You are on page 1of 18

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/274712388

Analisis Perilaku Positif Deviance Pemberian Makan dan Ketahanan Pangan


Keluarga Miskin (Positive Deviance Analysis of Feeding Behavior and Food
Security of Poor Families)

Article · January 2014

CITATIONS READS

0 711

4 authors, including:

Bernatal Saragih
Universitas Mulawarman
51 PUBLICATIONS   17 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Advanced Tests for New Multivitamin Release from Local Ingredients View project

IDENTIFIKASI DAN KARAKTERISASI BAHAN PANGAN LOKAL ETNIS DAYAK UNTUK MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN View project

All content following this page was uploaded by Bernatal Saragih on 10 April 2015.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Analisis Perilaku Positif Deviance Pemberian Makan dan Ketahanan
Pangan Keluarga Miskin
(Positive Deviance Analysis of Feeding Behavior and Food Security
of Poor Families)

Bernatal Saragih
Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian
Universitas Mulawarman Samarinda
Email: saragih_bernatal@yahoo.com

ABSTRACT

Background. Food is an essential and strategic commodity for Indonesia


because food is a basic human need that must be met by the government
and society . Impact on poverty and access to food purchasing power and
will of course also a hedge against the nutritional status of the family in
society. Objectives . To analyze the behavior of mothers positive
deviance in feeding and food security of poor families. Methods . This
study was conducted with a cross-sectional design is qualitative in
maternal informants as positive deviance actors where poor families and
have a well-nourished child . Research carried out each 4 RT in
Samarinda and 2 RT and 2 village in Kutai Timur Regency. Data analysis
by desctiptive.. Results . Average nutritional status (z-score) was -0.3..
Mother provide food menu based on availability and preferences of
toddlers . The main information obtained mother in determining the variety
of food from posyandu, other than that of the medium of television , friends
and parents/in-laws . Mom has a persistent effort to overcome the problem
of appetite in infants , especially during illness chiefly with children easily
swallowed foods like porridge . Although the mothers of poor families also
have offender Positive Deviance household food security is good .
Conclusion . Feeding with coax children than with balanced nutrition is
the strategy most often performed by maternal.

Key words: positive deviance, nutrition status, food security

ABSTRAK

Latar Belakang. Pangan merupakan komoditas penting dan strategis bagi


bangsa Indonesia, karena pangan adalah kebutuhan dasar manusia yang
harus dipenuhi oleh pemerintah dan masyarakat. Kemiskinan berdampak
terhadap akses dan daya beli terhadap pangan dan tentunya akan
berdapak juga terhadap status gizi pada keluarga secara khsusus pada
masyarakat. Tujuan. Untuk menganalisis perilaku ibu pelaku positif
deviance dalam pemberian makan dan ketahanan pangan keluarga miskin.
Metode. Penelitian ini dilakukan dengan rancangan cross sectional yang
bersifat kualitatif pada informan ibu sebagai pelaku penyimpangan positif
dimana keluarga miskin dan memiliki anak yang bergizi baik. Penelitian
dilakukan masing-masing 4 RT di Samarinda dan dua dusun serta dua RT

1
di Kabupaten Kutai Timur. Hasil. Rata-rata status gizi (z-skor) bayi adalah
-0,3. Ibu pelaku positive deviance (PD) memberikan menu makanan
berdasarkan ketersediaan dan kesukaan dari balita. Informasi utama yang
diperoleh ibu (informan) dalam menentukan variasi makanan dari
posyandu, selain itu dari media televisi, teman dan orang tua/mertua. Ibu
memiliki usaha yang gigih untuk mengatasi masalah nafsu makan pada
balita terutama terutam saat sakit dengan makanan yang mudah ditelan
anak seperti bubur. Walaupun miskin keluarga pelaku Positive Deviance
juga memiliki ketahanan pangan yang baik. Kesimpulan. Pemberian
makan dengan membujuk anak makan selain dengan gizi yang berimbang
merupakan strategi yang paling sering dilakukan ibu sebagai pelaku PD.

Kata kunci: positive deviance, status gizi, ketahanan pangan

PENDAHULUAN

Kebijakan desentralisasi menjanjikan harapan bagi terciptanya

pembangunan pangan pedesaan berbasis lokal, namun apabila tanpa

kehati-hatian desentraliasi hanya akan meneruskan jalan bagi ekploitasi

kapitalisme di ranah pedesaan. Karena itu, komitmen segenap pemangku

kebijakan di tingkat nasional maupun lokal seharusnya mengupayakan

untuk mewujudkan ketahanan pangan (food security) yang bermuara pada

status gizi seperti yang diamanatkan dalam UU No.18/2012 tentang

pangan, pedesaan yang berbasis pada local governance dan culture

setting. Cara ini menuntut kebijakan desentralisasi pangan di tingkat lokal

menjadi arus utama (mainstream) pembangunan pangan nasional1.

Positive Deviance (PD) merupakan salah satu pendekatan pembangunan

yang bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengoptimalkan sumber daya

yang ada dan solusi dalam komunitas untuk memecahkan masalah

masyarakat2-3.

2
Ketahanan pangan dan kemiskinan merupakan dua masalah serius

dalam pembangunan. Jumlah penduduk miskin di Kalimantan Timur

hingga akhir tahun 2012 masih ada puluhan ribu jiwa. Ancaman

kemiskinan, tidak tahan pangan (food insecurity) dan kekurangan gizi

pada bayi dan balita membutuhkan perhatian serius oleh segenap elemen

bangsa. Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidak mampuan

untuk pemenuhan primer makanan, pakaian, tempat berlindung dan air

minum, yang berhubungan erat dengan kualitas hidup. Keluarga yang

tidak tahan pangan akan menyebabkan terjadinya kelaparan. Kelaparan

tidak ditanggulangi dan dibiarkan terus terjadi berakibat buruk terhadap

gizi masyarakat. Gangguan pertumbuhan, kecerdasan anak, rentan

terhadap penyakit, tingginya tingkat kematian bayi, sehingga

menyebabkan tingginya pengeluaran masyarakat untuk perbaikan gizi4.

Salah satu kajian yang menarik yang dapat dijadikan pijakan dalam

merumuskan perbaikan gizi pada balita berbasis potensi sumberdaya

kelurga (masyarakat) adalah belajar dari kasus deviasi positif (Positif

Deviance) dalam perbaikan gizi masyarakat5. Oleh karena itu sangat

penting dilakukan penelitian Indikator Positif Deviance Status Gizi dan

Ketahanan Pangan Keluarga Miskin.

METODE

Disain yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional.

Penelitian dilaksanakan dengan mengambil sampel di kabupaten Kutai

Timur dan Samarinda. Populasi adalah rumah tangga miskin yang

3
memiliki balita gizi baik yang ada dilokasi penelitian 4 RT yaitu di

Kelurahan Sempaja Selatan, Kecamatan Samarinda Utara, di Kelurahan

Loa Bakung Kec.Sungai Kunjang, di Kelurahan Pelita di Kecamatan

Samarinda Ilir dan di Kelurahan Teluk Lerong Samarinda Ulu dan Desa

Sangkima Lama Dusun II dan Dusun III serta Desa Singa Geweh

Sangatta Selatan. Sampel dipilih secara purposive yaitu ibu rumah

tangga miskin yang memiliki bayi dengan status gizi baik yang datanya

diperoleh dari Ketua RT.

Subyek adalah ibu yang mempunyai Perilaku/Kebiasaan

Penyimpangan Positif (Positive Deviance) dengan karakteristik keluarga

yang memiliki perekonomian rendah/miskin berdasarkan kriteria

kemiskinan Samarinda dan Kutai Timur yang memiliki gizi balita yang baik.

Data indikator pelaku penyimpangan positif diperoleh melalui

wawancara mendalam berdasarkan mayoritas yang dilakukan oleh

informan dalam pemberian makan anak. Data yang dikumpulkan meliputi

karakteristik ibu (pekerjaan ibu, umur ibu, dan pendidikan ibu).

Karakteristik anak meliputi jenis kelamin, umur dan berat badan. Data

berat badan anak diukur dengan menimbang berat badan dengan alat

timbangan merek Sayota (ketelitian 0,1kg) dan data status gizi dianalisis

berdasarkan berat badan menurut umur (BB/U)6. Data ketahanan pangan

yang dikumpulkan menggunakan kuesioner dengan 7 pertanyaan (Tabel 2)

dan dikatakan rumah tangga tahan pangan bila menjawab Tidak pada

pertanyaan No 1 atau Ya pada pertanyaan No. 6 (Tabel 2). Data yang

diperoleh dianalisis secara deskriptif.

4
HASIL

Karakteristik Ibu

Ibu yang memiliki pekerjaan sebagai ibu rumah tangga sebesar

87% (19 orang), sedangkan 13 % (3 orang) selain ibu rumah tangga juga

memiliki pekerjaan tambahan (satu orang jualan kue, satu orang jualan

pakaian dan satu orang pembantu rumah tangga). Ibu berumur 24 sampai

37 tahun, dengan jumlah ibu yang berumur 24-30 tahun sebanyak 45%

(10 orang) dan berumur >30-37 tahun sebanyak 55% (12 orang). Jumlah

ibu yang berpendidikan setingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP)

sebanyak 18% (4 orang) dan berpendidikan Sekolah Menengah Atas

(SMA) sebesar 82 % (18 orang).

Karakteristik anak

Karakteristik umur anak dalam penelitian ini berusia diatas satu

tahun (12-59 bulan) dan telah diberi makan. Karakteristik anak

berdasarkan umur, jenis kelamin dan status gizi tertera pada Tabel 1.

Tabel 1. Gambaran nilai Hasil Perhitungan Z-Skor status Gizi anak


berdasarkan BB/U

No Daerah Jenis Berat Umur Nilai Z- St.


Kelamin badan(Kg) (bulan) Skor Gizi
1 1 1 11 18 0,1 Baik
2 1 2 12 32 -1,3 Baik
3 1 2 12 20 1,2 Baik
4 1 2 11 23 -0,2 Baik
5 1 1 16 54 -0,6 Baik
6 1 2 15 59 -1,3 Baik
7 1 2 13 47 -1,5 Baik
8 1 2 12 31 -0,6 Baik

5
9 1 2 17 48 0,4 Baik
10 1 1 11 22 -0,9 Baik
11 1 1 14 41 -0,7 Baik
12 1 1 13 36 -0,8 Baik
13 2 1 11 22 -0,6 Baik
14 2 1 13 34 -0,6 Baik
15 2 1 12 36 -1,4 Baik
16 2 1 12 26 -0,4 Baik
17 2 2 14 59 -1,7 Baik
18 2 2 10 25 -1,2 Baik
19 2 2 11 24 -0,4 Baik
20 2 2 9 12 0,1 Baik
21 2 1 10 17 -0,6 Baik
22 2 1 11 24 -0,9 Baik
Keterangan: Jenis Kelamin: 1(laki-laki), 2(Perempuan);
Daerah: 1 (kota), 2(Desa)

Anak yang berada dikota Samarinda pada nomor 1 sampai 12

sedangakan anak yang tinggal di desa sangata selatan dan Sangkima

nomor 13 sampai 22. Nilai Z-skor rata-rata anak balita adalah -0,3 BB/U

(Tabel 1).

IBU SEBAGAI PELAKU PENYIMPANGAN POSITIF

Menurut ibu makanan yang bagus itu seperti apa ?

“Menurut saya makanan yang bagus itu makanan yang disukai anak saya

dan yang tersedia/mudah didapat dijawab oleh 5 informan dan 17

informan menjawab makanan yang nasi,ikan, sayur berimbang dan

ditambah susu”. Dari hasil wawancara menggambarkan bahwa informan

memberikan menu makanan berdasarkan ketersediaan dan kesukaan dari

balita serta memberikan makanan nasi, ikan dan sayur yang berimbang.

Rata-rata balita menyukai olahan sayur bening dan ikan serta dilengkapi

dengan buah-buahan.

6
Berapa kali pemberian makan anak?

“Informan ibu yang memberi makan 2 kali sehari 3 informan dan 19

informan memberikan makan balitanya 3 kali dalam sehari”. Kebiasaan

makan anak minimum 3 kali sehari hampir dilakukan oleh semua informan

pada anaknya hal ini sangat sesuai karena kebutuhan zat gizi anak

selama pertumbuhan guna memenuhi kebutuhan zat gizi yang ideal

terutama sumber energi, protein, vitamin dan mineral.

Penyakit penyerta balita ibu?

“Penyakit penyerta anak balita pileks, demam, batuk, muntah dan satu

bayi prematur. Sembilan anak yang tidak memiliki penyakit penyerta”

Dengan adanya penyakit penyerta akan membuat keseimbangan nutrisi

balita terganggu sehingga akan berefek kepada penurunan berat badan

balita. Namun, dari hasil wawancara berikut informan menunjukkan usaha

mereka dalam mengatasi hasil penimbangan yang menurun pada balita

yaitu sebagai berikut: “Biasanya berat badan bayi turun itu lagi sakit,

walaupun jarang jua(juga) sih turun. Kalau turun ya dikasih makan yang

baik, jajannya saya kurangi. Saya beri minum susu. Kalau beratnya turun

kader pasti tanya kenapa bisa, atau kalau kelebihan kader kasih tahu

untuk kasih diet anak saya”

Bagaimana ibu mengatasi anak yang tidak nafsu makan?

“Saya memberi makan anak saya bila tidak nafsu makan baik pada saat

sakit dengan membujuk (dijawab 22 informan), selain membujuk dan

7
berdasarkan makanan kesukaan anak saya jika dia mau mi saya beri mi

yang penting dia mau makan dulu”(dijawab 15 informan). Selain dengan

frekuensi pemberian variasi menu para ibu pun memperhatikan pola asuh

kepada balita karena pola asuh makan pun berperan dalam menjaga

kesehatan balita seperti hasil wawancara berikut:

“Kalau anak minta makan saya langsung kasih karena mumpung dia mau

makan. Tergantung anak saya minta makan kapan saja jadi selalu

menyiapkan makanan yang ingin dimakan sama dia. Kalau dia tidak minta

makan ya saya tidak kasih. Saya juga tidak pernah melarang dia mau

makan apa. Selagi dia minta saya buatkan”

Dan menurut pernyataan informan lain (13 informan):

“Dia kalau makan sama-sama kami sekeluarga, jadi duduk sama-sama.

Habis itu baru dia boleh main”.

Berdasarkan kutipan wawancara diatas menggambarkan bahwa ibu

pada umumnya tidak terlalu memaksakan waktu makan balita dan

khususnya pengasuhan gizi lebih banyak dilakukan oleh sang ibu dan

terlebih balita telah diajari untuk makan bersama anggota keluarga.

Ada juga ibu (9 informan) menjawab sambil diajak main agar dia mau

makan dan kurang memperhatikan jadwal makan pada balita secara baik.

Hasil wawancara diatas lebih mengutamakan kemauan anak untuk

meminta makan, bukan dari kedisiplinan ibu untuk mengatur waktu makan

balita. Hal tersebut berisiko pada ketidakseimbangan pada asupan gizi

karena intensitas waktu makan tidak teratur. Sehingga ibu perlu

memperhatikan kedisplinan waktu makan agar lebih teratur dari biasanya.

8
“Yang paling penting kebutuhan anak paling penting, untuk beli susu dan

lain-lain, kemudian jika ada sisanya baru saya atur untuk kebutuhan lain”

(dijawab oleh 18 informan.

Dari mana sumber informasi dalam menentukan menu makan anak?

“Informasi utama yang diperoleh ibu (informan) dalam menentukan variasi

makanan dari posyandu (22 informan) selain itu dari media televisi dan

teman dan orang tua/mertua”.

Apa saja usaha menjaga gizi balita selain pemberian variasi makanan?

Usaha lain yang dilakukan oleh informan untuk menjaga gizi balita

mereka yaitu dengan pemanfaatan sarana kesehatan. Seperti wawancara

berikut:

“Saya tidak pernah ketinggalan posyandu juga buat memantau berat

badannya”.(22 informan).“Waktu diposyandu itu kan kalau habis timbang

ibunya tidak langsung pulang. Biasanya cerita-cerita dulu. biasanya

ceritaan itu tanya-tanya juga sama kader apa ja yang bagus dimakan

anak., kadang-kadang juga kami diberi penyuluhan gizi”. Dari

wawancara menggambarkan bahwa kader/petugas gizi puskesmas

melakukan tugas mereka sebagai kader dengan mendampingi ibu

peserta posyandu secara maksimal sehingga ibu mendapatkan info

bermanfaat dikala waktu senggang mereka.

Ketahanan Pangan Kelurga Miskin Pelaku Positive Deviance

9
Dari 22 informan ibu semuanya memiliki rumah tangga yang tahan

pangan(Tabel 2).

Tabel 2. Ketahanan pangan kelurga informan


No Pertanyaan Informan
(n=22)
1 Apakah keluarga ibu pernah mengalami kekurangan
pangan dalam setahun terakhir ?
1. ya 12
2. tidak 10
2 Kapan saja kekurangan pangan itu terjadi ?
1. Hampir setiap bulan 2
2. Hanya beberapa bulan tapi tidak setiap tahun 10
3. Hanya 1 sampai 2 bulan
3 Kenapa bisa terjadi kekurangan pangan ?
1. Pendapatan menurun 8
2. Bertambahnya anggota keluarga 0
3. Musim paceklik 4
4 Apakah keluarga ibu sekarang punya persediaan
pangan
1. Ya 12
2. Tidak 0
5 Jika punya persediaan, kira-kira berapa lama
1. sehari saja 0
2. kurang dari seminggu 6
3. Kurang dari sebulan 2
4. Cukup sampai bulan depan 4
6 Jika punya persediaan pangan, apakah cukup sampai
punya uang berikutnya?
1. Ya 12
2. Tidak 0
7 Dalam bentuk apa persediaan pangannya ?
1. Bahan pangan (beras) 4
2. Uang, kapan saja bisa dibelikan 3
3. Tanaman kapan saja bisa dipetik/panen 5
4. Ternak 0
5. Lainnya.. 0

Dari hasil wawancara pada 22 informan mereka melakukan usaha

meminjam sama sudara dan orang tua menjadi prioritas utama jika

mereka mengalami kekurangan uang atau terdesak dalam kebutuhan

untuk membeli makanan keluarga dilakukan oleh 7 keluarga. Kekurangan

10
pangan terjadi karena pendapatan menurun dan musim panceklik (Tabel

2). Ketahanan pangan keluarga juga dalam kategori baik lebih dari 50%

menyatakan tidak pernah kekurangan pangan dan ketersediaan pangan

rumah tangga cukup.

BAHASAN

Pengukuran status gizi balita pada penelitian ini menggunakan

indikator BB/U atau Berat badan menurut Umur karena Berat badan

merupakan salah satu ukuran antropometri yang memberikan gambaran

tentang massa tubuh (otot dan lemak). Massa tubuh sifatnya akut

terhadap perubahan yang mendadak, seperti terserang penyakit,

menurunnya nafsu makan atau menurunnya jumlah makanan yang

dikonsumsi, maka berat badan merupakan ukuran yang stabil yang

ditunjukkan dari hasil penimbangan berat badan. Pada Tabel 1

menunjukkan rata-rata status gizi (z-skor) bayi adalah -0,3 dengan tidak

ada gizi lebih (Z-skor >+2 SD), pada hal keluarga miskin. Akar masalah

gizi adalah terjadinya krisis ekonomi, politik dan sosial termasuk kejadian

bencana alam, yang mempengaruhi ketidak seimbangan antara asupan

makanan dan adanya penyakit infeksi, yang pada akhirnya mempengaruhi

status gizi balita. Adanya gizi baik pada balita dipengaruhi beberapa faktor

salah satunya ada usaha/cara ibu untuk menjaga gizi baik pada balita.

Salah satu bentuk usaha diwujudkan oleh ibu adalah dengan giatnya

pemberian variasi menu kepada balita.

11
Ibu Sebagai Pelaku Penyimpangan Positif

Menurut ibu makanan yang bagus itu seperti apa ?

Tingkat kesadaran ibu untuk menyuguhkan makanan yang

beragam dan bergizi sudah baik dan juga memperhatikan kesukaan anak.

Namun, ada juga jenis menu yang juga sering diberikan seharusnya tidak

diberikan pada balita, yaitu pemberian menu instan seperti mie instan. Hal

ini terjadi karena kemudahan ibu untuk mempersiapkan jika tidak ada

bahan pangan lain atau buru-buru mau mengerjakan aktivitas ibu rumah

tangga. Ketersediaan makanan yang dimaksudkan oleh informan setelah

ditanya ulang adalah makanan yang mudah didapat dan selalu tersedia

terutama diperoleh dari kebun/ladang atau banyak tersedia dipasar seperti

bayam.

Berapa kali pemberian makan anak?

Kebiasaan makan anak minimum 3 kali sehari hampir dilakukan

oleh semua informan dalam memenuhi asupan gizi sumber energi, protein,

vitamin dan mineral. Perilaku penyimpangan positif ibu yang miskin sangat

efektif dalam pemenuhan gizi anak untuk dapat bertumbuh dan

berkembang7.

Penyakit penyerta balita ibu?

Dengan adanya penyakit penyerta akan membuat keseimbangan

nutrisi balita terganggu sehingga akan berefek kepada penurunan berat

badan balita. Kalau beratnya turun kader pasti tanya kenapa bisa, atau

12
kalau kelebihan kader kasih tahu untuk kasih diet anak saya. Tingkat

morbiditas pada bayi berhubungan negatif dengan status gizi,

perkembangan motorik dan Hb bayi8. Studi lain membuktikan ketahanan

pangan juga berhubungan dengan status anemia (Hb) bayi9. Morbiditas

pada masa bayi cenderung menjadi sebab mediator antara konsumsi dan

pertumbuhan. Morbiditas memiliki hubungan saling timbal balik dengan

status gizi. Morbiditas dapat disebabkan oleh status gizi yang kurang,

tetapi morbiditas juga dapat menyebabkan status gizi menjadi rendah.

Kondisi sakit tentu akan mengganggu sistem metabolisme zat-zat gizi

dalam tubuh sehingga pemanfaatan zat gizi oleh sistem tubuh menjadi

tidak optimal dan menurunkan status gizi. Infeksi dan ketidakcukupan zat

gizi, khususnya energi, protein, vitamin A dan besi pada masa bayi dan

balita akan menyebabkan pertumbuhan yang terhambat.

Bagaimana ibu mengatasi anak yang tidak nafsu makan?

Penghasilan bisa jadi sumbangan utama untuk dapat dikelola

dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Namun, bagaimana

kebijaksanaan ibu untuk mengelolanya adalah hal penting dalam

manajemen keluarga. Jika ibu mengelolanya dengan salah satu tujuan

untuk menunjang gizi balita berarti balita adalah hal utama yang menjadi

pusat perhatian mereka. Hal ini dapat dibuktikan dengan lebih

memprioritaskan kebutuhan balita dibandingkan dengan kebutuhan lain.

Dari hasil wawancara diatas “Yang paling penting kebutuhan anak paling

penting, untuk beli susu dan lain-lain, kemudian jika ada sisanya baru

13
saya atur untuk kebutuhan lain” (dijawab oleh 18 informan). Kebijakan ibu

merupakan kunci dari baiknya manajemen keuangan rumah tangga dan

pemenuhan gizi anak. Asuh makan pada bayi berhubungan positif dengan

pertumbuhan linier, pertambahan berat badan, pertumbuhan panjang lutut

dan perkembangan motorik bayi8

Dari mana sumber informasi dalam menentukan menu makan anak?

Semua informan menyatakan posyandu sebagai sumber utama

dalam penyusunan menu anak dan tambahan media informasi televisi,

teman serta orang tua. Makin tinggi pendidikan dan pengetahuan orang

tua, makin baik status gizi anaknya. Anak-anak dari ibu mempunyai latar

belakang pengetahuan gizi lebih tinggi baik yang diperoleh melalui

pendidikan formal ataupun non formal cenderung memiliki anak dengan

status gizi baik. Pendidikan berpengaruh positif terbadap asupan protein,

energi dan besi pada anak8. Faktor-faktor penyimpangan positif terhadap

status gizi-kurang rendah di daerah miskin adalah lebih tingginya proporsi

tingkat pendidikan orangtua, sedikitnya jumlah anggota rumah tangga

kemudahan akses terhadap air bersih dibandingkan dengan kabupaten

yang status gizi-kurang tinggi10.

Apa saja usaha menjaga gizi balita selain pemberian variasi makanan?

Hasil wawancara menggambarkan bahwa informan/ibu memiliki

kesadaran penuh akan keberadaan posyandu yang membantu mereka

mengetahui pertumbuhan balita mereka. Selain itu juga ibu telah

14
merasakan manfaat dari kegiatan posyandu dalam mendapatkan

informasi kesehatan yang mereka butuhkan seperti mengetahui

perkembangan berat badan balita. Kader/petugas gizi puskesmas

melakukan tugas mereka sebagai kader dengan mendampingi ibu peserta

posyandu secara maksimal sehingga ibu mendapatkan info bermanfaat

dikala waktu senggang mereka.

Ketahanan Pangan

Kemampuan subyek (Ibu) dalam mengasuh anak secara

keseluruhan sangat menentukan kesehatan balita hal ini juga diperoleh

dalam penelitian ini bahhwa metode persuasif membujuk anak saat

kurang suka makan dan metode pengelolaan atau tatalaksana dan

penyediaan makanan dirumah oleh ibu sangat menentukan untuk

menunjang kesehatan pada balita. Oleh karena itu indikator utama pada

keluarga yang miskin serta memiliki status gizi yang baik terletak pada

pengetahuan ibu dalam pola pengasuhan anak. Kerusakan lingkungan di

masyarakat pedesaan, ketidaktahanan pangan membahayakan dengan

tingginya prevalensi kerawanan pangan dan kekurangan gizi anak di

masyarakat pedesaan. Situasi ini perlu dibalik, untuk memastikan bahwa

penduduk pedesaan memiliki peluang yang cukup untuk mendapatkan

penghidupan yang layak11. Oleh karena itu sebagai tidak lanjut nantinya

dalam penelitian ini sebaiknya dilakukan pemberdayaan keluarga dalam

meningkatkan status gizi anak terutama dalam tata laksana penyediaan

makanan dan pengasuhan pada balita dan peningkatan ketahanan

pangan masyarakat.

15
KESIMPULAN
Semua subyek menyatakan posyandu sebagai sumber utama
dalam penyusunan menu anak dan tambahan media informasi televisi,
teman serta orang tua. Keluarga ibu sebagai Pelaku Positive Deviance
tidak pernah kekurangan pangan sebesar 54,5% dan memiliki ketrsediaan
pangan yang cukup. Melakukan pemberian makan dengan pola makan
yang baik dan membujuk anak makan sebagai strategi yang dilakukan ibu
sebagai pelaku Positive Deviance.

SARAN
Adopsi metode PD (Positive Deviance) dapat dilakukan dengan
strategi penyuluhan pada orang tua agar dengan penekanan pada metode
pengasuhan anak terutama pola persuasif pada anak agar suka makan.
Peningkatan ketahanan pangan keluarga dapat dilakukan dengan
peningkatan akses pangan dan pemanfaatan dan diversifikasi ketersedian
pangan yang ada

Ucapan Terimkasih
Terimakasih disampaikan atas pendanaan Penelitian ini dari Dana BOPTN
DIKTI

RUJUKAN

1. Indonesia. UU RI No. 18/2012. Tentang Pangan. Jakarta. 2012


2. Lorungwa A S and Terhemba, I.T. Nutritional Sustainability via
Positive Deviance: Challenges for Teaching, Research and Extension.
Pakistan Journal of Nutrition 2009.8 (10): 1706-1710.

3. Spreizere G M and Sonenshien S. Towards Construct definition of


Positive Deviance. Am.Behavioural Scientist. 2004:47: 828-847

4. Ndiaye M, Siekmans K, Haddad S, and Receveur O. Impact of a


positive deviance approach to improve the effectiveness of an iron-
supplementation program to control nutritional anemia among rural

16
Senegalese pregnant women. Food and Nutrition Bulletin. 2009: 30 (2):
128-136.

5. Ahrari M., Houser R F, Yassin S, Mogheez M, Hussaini Y., Crump P.,


et al. A Positive Deviance-Based Antenatal Nutrition Project Improves
Birth-Weight In Upper Egypt. J Health Popul Nutr 2006. 24(4):498-507

6. [WHO] Word Health Organization. WHO Child Growth Standards.


WHO, Geneva. 2006.

7. Berggren W L, and Wray J D. Positive deviant behavior and nutrition


education 2002. Food and Nutrition Bulletin, 2002:23(4) :7-8
(supplement)

8. Saragih B, Syarief H, Riyadi H dan Nasoetion A. Pengaruh Pemberian


Pangan Fortifikasi Zat Multi Gizi Mikro pada Ibu Hamil terhadap
Pertumbuhan Linier, Tinggi Lutut dan Status Anemia Bayi; Jurnal Gizi
Indonesia. 200:30(1): 12-24

9. Nisar R., Anwar S. and Nisar S. Food Security as Determinant of


Anemia at Household Level in Nepal. Journal of Food Security, 2013: 1
(2):27-29. DOI: 10.12691/jfs-1-2-3

10. Luciasari E, Permanasari Y, dan Almasyhuri F. faktor-faktor


penyimpangan positif (positive deviance) status gizi balita pada
keluarga miskin di kabupaten gizi-kurang rendah dan tinggi di provinsi
sulawesi selatan. Jurnal Penelitian Gizi dan Makanan 2011: (34):114-
122.

11. Ordinioha B and Brisibe S. Urbanization, Household Food Security and


Childhood Malnutrition: A Comparison of Two Communities in Rivers
State, South-South Nigeria. Journal of Food Security, 2013: 1 (1),1-5.
DOI: 10.12691/jfs-1-1-1

17

View publication stats

You might also like