusun atas jenis Doll, W. E., T. J. Gamey, L. P. Beard, dan D.
tanah litosol T. Bell. 2006. Airborne vertical magnetic
Hasil kontinuasi ke atas (Gambar 4 hingga gradient for near- surface applications:
Gambar 8) memperlihatkan bahwa nilai The Leading Edge, 25, 5053
anomali yang semakin kecil dan kurva akan Fedi, M. 1999. Upward Continuation of
semakin halus dengan naiknya ketinggian h. Scattered Potential Fiel Data.
Kontinuasi ke atas memberikan hasil yang Geophysics 64, 443-451.
seolah-olah pengukuran dilakukan dari tempat Ganiyu, S. A., B. S. Badmus, M. O. Awoyemi,
yang lebih tinggi daripada pengukuran
sesungguhnya. Secara umum, hasil kontinuasi O. D. Akinyemi & Oluwaseun T. Olurin.
ke atas mendominankan efek anomali regional 2013. Upward Continuation and Reduction
terhadap anomali lokalnya. Kurva anomali to Pole Process on Aeromagnetic Data of
magnetik hasil kontinuasi kedua program Ibadan Area, South-Western Nigeria Earth
menunjukkan hasil yang bersesuaian Science Research; Vol. 2, No. 1; 2013
(mendekati sama) dengan tingkat kesalahan ISSN 1927-0542 E-ISSN 1927-0550.
0,93%. Nigeria : Canadian Centerof Science and
Education
KESIMPULAN Hanson, R. D., dan Miyazki, Y. 1984.
Continuation of Potential Fields between
Kurva amomali magnetik hasil kontinuasi
dengan program yang dibuat untuk lintasan 1 Arbitrary Surfaces. Geophysics 49, 789-
sampai lintasan 5 DAS Bedadung 795.
menunjukkan kesesuaian yang cukup baik Peters, L. J. 1949. The Direct Approach to
terhadap hasil kontinuasi magpick dengan Magnetic Interpretation and Its Practical
tingkat kesalahan 0.93%. Kontinuasi sebesar Application. Geophysics 14, 290-320
30 m dan 20 m pada lintasan 1 dan 2 Pokja Jember. 2012. Buku Putih Sanitasi
menunjukkan dominasi anomali regional Kabupaten Jember. Jember : PPSP
sedangkan lintasan 3, 4 dan 5 kontinuasi Rosid, S. 2006. Diktat Kuliah Geomagnet.
sebesar 1 m sehingga didominasi oleh anomali
Depok : Geofisika Universitas Indonesia.