You are on page 1of 21

See

discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/235726969

Lethal Dose 50% (LD50) Tests of Poliherbal


(Curcuma Xanthorriza, Kleinhovia hospita,
Nigella sativa, Arcangelisia flava ....

Data · February 2012

CITATIONS READS

0 10,617

3 authors, including:

Akhyar Anwar
Universitas Hasanuddin
2 PUBLICATIONS 0 CITATIONS

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Akhyar Anwar on 31 May 2014.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


UJI LETHAL DOSE 50% (LD50) POLIHERBAL (Curcuma xanthorriza,
Kleinhovia hospita, Nigella sativa, Arcangelisia flava dan Ophiocephalus
striatus) PADA HEPARMIN® TERHADAP MENCIT (Mus Musculus)

Lethal Dose 50% (LD50) Tests of Poliherbal (Curcuma Xanthorriza, Kleinhovia hospita,
Nigella sativa, Arcangelisia flava and Ophiocephalus striatus) on Heparmin®
in Mice (Mus musculus)

Mansur Ibrahim, Akhyar Anwar, Nur Ihsani Yusuf

RESEARCH & DEVELOPMENT


PT ROYAL MEDICALINK PHARMALAB
2012
Abstrak

Telah dilakukan penelitian Uji Lethal Dose 50% (LD50) Poliherbal (Curcuma xanthorriza,
Kleinhovia hospita, Nigella sativa, Arcangelisia flava dan Ophiocephalus striatus) pada Sedian
Kapsul Heparmin® terhadap mencit (Mus musculus). Penelitian dilakukan dengan menggunakan
mencit (Mus musculus). Mencit dibagi secara acak menjadi 5 kelompok. Tiap kelompok terdiri
dari 5 ekor jantan dan 5 ekor betina. Kelompok I – IV diberikan sediaan Heparmin® yang telah
dilarutkan dengan air suling secara oral kepada mencit, dengan dosis yang bervariasi yaitu
2,5g/kgBB, 5g/kgBB, 10g/kgBB dan 20g/kgBB, sedangkan kelompok V adalah kelompok
kontrol hanya diberikan air suling. Berdasarkan penelitian menunjukkan Heparmin® praktis tidak
toksik dengan LD50 semu > 20g/kgBB.

Kata kunci: Heparmin, LD50

Abstract

Test studies have been conducted Lethal Dose 50% (LD50) of Poliherbal (Curcuma Xanthorriza,
Kleinhovia hospita, Nigella sativa, Arcangelisia flava and Ophiocephalus striatus) on
Heparmin® in mice (Mus musculus). The study was conducted using mice (Mus musculus). Mice
were divided randomly into 5 groups. Each group consisted of 5 males and 5 females. Group I -
IV given Heparmin ® that has been diluted with distilled water orally to mice, with varying
doses of 2.5 g / kg, 5g/kgBB, 10g/kgBB and 20g/kgBB, while the V group was a control group
given only distilled water. Based on research showing Heparmin® practically non-toxic with
LD50> 20g/kgBB.

Keywords : Heparmin®, LD50

1
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Heparmin® merupakan sediaan jamu dalam bentuk kapsul yang mengandung ekstrak
rimpang temulawak (Curcuma xanthorriza), daun paliasa (Kleinhovia hospita), jintan hitam
(Nigella sativa), kayu kuning (Arcangelisia flava) dan ikan gabus (Ophiocephalus striatus).
Kelebihan Heparmin® yaitu dari kandungannya yang terdiri dari 100% bahan alam, aman dan
efektif menurunkan SGOT dan SGPT, sebagai hepatoprotektor, antiinflamasi, antioksidan dan
antivirus. Pengamatan hasil laboratorium terhadap pasien yang diberi sediaan heparmin
menunjukkan penurunan kadar SGOT dan SGPT pada pasien hepatitis (Mansur: 2009).
Untuk mengetahui keamanan penggunaan heparmin, maka diperlukan uji toksisitas. Uji
toksisitas dibedakan menjadi uji toksisitas akut, subkronik, dan kronik. Uji toksisitas akut
dimaksudkan untuk mendapatkan informasi tentang gejala keracunan, penyebab kematian,
urutan proses kematian dan rentang dosis yang mematikan hewan uji (Lethal dose 50% atau
disingkat LD50) suatu bahan (Ngatidjan,1997). Parameter toksisitas akut yang digunakan untuk
melihat keamanan Heparmin dalam pengobatan adalah nilai LD50.
Uji toksisitas akut sangat penting untuk mengukur dan mengevaluasi karakteristik toksik
dari suatu bahan kimia. Uji ini dapat menyediakan informasi tentang bahaya kesehatan manusia
yang berasal dari bahan kimia yang terpapar dalam tubuh pada waktu pendek melalui jalur oral.
Data uji akut juga dapat menjadi dasar klasifikasi dan pelabelan suatu bahan kimia.
Dalam penelitian ini dilakukan uji LD50. Penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi efek
toksik akut sehingga dapat diperoleh gambaran keamanan sediaan Heparmin®

I.2 Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui nilai LD50 dari sediaan Heparmin® pada
mencit.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Heparmin®
Heparmin® merupakan produk yang dibuat dari ekstrak bahan alam yang mengandung
ekstrak rimpang temulawak (Curcuma xanthorriza), daun paliasa (Kleinhovia hospita), jintan
hitam (Nigella sativa), kayu kuning (Arcangelisia flava) dan ikan gabus (Ophiocephalus
striatus). Kurcuminoid yang terdapat pada Curcuma xanthorriza mempunyai efek biologis
sebagai hepatoprotektor, anti bakteri dan antiinflamasi. Nigella sativa yang kandungan utamanya
tymoquinon mempunyai efek sebagai hepatoprotektor, antioksidan, antimikroba dan antivirus.
Ophiocephalus striatus dengan kandungan utama protein, asam amino, vitamin dan Ig yang
sangat dibutuhkan oleh tubuh sebagai sumber energy, proses metabolism, regenerasi sel-sel
tubuh yang rusak dan meningkatkan system pertahanan tubuh. Kandungan flavonoid dan saponin
yang terdapat pada Kleinhovia hospital dan Arcangelisia flava telah terbukti sebagai antioksidan,
hepatoprotektor, dan antimikroba.
Penelitian LD50 infus daun kayu paliasa (Kleinhovia hospita Linn.) yang diberikan
secara oral pada binatang percobaan dengan menggunakan 80 ekor binatang percobaan yang
dibagi dalam 8 kelompok terdiri dari 10 ekor mencit yaitu 5 ekor jantan dan 5 ekor betina. Tiap
binatang percobaan diberi infius daun kayu paliasa 1 mL/25 g bb. Untuk kelompok 1 dengan
dosis 8 g/kg bb., kelompok 2 dengan dosis 14g/kg bb, kelompok 3 dengan dosis 16 g/kg bb,
kelompok 4 dengan dosis 20 g/kg bb, kelornpok 5 dengan dosis 24 g/kg bb, kelompok 6 dengan
dosis 28 g/kg bb.. kelompok 7 dengan dosis 32 g/kg bb dan untuk kelompok 8 diberi air suling
sebagai kontrol. Berdasarkan hasil perhitungan dengan metode analisis probil dan uji ketelilian
secara stalistik diperoleh nilai LD50 infus daun paliasa sebesar 18,5 ± 1.70 g/kg BB (Tahir:
1993).
Studi pada beberapa hewan coba, dosis kurkumin 100 – 200 mg/kg BB menunjukkan
adanya aktifitas antiinflamasi. Pada dosis yang sama tidak menimbulkan efek samping yang
nyata pada system organ manusia. LD50 pada mencit lebih dari 2,0 g/kg BB (Itokawa, dkk:
2008). Dari data potensi ketoksikan akut (LD50) temu lawak terlihat bahwa sampai dengan hari
ke 14 setelah pemberian suspensi sampel uji lewat oral peringkat dosis 100 – 6400 mg/kg BB,

3
tidak ditemukan adanya tikus jantan maupun betina yang mati (% respons = 0). Berdasarkan atas
data kualitatif dan kuantitatif yang dikumpulkan, serta analisis dan evaluasi hasil yang diterapkan
maka potensi ketoksikan akutoral suspensi ekstrak kurkuminoid rimpang kunyit dan minyak
atsiri rimpang temulawak pada tikus jantan maupun betina, termasuk kategori minimal praktis
tidak toksik yaitu antara 5 – 15 g/kg BB (Loomis, 1978) ; LD50 semu > 6400 mg/kg BB (Kertia
dkk: 2005).
Dari hasi uji toksisitas atau tingkat keracunan akut terhadap mencit atau tikus putih
Arcangelisia flava diketahui bahwa ekstrak air menunjukkan pada dosis 1.122 mg/100g mampu
mematikan 50% dari jumlah mencit yang ada (LD50 1.122 mg/100g) dengan kisaran 638-1.972
mg/100 g, sedangkan toksisitas ekstrak etanol hanya setengahnya (Indonesian Biotecnology
Information Centre:2004). Ekstrak methanol 70% dari Arcangelisia flava ini memiliki LD50
36680 mg/kg berat badan tikus percobaan (Sa’roni:1996) yang dapat diartikan bahwa ekstrak ini
tidak bersifat toksik (Gleason: 1969). Hasil penelitian lain menunjukkan bahwa dengan pemberian
rebusan kayu kuning konsentrasi 1% b/v tidak ada binatang percobaan mencit yang mati sedang pada
konsentrasi 70 % dan 80 % b/v semua binatang percobaan mencit mati.Dengan menggunakan
perhitungan metoda grafik, diperoleh kesimpulan bahwa LD50 rebusan kayu kuning sebesar 31,82%
b/v/25 g BB. atau 12,65 g/kgBB (Wahab:1986).
Penelusuran toksisitas dengan menentuan LD50 pada komponen biji Nigella sativa
(yaitu ekstrak air, minyak lemak, minyak atsiri) dan komponen utama dari minyak atsiri (yaitu
thymoquinon, α-pinene) menunjukkan nilai LD50 dari semua komponen Nigella sativa dianggap
memiliki toksisitas sedang ( jarak LD50 adalah 616,6 – 3317 mg/kg) kecuali thymoquinon yang
sangat toksik (LD50 =90,3 mg/kg) (El-Hadiyah dkk:2003).

II.2 Lethal Dose 50% (LD50)


Toksisitas akut didefinisikan sebagai kejadian keracunan akibat pemaparan bahan
toksik dalam waktu singkat, yang biasanya dihitung dengan menggunakan nilai LC50 atau LD50.
Nilai ini didapatkan melalui proses statistik dan berfungsi mengukur angka relatif toksisitas akut
bahan kimia. Toksisitas akut dari bahan kimia lingkungan dapat ditetapkan secara eksperimen
menggunakan spesies tertentu seperti mamalia, bangsa unggas, ikan, hewan invertebrata,

4
tumbuhan vaskuler dan alga. Uji toksisitas akut dapat menggunakan beberapa hewan mamalia,
namun yang dianjurkan untuk uji LD50 diantaranya tikus, mencit dan kelinci.
Uji LD50 adalah suatu pengujian untuk menetapkan potensi toksisitas akut LD50,
menilai berbagai gejala toksik, spektrum efek toksik, dan mekanisme kematian. Tujuan Uji
LD50 adalah untuk mendeteksi adanya toksisitas suatu zat, menentukan organ sasaran dan
kepekaannya, memperoleh data bahayanya setelah pemberian suatu senyawa secara akut dan
untuk memperoleh informasi awal yang dapat digunakan untuk menetapkan tingkat dosis yang
diperlukan.
Uji toksisitas akut dapat dipengaruhi oleh respon biologik hewan uji seperti jenis
kelamin. Contoh respon tubuh akibat jenis kelamin yaitu nilai LD50 digoxin yang diuji pada tikus
jantan diperoleh angka 56 mg/kg bb, sementara untuk tikus betina 94 mg/kg bb (Buck, dkk.
1976). Penggunaaan jenis kelamin hewan dalam penelitian uji toksisitas bervariasi. Anonimus
(1998) merekomendasikan hewan sejenis, namun beberapa menganjurkan penggunaan hewan
jantan dan betina. Hewan uji (mencit dan tikus) yang digunakan dalam uji toksisitas
direkomendasikan umur 8-12 minggu sementara untuk kelinci 12 minggu. Pada prinsipnya,
penelitian uji toksisitas akut bertujuan untuk mengetahui dosis relatif toksisitas akut terhadap
produk obat herbal.
Materi hewan coba yang digunakan dalam penelitian umumnya cukup 14 ekor mencit
galur Swiss, jenis kelamin jantan dan betina, umur 3 bulan dengan berat rata-rata 25-30 gram.
Mencit bisa diperoleh dari unit layanan penjualan hewan coba seperti di Biofarma, Unit pra
klinik LPPT, dll. Mencit dikandangkan menggunakan fasilitas kandang yang memenuhi syarat
dengan suhu pemeliharaan 26 ± 1 0C, dan kelembaban 65 ± 5 %. Mencit sebelum diberi
perlakuan diadaptasikan dahulu terhadap kondisi penelitian selama 1 minggu. Pakan mencit
diharapkan standar berbentuk pellet misalnya jenis Extra Fortuna (Produksi PT. Multiphala
Agrinusa) serta air minum diberikan pada mencit uji secara ad libitum.
Selanjutnya, membuat rancangan percobaan LD50 berdasarkan metode Weil (1952).
Maksud dari LD50 adalah dalam dosis dimana 50% dari populasi spesies tertentu mati. Untuk
menentukan LD50, terlebih dahulu dilakukan penelitian dengan menggunakan 2 ekor mencit pada
tiap kelompok (Al Sultan and Husein, 2006). Uji ini dimaksudkan untuk mendapatkan dosis
antara di mana kedua mencit tidak mengalami kematian dan dosis yang mengakibatkan kedua

5
mencit mengalami kematian (Miya et al., 1976). Tahapan yang sesungguhnya, mencit
dipuasakan makan sebelum diperlakukan namun tetap diberi minum selama 4 jam sebelum
perlakuan dan 2 jam sesudah perlakuan. Selanjutnya sediaan produk bahan herbal diberikan
secara oral dengan dosis tertentu misalnya 312,5; 625; 1250; 2500; 5000; dan 10000 mg/Kg BB.
Untuk contoh pemberian dosis seperti diatas, hewan uji dibagi ke dalam 7 kelompok perlakuan
sebagai berikut:
kelompok A: kontrol, diberi makan dan minum standar; oral;kelompok B sampai dengan G
secara berturut-turut diberi dosis : 312,50 mg, 625 mg, 1250 mg, 2500 mg, 5000 mg dan
10000 mg/Kg BB/per oral.
Penentuan LD50 dilakukan dengan melihat data kematian mencit pada setiap kelompok
perlakuan mulai dosis 312,5 – 10000 mg/Kg BB selama 48 jam. Data kematian dari setiap
kelompok diolah menjadi data kumulatif yang kemudian dijadikan persentase kematian. Hasil
persentase kematian kemudian diolah menurut metode Reed-Muench dengan interpolasi linier
untuk mendapat LD50 dan standar error (SE) (Miya et al: 1976). Sedangkan metode penetapan
sifat toksik dilakukan setelah perlakuan dengan bahan uji pada dosis tunggal, jumlah kematian
hewan uji yang mati diamati selama 24 jam. Apabila diperlukan, pengamatan kematian hewan
uji dapat diikuti sampai hari ke-15.
Untuk metode penetapan gejala klinis pada umumnya menimbulkan beberapa gejala
klinis, di antaranya peningkatan aktifitas, peningkatan laju bernafas, mencit tampak
meregangkan badan dan beristirahat di sudut kandang. Hal ini disebabkan karena kandungan
bahan kimia dari produk herbal yang memiliki sifat toksik berat. Pada akhirnya mencit mulai
menutup mata dan terlihat tenang, dan akhirnya mengalami kematian setelah periode kritis (3
jam).
Selain itu metode teknik etanasi yang digunakan adalah teknik dislokasi serviks (Inglis:
1980). Awalnya mencit dibiarkan dalam posisi lordosis, maksudnya dada membusung ke depan
atau punggung berbentuk cekung, kemudian gunting diletakkan pada leher, ekor mencit ditarik
ke atas, sehingga os serviks terlepas dari lokasinya. Sebelum dilakukan pembedahan, dilakukan
pengamatan kembali terhadap denyut jantung dan nafas untuk memastikan hewan telah benar-
benar mati.

6
Uji toksisitas akut dirancang untuk menentukan atau menunjukkan secara kasar median
lethal dose (LD50) dari toksikan. LD50 ditetapkan sebagai tanda statistik pada pemberian suatu
bahan sebagai dosis tunggal yang dapat menyebabkan kematian 50% hewan uji (Frank:1996).
Jumlah kematian hewan uji dipakai sebagai ukuran untuk efek toksik suatu bahan (kimia) pada
seke lompok hewan uji. Jika dalam hal ini hewan uji dipandang sebagai subjek, respon berupa
kematian tersebut merupakan suatu respon diskretik. Ini berarti hanya ada dua macam respon
yaitu ada atau tidak ada kematian (Ngatidjan:1997).
Quantal respon , yaitu jumlah respon pada sekelompok hewan uji terhadap dosis
tertentu suatu obat atau bahan. Pengamatan terhadap efek ini dilakukan untuk menentukan
jumlah respon dari suatu respon diskretik (all or none response) pada suatu kelompok hewan uji.
Jumlah respon tersebut dapat 100%, 99%, 50%, 20%, 10%, atau 1%. Respon yang bersifat
diskret itu dapat berupa kematian, aksi potensial, dan sebagainya (Ngatidjan, 1997). Uji
toksisitas akut ini biasanya menggunakan hewan uji mencit dari kedua jenis kelamin. Hewan uji
harus sehat dan berasal dari satu galur yang jelas. Menurut Weil penelitian uji toksisitas akut ini
paling tidak menggunakan 4 peringkat dosis yang masing-masing peringkat dosis menggunakan
paling sedikit 4 hewan uji. Dosis dibuat sebagai suatu peringkat dengan kelipatan logaritmik
yang tetap. Dosis terendah merupakan dosis yang tidak menyebabkan timbulnya efek atau gejala
keracunan, dan dosis tertinggi merupakan dosis yang menyebabkan kematian semua (100%)
hewan uji. Cara pemberian obat atau bahan yang diteliti harus disesuaikan pada pemberiannya
pada manusia, sehingga dapat mempermudah dalam melakukan ekstrapolasi dari hewan ke
manusia (Ngatidjan, 1997). Dalam uji toksisitas akut, penentuan LD50 dilakukan dengan cara
menghitung jumlah kematian hewan uji yang terjadi dalam 24 jam pertama sesudah pemberian
dosis tunggal bahan yang diteliti menurut cara yang ditunjukkan oleh para ahli. Namun
demikian, kematian dapat terjadi sesudah 24 jam pertama karena proses keracunan dapat berjalan
lambat. Gejala keracunan yang muncul sesudah 24 jam menunjukkan bahwa bahan obat atau
bahan itu mempunyai titik tangkap kerja pada tingkat yang lebih bawah sehingga gejala
keracunan dan kematian seolah-olah tertunda (delayed toxicity). Oleh karena itu banyak ahli
berpendapat bahwa gejala keracunan perlu diamati sampai 7 hari (Ngatidjan: 1997), bahkan juga
sampai 2 minggu (Paget: 1970). Sediaan yang akan diuji dipersiapkan menurut cara yang sesuai
dengan karakteristik bahan kimia tersebut, dan tidak diperbolehkan adanya perubahan selama

7
waktu pemberian. Untuk pemberian per oral ditentukan standar volume yang sesuai dengan
hewan uji (Paget: 1970).

Metode Uji Toksisitas Akut


1. Cara aritmatik Reed dan Muench (1983)
Cara ini menggunakan harga kumulatif sebagai dasarnya. Harga kumulatif diperoleh
dari asumsi bahwa hewan uji yang mati pada suatu dosis, tentu akan mati oleh dosis yang lebih
besar, dan hewan uji yang tidak mati atau tetap hidup pada suatu dosis, tentu juga tidak akan
mati oleh karena dosis yang lebih kecil. Angka kumulatif diperoleh dari menjumlahkan kematian
hewan uji pada dosis terbesar yang menyebabkan kematian 100% hewan uji dengan jumlah
hewan uji yang mati pada dosis dosis yang lebih kecil. Angka kumulatif survivor (hidup)
diperoleh dari menjumlahkan hewan uji yang tetap hidup pada dosis terkecil yang tidak
menyebabkan kematian (100% hewan uji tetap hidup) dengan jumlah hewan uji yang tetap hidup
pada dosis-dosis diatasnya. Persentase survival pada dosis di bawah LD50 dengan LD50,
kemudian dibagi dengan selisih persentase survival pada dosis di atas dan di bawah LD50.
Proporsi jarak ini jika kemudian dikalikan dengan dengan Logaritme rasio di atas terhadap dosis
di bawah LD50, didapat harga antilog LD50 (Ngatidjan:1997).
2. Cara aritmatik dari Karber (1931)
Pada cara ini interval rata-rata jumlah kematian pada tiap kelompok digunakan dalam
perhitungan sebagaimana pada perbedaan dosis dari interval yang sama. LD50 diperoleh dari
selisih dosis terkecil yang menyebabkan seluruh kematian hewan uji dengan angka yang
diperoleh dari pembagian hasil dengan jumlah hewan uji tiap kelompok (Ngatidjan:1997).
3. Cara C.S Weil (1952)
Dalam mencari harga LD50 diperlukan ketepatan atau jika dilihat dari taraf kepercayaan
tertentu, harga tersebut hanya sedikit sekali bergeser dari harga sebenarnya, atau berada pada
rentang atau interval yang sempit. Untuk mencapai tujuan itu, Weil memanfaatkan tabel yang
dibuat oleh Thompson dan Weil (1952). Pada penggunaan tabel itu, percobaan harus memenuhi
beberapa syarat berikut:
1) Jumlah hewan uji tiap kelompok peringkat dosis sama.
2) Interval merupakan kelipatan (d) atau faktor geometrik (R) tetap.

8
3) Jumlah kelompok paling tidak 4 peringkat dosis. Jika umumnya digunakan K=3 maka jumlah
kelompok harus paling tidak (K+1) peringkat dosis.
LD50 dapat dihitung dengan rumus : Log (LD50) = log Da + d.(f+1)
Da adalah dosis terendah, f adalah faktor yang diperoleh dari table Thompson dan Weil, dan d
adalah logaritma kelipatan dosis (Ngatidjan:1997).
4. Cara Farmakope Indonesia
Menurut Farmakope Indonesia III penelitian toksisitas akut harus memenuhi syarat
sebagai berikut:
1) Menggunakan seri dosis dengan pengenceran berkelipatan tetap.
2) Jumlah hewan percobaan atau jumlah biakan jaringan tiap kelompok harus sama.
3) Dosis diatur sedemikikan rupa, sehingga memberikan efek dari 0% sampai 100%.
Nilai LD 50 dapat dihitung dengan rumus:
m = a – b (∑pi – 0,5 )
m = log LD50
a = logaritma dosis terendah yang masih menyebabkan kematian 100% tiap kelompok.
b = beda logaritma dosis yang berurutan.
pi = jumlah hewan yang mati yang menerima dosis i dibagi dengan jumlah hewan seluruhnya
yang menerima dosis i

Klasifikasi Zat Kimia Sesuai dengan Toksisitas Relatifnya (Frank: 1996)


Kategori LD50 (mg/kgBB)
Super toksik <5
Amat sangat toksik 5-50
sangat toksik 50-500
Toksik sedang 500-5000
Toksik ringan 5000-15000
Praktis tidak toksik >15000

9
BAB III
METODE PENELITIAN

III.1Hewan Uji
Hewan yang digunakan berupa mencit (Mus musculus) jantan dan betina dewasa
dengan bobot 20-30g. Hewan dipuasakan 4 jam sebelum perlakuan.
III.2 Bahan Uji
Bahan yang digunakan adalah sediaan heparmin® dan air suling
III.3 Alat Uji
Alat yang digunakan adalah spoit 1 ml, jarum oral, timbangan analitik, botol 60 ml dan
labu ukur 10 ml.
III.4 Prosedur Penelitian
Isi Kapsul heparmin® dikeluarkan dari cangkang kemudian ditimbang sesuai
perhitungan dosis kemudian dilarutkan dengan air suling. Bahan uji diberikan secara oral
terhadap mencit yang dibagi menjadi 5 kelompok dosis, 4 kelompok uji dan 1 kelompok kontrol.
Tiap kolompok terdiri dari 10 ekor mencit, masing-masing 5 ekor mencit jantan dan betina.
Sedian heparmin diberikan dengan dosis 2,5g/kgBB, 5g/kgBB, 10 g/kgBB, dan 20
g/kgBB, sedangkan kelompok kontrol hanya diberi larutan pembawa air suling. Semua diberikan
dengan volume 1 ml per 30 g bobot badan. Sebelum diberikan bahan uji, mencit diamati
perilakunya. Setelah pemberian, efek diamati pada menit ke-30, 60, dan 120. Efek yang diamati
meliputi aktivitas motorik, fenomena straub, piloereksi, ptosis, midriasis, grooming, urinasi,
defekasi dan salivasi. Data mencit yang mati diambil hingga 24 jam setelah pemberian sediaan.
Mencit yang bertahan hidup diamati sampai hari ke-14.

10
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil Pengamatan


A. Gejala Klinis
Tabel 1. Hasil pengamatan gejala klinis pada mencit setelah pemberian sediaan heparmin®
Gejala 30 menit 60 menit 120 menit
yang
I II III IV V I II III IV V I II III IV V
diamati
Aktivitas 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
motorik
Straub - - - - - - - - - - - - - - -
Piloereksi - - - - - - - - - - - - - - -
Ptosis - - - - - - - - - - - - - - -
Midriasis - - - - - - - - - - - - - - -
Diuresis 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Defekasi 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Salivasi - - - - - - - - - - - - - - -
Grooming - - - - - - - - - - - - - - -
Ket:
+ : ada aktivitas = meningkat
- : Tidak ada aktivitas = menurun
0 = tetap

11
B. Mortalitas
Tabel 2. Hasil pengamatan jumlah mencit yang mati setelah 24 jam pemberian sediaan
heparmin®
Kelompok Dosis Jml hewan Hewan mati Keterangan
tiap klp
I 2,5g/kgBB 10 0 -
II 5g/kgBB 10 0 -
III 10g/kgBB 10 2 1 jantan, 1 betina
IV 20g/kgBB 10 2 2 betina
V Kontrol (-) 10 0 -

IV.2 Pembahasan
Uji LD50 terhadap sediaan heparmin dilakukan untuk mengetahui pada dosis berapa
sediaan heparmin® dapat memberikan efek toksik. Efek tersebut ditandai dengan adanya
kematian pada mencit yang telah diberikan sediaan heparmin®.
Pada pengamatan hewan coba setelah perlakuan didapatkan hasil bahwa tidak terdapat
gejala-gejala toksik yang timbul setelah pemberian sediaan heparmin. Adanya penurunan
aktivitas motorik pada kelompok III hanya terjadi 30 menit setelah perlakuan, sedangkan pada
kelompok IV hingga 1 jam setelah serlakuan. Setelah itu aktivitas motorik semua mencit kembali
normal (tabel 1).
Hasil pengamatan selama 24 jam perlakuan tidak menunjukkan adanya hewan coba yang
mati melebihi 50% dari jumlah hewan pada tiap kelompok (10 ekor) baik pada kelompok kontrol
maupun kelompok perlakuan (tabel 2). Hal ini menunjukkan bahwa pemberian dosis secara oral
sediaan heparmin sampai dengan dosis maksimum yang masih dapat diberikan secara teknis
pada hewan uji (20g/kgBB) atau sekitar 179 kali dosis yang lazim dipakai pada manusia, tidak
menimbulkan kematian pada hewan coba. Dosis tertinggi tersebut dinyatakan sebagai LD50
semu. Berdasarkan kriteria Frank (1996), hasil tersebut mempunyai makna toksikologi bahwa
potensi ketoksikan akut sediaan heparmin® termasuk dalam kategori praktis tidak toksik
(>15000mg).
Hasil pada kelompok III dan IV dapat diabaikan karena hanya terjadi pada dua ekor
mencit (tidak mencapai 50%), yang mungkin disebabkan oleh faktor lain diluar efek yang

12
disebabkan oleh sediaan heparmin. Kematian tersebut dapat disebabkan adanya kesalahan pada
saat pemberian sediaan.
Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa pemberiaan kombinasi (poliherbal)
Curcuma xanthorriza, Kleinhovia hospita, Nigella sativa, Arcangelisia flava dan Ophiocephalus
striatus tidak menyebabkan peningkatkan toksisitas (LD50) dari masing-masing komposisi
heparmin® tersebut.

13
BAB V
PENUTUP

V.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa Sediaan heparmin® adalah
sediaan yang praktis tidak toksik karena memiliki LD50 diatas 15g/kgBB (LD50 semu >
20g/kgBB).

V.2 Saran
Saran untuk penelitian selanjutnya adalah dilakukan penelitian tentang uji efektifitas
sediaan heparmin® sebagai hepatoterapi dan hepatoprotektor.

14
DAFTAR PUSTAKA

Mansur. Studi Kasus Penggunaan Multi Herbal Terhadap Penurunan SGPT dan SGOT. Royal
Medicalink Pharmalab. Makassar. 2009

Angelina M, dkk. Penentuan LD50 Daun Cinco (Cyclea barbata Miers.) pada Mencit. Makara,
Sains, Volume 12, No. 1, April 2008: 23-26

Soemardji A, dkk. Toksisitas Akut dan Penentuan DL50 Oral Ekstrak Air Daun Gandarusa
(Justicia gendarussa Burm. F.) pada Mencit Swiss Webster. Jurnal Matematika dan Sains
Vol. 7 No. 2, Oktober 2002, hal 57 – 62

Tahir M. Penentuan LD50 infus daun kayu paliasa (Kleinhovia hospita Linn.) pada binatang
percobaan mencit. FMIPA Unhas. 1993

Itokawa H.,dkk. Recent advances in the investigation of curcuminoids. Natural Products


Research Laboratories, School of Pharmacy, University of North Carolina . 2008

Agusta A., dkk. Komponen Kimia Fraksi Nonpolar Arcangelisia flava. Majalah Farmasi
Indonesia. 1996

El-Hadiyah dkk. Evaluation of Nigella sativa seed constituents for their invivo Toxicity in Mice.
Department of Pharmacology, College of Pharmacy King Saud Uviversity. 2003

Haramain W. Penentuan LD,0 rebusan kayu kuning (Arcangelisia flava (L.) Merr. pada binatang
percobaan mencit. Jurusan Farmasi Unhas. 1986

15
LAMPIRAN

Perhitungan dosis hewan coba

Bobot standar mencit = 20 g


Mencit terberat = 30 g

Dosis mencit (Klp I) = 2,5 g/kgBB


= 75 mg/30 g
Untuk 10 ekor = 750 mg ad 10 ml air suling  ambil 1 ml (diberikan pada tiap mencit klp I)

Dosis mencit Klp II = 5 g/kgBB


= 150 mg/30 g
Untuk 10 ekor = 1500 mg ad 10 ml air suling  ambil 1 ml (diberikan pada tiap mencit Klp
II)

Dosis mencit Klp III = 10 g/kgBB


= 300 mg/30 g
Untuk 10 ekor = 3000 mg ad 10 ml air suling  ambil 1 ml (diberikan pada tiap mencit Klp
III)

Dosis mencit Klp IV = 20 g/kgBB


= 600 mg/30 g
Untuk 10 ekor = 6000 mg ad 10 ml air suling  ambil 1 ml (diberikan pada tiap mencit Klp
IV)

Dosis mencit Klp V = Kontrol negatif (Air suling)

16
Volume Pemberian

Volume pemberian = bobot mencit perlakuan/bobot mencit terberat x 1 ml

Untuk mencit 20 g = 20g/30g x 1ml


= 0,66 ml

Untuk mencit 21 g = 21g/30g x 1ml


= 0,7 ml

Untuk mencit 22 g = 22g/30g x 1ml


= 0,73 ml

Untuk mencit 23 g = 23g/30g x 1ml


= 0,76 ml

Untuk mencit 24 g = 24g/30g x 1ml


= 0,8 ml

Untuk mencit 25 g = 25g/30g x 1ml


= 0,83 ml

Untuk mencit 26 g = 26g/30g x 1ml


= 0,86 ml

Untuk mencit 27 g = 27g/30g x 1ml


= 0,9 ml

Untuk mencit 28 g = 28g/30g x 1ml


= 0,93 ml

Untuk mencit 29 g = 29g/30g x 1ml


= 0,96 ml

Untuk mencit 30 g = 30g/30g x 1ml


= 1,0 ml

17
Skema Kerja

Sedian Heparmin® Kapsul

Keluarkan isi kapsul,


Timbang

Larutkan dengan air suling hingga 10 ml

2,5g/kgBB 5g/kgBB 10g/kgBB 20g/kgBB Kontrol (-)

Mencit 10
ekor tiap KLP I KLP II KLP III KLP IV KLP V
kelompok
Timbang,
Puasakan 4
jam
Gejala klinis (30’,60’120’)
Kematian (24 jam)

Data

LD50

Kesimpulan

18
Komposisi Heparmin®

Tiap kapsul mengandung ekstrak:

Kleinhovia hospital 100 mg


Curcuma xanthoriza 75 mg
Nigella sativa 100 mg
Arcangelisia flava 50 mg
Ophiocephalus striatus 100 mg
Bahan tambahan hingga 650 mg

LD50 Komposisi Heparmin®

Kleinhovia hospital 18,5 g/kgBB (Tahir:1993)


Curcuma xanthoriza 2 g/kgBB (Itokawa:1998)
Nigella sativa 616,6 mg/kgBB (El-Hadiyah dkk:2003)
Arcangelisia flava 12,65 g/kgBB (Haramain:1986)
Ophiocephalus striatus -

19

View publication stats

You might also like